ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR
Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
DIYAH RATNA SARI FEBRIYANTI. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI).
Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan di Kabupaten Bogor, ketimpangan distribusi pendapatan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pemda Kabupaten Bogor. Adanya ketimpangan distribusi pendapatan terlihat dari besarnya angka keiskinan di Kabupaten Bogor dan rendahnya daya beli masyarakat Kabupaten Bogor. Ketimpangan Distribusi Pendapatan menyebabkan melebarnya jurang pendapatan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin sehingga kemiskinan akan sulit diatasi dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan distribusi pendapatan terjadi karena pembangunan yang lebih mengutamakan pertumbuhan dari pada pemerataan. Pertumbuhan ekonomi terus dipacu untuk meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Namun karena adanya perbedaan faktor-faktor kepemilikan modal dan keterampilan dalam aktivitas ekonomi maka hasil dari pertumbuhanpun tidak dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Jika hal ini terus berlanjut maka pertumbuhan hanya akan meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan. Penelitian ini akan menganalisis, (1) Peran sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja (2) Menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektorsektor ekonomi terhadap distribusi pendapatan. Dalam analisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi hanya digunakan lima sektor yaitu, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa. Dipilih kelima sektor tersebut karena sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan rata-rata lima tertinggi diantara sembilan sektor. Selain itu laju pertumbuhan kelima sektor tersebut diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Dinas Kependudukan dan internet. Untuk menganalisis peran sektor-sektor ekonomi menggunakan tabulasi sederhana dengan melihat peran tiap sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja. Kemudian dari sembilan sektor ekonomi yang ada akan dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu, kelompok sektor yang memiliki peran yang besar dalam menyerap tenaga kerja, kelompok sektor yang memiliki peran sedang dan kelompok sektor yang memiliki peran yang kecil dalam menyerap tenaga kerja. Sedangkan untuk menentukan batasan tiga kelompok mengunakan rumus sederhana dengan membagi skala peran terkecil sampai peran terbesar menjadi tiga. Untuk menganalisis pengaruh kelima sektor terhadap distribusi pendapatan digunakan analisis regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Sektor yang memiliki peran yang besar adalah sektor yang menyerap tenaga kerja lebih besar sama dengan 14,96 persen per tahun. Sektor yang masuk dalam kelompok ini adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Industri, Sektor Pertanian dan Sektor Jasa. Sektor yang memiliki peran sedang adalah sektor yang memiliki peran dalam menyerap tenaga kerja lebih besar sama dengan 7,48 sampai kurang dari 14,96 persen per tahun. Sektor yang masuk dalam kelompok ini adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi. Sektor yang memiliki peran yang kecil adalah sektor yang menyerap tenaga kerja kurang dari 7,48 persen per tahun. Sektor yang masuk dalam kelompok ini adalah Sektor Pertambangan dan Pengalian, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi dan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Lima sektor ekonomi yang dipilih untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita terhadap distribusi pendapatan, dua sektor masuk pada kelompok sektor yang memiliki peran yang besar dalam menyerap tenaga kerja, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Sektor Jasa. Sedangkan tiga sektor yang lainnya masuk dalam kelompok sektor yang memiliki peran kecil dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa memiliki hubungan yang negatif terhadap rasio gini. Hal ini berarti peningkatan pertumbuhan per kapita sektorsektor tersebut akan memperbaiki distribusi pendapatan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap rasio gini. Hal ini berarti peningkatan pertumbuhan per kapita sektor ini akan semakin memperburuk distribusi pendapatan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki peranan yang terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 23,66 persen per tahun, namun pertumbuhan per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran semakin memperburuk distribusi ketimpangan kerena adanya faktor modal yang lebih dominan menyebabkan apabila keuntungan yang diterima sektor ini meningkat dalam kurun waktu tertentu, maka keuntungan tersebut seluruhnya masuk pada pemilik modal. Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan agar Pemda Kabupaten Bogor mengembangkan Sektor Listrik, Gas dan Air bersih dan Sektor Transportasi dan Komunikasi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja di Kabupaten Bogor dengan memperluas jangkauan sarana transportasi dan komunikasi agar semakin banyak masyarakat yang mengunakan fasilitas tersebut, terutama bagi masyarakat desa terpencil. Di sisi lain pemerintah Kabupaten Bogor juga harus meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor agar masyarakat dapat masuk dalam sektor-sektor ekonomi dan aktif dalam aktivitas ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengurangi ketimpanan distribusi pendapatan.
ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR
Oleh DIYAH RATNA SARI FEBRIYANTI H14102075
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Diyah Ratna Sari Febriyanti
Nomor Registrasi Pokok : H14102075 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Mengetahui, Dosen Pembimbing,
Ir. Yeti lis Purnamadewi, MSc. NIP.131967243
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP.131864872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KERYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2006
Diyah Ratna Sari F H14102075
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Diyah Ratna Sari Febriyanti lahir pada tanggal 16 Februari 1984 di Bojonegoro, sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Jawa Timur. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari Pasangan Hambali dan Siti Nurhayati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Kauman IV, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bojonegoro dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 2 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Kota Bojonegoro tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi. Pada tingkat dua penulis aktif di Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajenen (BEM FEM) Tahun 2003-2004, sebagai sekertaris di Departemen Sosial dan Politik. Tingkat tiga penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (DPM FEM) Tahun Pengurusan 2004-2005, sebagai anggota di Komisi Aspirasi, Advokasi dan Kesejahteraan mahasiswa. Tingkat empat penulis menyusun skripsi dan aktif di organisasi Hipotesa, di Biro Media, Informasi dan Promosi. Selain itu pada tingkat akhir penulis menjadi Tim Promosi KJK-IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “ Analisis Pengaruh Pertumbahan Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor ”. Distribusi pendapatan merupakan topik yang menarik karena seiring dengan pembangunan yang dilakukan terjadi adanya ketimpangan pembagian hasil-hasil dari pembangunan. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di Kabupaten Bogor. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Ibu Yeti Lis Pernamdewi, MSc, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti, MSc, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Widyastutik, M.Si, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari para peserta pada Seminar Hasil Penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada mereka. Penulis juga berterimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Ibu Siti Amaroh serta saudara-saudara penulis. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2006
Diyah Ratna S. F H14102075
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii I.
II.
PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang...............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup..............................................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Konsep Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan ..................................................................
9
2.2. Penelitian-penelitian Terdahulu ................................................... 10 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................... 11 2.3.1. Distribusi Pendapatan ....................................................... 11 2.3.2. Produktivitas dan Upah Tenaga Kerja .............................. 13 2.3.3. Pendapatan Daerah............................................................ 16 2.4. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................ 18 2.5. Hipotesis....................................................................................... 20 III.
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 23 3.2. Metode Analisis Data................................................................... 23
x
3.2.1. Analisis Peran Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor................................... 23 3.2.2. Analisis Peran Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor................................................................................ 24 IV.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR 4.1. Kondisi Geografi dan Pembagian Wilayah Administrsi.............. 31 4.2. Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Bogor .................... 33 4.3. Sumber Daya Alam ...................................................................... 34 4.4. Sumber Daya Manusia ................................................................. 36 4.5. Potensi Ekonomi Kabupaten Bogor ............................................. 38 4.6. Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur....................................... 41
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Peran Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor.............................................. 45 5.2. Analisis Peran Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor.......................................................................................... 47
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan .................................................................................. 55 6.2. Saran............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57 LAMPIRAN .................................................................................................. 59
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993, Tahun 1993-2003 (dalam Pesen) .......................................
4
4.1. Perkembangan Kondisi Administrasi Kabupaten Bogor Tahun 2001-2004 .................................................................................... 33 4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2004 ..................................................................................... 38 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 1993 dalam Jutaan Rupiah dan Distribusi Presentase PDRB Tahun 2000-2003......................................................................... 39 4.4. Realisasi Indikator Kinerja Makro Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2001-2004 .................................................................................... 40 4.5. Jumlah Gardu Induk di Kabupaten Bogor .............................................. 43 4.6. Banyaknya Langganan, Daya Terpasang, KWH Jual/Beli, KWH Losses, Hasil Penjualan KWH Dirinci UPP Tahun 2004 .................................... 44 5.1. Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Sektor-sektor Ekonomi Tahun 1993-2003 .................................................................................... 46 5.2. Hasil Estimasi Pengaruh Pertumbuhan per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor.............. 47 5.3. Uji Autikorelasi melalui Breusch-Godfrey Serial LM Test..................... 49 5.4. Hasil Uji Multikolinier melalui Correlation Matrix ............................... 49 Lampiran 1.
PDRB Kabupaten Bogor Tahun 1993-2003 ........................................... 59
2
Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Sektor Tahun 1993-2003 ..................... 60
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Hal
2.1. Kerangka Pemikiran................................................................................. 20 4.1
Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2001-2004 .................................................................................... 37
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
PDRB Kabupaten Bogor Tahun 1993-2003 ........................................... 56
2
Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Sektor Tahun 1993-2003 ..................... 57
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Sesuai dengan Trilogi Pembangunan bahwa pembangunan dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, stabilitas perekonomian dan pemerataan pembangunan. Namun, seiring dengan gerak pembangunan yang dilakukan, ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan menjadi lingkaran masalah yang sulit diatasi. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 cukup tinggi, mencapai 5,5 persen tetapi angka kemiskinan masih tetap tinggi yaitu mencapai 16,6 persen (Ritonga, 2005). Sulitnya mengurangi angka kemiskinan disebabkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan. Ketimpangan dalam distribusi pendapatan menggambarkan bahwa hanya sebagian kecil masyarakat yang menguasai kehidupan ekonomi dan menikmati sebagian besar pendapatan negara. Sebaliknya sebagian besar masyarakat yang terdiri dari karyawan dan buruh hanya menikmati sedikit dari pendapatan negara (Djojohadikusumo, 1955). Adanya ketimpangan distribusi pendapatan tersebut menyebabkan adanya suatu jurang antara masyarakat kaya dengan masyarakat miskin sehingga yang miskin sulit keluar dari kemiskinan. Distribusi pendapatan yang timpang ini disebabkan adanya perbedaan faktor-faktor yang berhubungan dengan kekuatan modal dan skill pada masingmasing golongan. Golongan masyarakat kaya yang merupakan sebagian kecil dari masyarakat keseluruhan menguasai hampir seluruh jumlah peralatan modal yang ada. Hal ini menjadikan kelompok golongan ini dengan mudah masuk dalam
2
aktivitas ekonomi serta mempunyai pendidikan, keterampilan dan keahlian khusus dalam perdagangan. Dilain pihak golongan karyawan dan buruh yang tidak memiliki modal dan skill yang cukup, sulit masuk dalam aktivitas ekonomi dan memiliki posisi yang lemah dalam menghadapi golongan lain (Djojohadikusumo, 1955). Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan di Kabupaten Bogor, ketimpangan distribusi pendapatan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pemda Kabupaten Bogor. Adanya ketimpangan distribusi pendapatan terlihat dari angka kemiskinan di Kabupaten bogor yang tinggi mencapai 25,39 persen. Di tahun yang sama daya beli penduduknya hanya sebesar Rp 552.450, dimana angka ini berada di bawah kebutuhan hidup minimum Kabupaten Bogor sebesar Rp 671.222. Rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor yang terlihat dari indeks pendidikan yang dibentuk oleh komponen rata-rata lama sekolah (RRLS) pada tahun 2004 sebesar 6,26 tahun, artinya secara makro rata-rata pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor masih pada tingkat sekolah dasar. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan penduduknya memiliki keterampilan atau skill yang rendah dan menyebabkan mereka sulit untuk mendapatkan upah yang tinggi (Kamaluddin, 1992). Upah yang kecil menyebabkan orang miskin sulit memperbaiki tingkat kesejahteraan dan sulit keluar dari kemiskinan. Rasio gini Kabupaten Bogor pada tahun 2004 mencapai 0,171, walaupun angka ini relatif kecil tetapi dengan kondisi seperti diatas jika distribusi pendapatan tidak segera
3
diperbaiki maka akan mempersulit usaha untuk mengurangi angka kemiskinan dan tentunya akan menghambat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Transformasi ekonomi terjadi seiring dengan pembangunan yang dilakukan di Kabupaten Bogor. Hal ini terlihat dari peran Sektor Pertanian yang tergantikan oleh Sektor Industri dan sektor lainnya. Pada tahun 2003 peran Sektor Pertanian sebesar 9,77 persen terhadap pembentukan PDRB, sedangkan Sektor Industri berperan sebesar 50,58 persen (BPS, 2004). Sektor-sektor ekonomi dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor karena pertumbuhan ekonomi berperan penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor rata-rata sebesar 2,81 persen per tahun. Laju pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 1996 sebesar 11,52 persen, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar -18,35 (Tabel 1.1). Laju pertumbuhan ekonomi terendah ini disebabkan karena adanya krisis moneter dimana mencapai puncak krisis pada tahun 1998 dengan inflasi sebesar 75,0 persen (Yustika, 2002). Pasca krisis moneter pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi mulai kembali normal walaupun pertumbuhannya tidak sebesar sebelum terjadi krisis moneter. Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata lima tertinggi adalah Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Sektor Jasa. Selain itu kelima sektor tersebut dan Sektor Industri
4
memiliki laju pertumbuhan rata-rata di atas laju pertumbuhan rata-rata Kabupaten Bogor. Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993, Tahun 1993-2003 (dalam persen) Sektor Pertanian Pertambagan dan penggalian Industri Listrik, gas dan air bersih Konstruksi dan bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Trasportasi dan komunikasi Keu, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
1993 2,81
1994 2,81
1995 3,94
1996 7.42
1997 -11.23
Tahun 1998 -22.58
1999 16.38
2000 -0.14
2001 2.10
2002 1.72
2003 0.94
Ratarata 0.38
-7,04
-7,04
15,86
6.41
1.95
-20.33
0.00
-4.13
2.74
-2.71
4.53
-0.90
-7,04
17,02
14,29
13.97
8.41
-21.12
-1.17
-0.73
2.17
4.40
4.22
3.12
17,02
10,10
7,9
13.97
10.94
3.17
4.33
-17.52
19.28
7.86
7.79
7.71
9,53
9,53
7,35
8.38
4.92
-41.74
-1.63
-2.36
2.80
3.98
3.56
0.39
11,50
11,50
9,32
10.87
3.68
-21.02
2.14
-2.25
2.98
3.91
6.18
3.52
6,91
6,91
4,94
14.96
6.49
-14.62
1.14
-6.09
7.26
7.88
6.43
3.84
8,39
8,39
5,91
19.79
9.02
-24.25
3.72
-5.76
6.27
7.02
4.08
3.87
4.10 5,13
4,10 7,03
3,72 8,13
7.97 11,52
5.16 4,37
-2.68 -18,35
1.08 3,14
-2.67 -4,62
4.06 5,5
5.80 4,43
5.69 4,82
3.30 2,81
Sumber : BPS Kab. Bogor (diolah)
Pertumbuhan dalam sektor-sektor ekonomi akan membuka lapangan pekerjaan, memberikan pendapatan bagi tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bogor. Untuk menjamin kesejahteraan dan melindungi para pekerja agar keuntungan tidak hanya dinikmati pengusaha saja, maka pemerintah menetapkan upah minimum yang harus dibayarkan pengusaha pada buruh. Adapun tujuan utama dalam penentuan upah minimum menurut Kamaludin (1992) adalah : 1. Menonjolkan arti dan perannya yang penting dari para pekerja sebagai suatu sub-sistem yang kreatif dalam suatu sistem kerja. 2. Melindungi para pekerja agar upah yang diterima tidak terlalu rendah.
5
3. Mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai dengan nilai pekerjaan yang dilakukan oleh pera pekerja. 4. Mengusahakan adanya dorongan bagi para pekerja untuk memperoleh upah sesuai standart hidup secara wajar sebagai manusia.
1.2. Perumusan Masalah Sektor-sektor ekonomi memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini karena peningkatan pertumbuhan dan pendapatan tenaga kerja dalam satu sektor akan meningkatkan konsumsi barang dan jasa dari sektor lainnya. Peningkatan konsumsi barang dan jasa sektor lainnya dan akan memacu pertumbuhan dan pendapatan tenaga kerja sektor-sektor tersebut. Jika hal ini terus berlangsung maka tercipta pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan stabil yang sangat penting bagi perekonomian. Pertumbuhan ekonomi khususnya pertumbuhan per kapita atau produktivitas tenaga kerja sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan. Dengan pertumbuhan per kapita yang tinggi maka jumlah barang dan jasa yang dihasilkan per satuan waktu akan meningkat yang berarti ada kenaikan produktivitas tenaga kerja. Peningkatan produktivitas tenaga kerja menyebabkan biaya produksi per satuan waktu juga akan menurun sehingga harga barang dan jasa di pasar dapat diturunkan. Menurunnya harga barang dan jasa yang dihasilkan dapat menguasai pasar sehingga dapat meningkatkan keuntungan.
6
Meningkatnya produktivitas tenaga kerja akan meningkatkan upah sehingga meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, karena upah merupakan imbalan dari produktivitas. Jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bogor yang bekerja sebagai buruh dan karyawan sebesar 46,35 persen pada tahun 2004 (BPS Kab. Bogor 2004). Hal ini berarti jika produktivitas tenaga kerja atau pertumbuhan per kapita meningkat maka kesejahteraan tenaga kerja akan meningkat dan akan memperbaiki distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor. Pertumbuhan ekonomi sangat penting untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, namun pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berarti karena pertumbuhan ekonomi tersebut tidak dinikmati secara merata. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan modal dan keterampilan dalam masyarakat. Selain itu juga karena adanya faktor modal yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor yang lainnya menyebabkan keuntungan lebih banyak masuk pada pemilik modal (Dumairy, 1996). Jika hasil dari pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati masyarakat kaya maka kemiskinan tidak akan menurun dan distribusi pendapatan antara masyarakat kaya dan miskin semakin timpang. Jika jurang ketimpangan distribusi pendapatan semakin besar, hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial dan masalah-masalah sosial yang akan menganggu stabilitas perekonomian dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
7
Berdasarkan
hal
tersebut,
maka
skripsi
ini
akan
membahas
permasalahan mengenai : 1. Bagaimana peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor ?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai peran sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor dan peran pertumbuhan per kapita terhadap distribusi pendapatan. Hasil dari penelitian ini semoga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah untuk memperbaiki distribusi pendapatan.
8
1.5. Ruang Lingkup Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang ada di daerah tersebut. Di Kabupaten Bogor, sektorsektor ekonomi dikelompokkan menjadi sembilan sektor. Dalam analisis peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja digunakan peran tiap sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja. Namun dalam analisis pengaruh pertumbuhan per kapita hanya akan menggunakan lima sektor yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa, sektor transportasi dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa karena keterbatasan data. Dipilih kelima sektor tersebut karena sektorsektor tersebut memiliki laju pertumbuhan rata-rata lima tertinggi diantara sembilan sektor. Selain itu laju pertumbuhan kelima sektor tersebut diatas ratarata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor (Tabel 1.1).
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN
2.1.Tinjauan Konsep Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Menurut Kuznet dalam Jhingan (2004) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemampuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Definisi ini memiliki tiga komponen : pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terihat dari meningkatnya terus-menerus persediaan barang: kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk: ketiga , penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaiaan di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan ummat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Isu pemerataan dan pertumbuhan hingga kini masih menjadi perdebatan yang tidak berkesudahan dalam konteks pembangunan, untuk memilih manakah yang lebih didahulukan apakah pemerataan atau pertumbuhan. Di Indonesia strategi
pembangunan
dilaksanakan
dengan
fokus
untuk
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dipilih menjadi strategi utama dalam pembangunan karena dengan pertumbuhan maka jumlah barang dan jasa yang dihasilkan akan meningkat sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan. Karena pertumbuhan ekonomi
10
selalu menjadi tujuan utama dalam pembangunan, maka seringkali keadilan atau pemerataan menjadi terabaikan. Walaupun pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, namun yang terjadi pertumbuhan ekonomi tidak selalu dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi hanya akan meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan (Dumairy, 1996).
2.2.Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian tahun 1995 yang berjudul ”Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan Masyarakat (Studi kasus di Desa Belendung dan Desa Walahar, Kecamatan Klari Kabupaten Kerawang, Jawa Barat oleh Muhammad Firdaus, mengunakan data primer yang diambil dari kedua desa dan menggunakan analisis tabulasi dan perhitungan rasio gini dari sisi pendapatan. Dari hasil penelitian ternyata tingkat pendapatan total rumah tangga Desa Walahar (Desa yang mengalami alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke industri) lebih tinggi 1,5 kali pendapatan rumah tangga di Desa Belendung (Desa yang belum banyak mengalami alih fungsi lahan). Nilai dari Gini Rasio Desa Walahar lebih besar dibandingkan Desa belendung. Hal ini menunjukkan distribusi pendapatan penduduk desa Walahar sangat timpang sedangkan untuk Desa Belendung relatif sama. Penelitian tahun 2004 yang berjudul Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung oleh Hendra, bertujuan untuk menganalisis sumbangan sektor pertanian terhadap
11
PDRB Lampung, dan peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus-rumus sederhana untuk menghitung sumbangan tiap sektor. Untuk melihat kecenderungan awal ketimpangan pendapatan dilakukan dengan menghitung indeks pendapatan dan variance tahap 1. Besarnya ketimpangan pendapatan dilihat dengan menggunakan formulasi Willianson (CVw) dan untuk melihat hubungan antar variabel digunakan analisis korelasi. Dari hasil analisis diperoleh bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam PDRB Lampung, dan sektor pertanian juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam mengurangi ketimpangan daerah.
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengunakan teori distribusi pendapatan, produktivitas dan upah tenaga kerja dan pendapatan daerah. Penjelasan mengenai teori-teori tersebut adalah sebagai berikut : 2.3.1. Distribusi Pendapatan Distribusi
pendapatan
menurut
Djojohadikusumo
(1955)
adalah
pembagian hasil produksi nasional dan pendapatan nasional harus dapat dinikmati oleh seluruh atau sebagian besar penduduk. Pada negara-negara berkembang distribusi pendapatan menunjukkan keganjilan karena segolongan kecil dalam masyarakat yang menguasai kehidupan ekonomi dan menguasai sebagian terbesar dari pendapatan nasional. Sebaliknya golongan terbesar dalam masyarakat yang
12
yang terdiri atas produsen kecil dan buruh hanya menguasai sebagian kecil dari pendapatan nasional. Menurut
Morris
dalam
Arsyad
(1993)
yang
menyebabkan
ketidakmerataan pendapatan di Negara Sedang Berkembang (NSB) adalah : 1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita. 2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang. 3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. 4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga presentase pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan presentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah. 5. Rendahnya mobilitas sosial. 6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri subtitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis. 7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) NSB dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negaranegara terhadap barang-barang ekspor. 8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga.
13
Untuk melihat apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak dapat menggunakan rasio gini. Indeks atau rasio gini menurut Dumairy (1996), adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1, menjelaskan kadar kemerataan atau ketimpangan distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil (semakin mendekati 0) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi pendapatan. Di lain pihak koefsien yang semakin besar (makin mendekati 1) mengisaratkan distribusi yang semakin timpang atau senjang. Rasio gini dapat dihitung secara matematik dengan rumus : G =1 -
n
∑ (x
i +1
− xi )( y i + y i +1 )
1
G = 1 – fi
n
∑ (y
i
+ y i +1 ) ; 0 < G < 1
1
Keterangan : G
= rasio gini
fi
= proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas i
Xi
= proporsi jumlah komulatif rumah tangga dalam kelas i
Yi
= proporsi jumlah komulatif pendapatan dalam kelas i
2.3.2. Produktifitas dan Upah Tenaga Kerja Dalam
istilah
sehari-hari
produktifitas
tenaga
kerja
biasanya
dimaksudkan sebagai produktifitas rata-rata per pekerja. Jika ada yang mengatakan produktifitas industri tertentu naik, maksudnya adalah output per tenaga kerja mengalami peningkatan (Nicholson, 2001). Jika produktifitas tenaga
14
kerja naik maka jumlah barang dan jasa meningkat sehingga keuntungan dan pendapatan meningkat. Definisi produk rata-rata tenaga kerja adalah : PR t =
Q T
Keterangan :
PR t = Produk rata-rata tenaga kerja (produktifitas tenaga kerja) Q
= Output
T
= Tenaga kerja Jika produktivitas tenaga kerja naik, berarti bahwa setiap tenaga kerja
dapat memproduksi lebih banyak, biaya satuan produksinya akan turun selama tingkat upah tidak naik sampai pada batas yang sama dengan kenaikan produktivitasnya. Biaya yang lebih rendah pada umumnya diikuti dengan harga yang lebih rendah. Perusahaan yang bersaing akan menurunkan harganya dalam usaha untuk merebut bagian pasar dan hasil akhir dari persaingan ini adalah turunnya biaya produksi yang diikuti dengan turunnya harga (Lipsey, 1995). Upah menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional yang dimaksud dengan upah ialah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberian (jasa) kerja kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa kerja yang telah dan akan dilakukan. Dimana upah itu berfungsi sebagai kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan kelangsungan produksi yang dinyatakan atau dinilai bentuk uang.
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya upah menurut Kamaluddin (1992) adalah: 1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kelangkaan tenaga kerja yang memenuhi syarat bagi kebutuhan yang memerlukan keterampilan atau keahlian tertentu, cenderung akan diimbangi dengan upah yang tinggi. Sebaliknya bagi pekerjaan yang umum dapat dikerjakan oleh sembarang pekerja atau tersedianya tenaga kerja untuk itu melimpah maka besarnya upah bagi mereka akan menurun atau relatif lebih rendah. 2. Organisasi buruh atau pekerja. Seringkali para pekerja tergabung dalam organisasi buruh atau serikat pekerja, jika organisasi buruhnya kuat maka posisi bergaining (kekuatan tawar menawar) akan upah menjadi kuat, sehingga tingkat upah cenderung lebih tinggi. Sebaliknya jika organisasi buruhnya lemah, maka tingkat upahnya cenderung relatif rendah. 3. Kemampuan untuk membayar upah. Meskipun ada kemungkinan serikat buruh untuk memperjuangkan atau menuntut tingkat upah yang lebih tinggi, tetapi pada kenyataannya upah yang diberikan oleh pengusaha akan banyak tergantung pada kemampuan perusahaan untuk membayar. Tingginya upah yang dibayarkan akan dapat mengakibatkan naiknya biaya produksi dan berakibat berkurangnya keuntungan bahkan bisa merugikan perusahaan. 4. Produktivitas tenaga kerja. Besarnya upah merupakan imbalan atas prestasi (produktivitas)
tenaga
kerja.
Dengan
demikian
melalui
peningkatan
produktivitas tenaga kerja akan dapat dihasilkan jumlah produksi barang dan jasa lebih banyak persatuan waktu, yang akan menghasilkan keuntungan usaha
16
yang lebih besar. Sehingga upah dapat ditingkatkan pula dan akan meningkatkan kesejahteraan para tenaga kerja. 5. Ketentuan pemerintah tentang kerja. Pemerintah melalui ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang terkait dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah.
2.3.3. Pendapatan Daerah Prestasi ekonomi suatu daerah dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Secara umum, prestasi tersebut diukur melalui sebuah besaran dengan istilah pendapatan regional (PDRB). Menurut BPS (2004) PDRB adalah data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi suatu wilayah. PDRB dapat dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan yaitu (1) pendekatan produksi; (2) pendekatan pendapatan; (3) pendekatan pengeluaran. Menurut BPS (2004) pendekatan produksi PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah dalam jangka waktu satu tahun. Sedangkan menurut pendekatan pendapatan PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di wilayah dalam jangka waktu satu tahun. Pendekatan pengeluaran, PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah ; serta (4) ekspor neto.
17
Menurut BPS (2004) PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku yang menggambarkan nilai tambah nilai barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga setiap tahun. PDRB atas harga harga berlaku menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah dan menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. Sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga dasar tertentu. Dengan PDRB atas harga konstan dapat menunjukkan pertambahan barang dan jasa dalam tiap tahun. PDRB atas harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. PDRB per Kapita atas harga konstan menunjukkan pertambahan barang dan jasa per kapita atau per orang. Menurut Lipsey (1995) keluaran per kapita atau ukuran produktifitas dapat digunakan untuk mempelajari perubahan kesejahteraan. Hal ini berarti jika pertumbuhan ekonomi per kapita naik maka barang dan jasa yang dihasilkan meningkat sehingga keuntungan dan pendapatan akan meningkat. Peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan kesejahteraan dan memperbaiki distribusi pendapatan.
18
2.4. Kerangka Penelitian Operasional
Pertumbuhan ekonomi terus dipacu untuk meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pertumbuhan per kapita atau produktivitas tenaga kerja dalam sektor-sektor ekonomi akan meningkatkan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Meningkatnya barang dan jasa akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan sektor-sektor ekonomi. Besarnya upah merupakan imbalan atas prestasi (produktivitas) tenaga kerja. Dengan peningkatan barang dan jasa dan pendapatan, upah dapat ditingkatkan dan akan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja sehingga memperbaiki distribusi pendapatan. Namun karena adanya perbedaan faktor-faktor kepemilikan modal dan keterampilan dalam aktivitas ekonomi maka hasil dari pertumbuhanpun tidak dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Selain itu juga karena adanya kekuatan modal yang lebih dominan dalam aktivitas ekonomi menyebabkan keuntungan lebih banyak terserap pada pemilik modal. Hal inilah yang
menyebabkan
pertumbuhan
ekonomi
hanya
akan
meningkatkan
ketimpangan distribusi pendapatan. Penelitian ini akan menganalisis peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga akan menganalisis pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa terhadap distribusi pendapatan.
19
Untuk menganalisis peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja dilihat dari peran tiap sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja, kemudian sektor-sektor ekonomi tersebut dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu kelompok besar (KB), kelompok sedang (KS) dan kelompok kecil (KK). Kelompok besar yaitu kelompok sektor-sektor ekonomi yang memiliki peran yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Kelompok sedang adalah kelompok sektorsektor ekonomi yang memiliki peranan sedang atau menengah dalam menyerap tenaga kerja, sedangkan kelompok kecil adalah kelompok sektor-sektor ekonomi yang memiliki peranan yang kecil dalam menyerap tenaga kerja. Untuk menentukan batasan tiga kelompok mengunakan rumus sederhana dengan membagi skala antara peran terkecil sampai peran terbesar menjadi tiga. Kelompok Untuk menganalisis pengaruh Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi dan Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa terhadap distribusi pendapatan digunakan analisis regresi dengan metode Ordinary Least
Square (OLS).
20
Pertumbuhan ekonomi: Sektor Pertanian Sektor Pertambangan Sektor Industri Sektor Listrik, Gas dan Air bersih Sektor Bangunan dan Konstruksi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa
Peran Terhadap Distribusi Pendapatan: Sektor Listrik, Gas dan Air bersih Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa
Peran dalam penyerapan tenaga kerja.
Peran tiap sektor dalam menyerap tenaga kerja
Menggunakan Metode Ordinary Least Square
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
2.5. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam analisis tersebut adalah : 1. Selama kurun waktu analisis antara tahun 1993-2003 Sektor Industri memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di kabupaten Bogor.
21
2. PDRB per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih berpengaruh negatif pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik maka produktivitas sektor ini meningkat sehingga barang dan jasa yang dihasilakan meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan tenaga kerja. Peningkatan pendapatan ini akan menurunkan rasio gini. 3. PDRB per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran berpengaruh negatif pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik maka produktivitas sektor ini meningkat maka barang dan jasa yang dihasilkan akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan tenaga kerja. Peningkatan pendapatan akan menurunkan rasio gini. 4. PDRB per kapita Sektor Trasportasi dan Komunikasi berpengaruh negatif pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik maka produktivitas sektor ini juga naik sehingga barang dan jasa yag dihasilkan akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan tenaga kerja. Peningkatan pendapatan ini akan menurunkan rasio gini. 5. PDRB per kapita Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan berpengaruh negatif pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik maka produktivitas sektor ini juga naik sehingga barang dan jasa yang dihasilkan juga meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan tenaga kerja. Peningkatan pendapatan ini akan menurunkan rasio gini. 6. PDRB per kapita Sektor Jasa berpengaruh negatif pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik maka produktivitas sektor ini juga
22
naik sehingga barang dan jasa yang dihasilkan akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan tenaga kerja. Peningkatan pendapatan ini akan menurunkan rasio gini.
23
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang berasal dari sumber-sumber tidak langsung. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Bogor, Dinas Kependudukan dan Internet. Data yang digunakan adalah data time series periode dari tahun 1993 sampai dengan 2003.
3.2. Metode Analisis Data
3.2.1. Analisis Peran Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor Analisis peran sektor terhadap penyerapan tenaga kerja dilihat dari persentase tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini. Untuk menghitung banyaknya tenaga kerja yang terserap digunakan rumus:
Kti =
Lti × 100% TLt
dimana,
Kti = Tenaga kerja yang terserap (persen) Lti = Jumlah tenaga kerja sektor i pada tahun t (orang) TLt = Total tenaga kerja pada tahun t (orang) Dari sembilan sektor yang ada dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu kelompok besar (KB), kelompok sedang (KS) dan kelompok kecil (KK). Kelompok besar yaitu kelompok sektor-sektor ekonomi yang memiliki peran yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Kelompok sedang adalah kelompok sektor-
24
sektor ekonomi yang memiliki peranan sedang atau menengah dalam menyerap tenaga kerja, sedangkan kelompok kecil adalah kelompok sektor-sektor ekonomi yang memiliki peranan yang kecil dalam menyerap tenaga kerja. Untuk menentukan batasan tiga kelompok digunakan rumus sederhana dengan membagi skala antara peran terkecil sampai peran terbesar menjadi tiga. 3.2.2. Analisis Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor Untuk menjawab permasalahan kedua analisis menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS) dengan alat analisis Eviews 4.1. OLS merupakan salah satu metode yang sering digunakan karena kemudahannya dalam mengulah data. Terdapat beberapa asumsi yang menyederhanakan model ini : 1.
Nilai rata-rata bersyarat dari unsure gangguan populasi μi tergantung pada nilai tertentu variabel yang menjelaskan (X) adalah nol.
2. Varians bersarat dari μi adalah konstan atau homoskedatik. 3. Tidak ada variabel autokorelasi dalam gangguan. 4.
Variabel yang menjelaskan adalah non-skotastik (tetap dalam penyempelan berulang) atau jika skotastik didistribusikan secara independen dari gangguan μi .
5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan X 6. μ didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2. Jika semua asumsi terpenuhi maka penaksir OLS dari koefisien regresi adalah penaksir tak bias linier terbaik atau Best Linier Unbiassed Estimator (BLUE).
25
Model yang digunakan untuk menganalisis peran Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Jasa terhadap distribusi pendapatan adalah : LNRGt = α + β1LNLISTt + β2 LNPDt + β3 LNTKt + β4 LNKEUt + β5 LNJSt + ε Keterangan : LNRGt
= LN Rasio Gini
LNLISTt = LN PDRB per Kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih LNPDt
= LN PDRB per Kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
LNTKt
= LN PDRB per Kapita Sektor Transportasi dan Komunikasi
LNKEUt = LN PDRB per Kapita Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan LNJSt
= LN PDRB per Kapita Sektor Jasa
ε
= error Pengambilan keputusan diterima atau tidaknya model ini didasarkan
pada hasil pengujian terlebih dahulu karena variabel-variabel yang digunakan dalam model masih merupakan penduga. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh pada rasio gini adalah PDRB per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa. Untuk dapat diterima sebagai model yang baik, suatu model ekonometrika harus memenuhi tiga kriteria yaitu kriteria ekonometrik, kriteria statistik dan kriteria ekonomi yang akan dijelaskan sebagai berikut :
26
A. Analisis Kriteria Ekonometrika
Untuk dapat diterima sebagai model yang baik, suatu model ekonometrika harus dapat memenuhi kriteria ekonometrika. Pengujian tersebut dilakukan melalui : 1. Uji Heterokedastisitas Asumsi penting model regresi klasik adalah bahwa varians tiap unsur disturbance μi, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan, adalah suatu angka konstan (Homoskedastisitas) dan sebaliknya tidak terjadi Heteroskedastisitas (Gujarati, 1993).
H 0: γ = 0 H 1: γ ≠ 0 Kriteria uji :
probability Obs*R-squared< α maka tolak H0 probability Obs*R-squared > α , maka terima H0 Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika H0 diterima, maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Pendeteksian heteroskedastisitas mengunakan Eviews dilakukan dengan melihat hasil White Heteroscedasticity test. Jika probabilitas Obs*R-squared dari
White Heteroscedasticity test lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan, maka model terbebas dari heteroskedastisitas. Adanya
heteroskedastisitas
dapat
mengakibatkan:
(1)
Estimasi
mengunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau tidak efisien. (2) Prediksi (nilai Y dan X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya
27
akan mempunyai varians yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. (3) Tidak dapat diterapkan uji nyata tidaknya koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians. 2. Uji Autokorelasi Autokorelasi dalam Gujarati (1993) adalah korelasi antara error masa lalu (ei-t) dengan error masa sekarang (et). Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan uji Durbin Watson, yakni :
d hit =
∑ (e − e ∑e t
t −1
)2
2 t
Pada Eviews, uji autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hal ini dapat dilihat pada nilai probabilitasnya, jika nilai probabilitas obs* squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan tidak mengalami masalah autokorelasi dan sebaliknya. Adanya autokorelasi dapat menyebabkan terjadinya : (1) dugaan perameter tak bias; (2) nilai galat baku terautokorelasi sehingga ramalan tidak efisien; (3) ragam galat berbias; (4) terjadi pendugaan kurang pada ragam galat (standar error underestimated sehingga Sb underestimate, maka t overestimate / t cenderung lebih besar dari yang sebenarnya dan tadinya tidak signifikan menjadi signifikan (Gujarati,1993). 3. Uji Multikolinier Multikolinier adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel di antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas
28
yang nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terdapat korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas ini sama dengan satu, maka konsekuensinya adalah koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga (Gujarati, 1993).
B. Analisis Kriteria Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2) Digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabek tak bebas. Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model (Gujarati, 1993) . Dua sifat R2 yaitu : 1. Merupakan besaran non negatif 2. Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel terikat dan bebasnya. ^
2
R =
−
∑(Y − Y ) 2 ^
∑(Yt − Y ) 2
2. Uji t (Uji parsial) Pengujian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana variabel bebas secara parsial berpengaruh pada variabel terikatnya (Gujarati, 1993). Melalui uji ini akan diuji apakah koefisien regresi satu persatu secara statistik signifikan atau tidak. Nilai t statistik adalah :
29
^
thitung =
βj ^
sj
Tolak Ho bila IthitungI < tα artinya variabel signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata yang digunakan pada model. 3. Uji F (Uji serentak) Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas secara serempak berpengaruh pada variabel terikatnya, (Gujarati, 1993). Ho = b1 = b2 = … = bi = 0 H 1 = b1 ≠ 0
R2
F=
(k − 1)
(1 − R
2
N −k
)
Tolak Ho jika Fhitung > F〈(k,n-k-1)
C. Analisis Kiteria Ekonomi
Dalam kriteria ekonomi, hasil pendugaan tersebut dicocokkan dengan teori ekonomi. Kesesuaian model dengan kriteria ekonomi dilihat dari tanda parameter dugaan. Tanda tersebut diharapkan sesuai dengan hipotesis. Tanda positif menunjukan bahwa perubahan variabel bebas akan berpengaruh positif terhadap perubahan variabel terikat. Tanda negatif artinya perubahan variabel bebas akan menyebabkan perubahan variabel terikat dengan perbandingan terbalik. Adanya perbedaan tanda antara hasil dan hipotesis dapat diterima jika dapat dijelaskan dan didukung dengan alasan yang sesuai dengan teori ekonomi
30
dan kondisi sosial yang terjadi pada ruang lingkup penelitian. Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap varabel terikat dapat dilihat dari besarnya elastisitas dan dinyatakan dalam persen (Gujarati, 1993).
31
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR
4.1. Kondisi Geografi dan Pembagian Wilayah Administrasi
Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten dalam Wilayah Provinsi Jawa Barat yang berlokasi dekat dengan Ibukota Republik Indonesia. Luas Kabupaten Bogor menurut Perda Nomor 3 Tahun 2003 adalah 2.663,90 Km² dan berada antara antara 6º 19’ - 6º 47’ Lintang Selatan dan 106º 1’ - 107º 103’ Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Bogor, yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi dan Kota Depok; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan di Tengah-tengah terdapat Kota Bogor. Secara topografi wilayah Kabupaten Bogor memiliki ketinggian antara 15 m di atas permukaan laut (m dpl) pada dataran bagian Utara sampai dengan 2.500 m dpl pada puncak-puncak gunung bagian Selatan. Topografi wilayah dari bagian Utara hingga ke Selatan meliputi dataran rendah (15-100 m dpl) ± 29,28%, dataran bergelombang (100-500 mdpl) ± 42,62 %, perbukitan (500 – 1000 mdpl) ± 19,34%, pegunungan tinggi (1000-2000 mdpl) ± 8,35% dan puncak-puncak gunung (2000-2500 m dpl) ± 0,22 % dari luas wilayah. Wilayah Kabupaten Bogor terbagi dalam 6 (enam) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub DAS Kali Bekasi serta Sub Das Cipamingkis dan Cibeet. Sungai-sungai pada DAS tersebut mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis sebagai sumber
32
air untuk irigasi, rumah tangga dan industri serta berfungsi sebagai drainase utama wilayah. Di samping itu, Kabupaten Bogor terdapat danau atau situ-situ sebanyak 93 buah dengan luas
437,3 Ha serta sejumlah mata air. Situ-situ dimaksud
berfungsi sebagai reservoar atau tempat peresapan air dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai obyek wisata atau tempat rekreasi dan budidaya perikanan. Secara administrasi Kabupaten Bogor pada tahun 2004 terdiri dari 35 Kecamatan, 409 Desa dan 17 Kelurahan, sedangkan pada tahun 2005 jumlah kecamatan menjadi 40 kecamatan. Sejumlah kecamatan baru yang dimekarkan meliputi : (1) Kecamatan Leuwiliang dimekarkan menjadi Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng; (2) Kecamatan Ciampea dimekarkan menjadi Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Tenjolaya; (3) Kecamatan Caringin dimekarkan menjadi Kecamatan Caringin dan Cigombong; (4) Kecamatan Bojonggede dimekarkan menjadi Kecamatan Bojonggede dan Tajurhalang; (5) Kecamatan Cariu dimekarkan menjadi Kecamatan Cariu dan Tanjungsari. Perkembangan Kondisi Administrasi Kabupaten Bogor pada tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 4.1 Berdasarkan strategi perwilayahan pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Program Pembangunan Daerah (Propeda) Kabupaten Bogor, maka wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan kedalam 3 (tiga) wilayah pembangunan, yaitu ; (1) strategi percepatan di wilayah Bogor Barat mencakup 13 kecamatan. (2) strategi pengendalian di wilayah Bogor Tengah mencakup 20 kecamatan (3) strategi pemantapan di wilayah Bogor Timur mencakup 7 kecamatan.
33
Tabel 4.1. Perkembangan Kondisi Administrasi Kabupaten Bogor Tahun 2001 – 2005 No 1
Data Administrasi
Tahun 2001
2002
2003
2004
2005
35
35
35
35
40
2
Kecamatan Desa
408
408
408
409
409
3
Kelurahan
17
17
17
17
17
4
Rukun Warga (RW) Rukun Tetangga
3.286
3.286
3.335
3.416
3.416
12.535
12.535
12.699
13.239
13.239
5
(RT) Sumber : Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, 2005
4.2. Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Bogor
Untuk mencapai efektivitas pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Bogor maka Pemerintah Kabupaten Bogor mengacu pada Visi yang tertuang dalam Renstra Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008 yaitu : “Tercapainya Pelayanan Prima demi Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor yang Maju, Mandiri Sejahtera Berlandaskan Iman dan Taqwa”. Visi di atas kemudian dijabarkan secara konkrit kedalam Misi yaitu : (1) Melakukan Reformasi Pelayanan Publik menuju Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance); (2) Meningkatkan Profesionalisme Aparatur dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; (3) Meningkatkan Kualitas Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan; (4) Menumbuhkembangkan Potensi Industri, Pertanian dan Pariwisata secara Optimal dan Lestari; (5) Meningkatkan Kualitas
34
dan Menata Sarana, Prasarana dan Infrastruktur Wilayah; (6) Memajukan Kehidupan Keagamaan dan Kondisi Sosial Kemasyarakatan. Visi dan Misi yang telah dikemukankan di atas, agar dapat diukur dan dinilai tingkat pencapaiannya selama tahun 2003-2008 yang akan datang, maka perlu dijabarkan terdahulu dalam rumusan tujuan dan sasaran serta strategi atau cara mencapainya. Strategi atau cara mencapai Tujuan dan Sasaran yaitu dengan menetapkan rumusan kebijakan dan program bagi masing-masing pernyataan misi serta pengelompokannya menurut bidang kewenangan dengan jumlah program sebanyak 134 program serta mengaplikasikan secara berkelanjutan kedalam APBD pada setiap tahun anggaran dengan mengacu kepada Kebijakan Umum APBD menurut Kesepakatan dengan DPRD serta Strategi dan Prioritas APBD pada setiap tahun anggaran yang berkenaan selama 5 (lima) tahun yang akan datang.
4.3. Sumber Daya Alam
Keadaan dan kekayaan alam Kabupaten Bogor ini sangat baik dan beraneka ragam jenisnya. Pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 2003 meliputi : (1) lahan sawah seluas 62.967,98 Ha; (2) lahan untuk pekarangan seluas 13.212,82 Ha; (3) lahan perumahan seluas 34.037,20 Ha; (4) ladang seluas 40.371,05 Ha; (5) empang seluas 3.462,53 Ha; (6) kuburan seluas 4.128,40 Ha; (7) hutan negara seluas 43.900 Ha; (8) perkebunan seluas 24.379 Ha; (9) lainnya seluas 117.679,19 Ha.
35
Kekayaan alam di Kabupaten Bogor yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bagi pelaksanaan proses pembangunan, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Sumber Daya Lahan Klasifikasi lahan yang dimiliki menunjukkan kelas yang bervariasi, tetapi 60,60 persen merupakan lahan yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian. Dalam konteks pembangunan regional Jabodetabekjur, Kabupaten Bogor berfungsi sebagai daerah buffer zone daerah sekitarnya sehingga setiap perubahan dan alih fungsi lahan yang dilakukan akan berpengaruh dan berdampak pada wilayah lainnya. 2. Sumber Daya Hutan Hutan di Kabupaten Bogor terdiri dari hutan lindung, hutan cagar alam, hutan wisata dan hutan produksi. Luas hutan di Kabupaten Bogor sekitar 23,29 persen dari luas wilayah keseluruhan. Dari data Propeda Kabupaten Bogor 2002-2006, luas keseluruhan hutan di Kabupaten Bogor adalah 88.803,61 Ha. Berdasarkan fungsinya areal hutan tersebut dibagi menjadi hutan lindung, hutan produksi, serta pengembangan hutan rakyat. Sehingga dalam pengolahannya harus tercapai keseimbangan dan keserasian antara kebutuhan produksi hasil hutan dengan kelestariannya bagi generasi yang akan datang. 3. Sumber Daya Perkebunan Potensi yang besar adalah perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan PTPN dengan kondisi pada tahun 2003 seluas 24.379 Ha dengan jenis komoditi karet, cengkeh, pala, kopi dan tanaman obat-obatan.
36
4. Pertanian Berdasarkan perhitungan tahun 2003, pemanfaatan lahan Kabupaten Bogor untuk lahan sawah seluas 62.967,98 Ha, ladang seluas 40.371,05 Ha dan empang seluas 3.462,53 Ha. Sumber daya pertanian ini meliputi pertanian tanaman pangan, peternakan dan perikanan. 5. Sumber Daya Mineral Sumber daya mineral memiliki beragam jenis dan cadangan yang besar merupakan sumber daya alam potensial, mengingat kondisi fisik wilayah terdiri dari gugusan gunung api Pleistosen dan batu terobosan bentukan Pliosen dan pembentukan sungai-sungai besar mulai periode kwarter. Sumber daya mineral yang telah dimanfaatkan diantaranya galian golongan C atau bahan bangunan, industri seperti batu granit, batu gamping, batu lempung pasit dan lainnya, sedangkan galian vital atau golongan B yang perlu perhatian adalah emas dan perak.
4.4. Sumber Daya Manusia
Penduduk merupakan sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan di suatu daerah. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor sejak tahun 2001 sampai dengan 2004 mengalami pertumbuhan dengan rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPE) selama kurun waktu empat tahun tersebut sebesar 2,83 persen. Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2001-2004 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
37
4 ,0 0 0 ,0 0 0 3 ,8 0 0 ,0 0 0
2001 2002
3 ,6 0 0 ,0 0 0 J iw a
2003
3 ,4 0 0 ,0 0 0
2004
3 ,2 0 0 ,0 0 0 3 ,0 0 0 ,0 0 0 Ta h u n
Sumber: Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, 2005
Gambar 4.1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2001 – 2004
Jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 3.945.411 jiwa (BPS, 2005) dan kepadatan penduduk 2.068,54 jiwa/Km², dengan rincian, yaitu: Wilayah Pembangunan Barat sebanyak 1.299.406 jiwa; Wilayah Pembangunan Tengah sebanyak 1.988.874 jiwa dan Wilayah Pembangunan Timur sebanyak 657.131 jiwa. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
38
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur Tahun 2004 No
Kelompok Umur
Jenis Kelamin Laik-laki
Perempuan
1
0 – 4 Tahun
175.394
179.150
2
5 – 9 Tahun
199.166
192.963
3
10 – 14 Tahun
199.103
187.987
4
15 – 19 Tahun
176.795
167.637
5
20 – 24 Tahun
166.802
169.805
6
25 – 29 Tahun
159.200
161.066
7
30 – 34 Tahun
152.237
151.668
8
35 – 39 Tahun
146.837
136.597
9
40 – 44 Tahun
125.771
116.822
10
45 – 49 Tahun
102.430
89.541
11
50 – 54 Tahun
84.438
72.514
12
55 – 59 Tahun
60.215
55.417
13
> = 60 Tahun
66.815
72.684
Sumber : Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, 2005
4.5. Potensi Ekonomi Kabupaten Bogor
Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, kondisi perekonomian Kabupaten Bogor menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai PDRB harga konstan pada Tabel 4.3. PDRB Kabupaten Bogor atas dasar harga konstan, yaitu : pada tahun 2000 sebesar Rp. 4.305.987,03 juta ; Rp. 4.461.304,12 juta pada tahun 2001,
Rp. 4.660.312,89
juta pada tahun 2002 dan Rp. 4.881.288,87 juta pada tahun 2003 (Tabel 4.3).
39
Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 dalam Jutaan Rupiah dan Distribusi Presentase PDRB Tahun 2000-2003 No
Lapangan Usaha
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Bersih Bangunan dan Kostruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
3 4 5 6 7 8 9
PDRB
2000 453.959,32 (10,54) 69.629,94 (1,62) 2.216.292,31 (51,47) 208.083,17 (4.83) 216.196,52 (5,02) 512.095,14 (11,89)
Tahun 2001 2002 463.513,76 471.481,94 (10,39) (10,12) 71.536,88 69.596,16 (1,60) (1,49) 2.264.328,54 2.364.035,04 (50,75) (50,73) 248.196,13 267.707,72 (5,56) (5,74) 222.246,12 231.083,42 (4,98) (4,96) 527.379,08 547.989,35 (11,82) (11,76)
2003 475.931,02 (9,77) 72.745,47 (1,49) 2.463.868,37 (50,58) 288.555,67 (5,92) 239.300,24 (4,91) 591.873,55 (11,94)
174.379,28 (4,05) 146.771,46 (3,41)
187.038,40 (4,19) 155.971,32 (3,50)
201.771,46 (4,33) 166.924,26 (3,58)
214.742,86 (4,41) 175.237,49 (3,60)
308.580,88 (7,17)
321.093,89 (7,20)
339.723,54 (7,29)
359.052,20 (7,37)
4.305.987,03
4.461.304,12
4.660.312,89
4.881.288,87
Sumber : BPS Kab. Bogor, 2004 Keterangan : ( ) = Presentase
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang dapat merefleksi aspek-aspek peluang hidup yang panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta dapat hidup layak. IPM Kabupaten Bogor pada tahun 2001-2004, menurut klasifikasi UNDP masuk dalam klasifikasi menengah atas (66≤ IPM<80) walaupuan masih dalam kondisi batas minimum. Komponen IPM menunjukkan bahwa indeks pendidikan dan indeks daya beli masyarakat Kabupaten Bogor relatif masih rendah, sedangkan indeks kesehatan dalam kondisi sedang. Hal ini dibentuk oleh komponen, yaitu rata-rata lama sekolah (RRLS) pada tahun 2004 sebesar 6,26 tahun, artinya secara makro rata-rata pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor masih pada tingkat sekolah
40
dasar. Daya Beli pada tahun 2004 sebesar Rp 552.450,- berada di bawah kebutuhan hidup minimum Kabupaten Bogor sebesar Rp 671.222 (Tabel 4.4) Tabel 4.4. Realisasi Indikator Kinerja Makro Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2001-2004 No 1
2 3 4 5 6 7 8
Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Komposit a. Indeks Pendidikan b. Indeks Kesehatan c. Indeks Daya Beli Komponen Pembentuk a. Angka Melek Huruf (AMH) b. Rata-rata Lama Sekolah (RRLS) (Tahun) c. Angka Harapan Hidup (AHH) d. Daya beli Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jumlah Pengangguran (Orang) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Tingkat Konsumsi dan Investasi Pemerintah menurut Total APBD a. Pendapatan (Milyar) b. Belanja (Milyar)
2001 66,7
2002 66,7
2003 67,87
2004 68,10
79,19 69,33 50,66
79,42 69,78 50,66
63,90 67,70 57,88
63,90 67,70 57,88
(90,7)
(92,8)
(93,10)
(93,22)
5,90
6.10
6,18
6,26
66,38
66,80
66,82
66,94
549.180 3.352.490
550.440 3.599.462
551.520 3.791.781
552.450 3.945.411
(0,67)
(1,28 )
(5,30 )
(4,05)
62.754
182.006
280.834
235.026
(57,55)
(53,85)
(53,99)
(50,07)
713.956
451.300
1.019.077
1.001.805
(3,61)
(4,46)
(4,53)
(4,81)
700,151 563,153
943,760 822,273
845,678 803,164
991,691 975,552
Sumber: BPS Kab. Bogor, 2005 Keterangan : ( ) = Persen
Sarana dan prasarana ekonomi penunjang perekonomian daerah, yaitu : (1) pasar desa dan kabupaten berjumlah 24 unit; (2) lembaga keuangan berupa bank umum pemerintah 3 unit, bank swasta nasional 9 unit, bank pembangunan daerah 1 unit dan bank perkreditan rakyat 35 unit; (3) obyek wisata alam dan
41
buatan sebagai daya tarik wisata terdapat di 24 lokasi; (4) sarana hotel dan penginapan 113 buah serta restoran/rumah makan 227 buah; (5) jumlah koperasi 1.355 buah, jumlah anggota penuh KUD dan Non KUD 105.387 orang; UKM binaan BUMN 475 unit; (6) industri kecil 748 unit, PMA 61 unit dan PMDN 119 unit serta perusahan non fasilitas 484 unit dan industri kecil non formal 6.919 unit.
4.6. Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur
Ketersediaan fasilitas atau infrastruktur sebagai instalasi kemudahan dasar terutama sistem transportasi, komunikasi dan listrik sangat diperlukan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas perdagangan dan kelancaran pergerakan orang, barang, dan jasa dari satu daerah ke daerah lain maupun ke negara lain dalam proses kegiatan usaha. Selain ketersediaan infratruktur, kelancaran arus pergerakan faktor produksi dalam kegiatan usaha juga harus didukung oleh infrastruktur
dengan
kualitas
yang
baik.
Kualitas
infrastruktur
selain
memperlihatkan kondisi fisiknya yang siap dan layak untuk digunakan, juga menunjukkan kemudahan akses terhadap infrastruktur pendukung tersebut. Sarana transportasi yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten/Kota di sekitarnya mempunyai banyak alternatif, di antaranya Jalan tol Jagorawi yang menghubungkan Jakarta-Ciawi dan merupakan gerbang utama memasuki Kabupaten Bogor dari arah Utara, yakni dari DKI Jakarta melalui Kota Depok, dari kawasan Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten) maupun dari kota
42
Bekasi. Selain itu, terdapat struktur jaringan jalan negara maupun jalan provinsi sebagai berikut : 1. Jalan Negara yaitu jalan lintas Kota Bogor-Jakarta (lewat Cibinong dan Depok) merupakan jaringan jalan utama, menghubungkan Kabupaten BogorCibinong dengan DKI Jakarta. Simpul-simpul yang terhubungkan dengan jaringan jalan ini adalah : a. Rangkasbitung – Jasinga – Leuwiliang – Dramaga – Kota Bogor b. Sukabumi – Cibadak – Cijeruk – Ciawi – Kota Bogor c. Bekasi – Cikarang – Cileungsi – Citeureup – Cibinong – Kota Bogor d. Tangerang – Ciputat – Sawangan – Parung – Kota Bogor e. Tangerang – Serpong – Parung – Kota Bogor f. Cianjur – Cisarua – Megamendung – Ciawi – Sukaraja – Kota Bogor. Status jalan negara sepanjang 86,534 km terdiri dari : a. Cimanggis – Bogor : panjang 23,620 km pada km. 28,730 – 52,350 b. Ciputat – Bogor : panjang 23,770 km pada km. 24,180 – 52,950 c. Ciawi – Batas Kab. Sukabumi : panjang 14,716 km pada km. 68,500 – 83,216 d. Ciawi – Batas Kab. Cianjur : panjang 24,428 km pada km. 68,500 – 92,928 2. Jalan Propinsi adalah jaringan jalan yang diarahkan untuk membuka wilayah Kabupaten Bogor bagian Barat dan bagian Timur. Jaringan jalan ini meliputi: a. Ruas jalan Cibubur – Cileungsi – Cibeet (batas Kabupaten Cianjur) b. Ruas jalan Kota Bogor – Leuwiliang – Jasinga c. Ruas jalan Parung – batas Serpong (Kabupaten Tangerang) Status jalan propinsi sepanjang 171,592 km, terdiri dari :
43
a. Bogor – Batas Kab. Lebak : panjang 49,942 km pada km. 67,450 – 117,392 b. Batas Kab. Tangerang – Parung : panjang 11,600 km pada km. 143,600 – 155,200 c. Parungpanjang – Bunar : panjang 28,000 km pada No. Ruas 120 d. Cibubur – Cileungsi : panjang 9,600 km pada km. 0,00 – 9,600 e. Cileungsi – Batas Kab. Cianjur : panjang 44,575 km pada km. 53,600 – 98,375 f. Batas Kab. Bekasi – Cibinong : panjang 27,875 km pada km. 47,125 – 75,000 3. Jalan Kabupaten memiliki panjang seluruhnya 1.506,570 km Listrik merupakan kebutuhan dasar bagi rumah tangga maupun industri atau dunia usaha lainnya. Jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik yang dikelola oleh PT.PLN sudah menjangkau sebagian besar wilayah di Kabupaten Bogor. Informasi mengenai kondisi eksisting jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik di Kabupaten Bogor disajikan dalam bentuk 185 ampung yang tersebar di 18 Kecamatan (Tabel 4.7). Tabel 4.5. Jumlah Gardu Induk di Kabupaten Bogor No.
Nama GI
Kapasitas
Peak Load
(MVA)
(MVA)
Keterangan
1.
Depok Baru
90 (300)
75,53
-
2.
Cimanggis
120 (2x60)
81,31
-
3.
Gandaria
90 (300)
79,23
Pemakaian Bersama
4.
Serpong
180 (3x60)
119,02
Pemakaian Bersama
5.
Kedung Badak
60 (200)
-
Pemakaian Bersama
6.
Gandul
120 (2x60)
-
Pemakaian Bersama
7.
Cibinong
210 (3x30+2x60)
-
Pemakaian Bersama
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2005
44
Perkembangan pengusahaan tenaga listrik umum di tingkat sistem distribusi yaitu pendapatan penjualan listrik, daya tersambung dan energi terjual di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan. Pertumbuhan konsumsi tenaga listrik, terjadi hampir semua kelompok pelanggan yaitu rumah tangga, bisnis publik dan industri. Banyaknya Langganan, Daya Terpasang, KWH Jual/Beli, KWH Losess, Hasil Penjualan KWH dirinci UPP Tahun 2004 (Tabel 4.8). Tabel 4.6. Banyaknya Langganan, Daya Terpasang, KWH Jual/Beli, KWH Losess, Hasil Penjualan KWH Dirinci UPP Tahun 2004 No Uraian 1 Langganan (KK) a. Penambahan Langganan b. Jumlah Langganan 2 Daya (VA) Terpasang a. Penambahan VA Tersambung b. Jumlah VA Tersambung 3 Jumlah KWH a. Pembelian KWH b. Penjualan KWH 4 Losess (KWH) 5 Penjualan KWH (Rp) Sumber: BPS Kab. Bogor, 2005
Jumlah
663.928 34.696 629.252 1.284.783.720 84.500.575 1.200.283.145 3.312.856.657 2.900.643.685 411.848.972 1.344.285.725.209
45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Pengaruh Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor
Sektor yang memiliki peran yang terkecil adalah Sektor Listrik, Gas dan Air bersih sebesar 1,20 persen per tahun, sedangkan sektor yang memiliki peran terbesar dalam pembentukan tenaga kerja adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 23,65 persen per tahun (Tabel 5.1). Skala Angka 1,20 sampai 23,65 ini dibagi tiga dan sektor yang masuk dalam kelompok yang memiliki peran besar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor yang menyerap tenaga kerja lebih besar sama dengan 14,96 persen per tahun (14,96 ≤ KB). Sektor yang masuk dalam kelompok yang memiliki peran sedang dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor yang memiliki peran dalam menyerap tenaga kerja lebih besar sama dengan 7,48 sampai kurang dari 14,96 persen per tahun (7,48 ≤ KS < 14,96). Sedangkan sektor yang masuk dalam kelompok yang memiliki peran yang kecil dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor yang memiliki peran dalam menyerap tenaga kerja yang lebih kecil dari 7,48 persen per tahun (7,48 > KK). Sektor yang memiliki peran besar dalam penyerapan tenaga kerja adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 23,65 persen per tahun. Sektor kedua adalah Sektor Industri yag menyerap tenaga kerja sebesar 19,52 persen per tahun. Sektor Pertanian menempati urutan ketiga dalam menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 17,70 persen per tahun. Sektor Jasa menempati urutan keempat dengan menyerap tenaga kerja sebesar 17,65 persen per tahun. Sektor yang
46
memiliki peran sedang dalam menyerap tenaga kerja adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi yang menyerap tenaga kerja 7,66 persen per tahun. Tabel 5.1. Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Sektor-sektor Ekonomi Tahun 1993-2003 (dalam persen) Sektor Pertanian Pertambaga dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan dan Konstruksi Perdaganggan hotel dan restoran Trasportasi dan komunikasi Keu, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa
1993 20,1
1994 21,92
1995 13,77
1996 16,99
1997 12,11
Tahun 1998 12,26
1999 12,95
2000 19,36
2001 29,39
2002 27,38
2003 9,13
Ratarata 18,71
2,74
3,00
0,97
0,71
1,22
0,62
1,18
1,66
1,48
1,05
1,04
1,37
21,39
20,49
21,60
19,44
19,44
17,58
20,14
18,20
19,68
14,95
21,81
19,52
0,3
0,80
1,02
8,61
0,30
0,56
0,30
0,46
0,11
0,28
0,66
1,2
6,12
7,91
9,54
16,41
6,93
8,66
5,58
6,21
5,47
6,38
5,04
7,66
20,32
17,93
26,06
14,86
28,82
26,67
28,06
25,37
20,22
24,59
27,42
23,66
6,09
7,42
6,22
1,09
7,35
11,69
6,77
8,48
6,90
9,61
7,98
7,24
1,68
1,30
1,51
13,57
2,31
2,05
2,05
0,97
1,86
1,98
1,93
2,83
20,91
19,22
19,29
8,29
20,77
19,88
22,90
19,27
14,87
13,76
14,95
17,65
Sumber: BPS. Kab. Bogor (diolah)
Sektor yang memiliki peran yang kecil dalam menyerap tenaga kerja adalah Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sektor Pertambangan dan Penggalian dan Sektor Listrik, Gas dan Air bersih. Sektor Transportasi dan Komunikasi menyerap tenaga kerja sebesar 7,24 persen per tahun. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan menyerap tenaga kerja sebesar 2.83 persen per tahun sedangkan Sektor Pertambangan dan Penggalian menyerap tenaga kerja sebesar 1,37 persen per tahun. Sektor Listrik, Gas dan Air bersih menyerap tenaga kerja sebesar 1,2 persen per tahun. Lima sektor ekonomi yang digunakan dalam analisis pengaruh pertumbuhan per kapita terhadap distribusi pendapatan, dua sektor masuk dalam sektor yag memiliki peranan besar dalam menyerap tenaga kerja. Sektor yang masuk kelompok besar adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Sektor Jasa. Ketiga sektor lainnya yaitu Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor
47
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Transportasi dan Komunikasi masuk dalam kelompok yang memiliki peranan yang kecil dalam menyerap tenaga kerja.
5.2.
Analisis Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor
Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Jasa terhadap distribusi pendapatan dilakukan pengolahan data dengan Eviews 4.1 dan diperoleh hasil estimasi yang dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan tabel tersebut, model dinyatakan sebagai berikut : LNRG = 11,22516 – 0,048940 LNLIST + 0,784748 LNPD – 0,269732 LNTK – 0,421393 LNKEU – 0,740443 LNJS + ε Tabel 5.2. Hasil Estimasi Model Pengaruh Pertumbuhan per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor Variabel LNTK LNPD LNLIST LNJS LNKEU C R-squared Ajusted R-squared
Koefisien Std. Error t-Statistik -0,269732 0,424218 -0,635833 0,784748 0,370275 2,119367 -0,048940 0,067370 -0,726436 -0,740443 0,240125 -3,083574 -0,421393 0,264563 -1,592790 11,22516 3,107678 3,612071 0,816215 F-statistik 0,632429 Prob(F-Statistik)
Sumber: BPS Kab. Bogor (diolah)
Prob 0,5528 0,0876 0,5001 0,0274 0,1721 0,0153 4,441130 0,063742
48
Pengambilan keputusan diterima atau tidaknya model ini didasarkan pada hasil pengujian terlebih dahulu karena variabel-variabel yang digunakan dalam model masih merupakan penduga. Untuk dapat diterima sebagai model yang baik, suatu model ekonometrika harus memenuhi tiga kriteria yaitu kriteria ekonometrika, kriteria statistik dan kriteria ekonomi yang akan dijabarkan sebagai berikut :
A. Analisis Kriteria Ekonometrika
Berdasarkan hasil regresi diatas, maka sebelumnya perlu dilakukan pengujian ekonometrika. Uji ini digunakan untuk melihat apakah asumsi-asumsi dari metode ekonometrika tersebut dapat dipenuhi atau terjadi pelanggaran. 1. Uji Heteroskedastisitas Pendeteksian heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat hasil white heteroscedasticity test . Suatu model terbebas dari masalah heteroskedastisitas jika probabilitas Obs*R-squared dari white heteroscedasticity test lebih besar dari taraf nyata yang digunakan pada model. Nilai probabilitas Obs*R-squared dalam metode ini adalah 0.357518, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0.1. Hal ini menunjukan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 2. Uji Autokorelasi Pendeteksian autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Suatu model terbebas dari masalah autokorelasi jika nilai probabilitas obs* squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan pada model.
49
Tabel 5.3. Uji Autokorelasi melalui Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test F-statistic Obs*R-squared
0,902697 4,132716
Probability Probability
0,493274 0,126646
Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada Tevel 5.3, nilai probabilitas Obs*R-squared dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test pada model penelitian ini adalah sebesar 0.126646 lebih besar taraf nyata yang digunakan yaitu 0.1. Hal ini menunjukan bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi. 3. Uji Multikolinier Dengan uji Klein ada tidaknya masalah multikolinier dilihat dengan membandingkan koefisien korelasi majemuk (R2) dengan r2 . Jika R2 > r2 maka masalah multikolinier dapat diabaikan. Tabel 5.4. Hasil Uji Multikolinier melalui Correlation Matrix LNLIST LNKEU LNJS LNPD LNTK
LNLIST 1,000000 0,620631 -0,409741 -0,527768 -0,732384
LNKEU 0,620631 1,000000 -0,535930 -0,358676 -0,813282
LNJS -0,409741 -0,535930 1.000000 0,698696 0,776020
LNPD -0,527768 -0,358676 0,698696 1.000000 0,795458
LNTK -0,732384 -0,813282 0,776020 0,795458 1,000000
Berdasarkan uji multikolinier yang ditunjukan pada Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa nilai-nilai koefisien korelasi majemuk (r2) antar variabel independen lebih kecil dari nilai R2 dengan nilai 0,816215. Dengan hal ini maka masalah multikolinier dapat diabaikan. Berdasarkan ketiga uji asumsi klasik, ternyata model yang digunakan terbebas dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinier. Hal ini berarti model telah memenuhi kriteria ekonometrika.
50
B. Analisis Kriteria Statistik
1. Uji t Uji t digunakan untuk untuk mengetahui signifikasi pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Tolak Ho bila IthitungI < tα artinya variabel signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,1 atau 10 persen. Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 5.1, variabel pertumbuhan per kapita Sektor Jasa dan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran berpengaruh nyata terhadap rasio gini, sedangkan variabel pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih dan Sektor Transportasi dan Komunikasi tidak berpengaruh nyata pada rasio gini. Sektor Listrik, Gas dan Air bersih tidak signifikan mempengarui karena walaupun sektor ini memiliki laju pertumbuhan rata-rata yang tinggi sebesar 7,71 persen per tahun, namun sektor ini hanya menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang kecil yaitu sebesar 1,2 persen per tahun (Tabel 1.1 dan Tabel 5.1) . Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan yang tinggi tersebut hanya dinikmati sedikit orang. Sebaliknya Sektor Transportasi dan Komunikasi tidak sigifikan mempengaruhi rasio gini karena sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang yaitu sebesar 3,84 persen per tahun namun setiap tahun sektor ini menyerap tenaga kerja sebesar 7,24 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dalam sektor ini yang relatif kecil dibagi-bagi oleh banyak tenaga kerja, selain itu banyaknya calo dan pungutan liar membuat pendapatan tenaga kerja dalam sektor transportasi semakin kecil.
51
2. Uji F Uji ini digunakan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas secara serentak berpengaruh pada variabel terikatnya. Variabel-variabel bebas secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya jika nilai probabilitas Fstatistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan dalam model. Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 5.1 dapat dilihat nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.080431, lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0.1. hal ini berarti variabel-variabel bebes secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya. 3. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel terikatnya. Untuk melihat nilai koefisien determinasi pada hasil regresi Tabel 5.1, menggunakan nilai R-squared. Nilai R-squared pada hasil regresi sebesar 0,816215 yang berarti variabel bebas dalam model dapat menerangkan keragaman variabel terikat sebesar 0,816215 persen dan sisanya diterangkan variabel bebas lain di luar model.
C. Analisis Kriteria Ekonomi
Dalam kriteria ekonomi, hasil pendugaan tersebut dicocokkan dengan teori ekonomi dan kesesuaian kondisi sosial yang terjadi pada ruang lingkup penelitian. Kesesuaian model dengan kriteria ekonomi dilihat dari tanda parameter dugaan. Nilai elastisitas pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih sebesar -0,048940, menunjukkan peningkatan pertumbuhan per kapita
52
sektor ini sebesar 1 persen akan menurunkan rasio gini sebesar 0,048940 persen. Namun variabel pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Nilai elastisitas pertumbuhan per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 0,784748, menunjukkan peningkatan pertumbuhan per kapita sektor ini sebesar 1 persen menyebabkan rasio gini meningkat sebesar 0,784748 persen. Artinya, jika pertumbuhan per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran meningkat maka distribusi pendapatan semakin memburuk. Hal ini kerena untuk masuk dalam Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memerlukan modal yang besar (Djojohadikusumo, 1955). Karena memerluka modal yang relatif besar, maka yang dapat masuk dalam sektor ini adalah masyarakat kaya sedangkan tenaga kerja yang bekerja dalam sektor ini hanya mendapatkan upah atau gaji yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Karena adanya kekuatan modal yang lebih dominan menyebabkan jika kuntungan meningkat dalam kurun waktu tertentu maka seluruh keuntungan tersebut masuk pada pemilik modal (Yustika, 2002). Hal inilah yang menyebabkan distribusi pendapatan semakin timpang. Elastisitas pertumbuhan per kapita Sektor Transportasi dan Komunikasi sebesar -0,269732 menunjukkan bahwa kenaikan pertumbuhan per kapita sektor ini sebesar 1 persen akan menurunkan rasio gini sebesar 0,269732 persen. Artinya jika pertumbuhan per kapita Sektor Transportasi dan Komunikasi meningkat maka distribusi pendapatan membaik. Namum variabel pertumbuhan per kapita
53
sektor Transportasi dan Komunikasi tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Elastisitas pertumbuhan per kapita Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar -0,421393, menunjukkan bahwa jika pertumbuhan per kapita sektor ini meningkat 1 persen maka rasio gini juga menurun sebesar 0,421393 persen. Artinya jika pertumbuhan per kapita Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan meningkat maka distribusi pendapatan semakin membaik. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang digunakan jika jasa yang dihasilkan meningkat per satuan waktu maka produktivitas tenaga kerjanya meningkat sehingga akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan. Peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan kesejahteraan sehingga distribusi pendapatan semakin membaik. Selain itu dalam Sektor Keuangan dan Jasa Perusahaan memerlukan tenaga kerja dengan keterampilan khusus sehingga gaji yang diperoleh pun relatif tinggi sehingga kesejahteraan tenaga kerjanya terjamin (Kamaluddin, 1992). Elastisitas pertumbuhan per kapita Sektor Jasa sebesar -0,740443, menunjukkan bahwa jika pertumbuhan per kapita Sektor Jasa meningkat 1 persen maka rasio gini juga menurun sebesar 0,740443 persen. Artinya jika pertumbuhan per kapita Sektor Jasa meningkat maka distribusi pendapatan semakin membaik. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang digunakan meningkatnya pertumbuhan per kapita sektor jasa menunjukkan jasa yang dihasilkan meningkat per satuan waktu yang berarti produktivitas tenaga kerjanya meningkat sehingga pendapatan akan meningkat dan meningkatkan kesejahteraan. Sektor jasa menyerap tenaga kerja
54
yang cukup besar yaitu sebesar 17,65 persen per tahun (Tabel 5.1), sehingga ketika kesejahteraan tenaga kerja sektor ini meningkatnya maka distribusi pendapatan akan membaik.
55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Sektor yang memiliki peran besar dalam penyerapan tenaga kerja adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Industri, Sektor Pertanian dan Sektor Jasa. Sedangkan dalam kelompok sektor yang memiliki peran sedang dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor Bangunan dan Konstruksi. Sektor yang memiliki peran yang kecil dalam penyerapan tenaga kerja adalah Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Pertambangan dan Penggalian dan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Lima sektor ekonomi yang digunakan dalam analisis pengaruh pertumbuhan per kapita terhadap distribusi pendapatan, dua sektor ekonomi dua sektor masuk dalam sektor yag memiliki peranan besar dalam menyerap tenaga kerja. Sektor yang masuk kelompok besar adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Sektor Jasa. Ketiga sektor lainnya masuk dalam kelompok yang memiliki peranan yang kecil dalam menyerap tenaga kerja. Kenaikan Pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi dan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa akan memperbaiki distribusi pendapatan. Sedangkan kenaikan pertumbuhan per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akan semakin memperburuk distribusi pendapatan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki peranan yang terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 23,66 persen per tahun, namun pertumbuhan per
56
kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran semakin memperburuk distribusi ketimpangan kerena adanya faktor modal yang lebih dominan menyebabkan apabila keuntungan yang diterima meningkat dalam kurun waktu tertentu maka keuntungan tersebut masuk pada pemilik modal.
6.2. Saran
1. Mengembangkan Sektor Listrik, Gas dan Air bersih dan Sektor Transportasi dan Komunikasi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja di Kabupaten Bogor dengan memperluas jangkauan sarana transportasi dan komunikasi agar semakin banyak masyarakat yang mengunakan fasilitas tersebut, terutama bagi masyarakat desa terpencil. 2. Pemerintah Kabupaten Bogor harus meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor agar dapat masuk dalam sektor-sektor ekonomi tersebut dan aktif dalam aktivitas ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
57
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik.1994. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Tahun 1993-1994. ________________ . 1995. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Tahun 1995. ________________ . 1995. Indikator Sosial Ekonomi Jawa Barat 1995. ________________ . 1999. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 1996-1999. ________________ . 1999. Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Bogor 1999. ________________ . 2000. Indikator Sosial Ekonomi Jawa Barat 2000-2001. ________________ . 2002. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bogor Tahun 2002. ________________ . 2002. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2000-2002. ________________ . 2003. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Tahun 2003 ________________ . 2004. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bogor Tahun 2004. ________________ . 2005. Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2004-2005. Departemen Ilmu Ekonomi. 2005. Pelatihan Tehnik Perencanaan Wilayah Dan Ekonometrika. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten. 2005. Rekapitulasi Hasil Pendataan Penduduk dan Keluarga Sejahtera Kabupaten Bogor tahun 2005. Djojohadikusumo, Sumitro. 1954. Ekonomi Pembangunan. PT. Pembangunan, Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.
58
Firdaus, Muhammad. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan Masyarakat (Studi kasus di Desa Belendung dan Desa Walahar, Kecamatan Klari Kabupaten Kerawang, Jawa Barat. [Skripsi]. IPB, Bogor. Gujarati, Domodar. 1993. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hendra. Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung. [Skripsi]. IPB, Bogor. Irawan. dan Suparmoko. 1990. Ekonomika Pembangunan. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Jhingan. 2004. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kamaluddin, Rustian. 1992. Bunga Rampai Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Lipsey, Richard, Paul Courant, Douglas Purvis, dan Peter Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Jilid 1. Binarupa Aksara, Jakarta. Nicholson,
Walter.
2001. Teori Ekonomi Mikro, Prinsip Dasar dan Pengembangannya. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ritonga, Jhon Tafbu. 2005. Catatan Ekonomi Tahun 2005. [Waspada online]. hppt://www.waspada.co.id/bisnis/tinjauan_ekonomi/artikel. php?article_id=71061 [13 Juli 2006] Soegijoko, Budhy. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan, Proses Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Yuwono, Prapto. 2005. Pengantar Ekonometri. ANDI. Yogyakarta. Yustika, Ahmad Erani. 2002. Pembanguan dan Krisis, Memetakan Perekonomian Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. PDRB Kabupaten Bogor Tahun 1993-2003
Sektor Pertanian Pertambagan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan dan Konstruksi Perdaganggan, hotel dan restoran Trasportasi dan komunikasi Keu, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
1993 602.175,91
1994 618.216,12
1995 642.590,49
1996 690.253,29
1997 612.709,85
Tahun 1998 474.345,06
1999 552.038,72
2000 453.959,32
2001 463.513,76
2002 471.481,94
2003 475.931,02
408.505,71
379.731,37
439.960,43
372.377,97
379.624,22
302.464,57
302.473,44
69.629,94
71.536,88
69.596,16
72.745,47
1.861.346,36
2.178.098,01
2.489.379,98
2.837.234,12
3.075.845,51
2.426.226,94
2.397.932,00
2.216.292,31
2.264.328,54
2.364.035,04
2.463.868,37
140.220,52
154.379,43
166.592,64
189.862,62
210.630,53
217.307,52
226.710,61
208.083,17
248.196,13
267.707,72
288.555,67
392.172,53
429.533,18
461.110,24
499.303,39
523.849,61
305.194,78
300.220,11
216.196,52
222.246,12
231.083,42
239.300,24
725.098,25
808.451,48
883.762,80
979.864,75
1.015.884,60
802.33772
819.549,64
512.095,14
527.379,08
547.989,35
591.873,55
202.075,15
216.027,46
226.704,44
260.609,00
277.523,42
236.949,50
239.661,73
174.379,28
187.038,40
201.771,46
214.742,86
166.335,83
180.285,89
190.935,62
227.433,66
249.346,61
188.879,53
195.904,95
146.771,46
155.971,32
766.924,26
175.237,49
349.292,66 4.847.222,92
363.62391 5.328.346,85
377.146,54 5.878.183,18
407.218,84 6.464.157,64
428.239,92 6.773.654,27
416.763,09 5.370.468,71
421.247,68 5.455.735,88
308.580,88 4.305.987,03
321.093,89 4.461.304,12
339.723,54 4.660.312,89
359.052,20 4.881.288,87
Sumber : BPS Kab. Bogor
59
Lampiran 2. Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Sektor Tahun 1993-2003
Sektor Pertanian Pertambagan dan penggalian Industri Listrik, gas dan air bersih Konstruksi Perdaganggan, hotel dan restoran Trasportasi dan komunikasi Keu, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
1993 276.552
1994 309.10
1995 198.615
1996 251.100
1997 180.873
Tahun 1998 174.148
1999 227.545
2000 313.584
2001 377.410
2002 342.492
2003 241.818
26.774
42.272
13.981
10.524
18.168
8.884
20.770
26.919
19.102
13.166
13.214
286.983
288.843
311.661
287.233
301.520
249.564
353.980
294.702
252.670
186.949
275.618
1.818
11.341
14.742
127.299
4.569
7.942
5.255
7.448
1.420
3.538
8.367
82.170
111.515
137.594
242.533
103.600
123.038
98.005
100.636
70.268
79.828
63.659
272.646
252.810
375.997
219.557
430.526
378.712
493.240
410.913
259.634
307.608
346.414
81.756
104.586
89.770
16.181
109.745
116.012
118.935
137.347
88.568
120.180
100.914
22.518
18.339
21.836
200.658
34.510
29.144
36.070
15.828
23.934
24.769
24.458
280.566 1.34178
270.972 1.409.787
278.372 1.442.568
122.549 1.477.634
310.247 1.493.758
282.336 1.369.780
403.455 1.757.255
312.158 1.619.535
190.992 1.283.998
172.134 1.250.664
188.994 1.263.456
Sumber : Kab. Bogor
60