ANALISIS PENJALARAN GELOMBANG KELVIN DI ATAS KOTOTABANG BERBASIS DATA EAR (EQUATORIAL ATMOSPHERE RADAR)
WIDYA NINGRUM
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
IPB 2009
WIDYA NINGRUM
G24050320
ABSTRAK WIDYA NINGRUM. Analisis Penjalaran Gelombang Kelvin di Atas Kototabang Berbasis Data EAR (Equatorial Atmosphere Radar). Dibimbing oleh SONNI SETIAWAN dan EDDY HERMAWAN. Posisi geografis Indonesia di kontinen maritim memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi dinamika atmosfer skala mikro hingga makro. Salah satu gelombang atmosfer ekuator yang memainkan peranan penting dalam dinamika atmosfer tersebut adalah gelombang Kelvin. Gelombang Kelvin diduga sebagai pemicu fenomena Intraseasonal Variability khususnya Madden Julian Oscillation (MJO). Studi tentang propagasi dan struktur vertikal gelombang Kelvin masih terbatas dengan data OLR, GPS RO, NCEP/NCAR reanalysis dan radiosonde. Penggunaan Equatorial Atmosphere Radar (EAR) diharapkan dapat lebih menjelaskan propagasi dan struktur vertikal gelombang Kelvin lebih baik. Metode analisis spectral digunakan untuk menganalisis propagasi gelombang Kelvin baik dengan teknik FFT (Fast Fourier Transform) maupun Wavelet. Selain itu, dilakukan juga analisis statistika dengan teknik korelasi silang (Cross Corelation Function) dan spektral silang (Cross Spectrum) untuk melihat keterkaitan gelombang Kelvin dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer (KTTL). Berdasarkan data EAR dengan periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008 dideteksi adanya gelombang Kelvin di atas Kototabang dengan propagasi secara zonal ke arah timur dan secara vertikal ke bawah. Analisis spektral selama periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008 menunjukkan gelombang Kelvin memiliki periode 18 harian di ketinggian 17.41 km. Gelombang Kelvin tersebut ditemukan di dekat lapisan tropopause (~17 km). Analisis spektrum daya saat musim basah dan kering menunjukkan energi gelombang Kelvin saat musim basah lebih kuat dibandingkan saat musim kering. Pada musim basah gelombang Kelvin dominan di ketinggian 16.97 km dengan periode 15 harian. Sedangkan pada musim kering gelombang Kelvin lebih dominan di ketinggian 16.52 km dengan periode 18 harian. Hasil analisis statistika pada musim basah dan kering menunjukkan adanya korelasi antara dinamika angin zonal dengan fluktuasi ketinggian tropopause baik secara spontan maupun secara tidak spontan. Lebih lanjut, analisis spektrum-silang menunjukan bahwa aktifitas dinamika angin zonal mempengaruhi fluktuasi ketinggian tropopause dimana gelombang Kelvin cenderung menaikkan ketinggian KTTL pada musim basah sedangkan pada musim kering gelombang kelvin akan menurunkan ketinggian KTTL. Kata kunci : Gelombang Kelvin, Propagasi, EAR, KTTL, Analisis spektral.
ABSTRACT WIDYA NINGRUM. Propagation Analysis of Kelvin Wave above Kototabang Based on EAR (Equatorial Atmosphere Radar) Data. Under direction of SONNI SETIAWAN and EDDY HERMAWAN. Indonesian geographical condition, maritime continent, contribute significant effects in atmosphere dynamics both macro and micro scale. One of equatorial atmospheric waves which play an important role is the Kelvin wave. It was suspected as the trigger of the Intraseasonal Variability phenomenon especially MJO (Madden Julian Oscillation). Studies on propagation and vertical structure of Kelvin wave were still limited on OLR data, GPS, RO, NCEP / NCAR reanalysis and radiosonde. EAR data were expected to explain about propagation and vertical structure of Kelvin wave better. To analyze the Kelvin wave propagation above Kototabang, spectral analysis method were used with both the FFT (Fast Fourier Transform) and the Wavelet technique. Statistical analysis was also done with cross-correlation technique (Cross Corelation Function) and cross Spectral (Cross Spectrum) to see the relevance between Kelvin wave and the KTTL (Kototabang Tropical Tropopause Layer). Based on EAR data over period of 1 December 2007 – 31 December 2008, Kelvin wave was detected above Kototabang with eastward zonal propagation and downwards vertically. Spectral analysis during this period showed that the Kelvin wave appeared periodic every 18 days at 17.41 km altitude near the Tropopause layer (~17 km). Power spectrum analysis indicate that the Kelvin wave energy was stronger during wet season than during dry season. During wet months, the Kelvin wave is dominant at 16.97 km in altitude and appear periodic every 15 days. While in dry months, it is more dominant at 16.52 km in altitude and appeared every 18 days. Statistical analysis results during wet and dry season indicate a correlation between zonal wind dynamics with the fluctuation of Tropopause height, spontaneously and inspontaneously. Cross-spectrum analysis showed that zonal wind dynamics activity affected the height fluctuation of the Tropopause where the Kelvin wave tend to rise the KTTL height during wet season, while in dry season it will lower the KTTL height. Keywords : Kelvin waves, Propagation, EAR, KTTL, Spectral analysis.
ANALISIS PENJALARAN GELOMBANG KELVIN DI ATAS KOTOTABANG BERBASIS DATA EAR (EQUATORIAL ATMOSPHERE RADAR)
WIDYA NINGRUM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
:
Nama NRP
: :
Analisis Penjalaran Gelombang Kelvin di Atas Kototabang Berbasis Data EAR (Equatorial Atmosphere Radar) Widya Ningrum G24050320
Disetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Sonni Setiawan, S.Si, M.Si NIP. 19760116 200604 1 006
Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc NIP. 19620128 199003 1 003
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA NIP. 19610328 198601 1 002
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 ini ialah gelombang Kelvin, dengan judul Analisis Penjalaran Gelombang Kelvin di Atas Kototabang Berbasis Data EAR (Equatorial Atmosphere Radar). Sholawat dan salam terpanjat kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan cahaya kebenaran. Semoga penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang meteorologi. Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung dalam kegiatan dan penulisan skripsi ini, antara lain : 1. Kedua orang tua (ibu dan bapak) dan seluruh keluarga (mba Iwit, Ningsih, dan Weny). Terimakasih untuk Ibu atas kesabaran dan kasih sayang yang tidak pernah putus dalam menghadapi, mendukung, dan mendoakan penulis. Terimakasih untuk Bapak, semoga curahan kasih sayang ini tetap ada meskipun jarak dan waktu belum mengijinkan pertemuan kita. Terimakasih untuk saudara-saudaraku yang selalu menguatkan dan mendukung kepada penulis sehingga terselesainya tugas akhir ini. 2. Bapak Sonni Setiawan, M.Si selaku pembimbing pertama, yang selalu dengan sabar, dan meluangkan waktu yang sangat berharga untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan ilmu kepada penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan, dan saran kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian. 4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Bey dan ibu Ana Turyanti, S.Si, MT yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis 5. Bapak Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc.IT selaku pembimbing akademik. 6. Seluruh Staf Pengajar Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, atas bimbingan, semangat dan pengetahuan. 7. Ibu Ida dan Bapak Trimo dari Stasiun Klimatologi Kelas 2 Ciputat atas bantuan datanya. 8. Seluruh staf TU departemen Geofisika dan Meteorologi; Pak Badrudin, Pak Toro, Pak Jun, Bu Inda, Pak Udin, Mas Azis, Mas Nandang, dan Mba Wanti atas segala bantuannya serta Pak Pono atas kerjasama dan kebaikannya di perpustakaan. 9. Seluruh staf Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung, terutama staf pemodelan iklim : K’ Ining, Pak Terson, Bu Ina, K’ Mian, K’ Midi. Terimakasih atas bantuan dan ilmu yang diberikan selama di Bandung. 10. Sahabat sejatiku, Yuliana Purwanti (Lina), terimakasih atas waktu, perhatian, pengertian, dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. 11. Lisa Evana dan Veza Azteria, teman seperjuangan di Bandung. Terimakasih atas dukungan selama melewati hari-hari itu. 12. Teman-teman GFM42 (Metrap42) : Indah, Devita, Dewy, Ciw, Epi, Rifa, Anis, Tanjung, Arie, Wahyu, Heri, Nizar, Tigin, Gito, Dori, Nancy, Indra, Yudi, Singgih, Apit, Ghulam, Hengky, Ivan, Franz, Aan, Dhani, Budi, Anton, Tumpal, Bang Obet, Hardie, Charita, Wita, Viktor, Irvan, dan Zahir. Terimakasih telah memberi warna selama belajar di GFM. 13. Keluarga besar KSR PMI Unit I IPB : Ayu, Roky, Via, Burhan, k’ Ahmad, k’ Ical, mba Indah, mba Nurul, mba VJ, mba Yuyun, dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta keluarga besar KSR PMI UNJ, UIKA, Tulungagung, IT Telkom, Unpad, UPI dan Malang. Terimakasih kakak-kakak dan adik-adik atas persaudaraan yang indah ini. Terimakasih atas senyum, tawa, semangat, pengabdian, dan perjuangan yang diajarkan. Siamo Tuti Fratelli. 14. Pakde Darjo dan Bude Lies atas dukungan finansialnya kepada penulis untuk tetap kuliah Terimakasih atas pelajaran berharga tentang hidup yang telah diberikan. 15. Terimakasih juga untuk Mas Galih dan Tante Hera atas kesediaannya meminjamkan laptop. 16. Teman-teman civitas GFM dan IPB lainnya atas dukungan dan saran yang telah diberikan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis mengharapkan adanya saran, kritik, dan upaya lebih lanjut untuk mengembangkan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2009 Widya Ningrum
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 14 Juni 1987 dari pasangan Bapak Sriwitono dan ibu Siti Nurhadi Setyowati. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tegal dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di mayor Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Meteorologi pada semester pendek tahun ajaran 2007/2008, mata kuliah Fisika pada tahun ajaran 2007/2008, serta Oseanografi Umum pada tahun ajaran 2008/2009. Penulis pernah mengikuti magang di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (BALITKLIMAT). Selain itu, penulis aktif menjadi anggota Serambi Ruhiyah Mahasiswa FMIPA (SERUM-G), Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT), Korps Sukarela PMI Unit I IPB (KSR PMI Unit I IPB), dan Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO). Penulis menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa periode Juli-Desember 2006, SPP++ periode Januari-Juni 2007, dan Toyota Astra.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. ix I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. .................................................................................................................. 1.2 Tujuan.................................................................................................................................
1 1
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Atmosfer ........................................................................................................ 2.2 Gelombang Kelvin (Kelvin Wave)..................................................................................... 2.3 Tropopause Layer .............................................................................................................. 2.4 Equatorial Atmosphere Radar (EAR) ...............................................................................
1 2 2 4
III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................... 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................................................. 3.3 Metode Penelitian....... ....................................................................................................... 3.3.1 Analisis Spektral ................................................................................................... 3.3.2 Analisis Korelasi Silang ........................................................................................ 3.3.3 Analisis Spektral Silang ........................................................................................
5 5 5 6 6
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang ....................................................................... 7 4.2 Analisis Jangka Panjang .................................................................................................... 8 4.3 Analisis Jangka Pendek ..................................................................................................... 10 4.4. Analisis Statistika .............................................................................................................. 14 V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ....................................................................................................................... 16 5.2. Saran ........ .......................................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... LAMPIRAN ...................................................................................................................................
17 20
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4.
Akronim Tropopause (Haynes & Shepherd 2001) ............................................................... Spesifikasi Equatorial Atmosphere Radar (EAR) (Fukao et al. 2003) ................................. Nilai Korelasi Silang Angin Zonal dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer pada Bulan Basah.................................................................................................................... Nilai Korelasi Silang Angin Zonal dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer pada Bulan Kering ..................................................................................................................
3 4 14 15
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Pengaruh propagasi dan pecahnya gelombang (wave breaking) dari gelombang Gravitas (Ern et al. 2008) ..................................................................................................................... Distribusi horizontal pertubasi geopotensial gelombang Kelvin atmosfer. (Matsuno 1966, diacu dalam Holton 2004) ...................................................................................................... Ketinggian tropopause terhadap lintang (Geerts & Linacre 1997) ........................................ Tropical Tropopause Layer (TTL) secara skematis (Gettelman & Forster 2002, diacu dalam Burrows et al. 2004). ................................................................................................... Suhu radisosonde dan awan Cirrus yang dideteksi dengan lidar di Nauru (Boehm & Verlinde 2000) ........................................................................................................................ 560 Yagi Antena Equatorial Atmosphere Radar (EAR) (RISH 2007) ................................. Lokasi EAR (JMA 2007) . ...................................................................................................... Diagram Alir Penelitian .......................................................................................................... Monsun musim dingin dan musim panas Asia Tenggara (Pidwirny 2006) .......................... Peta satelit Bukit Kototabang, inset peta regional daerah Sumatera.. ................................... Time Height – section angin zonal (a) dan meridional (b) per jam di atas Kototabang periode 1 Desember 2007-31 Desember 2008. ...................................................................... Struktur vertikal gelombang Kelvin ....................................................................................... Power Spektral density angin zonal (a) dan meridional (b) pada ketinggian 15.05-18.00 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008....................................... Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada ketinggian 17.41 di Kototabang periode 1 Desember 2007-31 Desember 2008 ...................................................................................... Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008 ................................................................................................................. Time Height – section angin zonal periode Desember 2007 – Februari 2008 (a) dan Juni – Juli 2008 (b) per jam di atas Kototabang ........................................................................... Struktur vertikal gelombang Kelvin saat bulan basah (a) dan bulan kering (b) .................... Power Spectral Density angin zonal di bulan basah (a), angin zonal di bulan kering (b), angin meridional di bulan basah (c), dan angin meridional di bulan kering di Kototabang . Wavelet Kecepatan Angin Zonal di ketinggian 16.97 pada bulan basah (a) dan di ketinggian 16.52 km pada bulan kering (b) di Kototabang ................................................... Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang saat bulan basah (a) dan bulan kering (b). ...................................................................................................................... Perubahan arah angin saat musim basah (Januari) dan musim kering (Juli) (Kyung 2005) . Korelasi silang antara angin zonal pada bulan basah dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer ................................................................................................................... Cross spectrum angin zonal (H = 16.97 km) dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer periode Desember 2007 – Februari 2008 di Kototabang meliputi koherensi (a), cross amplitudo (b), dan fase spektrum (c). ........................................................................... Korelasi silang antara angin zonal pada bulan kering dengan tropopause layer .................. Koherensi angin zonal (H = 16.97 km) dengan KTTL periode Desember 2007 – Februari 2008 di Kototabang meliputi koherensi (a), cross amplitudo (b), dan fase spektrum (c). ....
2 2 3 3 3 4 4 7 7 8 8 9 9 10 10 10 11 11 12 13 13 14 14 15 16
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Time Height Section Angin Zonal di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008 ......................................................................................................... Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008........................................................................................ Time Height Section Angin Zonal di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008 ................................................................................................................. Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 2–20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008 ................................................................................................................. Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 14–20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008. .............................................................................................. Time Height Section Angin Zonal di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode Juni – Agustus 2008. ........................................................................................................................................... Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 2–20 km) Periode Juni – Agustus 2008. ............................................................................................................................ Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 14–20 km) Periode Juni – Agustus 2008 ............................................................................................................................. Struktur vertikal gelombang Kelvin .di Atas Kototabang Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008 .......................................................................................................................... Struktur vertikal gelombang Kelvin .di Atas Kototabang Periode Desember 2007 – Februari 2008 ............................................................................................................................. Struktur vertikal gelombang Kelvin .di Atas Kototabang Periode Juni – Agustus 2008........ Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang (H = 2– 20 km) Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008........................................................................................ Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008 ............................................................................................... Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode 1 Juni - Agustus 2008. .................................................................................................................. Power Spektral Density angin zonal pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008 ........................................................................................ Power Spektral Density angin meridional pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008 ........................................................................ Power Spektral Density angin zonal pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008 ........................................................................................ Power Spektral Density angin meridional pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008 ........................................................................ Power Spektral Density angin zonal pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008 ........................................................................................ Power Spektral Density angin meridional pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008 ........................................................................ Daftar Nilai Power Spektral Density Angin Zonal Di Atas Kototabang (H= 15.05 18.00 km) pada beberapa periode puncak selama 1 Desember 2007 – 1 Desember 2008 ...... Daftar Nilai Power Spektral Density Angin Zonal Di Atas Kototabang (H= 15.05 18.00 km) pada beberapa periode puncak selama Desember 2007 – Februari 2008 ............... Daftar Nilai Power Spektral Density Angin Zonal Di Atas Kotabang (H= 15.05 - 18.00 km) pada beberapa periode puncak selama Juni – Agustus 2008 ............................................ Script untuk pengolahan data dengan menggunakan software Matlab 7.2.0.232 (R2006a) .... Hasil spektral silang antara angin zonal (H=16.97 km) dengan Kototabang Tropopause Layer periode Desember 2007 – Februari 2008........................................................................ Hasil spektral silang antara angin zonal (H=16.52 km) dengan Kototabang Tropopause Layer periode Juni - Agustus 2008............................................................................................
21 21 22 22 23 23 24 24 25 25 26 26 27 27 28 28 29 29 30 30 31 32 32 33 40 41
ix
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi geografis Indonesia sebagai kontinen maritim memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi dinamika atmosfer dalam berbagai skala. Indonesia terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia) dengan dominasi lautan hampir dua pertiga wilayahnya. Hal ini menyebabkan kawasan ini diduga sebagai penyimpan panas terbesar baik yang sensibel ataupun latent bagi pembentukkan awan-awan kumulus, seperti Cumulonimbus (Hermawan 2002). Dinamika awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang dikenal dengan istilah Super Cloud Cluster (SCCs) inilah yang membangkitkan fenomena atmosferik. Salah satu kajian dinamika atmosfer yang cukup penting di kawasan tropis adalah kajian mengenai fenomena gelombang atmosferik, khususnya gelombang atmosfer ekuatorial berskala-planeter. Salah satu dinamika gelombang ekuatorial yang cukup penting adalah gelombang Kelvin. Berdasarkan hasil kajian Wallace dan Kousky pada tahun 1968 menunjukkan bahwa gelombang Kelvin bergerak dominan ke arah timur dengan periode bervariasi antara 15-20 harian di lapisan stratosfer bawah. Gelombang Kelvin yang pertama kali ditemukan memiliki panjang gelombang zonal 20.000 km dan panjang gelombang vertikalnya 6-10 km (Holton 2004). Gelombang Kelvin berpropagasi di Tropical Tropopause Layer (TTL) dan sangat mempengaruhi modulasi suhu (Immler et al. 2008). Gelombang Kelvin diduga sebagai pemicu fenomena Intraseasonal Variability khususnya Madden Julian Oscillation (MJO). Analisis data OLR dan suhu menunjukkan bahwa jika aktifitas gelombang Kelvin dan MJO muncul secara bersamaan, maka gelombang ekuatorial bersifat ‘convectively coupled’. Selain itu puncak-spektrum sebagai fungsi bilangan gelombang dan frekuensi akan menjadi lebih kompleks (Wheeler & Kiladis 1999). Berbagai penelitian telah menjelaskan studi tentang propagasi dan struktur vertikal gelombang Kelvin. Namun data yang digunakan cenderung hanya menggunakan data OLR, GPS RO, NCEP/NCAR reanalysis dan radiosonde. Penggunaan Equatorial Atmosphere Radar (EAR) diharapkan dapat lebih menjelaskan propagasi dan struktur vertikal gelombang Kelvin lebih baik terutama
untuk gelombang Kelvin di atmosfer. Hal ini karena EAR memiliki kemampuan mendeteksi gerakan udara dalam ketiga komponen ruang : utara-selatan (u-s), barattimur (b-t), dan vertikal dengan resolusi waktu dan ketinggian yang tinggi. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian kali ini adalah : a. Menganalisis penjalaran gelombang Kelvin di atas Kototabang menggunakan data EAR b. Mengetahui lapisan terjadinya gelombang Kelvin di atas Kototabang serta mengetahui osilasi dominan gelombang Kelvin di Kototabang c. Mengetahui karakteristik gelombang Kelvin saat musim basah dan musim kering. d. Mengetahui keterkaitan antara gelombang Kelvin di atas Kototabang dengan Tropical Tropopause Layer (TTL).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gelombang Atmosfer Gelombang atmosfer merupakan osilasi variabel medan atmosferik yang merambat dalam ruang seperti: suhu, tekanan, dan kecepatan angin. Gelombang atmosfer memiliki skala gerak yang luas, yaitu mulai dari skala-mikro dengan panjang gelombang beberapa kilometer hingga skala planeter dengan panjang gelombang lebih dari 10.000 km. Dalam aspek meteorologis, gerak gelombang atmosfer dikelompokkan menjadi beberapa jenis gelombang. Beberapa tipe gelombang tersebut sangat menarik dan sering dikaji dalam bidang meteorologi dinamik. Gelombang atmosfer dapat dibagi dalam tiga bagian (Widyastuti 1995) yaitu : a. Gelombang longitudinal yaitu partikel udara berosilasi secara periodik searah dengan penjalaran gelombang. b. Gelombang transversal – vertikal yaitu partikel udara berosilasi dalam bidang vertical sementara gelombang menjalar dalam arah horizontal. c. Gelombang transversal – horizontal yaitu partikel udara melakukan osilasi dalam bidang horizontal tegak lurus terhadap arah penjalaran gelombang.
2 Gelombang atmosfer sangat penting dalam berbagai proses atmosferik, baik proses-proses kimia maupun proses-proses fisis-dinamik dimana gelombang atmosfer mempunyai peranan utama dalam prosesproses coupling di atmosfer. Sumber pembangkit atau pemicu gelombang atmosferik terdapat di troposfer yang berupa konveksi tropis yang terorganisir dalam pembentukan awan-awan Cumulonimbus (Cb), sistem cuaca, penyesuaian geostropik, dan kenaikan orografik akibat bentuk topografik permukan. Dengan mentransfer momentum secara vertikal ke atas, dinamika gelombang dapat mempengaruhi karakter pola sirkulasi utama pada lapisan atmosfer di atasnya (Ern et al. 2008). Sebagai contoh, Gambar 1 memperlihatkan diagram dari efek perambatan gelombang Gravitas dan efek pecah gelombang tersebut terhadap karakter atmosfer di atasnya.
atmosfer ekuatorial. Gelombang Kelvin atmosfer merupakan gelombang yang merambat ke arah timur dan mempunyai pertubasi angin zonal dan geopotensial yang bervariasi dalam arah meridional mengikuti fungsi Gaussian yang terpusat di ekuator (Gambar 2). Gelombang Kelvin merupakan gelombang yang non-dispersif, sehingga gelombang tidak mengalami perubahan bentuk selama perambatannya. Gelombang Kelvin yang pertama kali ditemukan oleh Wallace dan Kousky pada tahun 1968 di Pasifik Barat memiliki periode 15 – 20 hari dan panjang gelombang zonal 20.000 km, serta panjang gelombang vertikalnya 6-10 km. Gelombang Kelvin berpropagasi ke timur (secara zonal) dan ke bawah (secara vertikal). Selain itu tidak ada perambatan dalam komponen angin meridional. Selain itupun, gelombang Kelvin hanya terjadi ketika aliran-dasarnya adalah timuran. Dhaka (2007) juga menemukan Gelombang Kelvin dengan periode 7-16 harian di wilayah India (pada 8,5ºLU dan 77ºBT, 8,3ºLU dan 73ºBT, 11,7ºLU dan 92,7ºBT) pada ketinggian 12-16 km (troposfer atas).
Gambar 2 Distribusi horizontal pertubasi geopotensial gelombang Kelvin atmosfer. (Matsuno 1966, diacu dalam Holton 2004)
Gambar 1 Pengaruh propagasi dan pecahnya gelombang (wave breaking) dari gelombang Gravitas (Ern et al. 2008). 2.2 Gelombang Kelvin Atmosferik Ekuatorial. Ada dua tipe Gelombang Kelvin yaitu coastal kelvin waves yang terjadi di lautan dan equatorial kelvin waves yang terjadi di
2.3 Tropopause Layer Tropopause adalah lapisan pembatas antara troposfer dan stratosfer. Secara umum, tropopause adalah daerah dari atmosfer dimana lapse rate berubah dari negatif (di troposfer) ke positif (di stratosfer). Hal ini terjadi pada equilibrium level (EL), nilai yang penting dalam dinamika atmosfer. WMO mendefinisikan tropopause secara terperinci sebagai : level terendah dimana lapse rate menurun hingga to 2 °C/km atau lebih kecil, dengan ketentuan bahwa lapse rate rata-rata antara level ini dan semua level yang lebih
3 tinggi dalam 2 km tidak melebihi 20C/km (WMO 1957, diacu dalam Seidel et al. 2001). TTL
CSRT
Gambar 3
Ketinggian tropopause terhadap lintang (Geerts & Linacre 1997)
Ketinggian tropopause tergantung pada lokasi, khususnya letak lintang, seperti terlihat pada Gambar 3. Variasi ketinggian tropopause juga tergantung pada musim. Ketinggian tropopause dapat mencapai sekitar 16 km di atas Australia pada akhir tahun, dan antara 1216 km pada tengah tahun, dan akan menjadi lebih rendah pada lintang yang lebih tinggi. Di lintang 60°, tropopause di bawah 9-10 km di atas permukaan laut; ketinggian terendah bisa mencapai 8 km, di atas Antartika, Siberia, dan Kanada bagian utara saat musim dingin. Tropopause rata-rata tertinggi di atas lautan yang hangat di ekuator pasifik sebelah barat, besarnya sekitar 17.5 km. di Asia Tenggara, selama monsun musim panas, tropopause adakalanya mencapai 18 km (Geerts & Linacre 1997) Tabel 1
LRT
CPT TTT STT
Level aliran konvektif minimum. Biasanya di ketinggian 11-12km. Tropical tropopause layer: daerah di antara STT dan TTT. Clear-sky radiative tropopause: level dimana pemansan langit cerah nol. Di atas CSRT terjadi kenaikan rata-rata (di luar awan konveksi) di bawah CSRT terjadi penurnan ratarata. Biasanya terdapat di ketinggian 14-16km.
Gambar 4 Tropical Tropopause Layer (TTL) secara skematis (Gettelman & Forster 2002, diacu dalam Burrows et al. 2004).
Akronim Tropopause (Haynes & Shepherd 2001) Lapse-rate tropopause: definisi meteorologi secara konvensional dari tropopause, baik di daerah tropis mapun ekstratropis, berdasarkan pada lapisan dengan ketinggian tidak kurang dari 2 km yang suhunya menurun terhadap ketinggian kurang dari 2 K/km Cold-point tropopause:Level suhu minimum. CPT bermanfaat, dan juga signifikan di tropis. Tropical thermal tropopause: TTT biasanya pada 16-17km. Secondary tropical tropopause:
Gambar 5 Suhu radisosonde dan awan Cirrus yang dideteksi dengan Lidar di Nauru (Boehm & Verlinde 2000). Tropical Tropopause Layer (TTL) biasanya ditemukan di ketinggian sekitar 15 km (Gambar 4). Lapisan ini dikarakteristikkan
4 oleh kenaikan massa udara yang lambat dan merupakan daerah sumber dari sirkulasi Brewer-Dobson, sirkulasi stratosferik skala hemisfer dalam arah meridional yang bergerak lamban dan hanya terjadi pada musim dingin dimana pada daerah ektratropis udara bergerak menurun dan pada daerah tropis udara bergerak menaik menuju ke arah kutub (Haklander 2008). Boehm dan Verlinde (2000) menunjukkan bahwa suhu di Tropical Ttropopause secara signifikan dipengaruhi oleh gelombang Kelvin ecuatorial. Selain itu, terjadinya awan cirrus di atas Tropical Ttropopause berhubungan dengan anomali dingin dari gelombang ini (Gambar 5). 2.4 Equatorial Atmosphere Radar (EAR). Radar Atmosfer Katulistiwa atau Equatorial Atmosphere Radar (EAR) tidak lain merupakan pengembangan dari BLR. EAR adalah Doppler pulse monostatic radar yang beroperasi pada frekuensi sekitar 47 MHz dengan menggunakan antenna Yagi tiga elemen berbaris sebanyak 560 buah (Gambar 6). Radar ini terletak di bukit Kototabang, Bukittinggi, Sumatera Barat (100,32oBT; 0,20oLS) pada ketinggian 865 meter diatas permukaan laut (Gambar 7). Kelebihan radar ini dibandingkan dengan radar di Indonesia lainnya adalah menggunakan antenna putar (rotatite antenna) sehingga dalam operasinya dapat diputar ke segala arah, asalkan masih dalam rentang 30o dari sumbu vertikal (Hermawan.2002).
Alat ini dirancang khusus untuk memantau arah dan kecepatan angin dan turbulensi secara kontinu mulai lapisan 1,5 hingga 20 km dalam arah tiga dimensi (vertikal, meridional, dan zonal) dalam selang waktu dan ketinggian sekitar 2,3 menit untuk setiap ketinggian 150 meter. Selain itu radar ini juga mampu mendeteksi fenomena irregularitas ionosfer yang terjadi pada ketinggian sekitar 100 km (Fukao et al 2001 dalam Hermawan 2002). Penjabaran EAR secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 7 Lokasi EAR (JMA 2007) Tabel 2 Spesifikasi Equatorial Atmosphere Radar (EAR) (Fukao et al. 2003) Lokasi Frekuensi Daya Keluaran Sistem antenna Lebar beam Arah beam Jarak Pengamatan
Gambar 6
560 Yagi Antena Equatorial Atmosphere Radar (EAR) (RISH 2007) Klasifikasi
100.32oBT; 0.2oLS; 865 m mdpl 47 MHz 100 kW (peak envelope) 560 antena Yagi tiga elemen berbaris pada area hampir lingkaran berdiameter 110 m 3.4o (-3,one way) Ke segala arah dalam rentang 30 derajat dari sudut zenith 1.5 hingga 20 km dalam arah 3 dimensi (vertikal, meridional, dan zonal) untuk turbulensi atmosfer dalam selang waktu 2,3 menit untuk setiap ketinggian 150 meter dan lebih dari 90 km untuk irregularitas ionosfer (area troposfer sedikit dibawah stratosfer) Instalasi
5 Penggunaan
Info Hasil
Pengelola Beroperasi
untuk meneliti dinamika atmosfer yang terkait perubahan iklim dunia, terutama anomali iklim yang menyebabkan EL Nino dan La Nina. Untuk mengamati resolusi tinggi arah dan kecepatan angin, yang memungkinkan penelitian struktur atmosfer katulistiwa secara lengkap Deputi Sains, Pengkajian dan Informasi – LAPAN Tahun 2001
Hal yang patut diketahui adalah radar ini dibuat hampir menyerupai MU (Middle and Upper Atmosphere) Radar yang ada di Shigaraki, Jepang, baik dari sistem antena yang dipakai maupun frekuensi yang digunakan. Aplikasi data Equatorial Atmosphere Radar (EAR) yang dirancang khusus mendeteksi angin mulai dari lapisan 1,5 hingga 22 km, diharapkan dapat melengkapi data atmosfer radar yang telah ada. Salah satunya adalah pengamatan Quasi Biennial Oscillation (QBO) yang merupakan salah satu parameter penting dalam pendugaan datangnya ENSO (El-Nino and Southern Oscillation) di Indonesia. Selain itu juga, EAR ini dirancang khusus untuk mengamati fenomena atmosfer yang selang pengamatannya relatif sangat pendek (biasanya permenit) seperti peristiwa penjalaran gelombang Rossby, gelombang Kelvin atau kombinasi keduanya. (Hermawan 2002).
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bidang Pemodelan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung dan Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfir Departemen Geofisika dan Meteorologi selama periode Maret - Juni 2009. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan software Microsoft Office, Matlab versi 7.2.0.232 (R2006a), dan SPSS versi 16. Adapun data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data Equatorial Atmospheric Radar (EAR) berupa data angin zonal, angin meridional, dan vertikal echo intensity per jam daerah Kototabang. Data EAR dengan format .csv dari ketinggian 2 20 km ini memiliki resolusi 150 m (ketinggian) dan 10 menitan (waktu). Data selama periode waktu 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008 tersebut diambil dari situs http://www.rish.kyoto-u.ac.jp/ear/data/. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Analisis Spektrum Analisis spektrum adalah suatu cara yang umumnya digunakan untuk melihat karakter data deret waktu dalam domain frekuensi, salah saru informasi penting yang dapat diperoleh dari analisis spectrum adalah periodisitas tersembunyi dalam data deret waktu. Analisis spektral ini digunakan untuk mengestimasi fungsi densitas spektrum dari suatu deret waktu. Karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data medan angin horizontal, maka fungsi densitas spektral menyatakan energi kinetik angin. Metode analisis spektrum yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Fast Fourier Transform (FFT) dan Transformasi Wavelet. Analisis Spektrum Fourier merupakan transformasi dari fungsi autocovarian cxx sebagai berikut f (ω ) =
1
π
∞
∑c
x
(k )e −iωk
k = −∞
Walaupun analisis spectrum Fourier dapat memberikan informasi tentang periodisitas dari data, akan tetapi kemungkinan adanya variasi kekuatan energi osilasi maupun adanya evolusi dari periodisitas dalam data harus di atasi, karena itu selain menggunakan metoda spectrum Fourier, maka dalam penelitian ini digunakan juga metode transformasi wavelet. Transformasi Wavelet merupakan suatu analisis multi resolusi (AMR) yang menggunakan sebuah jendela modulasi atau fungsi dasar yang fleksibel yang dapat didesain sesuai kebutuhan untuk mendapatkan hasil transformasi yang terbaik. Karena yang akan dianalisis adalah evolusi dari periodisitas dalam suatu deret data, maka dalam penelitian ini digunakan Transformasi Wavelet kontinu dengan fungsi Morlet sebagai “Mother Wavelet”-nya
6 Secara Matematik, Transformasi Wavelet Kontinu didefinisikan sebagai
γ (s, τ ) =
∫
∞
−∞
f (t )ψ s*,τ (t )dt
dimana γ(s,τ) adalah fungsi sinyal hasil transformasi, variabel s menyatakan skala, variabel menyatakan τ translasi, dan f(t) merupakan sinyal data asli. Fungsi dasar ψ s*,τ (t ) disebut sebagai fungsi wavelet
Untuk menguji nilai korelasi silang di atas dengan tingkat kepercayaan 95% dilakukan perhitungan pendekatan kesalahan baku dengan rumus :
(mother wavelet), dengan tanda * menunjukkan konjugasi kompleks. Invers dari Transformasi Wavelet Kontinu didefinisikan sebagai: f (t ) =
∫∫ γ (s, τ )ψ
s ,τ
(t )dτds
Fungsi dasar (mother wavelet) yang digunakan adalah Morlet yang diberikan oleh:
ψ a (t ) = π −1 / 4 e −iω0t e −t
2
/2
3.3.2 Analisis Korelasi Silang Analisis korelasi silang (Cross Corelation Function/CCF) dilakukan untuk menentukan tingkat hubungan non-linier antara dua data deret waktu. Seperti halnya korelasi linier, nilai korelasi-silang berkisar antara -1 sampai dengan +1. Dalam penelitian ini, angin zonal di ketinggian saat gelombang Kelvin dominan berperan sebagai variabel input, sedangkan sebagai variable responnya adalah ketinggian Tropical Tropopause Layer Kototabang. Formula perhitungan korelasi silang diberikan oleh: rxy (k ) =
C xy (k ) C xx (0 )C yy (0 )
=
f xy (ω ) =
1
π
∞
∑c
xy
(k )e −iωk
k = −∞
Dengan menggunakan formula Euler diperoleh sejumlah persamaan untuk menginterpretasikan spektrum silang yaitu: a) co-spektrum, dengan persamaan matematis:
C xy SxSy
b) quadrature spektrum, dengan persamaan matematis:
Dimana : rxy(k) : korelasi silang antara deret x dan deret y pada lag ke-k dan Cxy adalah kovarian antara variabel x dan y pada lag ke-k yang diberikan oleh n−k
C xy (k ) =
3.3.3 Analisis Spektral Silang Analisis spektral silang merupakan metode yang alami digunakan untuk melihat hubungan non-linier antara dua deret waktu dalam selang waktu yang sama akan tetapi ditinjau dalam domain frekuensi. (Chatfield,1989). Analisis spektral silang ini merupakan transformasi Fourier dari fungsi cross-kovarian antar dua proses bivariat Xt dan Yt. Fungsi spektral silang didefinisikan:
∑ (x
t
− x )( y t + k − y )
t =1
n−k
Cxx dan Cyy berturut-turut adalah variansi variable x dan variabel y
Kemudian dengan mengubah ke dalam bentuk polar, maka diperoleh c)
cross-amplitudo spektrum, persamaan matematis:
dengan
7 d) phase spectrum, matematis:
dengan
persamaan
e)
coherency, dengan persamaan matematis:
f)
gain spektrum, matematis:
dengan
persamaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang Kajian penelitian ini adalah Kototabang, Bukittinggi (100,320BT, 0,200LS, 865m), Sumatera Barat (Gambar 10). Karena letaknya di dekat ekuator Bukit Kototabang merupakan daerah penyimpan bahang (panas), baik panas sensible maupun panas laten terbesar bagi pembentukan awan.
Fungsi spektral silang yang digunakan dalam penelitian adalah amplitudo, koherensi dan fasa.
Gambar 9 Monsun musim dingin dan musim panas Asia Tenggara (Pidwirny 2006)
Gambar 8 Diagram Alir Penelitian
Secara umum Kototabang merupakan daerah yang dipengaruhi efek lokal maupun global. El Nino, La Nina, Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation (MJO) merupakan fenomena global yang dapat mempengaruhi iklim dan cuaca Kototabang. Di samping itu ada juga pengaruh fenomena regional, seperti sirkulasi monsun Asia-Australia (Gambar 9), Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia. Sementara itu efek lokal yang berpengaruh di Kototabang terutama disebabkan kondisi topografinya berupa bukit serta letaknya di pantai barat pulau Sumatera dan berbatasan dengan bukit Barisan (Gambar 10). Topografi berupa perbukitan menambah efek topografi di Kototabang. Adapun letaknya pantai sebelah barat pulau akan menyebabkan daerah ini cenderung memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak daripada pantai sebelah timur.
8
Gambar 10 Peta satelit Bukit Kototabang, inset peta regional daerah Sumatera. 4.2 Analisis Jangka Panjang
(a)
(b)
Gambar 11 Time Height – Section angin zonal (a) dan meridional (b) per jam di atas Kototabang periode 1 Desember 2007-31 Desember 2008. Gelombang Kelvin dicirikan oleh gangguan pada kecepatan angin zonal dan vertikal, dengan tidak adanya gangguan pada komponen angin meridional (Holton 1996,
Mota et al. 2008). Gambar 11a dan 11b mewakili Time Height Section angin zonal dan meridional di daerah Kototabang selama satu tahun (1 Desember 2007- 31 Desember
9
2008). Nilai negatif menandakan angin timuran (easterly) atau angin ke arah selatan (northly). Berdasarkan Time Height Section angin zonal (Gambar 11a) dapat terlihat adanya penjalaran atau propagasi ke bawah dalam komponen angin zonal pada ketinggian 15 – 18 km. Perambatan angin zonal ini menguat pada ketinggian 17.41 km. Analisa Spektrum pada angin zonal dari ketinggian 15 hingga 18 km (Gambar 13a) menunjukan adanya puncak spektrum yang signifikan di periode 18 harian, sedangkan pada komponen angin meridonal tidak diperoleh puncak yang signifikan pada periode 18 harian dalam rentang ketinggian yang sama (Gambar 13b). Sementara itu, di selang ketinggian yang sama, komponen angin meridional tidak menunjukkan adanya perambatan yang serupa dengan komponen zonal (Gambar 11b). Hal tersebut mengindikasikan adanya gelombang Kelvin pada ketinggian dalam selang ketinggian 15 – 18 km dengan kondisi aliran-dasar adalah timuran di Kototabang.
(a)
~ 60 harian
~ 18 harian
(b)
T id ak ad a o s ilas i d alam arah m erid io n al
Gambar 13 Power Spektral density angin zonal (a) dan meridional (b) pada ketinggian 15.05-18.00 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008. Gambar
12 Struktur vertikal gelombang Kelvin.
Selain periode 18 harian dalam angin zonal, analisis spektral pada komponen zonal menunjukkan adanya osilasi gelombang dominan sekitar 60 harian di ketinggian 16.82 km (Gambar 13a). Sebaliknya, analisis spektral pada angin meridional tidak menunjukkan osilasi yang dominan (Gambar 13b). Osilasi 60 harian tersebut mengindikasikan adanya fenomena MJO (Madden Julian Oscillation).
Berdasarkan analisis wavelet pada ketinggian 17.41 km pun diperoleh adanya osilasi dominan sekitar 18 harian, akan tetapi seperti terlihat pada Gambar 14, osilasi dengan periode ini hanya menguat dalam selang bulan tertentu saja terutama pada bulan Agustus. Selain itu terdapat juga puncak osilasi angin zonal dengan periode 15 harian pada awal Februari. Gelombang Kelvin dominan di sekitar lapisan tropopause topis (Tropical Tropopause Layer/TTL) (Madden & Julian 1972; Parker 1973, diacu dalam Fujiwara 2006). Ketinggian lapisan tropopause dapat diestimasi dari vertical echo peak sebuah
10
Radar. Kenaikan vertical echo power dari Radar biasanya terjadi di ketinggian tropopause (Gage & Green 1978; Rottger & Liu 1978 dalam Heo et al. 2003). Time Height Section vertikal echo intensity di Kototabang, seperti terlihat pada Gambar 15 menunjukkan bahwa tropopause layer terletak pada ketinggian ~17 km.
4.3 Analisis Jangka Pendek (a)
(b)
~ 18 harian
Gambar 14. Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada ketinggian 17.41 di Kototabang periode 1 Desember 2007-31 Desember 2008.
Gambar 15
Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008.
Gambar 16 Time Height – section angin zonal periode Desember 2007 – Februari 2008 (a) dan Juni – Juli 2008 (b) per jam di atas Kototabang Analisis jangka pendek dilakukan untuk melihat variasi gelombang Kelvin saat musim basah dan musim kering. Musim basah diwakili oleh bulan Desember 2007 – Februari 2008 sedangkan musim kering diwakili oleh bulan Juni – Agustus 2008. Berdasarkan Time Height Section angin zonal, terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara musim basah dan musim kering (Gambar 16). Intensitas gelombang Kelvin terlihat lebih kuat pada saat musim basah (Gambar 16a dan 17a) dibandingkan pada saat musim kering (Gambar 16b dan 17b). Hal ini karena pada saat musim basah, aktifitas awan konvektif Cumulonimbus (Cb) yang cukup tinggi dapat memicu peningkatan intensitas gelombang Kelvin.
11
(a)
(b)
Gambar 17 Struktur vertikal gelombang Kelvin saat bulan basah (a) dan bulan kering (b) . (a)
(b) ~ 46 harian
~ 15 harian ~ 18 harian
(c)
(d)
T id ak ad a o s ilas i d alam arah m erid io n al
T id ak ad a o s ilas i d alam arah m erid io n al
Gambar 18 Power Spectral Density angin zonal di bulan basah (a), angin zonal di bulan kering (b), angin meridional di bulan basah (c), dan angin meridional di bulan kering di Kototabang
12
Analisis spektrum pada komponen angin zonal di kedua musin menunjukan bahwa periodisitas gelombang Kelvin pada musim basah (15 hari) lebih pendek daripada periodisitasnya pada musim kering (18 hari). Akan tetapi, nilai spektrumnya lebih besar saat musim basah daripada saat musim kering (Gambar 18). Besarnya nilai spektrum pada musim basah ini menunjukan bahwa energi kinetik gelombang Kelvin lebih besar saat musim basah daripada saat musim kering. Aktifitas gelombang Kelvin terkuat pada musim basah terjadi di ketinggian 16.97 km, seperti ditunjukkan pada Gambar 18a. Sedangkan pada musim kering, aktifitas gelombang Kelvin terkuat terjadi di ketinggian 16.52 km (Gambar 18b). Sehingga dapat dikatakan bahwa posisi aktifitas gelombang Kelvin pada musim basah lebih tinggi. Selain itu, analisa spektrum fourier menunjukan pula adanya osilasi angin zonal dengan periode 46 harian pada musim basah di ketinggian 15.64 km yang merupakan fenomena MJO (Gambar 18a) Akan tetapi, seperti ditunjukkan pada Gambar 18b, fenomena MJO ini tidak tampak pada musim kering. Berdasarkan hasil spektrum komponen angin zonal pada masing-masing musim, tampak bahwa ada kaitan antara aktifitas intensitas gelombang Kelvin dengan penguatan fenomena MJO. Analisis FFT tersebut diperkuat dengan analisis wavelet. Power spektral berdasarkan metode wavelet juga menunjukkan peridiositas sekitar 15 harian di ketinggian 16.97 km saat musim basah (Gambar 19a) dan 18 harian di ketinggian 16.52 km saat musim kering (Gambar 19b). Puncak kecepatan angin zonal pada musim basah terjadi sekitar awal dan tengah Januari. Pada musim kering, puncak kecepatan angin terjadi sekitar tanggal 6 Agustus Seperti telah disebutkan sebelumnya, gelombang Kelvin berpropagasi di sekitar tropopause. Berdasarkan Time Height Section vertical echo intensity menunjukkan perbedaan ketinggian Kototabang Tropical Tropopause Layer (KTTL) saat musim basah dan musim kering. KTTL mencapai ketinggian di atas 16 km saat musim basah (Gambar 20a). Namun, ketinggian KTTL mengalami penurunan saat musim kering
(Gambar 20.b). Hal ini konsisten dengan hasil power spektral density (Gambar 18) dimana gelombang Kelvin terdapat di lapisan yang lebih tinggi saat bulan basah. Variasi ketinggian tropopause ini dipengaruhi oleh konveksi yang kuat. (a)
(b)
Gambar 19 Wavelet Kecepatan Angin Zonal di ketinggian 16.97 pada bulan basah (a) dan di ketinggian 16.52 km pada bulan kering (b) di Kototabang.
13
(a)
(b)
Gambar 20 Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang saat musim basah (a) dan musim kering (b). Ketinggian tropopause sensitif terhadap perubahan suhu di troposfer dan stratosfer. Struktur vertikal suhu di atmosfer berkaitan erat dengan massa udara dan radiasi. BBU mengalami musim dingin saat bulan basah (DJF) sehingga terdapat pusat tekanan tinggi di Asia. Sebaliknya, BBS mengalami musim panas sehingga di Australia tekanannya lebih rendah. Perbedaan tekanan ini mendorong udara bergerak dari Asia ke Australia (Gambar 21). Angin yang bertiup melewati laut membawa massa udara lembab. Densitas udara cenderung lebih rapat saat musim basah karena udara lebih banyak mengandung uap air (kelembaban udara tinggi) sehingga banyak menyerap radiasi langsung matahari. Udara lembab ini lebih kuat menyerap panas daripada udara kering karena lebih banyak mengandung molekul air yang bersifat sebagai penyerap dan penghantar panas. Proses pengangkatan udara pada bulan basah secara maksimal memungkinkan terbentuknya awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang tinggi. Sebaliknya, saat bulan kering angin bertiup dari Australia ke Asia. Massa udara yang dibawa angin ini cenderung kering karena udara bergerak di atas laut dengan jarak lebih pendek. Akibatnya, kemungkinan terbentuknya awan SCCs pun menjadi kecil.
Gambar 21 Perubahan arah angin saat musim basah (Januari) dan musim kering (Juli) (Kyung 2005)
14
4.4 Analisis Statistika Analisis statistika dilakukan untuk membuktikan hubungan antara angin zonal dengan fluktuasi ketinggian tropopause. Estimasi hubungan angin zonal dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer (KTTL) dilakukan pada musim basah dan musim kering. Analisis ini dilakukan dengan metode cross correlation (korelasi silang) dan cross spectrum (spektrum silang).
Pada musim basah korelasi silang dilakukan terhadap data angin zonal di ketinggian 16.97 km dan ketinggian KTTL dengan jumlah data (n) sebanyak 91. Nilai kepercayaan kedua variabel tersebut terletak antara -0.210 sampai dengan 0.210. Berdasarkan Gambar 22, secara umum terlihat adanya relasi linier antara angin zonal dengan ketinggian tropopause di Kototabang dengan nilai korelasi yang negatif (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan aktifitas kecepatan angin zonal maka ketinggian lapisan tropopause akan berkurang
Gambar 22 Korelasi silang antara angin zonal pada musim basah dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer. Tabel 3 Nilai korelasi silang angin zonal dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer pada musim basah Cross Std. Errora Lag Correlation -0.18004 0.109764 -8 -0.23416 0.109109 -7 -0.21586 0.108465 -6 -0.29613 0.107833 -5 -0.34289 0.107211 -4 -0.33526 0.1066 -3 -0.3554 0.106 -2 -0.36294 0.105409 -1 -0.3831 0.104828 0 -0.32957 0.105409 1 -0.24548 0.106 2 -0.26698 0.1066 3 -0.24887 0.107211 4 -0.0997 0.107833 5 -0.06876 0.108465 6 -0.05903 0.109109 7 -0.10866 0.109764 8
Gambar 23 Cross spectrum angin zonal (H = 16.97 km) dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer (KTTL) periode Desember 2007 – Februari 2008 di Kototabang meliputi koherensi (a), cross amplitudo (b), dan fase spektrum (c).
15
Analisis spektral silang (cross spectrum) merupakan metode yang alami digunakan untuk melihat hubungan antara dua deret waktu yang sama dalam domain frekuensi (Chatfield 1989). Spektrum koherensi pada musim basah menunjukkan adanya kaitan antara angin zonal dengan KTTL di periode 15 hari. Selain itu spekrum fasa yang bernilai positif pada periode ini (Gambar 23c dan Lampiran 23) menunjukan bahwa gelombang Kelvin dapat mempengaruhi fluktuasi ketinggian KTTL. Rendahnya nilai koherensi menunjukan bahwa angin zonal bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi ketinggian KTTL di Kototabang.
Gambar 24 Korelasi silang antara angin zonal pada musim kering dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer. Sementara itu, analisis pada musim kering dilakukan terhadap data angin zonal di ketinggian 16.52 km dengan ketinggian KTTL. Korelasi silang dilakukan terhadap 92 data sehingga selang kepercayaannya adalah sebesar 2/n0.5 yaitu sebesar -0.209 sampai dengan 0.209. Nilai korelasi melebihi batas selang kepercayaan pada lag -3 sampai dengan lag 6 (Gambar 24) pada musim kering. Korelasi tertinggi sebesar -0.427 berada pada lag time 0 (Tabel 4). Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara dinamika angin zonal di ketinggian 16.52 km dengan ketinggian KTTL
Tabel 4 Nilai korelasi silang angin zonal dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer pada musim kering Lag Cross Std. Correlation Errora 0.130184 0.109109 -8 0.070192 0.108465 -7 0.040934 0.107833 -6 -0.083 0.107211 -5 -0.19096 0.1066 -4 -0.2742 0.106 -3 -0.30749 0.105409 -2 -0.34106 0.104828 -1 -0.42742 0.104257 0 -0.4216 0.104828 1 -0.4247 0.105409 2 -0.42503 0.106 3 -0.34974 0.1066 4 -0.27817 0.107211 5 -0.24011 0.107833 6 -0.11203 0.108465 7 0.059194 0.109109 8 Berkaitan dengan dinamika gelombang Kelvin, maka dilakukan analisis spektrum diterapkan pada komponen angin zonal dengan ketinggian KTTL. Berdasarkan analisis ini, diperoleh koherensi yang tinggi sebesar 0.871 pada periode 18 harian. (Gambar 25a dan Lampiran 24). Hal ini menunjukan bahwa dinamika gelombang Kelvin mempunyai relasi yang signifikan terhadap ketinggian KTTL di Kototabang saat musim kering. Di samping itu, pada musim kering, gelombang Kelvin cenderung menurunkan ketinggian KTTL. Hal ini ditunjukkan oleh nilai spektrum fase yang negatif antara angin zonal di ketinggian 16.52 km dengan ketinggian TTL pada musim kering (Juni – Agustus 2008) (Gambar 25c dan Lampiran 24).
16
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan data EAR dengan periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008 dideteksi adanya gelombang Kelvin dengan propagasi secara zonal ke arah timur dan secara vertikal. Analisis spektrum daya selama periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008 menunjukkan gelombang Kelvin memiliki periode 18 harian di ketinggian 17.41 km. Gelombang Kelvin tersebut ditemukan di dekat lapisan tropopause (sekitar 17 km). Analisis spektrum daya saat musim basah dan kering menunjukkan energi gelombang Kelvin saat musim basah lebih kuat dibandingkan saat musim kering. Pada musim basah gelombang Kelvin dominan di ketinggian 16.97 km dengan periode 15 harian. Sedangkan pada musim kering gelombang Kelvin lebih dominan di ketinggian 16.52 km dengan periode 18 harian. Hasil analisis statistika pada musim basah dan kering menunjukkan adanya korelasi antara dinamika angin zonal dengan fluktuasi ketinggian tropopause baik secara spontan maupun secara tidak spontan. Lebih lanjut, analisis spektrum-silang menunjukan bahwa aktifitas dinamika angin zonal mempengaruhi fluktuasi ketinggian tropopause dimana gelombang Kelvin cenderung menaikkan ketinggian KTTL pada musim basah sedangkan pada musim kering gelombang kelvin akan menurunkan ketinggian KTTL. Gambar 25 Koherensi angin zonal (H = 16.97 km) dengan Kototabang Tropical Tropopause Layer (KTTL) periode Desember 2007 – Februari 2008 di Kototabang meliputi koherensi (a), cross amplitudo (b), dan fase spektrum (c).
5.2 Saran Masih perlu dilakukan analisis lebih lanjut dengan periode data yang lebih panjang untuk melihat pengaruh gelombang Kelvin terhadap intraseasonal variability, terutama fenomena MJO.
17
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. Climate Modeling MEA 719 Lecture Set 7 PART-3: Tropical Wave Dynamics. http://climlab02.meas.ncsu.edu/mea719 /MEA719_lec7part3_Feb_2009.ppt. [16 Juni 2009]. Boehm MT, Verlinde J. 2000. Tropical Cirrus Maintenance. Di dalam : Tenth ARM Science Team Meeting Proceedings; San Antonio, Texas, 13-17 Mar 2000. Pennsylvania: The Pennsylvania State University Burrows JP et al. 2004. Report on the SPARC 3rd General Assembly. http://www.atmosp.physics.utoronto.ca/ SPARC/Newsletter%2024%20WEB%2 0/Report%203rdGA.html, [20 Juni 2009]. Chatfield C. 1989. The Analysis of Time Series : An Introduction. Ed ke-4. London: Chapman & Hall. Dhaka SK et al. 2007. Study of Temporal Variation of Equatorial Tropopause Due to Atmospheric Waves in CPEA Campaign 2004 at Kototabang, Indonesia. Adv Geosci 9: 167-175. Ern M, Preusse P, Schröder S. 2008. Wave Dynamics. http://www.fzjuelich.de/icg/icg-1/Wave_Dynamics/ [20 Juni 2009] Fueglistaler S et al. 2008. The Tropical Tropopause Layer. Rev Geophysics, in press. Fujiwara M, Kubokawa H, Satoh M, Takahashi M. 2006. Role of Equatorial Kelvin Waves, Organized Convections, and Cumulonimbus Clouds in the Tropical Tropopause Layer. Di dalam : SPARC TTL workshop; Victoria, Canada, 12-15 Juni 2006. http://www.atmosp.physics.utoronto.ca/ SPARC/TTL/Reduced%20posters/Fuji wara.pdf [20 Juni 2009] Fujiwara M, Takahashi M. 2001. Role of the equatorial Kelvin wave in stratospheretroposphere exchange in general circulation model. J Geophys Res 106 (D19) : 22763-22780
Fukao et al. 2001. The Equatorial Atmosphere Radar (EAR), in preparation. Fukao et al. 2003. The Equatorial Atmosphere Radar (EAR): System Description and First Results. Radio Sci. 38(4) : 1053. Gage KS, Green JL. 1978. Evidence for specular reflection from monostatic VHF radar observations of the stratosphere. Radio Sci 13: 991-1001. Geerts B.Linacre E. 1997. The Height of The Tropopause. http://wwwdas.uwyo.edu/~geerts/cwx/notes/chap0 1/tropo.html. [27 Mei 2009] Gettelman A et al,. 2009. The Tropical Tropopause Layer 1960–2100. Atmos Chem Phys 9 : 1621–1637. www.atmos-chemphys.net/9/1621/2009/ [16 Mei 2009] Gettelman A, Forster PM. 2002. Definition and climatology of the tropical tropopause layer. J Meteorol Soc Japan 80(4B) : 911–924. Haklander, A.J. 2008. The Brewer-Dobson circulation: interannual variability and climate change. [Tesis]. Eindhoven: Technische Universiteit Eindhoven. Hanselman D, Littlefield B.2000. Matlab Bahasa komputasi Teknis: komputasi, visualisasi, pemrograman. Ed ke-1. Edyanto J, penerjemah; Yogyakarta : Andi. Terjemahan dari : The Student matlab: version 5 Haynes P, Shepherd T. 2001. Report on the SPARC Tropopause Workshop, Bad Tölz, Germany, 17-21 April 2001. http://www.aero.jussieu.fr/projet/SPAR C/News17/ReportTropopWorkshopApr il2001/17Haynes_Shepherd.html. [6 Mei 2009 4:17 PM] Heo BH, Kim KE, Campistron B, Klaus V. 2003. Estimation of The Tropopause Height Using The Vertical Echo Peak and Aspect Sensitivity Characteristics of a VHF Radar. Di dalam : Proceedings of MST10 Tenth International Workshop on Technical and Scientific Aspects of MST Radar; Piura Peru, 13-20 Mei 2003.
18
http://jro.igp.gob.pe/mst10/CD/ExtAbs/ Session4/I4_522.pdf. [6 Mei 2009] Hermawan E. 2002. Perbandingan Antara Radar Atmosfer Khatulistiwa dengan Middle and Upper Atmosphere Radar dalam Pemantauan Angin Zonal dan Angin Meridional. Warta LAPAN 4 (1) : 8-16. Holton JR, Lindzen RS. 1968. A note on "Kelvin" waves in the atmosphere. Monthly Weather Rev 96 (6) : 385-386 Holton JR. 2004. An Introduction to Dynamic Meteorology. Ed ke-4. Amsterdam: Elsevier Inc. http://maps.google.com/ Immler F et al. 2008. Correlation between equatorial Kelvin waves and the occurrence of extremely thin ice clouds at the tropical tropopause. Atmos Chem Phys Discuss 8: 2849–2862. www.atmos-chem-physdiscuss.net/8/2849/2008/ [16 Mei 2009] Immler FJ, Krüger K, Fujiwara M, Schrems O. 2009. Equatorial Kelvin waves, cirrus clouds, and dehydration in the tropical tropopause layer. Geophysic Res Abstr 11. [JMA] Japan Meteorological Agency. 2007. Bukit Kototabang, Indonesia. http://gaw.kishou.go.jp/qasac/bkt_kotot abang.html. [16 Mei 2009] Kyung J. 2005. Monsoon. http://climate.snu.ac.kr/english/research /monsoon/monsoon-definition-en.html . [20 Juni 2009] Madden RA, Julian PR 1972. Description of global scale circulation cells in the tropics with a 40-50 day period. Description of Global-Scale Circulation Cells in the Tropics with a 40-50 Day Period. J Atmos Sci 29: 1109-1123. Matsuno T. 1966. Quasi-geostrophic motions in the equatorial area. J Meteorol Soc Japan 44 : 25-43. McBride J. 2002. Large Scale conditions associated with tropical convection. Adv forecaster course 2002.
http://www.bom.gov.au/bmrc/clfor/cfst aff/jmb/Presentations/advanced_fx_200 2.ppt [27 Mei 2009] Mota et al. 2008. 3-4 Kelvin waves Observed in The MLT region at 7.4oS, Brazil. Geofis Int 47(3): 153-160. Nurhayati N. 2007. Propagasi dan Struktur Vertikal MJO Indonesia Bagian Barat Berbasis Analisis Data EAR, BLR Radiosonde dan NCEP/NCAR Reanalysis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Parker DE. 1973. On the variance spectra and spatial coherences of equatorial winds. Q J Roy Meteor Soc 99 (419): 48-55. [terhubung berkala] http://www3.interscience.wiley.com/jo urnal/114056293/abstract. [20 Juni 2009]. Pidwirny M. 2006. Local and Regional Wind Systems. Fundamentals of Physical Geography. Ed ke-2. http://www.physicalgeography.net/fund amentals/7.html [15 Juni 2009] Randel WJ, Wu F. 2005. Kelvin wave variability near the equatorial tropopause observed in GPS radio occultation measurements. J Geophys Res 110 (D03102) : 1-13 [RISH] Research Institute for Sustainable Humanosphere. 2007. Equatorial Atmosphere Radar (EAR). http://www.rish.kyotou.ac.jp/ear/index-e.html. [20 Juni 2009] Röttger J, Liu CH. 1978. Partial reflection and scattering of VHF radar signals from the clear atmosphere. Geophys Res Lett 5: 357-360. Ryu JH, Lee SY, Son SW. 2008. Vertically Propagating Kelvin Waves and Tropical Tropopause Variability. J Atmos Sci 65 : 1817-1837 Sasi MN, Ramkumar G, Murthy BVK. 2005. Studies on equatorial waves over the Indian zone. Curr Sci 89: 475-487 Seidel DJ, Ross RJ, Angell JK, Reid GC. 2001. Climatological characteristics of
19
the tropical tropopause as revealed by radiosondes. J Geophysic Res Vol 106 No D8 : 7857–7878
the South Indian Ocean: Their Associations and use for Prediction. Di dalam : MISMO Workshop, Nov 2008.
Setiawan S. 2000. Perumusan struktur horizontal gelombang Rossby-Gravity. [Skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.
Wheeler M, Kiladis GN. 1999. Convectively coupled equatorial waves: Analysis of clouds and temperature in the wavenumber-frequency domain. J Atmos Sci 56 : 374–399.
Sunarsih I. 2008. Perilaku Curah Hujan di Kototabang, Pontianak, dan Biak Berbasis Analisis Data EAR dan WPR. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Widyastuti E. 1995. Analisis Dinamika Atmosfer Tropis di Sekitar Zona Tropopause Berdasarkan Data Radiosonde [Skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.
Syamsudin F. 2007. Western Martime Continent Reference Site Kototabang Station. http://www.eol.ucar.edu/projects/ceop/ dm/insitu/sites/mahasri/WMC/Kototaba ng/ [20 Juni 2009] Torrence C, Compo GP. 1998. A Practical Guide to Wavelet Analysis. Bull Am Meteorological Soc 79(1) :61-78 Tsai HF, Tsuda T, Hajj GA, Wickert J, Aoyama Y. 2004. Equatorial Kelvin Waves Observed with GPS Occultation Measurements (CHAMP and SAC-C). J Meteorol Soc Jpn 82: 397-406. Tsuda T, Venkat Ratnam M, Kozu T, Mori S. 2006. Characteristics of 10-day Kelvin wave observed with radiosondes and CHAMP/GPS Occultation during the CPEA Campaign (April-May 2004). J Meteo Soc Jpn 84A: 277-293 Vömel H et al. 2006. Dehydration, cirrus clouds, and wave activity in the tropical tropopause layer during the warm and cold tropopause temperature season. Di dalam : Aura Science and Validation Team Meeting; Boulder, Colorado, USA, 11-15 September 2006. http://avdc.gsfc.nasa.gov/PDF2/Voeme l_WaterVapor.ppt. [4 Mei 2009] Wallace JM, Kousky VE. 1968. Observational Evidence of Kelvin Wave in The tropical Troposphere. J Atmos Sci 25: 900-907 Wheeler M, Bessafi M, Leroy A. 2008. The MJO, Equatorial Waves, and TCs over
[WMO]. World Meteorology Organization. 1957. Meteorology—A threedimensional science: Second session of the commission for aerology. WMO Bull 4(4): 134–138. Yamamoto M et al. 2003. Observations in The Tropical Tropopause Region with The Equatorial Atmosphere Radar. http://wwwsoc.nii.ac.jp/jepsjmo/cdrom/2003cd-rom/pdf/e024/e024001_e.pdf [6 Mei 2009] Yamamoto MK, Fujiwara M, Fukao S. Possible Cross-Tropopause Transport Processes in The Tropics. Di dalam: Proceedings of MST10 Tenth International Workshop on Technical and Scientific Aspects of MST Radar; Piura Peru, 13-20 Mei 2003. http://jro.igp.gob.pe/mst10/CD/ExtAbs/ Session3/I3_034.pdf. [6 Mei 2009]
LAMPIRAN
21
Lampiran 1 Time Height Section Angin Zonal di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008.
Lampiran 2 Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008.
22
Lampiran 3 Time Height Section Angin Zonal di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008.
Lampiran 4 Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 2–20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008.
23
Lampiran 5 Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 14–20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008.
Lampiran 6 Time Height Section Angin Zonal di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode Juni – Agustus 2008.
24
Lampiran 7 Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 2–20 km) Periode Juni – Agustus 2008.
Lampiran 8 Time Height Section Angin Meridional di Kototabang (H = 14–20 km) Periode Juni – Agustus 2008.
25
Lampiran 9 Struktur vertikal gelombang Kelvin di Atas Kototabang Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008.
Lampiran 10 Struktur vertikal gelombang Kelvin .di Atas Kototabang Periode Desember 2007 – Februari 2008
26
Lampiran 11 Struktur vertikal gelombang Kelvin .di Atas Kototabang Periode Juni – Agustus 2008
Lampiran 12 Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang (H = 2– 20 km) Periode 1 Desember 2007 – 31 Desember 2008.
27
Lampiran 13 Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode Desember 2007 – Februari 2008.
Lampiran 14 Time Height Section Vertikal Echo Intensity di Kototabang (H = 2 – 20 km) Periode 1 Juni - Agustus 2008.
28
Lampiran 15 Power Spektral Density angin zonal pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008
Lampiran 16 Power Spektral Density angin meridional pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008
29
Lampiran 17 Power Spektral Density angin zonal pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008
Lampiran 18 Power Spektral Density angin meridional pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008
30
Lampiran 19 Power Spektral Density angin zonal pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008
Lampiran 20 Power Spektral Density angin meridional pada ketinggian 2 - 20 km di Kototabang periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008
Lampiran 21 Daftar Nilai Power Spektral Density Angin Zonal Di Atas Kototabang (H = 15.05 - 18.00 km) pada beberapa periode puncak selama 1 Desember 2007 – 1 Desember 2008 H (km)
Periode (hari)
15.05
7 7,884,901.36
11 43,306,129.48
16 45,162,149.89
18 21,025,513.89
25 21,609,989.29
31 1,919,177.87
66 101,227,218.32
199 146,550,052.06
15.19
13,031,424.59
50,087,586.50
53,222,616.19
19,188,509.26
47,027,994.02
6,513,070.86
129,531,948.41
151,227,445.17
15.34
14,469,398.46
48,197,692.77
48,608,473.27
12,353,872.76
73,560,580.15
20,875,505.30
168,597,052.20
157,528,617.83
15.49
34,305,069.27
56,692,061.46
44,642,176.48
14,872,248.73
88,161,961.86
30,674,538.60
168,576,518.20
142,732,546.94
15.64
56,939,566.81
61,276,539.36
59,283,945.94
8,590,159.96
89,478,581.35
37,349,638.32
189,145,252.53
131,897,939.52
15.79 15.93
54,229,422.16 56,430,556.23
49,641,882.14 63,514,055.67
61,471,027.06 23,798,116.85
4,289,356.88 7,609,921.35
76,364,622.77 47,731,129.02
57,073,414.18 73,398,974.55
171,911,284.28 178,079,955.66
129,065,543.34 103,094,544.13
16.08
28,584,980.00
28,079,925.32
12,475,873.04
3,638,224.77
29,215,806.23
84,449,068.36
237,903,746.63
123,128,876.16
16.23
5,664,996.93
17,801,130.33
10,431,179.82
7,653,341.60
23,426,536.58
104,779,676.57
251,130,778.69
140,479,108.33
16.38
1,486,843.43
16,057,709.78
18,607,140.08
20,282,030.33
22,438,101.89
97,890,949.36
243,936,636.74
161,073,085.08
16.52
1,930,861.90
16,589,066.99
42,687,502.06
42,254,455.58
22,841,170.18
117,091,422.82
244,473,107.12
173,650,420.63
16.67
4,949,321.53
30,266,909.98
82,876,684.79
44,305,238.03
24,965,869.17
123,466,363.37
245,765,482.30
134,637,756.88
16.82 16.97
1,911,001.58 2,981,197.87
27,867,966.66 10,068,092.56
62,576,067.87 52,075,983.36
49,546,536.73 58,149,863.50
36,928,810.41 36,958,792.49
71,256,957.15 20,939,463.67
254,532,066.83 252,792,098.13
87,538,815.87 74,350,478.21
17.11
11,458,095.62
4,002,762.82
47,657,564.60
69,465,953.56
30,869,734.38
3,988,700.86
224,712,873.05
72,025,116.55
17.26 17.41
10,614,522.59 4,654,539.35
171,059.62 3,162,601.95
34,744,351.70 33,205,363.84
94,779,334.61 106,706,456.39
21,195,606.36 13,610,036.46
11,563,941.81 28,101,967.80
197,467,008.02 134,737,329.75
75,977,595.08 83,870,331.59
17.56
2,277,657.90
5,583,949.80
25,202,852.01
87,684,869.92
11,570,246.84
23,149,996.73
59,568,304.76
87,883,143.55
17.71
3,523,905.60
2,659,871.75
14,190,187.15
58,021,066.10
11,265,481.92
9,845,730.44
26,384,794.97
87,641,923.76
17.85
4,955,020.43
7,671,016.66
17,702,644.14
50,974,916.67
10,835,467.67
3,285,951.16
14,369,115.90
65,716,989.89
18.00
2,573,751.65
8,345,697.73
22,969,799.15
44,687,630.39
11,662,318.63
1,539,852.43
5,055,793.42
35,542,440.50
31
Lampiran 22 Daftar Nilai Power Spektral Density Angin Zonal Di Atas Kototabang (H = 15.05 - 18.00 km) pada beberapa periode puncak selama Desember 2007 – Februari 2008. Periode (Hari)
H (km)
9
11
15
46
15.05 15.19 15.34 15.49 15.64 15.79 15.93 16.08 16.23 16.38 16.52 16.67 16.82 16.97 17.11 17.26 17.41 17.56 17.71 17.85 18.00
1,113,830.12 1,466,164.70 2,386,214.52 2,423,947.83 5,166,843.39 7,400,192.11 7,189,551.99 11,742,870.58 27,655,091.37 24,141,424.32 17,940,141.19 13,415,350.23 3,770,537.48 682,908.51 866,515.49 241,821.69 608,280.70 1,489,931.22 3,733,039.02 4,534,750.24 1,992,377.36
9,177,071.74 5,649,362.35 4,255,208.18 2,597,919.97 3,889,757.56 1,924,625.04 1,686,489.04 2,059,316.54 11,193,502.46 18,965,257.46 27,581,586.59 37,269,398.82 40,915,478.92 25,642,167.49 11,559,179.85 299,758.28 3,786,567.58 8,137,368.67 6,363,862.84 8,242,604.08 5,116,479.04
12,972,372.84 12,002,398.18 9,448,017.76 5,745,399.02 5,517,533.47 3,395,572.83 1,931,609.71 2,267,525.64 2,588,797.51 1,520,081.40 4,004,357.99 19,002,772.15 25,150,716.34 36,461,085.01 35,712,442.52 27,256,499.28 34,446,988.20 34,313,520.61 21,821,308.74 15,515,801.96 15,922,083.46
37,924,957.33 53,823,711.23 51,522,759.13 63,707,784.90 70,679,619.37 57,373,097.27 38,857,843.04 49,644,668.14 53,040,720.23 44,302,884.76 22,329,553.97 12,049,192.55 5,568,259.08 9,188,802.85 13,357,119.83 25,283,255.40 29,949,447.88 23,669,688.99 18,084,828.42 14,536,673.83 9,579,458.47
Lampiran 23 Daftar Nilai Power Spektral Density Angin Zonal Di Atas Kotabang (H = 15.05 - 18.00 km) pada beberapa periode puncak selama Juni – Agustus 2008 H (km)
Periode (Hari) 9
18
15.05
717,711.11
2,211,697.15
15.19
1,975,035.59
1,687,106.40
15.34
2,165,804.61
1,341,553.71
15.49
2,423,337.34
651,322.84
15.64
1,580,638.67
16,564.04
15.79
1,910,753.22
373,641.12
15.93
1,525,769.58
1,936,997.07
16.08
1,234,246.20
4,630,867.62
16.23
2,554,082.53
7,789,722.50
16.38
7,859,213.88
13,995,218.24
16.52
11,584,532.75
19,786,282.76
16.67
12,990,470.95
17,454,639.12
16.82
11,341,467.42
15,589,512.15
16.97
7,455,169.08
15,125,432.65
17.11
4,991,090.73
12,233,953.80
17.26
2,172,658.97
12,533,607.62
17.41
66,210.05
13,082,202.98
17.56
570,063.74
11,336,978.76
17.71
1,077,611.54
9,007,474.95
17.85
842,942.58
6,413,961.72
18
692,793.96
4,030,736.52
32
33
Lampiran 24
Script untuk pengolahan data dengan menggunakan software Matlab 7.2.0.232 (R2006a)
%========================================================= %Program membaca data EAR periode Desember 2007- Desember 2008 %untuk melihat profil kontur %Modified by : Widya Ningrum % Departemen Geofisika dan Meteorologi % Institut Pertanian Bogor %========================================================= %LOAD DATA.xls %========================================================= clc;clear;close all % LOAD DATA .xls data=xlsread('LONG_TERM',2); [m,n]=size(data); h=data(1,4:n); data=data(2:m,4:n); [m,n]=size(data); [a,b]=find(data==999); for j=1:length(a) data(a(j),b(j))=nan; end % RATA-RATA================================================== for i=1:n temp=data(:,i); index=find(isnan(temp)==1); temp(index)=[]; avg(i)=mean(temp); warning off end % PLOT ===================================================== x=data(1,:); xmin=min(x); subplot(2,3,[1 2 4 5]) H1=plot(x,h); hold off for i=2:m x=(i-1)*1+data(i,:); H1=plot(x,h); set(H1,'color',[rand(1) rand(1) rand(1)]) end xmax=max(x); xmin=min(data'); h1=pcolor(data');shading interp; contourcmap([2:0.5:1],'jet','colorbar','on','location','vertical') xmax=max(data'); title('Angin Meridional di Kototabang Periode 1 Desember 2007 - 31 Desember2008','fontweight','bold','fontsize',20)
34
set(gca,'xtick',[1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000]); set(gca,'xticklabel',{'11 Jan' '22 Feb' '3 Apr' '15 Mei' '26 Jun' '6 Ags' '17 Sep' '29 Okt' '9 Des'}) xlabel('Tanggal','fontweight','bold','fontsize',18) set(gca,'ytick',[1 14 28 41 55 68 82 95 109 120]); set(gca,'yticklabel',{'2' '4' '6' '8' '10' '12' '14' '16' '18' '20'}) ylabel('Ketinggian (km)','fontweight','bold','fontsize',18); subplot(2,3,[3 6]) plot(avg,h) xmin=min(avg); xmax=max(avg); set(gca,'xlim',[xmin xmax]) title('Rata-rata','fontweight','bold','fontsize',19) xlabel('Kecepatan (m/det)','fontweight','bold','fontsize',18) ylabel('Ketinggian (km)','fontweight','bold','fontsize',18)
angin
%========================================================= %Program membaca data EAR periode Desember 2007- Desember 2008 %untuk melihat profil vertikal %Modified by : Widya Ningrum % Departemen Geofisika dan Meteorologi % Institut Pertanian Bogor %========================================================= %LOAD DATA.xls %========================================================= clc;clear;close all % LOAD DATA .xls data=xlsread('LONG',2); [m,n]=size(data); h=data(1,4:n); data=data(2:m,4:n); [m,n]=size(data); [a,b]=find(data==999); for j=1:length(a) data(a(j),b(j))=nan; end % PLOT .................... x=data(1,:); xmin=min(x); subplot(2,3,[1 2 4 5]); H1=plot(x,h,'-k'); hold on for i=2:m x=(i-1)*1+data(i,:); H1=plot(x,h); end xmax=max(x);
35
set(gca,'xlim',[xmin xmax]) title('Profil Vertikal Angin Zonal di Kototabang Periode 1 Januari 2008 - 31 Desember 2008','fontweight','bold','fontsize',20) set(gca,'xtick',[1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000]); set(gca,'xticklabel',{'11 Feb' '24 Mar' '4 Mei' '15 Jun' '27 Jul' '6 Sep' '18 Okt' '29 Nov'}) xlabel('Tanggal','fontweight','bold','fontsize',18) ylabel('Ketinggian (km)','fontweight','bold','fontsize',18); subplot(2,3,[3 6]) for i=1:n temp=data(:,i); index=find(isnan(temp)==1); temp(index)=[]; avg(i)=mean(temp); warning off end plot(avg,h) xmin=min(avg); xmax=max(avg); set(gca,'xlim',[xmin xmax]) title('Rata-rata','fontweight','bold','fontsize',18) xlabel('Kecepatan (m/det)','fontweight','bold','fontsize',18) ylabel('Ketinggian (km)','fontweight','bold','fontsize',18) set(gca,'ytick',[2 4 6 8 10 12 14 16 18 20])
angin
%========================================================= %Program membaca data EAR periode Desember 2007-Desember 2008 %untuk melihat anomali angin %Modified by : Widya Ningrum % Departemen Geofisika dan Meteorologi % Institut Pertanian Bogor %========================================================= %LOAD DATA.xls %========================================================= clear all; i=1; data=csvread('LONGII.csv'); [m,n]=size(data); [a,b]=find(data==0); for j=1:length (a); data (a(j),b(j))=nan; end tinggi=data(1:m,1); [mh nh]=size(tinggi); z1=csvread('LONGII.csv'); [m n]=size(z1); for j=1:m for i=1:n if(z1(j,i)==999.0) z1(j,i)=NaN;
36
end end
end j=1; sc=2; for i=1:m plot(sc*i+z1(i,:),'black');hold on; mx(i,:)=max(sc*i+z1(i,:)); mn(i,:)=min(sc*i+z1(i,:)); set(gca, 'Tickdir', 'in'); set(gca, 'Ticklength',[0.02,0.02]); end m0=(mn+mx)/2; m1=min(m0); m2=max(m0); ml1=min(mn); ml2=max(mx); m3=(m2-m1)/5; ms=m1:m3:m2; h1=tinggi(2,:); h2=tinggi(mh-1,:); h3=(h2-h1)/5; hs=h1:h3:h2; ylim([ml1 ml2]); set(gca,'YTick',ms); d=1:406; xlim([min(d) max(d)]); set(gca,'yTickLabel',{hs}); set(gca, 'Fontweight', 'bold'); set(gca, 'Fontsize',14); xlabel('Day Number','fontweight','bold','fontsize',20); ylabel('Height (km)','fontweight','bold','fontsize',20); title('Zonal Wind Anomaly di Kototabang 100,32 BT, 0,23 LS Periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008')
%========================================================= %Program membaca data angin zonal periode Desember 2007- Desember 2008 %untuk melihat power spectral density dengan metode FFT %Modified by : Widya Ningrum % Departemen Geofisika dan Meteorologi % Institut Pertanian Bogor %========================================================= %LOAD DATA.xls %========================================================= %load data dari excel data=xlsread('LONG_TERM',3,'A2:U9529'); [m,n]=size(data); t=1:length(data); y=data; [spec,f]= fftrl(y,t); spec=real(spec).^2+imag(spec).^2; %rms frekuensi f=1./f;
37
figure;semilogx(f,spec);grid on set(h,'Interpreter','none') set (gca,'xtick',[0 10^0 275 425 750 1440]) xlabel('Periode (jam)','fontweight','bold','fontsize',20) ylabel('Energi Spektral (J/Hz)','fontweight','bold','fontsize',20) title('Power Spectral Density (PSD) Angin Zonal Harian di Kototabang Periode 1 Januari 2008 31 Desember 2008','fontweight','bold','fontsize',22)
%========================================================= %Program membaca data angin zonal periode Desember 2007- Desember 2008 %untuk melihat power spectral density dengan metode wavelet %Modified by : Widya Ningrum % Departemen Geofisika dan Meteorologi % Institut Pertanian Bogor %========================================================= %LOAD DATA.xls %========================================================= % % % % % % % % % %
WAVETEST Example Matlab script for WAVELET, using NINO3 SST dataset See "http://paos.colorado.edu/research/wavelets/" Written January 1998 by C. Torrence Modified Oct 1999, changed Global Wavelet Spectrum (GWS) to be sideways, changed all "log" to "log2", changed logarithmic axis on GWS to a normal axis. normalize by standard deviation (not necessary, but makes it easier to compare with plot on Interactive Wavelet page, at "http://paos.colorado.edu/research/wavelets/plot/" Modified by Widya Ningrum on March 2009
% ------------------------ loading data -------------------------% load 'enambelaskmsembln.txt' ; % input zonal wind series % ---------------------------------------------------------------%------------------------- computation --------------------------% madden_julian = enambelaskmsembln(:,:); variance = std(madden_julian)^2; madden_julian =(madden_julian-mean(madden_julian))/sqrt(variance); n dt time xlim pad dj s0 j1 lag1 mother
= = = = = = = = = =
length(madden_julian); 1 ; [0:length(madden_julian)-1]*dt + 1.0 ; % construct time array [1,397]; % plotting range 1; % pad the time series with zeroes (recommended) 0.25; % this will do 4 sub-octaves per octave 2*dt; % this says start at a scale of 6 months 7/dj; % this says do 7 powers-of-two with dj sub-octaves each % lag-1 autocorrelation for red noise background 0.72; 'Morlet';
% Wavelet transform: [wave,period,scale,coi]= wavelet(madden_julian,dt,pad,dj,s0,j1,mother; power = (abs(wave)).^2 ; % compute wavelet power spectrum
38
% Significance levels: (variance=1 for the normalized SST) [signif,fft_theor] = wave_signif(1.0,dt,scale,0,lag1,-1,-1,mother); sig95 = (signif')*(ones(1,n)); % expand signif --> (J+1)x(N) array
sig95 = power ./ sig95 ;
%
where ratio > 1, power is significant
% Global wavelet spectrum & significance levels: global_ws = variance*(sum(power')/n); % time-average over all times dof = n - scale; % the -scale corrects for padding at edges global_signif = wave_signif(variance,dt,scale,1,lag1,-1,dof,mother);
% Scale-average between Madden_Julian periods of 30--60days avg = find((scale >= 10) & (scale < 20)); Cdelta = 0.776; % this is for the MORLET wavelet scale_avg = (scale')*(ones(1,n));% expand scale --> (J+1)x(N) array scale_avg = power ./ scale_avg; % [Eqn(24)] scale_avg
= variance*dj*dt/Cdelta*sum(scale_avg(avg,:));
% [Eqn(24)]
scaleavg_signif = wave_signif(variance,dt,scale,2,lag1,-1,[2,7.9],mother);
whos %-------------------------------------Plotting %--- Plot time series subplot('position',[0.08 0.75 0.56 0.18]) plot(time,madden_julian) grid set(gca,'XLim',xlim(:)) xlabel('Tanggal','fontweight','bold','fontsize',14); set(gca,'xtick',[50 100 150 200 250 300 350]); set(gca,'xticklabel',{'19 Jan' '9 Mar' '28 Apr' '17 Jun' '6 Aug' '25 Sep' '14 Nov'}) ylabel('Kecepatan (m/det)','fontweight','bold','fontsize',14) title('a) Time Series Kecepatan Angin Zonal Harian pada Ketinggian 17.67 km di Atas Kototabang Periode 1 Desember 2007 - 31 Desember 2008','fontweight','bold','fontsize',16) hold off %--- Contour plot wavelet power spectrum subplot('position',[0.08 0.38 0.66 0.25]) levels = [0.0625,0.125,0.25,0.5,1,2,4,8,16] ; Yticks = 2.^(fix(log2(min(period))):fix(log2(max(period)))); % contour(time,log2(period),log2(power),log2(levels)); use 'contourfill'
%*** or
[C,h]=contourf(time,log2(period),log2(power),log2(levels)); %*** or use 'contourfill' colormap colorbar %imagesc(time,log2(period),log2(power));
%*** uncomment for 'image' plot
xlabel('Tanggal','fontweight','bold','fontsize',14) set(gca,'xtick',[50 100 150 200 250 300 350]); set(gca,'xticklabel',{'19 Jan' '9 Mar' '28 Apr' '17 Jun' '6 Aug' '25 Sep' '14 Nov'}) ylabel('Periode (hari)','fontweight','bold','fontsize',14) title('b) Wavelet Power Spektrum','fontweight','bold','fontsize',16)
set(gca,'XLim',xlim(:)) set(gca,'YLim',log2([min(period),max(period)]), ... 'YDir','reverse', ...
39
'YTick',log2(Yticks(:)), ... 'YTickLabel',Yticks)
% 95% significance contour, levels at -99 (fake) and 1 (95% signif)
hold on contour(time,log2(period),sig95,[-99,1],'k'); hold on % cone-of-influence, anything "below" is dubious plot(time,log2(coi),'k') hold off
%--- Plot global wavelet spectrum subplot('position',[0.78 0.37 0.2 0.25]) plot(global_ws,log2(period)) grid hold on plot(global_signif,log2(period),'--') grid hold off xlabel('Power (m/det)^2','fontweight','bold','fontsize',14) Yticks = 2.^(fix(log2(min(period))):fix(log2(max(period)))); title('c) Global Wavelet Spektrum','fontweight','bold','fontsize',16)
set(gca,'YLim',log2([min(period),max(period)]), ... 'YDir','reverse', ... 'YTick',log2(Yticks(:)), ... 'YTickLabel',Yticks) set(gca,'XLim',[0,1.25*max(global_ws)])
%--- Plot 30--60 days scale-average time series subplot('position',[0.08 0.07 0.56 0.18]) plot(time,scale_avg) grid set(gca,'XLim',xlim(:)) xlabel('Tanggal','fontweight','bold','fontsize',14) set(gca,'xtick',[50 100 150 200 250 300 350]); set(gca,'xticklabel',{'19 Jan' '9 Mar' '28 Apr' '17 Jun' '6 Aug' '25 Sep' '14 Nov'}) ylabel('Rata-rata varians (m/det)^2','fontweight','bold','fontsize',14) title('d) Rata-rata Time Series 10 - 20 Harian','fontweight','bold','fontsize',16)
hold on plot(xlim,scaleavg_signif+[0,0],'--') hold off
40
Lampiran 25 Hasil spektral silang (cross spectrum) antara angin zonal (H=16.97 km) dengan Kototabang Tropopause Layer periode Desember 2007 – Februari 2008 Period 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
90.00 45.00 30.00 22.50 18.00 15.00 12.86 11.25 10.00 9.00 8.18 7.50 6.92 6.43 6.00 5.63 5.29 5.00 4.74 4.50 4.29 4.09 3.91 3.75 3.60 3.46 3.33 3.21 3.10 3.00 2.90 2.81 2.73 2.65 2.57 2.50 2.43 2.37 2.31 2.25 2.20 2.14 2.09 2.05 2.00
Cross Quad
Cross Amplit.
Squared Coherncy
0.000 26.299 33.730 35.467 18.587 20.397 35.558 6.901 -12.868 -3.860 -1.206 -0.931 -3.545 -0.642 8.360 7.235 -3.869 -0.164 10.772 6.745 6.143 9.010 -2.037 -3.149 7.363 0.744 -5.990 -3.344 -5.214 1.753 5.577 -8.478 -11.943 -2.064 -0.854 -4.559 -6.241 -6.715 -0.424 5.207 3.481 4.348 4.972 10.679 15.325 0.000
106.936 137.064 127.368 75.463 50.240 35.988 40.089 9.877 13.247 8.921 2.574 8.810 20.330 7.631 11.631 11.592 15.843 1.029 11.592 8.039 9.399 9.493 9.399 25.801 15.387 2.502 9.863 7.666 7.550 4.209 7.938 12.058 11.943 4.600 9.278 6.462 6.464 7.645 5.381 5.247 3.494 7.448 9.692 13.918 17.436 6.581
0.962 0.966 0.805 0.566 0.382 0.138 0.200 0.030 0.110 0.067 0.008 0.104 0.373 0.035 0.059 0.073 0.232 0.002 0.227 0.140 0.208 0.108 0.056 0.282 0.156 0.010 0.182 0.139 0.147 0.034 0.070 0.139 0.177 0.047 0.277 0.192 0.230 0.280 0.119 0.100 0.047 0.247 0.524 0.631 0.713 0.126
Gain val X over Y 0.134 0.134 0.124 0.116 0.094 0.031 0.021 0.007 0.017 0.016 0.004 0.010 0.021 0.009 0.019 0.028 0.048 0.004 0.047 0.022 0.016 0.015 0.017 0.045 0.028 0.005 0.019 0.018 0.019 0.009 0.019 0.033 0.032 0.012 0.021 0.016 0.017 0.017 0.011 0.012 0.008 0.020 0.026 0.030 0.038 0.017
Gain val Y over X 7.156 7.224 6.490 4.895 4.081 4.466 9.726 4.181 6.521 4.247 1.936 10.932 18.122 3.785 3.072 2.623 4.807 0.387 4.833 6.447 12.872 7.259 3.274 6.256 5.502 1.865 9.724 7.876 7.949 3.750 3.750 4.223 5.485 4.059 12.979 12.323 13.392 16.060 10.850 8.431 5.781 12.647 19.959 21.384 18.748 7.544
Phase Spectrum
Hamming Weights
0.000 2.949 2.874 2.652 2.763 2.539 2.051 2.368 -1.811 -2.694 -2.654 -0.106 -0.175 -0.084 2.340 0.674 -0.247 -0.160 1.949 2.146 2.429 1.891 -2.923 -3.019 2.643 2.840 -2.489 -2.690 -2.379 2.712 0.779 -0.780 -1.561 -0.465 -0.092 -0.783 -1.307 -2.069 -3.063 1.694 1.655 2.518 2.603 2.267 2.068 0.000
0.036 0.241 0.446 0.241 0.036
41
Lampiran 26 Hasil spektral silang antara angin zonal (H=16.52 km) dengan Kototabang Tropopause Layer periode Juni - Agustus 2008 Period 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
92.00 46.00 30.67 23.00 18.40 15.33 13.14 11.50 10.22 9.20 8.36 7.67 7.08 6.57 6.13 5.75 5.41 5.11 4.84 4.60 4.38 4.18 4.00 3.83 3.68 3.54 3.41 3.29 3.17 3.07 2.97 2.88 2.79 2.71 2.63 2.56 2.49 2.42 2.36 2.30 2.24 2.19 2.14 2.09 2.04 2.00
Cross Quad
Cross Amplit.
Squared Coherncy
0.000 -1.987 -0.172 -8.656 -17.939 -16.415 -19.538 -20.407 -10.215 -1.163 11.496 13.238 5.027 0.929 -2.324 -6.968 -5.240 -4.533 -3.479 -1.851 -2.209 -1.682 -0.849 -0.024 0.632 0.380 0.859 2.367 3.201 4.152 0.938 -4.249 -4.094 -2.297 -0.916 -0.387 -0.392 0.055 0.611 -0.216 -1.435 -0.119 1.453 1.757 0.864 0.153 0.000
20.172 28.932 40.398 51.514 77.039 92.129 51.143 20.411 12.685 6.609 12.789 13.595 5.131 3.725 6.692 7.987 5.366 4.721 4.057 1.857 3.334 1.854 1.838 0.299 1.256 0.492 2.275 4.647 4.720 5.406 3.042 4.596 4.271 2.327 1.262 0.773 0.505 0.085 1.164 3.233 4.126 0.537 1.719 1.780 1.069 0.262 0.037
0.932 0.857 0.676 0.653 0.801 0.871 0.506 0.212 0.208 0.072 0.176 0.244 0.074 0.049 0.080 0.100 0.085 0.163 0.360 0.090 0.208 0.096 0.209 0.012 0.250 0.024 0.161 0.424 0.395 0.308 0.084 0.307 0.715 0.415 0.138 0.067 0.025 0.002 0.236 0.566 0.422 0.011 0.249 0.315 0.304 0.249 0.183
Gain val X over Y 0.126 0.122 0.133 0.157 0.145 0.138 0.105 0.069 0.062 0.037 0.077 0.130 0.057 0.035 0.050 0.047 0.047 0.056 0.051 0.033 0.093 0.112 0.222 0.043 0.126 0.035 0.193 0.463 0.364 0.219 0.074 0.126 0.228 0.235 0.193 0.168 0.049 0.005 0.080 0.163 0.151 0.030 0.162 0.124 0.070 0.032 0.008
Gain val Y over X 7.392 7.024 5.083 4.164 5.516 6.318 4.808 3.080 3.377 1.963 2.282 1.876 1.294 1.404 1.588 2.145 1.823 2.899 7.021 2.754 2.242 0.859 0.944 0.269 1.987 0.693 0.833 0.916 1.086 1.403 1.124 2.435 3.140 1.770 0.714 0.401 0.521 0.306 2.957 3.479 2.795 0.376 1.535 2.540 4.363 7.800 21.653
Phase Spectrum
Hamming Weights
0.000 -3.073 -3.137 -2.973 -2.907 -2.962 -2.750 -1.550 -0.936 -0.177 1.117 1.341 1.370 0.252 -0.355 -1.060 -1.354 -1.854 -2.111 -1.654 -0.724 -1.137 -2.661 -3.061 0.527 0.881 2.755 2.607 2.396 2.266 2.828 -1.962 -1.860 -1.731 -0.812 -0.525 -0.889 0.707 2.589 -3.075 -2.786 -2.919 1.007 1.733 2.200 2.521 0.000
0.036 0.241 0.446 0.241 0.036