ANALISIS PERAMBATAN TEGANGAN IMPULS PADA PENTANAHAN GRID GARDU INDUK DENGAN PEMODELAN RUGI SALURAN TRANSMISI Renyta Citra, I.G.N Satriyadi H ,ST.,MT., Prof. Dr. Ir. Mochamad Ashari, M. Eng Program Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya – 60111 Telp. 031-5947302, 5994251 s/d 54 pswt. 1206, 1239 Fax. 031-5931237 Abstrak : Pentanahan merupakan salah satu bagian peralatan pada gardu induk yang perlu diperhatikan karakteristik, serta desain bentuknya, sehingga apabila terjadi sambaran petir secara langsung yang mengenai sistem penangkal petir gardu induk dapat segera disalurkan secara cepat menuju tanah untuk menghindari pengaruh-pengaruh lanjutan yang dapat merusak peralatan lain yang ada di gardu induk. Bentuk sistem pentanahan yang umum digunakan di gardu induk adalah sistem grid. Bila suatu sambaran masuk ke dalam salah satu terminal masukan sistem grid, maka gelombang surja akan mengalir ke seluruh rangka sistem grid sebelum akhirnya arus sambaran petir terserap sebagai rugi menuju tanah. Metode yang digunakan untuk pemodelan sistem pentanahan grid ini adalah loss transmission line, di mana parameternya ditentukan oleh bahan dan konstruksi batang pentanahan serta karakteristik tanah yang melingkunginya. Dari hasil perhitungan tahanan tanah untuk berbagai tipe tanah didapatkan hasil tahanan tanah tertinggi pada jenis pegunungan berbatu sebesar 8.77 Ω, kemudian sawah tanah garapan (kerikil) sebesar 1.76 Ω, Tanah garapan (tanah liat) sebesar 0.351 Ω dan terendah adalah sawah rawa sebesar 0.263 Ω. Berdasarkan besar arus yang mengalir sepanjang pentanahan rod, jenis tanah yang paling cepat menyerap arus transien akibat sambaran petir adalah sawah tanah rawa. 1.
PENDAHULUAN
Sebuah gardu induk harus memiliki sistem pentanahan yang handal yang memenuhi standard aman bagi manusia dan peralatan yang berada di area gardu induk. Sistem pentanahan yang digunakan harus benarbenar dapat mencegah bahaya ketika pada saat gangguan terjadi, di mana arus gangguan yang mengalir ke bagian peralatan dan ke piranti pentanahan dapat diketanahkan sehingga gradien tegangan disekitar area pentanahan menjadi merata sehingga tidak menimbulkan beda potensial antara titik-titik disekitar terjadinya gangguan. Pengaruh pengaman petir pada gardu induk atau saluran transmisi berhubungan dengan karakteristik impulse pada pentanahan grid. Untuk memperoleh desain sistem tenaga listrik yang benar yang berkaitan dengan
Proceeding Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
perlindungan terhadap peristiwa anomali instalasi, hal yang mendasar adalah memprediksi karakteristik impulse pada sistem pentanahan. Ketika petir menyambar gardu induk atau saluran transmisi, arus sambaran akan mengalir ke dalam sistem pentanahan dan menghilang di dalam tanah. Pada saat yang sama, dengan meluasnya utilisasi kompleksitas dan peralatan sensitif pada gardu induk dan industri, kebutuhan untuk kualitas yang baik pada power supply menjadikan perlindungan terhadap gangguan induksi petir menjadi hal yang utama. Jadi, bagaimana model yang akurat dan memprediksi karakteristik transien pada sistem pentanahan merupakan hal yang sangat penting. 2.
DASAR TEGANGAN PENTANAHAN
IMPULS
DAN
2.1.
Standard dan Karaktristik Gelombang Impuls Untuk dapat melaksanakan pengujian pada peralatan listrik terhadap gelombang impuls (petir dan surja hubung) maka perlu di definisikan bentuk gelombang standard, yang merupakan bentuk gelombang tiruan dari gelombang impuls yang dalam kenyataannya sangat berbahaya. Jadi gelombang impuls tiruan tersebut merupakan simulasi dari tegangan lebih yang terjadi karena pelepasan muatan oleh petir ataau karena pengoperasian saklar (proses switching). Bentuk umum tegangan impuls yang digunakan di laboratorium adalah tegangan yang naik dalam waktu yang sangat singkat sekali, disusul kemudian dengan suatu penurunan secara lambat menuju nol. Bentuk tegangan seperti itu mempunyai persamaan sebagai berikut : …………….……………...(2.1) dimana :
= konstanta a dan b = konstanta waktu
Dengan menetapkan konstanta a dan b, maka sebuah gelombang impuls dapat dibuat. Harga maksimumnya disebut harga puncak (peak atau crest) dari tegangan impuls, sedangkan muka gelombang (wave front) dan ekor gelombang (wave tail) ditetapkan dalam standard-
1
standard sedemikian rupa sehingga kesukaran untuk menetapkan permulaan gelombang dan puncak gelombang dapat diatasi. Sebagaimana telah diketahui bahwa di sistem tenaga listrik sering timbul gejala transien satu arah yang disebabkan oleh beberapa fenomena, antara lain: Fenomena switching (alih hubung) jaringan daya (misalnya switching kapasitor bank). Gangguan (hubung singkat) terhadap jaringan daya. Sambaran petir (langsung ataupun tidak langsung).
2.3
Proses Terjadinya Petir Petir pada alam merupakan peristiwa alami locatnya muatan-muatan listrik diantara awan ke awan atau awan ke permukaan bumi. Petir tejadi apabila muatan di beberapa bagian atmosfer kuat medan listriknya mencapai nilai yang cukup tinggi menyebabkan kegagalan listrik di udara sehingga timbul peralihan muatan listrik yang besar. Peralihan muatan ini dapat terjadi di dalam awan, antara awan, dan dari awan ke permukaan bumi. Sumber terjadinya petir adalah awan commulonimbus (gambar 2.2) yang berbentuk gumpalan dengan ukuran vertikal lebih besar dari ukuran horisontal.
Gambar 2.1 Karakteristik Tegangan Impuls Sesuai Standard IEC
Gambar 2.2 Awan Commulonimbus
Dari bentuk umum gelombang berjalan, dapat diketahui beberapa spesifikasi gelombang berjalan, yaitu : 1. Puncak gelombang (crest), yaitu amplitude maksimum dari gelombang. 2. Muka gelombang, t 1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam praktek ini diambil 10%E dan 90%E. 3. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak. Panjang gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50%E pada ekor gelombang. 4. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negatif.
Petir merupakan usaha alami untuk menetralkan muatan listrik yang dimiliki oleh awan. Sehingga, kita mengenal ada 2 jenis petir berdasarkan sumber muasal muatan listriknya, petir yang terjadi antar awan dan petir yang terjadi antara awan dengan permukaan bumi. Untuk terciptanya loncatan listrik petir dari awan ke permukaan tanah, kedua lokasi harus mempunyai perbedaan tegangan listrik hingga sebesar 10 juta Volt. Udara mempunyai kemampuan mentransfer listrik bila listrik tersebut mempunyai tegangan sebesar 3 juta Volt setiap meternya. Harga ini akan berkurang bila kelembaban udara meningkat. Dalam kenyataannya, dalam suasana badai sekalipun dan kelembaban udara meningkat, tapi hanya mencapai sekitar 200.000 Volt per meter. Nilai ini jauh dibawah kemampuan transfer listrik melalui udara. Penelitian sekarang ini menemukan bahwa walaupun kemampuan transfer listrik udara hanya 200.000 V/m, sebelumnya udara telah bereaksi melalui proses ionisasi, menjadi lebih bersifat penghantar listrik.
2.2.
Pentanahan Grid
Arus gangguan tanah yang mengalir di tempat gangguan maupun di tempat pengetanahan gardu induk menimbulkan perbedaan tegangan di permukaan tanah yang dapat mengakibatkan terjadinya tegangan sentuh dan tegangan langkah yang melampaui batas-batas keamanan. Sistem pengetanahan pada gardu induk membuat permukaan tanah di lokasi gardu induk mempunyai perbedaan tegangan yang serendah-rendahnya pada waktu terjadi gangguan hubungan tanah atau membuat tahanan tanah serendah-rendahnya. Pengetanahan peralatan pada gardu induk biasanya menggunakan sistem pengetanahan kisi-kisi (grid) dan di lokasi switchyard diberi lapisan koral untuk mengurangi besar perbedaan tegangan pada permukaan tanah. Kisi-kisi (grid) pengetanahan menggunakan konduktor tembaga bulat yang di tanam pada seluruh batas gardu induk.
Proceeding Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
3.
PENTANAHAN GARDU INDUK
Fungsi pentanahan pada gardu induk ialah untuk membatasi tegangan yang timbul antara peralatan dengan peralatan, peralatan dengan tanah dan meratakan gradien tegangan yang timbul pada permukaan tanah akibat arus kesalahan yang mengalir di dalam tanah. Pentanahan gardu induk mula-mula dilakukan dengan menanamkan batang-batang konduktor tegak lurus dengan permukaan tanah (vertikal). Tetapi kemudian orang menggunakan sistem pentanahan dengan menanamkan batang-batang konduktor sejajar dengan permukaan tanah
2
(horisontal) dengan kedalaman beberapa puluh cm di bawah permukaan tanah. Hal ini dilakukan karena pada suatu daerah yang berbatu sehingga tidak dapat menanamkan elektroda pentanahan lebih dalam. Setelah diselidiki lebih lanjut ternyata pentanahan dengan sistem penanaman horisontal dengan bentuk kisi-kisi (grid) mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan pentanahan yang memakai batang-batang vertikal. Sistem pentanahan batang vertikal masih banyak digunakan pada gardu-gardu induk dan juga merupakan teori dasar dari sistem pentanahan. Tujuan utama dari berbagai sistem pentanahan tersebut adalah untuk mendapatkan tahanan kontak ke tanah yang cukup kecil. Untuk mengetahui sejauh mana tahanan kontak ke tanah dapat diperkecil, perlu mengetahui rumus-rumus tahanan kontak ke tanah dari masing-masing sistem pentanahan. Dasar perhitungan tahanan pentanahan adalah perhitungan kapasitansi dari susunan batang-batang elektroda pentanahan dengan anggapan bahwa distribusi arus atau muatan uniform sepanjang batang elektroda. Berikut rumus perhitungan tahanan : ………………….………...……………..…..(3.1) di mana : R = tahanan (Ohm) C = kapasitansi (Statfarad) ρ = tahanan jenis tanah (Ohmcm) Pada saat impuls sampai ke tanah melalui elektroda, maka akan terjadi peristiwa discharge. Hal ini dikarenakan ada konstanta dielektrik pentanahan. Hal tersebut dapat mempengaruhi sistem pentanahan. Untuk elektroda yang terbuat dari tembaga nilai εr=3,3. Nilai L dapat dihitung dari rumus di bawah ini : ............................................(3.2) dengan: L = nilai induktansi elektroda (H) l = panjang elektroda (m) d = diameter elektroda (m) Nilai kapasitansi C menggunakan rumus berikut : ................................................(3.3) dengan: C = kapasitansi elektroda (F) l = panjang elektroda (m) d = diameter elektroda (m) εr = konstanta dielektrik elektroda (F/m), tembaga = 3,3 F/m
Proceeding Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
3.2
Electromagnetic Transient Program (EMTP) ATPDraw adalah preprosesor versi ATP dari Electromagnetic Transient Program (EMTP) pada sistem operasi windows. Program ini ditulis dengan bahasa Borland Delphi 2.0 dan dapat berjalan normal dengan perangkat lunak Windows 9x\NT\2000\XP. ATPDraw memiliki kemampuan membuat dan menyusun rangkaian listrik dan memilih komponen dari menu yang tersedia. Electromagnetic Transient Program (EMTP) di kembangkan pada domain public di Bonneville Power Administration (BPA) Portland, Oregon pada tahun 1984 oleh EMTP Development Coordonation Group and the Electric Power Research Institute (EPRI) di Paolo Alto, California. Kelahiran ATP pada tahun 1984 dan mulai berkembang secara bertahap melalui kontribusi internasional. Beberapa ahli dari berbagai negara telah memberikan kontribusinya terhadap perkembangan EMTP mulai tahun 1975. ATPDraw mempunyai perintah standar seperti yang dimiliki oleh windows. Hampir semua standard perintah modiifikasi rangkaian terdapat pada ATPDraw, seperti copy/paste, grouping, rotate, export/import, undo/redo. Program ATP mampu memperkirakan hasil dari variable tertentu (tegangan atau arus) pada sebuah rangkaian listrik dalam fungsi waktu, yang biasanya pada rangkaian tersebut terdapat gangguan. ATP menyediakan banyak model komponen listrik misalnya motor, generator, transformasi, lightning arrester, saluran transmisi, dan kabel. ATP juga menyediakan modul program untuk menganalisa kondisi transien sistem control. Fasilitas ini bisa dikenal dengan nama TACS (Transient Analysis of Control Systems). Dengan fasilitas ini, memungkinkan untuk menganalisa respon transien sistem control terhadap gejala-gejala atau gangguan nonlinier seperti surja dan gejala korona. TACS juga mampu menganalisa karakteristik dinamis sistem tanpa melalui penggambaran atau pemodelan sistem sebagai sebuah rangkaian listrik. ATP dapat digunakan untuk simulasi dalam kondisi gangguan simetri maupun tidak simetri, surja petir. ATP juga mampu menganalisa efek harmonisa dari suatu sistem dengan metode injeksi arus harmonik. Kemampuan simulasi ATP-EMTP sangat dinamis tergantung dari pemakaian dan perangkat keras (RAM) yang dimiliki oleh komputer. Tabel 3.1 memuat kemampuan maksimum program ATP ini. Table 3.1 Tabel Kemampuan ATP-EMTP Busses
6000
Source
900
Branches
10000
Nonlinier element
2250
Switches
1200
Synchronous machines
90
3
4.
STUDI SIMULASI DAN ANALISA Konstruksi Gardu Induk tegangan ekstra tinggi 500 kV milik PT. PLN mengikuti keadaan dan kondisi lokasi dimana Gardu Induk tersebut didirikan. Pola pentanahan grid dirancang pada umumnya memiliki bentuk serupa dengan persegi panjang dengan sisi 15-30 meter. Data tipe konduktor pentanahan yang dipakai adalah seperti pada tabel 4.1.
Ukuran (mm2)
240
Tabel 4.1 Data Konduktor Pentanahan PT. PLN (Persero) Resistansi Kapasitansi Induktansi Test Konduktor Konduktor Konduktor Voltage (H) (F) (kV/5mnt) (Ω) 47.42 x 10-7
8.77
0.095 x 10-9
Dari data gardu induk didapat tahanan jenis rata-rata (ρavg) sebesar ± 500 Ωm, dengan jenis tanah bukit dan sedikit berbatu (kerikil). Dan luas penampang konduktor (copper stranded with lead jacket) 240 mm2 dan ditanam dalam tanah dengan kedalaman 450 s/d 600 mm dan panjang batang pengetanahan 3,5 m. Jari-jari ekivalen adalah 16,93 m. Dari data diatas dapat dihitung sebagai berikut: Ω Nilai L dihitung dengan persamaan berikut:
30
Pada tugas akhir ini digunakan sebuah sistem pentanahan yang terdiri dari atas grid berukuran 60mx60m yang dibagi dalam persegi yang lebih kecil berukuran 30x30m seperti pada gambar 4.1.
(dari persamaan 3.3) Berdasarkan data yang ada, nilai induktansi dari elektroda adalah
H
30 cm
Nilai kapasitansi C dapat persamaan berikut:
dihitung dengan
60 m Maka, (dari persamaan 3.4) F 4.1.1 Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Model Titik Sambaran 1 60 m Gambar 4.1 Model pentanahan grid 60m x 60m
4.1
Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Pada Jenis Tanah Pegunungan Berbatu Bila digunakan batang pentanahan, tahanan sistem gardu induk dapat dihitung dengan persamaan :
A = luas switchyard Dan A = π.r2 Maka,
Proceeding Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar 4.2 Tegangan Maximum pada Amplitudo Petir 60 kV, waktu muka 2 µs dan waktu punggung 100 µs di titik B
Selain menggunakan simulasi pemodelan pentanahan grid dengan probe tegangan, simulasi pemodelan pentanahan grid juga dilakukan dengan menggunakan probe arus. Di bawah ini ditunjukkan contoh
4
hasil simulasi berupa pemodelan pentanahan grid dengan menggunakan probe arus.
4.2.1 Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Model Titik Sambaran 1 20 [kV] 15
10
5
0
-5 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
[ms]
1.0
(file modelsawahv=20kvtitika.pl4; x-var t) v:XX0047
Gambar 4.3 Arus Maximum pada Amplitudo Petir 60 kV, waktu muka 2 µs dan waktu punggung 150 µs di cabang B
Tabel 4.2 Hasil dari simulasi pada tiap titik pada nilai amplitudo yang berbeda
Gambar 4.5 Tegangan Maksimum pada Amplitudo 20 kV di titik C
Tabel 4.3 Hasil dari simulasi pada tiap titik pada amplitudo yang berbeda
Amplitudo 100 kV terhadap titik-titik pentanahan grid
Tegangan Maksimum (kV)
Tegangan Maksimum (kV)
Amplitudo 20 kV terhadap titik-titik pentanahan grid
20 19.9
GHI
19.8
DEF
19.7
ABC 1
2
3
Gambar 4.4 Diagram Amplitudo 20 kV Terhadap Titik-Titik Pentahanan Grid Model Titk Sambaran 1
4.2
Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Pada Jenis Tanah Sawah Garapan (kerikil) Tahanan sistem gardu induk pada jenis tanah sawah garapan dapat dihitung dengan persamaan :
100 GHI
50
DE F
0 1
ABC 2
3
Gambar 4.6 Grafik Amplitudo 100 kV Terhadap Titik-Titik Pentahanan Grid Model Titik Sambaran 1
4.4
Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Pada Jenis Tanah Sawah, Rawa (tanah liat) Tahanan sistem gardu induk pada jenis tanah sawah rawa dapat dihitung dengan persamaan : (dari persamaan 2.11)
A = luas switchyard Dan A = π.r2
A = luas switchyard Dan A = π.r2
Maka,
Maka,
Ω
Proceeding Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Ω
5
4.4.1
Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Model Titik Sambaran 1
Ω
40 [kV]
4.5.1
31
22
35 [kV] 30
13
25
Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Model Titik Sambaran 1
20
4
15 10
-5 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
[ms]
1.0
(file modelrawav=40kvtitika.pl4; x-var t) v:XX0047
Gambar 4.7 Tegaangan Maksimum pada Amplitudo 40 kV di titik B
Tabel 4.4 Hasil dari simulasi pada tiap titik pada amplitudo yang berbeda
5 0 -5 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
[ms]
(file modelgarapanv=40kvtitikc.pl4; x-var t) v:XX0051
Gambar 4.9 Tegangan Maksimum pada Amplitudo 40 kV di titik C
Tabel 4.5 Hasil dari simulasi pada tiap titik pada amplitudo yang berbeda
100
Amplitudo 40 kV terhadap titik-titik pentanahan grid
GHI
50
DE F
0
ABC 1
2
3
Gambar 4.8 Grafik Amplitudo 100 kV Terhadap Titik-Titik Pentahanan Grid Model Titik Sambaran 1
4.5
Simulasi Pemodelan Pentanahan Grid Pada Jenis Tanah Garapan (tanah liat) Tahanan sistem gardu induk pada jenis tanah garapan dapat dihitung dengan persamaan :
Tegangan Maksimum (kV)
Tegangan Maksimum (kV)
Amplitudo 100 kV terhadap titik-titik pentanahan grid
40
Proceeding Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
DEF ABC
0 1
2
3
Gambar 4.10 Grafik Amplitudo 40 kV Terhadap Titik-Titik Pentahanan Grid Model Titik Sambaran 1
5. 5.1.
1.
A = luas switchyard Dan A = π.r2 Maka,
GHI
20
2.
PENUTUP Kesimpulan Hasil perhitungan tahanan tanah untuk berbagai tipe tanah didapatkan hasil tahanan tanah tertinggi pada jenis pegunungan berbatu sebesar 8.77 Ω, kemudian sawah tanah garapan (kerikil) sebesar 1.76 Ω, Tanah garapan (tanah liat) sebesar 0.351 Ω dan terendah adalah sawah rawa sebesar 0.263 Ω. Tegangan maksimum dan minimum pada titik-titik sambung rod untuk jenis tanah pegunungan berbatu dengan injeksi tegangan impuls maksimum sebesar 20 kV adalah 19.911 kV pada
6
1.0
3.
4.
5.2.
1.
2.
1.
2.
3. 4.
sambaran langsung di titik B dan 19.823 kV pada sambaran langsung di titik A. Untuk jenis tanah sawah garapan (kerikil) adalah 19.869 kV pada sambaran langsung di titik E dan 15.956 kV pada sambaran langsung di titik A. Untuk jenis tanah sawah rawa (tanah liat) adalah 19.876 kV pada sambaran langsung di titik E dan 15.956 kV pada sambaran langsung di titik A. Untuk jenis tanah garapan (tanah liat) adalah 19.873 kV pada sambaran langsung di titik E dan 15.872 kV pada sambaran langsung di titik A. Arus maksimum dan minimum pada titik-titik sambung rod untuk jenis tanah pegunungan berbatu dengan injeksi tegangan impuls maksimum sebesar 20 kV adalah 34.105 kA pada sambaran langsung di titik E dan 32.048 kA pada sambaran langsung di titik A. Untuk jenis tanah sawah garapan adalah 34.116 kA pada sambaran langsung di titik E dan 32.498 kA pada sambaran langsung di titik B. Untuk jenis tanah sawah rawa (tanah liat) adalah 110.72 kA pada sambaran langsung di titik E dan 32.233 kA pada sambaran langsung di titik A. Untuk jenis tanah garapan (tanah liat) adalah 110.81 kA pada sambaran langsung di titik E dan 32.021 kA pada sambaran langsung di titik A. Berdasarkan besar arus yang mengalir sepanjang pentanahan rod, jenis tanah yang paling cepat menyerap arus transien akibat sambaran petir adalah sawah tanah rawa. Saran Untuk menentukan bentuk dan konstruksi sistem pentanahan grid yang tepat sebaiknya memilih jenis tanah yang mempunyai nilai konduktivitas yang paling kecil. Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang lebih akurat, sebaiknya dilakukan pengujian pada kondisi yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA Henry B. H. Sitorus, Herman Halomoan Sinaga, Hendrik A. N. Simanjuntak, ”Disain Sistem Pentanahan Grid-Rod Gardu Induk 150 kV Untuk Berbagai Kondisi Tanah di Lampung”, Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Unila, Lampung, 2008. IGN Satriyadi, I Made Yulistya N., Priska Bayu Anugrah, “Simulasi dan Analisis Tegangan Lebih Impuls pada Transformator Distribusi 20 kV”, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya, 2010. Hutauruk T. S., “Pengetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan Peralatan”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1987. IGN Satriyadi, I Made Yulistya N., Riduwan Maliki, “Studi Dampak Sambaran Petir Pada Peralatan Tegangan Rendah Rumah Tangga Menggunakan
Proceeding Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Perangkat Lunak EMTP”, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya, 2009. 5. Hutauruk T. S., “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1989. 6. Vassiliki T. Kontargyri, Ioannis F. Goros, Frangiskos V. Topallis, Ioannis A. Stathopulos, ”Transient Behaviour Of A Horizontal Grounding Grid Under Impulse Current”, National Technical University of Athens, Athens Greece. 7. J. Nahman, V. Djordjević, ”Resistance to Earth of Substation Earth Electrodes in Uniform and TwoLayer Soils”, 1997. 8. Y. L. Chow, M. M. A. Salama, “A Simplified Method for Calculating the Substation Grounding Grid Resistance. 9. Syarifuddin Mahmudsyah, “Perencanaan Gardu Induk Tegangan Tinggi”, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya. 10. www.petir.com RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama : Renyta Citra Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 22 Juli 1988 Agama : Islam Nama Ayah : M. Rusdy Gani (Alm) Nama Ibu : Anies Alfiaty Riwayat Pendidikan : SD Negeri Kalirungkut IV Surabaya ( 1994 – 2000) SLTP Negeri 6 Surabaya ( 2000 – 2003 ) SMA Negeri 5 Surabaya ( 2003 – 2006 ) Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Di samping mengikuti kuliah, penulis juga tercatat sebagai asisten Laboratorium Instrumentasi, Pengukuran Listrik dan Identifikasi Sistem Tenaga. Pada bulan Januari 2011, Penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik elektro.
7