ANALISIS PELAPORAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PERBANKAN SYARIAH DALAM PERSPEKTIF SHARIAH ENTERPRISE THEORY: STUDI KASUS PADA LAPORAN TAHUNAN BANK SYARIAH MANDIRI DAN BANK MUAMALAT INDONESIA Fadilla Purwitasari Anis Chariri, S.E., M.Com, Ph. D., Akt
ABSTRACT This study aims to analyze the reporting of corporate social responsibility (CSR) in Islamic banking based on shariah enterperise theory. CSR implementation based on shariah enterprise theory was analyzed by using Habermas' Theory of Communication Action. The research was done by analyzing how the Bank Syariah Mandiri (BSM) and Bank Muamalat Indonesia (BMI) report their corporate social responsibility. This study uses a semiotic analysis methods based on the disclosure of social responsibility items based on shariah enterprise theory. This study shows that the act of social responsibility reporting by BSM and BMI are still influenced by their own interests. Interests are mainly influenced by money and power. The role of 'principle' is not very visible in the way of their social responsibility reporting. Keywords: CSR, corporate social responsibility, shariah enterprise theory, Islamic banks, Theory of Communication Action, Habermas, Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat.
1. PENDAHULUAN Pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi topik hangat yang sering dibicarakan akhir-akhir ini. Hal ini terlihat dari adanya dukungan beebrapa perusahaan nasional dan internasional dengan menjadikan laporan CSR sebagai voluntary disclosure, bahkan menjadikannya sebagai laporan yang diprioritaskan (Cosmin dan Eugenia, 2009). Pihak lain yang mendukung pelaporan CSR adalah pemerintah. Beberapa pemerintahan negara yang mendukung pelaporan CSR antara lain Norwegia, Swedia, Belanda, Denmark (Douglas, dkk 2004), dan Malaysia (Said, dkk 2009). Setiap perusahaan memiliki alasan masing-masing mengapa mereka melakukan pelaporan CSR. Isu tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan globalisasi menjadi alasan perusahaan-perusahaan di Australia melakukan pelaporan CSR (Rabet, 2009). Sedangkan menurut Cosmin dan Eugenia (2009), perusahaanperusahaan di dataran Eropa melakukan pelaporan CSR demi mendukung tujuan strategis yang tercantum pada Lisbon Strategy musim semi tahun 2000. Menurut Galliano (2005), dalam Maggiolini dan Nanini (2006), pelaporan CSR sebagai tanda keprihatinan perusahaan terhadap keadaan dunia. Sedangkan perusahaan-perusahaan di Indonesia melakukan pelaporan CSR, menurut Puspitasari (2009), untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan keuangan mengenai sejauh mana perusahaan sudah melakukan aktivitas sosialnya. Pelaporan CSR ini berlaku untuk semua perusahaan, termasuk perusahaan perbankan. Perusahaan-perusahaan perbankan memiliki alasan tersendiri mengapa pelaporan CSR penting bagi mereka. Perubahan perilaku konsumen membuat sektor perbankan di Nigeria membutuhkan pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan (Achua, 2008). Zappi (2007) berpendapat pelaporan tanggung jawab sosial di Italia digunakan sebagai manajemen strategik bagi bank yang berorientasi multistakeholder dan untuk menciptakan nilai secara hati-hati dengan pihak-pihak yang berhubungan dan bertransaksi dengan perusahaan. Sedangkan Branco dan Rodrigues (2006) berpendapat bahwa: Banks can report on what they are doing to ensure that their lending and investment policies do not facilitate industrial activities, which are harmful
for the environment. On the other hand, financial institutions consume vast amounts of resources, such as paper and energy, and create wastes. Therefore, its policies regarding how they contribute to the conservation of energy and natural resources and recycling activities are important aspects of their social responsibility activities. Perusahaan perbankan di Indonesia, menurut Mulyanita (2009), melakukan pelaporan CSR karena adanya perubahan paradigma pertanggungjawaban dari manajemen ke shareholders menjadi manajemen ke stakeholders. Selain itu, tantangan untuk menjaga citra perusahaan di masyarakat menjadi alasan perbankan melakukan pelaporan sosial (Mulyanita, 2009). Namun, terdapat jenis bank yang seharusnya memprioritaskan pelaporan sosial, yaitu bank syariah. Hal ini, menurut Meutia (2010), karena bank syariah seharusnya memiliki dimensi spiritual yang lebih banyak. Dimensi spiritual ini, lanjut Meutia (2010), tidak hanya menghendaki bisnis non riba, namun juga mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas, terutama masayarakat kurang mampu. Selain itu, perkembangan yang pesat dari industri perbankan syariah membuat penelitian tentang CSR bank syariah diperlukan. Hingga Oktober 2010, terjadi peningkatan aset sebesar 39 persen, peningkatan jumlah bank umum syariah sebanyak 4 buah, dan peningkatan jariangan kantor perbankan syariah di Indonesia sebanyak 400 buah (Data Statistik Bank Indonesia Oktober 2010). Menurut Muhamad (2002), bagi umat Islam kegiatan bisnis (termasuk bisnis perbankan) tidak akan pernah terlepas dari ikatan etika syariah. Muhamad (2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan akuntansi syariah adalah “konsep dimana nilai-nilai Al Quran harus dijadikan prinsip dasar dalam aplikasi akuntansi”. Kaitannya dengan penerapan pencatatan transaksi atau akuntansi, hal ini dinyatakan dalam firman Allah QS. Al Baqarah ayat 282 :
Artinya
: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana
Allah
telah
mengajarkannya,
maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akal atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah wakilnya mengimlakkan dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki di antara kamu….”. Ayat di atas menyatakan bahwa setiap transaksi dalam Islam, baik tunai maupun kredit, harus dilakukan proses pencatatan, atau dengan kata lain akuntansi. Hal ini dimaksudkan
agar
penjual
mempertanggungjawabkannya.
maupun
pembeli
lebih
mudah
dalam
Hayati (2006) menyatakan peranan yang diharapkan dari Perbankan Syariah berdasarkan visi dan misi Perbankan Syariah pada UU No. 10 Tahun 1998 adalah : 1. Memberdayakan ekonomi umat dengan melakukan operasi secara transparansi 2. Memberikan return yang lebih baik 3. Mendorong pemerataan pendapatan 4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan 5. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana 6. Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggara usaha bank Haniffa dan Hudaib (2004) membuat tulisan mengenai pengungkapan dalam konteks institusi keuangan Islam. Mereka menuliskan bahwa ada dua jenis kontrak, yaitu kontrak eksplisit dan implisit. Kontrak eksplisit berupa hubungan antara perusahaan dengan berbagai pihak dalam bentuk dokumen yang ditandatangani. Sedangkan kontrak implisit berupa memberikan produk yang berkualitas, melayani konsumen dengan baik, memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi pegawai, memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, melindungi lingkungan, dan sebagainya. Wood (1991) menyatakan ada tiga prinsip tanggung jawab sosial, yaitu : 1. perusahaan adalah institusi sosial karenanya bertanggung jawab untuk menggunakan kekuatannya secara bertanggung jawab, 2. perusahaan bertanggung jawab terhadap keluaran yang berhubungan dengan keterlibatan dengan masyarakat, dan 3. individu dalam perusahaan adalah agen moral yang berkewajiban untuk menggunakan kebijaksanaan dalam membuat keputusan. Menurut Meutia (2010) bentuk pertanggungjawaban tersebut adalah diungkapkannya atau dibuatnya suatu laporan pertanggungjawaban sosial. Meutia (2010) menjelaskan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan – Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) – merupakan suatu cara bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada para stakeholders bahwa perusahaan memberi perhatian pada pengaruh sosial dan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan. Pengungkapan
ini bertujuan untuk memperlihatkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dan pengaruhnya bagi masyarakat. Meutia (2010) berpendapat
bahwa
teori
yang paling
tepat untuk
mengungkapkan CSR, dalam hal ini bank syariah, adalah shariah enterprise theory. Hal ini karena dalam shariah enterprise theory, Allah adalah sumber amanah utama. Sedangkan sumber daya yang dimiliki para stakeholders adalah amanah dari Allah yang di dalamnya melekat sebuah tanggung jawab untuk menggunakan dengan cara dan tujuan yang ditetapkan oleh Sang Maha Pemberi Amanah. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang pelaporan tanggung jawab sosial di sektor perbankan terbatas pada pelaporan sosial yang dilakukan oleh bank-bank konvensional dan jarang membahas pelaporan sosial oleh perbankan syariah. Cuesta – Gonzales, dkk (2006) mencoba untuk meneliti kinerja sosial perusahaan perbankan utama di Spanyol melalui data publik yang mereka buat, seperti laporan sosial atau sustainibilty report dan sumber-sumber media. Barako dan Brown (2010) mencoba untuk meneliti pengaruh perwakilan gender dan dewan direksi terhadap komunikasi dari pelaporan sosial perusahaan oleh bank di Kenya. Adelopo dan Moure (2010) melakukan sebuah penelitian untuk menguji efek dari perbedaan waktu dan struktur organisasi menurut negara terhadap pengungkapan CSR oleh bank-bank besar pada empat belas bank Eropa. Mulyanita (2009) meneliti tentang pengaruh biaya tanggung jawab sosial (biaya karyawan dan biaya produk) terhadap kinerja perusahaan (perubahan nilai saham). Yuniarti (2007) meneliti tentang pengungkapan tanggung jawab sosial pada laporan tahunan dan informasi web site di sektor perbankan Indonesia dengan menggunakan teknik purposive sampling. Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa penelitian-penelitian akuntansi selama ini hanya berkutat pada data-data yang bersifat angka-angka saja (kuantitatif), sangat sedikit sekali yang melakukan penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif. Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya hanya berkutat pada bank-bank konvensional. Jarang terdapat penelitian yang meneliti mengenai CSR perbankan syariah. Atas dasar argumen di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kualitatif terhadap praktek pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
menggunakan konsep Shariah Enterprise Theory pada industri perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini berusaha untuk menjaawab pertanyaan berikut ini: 1.
Bagaimana bank syariah mengungkapkan tentang tanggung jawab sosial perusahaannya ? Apakah
2.
informasi-informasi
terkait
dengan
tanggung jawab sosial yang diungkapkan oleh bank syariah sesuai dengan konsep
dan
karakteristik
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial
berdasarkan Shariah Enterprise Theory ? 3.
Mengapa bank syariah tidak melaporkan semua poin informasi sesuai dengan konsep Shariah Enterprise Theory ?
2. TELAAH TEORI Banyak pihak yang memberikan pengertian mengenai CSR. Bowen (1953), dalam Douglas, dkk (2004), mengartikan CSR sebagai “... an obligation to pursue policies to make decisions and to follow lines of action which are compatible with the objectives and values of society”. Sedangkan McGuire (1963), dalam Douglas, dkk (2004), menyatakan bahwa tanggung jawab sosial bukan hanya tentang kewajiban secara ekonomi dan hukum, namun juga kewajiban kepada pihak-pihak lain, di luar tanggung jawab ekonomi dan hukum perusahaan. Commission of the European Communities’ (2001), dalam Decker (2004, h.714), memberikan pengertian CSR sebagai ”a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”. Sedangkan World Business Council for Sustainable Development’s (2008) mengartikan CSR sebagai: “The continuining commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. Dari beberapa pengertian tentang CSR sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa CSR adalah
kewajiban
atau
komitmen
perusahaan
untuk
berkontribusi
dalam
pengembangan kehidupan masyarakat dan alam di sekitar lingkungan perusahaan. CSR merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Sebagai konsekuensi atas pelaksanaan aktivitas tersebut, perusahaan harus melakukan pelaporan CSR. Pelaporan ini dapat dilakukan melalui laporan tahunan (annual report) atau media lainnya seperti web site. Aktivitas ini disebut pelaporan CSR (CSR Disclosure-CSRD). CSRD ini memiliki pengertian tersendiri. Gray, dkk (1987) dalam Douglas, dkk (2004) mengartikan pelaporan CSR sebagai “... the process of communicating the social and environmental effects of organizations’ economic actions to particular interest groups within society and to society at large”. Perks (1993) dalam Douglas, dkk (2004) mengartikan pelaporan CSR sebagai “[the] disclosure of those costs and benefits that may or may not be quantifiable in money terms arising from economic activities and substantially borne by the community at large or other stakeholders”. Menurut Centre for Corporate Governance (CCG) (2005), dalam Barako dan Brown (2008, h. 310), pelaporan CSR meliputi “ ... disclose in summary the nature of the enterprise’s social responsibility and corporate citizenship activities, environmental, occupational health and safety, and workforce management policies and practices, and whether the enterprise has in place a code of ethics, and the general level of adherence to this code”. Sedangkan Morsing (2006) mengartikan pelaporan CSR sebagai “communication that is designed and distributed by the company itself about its CSR efforts”. Dari pengertian-pengertian mengenai CSRD sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa CSRD adalah komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada para stakeholder-nya mengenai aktivitas CSR yang telah mereka lakukan. Ada banyak alasan mengapa sebuah perusahan melakukan atau tidak melakukan (do or do not engage) pengungkapan CSR (Belal, 2008). Alasan-alasan tersebut, menurut Belal (2008), dapat dijelaskan menggunakan political economy
theory, legitimacy theory, dan stakeholder theory. Gray, dkk (1996,h. 47) menerjemahkan political economy sebagai kerangka ekonomi, sosial dan politik dimana kehidupan manusia berlangsung. Sedangkan menurut Guthrie dan Parker (1990, h.166) dalam Cunningham (n.d) : “Perspektif ekonomi politik memandang laporan akuntansi sebagai dokumen sosial, politik, dan ekonomi. Dokumen-dokumen ini berfungsi sebagai alat untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi pengaturan ekonomi dan politik, lembaga, dan tema-tema ideologis yang berkontribusi untuk kepentingan pribadi korporasi. Pengungkapan memiliki kapasitas untuk mengirimkan sosial, politik, dan ekonomi arti untuk satu set pluralistik penerima laporan.” Menurut Deegan (2003), Political Economy Theory dapat meluaskan level analisa seorang peneliti karena mempertimbangkan isu sosio-politik yang lebih luas yang akan berimplikasi pada bagaimana perusahaan beroperasi dan informasi apa saja yang terpilih untuk diungkapkan. Belal (2008) berargumen bahwa legitimacy theory mencerminkan perspektif borjuis dari PET. Menurut Belal (2008), hal ini karena menyangkut negosiasi sendiri dengan organisasi-masyarakat di dunia yang pluralistik. Menurut Guthrie, dkk (2007), legitimacy theory berasal dari konsep legitimasi organisasi. Konsep legitimasi organisasi didefinisikan oleh Dowling dan Pfeffer (1975, h. 122), dalam Guthrie, dkk (2007), sebagai: “... kondisi atau status yang terjadi ketika sistem nilai suatu entitas yang digunakan sesuai dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih luas yang merupakan entitas bagian. Ketika disparitas, aktual atau potensial, ada antara kedua sistem nilai, ada ancaman bagi entitas legitimasi.” Legitimacy theory berpandangan bahwa terdapat “kontrak sosial” antara perusahan dengan lingkungan tempat perusahaan beroperasi (Deegan, dkk 2002). Gray, dkk (1995) berargumen bahwa stakeholder theory adalah (biasanya) pandangan borjuis secara eksplisit di dunia dilihat dari perspektif manajemen organisasi yang peduli strategis dengan kesuksesan perusahaan. Gray, dkk (1995) menegaskan bahwa dalam stakeholder theory: “the corporation’s continued existence requires the support of the stakeholders and their approval must be sought and the activities of the corporation adjusted to gain that approval. The more powerful the stakeholders, the more the company must adapt. Social disclosure is thus
seen as part of the dialogue between the company and its stakeholders.” Menurut Gray, dkk (1997, h. 333), stakeholder theory menfokuskan diri pada cara organisasi memanajemen para stakeholder-nya. Teori Komunikasi Aksi milik Habermas merupakan salah satu bentuk teori kritis yang berusaha untuk memperbarui Teori Kritis Mazhab Frankfurt. Dalam buku The Theory of Communicative Action, Habermas menganalisa interaksi sosial dan menyebutnya sebagai lifeworld. Lifeworld seperti didefinisikan Habermass (1983, h.126) merupakan : “The transcendental site where the speaker an the hearer meet, where they can reciprocally raise claims that their utterances fit the world (objective, social, or subjective), and where they can criticize and confirm those validity claims, settle their disagreements and arrive at agreement.” Lifeworld secara sederhana diartikan Sawarjuwono (1995, h.13) sebagai “interactions which are based on immaculate interest and needs inherent in human beings and aimed at reaching towards mutual understanding”. Segala sesuatu dalam kehidupan atau aktivitas manusia yang dilihat sebagai suatu interaksi yang mengikuti mekanisme lifeworld, hal tersebut adalah suatu interaksi sosial. Terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai suatu knowledge, maka hal ini juga dapat dilihat sebagai suatu interaksi sosial. Teori Komunikasi Aksi merupakan teori yang memandang masyarakat melalui paradigma komunikasi. Dalam teori ini, menurut Sawarjuwono (1995), terdapat beberapa konsep fundamental yang dapat diterapkan. Konsep pertama adalah peran dari manusia (human actors) dalam kerangka hubungan antar subjek untuk mencapai suatu kesepakatan. Teori ini memberikan penekanan pada lebih pentingnya hubungan antara human actors dan alasannya. Mekanisme tindakan sosial ini berasal dari konsep kedua, yaitu rasionalitas. Tindakan sosial dianggap rasional jika bertujuan untuk mengkoordinasikan tindakan mendatang yang dipengaruhi melalui pencapaian pemahaman bersama (mutual understanding). Konsep ketiga adalah cara memandang proses sosial. Proses sosial dapat dilihat melalui dua sudut pandang. Proses sosial dapat dilihat sebagai lifeworld dari kelompok sosial dimana tindakan dikoordinasikan melalui orientasi tindakan yang harmonis. Tindakan sosial dapat juga dipandang sebagai self-regulating system, yang artinya masyarakat bertindak dan berperilaku
untuk menyesuaikan diri dengan sistem sosial yang ada. Konsep keempat teori ini adalah steering media, terutama money dan power. Konsep ini memandang adanya mekanisme lain yang mempengaruhi proses sosial. CSRD yang berakar pada Social Responsible Accounting merupakan suatu konsep mengenai bagaimana perusahaan seharusnya bertindak terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Dapat dipahami bahwa CSRD merupakan suatu bentuk interaksi sosial yang merupakan hasil dari suatu refleksi diri, dalam hal ini social integration (interaksi sosial yang terjadi di masyarakat karena kebutuhan alami). Sementara praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan terkait dengan kebijakan untuk memilih informasi apa saja yang harus diungkapkan dapat dipandang sebagai suatu system integration (interaksi sosial yang dipengaruhi mekanisme system) yang dipengaruhi oleh banyak kepentingan, khususnya money dan power. Social integration dan system integration inilah yang membentuk lifeworld dari pengungkapan tanggung jawab sosial. Shariah Enterprise Theory merupakan enterprise theory yang telah diinternalisasi dengan nilai-nilai Islam guna menghasilkan teori yang transendental dan lebih humanis. Enterprise theory, seperti telah dibahas oleh Meutia (2010), merupakan teori yang mengakui adanya pertanggungjawaban tidak hanya kepada pemilik perusahaan saja melainkan kepada kelompok stakeholders yang lebih luas. Enterprise
theory,
menurut
Triyuwono
(2003),
mampu
mewadahi
kemajemukan masyarakat (stakeholders). Hal ini karena konsep enterprise theory menunjukkan bahwa kekuasaan ekonomi tidak lagi berada di satu tangan (shareholders), melainkan berada pada banyak tangan, yaitu stakeholders (Triyuwono, 2003). Oleh karena itu, enterprise theory ini lebih tepat untuk bagi suatu sistem ekonomi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai syariah. Namun demikian, menurut Slamet (2001), enterprise theory masih perlu diinternalisasi dengan nilainilai Islam agar dapat digunakan sebagai teori dasar bagi suatu ekonomi dan akuntansi Islam. Shariah enterprise theory mengajukan beberapa konsep terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial sebuah perusahaan, terutama pada perbankan syariah. Konsep-konsep tersebut, dijelaskan Meutia (2010), adalah :
1. Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan bentuk akuntabilitas manusia terhadap Tuhan dan karenanya ditujukan untuk mendapatkan ridho (legitimasi) dari Tuhan sebagai tujuan utama. 2. Pengungkapan tanggung jawab sosial harus memiliki tujuan sebagai sarana pemberian informasi kepada seluruh stakeholders (direct, in-direct, dan alam) mengenai seberapa jauh institusi tersebut telah memenuhi kewajiban terhadap seluruh stakeholders. 3. Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah wajib (mandatory), dipandang dari fungsi bank syariah sebagai salah satu instrumen untuk mewujudkan tujuan syariah. 4. Pengungkapan tanggung jawab sosial harus memuat dimensi material maupun spriritual berkaitan dengan kepentingan para stakeholders. Pengungkapan tanggung jawab sosial harus berisikan tidak hanya informasi yang bersifat kualitatif, tetapi juga informasi yang bersifat kuantitatif. Selain itu, shariah enterprise theory mengajukan beberapa karakteristik terkait tema dan item yang diungkapkan dalam laporan tanggung jawab sosial perusahaan perbankan syariah. Karakteristik-karakteristik ini, menurut Meutia (2010), adalah: 1. Menunjukkan upaya memenuhi akuntabilitas vertikal terhadap Tuhan dan akuntabilitas horizontal terhadap direct stakeholders, indirect stakeholders, dan alam. 2.
Menunjukkan upaya memenuhi kebutuhan material dan spiritual seluruh stakeholders,
sebagai
bagian
dari
upaya
untuk
memenuhi
konsep
keseimbangan. 3.
Mengungkapkan informasi kualitatif dam kuantitatif sebagai upaya untuk memberikan informasi yang lengkap dan menyeluruh. Meutia (2010) mengatakan terdapat beberapa dimensi yang ditawarkan oleh
shariah enterprise theory dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, terutama oleh perbankan syariah. Dimensi-dimensi tersebut, menurut Meutia (2010), adalah akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertikal ini, dinyatakan oleh Meutia (2010), ditujukan hanya kepada Tuhan. Sedangkan
akuntabilitas horizontal, menurut Meutia (2010), ditujukan kepada tiga pihak, yaitu direct stakeholders, indirect stakeholders, dan alam. Pihak-pihak yang disebut direct stakeholders menurut shariah enterprise theory adalah nasabah dan karyawan. Sedangkan pihak yang termasuk indirect stakeholders menurut shariah enterprise theory adalah komunitas. Rincian lebih lanjut mengenai item pengungkapan tanggung jawab sosial menurut shariah enterprise theory dilampirkan pada bagian lampiran tabel 2.1 dan tabel 2.2. Hingga saat ini telah dilakukan banyak penelitian internasional mengenai CSR yang dilakukan oleh perusahaan perbankan. Decker (2004) mencoba meneliti pengaruh konsep CSR sebagai salah satu elemen perubahan struktural yang berimplikasi pada startegi perusahaan dan akhirnya berpengaruh pada industry. Douglas, dkk (2004) mencoba menggunakan kerangka kerja four-state untuk mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial oleh perusahaan keuangan Irlandia. Branco dan Rodrigues (2006) meneliti apakah bank-bank di Portugis menggunakan media situs internet atau laporan tahunan untuk pengungkapan informasi tanggung jawab sosial. Zappi (2007) melakukan penelitian tentang CSR, dari sudut pandang Asosiasi Perbankan Italia ( Associazione Bancaria Italiana – ABI) sebagai manajemen strategik perusahaan, yang berorientasi multistakeholder dan berhati-hati dalam menghasilkan nilai bagi pihak-pihak yang berhubungan dan bertransaksi sehari-hari. Achua (2008) meneliti tentang CSR sebagai syarat yang diprioritaskan bagi terbentuknya stabilitas dalam masa reformasi sektor perbankan di Nigeria. Chomvilailuk dan Butcher (2010) mencoba untuk menginvestigasi efek dari tiga inisiatif CSR terhadap pemilihan merk dagang pada sektor perbankan Thailand. Khan (2010) mencoba meneliti tentang informasi pelaporan CSR pada bank-bank komersial terdaftar di Bangladesh dan mengeksplorasi efek dari elemen corporate governance (CG) terhadap pengungkapan CSR. Dapat dilihat dari contoh-contoh penelitian sebelumnya bahwa penelitian mengenai pengungkapan CSR oleh perusahaan perbankan dapat dikatakan masih sedikit, bahkan belum ada penelitian yang membahas tentang pengungkapan tanggung jawab sosial oleh perbankan syariah. Oleh karena itu, penelitian ini
mencoba melakukan analisis studi empiris terhadap praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan menggunakan konsep Shariah Enterprise Theory pada industri perbankan syariah di Indonesia. 3. METODE PENELITIAN Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
semiotik
dalam
metode
penelitiannya. Yang dimaksud dengan semiotik, menurut Hoed (2008), adalah “ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia”. Tanda yang dimaksud di sini, menurut Hoed (2008), adalah semua yang hadir dalam kehidupan manusia, yaitu segala sesuatu yang harus seorang manusia beri makna.Yang dimaksud dengan tanda dalam penelitian ini adalah laporan tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya perusahaan perbankan syariah. Penelitian ini bermaksud menemukan makna-makna yang terkandung dalam laporan sosial tersebut. Selanjutnya, penelitian ini akan membandingkan antara temuan makna-makna di dalam laporan sosial tersebut dengan Shariah Enterprise Theory. Menurut Hoed (2008), paradigma metodologis penelitian yang berdasarkan semiotik budaya adalah kualitatif Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Corporate Social Responsibility report milik PT Bank Muamalat Indonesia dan PT. Bank Syariah Mandiri. Corporate Social Responsibilty report yang dianalisis adalah Corporate Social Responsibility report PT Bank Muamalat Indonesia dan PT Bank Syariah Mandiri tahun 2010. Bank Muamalat merupakan bank syariah pertama di Indonesia, didirikan pada tanggal 1 November 1991 dan mulai beroperasi tanggal 1 Mei 1992. Hal ini menjadikan Bank Muamalat sebagai objek yang layak untuk diteliti, mengingat pengalamannya yang lebih lama dalam industri perbankan syariah. Sedangkan Bank Mandiri Syariah didirikan tanggal 25 Oktober 1999 dan mulai beroperasi tanggal 1 November 1999. Pada tahun 2010, Bank Syariah Mandiri menerima penghargaan sebagai bank syariah terbaik versi majalah Investor. Penilaian
ini didasari atas 17 kriteria yang didasarkan pada parameter syariah, yaitu CAR (Capital Adequacy Ratio), NPF (Non Performing Finance), ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM (Net Interest Margin), BOPO (Biaya Operasional berbanding Pendapatan Operasional), FDR (Financing to Deposit
Ratio),
pertumbuhan laba bersih satu tahun, pertumbuhan pembiayaan satu tahun, dan pertumbuhan dana masyarakat (ib.eramuslim.com) Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka Corporate Social Responsibility report PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan PT. Bank Syariah Mandiri digunakan sebagai objek penelitian. Menurut Chandler (2007) dalam Otubanjo dan Melewar (2007), pendekatan semiotik adalah pendekatan yang menyajikan langkah-langkah bagaimana tandatanda (seperti identitas perusahaan, laporan sosial perusahaan, dll) diinterpretasikan sehingga menghasilkan arti. Otubanjo dan Melewer (2007) menjelaskan alur metode analisis semiotik dalam langkah-langkah berikut : 1. Mengidentifikasi dan menjabarkan teks. Langkah pertama dari pendekatan semiotik adalah melampirkan salinan dari teks dan mengidentifikasi kekurangannya, mendeskripsikan secara jelas tentang teks untuk meningkatkan pengakuan dari pengguna media tersebut, serta mendeskripsikan media penyampaian teks, termasuk di kelompok mana, dan ditemukan di kelompok mana media tersebut dengan jelas. 2. Menguji sifat dari media yang digunakan untuk publikasi. Langkah ini menjelaskan sifat dari media yang digunakan untuk publikasi. Di sini didiskusikan cakupan pengguna media tersebut berdasarkan referensi yang ada, tujuan, target pengguna media, jumlah yang diterbitkan, frekuensi publikasi, sejarah, reputasi, dan kepemilikan media ini. 3. Mendiskusikan hubungan antara media pembawa dan type-token. Langkah ini mendiskusikan bagaimana media dianalisis sehubungan dengan pembedaan type-token,(contoh: termasuk teks yang terletak diantara banyak teks (contoh : poster) atau termasuk unik (contoh : lukisan aktual)). Selain itu,
juga didiskusikan bagaimana sebuah teks mempengaruhi interpretasinya. 4. Mendiskusikan alasan mengapa teks tersebut dipilih. Dalam langkah ini ditentukan manakah yang menjadi penanda dalam teks, apakah yang ditandai, dan sistem apakah yang membuat tanda menjadi punya arti. 5. Mengidentifikasi penanda dan yang ditandai di dalam publikasi tersebut. Penanda adalah media dari materi (Hall, 1999 dalam Otubanjo dan Melewer, 2007) atau bagian fisik dari tanda (contoh : logo perusahaan, kata-kata yang tertulis di iklan, slogan, gambar). Sedangkan yang ditandai adalah konsep mental yang dimaksudkan oleh para penanda. Di langkah inilah, yang ditandai ini akan dianalisa secara penuh.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bila dibandingkan dari format yang digunakan, BSM dan BMI sama-sama menggunakan format yang sama. Laporan CSR kedua bank tersebut dijadikan satu dengan laporan tahunan mereka, disajikan dengan format 2 kolom, dan dilengkapi dengan foto-foto kegiatan sebagai dokumentasi telah melaksanakan kegiatan. Namun, BMI menyajikan laporan CSR-nya, seperti laporan tahunannya, dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sedangkan BSM menyajikan laporan CSR-nya hanya dalam Bahasa Indonesia. Tujuan penyajian laporan CSR dua bahasa oleh BMI adalah mempermudah para pengguna laporannya untuk memahami laporan tahunan milik BMI. Hal ini dikarenakan sebagian pemegang saham dan investor berbagai kegiatan sosial dari BMI berasal dari luar negeri seperti Islamic Development Bank (IDB), sebagaimana diungkapkan pada Laporan Tahunan BMI
tahun 2010 halaman 220 bagian Orphan Kafala: “ Orphan Kafala Program OIC Alliance adalah program pemberdayaan masyarakat, khususnya anak yatim dan keluarga korban musibah gempa tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan program kerja sama antara Islamic Development Bank (IDB) dengan BMM.” Dari segi jumlah halaman yang digunakan untuk menyajikan laporan CSR, BSM hanya menggunakan 10 halaman, sedangkan BMI menggunakan 26 halaman untuk menyajikan laporan sosial mereka. Hal ini berarti bahwa tingkat ke-syariah-an BMI lebih tinggi daripada BSM, walaupun hanya sedikit. Dari segi program-program sosial yang diadakan oleh kedua bank tersebut, program-program dan kegiatan-kegiatan sosial eksternal yang dilakukan oleh BMI lebih banyak dan bervariasi daripada program-program dan kegiatan-kegiatan sosial eksternal milik BSM. BMI, melalui BMM, menjadikan pengembangan ekonomi mikro syariah sebagai bidang sosial utama yang didanai. Hal ini ditegaskan di halaman 213 bagian Tanggung Jawab Sosial “...komitmen Bank Muamalat untuk ikut andil memajukan ekonomi masayrakat melalui usaha mikro dengan prinsip syariah.”. Selain di bidang ekonomi, BMI juga loyal memberikan dana CSR kepada bidang sosial/budaya, terutama kepada para korban bencana alam. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bantuan dan program sosial yang ditujukan untuk membantu para korban bencana alam, yang dituliskan pada tabel Agenda Kegiatan Sosial 2010 di halaman 232-235 laporan tahunan BMI tahun 2010, seperti Beasiswa Terpadu Muamalat untuk korban gempa di Tasikmalaya, Pangalengan Bandung, dan Arjasari-Bandung; launching program dan pembagian sembako dan sarana ibadah di SagarantenSukabumi, dan berbagai program bantuan lainnya. Sedangkan program-program dan kegiatan-kegiatan sosial eksternal BSM hanya sebatas memberikan bantuan dana melalui LAZNAS BSM. Tidak ada program khusus yang diunggulkan oleh BSM. Dari segi program-program dan kegiatan-kegiatan sosial internal yang dilakukan oleh BSM dan BMI, program-program dan kegiatan-kegiatan BSM lebih bervariasi. Beberapa kegiatan sosial internal milik BSM adalah Forum Doa Pagi (FDP), Pengajian Rabu Sore, BSM Club, BSM UMKM Award 2010, dan masih kegiatan-kegiatan lainnya. Program-program ini ditujukan kepada para karyawan dan para nasabah BSM. Sedangkan kegiatan sosial internal yang diperuntukkan oleh para
keluarga karyawan BSM adalah KARISSMA. Sedangkan BMI tidak mengungkapkan kegiatan sosial internal yang dilakukan oleh perusahaan. BSM dan BMI menyajikan informasi-informasi CSR lain, yang tidak diungkapkan pada laporan CSR mereka, di bagian lain laporan tahunan mereka. BSM menyajikannya di laporan dewan komisaris, laporan Good Corporate Governance (GCG), analisa pembahasan manajemen atas kinerja perusahaan, laporan sumber daya manusia dan bagian-bagian lainnya. Sedangkan BMI menyajikannnya di laporan manajemen, laporan tata kelola perusahaan, dan pembahasan manajemen dan analisis. Apabila dilihat dari perspektif Teori Komunikasi Aksi milik Habermas, BMI dan BSM mengisi peran sebagai human actors, atau dapat diibaratkan sebagai manusia. Oleh karena itu, kedua bank ini memiliki kepentingan masing-masing yang dipengaruhi oleh steering media. Kepentingan masing-masing inilah yang akhirnya mempengaruhi semua tindakan BSM dan BMI, termasuk bagaimana mereka melaporkan tanggung jawab sosial mereka. 5. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga rumusan masalah. Yang
pertama adalah bagaimana bank syariah mengungkapkan tentang tanggung jawab sosial perusahaannya. Bank syariah, dalam hal ini Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI), menyajikan tanggung jawab sosial perusahaannya dalam sebuah laporan, yang disebut dengan laporan tanggung jawab sosial. Kedua bank tersebut menyajikan laporan tanggung jawab sosial mereka dalam laporan tahunan mereka, tidak disajikan dalam laporan terpisah. Pertanyaan kedua adalah apakah informasi-informasi terkait dengan tanggung jawab sosial yang diungkapkan oleh bank syariah sesuai dengan konsep dan karakteristik pengungkapan tanggung jawab sosial berdasarkan shariah enterprise theory. Tidak semua konsep dan karakteristik pengungkapan tanggung jawab sosial berdasarkan shariah enterprise theory diungkapkan oleh BSM dan BMI. Ada beberapa item tanggung jawab sosial berdasarkan shariah enterprise theory yang tidak disajikan oleh BSM dan BMI. Informasi detail tentang item tanggung jawab
sosial yang diungkapkan dan tidak diungkapkan oleh BSM dan BMI dapat dilihat pada tabel 4.1. dan tabel 4.2. yang disajikan pada bagian Lampiran skripsi ini. Pertanyaan ketiga adalah mengapa bank syariah tidak melaporkan semua poin informasi sesuai dengan konsep shariah enterprise theory. Apabila dilihat dari perspektif teori Komunikasi Aksi milik Habermas, BSM dan BMI dapat ditempatkan sebagai human actors. Sebagai human actors, BSM dan BMI sama-sama memiliki kepentingan masing-masing yang dikendalikan oleh steering media. Kepentingan masing-masing inilah yang mempengaruhi bagaimana BSM dan BMI bertindak, termasuk tindakan melaporkan atau tidak melaporkan item tanggung jawab sosial mereka. Penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan BSM dan BMI masih dipengaruhi oleh kepentingan masing-masing. Kepentingan-kepentingan ini terutama dipengaruhi oleh money dan power. Peranan ‘prinsip’ tidak terlalu terliha dalam cara pelaporan tanggung jawab sosial mereka.
Keterbatasan Karena penelitian ini adalah studi kasus, maka terdapat beberapa
keterbatasan. Pertama, hasil dari penelitian ini hanya berasal dari dua bank syariah, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi. Kedua, data yang digunakan pada penelitian ini hanya laporan tahunan. Padahal, tidak semua bank melaporkan tanggung jawab sosialnya di laporan tahunan. Contohnya, BNI Syariah melaporkan tanggung jawab sosialnya pada web site miliknya (www.bnisyariah.co.id). Ketiga, terbatasnya waktu penelitian. Perpanjangan waktu penelitian (prolonge engagement in the field) terkadang sulit dilakukan karena waktu penelitian terbatas pada jatah masa studi peneliti..
Saran Akhirnya, dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada, penelitian yang
akan datang diharapkan dapat menambah jumlah sampel yang diteliti, baik dari segi kuantitas maupun dari segi jenis sampel yang diteliti. Shariah enterprise theory dapat diterapkan bukan hanya pada bank syariah saja, namun juga pada institusi keuangan syariah lainnya. Jenis laporan yang dianalisis juga diharapkan lebih bervariasi pada penelitian mendatang. Selain itu, agar validitas hasil penelitian semakin kuat, perpanjangan waktu penelitian di lapangan dapat dilakukan untuk menutupi kelemahan metode yang lain. Karena semakin lama waktu penelitian, data yang dianalisis akan semakin valid.
DAFTAR PUSTAKA Achua, Joseph K. 2008. “Corporate Social Responsibility in Nigerian Banking System”. Society and Business Review, Vol. 3, Iss. 1, h. 57-71. Diakses tanggal 9 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Adelopo, Ismail A. dan Ramiro Cea Moure. 2010. “Time and Country Specific Institutional Effects on Corporate Social Disclosure by Financial Institutions: Evidence from Fourteen European Countries”. http://papers.ssrn.com, diakses tanggal 31 Juli 2011 Barako, Dulacha G., dan Alistair M. Brown. 2008. “Corporate Social Reporting and Board Representation: Evidence from the Kenyan Banking Sector”. Journal of Management and Governance, Vol. 12, No. 4, h. 309-324. Diakses tanggal 14 September 2011 dari https://springerlink3.metapress.com Belal, Ataur Rahman. 2008. “Corporate Social Responsibility Reporting in Developing Countries”. Cornwall: MPG Books Ltd, Bodmin. Diakses tanggal 14 September 2011 dari books.google.co.id Branco, Manuel Castelo, dan Lúcia Lima Rodrigues. 2006.”Communication of Corporate Social Responsibility by Portugese Banks: A Legitimacy Theory Perspective”. Corporate Communications: An International Journal, Vol 11, No. 3, h. 232-248. Diakses tanggal 30 Juli 2011 dari www.emeraldinsight.com Chomvilailuk, Rojasanak dan Ken Butcher. 2010. “Enhancing Brand Preference Through Corporate Social Responsibility Initiatives in the Thai Banking Sector”. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, Vol. 22, Iss. 3, h. 397-418. Diakses tanggal 9 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Cosmin, Joldeş, dan Iamandi Irina Eugenia. 2009. ”Strategies of Corporate Social Responsibility in the European Union”. Annals of the University of Oradea Economic Science Series, Vol. 18 , Iss: October, h. 175-181. Diakses tanggal 14 September 2011 dari www.web.ebscohost.com Cuesta-Gonzáles, Marta de la, María Jesús Muñoz-Torres, dan María Ángeles Fernández-Izquierdo. 2006. “Analysis of Social Performance in the Spanish Financial Industry Through Public Data”. Journal of Business Ethics, Vol. 69, No.3, h. 289304. Diakses tanggal 14 September 2011 https://springerlink3.metapress.com Cunningham, Stacey. n.d. “Theoretical Perspectives of Corporate Environmental
Disclosures in Annual Reports”. www.association.cqu.edu.au. Diakses tanggal 31 Juli 2011 Data Statistik Perbankan Indonesia-Oktober 2010. www.bi.go.id Decker, O. Sallyanne. 2004. “Corporate Social Responsibility and Structural Change in Financial Services”. Managerial Auditing Journal, Vol. 19, Iss. 6, h. 712728. Diakses tanggal 9 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Deegan, Craig Michael. 2003. ”Financial Accounting Theory”. Sydney: Mc GrawHill Book Co. Deegan, Craig, Michaela Rankin, dan John Tobin. 2002. ”An Examination of The Corporate Social and Environmental Disclosure of BHP from 1983-1997: A Test of Legitimacy Theory”. Accounting, Auditing, &Accountability Journal, Vol. 15, No. 3, h. 312-343. Diakses tanggal 10 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Douglas, Alex, John Doris, dan Brian Johnson. 2004. “Corporate Social Reporting in Irish Financial Institutions”. The TQM Magazine, Vol. 16, No 6, h. 387-395. Diakses tanggal 30 Juli 2011 dari www.emeraldinsight.com Gray, Rob, Colin Dey, Dave Owen, Richard Evans, dan Simon Zadek. 1997. “Struggling with The Praxis of Social Accounting: Stakeholders, Accountability, Audits, and Procedurs”. Accounting, Auditing, & Accountability, Vol. 10, No. 3, h. 325-364. Diakses tanggal 10 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Gray, Rob, Dave Owen, dan Carol Adams. 1996. ”Accounting and Accountability: Changes and Challenges in Corporate Social and Environmental Reporting”. London: Prentice Hall International. Gray, Rob, Reza Kouhy, dan Simon Lavers. 1995. “Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of The Litetrature and A Longitudinal Study of UK Disclosure”. Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol. 8, No. 2, pp 47-77. Diakses tanggal 9 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Guthrie, James, Suresh Cuganesan, dan Leanne Ward. 2007. “Legitimacy Theory: A Story of Reporting Social and Environmental Matters within the Australian
Food and Beverage Industry”. Presented to the 5th Asian Pacific Interdisciplinary Research in Accounting (APIRA) Conference, 8-10 July 2007, Auckland, New Zealand. Habermas, Jürgen. 1983. “The Theory of Communicative Action, Vol 1: Reason & the Rationalization of Society”. Boston: Beacon Press Haniffa, Roszaini dan Mohammad Hudaib. 2004. “Disclosure Practise of Islamic Financial Institutions: An Exploratory Study”. Working Paper at the Accounting, Commerce, and Finance: The Islamic Perspective International Conference V. Brisbane, Australia. 15-17 June 2004. Diakses tanggal 10 September 20111 dari www.brad.ac.uk Hayati, Neuneung Ratna. 2006. “Perbankan Syariah Nasional: Peranan, Peluang, Permasalahan, Prospek, serta Strategi Pengembangannya”. Jurnal Bisnis, Manajemen, dan Ekonomi, Vol. 7, No. 3, h. 860-872. Diakses tanggal 30 Juli 2011 dari http://isjd.pdii.lipi.go.id Hoed, Benny H. 2008. “Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya: Ferdinand de Saussure, Roland Barthes, Julia Kristeva, Jacques Derrida, Charles Sanders Peirce, Marcel Danesi & Paul Perron, dll”. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Khan, Md. Habib-Uz-Zaman. 2010. ”The Effect of Corporate Governance Elements on Corporate Social Responsibility (CSR) Reporting: Empirical Evidence from Private Commercial Banks of Bangladesh”. International Journal of Law and Management, Vol. 52, Iss. 2, h. 82-109. Diakses tanggal 9 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia (BMI) tahun 2010. Diakses tanggal 11 September 2011 dari (www.muamalatbank.com) Laporan Tahunan Bank Syariah Mandiri (BSM) tahun 2010. Diakses tanggal 11 September 2011 dari (www.syariahmandiri.co.id) Maggiolini, Piercarlo, dan Krysnaia Nanini. 2006. “Corporate Social Responsibility as a Symptom of the Existensial Dissatisfaction in Post-Industrial Economy”. Brazilian Journal of Operations & Production Management , Vol. 3 No. 1, h. 46-69. Diakses tanggal 30 Juli 2011 dari http://abepro.org.br
Meutia, Inten. 2010. “Shariah Enterprise Theory sebagai Dasar Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial untuk Bank Syariah”. Disertasi Tidak Dipublikasikan, Doktor Ilmu Akuntansi Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya. Morsing, Mette. 2006. “Corporate Social Responsibility as Strategic AutoCommunication: On The Role of External Stakeholders for Member Identification”. Business Ethics: A European Review, Vol. 15, Iss. 2, h. 171182. Diakses tanggal 15 September 2011 dari http://onlinelibrary.wiley.com Mulyanita, Sugesty. 2009. “Pengaruh Biaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung. Otubanjo, B. Olutayo dan T.C. Melewar. 2007. ”Understandingthe Meaning of Corporate Identity: A Conceptual and Semiological Approach”. Corporate Communications: An International Journal, Vol. 12, Iss. 4, h. 414-432. Diakses tanggal 9 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Puspitasari, Apriani Daning. 2009. “Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Laporan Tahunan Perusahaan Di Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Rabet, Delphine. 2009. “Human Rights and Globalization: The Myth of Corporate Social Responsibility?”. Journal of Alternative Perspectives in the Social Sciences, Vol.1, No. 2, h. 463-475. Diakses tanggal 30 Juli 2011 dari www.japss.org Said, Roshima, Yuserrie Hj Zainuddin, dan Hasnah Haron. 2009. “The Relationship Between Corporate Social Responsibility Disclosure and Corporate Governance Characteristics in Malaysian Public Listed Companies”. Social Responsibility Journal, vol 5 lss: 2, h. 212-226. Diakses tanggal 11 September 2011 dari www.emeraldinsight.com Sawarjuwono, Tjiptohadi. 1995. “Accounting Language Change: A Critical Study of Habermas’s Theory of Communicative Action”. Tesis Tidak Dipublikasikan, Department of Accounting and Finance, University of Wollongong. Slamet, M. 2001. “Enterprise Theory dalam Konstruksi Akuntansi Syari’ah (Studi Teoritis pada Konsep Akuntansi Syari’ah). Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Malang: Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya. Triyuwono, Iwan. 2003. “Sinergi Oposisi Biner: Formulasi Tujuan Dasar Laporan Keuangan Akuntansi Syaria’ah”. IQTISAD Journal of Islamic Economics, Vol. 4, No. 1, h. 79-90. Diakses tanggal 15 September 2011 dari http://journal.uii.ac.id World Business Council For Suistainable Develepment. 2008. “Corporate Social Responsibility”. Meeting Changing Expectations”. Diakses tanggal 9 September 2011 dari http://www.wbcsd.org www.bnisyariah.co.id Yuniarti, Eti. 2007. “Analisis Pengungkapan Informasi Tanggung Jawab Sosial pada Sektor Perbankan di Indonesia”. Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Magister Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Zappi, Gianna. 2007. “Corporate Social Responsibility in the Italian Banking Industry: Creating Value Through Listening to Stakeholders”. Corporate Governance, Vol. 7, Iss. 4, h. 471-475.diakses tanggal 9 September 2011 dari www.emeraldinsight.com