ANALISIS NARATIF KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM FILM LA TAHZAN
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.KOM.I)
Oleh:
SHIFA MAHARANI 1112051000082
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
i
ABSTRAK Analisis Naratif Komunikasi Antarbudaya dalam Film La Tahzan Oleh: Shifa Maharani Film adalah media komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan pesan sosial dan moral kepada khalayak. Media komunikasi visual ini, bertujuan untuk memberikan informasi, hiburan dan ilmu yang tentunya bermanfaat dan mendidik. Film La Tahzan merupakan film yang terinspirasi dari salah satu cerita pendek dalam buku “La Tahzan: for Student”. Cerita pendek yang diadaptasi menjadi sebuah film ini, dialami oleh pelajar Indonesia yang melakukan program belajar sambil arubaito (bekerja) selama berada di Jepang. Berdasarkan konteks di atas, maka muncul pertanyaan dalam penelitian. Berikut pertanyaannya adalah Bagaimana narasi pada alur cerita di awal, tengah dan akhir dalam film La Tahzan? Bagaimana unsur komunikasi antarbudaya pada tiap alur cerita di film La Tahzan? Bagaimana unsur adaptasi budaya pada tiap alur cerita di film La Tahzan? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis naratif model Tzvetan Todorov. Analisis naratif kerap digunakan untuk mengetahui ideologis sebuah karya dan menjadi landasan dalam menganalisis film, program televisi, novel, puisi, lagu dan drama. Analisis naratif melibatkan pemahaman yang sangat cermat pada tiap alur narasi dan teks dialog. Penelitian komunikasi antarbudaya memfokuskan perhatian pada bagaimana budaya-budaya yang berbeda ketika berinteraksi. Sehingga dapat diketahui mengenai proses komunikasinya. Peneliti mengidentifikasi penelitian ini, dengan membedah tipe adaptasi individu dan fase culture-shock yang terdapat dalam film La Tahzan. Teori yang digunakan peneliti adalah Adaptasi Budaya. Teori ini menjelaskan tentang adanya penyesuaian diri terhadap budaya yang berbeda. Dalam komunikasi antarbudaya, proses selalu berhubungan dengan adaptasi. Adaptasi budaya dilakukan agar partisipan dapat mengakomodasikan dirinya dalam menerima berbagai macam gaya komunikasi, keyakinan dan kepercayaan antarbudaya. Setelah penulis menganalisis komunikasi antarbudaya dalam film La Tahzan. Dapat disimpulkan bahwa film tersebut, mendeskripsikan tahapan proses adaptasi budaya yang dialami sang tokoh selama berada di Jepang. Sang tokoh harus mampu menghadapi gegar budaya (culture-shock). Film La Tahzan memvisualisasikan realitas kehidupan beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda agama dan budaya. Dengan seiringnya perjalanan sang tokoh pun mulai terbiasa dan dapat menyesuaikan diri dengan baik. Kata kunci: Analisis Naratif, Adaptasi Budaya, Komunikasi Antarbudaya, Alur Film, Teks Dialog.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Alhamdulillah segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan semesta alam yang selalu memberikan nikmat sehat, iman, rezeki dan sebagainya sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan. Shalawat serta salam yang senantiasa teriring kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan anugerah terindah yang dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dalam persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehubungan dengan telah terselesaikannya skripsi ini, peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan berbagai bantuan secara langsung maupun tidak langung, bimbingan serta dorongan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun peneliti. Dalam kesempatan ini dengan penuh rasa hormat, peneliti ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta keseluruhan jajarannya. 2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Drs. Masran, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
iii
3. Ibu Umi Musyaroffah, MA selaku Pembimbing Akademik yang telah senantiasa rela memberikan waktunya dan memberikan saran kepada peneliti. 4. Ibu Siti Nurbaya, M.Si selaku Dosen Pembimbing dari peneliti atas tuntunanya dalam membimbing dan berdiskusi dengan peneliti untuk proses penyelesaian skripsi. 5. Orangtua dan Keluarga besar peneliti yang selalu mendukung serta menyemangati dalam proses penyelesaian penelitian skripsi. 6. Bapak Jujur Prananto selaku penulis naskah dari film “La Tahzan” yang telah mengizinkan peneliti untuk meneliti film tersebut dan telah membagikan berbagai kumpulan informasi yang dibutuhkan. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membagikan berbagai ilmu dan pengetahuan kepada peneliti. 8. Sahabat seperjuangan dalam menggapai gelar sarjana,yaitu Iryanti Rachmaniar, Indah Novianti, Nina Nurlina, Dewi Mufarrikhah, Mely Ismi Ardhikusuma, Nicky Franida, Nurtriana Yuliani, seluruh sahabat KPI D, Savinnatun Naja, Nur Fajri Rahmawati, dan berbagai pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Jakarta, 14 Maret 2016
Shifa Maharani
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7 E. Metodologi Penelitian ................................................................ 8 F. Teknik Analisa Data ................................................................. 10 G. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 10 H. Sistematika Penulisan ............................................................... 12
BAB II
: TINJAUAN TEORITIS A. Hubungan Komunikasi Antarbudaya ....................................... 14 B. Adaptasi Budaya ...................................................................... 19 C. Kajian Narasi dalam Film ........................................................ 24 D. Analisis Naratif ........................................................................ 24 E. Film: Konsep dan Perkembangan ........................................... 30 F. Varian Agama dalam Film “La Tahzan” ................................ 36
BAB III
: GAMBARAN UMUM FILM “LA TAHZAN” A. Produksi Film “La Tahzan” ..................................................... 38 B. Sinopsis Film “La Tahzan” ...................................................... 41 C. Todorov dalam Kajian Narasi .................................................. 42
v
D. Profil Penulis Naskah Film “La Tahzan” ................................. 43 BAB IV
: TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Menurut Tzvetan Todorov dalam Film “La Tahzan”.. 46 1.Alur Awal Cerita pada Film “La Tahzan” ........................... 46 2.Alur Tengah Cerita pada Film “La Tahzan” ........................ 49 3.Alur Akhir Cerita pada Film “La Tahzan” ........................... 52 B.
Analisis
Unsur
Komunikasi
Antarbudaya
pada
Film
“La Tahzan” ........................................................................... 58 C. Analisis Unsur Adaptasi Budaya pada Film “La Tahzan” ..... 66 D. Interpretasi Penelitian .............................................................. 88 BAB V
: PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 98 B. Saran ......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 100 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 103
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Narasi Gambar 2.2 Alur Film Gambar 2.3 Skema Film Gambar 3.1 Poster Film La Tahzan Gambar 3.2 Tzvetan Todorov Gambar 3.3 Jujur Prananto Gambar 4.1 Viona mengembalikan cincin Gambar 4.2 Viona menelpon Yamada Gambar 4.3 Yamamoto melakukan “ojigi” Gambar 4.4 Kepala sekolah mengajarkan kebersihan Gambar 4.5 Viona meminta restu kedua orangtuanya Gambar 4.6 Melakukan proses imigrasi Gambar 4.7 Menyebrangi jalan Gambar 4.8 Membeli e-ticket MRT Gambar 4.9 Viona dan Aning mendengar kepala sekolah Gambar 4.10 Viona memperhatikan gurunya Gambar 4.11 Viona mengendarai sepeda Gambar 4.12 Viona ingin mencari alamat Hasan Gambar 4.13 Manager mewawancarai Viona Gambar 4.14 Hasan menjadi buruh di pabrik Gambar 4.16 Hasan ditelpon oleh temannya Gambar 4.17 Hasan menjadi buruh dipabrik jeruk Gambar 4.18 Hasan membersihkan ruangan Gambar 4.19 Teman Hasan memperingati Hasan Gambar 4.20 Yamada memberitahukan do’anya pada Viona Gambar 4.21 Yamada ditelepon oleh Viona Gambar 4.22 Yamada belajar Islam dengan imam Gambar 4.23 Yamada mempelajari sholat Gambar 4.24 Yamada mulai terlihat ragu Gambar 4.25 Yamada meminta maaf pada Viona
vii
Gambar 4.26 Viona meminta restu kedua orangtuanya Gambar 4.27 Viona mengingat perkataan ayahnya Gambar 4.28 Viona belanja sambil memikirkan uang Gambar 4.29 “Manager” memarahi Viona Gambar 4.30 Yamada menelpon Viona Gambar 4.31 Viona menanyakan alamat pada Yamada Gambar 4.32 Viona berterima kasih kepada Yamada Gambar 4.33 Yamada menggeser pintu kamar Viona Gambar 4.34 Yamada menghibur Viona Gambar 4.35 Viona menunggu Yamada berdo’a Gambar 4.36 Yamada dan Viona melakukan “omikuji” Gambar 4.37 Viona mempelajari tari tradisional Jepang Gambar 4.38 Viona belajar menghidangkan sushi Gambar 4.39 Viona mengobrol dengan Yamada Gambar 4.40 Ibunda Yamada menjamu Viona Gambar 4.41 Yamada mengajak Viona ke perkebunan jeruk Gambar 4.42 Viona mencicipi jeruk Gambar 4.43 Viona bercerita kepada Hasan Gambar 4.44 Hasan mencurahkan isi hatinya pada Viona
1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Suatu karya visual berbentuk seni film tidak hanya menampilkan “citra bergerak” (moving pictures), tetapi juga diikuti oleh berbagai muatan pesan dan tertentu yang ingin disampaikan. Alasan seseorang untuk menonton sebuah film adalah karena terdapat keinginan manusia untuk mencari suatu hiburan untuk meluangkan waktunya. Film menjadi salah satu sarana dalam penyampaian pesan yang divisualisasikan dalam alur cerita berupa adegan-adegan pada narasi. Dalam buku Komunikasi Antarmanusia, Devito mengatakan, “Isyarat mempunyai kebebasan makna (arbitrary); mereka tidak memiliki karakteristik atau sifat dari benda atau hal yang mereka gambarkan, suatu kata memiliki arti atau makna yang mereka gambarakan, karena kitalah yang secara bebas menentukan arti atau maknanya.”1 Film bisa disebut sebagai sinema atau gambar hidup yang mana diartikan sebagai karya seni, bentuk populer dari hiburan, juga produksi industri atau barang bisnis. Film sebagai karya seni lahir dari proses kreativitas yang menuntut kebebasan berkreativitas.2
1
Joseph A Devito, Komunikasi Antarmanusia (Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group, 2011), h.131 2 Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional Tinjauan dan Restropeksi (Jakarta: Panitia hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010, 2010), h.40
2
Pada saat ini, seni di bidang perfilman sudah berkembang pesat terutama di Indonesia dengan sajian yang beraneka ragam. Karena ini, peneliti ingin mengkaji suatu film melalui narasi dan dialog skenario pada film “La Tahzan”. Peneliti akan mengkaji tentang bagaimana realitas kehidupan beradaptasi dalam membangun kerukunan agar terciptanya penyesuaian diri yang baik dalam menjalin hubungan dengan orang lain yang berbeda budaya. Adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik.3 Adaptasi budaya dilakukan agar partisipan dapat mengakomodasikan dirinya dalam menerima berbagai macam gaya komunikasi, keyakinan dan kepercayaan dari orang yang berbeda kebudayaannya. Partisipan dalam komunikasi antarbudaya pasti berasal dari lingkungan asal masing-masing, baik lingkungan fisik maupun sosial.4 Film “La Tahzan” menceritakan seorang mahasiswi Indonesia yang mendarat di Jepang untuk menjalani program sekolah sambil “arubaito” bekerja di Jepang. Program ini, biasanya khusus dilakukan oleh pelajar asing yang datang ke Jepang tanpa adanya beasiswa melainkan dengan tanggungan biaya yang dikeluarkan sendiri. “Arubaito” adalah bentuk dari suatu kontrak pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan maupun berbagai toko yang berada di Jepang untuk merekrut pekerja. Gaji pekerja sebagai “arubaito” itu relatif lebih rendah dibandingkan dengan pekerja tetap dan jangka waktu untuk bekerja itu 3
Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi (Jakarta: LP3ES, 1998), h.83 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.91 4
3
dengan periode yang singkat. Cerita pada film ini mendeskripsikan tentang proses seseorang yang mengalami gegar budaya dan mencoba berjuang dalam beradaptasi di negara lain. Salah satu karya citra bergerak ini, memperlihatkan tentang budaya jepang yang sangat kental dengan disiplin mengenai waktu, serta persimpangan antara memilih agama, cinta dan masa depan. Pengemasan ceritanya pun begitu menarik, dengan alur cerita yang maju dan mundur serta pengisahan konflik demi konflik sebagai rintangan tokoh utama. Film ini juga menyentuh ranah komunikasi antar budaya. “La Tahzan” dibintangi oleh aktor dan aktris papan atas, diantaranya yaitu Ario Bayu, Joe Taslim dan Atiqah Hasiholan. Film yang disutradarai oleh Danial Rifki ini termasuk film yang terlaris dengan penonton terbanyak pada tahun 2013 yang berjumlah 235.718 orang penonton.5 Selain syuting di Indonesia, film ini juga mengambil latar syuting di Jepang. Lewat film tersebut, Joe Taslim berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik dalam ajang Indonesian Movie Awards (IMA) 2014.6 Masih dalam ajang yang sama IMA 2014, “La Tahzan” juga menjadi salah satu nominasi unggulan sebagai film terbaik. Selain itu dalam ajang Festival Film Bandung 2014, Atiqah Hasiholan
5
Http://www.slideshare.net/reizaalishariatiazhari/kinescope-magz-edisi-5. diakses pada tanggal 22 april 2016 pukul 17:45 WIB 6 https://www.youtube.com/watch?v=UEBbVuspGjg. diakses pada tanggal 22 april 2016 pukul 17:53 WIB
4
dan Joe Taslim masuk dalam nominasi sebagai Pemeran Utama Wanita Terpuji dan Pemeran Utama Pria Terpuji.7 Proyek “La Tahzan” berawal dari sang sutradara, yaitu Danial yang sedang berada di Jepang dalam rangka mengikuti sebuah workshop. Dari keberadaannya di negeri sakura tersebut, Danial mempunyai impian untuk membuat film yang berlatarkan di Jepang. Ketika berada di Jepang, Danial menemukan buku berisikan kumpulan berbagai cerita pendek yang dialami oleh para pelajar Indonesia. Buku tersebut berjudul “La Tahzan: for Student” bercerita tentang kehidupan mereka selama berada di Jepang. Akhirnya, Danial pun tertarik untuk melakukan riset lebih lanjut dan menggandeng sebuah perusahaan film produktif yang bernama Falcon Pictures untuk memproduksi dan mengadaptasi kisah tersebut menjadi sebuah film. Kisah dari cerita pendek yang dipilih untuk diadaptasikan menjadi film adalah cerita karangan Ellnovianty Nine berjudul “Pelajar Setengah TKI” yang dimuat dalam buku “La Tahzan: for Student”.8 Film ini berawal diberikan judul orenji yang berarti jeruk. Namun seiring proses penggarapan, film tersebut judulnya pun berubah menjadi “La Tahzan”. Dilihat dari mata penonton, agama dalam film “La Tahzan” dimaknai sebagai sebuah konstruksi suatu budaya, bukan konstruksi etika/filosofis ataupun ideologi. Dari latar belakang inilah peneliti tertarik untuk menganalisis narasi 7
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l008-13-318517_la-tahzan/award. diakses pada tanggal 22 april 2016 pukul 17:58 WIB 8 http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l008-13-318517_la-tahzan#.Vyx3YISLS00. diakses pada tanggal 22 april 2016 pukul 18:02 WIB
5
dalam sebuah film “La Tahzan”. Maka pada skripsi ini penulis memberi judul “ANALISIS NARASI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM FILM LA TAHZAN”. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Agar penulisan skripsi ini tidak meluas hingga keluar dari pembahasan dan lebih fokus, maka penulis memfokuskan penulisan berdasarkan pada analisis narasi dalam film “La Tahzan”. Penelitian ini akan dibatasi pada klasifikasi menurut Tvzetan Todorov yang mengkaji tentang makna realitas kehidupan beradaptasi dalam film “La Tahzan” pada tiap letak narasi adegan dan teks dialog yang memiliki keterkaitan dengan unsur komunikasi antarbudaya yang ditampilkan oleh alur cerita dalam film tersebut. “La Tahzan” mempunyai durasi selama 90 menit dan mengikuti model analisis Tzvetan Todorov, penelitian ini akan membaginya menjadi tiga alur. Alur pertama yaitu, alur awal yang berisikan tentang pendahuluan dalam pengenalan cerita pada menit awal hingga menuju menit ke-30. Alur kedua yaitu, alur tengah yang berisikan tentang perkembangan konflik pada menit ke-31 hingga menuju menit ke-60. Alur ketiga yaitu, alur akhir yang berisikan tentang penyelesaian masalah pada menit ke-61 hingga menuju menit ke-90.
6
2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini adalah: a. Bagaimana narasi pada alur cerita di awal, tengah dan akhir dalam film La Tahzan? b. Bagaimana unsur komunikasi antarbudaya pada tiap alur cerita di film La Tahzan? c. Bagaimana unsur adaptasi budaya pada tiap alur cerita di film La Tahzan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mendeskripsikan narasi pada alur cerita di awal, tengah dan akhir dalam film La Tahzan. b. Untuk mendeskripsikan unsur komunikasi antarbudaya yang terdapat pada tiap alur cerita di film La Tahzan. c. Untuk mendeskripsikan unsur adaptasi budaya pada tiap alur cerita di film La Tahzan.
7
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa sebuah film mempunyai kekuatan dalam menyampaikan suatu pesan dengan cara yang salah satunya melalui narasi. Selain itu, penelitian ini dapat memperkaya bidang studi ilmu komunikasi yang berkaitan dengan pembelajaran mengenai analisis narasi dengan model Tzvetan Todorov yang dilihat dari alur cerita awal, tengah dan akhir pada film tersebut serta sistem-sistem
dalam sebuah film. Selain itu,
penelitian ini diharapkan menjadi cerminan positif dan negatif dalam pemaknaan pada sebuah film, sehingga pembaca dapat menentukan mana yang bisa diikuti dan mana yang tidak patut diikuti kepada para penikmat film terutama pada mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. b. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan sebagai penggambaran komunikasi antarbudaya yang dianalisis dengan menggunakan model Tzvetan Todorov. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan masukan ataupun kontribusi bagi para teoritis, praktisi, pemikir komunikasi dan penyiaran islam untuk lebih memanfaatkan kemampuan agar menambah wawasan mengenai narasi pesan dalam sebuah film dan dapat menambah ilmu tentang cara penarasian film bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
8
3. Metodologi Penelitian a. Paradigma Penelitian Peneliti konstruktivis
menggunakan memahami
paradigma
realitas
konstruktivisme.
berdasarkan
pemahaman.
Paradigma Paradigma
konstruktivis berusaha memahami dan mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman subjek yang akan diteliti.9 Paradigma konstruktivisme dibangun atas dasar pemahaman dan pengetahuan dari manusia dengan tujuan untuk menjadi pembentuk suatu realitas sosial. Dalam paradigma tersebut, aspek etika, moral dan nilai-nilai tertentu dinilai tidak dapat dihilangkan dari suatu pemberitaan media. b. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis narasi yaitu studi tentang struktur pesan atau telah mengenai aneka fungsi bahasa (pragmatic). Analisis ini merupakan suatu metode analisis narasi pesan dalam suatu film yang sistematis dan menjadi petunjuk untuk mengamati dan menganalisis pesan-pesan tertentu yang disampaikan oleh komunikator. Metode ini berbeda dengan kuantitatif dengan metode yang melihat pada angka-angka, tetapi secara langsung kepada narasi dalam bentuk penjelasan kualitatif tentang
9
Maryaeni, Metode Penelitian Budaya (Jakarta: Bumi Akasara, 2005), cet. ke-1, h.7
9
fenomena yang dibahas. Selain itu, analisis narasi lebih menekankan kepada pertanyaan “Bagaimana” (how) dari suatu pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis narasi, dapat membantu penulis untuk mengetahui tentang isi film dan bagaimana pesan tersebut disampaikan lewat film “La Tahzan”. c. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah film “La Tahzan”, sedangkan objek penelitian ini adalah narasi dan dialog yang disertakan dengan screenshot dari adegan visual dalam film tersebut yang memiliki keterkaitan dengan komunikasi antarbudaya yang ingin disampaikan dalam film “La Tahzan”. D. Teknik Pengumpulan data 1. Dokumentasi Dokumentasi adalah penelitian yang mengumpulkan dan menggunakan catatan arsip berupa data yang diperoleh dari rekaman film “La Tahzan”. Rekaman tersebut dibagi menjadi per scene kemudian dipilih adegan mana yang mempunyai keterkaitan dengan rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian. Setelah itu, penelitian ini mempelajari data tertulis seperti buku yang terdapat diperpustakaan dan internet terkait dengan analisis naratif. 2. Wawancara Penulis akan mewawancarai secara langsung dengan narasumber, yaitu Jujur Prananto. Beliau merupakan Penulis Naskah dalam film “La Tahzan”.
10
Wawancara ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang penting dengan bentuk lebih spesifik dan memudahkan peneliti untuk menganalisis narasi komunikasi antarbudaya dalam film “La Tahzan”. E. Teknik Analisis Data Analisa data dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data-data yang terkait, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan model analisis yang digunakan oleh Tzvetan Todorov dengan membedah film tersebut menjadi tiga alur. Alur pertama yaitu, alur awal yang berisikan tentang pendahuluan dalam pengenalan cerita. Alur kedua yaitu, alur tengah yang berisikan tentang perkembangan konflik. Alur ketiga yaitu, alur akhir yang berisikan tentang penyelesaian masalah. Setelah itu, pengkajian pada film “La Tahzan” akan dikaitkan dengan komunikasi antarbudaya. F. Pedoman Penulisan Skripsi Penulisan dari hasil penelitian ini menyesuaikan dengan buku Pedoman Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) di Jakarta tahun 2007. G. Tinjauan Pustaka Pada penelitian ini peneliti juga menggunakan skripsi yang memiliki beberapa persamaan dengan penelitian ini. Adapun beberpa judul penelitian yang peneliti dapatkan adalah sebagai berikut:
11
Pertama “Respon Jamaah Majelis Ta‟lim Baitul Muttaqin Kebayoran Baru Jakarta Selatan terhadap Film La Tahzan” oleh Indra Saladin tahun 2013, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi karya Indra memiliki perbedaan dengan peneliti yaitu menggunakan metode pendekatan penelitian yang berbeda. Skripsi karya Indra menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif sedangkan peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Namun, skripsi tersebut memiliki persamaan yaitu objek penelitian pada film yang sama.10 Kedua “Analisis Narasi Film 99 Cahaya di Langit Eropa” oleh Atik Sukriati Rahmah tahun 2014, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi karya Atik memiliki perbedaan dengan peneliti yaitu objek penelitian pada film yang berbeda. Namun, skripsi tersebut memiliki persamaan yaitu metode analisisinya yang menggunakan analisis narasi.11 Ketiga “Karya Sastra sebagai Media Pertarungan Antar Budaya (Analisis Narasi Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor Karya Andrea Hirata)” oleh Miftakhul Aida tahun 2014, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi karya Miftakhul memiliki perbedaan dengan peneliti yaitu objek penelitiannya yang meneliti novel bukanlah film. Namun, skripsi
10
Indra Saladin, “Respon Jamaah Majelis Ta‟lim Baitul Muttaqin Kebayoran Baru Jakarta Selatan terhadapFilm La Tahzan” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2013) 11 Atik Sukriati Rahmah, “Analisis Narasi Film 99 Cahaya di Langit Eropa” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2014)
12
tersebut memiliki persamaan yaitu metode analisisinya yang menggunakan analisis narasi.12 Meskipun penelitian ini mendapat rujukan dari skripsi-skripsi di atas dan sama dalam meneliti tentang film. Namun, skripsi ini memiliki perbedaan dari skripsi-skripsi tersebut seperti yang sebelumnya juga telah saya jelaskan di atas. G. Sistematika Penulisan Agar penulisan ini skripsi ini lebih sistematis, maka penulisan skripsi ini disusun: Bab I
: Pendahuluan penulis akan menguraikan Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Teknik Analisa Data, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. BAB II
: Tinjauan teoritis yang membahas Hubungan Komunikasi
Antarbudaya, Kajian Narasi dalam Film, Analisis Naratif, Film: Konsep dan Perkembangan dan Varian Agama dalam Film “La Tahzan”. BAB III
: Gambaran umum film “La Tahzan” yang membahas
Produksi Film “La Tahzan”, Sinopsis Film “La Tahzan”, Todorov dalam Kajian Narasi dan Profil Penulis Naskah Film “La Tahzan”.
12
Miftakhul Aida, “Karya Sastra sebagai Media Pertarungan Antar Budaya (Analisis Narasi Tzvetan Todorov dalam Novel Edensor Karya Andrea Hirata)” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2014)
13
BAB IV
: Temuan dan Analisis Naratif yang di dalamnya dibahas
tentang data dan hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam penelitiannya dengan Analisis model Tzvetan Todorov yang kemudian dikaitkan dengan unsur komunikasi antarbudaya dan unsur adaptasi budaya yang terdapat pada film “La Tahzan”. BAB V
: Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran serta di
bagian terakhir memuat tentang Daftar Pustaka dan Lampiran.
14
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Hubungan Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda, antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, dan cara berperilaku kultural yang berbeda.13 Manusia mempunyai hubungan keterkaitan dengan agama dan budaya. Hal ini dapat kita lihat dari suatu keragaman. Keragaman yang digambarkan dengan penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan, suku dan bangsa serta manusia yang memiliki kepercayaan agama yang berbeda dijadikan sebagai interaksi yang baik, yang wujudnya untuk saling kenal-mengenal antarsesama manusia agar terjalinnya saling memahami antarbudaya masing-masing terutama mengenai agama. Keragaman agama, sebagaimana keragaman etnisitas suku dan bangsa, juga dipahami dalam satu perspektif kemanusiaan yang ingin hidup berdampingan dengan kekhasannya membangun kehidupan bersama.14 Sebagaimana firman Allah dalam Al-Hujurat (49:13) :
13
Josep A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, h.535 Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubugan Antaragama Berbasis Kultural (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), h.93-95 14
15
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Manusia dalam pandangan Islam merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang berkewajiban melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan sebagai pemeluk agama Islam kita wajib mengimani-Nya. Sedangkan dalam konteks budaya manusia merupakan hasil dari kebudayaan, karena hampir setiap tindakan manusia itu adalah produk kebudayaan. Kejiwaan atau budi yang dimiliki manusia menjadi motor atau penggerak bagi terciptanya hubungan bermakna dengan antarmanusia yang memiliki agama yang berbeda dan budaya yang berbeda juga.15 Sehingga dapat terciptanya kerukunan dan toleransi yang baik antarmanusia. Perwujudan beradaptasi yang baik dalam pergaulan dilakukan agar setiap manusia yang memiliki kepercayaan dan budaya sendiri dapat menampakan sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai. Hal ini merupakan tonggak usaha untuk menciptakan kemaslahatan umum serta kelancaran hubungan antarmanusia yang belainan agama dan budaya. Peneliti akan mengkaji peneltitian ini dengan melihat agama sebagai salah satu bagian dari kebudayaan. Berbeda dari batasan agama yang digunakan oleh
15
Rusmin Kholis Nurrochim, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h.23
16
ahli-ahli agama yang melihat agama sebagai perangkat ajaran yang berlaku mutlak datang dari Tuhan, dalam pembahasan ini agama dilihat sebagai bagian dari kebudayaan yang paling mendalam. Tujuan dari penggunaan batasan agama sebagai bagian dari kebudayaan semata-mata adalah untuk kepentingan penelitian agar lebih mudah dipahami dan dicermati. Andaikata agama dilihat terlepas dari kebudayaan, tentulah upaya untuk melihat kaitan dan fungsinya terhadap aspekaspek kehidupan masyarakat lainnya tidak bisa dilakukan.16 Dalam buku Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial terdapat interpretasi, yang dikembangkan dari antropologi agama Clifford Geertz, bahwa agama merupakan sistem budaya, yang dipengaruhi oleh berbagai proses perubahan sosial itu mampu mempengaruhi sistem budaya.17 Semua agama, termasuk Islam dipahami sebagai sistem budaya.18 Agama merupakan sistem budaya dan oleh karena itu berifat simbolik; sebagai model untuk realitas, agama pun tidak dapat dipenetrasikan secara eksperimental tetapi hanya secara interpretatif.19 Manusia tergantung pada simbol-simbol dan sistem simbol dengan ketergantungan yang besar bagi kelangsungan hidup kemakhlukannya.20 Agama digunakan oleh warga masyarakat sebagai pandangan hidup yang berfungsi menjelaskan keberadaan manusia di dunia, darimana ia berasal, dan ke mana ia akan pergi sesudah meninggal (Geertz 1973), dan agamalah satu-satunya bagian
16
Achmad Fedyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi (Perbedaan Faham dalam Agama Islam) (Jakarta: Rajawali, 1986), h.4 17 Bassam Tibi, Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999), h.1 18 Bassam Tibi, Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial, h.11 19 Bassam Tibi, Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial, h.14 20 Bassam Tibi, Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial, h.20
17
kebudayaan yang mampu menjelaskan arah dan tujuan hidup manusia. Itulah sebabnya agama dikatakan sebagai inti kebudayaan. Agama tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. Agama bersifat operasional dalam kehidupan sosial masyarakat dan sifat operasional inilah yang memberikan kemungkinan kepada kita untuk melakukan penelitian empirik yang menghasilkan data mengenai kelakuan sosial yang bersumberkan pada agama, dan perilaku ini terjalin erat dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat.21 Selanjutnya, berikut adalah ruang lingkup dari kebudayaan, yaitu: Penelitian
komunikasi
antarbudaya
memfokuskan
perhatian
pada
bagaimana budaya-budaya yang berbeda itu berinteraksi dengan proses komunikasi. Dalam buku Ilmu Sosial dan Budaya karangan dari Rusmin, kebudayaan merupakan idea berupa model-model pengetahuan yang dijadikan landasan atau acuan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat melakukan aktivitas sosial, menciptakan materi kebudayaan dalam unsur budaya universal. 22 Di dalam ruang lingkup kebudayaan terdapat unsur-unsur kebudayaan yaitu:23 a. Sistem kepercayaaan, nilai dan sikap (belief, value, attitude) Sistem kepercayaan merupakan norma dan prinsip-prinsip yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan dalam berhubungan dengan yang
21
Achmad Fedyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi (Perbedaan Faham dalam Agama Islam), h.5 22 Rusmin Kholis Nurrochim, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, h.25-28 23 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.26
18
ghaib.24 Kehidupan beragama merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat.25 Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan dan isi sikap. Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara konsisten. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya, lingkungan akan turut membentuk sikap untuk merespons perilaku.26 b. Pandangan dunia (world view) Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap halhal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalahmasalah filosofis lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk. Pendek kata, pandangan dunia kita membantu kita untuk mengetahui posisi dan tingkatan kita dalam alam semesta. Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya. Efeknya seringkali tak kentara dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh seperti pakaian, isyarat, dan perbendaharaan kata.27 c. Organisasi Sosial (social organization)
24
Bustanudin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.36 25 Yusron Razak dan Ervan Nurtawaban, Antropologi Agama (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.15 26 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.27 27 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.28
19
Keluarga
merupakan
lembaga
yang
paling
penting
dalam
mengembangkan perilaku dan sikap anak dalam memelihara budaya. Keluarga meskipun organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, namun
mempunyai
peranan terpenting dalam
mengembangkan
kehidupan anak sampai dewasa nantinya.28 Komunikasi antarbudaya akan terjadi melalui proses negosiasi yang melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas suatu tema dan melakukan pertukaran sistem simbol serta makna yang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi. Analogi ini digunakan dalam penelitian komunikasi antarbudaya yang diasumsikan dapat menjelaskan tujuan utama komunikasi antarbudaya.29 Tujuan utama komunikasi antarbudaya antara lain agar para peserta komunikasi dapat bersama-sama menggambarkan, menguraikan
dan
memprediksi
pesan-pesan
yang
berkaitan
dengan
perubahan/perbedaan kebudayaan pada tingkat dan arah tertentu pada suatu waktu atau rangkaian waktu dari beberapa kelompok kebudayaan.30 B. Adaptasi Budaya Adaptasi budaya terdiri dari dua kata, yaitu adaptasi dan budaya. Adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik.31 Sedangkan
28
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.29 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.82 30 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.82-83 31 Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi, h.83 29
20
budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.32 Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objekobjek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.33 Penyesuaian diri terhadap budaya dilakukan agar partisipan dapat mengakomodasikan dirinya dalam menerima berbagai macam gaya komunikasi, keyakinan dan kepercayaan dari orang yang berbeda kebudayaannya. Partisipan dalam komunikasi antarbudaya pasti berasal dari lingkungan asal masing-masing, baik lingkungan fisik maupun sosial.34 Dalam komunikasi antarbudaya proses selalu
berhubungan
dengan
adaptasi.35
Komunikasi
antarbudaya
selalu
menghadapi masalah kebudayaan sebagai perbedaan latar belakang para partisipan. Dengan menempatkan kedudukan partisipan dalam status dan derajat yang sama makin besar kemungkinan terjadi komunikasi yang interaktif antara partisipan komunikasi.36 Adaptasi dapat dilakukan oleh seseorang dengan berbagai cara. Robert K. Merton mengidentifikasikan lima tipe cara adaptasi individu terhadap situasi tertentu:37 a. Konformitas (Conformity)
32
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.25 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.18 34 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.91 35 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.92 36 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.87 37 Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 2001), h.123-124 33
21
Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Contoh, seorang siswa ingin mendapatkan gelar sarjana (tujuan yang ditetapkan masyarakat). Tujuan itu ia capai dengan memasuki perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta (cara yang tersedia dalam masyarakat). b. Inovasi (Innovation) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat. Akan tetapi ia memakai cara yang dilarang oleh masyarakat. Contoh, seorang siswa yang ingin mendapatkan nilai matematika bagus melakukan berbagai cara, seperti mencontek saat ujian. Nilai bagus merupakan tujuan yang ditentukan oleh masyarakat, sedangkan mencontek merupakan cara yang tidak dibenarkan oleh masyarakat. c. Ritualisme (Ritualism) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan budaya, tetapi tetap berpegang pada cara yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Contoh, seorang karyawan dari kalangan menengah ke bawah tidak ingin naik jabatan. Ia tidak mau berharap sebab takut gagal. Tujuan budaya yang sudah ada di masyarakat (mencapai kesuksesan) tidak dikejar oleh karyawan itu, tetapi cara mencapai tujuan budaya tetap ia lakukan, yaitu dengan bekerja (bekerja adalah
22
salah satu cara yang ditetapkan masyarakat untuk mencapai kesuksesan). d. Retreatisme (Retretism) Bentuk adaptasi ini, perilaku seseorang tidak mengikuti tujuan dan cara yang dikehendaki. Pola adaptasi ini menurut Merton dapat dilihat pada orang yang mengalami gangguan jiwa, gelandangan, pemabuk, dan pada pecandu obat bius. Orang-orang itu ada di dalam masyarakat, tetapi dianggap tidak menjadi bagian dari masyarakat. e. Pemberontakan (Rebellion) Pada bentuk adaptasi yang terakhir ini orang tidak lagi mengakui struktur sosial yang ada dan berupaya menciptakan struktur sosial yang baru. Tujuan budaya yang dianggap sebagai penghalang bagi tujuan yang didambakan. Demikian pula dengan cara yang ada untuk mencapai tujuan tersebut tidak diakui. Contoh, pada tahun 1998 demonstrasi mahasiswa dari seluruh Indonesia berhasil menurunkan Soeharto dan rezim Orde Reformasi. Dalam melakukan proses adaptasi budaya, umumnya seseorang akan mengalami Culture-Shock. Berikut adalah empat tingkatan fase dalam CultureShock:38
38
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.175-176
23
a. Fase Optimistic Fase ini berlangsung dari beberapa hari atau beberapa minggu hingga enam bulan. Fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru. b. Masalah Cultural Dalam fase ini masalah dalam lingkungan baru mulai berkembang. Masalah ini muncul karena adanya berbagai kesulitan seperti, kesulitan bahasa, kesulitan transportasi, kesulitan bekerja dan fakta bahwa orang pribumi tidak menghiraukan kesulitan tersebut. Oleh karenanya, akan timbul sifat agresif, permusuhan, mudah marah, frustasi dan mencari perlindungan dengan berkumpul bersama teman-teman setanah air. c. Fase Recovery Bila sudah berhasil memperoleh pengetahuan bahasa dan mengenal budaya barunya, maka ia secara bertahap membuka jalan kedalam lingkungan yang baru. Biasanya pada tahap ini pendatang bersikap positif terhadap lingkungan barunya. d. Fase Penyesuaian Pendatang mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya barunya (nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain). Kemampuan untuk hidup dalam dua budaya yang berbeda, biasanya
24
juga disertai dengan rasa puas dan menikmati tanpa merasa cemas, meskipun kadang-kadang akan mengalami ketegangan sosial. C. Kajian Narasi dalam Film Analisis naratif kerap digunakan untuk membongkar maksud ideologis sebuah karya. Analisis naratif adalah sebuah cara yang kuat dan bermanfaat untuk menjelajahi teks-teks media dan menemukan ideologi di balik struktur tersebut.39 Pada umumnya, teks-teks yang menjadi sasaran analisis naratif adalah film dan program televisi. Selain itu, analisis naratif masih menjadi landasan dalam bentukbentuk tradisional seperti novel, puisi, drama, lirik lagu, puisi dan cerita pendek. Analisis tersebut melibatkan pemahaman serta pembacaan yang sangat cermat pada setiap narasi dengan cara bertitik tolak terhadap teks dan mengarah pada sebuah dugaan mengenai teks tersebut.40 Melalui analisis naratif, dapat memudahkan dalam menemukan berbagai macam temuan pada suatu narasi. Setelah itu, dapat terangkai sebuah penyataan yang berkenaan dengan apa yang dimaksudkan untuk dibuktikan, atau ditemukan kekeliruannya. Melalui analisis film ini, peneliti akan mengkajinya dari narasi dan teks dialog film “La Tahzan”. D. Analisis Naratif Narasi berasal dari kata Latin narre yang artinya membuat tahu. Dengan begitu, narasi berhubungan dengan usaha untuk memberitahu sesuatu atau
39
Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies (Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya) (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2003), h.73 40 Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies (Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya), h.75
25
peristiwa.41 Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Jadi, narasi dapat dibatasi sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya tingkah laku yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu.42 Narasi berisikan tentang bagaimana cerita disampaikan melalui representasi dari teks. Teks dapat dikatakan narasi, apabila terdapat berbagai macam peristiwa. Narasi mempunyai alur yang didasarkan pada hubungan sebab dan akibat. Menurut Braston and Stafford, narasi terdiri dari atas empat model, yaitu:43 a. Narasi menurut Tzvetan Todorov, suatu cerita yang memiliki alur awal, tengah dan akhir. b. Narasi menurut Vladimir Propp, suatu cerita yang pasti memiliki karakter tokoh. c. Narasi menurut Levis Staruss, suatu cerita yang memiliki sifat-sifat yang berlawanan. d. Narasi menurut Joseph Campbell, hubungannya membahas narasi dengan mitos.
41
Erianto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h.1 42 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), h.136 43 Gill Braston and Roy Stafford, The Media Student's Book (London and New York: Routledge, 2003), h.56-57
26
Setelah pemaparan model-model analisis singkat di atas, peneliti dalam penelitian ini akan mengambil klasifikasi model analisis Tzvetan Todorov: 1.Model Analisis Naratif Todorov Menurut Todorov suatu narasi mempunyai struktur dari awal hingga akhir. Narasi dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh adanya kekuatan jahat.44 Analisis ini mungkin terdengar seperti klise bahwa cerita mempunyai alur awal, pertengahan dang akhir. Namun, keseimbangan menandai sebuah keadaan dalam sebuah cara-cara. Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan gangguan sehingga keseimbangan (ekuilibrium) tercipta kembali.45 Pembuat narasi secara sengaja memilih peristiwa, rangkaian peristiwa yang kronologis di ubah oleh pembuat narasi menjadi flashback dengan tujuan menciptakan ketegangan dan menarik perhatian.46 Selain itu narasi juga mempunyai struktur, jika digambar struktur narasi menurut Todorov adalah sebagai berikut:47
Ekuilibrium (Keseimbangan)
Gangguan (Kekacauan)
Ekuilibrium (Keseimbangan)
Gambar 2.1 Struktur Narasi
44
Erianto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, h.46 45 Gill Braston and Roy Stafford, The Media Student's Book, h.36 46 Erianto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, h.45 47 Erianto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, h.46
27
Narasi merupakan proses dan efek dari suatu cerita dipilih representasi waktu dalam teks.48 Narasi berisikan penjelasan tentang bagaimana cerita disampaikan, bagaimana materi dari suatu cerita dipilih dan disusun untuk mencapai efek tertentu kepada khalayak.49 Jika sebuah narasi dipotong-potong, maka narasi mempunyai beberapa bagian (sub) di mana masing-masing bagian saling terhubung. Dalam konteks ini, narasi bukan hanya memilih peristiwa yang dianggap penting tetapi juga menyusun peristiwa tersebut ke dalam babak atau tahapan tertentu. Peristiwa dilihat mempunyai tahapan awal hingga akhir dan tahapan tersebut merupakan cara dalam menghadirkan peristiwa kepada penonton atau pembaca. Tahapan yang melekat inilah untuk dipakai dalam melihat peristiwa. Karena peristiwa tidak dapat dilihat secara acak, tetapi tersusun lewat suatu tahapan tertentu melalui alur pada cerita.50 Berikut adalah pembagian alur cerita menurut Tzvetan Todorov: a. Alur Awal Alur awal ini merupakan tahap pendahuluan dalam suatu cerita. Bagian pendahuluan menyajikan perkenalan dari situasi dasar yang menjadi daya tarik penonton atau pembaca untuk mengikuti kelanjutan cerita selanjutnya. Setiap situasi dapat menghasilkan suatu perubahan yang dapat membawa akibat atau perkembangan lebih lanjut di masa depan. Ada situasi yang sederhana, tetapi ada juga 48
Tony Thwaites. dkk, Introducing Cultural and Media Studies (Yogyakarta: Jalansutra, 2009), h.174 49 Gill Braston and Roy Stafford, The Media Student's Book, h.38 50 Erianto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, h.45-46
28
situasi yang kompleks. Kesederhanaan atau kekompleksannya tergantung dari matra yang berbeda. Kompleks tidaknya situasi dapat diukur dari kaitan-kaitan antara satu faktor dengan faktor yang lain, dapat diukur dari jumlah faktornya, dan dapat pula diukur dari akibatakibat yang ditimbulkannya serta rangkaian-rangkaian kejadian selanjutnya.51 b. Alur Tengah Alur tengah ini merupakan tahap perkembangan dalam suatu cerita. Bagian perkembangan adalah bagian batang tubuh yang utama dari seluruh tindak-tanduk para tokoh. Bagian ini merupakan rangkaian dari tahap-tahap yang membentuk seluruh proses narasi. Bagian ini mencakup adegan-adegan yang berusaha meningkatkan ketegangan, atau menggawatkan komplikasi yang berkembang dari situasi asli.52 Bagian perkembangan menyajikan tahapan terjadinya konkretisasi dalam rangkaian ketegangan pada suatu cerita c. Alur Akhir Alur akhir ini merupakan tahap penyelesaian dalam suatu cerita. Akhir suatu cerita bukan hanya menjadi titik yang menjadi pertanda berakhirnya suatu tindakan. Lebih tepatnya jika dikatakan, bahwa akhir dari perbuatan merupakan titik di mana tenaga-tenaga atau
51 52
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, h.150-151 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, h.56
29
kekuatan-kekuatan yang diemban dalam situasi yang tercipta sejak semula membersit keluar dan menemukan pemecahannya. Nama teknis bagian akhir dari suatu narasi disebut juga peleraian atau denouement.53 Bagian penyelesaian menyajikan pemecahan dari suatu permasalahan dan penutup pada suatu cerita. Jadi dari pemaparan yang ada di atas, dapat disimpulkan bahwa ada bagian yang mengawali narasi, lalu ada bagian yang menjadi tahap perkembangan dari alur awal cerita dan yang terakhir ada bagian yang mengakhiri suatu narasi. Alurlah yang menandai waktu dari sebuah narasi tersebut dapat dimulai dan dapat diakhiri.54 Banyak pendapat dan kritikan mengenai pembagian waktu dalam sebuah cerita, tetapi kritikan tidak dapat meniadakan pembagian waktu tersebut. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan, “bahwa sebenarnya apa yang disebut sebagai penyelesaian itu sebenarnya tidak ada, karena akhir dari suatu kejadian atau peristiwa akan menjadi awal dari kejadian yang lain, atau akhir dari tragedi itu merupakan sebuah diskusi, yang pada gilirannya menjadi bagian pendahuluan dari kisah berikutnya.55 Secara skematis alur dapat digambarkan sebagai berikut:
Awal
Tengah
Gambar 2.2 Alur Film 53
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, h.155 Gill Braston and Roy Stafford, The Media Student's Book, h.36 55 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, h.146 54
Akhir
30
Melalui model analisis naratif, penelitian ini akan mengkaji narasi dialog melalui alur cerita pada film “La Tahzan”. Definisi menarik tentang narasi diungkapkan oleh Bragnigan, yakni narasi adalah cara untuk mengelola data spasial dan temporal menjadi penyebab dan memunculkan efek keterkaitannya sebuah peristiwa dari awal, tengah dan akhir cerita yang akan menimbulkan sifat dari cerita itu.56 Alasan penulis menggunakan analisis naratif
adalah untuk
mengetahui kajian yang lebih mendalam dengan keterkaitan komunikasi antarbudaya melalui narasi serta dialog pada film tersebut dan alur cerita yang diperkuat oleh dimensi visual berupa screenshot dalam adegan film tersebut secara ilmiah. E. Film: Konsep dan Perkembangan 1. Pengertian Film Pengertian film secara fisik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di Bioskop). Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film memperoleh arti seperti secara umum dipahami yaitu lakon (cerita) gambar hidup atau segala sesuatu yang berkaitan dengan gambar hidup.57 Film adalah media komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan suatu pesan sosial maupun moral kepada khalayak banyak dengan tujuan memberikan informasi, hiburan dan ilmu yang
56
Gill Braston and Roy Stafford, The Media Student's Book, h.33 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997) 57
31
tentunya bermanfaat dan mendidik ketika dilihat dan didengar oleh khalayak banyak. Film mempunyai seni tersendiri dalam memilih suatu peristiwa untuk dijadikan sebuah cerita.58 Seiring dengan berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang diproduksi dengan corak yang berbeda-beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan cerita, orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre. Berdasarkan cerita, film dapat dibedakan antara film Fiksi dan Non-Fiksi. Fiksi merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain film ini tidak didasarkan pada kejadian nyata. Kemudian film Non-Fiksi yang pembuatannya diilhami oleh suatu kejadian yang benar-benar terjadi
yang
kemudian
dimasukkan
unsur-unsur
sinematografis
dengan
penambahan efek-efek tertentu seperti efek suara, musik, cahaya, komputerisasi, skenario atau naskah yang memikat dan lain sebagainya untuk mendukung daya tarik film Non-Fiksi tersebut. Makna yang terkandung dalam sebuah film, dapat kita lihat dari sistem-sistem pembentuk film itu sendiri. Film form Interacts with Formal System
Non-Narrative Categorial Rhetorical Abstract Associational
Narrative
Stylistic System
Patterned and Significant use of Techniques Mise en Scene Cinematography Editing Sound
Gambar 2.3 Skema Film, sumber: (Thompson and Bordwell, 2006:118). 59 58
Pranajaya, Film dan masyarakat; Sebuah pengantar (Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992), h.6 59 Bordwell. David and Thompson Kristin, Film Art an Introduction, Fourth Edition (Yogyakarta: Jalansutra, 2009), h.118
32
Bagan di atas merupakan unsur-unsur pembentuk film yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sistem formal dan sistem gaya (stylistic). Sistem formal mencakup film dalam sistem naratif (cerita) dan nonnaratif (non-cerita). Film naratif merupakan kategori film yang memiliki rangkaian suatu sebab dan akibat yang terjadi dalam sewaktu-waktu. Kemudian, film non-naratif sebaliknya merupakan kategori film yang tidak memiliki susunan cerita tertentu, seperti film dokumentasi, film experimental dan sebagainya. Namun, peneliti tidak menggunakan unsur sistem non-naratif ini, karena film yang diteliti ini adalah masuk kategori naratif. Suatu fiilm, baik formal atau gaya biasanya memiliki cerita dramatik, yaitu memiliki masalah-masalah yang kuat dan menarik.60 Sistem gaya (stylistic) atau dapat disebut dengan unsur sinematis terdiri atas empat macam sistem sinematis pembangun film, yakni mise en Scene, Cinematography, Editing dan Sound. Mise en Scene merupakan segala hal yang terletak di depan kamera yang akan diambil gambarnya dalam sebuah produksi film. Mise en Scene mempunyai empat aspek utama yaitu: Latar (Setting), Kostum dan Tata Rias (Make-Up), Pencahayaan (Lighting) dan Pelakonan (Acting).61 2. Film sebagai Media Massa
60
Sumarno. Marseli, Dasar-Dasar Apresiasi Film (Jakarta: Gramedia Widisarana Indonesia, 2005), h.48-49 61 Sumarno. Marseli, Dasar-Dasar Apresiasi Film, h.121
33
Film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya tersebut ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis. Saat ini film tidak lagi dimaknai sebagai karya seni (film as art) saja, tetapi lebih sebagai “komunikasi massa”. Terjadinya pergeseran dari perspektif ini, paling tidak telah mengurangi bias normatif dari teoritisi film yang cenderung membuat lokalisasi dan karena itu film mulai diletakkan secara obyektif.62 Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, di mana kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.63 Sebagai salah satu karya seni visual, film tidak hanya menampilkan “citra bergerak” (moving pictures), tetapi juga menjadi sarana dalam bentuk penyampaian pesan kultural. Sebuah film telah disisipkan berbagai macam materi pesan kultural yang terkandung di dalamnya, kemudian divisualisasikan pada alur cerita berupa adegan-adegan dalam film. Namun, penonton pada umumnya terkadang kurang menyadari terkait makna yang terkandung dalam film tersebut. 3. Jenis dan Klasifikasi Film a. Jenis-Jenis Film
62
Budi. Irwanto, Film, Ideology: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia (Yogyakarta: Aksara, 2005), h.11 63 Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), h.12
34
Secara umum jenis-jenis dari suatu film dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan dengan cara bertuturnya, yakni naratif (cerita) seperti film fiksi dan non-naratif (non-cerita) seperti film dokumenter dan film eksperimental. Berikut adalah penjelasan dari jenis-jenis film tersebut, antara lain:64 1. Film Dokumenter adalah film dengan penyajian fakta berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang nyata. Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, politik (propaganda) dan sebagainya. 2. Film Fiksi adalah film yang menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata, terkait oleh plot dan memiliki konsep pengadegan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terkait hukum kausalitas. Cerita fiksi sering kali diangkat dari kejadian nyata dengan beberapa cuplikan dari rekaman gambar peristiwa aslinya (fiksi-dokumenter). 3. Film Eksperimental adalah film yang berstruktur tetapi tidak beralur. Film ini tidak bercerita tentang apapun (anti naratif) dan semua adegannya menentang logika sebab dan akibat (anti-rasionalitas). b. Klasifikasi Film Menurut Ekky Imanjaya dalam buku Who Not: Remaja Doyan Nonton klasifikasi film dibagi menjadi lima jenis klasifikasi. Berikut adalah penjelasan dari klasifikasi tersebut, yaitu: 64
Pratista. Himawan, Memahami Film (Jogjakarta: Homerian Pustaka, 2008), h.4-8
35
1. Komedi adalah film yang mendeskripsikan kelucuan, kekonyolan dan kebanyolan dari para pemain (aktor/aktris). Sehingga alur cerita dalam film tidak kaku, hambar, hampa serta ada bumbu kejenakaan yang dapat membuat penonton tidak bosan. 2. Drama adalah film yang mendeskripsikan realita (kenyataan) di sekeliling hidup manusia. Dalam film drama, alur ceritanya terkadang dapat membuat penonton dapat tersenyum, sedih dan meneteskan air mata. 3. Horor adalah film yang mendeskripsikan aroma mistis, alam ghaib dan spiritual. Alur ceritanya dapat membuat jantung yang menonton dapat berdegup kencang, merasa ketegangan dan berteriak histeris. 4. Musikal adalah film yang mendeskripsikan suasana yang penuh dengan nuasa musik. Alur ceritanya sama seperti drama, hanya saja di beberapa bagian adegan dalam film, pra pemain (aktor/atris) bernyanyi, berdansa dan bahkan beberapa dialog menggunakan musik seperti bernyanyi. 5. Laga adalah film yang mendeskripsikan sebuah aksi, perkelahian, tembak-menembak, kejar-kejaran dan adegan-adegan yang berbahaya yang mendebarkan. Alur ceritanya sederhana tetapi dapat menjadi luar biasa setelah dibumbui aksi-aksi yang membuat penonton tidak beranjak dari kursi.
36
Adapun film La Tahzan masuk pada kategori film drama, karena ceritanya mendeskripsikan realita tentang kehidupan seseorang. Film ini juga dibumbui oleh pesan agamis dan juga mengenai kultural. H. Varian Agama dalam Film “La Tahzan” 1. Islam Agama Islam mempunyai syariat (jalan) tertentu untuk mengatur kehidupan manusia. Jalan pengatur kehidupan itulah yang sering dinamakan Syariat Islam atau Hukum Islam. Segenap umat Islam dalam kehidupannya di dunia ini haruslah menyesuaikan diri dengan syariat Islam. Sumber utama dari syariat Islam atau hukum Islam adalah Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Al-Qur‟an merupakan sumber pokok terkuat dan sebagai pembantu pemahamannya adalah Sunnah Nabi.65 Agama Islam adalah agama Allah SWT yang mempunyai azas yang sama dengan agama-agama yang terdahulu, yaitu meng-Esakan Allah SWT, percaya pada hari akhir, percaya adanya Malaikat-malaikat, percaya adanya Nabinabi, percaya adanya Kitab-kitab suci yang dibawanya dan percaya tentang akan takdir Tuhan. Islam, menurut logatnya berarti damai dan tunduk. 2. Shinto Agama Shinto berisi dua anasir, yakni:66 menyembah alam (nature worship) dan menyembah roh nenek moyang (anchestor-worship). Menurut istilah Shinto, roh-roh itu disebut Kami. Diantara Kami yang disembah adalah benda alam atau kekuatan alam, misalnya matahari, bulan, petir dan kilat. Sungai, 65
Bakrie. Hasbullah, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Widjaya Jakarta, 1986), cet ke-1,
66
Bakrie. Hasbullah, Ilmu Perbandingan Agama, h.101
h.177
37
gunung, telaga dan pohon pun dianggap mempunyai roh atau Kami yang harus disembah. Kitab Kojiki (catatan kuno) yang berisi cerita kuno dan naluri kuno, itulah yang dianggap Kitab Suci. Agama Shinto memerintahkan cinta tanah air dan taat kepada Mikado (sebutan untuk kaisar Jepang).67 3. Kristen Yang dianggap sebagai pembangun atau nabinya agama nasrani ialah Isa Almasih atau sering disebut Yesus Kristus.68 Isi ajaran Isa Almasih jika diteliti dari ucapan-ucapannya dapat disimpulkan dalam dua hal yang paling pokok yaitu: pertama, bahwa ulama Yahudi hendaklah kembali kepada ajaran syariat Taurat yang sejati, jangan membuat-buat hukum baru seperti yang disebutkan dalam kitab Talmud. Kedua nabi harapan yang ditunggu beratus-ratus tahun, bukanlah beliau sendiri tetapi segera akan datang sesudah kedatangannya dan setelah beliau wafat.69 4. Budha Agama Budha didirikan oleh Sidharta Gautama (563-483 SM) putra Raja Suddodana dari Kerajaan Sakya. Walaupun masih muda, Sidharta tidak tertarik olleh kehidupan istana yang gemerlapan. Dia selalu mencari kesempatan untuk menyendiri ke luar kota bersama saisnya.70 Dia memutuskan , tidak akan menghentikan tafakurnya di bawah pohon itu hingga mendapatkan pencerahan. Maka dari itu, Sidharta diberi julukan Budha Gautama.71
67
Bakrie. Hasbullah, Ilmu Perbandingan Agama, h.101-103 Bakrie. Hasbullah, Ilmu Perbandingan Agama, h.130 69 Bakrie. Hasbullah, Ilmu Perbandingan Agama, h.131 70 Bakrie. Hasbullah, Ilmu Perbandingan Agama, h.61 71 Bakrie. Hasbullah, Ilmu Perbandingan Agama, h.64 68
38
BAB III GAMBARAN UMUM FILM “LA TAHZAN”
A. Produksi Film “La Tahzan” Film “La Tahzan” diproduksi oleh Production House bernama Falcon Pictures. Film ini garapan dari Danial Rifki selaku sutradara. Karya ini merupakan adaptasi dari berbagai kumpulan cerita-cerita pendek yang kemudian dijadikan menjadi sebuah buku berjudul “La Tahzan: for Students”. Salah satu cerita yang dipilih untuk adaptasi menjadi film adalah karangan Ellnovianty Nine dengan judul asli “Pelajar Setengah TKI”. Film ini mendeskripsikan tentang pelajar Indonesia yang mengambil kursus di Jepang sambil melakukan arubaito untuk menghidupi hidupnya sendiri. ““La Tahzan” itu gagasan pertama dari sutradaranya, judulnya pertama bukan “La Tahzan”. Lucu nih, ini film fenomena yang ajaib. Jadi, Danial Rifki pernah ikut workshop di Jepang trus dia punya impian bikin film di Jepang. Dia nemu buku judulnya “La Tahzan: for Student”. “La Tahzan: for Student” itu kumpulan cerita tentang...pelajar Indonesia yang ambil kursus di Jepang sambil kerja nah namanya arubaito. Arubaito itu...kalo engga salah...sekolahnya pagi trus sore part time di cafe atau apa restoran. Jadi, biaya hidupnya dari situ. Itu orang-orang yang mengalami itu mengumpulkan pengalamannya di buku namanya “La Tahzan: for Student”. Trus jadi, kita cuman ambil salah satu cerita aja dari kumpulan itu. Sebuah pengalaman salah satu yah itu yang kemudian kita kembangkan jadi itu.”72
72
Hasil Wawancara dengan Jujur Prananto
39
Ketika akan digarap menjadi sebuah film, judulnya pun berubah menjadi “La Tahzan: Jangan Bersedih”. “La Tahzan” dibintangi oleh aktor dan aktris papan atas, diantaranya yaitu Ario Bayu, JoeTaslim dan Atiqah Hasiholan. Film yang disutradarai oleh Danial Rifki ini ditonton oleh penonton yang berjumlah dua ratus ribu penonton pada tahun 2013. Film yang diproduseri oleh Hb Naveen dan Frederica memakan waktu yang sangat singkat sebagai proses pelaksanaan shooting. “La Tahzan” mengambil dua latar lokasi syuting, yaitu Jepang dan Indonesia. Film yang dibintangi oleh Joe Taslim, Atiqah Hasiholan dan Ario Bayu ini resmi dirilis pada 2 Agustus 2013. Film ini mempunyai modal awal sejumlah 1,5 M untuk produksi. Dalam film tersebut, Joe Taslim berperan sebagai Yamada, Atiqah Hasiholan sebagai Viona dan Ario Bayu sebagai Hasan. Original Soundtrack dalam film ini memakai empat buah lagu, yaitu Bidadari Surga oleh Alm. Ustadz Jefri Al Buchrori , Amanah Cinta oleh Alm. Ustadz Jefri Al Buchrori, I Love You oleh Ammir dan Jangan Bersedih (La Tahzan) oleh Merpati Band. Film “La Tahzan” mengangkat cerita drama yang ditambai oleh bumbubumbu tentang keagamaan dan kebudayaan yang menghiasinya. Dimulai dari tentang bagaimana salah satu pemerannya, yaitu Viona dalam beradaptasi dengan budaya Jepang dan melakukan toleransi beragama dengan seseorang yang mempunyai agama yang berbeda dengannya. “Trus ada adegan bagus, cuma akhirnya engga jadi dibikin itu susah nyari tempat sholat. Karena, jadwalnya waktu itu aduh shooting-nya mepet banget. Akhirnya adegan itu, terpaksa dikorbankan. Orang si Ario Bayu, ngangkatngangkat kabel, dia kan orangnya cuek gitu. Itu aslinya engga ada dialognya. Beda bangetlah pokoknya, tapi terinspirasi dari situ...menceritakan arubaito. Jadi, ini soal pemasaran...Sebetulnya judulnya tuh seluruh cerita mengarah ke judul orange, semua tentang bahwa jangan terpikat oleh warna yang indah,
40
dalamnya manis, bisa juga kecut. Pokoknya kulit itu tidak menjamin isi, yah itu semuanya itu orenji. Akhirnya karena, dia ada legitimasi bahwa kan judulnya aslinya La Tahzan for Student, kita boleh dong ambil judul La Tahzan-nya gitu, supaya judul yang islami ini dengan musik-musik yang menarik di lebaran. Itu strategi masarnya, gila juga ini orang, trus saya pas nonton, nonton yang pasa ada musiknya rada merinding juga musiknya uje itu, wah gokil ini udah. yang top top selalu bertahan berminggu-minggu tuh. Itu hampir sejutaan penonton, kita cuman dua ratus berapa itu...Cuman artinya, dengan modal awal yang satu setengah M yah filmnya, yah dapet lumayanlah. Artinya, saya senengnya jadi tontonan yang utuh dan selesai.”73
Dalam proses penyelesaian produksi terdapat hambatan yang terjadi. Hambatan dalam produksi terletak pada co-producer film tersebut yang banyak mengumbar janji dan alhasil dana produksi tidak dapat mencukupi. Ketika menjalani proses shooting pun co-producer
tersebut lebih memilih untuk
memanjakan dirinya dengan shooping. Selain itu, salah satu adegan pun tidak dapat divisualisasikan dalam film karena waktu yang sangat tipis sekali sehingga adegan tersebut dikorbankan. “Co-producer ini rada nakal. Dia publisher-lah, nakalnya itu dia banyak umbar janji...janjinya macem-macemlah, the point adalah bahwa sampe sana kita kurang dana dan si producer yang si ngember ini itu sampe kadang-kadang minta duti ke crew, dibalik bukannya ngasih duit. karena terlanjur undur-undur masuklah fix season winter, semua tarif naik kan hotel dua kali lipat, makanan, semua dua kali musti dipepet-pepet. Itu hambatan yang co-Producer yang kaco itu...merugikan banyak sekali, ada sampai adegan yang engga ada itu adegan yang sholat. Aslinya itu unik kan dan itu ada dibukunya, jadi kaget gitu kan baru sekali ini orang ngeliat sholat kan dimojok engga ada. Sampai bahkan tempat kerjanya si cewenya itu, shooting nya kan di blok m. Kru udah siap, karena kan waktu sempit banget kan udah dari pagi, tau-taunya si yang Producer yang satu ini malah engga dateng-dateng, ternyata dateng-dateng bawa belanjaan, shoooping dulu siap-siap kaya gitu-gitu. Itu sampe diadili menjelang pulang kaya dikudeta gitu.”74
73 74
Hasil Wawancara dengan Jujur Prananto Hasil Wawancara dengan Jujur Prananto
41
B. Sinopsis Film “La Tahzan”
Gambar 3.1 Poster Film “La Tahzan” Cerita ini berawal pada Viona yang pergi ke Negeri Matahari Terbit, Jepang untuk melakukan program sekolah sambil “arubaito” yang artinya belajar sambil bekerja. Viona pun mencoba beradaptasi dengan lingkungan, budaya dan mulai aktif dalam pelaksanaan mata kuliah di negeri sakura tersebut. Saat malam hari Viona pun teringat dengan pesan ibunda Hasan agar Viona bertemu dengan Hasan. Keesokannya, Viona dipanggil oleh kepala sekolah karena ia berhasil direkrut oleh salah satu restauran di dekat sekolahnya. Ia yang didampingi kepala sekolah pun langsung menemui manager yang menaungi restauran tersebut untuk wawancara. Setelah proses wawancara, Viona pun berhasil diterima bekerja dan mulai aktif bekerja keesokannya.
42
Ketika dalam perjalanan untuk bekerja, Viona yang sedang menaiki sepeda terjatuh. Yamada pun menolongnya dan ketika menatap Viona. Yamada menyadari bahwa Viona adalah orang Indonesia dan langsung jatuh hati kepadanya. Yamada adalah seorang photographer freelance. Sesampainya di restauran, Viona pun dimarahi oleh sang manager. Manager tersebut kecewa karena Viona tidak dapat menghargai waktu. Hari demi hari Viona pun mulai terbiasa dengan kehadiran Yamada. Viona pun meminta bantuan kepada Yamada untuk mencari keberadaan temannya, yaitu Hasan. Hasan memutuskan pergi ke Jepang tanpa memberi alasannya yang jelas. Kemudian Yamada pun melamarnya dan Viona menerimanya. Karena Yamada menganut agama Shinto, Yamada pun bersedia menjadi seorang Muallaf. C. Todorov dalam Kajian Narasi Tzvetan Todorov, lahir 1 Maret 1939 di Sofia Bulgaria. Ia merupakan seorang filsuf dan kritikus budaya. Dia tinggal di Perancis sejak 1963 bersama dengan istrinya Nancy Huston dan dua orang anak hasil dari buah pernikahan mereka. Ia menulis buku dan esai tentang teori sastra, berpikir sejarah dan budaya teori.75
Gambar 3.2 Tzvetan Todorov 75
Tzvetan. Todorov, Tata Sastra (Jakarta: IKAPI, 1985)
43
Dua karya utama hasil dari Todorov pada semiotika adalah Teori Simbol dan Interpretasi. Teorinya mendefinisikan hubungan antara sejarah, wacana dan ucapan serta mengusulkan definisi simbolisme bahasa yang didasarkan pada pembedaan. Ia membuat antara tanda dan simbol yang didasarkan pada makna langsung teks dan konten langsung masing-masing. D. Profil Penulis Naskah Film “La Tahzan” 1. Jujur Prananto
Gambar 3.3 Jujur Prananto Jujur adalah salah satu alumnus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tahun 1984. Ia mulai menulis berbagai cerita pendek saat dia menginjak bangku perkuliahan. Ia adalah salah satu penulis naskah terbaik di Indonesia. Sebelum menjadi penulis naskah, ia sebelumnya pernah magang di art departement. Ketika menjalani proses magang, beliau pernah menjadi clapper, pencatat skrip kemudian asisten sutradara. “Saya memasuki lewat jalur formal yah jalur pendidikan, yaitu setelah lulus SMA saya masuk IKJ waktu itu namanya LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) jurusan film. saya masuk IKJ tahun ‟79... lulus... „84 lima tahun agak kelamaan. Saya kerja magang di art departement, jadi clapper gitu.
44
Trus sekian kali jadi clapper, pencatat skrip trus jadi asisten sutradara. Akhirnya saya mulai nulis baru satu film dibikin, tahun „90 film collapse, selama 10 tahun. Pada saat itulah, mulai muncul TV Swasta, RCTI berdiri disusul SCTV, Indosiar.” 76
Beberapa cerita pendek, hasil karyanya kemudian dikembangkan menjadi berbagai skenario film televisi dan juga layar lebar, diantaranya yaitu Parmin yang sukses memenangkan penghargaan “Best Teleplay” pada ajang Festival Sinetron Indonesia 1994. Hampir setiap edisi Kompas yang terbit selalu ada karya-karyanya yang terlihat pada Kumpulan Cerpen Terbaik di Kompas. Setelah mendapatkan penghargaan “Best Teleplay” beliau pun disambut oleh para produser. “Waktu itu awalnya rada gampang masuk di TV tuh karena pas masa galau film engga ada, TV cuma TVRI kan trus muncul RCTI itu saya sempet nulis FTV pertamanya RCTI itu dibikin oleh mereka sendiri judulnya “Abu Yatim”, itu cuman karena cuma sekali yah lewat. Nah sementara itu saya, waktu itu TVRI suka bikin pekan-pekan film gitu. Nah saya suka ngirimin naskah-naskah saya gitu engga pernah diterima. Salah satunya dari cerpen saya, saya kembangin judulnya “Parmin” itu dari cerpen, saya adaptasi jadi skenario. Saya tawartawar dengan TVRI engga pernah jadi, sampai mulai ada kehidupan film televisi ada produser sebetulnya dia rental alat yah, cuma dia pengen bikin film gitu film TV. Kenal sama temen saya sutradara satu angkatan, temen saya inget saya punya naskah yang engga laku-laku ini. “Naskah lu udah laku belum?” dijawab “belum” dibalas “ambil yah” dijawab “ambil aja”. Akhirnya dibeli ama dia, dibayar eh di Festival Sinetron Indonesia waktu itu kan FFI engga ada, adanya Festival Sinetron Indonesia tahun kalo engga salah tahun „93 kalo engga salah itu menang. Filmnya menang, skenario menang, FTV menang, menang semuanyalah gitu. Begitu turun dari panggung, saya langsung disambut sama Punjabi‟s Brothers”.77
Perjalanan ia untuk bertahan di dunia perfilman sangatlah panjang. Pada tahun 1990 perfilman Indonesia mengalami kemunduran dan terjadi selama
76 77
Hasil wawancara dengan Jujur Prananto Hasil wawancara dengan Jujur Prananto
45
sepuluh tahun. Kemudian saat memasuki tahun 1998 perfilman Indonesia mulai beranjak bangkit kembali. Setelah mendapatkan penghargaan, jalannya ia pun dipermudah dalam dunia perfilman. “Saya kembali keinginan saya untuk nulis. Akhirnya saya mulai nulis baru satu film dibikin, tahun „90 film collapse, selama 10 tahun. Rada gampang karena prestasi itu tadi. Cuma yang memang masa galaunya rada panjang juga. Film itu bangkrut coba, yang ada cuman film esek-esek itu aja kan yang hidup. Hidup antara tahun „90 sampai 2000 itu cuman film Garin sama film esek-esek. Baru “Kuldesak“ tahun „98 “Petualangan Sherina” tahun „99 nah “AADC” 2000.”
Selain itu, lewat film
Doa yang Mengancam beliau berhasil juga
memenangkan penghargaan Penulis Skenario Terpuji pada ajang Festival Film Bandung 2008.78 Debut pertamanya, yaitu saat menggarap menjadi penulis naskah film Ada Apa Dengan Cinta ia memenangkan penghargaan sebagai Penulis Skenario Terpuji dalam Festival Film Bandung 2002 dan Festival Film Indonesia 2004. Karya selanjutnya, film Rumah di Seribu Ombak hasil garapan ceritanya juga memenangkan penghargaan sebagai Penulis Skenario Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2012.79
78
http://www.indonesianfilmcenter.com/cc/jujur-prananto.html. diakses pada tanggal 22 april 2016 pukul 18:10 WIB 79 http://www.indonesianfilmcenter.com/cc/jujur-prananto.html. diakses pada tanggal 22 april 2016 pukul 18:13 WIB
46
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Analisis Menurut Tzvetan Todorov dalam Film “La Tahzan” Dalam bab ini, peneliti akan melakukan mendeskripsikan hasil temuan yang terdapat dalam film “La Tahzan”. Peneliti akan menguraikan alur cerita dengan model analisis Tzvetan Todorov. Film ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu alur awal, alur tengah dan alur akhir cerita. Setelah itu, peneliti akan memaparkan narasi yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya dengan menggunakan unsur-unsur komunikasi antarbudaya dan teori adaptasi budaya. 1. Alur Awal Cerita pada Film “La Tahzan” Alur awal adalah tahap pendahuluan awal mulanya pengenalan dari suatu cerita mulai terlihat. Bagian pendahuluan menyajikan perkenalan dari situasi dasar yang menjadi daya tarik penonton atau pembaca untuk mengikuti kelanjutan cerita selanjutnya. Setiap situasi dapat menghasilkan suatu perubahan yang dapat membawa akibat atau perkembangan lebih lanjut di masa depan.80 Berikut, penjelasan dari alur awal sebagai tahap pendahuluan dari film “La Tahzan”. Layar pembuka film ini dibuka dengan pengertian QS. At Taubah: 40, yaitu “Janganlah bersedih, Sesungguhnya Allah bersama kita”. Kisahnya berawal
80
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, h.150-151
47
dari Viona (Atiqah Hasiholan) yang sedang mengikuti kursus bahasa Jepang di suatu kelas bersama teman-temannya sambil dibimbing oleh satu orang guru. Kemudian beralih tempat ke latar restauran Jepang, di sana Viona makan bersama Hasan (Ario Bayu). Ketika Viona hendak melakukan suapan pertamanya, Hasan memberitahunya agar jangan makan dulu. Rupanya Hasan, memberikan kado untuk Viona. Setelah Viona menerima kado, Viona pergi ke kamar mandi. Ketika Viona ingin masuk ternyata ada wanita yang keluar dari kamar mandi (Cameo). Wanita tersebut pun kaget, dan mengucapkan maaf kepada Viona. Viona pun membalasnya dengan senyuman. Kemudian saat hendak mencuci tangan, Viona menemukan sebuah cincin di wastafel. Viona pun langsung keluar mandi dan menghampiri wanita yang keluar dari kamar mandi sebelum ia masuk. Karena, sebelumnya wanita tersebut berbicara dengan bahasa Jepang, Viona pun berkomunikasi dengannya dengan menggunakan bahasa jepang. Kemudian tibalah hari di mana Hasan mendadak pergi ke Jepang tanpa memberi alasan yang jelas. Beberapa bulan pun berlalu semenjak kepergian Hasan. Di saat Viona mengikuti kelas, gurunya menjelaskan tentang sekolah sambil arubaito (bekerja) di Jepang dan ia pun tertarik untuk mengikutinya. Setiba Viona dan teman-temannya di Jepang, ia pun menuju kotak telepon umum terdekat untuk menghubungi kepala sekolah dan memberitahukan informasi jika ia bersama teman-temannya sudah sampai di negeri sakura tersebut. Sebelum berada di kelas, saat masih di perjalanan menuju sekolah bersama anakanak didiknya yang baru. Kepala sekolah menyetir sambil bernyanyi riang lagu Jepang. Ini juga merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh
48
kepala sekolah kepada mereka agar mereka senang dan dapat beradaptasi dengan dirinya dan lingkungan baru mereka. Setelah mengantar Viona dan Aning, Yamamoto pun kemudian menjelaskan tentang tata cara penggunaan fungsi alat-alat yang berada di dapur. Sehingga dapat memudahkan mereka saat melakukan kegiatannya selama seharihari.
Di dalam kelas, kepala sekolah dengan senang memberikan sambutan
kepada para murid-muridnya yang baru tiba di Jepang. Murid-murid tersebut diberikan semangat oleh kepala sekolah agar dapat terbiasa dan sungguh-sungguh dalam menjalani program belajar sambil arubaito. Kegiatan Viona dengan temantemannya pun mulai aktif di dalam. Pada hari itu, Viona mempelajari tentang bahasa Jepang. Pelajaran pertama, yang harus ia pelajari adalah mengenali berbagai macam bentuk kosa-kata. Ketika di rumah, Viona teringat akan pesan Ibunda Hasan yang meminta dirinya untuk melihat keadaan Hasan. Pada adegan selanjutnya, terlihat Viona sedang menaiki sepeda dan menyebrangi rel kereta api. Budaya di Jepang dalam hal transportasi, mayoritas penduduk menggunakan kereta api, bus dan juga sepeda dan jarang sekali untuk menggunakan mobil semacam taxi. Sebagian orang yang menggunakan sepeda adalah dengan alasan untuk belajar hidup sehat dan juga hemat biaya. Hari demi hari Viona belum juga mendapatkan pekerjaan. Ia pun teringat bahwa uang yang diberikan oleh kedua orangtuanya pun mulai menipis. Hal ini mewajibkan dirinya untuk lebih belajar hemat. Pagi harinya, Viona pun berniat mencari alamat tempat tinggal Hasan, untuk melihat
49
keberadaannya. Ketika ingin menaiki sepeda, Yamamoto pun berteriak menghampirinya dan membawa kabar gembira untuknya. Mendengar hal tersebut, Viona pun mengikuti instruksi Yamamoto untuk ke tempat di mana ia dipanggil bekerja tersebut untuk melakukan sesi wawancara. Adegan ini merupakan batasan narasi dari alur cerita di awal film “La Tahzan”. Berikutnya adalah kelanjutan dari analisis komunikasi antarbudaya dalam alur tengah film “La Tahzan”. 2. Alur Tengah Cerita pada Film “La Tahzan” Alur tengah adalah tahap perkembangan dari suatu cerita. Bagian perkembangan adalah bagian batang tubuh yang utama dari seluruh tindak-tanduk para tokoh. Bagian ini merupakan rangkaian dari tahap-tahap yang membentuk seluruh proses narasi.81 Tahap ini adalah pintu masuk dimulainya konflik terjadi. Berikut, penjelasan dari alur tengah sebagai tahap perkembangan dari film “La Tahzan”. Pada saat Viona ingin berangkat bekerja, nampak sekali di adegan tersebut Viona masih dalam keadaan terkantuk di pagi hari itu. Ketika ia mengendarai sepeda, tiba-tiba ia pun tidak dapat mengendalikannya karena ia tidak menyadari ada orang yang sedang menyebrangi jalan sambil membawa koper. Pada akhirnya pun Viona terjatuh, dan ia pun ditolong oleh Yamada. Sesampainya di restoran tempat Viona bekerja, ia langsung disambut oleh teriakan manager. Terlihat sekali bahwa manager tersebut kecewa sekali karena Viona tidak datang tepat waktu. Setelah Yamada mendengar Viona bekerja di restoran shijo, ia pun
81
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, h.56
50
menemui Viona dan memberikan kartu namanya. Pada malam harinya, Viona berteman dengan Yamada di facebook lalu ia pun mendapatkan telepon dari Yamada. Yamada menelepon Viona dengan menggunakan bahasa Indonesia, Viona pun bingung kenapa Yamada dapat berbahasa Indonesia. Di saat tengah pembicaraan, tiba-tiba Aning menhampiri kamar Viona dan bertanya padanya mengenai baju yang Aning kenakan. Viona pun berkata oke kepada Aning. Mendengar hal tersebut, Yamada senang sekali. Viona merasa agak terpaksa memenuhi ajakan Yamada. Karena, oke yang dikatakan oleh Viona adalah jawaban untuk pertanyaan Aning bukan untuk menerima ajakan Yamada. Akhirnya pada hari senin siang pun Viona menepati janjinya untuk bertemu dengan Yamada. Ketika Yamada dan Viona bertemu dan bercakap banyak tentang hal mereka. Yamada pun bertanya kepada Viona, mau jalan-jalan kemana. Viona pun bertanya mengenai alamat tempat tinggal Hasan. Pada adegan selanjutnya, Yamada pun mengantar Viona ke alamat Hasan tersebut. Namun, ternyata ia tidak tinggal di sana lagi dan lebih pahitnya lagi Viona mengetahui bahwa Hasan telah menjadi pekerja ilegal di Jepang karena permasalahan visa. Esoknya Yamada pun mengantar Viona ke berbagai tempat yang Hasan posting foto di facebook. Kemudian, ia bertanya ke rumah terdekat dari tempat tersebut dan menanyakan tentang Hasan. Salah satu pemilik rumah tersebut, mengaku mengenal Hasan karena ia dulu pernah menjadi cleaning service di rumahnya. Kemudian ia pun memberikan kartu nama Hasan kepada Yamada dan Viona pun meminta tolong ke Yamada untuk menelpon Hasan.
51
Setelah mengatur janji, mereka pun bertemu di dotombori. Namun setelah melihat Viona, Hasan pun pergi menjauhinya dan Yamada. Sayangnya Viona dan Yamada pun tidak berhasil mengejar Hasan. Esok paginya, Aning pun membangunkan Viona karena ia tidak bangun shubuh. Namun, ternyata Viona menderita demam. Setelah memberi Viona obat, Aning pun bersiap-siap untuk pergi. Ketika ingin keluar, Yamada pun datang dan Aning pun meminta tolong kepada Yamada agar dapat menjaga Viona yang sedang terserang penyakit. Yamada pun menerima permintaan tolong dari Aning tersebut. Akhirnya Aning pun pergi dan meninggalkan Yamada. Yamada pun memanggil Viona dan menggeser pintu kamarnya. Menyadari akan hal itu, Viona pun menyuruh Yamada agar keluar dari kamarnya. Yamada pun memasak makanan untuk Viona. Makanan yang ia buat adalah jenis sup, agar Viona lebih berselera dan dimakannya agar terasa segar oleh Viona. Setelah makanan disajikan, ia pun memberi makanan tersebut untuk Viona. Viona pun memakannya dengan lahap dan Yamada pun senang melihatnya. Kemudian, Yamada menghibur Viona agar dapat tersenyum dan kembali mengajaknya jalan-jalan. Ketika Viona sudah sembuh, tiba harinya Yamada mengajak Viona jalan-jalan untuk menghirup udara segar. Yamada pun menyempatkan dirinya untuk berdo‟a. Viona pun tidak mengganggu Yamada dan menunggunya sebagai tanda toleransi. Setelah itu, Yamada membawa Viona jalan-jalan ke kuil dan mencoba ramalan yang berada di sana, yaitu omikuji. Adegan ini merupakan batasan narasi dari alur cerita di tengah film “La Tahzan”.
52
Berikutnya adalah kelanjutan dari analisis komunikasi antarbudaya dalam alur tengah film “La Tahzan”. 3. Alur Akhir Cerita pada Film “La Tahzan” Alur akhir merupakan tahap penyelesaian dari suatu cerita. Akhir suatu cerita bukan hanya menjadi titik yang menjadi pertanda berakhirnya suatu tindakan. Lebih tepatnya jika dikatakan, bahwa akhir dari perbuatan merupakan titik di mana tenaga-tenaga atau kekuatan-kekuatan yang diemban dalam situasi yang tercipta sejak semula membersit keluar dan menemukan pemecahannya. Jadi, dalam bagian akhir ini mencakup pemecahan dari suatu permasalahan dan penutup dari suatu cerita. Berikut, penjelasan dari alur akhir sebagai tahap penyelesaian dari film “La Tahzan”. Setelah berjalan-jalan dengan Viona, Yamada pun mengantarkan Viona pulang sambil berbagi curahan hati tentang pekerjaan dan kemiskinan di Indonesia. Ketika telah mendekati rumah Viona, jalan Yamada dan Viona pun terhenti. Karena terlihat Hasan di depan mereka, ia datang untuk menemui Viona. Melihat hal itu, Yamada pun memperkenalkan dirinya kepadanya Hasan kemudian Yamada pamit undur diri dihadapan mereka berdua. Terlihat Viona, sangat kecewa sekali terhadap Hasan yang baru berani menemuinya. Ia pun meninggalkannya dan masuk ke dalam rumah. Keesokannya, Viona pun mencoba melupakan kejadian tentang kemarin dan mulai beraktivitas kembali dengan belajar untuk membuat hidangan sushi. Selain itu, ia pun mengikuti kelas tari chakkirako dan mempelajari tari tradisional negeri sakura tersebut untuk
53
menghibur diri. Di berlainan tempat Hasan pun melakukan pekerjaannya kembali dan terlihat setelah itu Hasan melaksanakan ibadah sholat. Pada adegan selanjutnya, Yamada pun membawa Viona kerumahnya untuk diperkenalkan kepada kedua orangtuanya dan tanggapan mereka sangat baik sekali saat menerima kedatangan Viona. Setelah itu, Yamada memboyong Viona untuk melihat-lihat perkebunan orenji yang ia miliki. Orenji adalah bahasa jepang yang mengartikan jeruk. Makna dari orenji tersebut mempunyai arti yang dalam. Dari percakaan tersebut, dapat dikatakan bahwa orenji di Jepang adalah simbol dari suatu kehangatan keluarga. Setelah jeruk dipetik, Viona pun mencicipi rasa dari jeruk tersebut. Namun, sayangnya rasanya sangat asam sekali kemudian Yamada pun tidak percaya, ia pun ikut mencicipi jeruk tersebut. Setelah mencicipi Yamada pun berkata, belum tentu apa yang terlihat sangat bagus itu juga akan bagus dan begitupun dengan sebaliknya apa yang terlihat tidak bagus belum tentu terlihat tidak bagus juga. Kemudian Yamada pun mengajak ke kuil terdekat, disana Viona memotret berbagai foto sambil menunggu Yamada selesai melakukan ibadah dengan berdo‟a. Yamada melakukan tata cara berdo‟a dengan baik, ia melemparkan koin untuk persembahan kemudian ia membunyikan lonceng kuil tersebut dan terakhir ia pun menepuk tangganya lalu berdo‟a. Setelah berdo‟a ia pun menanyakan Viona, apakah ia ingin mengetahui apa isi dari do‟a Yamada. Yamada pun melamar Viona, Namun Viona tidak bisa memberikan jawabannya. Ia hanya memberikan senyuman dan mengajak Yamada untuk pulang. Pertanyaan Yamada
54
tersebut, tidak dijawab oleh Viona lantaran ia menyadari adanya perbedaan keyakinan antara mereka berdua. Esok harinya ia pun mengajak Hasan untuk bertemu dan bercerita tentang niat Yamada yang ingin mempersuntingnya kepada Hasan. Hasan pun menasihati Viona agar Yamada mau masuk Islam. Perkataan Hasan sangatlah benar, karena di dalam Islam tidak diperbolehkan pernikahan yang berbeda agama. Pada adegan selanjutnya, Viona menelpon Yamada dan menanyakannya jika ia mau menerima pinangan dari Yamada tersebut. Ingin menikah di lokasi manakah ia dan Yamada akan menikah. Dari sinilah, Viona mengetahui tentang agama apa yang dianut oleh Yamada. Viona pun mulai memberanikan diri untuk membuka hatinya dan membantu Yamada agar memeluk agama Islam. Viona pun mengajak Yamada ke suatu masjid di Kobe, di sana ia dibantu oleh seorang imam besar. Imam tersebut menjelaskan tentang agama Islam kepada Yamada dan ia diberikan buku-buku tentang Islam oleh imam tersebut. Sejak saat itu, Yamada semakin menekuni tentang agama Islam. Ia mulai membaca buku pemberian imam tersebut dan mempelajari tentang gerakan-gerakan sholat. Kemudian ia juga belajar untuk membiasakan diri untuk memakai peci. Viona pun melakukan sholat istikharah agar lebih meyakinkan hatinya. Namun, saat menjalankan sholat tersebut ia mulai teringat kembali akan kenangannya bersama Hasan. Dan seiring perjalanannya waktu, Yamada pun mulai ragu dalam menjalani proses pengenalannya terhadap agama Islam. Selain itu, ia juga menyadari bahwa Viona masih menyimpan hati terhadap Hasan begitupun sebaliknya dengan Hasan yang menyayangi Viona .
55
Akhirnya ia pun memberanikan diri jujur kepada Viona untuk mengakhiri hubungannya. Pada scene selanjutnya, Viona pun menemui Hasan. Ketika melihat Viona, Hasan pun bercerita tentang alasannya yang membuat pergi ke Jepang. Semenjak ayahanda Hasan meninggal, ibundanya sering keluar masuk rumah sakit tanpa dokter yang tahu penyakitnya apa. Karena biaya pengobatan ibundanya tersebut sangatlah besar. Akhirnya ia pun meminjam ke rentenir, namun ia tidak sanggup untuk menggantinya hanya dengan peghasilan usaha bengkelnya tersebut. Kemudian, Hasan pun meminta bantuan temannya agar dapat menerbangkan Hasan ke Jepang. Tujuan ia pergi ke Jepang adalah agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, karena menurutnya Jepang identik denegan masa depan yang indah. Namun, apa daya ia hanya mendapatkan pekerjaan kasar kelas kuli di negara tersebut. Hasan pun menyadari bahwa keindahan alam di Jepang itu hanya bisa ia lihat saja. Namun, yang ia rasakan hanya rasa asam dan pahitnya saja yang ibaratkan seperti orenji dengan bentuk luarnya yang terlihat bagus, tetapi di dalamnya belum tentu manis rasanya sama seperti kehidupan yang telah mereka jalani di Jepang. Namun, mereka berdua tetap semangat menjalani hidup dan tidak menyerah demi meraih impiannya masing-masing. Adegan ini merupakan batasan narasi dari alur cerita di akhir film “La Tahzan”.
56
Penjelasan Rangkuman Alur Cerita dalam Tabel Alur awal film ini menceritakan tentang keinginan sang tokoh untuk pergi ke Jepang agar dapat sekolah sambil arubaito (bekerja). Sesampainya di Jepang, sang tokoh disambut oleh Alur Awal
kepala sekolah dengan salam membungkuk. Setelah itu, kepala sekolah mengajarkan tentang kebersihan kepada sang tokoh. Hari demi hari sang tokoh belum juga mendapatkan pekerjaan dan keuangannya mulai menipis. Hal ini mewajibkan dirinya untuk lebih belajar hemat. Sang tokoh pun menggunakan sepeda sebagai alat transportasinya selama ia di Jepang. Alur tengah ini menceritakan sang tokoh yang terjatuh dari sepedanya ketika ingin menuju tempat bekerjanya. Sang tokoh pun ditolong oleh seorang laki-laki. Sesampainya di restoran tempat bekerja, sang tokoh dimarahi oleh manager karena telah
Alur Tengah
datang terlambat. Kemudian, laki-laki tersebut mengajak sang tokoh untuk berteman di akun facebook. Laki-laki itu mengungkapkan bahwa dirinya campuran Indonesia-Jepang. Lalu sang tokoh diajaknya untuk berpergian bersama. Di hari mereka bertemu janji, sang tokoh datang terlambat. Setelah itu, sang tokoh meminta bantuan ke laki-laki tersebut untuk mencari suatu alamat temannya.
57
Alur akhir ini menceritakan tentang sang tokoh yang mulai terbiasa dan dapat beradaptasi dengan baik walaupun terkadang terjadi ketegangan sosial. Pada suatu hari sang tokoh sakit, lakilaki itu pun datang menjenguknya. Sang tokoh pun terkejut dan Alur Akhir
menyuruhnya keluar karena mereka bukanlah muhrim. Walaupun laki-laki itu bingung, ia tetap menghormati keinginan sang tokoh. Setelah sembuh, laki-laki tersebut mengajaknya jalan-jalan ke kuil. Kemudian, sang tokoh mempelajari tari dan menghidangkan sushi. Laki-laki tersebut memperkenalkan sang tokoh pada orangtuanya dan melamar sang tokoh. Sang tokoh pun diberikan pesan oleh temannya agar laki-laki tersebut mau masuk Islam. Laki-laki itu pun bersedia menganut agama Islam. Namun, seiring perjalanan laki-laki itu mulai ragu dengan keputusaannya dan yang ada dibenak sang tokoh pun saat melakukan sholat istikharah, yaitu temannya. Laki-laki itu pun jujur kepada sang tokoh dan mereka mengakhiri hubungannya. Setelah itu, teman sang tokoh pun jujur terhadapnya tentang alasan dia untuk pergi ke Jepang agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan dapat melunasi hutang-hutang keluarganya. Kemudian, mereka berdua pun tetap semangat menjalani hidup dan tidak menyerah demi meraih impiannya masing-masing.
58
Cerita yang ada dalam film “La Tahzan” menggunakan alur maju dan mundur. Alur ceritanya berjalan teratur dan diselingi oleh beberapa adegan flashback pada film. Cerita ini diawali dari kehidupan sang tokoh yang seimbang, kemudian mengalami gangguan ketika beradaptasi di Jepang dan diakhiri oleh kehidupan sang tokoh yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap budaya Jepang dan semangat menjalani hidup. B. Analisis Unsur Komunikasi Antarbudaya pada Film “La Tahzan” Dari hasil analisis narasi berdasarkan model milik Tzvetan Todorov pada tiap alur cerita di film “La Tahzan”, peneliti akan melakukan pengkajian mengenai unsur-unsur komunikasi antarbudaya. Penelitian ini akan melihat sisi dari agama sebagai salah satu bagian dari kebudayaan. Berbeda dari batasan agama yang digunakan oleh ahli-ahli agama yang melihat agama sebagai perangkat ajaran yang berlaku mutlak datang dari Tuhan, dalam pembahasan ini agama dilihat sebagai bagian dari kebudayaan yang paling mendalam. Tujuan dari penggunaan batasan agama sebagai bagian dari kebudayaan semata-mata adalah untuk memudahkan dalam menganalisis agama dalam kaitannya dengan bagianbagian lain dalam kebudayaan masyarakat sehingga mudah dipahami dan dicermati. Andaikata agama dilihat terlepas dari kebudayaan, tentulah upaya untuk melihat kaitan dan fungsinya terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya tidak bisa dilakukan.82
82
Achmad Fedyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi (Perbedaan Faham dalam Agama Islam), h.4
59
Dalam buku Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial terdapat interpretasi, yang dikembangkan dari antropologi agama Clifford Geertz, bahwa agama merupakan sistem budaya, yang dipengaruhi oleh berbagai proses perubahan sosial itu mampu mempengaruhi sistem budaya.83 Semua agama, termasuk Islam dipahami sebagai sistem budaya.84 Agama digunakan oleh warga masyarakat sebagai pandangan hidup yang berfungsi menjelaskan keberadaan manusia di dunia, darimana ia berasal, dan ke mana ia akan pergi sesudah meninggal (Geertz 1973), dan agamalah satu-satunya bagian kebudayaan yang mampu menjelaskan arah dan tujuan hidup manusia. Itulah sebabnya agama dikatakan sebagai inti kebudayaan. Agama tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya. 85 Kebudayaan merupakan idea berupa model-model pengetahuan yang dijadikan landasan atau acuan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat melakukan aktivitas sosial, menciptakan materi kebudayaan dalam unsur budaya universal.
86
Di dalam ruang lingkup kebudayaan terdapat unsur-unsur
kebudayaan yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:87 a. Sistem kepercayaaan, nilai dan sikap (belief, value, attitude)
83
Bassam Tibi, Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial, h.1 Bassam Tibi, Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial, h.11 85 Achmad Fedyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi (Perbedaan Faham dalam Agama Islam), h.5 86 Rusmin Kholis Nurrochim, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, h.25-28 87 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.26 84
60
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan dan isi sikap. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya, lingkungan akan turut membentuk sikap untuk merespons perilaku. 88 Dalam film “La Tahzan” terdapat unsur kepercayaan pada alur awal yang sebagai berikut. Ketika Viona berada di kamar mandi untuk mencuci tangan, ia menemukan sebuah cincin. Ia pun teringat dengan seorang wanita Jepang yang keluar kamar mandi sebelumnya. Ia percaya bahwa cincin tersebut adalah milik wanita tersebut dan kemudian Viona mengembalikannya. Viona berkomunikasi dengan wanita tersebut dengan menggunakan bahasa Jepang. Wanita itu pun mengakui bahwa cincin itu adalah cincin pernikahannya dan berterima kasih kepada Viona.
Gambar 4.1 Viona mengembalikan cincin Viona Wanita Pengunjung Viona
: Eh.. Maaf.. Apakah ini cincin milik anda? : Iya betul.. Terima kasih.. Ini cincin kawin saya.. Bahasa Jepang kamu bagus. : Terima Kasih.
Pada adegan ini, terlihat viona menaruh kepercayaan bahwa cincin tersebut adalah milik wanita Jepang tersebut. Kepercayaan itu pun
88
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.27
61
memberikan suatu nilai agar terbentuknya sikap Viona untuk mengembalikan cincin itu kepada wanita tersebut. Di penjuru dunia terdapat berbagai aneka ragam mengenai kepercayaan dan budaya. Setiap kepercayaan memiliki nilai dan ciri khas tersendiri bagi para umat penganutnya. Pada alur akhir, hal ini pun terlihat, ketika Viona menelpon Yamada dan ia baru mengetahui tentang agama apa yang dianut oleh Yamada.
Gambar 4.2 Viona menelpon Yamada Viona Yamada
: Kamu teh.. Kamu agamanya apa? : Sekarang, banyak orang Jepang terlahir sebagai Shinto, menikah secara Christian dan mati secara Budha.
Setiap manusia hidup memiliki keanekaragaman masing-masing yang dimilikinya. Keragaman yang digambarkan dengan penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan, suku dan bangsa serta manusia yang memiliki kepercayaan agama yang berbeda dijadikan sebagai interaksi yang baik, yang wujudnya untuk saling kenalmengenal antarsesama manusia agar terjalinnya saling memahami agama dan budaya masing-masing.89
Agama merupakan sistem
budaya, yang dipengaruhi oleh berbagai proses perubahan sosial itu 89
Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubugan Antaragama Berbasis Kultural, h.93-95
62
mampu mempengaruhi sistem budaya.90 Agama digunakan oleh warga masyarakat sebagai pandangan hidup yang berfungsi menjelaskan keberadaan manusia di dunia, darimana ia berasal, dan ke mana ia akan pergi sesudah meninggal (Geertz 1973), dan agamalah satu-satunya bagian kebudayaan yang mampu menjelaskan arah dan tujuan hidup manusia.91 b. Pandangan dunia (world view) Pandangan dunia membantu kita untuk mengetahui posisi dan tingkatan kita dalam alam semesta. Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya. Efeknya seringkali tak kentara dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh seperti pakaian, isyarat, dan perbendaharaan kata.92 Dalam film “La Tahzan” terdapat unsur pandangan dunia
pada alur awal yang sebagai berikut. Yamamoto
selaku kepala sekolah
menjemput Viona dan murid-murid barunya
yang baru tiba di Jepang. Ia menyambut Viona dengan melakukan salam membungkuk khas Jepang.
Gambar 4.3 Yamamoto melakukan “ojigi” 90
Bassam Tibi, Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial, h.1 Achmad Fedyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi (Perbedaan Faham dalam Agama Islam), h.5 92 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.28 91
63
Yamamoto Viona Yamamoto
: (Menghampiri kotak telepon umum, lalu mengetuknya) Kamu Viona? : Apakah anda kepala sekolah? : Iya betul. Kamu Viona ya? Selamat datang, yang lain baik-baik juga yah. (Kemudian membungkuk memberi salam).
Terdapat berbagai macam pandangan mengenai budaya di dunia. Jika kita telah terbiasa dengan budaya berjabat tangan saat bertemu dengan orang lain. Di Jepang mempunyai tradisi budaya unik ketika bertemu orang lain dengan cara membungkuk. Tradisi budaya ini dikenal dengan nama ojigi. Ojigi merupakan salah satu budaya dari negeri sakura tersebut dengan bentuk salam membungkuk saat bertemu dengan orang lain sebagai suatu penghormatan untuk seseorang. Dalam melakukan salam tersebut, semakin lama dan semakin dalam seseorang membungkuk, maka dapat diartikan bahwa orang tersebut sangat menghormati
orang
yang
ditemuinya.
Selain
sebagai
bentuk
penghormatan, salam ini juga sering kali digunakan sebagai tanda permintaan maaf kepada seseorang. Masih dalam alur yang sama dalam adegan selanjutnya, terlihat Yamamoto yang sedang mengajarkan tentang tata cara membuang sampah kepada Viona dan Aning agar mereka dapat menjaga kebersihan.
Gambar 4.4 Kepala sekolah mengajarkan kebersihan
64
Yamamoto
Aning Yamamoto
: Lalu yang paling penting adalah cara membuang sampah. Ada sampah basah, sampah kering, sampah botol dan kaleng, lalu ada yang.. : (Mendengarkan sambil meminum air). : Sebentar, (kemudian mengambil botol air yang dipegang oleh Aning) barang seperti ini airnya dibuang dulu, injek dulu baru buang (setelah ia menginjaknya, ia mengembalikan botol tersebut kepada Aning). Saya akan menjelaskan bagian berikutnya.
Negara Jepang terkenal sebagai negara yang taat menjaga kebersihan. Dengan cara membuang sampah sesuai dengan jenisnya. Sampah organik dibuang ke tempat pembuangan khusus organik dan sampah non organik dibuang ke tempat pembuangan non organik. Penjelasan yang diberikan oleh Yamamoto tersebut terhadap Viona dan Aning merupakan suatu bentuk pengririman dan penerimaan pesan yang biasa disebut sebagai komunikasi. Sikap yang ditunjukan oleh Yamamoto ini dengan cara berkomunikasi bersama Viona dan Aning untuk lebih mengakrabkan diri dengan mereka dan agar mereka dapat beradaptasi dengan baik. c. Organisasi Sosial (social organization) Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam mengembangkan perilaku dan sikap anak dalam memelihara budaya. Keluarga meskipun organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, namun
mempunyai
peranan terpenting dalam
mengembangkan
65
kehidupan anak sampai dewasa nantinya.93 Dalam alur awal film “La Tahzan” terdapat unsur organisasi sosial, yaitu keluarga yang sebagai berikut.
Gambar 4.5 Viona meminta restu kedua orangtuanya Viona
Ibunda Viona Viona Ibunda Viona Viona
Ayahanda Viona
: Sekolah sambil arubaito itu teh artinya sekolah sambil bekerja. Pagi teh onah sekolah, siang sore onah bekerja. Gajiannya teh dipakai untuk bayar sekolah dan kehidupan sehari-hari onah. : Trus kamu teh ke Jepangnya bagaimana? Sama siapa? Pemimpinnya itu siapa? : Atuh belum tau se-detail itu mama.. : Tuh.. Tapi kan mama tidak pernah pisah lama sama onah. : Aa dodi setaun di Papua, emangnya dia bisa pisah lama sama mama. Teh asti hmm.. manjaan mana ama onah (kemudian memeluk ibunya). : Yang penting tidak haram yah.
Setiap orangtua pasti memiliki kekhawatiran terhadap anaknya masing-masing. Kalimat yang diucapkan oleh sang ayah tersebut adalah sebagai tanda restu dan juga bentuk nasihat dari orangtua terhadap anaknya, yaitu Viona agar hal yang akan dilakukannya tidak berunsur negatif dan dapat merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Anak adalah anugerah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada manusia.
93
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.29
66
Wajib hukumnya bagi para orangtua untuk mengarahkan anaknya agar berada dijalan yang benar dan tidak melakukan perbuatan yang haram. B. Analisis Unsur Adaptasi Budaya pada Film “La Tahzan” Adaptasi budaya dilakukan agar partisipan dapat mengakomodasikan dirinya dalam menerima berbagai macam gaya komunikasi, keyakinan dan kepercayaan dari orang yang berbeda kebudayaannya. Partisipan dalam komunikasi antarbudaya pasti berasal dari lingkungan asal masing-masing, baik lingkungan fisik maupun sosial.94 Dalam komunikasi antarbudaya proses selalu berhubungan dengan adaptasi.95 Komunikasi antarbudaya selalu menghadapi masalah kebudayaan sebagai perbedaan latar belakang para partisipan. 96 Adaptasi dapat dilakukan oleh seseorang dengan berbagai cara. Robert K. Merton mengidentifikasikan lima tipe cara adaptasi individu terhadap situasi tertentu, antara lain: konformitas, inovasi, ritualisme, retreatisme dan pemeberontakan.97 Dalam film “La Tahzan” terdapat tiga tipe adaptasi pada budaya yang terlihat dan akan dikaji yaitu: a. Konformitas (Conformity) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Dalam film “La Tahzan” terdapat tipe konformitas yang terjadi pada Viona. Setibanya Viona
94
Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.91 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.92 96 Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.87 97 Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi, h.123-124 95
67
mendarat di Jepang, ia menuju ke imigrasi bandara untuk pengecekan data passport dan visa.
Gambar 4.6 Melakukan proses imigrasi Kemudian, Viona dan teman-temannya menuju stasiun terdekat. Saat diperjalanan mereka menaati peraturan dalam menyebrang dengan berjalan kaki ketika lampu lalu lintas berwarna merah.
Gambar 4.7 Menyebrangi jalan Ketika sampai di stasiun, Viona dan teman-temannya membeli eticket MRT untuk perjalanan menemui Yamamoto selaku kepala sekolah.
Gambar 4.8 Membeli e-ticket MRT
68
Setelah mengantar Viona dan Aning, Yamamoto pun kemudian menjelaskan tentang tata cara penggunaan fungsi alat-alat yang berada di dapur. Sehingga dapat memudahkan mereka saat melakukan kegiatannya selama sehari-hari.
Gambar 4.9 Viona dan Aning mendengar kepala sekolah Yamamoto Aning Yamamoto
: Sekarang saya akan menjelaskan dengan singkat pemakaian bagian dapur. : Baik.. : Tarik ini, lampu menyala. Lalu buka keran ini airnya keluar. Bagian ini laci, bisa dimasukin barang apa saja.
Pada saat kegiatan Viona bersama murid lainnya mulai aktif di dalam kelas. Mereka pun mempelajari tentang berbagai macam bentuk kosa-kata dalam bahasa Jepang.
Gambar 4.10 Viona memperhatikan gurunya Guru Viona dan murid lainnya Guru
: Ohayoo gozaimasu.. : Ohayoo gozaimasu.. : Hari ini saya menjelaskan cara belajar bahasa Jepang. Tapi, sebelumnya kalian masing-masing semua mengerjakan beberapa hal. Yang pertama belajar memahami arti kata..
69
Keesokannya, Viona membiasakan dirinya menaiki transportasi sepeda. Ia berkendara sambil memakan roti dan menyebrangi rel kereta api dalam perjalanan berpergian.
Gambar 4.11 Viona mengendarai sepeda Ketika Viona berniat mencari alamat tempat tinggal Hasan. Yamamoto pun berteriak menghampiri dan membawa kabar gembira untuknya.
Gambar 4.12 Viona ingin mencari alamat Hasan Yamamoto Viona Yamamoto Viona Yamamoto Viona Yamamoto
: Viona.. Viona.. (memanggil dengan berteriak). : Ada apa? : Kamu sudah mendapatkan tempat kerja. Mari kita ketemu manager restaurannya sekarang. : Sekarang? : Ya. : Ya. : Cepat.. Cepat..
Mendengar hal tersebut, Viona pun mengikuti instruksi Yamamoto untuk melaksanakan wawancara dengan manager restoran tersebut.
70
Gambar 4.13 Manager mewawancarai Viona Viona Manager Viona
: Perkenalkan.. Nama saya Viona, umur 23 tahun. Mohon bantuannya. : Kamu pernah bekerja di restoran sushi? : Tidak, saya belum pernah.
Pada film “La Tahzan”, Viona mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat dalam proses beradaptasi. Maka, penyesuaian diri Viona tersebut masuk ke dalam kategori konformitas. b. Inovasi (Innovation) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat. Akan tetapi ia memakai cara yang dilarang oleh masyarakat. Dalam film “La Tahzan” terdapat tipe inovasi yang terjadi pada Hasan. Kehidupan pekerjaan yang dilakukan oleh Hasan penuh dengan liku-liku. Selama berada di Jepang, ia banyak melakukan pekerjaan serabutan, seperti buruh di pabrik jeruk dan menjadi cleaning service.
Gambar 4.14 Hasan menjadi buruh di pabrik Hasan
: Permisi.. Saya istirahat sebentar yah..
71
Gambar 4.15 Hasan mencuci piring
Gambar 4.16 Hasan ditelpon oleh temannya Temannya Hasan Temannya Hasan Temannya Hasan
: San.. : Ya gus. : Eh.. Kamu di mana? : Nih mau pulang. : Eh jangan pulang dulu san. Ada polisi daritadi mondar mandir depan rumah san.. : Oke.. Oke.. Makasih ya..
Gambar 4.17 Hasan menjadi buruh dipabrik jeruk
Gambar 4.18 Hasan membersihkan ruangan Sesampai dirumah, Hasan memasuki kamarnya dan ia pun menyadari bahwa salah satu temannya tidak ada. Kemudian, Hasan menanyakan temannya tersebut kepada yang lain.
72
Gambar 4.19 Teman Hasan memperingati Hasan Hasan Teman Hasan Hasan Teman Hasan Hasan Teman Hasan
: Assalamu‟alaikum.. : Wassalamu‟alaikum.. : Kusnadi kemana? : Ketangkep. : Kapan? : Tadi siang, petugas imigrasi dateng ke tempat kerjanya. Ketangkep dia, hati-hati kamu san.
Pada film “La Tahzan”, Hasan mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat. Akan tetapi ia memakai cara yang dilarang oleh masyarakat dengan menjadi pekerja ilegal dalam proses beradaptasi. Maka, penyesuaian diri Hasan tersebut masuk ke dalam kategori inovasi. c. Ritualisme (Ritualism) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan budaya, tetapi tetap berpegang pada cara yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Dalam film “La Tahzan” terdapat tipe ritualisme yang terjadi pada Yamada. Ketika bertemu dengan Viona, Yamada mulai tertarik dan menaruh hati pada Viona. Yamada pun berusaha mendekati dan melamar Viona serta bersedia untuk memeluk agama Islam.
73
Gambar 4.20 Yamada memberitahukan do’anya pada Viona Yamada Viona Yamada Viona Yamada Pada
: Viona, kamu ingin tau isi do’a aku tadi? : Apa? : Aku berdo’a supaya Tuhan merestui hubungan kita. Viona kamu mau suatu saat nanti jadi istriku? : Serius? : Aku serius. adegan
selanjutnya,
Viona
menelpon
Yamada
dan
menanyakannya jika ia mau menerima pinangan dari Yamada tersebut. Ingin menikah di lokasi manakah ia dan Yamada akan menikah. Dari sinilah, Viona mengetahui tentang agama apa yang dianut oleh Yamada.
Gambar 4.21 Yamada ditelepon oleh Viona Yamada Viona Yamada Viona Yamada Viona Yamada Viona
: Halo.. Viona. : Yamada, kalo saya terima lamaran kamu kan berarti jadi menikah. Memangnya kamu mau menikah di mana? : Gereja Kyoto. : Kenapa di situ? : Di sana semua fasilitasnya lengkap dan ada pendeta yang bantu pernikahan kita. : Pendeta.. Kamu teh.. Kamu agamanya apa? : Sekarang, banyak orang Jepang terlahir sebagai Shinto, menikah secara Christian dan mati secara Budha. : Tapi saya engga bisa, saya orang Islam. Dan di agama saya sudah jelas ada hukum pernikahan.
74
Yamada
: Kalo begitu, ajari aku Islam. Bantu dan bimbing aku, supaya aku bisa memeluk agamamu.
Viona pun mulai memberanikan diri untuk membuka hatinya dan membantu Yamada agar memeluk agama Islam. Viona pun mengajak Yamada ke suatu masjid di Kobe, di sana ia dibantu oleh seorang imam besar. Imam tersebut menjelaskan tentang agama Islam kepada Yamada dan ia diberikan buku-buku tentang Islam oleh imam tersebut. Sejak saat itu, Yamada semakin menekuni tentang agama Islam. Ia mulai membaca buku pemberian imam tersebut dan mempelajari tentang gerakan-gerakan sholat. Kemudian ia juga belajar untuk membiasakan diri untuk memakai peci.
Gambar 4.22 Yamada belajar Islam dengan imam
Gambar 4.23 Yamada mempelajari sholat
Seiring perjalanannya waktu, Yamada pun mulai ragu dalam menjalani proses pengenalannya terhadap agama Islam. Selain itu, ia juga menyadari bahwa Viona masih menyimpan hati terhadap Hasan begitupun sebaliknya dengan Hasan yang menyayangi Viona . Akhirnya ia pun memberanikan diri jujur kepada Viona untuk mengakhiri hubungannya.
75
Gambar 4.24 Yamada mulai terlihat ragu Yamada
Gambar 4.25 Yamada meminta maaf pada Viona
: Viona.. Sebenarnya waktu aku memutuskan pindah agama. Aku banyak ragu, aku tidak tau apa yang aku lakukan. Semuanya supaya kamu mau jadi istriku. Aku sadar bahwa selama ini aku salah, agama bukan untuk dipermainkan. Aku minta maaf.
Pada film “La Tahzan”, Yamada berkeinginan memeluk agama Islam agar dapat menikahi Viona, dengan berpegang pada tata cara yang telah ditetapkan. Namun, ia ragu dan memilih jujur serta mengakhiri hubungannya dengan Viona. Maka, penyesuaian diri Hasan tersebut masuk ke dalam kategori ritualisme. Beradaptasi budaya yang baik dilakukan agar terhindar dari perilaku menyimpang dan dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam melakukan proses adaptasi budaya, umumnya seseorang akan mengalami Culture-Shock. Pada pengkajian tingakatan Culture-Shock dalam film “La Tahzan” akan berfokus pada sang tokoh, yaitu Viona. Berikut adalah empat tingkatan fase dalam CultureShock:98 a. Fase Optimistic
98
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h.175-176
76
Fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru. Fase ini terlihat dalam adegan film “La Tahzan” di alur awal yang sebagai berikut:
Gambar 4.26 Viona meminta restu kedua orangtuanya Viona
: Sekolah sambil arubaito itu teh artinya sekolah sambil bekerja. Pagi teh onah sekolah, siang sore onah bekerja. Gajiannya teh dipakai untuk bayar sekolah dan kehidupan sehari-hari onah.
Adegan tersebut menggambarkan fase sebelum Viona pergi ke Jepang dan memasuki budaya baru. Terlihat Viona yang sedang meminta izin orangtuanya agar dapat merestui dirinya pergi ke Jepang untuk melakukan program belajar sambil arubaito (bekerja).
Pada
percakapan tersebut, Viona merasa yakin dan optimis bahwa ia dapat beradaptasi baik dan mandiri dengan membiayai hidupnya dengan arubaito sambil sekolah. b. Masalah Cultural Dalam fase ini masalah dalam lingkungan baru mulai berkembang. Masalah ini muncul karena adanya berbagai kesulitan seperti, kesulitan bahasa, kesulitan transportasi, kesulitan bekerja dan fakta bahwa orang
77
pribumi tidak menghiraukan kesulitan tersebut. Oleh karenanya, akan timbul sifat agresif, permusuhan, mudah marah, frustasi dan mencari perlindungan dengan berkumpul bersama teman-teman setanah air. Fase ini terlihat dalam adegan film “La Tahzan” di alur awal dan tengah yang sebagai berikut:
Gambar 4.27 Viona mengingat perkataan ayahnya Ayahanda Viona : Neng.. Kalo memang benar, kamu bisa mengatasi sendiri biaya sekolah dan untuk kehidupan kamu sehari-hari. Bapak ijinkan kamu berangkat, karena Bapak hanya bisa ngasih uang kamu untuk pengurusan passport, tiket keberangkatan dan biaya hidup dua atau tiga bulan disana.
Gambar 4.28 Viona belanja sambil memikirkan uang Adegan dalam alur awal tersebut menggambarkan masalah dalam lingkungan baru yang dialami oleh Viona mulai berkembang. Dimana ia belum mendapatkan pekerjaan dan ia mengingat perkataan ayahnya mengenai ongkos yang diberikan oleh ayahnya hanya cukup untuk dua atau tiga bulan saja. Keuangannya pun mulai meinipis dan ia harus lebih berhemat dalam membelanjakan keperluan sehari-harinya. Seiring berjalannya waktu, Yamamoto pun memberikan kabar bahwa Viona
78
telah diterima sebagai pelayan di salah satu restoran. Memasuki awal tengah cerita, pada hari pertama bekerja di perjalanan Viona terjatuh dari sepeda. Alhasil ia pun terlambat dan dimarahi oleh manager restoran tersebut.
Gambar 4.29 “Manager” memarahi Viona Manager Viona Manager Viona Manager
: Viona, tunggu sebentar. : Maaf saya terlambat. : Mengapa kamu terlambat? : Karena saya jatuh dari sepeda. : Kalo restoran itu, sebelum berbuka banyak persiapannya. Kalo satu orang saja terlambat, semua kerjaannya jadi berantakan. Kamu ngerti tidak? Sehingga tamu-tamu juga direpotkan. Kenapa kamu berdiri bengong saja, bersiaplah cepat ganti baju..
Masih dalam alur tengah cerita dalam adegan lain, terlihat pula Viona yang kembali melakukan keterlambatan saat temu janji dengan Yamada. Yamada pun menelpon Viona karena dengan nada kecewa.
Gambar 4.30 Yamada menelpon Viona Yamada
: Halo.. Viona, saya sudah di sini 10 menit. Kenapa belum datang? Kalo di sini janji harus ditepati, kalo tidak bisa bilang dari tadi. Jadi, saya kan tidak usah menunggu.
79
Negara Jepang terkenal dengan budaya disiplin terhadap terutama mengenai waktu. Masyarakat Jepang merupakan tipikal orang tidak bisa menunggu. Jika seseorang membuat janji dengan dengan orang lain, umumnya orang tersebut akan datang lima menit sebelum jam yang ia janjikan. Mereka beranggapan bahwa kedisiplinan terhadap waktu membuat mereka lebih mudah mengerjakan sesuatu yang pada akhirnya membuat semua aktivitas dapat menjadi lebih efisien. Di dalam Islam pun juga sudah diajarkan mengenai manajemen waktu yang baik. Menghargai waktu itu perlu dilakukan agar tidak dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Baiknya, manajemen waktu itu dilakukan sendiri tanpa adanya suruhan dari orang lain. c. Fase Recovery Bila sudah berhasil memperoleh pengetahuan bahasa dan mengenal budaya barunya, maka ia secara bertahap membuka jalan kedalam lingkungan yang baru. Biasanya pada tahap ini pendatang bersikap positif terhadap lingkungan barunya. Fase ini terlihat dalam adegan film “La Tahzan” di alur tengah yang sebagai berikut: Adegan tersebut menggambarkan Viona mau membuka dirinya dengan cara bertatap muka dengan Yamada dan mampu bersikap positif. Kemudian, ia pun menanyakan alamat Hasan kepada Yamada.
80
Gambar 4.31 Viona menanyakan alamat pada Yamada Yamada Viona Yamada Viona Yamada Viona Yamada
: Viona.. Kita sekarang mau jalan-jalan kemana? : Yamada tau ini.. Alamat ini.. : Sebentar yah.. Tau.. Tau.. : Tau.. : Hmm.. Kenapa? : Temen saya, ada yang tinggalnya di sini.. : Teman dari Indonesia.
Esoknya Yamada mengantar Viona ke berbagai tempat yang Hasan posting foto di facebook. Kemudian, ia bertanya ke rumah terdekat dari tempat tersebut dan menanyakan tentang Hasan.
Gambar 4.32 Viona berterima kasih kepada Yamada Yamada Viona
: Saya janjian ketemu Hasan, di dotombori. : Terima kasih..
Salah satu pemilik rumah tersebut, mengaku mengenal Hasan karena ia dulu pernah menjadi cleaning service di rumahnya. Kemudian pemilik rumah tersebut memberikan kartu nama Hasan kepada Yamada dan Viona pun meminta tolong ke Yamada untuk menelpon Hasan. Dalam fase ini, Viona mulai mempercayai Yamada.
81
d. Fase Penyesuaian Pendatang mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya barunya (nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain). Kemampuan untuk hidup dalam dua budaya yang berbeda, biasanya juga disertai dengan rasa puas dan menikmati tanpa merasa cemas, meskipun kadang-kadang akan mengalami ketegangan sosial. Fase ini terlihat dalam adegan film “La Tahzan” di alur akhir yang sebagai berikut: Ketika Viona sakit, Yamada menjenguknya. Pada saat Yamada ingin melihat keadaan Viona dan menggeser pintu kamarnya. Viona pun secara tegas menyuruh Yamada agar keluar dari tempatnya.
Gambar 4.33 Yamada menggeser pintu kamar Viona Yamada Viona Yamada Viona Yamada Viona
: Viona.. (Sambil menggeser pintu kamar Viona). : Astaghfirullahaladzim.. Kamu ngapain di sini? Keluar. : Kenapa? Kamu kena penyakit menular? : Engga.. Kita cuma berdua di rumah ini. Engga bener, keluar Yamada. : Tapi lebih bahaya kalo kamu sendiri. Kalo ada apa-apa siapa yang tolong? : Tapi buka yah pintunya.
Setelah Viona menerima kedatangan Yamada. Yamada pun bergegas memasak makanan untuk Viona. Makanan yang ia buat adalah
82
jenis sup, agar Viona lebih berselera dan dimakannya agar terasa segar oleh Viona. Kemudian, Yamada menghibur Viona agar dapat tersenyum dan kembali mengajaknya jalan-jalan selepas sembuh.
Gambar 4.34 Yamada menghibur Viona Yamada
: Nanti kalo sudah sembuh, kita jalan-jalan lagi yah.
Ketika Viona sudah sembuh, tiba harinya Yamada mengajak Viona jalan-jalan untuk menghirup udara segar. Yamada membawa Viona jalan-jalan ke kuil. Yamada pun menyempatkan dirinya untuk berdo‟a. Viona tidak mengganggu Yamada dan menunggunya sebagai tanda toleransi. Perwujudan kerukunan dan toleransi dalam pergaulan antarmanusia direalisasikan dengan cara menampakan sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai antarmanusia. Mewujudkan kerukunan dan toleransi dalam pergaulan hidup merupakan bagian usaha untuk menciptakan kemaslahatan umum serta kelancaran hubungan antarmanusia yang belainan agama dan budaya.99
99
Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubugan Antaragama Berbasis Kultural (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), h.17-22
83
Gambar 4.35 Viona menunggu Yamada berdo‟a Setelah mengelilingi kuil, Yamada dan Viona pun mencoba ramalan yang berada di sana, yaitu omikuji.
Gambar 4.36 Yamada dan Viona melakukan “omikuji” Yamada
: Punya kamu, tulisannya. Kalo asmara jodoh kamu itu ada di dekat kamu sekarang. Ya, sungguh serius (sambil tertawa).
Ramalan di dalam agama islam hukumnya adalah haram. Oleh karena itu, baiknya Viona tidak mempercayai ramalan tersebut karena itu adalah hal terbaik yang dilakukan umat muslim dalam memegang komitmen pada ajaran syariah Islam.Setelah itu, Viona mulai beraktivitas kembali dengan belajar untuk membuat hidangan sushi. Selain itu, ia pun mempelajari tari tradisional negeri sakura tersebut untuk menghibur diri.
84
Gambar 4.37 Viona mempelajari tari tradisional Jepang
Gambar 4.38 Viona belajar menghidangkan sushi Keakraban yang diperlihatkan oleh Viona dan Yamada kembali terjalin di alur akhir. Mereka membicarakan seputar pekerjaan dan kehidupannya masing-masing.
Gambar 4.39 Viona mengobrol dengan Yamada Viona Yamada Viona Yamada Viona Yamada Viona
: Jadi kamu, memilih kerja di luar kantor supaya kamu bisa bebas? : Iya, begitu. Bisa sih dibilang begitu. : Mungkin kamu tuh lebih cocok tinggalnya di Indonesia, bukan di sini. : Tidak, bukan saya itu lebih cocok dengan perempuan Indonesia. : Konyol, bisa aja. : Kalo Viona? : Yah kalo saya mah, mungkin saya kebanyakan sepertinya orang Indonesia udah capek ngeliat ketidaksiplinan, kekacauan. Tiap hari saya tuh ngeliat kemiskinan. Makanya buat saya, yah Jepang inilah negara impian saya.
85
Komunikasi yang dilakukan oleh Yamada dan Viona adalah bertukar pikiran mengenai realita kehidupan sebenarnya. Pandangan yang dikatakan oleh Viona itu memang wajar. Karena, kemiskinan di Indonesia memang masih ada dan banyak sekali. Lapangan pekerjaan juga sangat kecil yang mau membuka pekerjaan bagi kaum kecil. Namun, dengan pemikiran ini bukan berarti dengan berpergian ke Jepang ia juga dapat merubah nasib. Pada
adegan
selanjutnya,
Yamada
pun
membawa
Viona
kerumahnya untuk diperkenalkan kepada kedua orangtuanya dan tanggapan mereka sangat baik sekali saat menerima kedatangan Viona.
Gambar 4.40 Ibunda Yamada menjamu Viona Ibunda Yamada : Ayo.. Viona dipilih.. (sambil menghidangkan minum). Setelah itu, Yamada memboyong Viona untuk melihat-lihat perkebunan orenji yang ia miliki. Orenji adalah bahasa jepang yang mengartikan jeruk.
Gambar 4.41 Yamada mengajak Viona ke perkebunan jeruk
86
Viona Yamada
Viona Yamada
: Orenji.. Memangnya apa teh arti orenji buat orang Jepang? : Orenji.. Orenji itu kalo satu keluarga di kumpul samasama sambil makan orenji. Itu seperti simbol kehangatan begitu. : Saya boleh petik satu engga? : Seratus juga boleh.
Makna dari orenji tersebut mempunyai arti yang dalam. Dari percakaan tersebut, dapat dikatakan bahwa orenji di Jepang adalah simbol dari suatu kehangatan keluarga. Setelah jeruk dipetik, Viona pun mencicipi rasa dari jeruk tersebut. Namun, sayangnya rasanya sangat asam sekali kemudian Yamada pun tidak percaya, ia pun ikut mencicipi jeruk tersebut.
Gambar 4.42 Viona mencicipi jeruk Viona Yamada
: Hmm.. Asem. : Masa asem? Hmm.. Di luarnya bisa bagus, tapi di dalamnya kadang bisa asem juga. Jadi, jangan suka tertipu dari kulit luarnya yah.
Setelah Viona dilamar oleh Yamada, esok harinya ia pun mengajak Hasan untuk bertemu dan bercerita tentang niat Yamada yang ingin mempersuntingnya kepada Hasan.
87
Gambar 4.43 Viona bercerita kepada Hasan Viona Hasan
Viona Hasan
: Saya teh diajakin kawin sama Yamada. : Selamat yah, kalo kamu kawin sama dia berarti kamu melakukan loncatan besar untuk mencapai cita-cita kamu. Engga Cuma belajar dan bekerja di Jepang, tapi juga bisa jadi orang Jepang. : Kamu engga apa-apa. : Saya bahagia, kalo kamu bahagia. Cuma pastikan demi masa depan anak-anak kamu nanti. Pastikan ia mau masuk Islam.
Perkataan Hasan sangatlah benar, karena di dalam Islam tidak diperbolehkan pernikahan yang berbeda agama. Namun, seiring perjalanan Yamada ragu untuk memeluk agama Islam. Kemudian, Viona pun bergegas menemui Hasan. Pada malam hari, Hasan mencurahkan isi hatinya pada Viona.
Gambar 4.44 Hasan mencurahkan isi hatinya pada Viona Hasan
: Semenjak papa meninggal kan kamu sudah tahu. Mama sering keluar masuk rumah sakit, tanpa ada dokter yang tahu penyakitnya apa. Sampai kejadian tahun lalu, sering dirawat malah kebanyakan obat. Yang belum saya cerita ke kamu (flashback Hasan ditagih hutang oleh rentenir). Setelah itu, saya terjerat banyak hutang yang engga mungkin terbayar dari bengkel. Yang penghasilannya paspasan untuk sehari-hari. Makanya saya pindah ke Jepang sama seperti yang kita impikan dulu. Jepang identik
88
Viona Hasan Viona
Hasan Viona
dengan masa depan jauh lebih baik, lebih indah. Hingga sampai sekarang, saya masih merasa terpukul karena ternyata pekerjaan-pekerjaan yang saya kerjakan itu pekerjaan kelas kuli, pekerjaan kasar. Buat saya, kehebatan Jepang tuh cuman bisa saya liat. Tapi yang saya rasakan itu hanya asam dan paitnya. : Orenji.. Diluarnya terlihat manis, tapi belum tentu dalamnya juga. : Iya orenji. : Saya teh juga engga beda jauh sama kamu san. Saya kuli juga, tapi bedanya teh saya ngerjain ini semua demi citacita saya.. S2.. Mari kita berusaha.. : Kalo berusaha, pasti bisa.. : Semangat..
Adegan ini menunjukan bahwa fase penyesuaian telah terjadi antara Viona, Yamada dan Hasan. Yamada mengakhir hubungannya dengan Viona demi kebaikan bersama. Hasan telah jujur kepada Viona tentang alasaannya pergi ke Jepang. Terakhir, Viona pun telah menerima situasi yang sedang dialami dirinya dan mampu menyesuaikan diri. C. Interpretasi Penelitian Setelah peneliti menganalisis film “La Tahzan” dengan menggunakan struktur narasi Tzvetan Todorov dan komponen komunikasi antarbudaya, peneliti menemukan bahwa di dalam film tersebut terdapat proses adaptasi budaya dan sang tokoh mengalami kejutan budaya ketika berada di negara lain. Adaptasi budaya dilakukan agar partisipan dapat mengakomodasikan dirinya dalam menerima berbagai macam gaya komunikasi, keyakinan dan kepercayaan dari
89
orang yang berbeda kebudayaannya.100 Pada film ini terdapat tiga tipe adaptasi pada budaya, yaitu: Pertama, tipe konformitas yang dialami oleh sang tokoh (Viona). Setibanya sang tokoh mendarat di Jepang, ia menuju ke imigrasi bandara untuk pengecekan data passport dan visa. Kemudian ia mematuhi peraturan lalu lintas dengan menyebrang berjalan kaki saat lampu merah. Setelah itu, membeli e-ticket terlebih dahulu untuk menaiki MRT. Pada saat mendapat panggilan arubaito, sang tokoh pun tetap menjalani tahapan wawancara. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Jujur Prananto, selaku penulis naskah film tersebut: “...niatnya yang pertama soal...fighting spirit gitu loh kejuangan...Jadi, bagaimana anak sini kan di negeri orang itu...gila sebetulnya. Nah itu memang banyak adegan yang kurang tergambar misalnya, perjuangannya dia untuk ketemu sama si gurunya. Bayangin dia ke ini engga tau apa-apa, tiba-tiba Jepang semua. Nah itu ceritanya panjang sebetulnya, ceritanya panjang engga se-simple trus keluar bandara langsung ketemu, engga se-simple itu aslinya tuh...perbedaan budaya itu biasanya kita cenderung jadi lebih baik soal disiplin engga ada tawar-menawar. Lalu lintas, saya kan dua kali kesana tuh jadi kita terbiasa kalo saya lihat terbiasa otomatis. Mau nyebrang jalan, lampu merah yaudah diem gitu, mau orang mau kosong diem, ijo baru jalan...Itu udah otomatis dan jangan pernah ragu-ragu untuk nyebrang karena mobil pasti berhenti. Engga ada...mobil nyelonong...Disiplin waktu, disiplin lalu lintas, trus sopan santun berbahasanya itu selalu ada tata caranya. ...pelajar Indonesia yang ambil kursus di Jepang sambil kerja nah namanya arubaito...honor dia nyari duit itu untuk biayai sekolahnya di situ cuman menceritakan bagaimana susahnya, bagaimana ketatnya waktu kita abis sekolah harus buru-buru ontime mau ini. Jadi kadang-kadang sambil naik sepeda...” Kedua, tipe inovasi yang dialami oleh teman sang tokoh (Hasan). Ia pergi ke negara Jepang untuk mencari pekerjaan agar dapat melunasi hutang keluarganya. Negara Jepang dipilih menjadi destinasi tujuan dirinya, karena 100
Allo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.91
90
menurutnya Jepang identik dengan masa depan yang jauh lebih baik dan lebih indah. Sampai akhirnya, ia merasa terpukul karena pekerjaan-pekerjaan yang ia kerjakan adalah pekerjaan kelas kuli yang berstatuskan ilegal, seperti buruh pabrik dan cleaning service. Bagi dirinya, kehebatan Jepang hanya dapat ia lihat saja. Namun, yang ia rasakan hanyalah asam dan pahitnya. Berikut adalah tuturan wawancara dengan Jujur Prananto: “La Tahzan itu kan jangan bersedih yah. Intinya...tadi kembali ke soal fighting untuk spirit itu udah kepalang basah udah apapun harus dihadapi...tentang daya juang seseorang kadang persepsinya kan beda “Aduh ke Jepang gampang, ternyata kaya gini”, nah itu kan sebenernya dialamin saya si cowonya. Hasan nganggep...gampanglah ternyata..Hasan wah Jepang hebatlah akan hidup saya, bisa bayar utang segala macem. Ternyata nyampe sana harus memperpanjang izin kerja engga bisa, semuanya kaya ilegal gitu. Berarti kan yah kita jangan terpengaruh yang gedenyalah, kenyataannya seperti ini.” Ketiga, tipe ritualisme yang dialami oleh teman baru sang tokoh (Yamada). Ia berdarah keturunan campuran Jepang dan Indonesia. Pada saat menolong sang tokoh (Viona), ia merasa tertarik dengannya karena berdarah keturunan Indonesia. Hari demi hari ia lalui bersama sang tokoh dan akhirnya ia pun melamarnya. Ia pun bersedia untuk memeluk agama Islam, lalu mempelajari tentang Islam dan tahapan gerakan dalam beribadah sholat. Namun, ia merasa ragu dalam keputusannya untuk berpindah agama. Akhirnya, ia memutuskan hubungannya dengan sang tokoh. Berikut adalah tuturan wawancara dengan Jujur Prananto: “Yamada...lama-lama sadar bahwa gila yah...di luar negeri gue itu agama...masih berarti... Orang tuh begitu takutnya...sama urusan agama...sementara saya dengan mudahnya “Oke saya masuk Islam”, biar dapet cewe...akhirnya...dia ngaku...walaupun adegannya sangat disederhanakan langsung engga ada proses... Cuman intinya bahwa dia sadar, oke saya jujur saja mau pindah agama supaya dapat kamu.
91
Bukannya saya pengen, cuman begitu saya pindah syaratnya saya harus membaca ini, begitu saya baca...ternyata ...dalam bertuhan tuh orang serius yah. Wah ternyata Islam...punya tatanan yang sangat rapih...Engga bisa nih gua masuk Islam asal ngomong doang...Akhirnya engga jadi deh, bukannya main-main tapi saya pindah agama cuman betul-betul pragmatis supaya dapetin kamu... Bukan saya pengen pindah Islam, karena saya selama ini mikir agama itu is nothing...yah agama itu tata caranya aja.” Selain itu, peneliti menemukan unsur-unsur komunikasi antarbudaya yang dialami oleh sang tokoh pada film tersebut, yaitu: Pertama, adalah sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Ketika sang tokoh (Viona) berada di kamar mandi untuk mencuci tangan, ia menemukan sebuah cincin. Ia pun teringat dengan seorang wanita Jepang yang keluar kamar mandi sebelumnya. Pada adegan ini, terlihat sang tokoh menaruh kepercayaan bahwa cincin tersebut adalah milik wanita Jepang tersebut. Kepercayaan itu pun memberikan suatu nilai agar terbentuknya sikap sang tokoh untuk mengembalikan cincin itu kepada wanita tersebut. Kemudian, peneliti juga menemukan tentang kepercayaan mengenai agama. Di penjuru dunia terdapat berbagai aneka ragam mengenai kepercayaan dan budaya. Setiap kepercayaan memiliki nilai dan ciri khas tersendiri bagi para umat penganutnya. ketika sang tokoh menelpon teman barunya (Yamada) dan ia baru mengetahui tentang agama apa yang dianut oleh Yamada. Agama digunakan oleh warga masyarakat sebagai pandangan hidup yang berfungsi menjelaskan keberadaan manusia di dunia, darimana ia berasal, dan ke mana ia akan pergi sesudah meninggal (Geertz 1973), dan agamalah satu-satunya bagian kebudayaan yang mampu menjelaskan arah dan tujuan hidup manusia.101
101
Achmad Fedyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi (Perbedaan Faham dalam Agama Islam), h.5
92
Kedua, adalah pandangan dunia. Ketika kepala sekolah menyambut sang tokoh (Viona) dengan melakukan salam membungkuk khas Jepang. Terdapat berbagai macam pandangan mengenai budaya di dunia. Jika kita telah terbiasa dengan budaya berjabat tangan saat bertemu dengan orang lain. Di Jepang mempunyai tradisi budaya unik ketika bertemu orang lain dengan cara membungkuk. Tradisi budaya ini dikenal dengan nama ojigi. Pada adegan yang lain, terlihat kepala sekolah mengajarkan tentang kebersihan dengan tata cara membuang sampah yang benar. Negara Jepang terkenal sebagai negara yang taat menjaga kebersihan. Membuang sampah harus ditempatkan sesuai dengan jenisnya. Sampah organik dibuang ke tempat pembuangan khusus organik dan sampah non organik dibuang ke tempat pembuangan non organik. Berikut adalah tuturan wawancara dengan Jujur Prananto: “...nilai hakiki agama itu yah di kehidupan sehari-hari itu. Bukan aturan-aturan yang diturunkan oleh Nabi siapa dan mereka udah engga mikir. Tapi apa yang dirasakan bahwa ini benar itu gini, ini tuh salah. nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kebersihan, itu kan slogan “Kebersihan sebagian dari Iman”, slogan yang harusnya lakukan jangan jadi slogan aja. Sini kan karena ada dalam Sunnah Nabi, dijadikan slogan jadinya di pengajaran, yaudah berenti dipengajaran gitu loh. Kalo jepang sudah feeling sebagai rasa bahwa ini harus bersih atas kemauan sendiri”.
Ketiga, adalah organisasi sosial. Ketika sang tokoh (Viona) meminta restu kepada orang tuanya agar dapat mengizinkannya pergi ke Jepang untuk melaksanakan program sekolah sambil arubaito (bekerja). Kemudian, ia pun diperbolehkan oleh kedua orangtuanya dengan catatan hal yang diperbuatnya tidaklah haram.
93
Dalam melakukan proses adaptasi budaya, umumnya seseorang akan mengalami Culture-Shock. Pada pengkajian ini, peneliti menemukan proses dari Culture-Shock dan berikut adalah tahapan-tahapannya dari seseorang mengalami kejutan budaya hingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Pada film “La Tahzan”, peneliti akan berfokus pada sang tokoh, yaitu Viona. Berikut adalah empat tingkatan fase dalam Culture-Shock: Pertama,
fase optimistic adalah tahapan sebelum sang tokoh (Viona)
pergi ke Jepang dan memasuki budaya baru. Terlihat sang tokoh yang sedang meminta izin orangtuanya agar dapat merestui dirinya pergi ke Jepang untuk melakukan program belajar sambil arubaito (bekerja). Pada percakapan tersebut, sang tokoh merasa yakin dan optimis bahwa ia dapat beradaptasi baik dan mandiri dengan membiayai hidupnya dengan arubaito sambil sekolah. Berikut adalah tuturan wawancara dengan Jujur Prananto: “...pelajar Indonesia yang ambil kursus di Jepang sambil kerja nah namanya arubaito. Arubaito itu jadi siang dia nyari makan atau sebaliknya trus dari honor dia nyari duit itu untuk biayai sekolahnya sore hari atau sebaliknya...”. Kedua, masalah cultural adalah tahapan masalah dalam lingkungan baru yang dialami oleh sang tokoh (Viona) mulai berkembang. Dimana ia belum mendapatkan pekerjaan dan ia mengingat perkataan ayahnya mengenai ongkos yang diberikan oleh ayahnya hanya cukup untuk dua atau tiga bulan saja. Keuangannya pun mulai meinipis dan ia harus lebih berhemat dalam membelanjakan keperluan sehari-harinya. Kemudian, ketika ia berhasil mendapat pekerjaan ia mendapat masalah baru. Pada hari pertama bekerja di perjalanan sang
94
tokoh terjatuh dari sepeda. Alhasil ia pun terlambat dan dimarahi oleh manager restoran tersebut. Dalam adegan lain, terlihat pula sang tokoh yang kembali melakukan keterlambatan saat temu janji dengan teman barunya (Yamada). Teman barunya pun menelpon sang tokoh karena dengan nada kecewa. Berikut adalah tuturan wawancara dengan Jujur Prananto: “...honor dia nyari duit itu untuk biayai sekolahnya...di situ cuman menceritakan bagaimana susahnya, bagaimana ketatnya waktu kita abis sekolah harus buru-buru ontime mau ini. Jadi kadang-kadang sambil naik sepeda sambil makan, karena engga ada waktu lagi makan, dimarah-marahin... Nah, perbedaan budaya itu biasanya kita cenderung jadi lebih baik soal disiplin engga ada tawar-menawar. Jadi, nampaknya yang perbedaan nyatanya dengan Indonesia itu adalah karena Indonesia itu beragama kuat, begitu dijunjung tinggi, hingga ini seolah-olah ada kelasnya. Undang-undang tertinggi adalah dalam Al-Qur‟an...Jepang nampaknya... agama manusia lah, peraturan-peraturan... Jadi, di sana disiplin tuh udah kaya agama. Melanggar di siplin tuh udah kaya orang berzina lah... feeling saya bahwa orang tuh selalu punya naluri untuk menuhankan sesuatu, untuk merasa tuh saya butuh peraturan, itu naluri itu pasti ada. Nah kalo di sini naluri itu dari Allah, kalo sana disiplin itu sendiri udah kaya agama feeling saya begitu”.
Ketiga, fase recovery adalah tahapan di mana sang tokoh (Viona) mulai bersikap positif terhadap lingkungan barunya. Sang tokoh mau membuka dirinya dengan cara bertatap muka dengan teman barunya (Yamada) dengan bersikap positif dan mau berinteraksi. Kemudian, sang tokoh menerima pertolongan teman barunya yang ingin membantunya mencari teman lamanya. Dalam fase ini, sang tokoh mulai mempercayai teman barunya. “...begitu nemu Joe Taslim agak-agak memengaruhi cerita. Yamada ini campuran Indonesia-Jepang, supaya ada legitimasi dia bisa Indonesia gitu loh. Karena, kalo pure pemain sana kan oh Jepang... si cewe kan baru kursus masa langsung ahli nanti engga
95
realistis...Sebetulnya, niatnya yang pertama soal ini, soal fighting spirit gitu loh kejuangan. Jadi, bagaimana anak sini kan di negeri orang itu kan gila sebetulnya. La Tahzan itu kan jangan bersedih yah. Intinya kan yah tadi kembali ke soal fighting untuk spirit... seluruh cerita mengarah ke judul orange, semua tentang bahwa jangan terpikat oleh warna yang indah, dalamnya manis, bisa juga kecut. Pokoknya kulit itu tidak menjamin isi, yah itu semuanya itu orenji.” Keempat, fase penyesuaian di mana sang tokoh telah dapat menyesuaikan diri dengan budaya barunya (nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain). Pada adegan film tersebut, ketika teman barunya (Yamada) menjenguk sang tokoh (Viona) dan ingin memasuki kamar sang tokoh. Teman barunya itu pun diminta keluar oleh sang tokoh karena ia bukanlah muhrimnya. Teman barunya tersebut tidak mengerti perkataan dari Viona Namun, karena sang tokoh sedang sakit, teman barunya tetap ingin melihat keadaan sang tokoh. Akhirnya sang tokoh pun memperbolehkan teman barunya untuk memasuki rumah dengan syarat pintu luar rumah tetap terbuka dan temannya tetap berada di luar kamar. Kemudian, teman barunya memasakan makanan untuk sang tokoh agar lebih bertenaga. Setelah itu, teman barunya menghibur sang tokoh dan mengajaknya jalan-jalan kembali jika sang tokoh sudah sembuh. Selepas sembuh, sang tokoh berjalan-jalan dengan teman barunya ke kuil dan melakukan ramalan omikuji. Saat perjalanan pulang, mereka saling berbagi obrolan mengenai kehidupan dan pekerjaannya masing-masing. Kemudian, sang tokoh mempelajari tari tradisional Jepang dan belajar menghidangkan sushi. Pada adegan selanjutnya, terlihat sang tokoh di ajak kerumah teman barunya. Ia diperkenalkan ke kedua orang tua teman barunya, kemudian mereka berjalan-jalan dikebun jeruk milik teman barunya. Setelah itu, teman barunya berdo‟a di kuil dan melamar sang
96
tokoh. Sang tokoh pun bercerita kepada teman lamanya (Hasan), dan ia menyarankan agar teman barunya dapat memeluk agama Islam. Namun, seiring perjalanan teman barunya ragu untuk memeluk agama Islam dan hubungan mereka berdua pun berakhir. Kemudian, sang tokoh pun bergegas menemui teman lamanya. Pada malam hari, teman lamanya mencurahkan isi hatinya pada sang tokoh. fase penyesuaian telah terjadi antara Viona, Yamada dan Hasan. Yamada mengakhiri hubungannya dengan Viona demi kebaikan bersama. Hasan telah jujur kepada Viona tentang alasaannya pergi ke Jepang. Terakhir, Viona pun telah menerima situasi yang sedang dialami dirinya dan mampu menyesuaikan diri. Berikut adalah tuturan wawancara dengan Jujur Prananto: “...saya bikin si cewe itu nolak “yaudah kalo kamu gitu, kamu pindah Islam aja”. Niatnya itu kan supaya cewenya, dibayangan dia waduh pindah agama ntar dulu deh. Ternyata dengan mudahnya dia “oke” gitu masalah lagi... si Viona Indonesia banget. Dia yang paling saya rasakan di film ini yang ketika saya nulis juga sadar itu bahwa Indonesia banget dalam artian ketika dia di Indonesia, dia agama yah soft-soft lah, ibadah yah engga ketat-ketat amat gitu biasa-biasa ajalah gitu dia juga tidak rusak-rusak engga dan dia mau pake kerudung ayo engga ayo gitu kan. Cuman ketika berhadapan dengan orang yang biasabiasa aja gitu ketika sudah ada dalam tanda kutip serangan masuk, yaitu menyinggung itu wah dia sangat Islam sekali...sosok Indonesia yang seperti pada umumnya. Tapi ketika ada serangan masuk wah langsung seriuslah... Nilai budaya sih, nah itu tadi kaya soal persepsi tentang agama. Itu budaya, jadinya artinya itu banyak yang terjadi di generasi muda sekarang di Jepang. Jadi adat, makanya iklan-iklan tuh kan kita jalan kaki “Ini gedung apa sih? Kaya selalu ada jendela kaca iklan, poster-poster gitu, oh gedung tempat kawin gitu”. Ada tuh paket sekian Yen, kalo engga salah engga tau yen, engga tau Dollar gitulah ada perangkat itu apa. Pendetanya itu kan ada apa sih namanya, yang kaya khotbahnya gitu loh. Pake ukir-ukiran kaya mimbar gitu trus depannya gitu-gitu buat altarnya gitu. Trus saya tanya sama itu “Eh sini emang, banyak ini yah banyak orang Kristen yah?” dijawab “Kaga” dibalas “Loh itu banyak melayani pernikahan” dijawab, “Bukan, orang Kristen aja, orang Jepang”. Trend-nya sekarang gitu, lagi nge-trend... Yamada mewakili Jepang Cuma di lama-lama sadar bahwa gila yah baru sadar bahwa, yang di luar negeri gue itu agama itu masih berarti yah gitu.
97
Orang tuh begitu takutnya yah sama urusan agama gitu, sementara saya dengan mudahnya “Oke saya masuk Islam”, biar dapet cewe kan, akhirnya kan dia ngaku bahwa sorry walaupun adegannya sangat disederhanakan langsung engga ada proses, tiba-tiba itu terlalu naif. Cuman intinya bahwa dia sadar, oke saya jujur saja mau pindah agama supaya dapat kamu gitu. Bukannya saya pengen, cuman begitu saya pindah syaratnya saya harus membaca ini, begitu saya baca loh orang serius banget yah ternyata bertuhan tuh dalam bertuhan tuh orang serius yah. Wah ternyata Islam tuh begitu punya tatanan yang sangat rapih wah kayanya gua engga bisa main-main nih, nah gitu loh. Engga bisa nih gua masuk Islam asal ngomong doang...”. Peneliti menemukan beberapa kelebihan dalam film “La Tahzan” dan akan peneliti ungkapkan dengan rangkaian analisis narasi. Pertama, analisis narasi dapat mendeskripsikan tentang pesan yang terdapat dalam film “La Tahzan”, sehingga peneliti dapat memahami pesan komunikasi antaragama dan budaya yang dinarasikan pada skripsi ini. Kedua, memahami tentang unsur-unsur komunikasi antarbudaya dan berbagai tipe adaptasi tentang budaya yang terkandung pada film tersebut. Ketiga, mengetahui fase culture shock yang dialami oleh sang tokoh dalam melakukan adaptasi di Jepang. Dengan analisis narasi, peneliti dapat menggambarkan rangkaian kejadian yang terjadi sesuai fasenya.
98
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Film “La Tahzan” mendeskripsikan realitas kehidupan beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda agama dan budaya. Melalui analisis narasi model Tzvetan Todorov dalam film “La Tahzan diketahui bahwa film tersebut mempunyai tiga tahapan alur, yaitu: Pertama, alur awal adalah pendahuluan di mana awal mulanya pengenalan dari suatu cerita. Sang tokoh tertarik dan mengikuti program belajar sambil arubaito. Sesampainya di Jepang, sang tokoh bersama teman-temannya di jemput oleh kepala sekolah. Hari demi hari sang tokoh membiasakan diri berbahasa Jepang dan menaiki sepeda jika ingin pergi. Kedua, alur tengah adalah Bagian yang umumnya menjadi pintu dimulainya konflik terjadi. Masyarakat Jepang sangat menghargai akan nilainya sebuah waktu dan tipikal orang tidak bisa menunggu. Dalam film tersebut, terlihat sang tokoh yang telat datang masuk bekerja kemudian dimarahi oleh manager dan juga saat teman barunya yang kecewa dengan sang tokoh karena datang terlambat ketika janji bertemu. Ketiga, alur akhir merupakan tahap penyelesaian pada suatu cerita yang menjadi titik di mana berakhirnya suatu dan menemukan pemecahannya. Pada alur ini, sang tokoh tidak jadi menikah dengan teman barunya karena, ia
99
barunya ragu untuk memeluk agama Islam. Selain itu, saat melakukan istikharah yang ada di benak pikiran sang tokoh adalah teman lamanya. Kemudian, teman lamanya pun jujur kepada sang tokoh tentang alasaannya pergi ke Jepang. Akhirnya, mereka pun ikhlas menerima situasi yang sedang dialami mampu menyesuaikan dirinya masingmasing. 2. Adaptasi budaya dialami oleh sang tokoh ketika berada di Jepang. sang tokoh mengalami masalah ketika menghadapi budaya Jepang yang memegang prinsip disiplin terhadap sesuatu terutama mengenai waktu. Dengan seiringnya perjalanan sang tokoh pun mulai terbiasa dan dapat menyesuaikan diri dengan baik. B. Saran 1. Kepada pembuat film, agar dapat memvisualisasikan cerita dalam film tersebut, seperti pergantian scene ke scene yang lain dengan menggunakan establish agar tidak terlihat jumping, lebih menarik dan tidak membosankan saat ditonton oleh penonton. 2. Kepada para penonton film, sebaiknya menonton film tidak hanya untuk hiburan dan mengisi waktu kosong saja. Tetapi juga aktif dalam menggali dan menela‟ah pesan yang diantarkan pada film tersebut.
100
DAFTAR PUSTAKA
A Devito, Joseph. Komunikasi Antarmanusia, (Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group, 2011).
Agil Husin, Said dan Munawar, Al. Fikih Hubugan Antaragama Berbasis Kultural, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005).
Agus, Bustanudin. Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006).
Braston, Gill and Stafford, Roy. The Media Student's Book, (London and New York: Routledge, 2003).
David, Bordwell and Kristin, Thompson. Film Art an Introduction, Fourth Edition, (Yogyakarta: Jalansutra, 2009).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).
Erianto. Analisis Naratif: Dasar-dasar dan penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013).
Fedyani Saifuddin, Achmad. Konflik dan Integrasi (Perbedaan Faham dalam Agama Islam), (Jakarta: Rajawali, 1986).
Hasbullah, Bakrie. Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Widjaya Jakarta, 1986).
Himawan, Pratista. Memahami Film, (Jogjakarta: Homerian Pustaka, 2008).
Irwanto, Budi. Film, Ideology: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta: Aksara, 2005).
101
Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: PT. Gramedia, 2007).
Kholis Nurrochim, Rusmin. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014).
Liliweri, Allo. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).
Maryaeni. Metode Penelitian Budaya, (Jakarta: Bumi Akasara, 2005).
Maryati, Kun dan Suryawati, Juju. Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 2001).
Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin. Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
Morrisan. Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005).
Suryapati, Akhlis. Hari Film Nasional Tinjauan dan Restropeksi, (Jakarta: Panitia hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010, 2010).
Pelly, Usman. Urbanisasi dan Adaptasi, (Jakarta: LP3ES, 1998).
Pranajaya. Film dan masyarakat; Sebuah pengantar, (Jakarta: Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 1992).
Razak, Yusron dan Nurtawaban, Ervan. Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007).
Stokes, Jane. How To Do Media and Cultural Studies (Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya), (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2003).
102
Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007).
Sumarno, Marseli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta: Gramedia Widisarana Indonesia, 2005).
Thwaites, Tony. dkk, Introducing Cultural and Media Studies, (Yogyakarta: Jalansutra, 2009).
Tibi, Bassam. Islam, Kebudayaan dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999).
Todorov, Tzvetan. Tata Sastra, (Jakarta: IKAPI, 1985).
Website
:
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l008-13-318517_la-tahzan/award http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-l008-13-318517_latahzan#.Vyx3YISLS00 http://www.indonesianfilmcenter.com/cc/jujur-prananto.html http://www.slideshare.net/reizaalishariatiazhari/kinescope-magz-edisi-5 https://www.youtube.com/watch?v=UEBbVuspGjg
103
LAMPIRAN – LAMPIRAN
104
HASIL WAWANCARA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM FILM LA TAHZAN
Narasumber
: Jujur Prananto
Jabatan
: Penulis Naskah
Tanggal wawancara : 10 Maret 2016 Waktu wawancara
: 12.00 WIB
Tempat wawancara
: Restoran Secret Recipe (Cibubur Junction)
Keterangan
:
1. P
: Peneliti
2. N
: Narasumber
P
: Bagaimana awal mula Bapak memasuki dunia perfilman?
N
: Saya memasuki lewat jalur formal yah jalur pendidikan, yaitu setelah lulus SMA saya masuk IKJ waktu itu namanya LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) jurusan film. Jurusan film trus saya selesai, mungkin sekarang tingkatnya kaya D3 gitu lah yah namanya TSD (Tahap Studi Dasar). Nah saya cuma sampai situ, trus saya kerja magang di produksi film itu tahun, saya lulus tahun „85 eh sorry sorry, saya masuk IKJ tahun „79 kamu belum lahir yah?
P
: Belum..
N
: Belum yah. Tahun „79, lulus „83 eh „83 apa „84 deng, „84 lima tahun agak kelamaan. „84, trus mulai „85 tuh mulai magang. Magang.. magang.. magang.. di art departement magang di, jadi clapper gitu. Trus sekian kali jadi clapper, pencatat skrip trus jadi asisten sutradara. Astrada sekian kali, sampai tahun mendekati „90. Saya akhirnya memutuskan, udah cukuplah di lapangan, saya kembali keinginan saya untuk nulis. Akhirnya saya mulai nulis baru satu film dibikin, tahun „90 film collapse, selama 10 tahun. Pada saat itulah, mulai muncul TV Swasta, RCTI berdiri disusul SCTV, Indosiar, itu di tahun-tahun itukan. Saya malah sempet mengawali karir di film tapi lebih sebagai profesionalnya itu malah di TV. Waktu itu awalnya rada gampang masuk di TV tuh karena pas masa galau film engga ada, TV cuma TVRI kan trus muncul RCTI
105
itu saya sempet nulis FTV pertamanya RCTI itu dibikin oleh mereka sendiri judulnya “Abu Yatim”, itu cuman karena cuma sekali yah lewat. Nah sementara itu saya, waktu itu TVRI suka bikin pekan-pekan film gitu. Nah saya suka ngirimin naskah-naskah saya gitu engga pernah diterima. Salah satunya dari cerpen saya, saya kembangin judulnya “Parmin” itu dari cerpen, saya adaptasi jadi skenario. Saya tawar-tawar dengan TVRI engga pernah jadi, sampai mulai ada kehidupan film televisi ada produser sebetulnya dia rental alat yah, cuma dia pengen bikin film gitu film TV. Kenal sama temen saya sutradara satu angkatan, temen saya inget saya punya naskah yang engga laku-laku ini. “Naskah lu udah laku belum?” dijawab “belum” dibalas “ambil yah” dijawab “ambil aja”. Akhirnya dibeli ama dia, dibayar eh di Festival Sinetron Indonesia waktu itu kan FFI engga ada, adanya Festival Sinetron Indonesia tahun kalo engga salah tahun „93 kalo engga salah itu menang. Filmnya menang, skenario menang, FTV menang, menang semuanyalah gitu. Begitu turun dari panggung, saya langsung disambut sama Punjabi‟s Brothers. P N P N
P N
: Wah para-para produser yah? : Iya, dengan tiga india berjas ini, langsung brak.. brak.. brak.. “Selamat pak, jadi kapan dong kita ketemu dikantor?” Nah, sejak saat itulah saya.. : Mulai kerjasama dengan mereka : Iya gitu awalnya, rada gampang karena prestasi itu tadi. Cuma yang memang masa galaunya rada panjang juga. Yah masa galau yang apa kehilangan kaya tiba-tiba bayangin pengen nulis tapi loh kok ga ada yang ditulis. Film itu bangkrut coba, yang ada cuman film esek-esek itu aja kan yang hidup. Hidup antara tahun „90 sampai 2000 itu cuman film Garin sama film esek-esek. Yah Garin bikin terus sama film-film seks. Baru “Kuldesak“ tahun „98 “Petualangan Sherina” tahun „99 nah “AADC” 2000. Nah itu, jadi selama sekian tahun itu kosong. Di TV, orang film semua ke TV. : Memang kalo dari dulu tuh dari TV dulu yah? : Karena waktu itu film engga ada, sudah terlanjur. Artinya kan mereka harus hidup, intinya gitu bayangin dunia perfilman yang potensi tenaga kerja yang begitu besar waktu itu tuh produksi bisa 150 film setahun. Itu kan banyak sekali kan di tahun-tahun 1980-an lah itu tinggi sekali. Nah itu begitu belum ada kan nyari penghidupan. Begitu TV buka, langsung semua tumpah ke TV. Nah, makanya orang film justru tumpah TV, generasi baru perfilman tahun sekian yang sukses orang-orang baru semua. Rudi Soedjarwo, Mira Lesmana engga pernah dia hidup di perfilman sebelum tahun ‟90 engga ada. Ini udah tua-tua semua nih, jadi
106
semua sutradara itu semua ditampung sama PH nya Camelia Malik, Hari Capri itu dia menampung orang-orang film lama tapi TV bukan film. Makanya begitu lahir tahun 2000 “AADC” trus apalagi tuh semua tibatiba muncul orang-orang yang baru dengan cara kerja yang baru masuk digital pula. Hmm.. udah beda, clapper udah engga laku, pencatat skrip masih terus. Cuman pencatat skrip, dulu harus mencatat skrip dengan dialog seperti ini dia ngomong apa tulis. P
: Untuk kontiniti?
N
: Untuk dubbing, kan suara engga direkam. Suara direkam belakangan, jadi kita pegang skenario itu jadi oh ini meleset, ini engga meleset. Tapi ada guide nya pake kaset itu sih, untuk dulu itu, paling capek skrip. Yang lain tidur kita ngetik kan bikin shooting report jadi kerja dua kali. Begitu dubbing dicek gitu, lu nih gimana catetan lu payah lu ngomong apa tuh. Oh ternyata kita nyatetnya salah, itu awal saya.
P
: Bagaimana latar belakang cerita “La Tahzan” dapat dijadikan sebuah film?
N
: “La Tahzan” itu gagasan pertama dari sutradaranya, judulnya pertama bukan “La Tahzan”. Lucu nih, ini film fenomena yang ajaib. Jadi, Danial Rifki pernah ikut workshop di Jepang trus dia punya impian bikin film di Jepang. Dia nemu buku judulnya “La Tahzan: for Student”. “La Tahzan: for Student” itu kumpulan cerita tentang mahasiswa Indonesia eh bukan mahasiswa sih, tentang pelajar Indonesia yang ambil kursus di Jepang sambil kerja nah namanya arubaito. Arubaito itu jadi siang dia nyari makan atau sebaliknya trus dari honor dia nyari duit itu untuk biayai sekolahnya sore hari atau sebaliknya. Jadi, kalo engga salah oh mungkin sekolahnya pagi trus sore part time di cafe atau apa restoran. Jadi, biaya hidupnya dari situ. Itu orang-orang yang mengalami itu mengumpulkan pengalamannya di buku namanya “La Tahzan: for Student”. Trus jadi, kita cuman ambil salah satu cerita aja dari kumpulan itu. Sebuah pengalaman salah satu yah itu yang kemudian kita kembangkan jadi itu.
P
: Oh jadi itu jatuhnya cerpen atau novel pak?
N
: Bukan cerpen, bukan novel. Kaya apa yah kaya pengalaman reportase.
P
: Tapi dari karangan Ellnovianty Nine itu?
N
: Ini kalo engga salah yang kita tulis itu pengalamannya si, yah pengalaman si ini, siapa?
P
: Ellnovianty Nine?
107
N
: He‟eh.. yang lain ada penulisan lain juga di buku itu.
P
: Jadi, di satu buku itu ada beberapa tapi yang diambil punya dia.
N
: Dari pengalaman, semua pengalaman Jepang. Trus, saya lupa kalo persisnya di situ cuman menceritakan bagaimana susahnya, bagaimana ketatnya waktu kita abis sekolah harus buru-buru ontime mau ini. Jadi kadang-kadang sambil naik sepeda sambil makan, karena engga ada waktu lagi makan, dimarah-marahin. Trus ada adegan bagus, Cuma akhirnya engga jadi dibikin itu susah nyari tempat sholat, nemu-nemu disamping gudang apa trus dimarah-marahin. Jadi, ada adegan itu.
P
: Tapi engga dimasukin?
N
: Karena, jadwalnya waktu itu aduh shooting-nya mepet banget. Akhirnya adegan itu, terpaksa dikorbankan.
P
: Itu kalo engga salah, kru nya hanya beberapa orang saja yah pak?
N
: Iya, kru kecil
P
: Kaya buat film pendek gitu yah.
N
: Orang si Ario Bayu, ngangkat-ngangkat kabel, dia kan orangnya cuek gitu. Saya sih engga ikut, cuma denger ceritanya aja. Saya ikut awalnya aja bikin cerita, waktu shooting-nya gitu. Engga ada orang kan, jadi dari cerita itu kita kembangkan mulai bagaimana kita bikin cerita kan, ada drama-dramanya trus saya bikin ini cowonya sebelahnya san, cewenya pengen ngikutin yah gitu. Di sana dia ketemu cowo Jepang trus karakter cowo Jepangnya kita masih mencari-cari. Kita kesana, ketemulah oh ternyata tentang perkawinan Jepang itu begini.. begini.. begini.. Abis itu, kita dapet info dari kebetulan kita kenal sama dosen perguruan tinggi di Kyoto, suaminya profesor di perguruan tinggi itu, jadi mereka duaduanya ngajar. Nah kita ngomong sama istrinya, orang Indonesia trus ketemu juga anak Jepang, semuanya ngomong kalo perkawinan Jepang yah gitu. Trus saya pikir-pikir, asik juga nih. Jadi, trus saya bikin si cewe itu nolak “yaudah kalo kamu gitu, kamu pindah Islam aja”. Niatnya itu kan supaya cewenya, dibayangan dia waduh pindah agama ntar dulu deh. Ternyata dengan mudahnya dia “oke” gitu masalah lagi.
P
: Apakah penulisan naskah dalam narasi film tersebut dengan cerita aslinya sama, seperti dialog-dialognya?
108
N
: Itu aslinya engga ada dialognya. Beda bangetlah pokoknya, tapi terinspirasi dari situ. Bahwa ada yang pengen kesana, trus kalo engga salah udah beda banget kok. Karena, apa bumbu-bumbu dramanya kalo disitu kan engga ada, percintaannya engga ada, pacarannya sama ini engga ada, yang ada cuman menceritakan arubaito itu apa intinya itu. Bahwa yang masih masuk di filmnya yah itu tadi naik sepeda sambil makan trus sampai ngantuk-ngantuk. Nah saya melihat ngantuk-ngatuk sambil makan, capek, naik sepeda, oh pantesnya gampang tabrakan, lalai. Oh pastinya ketemunya kaya FTV gitu aja, tabrakan sama cowo Jepang trus kenalan. Karena, ituloh budget film udahlah bikin kita bikin se-simple mungkin yah. Daripada kita bikin adegan yang macemmacem akhirnya engga bisa dibikin mending kita bikin yang se-simple mungkin, jadi kaya FTV banget itu ceritanya kan, FTV abis cuman setting-nya Jepang. FTV coba kalo kenalan pasti di kampus, tabrakan, jatuhin buku. Saya juga sadarnya belakangan, pas nonton fimnya iya yah cuman Jepang lebih gaya lah.
P
: Kenapa film ini diberi judul “La Tahzan”?
N
: Jadi, ini soal pemasaran. Jadi, saya akan tarik belakang dulu yah tadinya kan produsernya itu anak IKJ ada PH. Trus ternyata dananya cekak, dia pusing nyari investor kemana-mana akhirnya dia datang ke falcon ini. Jadi, falcon bukan sebagai produser sebenernya sebagai investor, sebagai yang punya duit. Jadi, “oke saya ada dana sekian milyar kecil pokoknya engga sampe tiga milyar pokoknya berani engga ke Jepang?”, main berani aja nah dia punya co-producer ini rada nakal. Dia publisher-lah, nakalnya itu dia banyak umbar janji “oh bisa pak”, padahal kita itungitung engga mungkin. Akhirnya di oke-in dengan asumsi dana itu cukup, bahkan dia menjanjikan sekalian di sana bisa shooting video clip, falcon kan rekaman juga. Hmm.. janjinya macem-macemlah, the point adalah bahwa sampe sana kita kurang dana dan si producer yang si ngember ini itu sampe kadang-kadang minta duti ke crew, dibalik bukannya ngasih duit, dibalik kacau. Aneh, kacau dipepet-pepet udah gitu kita pengennya syuting itu pas masih musim, karena terlanjur undur-undur masuklah fix season winter, semua tarif naik kan hotel dua kali lipat, makanan, semua dua kali musti dipepet-pepet. Akhirnya udah, yang tadinya ini mereka menyerahkan udahlah terserah falcon mau dibikin apa terserah mau diapain nih film. Diedit kan, diedit dengan ceritanya sangat FTV, sangat sederhananyalah sekali itu, udah saya nonton tuh kenapa bisa jadi nih film gitu kan. Sebelumnya, falcon itu shooting di Korea dengan budget lebih tinggi, jauh lebih tinggi shooting di luar negeri kan. Pertama, di luar negeri itu di Korea tapi pak producer-nya kecewa, nah dalam situasi yang mood kecewa film sebelumnya, dia nonton hasil editing film kita sepi gitu kan, kita deg-degan semua gitu cut, sorry.. Awalnya itu kita kasih judul “Orenji”, “Orenji” itu orange, jeruk yah kan kamu nonton kan. Sebetulnya judulnya tuh seluruh cerita mengarah ke judul orange,
109
semua tentang bahwa jangan terpikat oleh warna yang indah, dalamnya manis, bisa juga kecut. Pokoknya kulit itu tidak menjamin isi, yah itu semuanya itu orenji. Dengan judul orenji itu ditonton, begitu selesai nonton “Pak, it‟s amazing pak”, loh saya engga salah nih, “Ini, ini luar biasa pak”, dibalas “omong-omong hebatnya di mana pak?”, macemmacemlah dipuji. Sebelumnya dia nonton yang mengecewakan, nonton yang budget-nya rendah bisa menghasilkan gambar yang kaya. Jadi, La Tahzan itu dianggap shot-nya itu kaya gitu loh, kayanya itu shot-nya banyak, engga cuma interior atau apa, jalan ini, jalan itu, banyak itu emang DOP-nya rajin. DOP-nya itu apa-apa dishoot, orang lagi engga adegan, orang lewat dishoot. Jadi, kaya dia kagum. Akhirnya, dia grading sendiri, udahlah angkat tangan, dihabisin tuh musiknya dibagusin, grading-nya warnannya dibagusin. Trus udah yang punya tiba-tiba bikin lagu untuk memberikan suasana lagu islami ini itu si produser india ini.Namanya Naveen, orang falcon “Pak, saya akan target putar lebaran” dijawab “kok bisa pak?” dibalas “ini soal agamanya pak”. Yang niat malah produserya, saya kan hanya nulis cerita aja. Akhirnya dibikin lagu yang lagu-lagu uje yang bisa merinding itu. Yang uje yang paling bagus dia masukin, tadinya dia tuh kurang ajar sih. Dia mau buat film lain FTV apa diambil, jadi produser dia ini “sialan gua udah punya lagu bagus diambil”, untuk film ini. Terakhir itu setahun loh ngendon di falcon tuh setahun, akhirnya karena dia mikir strategi pemasarannya gimana. Karena dia selalu membayangkan dengan judul orenji, apa kita bisa menjual film ini, apa yang kira-kira membuat orang melangkahkan kaki ke bioskop “aduh, nonton yuk”, gitu “Kayanya saya engga ada”, dibalas “Apalagi saya pak”, saya bilang jujur aja, saya engga ngeri-ngeri engga film ini, apa ya, yah kita sih kita punya Joe Taslim, tapi Joe Taslim waktu itu kan belum baru kali itu main belum ngetop gitu. Joe Taslim mainnya bagus, pokoknya secara bintang soul banget, secara cerita FTV banget, secara apa, akhirnya yah cuman dia yakin bahwa ini dia punya feeling bahwa ini, bisa ditonton. Trus “Pak saya ada pengen usulan pak, gimana kalo judulnya, judul La Tahzan”, gitu “Waduh pak, La Tahzan itu kan bukunya itu kan buku yang orang timur tengah dapet tuh La Tahzan”. Akhirnya karena, dia ada legitimasi bahwa kan judulnya aslinya La Tahzan for Student, kita boleh dong ambil judul La Tahzan-nya gitu, supaya judul yang islami ini dengan musik-musik yang menarik di lebaran. Itu strategi masarnya, gila juga ini orang, trus saya pas nonton, nonton yang pasa ada musiknya rada merinding juga musiknya uje itu, wah gokil ini udah. Cuman emang keberatan judul, saya bilang “Prinsipnya gini pak, saya sebagai penulis pastinya saya lebih seneng secara idealis, ideal sebuah cerita dan judul pastinya lebih pas itu orenji, tapi saya juga sangat-sangat memaklumi, orang pasti takut untuk memasarkan dengan itu. Jadi, kalo Bapak mau muat itu silahkan”. Tapi ibaratnya hakim tuh apa, kalo ada tiga hakim tuh satu tidak menyetujui itu apa namanya. Ada tuh ketok palu ini, saya tidak setuju ada istilahnya itu ibaratnya gitu. Jadi, yah silahkan tapi sebenernya
110
saya tidak setuju saya bilang, “Oh iya pak”, produsernya bilang gitu. Jadinya, judulnya La Tahzan gitu. P
: Siapa saja yang menjadi target segmentasi untuk penonton film tersebut?
N
: Maksudnya, pasti orang-orang yang konsen pada film-film religi. Nah di situ, kekhawatiran saya terbukti bahwa orang banyak yang tertipu. Orang yang mau love story, judulnya serius banget La Tahzan, pasti-pasti film muslimah-muslimah, orang yang muslimah penegen film religi “Wah judulnya bagus, wah uje”, begitu nonton kok Jepang, pemainnya engga kerudungan gitu kan. Nah itu tuh dan dia sadar minimal pak, minimal sekian itu orang pasti orang dengan promosi saya pasti orang pada dateng minimal itu. Persis, jadi penonton-penonton tuh pertama tuh tinggi sekali, pas kedua kan udah mulai twitter-twitter udah jalan tuh.
P
: Jadi ketahuan yah ceritanya.
N
: Yah, jadi tuh turun tapi yah sudah lumayan. Dia bilang itu film udah yah engga rugi lah.
P
: Tapi masuk sepuluh besar kok pak dari deretan film tahun 2013.
N
: Memang itu kan, yang lain itu apa yah yang top top selalu bertahan berminggu-minggu tuh. Itu hampir sejutaan penonton, kita cuman dua ratus berapa itu. Karena yah, Soekarno yah gitu-gitulah pokoknya musuhnya gokil-gokil lah gitu. Cuman artinya, dengan modal awal yang satu setengah M yah filmnya, yah dapet lumayanlah. Artinya, saya senengnya jadi tontonan yang utuh dan selesai gitu loh tadinya hampir.
P
: Bagaimana tanggapan masyarakat secara positif dan negatifnya terhadap film tersebut?
N
: Itu tadi banyak kecewa, ada tiba-tiba temen dari medan tuh, “Aku nonton di medan gini-gini, kok anu aku pikir begini”, nah terakhir begitu. Nilai positif, kaya orang temporel latumbori itu dia seneng loh filmnya tuh fun gitu kan apa, emang sih dari pertama yang briliant tuh Joe Taslim. Joe Taslim tuh mempesona sekali, orang dia begitu nonton gila nih suka daya pikatnya itu. Saya emang sengaja sih, cuman saya meleset, melesetnya itu mau-mau kan harus berjodoh sama si item ini harus si Hasan. Cuman dalam perjalanannya, ternyata orang tetep ngapain balik lagi ke Hasan. Saya pikir oh iya yah, ini Hasan kan “The Loser” dia kan, udah diem-diem pergi, sok-sok cool, trus yang paling itu adegan dia menghindar itu. Jadi, si lela bilang gile cowo kaya gitu ngapain dipelihara. Itu asli tuh saya tonton dan saya bilang Danial, “Coba cari masakan kalo sampe sana, cari masakan simple dia harus masak gitu loh si cowo Jepang, Yamadanya. Untuk nyuguhin, itu pasti cewe biarpun ada
111
cowo kalo ketemu cowo yang sangat itu pastinya makyess Joe Taslim gitu. Saya pikir, adegan harus ini Dan, gua titip pesen aja adegannya harus menyentuh perasaan wanita banget dalam ketika dia sakit kan, dia sakit trus dia dateng “Sorry kamu engga boleh masuk”, gitu kan “Wah sakit, kamu harus makan”, dengan mukanya luguh itu ini harus itu. P
: Adakah hambatan lain selain mengenai co-Producer dalam proses produksi film tersebut?
N
: Itu hambatan yang co-Producer yang kaco itu, itu kaco balau. Itu merugikan banyak sekali, ada sampai adegan yang engga ada itu adegan yang sholat. Aslinya itu unik kan dan itu ada dibukunya, jadi kaget gitu kan baru sekali ini orang ngeliat sholat kan dimojok engga ada. Sampai bahkan tempat kerjanya si cewenya itu, shooting nya kan di blok m. Interiornya itu di blok m tuh, itu dan pemainnya, pemain Indonesia yang katanya begitu orang Jepang nonton perasaan tuh kaya bahasa Jepang, orang udah lama engga bahasa Jepang. Kalo di sini mungkin, gaya bahasanya agak jadullah, kan mungkin berkembang jadi gitu orang yang katanya nonton “Oh ternyata orang sini orang Jepang udah lama sini”. Sampai gitu-gitu jadi hambatannya hambatannyebelin-nyebelin gitu. Itu menguras biaya, emosi juga trus yang tata kecil ini, ini producer ini kan jadi kaya orang kehilangan peran kan di waktu di Jepang tuh. Akhirnya dia ditugasi untuk ngawal “Lo ngejagain pemain”, dia tidur di hotel tertentu dan pemainnya pokoknya yang ngawal. Kru udah siap, karena kan waktu sempit banget kan udah dari pagi, tau-taunya si yang Producer yang satu ini malah engga dateng-dateng, ternyata dateng-dateng bawa belanjaan, shoooping dulu siap-siap kaya gitu-gitu.
P
: Kenapa engga dipecat aja pak?
N
: Itu sampe diadili menjelang pulang kaya dikudeta gitu, wah udah kaya dipukulin gitu wah kacau.
P
: Bagaimana tahapan pemilihan pemain yang akan menjadi pemeran dalam film tersebut?
N
: Nah, kita rembuk rame-rame, waktu itu kalo engga salah. Ario Bayu saya sempet ngucap sih, Ario Bayu tuh pas nih. Kamu kejar deh, pokoknya yang muka-muka sengsara gitu, yang bisa jadi muka sengsara, muka yang Indonesia banget yang item. Supaya kontras sama yang ketemu Jepang saya bilang harus kontras yah gitu. Dia cinta tapi begitu yang bening Jepang dia pasti mikir gitu trus cowonya sempet kita, tadinya nyari orang sana asli Jepang cuman sempet, ketemu sempet casting tapi kurang begitu cakep dan ini producer juga masih ngingetin, inget pemasarannya oke secara acting bisa dikejar tapi siapa dia gitu. Tadi dia sempet kepikiran Vino, cuman saya kurang sreg Vino aduh
112
putih-putih tapi engga cocok Jepang. Nanti film bangetlah cuman ini kan film doang, kaya gitu loh. Saya bikin agak meyakinkan, trus begitu nemu Joe Taslim agak-agak memengaruhi cerita. Pemilihan Joe Taslim jadi, supaya realistis saya bikin akhirnya tokoh Yamada ini campuran Indonesia-Jepang, supaya ada legitimasi dia bisa Indonesia gitu loh. Karena, kalo pure pemain sana kan oh Jepang terus, ngomong Jepang terus juga ini apakah sudah tahap pinter untuk ngomong Jepang si cewe kan baru kursus masa langsung ahli nanti engga realistis, nanti mengaada jadi saya pikir supaya masuk akal itu gimana. P
: Kalau Atiqah Hasiholannya sendiri bagaimana?
N
: Atiqah cuman waktu itu apa, dia profesional jadi dia bener-bener trus latian. Dia latian bahasa Jepang, itu kalimat-kalimatnya difasihin trus latian berlogat sunda kaya gitu-gitu. Dia emang walaupun, tadinya pilihannya siap yah saya lupa pilihannya siapa aja tuh. Agak ketuaan sebetulnya dan engga enak banyak terutama dengan manja-manja, sok imutnya itu loh engga nahan deh dan saya denger juga emang mungkin suasana di sana engga enak itu kebawa diekspresinya. Jadi, matanya suka kosong gitu loh, manja-manja tapi matanya engga manja beda, mood nya beda itu kerasa banget. Itu keliatan shooting di Indonesia begitu adegan yang di Jepang udah ilang. Saya denger ternyata suka ketus gitu, yah munngkin gimana sih suasana yang gitu kecewa udah gitu.
P
: Apa yang menjadi tema besar dalam film tersebut?
N
: Sebetulnya, niatnya yang pertama soal ini, soal fighting spirit gitu loh kejuangan, itu mungkin yang engga kerasa yah. Jadi, bagaimana anak sini kan di negeri orang itu kan gila sebetulnya. Nah itu memang banyak adegan yang kurang tergambar misalnya, perjuangannya dia untuk ketemu sama si gurunya ini itu kan. Bayangin dia ke ini engga tau apaapa, tiba-tiba Jepang semua. Nah itu ceritanya panjang sebetulnya, ceritanya panjang engga se-simple trus keluar bandara langsung ketemu, engga se-simple itu aslinya tuh. Ceritanya panjang cuman, lagi-lagi kan harus shooting lebih lama, harus lebih detail, harus engga bisa nyolongnyolong. Ini kan kemaren sebenernya kan shoot on the spot kan, yah artinya kan kalo membuat adegan itu, berarti kan mencari perhatian orang, kalo cuma lewat kan engga. Nah mustinya kan, ketemu dulu nanya nah itu engga kebikin semua. Karena terlalu gampang, jadi ide besar tentang perjuangan seorang itu agak engga terasa gitu. Semuanya jadi yah jadi gampang.
P
: Nilai-nilai budayanya sendiri pak?
113
N
: Nilai budaya sih, nah itu tadi kaya soal persepsi tentang agama yah engga terbikin juga, kaya gitu loh yang itu sebenernya yang paling lucu, soal sholat tuh lucu banget saya gitu. Udah marah-marah, kaget bukan marah “Kamu ngapain?”, kaget engga jadi dibikin. Jadi yang sebenernya tema besar, tema aslinya itu saya pikir kok malah kurang terasa, yang terjadi malah love story. Iya kan yang terasa love story-nya nah untungnya pengganti love story-nya cukup manis gitu loh. Joe Taslim sama itu kan asik gitu, saya nonton wah ini juga. Itu oke itu, saya merasa bersyukur itu, artinya kan yang tadinya kita mau milah ini tema besar ini pembungkusnya nah pembungkusnya tuh yah lumayan mendukung. Ketika ini engga tampak, yah ini bisa menjadi kuat gitu.
P
: Inti makna apa saja yang terkandung dalam narasi film tersebut?
N
: Intinya apa yah, intinya kalo karena ini memang La Tahzan itu kan jangan bersedih yah. Intinya kan yah tadi kembali ke soal fighting untuk spirit itu udahlah kamu udah kepalang basah udah apapun harus dihadapi gitu ini cuma itu aja gitu se-simple gitu jadi tentang daya juang seseorang gitu. Cuma sih misalnya, ini meyakinkan untuk detail itu orang kan kadang-kadang persepsinya kan beda “Aduh ke Jepang gampang, ternyata kaya gini”, nah itu kan sebenernya dialamin sama si cowonya. Hasan nganggep aku insinyur atau sarjana teknik gampanglah ternyata sampai sana yang diterima adalah bengkel-bengkel gitu.
P
: Ekspektasi dengan realita berbeda yah pak?
N
: Nah itu, kita bungkus dengan tema besarnya orenji itu, yang nah pengertian yang luarnya nah itu saya dapet di sana juga. Itu kan si Hasan wah Jepang hebatlah akan hidup saya, bisa bayar utang segala macem. Ternyata nyampe sana harus memperpanjang izin kerja engga bisa, semuanya kaya ilegal gitu. Berarti kan yah kita jangan terpengaruh yang gedenyalah, kenyataannya seperti ini. Ada yang tentang impian yang tidak sampai. Di satu sisi yah bahwa kita harus berjuang si cewe kaya gitu.
P
: Bagaimana arti dari komunikasi antaragama dan budaya menurut Bapak?
N
: Nah ini sebenernya Indonesia itu, sebetulnya diwakili sama si cewe, ini Indonesia bangetlah si Viona Indonesia banget. Dia yang paling saya rasakan di film ini yang ketika saya nulis juga sadar itu bahwa Indonesia banget dalam artian ketika dia di Indonesia, dia agama yah soft-soft lah, ibadah yah engga ketat-ketat amat gitu biasa-biasa ajalah gitu dia juga tidak rusak-rusak engga dan dia mau pake kerudung ayo engga ayo gitu kan. Cuman ketika berhadapan dengan orang yang biasa-biasa aja gitu ketika sudah ada dalam tanda kutip serangan masuk, yaitu menyinggung
114
itu wah dia sangat Islam sekali. Nah, gitu loh itu di sini yang ketika dia seolah-olah engga masalah ini, begitu yuk kawin wah ntar dulu, iya kan tetep jadi orang Indonesia “Ntar dulu engga segampang itu, enak aja ntar dulu. Ini di negeri gue engga segampang itu pindah agama gitu. Di negeri gue juga engga segampang nerima orang asing pindah agama”, jadi ini sebetulnya mewakili si Viona tuh Indonesia sekali gitu loh. Yah tentu saja, tidak seperti dia banyak tapi pasti banyak inilah salah satu gambaran di sosok Indonesia yang seperti pada umumnya. Tapi ketika ada serangan masuk wah langsung seriuslah nah gitu kan gitu. P
: Bagaimana kehidupan masyarakat Indonesia yang menetap di Jepang terutama yang beragama Islam?
N
: Islam engga masalah sih, apalagi yang di Tokyo ada masjid. Kita ke Osaka ada mesjid, Kyoto engga ada, trus waktu itu saya jum‟atan di mana ya di Kyoto, ada tuh di gedung ruko nyempil gitu. Yah kalo di sini kan ruko-ruko suka ada gerejanya tuh, nah kaya gitulah itu mesjid. Saya pernah jumatan kalo engga salah di Kyoto eh Osaka sorry. Jadi, bukan mesjid besar tapi ada gitu kegiatan jum‟atan.
P
: Kalo untuk perbedaan budaya sendiri bagaimana pak untuk yang menjadi pendatang?
N
: Nah, perbedaan budaya itu biasanya kita cenderung jadi lebih baik soal disiplin engga ada tawar-menawar. Lalu lintas, saya kan dua kali kesana tuh jadi kita terbiasa kalo saya lihat terbiasa otomatis. Mau nyebrang jalan, lampu merah yaudah diem gitu, mau orang mau kosong diem, ijo baru jalan gitu. Itu udah otomatis dan jangan pernah ragu-ragu untuk nyebrang karena mobil pasti berhenti. Engga ada beda, engga ada ceritanya trus mau masuk mobil nyelonong terus engga ada sama sekali. Disiplin waktu, disiplin lalu lintas, trus sopan santun berbahasanya itu selalu ada tata caranya. Nah berhubungan soal agama, saya jadi berpikir ini analisa saya sendiri. Jadi, nampaknya yang perbedaan nyatanya dengan Indonesia itu adalah karena Indonesia itu beragama kuat, begitu dijunjung tinggi, hingga ini seolah-olah ada kelasnya. Undang-undang tertinggi adalah dalam Al-Qur‟an, ini kelas dua peraturan lalu lintas apasih, disiplin apasih, ah cincai lah, ini bikinan kita sendiri. Nah ini yang di Jepang, bukan begitu Jepang nampaknya kalo di sini tuh agama Tuhan lah agama Allah. Nah kalo di sini agama manusia lah, peraturanperaturan ini karena di Jepang sendiri engga ada, ini naik. Jadi, di sana disiplin tuh udah kaya agama. Melanggar di siplin tuh udah kaya orang berzina lah kalo di sini digebukin nah kaya gitu loh. Tingkatnya itunya tuh bisa, di bandara tuh saya pernah ada ABG-ABG Jepanglah pecicilan gitu, trus dia masuk counter apa antrian apa salah jalur, salah jalur doang diteriakin sama petugasnya sesama Jepang. Tetep itu udah kaya melanggar apa gitu. Jadi, sementara kehidupan agama engga ada kan apa atheistis lah. Yang itu tadi kawinnya mau cara kristenlah jadi udah engga
115
ada nilainya kan agama. Cuman feeling saya bahwa orang tuh selalu punya naluri untuk menuhankan sesuatu, untuk merasa tuh saya butuh peraturan, itu naluri itu pasti ada. Nah kalo di sini naluri itu dari Allah, kalo sana disiplin itu sendiri udah kaya agama feeling saya begitu. P
: Bagaimana pandangan Bapak mengenai tokoh dalam film tersebut: 1. Hasan yang ingin pergi ke Jepang demi mendapatkan pekerjaan. 2. Viona yang harus beradaptasi dengan budaya Jepang. 3. Yamada yang siap pindah agama agar dapat menikahi Viona.
N
: Itu tadi, kalo Viona udah jelas mewakili Indonesia bangetlah. Sebetulnya nih wakil semuanya, Jepang juga sebetulnya Yamada mewakili Jepang cuma dia lama-lama sadar bahwa gila yah baru sadar bahwa, yang di luar negeri gue itu agama itu masih berarti yah gitu. Orang tuh begitu takutnya yah sama urusan agama gitu, sementara saya dengan mudahnya “Oke saya masuk Islam”, biar dapet cewe kan, akhirnya kan dia ngaku bahwa sorry walaupun adegannya sangat disederhanakan langsung engga ada proses, tiba-tiba itu terlalu naif. Cuman intinya bahwa dia sadar, oke saya jujur saja mau pindah agama supaya dapat kamu gitu. Bukannya saya pengen, cuman begitu saya pindah syaratnya saya harus membaca ini, begitu saya baca loh orang serius banget yah ternyata bertuhan tuh dalam bertuhan tuh orang serius yah. Wah ternyata Islam tuh begitu punya tatanan yang sangat rapih wah kayanya gua engga bisa main-main nih, nah gitu loh. Engga bisa nih gua masuk Islam asal ngomong doang, engga deh gitu. Akhirnya engga jadi deh, bukannya main-main tapi saya pindah agama cuman betul-betul pragmatis supaya dapetin kamu gitu kan. Bukan saya pengen pindah Islam, karena saya selama ini mikir agama itu is nothing gitu kan yah agama itu tata caranya aja. Mungkin sebagai status, ketika saya kawin status saya nasrani, ketika lahir status saya ini di KTP atau Id card saya bukan ini. Karena, status saya ngawinin kamu harus Islam, oke saya Islam apa susahnya. Ini ucapan segampang itu, bagi dia masuk Islam ntar dulu engga segampang itu. Cuman kan ke imam itu tuh, dikasih buku, dikasih segala macem di mesjid. Itu imam bener tuh kalo engga salah, nah baru dia mikir bahwa engga segampang itu. Jadi, kalo menurut saya tadi tokoh-tokoh tersebut sebetulnya mewakili semuanya. Ini indonesia banget, ini Jepang banget yang berbenturan dengan Indonesia, si cowo juga Indonesia bnaget kan ngimpi, naif, iya kan mewakili orang yang naif, sarjana atau segala-galanya. Kalo udah sarjana, lulusan perguruan tinggi swasta yang penting Jepang.
P
: Di dalam film tersebut, terdapat dialog Yamada yang mengatakan bahwa “Ia lahir secara Shinto, menikah secara Kristen dan mati secara Budha”, apakah budaya di Jepang seperti itu?
116
N
: Itu budaya, jadinya artinya itu banyak yang terjadi di generasi muda sekarang di Jepang. Jadi adat, makanya iklan-iklan tuh kan kita jalan kaki “Ini gedung apa sih? Kaya selalu ada jendela kaca iklan, poster-poster gitu, oh gedung tempat kawin gitu”. Ada tuh paket sekian Yen, kalo engga salah engga tau yen, engga tau Dollar gitulah ada perangkat itu apa. Pendetanya itu kan ada apa sih namanya, yang kaya khotbahnya gitu loh. Pake ukir-ukiran kaya mimbar gitu trus depannya gitu-gitu buat altarnya gitu. Trus saya tanya sama itu “Eh sini emang, banyak ini yah banyak orang Kristen yah?” dijawab “Kaga” dibalas “Loh itu banyak melayani pernikahan” dijawab “Bukan, orang Kristen aja, orang Jepang”. Trend-nya sekarang gitu, lagi nge-trend.
P
: Menurut mereka udah sah saja yah begitu?
N
: Udah sah aja gitu, nah itu tadi nilai hakiki agama itu yah di kehidupan sehari-hari itu. Bukan aturan-aturan yang diturunkan oleh Nabi siapa dan mereka udah engga mikir. Tapi apa yang dirasakan bahwa ini benar itu gini, ini tuh salah. Nah itu yang jadi pegangan, makanya budayawan sini atau bahkan orang tokoh agama suka mengatakan “Jangan salah, apa yang dilakukan orang Jepang itu lebih Islami”, dalam artian itu sendiri nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai kebersihan, itu kan slogan “Kebersihan sebagian dari Iman”, mana saya sedih banget pernah masuk di gedung Islamic Center yang di Kramat Jaya, itu kan bekas lokalisasi trus jadi Islamic Center. Mesjidnya bagus banget, kotornya itu ampun itu apa porselinnya itu gatel saya pengen ngeruk lumutnya. Kaya gitu, itu yang artinya jadi slogan yang harusnya lakukan jangan jadi slogan aja. Sini kan karena ada dalm Sunnah Nabi, dijadikan slogan jadinya di pengajaran, yaudah berenti dipengajaran gitu loh. Kalo jepang sudah feeling sebagai rasa bahwa ini harus bersih atas kemauan sendiri.
Peneliti
Shifa Maharani
Narasumber
Jujur Prananto
117
Poster Film La Tahzan
118
Foto bersama Jujur Prananto selaku Penulis Skenario Film La Tahzan
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa Nama
: Shifa Maharani
NIM
: 1112051000082
Jurusan
: Komunikasi dan Penyiaran Islam
Perguruan Tinggi
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
:
Telah melakukan penelitian dan wawancara pada pihak Jujur Prananto untuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Naratif Komunikasi Antarbudaya dalam Film La Tahzan”. Demikian surat ini diberikan agar dapat digunakan sesuai dengan keperluan, kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 16 Mei 2016 Hormat Kami,
Jujur Prananto Penulis Naskah