ANALISIS PENGARUH RESISTANSI PENTANAHAN MENARA TERHADAP BACK FLASHOVER PADA SALURAN TRANSMISI 500 KV Putra Rezkyan Nash-2205100063 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya - 60111
Abstrak : Penyaluran daya listrik dilakukan dengan menggunakan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang rawan terhadap sambaran petir. Selain rawan terhadap sambaran petir, Letak dari menara transmisi berbeda-beda, sehingga menyebabkan nilai dari resistansi pentanahan menara yang berbeda. Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai analisa pengaruh dari resistansi pentanahan menara terhadap back flashover pada saluran transmisi 500 kV. Metode yang digunakan adalah melakukan simulasi dengan bantuan perangkat lunak ATP-EMTP. Pada tugas akhir ini diambil contoh menara transmisi dari Krian ke Gresik yang terdiri 64 menara transmisi. Hasil simulasi EMTP menunjukkan bahwa nilai tegangan lebih yang terjadi dipengaruhi oleh nilai dari resistansi pentanahan menara. Nilai tegangan lebih yang terjadi adalah sebesar 2,534 MV. Kata kunci: Tegangan Induksi Petir, Saluran Transmisi Tegangan ekstra Tinggi, Resistansi Pentanahan
disebabkan karena ketinggian objek yang tersambar, tetapi juga dipengaruhi oleh area tempat objek tersebut dan iklim di daerah tersebut. Sebuah pohon pisang yang tingginya hanya 4 m bisa tersambar petir jika pohon tersebut berada di area terbuka seperti ladang/sawah. Bahkan banyak kejadian manusia yang tersambar di tempat-tempat terbuka seperti lapangan dan ladang/sawah. Sambaran petir pada menara transmisi tegangan ekstra tinggi menyebabkan tegangan induksi pada saluran. Tegangan induksi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan lebih pada saluran yang dapat membahayakan isolator pada saluran, serta peralatan-peralatan listrik lainnya. Masalah yang bisa ditimbulkan oleh tegangan lebih akibat induksi petir sangatlah kompleks. Dengan simulasi perangkat lunak ATP-EMTP (Electromagnetic Transient Program) akan didapatkan besarnya tegangan lebih akibat induksi petir pada saluran transmisi tegangan ekstra tinggi. Oleh karena itu, penentuan nilai tegangan puncak induksi petir pada saluran transmisi tegangan tinggi bertujuan untuk meningkatkan upaya perlindungan saluran transmisi terhadap adanya gangguan berupa tegangan lebih.
I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA Indonesia terletak pada daerah tropis memiliki tingkat sambaran petir yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara subtropis. Pada saluran transmisi yang melalui daerah dengan potensi sambaran petir cukup tinggi, probabilitas terkena sambaran petir akan cukup besar. Petir merupakan gejala alam yang tidak bisa dihilangkan atau dicegah. Kejadian petir dapat melibatkan arus yang sangat besar, dalam waktu yang sangat singkat namun bahaya yang ditimbulkannya dapat sangat besar. Peluahan muatan listrik antara awan dengan tanah terjadi karena adanya kuat medan lisrik antara muatan di awan dengan muatan induksi di permukaan tanah. Semakin besar muatan yang terdapat di awan, semakin besar pula medan listrik yang terjadi. Apabila kuat medan ini melebihi kuat medan tembus udara, maka akan terjadi petir. Petir akan menyambar pada objek yang tinggi seperti pohon, menara transmisi listrik, BTS (tower pemancar), gedung bertingkat, gedung pencakar langit, bahkan sebuah pohon pisang di tengah ladang luas sekalipun akan beresiko tersambar petir. Peluang sambaran petir tidak hanya
2.1 Petir Indonesia adalah negara tropis yang panas dan lembab. Kedua faktor ini memudahkan pembentukan awan Cumulonimbus penghasil petir, karena secara umum di daerah tropis terbentuk siklon tropis yang merupakan daerah raksasa aktivitas awan, angin, dan badai petir. Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik tersebut diawali dengan pengumpulan uap air di dalam awan. Pada ketinggian tertentu uap tersebut menjadi kristalkristal es. Karena di dalam awan terdapat angin ke segala arah, maka kristal-kristal es tersebut akan saling bertumbukan dan bergesekan sehingga memisahkan muatan positif dan muatan negatif. Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran petir.
Halaman 1 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
III. PERHITUNGAN GANGGUAN KILAT PADA MENARA
A
B
C
D
E
F
Gambar 1. Proses Terjadinya Petir
Petir atau kilat yang menyambar saluran transmisi tegangan tinggi dibedakan menjadi dua macam menurut terjadinya sambaran, yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung atau sambaran induksi. Dari segi ketinggian komponen-komponen saluran transimi, sambaran langsung lebih sering terjadi pada saluran transmisi. Sambaran Langsung Yang dimaksud dengan sambaran langsung adalah apabila kilat menyambar langsung pada kawat fasa (untuk saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Pada waktu kilat menyambar kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatan-peralatan yang ada pada saluran. Oleh karena saluran transmisi tegangan tinggi cukup tinggi di atas tanah, maka jumlah sambaran langsung pun cukup tinggi. Makin tinggi tegangan sistem serta tinggi tiangnya, makin banyak pula jumlah sambaran petir ke saluran itu.
3.1 Iso Keraunic Iso keraunic level (IKL) merupakan ukuran keseringan sambaran petir pada suatu daerah. Berdasarkan peta Iso keraunic, Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan curah hujan yang tinggi dan mempunyai jumlah hari guruh diatas 150 hari. Sesuai SNI, jumlah hari guruh di Surabaya sebesar 159 hari per tahun. IKL diperlukan guna mengetahui sejauh mana akibat pada obyek sambaran dan untuk menentukan mutu pengaman yang harus didesain. 3.2 Sambaran Pada Saluran Transmisi Suatu saluran transmisi di atas tanah dapat dikatakan membentuk bayang-bayang listrik pada tanah yang berada di bawah saluran transmisi itu. Kilat yang biasanya menyambar tanah di dalam bayang-bayang itu akan menyambar saluran transmisi sebagai gantinya, sedang kilat di luar bayangbayang itu sama sekali tidak menyambar saluran.
2.2
2.3
Sambaran Tidak Langsung (Sambaran Induksi) Sambaran tidak langsung atau sambaran induksi merupakan sambaran titik lain yang letaknya jauh tetapi obyek terkena pengaruh dari sambaran sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada obyek tersebut. Bila terjadi sambaran petir ke tanah di dekat saluran penghantar listrik, maka akan terjadi fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal petir. Fenomena petir ini terjadi pada kawat penghantar listrik. Akibat dari kejadian ini timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua sisi kawat penghantar listrik di tempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat penghantar listrik berlangsung hanya di bawah pengaruh gaya yang memaksa muatan-muatan bergerak sepanjang hantaran. Atau dengan perkataan lain transien dapat terjadi di bawah pengaruh komponen vektor kuat medan magnet yang berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi bila komponen vektor dari kuat medan berarah vertikal, dia tidak akan mempengaruhi atau menimbulkan transien pada penghantar.
Gambar 2. Lebar jalur perisaian terhadap sambaran kilat
A, B, dan C adalah kawat fasa dan GW adalah kawat tanah. Lebar bayang -bayang W dirumuskan : W = (b+4h1,09) meter
(3.1)
Dengan : b = jarak pemisah antara kedua kawat tanah, meter (bila kawat tanah hanya satu, b=0), meter h = tinggi rata-rata kawat tanah di atas tanah, meter Untuk menghitung gangguan kilat pada menara yaitu gangguan lompatan api balik (back-flashover) digunakan teori gelombang berjalan dan langkah-langkahnya diberikan di bawah ini: a. Perhitungan Andongan (Sag) Sebagai syarat untuk menghitung gangguan kilat pada saluran transmisi, terlebih dahulu menghitung andongan kawat fasa dan kawat tanah. D =
b.
WS 8T
2
(3.2)
Dengan : D = andongan (m) W = berat konduktor per satuan panjang (kg/m) S = panjang span (m) T = kuat tarik minimum (kg) Untuk andongan kawat tanah, besar andongan diambil 80% dari andongan kawat fasa. Kemungkinan Jumlah Lompatan Api Lompatan api dianggap terjadi bila tegangan isolator Vi sama atau lebih besar dari tegangan impuls isolator. Berikut ini adalah persamaan untuk mencari tegangan impuls isolator.
Halaman 2 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
K V = K 1 + 0 , 752 × 10 t
3
kV
(3.3)
Setelah itu dihitung presentase kemungkinan yang menimbulkan lompatan api PFL. Perhitungan Daerah yang Dilindungi Kawat Tanah Lebar bayang-bayang listrik dari suatu saluran transmisi telah diberikan oleh persamaan berikut.
c.
A = 0,1 (b+4h1,09) km2 per 100 km saluran d.
(3.4)
Menghitung Jumlah Sambaran Kilat NL Jumlah sambaran kilat NL yang mungkin menyambar kawat transmisi dapat dihitung oleh persamaan ini. NL = 0,015 IKL (b+4h1,09) sambaran per 100 km / tahun
Gambar 3. Pemodelan Menara Tranmisi 500 kV Jenis AA Pada Saluran Transmisi Gresik - Krian L_imp
(3.5)
TOP V1 V3
V2
IV. ANALISIS TEGANGAN PUNCAK INDUKSI PETIR 4.1 Menara Transmisi 500 kV Gresik-Krian Data menara transmisi yang digunakan pada tugas akhir ini adalah : Tabel 1. Data Menara Transmisi Sutet 500 kV Krian - Gresik
Parameter Menara Transmisi
Nilai
Panjang isolator (m)
5,5 m
Tinggi menara (m)
69 m
Tinggi Kawat tanah di tenagah span (m) Lebar dasar menara (m)
56 m 10,5 m
Gambar 4. Pemodelan Sistem pada ATP-EMTP
4.2
Jarak Puncak menara ke : 1. Lengan atas
Simulasi Pada Jenis Tanah Rawa Hasil simulasi pada tanah rawa adalah :
4
5m
[MV]
2. Lengan tengah
18,6 m
3
3. Lengan Bawah
33,2 m
2
Panjang Lengan Menara : 1. Atas
24,2 m
2. Tengah
25,2 m
3. Bawah
26,4 m
0
-1
Jarak antar konduktor pada :
4.1
1
1. Lengan menara atas
14,4 m
2. Lengan menara tengah
15,2 m
3. Lengan menara bawah
16,4 m
Pemodelan dengan Menggunakan ATP-EMTP Pada tugas akhir ini, model saluran dan menara transmisi 500 kV disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak ATP - EMTP. Pemodelan jenis Menara Transmisi yang digunakan pada simulasi tugas akhir ini adalah dengan menggunakan menara jenis AA yang terletak pada saluran transmisi 500 kV Gresik - Krian. Gambar 4.3 dan 4.4 menunjukan pemodelan menara 500 kV tipe AA sirkuit ganda dan pemodelan sistem menara 500 kV dengan menggunakan perangkat lunak ATP – EMTP.
-2 0
5
(f ile Rawa.pl4; x-v ar t) v :V1A
10 v :V1B
15
20
[us]
25
v :V1C
Gambar 5. Hasil Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir pada Kawat Fasa
Pada gambar 5 garis dengan warna merah menunjukan fasa A., garis warna biru menunjukan fasa B, dan garis dengan warna hijau menunjukan fasa C. Dari ketiga fasa tersebut, back flashover terjadi pada fasa A. Gambar 5 merupakan hasil simulasi dengan magnitude petir 150 kA dan bentuk gelombang petir adalah 1.0/30.2 µs. Hasil simulasi selengkapnya untuk jenis tanah rawa dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Halaman 3 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Tabel 3. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Rawa dengan Bentuk Gelombang Petir 1.0/30.2 µs n o
Bentuk Gelombang
1
1.0/30.2 µs
50
0.705
1.198
4.66
0.451
no . 1
2
1.0/30.2 µs
100
0.705
2.396
4.66
0.952
2
1.0/30.2 µs
100
0.705
2.396
4.66
0.952
1.355
3
1.0/30.2 µs
150
0.705
3.594
4.66
1.355
3
Ip (kA)
1.0/30.2 µs
150
T1 (µs)
V1 (MV)
0.705
3.594
T2 (µs)
V2 (MV)
Tabel 7. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Liat dengan Bentuk Gelombang Petir 1.0/30.2 µs
4.66
Tabel 4. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Rawa dengan Bentuk Gelombang Petir 1.20/50 µs N o
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
1
1.2/50 µs
50
0.735
1.170
4.695
0.444
2
1.2/50 µs
100
0.735
2.341
4.695
0.889
3
1.2/50 µs
150
0.735
3.512
4.695
1.330
Tabel 5. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Rawa dengan Bentuk Gelombang Petir 2.0/77.5 µs N o
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
1
2.0/77.5 µs
50
0.96
0.973
4.905
0.376
2
2.0/77.5 µs
100
0.96
1.948
4.905
0.753
3
2.0/77.5 µs
150
0.96
2.921
4.905
1.130
Tabel 6. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Rawa dengan Bentuk Gelombang Petir 3.0/75 µs N o
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
3.0/75 µs
50
1.35
0.705
5.25
0.274
2
3.0/75 µs
100
1.35
1.410
5.25
0.548
3
3.0/75 µs
150
1.35
2.110
5.25
0.822
4.3 Simulasi Pada Jenis Tanah Liat Hasil simulasi pada tanah liat adalah :
Ip (kA) 50
T1 (µs) 0.705
V2 (MV) 1.198
T2 (µs) 4.66
V2 (MV) 0.451
Tabel 8. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Liat dengan Bentuk Gelombang Petir 1.2/50 µs No . 1
Bentuk Gelombang 1.2/50 µs
Ip (kA) 50
T1 (µs) 0.975
V1 (MV) 1.207
T2 (µs) 4.95
V2 (MV) 0.456
2
1.2/50 µs
100
0.975
2.413
4.95
0.913
3
1.2/50 µs
150
0.975
3.621
4.95
1.369
Tabel 9. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Liat dengan Bentuk Gelombang Petir 2.0/77.5 µs No .
Bentuk Gelombang
1
2.0/77.5 µs
50
1.395
1.068
5.34
0.404
2
2.0/77.5 µs
100
1.395
2.136
5.34
0.809
3
2.0/77.5 µs
150
1.395
3.204
5.34
1.213
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
Tabel 10. Simulasi Tegangan Lebih Pada tanah Liat dengan Bentuk Gelombang Petir 3.0/75 µs N o.
Bentuk Gelombang
1 2 3
V2 (MV)
1
Bentuk Gelombang 1.0/30.2 µs
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
3.0/75 µs
50
1.98
0.841
5.895
0.329
3.0/75 µs
100
1.98
1.682
5.895
0.659
3.0/75 µs
150
1.98
2.523
5.895
2.523
4.4 Simulasi Pada Jenis Pasir Basah Hasil simulasi pada pasir basah adalah : 3.5 [MV]
4
2.5
[MV] 3
1.5 2
0.5 1
-0.5
0
-1
-1.5 0
5
(f ile Rawa.pl4; x-v ar t) v :V1A
-2 0
5
(f ile Rawa.pl4; x-v ar t) v :V1A
10 v :V1B
15
20
[us]
25
v :V1C
Gambar 6. Hasil Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir pada Kawat Fasa
Pada gambar 6. garis dengan warna merah menunjukan fasa A, garis warna biru menunjukan fasa B, dan garis dengan warna hijau menunjukan fasa C. Dari ketiga fasa tersebut, back flashover terjadi pada fasa A. Simulasi pada gambar 6. menggunakan arus puncak sambaran petir 150 kA dengan bentuk gelombang 1.2/50 µs. Hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
10 v :V1B
15
20
[us]
25
v :V1C
Gambar 7. Hasil Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir pada Kawat Fasa
Pada gambar 7. garis dengan warna merah menunjukan fasa A., garis warna biru menunjukan fasa B, dan garis dengan warna hijau menunjukan fasa C. Dari ketiga fasa tersebut, back flashover terjadi pada fasa A. Simulasi pada gambar 7. menggunakan arus puncak sambaran petir 150 kA dengan bentuk gelombang 2.0/77.5 µs. Hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Halaman 4 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Tabel 11. Simulasi Tegangan Lebih Pada Pasir Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 1.0/30.2 µs No .
Bentuk Gelombang
1 2 3
Tabel 15. Simulasi Tegangan Lebih Pada Tanah Berbatu dengan Bentuk Gelombang Petir 1.0/30.2 µs
Ip (kA)
T1 (µs)
V2 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
No .
Bentuk Gelombang
1.0/30.2 µs
50
0.885
1.220
4.875
0.462
1
1.0/30.2 µs
100
0.885
2.446
4.875
0.923
2
1.0/30.2 µs
150
0.885
3.669
4.875
1.385
3
Tabel 12. Simulasi Tegangan Lebih Pada Pasir Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 1.2/50 µs No .
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
Ip (kA)
T1 (µs)
V2 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
1.0/30.2 µs
50
0.885
1.223
4.875
0.457
1.0/30.2 µs
100
0.885
2.446
4.875
0.913
1.0/30.2 µs
150
0.885
3.669
4.875
1.369
Tabel 16. Simulasi Tegangan Lebih Pada Tanah Berbatu dengan Bentuk Gelombang Petir 1.2/50 µs
V2 (MV)
No .
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
1
1.2/50 µs
50
0.975
1.207
4.95
0.456
1
1.2/50 µs
50
0.975
1.207
4.95
0.453
2
1.2/50 µs
100
0.975
2.413
4.95
0.913
2
1.2/50 µs
100
0.975
2.414
4.95
0.906
3
1.2/50 µs
150
0.975
3.621
4.95
1.369
3
1.2/50 µs
150
0.975
3.621
4.95
1.358
Tabel 13. Simulasi Tegangan Lebih Pada Pasir Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 2.0/77.5 µs No .
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
1
2.0/77.5 µs
50
1.395
1.068
2
2.0/77.5 µs
100
1.395
2.136
3
2.0/77.5 µs
150
1.395
3.204
5.34
Tabel 17. Simulasi Tegangan Lebih Pada Tanah Berbatu dengan Bentuk Gelombang Petir 2.0/77.5 µs
V2 (MV)
No .
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
5.34
0.404
1
2.0/77.5 µs
50
1.395
1.069
5.34
0.404
5.34
0.809
2
2.0/77.5 µs
100
1.395
2.139
5.34
0.809
1.213
3
2.0/77.5 µs
150
1.395
3.208
5.34
1.213
Tabel 14. Simulasi Tegangan Lebih Pada Pasir Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 3.0/75 µs Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
1
3.0/75 µs
50
1.98
0.841
5.895
0.329
2
3.0/75 µs
100
1.98
1.682
5.895
3
3.0/75 µs
150
1.98
2.523
5.895
No.
Tabel 18. Simulasi Tegangan Lebih Pada Tanah Berbatu dengan Bentuk Gelombang Petir 3.0/75 µs No.
Bentuk Gelombang
Ip (kA )
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
0.659
1
3.0/75 µs
50
1.98
0.845
5.895
0.334
2.523
2
3.0/75 µs
100
1.98
1.689
5.895
0.667
3
3.0/75 µs
150
1.98
2.534
5.895
1.000
4.4 Simulasi Pada Tanah Berbatu Hasil simulasi pada tanah berbatu adalah :
4.5 Simulasi Pada Kerikil Basah Hasil simulasi pada kerikil basah adalah :
3.0 [MV] 2.5
900 [kV]
2.0
750
1.5
600
1.0
450
0.5
300
0.0
150
-0.5
0 -150
-1.0 0
5
(f ile Rawa.pl4; x-v ar t) v :V1A
10 v :V1B
15
20
[us]
25
v :V1C
Gambar 8. Hasil Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir pada Kawat Fasa
Pada gambar 8. garis dengan warna merah menunjukan fasa A., garis warna biru menunjukan fasa B, dan garis dengan warna hijau menunjukan fasa C. Dari ketiga fasa tersebut, back flashover terjadi pada fasa A. Simulasi pada gambar 8. menggunakan arus puncak sambaran petir 150 kA dengan bentuk gelombang 3.0/75 µs. Hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
-300 0
5
(f ile Rawa.pl4; x-v ar t) v :V1A
10 v :V1B
15
20
[us]
25
v :V1C
Gambar 9. Hasil Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir pada Kawat Fasa
Pada gambar 9. garis dengan warna merah menunjukan fasa A., garis warna biru menunjukan fasa B, dan garis dengan warna hijau menunjukan fasa C. Dari ketiga fasa tersebut, back flashover terjadi pada fasa A. Simulasi pada gambar 9. menggunakan arus puncak sambaran petir 50 kA dengan bentuk gelombang 3.0/75 µs. Hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Halaman 5 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Tabel 19. Simulasi Tegangan Lebih Pada Kerikil Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 1.0/30.2 µs No .
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V2 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
1 2
1.0/30.2 µs
50
0.885
1.222
4.875
0.458
1.0/30.2 µs
100
0.885
2.445
4.875
0.917
3
1.0/30.2 µs
150
0.885
3.668
4.875
1.376
Berdasarkan gambar 10. dapat disimpulkan bahwa tegangan lebih yang disebabkan oleh sambaran petir, nilainya dipengaruhi oleh besarnya nilai resistansi pentanahan dari suatu menara transmisi. Apabila nilai resistansi pentanahan dari menara transmisi semakin besar maka nilai tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir akan semakin besar. 4.7
Tabel 20. Simulasi Tegangan Lebih Pada Kerikil Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 1.2/50 µs No .
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
V2 (MV)
1
1.2/50 µs
50
0.975
1.207
4.95
0.454
2
1.2/50 µs
100
0.975
2.413
4.95
0.908
3
1.2/50 µs
150
0.975
3.620
4.95
1.363
Tegangan lebih yang diakibatkan oleh sambaran petir nilainya berbeda-beda tergantung dari besarnya nilai puncak tegangan petir yang menyambar menara transmisi dan dipengaruhi oleh nilai resistansi pentanahan menara itu sendiri.hubungan antara tegangan puncak petir dengan tegangan lebih yang terjadi ditunjukan oleh gambar 11.
Tabel 21. Simulasi Tegangan Lebih Pada Kerikil Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 2.0/77.5 µs Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
2500
V2 (MV)
1
2.0/77.5 µs
50
1.395
1.068
5.34
0.404
2
2.0/77.5 µs
100
1.395
2.137
5.34
0.809
3
2.0/77.5 µs
150
1.395
3.206
5.34
1.213
Tegangan Lebih (kV)
No .
Bentuk Gelombang
Ip (kA)
T1 (µs)
V1 (MV)
T2 (µs)
3.0/75 µs
50
1.98
0.843
5.895
0.331
2
3.0/75 µs
100
1.98
1.686
5.895
0.663
3
3.0/75 µs
150
1.98
2.529
5.895
0.955
Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Tegangan Lebih akibat Sambaran Petir Berdasarkan Tabel 3 – tabel 22 dapat dilihat bahwa besarnya nilai tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai resistansi pentanahan.Hubungan antara resistansi pentanahan dengan tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir dapat dilihat pada gambar 4.15.
Tegangan Lebih (kV)
4.6
2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2200 2150 0
1
2
3
4
5
6
7
1500 1000 500
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Arus Puncak Petir (kA)
V2 (MV)
1
2000
0
Tabel 22. Simulasi Tegangan Lebih Pada Kerikil Basah dengan Bentuk Gelombang Petir 3.0/75 µs N o.
Pengaruh Dari Tegangan Puncak Petir terhadap Tegangan Lebih yang Tejadi pada Kawat Fasa
Gambar 11. Grafik Hubungan Arus Puncak Petir dan Tegangan Lebih Petir pada Dua Jenis Tanah
Dengan melihat pada gambar 11., maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai arus puncak sambaran petir akan meningkatkan nilai dari tegangan lebih yang terjadi pada kawat fasa. Pada gambar 11. terlihat terdapat 2 macam grafik yang menunjukan dua jenis tanah yang berbeda dengan nilai resistansi pentanahan yang berbeda juga. Garis warna biru menunjukan nilai resistansi pentanahan pada tanah rawa dan garis warna merah muda menunjukan nilai resistansi pentanahan pada jenis tanah liat.. 4.8
Pengaruh Waktu Muka (τr)
Waktu muka (τr) adalah waktu antara 10-90 % dari tegangan puncak induksi petir. Berdasarkan standar, nilai τr adalah 1,2 µs. Pada studi ini, akan dianalisa pengaruh waktu muka terhadap tegangan puncak induksi petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan arus puncak petir 150 kA dan besarnya nilai resistansi pentanahan menara berdasarkan resistansi menara pada tanah rawa. Berikut ini adalah gambar tegangan induksi petir dari hasil simulasi.
8
Resistansi (ohm)
Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Tegangan Lebih Petir dengan Resistansi Pentanahan
Pada gambar 10. bentuk dari gelombang petir yang digunakan adalah 3.0/75 µs dengan arus puncak petir adalah 150 kA.
Halaman 6 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1400
Tegangan Lebih (kV)
1200 1000 800 600 400 200 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Waktu Muka (mikro s)
Gambar 12. Grafik Hubungan antara Waktu muka dan Tegangan Lebih
Berdasarkan gambar 12, nilai dari tegangan lebih yang terjadi akibat sambaran petir tergantung dari nilai waktu muka dari petir itu sendiri. Dengan melihat gambar 12 maka dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai waktu muka dari gelombang petir maka akan menyebabkan tegangan lebih yang ditimbulkan oleh sambaran petir akan semakin kecil. Pada gambar 12. terlihatat terdapat dua jenis grafik. Grafik yang pertama yaitu grafik dengan garis warna biru menunjukan jenis tanah liat, sedangkan garis dengan warna merah muda menunjukan tanah berbatu. 4.9
Pengaruh Waktu Ekor (τs)
Waktu ekor (τs) adalah waktu antara 10% dari tegangan puncak sampai dengan 50% dari gelombang ekor. Berdasarkan standar, nilai τs adalah 50µs. Pada studi ini, akan dianalisa pengaruh waktu ekor terhadap tegangan puncak induksi petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan arus puncak petir 150 kA. Berikut ini adalah gambar tegangan induksi petir dari hasil simulasi.
Tegangan Lebih Petir (kV)
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000
5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari analisis dan pembahasan perhitungan adalah : 1. Hubungan antara nilai dari resistansi pentanahan menara transmisi dengan tegangan lebih yang terjadi pada kawat fasa adalah semakin besar nilai dari resistansi menara transmisi maka tegangan lebih yang terjadi pada kawat fasa akan semakin besar. Berdasarkan tabel simulasi yang dibuat menunjukan nilai tegangan lebih paling besar terjadi pada jenis tanah berbatu yaitu sebesar 2,534 MV. 2. Arus puncak dari sambaran petir mempengaruhi tegangan lebih yang terjadi. Hubungan antara arus puncak dari sambaran petir dengan tegangan lebih yang terjadi pada kawat fasa adalah semakin besar arus puncak dari sambaran petir maka nilai dari tegangan lebih yang terjadi akan semakin besar. Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, nilai paling besar terjadi ketika arus puncak dari sambaran adalah 150 kA. 3. Hubungan antara tegangan lebih yag terjadi akibat sambaran petir dengan waktu muka dari sambaran petir adalah semakin besar waktu muka dari sambaran petir maka nilai dari tegangan lebih yang terjadi akan semakin kecil. Berdasarkan simulasi yang dilakukan tegangan lebih paling besar terjadi ketika nilai muka dari sambaran petir adalah 1 µs dan nilai paling kecil dari tegangan lebih akibat sambaran petir terjadi ketika waktu muka gelombang petir saat 3 µs. 4. Hubungan antara tegangan lebih yag terjadi akibat sambaran petir dengan waktu ekor dari sambaran petir adalah berbanding terbalik. Semakin besar waktu ekor dari sambaran petir maka nilai dari tegangan lebih yang terjadi akan semakin kecil. Berdasarkan simulasi yang dilakukan tegangan lebih paling besar terjadi ketika nilai ekor dari sambaran petir adalah 30 µs dan nilai paling kecil dari tegangan lebih akibat sambaran petir terjadi ketika waktu ekor gelombang petir saat 75 µs..
500 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu Ekor (mikro sekon)
Gambar 13. Grafik Hubungan antara Waktu Ekor dan Tegangan Lebih
dengan melihat gambar 13 maka dapat disimpulkan bahwa nilai dari tegangan lebih yang diakibatkan oleh sambaran petir dipengaruhi oleh nilai dari waktu ekor petir. Semakin besar nilai waktu ekor dari gelombang petir maka nilai dari tegangan lebih yang terjadi akan semakin kecil. Pada gambar 13 terdapat dua jenis grafik yang berbeda. Garis dengan warna biru menunjukan grafik untuk jenis tanah tanah rawa sedangkan garis dengan warna biru menunjukan jenis tanah pasir basah.
5.2. Saran Saran yang dapat diberikan setelah mengerjakan Tugas Akhir adalah : 1. Pada tugas akhir ini, resistansi pentanahan suatu menara transmisi mempunyai dampak yang besar terhadap terjadinya gangguan pada saluran transmisi khususnya ganguan akibat sambaran petir. Oleh karena itu nilai dari resistansi pentanhan dari menara transmisi perlu diperhatikan. 2. Perangkat lunak ATP-EMTP ini dapat digunakan untuk melakukan simulasi terhadap tegangan lebih yang terjadi akibat sambaran petir, tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat menggunakan perangkat lunak EMTP-RV (Restructure Version) yang memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi.
Halaman 7 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3] [4] [5] [6] [7]
[8]
[9] [10] [11]
[12] [13]
[14]
[15]
Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan Tinggi. Handout Kuliah, Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya. A Arismunandar, A. 1975. Teknik Tegangan Tinggi. Jakarta: Pradnya Paramita Kadir, Abdul. 1998. Transmisi Tenaga Listrik. Jakarta: UI–Press L. Tobing, Bonggas. 2003. Peralatan Tegangan Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Siklon Tropis,
Badan Meteorologi dan Geofisika: Kelistrikan Udara / Lightning, Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan Tinggi : Petir dan Permasalahannya. Diktat Kuliah. Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya. Zoro H. Reynaldo. 2004. Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Petir Pada Sistem Tenaga Listrik. Catatan Kuliah, Departemen Teknik Elektro ITB, Bandung. Djiteng Marsudi. 1990. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Balai Penerbit dan Humas ISTN J. G. Anderson. 1982. Transmission Line Reference Book – 345 kV and above. California : Electric Power Research Int. Palo Alto. Hutauruk, T.S. 1989. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Jakarta : Erlangga. Prikler, László dan Hans Kr. Høidalen. 1998. ATPDraw for Windows 3.1x/95/NT version 1.0: User’s Manual. Trondheim: SINTEF Energy Research. B. marungsari, S. Boonpoke, A. Rawangpai, A. Oonsivilai, C. Kritayakkormupong. 2008. Study of Tower Grounding Resistance Effected Back Flashove to 500 kV Transmission Line in Thailand Using ATP/EMTP.Worl Academy of Science. Eko Yudo Pramono, Deny Hamdani, Reynaldo Zoro. 2007. Modeling of Extra High Voltage 500 kV Transmission Lines using Electromagentic Transient Pro-gram. Proceedings of the International Conference on F-25 Electrical Engineering and Informatics Institut Teknologi Bandung, Indonesia BIODATA PENULIS
Putra Rezkyan Nash dilahirkan di Bontan, Kalimantan Timur pada tanggal 09 Oktober tahun 1986. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SD 2 YPK Bontang pada tahun 1993 dan melanjutkan ke SLTP YPK Bontang pada tahun 1999, kemudia melanjutkan ke SLTA YPK Bontang hingga lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis masuk ke Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS dengan nrp 2205100063 dan kemudian mengambil bidang studi Teknik Sistem.
Halaman 8 dari 8 Halaman Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS