ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA
OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
DIAH ANANTA DEWI. Analisis Nilai Tambah, Efisiensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Indonesia telah menjalani proses industrialisasi sejak dicanangkannya Program Pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan mulai menampakkan hasilnya pada tahun ketiga PELITA V yaitu tahun 1991. Hal tersebut ditandai dengan sektor industri pengolahan mempunyai kontribusi terbesar dalam pembentukan angka PDB. Sebagai gambaran, jika dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian dalam periode tahun 1998 sampai 2007, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi rata-rata sebesar 27,24 persen dan sektor pertanian hanya memberikan kontribusi rata-rata sebesar 15,55 persen. Salah satu industri pengolahan yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan yaitu industri pengolahan pada skala kecil. Industri pengolahan pada skala kecil yang dimaksud adalah industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) yang mempunyai tenaga kerja 1 sampai dengan 19 orang. Menurut Kuncoro (2008) terdapat tiga alasan yang melandasi pentingnya pengembangan usaha kecil yaitu usaha kecil dapat menyerap banyak tenaga kerja, memegang peranan penting dalam ekspor non migas dan struktur ekonomi Indonesia yang berbentuk piramida telah mencuatkan isu konsentrasi dan konglomerasi. Akan tetapi dalam perkembangannya, IKKR mengalami beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut menyangkut sistem produksi, efisiensi usaha, tenaga kerja, dan bahan baku. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai tambah, efisiensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi output industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan dalam proses analisis adalah data sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006. Spesifikasi data yang digunakan adalah nilai output, biaya input, jumlah tenaga kerja, nilai bahan baku dan biaya lain selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lainnya selain bahan baku/penolong) IKKR di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan nilai tambah bruto IKKR di Indonesia pada peride tahun 1996 -2006 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil selanjutnya mengenai efisiensi produksi IKKR menunjukkan bahwa tingkat efisiensi produksi IKKR di Indonesia periode tahun 1996 -2006 rata-rata sebesar 62 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi output IKKR di Indonesia adalah tenaga kerja, bahan baku dan biaya lainnya selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan bahan lainnya selain bahan baku/penolong). Faktor produksi yang mempunyai kontribusi terbesar dalam mempengaruhi tingkat output IKKR di Indonesia adalah bahan baku. Hasil estimasi model telah diuji secara statistik
dan ekonometrik dan menghasilkan estimator yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Nilai elastisitas faktor produksi tenaga kerja adalah 0,5737 yang menandakan bahwa jika jumlah tenaga kerja bertambah satu persen maka nilai output produksi IKKR akan meningkat sebesar 0,5737 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas faktor produksi bahan baku sebesar 0,8707 artinya jika bahan baku ditambahkan sebesar satu persen maka nilai output IKKR akan bertambah sebesar 0,8707 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Sedangkan nilai elastisitas faktor produksi biaya input selain bahan baku adalah 0,0727 yang berarti jika pengeluaran untuk biaya input selain bahan baku ditingkatkan sebesar satu persen maka akan meningkatkan output IKKR sebesar 0,0727 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Penjumlahan nilai elastisitas masing-masing faktor produksi tersebut menunjukkan kondisi IKKR di Indonesia berada pada skala hasil yang meningkat (increasing return to scale). Kondisi increasing return to scale menandakan laju pertumbuhan output lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan inputnya. Berdasarkan hasil penelitian, hendaknya usaha IKKR lebih memperhatikan faktor produksi bahan baku mengingat bahan baku merupakan faktor produksi yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat output IKKR di Indonesia. Begitu juga diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat memasukkan faktor produksi lainnya seperti bahan baku agar didapatkan fungsi produksi yang lebih baik.
ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA
OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Diah Ananta Dewi
Nomor Register Pokok : H14084022 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Nilai Tambah, Efisiensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Widyastutik, SE, MSi. NIP. 132 311 725
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Diah Ananta Dewi H14084022
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Diah Ananta Dewi lahir pada tanggal 25 Maret 1980 di Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sukarto dan Mu’ani. Penulis menikah dengan Bambang Pamungkas, S.ST. pada tanggal 14 September 2002 dan telah memiliki seorang putri bernama Fathimah Az Zahra yang lahir pada tanggal 26 Desember 2003. Riwayat pendidikan dimulai dari pendidikan TK PGRI II Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo kemudian dilanjutkan ke pendidikan SDN 1 Dawuan, Situbondo dan lulus pada tahun 1992. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Situbondo dan lulus pada tahun 1995. Setelah lulus SMP, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMU 1 Situbondo dan lulus pada tahun 1998. Setelah menyelesaikan bangku SMU, penulis melanjutkan ke jenjang sekolah tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) di Jakarta Timur. Penulis lulus dari STIS pada tahun 2002 dan mendapatkan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.). STIS adalah sekolah tinggi kedinasan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh karena itu setelah lulus, penulis langsung diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) BPS dan ditempatkan di BPS Kabupaten Selayar, Propinsi Sulawesi Selatan. Penulis bekerja di BPS Kabupaten Selayar selama 5 tahun 5 bulan dan kemudian dipindahkan ke Direktorat Statistik Distribusi, Badan Pusat Statistik pada bulan Juni tahun 2008. Selanjutnya penulis diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur beasiswa kerja sama BPS dan IPB pada tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Nilai Tambah, Efisiensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Widyastutik, SE, MSi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis pada waktu persiapan, penelitian maupun penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Pusat Statistik yang telah memberikan beasiswa dan menyediakan data pendukung untuk proses penelitian yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Begitu juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis selama proses penelitian serta kritik dan saran yang diberikan oleh pembahas pada Seminar Hasil Penelitian Skripsi. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kesabaran yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, September 2008
Diah Ananta Dewi H14084022
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix I.
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian ...............................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ...............................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .....................
9
2.1. Definisi Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) ...........
9
2.2. Nilai Tambah dan Efisiensi .................................................................. 11 2.3. Definisi Produksi ................................................................................. 12 2.3.1. Konsep Fungsi Produksi .......................................................... 12 2.3.2. Fungsi Produksi Cobb Douglas ................................................ 20 2.3.3. Skala Hasil Usaha .................................................................... 21 2.3.4. Konsep Elastisitas .................................................................... 23 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................. 24 2.5. Alur Kerangka Pemikiran .................................................................... 27 2.6. Hipotesis .............................................................................................. 28 III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 30 3.1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan ............................................. 30 3.2. Metode Analisis ................................................................................... 31 3.2.1. Analisis Regresi Linier Berganda dari Fungsi Produksi Cobb Douglas .................................................................................... 31 3.2.2. Pengujian Hipotesis .................................................................. 33 3.2.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) .................................. 34 3.2.2.2. Uji Koefisien Regresi Parsial (uji t) ........................... 35
3.2.2.3. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (F-test/uji F) ............................................................... 38 3.2.2.4. Uji Multikolinieritas ................................................... 39 3.2.2.5. Uji Heteroskedastisitas ............................................... 42 3.2.2.6. Uji Autokorelasi ......................................................... 44 3.3. Spesifikasi Data ................................................................................... 45 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA .......................................... 47 4.1. Kontribusi IKKR terhadap Industri Pengolahan di Indonesia ............. 47 4.2. Perkembangan Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia .......................................................................................... 50 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 54 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb Douglas ................................... 54 5.2. Analisis Uji Statistik ............................................................................ 56 5.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................ 56 5.2.2. Uji Koefisien Regresi Parsial (uji t) ......................................... 56 5.2.3. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (F-test/uji F) ......... 57 5.3. Analisis Uji Ekonometrik .................................................................... 57 5.3.1. Uji Multikolinieritas ................................................................. 57 5.3.2. Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 60 5.3.3. Uji Autokorelasi ....................................................................... 61 5.4. Analisis Ekonomi ................................................................................. 62 5.4.1. Nilai Tambah Bruto IKKR di Indonesia .................................. 62 5.4.2. Efisiensi Produksi di Indonesia ................................................ 63 5.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output dan Elastisitas Produksi IKKR di Indonesia .................................................... 64 5.4.4. Skala Hasil Usaha IKKR di Indonesia ..................................... 66 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 67 6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 67 6.2. Saran .................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69 LAMPIRAN ....................................................................................................... 71
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Sektoral, Tahun 1998 – 2007 (persen) ................
2
Tabel 4.1. Jumlah Usaha Sektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 1996 – 2006 ..................................................................................... 47 Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia Tahun 1996 – 2006 ................................................................................................. 49 Tabel 4.3. Distribusi Persentase PBD Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Sektoral, Tahun 1998 – 2007 (persen) ................ 50 Tabel 4.4. Jumlah Usaha dan Total Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia Tahun 1996 – 2006 .............. 51 Tabel 4.5. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia Tahun 1996 – 2006 .......................... 52 Tabel 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb Douglas IKKR di Indonesia Periode Tahun 1996 – 2006 ............................................................ 54 Tabel 5.2. Efisiensi Produksi IKKR di Indonesia Tahun 1996 -2006 .............. 63
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Daerah-daerah Produksi dan Elastisitas Produksi pada Jangka Pendek ............................................................................................. 13 Gambar 2 Grafik Fungsi Produksi Linier ........................................................ 17 Gambar 3 Grafik Fungsi Produksi Fix Proportions ......................................... 18 Gambar 4 Grafik Fungsi Produksi Cobb Douglas ........................................... 19 Gambar 5 Alur Kerangka Pemikiran ............................................................... 29 Gambar 6 Daerah Penolakan dan Penerimaan H0: βi ≤ 0 dan H1: βi > 0 .......... 36 Gambar 7 Daerah Penolakan dan Penerimaan H0: βi ≥ 0 dan H1: βi < 0 .......... 36 Gambar 8 Daerah Penolakan dan Penerimaan H0: βi = 0 dan H1: βi ≠ 0 .......... 37 Gambar 9 Perkembangan NTB IKKR di Indonesia Tahun 1996 – 2006 (Juta Rupiah) ............................................................................................ 62
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Nilai Tambah Bruto (NTB) IKKR di Indonesia Tahun 1996 – 2006 (Juta Rupiah) ........................................................................ 71 Lampiran 2 Data Nominal Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1996 – 2006 ....................................................... 73 Lampiran 3 Data Riil Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1996 – 2006 .................................................................................. 74 Lampiran 4 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Fungsi Produksi Cobb Douglas dengan Metode OLS ....................................................... 75 Lampiran 5 Uji Normalitas ............................................................................... 76 Lampiran 6 Uji Multikolinieritas ..................................................................... 77 Lampiran 7 Uji Heteroskedastisitas ................................................................. 79 Lampiran 8 Uji Autokorelasi ............................................................................ 85
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Teori perubahan struktural (structural-change theory) sesuai dengan model
pembangunan yang diajukan oleh Lewis menyebutkan bahwa suatu negara akan berkembang dengan pesat jika mentransformasikan struktur perekonomiannya dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional menjadi perekonomian yang lebih modern. Maksud dari perekonomian yang lebih modern adalah pola perekonomian yang lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh (Todaro dan Smith, 2006). Salah satu asumsi dari model perubahan struktural ini adalah sektor modern (industri) memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada sektor tradisional (pertanian subsisten). Akibat dari produktivitas yang lebih tinggi dari sektor industri adalah pendapatan yang diperoleh dari sektor industri lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Negara
Indonesia
telah
menjalani
proses
industrialisasi
sejak
dicanangkannya program Pembangunan Lima Tahun (PELITA). PELITA I dimulai pada tahun 1969. Proses industrialisasi tersebut mulai menampakkan hasilnya pada tahun ketiga PELITA V yaitu pada tahun 1991. Hal ini digambarkan dengan kontribusi sektor industri dalam pembentukan angka Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki nilai terbesar. Pada tahun 1991 kontribusi sektor industri dalam PDB sebesar 20,96 persen telah melebihi kontribusi sektor pertanian (19,66 persen). Keadaan itu terus bertahan hingga sekarang.
2
Perbandingan kontribusi sektor industri terhadap delapan sektor lain pembentuk angka PDB dalam 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.1. Secara umum, dalam 10 tahun terakhir sektor industri memberikan kontribusi rata-rata sebesar 27,24 persen dan sektor pertanian hanya memberikan kontribusi rata-rata sebesar 15,55 persen. Berdasarkan Tabel 1.1. juga dapat disimpulkan bahwa sektor industri merupakan sektor dominan yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini menandakan jika output sektor industri mengalami penurunan maka secara tidak langsung akan menurunkan angka PDB. Tabel 1.1. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Sektoral, Tahun 1998 – 2007 (persen) Tahun Sektor 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006*
2007**
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
1
18,06
19,61
17,23
15,63
15,46
15,19
14,34
13,13
12,97
13,83
2
13,73
10,00
13,86
10,81
8,83
8,32
8,94
11,14
10,97
11,14
3
24,48
25,99
24,90
30,07
28,72
28,25
28,07
27,41
27,54
27,01
4
1,11
1,22
1,31
0,64
0,84
0,95
1,03
0,96
0,91
0,88
5
5,55
6,15
6,05
5,30
6,07
6,22
6,59
7,03
7,52
7,71
6
16,67
15,99
15,74
15,90
17,14
16,64
16,05
15,56
15,02
14,93
7
5,18
5,02
4,93
4,59
5,38
5,91
6,20
6,51
6,94
6,70
8
6,98
6,48
6,36
8,02
8,48
8,64
8,47
8,31
8,06
7,71
9
8,23
9,54
9,63
9,04
9,09
9,87
10,32
9,96
10,07
10,09
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1998 – 2007 Catatan : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Keterangan kode sektor lapangan usaha: 1 = Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2 = Pertambangan dan Penggalian 3 = Industri Pengolahan 4 = Listrik, Gas dan Air Bersih 5 = Konstruksi
6 = Perdagangan, Hotel dan Restoran 7 = Pengangkutan dan Komunikasi 8 = Keuangan, Pesewaan dan Jasa Perusahaan 9 = Jasa-jasa
3
Menurut Dumairy (2000) dalam Agustineu (2004) sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin kemajuan sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian pada sebuah negara. Hal tersebut disebabkan oleh hasil produksi sektor industri memiliki nilai tukar yang tinggi dan memberikan manfaat marjinal yang lebih tinggi kepada pemakainya. Kemajuan yang dialami oleh sektor industri bisa membawa efek multiplier. Efek multiplier yang dimaksud adalah pengaruh yang timbul dari adanya kemajuan teknologi dapat memudahkan pemasaran hasil-hasil pertanian yang dapat dijadikan sebagai bahan baku atau bahan penolong, meningkatkan output di sektor perdagangan karena adanya peningkatan pendapatan dari tenaga kerja sektor industri, serta hal-hal lain dalam perekonomian nasional. Pengelompokan industri di Indonesia dibagi menjadi empat macam berdasarkan pada banyaknya pekerja yang terlibat di dalamnya (Badan Pusat Statistik, 2007). Pengelompokan tersebut adalah industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Berdasarkan fakta yang ada industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) memiliki jumlah perusahaan dan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan industri besar dan industri sedang. Sebagai gambaran pada tahun 2006 jumlah perusahaan IKKR sebanyak 3.184.109 atau 99,28 persen dari keseluruhan perusahaan yang bergerak sektor industri yang yang ada. Sedangkan penyerapan tenaga kerja sektor IKKR pada tahun 2006 sebesar 60,28 persen dari total 11.909.115 tenaga kerja sektor industri (Badan Pusat Statistik, 2007).
4
Begitu juga menurut Siregar, et al. (2007) catatan sejarah krisis moneter yang pernah melanda Indonesia membuktikan bahwa salah satu faktor yang memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Berdasarkan data dari Departemen Koperasi, jumlah UMKM selama tahun 1997 sampai dengan tahun 2007 sekitar 99,99 persen dari total usaha perekonomian nasional. Begitu juga dengan penyerapan tenaga kerja oleh UMKM pada periode tersebut rata-rata sebesar 98,13 persen dari total tenaga kerja. Hal tersebut menandakan bahwa UMKM tergolong usaha yang mampu bertahan dalam kondisi terburuk. Menurut Kuncoro11 (2008), terdapat tiga alasan yang melandasi pentingnya pengembangan IKKR. Pertama adalah IKKR dapat menyerap banyak tenaga kerja. Kedua adalah IKKR memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas. Ketiga adalah struktur ekonomi Indonesia yang berbentuk piramida telah mencuatkan isu konsentrasi dan konglomerasi, serta telah dianggap dapat melestarikan dualisme perekonomian nasional. Keberadaan IKKR tidak dapat diabaikan terutama dalam penyerapan tenaga kerja di sektor industri manufaktur. Proses penyerapan tenaga kerja yang baik bisa mengurangi tingkat pengangguran terutama di wilayah pedesaan. Keberadaan IKKR sangat penting dalam proses pembangunan karena pada umumnya bisa menyerap tenaga kerja tanpa memerlukan syarat pendidikan formal tertentu, bersifat padat karya, menggunakan bahan baku domestik dan tidak memerlukan modal yang begitu besar. Namun demikian, dalam perkembangannya IKKR 1
Prof. Mudrajad Kuncoro: “Pembiayaan Usaha Kecil”: Economic Review, No. 211. http://www. bni.co.id/Portals/0/Document/Usaha%20Kecil-mudrajad.pdf. [Maret 2008]
5
menghadapi beberapa masalah. Oleh karena itu sangat relevan jika dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Nilai Tambah, Efisiensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia”.
1.2.
Perumusan Masalah Menurut Haniah (2005) pada umumnya usaha kecil di Indonesia mempuyai
beberapa masalah internal, eksternal dan struktural. Masalah internal yang dihadapi adalah kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi pasar dan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang menyebabkan ketidakefisienan usaha, lemahnya keterampilan manajemen dan jiwa wirausaha. Masalah eksternalnya menyangkut bahan baku, iklim usaha yang kurang mendukung, prosedur birokrasi yang kurang transparan dan peraturan pemerintah yang kurang mendukung. Sedangkan masalah struktural yang dihadapi usaha kecil adalah kurang baiknya sistem produksi, teknologi, pemasaran dan modal yang dimiliki. Permasalahan lainnya adalah selama beberapa tahun terakhir selalu terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) yang bisa mengakibatkan penurunan output jika tidak diimbangi dengan penambahan modal. Kenaikan BBM terjadi lebih dari sepuluh kali baik untuk harga eceran maupun untuk harga khusus industri selama periode 1998 – 2008. Menurut Kuncoro (2008), IKKR pada umumnya memiliki karakteristik yang hampir seragam. Karakteristik IKKR yang cenderung membawa efek negatif bagi usaha kecil adalah:
6
1) Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Ketidakjelasan pembagian tugas dicerminkan oleh pengelola yang merangkap sebagai pemilik perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Hal tersebut membawa sifat tidak adanya profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan, sehingga jika terjadi permasalahan keluarga bisa menyebabkan perusahaan tersebut drop-out dari industri. 2) Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga kredit formal menyebabkan mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara dan bahkan rentenir. 3) Sebagian besar belum mempunyai status badan hukum. 4) Tingkat drop-out IKKR tinggi. Begitu banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil dalam hal ini termasuk juga IKKR tidak membuat jumlah outputnya berkurang dari tahun ke tahun. Rincian output IKKR dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 tingkat output IKKR terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana nilai tambah dan efisiensi pada sektor IKKR di Indonesia?
7
2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi output produksi pada sektor IKKR di Indonesia? 3) Bagaimana elastisitas dari masing-masing faktor yang mempengaruhinya?
1.3.
Tujuan Penelitian Bedasarkan latar belakang dan perumusan masalah, penelitian ini secara
umum bertujuan untuk: 1) Menganalisis nilai tambah dan efisiensi pada sektor IKKR di Indonesia. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output produksi pada sektor IKKR di Indonesia. 3) Menganalisis elastisitas dari masing-masing faktor yang mempengaruhinya.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait. Pihak-pihak terkait yang dimaksud antara lain: 1) Instansi terkait dalam mengambil kebijakan-kebijakan perekonomian nasional terutama yang menyangkut IKKR. 2) Pengusaha IKKR dalam mengembangkan usahanya. 3) Investor yang ingin berinvestasi pada sektor IKKR. 4) Bagi penulis mampu menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama ini. 5) Bagi peneliti dan pemerhati yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai IKKR dan hal lain yang masih berhubungan dengan IKKR.
8
1.5.
Ruang Lingkup Batasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah seluruh wilayah Indonesia. Sektor
IKKR merupakan bagian dari sektor industri yang mempunyai tenaga kerja sebanyak satu sampai dengan sembilan belas orang. Penelitian kali ini tidak menganalisis semua faktor yang mempengaruhi output pada sektor IKKR, akan tetapi hanya menganalisis beberapa faktor dianggap dominan berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dan juga berdasarkan ketersediaan data. Beberapa faktor yang mempengaruhi output sektor IKKR yang akan dibahas pada penelitian kali ini adalah tenaga kerja, bahan baku, bahan baku penolong dan biaya input selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lainnya selain bahan baku/penolong). Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas dengan bantuan perangkat lunak “EViews 5.1” dan “Microsoft Office Excel 2007”. Data yang digunakan dalam analisis adalah data sekunder dari Sub Direktorat Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga, Direktorat Statistik Industri, Badan Pusat Statistik. Data yang digunakan adalah data hasil Survei Usaha Terintegrasi (SUSI) dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2005 dan hasil Sensus Ekonomi tahun 2006.
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Definisi Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) Industri manufaktur atau pengolahan adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan mengubah bahan mentah menjadi barang jadi/setengah jadi atau mengubah barang yang kurang tinggi nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Proses pengolahan tersebut dilakukan secara mekanis, kimiawi, ataupun dengan tangan. Jasa industri yang menerima upah maklon juga termasuk dalam industri pengolahan (Badan Pusat Statistik, 2006). Skala usaha industri pengolahan dikelompokkan menjadi empat macam berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat tanpa memperhatikan mesin produksi yang digunakan ataupun modal yang ditanamkan (Badan Pusat Statistik, 2007). Keempat kelompok industri tersebut adalah: 1) Industri Besar Industri besar adalah perusahaan industri yang tenaga kerjanya berjumlah lebih dari 99 orang. 2) Industri Sedang atau Menengah Industri sedang atau menengah adalah perusahaan industri yang tenaga kerjanya berjumlah antara 20 sampai dengan 99 orang. 3) Industri Kecil Industri kecil adalah perusahaan industri yang tenaga kerjanya berjumlah antara 5 sampai dengan 19 orang.
10
4) Industri Kerajinan Rumah Tangga Industri kerajinan rumah tangga adalah perusahaan industri yang tenaga kerjanya berjumlah antara 1 sampai dengan 4 orang. Cakupan industri yang dibahas pada penelitian kali ini adalah industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga yang mempunyai tenaga kerja berjumlah antara 1 sampai dengan 19 orang. Pada PDB sektoral, industri pengolahan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu industri migas dan industri nonmigas (Badan Pusat Statistik, 2007). Industri migas terdiri dari industri pengilangan minyak dan gas bumi dan industri gas alam cair. Industri nonmigas terdiri dari: 1) Industri makanan, minuman dan tembakau; 2) Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; 3) Industri barang kayu dan hasil hutan lain; 4) Industri kertas dan barang cetakan; 5) Industri pupuk, kimia dan barang dari karet; 6) Industri semen dan barang galian bukan logam; 7) Industri logam dasar besi dan baja; 8) Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya; dan 9) Industri barang lainnya. Pada umumnya IKKR berusaha pada industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC231), industri tekstil (ISIC32), industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga (ISIC33), industri kertas (ISIC34), 2
ISIC (International Standard Industrial Classification) of all economic activities was developed by the UN as a standard way of classifying economic activities. The ISIC code groups togather enterprises if they produce the same type of goods or service or if they use similar processes.
11
industri kimia (ISIC35) dan industri barang galian bukan logam (ISIC36) (Kuncoro,2008). 2.2. Nilai Tambah dan Efisiensi Nilai tambah yang dimaksud pada penelitian ini adalah nilai tambah bruto yang diperoleh melalui mengurangi nilai output produksi dengan biaya input produksi (Badan Pusat Statistik, 2002). Nilai Tambah Bruto (NTB) = Nilai Output – Biaya Input …………………... (2.1) Output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dalam satu periode waktu tertentu. Nilai output industri pengolahan didapatkan dari penjumlahan nilai barang yang dihasilkan dari sektor industri pengolahan, penerimaan bunga atas pinjaman uang yang diberikan kepada pihak lain, penerimaan atas sewa tanah milik perusahaan yang digunakan oleh pihak lain, penerimaan subsidi dari pemerintah dan pendapatan lainnya yang diperoleh dari kegiatan lain yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan industri pengolahan (Badan Pusat Statistik, 2002). Sedangkan definisi input atau biaya antara adalah pengeluaran biaya untuk barang yang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan secara langsung dalam proses produksi dan pada prinsipnya umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Pengeluaran yang tidak termasuk dalam biaya input adalah sewa tanah, bunga modal, penyusutan barang modal tetap dan pajak tak langsung netto (Badan Pusat Statistik, 2002). Perbandingan biaya input dengan nilai output disebut dengan efisiensi produksi. Semakin kecil nilai efisiensi produksi, proses produksi akan semakin efisien. Sebaliknya, semakin besar nilai efisiensi produksi, proses produksi
12
semakin tidak efisien. Efisiensi produksi dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut.
E isiensi
Biaya Input Nilai Output
…………………………………...(2.2)
2.3. Definisi Produksi Produksi adalah sebuah proses yang mengubah barang atau jasa (input) menjadi barang atau jasa dalam bentuk lain yang mempunyai nilai lebih tinggi (output). Menurut Rosyidi (2006) produksi adalah semua proses untuk menciptakan atau memperbesar nilai barang atau jasa. Pada kamus ekonomi (Sumadji, et al., 2006) pengertian produksi adalah suatu proses untuk menghasilkan produk atau pembuatan barang dalam jumlah besar-besaran, pada umumnya dengan menggunakan mesin, baik yang berupa produksi kembali produk lama ataupun produk lama yang coraknya telah diberi variasi. Faktor produksi adalah semua unsur yang menopang usaha menciptakan atau memperbesar nilai barang dan jasa (Rosyidi, 2006). Menurut Rosyidi (2006) faktor produksi dapat berupa tanah, tenaga kerja, modal dan keterampilan manajemen. Hubungan antara faktor input dengan output disebut dengan fungsi produksi. 2.3.1. Konsep Fungsi Produksi Seperti telah dijelaskan sebelumya, fungsi produksi adalah hubungan antara faktor input dan output. Menurut Nicholson (2002) fungsi produksi merupakan
13
hubungan matematis antara input dan output produksi. Hubungan tersebut dinyatakan seperti berikut. Q = f (X) = f (K,L,M, …) .............................................................. (2.3) Q : output produksi X : faktor-faktor produksi (input) K : jumlah modal yang digunakan dalam proses produksi L : jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi M : jumlah bahan baku yang digunakan dalam proses produksi Bentuk notasi dari fungsi produksi seperti di atas artinya masih dimungkinkan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi output produksi.
Q
TP Daerah III
Daerah I Daerah II
PR 0
X1
X2
X3
X PM
Sumber: Nicholson (1994) Gambar 1. Daerah-daerah Produksi dan Elastisitas Produksi pada Jangka Pendek
14
Fungsi produksi juga dapat digambarkan dalam bentuk grafik. Asumsi yang digunakan dalam grafik adalah ceteris paribus. Ceteris paribus artinya ketika satu variabel
berubah
maka
variabel
lainnya
dianggap
tetap.
Gambar
1
menggambarkan daerah-daerah produksi dan elastisitas produksi dalam jangka pendek. Daerah-daerah produksi dan elastisitas produksi ditentukan oleh kurva TP (Total Produksi), kurva PM (Produk Marjinal) dan kurva PR (Produk Rata-rata).
Kurva TP (Total Produksi) menggambarkan semua kemungkinan total produksi yang dihasilkan pada berbagai tingkat faktor produksi yang digunakan. Kurva PM (Produk Marjinal) menggambarkan semua kemungkinan produk marjinal. Produk marjinal adalah tambahan produk yang dihasilkan akibat penambahan satu unit dari salah satu faktor produksi dengan asumsi ceteris paribus. Secara matematis, PM dapat dirumuskan sebagai berikut. PM
Tambahan Output Tambahan Input
∂Q ∂X
...………….…….…(2.4)
Kurva PM merupakan slope (kemiringan) dari kurva TP. Kurva PR (Produk Rata-rata) menggambarkan semua kemungkinan rata-rata produk yang dihasilkan per unit faktor produksi (input). PR dapat dirumuskan secara matematis seperti berikut. PR
Total Output Total Input
Q X
...………….………………....….…(2.5)
Perubahan jumlah output produksi yang disebabkan oleh perubahan penggunaan faktor produksi (input) dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (
,
). Elastisitas produksi dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut.
15
⁄ ⁄
,
. .
PM PR
......................………….…….…(2.6)
Hubungan kurva TP dan PM adalah (lihat Gambar 1) : 1) Pada saat TP berada pada titik maksimum, maka nilai PM adalah nol. 2) Pada saat kurva TP mulai menurun setelah melalui titik maksimum, maka nilai PM negatif. 3) Pada saat kurva TP mengalami increasing rate, maka kurva PM mengalami decreasing rate. 4) Pada saat nilai PM positif, maka kurva TP tidak akan mengalami penurunan. Kesimpulan dari uraian di atas adalah penambahan input pada saat slope TP negatif (nilai PM < 0) tidak akan meningkatkan jumlah output. Hubungan kurva PM dan PR adalah (lihat Gambar 1) : 1) PR akan mencapai titik maksimal ketika nilai PR sama dengan nilai PM. Nilai PR sama dengan nilai PM artinya nilai elastisitas produksinya sama dengan satu (
,
= 1).
2) Ketika nilai PM lebih kecil daripada nilai PR, maka kurva PR akan memiliki slope negatif. Pada saat ini nilai elastisitas produksi kurang dari satu ( atau 0 <
,
<0
< 1).
,
3) Ketika nilai PM lebih besar daripada nilai PR, maka kurva PR akan memiliki slope positif. Pada saat ini nilai elastisitas produksi lebih dari satu (
,
> 1).
Pada Gambar 1 terdapat tiga daerah produksi berdasarkan nilai elastisitas produksinya (
,
). Daerah I dan III adalah daerah yang tidak rasional bagi
16
perusahaan dalam proses produksi. Daerah II adalah daerah rasional bagi perusahaan untuk berproduksi. Daerah I (Irrational Region) adalah daerah yang tidak rasional bagi perusahaan untuk berhenti berproduksi karena belum dicapainya keuntungan maksimum. Perusahaan masih bisa meningkatkan output dengan menambahkan input lebih banyak lagi agar dicapai keuntungan maksimum (Nicholson, 1994). Pada daerah ini nilai PM lebih besar daripada nilai PR sehingga nilai besar dari satu (
,
lebih
> 1).
,
Pada daerah II (Rational Region) terjadi the law of diminishing returns. Hal tersebut digambarkan oleh menurunnya kurva PM dan kurva PR (mempunyai slope negatif). The law of diminishing returns adalah penurunan jumlah pertambahan output akibat peningkatan jumlah input yang digunakan (Nilai ∆Q yang semakin kecil). Daerah II merupakan daerah yang rasional bagi perusahaan karena telah menggunakan faktor produksi (input) secara optimal (Nicholson, 1994). Pada daerah ini nilai
,
berkisar antara nol sampai dengan satu (0 <
,
< 1). Daerah III (Irrational Region) juga merupakan daerah yang tidak rasional bagi perusahaan karena penambahan input justru menurunkan jumlah output yang dihasilkan (Nicholson, 1994). Hal tersebut disebabkan oleh nilai PM yang negatif pada daerah ini (
,
< 0).
Salah satu karakteristik penting dari fungsi produksi adalah elastisitas substitusi (elasticity of distribution =
) (Nicholson, 2005). Nilai elastisitas
substitusi menunjukkan seberapa mudah proses substitusi salah satu input
17
produksi terhadap input produksi yang lain. Elastistitas substitusi dirumuskan sebagai berikut. Asumsi yang digunakan pada persamaan berikut adalah terdapat dua faktor produksi (modal/K dan tenaga kerja/L) %∆
.
%∆
ln ln
ln
…(2.7)
ln
RTS (marginal rate of technical substitution) L (labor/tenaga kerja) terhadap K (capital/modal) menunjukkan seberapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menggantikan sejumlah modal untuk mendapatkan output yang sama (Nicholson, 2005). Fungsi produksi yang sederhana berdasarkan nilai elastisitas substitusi dapat dibedakan menjadi empat macam (Nicholson,2005). Pertama, pada saat nilai elastisitas substitusi tak terhingga ( = ∞) maka fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi linier. , ,
,…
…
…(2.8)
Jika fungsi produksi linier digambarkan dalam bentuk kurva isoquant, maka akan
K per period
terlihat seperti Gambar 2.
Q1
Q2
L per period
Sumber: Nicholson (2005) Gambar 2. Grafik Fungsi Produksi Linier
18
Kedua, pada saat nilai elastisitas substitusi sama dengan nol (
= 0) fungsi
produksi yang digunakan adalah fungsi produksi fixed proportions. Rasio jumlah tenaga kerja dan modal adalah tetap. Bentuk matematis dari fungsi produksi ini adalah sebagi berikut. Asumsi dari persamaan berikut adalah terdapat dua faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K). min
,
,
………………………………..….(2.9) 0 ………………………………….…(2.7)
Tanda “min” maksudnya adalah nilai Q ditentukan oleh nilai minimal dari kedua faktor produksi. Jika fungsi produksi fixed proportions digambarkan dalam bentuk
K per period
kurva isoquant, maka akan terlihat seperti Gambar 3.
Q2 Q1
L per period
Sumber: Nicolson (2005) Gambar 3. Grafik Fungsi Produksi Fix Proportions Ketiga, pada saat nilai elastisitas substitusi adalah satu ( = 1) fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas. Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dirumuskan sebagai berikut. …
………………………………….…(2.10)
Dimana: a : intersept βi : elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi
19
u : Residual/kesalahan (disturbance term) e : Logaritma natural (2,1782…) Fungsi produksi tersebut dapat dilinierkan sehingga memudahkan dalam proses analisis regresi. Fungsi linier dari fungsi produksi Cobb Douglas adalah sebagai berikut. ln
ln
ln
ln
ln
…
ln
.ln…(2.11)
Jika fungsi produksi Cobb Douglas digambarkan dalam bentuk kurva isoquant,
K per period
maka akan terlihat seperti Gambar 4.
Q2 Q1
L per period
Sumber: Nicholson (2005) Gambar 4. Grafik Fungsi Produksi Cobb Douglas Keempat, pada saat nilai elastisitas substitusi selain ketiga nilai sebelumnya, maka fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi CES (Constant Elasticity of Substitution). Secara matematis fungsi produksi CES dirumuskan sebagai berikut. ,
⁄
…………………………………...(2.12)
20
Dengan nilai
1,
0, dan
> 0. Pada saat
increasing return to scale dan pada saat
> 1 perusahaan dalam kondisi
< 1 perusahaan dalam kondisi
diminishing return.
2.3.2. Fungsi Produksi Cobb Douglas Terdapat berbagai macam bentuk fungsi produksi yang dapat digunakan. Fungsi produksi tersebut antara lain fungsi produksi linier, fungsi produksi kuadratik, fungsi produksi fixed proportion, fungsi produksi CES (Constant Elasticity of Substitution) atau elastisitas substitusi yang konstan dan fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi produksi kuadratik mempunyai kelemahan yaitu sifat fungsinya yang rumit dan parameter-parameter yang digunakan bukan merupakan elastisitas dari faktor-faktor produksi. Begitu pula dengan fungsi produksi CES mempunyai kelemahan yaitu jika digunakan akan sulit mempertahankan elastisitas produksi yang konstan. Penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas karena fungsi produksi ini memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan tersebut antara lain: 1) Mempunyai sifat sederhana dan tidak rumit karena bisa diubah ke dalam bentuk fungsi linier sehingga memudahkan dalam proses analisis. 2) Nilai koefisien regresi yang dihasilkan menunjukkan nilai elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi sehingga fungsi produksi ini dapat secara langsung digunakan untuk mengetahui tingkat produksi optimum berdasarkan pemakaian faktor produksi. 3) Jumlah dari elastisitas tersebut bisa menunjukkan skala hasil usaha (return to scale).
21
4) Mengurangi terjadinya heteroskedastisitas. Fungsi produksi Cobb Douglas pertama kali dikenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglas, P.H. pada tahun 1928. Fungsi produksi ini melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel-variabel tersebut dibedakan menjadi dua macam yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen (Y) adalah variabel yang dijelaskan oleh variabel independen. Variabel dependen (X) adalah variabel yang menjelaskan variabel dependen. Asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas adalah (Nicholson, 1994): 1) Baik variabel independen maupun variabel dependen tidak boleh ada yang bernilai nol karena fungsi linier dari fungsi produksi ini menggunakan logaritma. 2) Setiap variabel independen adalah perfect competition. 3) Jika menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept, bukan pada kemiringan (slope) dari model tersebut. 4) Perbedaan lokasi dan faktor-faktor lain seperti perbedaan iklim dalam fungsi produksi sudah dimasukkan ke dalam faktor galat atau kesalahan (u).
2.3.3. Skala Hasil Usaha Perluasan produksi, dalam jangka panjang, dapat dilaksanakan dengan menambah semua faktor produksi secara bersama-sama. Terdapat tiga kemungkinan hukum perluasan produksi dengan asumsi teknologi yang digunakan dalam proses produksi tetap (Sudarsono,1984 dalam Megayani,2003). Hukum perluasan produksi tersebut adalah:
22
1) Increasing return to scale Increasing return to scale atau skala hasil usaha yang meningkat menunjukkan bahwa perluasan produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya lebih besar daripada penambahan faktor-faktor produksi. Misalnya terjadi penambahan semua faktor produksi secara bersama-sama sebesar k, maka penambahan output yang dihasilkan akan lebih besar dari k. Pada saat ini masih terus bisa dilakukan perluasan produksi karena kondisi perusahaan masih dalam skala hasil usaha yang meningkat. Jumlah nilai elastisitas produksi pada saat increasing return to scale adalah lebih besar dari satu (∑
1). Pada Gambar 1 kondisi increasing return to
scale berada pada Daerah I. 2) Constant return to scale Increasing return to scale atau skala hasil usaha yang konstan menunjukkan bahwa perluasan produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya sama besar dengan penambahan faktor-faktor produksi. Misalnya terjadi penambahan semua faktor produksi secara bersama-sama sebesar k, maka penambahan output yang dihasilkan akan sama dengan k. Pada saat ini perluasan produksi yang dilakukan tidak akan meningkatkan pertambahan jumlah output. Jumlah nilai elastisitas produksi pada saat constant return to scale adalah sama dengan satu (∑
1). Pada Gambar 1
kondisi constant return to scale berada pada saat kurva TP mencapai titik maksimum dan nilai PM sama dengan nol.
23
3) Decreasing return to scale Decreasing return to scale atau skala hasil usaha yang menurun menunjukkan bahwa perluasan produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya lebih kecil daripada penambahan faktor-faktor produksi. Misalnya terjadi penambahan semua faktor produksi secara bersama-sama sebesar k, maka penambahan output yang dihasilkan akan lebih kecil dari k. Pada saat ini sudah tidak mungkin dilakukan perluasan produksi karena kondisi perusahaan telah dalam skala hasil usaha yang menurun. Jumlah nilai elastisitas produksi pada saat decreasing return to scale adalah lebih kecil 1). Pada Gambar 1 kondisi decreasing return to scale
dari satu (∑
berada pada Daerah II dan Daerah III.
2.3.4. Konsep Elastisitas Elastisitas adalah persentase perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh perubahan variabel lainnya sebesar satu persen. Konsep elastisitas dapat dirumuskan sebagai berikut. Misal terdapat suatu variabel Y yang merupakan fungsi dari X (Y = f(X)), maka elastisitas Y terhadap X adalah: ,
.
…………………………………...(2.13)
Jika fungsi produksi Cobb Douglas dihubungkan dengan konsep elastisitas, maka dapat dibuktikan bahwa koefisien pangkatnya merupakan nilai elastisitas produksinya. Misal suatu fungsi produksi Cobb Douglas:
24
…………………………………...(2.14) Maka nilai elastisitas faktor produksi pertama adalah sebagai berikut.
,
.
,
,
.
.
…………………………...(2.15)
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dibuktikan bahwa koefisien pangkat dari persamaan fungsi produksi Cobb Douglas adalah nilai elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksinya.
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Kurniawan (2008) melakukan penelitian mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi output industri sepeda motor di Indonesia. Tujuan penelitian yang dilakukan Kurniawan (2008) adalah menganalisis pengaruh perubahan input terhadap output, menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan skala hasil usaha, menganalisis nilai tambah dan efisiensi, dan menganalisis dampak kebijakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang diproduksi terhadap output produksi pada industri sepeda motor di
25
Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Periode analisisnya adalah tahun 1980 sampai dengan tahun 2005. Hasil analisis utamanya adalah diketahuinya faktor produksi yang memberikan pengaruh positif atau bisa meningkatkan nilai output serta faktor produksi yang memberikan pengaruh negatif atau bisa mengurangi output industri sepeda motor di Indonesia. Faktor produksi yang memberikan pengaruh positif adalah bahan baku, modal dan tenaga kerja. Faktor produksi yang memberikan pengaruh negatif adalah energi (BBM, tenaga listrik, gas dan minyak pelumas). Pengaruh faktor produksi tersebut berada pada taraf nyata lima persen. Sanimah (2006) melakukan penelitian yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri semen di Indonesia periode 1983 – 2003. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat output, menganalisis elastisitas dan skala hasil usaha dan menganalisis nilai tambah bruto dan efisiensi ekonomi dari industri semen di Indonesia periode tahun 1983 – 2003. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah OLS (Ordinary Least Square). Hasilnya agak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2008) yaitu faktor produksi tenaga kerja, bahan baku dan energi memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap peningkatan output industri semen di Indonesia. Pengaruh faktor produksi tersebut juga berada pada taraf nyata lima persen. Haniah (2005) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi dan produktivitas usaha batik cap di Kabupaten Pekalongan. Tujuan umum penelitian
26
yang dilakukan Haniah (2005) adalah melihat efisiensi usaha batik cap di Kabupaten Pekalongan, mengetahui faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap kinerja usaha tersebut dan mendapatkan model produktivitas usaha kecil batik di Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan berdasarkan faktor-faktor dominan yang telah diperoleh. Penelitian tersebut menggunakan metode analisis deskriptif, analisis heterogenitas karakteristik, analisis regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas dan analisis SWOT. Data yang digunakan adalah data primer hasil wawancara langsung dan data sekunder dari instansi terkait. Hasil analisis utamanya adalah didapatkan tiga faktor dominan yang mempengaruhi produksi batik cap di Kabupaten Pekalongan. Faktor produksi dominan tersebut adalah modal (dengan memasukkan komponen biaya antara), tenaga kerja dan izin usaha. Ketiga faktor tersebut memberikan pengaruh positif terhadap produksi batik cap. Faktor modal memiliki peranan terbesar dalam memproduksi batik cap dan kemudian diikuti oleh faktor tenaga kerja. Penelitian yang dilakukan Agustineu (2004) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri tekstil di Jawa Barat. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis pengaruh perubahan faktor-faktor produksi (input) terhadap output, menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan menganalisis nilai tambah dan efisiensi pada industri tekstil di Jawa Barat. Analisis regresi berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) digunakan untuk memenuhi tujuan penelitian tersebut. Periode penelitian tersebut adalah dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2001. Hasil terpenting dari analisis pada penelitian tersebut adalah faktor produksi modal, bahan baku dan bahan
27
bakar memberikan pengaruh positif terhadap output industri tekstil di Jawa Barat. Faktor produksi tenaga kerja memberikan pengaruh yang negatif akan tetapi tidak nyata terhadap output industri tekstil di Jawa Barat. Hal tersebut menandakan bahwa penambahan tenaga kerja tidak akan memberikan efisiensi dalam peningkatan output karena industri tekstil di Jawa Barat telah mengalami penambahan hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu tersebut adalah pada penelitian ini dibahas industri secara keseluruhan tanpa memperhatikan jenis komoditi yang dihasilkan akan tetapi hanya berdasarkan skala usaha. Pada penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di Indonesia dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006. Perangkat lunak yang digunakan dalam proses analisis ini adalah “Eviews 5.1” dan “Microsoft Office Excel 2007”.
2.5. Alur Kerangka Pemikiran Kemajuan pada industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) tidak lepas dari beberapa permasalahan. Berdasarkan permasalahan yang disebutkan oleh Kuncoro (2008) dan Haniah (2005) dapat disimpulkan bahwa permasalahanpermasalahan tersebut bisa menyebabkan kurang baiknya sistem produksi, ketidakefisienan usaha dan bahkan bisa menyebabkan perusahaan tersebut dropout dari industri. Penelitian ini akan menganalisis nilai tambah dan efisiensi IKKR di Indonesia sebagai indikator apakah sistem produksinya telah baik yang ditandai dengan peningkatan keuntungan keuntungan kotor yang didapatkan dan efisien
28
yang ditandai dengan tingginya tingkat efisiensi input terhadap output. Penelitian ini juga akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output IKKR di Indonesia untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi output IKKR. Tujuan akhir dari menganalisis nilai tambah, efisiensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi output IKKR di Indonesia adalah agar dapat dibuat kebijakan yang lebih tepat untuk meningkatkan kinerja IKKR di Indonesia pada masa yang akan datang. Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat sebuah alur kerangka pemikiran pada penelitian ini. Alur kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. 2.6.
Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran dapat dirumuskan
beberapa hipotesis. Hipotesis tersebut antara lain: 1) Nilai tambah bruto (NTB) terus meningkat dari tahun ke tahun. 2) Faktor-faktor produksi IKKR telah dimanfaatkan secara efisien sehingga menghasilkan output produksi yang jauh lebih tinggi nilainya bagi setiap penambahan input yang sama. 3) Faktor produksi bahan baku, tenaga kerja, biaya input selain bahan baku berpengaruh positif terhadap nilai output IKKR. Pengaruh positif yang dimaksud adalah jika jumlah atau nilai faktor-faktor produksi ditambahkan maka akan meningkatkan nilai output dari IKKR. 4) Nilai elastisitas faktor produksi IKKR yang berupa bahan baku dan tenaga kerja mempunyai nilai positif dan nilai elastisitas biaya input selain bahan baku mempunyai nilai negatif.
29
5) Skala hasil usaha IKKR berada pada posisi increasing return to scale.
Permasalahan Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR)
Nilai Tambah IKKR
Faktor‐faktor yang Mempengaruhi Output IKKR
Efisiensi IKKR
Tenaga Kerja
Bahan Baku
Biaya Input Selain Bahan Baku
Bahan Bakar
Kebijakan Peningkatan Kinerja IKKR di Indonesia
Gambar 5. Alur Kerangka Pemikiran
Listrik, Gas dan Air
Bahan Lainnya Selain Bahan Baku/Penolong
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Koperasi dan literatur lainnya tentang IKKR. Data yang diperoleh antara lain PDB Atas Dasar Harga Berlaku selama tahun 1998 – 2006, banyaknya UMKM dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2007, banyaknya usaha, jumlah tenaga kerja, nilai output dan nilai input atau biaya antara industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006, indeks harga perdagangan besar (IHPB) sektor industri pengolahan dengan tahun dasar 2000, serta data pendukung lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006. Data yang dikumpulkan berupa data nominal dan harus dijadikan data riil agar dapat menunjukkan data yang sebenarnya. Cara memperoleh data riil adalah dengan membagi data nominal yang telah didapatkan dengan angka indeks harga perdagangan besar (IHPB) sektor industri kemudian dikalikan dengan 100.
100
………………………...(3.1)
Penghitungan angka riil dari angka nominal menggunakan “Microsoft Office Excel 2007”. Data riil yang dibutuhkan adalah nilai riil output, nilai rill bahan baku dan nilai riil biaya input selain bahan baku (bahan bakar, tenaga listrik, gas, air serta barang lainnya di luar bahan baku/penolong).
31
3.2. Metode Analisis 3.2.1. Analisis Regresi Linier Berganda dari Fungsi Produksi Cobb Douglas Fungsi produksi adalah suatu daftar (schedule) yang memperlihatkan besarnya jumlah barang dan atau jasa yang dapat dihasilkan secara maksimum dari sejumlah input tertentu pada tingkat teknologi tertentu (Syahruddin, 1989 dalam Kurniawan, 2008). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pada fungsi produksi, nilai output merupakan variabel dependen dan input merupakan variabel independennya. Input produksi industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) adalah tenaga kerja, bahan baku dan biaya input selain bahan baku yang berhubungan dengan proses produksi. Fungsi produksi Cobb Douglas dari IKKR berdasarkan uraian sebelumnya dapat dirumuskan secara matematis seperti berikut. …………………………….……...(3.2) Keterangan: Q : Nilai output riil IKKR X1 : Jumlah tenaga kerja X2 : Nilai riil bahan baku X3 : Nilai riil biaya input selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lainnya yang tidak termasuk bahan baku/penolong) a : intersept βi : Elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi (β1, β2, β3) e : Logaritma natural (2,1782…) u : Residual (kesalahan atau error)
32
Nilai dugaan parameter β1, β2, β3 > 0 agar setiap penambahan faktor produksi diharapkan dapat menambah output produksi IKKR. Fungsi produksi tersebut dilinierkan dengan tujuan memudahkan dalam proses analisis regresi. Fungsi linier dari fungsi produksi tersebut adalah sebagai berikut. ln
ln
ln
ln
ln
ln ……...……...(3.3)
Fungsi linier di atas dianalisis dengan regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) untuk mengetahui nilai a, β1, β2 dan β3. Setelah mengetahui nilai-nilai tersebut, maka dapat dibuat fungsi produksi secara lengkap dan sekaligus dapat diketahui nilai elastisitas dari masing-masing faktor produksi dan skala usaha produksi industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR). Berdasarkan pembahasan kerangka pemikiran pada Bab II, skala hasil usaha produksi dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan nilai elastisitas dari masing-masing faktor produksi. Jenis skala hasil usaha produksi tersebut adalah: 1) Increasing return to scale, terjadi pada saat nilai (β1+β2+β3) > 1 2) Constant return to scale, terjadi pada saat nilai (β1+β2+β3) = 1 3) Decreasing return to scale, terjadi pada saat nilai (β1+β2+β3) < 1 Analisis regresi linier berganda dengan metode OLS memerlukan beberapa asumsi yang harus dipenuhi (Widarjono, 2007). Asumsi-asumsi tersebut adalah: 1) Hubungan antara variabel dependen (Q) dan variabel independen (Xi) adalah linier dalam parameter. 2) Variabel independen (Xi) nilainya tetap untuk observasi yang berulangulang (non-stocastic) dan tidak ada hubungan linier antara variabel-
33
variabel
independen
atau
tidak
ada
multikolinieritas
(non-
multicolinearity). 3) Nilai harapan (expected value) dari rata-rata kesalahan adalah nol. |
0
……………………………………...……...(3.4)
4) Varian dari kesalahan nilainya konstan (homoscedasticity) atau tidak terjadi heteroskedastisitas (heteroscedasticity). |
|
|
| …………………………………...…...……...(3.5)
|
5) Tidak ada serial korelasi antara variabel kesalahan ei atau antar variabel kesalahan tidak saling berhubungan (non-autocorrelation). ,
,
,
,
| |
|
| 0
………………....……...(3.6)
6) Variabel kesalahan berdistribusi normal. ~
0,
……………………………………...……...(3.7)
Metode OLS akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linier dan mempunyai varian yang minimum atau biasa disebut Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). 3.2.2. Pengujian Hipotesis Setelah model fungsi produksi didapatkan, maka harus dilakukan pengujian hipotesis secara statistik, ekonometrik dan ekonomi untuk menguji kelayakan model dan menguji apakan koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori
34
atau hipotesis. Pengujian hipotesis secara statistik yang dilakukan adalah uji koefisien determinasi (R2), uji koefisien regresi parsial (uji t) dan uji koefisien regresi secara menyeluruh (F-test/uji F). Pengujian hipotesis secara ekonometrik yang
dilakukan
adalah
uji
multikolinieritas,
uji
autokorelasi
dan
uji
heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis secara ekonometrik dilakukan untuk melihat ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi regresi linier berganda dengan metode OLS. Jika diketahui terdapat asumsi yang tidak terpenuhi maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid. Pengujian hipotesis secara ekonomi yang dilakukan adalah dengan melihat apakah tanda dan besaran koefisien regresi dapat sesuai dengan teori ekonomi atau tidak. 3.2.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi (R2) dalam penelitian ini digunakan untuk melihat berapa persen tingkat output dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi (tenaga kerja, bahan baku dan biaya input selain bahan baku). Misalnya angka koefisien determinasi sebesar 0,962 berarti tingkat output IKKR dapat dijelaskan 96,2 persen oleh model fungsi produksi dan sisanya sebesar 3,8 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Koefisien determinasi (R2) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan: R2
: Koefisien determinasi
JKR : Jumlah kuadrat regresi JKT : Jumlah kuadrat total
……………………………………...……...(3.8)
35
Pada penelitian ini nilai koefisien determinasi (R2) dihitung dengan menggunakan program “Eviews 5.1”. Hasil penghitungan melalui program “Eviews 5.1” menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) antara nol sampai dengan satu. Nilai R2 yang mendekati nol artinya hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak kuat atau dengan kata lain perubahan variabel dependen lebih banyak dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Sebaliknya, Nilai R2 yang mendekati satu artinya hubungan antara variabel dependen dan variabel independen sangat kuat atau dengan kata lain perubahan variabel dependen lebih banyak dijelaskan oleh variabel dari dalam model atau model yang dibuat sudah mendekati sempurna. 3.2.2.2. Uji Koefisien Regresi Parsial (uji t) Selain dilakukan pengujian terhadap koefisien determinasi (R2), dilakukan juga pengujian terhadap koefisien regresi secara parsial atau biasa disebut uji t. Uji koefisien regresi parsial (uji t) digunakan untuk menguji tingkat signifikansi koefisien variabel-variabel independen secara individu terhadap variabel dependen. Proses pengujian koefisien regresi secara parsial (uji t) membutuhkan sebuah hipotesis awal (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Pengujian koefisien regresi secara parsial (uji t) juga membutuhkan Tabel t statistik dengan tingkat kepercayaan lima persen, sepuluh persen dan dua puluh lima persen. Terdapat tiga langkah utama dalam pengujian koefisien regresi secara parsial (t), yaitu (Widarjono, 2007): 1) Membuat hipotesis melalui uji satu sisi atau dua sisi • Uji hipotesis positif satu sisi
36
H0 : βi ≤ 0 H1 : βi > 0
I
f(t)
II
1‐α
0
α
t
Sumber: Widarjono (2007) Gambar 6. Daerah Penolakan dan Penerimaan H0: βi ≤ 0 dan H1: βi > 0
Daerah I
: Daerah penerimaan H0 atau penolakan H1
Daerah II
: Daerah penolakan H0 atau penerimaan H1
• Uji hipotesis negatif satu sisi H0 : βi ≥ 0 H1 : βi < 0 f(t)
II
I
1‐α
‐α
0
t
Sumber: Widarjono (2007) Gambar 7. Daerah Penolakan dan Penerimaan H0: βi ≥ 0 dan H1: βi < 0
Daerah I
: Daerah penolakan H0 atau penerimaan H1
Daerah II
: Daerah penerimaan H0 atau penolakan H1
37
• Uji hipotesis dua sisi H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0
f(t)
II
I
III
1‐α
‐α/2
0
α/2
t
Sumber: Widarjono (2007) Gambar 8. Daerah Penolakan dan Penerimaan H0: βi = 0 dan H1: βi ≠ 0
Daerah I dan III : Daerah penolakan H0 atau penerimaan H1 Daerah II
: Daerah penerimaan H0 atau penolakan H1
2) Menghitung nilai t Hitung untuk masing-masing koefisien regresi dan mencari nilai t Tabel. Nilai t Hitung dapat dicari dengan rumus sebagai berikut. ……………………………………...……...(3.9)
dimana
adalah nilai pada H0.
3) Membandingkan nilai t Hitung dengan t Tabel untuk membuat keputusan menolak atau menerima H0. Alternatifnya adalah: • Jika nilai t Hitung < nilai t Tabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak. H0 diterima berarti bahwa variabel independen ke-i tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen yang diteliti.
38
• Jika nilai t Hitung > nilai t Tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima. H0 ditolak berarti bahwa variabel independen ke-i berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen yang diteliti. 3.2.2.3. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (F-test/uji F) Uji koefisien regresi secara menyeluruh (F-test/uji F) bisa dijelaskan dengan menggunakan analisis varian (analysis of variance/ANOVA). Uji F ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh koefisien regresi variabel-variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diteliti. menurut Widarjono (2007), terdapat tiga prosedur uji F yang harus dilakukan. Prosedur tersebut adalah: 1) Membuat hipotesis. • H0 : β1 = β2 = β3 = 0 • H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0 2) Mencari nilai F Hitung dan nilai F Tabel. Nilai F Hitung dapat dicari dengan rumus sebagai berikut. ⁄ 1
1
………..………...…….(3.10)
⁄
Keterangan: R2 : koefisien determinasi k
: jumlah parameter estimasi termasuk intersept atau konstanta
n
: jumlah observasi
3) Membandingkan nilai F Hitung dengan F Tabel untuk menentukan keputusan apakah akan menerima atau menolak hipotesis.
39
• Jika nilai F Hitung > F Tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima. H0 ditolak berarti variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel dependen. • Jika nilai F Hitung < F Tabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak. H0 diterima berarti variabel-variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel dependen. 3.2.2.4. Uji Multikolinieritas Asumsi kedua yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis linier berganda dengan metode OLS adalah tidak adanya multikolinieritas/hubungan linier diantara variabel-variabel independennya. Multikolinieritas/hubungan linier diantara variabel-variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang sempurna (perfet) dan hubungan linier yang kurang sempurna (imperfect) (Widarjono, 2007). Dampak yang ditimbulkan oleh adanya multikolinieritas dalam model regresi dengan metode OLS yang masih mempertahankan asumsi yang lain adalah sebagai berikut (Widarjono, 2007): 1) Estimator masih bersifat BLUE dengan adanya multikolinieritas. Karena estimator mempunyai varian dan kovarian yang besar sehingga sulit mendapatkan estimasi yang tepat. 2) Akibat lain adanya varian dan kovarian yang besar adalah interval estimasi yang cenderung lebih lebar dan nilai t Hitung akan semakin kecil sehingga variabel independen secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
40
3) Walaupun secara individu variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, masih dimungkinkan variabel independen secara bersama-sama akan berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel dependen (nilai R2 relatif tinggi). Beberapa
metode
yang
digunakan
untuk
mengetahui
adanya
multikolinieritas pada sebuah model regresi linier dengan metode OLS adalah (Widarjono, 2007): 1) Mendeteksi adanya nilai R2 yang tinggi akan tetapi hanya sedikit variabel independen yang berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel dependen. Pada metode ini dilakukan uji t. 2) Menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen dengan cara membuat correlation matrix dari variabel independen. Sebagai aturan main (rule of thumb), jika nilai r cukup tinggi (r ≥ 0,85) maka dapat diduga bahwa terdapat multikolinieritas dalam model yang dibuat. 3) Membuat regresi auxilary. Regresi auxilary adalah membuat persamaan regresi antara salah satu variabel independen dengan dengan sisa variabel independen lainnya. Misalnya terdapat tiga variabel independen (X1, X2, X3) maka dibuat tiga macam model regresi dari variabel independen tersebut. Pertama, regresi X1 (sebagai variabel dependen) dengan X2 dan X3 (sebagai variabel independen). Kedua, regresi X2 (sebagai variabel dependen) dengan X1 dan X3 (sebagai variabel independen). Ketiga, regresi X3 (sebagai variabel dependen) dengan X1 dan X2 (sebagai variabel independen). Dari ketiga model regresi tersebut dilakukan uji F. Proses
41
analisisnya serupa dengan uji F yang telah dibahas sebelumnya. Jika terdapat hubungan yang erat diantara variabel-variabel independen tersebut berarti telah terjadi multikolinieritas. 4) Metode deteksi Klien yang membandingkan antara koefisien determinasi dari regresi auxilary dengan koefisien determinasi dari model regresi aslinya. Rule of thumb dari metode deteksi Klien adalah jika nilai koefisien determinasi dari regresi auxilary lebih besar dari koefisien determinasi dari model regresi aslinya maka pada model tersebut terjadi multikolinieritas. Sebaliknya, jika nilai koefisien determinasi dari regresi auxilary lebih kecil dari koefisien determinasi dari model regresi aslinya maka pada model tersebut tidak terjadi multikolinieritas. 5) Menghitung Variance Inflation Factor (VIF) dan Torelance (TOL). Nilai VIF dan TOL bisa menunjukkan ada tidaknya multikolinieritas diantar variabel independen. Tanda bahwa tidak ada multikolinieritas adalah jika nilai VIF lebih kecil dari sepuluh dan nilai TOL mendekati satu. Nilai VIF dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. 1 1
……………………………………...……...(3.11)
merupakan nilai koefisien determinasi dari regresi auxilary. Sedangkan nilai TOL dapat dihitung dengan rumus berikut. 1
……………………………………...……...(3.12)
Terdapat dua pilihan untuk mengatasi masalah multikolinieritas (Widarjono, 2007).
Pilihan
pertama
adalah
membiarkan
model
tetap
mengandung
42
multikolinieritas karena model tetap menghasilkan estimator yang BLUE. Multikolinieritas hanya menyebabkan kesulitan dalam memperoleh estimator yang memiliki standard error yang kecil. Pilihan kedua adalah dengan memperbaiki model. Pada pilihan kedua ini terdapat tiga cara yaitu menghilangkan variabel independen yang mempunyai hubungan linier yang kuat dengan variabel independen lainnya, transformasi variabel dan proses penambahan data. 3.2.2.5. Uji Heteroskedastisitas Asumsi keempat yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis linier berganda dengan metode OLS adalah homoskedastisitas (homoscedasticity) atau tidak terjadi heteroskedastisitas (heteroscedasticity). Adanya heteroskedastisitas menyebabkan estimator
tidak memiliki varian yang minimum atau tidak
menghasilkan estimator yang BLUE hanya Linier Unbiased Estimator (LUE). Konsekuensi
jika
tetap
menggunakan
metode
OLS
dengan
adanya
heteroskedastisitas adalah: 1) Penghitungan standard error dengan metode OLS tidak bisa dipercaya kebenarannya. 2) Interval estimasi dan uji hipotesis berdasarkan uji t dan uji F tidak bisa dipercaya untuk evaluasi hasil regresi. Cara mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada model regresi dapat dilakukan dengan beberapa metode (Widarjono, 2007). Pada penelitian ini, pendeteksian heteroskedastisitas dilakukan dengan empat metode yaitu metode
43
informal, metode park, metode glejser dan metode White. Penjelasan dari keempat metode tersebut adalah sebagai berikut. 1) Metode Informal Metode informal untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas adalah dengan membuat sketergram antara residual kuadrat dengan setiap variabel independen. Jika sketergram tidak menunjukkan pola tertentu atau acak maka diduga tidak ada masalah heteroskedastisitas. Akan tetapi jika sketergram menunjukkan pola tertentu maka diduga ada masalah heteroskedastisitas. Metode ini adalah metode deteksi heteroskedastisitas yang paling sederhana. 2) Metode Park Metode deteksi heteroskedastisitas dengan uji Park mempunyai tiga prosedur utama. Pertama, melakukan regresi terhadap model dengan metode OLS dan mendapatkan nilai residualnya. Kedua, melakukan regresi terhadap kudrat residual yang telah didapatkan. Ketiga, melakukan uji t terhadap regresi kudrat residual. Jika nilai t Hitung lebih kecil dibandingkan nilai t Tabel maka tidak ada masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai t Hitung lebih besar daripada nilai t Tabel maka terdapat masalah heteroskedastisitas. 3) Metode Glejser Pada prinsipnya metode deteksi heteroskedastisitas dengan uji Glejser hampir sama dengan uji Park. Perbedaanya terletak pada model regresi
44
yang dibuat. Pada uji Glejser dibuat regresi terhadap nilai absolut residual dengan variabel independennya. 4) Metode White Pada metode ini jika nilai chi-square ( square (
) Hitung lebih besar dari nilai chi-
) Tabel dengan derajat kepercayaan tertentu maka terdapat
masalah heteroskedastisitas dan berlaku pula sebaliknya. Seperti pada masalah multikolinieritas, masalah heteroskedastisitas juga bisa diatasi dengan beberapa cara. Cara tersebut antara lain melalui metode WLS (Weighted Least Squares), metode White dan dengan mengetahui pola heteroskedastisitas untuk melakukan transformasi model. 3.2.2.6. Uji Autokorelasi Definisi autokorelasi dalam kaitannya dengan metode OLS adalah adanya korelasi antara satu variabel kesalahan dengan variabel kesalahan lain yang berlainan waktu. Pendeteksian masalah autokorelasi dilakukan dengan metode Durbin-Watson (DW) dan metode Breusch-Godfrey (Widarjono, 2007). Metode Durbin-Watson (DW) membutuhkan Tabel Statistik Durbin-Watson (DW) untuk mengetahui nilai kritis batas bawah (dL) dan nilai kritis batas atas (dU). Jika nilai d Hitung (statistik DW) berada pada batas dU ≤ d ≤ (4 - dU) maka dapat dipastikan bahwa tidak terdapat autokorelasi. Sama halnya dengan masalah multikolinieritas dan heteroskedastisitas, masalah autokorelasi juga dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya adalah transformasi model, metode diferensi tingkat pertama, metode Berenblutt-Webb, metode Durbin-Watson, metode dua langkah Durbin
45
dan metode Cochrane-Orcutt (Widarjono, 2007). Penggunaan metode-metode tersebut harus disesuaikan dengan keadaan model. 3.3. Spesifikasi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai nominal dari output, nilai nominal dari bahan baku, nilai nominal dari biaya input selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lainnya yang tidak termasuk bahan baku/penolong) dan jumlah tenaga kerja. Agar data dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya maka sebagian besar data yang berbentuk nilai nominal tersebut harus diubah ke dalam bentuk nilai riil. Cara merubah data nominal ke dalam bentuk riil adalah dengan membagi nilai nominal tersebut dengan nilai indeks harga perdagangan besar (IHPB) sektor industri kemudiah dikalikan dengan angka 100. IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga perdagangan besar/harga grosir dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu negara atau daerah. Komoditi tersebut merupakan produksi dalam negeri yang dipasarkan di dalam negeri atau diekspor dan komoditi yang diimpor (Badan Pusat Statistik, 2007). IHPB yang digunakan adalah IHPB sektor industri dengan cakupan wilayah Indonesia dengan tahun dasar 2000 (2000=100). Berikut adalah penjelasan teknis mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. 1) Variabel dependen Variabel dependen yang digunakan adalah nilai riil output industri kecil dan kerajinan rumah tangga (Q). Nilai output adalah nilai barang dan jasa yang
46
dihasilkan dalam satu periode waktu tertentu yang terdiri dari nilai produksi yang dihasilkan dari sektor industri pengolahan, penerimaan bunga atas pinjaman uang yang diberikan kepada pihak lain, penerimaan atas sewa tanah milik perusahaan yang digunakan oleh pihak lain, penerimaan subsidi dari pemerintah dan pendapatan lainnya yang diperoleh dari kegiatan lain yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan utamanya. Nilai output ini diukur dalam satuan jutaan rupiah. 2) Variabel independen Variabel independen yang digunakan berdasarkan input produksi yaitu tenaga kerja, bahan baku dan biaya input selain bahan baku. Jumlah tenaga kerja (X1) merupakan banyaknya pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi dan yang tidak terlibat langsung tapi berhubungan langsung dengan proses produksi pada industri kecil dan kerajinan rumah tangga di Indonesia. Nilai riil bahan baku (X2) merupakan nilai riil dari biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku untuk menghasilkan barang (ouput) dan dalam satuan jutaan rupiah. Nilai riil biaya input selain bahan baku (X3) terdiri dari nilai riil pembelian bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lainnya yang tidak termasuk bahan baku/penolong yang berhubungan dengan proses produksi. Nilai riil bahan lainnya (X3) dinyatakan dalam satuan juta rupiah.
VI. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA
4.1. Kontribusi IKKR terhadap Industri Pengolahan di Indonesia Perkembangan jumlah usaha sektor industri pengolahan di Indonesia secara umum menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhan dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 adalah 1,42 persen. Proporsi jumlah usaha IKKR terhadap total usaha industri pengolahan rata-rata sebesar 99,19 persen. Tabel 4.1. Jumlah Usaha Sektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 1996 - 2006 Tahun
Industri Besar dan Sedang (IBS)
Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR)
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
1996
22.997
2.867.241
2.890.238
1997
22.386
2.532.070
2.554.456
1998
21.423
2.196.899
2.218.322
1999
22.070
2.516.275
2.538.345
2000
22.174
2.598.704
2.620.878
2001
21.396
2.538.283
2.559.679
2002
21.146
2.728.700
2.749.846
2003
20.324
2.641.909
2.662.233
2004
20.658
2.671.660
2.692.318
2005
20.729
2.916.025
2.936.754
2006
23.224
3.184.109
3.207.333
Sumber : Badan Pusat Statistik (1996 – 2006), diolah
48
Hal tersebut disebabkan karena lebih mudah terjun ke industri pengolahan pada skala kecil dan mikro. Usaha kecil tidak membutuhkan modal yang besar dan tidak membutuhkan tingkat pendidikan tertentu dalam mengelola perusahaannya. Semakin lama suatu usaha kecil dapat bertahan maka akan semakin mahir dan lama kelamaan skala usahanya akan semakin meningkat ke skala menengah atau besar. Tabel 4.1. menunjukkan perkembangan jumlah usaha sektor industri pengolahan di Indonesia periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2006. Perkembangan jumlah usaha industri pengolahan di Indonesia yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun juga diikuti oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja. Selama periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan paling banyak terdapat pada skala usaha kecil. Hal tersebut sejalan dengan jumlah usaha IKKR yang mempunyai proporsi sebesar 99,18 persen. Rata-rata penyerapan tenaga kerja IKKR selama tahun 1996 – 2006 sebesar 59,37 persen. Rata-rata penyerapan tenaga kerja per usaha pada industri besar dan sedang selama tahun 1996 – 2006 berkisar antara 183 orang sampai dengan 210 orang. Sedangkan rata-rata penyerapan tenaga kerja per usaha pada industri kecil dan kerajinan rumah tangga selama tahun 1996 – 2006 rata-rata hanya sebanyak 2 orang per usaha. Rata-rata jumlah penyerapan tenaga kerja per usaha pada industri kecil dan kerajinan rumah tangga hanya sedikit karena pada umumnya jumlah modal yang dimiliki juga kecil sehingga penambahan tenaga kerja tidak akan berpengaruh terhadap output produksi tanpa penambahan modal. Perbandingan jumlah tenaga kerja industri besar dan sedang (IBS) dan industri kecil dan
49
kerajinan rumah tangga (IKKR) di Indonesia periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia Tahun 1996 2006 Tahun
Industri Besar dan Sedang (IBS)
Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR)
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
1996
4.214.967
6.613.848
10.828.815
1997
4.170.093
5.958.023
10.128.116
1998
4.123.612
5.302.198
9.425.810
1999
4.234.983
6.119.412
10.354.395
2000
4.366.816
6.291.441
10.658.257
2001
4.382.788
6.110.058
10.492.846
2002
4.364.869
6.566.232
10.931.101
2003
4.273.880
6.363.565
10.637.445
2004
4.324.979
6.547.855
10.872.834
2005
4.226.572
6.856.043
11.082.615
2006
4.730.125
7.178.990
11.909.115
Sumber : Badan Pusat Statistik (1996 – 2006), diolah
Sektor industri pengolahan memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sejak tahun 1991. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah Indonesia telah lama serius mengembangkan sektor industri pengolahan karena sektor industri pengolahan memiliki nilai tambah yang relatif besar diantara sektor-sektor perekonomian lainnya. Sebagai gambaran, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB selama periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 rata-rata sebesar 27,24 persen. Tabel 4.3 menggambarkan
50
distribusi persentase PDB sektoral atas dasar harga berlaku periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2006 yang dinyatakan dalam satuan persen.
Tabel 4.3. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Sektoral, Tahun 1998 – 2007 (persen) Tahun Sektor 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006*
2007**
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
1
18,06
19,61
17,23
15,63
15,46
15,19
14,34
13,13
12,97
13,83
2
13,73
10,00
13,86
10,81
8,83
8,32
8,94
11,14
10,97
11,14
3
24,48
25,99
24,90
30,07
28,72
28,25
28,07
27,41
27,54
27,01
4
1,11
1,22
1,31
0,64
0,84
0,95
1,03
0,96
0,91
0,88
5
5,55
6,15
6,05
5,30
6,07
6,22
6,59
7,03
7,52
7,71
6
16,67
15,99
15,74
15,90
17,14
16,64
16,05
15,56
15,02
14,93
7
5,18
5,02
4,93
4,59
5,38
5,91
6,20
6,51
6,94
6,70
8
6,98
6,48
6,36
8,02
8,48
8,64
8,47
8,31
8,06
7,71
9
8,23
9,54
9,63
9,04
9,09
9,87
10,32
9,96
10,07
10,09
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1998 – 2007 Catatan : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Keterangan kode sektor lapangan usaha: 1 = Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2 = Pertambangan dan Penggalian 3 = Industri Pengolahan 4 = Listrik, Gas dan Air Bersih 5 = Konstruksi
6 = Perdagangan, Hotel dan Restoran 7 = Pengangkutan dan Komunikasi 8 = Keuangan, Pesewaan dan Jasa Perusahaan 9 = Jasa-jasa
4.2. Perkembangan Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia Penurunan jumlah usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) dari tahun 1996 sampai dengan tahun 1998 disebabkan oleh adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Dampak krisis terhadap IKKR tidak
51
berlangsung lama karena secara umum setelah tahun 1998 jumlah usaha IKKR memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut disebabkan oleh sifat IKKR yang mampu bertahan dalam kondisi buruk. Akan tetapi penurunan jumlah usaha IKKR tidak menyebabkan penurunan nilai outputnya. Hal ini menandakan rata-rata rasio nilai output per usaha terjadi peningkatan selama periode tersebut. Perkembangan jumlah usaha dan total output yang dihasilkan IKKR di Indonesia selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Jumlah Usaha dan Total Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia Tahun 1996 - 2006
Jumlah Usaha
Tahun
Industri Kecil (IK)
Industri Kerajinan Rumah Tangga (IKR)
Total
Total Output IKKR
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1996
242.030
2.625.211
2.867.241
13.766.418
1997
218.297
2.313.773
2.313.773
17.648.589
1998
194.564
2.002.335
2.196.899
21.530.760
1999
225.603
2.290.672
2.516.275
24.784.346
2000
240.088
2.358.616
2.598.704
28.726.191
2001
230.721
2.307.562
2.538.283
34.618.530
2002
238.582
2.490.118
2.728.700
41.774.262
2003
235.851
2.406.058
2.641.909
38.106.835
2004
247.640
2.424.020
2.671.660
48.809.190
2005
230.247
2.323.722
2.554.019
62.994.042
2006
258.209
2.936.397
3.194.606
74.771.044
Sumber : Badan Pusat Statistik (1996 – 2006), diolah Berdasarkan Tabel 4.4. dapat dihitung proporsi jumlah usaha industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga terhadap total usaha IKKR. Rata-rata
52
proporsi jumlah usaha industri kerajinan rumah tangga (IKR) terhadap total IKKR sebesar 71,53 persen. Sedangkan rata-rata proporsi jumlah usaha industri kecil (IK) terhadap total IKKR sebesar 28,47 persen. Tabel 4.5. Banyaknya Tenaga Kerja Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia Tahun 1996 - 2006 Tahun
Industri Kecil (IK)
Industri Kerajinan Rumah Tangga (IKR)
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
1996
1.872.930
4.740.918
6.613.848
1997
1.689.267
4.268.756
5.958.023
1998
1.505.604
3.796.594
5.302.198
1999
1.779.237
4.340.175
6.119.412
2000
1.799.290
4.492.151
6.291.441
2001
1.761.510
4.348.548
6.110.058
2002
1.767.996
4.798.236
6.566.232
2003
1.729.004
4.634.561
6.363.565
2004
1.869.244
4.678.611
6.547.855
2005
1.741.064
4.371.915
6.112.980
2006
2.193.954
5.001.402
7.195.356
Sumber : Badan Pusat Statistik (1996 – 2006), diolah
Rata-rata penyerapan tenaga kerja per usaha pada industri kecil selama tahun 1996 – 2006 berkisar antara 7 orang dan 8 orang. Sedangkan rata-rata penyerapan tenaga kerja per usaha pada industri kerajinan rumah tangga selama tahun 1996 – 2006 rata-rata hanya sebanyak 2 orang per usaha. Rata-rata jumlah penyerapan tenaga kerja per usaha pada industri kerajinan rumah tangga hanya sedikit karena pada umumnya jumlah modal yang dimiliki sangat kecil sehingga penambahan tenaga kerja tidak akan berpengaruh terhadap output produksi tanpa
53
penambahan modal. Hal tersebut dikarenakan jika ingin menambah tenaga kerja maka perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk balas jasa pekerja. Perbandingan jumlah tenaga kerja industri industri kecil (IK) dan industri kerajinan rumah tangga (IKR) di Indonesia periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4.5.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Analisis regresi berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) terhadap fungsi produksi Cobb Douglas dilakukan untuk mengetahui kontribusi masing-masing faktor produksi secara simultan. Hasil pengolahan data dengan perangkat lunak “EViews 5.1” menghasilkan angka estimasi dari fungsi produksi Cobb Douglas. Tabel 5.1 berikut menunjukkan ringkasan hasil pengolahan tersebut. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb Douglas IKKR di Indonesia Periode Tahun 1996 – 2006 Variabel Independen
Koefisien
Standard Error
t Hitung
Probablilitas
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
-7,227415
3,861750
-1,871539
0,1034
ln X1
0,573691
0,234883
2,442458
0,0446
ln X2
0,870699
0,127295
6,840000
0,0002
ln X3
0,072651
0,020725
3,505404
0,0099
a (intersept)
R2
0,909173
F Hitung
23,35647
Adjusted R2
0,870247
Probability (F Hitung)
0,000507
Sumber: Hasil olahan
Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dibuat persamaan linier dari fungsi produksi Cobb Douglas Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) di Indonesia. Persamaan linier tersebut adalah sebagai berikut. ln
7,2274
0,5737 ln
0,8707 ln
0,0727 ln
……...(5.1)
55
Sehingga dapat dibuat fungsi produksi Cobb Douglas IKKR di Indonesia seperti berikut. 7,2274
,
,
,
…………………………………....(5.2)
Keterangan: Q : Nilai output riil IKKR X1 : Jumlah tenaga kerja X2 : Nilai riil bahan baku X3 : Nilai riil biaya input selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lainnya yang tidak termasuk bahan baku/penolong) Berdasarkan nilai koefisien regresi dapat disimpulkan bahwa faktor produksi yang memberikan kontribusi terbesar dalam output adalah bahan baku (X2). Faktor produksi yang memberikan kontribusi terbesar kedua setelah bahan baku (X2) adalah tenaga kerja (X1). Sedangkan faktor produksi biaya input selain bahan baku (X3) memberikan kontribusi terkecil dalam variasi output industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di Indonesia. Hasil estimasi tersebut harus diuji kelayakannya dengan analisis uji statistik dan analisis uji ekonometrik. Bagian 5.2. berikut akan menguji kelayakan model dengan metode statistik dan bagian 5.3. akan menguji kelayakan model dengan metode ekonometrik. Pengujian kelayakan model dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas IKKR telah memenuhi semua asumsi sebagai sebuah estimator yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Proses pengujian model ini baik yang menggunakan metode statistik maupun
56
yang menggunakan metode ekonometrik tidak dilakukan secara manual melainkan dengan bantuan perangkat lunak “EViews 5.1”.
5.2. Analisis Uji Statistik 5.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji statistik yang dilakukan pertama adalah menguji koefisien determinasi (R2) dari model regresi linier berganda yang telah dibuat. Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9092. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen sangat kuat. Variasi output IKKR dapat dijelaskan oleh variabel jumlah tenaga kerja, nilai riil bahan baku dan nilai riil biaya input selain bahan baku. Variasi output IKKR tersebut 90,92 persen dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model. Sedangkan 9,08 persen variasi output IKKR dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
5.2.2. Uji Koefisien Regresi Parsial (t) Pengujian dengan metode statistik berikutnya adalah menguji koefisien regresi secara parsial atau biasa dikenal dengan nama uji t (t-test). Tabel 5.1. pada kolom 4 memperlihatkan nilai t Hitung dari intersept dan tiap variabel independen. Kolom 5 memperlihatkan nilai probabilitas atau tingkat kepercayaan dari koefisien regresi berdasarkan nilai t Hitung. Nilai probabilitas ketiga variabel di bawah 5 persen. Probabilitas variabel jumlah tenaga kerja sebesar 4,46 persen, probabilitas variabel nilai riil bahan baku sebesar 0,02 persen dan probabilitas variabel nilai riil biaya input selain bahan baku sebesar 0,99 persen. Angka-angka
57
probabilitas dari ketiga variabel independen tersebut berada pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal ini menandakan bahwa ketiga variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap output IKKR di Indonesia.
5.2.3. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (F-test/uji F) Pengujian model dengan metode statistik yang terakhir adalah dengan menggunakan uji koefisien regresi secara menyeluruh atau biasa disebut uji F (Ftest). Nilai F Hitung berdasarkan output “EViews 5.1” pada Tabel 5.1 adalah 23,36 dan nilai probabilita F Hitung sebesar 0,05 persen. Nilai tersebut berada pada batas kepercayaan 95 persen. Hal tersebut menandakan bahwa pengaruh ketiga variabel independen (jumlah tenaga kerja, nilai riil bahan baku dan nilai riil biaya input selain bahan baku) secara bersama-sama sangat signifikan berpengaruh terhadap perubahan output IKKR di Indonesia.
5.3. Analisis Uji Ekonometrik
5.3.1. Uji Multikolinieritas Selain dilakukan pengujian kelayakan model dengan metode statistik, dilakukan juga pengujian kelayakan model dengan metode ekonometrik. Pengujian dengan metode ekonometrik dilakukan untuk menguji apakah model regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas dengan metode OLS telah memenuhi asumsi-asumsi yang harus dipenuhinya. Pengujian dengan metode ekonometrik yang pertama dilakukan adalah uji multikolinieritas. Pendeteksian ada tidaknya multikolinieritas menggunakan lima metode seperti yang telah dibahas pada Bab III Metodologi Penelitian.
58
Metode pertama adalah mendeteksi adanya koefisien determinasi (R2) yang tinggi akan tetapi hanya sedikit variabel independen yang berpengaruh dengan signifikan terhadap variabel dependen. Jika hal tersebut terjadi maka diduga terjadi multikolinieritas antar variabel-variabel independen. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.1. terlihat bahwa model ini memiliki nilai R2 (0,9092) yang tinggi dan setiap variabel independen (jumlah tenaga kerja, nilai riil bahan baku dan nilai riil biaya input selain bahan baku) berpengaruh secara signifikan terhadap output IKKR di Indonesia. Hasil tersebut menandakan bahwa diduga tidak terjadi multikolinieritas antar variabel-variabel independen. Metode kedua adalah membuat correlation matrix dari variabel-variabel independen untuk mengetahui nilai koefisien korelasinya. Hasil output correlation matrix dengan perangkat lunak “EViews 5.1.” dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai koefisien korelasi berdasarkan hasil output tersebut berada di bawah batas rule of thumb (r < 0,85). Nilai tersebut menandakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variabel-variabel independen. Metode deteksi multikolinieritas ketiga adalah membuat regresi auxilary Regresi auxilary digunakan untuk melihat apakah terdapat hubungan linier antara salah satu variabel independen dengan sisa variabel independen lainnya. Model regresi auxilary yang dibuat berdasarkan output perangkat lunak “EViews 5.1.” adalah: 1) ln X1 = 13,39 + 0,11 ln X2 + 0,02 ln X3 Prob. t R2 = 0,079131
(0,6002)
(0,6785)
F Hitung = 0,343725
Prob. (F Hitung) = 0,719102
59
2) ln X2 = 11,94 + 0,38 ln X1 - 0,04 ln X3 Prob. t R2 = 0,079768
(0,6002)
(-0,6828)
F Hitung = 0,346728
Prob. (F Hitung) = 0,717117
3) ln X3 = -1,37 + 2,64 ln X1 - 1,44 ln X2 Prob. t R2 = 0,090655
(0,6785)
(-0,6828)
F Hitung = 0,398772
Prob. (F Hitung) = 0,683776
Hasil regresi auxilary tersebut menunjukkan nilai probabilita F Hitung lebih besar dari
lima
persen.
Hasil
tersebut
menandakan
bahwa
tidak
terdapat
multikolinieritas diantara variabel-variabel independen (jumlah tenaga kerja, nilai riil bahan baku, nilai riil biaya input selain bahan baku). Metode keempat adalah metode deteksi Klien yang membandingkan antara koefisien determinasi (R2) dari regresi auxilary dengan koefisien determinasi (R2) dari model regresi aslinya. Melalui metode ini juga diketahui bahwa tidak terjadi multikolinieritas karena nilai koefisien determinasi (R2) regresi auxilary jauh lebih kecil daripada koefisien determinasi (R2) model regresi aslinya. Metode kelima adalah dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance (TOL). Penghitungan nilai VIF dan TOL dilakukan secara manual berdasarkan nilai R2 dari regresi auxilary. Nilai VIF dan TOL dari regresi auxilary pertama adalah 1,085931 dan 0,920869. Nilai VIF dan TOL dari regresi auxilary kedua adalah 1,086682 dan 0,920232. Nilai VIF dan TOL dari regresi auxilary ketiga adalah 1,099693 dan 0,909345. Nilai-nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang lebih kecil dari sepuluh dan nilai-nilai Tolerance (TOL) yang mendekati satu
60
tersebut menandakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas diantara variabelvariabel independen. Kesimpulan yang dapat diambil adalah melalui kelima metode deteksi multikolinieritas yang telah dilakukan adalah tidak terjadi hubungan linier (multikolinieritas) diantara variabel-variabel independen (jumlah tenaga kerja, nilai riil bahan baku, nilai riil biaya input selain bahan baku) yang mempengaruhi tingkat output IKKR di Indonesia. Hal tersebut menandakan bahwa asumsi kedua dari regresi linier berganda dengan metode OLS telah terpenuhi.
5.3.2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah model telah memenuhi asumsi keempat dari regresi linier berganda dengan metode OLS. Metode yang digunakan dalam mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah metode informal, metode Park dan metode White. Metode informal dalam mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model adalah dengan membuat scattergram antara residual kudrat dengan lnX1, residual kudrat dengan lnX2 dan residual kudrat dengan lnX3. Scattergram hasil deteksi heteroskedastisitas berdasarkan metode informal (lihat Lampiran 6) tidak menunjukkan pola tertentu atau
acak.
Hal
tersebut
menandakan
bahwa
diduga
tidak
terdapat
heteroskedastisitas dalam model. Metode Park yang dilakukan menghasilkan t Hitung yang lebih kecil daripada t Tabel. Hasil penghitungan metode Park dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis dengan metode Glejser juga menghasilkan t Hitung yang lebih kecil daripada t Tabel. Metode White yang dilakukan dibedakan menjadi dua yaitu
61
tanpa cross terms dan dengan cross terms. Hasil analisis dengan metode Glejser juga menghasilkan t Hitung yang lebih kecil daripada t Tabel. Hasil analisis dengan metode White tanpa cross terms dan dengan cross terms dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis dengan metode White tanpa cross terms dan dengan cross terms menunjukkan nilai probabilitas chi-square (
) lebih besar dari lima
persen. Berdasarkan keempat metode deteksi heteroskedastisitas yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas IKKR di Indonesia tidak mengandung heteroskedastisitas. Hal tersebut menandakan bahwa model telah memenuhi asumsi keempat dari regresi linier berganda dengan metode OLS yaitu varian dari kesalahan nilainya konstan/homoskedastisitas (homoscedasticity).
5.3.3. Uji Autokorelasi Pengujian model dengan metode ekonometrik yang terakhir adalah uji autokorelasi. Metode deteksi autolorelasi yang digunakan adalah metode Durbin Watson (DW) dan metode Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Nilai statistik Durbin Watson (d) adalah sebesar 2,081533 dan nilai tersebut menandakan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Hasil deteksi autokorelasi dengan metode Durbin Watson (DW) dapat dilihat pada Lampiran8. Hasil deteksi autokorelasi dengan metode Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test adalah tidak terjadi autokorelasi dalam model yang ditandai dengan nilai probabilitas chisquare (
) lebih besar dari lima persen (69,16 persen).
62
5.4. Analisis Ekonomi 5.4.1. Nilai Tambah Bruto IKKR di Indonesia Nilai tambah bruto (NTB) IKKR di Indonesia selama periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gambar 9 menggambarkan perkembangan NTB IKKR, IK (Industri Kecil) dan IKR (Industri Kerajinan Rumah Tangga). Pertambahan NTB dari tahun ke tahun menunjukkan keuntungan kotor yang diterima oleh sektor IKKR terus bertambah. Hal tersebut sesuai dengan kondisi IKKR pada increasing return to scale dimana pertambahan output yang dihasilkan lebih besar daripada biaya input yang dikeluarkan.
70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000
IKR IK IKKR
10.000.000 0
Gambar 9. Perkembangan NTB IKKR di Indonesia Tahun 1996 – 2006 (Juta Rupiah)
Pertambahan NTB dari tahun ke tahun juga menunjukkan arah kebijakan ekonomi pemerintah ke sektor industri. Sektor industri memiliki prioritas utama dalam pembangunan karena memiliki nilai tambah yang cukup besar dan diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran. Kemajuan IKKR juga diharapkan untuk mengurangi pengangguran terutama di wilayah pedesaan karena
63
karakteristik utama IKKR adalah tidak memerlukan modal yang besar dan tidak memerlukan tingkat pendidikan tertentu untuk masuk ke dalam sektor ini. 5.4.2. Efisiensi Produksi IKKR di Indonesia Efisiensi produksi merupakan salah satu ukuran untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa. Semakin kecil nilai efisiensi berarti perusahaan tersebut semakin efisien. IKKR mengalami tingkat efisiensi paling tinggi pada tahun 1996, IK juga mengalami tingkat efisiensi paling tinggi pada tahun 1996 dan IKR mengalami tingkat efisiensi paling tinggi pada tahun 2001. Tabel 5.2. Efisiensi Produksi IKKR di Indonesia Tahun 1996 - 2006 IKR
Efisiensi Produksi (%) IK
IKKR
1996
56,33
60,68
58,56
1997
59,68
65,05
62,35
1998
61,62
67,84
64,66
1999
58,61
66,98
62,67
2000
61,31
72,68
67,01
2001
54,44
65,30
60,05
2002
57,32
66,82
62,21
2003
56,07
67,49
61,12
2004
58,37
63,35
60,76
2005
58,41
63,00
60,80
2006
57,87
63,87
60,72
Rata‐rata
58,19
65,73
61,90
Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
64
Jika rata-rata efisiensi IK dan IKR dibandingkan maka IKR mempunyai tingkat efisiensi lebih tinggi selama periode tahun 1996 – 2006. Selama tiga tahun terakhir periode penelitian, tingkat efisiensi IKKR berkisar pada nilai 60 persen atau secara matematis dapat dikatakan bahwa penggunaan faktor input sebesar 60 akan menghasilkan output sebesar 100. 5.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output dan Elastisitas Produksi IKKR di Indonesia Berdasarkan hasil analisis uji statistik dan uji ekonometrik dapat diketahui bahwa model regresi linier berganda dari fungsi produksi Cobb Douglas layak digunakan sebagai estimator output industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di Indonesia. Persamaan 5.1. menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja, nilai riil bahan baku dan nilai riil biaya input selain bahan baku mempengaruhi tingkat output IKKR di Indonesia. Faktor produksi yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat output IKKR di Indonesia adalah bahan baku. Faktor produksi bahan baku berpengaruh positif terhadap jumlah output IKKR. Hal ini menandakan semakin banyak bahan baku yang digunakan maka output yang dihasilkan akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya jika pasokan input produksi berupa bahan baku terhambat bisa mengakibatkan berkurangnya output IKKR. Nilai koefisien bahan baku (ln X2) yang menunjukkan elastisitas produksi dari faktor produksi bahan baku sebesar 0,8707 menandakan bahwa penambahan bahan baku (ln X2) sebanyak satu persen bisa meningkatkan nilai output (ln Q) sebesar 0,8707 persen, dengan asumsi ceteris paribus.
65
Faktor produksi lain yang mempengaruhi tingkat output IKKR di Indonesia adalah jumlah tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap output IKKR di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai koefisien jumlah tenaga kerja (ln X1) bertanda positif yang menandakan jika jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dalam proses produksi ditambah maka akan meningkatkan jumlah output IKKR di Indonesia. Nilai koefisien jumlah tenaga kerja (ln X1) yang menunjukkan elastisitas produksi dari faktor produksi tenaga kerja sebesar 0,5737 menandakan bahwa penambahan tenaga kerja (ln X1) sebanyak satu persen bisa meningkatkan nilai output (ln Q) sebesar 0,5737 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Faktor produksi biaya input selain bahan baku memberikan andil terkecil dalam perubahan output. Akan tetapi andil ini tidak dapat diabaikan karena pengaruh faktor produksi biaya input selain bahan baku terhadap output sangat signifikan. Andil yang kecil ini disebabkan karena penggunaan faktor ini dalam IKKR masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan industri besar dan sedang. Sebagai contoh penggunaan listrik dan bahan bakar sangat kecil proporsinya dalam proses produksi dan bahkan ada beberapa industri pengolahan yang tidak menggunakan listrik dan bahan bakar dalam proses produksinya. Contoh industri pengolahan yang kebanyakan tidak menggunakan bahan bakar dan listrik adalah industri anyam-anyaman dari daun-daunan, industri ukiran dari kayu dan industri tenun kain sutera. Nilai elastisitas produksi dari faktor produksi bahan lainnya selain bahan baku sebesar 0,0727 menandakan bahwa penambahan biaya input
66
selain bahan baku (ln X3) sebanyak satu persen bisa meningkatkan nilai output (ln Q) sebesar 0,0727 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Ketiga faktor produksi tenaga kerja, bahan baku dan biaya input selain bahan baku memberikan kontribusi yang positif terhadap perubahan output IKKR di Indonesia. Hal ini sejalan dengan konsep fungsi produksi dan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kurniawan (2008), Sanimah (2006), Haniah (2005) dan Agustineu (2004) dimana tenaga kerja dan bahan baku mempunyai kontribusi positif terhadap perubahan output produksi.
5.4.4. Skala Hasil Usaha IKKR di Indonesia Besarnya penjumlahan elastisitas jumlah tenaga kerja, nilai riil bahan baku, nilai riil biaya input selain bahan baku sebesar 1,5170. Nilai tersebut menandakan kondisi IKKR di Indonesia pada skala hasil yang meningkat (increasing return to scale). Hal ini menandakan bahwa laju pertumbuhan output yang dihasilkan lebih besar daripada laju pertumbuhan inputnya. Kondisi ini sesuai dengan gambaran industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di Indonesia dimana output yang dihasilkan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi IKKR pada skala hasil yang meningkat (increasing return to scale) membuka peluang bagi para investor yang ingin menanamkan modal pada sektor industri. Hal ini disebabkan karena bisa membawa keuntungan yang lebih besar. Program yang biasa ditawarkan adalah kemitraan dalam bentuk “bapak angkat dan anak angkat”.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1) Nilai tambah bruto (NTB) IKKR di Indonesia pada periode tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertambahan NTB menandakan tingkat keuntungan kotor yang diterima oleh sektor IKKR terus bertambah. Tingkat efisiensi produksi IKKR di Indonesia periode tahun 1996 -2006 rata-rata sebesar 62 persen. Secara matematis, tingkat efisiensi produksi sebesar 62 persen artinya jika menggunakan input sebesar 62 maka output yang dihasilkan sebesar 100. 2) Faktor produksi tenaga kerja, bahan baku dan biaya input selain bahan baku memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di Indonesia. Pengaruh ketiga faktor produksi tersebut terhadap output IKKR sangat signifikan pada taraf nyata lima persen. Faktor produksi bahan baku memberikan kontribusi terbesar terhadap perubahan output IKKR di Indonesia. Kemudian diikuti faktor produksi tenaga kerja yang memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap output IKKR di Indonesia. 3) Faktor produksi bahan baku memiliki nilai dugaan elastisitas sebesar 0,8707 persen yang artinya jika bahan baku ditingkatkan sebesar satu persen maka output IKKR akan meningkat sebesar 0,8707 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai dugaan elastisitas sebesar 0,5737 persen yang artinya jika jumlah tenaga ditingkatkan sebesar
68
satu persen maka output IKKR akan meningkat sebesar 0,5737 persen, dengan asumsi ceteris paribus. Faktor produksi biaya input selain bahan baku memiliki nilai dugaan elastisitas terkecil yaitu sebesar 0,0727 persen yang artinya jika biaya input selain bahan baku ditingkatkan sebesar satu persen maka output IKKR akan meningkat sebesar 0,0727 persen, dengan asumsi ceteris paribus. 4) Penjumlahan nilai elastisitas masing-masing faktor produksi tersebut bisa menentukan kondisi skala hasil usaha. Kondisi IKKR di Indonesia menunjukkan skala hasil yang meningkat (increasing return to scale). Kondisi increasing return to scale menandakan laju pertumbuhan output lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan inputnya.
6.2. Saran 1) Hendaknya usaha IKKR memperhatikan ketersediaan faktor produksi bahan baku mengingat bahan baku merupakan faktor produksi yang paling dominan mempengaruhi tingkat output IKKR. 2) Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan faktor produksi lainnya seperti faktor produksi modal agar didapatkan fungsi produksi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agustineu. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Tekstil di Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 1990 – 2007. Statistik Indonesia. BPS, Jakarta. --------------------------. 1996 – 2006. Indikator Industri Besar dan Sedang. BPS, Jakarta. --------------------------. 2002. Indikator Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga. BPS, Jakarta. --------------------------. 2006. KBLI 2005 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. BPS, Jakarta. Haniah. 2005. Analisis Efisiensi dan Produktivitas Usaha Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Batik di Kabupaten Pekalongan (Studi Kasus di Kecamatan Buaran) [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Kurniawan. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Ekonom, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Megayani, D. 2003. Profil Industri Tekstil dan Faktor Dominan yang Mempengaruhi Produksinya di Indonesia Tahun 2000 [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Nicholson, W. 1994. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar dan Pengembangannya. Edisi ke-3. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. ------------------. 2002. Microeconomi Intermediate dan Aplikasinya. Mahendra dan Aziz [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. ------------------. 2005. Microeconomic Theory. 9th Edition. Thomson, South-Western. Sanimah. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Semen di Indonesia Periode 1983-2003 [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
70
Siregar, Dr. Hermanto, F. D. Thamrin, Widyastutik, dan H. Muyati. 2007. Model Kemitraan Syariah dalam Mengembangkan Usaha Kecil Lidah Buaya (Aloe Vera L.) di Kabupaten Bogor [Laporan Penelitian Hibah Bersaing]. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sumadji, P, Y. Pratama, dan Rosita. 2006. Kamus Ekonomi Lengkap. Wipress, Jakarta. Rosyidi, Suherman. 2006. Pengantar Ekonomi Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Revisi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Todaro, Michael P. dan S. C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Edisi Kesembilan. Munandar dan Puji [penerjemah]. PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta. Widarjono. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasinya untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Ekonisia, Yogyakarta.
71
Lampiran 1
Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Kecil di Indonesia Tahun 1996 – 2006 (Juta Rupiah) Tahun
Nilai Output
Nilai Input
Nilai Tambah Bruto (NTB)
(1) 1996
(2) 13.766.418
(3) 8.352.937
(4) 5.413.481
1997
17.648.589
11.480.137
6.168.452
1998
21.530.760
14.607.338
6.923.422
1999
24.784.346
16.600.282
8.184.064
2000
28.726.191
20.878.679
7.847.512
2001
34.618.530
22.606.726
12.011.804
2002
41.774.262
27.912.111
13.862.151
2003
38.106.835
25.719.022
12.387.813
2004
48.809.190
30.920.389
17.888.801
2005
62.994.042
39.686.129
23.307.913
2006
74.771.044
47.756.754
27.014.290
Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Kerajinan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1996 – 2006 (Juta Rupiah) Tahun
Nilai Output
Nilai Input
Nilai Tambah Bruto (NTB)
(1) 1996
(2) 13.134.806
(3) 7.399.393
(4) 5.735.413
1997
17.877.540
10.668.974
7.208.566
1998
22.620.273
13.938.554
8.681.719
1999
26.297.084
15.413.130
10.883.954
2000
28.593.071
17.530.178
11.062.893
2001
32.472.835
17.679.325
14.793.510
2002
39.385.424
22.574.654
16.810.770
2003
48.093.232
26.967.028
21.126.204
2004
52.817.658
30.831.020
21.986.638
2005
58.197.886
33.995.055
24.202.831
2006
82.448.060
47.711.244
34.736.816
72
Lanjutan Lampiran 1
Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1996 – 2006 (Juta Rupiah) Tahun
Nilai Output
Nilai Input
Nilai Tambah Bruto (NTB)
(1) 1996
(2) 26.901.224
(3) 15.752.330
(4) 11.148.894
1997
35.526.129
22.149.111
13.377.017
1998
44.151.033
28.545.892
15.605.141
1999
51.081.430
32.013.412
19.068.018
2000
57.319.262
38.408.857
18.910.405
2001
67.091.365
40.286.051
26.805.314
2002
81.159.686
50.486.765
30.672.921
2003
86.200.067
52.686.050
33.514.017
2004
101.626.848
61.751.409
39.875.439
2005
121.191.928
73.681.184
47.510.744
2006
157.219.104
95.467.998
61.751.106
73
Lampiran 2
Data Nominal Faktor- faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1996 – 2006 Tahun
Q nom
X1
X2 nom
X3 nom
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1996
26.901.224
6.613.848
13.445.309
2.307.021
1997
35.526.129
5.958.023
19.350.062
2.799.050
1998
44.151.033
5.302.198
25.254.814
3.291.078
1999
51.081.430
6.119.412
29.339.817
2.673.595
2000
57.319.262
6.291.441
35.425.331
2.983.526
2001
67.091.365
6.110.058
39.428.451
857.600
2002
81.159.686
6.566.232
49.743.923
742.842
2003
86.200.067
6.363.565
47.729.066
4.956.984
2004
101.626.848
6.547.855
55.355.738
6.395.671
2005
121.191.928
6.112.980
66.434.386
7.246.798
2006
157.219.104
7.195.356
68.529.831
26.938.168
Keterangan: Q nom : Nilai nominal output (juta rupiah) X1
: Jumlah tenaga kerja (orang)
X2 nom : Nilai nominal bahan baku (juta rupiah) X3 nom : Nilai nominal bahan lainnya selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lain selain bahan baku) (juta rupiah)
74
Lampiran 3
Data Riil Faktor- faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1996 – 2006 Tahun
IHPB
Q riil
X2 riil
X3 riil
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1996
51
26.901.224
13.445.309
2.307.021
1997
63
35.526.129
19.350.062
2.799.050
1998
78
44.151.033
25.254.814
3.291.078
1999
96
51.081.430
29.339.817
2.673.595
2000
100
57.319.262
35.425.331
2.983.526
2001
112
67.091.365
39.428.451
857.600
2002
124
81.159.686
49.743.923
742.842
2003
130
86.200.067
47.729.066
4.956.984
2004
136
101.626.848
55.355.738
6.395.671
2005
158
121.191.928
66.434.386
7.246.798
2006
195
157.219.104
68.529.831
26.938.168
Keterangan: IHPB
: Indeks Harga Perdagangan Besar Tahun Dasar 2000 (2000 = 100)
Q riil
: Nilai riil output (juta rupiah)
X2 nom : Nilai riil bahan baku (juta rupiah) X3 nom : Nilai riil bahan lainnya selain bahan baku (bahan bakar, listrik, gas, air dan barang lain selain bahan baku) (juta rupiah)
75
Lampiran 4
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Fungsi Produksi Cobb Douglas dengan Metode OLS
Dependent Variabel: LOG(Q) Method: Least Squares Date: 09/05/08 Time: 20:03 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-7.227415
3.861750
-1.871539
0.1034
LOG(X1)
0.573691
0.234883
2.442458
0.0446
LOG(X2)
0.870699
0.127295
6.840000
0.0002
LOG(X3)
0.072651
0.020725
3.505404
0.0099
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likekihood Durbin-Watson stat
0.909173 0.870247 0.054589 0.020860 18.86473 2.081533
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
17.95767 0.151547 -2.702678 -2.557989 23.35647 0.000507
76
Lampiran 5
Uji Normalitas
5 Series: Residuals Sample 1996 2006 Observations 11
4
3
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.81e-15 0.007382 0.057299 -0.107840 0.045672 -1.031525 3.938156
Jarque-Bera Probability
2.354143 0.308180
1
0 -0.10
-0.05
-0.00
0.05
77
Lampiran 6 Uji Multikolinieritas 1. Correlation Matrix
LOG(X1) LOG(X2) LOG(X3)
LOG(X1)
LOG(X2)
LOG(X3)
1.000000 0.161692 0.194078
0.161692 1.000000 -0.195783
0.194078 -0.195783 1.000000
2. Regresi Auxilary Dependent Variabel: LOG(X1) Method: Least Squares Date: 09/05/08 Time: 21:51 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
13.39016
3.372985
3.969825
0.0041
LOG(X2)
0.112497
0.187436
0.600188
0.5650
LOG(X3)
0.020582
0.030336
0.678472
0.5166
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likekihood Durbin-Watson stat
0.079131 -0.151086 0.082169 0.054014 13.63188 1.726637
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
15.65170 0.076587 -1.933069 -1.824552 0.343725 0.719102
78
Lanjutan Lampiran 6
Dependent Variabel: LOG(X2) Method: Least Squares Date: 09/05/08 Time: 22:03 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
11.93997
9.860072
1.210942
0.2605
LOG(X1)
0.383016
0.638160
0.600188
0.5650
LOG(X3)
-0.038205
0.055956
-0.682769
0.5140
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likekihood Durbin-Watson stat
0.079768 -0.150291 0.151617 0.183902 6.893528 0.806452
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
17.36252 0.141366 -0.707914 -0.599397 0.346728 0.717117
Dependent Variabel: LOG(X3) Method: Least Squares Date: 09/05/08 Time: 22:09 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-1.372303
65.87551
-0.020832
0.9839
LOG(X1)
2.643542
3.896315
0.678472
0.5166
LOG(X2)
-1.441248
2.110888
-0.682769
0.5140
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likekihood Durbin-Watson stat
0.090655 -0.136681 0.931231 6.937525 -13.07310 0.930380
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
14.97995 0.873450 2.922381 3.030898 0.398772 0.683776
79
Lampiran 7
Uji Heteroskedastisitas
1. Metode Informal
15.80 15.76
LOG(X1)
15.72 15.68 15.64 15.60 15.56 15.52 15.48 .000
.002
.004
.006 RESID2
Keterangan: Resid2•: Residual Kuadrat
.008
.010
.012
80
Lanjutan Lampiran 7
17.6 17.5
LOG(X2)
17.4 17.3 17.2 17.1 17.0 .000
.002
.004
.006 RESID2
.008
.010
.012
81
Lanjutan Lampiran 7
16.5 16.0
LOG(X3)
15.5 15.0 14.5 14.0 13.5 13.0 .000
.002
.004
.006 RESID2
.008
.010
.012
82
Lanjutan Lampiran 7 1.
Metode Park
Dependent Variabel: LOG(RESID2) Method: Least Squares Date: 09/08/08 Time: 17:04 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-74.43305
175.7869
-0.423428
0.6847
LOG(X1)
-0.153429
10.69186
-0.014350
0.9890
LOG(X2)
3.841726
5.794481
0.662997
0.5286
LOG(X3)
0.160092
0.943422
0.169693
0.8701
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likekihood Durbin-Watson stat
2.
0.061288 -0.341017 2.484896 43.22294 -23.13494 1.458879
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-7.734285 2.145808 4.933626 5.078315 0.152342 0.924905
Metode Glejser
Dependent Variabel: LOG(ABSRES) Method: Least Squares Date: 09/08/08 Time: 17:10 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
13.63356
46.04099
0.296118
0.7757
LOG(X1)
0.736295
2.800345
0.262930
0.8002
LOG(X2)
-1.209608
1.517653
-0.797025
0.4516
LOG(X3)
-0.252832
0.247095
-1.023218
0.3403
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likekihood Durbin-Watson stat
0.164669 -0.193329 0.650828 2.965039 -8.397796 2.280072
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.368585 0.595780 2.254145 2.398834 0.459972 0.718917
83
Lanjutan Lampiran 7 3.
Metode White a. No cross terms
White Heteroskedasticity Test: F-statistic
0,370169
Prob. F(6,4)
0,866715
Obs*R-squared
3,927195
Prob. Chi-Square(6)
0,686528
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/05/08 Time: 22:23 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C LOG(X1) (LOG(X1))^2) LOG(X2) (LOG(X2))^2) LOG(X3)
-2.406505 -3.733214 0.120429 3.544566 -0.102163 0.082326
83.15686 10.48971 0.336300 2.529222 0.072943 0.104370
-0.028939 -0.355893 0.358099 1.401445 -1.400597 0.788790
0.9783 0.7399 0.7384 0.2337 0.2339 0.4744
(LOG(X3))^2)
-0.002841
0.003612
-0.786492
0.4756
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.357018 -0.607456 0.004322 7.47E-05 49.83899
Durbin-Watson stat
1.961779
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob.
0.001896 0.003409 -7.788908 -7.535702 0.370169 0.866715
84
Lanjutan Lampiran 7 b. Cross terms White Heteroskedasticity Test: F-statistic
0.426580
Prob. F(8,2)
0.841975
Obs*R-squared
6.935439
Prob. Chi-Square(8)
0.543614
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/05/08 Time: 22:36 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Colliniear test regressors dropped from spesification Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C LOG(X1) (LOG(X1))^2) (LOG(X1))* (LOG(X2)) (LOG(X1))* (LOG(X3)) (LOG(X2))^2) (LOG(X2))* (LOG(X3)) LOG(X3) (LOG(X3))^2)
50.87262 -5.088374 -0.064194 0.123451 0.324498 0.023923 -0.180207 -1.440096 -0.017373
93.97611 11.99453 0.421070 0.133743 0.223816 0.072364 0.138389 0.991315 0.011079
0.541336 -0.424225 -0.152455 0.923047 1.449843 0.330588 -1.302180 -1.452713 -1.568195
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.630494 -0.847528 0.004634 4.29E-05 52.88572
Durbin-Watson stat
1.912455
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.6425 0.7127 0.8928 0.4534 0.2842 0.7724 0.3226 0.2835 0.2574 0.001896 0.003409 -7.979223 -7.653672 0.426580 0.841975
85
Lampiran 8 Uji Autokorelasi 1. Metode Durbin Watson (DW) • •
• •
Nilai statistik hitung d (Durbin Watson) = 2,081533 Nilai d kritis pada α = 5% dengan n = 11 dan k = 3 adalah dL = 0,396 dU = 1,640 Nilai 4 - dL = 3,604 dan nilai 4 - dU = 2,36 Nilai statistik d hitung berada pada daerah dU ≤ d ≤ (4 – dU) maka tidak terdapat masalah autokorelasi positif/negatif dalam model.
2. Metode Breusch-Godfrey Serial Correlation Breusch-Godfrey Serial Correlation Test: F-statistic
0.087052
Prob. F(2,5)
0.777902
Obs*R-squared
0.157312
Prob. Chi-Square(2)
0.691643
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/05/08 Time: 23:24 Sample: 1996 2006 Included observations: 11 Presample missing value lagged residuals set to zero Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
-0.167752 0.013287 -0.003214 0.000999 -0.134023
4.180081 0.255876 0.136942 0.022482 0.454246
-0.040131 0.051928 -0.023471 0.044421 -0.295045
LOG(X1) LOG(X2) LOG(X3) RESID(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.014301 -0.642831 0.058540 0.020561 18.94395
Durbin-Watson stat
1.989448
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.9693 0.9603 0.9820 0.9660 0.7779 2.81E-15 0.045672 -2.535264 -2.354403 0.021763 0.998796