ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI DI B2PTTG LIPI SUBANG)
SKRIPSI
DWI ARYANTHI H34086028
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI DI B2PTTG LIPI SUBANG)
DWI ARYANTHI H34086028
Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul
: Analisis Pengelolaan Rantai Pasokan Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang
Nama
: Dwi Aryanthi
NRP
: H34086028
Disetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec NIP. 19640220198903 1 001
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Dwi Aryanthi H34086028
RINGKASAN DWI ARYANTHI. Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA) Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya ketersediaan bahan baku, keterbatasan pasar, proses produksi yang masih belum optimum, dan lemahnya keterkaitan industri hulu, on farm, dan industri hilir. Permasalahan tersebut menyebabkan ketidakpastian dan kompleksitas dalam rantai pasok. Lipisari sebagai salah satu agroindustri yang mengolah buah jambu menjadi minuman sari buah jambu dengan merek Lipisari juga mengalami permasalahan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang dapat mengatasi permasalahan kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok yaitu dengan melakukan pengelolaan rantai pasok. Penelitian yang dilakukan di Lipisari Balai Besar Penelitian Terpadu Tepat Guna Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (B2PTTG LIPI) Subang bertujuan untuk menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu dari pengadaan bahan baku utama, bahan baku penolong, dan bahan kemasan, serta proses pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota dalam rantai pasok mulai dari hulu hingga ke hilir, serta mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari dengan melihat manfaat dan kendalanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis anggota rantai dan aliran komoditas, serta proses bisnis rantai yang terjadi di antara anggota rantai pasok. Sedangkan, metode kuantitatif dilakukan untuk pengelolaan rantai pasok melalui analisis pengendalian harga pengadaan bahan baku dan pengelolaan permintaan melalui peramalan permintaan untuk periode 2011, penentuan jumlah pemesanan optimum, jumlah pemesanan kembali atau reorder point (ROP), dan jumlah safety stock (SS). Berdasarkan analisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu Lipisari diperoleh hasil yaitu anggota primer rantai pasok terdiri dari pemasok jambu, Lipisari sebagai pengolah, distributor, dan konsumen yang terdiri dari PD Anisa, MiMake, POS Subang, dan koperasi. Anggota sekunder rantai pasok terdiri dari pemasok bahan penolong seperti gula dan bahan kimia, serta pemasok bahan pengemas. Aktivitas rantai pasok yang dilakukan oleh masing-masing anggota rantai pasok yaitu pemasok melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, dan sortasi. Lipisari sebagai perusahaan pengolah melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan sortasi. Distributor melakukan kegiatan penjualan, pembelian, dan pengangkutan. Konsumen disini terdiri dari ritel dan koperasi melakukan aktivitas penjualan oleh sebagian anggota, pembelian, pengangkutan, dan penyimpanan. Hubungan yang terbentuk di antara setiap anggota rantai pasok adalah saling ketergantungan. i
Pola aliran rantai pasok terkait dengan aliran barang yang mengalir dari pengadaan jambu biji dari petani jambu hingga jambu sampai di Lipisari dan siap diolah dan pendistribusian produk minuman sari buah jambu Lipisari dari Lipisari hingga ke konsumen melalui ritel dan distributor. Aliran finansial terkait dengan cara pembelian dan pembayaran barang yang dilakukan oleh Lipisari, pemasok, dan distibutor. Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, koperasi, distributor, agen grosir, pengecer, perusahaan, pemasok, kelompok tani, dan petani jambu atau sebaliknya. Informasi berhubungan dengan jumlah pesanan jambu yang dibutuhkan Lipisari, status pengiriman produk minuman sari buah, jumlah permintaan di setiap ritel dan koperasi. Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang diperoleh dari penerapan rantai pasok dapat diperoleh melalui kontrak atau kesepakatan antara supplier dan perusahaan. Kesepakatan terkait dengan jumlah pasokan, mutu dan standar produk, dan penetapan harga. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari hingga Juni 2010. Selain itu, Lipisari, retailer, dan distributor juga dapat melakukan penghematan biaya pemesanan hingga mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Selain itu, dengan pengelolaan rantai pasok jumlah optimum pemesanan yang dapat dipesan oleh retailer dan distributor mengalami peningkatan dibanding tanpa adanya koordinasi. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rantai pasok terkait dengan biaya pengadaan bahan baku yang tinggi atau terkait dengan biaya transportasi, ketidakpastian pasokan bahan baku utama jambu biji merah yang disebabkan iklim yang tidak menentu, distribusi informasi yang kurang lancar terkait dengan jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan, dan kerjasama antar pelaku rantai pasok yang belum terjalin. Untuk mencapai kesuksesan dalam penerapan rantai pasok, terdapat beberapa faktor yang menentukan yaitu pengembangan kemitraan, kesepakatan kontraktual, koordinasi dan kerjasama, serta trust building antar anggota rantai.
ii
RIWAYAT PENULIS Dwi Aryanthi dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1987 di Jambi. Putri dari pasangan Bapak Amrullah Ali dan Ibu Syafri Annisah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar penulis diselesaikan selama enam tahun di Sekolah Dasar Negeri 409 Palembang. Kemudian melanjutkan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 4 Palembang selama dua tahun, dan akhirnya diselesaikan di SLTP Negeri 2 Cilegon. Sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan selama tiga tahun di SMU Negeri 1 Cilegon. Setelah lulus, penulis diterima di Program Diploma III program keahlian Analisis Kimia, Institut Pertanian Bogor. Pendidikan ditempuh selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
iii
KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan syukur atas segala nikmat, berkah, rizki, dan ridha yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)”. Skripsi ini menjelaskan cara pengelolaan rantai pasok di agroindustri khususnya agroindustri sari buah untuk mencapai keefektifan dan keefisienan produksi. Selain itu, skripsi ini menjelaskan keterkaitan antar subsistem dalam rantai pasok sari buah. Penulis berharap dengan adanya skripsi ini dapat memberikan wawasan baru mengenai pengelolaan rantai pasok khususnya bagi agroindustri yang berskala kecil.
Bogor, Februari 2011 Dwi Aryanthi
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec. Selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan masukan, dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi.
2.
Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Ir. Yuniar, MS selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan masukan, saran, dan perbaikan pada saat sidang.
3.
Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen evaluator yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi.
4.
Bapak Ir. Agus Triyono, M.Agr. Selaku dosen pembimbing lapang di B2PTTG LIPI Subang, Ibu Neneng Kemalasari, Ibu Sri Sudewi, Bapak Wasnudin, Pak Rahayu dan Dodi, pihak ritel, dan seluruh karyawan LIPI Subang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengambilan data selama kurang lebih dua bulan.
5.
Seluruh dosen dan para karyawan sekretariat Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor.
6.
Bapak, Ibu, Auliah, Wahyu, keluarga di Jakarta dan Makasar yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi.
7.
Yona, Susi, Dimas, Zulia, Rahayu, Asih, Titi, Nazmi, dan teman-teman di Agribisnis yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun
pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2011 Dwi Aryanthi
v
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. viii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. ix DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. x I PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 9 1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................
10
1.5 Ruang Lingkup ……………………………………………………….. 10 II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… 11 2.1 Industri Sari Buah sebagai Agroindustri ……………………………... 11 2.2 Rantai Pasok Agroindustri …………………………………………… 12 2.3 Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri ....................................... 14 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 15 III KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………………… 18 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................ 18 3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis ……………… 18 3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan ………………………… 20 3.1.3 Pengendalian Persediaan ……………………………………... 22 3.1.4 Proses Pengendalian Harga …………………………………... 23 3.1.5 Pengendalian Permintaan …………………………………….. 25 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional …………………………………… 27 IV METODE PENELITIAN ………………………………………………… 28 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................28 4.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 28 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................................28 4.4 Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ................. 29 4.5 Analisis Pengelolaan Rantai Pasok …………………………………... 29 4.5.1 Analisis Pengendalian Harga …………………………………. 29 4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……………………………………………… 30 4.5.2.1 Analisis Pola Data Permintaan ………………………...30 4.5.2.2 Penerapan Model Peramalan Time Series ……………. 31 4.5.2.3 Pemilihan Metode Peramalan Time Series …………….. 32
vi
4.5.2.4 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum …………… 33 4.5.2.5 Perhitungan Total Biaya, Safety Stock, dan Reorder Point (ROP) …………………………………. 35 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN …………………………………
36
5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan …………………………………
37
5.3 Lokasi Perusahaan …………………………………………………… 38 5.4 Struktur Organisasi …………………………………………………… 38 5.5 Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………………... 40 VI PEMBAHASAN ………………………………………………………….. 43 6.1 Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari …………………… 43 6.1.1 Anggota Primer Rantai Pasok ………………………………... 43 6.1.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok ……………………………... 45 6.2 Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok ……………………………… 47 6.3 Pola Aliran Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……… 51 6.4 Proses Bisnis Rantai ………………………………………………….. 55 6.5 Performa Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………… 60 6.6 Analisis Harga ……………………………………………………….. 61 6.7 Pengelolaan Permintaan ……………………………………………… 66 6.7.1 Analisa Peramalan Permintaan ……………………………….. 67 6.7.2 Analisa Perhitungan Permintaan Optimum …………………... 70 6.7.3 Analisa Perhitungan Safety Stock …………………………….. 72 6.7.4 Analisa Perhitungan Reorder Point (ROP) …………………... 73 6.8 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok untuk Agroindustri Skala Besar …. 74 6.9 Faktor Keberhasilan Penerapan Pengelolaan Rantai Pasok di Lipisari 77 VII KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………
80
7.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 80 7.2 Saran ………………………………………………………………….. 81 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 82 LAMPIRAN …………………………………………………………………... 85
vii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008 ................................... 2
2.
Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007, dan 2009 .......................................................................................................... 3
3.
Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji ....... 4
4.
Daftar Pegawai B2PTTGG LIPI yang ditugaskan di Lipisari ...................... 39
5.
Daftar Karyawan Lipisari ..............................................................................40
6.
Konsumen Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Januari – Juli 2010 ............ 45
7.
Pemasok Bahan Penolong Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ...............46
8.
Pemasok Bahan Kemasan Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ...............47
9.
Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari .......................................................................................................... 50
10. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Baku Jambu Merah Periode Bulan Januari hingga Juni 2010 .................................................................... 63 11. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Kimia Periode Bulan April 2010 ... 64 12. Hasil Analisis Harga Pembelian Gula Periode Bulan Januari hingga Juni 2010 ........................................................................................... 65 13. Data Perhitungan Kesalahan Peramalan Permintaan .................................... 68 14. Peramalan Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Oktober 2010 sampai Desember 2011 .......................................................... 68 15. Perbandingan Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 70 16. Perbandingan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ...............................................................................................71 17. Lead time Distribusi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ............................72 18. Safety Stock Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen 73 19. Reorder Point Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen ..................................................................................................... 73 20. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Produksi Sari Buah Jambu Biji Lipisari untuk Satu Kali Produksi ................................................................. 75 21. Perbandingan Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Kemasan Lipisari per Bulan ....................................................................................................... 76
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002 sampai September 2010 ……………………………………………………
5
2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001) …………………… 22 3. Kerangka Operasional Penelitian ................................................................... 27 4. Struktur Organisasi Lipisari B2PTTG LIPI ………………………………… 39 5. Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari ………………….. 42 6. Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari …………………………. 51 7. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Tahun 2002 sampai September 2010 ……………………………………………………………...67 8. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2011 ………………………………………………………………….. 69
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuisioner Penelitian .................................................................................
86
2. Biaya untuk Satu Kali Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ......
93
3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2008.
94
4. Data Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2002 sampai September 2010 ............................................................................
96
5. Plot Autokorelasi Produk Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ...............
97
6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ......................................................................................................
98
7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari. 102 8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP) minuman sari buah jambu Lipisari .................................................................................. 104 Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali Lebih Besar ……………………………………………………………………….105 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi ........................................ 106 9.
11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Majalengka . 109
x
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas prospektif, baik di pasar
domestik maupun internasional. Produk-produk dari komoditas hortikultura memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan terhadap pendapatan nasional, pendapatan petani, pemenuhan kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor nasional. Komoditas hortikultura memberikan kontribusi pada produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 21,17 persen dari total PDB sektor pertanian, dan nilai PDB ini menduduki urutan kedua setelah subsektor tanaman pangan yaitu 40,75 persen (Ditjen Hortikultura 2008)1. Selain sumbangan terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan dalam perdagangan lokal, regional, maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura merupakan sumber pendapatan rumah tangga. Peran komoditas hortikultura yang besar dalam berbagai aspek menjadikan hortikultura sebagai salah satu produk pertanian yang perlu mendapat perhatian. Secara alami, produk hortikultura sangat mudah sekali mengalami kerusakan dan kebusukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan dan kebusukan produk hortikultura dapat berasal dari komoditi itu sendiri (faktor internal) maupun dari lingkungan (faktor eksternal). Pada buah dan sayuran yang telah mengalami pemanenan, proses pematangan umumnya diikuti oleh perubahan penampakan dan komposisi kimia. Oleh karena itu, proses pematangan dan respirasi yang terlalu cepat, tidak dikehendaki pada produk hortikultura yang akan disimpan lama (Fateta IPB 1991). Menurut LIPI (1979) dalam Fateta IPB (1991), kerusakan lepas panen sayur-sayuran dan buah-buahan mencapai 20 persen sampai 40 persen. Untuk mencegah tingginya angka kerusakan pasca panen, diperlukan adanya teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan dan daya guna, mempertahan nilai gizi, meningkatkan nilai ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
1
www.hortikultura.go.id/index.php?option_com_wrapper&Itemid=235 [Diakses tanggal 16 Juni 2010]
1
Penanganan dan pengolahan pasca panen diperlukan tidak hanya untuk mengatasi kerusakan lepas panen, tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat akan produk hortikultura. Di Indonesia tingkat konsumsi masyarakat akan buah-buahan dan sayuran masih berada di bawah nilai keseimbangan gizi menurut Food Agriculture Organization (FAO) yaitu harus mencapai 70 kg/ tahun perkapita. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan produk hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1. Rendahnya tingkat konsumsi komoditas hortikultura menyebabkan diperlukannya usaha dari berbagai pihak untuk melakukan pengolahan terhadap komoditas ini, sehingga memiliki nilai tambah dan nilai ekonomis yang mampu meningkatkan daya saing produk. Tabel 1. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008 No
Kelompok Komoditas
1
Buah-Buahan
2003 29,44
2
Sayuran
34,52
Konsumsi Perkapita (kg/ tahun) 2004 2005 2006 2007 2008 27,19 25,17 23,56 34,06 31,93 33,49
35,33
34,16
39,39
39,45
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2010)2.
Pengolahan komoditas hortikultura diharapkan dapat
meningkatkan
kegemaran masyarakat terhadap komoditas hortikulutura khususnya buah-buahan. Salah satu pengolahan komoditas hortikultura khususnya buah-buahan menjadi produk jadi yang memiliki nilai ekonomis dan nilai tambah yaitu dengan mengolahnya menjadi sari buah. Pengolahan buah-buahan menjadi minuman sari buah mampu mengatasi permasalahan dan kelemahan dari produk hortikultura, yaitu tidak tahan lama, mudah rusak akibat pengaruh fisik (sinar matahari, benturan fisik) dan pengaruh biologis (mikroba, kapang, virus, hama). Produk minuman sari buah dapat diproduksi dari berbagai macam jenis buah seperti nanas, apel, belimbing, dan juga jambu biji. Produksi minuman sari buah jambu biji menjadi salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat karena rasanya yang enak dan segar. Selain karena rasanya, sari buah jambu biji juga sering dikonsumsi sebagai minuman kesehatan. Hal ini terkait dengan kandungan vitamin C buah jambu biji yang lebih besar daripada buah jeruk (Parimin 2007)
2
http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_ indonesia.pdf [Diakses tanggal 20 Oktober 2010]
2
dan kemampuannya untuk meningkatkan kadar trombosit darah (Prabawati 2005). Adapun kandungan nutrisi dalam 100 gram jambu biji masak segar adalah energi 49,00 kal; protein 0,90 g; lemak 0,30 g; karbohidrat 12,30 g; kalsium 14,00 mg; fosfor 28,00 mg; besi 1,10 mg; vitamin A 25 SI; vitamin B1 0,02 mg; vitamin B2 0,04 mg; vitmain C 87,00 mg; niacin 1,10 mg; serat 5,60 mg; dan air 86 g. Jambu biji menjadi potensial mengingat komoditas jambu biji menjadi komoditas yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi di Indonesia terutama di Jawa Barat. Produksi jambu biji di Jawa barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 produksi jambu biji di Jawa Barat mencapai 47.736 ton, dan tahun 2009 meningkat menjadi 70.997 ton. Dengan kondisi yang ada, proses pengolahan jambu biji menjadi produk dengan nilai tambah menjadi sangat potensial, mengingat sifat dari komoditi ini yang rentan terhadap kerusakan fisik, biologis, dan kimia. Data produksi jambu biji di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007, dan 2009 Provinsi 2006 Jawa Barat Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara Jawa Timur Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Timur Sumatera Selatan DI Yogyakarta Banten Provinsi Lainnya Total
47.736 27.859 19.697 13.782 22.224 7.994 5.062 5.757 5.035 7.443 33.641 196.180
Produksi (Ton) 2007 65.131 19.075 16.549 15.660 14.309 8.813 4.549 4.198 3.983 3.946 39.810 179.474
2009 70.997 20.476 25.616 24.682 19.057 11.187 9.270 3.781 4.113 3.076 31.773 220.202
Sumber : Data Badan Pusat Statistik (BPS) 20103
3
http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_ indonesia.pdf (Data 2006 dan 2007) [Diakses tanggal 16 Juni 2010] , http://www.bps.go.id (untuk data tahun 2009) [Diakses tanggal 20 Oktober 2010], Data tahun 2008 tidak dapat diakses.
3
Salah satu daerah di Jawa Barat yang mengembangkan pengolahan jambu biji menjadi minuman sari buah yaitu daerah Subang. Potensi pasar produk sari buah tergolong pesat dengan nilai pertumbuhan pasar mencapai 15-20 persen tiap tahun dan menguasai 5 persen dari total pasar minuman (Poeradisastra dalam Nuranggara 2009). Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRINI) dalam Nuranggara (2009), pada tahun 2008 terdapat 35 industri kecil menengah dan 20 perusahaan besar yang memproduksi sari buah dengan 60 merek. Perusahaanperusahaan yang memproduksi minuman sari buah jambu biji terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
NamaProduk Buavita Mi-U Calamansi Sun Fresh Berri Clasic Guava Juice Jungle Juice Marco Pink Guava Love Juice Country Choice Linute Maid Lipisari
Perusahaan PT Ultra Jaya PT Globalindo Perkasa PT Makmur Sejati Internasional PT Carascindo Perdana PT Berri Indosari INDOSARI PT Diamond Cold Storage PT Hamdia Jaya Internasional PT Hale Internasional PT Sinar Sosro Coca-cola Company Lipisari BP2TTG LIPI
Lokasi Bandung Salatiga Bogor Jakarta Cikande Jakarta Jakarta Jakarta Bogor Bekasi Jakarta Subang
Sumber : Lipisari 2010
Salah satu pelaku bisnis yang memproduksi minuman sari buah adalah Lipisari B2PTTG LIPI yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Lipisari merupakan agroindustri dengan skala kecil yang berada di daerah Subang, namun produk minuman sari buah yang dihasilkan mampu bersaing dengan merek lainnya. Lipisari menjadi produk lokal yang dikonsumsi oleh masyarakat Subang, dan telah diakui oleh Bupati Subang sebagai salah satu produk unggulan dari kota Subang. Lipisari memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek ”Jus Lipisari”. Lipisari seperti industri kecil lainnya mengalami permasalahan dalam lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agribisnis yaitu distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran (Soekartawi 2000). Dalam penyediaan faktor produksi, Lipisari memerlukan
4
manajemen persediaan yang baik terkait dengan karakteristik jambu biji sebagai bahan pertanian yaitu musiman, bulky, dan mudah rusak (perishable). Oleh karena itu, karakteristik dari jambu biji akan berpengaruh terhadap manajemen persediaan bahan baku untuk membuat minuman sari buah. Bila tidak dikelola dengan baik, manajemen persediaan akan mengalami permasalahan dalam logistik yaitu kondisi dan situasi dimana tidak terjadi peningkatan nilai terhadap suatu produk namun hal ini akan berdampak pada biaya (cost). Selain itu, permintaan akan produk Lipisari yang berfluktuasi, seperti yang terlihat pada Gambar 1, menyebabkan perusahaan harus memiliki pasokan yang selalu ada kapan pun dibutuhkan.
Sumber : Lipisari 2010
Gambar 1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002 sampai September 2010 Produksi jambu biji di daerah Subang yang terbatas dikhawatirkan tidak mencukupi kebutuhan jambu biji di Lipisari untuk memenuhi permintaan pasar yang berfluktuasi. Hal ini menyebabkan perusahaan membutuhkan suatu strategi yang dapat mengatur pasokan jambu biji agar sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu, strategi juga dibutuhkan untuk mengatasi fluktuasi permintaan yang terjadi. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemasaran produk. Pengelolaan rantai pasok merupakan manajemen logistik yang mampu mengintegrasikan seluruh kegiatan-kegiatan pengelolaan dari hulu sampai ke hilir yaitu dari pengadaan bahan baku, sistem produksi sampai dengan konsumen
5
akhir, dan penerapan pengelolaan rantai pasok diharapkan memberikan keuntungan yang seimbang di antara berbagai anggota rantai, serta dapat meningkatkan daya saing yang berkelanjutan dari produk. Dalam pengembangan hortikultura peran pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk mengatasi permasalahan lemahnya keterkaitan antarsubsistem yang terjadi pada industri kecil. Pada tingkat produksi, sistem pasokan diperlukan untuk menjamin pasokan kebutuhan hortikultura baik dari segi jumlah, mutu, dan kontinuitas. Sementara itu, sebagai produk yang mempunyai sifat yang mudah rusak dan tidak tahan lama, aspek distribusi dan pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam satu kesatuan rantai pasok. Di tingkat distribusi, implemantasi sistem pasokan produk juga perlu dibangun secara baik, mulai dari pemahaman karakteristik produsen, preferensi konsumen, jaminan ketersediaan dan mutu, kontinuitas pasokan, margin/ keuntungan yang proporsional antar pelaku rantai pasokan, logistik, distribusi, komunikasi, informasi, sampai hubungan yang efektif antar pelaku rantai pasok. Kesemua hal di atas perlu dibangun secara baik untuk menciptakan rantai pasok yang efektif dan efisien. Pengelolaan rantai pasok merupakan metode, alat, atau pendekatan yang digunakan untuk mengelola suatu rantai pasok (Pujawan 2005). Ada berbagai kegiatan yang tergolong ke dalam area pengelolaan rantai pasok dan di dalam kegiatan tersebut melibatkan banyak pihak, baik pihak produsen bahan mentah yaitu petani, industri pengolah, distributor, koperasi ataupun kelembagaan petani, ritel, dan konsumen akhir. Lipisari sebagai industri kecil pengolahan komoditas hortikultura sangat terkait dengan kegiatan-kegiatan rantai pasok. Lipisari juga memerlukan suatu strategi untuk mewujudkan tujuan-tujuan utama suatu usaha yaitu mencapai efektivitas, efisiensi, perusahaan mampu mencapai economies of scale, dan konsumen mendapatkan produk yang murah dan berkualitas. 1.2
Perumusan Masalah Pengelolaan rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan,
koordinasi, serta kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindl 2001). Lipisari sebagai perusahaan pengolahan bahan pertanian yaitu
6
jambu biji memerlukan manajemen rantai pasok dalam mengkoordinasikan semua kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses produksi minuman sari buah jambu biji. Hal ini diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidakpastian dan kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi dalam proses produksi. Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok. Ketidakpastian dalam rantai pasok berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga klasifikasi utama yaitu ketidakpastian permintaan, ketidakpastian yang berasal dari pemasok, dan ketidakpastian internal. Ketidakpastian permintaan menyebabkan penjualan minuman sari buah jambu biji Lipisari berfluktuatif seperti yang terlihat pada Gambar 1. Hal ini disebabkan banyak faktor di antaranya ritel-ritel yang menjual produk minuman sari buah jambu Lipisari tidak pernah memiliki informasi yang pasti mengenai jumlah penjualan minuman sari buah Lipisari per bulan. Pesanan dari sebuah ritel atau pengecer ke distributor juga tidak pernah pasti karena berbagai faktor, termasuk adanya kesalahan administrasi
persediaan
dan
keharusan
ritel
untuk
mengakomodasikan
ketidakpastian pelanggan mereka. Selain itu, ketidakpastian permintaan disebabkan juga karena pemasaran produk yang masih terbatas dan Lipisari belum memiliki jaringan distribusi resmi. Selama ini pemasaran hanya dilakukan secara pasif dengan mengandalkan nama B2PTTG LIPI. Bahkan semakin ke hulu ketidakpastian permintaan ini biasanya semakin meningkat dan ini dinamakan dengan bullwhip effect. Ketidakpastian tidak hanya disebabkan dari permintaan yang berfluktuasi. Ketidakpastian juga bisa berasal dari pemasok yaitu terkait dengan harga bahan baku, lead time pengiriman, ketidakpastian kualitas produk, dan kuantitas produk yang bisa dikirim. Jambu biji sebagai bahan baku utama minuman sari buah Lipisari merupakan komoditas yang sangat terbatas di daerah Subang. Lipisari harus memasok jambu biji dari Majalengka. Namun, produksi jambu biji di Majalengka juga menjadi semakin tidak pasti dikarenakan perubahan cuaca dan iklim yang tidak ekstrim. Akibatnya pemasok terkadang tidak bisa memenuhi permintaan akan jambu biji merah, selain itu musim panen yang tak menentu menyebabkan harga jambu biji juga tidak bisa dipastikan.
7
Ketidakpastian internal di Lipisari juga menjadi permasalahan yang menyebabkan produksi minuman sari buah jambu Lipisari menjadi tidak optimum. Pada saat ini kapasitas produksi minuman sari buah jambu biji di Lipisari mencpai 1800 liter per 6 jam, padahal kapasitas produksi mesin mencapai 2000 liter per 8 jam. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian internal di Lipisari seperti kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, keterbatasan tenaga kerja, dan ketidakpastian waktu produksi. Ketidakpastian yang terjadi menyebabkan Lipisari harus melibatkan banyak pihak dalam melakukan aktivitas-aktivitas bisnis. Pihak-pihak yang terlibat seringkali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan antara yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, pemasok menginginkan pembeli untuk memesan produk jauh hari sebelum waktu pengiriman dan sebisa mungkin jumlah produk yang dipesan tidak berubah. Di sisi lain, Lipisari menghendaki fleksibilitas yang tinggi karena Lipisari berproduksi sesuai dengan permintaan dan belum memiliki jadwal produksi yang pasti. Sehingga Lipisari akan lebih mudah dalam proses produksi apabila pemasok memberikan keleluasaan untuk mengubah jumlah, spesifikasi, maupun jadwal pengiriman bahan baku yang dipesan. Konflik kepentingan antar anggota rantai menyebabkan semakin kompleks nya rantai pasok yang terbentuk. Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok yang terjadi pada proses produksi di Lipisari dapat menimbulkan permasalahan yang menyebabkan perusahaan tidak mampu berproduksi secara maksimal, efektif, dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan rantai pasok dari minuman sari buah jambu biji agar Lipisari dapat mengetahui kompleksitas rantai pasok yang ada dan mengatasi permasalahan dalam rantai pasok tersebut, sehingga perusahaan mampu berproduksi secara optimal. Konsep rantai pasok dapat digunakan untuk melihat rantai penyaluran produk sari buah kemasan Lipisari. Selain itu, pengelolaan rantai pasok dapat mengatasi ketidakpastian pasokan dapat dilakukan dengan pengendalian harga dan permasalahan ketidakpastian permintaan dapat dilakukan dengan pengendalian permintaan.
8
Rantai pasok merupakan jaringan perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pada umumnya ada tiga macam aliran yang harus dikelola yaitu aliran barang yang mengalir dari hulu hingga ke hilir, aliran uang dan sejenisnya, dan aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu hingga ke hilir (Pujawan 2005). Aliran informasi yang bisa terjadi dalam suatu rantai pasok menyangkut informasi persediaan produk di pasar, informasi kapasitas produksi yang dimiliki supplier, dan informasi mengenai status pengiriman bahan baku. Konsep pengelolaan rantai pasok merupakan konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai pasok melalui optimalisasi waktu, lokasi, dan aliran kuantitas bahan. Rantai penyaluran melibatkan semua pihak yang menangani komoditas dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen akhir, serta terlibat dalam perpindahan fisik yang sesungguhnya dan perpindahan hak milik. Berdasarkan perumusan masalah di atas, menarik untuk dikaji mengenai: 1.
Bagaimana pola rantai pasokan komoditi minuman sari buah jambu biji dari pemasok bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen?
2.
Bagaimana aktivitas yang terjadi dalam setiap anggota rantai pasok mulai dari hulu hingga ke hilir?
3.
Bagaimana penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI Subang?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu biji dari pemasokan bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen.
2.
Menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh anggota rantai pasok.
3.
Mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI Subang dengan melihat manfaat dan kendalanya.
9
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi perusahaan
sebagai informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi. Serta manfaat lainnya untuk memperdalam dan mengembangkan konsep pengelolaan rantai pasok. Manfaat lain yang diharapkan adalah sebagai salah satu pertimbangan bagi pihak manajemen Lipisari dalam meningkatkan daya saing, melalui perbaikan manajemen penyediaan dan pendistribusian dalam proses produksi minuman sari buah jambu biji. Selain itu, hasil analisis dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan dalam menjalankan operasional perusahaan. 1.5
Ruang Lingkup Organisasi dapat mempelajari dan memperbaiki profitabilitas melalui
aktivitas-aktivitas pengelolaan rantai pasok dengan memfokuskan operasi tidak hanya dalam perusahaan saja tetapi dalam satu kesatuan rantai pasok. Kajian ini difokuskan pada aliran pasokan bahan baku, hingga pendistribusian minuman sari buah jambu Lipisari ke distributor, ritel, dan koperasi, serta difokuskan pada pengendalian permintaan dan persediaan di Lipisari.
10
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Industri Sari Buah sebagai Agroindustri Sari buah atau jus (fruit juice) adalah cairan yang terdapat secara alami
dalam buah-buahan. Sari buah populer dikonsumsi masyarakat sebagai minuman. Sari buah merupakan hasil pengepresan, penghancuran atau ekstraksi buah segar yang telah masak melalui proses penyaringan. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang enak dan banyak mengandung asam (Fathiyah 2005). Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari bubur buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia 1995 dalam Fathiyah (2005). Pada prinsipnya terdapat dua macam sari buah yaitu sari buah encer (dapat langsung diminum) dan sari buah pekat atau sirup. Sari buah encer adalah cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir. Sedangkan, sari buah pekat adalah cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara. Menurut Soekartawi (2000), industri pengolahan sari buah digolongkan ke dalam agroindustri, karena industri sari buah merupakan industri yang mengolah dan menggunakan jambu biji (salah satu produk pertanian) sebagai bahan baku utamanya. Agroindustri sari buah jambu yang ada saat ini didominasi oleh industri-industri skala besar dan masih terkonsentrasi di perkotaan, padahal sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, maupun stabilitas nasional. Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan yang
11
berasal dari dalam wilayah itu sendiri ataupun yang berasal dari luar. Beberapa permasalahan agroindustri yang terjadi adalah sebagai berikut. a.
Kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu.
b.
Kurang
nyatanya
peran
agroindustri
di
pedesaan
karena
masih
berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan. c.
Kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri.
d.
Kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan).
e.
Keterbatasan pasar.
f.
Lemahnya infrastruktur.
g.
Kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing.
h.
Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir. Lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agroindustri menjadi
permasalahan utama yang harus diselesaikan. Keterkaitan antarsubsistem dapat dibangun melalui suatu pendekatan yang mampu mengintegrasikan keselurahan subsistem dari hulu hingga ke hilir. Menurut King and Venturini (2005), pengelolaan rantai pasok menjadi solusi untuk mengatasi lemahnya keterkaitan antarsubsistem agribisnis pada agroindustri di pedesaan. 2.2
Rantai Pasok Agroindustri Food systems dibedakan menjadi tiga tipe yang berbeda yaitu traditional
food system, structured food system, dan industrialized food system (McCullough et.al 2008). Karakteristik dari traditional food system adalah rantai pasok dari produk tidak tertata dengan baik, dan sistem yang mendominasi masih sangat sederhana, serta infrastruktur dari pasar masih sangat terbatas. Karakteristik dari structured food system memiliki karakteristik pasar masih sama dengan traditional food system, tetapi lebih tertata dan memiliki aturan serta regulasi yang jelas dalam penempatan pasar dan infrastruktur pasar lebih luas. Rantai pasok pada sistem ini lebih terorganisasi dengan baik ditandai dengan terjadinya perkembangan pangsa pasar, tetapi rantai pasok masih bersifat sederhana dan umum. Sistem ini merupakan karakteristik sistem pada negaranegara berkembang. Sedangkan, dalam industrialized food system, setiap bagian
12
pada sistem ini telah terkoordinasi dengan baik dan melibatkan banyak pihak atau sektor pada setiap proses produksi dan rantai pasok pun telah terorganisasi dengan baik serta memiliki manajemen rantai pasok yang baik dan biasanya diterapkan di negara-negara maju. Perbedaan yang terjadi merupakan suatu proses transformasi yang terjadi akibat adanya perkembangan atau pembangunan pada sektor pertanian. Hal ini juga terkait dengan globalisasi dan perkembangan teknologi (McCullough et.al 2008). Structured food system banyak diterapkan di negara-negara berkembang, konsumsi produk-produk yang memiliki nilai tambah terus meningkat dan rantai pasok harus siap merespon peningkatan yang terjadi. Perubahan teknologi dan globalisasi merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengaturan ulang dari rantai yang menghubungkan produsen hingga ke konsumen akhir. Inovasi teknologi informasi dan komunikasi dalam rantai pasok dibutuhkan agar rantai pasok lebih responsif terhadap permintaan konsumen, sementara inovasi dalam produksi dan distribusi diperlukan oleh produsen agar produk-produk yang dihasilkan cocok untuk dipasarkan secara luas. Oleh karena itu, inovasi teknologi dalam rantai pasok pada produk pertanian telah meningkat seiring dengan terjadinya fluktuasi permintaan konsumen (Kumar 2006). Pengelolaan rantai pasok adalah alat, metode, atau pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola dan merespon setiap perubahan dalam rantai pasok, contohnya Universal Product Code. Universal Product Code merupakan salah satu pendekatan dari pengelolaan rantai pasok yang digunakan pada tahun 1970 dan mampu menciptakan koordinasi yang efisien diantara pelaku dalam rantai pasok, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk merespon perubahan permintaan menjadi relatif lebih singkat (King and Venturini 2005). Pelaku-pelaku yang berada pada suatu rantai pasok memiliki tujuan yang sama yaitu ingin memuaskan konsumen akhir. Mereka juga harus bekerjasama untuk membuat produk dengan biaya yang murah, mengirimkannya dengan tepat waktu, dan dengan kualitas yang baik. Hanya dengan kerjasama antara elemen-elemen pada rantai pasok tujuan tersebut akan dapat dicapai, karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengelola rantai pasokan.
13
2.3
Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri Pengelolaan rantai pasok dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982
sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan baku. Namun, sekarang ini pengelolaan rantai pasok tidak hanya terbatas pada manajemen
persediaan
untuk
bahan
baku
tetapi
diterapkan
untuk
mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan. Pengelolaan rantai pasok memerlukan keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok (Chopra dan Meindl 2001). Dalam mengelola rantai pasok, terdapat dua tantangan utama yang harus dihadapi yaitu kompleksitas struktur rantai pasok dan ketidakpastian. Seperti yang terjadi di India, pasar untuk produk-produk pertanian di
negara
tersebut
menghadapi
permasalahan
ketidakefisienan
dan
ketidaksempurnaan pasar dengan harga yang selalu berfluktuasi, khususnya untuk pasar komoditas kentang. Harga yang diterima oleh produsen rendah, dan para pelaku pasar seringkali tidak dapat mencapai optimalisasi waktu, efektivitas biaya, dan kualitas yang baik dari pasokan bahan baku (Singh 2005). Pada kondisi ini pendekatan pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk memastikan para petani sebagai produsen dapat terlibat dan mendapatkan pembagian keuntungan atau harga yang sesuai di dalam rantai pasok dan pasar. Hal ini penting untuk memperbaiki jaringan-jaringan pasar tradisional yang lemah dan tidak baik (Pingali dan Khwaja 2004). Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai pasok tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau pull. Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari gudang-gudang ritel. Rantai pasok yang menggunakan sistem ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar, akibatnya anggota dalam rantai pasok terutama perusahaan tidak mampu untuk
14
menyesuaikan pola perubahan permintaan, timbulnya efek bullwhip dimana variabilitas permintaan yang diterima dari ritel lebih besar dari variabilitas permintaan pelanggan sehingga terjadi kelebihan inventory akibat kebutuhan safety stock yang besar. Rantai pasok dengan sistem pull berbeda dengan sistem push, pada sistem ini produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan permintaan. Pada sistem pull murni perusahaan melihat besarnya pengurangan inventory yang signifikan dalam sistem, peningkatan kemampuan untuk mengelola sumber daya, serta pengurangan biaya sistem saat dibandingkan dengan sistem push yang ekuivalen. Tetapi sistem pull seringkali sulit untuk diterapkan saat lead time sangat panjang sehingga tidak praktis untuk bereaksi atas informasi permintaan. Dalam sistem pull, seringkali sulit untuk memperoleh manfaat dari skala ekonomi dalam pabrikasi dan transportasi karena sistem tidak disiapkan untuk jangka panjang. Kelebihan dan kekurangan sistem pull maupun sistem push telah membawa perusahaan-perusahaan untuk mencari strategi rantai pasok baru yang mengambil keuntungan dari kedua sistem, yang umumnya berupa strategi push-pull. Pada strategi ini biasanya tahap awal dioperasikan secara push-based sementara tahap selanjutnya menggunakan strategi pull-based. 2.4
Penelitian Terdahulu Aini (2005) meneliti tentang sistem supply sayuran pada supplier dengan
menggunakan pendekatan analisis deskriptif mengenai hubungan kelembagaan dan analisis marjin tatanaiaga. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pembelian bahan baku yang dilakukan secara kredit dan tunai serta biaya transportasi membutuhkan alokasi penggunaan biaya terbesar dalam pengadaan barang (procurement), dan untuk melakukan efisiensi biaya perusahaan harus melakukan penghematan di sektor lain seperti penggunaan media elektronik untuk pemesanan sehingga mengurangi biaya pemesanan (ordering cost), peningkatan pendapatan penjualan, dan meminimalisasi persentase jumlah barang yang kembali dari pasar (retur). 15
Noviyanti (2005) melakukan studi tentang efisiensi supply chain poduk benih padi yang dilakukan di PT Sang Hyang Sri Persero dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Hasil penelitian tersebut menyatakan supply chain management dapat diefisienkan melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang berada pada industri hilir (down stream) dengan memperhatikan ukuran-ukuran pelaksanaan pada elemen yang penting seperti proses pelaksanaan, sehingga aliran-aliran informasi baik input maupun output menjadi terstruktur. Ardiansyah (2005), dalam penelitiannya yang mengkaji tentang manajemen penyediaan barang bagian hulu produk susu pasteurisasi, mengatakan bahwa manajemen rantai penyediaan bagian hulu produk susu meliputi siklus yang berjalan dalam sistem jaringan sistem organisasi bagian hulu. Jaringan sistem organisasi yang terlibat mencakup pihak Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) yaitu organisasi bagian hulu (upstream) dan Industri Pengolahan Susu (IPS) serta distributor sebagai sistem organisasi bagian hilir (downstream). Penelitian ini mendeskripsikan penyediaan susu segar yang dmlai dari peternak sebagai mitra koperasi dan aktivitas penanganan susu segar yang dilakukan oleh koperasi tersebut dan dijual ke IPS. Risyana (2008) mengungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul kinerja supply chain management ayam nenek (Grand Parent Stock) bahwa dalam pengadaan bahan baku dan bahan penolong ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek mutu, aspek harga, dan aspek waktu, ketiga aspek ini diperlukan dalam pengendalian mutu. Dengan pendekatan supply chain management terdapat biaya-biaya yang bisa dikendalikan oleh perusahaan salah satunya komponen yang berhubungan dengan pengadaan seperti biaya telepon dan administrasi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan kesepakatan atau kontrak kerja sama dengan pemasok pada awal periode, sehingga biaya transaksi dapat dihilangkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi dan analisis pengelolaan rantai pasok pada perusahaan produksi minuman sari buah jambu biji di Lipisari yang terletak di daerah Subang Jawa Barat. Penelitian ini mengkaji
16
sejauh mana kegiatan pengelolaan rantai pasok dapat dilakukan pada Lipisari yang meliputi kegiatan penyediaan bahan baku, proses produksi, penjualan, pemasaran, dan distribusi produk. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengkaji manfaat dan kendala yang mungkin dihadapi Lipisari dalam pengelolaan rantai pasok. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah topik yang dibahas pada penelitian ini mengenai pengelolaan rantai pasok, yaitu Lipisari melakukan integrasi rantai pasok dalam mendapat bahan baku dan pemasokan minuman sari buah ke ritel atau pengecer. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah objek yang diteliti, karena selama ini penelitian tentang produk minuman sari buah jambu belum ada terutama analisis pengelolaan rantai pasok pada industri kecil seperti Lipisari. Peneliti melakukan analisis hampir ke seluruh jaringan rantai pasok yang terkait dengan Lipisari B2PTTG LIPI di Subang, Jawa Barat.
17
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis Konsep rantai pasok tidak hanya mengatasi permasalahan dalam logistik, tetapi juga mengelola permasalahan purchasing, manufacturing, distribution, hingga ke konsumen akhir. Ada dua faktor dalam rantai pasok yaitu aliran produk mulai dari pemasok sampai ke konsumen akhir dan aliran informasi dari konsumen akhir sampai ke pemasok. Rantai pasok tidak hanya sebatas pengaturan produksi atau distribusi saja. Rantai pasok juga berarti pengaturan jaringan, bagaimana permintaan dari konsumen dapat terpenuhi dengan cepat dengan biaya serendah-rendahnya dan waktu singkat dengan melibatkan semua bagian yang ada dalam suatu organisasi (Winarto dalam Arisandi 2006). Konsep rantai pasok menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan perusahan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier (pemasok), pabrik (pengolah), distributor (penyalur), toko atau retailer (pengecer), dan pelanggan (konsumen). Rantai 1 : Pemasok Bahan Baku (supplier) Pemasok bahan baku merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini biasanya dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, sub suku cadang, dan suku cadang. Rantai 1-2 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik) Bahan baku dari pemasok akan didistribusikan kepada pengolah (pabrik) yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan, ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan pengamatan.
18
Rantai 1-2-3 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik)-Penyalur (Distributor) Produk jadi yang dihasilkan oleh pabrik harus disalurkan kepada pelanggan. Terdapat banyak cara untuk menyalurkan produk jadi kepada pelanggan, pada umumnya produk jadi disalurkan melalui distributor. Produk dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan pada waktunya pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailer atau pengecer. Rantai 1-2-3-4 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer (Retailer). Pedagang besar atau wholesaler biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini terdapat kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan cara melakukan perancangan kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang pabrik maupun ke pengecer (retail outlet). Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer-Konsumen Pengecer (retailer) menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli. Yang termasuk kelompok pengecer adalah toko, warung, pasar swalayan, koperasi, dan sebagainya. Manajemen rantai pasok merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan kerjasama dan pengontrolan dalam semua proses produksi dan semua kegiatan dalam suatu rantai pasok mulai dari pemasokan bahan baku, pengolahan menjadi produk jadi, hingga sampai ke konsumen akhir (Van der Vorst 2000). Pengelolaan rantai pasok lebih ditekankan pada aliran bahan dan informasi serta pada upaya memadukan kumpulan ranati pasok (Van der Vorst 2006). Pengelolaan rantai pasok terdiri atas tiga elemen yang saling terikat satu sama lain, yaitu: 1.
Struktur jaringan rantai pasok. Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota rantai pasok lainnya.
19
2.
Proses bisnis rantai pasok. Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.
3.
Komponen manajemen rantai pasok. Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasok. Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai
pasok dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap anggota inti, dan jenis penggabungan apa yang perlu diterapkan pada setiap proses hubungan tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir. 3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai pasokan dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada setiap proses hubungan tersebut (Indrajit dan Djokopranoto 2003). Tujuannya adalah untuk memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir. Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan inti baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui pemasok dan pelanggannya dari point of origin hingga point consumption. Primary members (anggota primer) adalah semua perusahaan atau unit bisnis strategi yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar. Secondary members (anggota sekunder) adalah perusahaanperusahaan yang menyediakan sumberdaya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer. Sehingga diperoleh pengertian point of origin dari rantai pasok adalah titik dimana tidak ada pemasok primernya, semua pemasok adalah sekunder. Point of consumption adalah titik dimana tidak ada pelanggan utama (Miranda dan Amin 2005). Anggota rantai pasok terdiri dari: 1.
Pemasok (Supplier) Pemasok merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana
rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk 20
bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama disebut sebagai pemasok, termasuk juga pemasoknya pemasok atau sub-pemasok. 2.
Produsen (Manufacturer) Produsen melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembeling,
merakit, mengkonversi, atau menyelasikan barang (finishing). Hubungan pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan sebesar 40 persen sampai 60 persen atau bahkan lebih. 3.
Distributor (Distribution) Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer dapat mulai
disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar rantai pasokan. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan akhirnya pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer. 4.
Pengecer (Retail Outlets) Pedagang besar biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri atau menyewa
dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada tahap ini terdapat kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang pengolahan maupun ke toko pengecer. 5.
Pelanggan (Costumers) Pengecer menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau
pembeli atau pengguna barang tersebut. Pihak yang termasuk pengecer antara lain toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, koperasi, mal, dan sebagainya di mana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebenarnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu pembeli (yang mendatangi toko pengecer) ke pengguna
21
sesungguhnya. Mata rantai pasokan baru benar-benar berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai sebenarnya barang atau jasa yang dimaksud. Rangkaian rantai pasokan dapat dilihat pada Gambar 2. Pemasok
Produsen
Distributor
Pengecer
Pelanggan
Pemasok
Produsen
Distributor
Pengecer
Pelanggan
Pemasok
Produsen
Distributor
Pengecer
Pelanggan
Gambar 2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001) Panjang pendeknya suatu rantai pasok tergantung dari jenis barang yang disimpan, dan setiap tahapan tidak harus selalu ada dalam rantai. Desain yang tepat dalam rantai akan tergantung dari tiap kebutuhan pelanggan dan pada peran setiap tahap yang terlibat dalam pemenuhan setiap kebutuhan. Setiap tahap dalam rantai pasokan akan meningkatkan kesan dari produk atau penawaran melalui perpindahan yang terjadi dari pemasok kepada pengolah, distibutor, pengcer, dan akhirnya kepada pelanggan secara berantai. Pada kenyataannya, tahap yang terjadi dalam rantai penyediaan dapat melibatkan banyak pemasok, pengolah, distributor, dan pedagang eceran, sehingga banyak rantai pasokan yang mirip jaringan kerja (Chopra dan Meindl 2001). 3.1.3 Pengendalian Persediaan Persediaan atau inventory adalah segala sesuatu atau sumber daya yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Pengendalian persediaan terkait dengan permintaan atau demand terhadap produk. Pada agroindustri yang bahan bakunya adalah bahan-bahan mentah hasil pertanian yang karakternya spesifik yaitu mudah rusak, dan tidak dapat disimpan lama, maka masalah persediaan menjadi lebih rumit. Disamping itu, pengendalian persediaan juga diperlukan untuk mengatasi masalah ketidakpastian pemasokan, harga, dan kebutuhan terhadap persediaan itu sendiri. Khusus untuk persediaan produk, pengendaliannya menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan tingkat pelayanan (service factor) terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen, on time
22
delivery, tingkat kepercayaan konsumen, serta risiko beralihnya pelanggan kepada produk saingan karena tidak tersedianya produk. Penumpukan persediaan dalam jumlah besar biasanya lebih disukai, tetapi permasalahnnya dengan jumlah persediaan yang besar berarti terdapat sejumlah besar uang yang tertanam dalam bentuk barang (persediaan), yang ditinjau dari segi kebijakan keuangan tidak diinginkan. Selain itu, dengan menumpuknya persediaan dalam jumlah besar, berarti perusahaan menanggung biaya penyimpanan persediaan dan penanganan yang besar. Komponen biaya persediaan ini antara lain menyangkut biaya gudang, pajak, dan asuransi, kerusakan dan biaya perawatan, serta penurunan mutu. Oleh karena itu, fungsi pengendalian persediaan adalah mencari keseimbangan antara keuntungan atau manfaat menyediakan persediaan (jumlah besar atau kecil) dengan kerugian atau biaya yang dikeluarkan. 3.1.4 Proses Pengendalian Harga Manajemen rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan, koordinasi, dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindl 2001). Untuk menghasilkan biaya termurah dalam suatu rantai pasok, diperlukan suatu pengendalian biaya yang terkait dengan kegiatan-kegiatan pengadaan bahan baku ataupun pendistribusian. Kegiatan-kegiatan pengadaan bahan baku merupakan proses yang terjadi dalam suatu rantai pasok. Dalam prosesnya ada beberapa komponen biaya yang diperhitungkan sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan biaya input bahan baku. Komponen biaya yang diperhitungkan dalam proses pengadaan bahan baku tersebut adalah biaya telepon, biaya administrasi, dan biaya transportasi. Salah satu tujuan dari pokok akuntansi biaya adalah untuk penentuan harga pokok produk dan laba rugi periodik. Menurut Mulyadi (1992), dalam suatu perusahaan yang berproduksi secara massa, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu yang bermanfaat bagi manajemen untuk : (a) menentukan harga jual produk, (b) memantau realisasi biaya produksi,
23
(c) menghitung laba atau rugi periodik, (d) menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Menurut Mulyadi (1992), biaya dapat digolongkan menurut objek keluaran, fungsi pokok dalam perusahaan, hubungan dengan sesuatu yang dibiayai, dan perilaku
biaya
dalam
hubungan
dengan
perubahan
volume
kegiatan.
Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan, dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya administrasi umum. Komponen-komponen biaya produksi serta unsur biaya yang perlu diperhitungkan dalam masing-masing komponen biaya tersebut antara lain: 1.
Biaya Bahan Biaya bahan dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, bahan
penolong, dan bahan kemasan. Biaya bahan baku meliputi harga pokok semua bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi minuman sari buah jambu Lipisari. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi minuman sari buah jambu terdiri dari bahan baku utama, bahan penolong, dan bahan kemasan. Bahan baku utama minuman sari buah jambu yaitu jambu biji merah. Bahan penolong yaitu CMC, natrium benzoat, jambu oil, dan gula. Sedangkan bahan kemasan terdiri dari top seal, cup, lakban, dan kardus. 2.
Biaya Tenaga Kerja Salah satu elemen biaya produksi yang penting adalah biaya atau
pengorbanan yang terjadi dalam hubungannya dengan penggunaan jasa tenaga kerja atau karyawan. Jasa tenaga kerja atau karyawan, baik berupa kegiatan fisik maupun mental diperlukan untuk mengkonversikan bahan baku menjadi produk akhir, dengan atau tanpa bantuan mesin-mesin produksi. Untuk jasa tenaga kerja tersebut perusahaan harus membayar sejumlah biaya yang disebut dengan biaya tenaga kerja. Sumber daya manusia berupa tenaga kerja yang dipergunakan pada perusahaan ini, hampir semuanya mempergunakan tenaga kerja lokal, hal ini bisa menjadi keuntungan juga bisa menjadi masalah untuk perusahaan, karena terbentur kemampuan kualitas tenaga kerja lokal yang belum maksimal.
24
3.
Biaya Overhead Biaya overhead merupakan elemen biaya produksi selain biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja, terdiri dari berbagai macam biaya dan semuanya tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk atau aktivitas lainnya dalam upaya perusahaan untuk merealisasikan pendapatan. Biaya tersebut salah satunya biaya upah langsung, dan biaya dasar jam kerja mesin. 3.1.5 Pengendalian Permintaan Permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi itu (Lipsey et al 1995). Berdasarkan teori permintaan, jumlah barang yang diminta dipengaruhi oleh faktor harga barang tersebut, harga barang lain, rata-rata pendapatan rumah tangga, selera, jumlah penduduk, dan distribusi pendapatan. Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai pasok tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau pull. Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari gudang-gudang ritel. Sedangkan, pada sistem push produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan permintaan. Pada penelitian ini strategi yang digunakan dalam pengelolaan rantai pasok adalah strategi pull. Permintaan terhadap barang atau jasa dalam konsep rantai pasok merupakan awal dari semua kegiatan rantai pasok yang akan mempengaruhi kegiatan dalam setiap rantai (Pujawan 2005). Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah untuk dipenuhi secara efektif oleh rantai pasok. Sebagai contoh untuk produk yang bersifat musiman, perusahaan harus secara proaktif mengelola permintaan terhadap produk musiman karena seringkali permintaan tidak bisa dipenuhi atau bisa dipenuhi dengan biaya-biaya yang lebih tinggi. Perusahaan harus mengelola permintaan untuk lebih memudahkan dalam memenuhi permintaan, oleh karena itu diperlukan instrumen-instrumen dalam mengelola permintaan. Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya permintaan terhadap barang atau jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah
25
pemasaran tertentu (Pujawan 2005). Peramalan permintaan bisa digunakan sebagai instrumen dalam pengendalian permintaan. Peramalan permintaan merupakan estimasi terhadap tingkat permintaan akan satu produk untuk beberapa periode waktu di masa akan datang dan menjadi alat pendukung dalam proses pengambilan keputusan. Peramalan permintaan nantinya akan berguna bagi perusahaan untuk mengendalikan persediaan dan membuat perencanaan produksi.
26
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Permintaan minuman sari buah jambu biji Lipisari yang berfluktuatif Pemasaran yang terbatas hanya di daerah Subang Ketersediaan bahan baku yang terbatas Lemahnya keterkaitan antara sub sistem hulu, on-farm, hilir, dan jasa pendukung (dalam hal kemitraan) Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok Lipisari tidak mampu berproduksi secara optimum, efektif, dan efisien
Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah
Hulu (Pemasok bahan baku, bahan penolong, bahan kemasan)
LIPISARI
Analisis Anggota Rantai Pasok Analisis aktivitas bisnis atau proses bisnis Pola aliran rantai pasok
Hilir (Distributor, ritel, koperasi)
Analisis Anggota Rantai Pasok Analisis aktivitas bisnis atau proses bisnis Pola aliran rantai pasok
Pengelolaan Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Pengendalian Permintaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perencanaan Produksi Perencanaan kemitraan
Efektivitas dan Efisiensi Rantai Pasok (Jumlah, harga, dan mutu)
Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian
27
IV METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lipisari B2PTTG LIPI yang bergerak dalam
bidang produksi minuman sari buah jambu biji. Lipisari berlokasi di Jalan K.S Tubun No. 5 Subang. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memproduksi minuman sari buah jambu biji dan menjadi produk unggulan di Kabupaten Subang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2010. 4.2
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kasus. Data yang
dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung mengenai mekanisme pengadaan hingga pemasokan barang, wawancara dengan manajer perusahaan, kepala bagian operasional, kepala bagian keuangan dan administrasi, dan beberapa pemasok tetap Lipisari serta data-data Lipisari seperti laporan bulanan bagian operasional, laporan keuangan bulanan, proses pengadaan dan distribusi, jumlah penawaran, jumlah permintaan, biaya pengadaan dan pemasokan, harga beli bahan baku, dan harga jual minuman sari buah jambu. Data sekunder diperoleh dari badan pusat statistik (BPS), Kementrian Pertanian, dan penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini. 4.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan data
secara desktriptif dilakukan untuk menggambarkan keadaan umum perusahaan dan mendeskripsikan mekanisme sistem pasokan dan hubungan antara pelaku dalam suatu rantai pasok. Pengolahan secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis biaya pengadaan bahan baku dan peramalan permintaan untuk pengendalian permintaan.
28
4.4
Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Pengelolaan rantai pasok didefinisikan oleh Mentzer et al. (2001) sebagai
suatu koordinasi strategi dan sistem dari fungsi-fungsi bisnis tradisional (yaitu pemasaran, penjualan, riset dan pengembangan, peramalan, produksi, pengadaan, logistik, teknologi informasi, keuangan, dan pelayanan pelanggan) dalam mengelola dan menyelesaikan aliran rantai pasok (barang/ jasa, sumber daya keuangan, informasi yang menyertai aliran rantai pasok, dan aliran informasi tentang permintaan dan peramalan) dari pemasok paling awal sampai pada konsumen paling akhir. Hal ini dilakukan untuk memberikan nilai dan kepuasan pelanggan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan profitabilitas tinggi untuk masing-masing perusahaan di dalam rantai pasok dan rantai pasok secara keseluruhan. Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh Mantzer et al. (2001), model rantai pasok dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif yang mengidentifikasi anggota rantai, aliran rantai, dan proses bisnis rantai. 1.
Anggota Rantai dan Aliran rantai pasok Analisis ini menjelaskan tentang anggota atau pihak-pihak yang terlibat di
dalam rantai pasok dan peran dari setiap pihak yang terlibat. Selain itu, dijelaskan pula aliran komoditas dimulai dari hulu hingga ke hilir dan bentuk kerjasama yang terjadi di antara pihak-pihak yang terlibat. 2.
Proses Bisnis Rantai Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai
pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan rantai pasokan sudah terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi, dan support anggota rantai (Setiawan 2009). 4.5
Analisis Pengelolaan Rantai Pasok
4.5.1 Analisis Pengendalian Harga Analisis penentuan harga sangat berkaitan dengan faktor biaya yang berkaitan dengan efesiensi dari rantai pasok yang dapat tercapai. Pengendalian biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya pembelian, biaya kantor, biaya 29
pemeliharaan dan lainnya. Dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan perlu memprioritaskan tentang pengeluaran yang digunakan, hal ini diperlukan untuk mengurangi beban biaya yang didapatkan oleh perusahaan. Biaya yang berhubungan dengan pengadaan bahan baku dan tidak terlalu memiliki atau mempengaruhi nilai tambah dapat dihilangkan ataupun disusutkan. Sehingga dapat mengurangi biaya pembelian bahan baku. Maka hubungan yang akan terjadi adalah terdapat selisih antara harga beli aktual dan harga beli dengan konsep pengelolaan rantai pasok. Pengelolaan rantai pasok bertujuan untuk melakukan efisiensi distribusi pada perusahaan. Biaya telepon dan biaya administrasi yang telah disusutkan, kemudian dimasukkan ke dalam biaya pengadaan bahan baku, sehingga akan mengurangi biaya pembelian bahan baku, dan akan didapat total biaya pembelian bahan baku pengelolaan rantai pasok yang baru. 4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari 4.5.2.1 Analisis Pola Data Permintaan Pola data dari permintaan minuman sari buah jambu Lipisari diidentifikasi melalui plot data permintaan dan plot data autokorelasinya (Hanke et al. 2003). Deret data dari beberapa permintaan minuman sari buah yang telah dikumpulkan dibuat dalam bentuk tabel dan diplotkan pada kurva dengan menggunakan program Minitab versi 15. Dari hasil plot data tersebut, maka data permintaan dari minuman sari buah jambu Lipisari dapat diketahui pola datanya untuk sementara, apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklik, maupun unsur musiman. Setelah diidentifikasi pola data, selanjutnya dilakukan analisis terhadap pola data yang dihasilkan. Menurut Hanke et al. (2003), plot autokorelasi menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda. Identifikasi pola data melalui koefisien autokorelasi memiliki pedoman sebagai berikut:
30
1.
Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua periode atau tiga periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data stasioner.
2.
Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang menunjukkan pola trend.
3.
Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag yang mempunyai jarak sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data dengan komponen musiman. Pola horisontal dapat disebabkan oleh kualitas produk dan tingkat harga.
Pola trend dapat disebabkan oleh pertumbuhan populasi, inflasi harga, preferensi konsumen, perubahan teknologi, dan kenaikan produktivitas. Pola siklik dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan kontraksi ekonomi, sedangkan pola musiman dapat disebabkan oleh kondisi cuaca, hari raya besar, bulan puasa, dan liburan. 4.5.2.2 Penerapan Model Peramalan Time Series Penerapan model peramalan time series dilakukan setelah pola data permintaan dari minuman sari buah jambu terlihat. Pertimbangan penggunaan model time series didasarkan pada data permintaan yang digunakan adalah data time series, artinya data tersebut disajikan berdasarkan waktu kejadian tanpa menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Model time series dipilih minimal dua untuk peramalan permintaan. Metode yang dipilih dan digunakan pada penelitian ini yaitu model trend dan model dekomposisi multiplikatif. Kedua metode ini dipilih dengan pertimbangan kedua model ini mudah dimengerti, bisa digunakan untuk data dengan pola musiman, trend, dan siklik, serta kedua model ini cukup akurat untuk peramalan permintaan jangka pendek. Formula dari masing-masing metode tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Model Trend Persamaan peramalan dengan menggunakan model trend (Hanke et al. 2003) adalah : 31
2.
a.
Trend linier
Ft = b0 + b(t)
b.
Trend kuadratik
Ft = b0 + b1t + b2t2
Model Dekomposisi Multiplikatif Model ini dapat digunakan pada data historis yang memiliki pola
sembarang. Model ini mencoba memisahkan komponen trend, siklik, dan musiman (Hanke et al. 2003). Secara matematik bentuk umum pendekatan dekomposisi adalah: Yt = f(Trt, Clt, Snt, Et) Dimana: Yt f Trt Clt Snt Et
= Nilai peramalan = fungsi peramalan = komponen trend pada waktu t = komponen siklus pada waktu t = komponen atau indeks musim pada waktu t = komponen kesalahan atau random pada waktu t Bentuk fungsi eksplisitnya tergantung asumsi tentang hubungan antara
unsur itu yang dipakai, misalnya apakah model aditif (jika komponen tersebut tidak ada nilainya nol) atau multiplikatif (jika komponen tersebut tidak ada nilainya 1). Dekomposisi multiplikatif : Yt = Trt. Clt. Snt. Et. Dekomposisi aditif
: Yt = Trt + Clt + Snt + Et
4.5.2.3 Pemilihan Metode Peramalan Time Series Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang sesuai dan tepat untuk data permintaan dari masing-masing komoditi. Ketepatan merupakan kriteria dalam memilih suatu metode peramalan. Ketepatan menunjukkan sampai seberapa jauh model mampu menghasilkan ramalan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan aktualnya. Metode-metode peramalan time series yang sudah diterapkan pada deret data permintaan dari produk minuman sari buah jambu kemudian akan dipilih berdasarkan nilai standard error (SE). Metode yang terpilih adalah metode yang memiliki nilai SE terendah (Hanke et al. 2003). Selain itu, untuk kemudahan
32
dalam penggunaan metode peramalan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih suatu model peramalan (Hanke et al. 2003). Nilai SE diperoleh dengan mengakarkan nilai MSE. Pendekatan ini memberikan error yang relatif kecil. SE dirumuskan sebagai berikut: MSE = [∑(Yt – Y’t)2] / n
4.5.2.4 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum Permasalahan dalam persediaan merupakan hal yang penting dalam logistik. Persediaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan. Secara umum ada dua macam sistem persediaan yang biasa dipakai yaitu: 1.
Sistem pemesanan ukuran tetap (fixed order size inventory system) sering disebut “Q sistem”. Ciri-ciri Q sistem sebagai berikut: a. Jumlah bahan yang dipesan selalu sama untuk setiap kali pemesanan. b. Selang waktu pemesanan tidak tetap, bervariasi sesuai fluktuasi pemakaian bahan. c. Pemesanan dilakukan kembali apabila jumlah persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali (reorder point). d. Titik pemesanan kembali besarnya sama dengan perkiraan pemakaian selama lead time ditambah dengan safety stock.
2.
Sistem pemesanan interval tetap (fixed order interval inventory system) atau sering disebut “P sistem”. Ciri-ciri P sitem adalah sebagai berikut: a. Jumlah bahan yang dipesan tidak tetap, tetapi tergantung pada jumlah persediaan yang ada di gudang. b. Selang waktu persediaan adalah tetap untuk setiap kali pemesanan dilakukan. c. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan pada target persediaan. d. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanan akan bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan.
33
Sistem persediaan “Q sistem” digunakan pada penelitian ini untuk memecahkan persoalan persediaan. Namun, sebelum dilakukan perhitungan nilai Q optimum, data yang terkumpul diolah dengan menggunakan konsep pengelolaan rantai pasok. metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Menghitung rata-rata permintaan
Keterangan: Fi = Frekuensi pemesanan Xi = Jumlah pemesanan 2.
Menghitung standar deviasi
Keterangan: S Fi Xi n
= Standar deviasi = Frekuensi pemesanan = Jumlah pemesanan = total frekuensi permintaan
Nilai “Q sistem” dihitung terhadap dua situasi yaitu: 1.
Tanpa koordinasi antar rantai pasok
Keterangan: Q* = Jumlah pemesanan optimum Co = biaya pemesanan retailer (Rp /tahun) D = Jumlah permintaan per tahun H = Biaya penyimpanan retailer 2.
Dengan koordinasi antar rantai pasok
34
Keterangan: Q* = Jumlah pemesanan optimum Co = Biaya pemesanan retailer ditambah dengan biaya pemesanan perusahaan (Rp /tahun) D = Jumlah permintaan per tahun H = Biaya penyimpanan retailer ditambah dengan biaya penyimpanan perusahaan 4.5.2.5 Perhitungan Total Biaya, Safety Stock, dan Reorder Point (ROP) Total biaya dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: D = jumlah permintaan per tahun Q = ukuran pemesanan optimum Co = biaya pemesanan h = biaya penyimpanan produk Safety stock dihitung dengan rumus sebagai berikut: SS = Z x Sdl Keterangan: Sdl = standar deviasi permintaan selama lead time Z = nilai di bawah kurva normal yang ditentukan oleh service level Model penentuan jumlah optimum dibuat dengan asumsi situasi yang deterministik, artinya permintaan maupun pasokan dianggap pasti tanpa mempertimbangkan lead time (Pujawan 2005). Pada kenyataannya, baik lead time ataupun permintaan akan suatu produk itu tidak pasti. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ketidakpastian lead time dan permintaan diperlukan estimasi atau perhitungan mengenai waktu pemesanan kembali (reorder point). Reorder point (ROP) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ROP = d x l + SS Keterangan: d = permintaan selama lead time l = lead time SS = Safety Stock
35
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1
Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan lembaga pusat
kajian dan penelitian yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. LIPI memiliki beberapa unit yang setiap unitnya memiliki spesifikasi bidang keilmuan yang berbeda dan tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Unit Penelitian Terpadu Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (UPT B2PTTG) LIPI Kabupaten Subang merupakan unit yang mengembangkan dan pelayanan teknologi tepat guna serta pemberdayaan masyarakat, dan usaha yang berskala kecil, dan menengah. B2PPTG LIPI Subang merupakan salah satu unit LIPI yang mencoba untuk mengolah produk hasil pertanian. Usaha pengolahan sari buah ini bermula dari bantuan seperangkat pengolahan buah dan sayuran dari pemerintah Italia dan peralatan berasal dari perusahaan Bertuzzi. Alat-alat ini dikirim sebagai pilot plant dalam pengembangan pengolahan buah dan sayuran yang bersifat untuk penelitian, pendidikan, dan pelatihan. Pada tahun 1986 peralatan mulai ditata di ruangan yang telah disiapkan oleh pihak B2PTTG LIPI, penempatan peralatan dibantu teknisi dari perusahaan Bertuzzi. Komoditas buah yang pertama kali diuji coba dengan peralatan ini adalah buah nanas. Kegiatan produksi dimulai pada tahun 1988. Pada awalnya buah-buah yang diproduksi adalah nanas, melon, markisa, jambu biji, mangga sirsak, dan mengkudu, kegiatan produksi pun dilakukan dalam skala kecil. Namun, produk sari buah jambu biji lebih disukai masyarakat di Kabupaten Subang dibandingkan yang lainnya sehingga perusahaan memilih buah jambu biji untuk diproduksi dalam skala yang besar. Perusahaan ini pada awalnya bernama PT Lipisari Mandiri yang memproduksi sari buah dengan kemasan botol. Namun, kemasan botol dianggap tidak praktis karena adanya hambatan dalam penanganan produk sewaktu pengambilan botol. Oleh karena itu, kemasan botol akhirnya diganti dengan kemasan cup plastik transparan, dan bahan top seal untuk sistem penutupan pengemasannya. Perubahan penggunaan kemasan ini memberi dampak yang signifikan dalam pemasaran produk. Pada akhirnya cup plastik transparan diganti 36
dengan cup plastik non-transparan. Pergantian cup ini mendapat respon positif dari konsumen hingga kini. Pada tahun 2005 PT Lipisari Mandiri berganti nama menjadi PT Lipisari Patna. Pergantian nama belakang dari kata “Mandiri” menjadi “Patna” dikarenakan nama “Patna” lebih memiliki arti yaitu dari singkatan “Tepat Guna” yang dianggap mencerminkan B2PTTG LIPI sebagai pusat teknologi tepat guna. Namun, sejak tahun 2010 PT Lipisari Patna tidak lagi menjadi suatu perseroan terbatas tetapi digolongkan menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sesuai dengan UU No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. UU tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP meliputi: a.
Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
b.
Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
c.
Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
d.
Penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
e.
Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi.
f.
Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
g.
Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Berdasarkan UU di atas pemerintah beranggapan PT Lipisari Patna
merupakan unit usaha yang menggunakan fasilitas negara dalam proses produksinya, sehingga sejak tahun 2010 PT Lipisari Patna tidak lagi menjadi PT tetapi lebih ke unit usaha yang berada di bawah binaan koperasi yaitu Koperasi Patna Lipi. Dikarenakan merek Lipisari telah menjadi icon dari produk minuman sari buah jambu biji, Lipisari tidak mengubah merek produknya. 5.2
Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan Visi Lipisari B2PTTG LIPI adalah mengembangkan usaha mandiri di
bidang pengolahan sari buah dan produk pangan yang berbasis bahan baku hasil pertanian lainnya untuk meningkatkan nilai tambah sebagai bentuk implementasi teknologi tepat guna yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang. 37
Misi Lipisari adalah 1) membangun dan memperkuat jaringan dengan stakeholder terkait, guna mendukung aktivitas perusahaan mulai dari penyediaan bahan baku hingga pemasaran produk, 2) mengembangkan sistem produksi guna menghasilkan produk berkualitas dan dapat diterima oleh masyarakat luas, 3) konsisten dalam melakukan riset dan pengembangan produk guna menghasilkan produk-produk baru yang lebih inovatif dalam mengembangkan potensi daerah Kabupaten Subang. Tujuan Lipisari adalah menjadikan komoditas buah dan sayur memiliki nilai tambah melalui teknologi tepat guna. 5.3
Lokasi Perusahaan Lipisari B2PTTG LIPI terletak di Jalan KS Tubun No. 5 Kabupaten Subang.
Lokasi perusahaan menyatu dengan kantor B2PTTG LIPI Subang. Namun, Lipisari memiliki gedung dan pabrik tersendiri dan aktivitasnya pun tidak tercampur dengan kegiatan B2PTTG LIPI. Luas bangunan kantor dan pabrik adalah 625 m2. Lokasi Lipisari kurang layak untuk bangunan pabrik karena berada pada lingkungan kantor bukan lingkungan khusus industri. Perencanaan pemindahan lokasi perusahaan telah dibuat, namun pelaksanaannya belum bisa terlaksana dikarenakan masih banyaknya hambatan terutama permasalahan modal. 5.4
Struktur Organisasi Lipisari merupakan usaha yang berada di bawah naungan B2PTTG LIPI
Subang dan tidak dipimpin secara khusus oleh seorang direktur, melainkan ditangani oleh penanggung jawab. Tugas yang diberikan kepada penanggung jawab bukanlah tugas utama tetapi menjadi tugas tambahan. Tugas utama penanggung jawab adalah sebagai peneliti di lingkungan B2PTTG LIPI Subang. Kebijakan perusahaan juga bergantung pada kebijakan B2PTTG LIPI Subang. Manajemen umum Lipisari dipegang oleh beberapa peneliti yang ditugaskan oleh kepala B2PTTG LIPI Subang atas rekomendasi penanggung jawab yaitu Bapak Ir. Agus Triyono, M.Agr. Manajemen umum terdiri dari dua yaitu
38
penanggung jawab operasional-pemasaran dipegang oleh Taufik Rahman, STP dan penanggung jawab produksi-keuangan dipegang oleh Neneng Kemalasari. Selain itu, ada petugas dari B2PTTG LIPI yang sebenarnya bertugas untuk merawat dan mengopersikan mesin-mesin yang ada di lingkungan B2PTTG LIPI tetapi merangkap sebagai operator mesin Lipisari. Adapun struktur organisasi Lipisari dapat dilihat pada Gambar 4 dan daftar pegawai yang ditugaskan dan menjadi penanggung jawab di Lipisari dapat dilihat pada Tabel 4 .
Penanggung Jawab
Penanggung Jawab Operasional-Pemasaran
Penanggung Jawab Produksi-Keuangan Operator Mesin
Karyawan Produksi
Karyawan AdminKeu
Gambar 4. Struktur Organisasi Lipisari B2PTTG LIPI Tabel 4. Daftar Pegawai B2PTTGG LIPI yang ditugaskan di Lipisari No 1 2 3 4
Nama Karyawan Ir. Agus Triyono, M.Agr Taufik Rahman, STP Neneng Kemalasari Wawan Setiawan
Jabatan Penanggung Jawab Penanggung jawab Operasional-Pemasaran Penanggung jawab Produksi-Keuangan Operator Mesin
Sumber : Lipisari 2010
Karyawan Lipisari hanya terdiri dari 3 orang yaitu satu orang karyawan yang mengurusi administrasi dan keuangan, dan dua orang karyawan produksi (Tabel 5). Karyawan produksi masih sedikit dikarenakan kapasitas produksi yang belum terlalu besar atau masih terbatas. Kapasitas produksi masih menyesuaikan tren penjualan. Pegawai LIPI tidak menerima gaji dari Lipisari, tetapi mendapatkan intensif dari 20 persen keuntungan yang dibagi secara proporsional kepada seluruh karyawan yang telibat baik karyawan PT Lipisari maupun pegawai LIPI yang ditugaskan di Lipisari. Sedangkan untuk karyawan Lipisari mendapatkan gaji tetap dan insentif.
39
Tabel 5. Daftar Karyawan Lipisari No 1 2 3
Nama Karyawan Sri Sudewi RP Yudi Sudiana Oleh Solihin
Jabatan Karyawan Administrasi dan Keuangan Karyawan Produksi Karyawan Produksi
Sumber : Lipisari 2010
5.5
Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Proses pembuatan minuman sari buah jambu di Lipisari dibagi menjadi dua
bagian proses yaitu pertama proses untuk menghasilkan bubur jambu atau pulp jambu, dan proses yang kedua adalah proses untuk menghasilkan minuman sari buah jambu biji. Proses produksi pertama, diawali dengan proses sortasi terhadap buah jambu biji merah. Jambu biji merah yang dipilih yang penting tidak busuk dan tidak mentah atau berada dalam kondisi baik. Setelah disortasi jambu biji dibelah menjadi dua bagian. Proses kedua adalah pencucian, pencucian jambu dilakukan secara semimanual menggunakan washing machine yang terhubung dengan eskalator (konveyor) dan langsung masuk ke chopper. Namun, jika buah jambu yang diproses sedikit maka pencucuian dilakukan dengan menggunakan air dari keran di dalam bak penampung. Tujuan dilakukan pencucian adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jambu. Proses ketiga adalah penghancuran buah jambu dengan menggunakan alat chopper. Alat ini didesain khusus untuk menghancurkan daging buah. Mesin chopper masih tergolong semiotomatis karena menggunakan tenaga manusia dalam mengoperasikannya. Kapasitas mesin chopper mencapai 500 kg per jam. Proses selanjutnya setelah proses penghancuran adalah pemisahan biji dengan menggunakan alat pulper sehingga menghasilkan bubur jambu yang disebut pulp jambu. Kapasitas dari mesin pulper adalah 500 kg per jam. Setelah pulp jambu dihasilkan, pulp dikemas dalam kantong plastik putih dengan kapasitas 15 liter dan siap disimpan dalam freezer pada suhu -20o C. Proses produksi kedua adalah pembuatan minuman sari buah jambu dari pulp jambu. Proses ini diawali dengan penghancuran kembali bubur jambu atau
40
pulp jambu dengan menggunakan hidrolic press (ice crusher). Proses berikutnya adalah pengenceran bubur jambu yang telah dihancurkan dengan menggunakan air dengan perbandingan air dan bubur jambu adalah 1:3. Proses ketiga adalah penambahan bahan penolong yaitu CMC yang berfungsi sebagai pengemulsi, kemudian dilewatkan ke homogenizer untuk menghomogenkan antara partikel air, sari buah, dan CMC. Pencampuran dilakukan di dalam Mix Tank, selain penambahan CMC dalam pencampuran juga ditambahkan gula, Na-Benzoat, asam sitrat, dan essense jambu biji. Mix tank berkapasitas 500 liter. Pemasakan dilakukan pada suhu 100 oC selama 1 sampai 2 jam. Proses ketiga setelah pencampuran adalah campuran di pasteurisasi pada suhu 95 oC sampai 98 oC untuk mensterilkan minuman tanpa merusak kandungan vitamin, kalori, dan gizi dari minuman. Hasil pasteurisasi ditampung dalam tabung yang disebut termotank. Tabung termotank terhubung langsung dengan mesin pengemas, sehingga minuman langsung dikemas dalam cup. Mesin pengemas menggunakan sistem kinematik atau tenaga angin. Kapasitas mesin pengemas mencapai 1.500 sampai 2.000 cup/jam. Mesin pengemas yang dimiliki oleh Lipisari terdiri dari dua lajur pengisian artinya satu kali pengemasan langsung menghasilkan dua buah cup. Ruang pengemasan terpisah dengan ruang produksi. Setelah dilakukan pengemasan produk dikumpulkan dan diberikan tanggal kadaluarsa. Selanjutnya produk dimasukkan ke dalam kardus dan setiap kardus diisi dengan 20 cup dan di seeler dengan selotip atau lakban. Sebelum dipasarkan, minuman sari buah jambu dikarantina dalam gudang penyimpanan untuk melihat kemungkinan terjadinya kerusakan produk. Karantina dilakukan selama satu minggu dan produk siap dipasarkan. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses produksi dan gudang penyimpanan pulp serta penyimpanan produk yang siap dipasarkan dapat dilihat pada Lampiran 9. Proses produksi minuman sari buah jambu biji Lipisari secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5.
41
Jambu Biji
Bubur/ Pulp jambu
Sortasi dan Dibelah 2 bagian
Penghancuran
Pencucian
Pengenceran dengan air
Penghancuran dengan Chopper
Homogenizer (CMC)
Pemisahan biji dengan pulper
Bubur/ Pulp jambu
Pencampuran dalam Mix tank
Pasteurisasi
Pengemasan dalam kantong plastik Pengemasan dalam cup dan dus
Penyimpanan dalam freezer
Karantina produk jadi
Sumber : Lipisari 2010 Produk siap dipasarkan
Gambar 5. Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari
42
VI PEMBAHASAN
6.1
Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Anggota rantai pasokan adalah semua pihak yang berhubungan secara
langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan proses produksi suatu perusahaan atau organisasi mulai dari hulu yaitu pengadaan bahan baku hingga ke hilir yaitu ketika produk sampai ke konsumen akhir. Anggota rantai pasokan menurut Indrajit dan Djokopranoto 2002, terdiri dari pemasok, perusahaan (pengolah), distributor, pengecer, dan konsumen akhir. Pada penelitian ini identifikasi anggota rantai pasokan dimulai dari pemasokan jambu biji merah dari pemasok hingga pemasokan minuman sari buah jambu Lipisari ke konsumen yaitu koperasi dan ritel. 6.1.1 Anggota Primer Rantai Pasok Anggota primer adalah pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam kegiatan bisnis rantai pasok. Anggota primer rantai pasok minuman sari buah jambu adalah pengumpul sebagai pemasok, Lipisari sebagai pengolah jambu dan produsen minuman sari buah jambu Lipisari, pengecer sebagai distributor, ritel dan koperasi sebagai konsumen. 1.
Pemasok (Pengumpul) Pemasok adalah awal mula dari rantai yang terjadi. Tugas pemasok ialah
melakukan kegiatan pengadaan bahan baku untuk minuman sari buah yaitu jambu biji. Pemasok jambu di Lipisari berasal dari daerah Majalengka Desa Panyingkiran, Kecamatan Panyingkiran, Jawa barat. Pemasok bernama Wasnudin dan juga merupakan pengumpul utama dari salah satu kelompok tani jambu di desa Panyingkiran. Kelompok Tani jambu biji di Desa Panyingkiran terdiri dari sepuluh kelompok tani yaitu Kelompok Tani Suka Maju, Kelompok Tani Mekar, Kelompok Tani Maju Mandiri, Kelompok Tani Kinanti, Kelompok Tani Berkah, Kelompok Tani Doa Indung, Kelompok Tani Rahayu, Kelompok Tani Manunggal, Kelompok Tani Sentosa, dan Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama. Pak Wasnudin merupakan pengumpul dari Kelompok Tani Bagja
43
Mandiri Bersama yang memiliki 150 anggota petani jambu biji dengan luas lahan bervariasi yaitu kurang dari 1 Ha, 1 Ha, dan lebih dari 1 Ha. Pak Wasnudin sejak tahun 2010 telah menjadi pemasok tetap jambu biji di perusahaan Lipisari. Pada awalnya jambu biji tidak hanya dipasok dari Majalengka (Pak Wasnudin), tetapi juga dipasok dari daerah Subang yaitu Pak Acun, namun dikarenakan jambu biji yang berasal dari Subang memiliki bentuk yang kecil, aroma yang kuat, dan harga yang lebih mahal
Lipisari tidak lagi memasok jambu dari Subang. Lipisari
memilih memasok jambu biji dari daerah Majalengka dikarenakan jambu yang dihasilkan bentuknya besar sehingga perusahaan dapat menghemat pembelian bahan baku, warna jambu yang lebih kuat (merah) dibandingkan jambu yang berasal dari Subang, dan harga yang lebih murah dibandingkan jambu dari Subang. Harga jambu biji Subang sebesar Rp 4.000 per kg, sedangkan harga jambu biji Majalengka hanya Rp 3.500 per kg. 2.
Perusahaan Lipisari merupakan anggota rantai pasok yang mengolah jambu biji menjadi
minuman sari buah. Lipisari memasok semua bahan baku utama yaitu jambu biji merah dari Pak Wasnudin. Sebelum diolah menjadi minuman sari buah dilakukan sortasi di perusahaan. Kegiatan sortasi dilakukan untuk memilih jambu biji yang memiliki kualitas yang baik yaitu tidak busuk, segar, dan tidak terlalu matang (tingkat kematangan 70-80 persen). Hal ini diperlukan untuk menghasilkan bubur atau pulp jambu yang baik dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pulp jambu nantinya akan diproses menjadi minuman sari buah jambu. 3.
Distributor Distributor merupakan anggota rantai pasok primer yang memiliki fungsi
menyalurkan produk dari perusahaan ke ritel-ritel dan pengecer untuk dijual ke konsumen akhir. Distributor resmi belum dimiliki oleh Lipisari karena selama ini dalam mendistribusikan minuman sari buah jambu Lipisari mengandalkan pembelian dari konsumen (ritel dan koperasi) dan pembelian yang dilakukan oleh distributor tidak resmi. Distributor tidak resmi yang dimaksud adalah pegawaipegawai LIPI yaitu satpam. Terdapat tiga satpam yang menjadi distributor untuk minuman sari buah jambu Lipisari yaitu Rahayu, Dodi, dan Agus. Ketiga satpam
44
tersebut mendistribusikan minuman sari buah jambu Lipisari ke toko, warungwarung pengecer, dan kantin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di daerah Subang. Distributor ini menjadi bagian penting dalam rantai pasok karena pembelian terbesar minuman sari buah jambu Lipisari dilakukan oleh distributor dengan rata-rata pembelian per bulan sebesar 185 dus. 4.
Konsumen (Ritel, Koperasi, dan Konsumen Akhir) Kegiatan pemasaran menjadi hal yang penting dalam sebuah perusahaan.
Dalam memasarkan produknya, Lipisari mendistribusikannya melalui koperasi dan beberapa ritel. Koperasi Patna merupakan koperasi yang dimiliki oleh LIPI Subang. Sejak Januari 2010, koperasi telah menjadi outlet resmi penjualan minuman sari buah. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah yang menetapkan segala unit usaha yang berada dibawah naungan balai penelitian menjadi usaha binaan koperasi. Selain koperasi, Lipisari juga mendistribusikan produknya ke beberapa ritel yaitu MiMake, PD Annisa, dan POS yang terletak di daerah Subang. Selain menjual ke koperasi dan ritel-ritel, perusahaan juga menjual langsung ke konsumen akhir. Konsumen akhir yang membeli langsung ke perusahaan adalah pegawai LIPI, tamu dinas, dan tamu kunjungan lapang. Konsumen perusahaan Lipisari dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Konsumen Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Januari – Juli 2010 No 1 2 3 4 5
Nama Konsumen Koperasi Patna PD Annisa MiMake POS Subang Konsumen akhir (Pegawai/Masyarakat Subang/Tamu)
Alamat Subang Subang Subang Subang Subang
Rata-Rata Pemesanan/bulan 77 dus 100 dus 43 dus 43 dus 30 dus
Sumber : Lipisari 2010
6.1.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok Anggota sekunder rantai pasok adalah anggota rantai pasok yang secara tidak langsung berhubungan dengan kegiatan produksi minuman sari buah jambu, namun memiliki pengaruh dalam kegiatan bisnis antara lain yaitu pengadaan bahan-bahan penolong untuk menghasilkan minuman sari buah dan bahan pengemasan untuk mengemas minuman sari buah jambu. Bahan penolong yang
45
dibutuhkan untuk memproduksi minuman sari buah yaitu CMC, Na-Benzoat, asam sitrat, jambu oil, dan gula. Adapun pemasok bahan penolong di Lipisari dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pemasok Bahan Penolong Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari No 1 2 3 4 5
Jenis Bahan Penolong CMC Na-Benzoat Asam Sitrat Jambu Oil Gula
Asal Pemasok Seger Chemical, Bandung Seger Chemical, Bandung Seger Chemical, Bandung Seger Chemical, Bandung Subang
Jumlah Pembelian 10 kg 10 kg 15 kg 10 liter 200 bal (100 kg)
Harga (Rp) 75.000/kg 25.000/kg 16.000/kg 115.000/liter 475.000/bal
Sumber : Lipisari 2010
Lipisari memasok bahan penolong setiap dua bulan sekali atau tergantung dengan stok bahan penolong di gudang penyimpanan bahan kimia di Lipisari. Prosedur pengadaan bahan penolong dimulai dengan memeriksa sisa stok akhir persediaan di gudang penyimpanan bahan penolong dengan melihat buku persediaan bahan penolong. Selanjutnya bahan-bahan penolong yang habis dicatat dan dilaporkan ke pimpinan Lipisari. Rincian biaya pembelian bahan penolong yang habis juga disertakan di dalam laporan pembelian. Selain itu, Lipisari juga mengajukan peminjaman kendaraan dinas untuk mengangkut bahan penolong. Dalam memasok bahan penolong, Lipisari tidak melakukan pemesanan terlebih dahulu, Lipisari langsung datang ke PD Seger Chemical untuk melakukan pembelian. Pembayarannya juga dilakukan secara langsung yaitu tunai dan biaya transportasi juga ditanggung oleh Lipisari. Biaya transportasi untuk sekali pengadaan bahan penolong sebesar Rp 350.000. Bahan kemasan yang diperlukan oleh Lipisari untuk memproduksi minuman sari buah adalah sedotan, cup, kardus, dan lakban. Pemasokan tidak dilakukan secara rutin, melainkan dilakukan dua bulan sekali atau tergantung dari stok persediaan kemasan di gudang penyimpanan. Hal ini dikarenakan bahan kemasan memiliki daya tahan yang cukup lama mencapai satu tahun. Bila stok akan habis karyawan bagian produksi akan langsung melakukan pemesanan ke PT Indopack di Jakarta. Prosedur pengadaan bahan kemasan dimulai dengan menghubungi pemasok bahan kemasan melalui telepon kantor, dan mengajukan pemesanan terlebih
46
dahulu ke perusahaan pemasok. Setelah pemesanan disetujui oleh perusahaan pemasok, bahan atau barang dikirim ke Lipisari. Jangka waktu yang dibutuhkan dari pemesanan barang atau bahan dari perusahaan pemasok hingga barang atau bahan sampai ke Lipisari yaitu dua minggu. Pembayaran tidak dilakukan secara langsung ketika barang atau bahan datang, tetapi ditransfer melalui bank ke rekening perusahaan pemasok dan pembayaran biasanya dilakukan setelah bahan atau barang yang dipesan diterima oleh Lipisari. Namun, tidak semua bahan atau barang dipasok dari perusahaan pemasok. Seperti sedotan dan lakban dapat diperoleh dari toko Budi di Bandung dan pembeliannya dilakukan secara langsung oleh Lipisari dengan cara datang ke toko dan pembayaran juga dilakukan secara langsung dan tunai. Daftar pemasok bahan kemasan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pemasok Bahan Kemasan Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari No 1 2 3 4
Jenis Bahan kemasan Sedotan Cup & Top Seal Box (kardus) Lakban
Asal Pemasok Toko Budi, Bandung PT Indah Cup, Bandung PT Indopack, Jakarta Toko Budi
Jumlah Pemesanan 17 kg 100.000 pcs 3.000 pcs 10 dus
Harga (Rp) 25.000/ kg 215,60/ cup 2.000/dus 468.000/dus
Sumber : Lipisari 2010
6.2
Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Anggota primer rantai pasok minuman sari buah terdiri dari pemasok jambu,
Lipisari sebagai pengolah, distributor, dan konsumen. Aktivitas yang dilakukan setiap anggota primer dalam rantai pasok berbeda-beda. Pemasok jambu melakukan pembelian jambu ke kelompok tani, melakukan sortasi jambu, penjualan jambu biji ke Lipisari untuk diolah menjadi minuman sari buah jambu, membina kelompok tani Bagja Mandiri Bersama, dan memberikan modal untuk budidaya jambu ke kelompok tani Bagja Mandiri Bersama. Jambu biji yang dipasok ke Lipisari diperoleh dari kelompok tani binaannya. Semua jambu yang dihasilkan oleh kelompok tani Bagja Mandiri Bersama ditampung oleh Pak Wasnudin untuk didistribusikan ke perusahaanperusahaan pengolah jambu, pasar tradisional, pasar swalayan, dan langsung dijual ke konsumen akhir jambu biji. Sebelum dikirim ke Lipisari, jambu disortasi
47
terlebih dahulu oleh pemasok untuk mengurangi kerugian yang akan ditanggung oleh pemasok bila terdapat jambu yang busuk. Aktivitas fisik yang dilakukan pemasok meliputi aktivitas pengangkutan dan penimbangan jambu dari kelompok tani ke Lipisari. Pengangkutan jambu dilakukan dengan menggunakan mobil coltdiesel dan biaya pengangkutan di tanggung oleh pemasok. Aktivitas penimbangan dilakukan di Lipisari dan biaya penimbangan juga ditanggung oleh pemasok. Aktivitas yang terjadi di pemasok jambu dapat dilihat pada Lampiran 10. Informasi pasar atau harga jambu tidak terbuka untuk petani jambu biji. Petani hanya mengetahui harga jambu biji yang diberikan oleh pengumpul (pemasok). Begitu juga dengan Lipisari, Lipisari hanya mengetahui harga yang diberlakukan oleh pemasok tanpa mengetahui harga beli jambu dari petani. Pada dasarnya konsep untuk membangun kerjasama dalam rantai pasok adalah sistem keterbukaan. Hal ini diperlukan untuk menjaga loyalitas petani dan Lipisari agar mengetahui adanya pembagian keuntungan yang adil dalam setiap anggota rantai pasok. Lipisari merupakan prosesor yang melakukan aktivitas pembelian jambu biji dan penjualan minuman sari buah jambu. Lipisari membeli jambu biji sebagai bahan baku utama untuk memproduksi minuman sari buah dan Lipisari membeli bahan penolong untuk membuat minuman sari buah, serta membeli bahan kemasan kepada beberapa pemasok. Aktivitas penjualan Lipisari berhubungan dengan distributor dan konsumen yaitu ritel, koperasi, dan konsumen akhir. Harga jual yang ditetapkan Lipisari untuk setiap dus minuman sari buah sebesar Rp 26.500/dus untuk karyawan, dan Rp 29.000/dus untuk konsumen non karyawan. Aktivitas fisik yang dilakukan Lipisari adalah pengangkutan minuman sari buah jambu dari Lipisari ke konsumen yaitu ritel. Selain melakukan aktivitas pengangkutan, Lipisari juga melakukan aktivitas penyimpanan yaitu penyimpanan pulp jambu sebelum diproduksi menjadi minuman sari buah jambu dan penyimpanan produk jadi yaitu minuman sari buah setelah produk dikemas dan sebelum didistribusikan ke ritel, koperasi, konsumen, dan distributor. Jambu biji yang baru diterima dari pemasok langsung diolah menjadi bubur atau pulp jambu,
48
setelah itu dikemas dalam plastik dan disimpan dalam kamar pendingin untuk mencegah kerusakan pulp jambu lebih cepat. Minuman sari buah yang sudah diproduksi langsung dikemas dan dimasukkan ke dalam kardus dan disimpan dalam gudang karantina untuk memastikan tidak adanya kerusakan produk, setelah itu produk disimpan dalam gudang penyimpanan. Kegiatan sortasi juga dilakukan di Lipisari yaitu jambu yang dipasok oleh pemasok langsung disortasi sebelum diproduksi. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dan mutu produk yang akan dihasilkan. Jambu yang tidak memenuhi kriteria langsung dikembalikan kepada pemasok dan banyaknya jambu yang diambil langsung ditimbang dan dibayar sesuai hasil timbangan. Informasi pasar di tingkat prosesor ini sangat terbuka, mulai dari harga di distributor hingga harga jual pada konsumen sehingga pembagian laba menjadi tidak adil. Distributor sebagai orang yang menyalurkan produk minuman sari buah melakukan kegiatan penjualan dan pembelian. Distributor membeli minuman sari buah dari Lipisari dan juga melakukan aktivitas penjualan yaitu menjual minuman sari buah ke agen grosir, kantin RSUD Subang, dan ke pengecer atau warung di daerah Subang. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh distributor hanya pengangkutan minuman sari buah jambu dari Lipisari dan dikirim ke agen grosir, pengecer, dan kantin RSUD Subang. Aktivitas penyimpanan tidak dilakukan oleh distributor, biasanya produk yang diambil di perusahaan langsung dikirim ke agen grosir, kantin RSUD, dan pengecer. Aktivitas penyimpanan hanya dilakukan oleh konsumen dari distributor. Informasi pasar atau harga tidak terbuka untuk konsumen distributor yaitu kantin RSUD, agen grosir, dan pengecer, serta Lipisari. Harga beli minuman jambu biji yang diperoleh distributor dari perusahaan sebesar Rp 26.500/dus, sedangkan distributor menjual minuman sari buah ke agen grosir, pengecer, dan kantin RSUD Subang dengan harga Rp 30.000/dus, dan agen grosir menjual kembali minuman sari buah yang diperoleh dari distributor dengan harga Rp35.000/dus. Lipisari hanya mengetahui harga jual yang diberikan ke distributor yang merupakan karyawan LIPI, dan konsumen juga hanya mengetahui harga yang diberlakukan distributor untuk semua pengecer dan agen grosir sama.
49
Ketidakterbukaan informasi pasar atau harga menyebabkan ketidakadilan dalam pembagian keuntungan. Ritel, koperasi, dan konsumen akhir sebagai konsumen Lipisari melakukan aktivitas pertukaran yaitu pembelian dan penjualan. Ritel dan koperasi melakukan aktivitas pembelian minuman sari buah dari Lipisari. Dan aktivitas penjualan berhubungan dengan penjualan minuman sari buah dari koperasi ke konsumen yaitu pengecer dan masyarakat Subang, serta ritel menjual minuman langsung ke konsumen akhir. Konsumen akhir Lipisari adalah konsumen yang berasal dari pegawai LIPI, dan konsumen non-pegawai LIPI biasanya tamu dinas atau tamu instansi. Konsumen akhir tidak melakukan aktivitas penjualan, hanya melakukan aktivitas pembelian produk. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh konsumen adalah pengangkutan produk dari Lipisari ke konsumen. Ritel dan koperasi juga melakukan aktivitas penyimpanan yaitu untuk minuman yang masih di dalam kardus disimpan di tempat penyimpanan dan minuman sari buah yang berbentuk cup dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Informasi pasar yang terjadi di tingkat konsumen tertutup, konsumen akhir hanya mengetahui harga produk untuk di setiap ritel yang menjual produk, dan koperasi sama dengan yang diberikan dari perusahaan.
Ketidakterbukaan
informasi
pasar
menyebabkan
pembagian
keuntungan yang belum merata diantara anggota rantai pasok. Aktivitas anggota primer rantai pasok minuman sari buah Lipisari dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Aktivitas Pertukaran Penjualan Pembelian Fisik Pengangkutan Pengemasan Penyimpanan Fasilitas Sortasi Informasi pasar
Anggota Primer Rantai Pasok Distributor Konsumen (Ritel, Koperasi, dan Konsumen akhir)
Pemasok
Lipisari
X X
X X
X X
X/ X
X X
X X X
X -
X X
X -
X X
-
-
Keterangan : (X) : dilakukan (-) : tidak dilakukan (X/-) : dilakukan oleh sebagian anggota
50
6.3
Pola Aliran Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Pola aliran rantai pasok adalah pola yang terbentuk dari kegiatan bisnis
dalam rantai pasok yaitu dimulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan, pendistribusian, hingga pemakaian oleh konsumen akhir. Pola aliran rantai pasok yang terbentuk untuk setiap produk berbeda-beda tergantung dengan banyaknya pihak yang terlibat, kegiatan bisnis yang dilakukan dan tergantung jenis produk itu sendiri. Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang yang mengalir dari hilir ke hulu ataupun sebaliknya. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Model rantai pasok untuk minuman sari buah jambu terdiri dari pemasok jambu biji, perusahaan sebagai prosesor pengolah jambu biji menjadi minuman sari buah, distributor tidak resmi yaitu para satpam, konsumen yaitu ritel, koperasi dan konsumen akhir. 5
6
1
7a
7 2
1
3
8
4 7b
6
1 5
7c
Keterangan: 1
petani jambu biji
7
7a (ritel tujuan Distributor), 7b (ritel tujuan Lipisari), 7c (koperasi Patna)
2
Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama
8
konsumen akhir minuman sari buah
3
pengumpul (pemasok) jambu biji
9
Aliran barang
4
PT Lipiasri Patna
10
Aliran uang (finansial)
5
pemasok bahan penolong dan kemasan
11
Aliran informasi
6
distributor minuman sari buah
Gambar 6. Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
51
Aliran produk minuman sari buah jambu biji (Gambar 6) dimulai dari petani yang membudidayakan jambu biji sebagai bahan baku utama untuk membuat minuman sari buah jambu Lipisari. Para petani jambu biji yang tergabung di dalam Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama menjual jambu biji hasil panen mereka melalui Kelompok Tani ini. Pengumpul menjalin kerjasama dengan kelompok tani dalam bentuk pembinaan kepada para petani jambu mengenai cara budidaya jambu yang baik dan pengumpul juga memberikan modal kepada para petani jambu untuk membeli keperluan produksi seperti pembelian pupuk, pestisida, pembangunan irigasi, dan pembelian alat-alat pertanian. Selain pembinaan dan pemberian modal, kerjasama yang terjalin mengharuskan petani untuk memasok semua hasil panen mereka ke pengumpul. Oleh karena itu, peran Kelompok Tani BJM sendiri hanya menjadi perantara yang menghubungkan petani dengan pengumpul jambu. Kelompok Tani hanya bertugas menyediakan input pertanian dan memfasilitasi penyuluhan dan pelatihan budidaya jambu yang diberikan oleh pengumpul kepada para anggota. Alur prosedur pengadaan jambu biji dari petani ke pengumpul dimulai dengan para petani membawa hasil panen mereka ke Kelompok Tani. Setelah itu, jambu biji yang mereka bawa disortasi terlebih dahulu oleh pengumpul. Sortasi dilakukan untuk mengurangi kerugian yang akan ditanggung oleh pengumpul. Jambu biji yang dipilih oleh pengumpul biasanya yang memiliki tingkat kematangan 70 persen sampai 80 persen untuk jambu yang akan dipasok ke perusahaan Lipisari. Setelah dilakukan sortasi jambu ditimbang dan langsung dibayar di tempat. Jika Kelompok Tani Bagja Mandiri tidak bisa memenuhi permintaan pengumpul, biasanya pengumpul membeli jambu biji dari Kelompok Tani lainnya yang ada di Desa Panyingkiran. Harga beli yang diterapkan oleh kelompok tani lain cukup tinggi dibandingkan harga dari Kelompok Tani mitra. Tidak semua jambu biiji yang dibeli dipasok ke Lipisari. Lipisari hanya menyerap 10 persen dari total jambu biji yang dibeli pengumpul dari Kelompok Tani, sisanya jambu biji dipasok ke pasar tradisional, swalayan, minimarket, dan agroindustri sari buah lainnya. Biasanya industri minuman seperti Lipisari melakukan pemasokan dalam jumlah yang banyak pada saat musim panen raya yaitu bulan Desember sampai Maret.
52
Jambu biji yang dibeli pengumpul dari Kelompok Tani langsung diantar ke Lipisari dengan menggunakan mobil coltdiesel milik pemasok (pengumpul). Setelah sampai di Lipisari, jambu disortasi kembali oleh bagian produksi untuk memilih jambu yang tidak rusak dan tidak busuk, setelah itu jambu langsung ditimbang dan pembayaran dilakukan sesuai timbangan. Jambu langsung diolah menjadi pulp seperti yang digambarkan pada Gambar 5. Setelah menjadi pulp jambu dan dikemas, pulp langsung disimpan di gudang penyimpanan pada suhu 20 oC untuk menjaga agar sari buah tidak rusak sebelum diolah menjadi minuman sari buah. Jangka waktu penyimpanan pulp dari gudang penyimpanan hingga ke produksi minuman sari buah paling lama satu bulan dan tata letak penyimpanan pulp di gudang diatur sesuai dengan tanggal produksi dan penilaian terhadap persediaan jambu biji dengan metode first in first out (FIFO) artinya pulp yang pertama kali masuk ke gudang penyimpanan akan diproduksi terlebih dahulu. Selanjutnnya pulp akan diolah menjadi minuman sari buah jambu, proses produksi pulp jambu menjadi minuman sari buah dapat dilihat pada Gambar 5. Minuman sari buah yang telah dikemas kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan yang diatur pada suhu 25 oC. Pengaturan persediaan minuman sari buah Lipisari diatur dengan metode FIFO, artinya minuman jambu yang diproduksi pertama akan keluar pertama juga. Selanjutnya produk didistribusikan ke ritel dan koperasi. Ritel sebagian besar berlokasi di Subang, namun untuk POS berlokasi di daerah Cirebon. Transportasi yang digunakan oleh ritel untuk mengambil produk ke perusahaan adalah dengan menggunakan mobil. Jika ritel tidak mengambil ke Lipisari untuk pendistribusiannya Lipisari menggunakan jasa POS. Sedangkan, pendistribusian ke koperasi Patna tidak menggunakan alat transportasi, cukup dengan pegawai koperasi datang ke perusahaan untuk memesan dan mengangkut produk minuman yang siap dijual dari perusahaan ke koperasi dengan
menggunakan gerobak atau pendorong.
Produk yang
didistribusikan ke koperasi biasanya dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, namun koperasi juga menjual produk minuman langsung ke konsumen. Sedangkan, ritel langsung menjual ke konsumen akhir. Distributor produk minuman sari buah Lipisari adalah distributor tidak resmi, artinya perusahaan belum melakukan kerjasama atau kontrak tertulis 53
dengan pihak distributor yang juga merupakan karyawan keamanan di LIPI. Distributor biasanya melakukan pemesanan minuman sari buah untuk dijual kembali ke pengecer-pengecer yang ada di daerah Subang. Selain ke pengecerpengecer, distributor juga menjual produk langsung ke kantin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subang. Pengecer-pengecer yang menjadi tujuan dari distributor antara lain toko Sindang Rasa, Purnama, Apotik Cihereng, toko kue Menanti, toko Sumber Air, dan perkantoran Samsat serta kantor pertanian. Dalam pendistribusian produk, distributor biasanya menggunakan kendaraan motor. Bila pembelian dilakukan dalam jumlah yang banyak melebihi 10 dus biasanya distributor menggunakan mobil. Produk yang diambil di Lipisari langsung didistribusikan ke toko-toko, pengecer, dan ke kantin RSUD. Biasanya distributor mendapat informasi pesanan melalui alat komunikasi telepon genggam. Konsumen akhir sebagai akhir dari rantai pasok yang terjadi biasanya mendapatkan minuman sari buah Lipisari di ritel atau warung-warung yang berada di dekat tempat tinggal mereka. Aliran finansial pada rantai pasok minuman sari buah terjadi pada konsumen, pengecer, agen grosir, distributor, ritel, koperasi, perusahaan, pemasok, kelompok tani jambu, dan petani jambu. Sistem transaksi untuk ritel dan koperasi yaitu dengan pembayaran secara tunai ketika produk diambil atau diantarkan. Koperasi dan ritel langsung membayar ke perusahaan sesuai dengan jumlah produk yang diambil. Sistem transaksi untuk distributor dilakukan dengan kredit di mana pembayaran dilakukan setelah distributor mendistribusikan produk ke pengecer dan pembayaran dilakukan setiap satu bulan sekali. Sistem transaksi antara distributor dengan pengecer sendiri dilakukan dengan sistem tunai artinya ketika produk sampai, pembayaran langsung dilakukan di tempat. Sedangkan antara distributor dengan kantin RSUD Subang pembayaran dilakukan setelah produk minuman sari buah di kantin tersebut habis terjual biasanya dilakukan satu bulan sekali. Sistem transaksi antara pemasok jambu biji dengan perusahaan dilakukan dengan sistem pembayaran tunai yaitu Lipisari membayar langsung sesuai dengan jumlah pasokan jambu setelah dilakukan sortasi. Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, koperasi, distributor, agen grosir, pengecer, perusahaan, pemasok, kelompok tani, dan petani jambu atau 54
sebaliknya. Informasi berhubungan dengan berapa pesanan jambu biji yang dibutuhkan oleh perusahaan, status pengiriman produk minuman sari buah, berapa pesanan produk minuman sari buah yang harus dikirim oleh perusahaan, dan berapa pesanan produk yang akan diambil oleh distributor, koperasi, dan ritel. 6.4
Proses Bisnis Rantai
a.
Hubungan Proses Rantai Bisnis Hubungan proses rantai bisnis di antara anggota rantai pasok berguna untuk
melihat hubungan keterkaitan antar anggota rantai serta melihat pengaruhnya bagi proses bisnis (Setiawan 2009). Hubungan antara petani jambu biji dengan kelompok tani dan pengumpul memiliki hubungan yang saling ketergantungan. Petani jambu membutuhkan Kelompok Tani Bagja Mandiri Bersama untuk menampung hasil panen jambu mereka, selain itu kelompok tani juga mampu memberikan pelatihan dan penyuluhan mengenai teknologi dan informasi tentang budidaya jambu yang baik. Kelompok tani juga sangat tergantung pada pengumpul dalam memasarkan hasil panen jambu dari para anggotanya, selain pengumpul juga membantu dalam pemberian pinjaman modal dan sebagai pembeli utama. Hubungan bisnis antara Lipisari dengan pemasok (pengumpul) jambu adalah saling ketergantungan. Perusahaan membutuhkan jambu biji sebagai bahan baku utama untuk memproduksi minuman sari buah jambu dan memenuhi permintaan konsumen akan produk minuman sari buah jambu. Sedangkan, pemasok membutuhkan perusahaan sebagai pembeli tetap jambu biji yang dihasilkan oleh para petani. Keuntungan yang didapat pemasok adalah jaminan pemasaran dari Lipisari, sedangkan perusahaan mendapatkan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan jambu biji untuk memenuhi permintaan konsumen akan minuman sari buah jambu Lipisari. Hubungan bisnis antara Lipisari dengan distributor adalah saling ketergantungan. Perusahaan membutuhkan distributor untuk menyalurkan produk minumannya ke ritel-ritel di Subang dan membantu dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Distributor sendiri membutuhkan perusahaan sebagai produsen
55
utama minuman sari buah Lipisari, dimana mereka mendapatkan pendapatan yang sangat besar dari penjualan atau pemasaran produk ini. Keuntungan yang didapat oleh perusahaan adalah jaminan pemasaran dari distributor, meskipun belum ada perjanjian resmi untuk melakukan kerjasama dalam hal pemasaran. Distributor sendiri mendapatkan keuntungan dari penjualan minuman sari buah Lipisari. Hubungan bisnis antara Lipisari dengan ritel dan koperasi adalah saling ketergantungan. Para ritel dan koperasi membutuhkan pasokan minuman sari buah jambu dari Lipisari untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Lipisari membutuhkan ritel dan koperasi sebagai konsumen yang membeli produk yang mereka hasilkan. Hubungan bisnis antara Lipisari dengan supplier
bahan penolong dan bahan
baku
pengemasan adalah saling
ketergantungan. Lipisari membutuhkan pasokan bahan penolong untuk proses produksi minuman sari buah jambu dan juga sangat membutuhkan bahan pengemas untuk mengemas produk agar siap dijual. Pemasok membutuhkan Lipisari sebagai pembeli tetap yang sangat potensial untuk meningkatkan penjualan produk mereka. b.
Pendukung Anggota Rantai
1.
Pelatihan Peran pemerintah sebagai anggota eksternal rantai pasok memiliki peran
yang cukup penting dalam memberikan dukungan kepada seluruh anggota rantai pasok. Bentuk dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani jambu adalah pemberian pelatihan-pelatihan dan penyuluhan yang bersifat softskill dan hardskill. Petani jambu di Majalengka diberikan pelatihan teknik budidaya jambu bijimerah yang baik, pengendalian hama terpadu, sistem distribusi yang baik, pembangunan irigasi yang baik, dan cara untuk mendapatkan pinjaman modal dari lembaga keuangan. 2.
Dukungan Modal Lipisari sebagai usaha milik LIPI yang telah menjadi PNBP (penghasilan
negara bukan pajak) sejak 2010, untuk melakukan kegiatan produksinya memerlukan dana dari pemerintah. Pemerintah melalui LIPI memberikan modal usaha sesuai dengan kebutuhan atau permintaan dari Lipisari. Selain itu, 56
pemerintah melalui LIPI juga memberikan jaminan pemasaran yaitu penjualan produk melalui ritel resmi yaitu koperasi pegawai LIPI Patna. Pemerintah melalui LIPI juga memberikan kemudahan dalam uji fisik, biologis, ataupun kimia dari produk minuman yang dihasilkan. 3.
Distribusi Informasi Pasar Distribusi informasi mengenai peluang pasar dimulai dari para konsumen
yaitu ritel, koperasi, dan distributor yang mengetahui permintaan konsumen meningkat atau menurun, kemudian informasi tersebut akan diteruskan kepada perusahaan Lipisari, dan Lipisari akan meneruskan informasi tersebut ke pemasok jambu biji merah yang kemudian diteruskan ke petani jambu. Informasi tersebut juga diteruskan kepada anggota sekunder rantai pasok yaitu pemasok bahan penolong dan bahan pengemasan. Distribusi informasi yang lancar diantara anggota rantai pasok perlu dibangun dan dijaga guna meningkatkan jaringan pasar dari petani dan perusahaan. 4.
Perencanaan Kolaboratif Perencanaan kolaboratif adalah kesatuan kerjasama dan penyelarasan
informasi antara satu anggota rantai dengan anggota lainnya dalam melakukan perencanaan rantai pasok. Perencanaan kolaboratif baru dilakukan antara perusahaan dengan pemasok jambu biji merah. Para konsumen memberikan informasi mengenai jumlah permintaan minuman sari buah jambu Lipisari. Dengan melihat data permintaan harian atau mingguan, maka Lipisari melakukan perencanaan dengan cara menargetkan sebanyak kurang lebih 1 ton jambu biji merah yang harus dipasok setiap bulannya. Dengan adanya target pemasokan setiap bulannya, maka perusahaan dapat memprediksi jumlah minuman sari buah yang akan diproduksi dalam satu bulan. Perencanaan kolaboratif dengan anggota lainnya selain pemasok belum dilakukan oleh perusahaan. Perencanaan ini sebenarnya sangat dibutuhkan guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas rantai pasok. 5.
Aspek Risiko Risiko yang dihadapi pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda. Pada
tingkat petani, risiko yang diterima adalah gagal panen yang disebabkan oleh 57
keadaan alam dan hama. Ketidakpastian cuaca dan iklim yang terjadi menyebabkan jadwal panen yang tak menentu sehingga pemasok terkadang tidak mampu memenuhi permintaan dari perusahaan. Ketidakpastian cuaca dan iklim juga menyebabkan hama dengan cepat menyerang pohon jambu dan hama yang biasanya menyerang pohon jambu adalah hama putih. Pada tingkat pemasok risiko yang dihadapi berkaitan dengan pengembalian buah jambu biji yang tidak memenuhi mutu yang diinginkan oleh perusahaan. Pada kegiatan sortasi perusahaan akan memilih jambu yang tidak busuk, tidak ada ulat, permukaannya licin atau tidak berlubang, dan tingkat kematangannya 70 persen sampai 80 persen. Bila tidak sesuai dengan standar maka jambu tersebut akan dikembalikan ke pemasok dan peerusahaan hanya membayar sesuai dengan jumlah jambu yang diambil, artinya pemasok harus menanggung semua jambu yang dikembalikan. Risiko yang dihadapi pada tingkat perusahaan adalah ketika terjadi musim paceklik pasokan jambu biji merah dari pemasok berkurang akibatnya perusahaan mengalami kekurangan persediaan bahan baku. Belum adanya kemitraan yang terjalin antara perusahaan dan pemasok secara resmi, menyebabkan pemasok dapat memilih untuk menjual jambu biji merahnya kepada perusahaan lain dengan harga yang lebih tinggi. Risiko lain yang dihadapi oleh perusahaan terkait dengan proses penyimpanan pulp atau bubur jambu. Pulp harus disimpan pada suhu -20 oC. Pada saat terjadi penurunan listrik ataupun kerusakan pendingin di gudang penyimpanan akan menyebabkan pulp cepat busuk dan terkontaminasi dengan bakteri, akibatnya pulp tidak bisa digunakan untuk produksi minuman sari buah. Selain itu, kerusakan pada alat produksi menjadi risiko yang harus diterima oleh Lipisari. Kerusakan alat produksi menyebabkan kegiatan produksi harus dihentikan sedangkan biaya produksi harus tetap dikeluarkan. Akibatnya perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Risiko yang harus diterima oleh distributor terkait dengan kerusakan produk akibat pendistribusian dari perusahaan ke pengecer dan toko. Bila produk yang didistribusikan mengalami kerusakan seperti kemasannya bocor, produk dikembalikan ke distributor dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab distributor bukan perusahaan. Perusahaan hanya mau melakukan penggantian tehadap produk-produk yang telah lewat tanggal kadaluarsa. 58
6.
Proses Trust Building Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai
pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan rantai pasokan sudah terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi dan support anggota rantai (Setiawan 2009). Proses trust building merupakan proses untuk menumbuhkembangkan saling kepercayaan antar anggota rantai pasok. Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan untuk menjalin kerjasama dan distribusi informasi menjadi terhambat. Hal ini disebabkan karena adanya aspek ketidakpercayaan sehingga salah satu pihak berusaha
untuk
mendapatkan
keuntungan
sendiri
(Setiawan
2009).
Ketidakpercayaan tersebut timbul disebabkan beberapa faktor yaitu: a.
Masih banyaknya anggapan bahwa pemasok dan pihak lain adalah “lawan” atau bahkan “musuh” dalam berbisnis bukan “mitra”.
b.
Masih banyaknya anggapan bahwa antara pemasok atau pihak lain dengan perusahaan sendiri memiliki tujuan yang berlainan, bahkan saling bertentangan, padahal tujuan akhir semua anggota rantai sama yaitu survive and growth.
c.
Dalam negosiasi, masih banyak yang mengharapkan hasil win-lose dan kurang mengenal konsep win-win negotiation.
d.
Banyak yang masih melihat pada hubungan jangka pendek dan kurang melihat pada hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. Proses trust building sudah mulai dibangun antar anggota rantai, namun
hubungan kepercayaan itu masih bersifat kekeluargaan belum tertulis secara kontraktual. Perjanjian secara kontraktual sebaiknya mulai dilakukan dalam proses trust building guna mengurangi kerugian yang bisa terjadi dalam proses bisnis antar anggota rantai. Perjanjian yang dimaksud mengandung aturan yang terkait dengan hak dan kewajiban pihak Lipisari dengan pemasok, Lipisari dengan ritel, dan Lipisari dengan distributor. Dengan adanya proses trust building di antara anggota rantai, diharapkan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai
59
pasok seperti kelancaran pada transaksi, penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar. 6.5
Performa Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Penilaian kinerja rantai pasok secara keseluruhan dapat dilihat dengan
menilai apakah kondisi rantai pasok yang ada sudah baik atau belum. Secara umum dapat dikatakan bahwa rantai pasok belum optimal sehingga menghambat aktivitas yang terkait di dalam rantai pasok. Hambatan-hambatan tersebut adalah: 1.
Biaya transportasi yang tinggi Pemasokan bahan baku jambu, bahan penolong, dan bahan pengemas yang
diperoleh dari luar daerah Subang menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan biaya transportasi kendaraan. Jambu biji yang diperoleh dari luar daerah Subang yaitu Majalengka menyebabkan Lipisari harus mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 300 per kg jambu yang dipasok. Untuk medapatkan bahan penolong, Lipisari harus pergi ke Bandung dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 350.000 untuk sekali perjalanan. 2.
Ketidakpastian pasokan Cuaca dan iklim akan mempengaruhi produksi jambu biji merah.
Ketidakpastian pasokan bahan baku utama yaitu jambu biji merah menyebabkan Lipisari harus melakukan suatu strategi dalam mengelola persediaan jambu biji merahnya. Terutama pada saat musim paceklik, produksi jambu biji di tingkat petani menjadi terbatas sehingga pemasok terkadang tidak dapat memenuhi jumlah permintaan jambu yang dipesan oleh Lipisari. Sehingga menyebabkan kerugian karena Lipisari tetap melakukan proses pengolahan pulp dari jambu tapi tidak secara optimal, dan pulp yang dihasilkan pun terbatas. 3.
Distribusi informasi yang kurang lancar Informasi mengenai jumlah permintaan dari konsumen sangat penting bagi
produsen. Informasi ini meliputi jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, dan harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu, informasi mengenai jumlah jambu yang dibutuhkan untuk produksi Arus informasi belum
60
terorganisasi dengan baik sehingga dapat menyebabkan penumpukan persediaan barang di gudang. 4.
Kerjasama antar pelaku masih kurang Produksi minuman sari buah jambu Lipisari mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun walaupun kenaikannya tidak signifikan seperti yang terlihat pada Gambar 6. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah produksi kurang signifikan dikarenakan permintaan sari buah Lipisari juga belum signifikan akibat kurangnya promosi dan terbatasnya jalur pemasaran. Hal ini dikarenakan minimnya kerjasama antar pelaku dalam rantai pasok menyebabkan keterbatasan dalam memenuhi permintaan pasar yang cenderung meningkat. Kurangnya kerjasama dalam rantai pasok menyebabkan pasokan minuman sari buah jambu Lipisari tidak lancar. 6.6
Analisis Harga Penetapan harga jual produk minuman sari buah jambu Lipisari didasarkan
pada harga bahan baku dan biaya produksi. Struktur biaya produksi dalam satu kali produksi yaitu bahan baku utama jambu merah sebesar 41,5 persen, gula pasir 22 persen, kemasan cup 20 persen, kardus 9,5 persen, tenaga produksi 3,5 persen, bahan kimia 1,75 persen, dan tutup kemasan cup serta top seal 1,75 persen. Biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu kali produksi dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan biaya produksi yang timbul, semakin tinggi harga bahan baku atau biaya lainnya makan biaya total produksi akan meningkat. Bila peningkatan biaya produksi terjadi setiap bulan dan terus menerus maka harga jual yang ditetapkan akan mengalami peningkatan. Harga minuman sari buah pada tahun 2010 ditetapkan berdasarkan biaya produksi tahun 2008, biaya produksi tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 3. Harga jual produk sebesar Rp 26.500 per dus untuk distributor dan koperasi Patna, Rp 29.000 per dus untuk ritel (MiMake, PD Annisa, dan POS), dan Rp 30.000 per dus untuk konsumen yang datang langsung ke Lipisari. Untuk periode Januari hingga Juli 2010 perusahaan menjual minuman sari buah jambu sebanyak 4.013 dus yang terdiri dari koperasi membeli 429 dus, distributor sebesar 1087 dus, ritel (MiMake, PD Annisa, dan POS) sebesar 1.317 dus, dan konsumen sebesar 1.180 61
dus. Total biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan dari bulan Januari hingga Juli 2010 sebesar Rp 108.805.500, maka perkiraan keuntungan kotor perusahaan sebesar Rp 4.961.500. Komponen penting dalam aktivitas pengadaan bahan baku baik bahan baku utama, penolong, ataupun bahan kemasan adalah biaya pengadaan bahan baku yang meliputi biaya transportasi, biaya telepon, biaya bongkar muat, ataupun biaya administrasi. Biaya yang ditimbulkan dalam pengadaan bahan baku menetukan harga pokok bahan baku, semakin tinggi biaya pengadaan yang ditimbulkan artinya harga pokok bahan baku menjadi lebih tinggi sehingga akan mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan. Tujuan dari pengelolaan rantai pasok yang utama adalah tercapainya efisiensi dan efektifitas dari rantai pasok yang terbentuk. Efisiensi dalam hal biaya juga menjadi tujuan dalam pengelolaan rantai pasok, komponen-komponen biaya tersebut pada dasarnya masih bisa ditekan dengan menghilangkan komponen biaya yang tidak memberikan nilai tambah (non value added cost). Berdasarkan konsep pengelolaan rantai pasok, biaya pengadaan bahan baku pada dasarnya hanya akan menambah harga pokok input. Untuk pengadaan bahan baku utama yaitu jambu merah, pengurangan biaya dapat dilakukan pada biaya telepon. Biaya telepon dapat dihilangkan dengan cara tidak melakukan pemesanan pada setiap bulan tetapi dilakukan di awal kontrak kerjasama. Begitu juga dengan pengadaan bahan kemasan yang pemesanannya dilakukan melalui telepon, biaya telepon bisa dihilangkan dengan melakukan pemesanan di awal kontrak. Pada awal kontrak kerjasama dengan pemasok Lipisari membuat kesepakatan mengenai sistem pemasokan yaitu jumlah pasokan barang untuk periode satu bulan atau satu tahun, menetapkan mutu dan standar barang, dan menetapkan harga sehingga mengurangi fluktuasi harga pembelian bahan baku. Analisis procurement supply chain cost dilakukan pada pembelian bahan baku yaitu bahan baku utama jambu merah, bahan baku penolong gula, bahan kimia, dan bahan kemasan. Hasil analisis menunjukkan nilai pembelian aktual bahan baku jambu merah lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pembelian
62
dengan implementasi pengelolaan rantai pasok. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Baku Jambu Merah Periode Bulan Januari hingga Juni 2010 Bulan
Jumlah (kg) Harga (Rp) Total (Rp) Selisih Biaya (Rp) Aktual SCM Aktual SCM Aktual SCM Januari Februari 907 1000 3.500 3.000 3.174.500 3.000.000 174.500 Maret 878 1000 3.500 3.000 3.073.000 3.000.000 73.000 April Mei 819 1000 3.500 3.000 3.685.500 3.000.000 685.500 Juni 751 1000 3.500 3.000 2.628.500 3.000.000 (371.500) Total 12.561.500 12.000.000 561.500 Sumber : Lipisari 2010 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis diperoleh selisih nilai pembelian bahan baku utama jambu merah sebesar Rp 561.500 antara pembelian tanpa dan dengan implementasi pengelolaan rantai pasok. Nilai selisih ini menunjukkan Lipisari mampu menghemat biaya pengadaan bahan baku utama jambu merah sebesar Rp 561.500. Penghematan dilakukan pada biaya komunikasi, tanpa implementasi SCM timbul biaya komunikasi sebesar Rp 500 per kg jambu. Namun, dengan adanya perjanjian secara konraktual akan timbul biaya kerjasama pada saat pembuatan kontrak dan biaya pinalty terkait dengan pelanggaran perjanjian kontrak. Biaya kerjasama yang timbul hanya terjadi sekali di awal kontrak, sehingga pada perhitungan pengadaan bahan baku jambu biji tidak dimasukkan. Begitu juga dengan biaya pinalty yang hanya akan berlaku jika salah satu pihak dari anggota rantai melanggar kesepakatan yang dibuat. Pada kondisi ini biaya pinalty sebesar Rp 5.000.000, biaya ini ditentukan berdasarkan harga jambu biji per kg dan jumlah pesanan jambu per bulan. Pengadaan bahan penolong menimbulkan biaya yang cukup besar pada biaya transportasi, untuk sekali pengadaan bahan kimia biaya transportasi yang dibutuhkan sebesar Rp 350.000. Biaya ini bisa dihilangkan dengan melakukan kerjasama dengan pemasok dimana Lipisari melakukan kesepakatan terkait jumlah pasokan bahan kimia untuk periode per tiga bulan sekali dan harga produk. Pemesanan dilakukan per tiga bulan sekali didasarkan pada kebutuhan bahan penolong untuk produksi Lipisari selama tiga bulan. Dengan adanya perjanjian 63
jumlah, harga, dan mutu bahan baku serta waktu pasokan pada awal kontrak, perusahaan dapat mengurangi biaya interaksi dengan pemasok sehingga komponen biaya-biaya pemesanan dapat dihilangkan. Analisis harga pembelian bahan kimia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Kimia Periode Bulan April 2010 Produk Jumlah CMC Natrium Benzoat Asam Sitrat Jambu Oil
10 kg 5 kg
Harga (Rp) 75.000 25.000
15 kg
16.000
10 liter
425.000
Aktual Biaya
SCM Jumlah
Transportasi Upah Supir
Harga (Rp) 350.000 100.000
10 kg 5 kg
Harga (Rp) 75.000 25.000
Makan
30.000
15 kg
16.000
10 liter
425.000
Selisih Biaya (Rp)
Biaya Pengiriman BandungSubang
Harga (Rp) 240.000
Total (Rp) Aktual SCM 2.435.000
2.195.000
240.000
Sumber : Lipisari 2010 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis harga pembelian bahan kimia diperoleh selisih dari total harga pokok bahan kimia antara dengan menerapkan pengelolaan rantai pasok dan tanpa pengelolaan rantai pasok sebesar Rp 240.000. Artinya perusahaan mampu menghemat biaya pembelian bahan kimia dengan mengganti biaya transportasi, upah supir, dan makan menjadi biaya pengiriman barang dari Bandung ke Subang dengan asumsi harga pengiriman per kg barang sebesar Rp 6.000 sesuai dengan harga pengiriman per kg yang diberikan POS. Biasanya untuk membeli bahan kimia Lipisari menyewa transportasi dan supir, dengan melakukan kerjasama di awal kontrak dengan pemasok bahan kimia Lipisari tidak perlu lagi datang langsung ke tempat pemasok. Pemesanan dilakukan di awal kontrak dan dalam perjanjian antara Lipisari dan pemasok disepakati pula jumlah pasokan produk, harga, dan periode pemesanan, serta biaya pengiriman barang dari Bandung ke Subang. Pengadaan bahan gula dilakukan setiap bulan dan dalam pengadaaannya timbul biaya transportasi sebesar ± Rp 200 per kg untuk sekali pengiriman. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 12 terdapat selisih nilai pembelian gula sebesar Rp 591.000 antara pembelian tanpa pendekatan pengelolaan rantai pasok dan dengan pendekatan pengelolaan rantai pasok. Selisih ini menunujukkan Lipisari dapat menghemat biaya pembelian dengan melakukan kontrak kerjasama di awal. Kesepakatan antara Lipisari dengan pemasok gula di Subang mampu mengurangi beban biaya yang harus ditanggung Lipisari. Kesepakatan antara
64
Lipisari dengan pemasok terkait dengan jumlah pasokan tetap yang harus diberikan pemasok setiap bulannya, harga per bal gula, dan kualitas gula yang dibutuhkan untuk produksi. Penetapan harga di awal kontrak mampu mengurangi risiko yang dihadapi Lipisari terkait dengan harga gula yang berfluktuasi di pasar. Dengan kesepakatan yang terjadi, pemasok pun diuntungkan karena memiliki jaminan pasar dan harga kesepakatan pada Tabel 12 diasumsikan harga per kg gula sebesar Rp 9.000 dan di dalamnya sudah termasuk biaya transportasi. Tabel 12. Hasil Analisis Harga Pembelian Gula Periode Bulan Januari hingga Juni 2010 Bulan
Jumlah (bal) Aktual SCM Januari 4 8 Februari 12 8 Maret 5 8 April 9 8 Mei 9 8 Juni 10 8 Total
Harga (Rp) Aktual SCM 512.500 492.500 472.500 426.500 415.000 429.500
450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000
Total (Rp) Aktual SCM 2.050.000 5.910.000 2.362.500 3.838.500 3.735.000 4.295.000 22.191.000
3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 3.600.000 21.600.000
Selisih Biaya (Rp) (1.550.000) 2.310.000 (1.237.500) 238.500 135.000 695.000 591.000
Sumber : Lipisari 2010
Bahan kemasan seperti cup, top seal, dan kardus juga menetukan struktur biaya dalam penetapan harga produk. Pengadaaan bahan kemasan dilakukan setiap tiga bulan sekali dalam satu tahun. Dalam pembelian bahan kemasan perusahaan memesan kepada PT Indocup, Bandung, sehingga tidak muncul biaya pembelian seperti biaya transportasi, biaya komunikasi, ataupun biaya bongkar muat. Untuk biaya komunikasi tidak dihitung dalam biaya pembelian, dikarenakan biaya ini masuk ke dalam anggaran rutin LIPI yaitu sebesar Rp 31.600 per bulan. Biaya ini tidak dapat dihilangkan karena merupakan anggaran rutin per bulan. Pengiriman barang dilakukan oleh PT Indocup dan biaya pengiriman sudah dimasukkan ke dalam harga barang. Berdasarkan hasil analisis pengendalian harga diperoleh total biaya pembelian bahan baku yang bisa dihemat dengan adanya pengelolaan pada rantai pasok terutama pada pengadaan bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari hingga Juni 2010. Artinya dengan adanya pengelolaan rantai pasok perusahaan dapat menghemat biaya produksi sehingga perusahaan dapat mengendalikan harga jual produk dengan memperoleh keuntungan yang lebih 65
besar. Penghematan biaya pengadaan bahan baku bisa dilakukan oleh Lipisari melalui pengelolaan rantai pasok yaitu dengan mengelola persediaan, mengelola permintaan dan melakukan perencanaan produksi. 6.7
Pengelolaan Permintaan Pengelolaan permintaan diperlukan dalam pengelolaan rantai pasok,
dikarenakan kegiatan produksi, pengiriman, perancangan produk, dan pembelian material mengikuti permintaan yang datang dari pelanggan (Pujawan 2005). Pengelolaan permintaan adalah upaya untuk membuat permintaan lebih mudah dipenuhi oleh rantai pasok. Pada suatu rantai pasok ketidakpastian merupakan tantangan yang menjadi sumber kesulitan, ketidakpastian tersebut bersumber pada permintaan, pemasok, dan internal (kerusakan mesin). Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan untuk mengatasi ketidakpastian ini. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari setiap bulannya cenderung berfluktuasi. Fluktuasi ini disebabkan oleh ketidakpastian permintaan di pihak distributor, ritel, koperasi, dan konsumen akhir. Data permintaan minuman sari buah jambu untuk periode tahun 2010 pada bulan Januari mencapai 829 dus, pada bulan februari permintaan menurun hingga 429 dus, dan pada bulan Juni permintaan meningkat mencapai 749 dus. Ketidakpastian permintaan yang terjadi di Lipisari akan sangat mempengaruhi kegiatan produksi dan pengadaan bahan baku, dan ini akan mempengaruhi pengelolaan rantai pasok. Ketidakpastian permintaan dapat diatasi dengan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dengan pendistribusian minuman sari buah. Kerjasama dan koordinasi dapat terjadi melalui perencanaan yang kolaboratif antar pihak terkait. Peramalan permintaan akan produk minuman sari buah jambu Lipisari diperlukan untuk membantu dalam melakukan perencanaan tersebut. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari dari tahun 2002 sampai bulan September 2010 dapat dilihat pada Gambar 6 dan pada Lampiran 4. Permintaan sari buah jambu minuman sari buah mengalami fluktuasi dan dari hasil plot data diketahui data penjualan minuman sari buah jambu Lipisari memiliki pola trend. Berdasarkan plot ACF nilai koefisien autokorelasi (Lampiran 5) dari time lag 1 sampai time lag 17 masih berbeda nyata dari nol yang berarti data tidak stasioner. Pola trend 66
terlihat dari koefisien autokorelasi yang berbeda nyata dari nol untuk beberapa time lag pertama dan secara bertahap turun mendekati nol. Kemudian beberapa time lag sesudahnya, koefisien autokorelasi tidak berbeda nyata dari nol. Sedangkan, pola musiman tidak terlihat jelas pada data penjualan tetapi harus tetap diperhatikan. P e n ju a l a n ( C u p / b u la n ) 60000
Penjualan (Cup/bulan)
50000 40000 30000 20000 10000 0 1
10
20
30
40
50 60 p e r io d e
70
80
90
100
Sumber : Lipisari 2010
Gambar 7. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Tahun 2002 sampai September 2010 Pola trend pada produk minuman sari buah jambu Lipisari cenderung meningkat beberapa tahun terakhir. Permintaan yang meningkat disebabkan adanya wabah penyakit demam berdarah, kesadaran masyarakat akan kebutuhan terhadap buah dan produk olahan buah yang semakin meningkat, gaya hidup sehat, dan adanya perubahan perilaku masyarakat modern yang lebih menyukai minuman sari buah dalam kemasan praktis khususnya kemasan kecil dan mempunyai masa kadaluarsa lebih lama dari pada buah segar yang panjang. Pola musiman pada produk minuman sari buah tidak terlihat dalam plot autokorelasi. Namun, pola musiman tetap harus diperhatikan karena pada kondisi tertentu penjualan produk akan mengalami peningkatan yang tajam seperti pada saat bulan puasa, hari raya idul fitri, dan hari natal. Pada ketiga kondisi ini permintaan akan produk dapat mencapai 50 persen lebih banyak dari biasanya. 6.7.1 Analisa Peramalan Permintaan Proses peramalan permintaan dibutuhkan dalam mengelola kebutuhan produk minuman sari buah jambu di Lipisari. Peramalan permintaan ini berguna bagi Lipisari sebagai dasar rencana persediaan produk minuman sari buah jambu. 67
Hasil peramalan permintaan memperkirakan permintaan pada periode yang akan datang, walaupun tidak menjamin tepat seratus persen. Peramalan yang dilakukan pasti memiliki kesalahan dalam proses meramalkan yang tidak mungkin dapat dihindari. Namun, kesalahan dalam peramalan dapat dikurangi dengan melihat besarnya kesalahan peramalan atau standard error estimate (SEE). Peramalan yang terbaik adalah peramalan dengan kesalahan hasil ramalan yang terkecil. Berdasarkan hasil analisa peramalan dengan metode trend dan dekomposisi, dipilih metode peramalan dengan metode dekomposisi multiplikatif. Metode ini dipillih karena memiliki nilai SEE paling kecil dibanding metode lainnya yaitu 7945,04. Hasil perhitungan SEE dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Data Perhitungan Kesalahan Peramalan Permintaan No 1 2 4 5
Metode Peramalan Trend Linier Trend Kuadratik Dekomposisi Multiplikatif Dekomposisi Aditif
SEE 8180,64 8108,73 7945,04 8020,68
Model peramalan yang diperoleh dari metode trend kuadratik adalah Yt = 8293,81 + 162,405*t. Berdasarkan hasil peramalan dengan metode trend kuadratik diperoleh peramalan permintaan minuman sari buah jambu Lipisari untuk satu tahun ke depan mengalami peningkatan setiap periodenya. Hasil peramalan dapat dilihat pada Tabel 14 . Tabel 14. Peramalan Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Oktober 2010 sampai Desember 2011 Bulan
Periode 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Oktober 2010 November 2010 Desember 2010 Januari 2011 Februari 2011 Maret 2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 TOTAL
Penjualan (cup/bulan) 32.592 19.982 23.682 22.389 22.295 22.139 25.113 28.541 27.906 33.388 32.728 26.420 35.082 21.498 25.468 322.967
68
Berdasarkan hasil peramalan permintaan diketahui rata-rata permintaan distributor dan konsumen (ritel, koperasi, dan konsumen akhir) minuman sari buah jambu untuk bulan oktober, november, dan desember tahun 2010 masingmasing sebesar 32.592 cup, 19.982 cup, dan 23.682 cup. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari untuk periode 2011 berdasarkan hasil peramalan akan mengalami fluktuasi setiap bulannya dengan rata-rata penjualan per bulan mencapai 26.900 cup atau 1.345 dus (1 dus berisi 20 cup). Total nilai peramalan penjualan minuman sari buah jambu biji Lipisari untuk periode tahun 2011 mencapai 322.967 cup atau 16.140 dus. Nilai peramalan yang diperoleh dari model dekomposisi multiplikatif berfluktuasi dikarenakan nilai aktual dari data penjualan dari periode tahun 2002 sampai September 2010 juga sangat berfluktuatif seperti yang terlihat pada Gambar .
Gambar 8. Grafik Peramalan Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2011 Permintaan retailer setiap tahunnya mencapai 38,9 persen yang terdiri dari 20,92 persen untuk permintaan PD Annisa, 8,99 persen MiMake, dan 8,99 persen POS Subang. Permintaan minuman sari buah jambu dari koperasi mencapai 16,11 persen per tahun, permintaan dari distributor mencapai 38,70 persen, dan permintaan dari konsumen akhir yang membeli langsung ke Lipisari mencapai 6,27 persen per tahun. Berdasarkan hasil peramalan dengan metode dekomposisi multiplikatif diperoleh permintaan retailer akan minuman sari buah jambu Lipisari untuk tahun 2011 mencapai 6.278 dus yang terdiri dari 3.376 dus untuk PD Annisa, 1.451 dus untuk MiMake, dan 1.451 dus untuk POS Subang. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari dari koperasi mencapai 2.600 dus, distributor 6.246 dus dan untuk konsumen yang datang langsung ke Lipisari
69
mencapai 1.012 dus. Lipisari dapat melakukan pengendalian permintaan dengan menghitung pemesanan optimum yang bisa dilakukan oleh distributor dan konsumen Lipisari. 6.7.2 Analisa Perhitungan Permintaan Optimum Permintaan optimum dihitung dari data peramalan permintaan untuk periode satu tahun ke depan. Permintaan optimum dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan tahunan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi permintaan. Perhitungan permintaan optimum dilihat dari situasi yang berbeda yaitu tanpa adanya koordinasi dan dengan adanya koordinasi antar anggota dalam rantai pasok (bagian hilir khususnya). Permintaan optimum tanpa koordinasi antar rantai pasok dihitung hanya berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh retailer (PD Anisa, MiMake, dan koperasi) atau distributor. Sedangkan, permintaan dengan koordinasi antar anggota dalam rantai pasok dihitung tidak hanya dengan mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh retailer atau distributor, tetapi juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh Lipisari dalam memenuhi permintaan. Hasil perhitungan permintaan optimum tanpa koordinasi antar anggota dalam rantai pasok merupakan ukuran pemesanan yang optimal bagi retailer ataupun distributor saja. Sedangkan permintaan optimum dengan koordinasi antar anggota dalam rantai pasok merupakan ukuran pemesanan yang optimal bagi retailer dan perusahaan. Perbandingan hasil perhitungan permintaan optimal dari dua situasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 15 dan perhitungan nilai permintaan minuman sari buah jambu Lipisari dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 15. Perbandingan Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Konsumen PD Anisa MiMake POS Subang Koperasi Distributor
Permintaan (dus/tahun) 3.376 1.451 1.451 2.600 6.246
Q Tanpa Koordinasi (Dus)
QDengan Koordinasi (Dus)
983 469 469 420 2.005
1.110 653 653 800 1.809
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model economic order quantity (EOQ) didapat jumlah permintaan dengan adanya koordinasi atau dengan
70
melakukan pengelolaan rantai pasok lebih besar dibanding tanpa adanya koordinasi. Pada model ini diasumsikan situasi yang terbentuk deterministik, artinya permintaan maupun pasokan dianggap pasti. Nilai ini menunjukkan jumlah optimum produk yang bisa dipesan dalam satu kali pemesanan. Dalam hal ini, pemesanan dilakukan secara rutin setiap bulan selama periode tahun 2011. Jumlah pemesanan optimum yang bisa dilakukan oleh PD Anisa untuk setiap kali pemesanan tanpa adanya koordinasi sebesar 983 dus. Namun, setelah dilakukan koordinasi antara perusahaan dengan PD Anisa jumlah pemesanan optimum meningkat menjadi 1.110 dus. MiMake dan POS Subang juga mengalami peningkatan jumlah produk optimum yang dapat dipesan setelah melakukan koordinasi yaitu dari 469 dus menjadi 653 dus. Jumlah pemesanan optimum yang bisa dilakukan oleh koperasi mengalami peningkatan yang besar setelah melakukan koordinasi yaitu dari 420 dus menjadi 800 dus. Peningkatan jumlah pemesanan optimum tidak dialami oleh distributor dengan adanya koordinasi antara perusahaan dan distributor jumlah produk yang bisa dipesan menurun dari 2.005 dus menjadi 1.809 dus. Penurunan jumlah pemesanan optimum ini tidak menandakan dengan adanya koordinasi justru merugikan distributor ataupun perusahaan. Namun, penurunan ini bisa disebabkan karena jika distributor memesan terlalu banyak akan berdampak pada pembengkakan biaya penyimpanan produk yang menyebabkan distributor akan mengalami kerugian. Jumlah permintaan yang diperoleh akan sangat mempengaruhi total biaya pemesanan yang akan dikeluarkan baik oleh retailer ataupun biaya pemesanan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Besarnya perbandingan total biaya pemesanan yang dikeluarkan oleh ritel (MiMake, PD Anisa, koperasi, dan POS), distributor, dan perusahaan antara sebelum dan sesudah koordinasi dapat dilihat pada Tabel 16 dan perhitungan total biaya pemesanan dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 16. Perbandingan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Konsumen
EOQ
PD Anisa MiMake POS Koperasi Distributor
1.110 653 653 800 1.809
TCret (Rp) TCper (Rp) Tanpa Dengan Tanpa Dengan SCM SCM SCM SCM 5.701.926 5.744.004 6.646.671 6.520.790 2.887.207 3.738.447 4.883.777 4.345.450 2.887.207 3.738.447 4.883.777 4.345.450 2.227.285 2.705.000 8.398.200 5.944.730 10.627.800 10.684.218 8.979.356 8.857.168 TOTAL
TCsistem (Rp) Tanpa Dengan SCM SCM 12.348.597 12.264.794 7.770.984 8.083.897 7.770.984 8.083.897 10.625.485 8.649.730 19.607.156 19.541.386
Total Penghematan Biaya (Rp) 83.803 (312.913) (312.913) 1.975.755 65.770 1.499.502
71
Besarnya total biaya yang ditanggung oleh masing-masing retailer, distributor, dan perusahaan jika dilakukan koordinasi akan lebih kecil dibanding total biaya bila tidak ada koordinasi. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat dengan koordinasi sistem secara total akan memperoleh penghematan biaya pemesanan. Namun dengan melakukan koordinasi, biaya yang akan ditanggung retailer akan meningkat dan ini akan menyebabkan kerugian bagi retailer. Tetapi jika mekanisme koordinasi ini diikuti dengan pembagian keuntungan yang adil, kedua belah pihak yaitu retailer dan Lipisari akan mendapatkan keuntungan, karena secara total biaya yang ditanggung kedua belah pihak menurun. Pembagian keuntungan bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan memberikan bonus atau diskon terhadap retailer. 6.7.3 Analisa Perhitungan Safety Stock Pengendalian permintaan dengan menggunakan model EOQ dibuat berdasarkan asumsi situasi yang deterministik. Artinya, permintaan maupun pasokan dianggap pasti. Lead time juga belum dipertimbangkan pada modelmodel tersebut (Pujawan 2005). Jika Lipisari beroperasi pada situasi dengan ketidakpastian, maka dibutuhkan persediaan pengaman untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan terhadap barang yang bersangkutan. Persediaan pengaman atau safety stock berfungsi untuk melindungi kesalahan dalam memprediksi permintaan selama lead time. Lead time distribusi adalah jarak waktu antara saat melakukan pemesanan hingga produk sampai di retailer. Lead time dari masing-masing retailer dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Lead time Distribusi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Konsumen PD Anisa MiMake POS Subang Koperasi Patna Distributor
Lead Time Distribusi (Hari) 1 1 2 1 1
Perhitungan safety stock berdasarkan service level yaitu 95% yang memberikan nilai Z sebesar 1,645 dan standar deviasi sebesar 486 dus. Besarnya nilai safety stock dari hasil perhitungan untuk masing-masing konsumen dapat dilihat pada Tabel 18 dan perhitungan safety stock dapat dilihat pada Lampiran 8.
72
Tabel 18. Safety Stock Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen Konsumen PD Anisa MiMake POS Subang Koperasi Distributor
Jumlah (dus) 15 6 9 16 27
Safety stock yang diperoleh menggambarkan kondisi dimana retailer dan distributor harus memesan sebanyak nilai pemesanan optimum namun tetap menyisakan persediaan pengaman sebesar nilai safety stock. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui PD Anisa dapat memesan minuman sari buah sebanyak 1.110 dus namun selama menunggu produk yang dipesan diterima PD Anisa harus memiliki persediaan pengaman sebesar 15 dus. MiMake dapat memesan minuman sari buah jambu Lipisari hingga 653 dus, namun selama menunggu pesanan MiMake harus memiliki persediaan pengaman sebesar 6 dus. POS Subang harus memiliki persediaan pengaman sebanyak 9 dus selama waktu lead time yaitu dua hari untuk memesan produk sebanyak 653 dus. Kopersi hanya memerlukan persediaan pengaman sebanyak 16 dus selama waktu lead time untuk setiap pemesanan optimum sebanyak 800 dus. Distributor untuk setiap kali melakukan pemesanan dalam jumlah yang optimum sebesar 1.809 dus harus memiliki persediaan pengaman sebanyak 27 dus. 6.7.4 Analisa Perhitungan Reorder Point (ROP) Waktu pemesanan kembali sering diwujudkan dalam bentuk nilai reorder point (ROP). ROP adalah banyaknya barang tersisa dimana retailer harus melakukan pemesanan kembali. ROP sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ketidakpastian dalam memenuhi permintaan konsumen akhir. Perhitungan ROP dapat dilihat pada Lampiran 8 dan hasil perhitungan ROP dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Reorder Point Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen Konsumen PD Anisa MiMake POS Subang Koperasi Patna Distributor
ROP (dus) 50 26 49 41 84
73
Berdasarkan hasil perhitungan nilai ROP diketahui pada saat persediaan produk di PD Anisa telah mencapai 50 dus, PD Anisa harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari sebanyak nilai EOQ nya yaitu 1.110 dus. Pada saat persediaan minuman sari buah jambu Lipisari di MiMake telah mencapai 26 dus, maka MiMake harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari sebanyak 653 dus. Dengan lead time dua hari, POS Subang harus melakukan pemesanan kembali ketika persediaan minuman sari buah jambu Lipisari telah mencapai 49 dus, dan jumlah produk yang dipesan sebanyak nilai EOQ yaitu 653 dus. Koperasi Patna harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari ketika persediaan minuman sari buah jambu Lipisari telah mencapai 41 dus. Jumlah minuman sari buah jambu yang dipesan oleh koperasi Patna sebanyak nilai EOQ nya yaitu 800 dus. Pada saat persediaan minuman sari buah jambu Lipisari di distributor telah mencapai 84 dus, Distributor harus melakukan pemesanan kembali ke Lipisari sebanyak 1.809 dus. Hasil analisa nilai jumlah pemesan optimum, persediaan produk pengaman, dan jumlah pemesanan kembali dapat dijadikan dasar untuk melakukan perencanaan produksi. Jumlah produk yang diminta merupakan inforrmasi yang dibutuhkan oleh Lipisari untuk melakukan proses produksi terkait dengan perencanaan waktu produksi dan Lipisari dapat menetukan jumlah bahan baku utama yaitu jambu biji merah, bahan penolong yaitu bahan kimia dan gula, serta bahan kemasan. Selain itu, jumlah pemesanan optimum, safety stock, dan reorder point merupakan variabel-variabel yang hanya dapat membantu dalam mengatasi permasalahan
ketidakpastian
permintaan,
tetapi
tidak
menyelesaikan
permasalahan dalam rantai pasok secara menyeluruh. 6.8
Konsep Pengelolaan Rantai Pasok untuk Agroindustri Skala Besar Pengelolaan rantai pasok bila diterapkan di Lipisari mampu memberikan
penghematan pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500. Selain itu, Lipisari dan anggota rantai pasok lainnya dapat melakukan penghematan biaya pemesanan mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Keuntungan yang diperoleh dengan pengelolaan rantai pasok di agroindustri sari buah jambu biji Lipisari memang tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena proses produksi minuman sari buah
74
Lipisari belum dilakukan secara optimum. Meskipun kapasitas produksi dari alat telah dimanfaatkan hingga 90 persen, tetapi proses produksi terkadang dilakukan seadanya. Hal ini disebabkan karena status dari Lipisari merupakan unit usaha yang berada di bawah instansi pemerintah, sehingga orientasi dari unit usaha tidak difokuskan pada memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi produksi dilakukan hanya untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Hasil yang diperoleh akan berbeda jika kapasitas produksi Lipisari sepuluh kali lipat lebih besar dari yang sekarang4 dan orientasi produksi lebih ditekankan pada profit oriented. Selain itu, pada kondisi nyata Lipisari baru mampu menjual produknya sebanyak 16.000 dus per tahun, sedangkan pada kondisi ideal peluang pasar sari buah jambu Lipisari masih sangat luas dengan pertimbangan jumlah potensi konsumsi sari buah jambu biji di Kabupaten Subang dan konsumsi sari buah jambu biji di daerah atau kota lainnya. Jumlah penduduk kota Subang saat ini mencapai 115.316 jiwa (BPS 2009 dalam Nuranggara (2009), konsumsi minuman sari buah menurut ASRINI dalam Nuranggara (2009) mencapai 33 liter per kapita per tahun. Artinya peluang pasar minuman sari buah mencapai 3.805.428 liter atau sekitar 15.221712 cup isi 250 mL atau sekitar 761.085 dus isi 20 cup. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 9 diperoleh keuntungan Lipisari untuk setiap kali produksi dengan adanya pengelolaan rantai pasok mencapai Rp 27.044.400 dengan kapasitas produksi 2.000 dus per 8 jam. Jika dibandingkan dengan kondisi nyata keuntungan yang diperoleh untuk setiap kali produksi dengan kapasitas produksi hanya 80 dus per 6 jam sebesar Rp 436.740, nilai tersebut sangat jauh berbeda terdapat selisih sekitar 62 kali lipat. Perbandingan biaya dan keuntungan produksi Lipisari dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Produksi Sari Buah Jambu Biji Lipisari untuk Satu Kali Produksi Biaya Pendapatan Keuntungan
Skala Produksi1 (Rp) 1.883.260 2.320.000 436.700
Skala Produksi2 (Rp) 30.955.600 58.000.000 27.044.400
4
Kapasitas produksi Lipisari saat ini 800 liter per 6 jam atau menghasilkan 3.200 cup per 6 jam. Kapasitas produksi 10 kali lipat menjadi 10.000 liter per 8 jam atau menghasilkan 40.000 cup per 8 jam.
75
Keterangan: Skala Produksi1 : Kapasitas produksi 800 liter per 6 jam Skala Produksi2 : Kapasitas produksi 10.000 liter per 8 jam
Peningkatan kapasitas produksi juga akan meningkatkan kebutuhan bahan baku utama, penolong, dan kemasan. Pada kondisi nyata kebutuhan jambu biji merah hanya mencapai 1.000 kg per bulan, dan Lipisari hanya mampu menyerap sekitar 10 persen dari total jambu yang dihasilkan Kelompok Tani BJM. Namun, dengan peningkatan kapasitas kebutuhan jambu biji merah di Lipisari mencapai 80.000 kg per bulan. Jaminan pasar yang diberikan Lipisari kepada pemasok akan menjadi lebih besar, begitu pula dengan jaminan pasar bagi pemasok bahan kimia akan mengalami peningkatan per bulannya menjadi 48 kg untuk Na-Benzoat, 160 kg untuk asam sitrat, CMC 80 kg, dan essense jambu oil 80 liter. Pemasok gula juga mendapatkan jaminan pasar yang lebih besar, kebutuhan gula per bulan di Lipisari juga mengalami peningkatan menjadi 19.100 kg. Kebutuhan bahan kemasan juga mengalami peningkatan dan jaminan pasar pemasok bahan kemasan bertambah luas, kebutuhan akan top seal, sedotan, dan cup menjadi 800.000 pcs per bulan, kebutuhan kardus menjadi 40.000 dus per bulan, dan kebutuhan lakban menjadi 720 roll per bulan. Peningkatan kebutuhan bahan baku dan bahan kemasan di Lipisari memberikan jaminan pasar yang lebih besar kepada para pemasok, dan dengan jumlah pemesanan yang lebih besar para pemasok akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar pula. Peningkatan kebutuhan bahan baku di Lipisari dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Perbandingan Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Kemasan Lipisari per Bulan Jambu biji merah Na-Benzoat Asam Sitrat CMC Essense Jambu Oil Gula Top Seal Cup Sedotan Kardus Lakban
Skala Produksi1 3.600 kg 2,1 kg 7,2 kg 3,6 kg 3,6 liter 860 kg 36.000 pcs 36.000 pcs 36.000 pcs 1.800 dus 40 roll
Skala Produksi2 80.000 kg 48 kg 160 kg 80 kg 80 liter 19.100 kg 800.000 pcs 800.000 pcs 800.000 pcs 40.000 dus 720 roll
76
Peningkatan kapasitas produksi akan memberikan keuntungan tidak hanya untuk Lipisari tetapi juga memberikan keuntungan bagi pemasok. Namun, keuntungan tersebut hanya akan tercapai jika aliran barang, uang, dan informasi dikelola dengan konsep pengelolaan rantai pasok. Lipisari hanya dapat mencapai optimlisasi produksi jika optimalisasi rantai pasok juga tercapai. Karena, kesuksesan Lipisari ditentukan oleh kesuksesan pengembangan di hilir dan juga di hulu, dimana kesemua sub sektor hilir-on-farm (produksi)-hulu dan dibantu dengan jasa penunjang saling membutuhkan dan saling menentukan satu dengan lainnya 6.9
Faktor Keberhasilan Penerapan Pengelolaan Rantai Pasok di Lipisari Keberhasilan suatu rantai pasok tergantung dari sejauh mana pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya mampu menerapkan kunci sukses (key success factor) yang mendasari setiap aktivitas di dalam perdagangan (Setiawan 2009). Key succes factor merupakan praktek-praktek penting yang jika dijalankan dengan baik dapat memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasokan. Untuk mencapai jumlah permintaan optimum, penghematan biaya pengadaan bahan baku dan biaya dalam memenuhi pesanan diperlukan usaha atau praktek yang mendukung keberhasilan tersebut. Key succes factor tersebut terdiri dari: a.
Pengembangan Kemitraan Optimalisasi rantai pasok memerlukan aliran informasi yang lancar,
transparan, dan akurat, serta memerlukan kepercayaan antar anggota rantai pasok dalam pengadaan barang. Semakin meningkatnya permintaan minuman sari buah jambu Lipisari dan semakin luasnya potensi pasar ke depan, maka perlu dijalin hubungan kemitraan antar semua anggota dalam rantai pasok. Hubungan kemitraan dilakukan mulai dari pemasok jambu biji, pemasok bahan penolong terutama gula, perusahaan yang memasok bahan kemasan, serta hubungan jangka panjang dengan distributor dan retailer seperti PD Anisa, MiMake, dan POS Subang.
77
b.
Kesepakatan Kontraktual Pengembangan kemitraan dapat dilakukan melalui kesepakatan kontraktual
antara Lipisari dengan pemasok bahan baku, bahan penolong, bahan pengemas, dan dengan distributor, serta retailer. Kesepakatan kontraktual antara Lipisari dengan pemasok jambu terkait dengan harga jambu per kg, kualitas jambu yang diinginkan oleh Lipisari, dan waktu pengiriman jambu. Kesepakatan kontraktual antara Lipisari dengan pemasok bahan pengemas dan penolong terkait dengan jumlah barang yang dipesan, frekuensi pemesanan, harga produk sesuai dengan kesepakatan, dan kualitas produk yang dipesan. Kesepakatan kontraktual antara Lipisari dengan distributor dan retailer terkait dengan jumlah produk Lipisari yang dipesan, kesepakatan penanggungan biaya pemesanan, harga untuk setiap dus Lipisari, dan lead time pengiriman produk. Kesepakatan kontraktual juga berisikan cara pembayaran yang akan dilakukan kedua belah pihak. c.
Koordinasi dan Kerjasama Koordinasi di antara anggota rantai pasokan sangat penting untuk
mewujudkan kelancaran rantai pasok. koordinasi hanya terbatas pada tiga hal yaitu kuantitas, kualitas, dan harga tetapi belum berkoordinasi dalam bentuk perencanaan. Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya transparansi informasi pasar mulai dari ritel, distributor, Lipisari, hingga ke pemasok. Untuk itu, agar koordinasi di antara rantai pasok dapat berjalan dengan baik dan lancar maka perlu diwujudkan hubungan kerjasama di antara anggota rantai pasok tersebut. d.
Trust Building Pembangunan kepercayaan di antara anggota rantai pasok merupakan kunci
utama dalam mengoptimalkan dan mensukseskan pengelolaan rantai pasok. selain itu, pembangungan kepercayaan dapat mendukung kelancaran aktivitas rantai pasok, seperti kelancaran pada transaksi, penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar. Untuk membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang bekerjasama, dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Apabila kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaikbaiknya, maka kepercayaan tersebut dapat meningkat sehingga setiap anggota
78
rantai pasok dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. Namun, kerjasama melaui kesepakatan tertulis ataupun tidak tertulis seringkali dilanggar oleh anggota rantai. Oleh karena itu, sebelum melakukan kerjasama secara kontraktual antar anggota rantai, konsep win-win negotiation dan partnering perlu dikembangkan di antara anggota rantai pasok dan di dalam perusahaan itu sendiri untuk menciptakan kepercayaan yang sangat diperlukan dalam mengoptimalkan pengelolaan rantai pasok. Partnering menjadi solusi dalam mengatasi ketidakpercayaan antar anggota rantai. Beberapa prinsip partnering yang perlu dipegang teguh dan dikembangkan terus-menerus yaitu: a.
Meyakini memiliki tujuan yang sama (common goal) yaitu survive and growth.
b.
Saling menguntungkan (mutual benefit) melalui win-win negotiation.
c.
Saling percaya (mutual trust) dengan tidak beranggapan pihak lain adalah “lawan” atau bahkan “musuh”.
d.
Bersikap terbuka (transparant) antar anggota rantai.
e.
Menjalin hubungan jangka panjang (long term relationship) dan,
f.
Melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang secara terus menerus. Pengelolaan rantai pasok melalui pengembangan kemitraan, kesepakatan
kontraktual, koordinasi dan kerjasama, dan trust building melalui partnering menjadi kunci sukses dalam mencapai keefisienan dan keefektifan rantai pasok. Sehingga, setiap anggota dalam rantai pasok mampu berproduksi secara optimum, transparan, saling percaya dengan pembagian keuntungan yang adil bagi setiap anggota rantai tanpa adanya pihak yang dirugikan ataupun diuntungkan (tercapainya win-win solution).
79
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Anggota primer rantai pasok terdiri dari pemasok (pengumpul) jambu biji
merah, Lipisari, distributor, dan konsumen (ritel dan koperasi). Anggota sekunder rantai pasok yaitu pemasok bahan penolong seperti gula dan bahan kimia dan bahan kemasan. Pola aliran rantai pasok yang terbentuk di awali dengan pemasok mendistribusikan jambu biji merah yang diperoleh dari Kelompok Tani BJM ke Lipisari, setelah itu Lipisari mengelola jambu biji merah menjadi minuman sari buah jambu dan didistribusikan ke ritel (PD Anisa, MiMake, dan POS Subang), koperasi Patna, dan distributor. Distributor mendistribusikan produk Lipisari ke ritel dan ke RSUD Subang yang akhirnya akan dibeli langsung oleh konsumen. Aliran yang terjadi dalam rantai pasok yaitu aliran uang, aliran barang, dan aliran informasi. Aktivitas rantai pasok yang dilakukan oleh masing-masing anggota rantai pasok yaitu pemasok melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, dan sortasi. Lipisari sebagai perusahaan pengolah melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan sortasi. Distributor melakukan kegiatan penjualan, pembelian, dan pengangkutan. Konsumen disini terdiri dari ritel dan koperasi melakukan aktivitas penjualan oleh sebagian anggota, pembelian, pengangkutan, dan penyimpanan. Hubungan yang terbentuk di antara setiap anggota rantai pasok adalah saling ketergantungan. Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang diperoleh dari penerapan rantai pasok dapat diperoleh melalui kontrak atau kesepakatan antara supplier dan perusahaan. Kesepakatan terkait dengan jumlah pasokan, mutu dan standar produk, dan penetapan harga. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari hingga Juni 2010. Melalui pengelolaan rantai pasok, anggota rantai pasok yaitu pemasok, Lipisari, retailer, dan distributor dapat melakukan penghematan biaya pemesanan hingga mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Selain itu, dengan
80
pengelolaan rantai pasok jumlah optimum pemesanan yang dapat dipesan oleh retailer dan distributor mengalami peningkatan dibanding tanpa adanya koordinasi. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rantai pasok terkait dengan biaya pengadaan bahan baku yang tinggi atau terkait dengan biaya transportasi, ketidakpastian pasokan bahan baku utama jambu biji merah yang disebabkan iklim yang tidak menentu, distribusi informasi yang kurang lancar terkait dengan jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan, dan kerjasama antar pelaku rantai pasok yang belum terjalin. 7.2
Saran
1.
Penelitian mengenai kinerja pengelolaan rantai pasok perlu dilakukan setelah Lipisari menerapkan konsep pengelolaan rantai pasok. Kinerja rantai pasok perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari manajemen setelah penerapan pengelolaan rantai pasok.
2.
Agroindustri yang masih berskala kecil seperti Lipisari sebaiknya menerapkan pengelolaan rantai pasok dalam kegiatan bisnisnya. Penerapan pengelolaan rantai pasok dapat dilakukan dengan melakukan kemitraan, kesepakatan kontraktual, dan pembangunan trust building dengan mitra nya.
81
DAFTAR PUSTAKA
Aini. 2005. Analisis Sistem Pasokan Sayuran ke Ritel Modern [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ardiansyah. 2005. Manajemen Rantai Pasokan Penyediaan Barang (Supply Chain Management) Bagian Hulu Produk Susu Pasteurisasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Arisandi HS. 2006. Analisis Sistem Pasokan Buah-Buahan ke Ritel Modern dengan Supply Chain Management (Kasus PT. Moenaputra Nusantara, Pondok Melati, Bekasi) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Barghouti et.al. 2004. Agricultural Diversification for the Rural Poor-Guidelines for Practitioners, ARD Discussions Paper No.1, World Bank, Washington, DC. Chopra SP dan Meindl. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. Prentice Hall, Inc. Upper Sadle River, New Jersey. Fateta. 1991. Studi Pengembangan Agroindustri Hasil Olahan Hortikultura. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fathiyah. 2005. Analisis Pengetahuan Gizi dan Produk Minuman Sari Buah Kemasan Dihubungkan dengan Merek yang Dikonsumsi Mahasiswa IPB [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Hanke JE, Wichern DW, dan Reitsch AG. 2003. Peramalan Bisnis Ed. Ke-7. Anantanur D, penerjemah. Jakarta: PT Intan Sejati Klaten. Terjemahan dari: Business Forecasting Seventh Edition. Indrajit RE dan R Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Bogor: Grasindo. King R & Venturini L. 2005. Demand for Quality Drives Changes in Food Supply Chains, New Directions in Global Food Markets, A1b-794, Economic Research Service USDA. Kumar P. 2006. Contract Farming Trough Agribusiness Firms and State Corporation: A Case Study in Punjab. Economic and Political Weekly, Vol 52 No. 30 hlm A5367-5375. Lipsey et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid Satu. Wasana J dan Kirbrandoko, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economics 10th ed. Mentzer John T, William DW, James SK, Soonhong M, Nancy WN, Corlo DS, dan Zach GZ. 2001. Defining Supply Chain Management. Journal of Business Logistics, Vol. 22 No. 2. Miranda dan W.T. Amin. 2006. Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Jakarta: Havarindo.
82
Mc. Cullough et.al. 2008. Small Farms and the Transformation of Food System: An Overview. Di dalam: Mc Cullough EB, Pingali PL, Stamoulis KG, editor. The Transformation of Agri-Food System. London: Earthscan. hlm 1-46. Mulyadi. 1992. Akuntansi Biaya, Edisi 5. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: STIE YKPN. Noviyanti M. 2005. Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nuranggara. 2009. Analisis Strategi Pengembangan Usaha di PT Lipisari Patna [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Parimin. 2007. Jambu Biji : Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Jakarta: Penebar Swadaya. Pingali P & Khwaja Y. 2004. Globalization of Indian Diets and The Transformaton of Food Supply Systems. Indian Journal of Agricultural Marketing, vol 18 No. 1 hlm 26-49. Prabawati EK. 2005. Potensi Sari Buah Jambu untuk Peningkatan Jumlah Trombosit Darah [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management Ed ke-1. Surabaya: Guna Widya. Risyana W. 2008. Kinerja Supply Chain Management Komoditi Ayam Nenek (Grand Parent Stock Broiler) di PT. Galur Prima Cobbindo Sukabumi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Simchi-Levi, D.P Kaminsky dan E. Simchi-Levi. 2003. Designing and Managing The Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. New York: McGraw-Hill. Setiawan A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Singh S. 2005. Marketing Channels and their Implications for Smallholder Farmers in India. Di dalam: Mc Cullough EB, Pingali PL, Stamoulis KG, editor. The Transformation of Agri-Food System. London: Earthscan. hlm 279-310. Soekartawi. 2000. Agroindustri dalam Prespektif Sosial Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Van der Vorst. 2001.Enviromental Supply Chain Management: Using Life Cycle Assessment to Structure Supply Chains. Agribusiness Risk 1-13. Van der Vorst. 2006. Performance Measurement in Agri-Food Supply-Chain Networks: An Overview. Di dalam: Ondersteijn CJM, Wijnands RBM, Huirne & Kooten Q, editor. Quantifying the Agri-Food Supply Chain. Belanda: Springer. hlm 13-24.
83
Wisastri. 2006. Peramalan Permintaan Sayuran pada PD Pacet Segar, Cianjur. Bogor: Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.
84
LAMPIRAN
85
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Identitas Responden Nama : Jabatan: Pengadaan Bahan Baku Jambu Biji, Bahan Penolong, dan Kemasan A.
Bahan Baku Jambu Biji
1.
Berapakah rata-rata jumlah bahan baku jambu biji yang disupply pedagang pengumpul di Majalengka dan Subang per bulan? Bulan
Asal Pemasok
Jumlah Pembelian
Harga/ kg
(kg) Agustus 2010
September 2010
2.
Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan hingga jambu biji sampai ke gudang perusahaan?
3.
Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan baku jambu biji dari pedagang pengumpul jambu biji di Majalengka dan di Subang?
4.
Bagaimana mekanisme pembayarannya?
5.
Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?
6.
Bagaimanakah sistem pengangkutan jambu biji dari pemasok jambu biji (petani) sampai ke perusahaan?
7.
Berapakah penyusutan bahan baku jambu biji dari petani sampai ke perusahaan?
B.
Bahan Penolong
1.
Berapakah rata-rata jumlah pembelian bahan penolong per bulan (Dibuat berdasarkan jenis bahan penolong)? Bulan
Jenis Bahan Penolong
Asal Pemasok
Jumlah
Harga
Pembelian
Agustus 2010
86
September 2010
2.
Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan hingga bahan penolong sampai di perusahaan?
3.
Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan penolong dari pemasok hingga ke perusahaan?
4.
Apa saja unsur-unsur biaya pemesanan bahan penolong (biaya telepon, biaya transportasi, dan sebgainya) dan berapa besar biaya pemesanan?
5.
Bagaimana mekanisme pembayarannya?
6.
Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?
7.
Bagaimanakah
sistem
pengangkutannya
dari
pemasok
sampai
ke
perusahaan? 8.
Berapakah penyusutan bahan penolong dari pemasok sampai ke perusahaan?
C.
Bahan Kemasan
1.
Berapakah rata-rata jumlah pembelian bahan kemasan per bulan (Dibuat berdasarkan jenis bahan kemasan)? Bulan
Jenis Bahan
Asal Pemasok
Kemasan
Jumlah
Harga
Pembelian
Agustus 2010
September 2010
2.
Berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan sejak dilakukan pemesanan hingga sampai di perusahaan?
3.
Bagaimanakah alur prosedur pengadaan bahan kemasan dari pemasok hingga ke perusahaan?
4.
Apa saja unsur-unsur biaya pemesanan (biaya telepon, biaya transportasi, dan sebgainya) dan berapa besar biaya pemesanan?
87
5.
Bagaimana mekanisme pembayarannya?
6.
Bagaimana koordinasi informasi bagian produksi dan bagian persediaan?
7.
Bagaimanakah
sistem
pengangkutannya
dari
pemasok
sampai
ke
perusahaan? 8.
Berapakah penyusutan bahan penolong dari pemasok sampai ke perusahaan?
Persediaan Bahan Baku Jambu Biji, Bahan Penolong, dan Kemasan A.
Bahan Baku Jambu Biji
1.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan baku jambu biji per bulan? Bulan
Jenis Bahan
Jumlah
Jumlah
Sisa Persediaan
Baku
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
(kg)
Agustus 2010
September 2010
2.
Apakah jumlah jambu biji yang disediakan pemasok memenuhi kebutuhan jambu biji untuk sekali produksi minuaman sari buah jambu? Jika tidak mencukupi, untuk memenuhi kekurangan dari mana memperolehnya?
3.
Bagaimana prosedur penerimaan bahan baku jambu biji?
4.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan jambu biji?
5.
Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan baku jambu biji?
6.
Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan baku jambu biji ke bagian produksi?
7.
Bagaimana mekanisme penyaluran bahan baku jambu biji kepada bagian produksi?
8.
Bagaimana metode penilaian persediaan jambu biji? a. FIFO
b. LIFO
c. Rata-Rata
88
B.
Bahan Penolong
1.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan penolong per bulan? Bulan
Jenis Bahan
Jumlah
Jumlah
Sisa Persediaan
Penolong
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
(kg)
Agustus 2010
September 2010
2.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan-bahan penolong per bulan?
3.
Bagaimana prosedur penerimaan bahan-bahan penolong?
4.
Berapa lama daya tahan penyimpanan bahan-bahan penolong?
5.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan?
6.
Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan penolong?
7.
Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan penolong ke bagian produksi?
8.
Bagaimana mekanisme penyaluran bahan penolong kepada bagian produksi?
9.
Bagaimana metode penilaian persediaan bahan penolong? a. FIFO
b. LIFO
c. Rata-Rata
C.
Bahan kemasan
1.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan kemasan per bulan? Bulan
Jenis Bahan
Jumlah
Jumlah
Sisa Persediaan
Kemasan
Pembelian (kg)
Pemakaian (kg)
(kg)
Agustus 2010
September 2010
89
2.
Berapakah rata-rata jumlah persediaan bahan kemasan per bulan?
3.
Bagaimana prosedur penerimaan bahan kemasan?
4.
Berapa lama daya tahan penyimpanan bahan kemasan?
5.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses penyimpanan?
6.
Bagaimana pengaturan tata letak gudang penyimpanan bahan kemasan?
7.
Berapa lama jangka waktu penyaluran bahan kemasan ke bagian produksi?
8.
Bagaimana mekanisme penyaluran bahan kemasan ke bagian produksi?
9.
Bagaimana metode penilaian persediaan bahan penolong? a. FIFO
b. LIFO
c. Rata-Rata
Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu 1.
Jumlah permintaan minuman sari buah di perusahaan dalam 1 tahun terakhir?
2.
Jumlah produksi minuman sari buah di perusahaan dalam 1 tahun terakhir?
3.
Bagaimana proses penentuan kebijakan perusahaan?
4.
Bagaimana urutan proses produksi?
5.
Berapa lama waktu produksi rata-rata yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk minuman sari buah jambu biji dan berapa volume produksi per satu kali proses produksi?
6.
Berapa lama waktu produksi optimal per hari?
7.
Berapa banyak frekuensi produksi per hari?
8.
Bagaimana penjadwalan atau pengaturan produksi dari buah jambu biji menjadi minuman sari buah jambu biji, jelaskan?
9.
Berapa persentase rata-rata realisasi produksi per bulan dibandingkan dengan perencanaan produksi?
10.
Bagaimana menjaga kualitas bahan baku jambu biji dari pemasok agar sesuai standar kualitas yang ditetapkan?
11.
Bagaimana prosedur dan alur pendistribusian minuman sari buah yang sudah jadi hingga ke gudang penyimpanan?
12.
Berapa lama daya tahan penyimpanan produk minuman?
13.
Apakah dilakukan proses sorting dan grading dari produk yang dihasilkan?
14.
Apakah proses pengemasan dan pelabelan pada produk yang dihasilkan?
90
15.
Dari segi mutu produk yang dihasilkan apakah sudah memenuhi permintaan pasar?
16.
Peralatan dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan untuk menyimpan produk minuman sebelum disalurkan ke pengecer?
17.
Bagaimana mekanisme penetapan harga jual produk?
18.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penetapan harga jual?
19.
Bagaimana mekanisme penyaluran produk (transportasi) minuman sari buah dari perusahaan ke distributor dan pengecer?
20.
Berapa nilai susut yang terjadi dalam proses pengangkutan tersebut?
21.
Berapa biaya yang dibutuhkan untuk proses transportasi tersebut?
22.
Bagaimana sistem pembayaran oleh pengecer dan distributor?
Pemasaran Produk 1.
Penjualan produksi saat ini dilakukan oleh : [ ] Melalui koperasi
[ ] Ritel modern
[ ] Melalui distributor
[ ] Lainnya, sebutkan..... 2.
3.
Biaya pemasaran yang timbul terdiri dari : [ ] Promosi
: Rp .........
[ ] Pengangkutan
: Rp .........
[ ] Komisi
: Rp .........
[ ] Lainnya
: Rp .........
Apakah terdapat kesulitan dalam memasarkan produk tersebut : [ ] Ya
[ ] Tidak
Jika ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi........................................... 4.
Berapa besar permintaan pasar minuman sari buah per bulan?
5.
Gambarkan rantai pasokan yang ada dalam perdagangan produk minuman sari buah. Jenis kelompok konsumen : Pembeli
Persentase
Koperasi Minimarket Distributor Lainnya, sebutkan ....................................................
91
6.
Daerah penjualan produk minuman sari buah jambu yang dilakukan Daerah Penjualan
Persentase
Dalam Kecamatan Dalam Kabupaten Dalam Provinsi Antar Provinsi
92
Lampiran 2. Biaya untuk Satu Kali Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Uraian Jumlah Harga (Rp) Jumlah (Rp) Biaya Variabel Biaya Bahan Baku Jambu merah 90 liter (180 kg) 3.500 /kg 630.000 Na-Benzoat 108 gr 25.000/kg 2.700 CMC 180 gr 75.000/kg 13.500 Asam Sitrat 360 gr 16.000/kg 5.760 Gula 43 kg 10.000/kg 430.000 Essense Jambu oil 180 mL 115.000/L 20.700 Top Seal 1800 pcs 30/pcs 54.000 Dus 80 dus 2.000/pcs 160.000 Sedotan 1800 pcs 25.000/kg 11.000 Lakban 2 roll 6.500/roll 13.000 Cup 1800 cup 30/pcs 387.000 Solar 30 L 4.500/L 135.000 Total Biaya Variabel 1.862.660 Biaya Tetap Biaya tenaga kerja 2 orang pekerja 600.000/bulan 20.000 Biaya Peralatan dan gedung 20.000/ bulan 600 Total Biaya Tetap 20.600 Total Biaya (biaya variabel + biaya tetap) 1.883.260 Penjualan (80 dus x Rp 29.000) 2.320.000 Keuntungan (TR-TC) 436.740
93
Lampiran 3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2008 Bulan Januari
Jambu Merah (Rp)
Gula (Rp)
Bahan Kimia (Rp)
Kemasan (Rp)
Bahan Bakar (Rp)
1.042.000
338.400
4.325.000
3.836.600
245.555
31.570
Honor (Rp)
Pajak (Rp)
Telepon (Rp)
-
3.423.000
Februari
2.299.000
2.560.000
192.000
390.000
2.595.000
2.121.400
333.131
31.570
Maret
1.342.000
2.572.000
-
-
2.595.000
1.828.500
291.425
31.570
April
422.000
2.560.000
-
14.970.800
4.325.000
1.748.500
243.425
31.570
Mei
99.500
4.917.000
1.442.000
455.500
1.730.000
1.978.500
268.425
31.570
Juni
2.270.400
578.000
-
16.011.400
4.550.000
2.719.000
268.425
31.570
Juli
1.311.500
4.786.000
-
3.210.000
5.290.000
1.986.500
268.425
31.570
Agustus
5.240.500
4.665.000
1.487.500
23.480.000
4.995.000
2.172.500
243.425
31.570
September
1.205.600
7.497.000
75.000
6.898.000
6.900.000
3.158.500
263.425
31.570
Oktober
3.378.600
4.233.500
1.211.000
21.112.000
4.985.000
1.625.000
344.000
31.570
Nopember
1.032.000
3.457.000
-
16.633.300
3.875.000
2.268.500
268.425
31.570
Desember
1.482.000
2.988.000
1.636.000
14.840.000
3.665.000
1.693.500
243.500
31.570
20.083.100
44.236.500
7.085.500
118.339.400
49.830.000
27.137.000
3.281.586
378.840
Jumlah
94
Lanjutan Lampiran 3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2008 Bulan
Cicilan Iptekda (Rp)
Atk (Rp)
R & D (Rp)
Perlengkapan Pabrik (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
Biaya kebersihan (Rp)
Listrik & mesin (Rp)
Lain-lain (Rp)
Januari
3.000.000
239.400
-
20.000
245.000
46.500
66.000
Februari
3.000.000
192.450
19.000
188.500
265.000
145.000
114.000
93.000
Maret
3.000.000
78.900
-
755.000
189.500
111.500
-
328.000
April
3.000.000
72.000
-
425.500
214.000
-
-
594.500
Mei
3.000.000
40.500
-
100.000
580.000
-
-
1.010.000
Juni
3.000.000
34.000
143.510
257.500
188.000
297.500
493.000
822.500
Juli
3.000.000
46.200
-
251.500
712.000
-
181.500
890.000
Agustus
3.000.000
5.000
-
-
620.000
1.354.500
-
756.500
September
3.000.000
408.500
1.005.900
1.675.000
881.500
600.000
192.000
15.090.000
Oktober
3.000.000
18.000
-
524.500
445.000
45.000
332.000
1.059.000
Nopember
3.000.000
113.000
-
600.000
427.000
-
-
205.000
Desember
3.000.000
48.700
-
170.000
253.000
1.000.000
13.000
475.000
36.000.000
1.296.650
1.168.410
4.967.500
5.020.000
3.600.000
1.391.500
22.331.500
Jumlah
1.008.000
95
Lampiran 4. Data Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode Tahun 2002 sampai September 2010 Tahun
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
2002
4.885
3.120
2.425
4.540
7.500
6.640
10.444
6.520
5.720
12.290
14.710
7.710
2003
7.180
4.320
4.926
9.203
10.300
10.420
13.125
13.720
14.234
13.690
11.060
12.590
2004
17.980
19.760
36.500
18.620
11.180
7.980
9.000
8.500
9.980
17.290
19.910
17.000
2005
11.480
10.146
10.920
10.528
13.810
10.646
12.260
16.040
10.360
19.091
13.250
19.091
2006
13.250
13.840
13.900
18.380
22.298
18.220
23.550
21.335
15.795
25.070
18.779
15.156
2007
14.016
23.038
22.070
20.358
21.386
17.728
18.601
29.771
23.147
23.500
14.510
19.218
2008
15.985
13.152
15.660
17.724
21.208
21.272
23.740
18.898
50.848
21.040
11.740
18.992
2009
16.408
15.584
20.784
23.108
23.016
39.692
31.880
48.212
59.616
10.936
13.960
12.280
2010
17.618
20.960
11.200
10.115
15.834
14.538
17.580
51.889
14.095
96
Lampiran 5. Plot Autokorelasi Produk Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Autocorrelation Function for Penjualan (Cup/bulan) (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 2
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
ACF 0,487266 0,332225 0,268117 0,134514 0,153782 0,150549 0,103533 0,125529 0,187211 0,137621 0,415248 0,372465 0,174704
4
T 4,99 2,80 2,11 1,02 1,15 1,11 0,76 0,91 1,35 0,98 2,92 2,43 1,08
6
8
LBQ 25,65 37,69 45,61 47,62 50,28 52,85 54,08 55,90 60,00 62,24 82,85 99,61 103,34
10
12
14 Lag
16
Lag 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
18
20
ACF 0,206625 0,085632 0,113145 0,087509 -0,004150 0,014913 0,042559 0,022379 0,089698 0,223062 0,084438 0,124539 0,093442
22
24
T 1,26 0,52 0,68 0,52 -0,02 0,09 0,25 0,13 0,53 1,33 0,49 0,73 0,54
26
LBQ 108,61 109,53 111,14 112,12 112,12 112,15 112,39 112,46 113,55 120,36 121,35 123,53 124,77
97
Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Biaya pemesanan PD Anisa
Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000)
= Rp 240.000 /tahun
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus) Rp 200 x 2951 dus/ tahun
= Rp 590.200 /tahun Rp 830.200 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk) Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800
Biaya pemesanan MiMake
Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000)
= Rp 240.000 /tahun
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus) Rp 200 x 1268 dus
= Rp 253.600 /tahun Rp 830.200 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk) Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800
Biaya pemesanan POS Subang
Biaya pengiriman (satu kali pengiriman Rp 20.000)
= Rp 240.000 /tahun
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus) Rp 200 x 1268 dus
= Rp 253.600 /tahun = Rp 493.600 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk) Rp 29.000 x 20% = Rp 5.800
Biaya pemesanan Koperasi
Upah pengangkutan
= Rp 180.000 /tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk) Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300
98
Lanjutan Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Biaya pemesanan Distributor
Biaya transportasi (biaya bensin satu kali pengantaran ke konsumen menghabiskan ¼ liter bensin dan setiap pengiriman maksimal 10 dus) Rp 1125 x 545,9
= Rp 614.200
Biaya komunikasi (dihitung Rp 200 dari setiap dus) Rp 200 x 5459 dus/ tahun
= Rp 1.091.800 /tahun Rp 1.706.000 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk) Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300
Perusahaan
Biaya listrik, air per tahun
= Rp 558.000 /tahun
Biaya komunikasi
= Rp 378.840 /tahun
Biaya gedung
= Rp 240.000 / tahun Rp 1.176.840 / tahun
Biaya penyimpanan (20 % dari harga beli produk) Rp 26.500 x 20% = Rp 5.300
Biaya Pemesanan
PD Anisa (Rp/tahun)
MiMake (Rp/tahun)
POS Subang (Rp/tahun)
Biaya Pengiriman Biaya Komunikasi Biaya Lainnya (Listrik, air, dan gedung) TOTAL Biaya Penyimpanan
240.000
240.000
240.000
Koperasi Patna (Rp/tahun) 180.000
590.200
253.600
253.600
-
-
830.200 5.800
493.600 5.800
Distributor (Rp/tahun)
Perusahaan (Rp/tahun)
614.200
-
-
1.091.800
378.840
-
-
-
558.000
493.600 5.800
180.000 5.300
1.706.000 5.300
1.176.840 5.300
99
Lanjutan Lampiran 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
PD Anisa
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi
MiMake
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi
POS Subang
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi
100
Koperasi
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi
Distributor
Tanpa koordinasi
Dengan koordinasi
Konsumen
Permintaan
Q Tanpa Koordinasi (Dus)
QDengan Koordinasi (Dus)
(dus/tahun) PD Anisa
3.376
983
1.110
MiMake
1.451
469
653
POS Subang
1.451
469
653
Koperasi
2.600
420
800
Distributor
6.246
2.005
1.809
101
Lampiran 7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
PD Annisa
Perusahaan
MiMake
Perusahaan
POS Subang
102
Lanjutan Lampiran 7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari
Perusahaan
Koperasi
Perusahaan
Distributor
Perusahaan
Konsumen PD Anisa MiMake POS Subang Koperasi Distributor
TCRetailer (Rp) Tanpa koordinasi Dengan Koordinasi 5.701.926 2.887.207 2.887.207 2.227.285 10.627.800
5.744.004 3.738.447 3.738.447 2.705.000 10.684.218
TCPerusahaan (Rp) Dengan Koordinasi Tanpa Koordinasi 6.646.671 4.883.777 4.883.777 8.398.200 8.979.356
6.520.790 4.345.450 4.345.450 5.944.730 8.857.168 103
Lampiran 8. Perhitungan safety stock (SS)dan reorder point (ROP) minuman sari buah jambu Lipisari SS = Z x Sdl
Sd = 4891,55 cup = 244,55 dus
PD Anisa
Sd = 51,16
SS = 1,645 x 8,86 = 15 dus
MiMake
Sd = 21,98
SS = 1,645 x 5,38 = 6 dus
POS Subang
Sd = 21,98
SS = 1,645 x 5,38 = 9 dus
Koperasi
Sd = 39,39
SS = 1,645 x 9,65 = 16 dus
104
Lanjutan Lampiran 8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP) minuman sari buah jambu Lipisari
Distributor
Sd = 94,64
SS = 1,645 x 16,39 = 27 dus ROP = (dxl) + SS
PD Anisa ROP = (35 x 1) + 15 = 30 dus
MiMake ROP = (20 x 1) + 6 = 26 dus
POS Subang ROP = (20 x 2) + 9 = 49 dus
Koperasi ROP = (25 x 1) + 16 = 41 dus
Distributor ROP = (57 x 1) + 27 = 84 dus
Konsumen PD Anisa MiMake POS Subang Koperasi Distributor
Sd 51,16 21,98 21,98 39,39 94,64
Sdl 8,86 3,81 5,38 9,65 16,39
SS (dus) 15 6 9 16 27
Dlead time (dus) 35 20 20 25 57
ROP (dus) 50 26 49 41 84
105
Lampiran 9. Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali Lebih Besar Uraian Jumlah Harga (Rp) Jumlah (Rp) Biaya Variabel Biaya Bahan Baku Jambu merah 4.000 kg 3.000 /kg 12.000.000 Na-Benzoat 2.400 gr 25.000/kg 60.000 CMC 4.000 gr 65.000/kg 260.000 Asam Sitrat 8.000 gr 16.000/kg 128.000 Gula 955 kg 9.000/kg 8.595.000 Essense Jambu oil 4.000 mL 110.000/L 440.000 Top Seal 40.000 pcs 30/pcs 1.200.000 Dus 2.000 dus 2.000/pcs 4.000.000 Sedotan 40.000pcs 25.000/kg 240.000 Lakban 36 roll 6.500/roll 234.000 Cup 40.000 cup 30/pcs 1.200.000 Solar 533 L 4.500/L 2.398.000 Total Biaya Variabel 30.755.000 Biaya Tetap Biaya tenaga kerja 5 orang pekerja 800.000/bulan 200.000 Biaya Peralatan dan gedung 20.000/ bulan 600 Total Biaya Tetap 200.600 Total Biaya (biaya variabel + biaya tetap) 30.955.600 Penjualan (2.000 dus x Rp 29.000) 58.000.000 Keuntungan (TR-TC) 27.044.400 Perhitungan biaya produksi menggunakan harga bahan baku sesuai dengan harga kesepakatan setelah penerapan pengelolaan rantai pasok. Selain itu, semua biaya produksi yang diperhitungkan di bawah ini disesuaikan dengan biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan oleh Lipisari setiap satu kali produksi. Perubahan hanya terjadi pada kapasitas produksi dari kapasitas 800 liter per 6 jam menjadi 10.000 liter per 8 jam. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari diasumsikan sebesar 761.085 dus per tahun. Nilai permintaan diperoleh dari perhitungan konsumsi minuman sari buah per tahun di Indonesia dikalikan dengan jumlah penduduk Subang. Konsumsi minuman sari buah di Indonesia mencapai 33 liter per kapita per tahun dan jumlah penduduk Subang mencapai 115.316 jiwa. Dengan asumsi di atas, ditentukan dengan kapsitas produksi 2.000 dus per hari dan hari kerja selama lima hari dalam 1 minggu artinya dalam satu tahun Lipisari hanya mampu memenuhi permintaan konsumen sebesar 480.000 dus, masih ada sekitar 281.085 dus yang belum terpenuhi. 106
Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi
Gudang penyimpanan pulp
Chopper
Mix Tank
Pulper
Homogenizer
Pasteurizer
107
Lanjutan Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi
Termotank-ruang pengemasan
Mesin pengemas
Gudang penyimpanan produk jadi minuman sari buah jambu Lipisari
108
Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Majalengka
Petani jambu ke kebun jambu
Kebun jambu merah
Pemilihan jambu
Tempat pengumpulan jambu
Pengemasan jambu
Pemasukan jambu untuk dikirim
109
Lanjutan Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Majalengka
Penimbangan Jambu
Pengangkutan Jambu
Pembayaran jambu yang dibeli
Pendistribusian Jambu
110