ANALISIS FILOGENETIK KURA-KURA (Cuora amboinensis) DI DAERAH SULAWESI BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA (Cytochrome c Oxidase Sub Unit 1) (PHYLOGENETIC ANALYSIS OF TURTLE’S (Cuora amboinensis) IN SULAWESI BASED OF MITOCHONDRIAL DNA (Cytochrome C Oxidase Sub Unit I))
Fyrga Afryani, Mohammad Amin, Sofia Ery Rahayu Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang E-mail :
[email protected] ABSTRACT: Cuora amboinensis is an endemic species in eastern Indonesia that has evenly spreading in the Sulawesi. Cuora amboinensis population has declined due to habitat destruction, poaching and illegal trade. Thus the IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) has incorporated that population of C. amboinensis in vulnerable category. Therefore the needed knowledge about the phylogenetic study using molecular markers as early conservation efforts. This study aims are to analyze the phylogenetic and genetic relationship of Cuora amboinensis in Sulawesi compared to other species from other regions like Cuora yunnanensis and Cuora boureti originating from China and Cuora aurocapitata and Cuora garbinifrons from Vietnam and the outgroup species is Rana pyrenica using mitochondrial Cytochrome c oxidase sub-unit 1 (COI) gene. The study was conducted to see the diversity of the partial DNA sequences of mitochondrial gene Cytochrome c Oxidase Sub Unit I at Cuora amboinensis. Sequences results were analyzed with the software MEGA 5. Based on genetic distance on both Makassar and Kendari individuals in amount of 0.000 which means that the sequences of the two individuals are exactly the same and be closely as Cuora amboinensis species. Cuora amboinensis distantly related to Cuora yunnanensis and Cuora boureti originating from China and Cuora aurocapitata and Cuora garbinifrons from Vietnam. Phylogenetic analysis based on partial sequences of genes COI barcodes with Neighbor Joining Tree method and the Minimum Evolution shows the same result, Cuora amboinensis Makassar and Kendari area to form one large cluster apart with comparable species. The position of Cuora amboinensis taxa are compared with the outgroup species Rana pyrenica which form clusters of different and very far because the two are not closely related. Keywords : Phylogenetic, Cytochrome c Oxidase Sub Unit 1, Cuora amboinensis
PENDAHULUAN Cuora amboinensis merupakan kura-kura air tawar yang termasuk kedalam ordo Testudines, family Emydidae, dan subfamily Batagurinae. C. amboinensis memiliki engsel yang terletak di antara bagian plastron abdominal dan pektoral yang memungkinkan plastron dan karapasnya dapat menutup dengan sempurna (Lim. dkk., 1999). Karapas berwarna hitam atau hitam kecoklatan, sedangkan plastronnya berwarna kuning atau coklat muda dengan bercak hitam pada tiap sudut plastronnya. Hewan ini memiliki tiga garis kuning yang terletak antara bagian leher sampai hidung pada kedua sisi kepalanya (Ernst. dkk., 1989). Cuora amboinensis merupakan salah satu spesies kura-kura endemik Indonesia Timur yang sudah banyak diperdagangkan hingga keluar negeri. Hal tersebut 1
mengakibatkan populasi Cuora amboinensis dari tahun ke tahun menurun drastis (Guntoro, 2010). Satwa terancam punah memiliki ciri dengan tingkat variasi genetik yang rendah, khususnya bila dibandingkan dengan jenis kerabat yang tidak terancam punah (Spielman et al., 2004). Jadi diperlukan pengetahuan tentang hubungan kekerabatan ditingkat molekular dengan menggunakan analisis penanda molekular. Lim dan Das (1999) melaporkan bahwa keberadaan C. amboinensis mengalami penurunan populasi yang cepat karena adanya eksploitasi besarbesaran sebagai bahan makanan dan komoditas perdagangan. Banyak kelompok masyarakat tradisional memburu kura-kura ini untuk dimakan dagingnya karena mengandung protein tinggi. Organisme yang terus menerus dieksploitasi akan berdampak pada menurunnya populasi organisme tersebut, sebaliknya apabila suatu organisme tidak pernah digunakan atau dimanfaatkan, maka organisme tersebut juga akan punah karena tidak pernah dirawat dan dipedulikan lagi oleh manusia ataupun hewan lain. Maka dari itu hendaknya eksploitasi besar-besaran Cuora amboinensis harus diimbangi dengan upaya konservasi plasma nutfah dengan cara penangkaran agar spesies tersebut tidak punah dan tetap bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu masalah pencemaran air dan kerusakan habitat perairan juga menjadi ancaman terhadap keberadaan hewan ini. Maka dari itu IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) atau Uni Konservasi Dunia telah memasukkan populasi C. amboinensis kedalam kategori rentan. Filogenetik adalah studi tentang hubungan antara organisme berdasarkan kekerabatan satu sama lain, penelusuran hubungan evolusi, sejarah kehidupan suatu spesies (Brown, 2002). Pohon filogenetik mampu menggambarkan hubungan antara spesies dengan moyang terakhir yang paling dekat dengan spesies yang dibandingkan sehingga dapat diketahui kedekatan suatu spesies dengan spesies lainnya. DNA mitokondria adalah penanda genetik yang sangat penting digunakan dalam mempelajari evolusi, kekerabatan, dan variasi genetik pada berbagai taxa hewan (Kocher et al. 1989, Ingman et al. 2000). COI dapat digunakan sebagaai DNA barcoding (Moritz and Cicero, 2004). COI merupakan gen kadidat sebagai DNA barcoding yang digunakan untuk mengetahui keanekaragaman pada semua jenis hewan (Hebert et al., 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gen COI cukup variabel diantara spesies yang dapat digunakan sebagai marker dalam menentukan filogeni dan studi populasi. Pada penelitian ini dilakukan analisis sekuen DNA dari mitokondria Cytochrome c Oxidase (COI) pada kura-kura Cuora amboinensis untuk menganalisis filogenetiknya dalam satu jenis (intraspesies) dan dibandingan dengan spesies Cuora dari daerah lain yaitu Cuora yunnanensis dan Cuora boureti yang berasal dari Cina serta Cuora aurocapitata dan Cuora garbinifrons yang berasal dari Vietnam. METODE Objek penelitian merupakan koleksi basah jaringan ekor kura-kura Cuora amboineneis berukuran 1-5 cm yang telah difiksasi pada alkohol 70% dan disimpan pada suhu ruangan di Laboratorium Biologi Molekuler, UM. Jaringan 2
ekor a didapatkan pada tahun 2012. Kura-kura yang diambil sebagai objek berasal dari daerah Makasar 2 objek dan Kendari 2 Objek. Isolasi Menggunakan Kit dari Jaringan Ekor Cuora amboinensis Isolasi dilakukan menggunakan kit jaringan dengan protokol sebagai berikut. Pertama proses lisis sel dari jaringan dengan cara menggiling atau menghaluskan 5 mg ekor kura-kura kemudian menambahkan 100 mikrolit tissue lysis buffer dalam mortar kemudian digiling hingga halus dan rata. Jika jaringan sudah halus, dimasukkan dalam tube, kemudian ditambahkan dengan 200 mikrolit tissue lysis buffer dan 60 mikrolit proteinase k dan segera divortex. Melakukan inkubasi pada suhu 550 selama 3 jam dan setiap 30 menit sekali sampel divortex hingga homogen kemudian menambahkan 230 mikrolit binding buffer dan segera divortex kemudian diinkubasi pada suhu 700 C selama 10 menit. Kemudian proses pengikatan DNA dengan menambahkan 210 mikrolit ethanol absolut pada tube, kemudian segera divortex. Memasangkan high filter tube pada collection tube, selanjutnya memindahkan sampel kedalamnya. Melakukan sentrifugasi 12.650 rpm selama 1 menit. Membuang ”flow trough”, memasangkan kembali high filter tube pada collection tube baru. Menambahkan 500 mikrolit inhibitor removal buffer kemudian disentrifugasi 12.650 rpm selama 1 menit. Membuang ”flow through” dan memasangkan kembali high filter tube pada collection tube yang baru. Kemudian proses yang terakhir yaitu pencucian DNA dengan menambahkan 500 mikrolit wash buffer kemudian melakukan sentrifugasi 12.650 rpm selama 1 menit. Membuang ”flow through” kemudian memasangkan kembali high filter tube pada collection tube yang baru. Menambahkan 500 mikrolit wash buffer kemudian melakukan sentrifugasi 12.650 rpm selama 1 menit. Membuang ”flow through”, memasangkan kembali high filter tube pada collection tube. Melakukan sentrifugasi dengan kecepatan 12.650 rpm selama 10 detik. Membuang collection tube dan memasangkan high filter tube dengan tube baru yang steril. Menambahkan 100 mikrolit elution buffer (yang sudah diinkubasi pada suhu 700 C), sentrifugassi 12.650 rpm selama 1 menit (2X). DNA yang sudah terlarut dalam elution buffer kemudian disimpan pada suhu -200 C hingga dipakai. Pengecekkan konsentrasi dan kemurnian DNA menggunakan Nanodrop Pengecekan konsentrasi dan kemurnian DNA dilakukan dengan cara pertama blank nanodrop menggunakan elution buffer dan aquadest steril 5 mikrolit kemudian meneteskan sampel DNA kura-kura 5 mikrolit dalam Nanodrop. Membaca grafik kemurnian dan konsentrasi DNA. Kemurnian DNA ditentukan pada rentangan 1,82,0 ng/µl. Proses PCR untuk Mengamplifikasi DNA Hasil Isolasi Fragmen DNA dari partial Cytochrome c Oxidase dengan panjang 500 bp diamplifikasi dengan menggunakan primer dengan pola: Forward : 5- TCG ACT AAT CAT AAA GAT ATC GGC AC -3 Reverse : 5- ACT TCA GGG TGA CCG AAG AAT CAG AA -3 Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses PCR adalah sebagai berikut. Pertama, memasukkan 5 mikrolit primer (forward), 5 mikrolit primer (reverse) 25 3
mikrolit PCR mix dan 10 mikrolit dH2O dan DNA template 5 mikrolit dalam tube PCR kemudian mencampur larutan tersebut menggunakan vortex selama 10 detik. Selanjutnya memasukkan tube PCR ke dalam termocycler atau alat PCR.Mengatur suhu alat PCR dengan ketentuan sebagai berikut. Initial denaturation pada suhu 940 C selama 2 menit. Denaturasi awal pada suhu 940 C selama 30 detik. Annealing (penempelan) pada suhu 540 C selama 30 detik. Extention pada suhu 720 Cselama 1 menit. Final extention pada suhu 720 Cselama 10 menit. Mengatur siklus PCR yaitu selama 35 siklus. Mengambil tube PCR setelah proses PCR selesai, DNA hasil PCR siap untuk di runing. Separasi DNA Hasil PCR dengan Menggunakan Teknik Elektroforesis Agarose Untuk mendeteksi hasil isolasi maka alat elektroforesis yang digunakan adalah elektroforesis horisontal atau sering disebut elektroforesis agarose, langkahlangkahnya adalah sebagai berikut : Membuat gel agarose dengan komposisi sebagai berikut: Agarose 1 gr, ETBR 30 ml, TBE 1 X 20 ml. Komposisi gel tersebut dimasukkan dalam labu erlenmeyer dan dipanaskan pada microwave oven selama 3 menit hingga homogen setelah itu didinginkan dengan cara dianginkan. Memasukkan 30 mikrolit ETBR dalam labu erlenmeyer dan dihomogenkan dengan cara menggoyangkan labu erlenmeyer perlahan. Menuangkan campuran tersebut kedalam tray gel elektroforesis dan ditunggu hingga terbentuk gel. Gel yang sudah jadi diletakkan kedalam tabung elektroforesis, kemudian menuangkan larutan TBE 1X sampai gel terendam. DNA dimasukkan kedalam sumur (well) gel. Langkah-langkahnya sebagai berikut, menyiapkan loading dye sebanyak 1 mikrolit keatas kertas atau parafilm. Menambahkan pellet DNA kura-kura sebanyak 3 mikrolit kemudian dicampur dengan hati-hati menggunakan mikropipet. Mencampurkan DNA dan loading dye kemudian dimasukkan ke dalam sumur (well) gel agarose dengan menggunakan mikropipet. Menutup elektroforesis dan menyambungkan alat dengan arus listrik kemudian menyalakan tombol on. Mengatur voltase pada tegangan 100 volt dan waktu selama 60 menit, setelah itu menekan tombol start dan proses elektroforesis dimulai. Setelah 60 menit alat dimatikan dan gel dapat diambil. Melihat pita DNA dalam UV transiluminator. Sequencing dilakukan di Tropical Disease Center, Laboratorium Hepatitis, Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 27 Juni- 4 Juli 2014. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini isolasi DNA dari jaringan ekor kura-kura dilakukan hingga memperoleh konsentrasi DNA yang tinggi dan murni agar dapat dilanjutkan pada tahap PCR (Polymerase Chains Reaction). Konsentrasi DNA yang diperoleh dari individu kura-kura Makasar 1 sebesar 70,0 ng/µl dengan kemurnian sebesar 1,86 ng/ µl. Sedangkan pada kura-kura Kendari 1 memiliki konsentrasi DNA sebesar 57 ng/ µl dengan kemurnian sebesar 1,84 ng/ µl. Kontrol merupakan gen mitokondria partial CO1 yang digunakan untuk memastikan bahwa DNA yang didapat dalam sample Cuora amboinensis merupakan DNA mitokondria partial CO1. Marker merupakan penunjuk berat pita DNA dengan besaran 100 dari bawah hingga atas, sehingga dapat dipastikan berat pita DNA yang didapatkan. Berat pita DNA Cuora amboinensis yang didapat sebesar 700 bp. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil elektroforesis agarose 4
dimana terdapat pita DNA yang terlihat jelas setelah divisualisasikan ke UV Transiluminator. Hasil pita DNA disajikan pada gambar 1. Hasil amplifikasi gen mitokondria partial CO1 menggunakan primer Forward 5- TCG ACT AAT CAT AAA GAT ATC GGC AC -3 dan primer Reverse : 5- ACT TCA GGG TGA CCG AAG AAT CAG AA -3. Kontrol merupakan gen mitokondria partial CO1 yang digunakan untuk memastikan bahwa DNA yang didapat dalam sample Cuora amboinensis merupakan DNA mitokondria partial CO1. Marker merupakan penunjuk berat pita DNA dengan besaran 100 dari bawah hingga atas, sehingga dapat dipastikan berat pita DNA yang didapatkan. Berat pita DNA Cuora amboinensis yang didapat sebesar 700 bp. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil elektroforesis agarose dimana terdapat pita DNA yang terlihat jelas setelah divisualisasikan ke UV Transiluminator. Hasil pita DNA disajikan pada gambar 4.1. (M) (K1)
(Ktl)(K1)(M1)
Gambar 1
Hasil Pita DNA dengan Amplifikasi Gen CO1 Cuora amboinensis Menggunakan UV transluminator. M= Marker DNA, K1=Kendari 1, M1=Makasar 1. (Sumber: Dokumen pribadi) Keterangan gambar : M : Marker gen CO1 Ktrl : Kontrol untuk gen CO1 K1: Sample Kendari 1 M1 : Sample Makasar 1 Hasil PCR selanjutnya dilanjutkan sekuensing untuk mendapatkan sekuen basa berupa ABI format chromatogram untuk Forward. Pembacaan kromatogram hasil sekuensing menggunakan software Finch TV dan analisis genetik dilakukan berdasarkan gen CO1. Sekuen konsensus sampel Cuora amboinensis Makasar dan Kendari dibandingkan dengan sekuen spesies Cuora amboinensis dari daerah lain tetapi masih dalam satu genus yang diperoleh dari Gene Bank. Berdasarkan analisis dengan menggunakan BLAST, sekuen konsensus yang diperoleh adalah sekuen gen CO1, kemudian sekuens basa dianalisis menggunakan MEGA 5 untuk melihat jumlah mutasi, jarak genetik dan pohon filogetik. Analisis sekuens tahap I yaitu analisis sekuens nukleotida dari partial gen Cytochrome c Oxidase sub unit I (CO1) Cuora amboinensis daerah Makasar dan Kendari didapatkan panjang sekuens sebesar 576 bp. Mutasi terjadi dengan adanya 39 substitusi yang bersifat transisi dan 12 bersifat tranversi. Jumlah transisi lebih banyak daripada tranversi ditunjukkan pada Cuora amboinensis. Domain 3 mengalami tranversi dan transisi terbesar yaitu 32 transisi dan 8 tranversi. Transisi adalah perubahan antar basa A dan G (purin), atau antar basa C dan T (pyrimidin), sedangkan transversi adalah perubahan antara suatu basa purin dengan suatu basa pirimidin. Mutasi yang terjadi berjumlah sedikit sehingga tidak 5
sampai menimbulkan perubahan fenotipe. Mutasi tersebut disebut mutasi synonymus yaitu suatu mutasi yang tidak menyebabkan perubahahn apapun pada asam amino yang ditetapkan sehingga tidak terjadi perubahan fenotipe (Widodo. dkk., 2003). Analisis jarak genetik dapat menunjukkan jarak genetik antara sampel dengan masing-masing individu yang menjadi spesies pembanding ( Shamir et al., 2001). Pada penelitian ini hanya membahas mengenai jarak genetik sampel Cuora amboinensis dengan spesies pembanding yaitu Cuora yunnanensis, Cuora boureti, Cuora aurocapitata, dan Cuora garbinifrons. Perhitungan jarak genetik pada kedua individu Makasar dan Kendari sebesar 0,000 yang berarti bahwa sekuens dari kedua individu tersebut adalah sama persis. Hal tersebut dikarenakan persebaran kedua individu berasal dari daerah yang sama yaitu Sulawesi. Apabila jarak genetik bernilai 0 maka dapat diartikan bahwa tidak ada variasi genetik yang digambarkan. Apabila dibandingkan dengan Cuora yunnanensis, Cuora boureti, Cuora aurocapitata, dan Cuora garbinifrons menghasilkan jarak genetik yang jauh, yang berarti sekuens dari individu-individu tersebut tidak sama. Hal tersebut disebabkan oleh persebaran keempat spesies cukup jauh yaitu Cuora yunnanensis, Cuora boureti berasal dari Cina dan Cuora aurocapitata, dan Cuora garbinifrons berasal dari Vietnam. Analisis jarak genetik akan berpengaruh pada rekontruksi topologi pohon filogenetik yang digambarkan. Hubungan kekerabatan CO1 menggunakan Neighbor-Joining dan Minimum Evolution dengan pengolahan bootstrap 1000 terlihat bahwa Cuora amboinensis Makasar dan Kendari membentuk satu kelompok yang sama. Jarak genetik antara individu-individu satu jenis yaitu Cuora amboinensis Makasar dan Kendari dengan individu-individu beda jenis yaitu Cuora yunnanensis, Cuora boureti, Cuora aurocapitata, dan Cuora garbinifrons sangat jelas bedanya. Perbedaan jarak genetik berimplikasi pada pengelompokan yang terjadi pada hasil analisis neighbor-joining dan Minimum Evolution , dimana individuindividu beda jenis berada pada kelompok yang berbeda dan individu-individu sejenis mengelompok pada kelompok yang sama. Individu Cuora amboinensis Makasar dan Kendari berkerabat jauh dengan Cuora sp yang berasal dari Cina dan Vietnam. Hal tersebut disebabkan oleh karena letak geografis Makasar dan Kendari berada dalam satu pulau yaitu Sulawesi, dimana letaknya sangat jauh dari Cina maupun Vietnam yang dipisahkan oleh laut. Cuora amboinensis merupakan hewan perairan tawar yang berarti habitatnya di sungai, rawa-rawa dan lain-lain yang menyebabkan Cuora amboinensis tersebut tidak sampai hidup di laut dan migrasi ke Cina dan Vietnam. Variasi genetik dipengaruhi oleh biogeografi atau pengaruh lingkungan. Dalam biogeografi dipelajari bahwa penyebaran organisme dari suatu tempat ke tempat lainnya melintasi berbagai faktor penghalang. Faktor-faktor penghalang ini menjadi pengendali penyebaran organisme. Faktor penghalang yang utama adalah iklim dan topografi. Selain itu, faktor penghalang reproduksi dan endemisme menjadi pengendali penyebaran organisme. Studi tentang penyebaran spesies menunjukkan, spesies-spesies berasal dari suatu tempat, namun selanjutnya menyebar ke berbagai daerah selanjutnya mengadakan diferensiasi menjadi subspesies baru atau spesies yang cocok terhadap daerah yang ditempatinya 6
(Astuti, 2011). Faktor lingkungan utama yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup adalah faktor fisik (abiotik) adalah iklim (suhu, kelembaban udara, angin), air, tanah, dan ketinggian permukaan bumi, dan yang termasuk faktor non fisik (biotik) adalah manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Pada analisis tahap dua dilakukan perbandingan dengan spesies outgroup yaitu Rana pyrenica. Jarak genetik dan komposisi sekuens antara Cuora amboinensis dengan Rana pyrenica menunjukkan hasil jauh dan sangat berbeda, hal tersebut disebabkan oleh kedua individu tersebut berasal dari kelas yang berbeda sehingga sangat banyak variasi yang digambarkan dari sekuens komposisi basanya. Pengambilan kelompok outgroup dilakukan untuk membuktikan posisi taksa Cuora amboinensis. Berdasarkan hasil rekonstruksi topologi pohon filogenetik posisi taksa Cuora amboinensis sudah benar seperti pada rekonstruksi topologi pohon filogenetik tanpa dibandingkan dengan outgroup, yaitu mengelompok pada satu cluster tersendiri. Kelompok outgroup sangat dibutuhkan dalam pembuatan pohon filogenetik karena moyang terakhir dari suatu kelompok yang lebih modern (Georgy, 2008). Oleh karena itu kelompok outgroup yang dipilih dari penelitian ini merupakan spesies yang berbeda pada tingkatan kelas. Spesies yang digunakan moyang adalah Rana pyrenica yang termasuk dalam kelas Amfibi. Hasil topologi pohon filogenetik menunjukkan bahwa kelompok outgroup berada pada cabang yang terpisah dengan kelompok sampel Cuora amboinensis. KESIMPULAN 1. Analisis filogenetik berdasarkan sekuen barcode partial gen COI dengan metode Neighbor Joining Tree dan Minimum Evolution menunjukkan hasil yang sama yaitu Cuora amboinensis daerah Makasar dan Kendari saling berkerabat dekat (sister spesies). 2. Berdasarkan jarak genetik pada kedua individu Makasar dan Kendari sebesar 0,000 yang berarti bahwa sekuens dari kedua individu adalah sama persis dan berkerabat sangat dekat serta merupakan satu spesies Cuora amboinensis. 3. Cuora amboinensis berkerabat jauh dengan Cuora yunnanensis dan Cuora boureti yang berasal dari Cina serta Cuora aurocapitata dan Cuora garbinifrons dari Vietnam 4. Posisi taksa Cuora amboinensis yang dibandingkan dengan spesies outgroup Rana pyrenica sudah benar yaitu membentuk cluster yang jauh dikarenakan keduanya tidak saling berkerabat dekat. SARAN 1. Sebaiknya ada penelitian lebih lanjut mengenai sekuen Cuora amboinensis menggunakan gen COI dengan jumlah individu lebih banyak dari individu yang menyebar lebih luas. 2. Diperlukan adanya analisis sekuen Cuora amboinensis menggunakan gen lain dari genom mitokondria sebagai pendukung seperti 16S, Cytochrome B, dan D-loop.
7
DAFTAR RUJUKAN Amin, M. 2003. Application and characterization microsatellite loci in Peking ducks and other waterfowl species. Goettingen: Cuvillier Verlag. Avise JC. 1994. Molecular Markers, Natural History and Evolution. New York: Chapman and Hall Arief, I.A. and Khan, H.A.2009. Molecular Markers for Biodiversity Analysis of Wildlife Animals: a brief review. Animal Biodiversity and Conservation. Astuti, Dwi. 2011. Variasi Gen Mitokondria Cytochrome b pada Dua Jenis Burung Kakatua Putih (Cacatua alba dan C. Moluccensis). Jurnal Biologi Indonesia, (Online), 7 (2) : 263-276, (http//www.LIPIzoologi.com), diakses tanggal 8 april 2013. Brown, T.A. 2002. Genomes 2nd. Magdalen Road, Oxford, UK: BIOS Scientifict Publisher Ltd. Corebima, A.D . 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang : FMIPA UM Duryadi D. 1994. Peran DNA Mitokondria (Mtdna) Dalam Studi Keragaman Genetik Dan Biologi Populasi Pada Hewan. J Hayati 1(1):1-4. Ernst CH, Barbour RW. 1992. Turtle of The World. Washington DC: Smithsunian Institution Frankham RJD et al. 2002. Introduction to conservation genetiks. Cambridge University Press. Cambridge Freeland, J.R. 2006. Molecular Ecology. John Wiley and Sons, Ltd. England. Guntoro, Joko. 2010. Sebuah Pengantar Mengenal Tuntong Laut (Batagur borneoensis) dan Bakau. Kuala Simpang: Satu Cita Institute Hebert, P.d.n., Cywinska, A., Ball, S.l. and de Waard, J.R.2003. Barcoding Animal Life: Cytochrome c Oxidase SubUnit 1 Divergences Among Closely Related Species. Proceeding of The Royal Society of London, Series B: Biological Sciences, 270:96-99. Iskandar, D.T. 2000. Kura-Kura dan Buaya Indonesis dan Papua Nugini. Bandung: Palmedia-ITB. IUCN (The World Conservation Union). 2006. IUCN red list of threatened species. http://www. iucnredlist.org, Cited 13 Nov 2006 Iverson JB. 1992. A Revised Checklist with Distribution Maps of the Turtles of the World. Indiana: Richbound Kocher, T. D.; Thomas, W. K.; Meyer, A.; Edwards, S. V.; Paabo, S.; Villablanca, F. X. and Wilson, A. C. 1989. Dynamics of mitochondrial DNA evolutions in animals: amplification and sequencing with conserved primers. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 86: 6196-6200. Lestari, I.D. 2001. Analisis Keragaman Genetik Kura-Kura Air Tawar (Cuora amboiensis) Berdasarkan Haplotipe mtDNA. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Institute Pertanian Bogor. Lim BL, Das. 1999. Turtle of Borneo and Peninsular Malaysia. Kota Kinabalu: Natural History Publications (Borneo). Lynch, M. And Jarrel, P.E. 1993. A Method for Calibrating Molecular Clock 8
and its Aplication to Animal Mitochondrial DNA. Genetiks, 135: 11971208. Meyer, C.P. and Paulay, G. 2005. DNA Barcoding: Error Rates Based on Comprehensive Sampling. PLOS Biol.3:2229-2238. Moritz C, Dowling TE, Brown WM. 1987: Evolution of animal mitochondrial DNA relevance for population biology and systematics. Ann Rev Ecol Syst . 18: 269-291. Prusak BG. Grzybowski, & G. Zieba. 2004 Taxonomic position of Bison bison (Linnaeus, 1758) and Bison bonasus (Linnaeus, 1758) based on analysis of cytb gene. Anim. Sci Pap Rep. 22: 27–35. Spielman D, BW. Brook, & R. Frankham. 2004. Most species are not driven to extinction before genetik factors impact them. Proc. Natl Acad Sci USA 101:15261– 15264 Sukri, Akhmad. Identifikasi Variasi Genetik Kerbau Lokal (Bubalus Bubalus) Lombok Tengah NTB Berbasis Mikrosatelit Sebagai Bahan Ajar Mata Kuliah Gentika. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang Suryanto, Dwi. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme melalui beberapa Teknik Genetika Molekuler. Bioteknologi. 1-11 Tamura, K., Dudley, J., Nei, M. And Kumar, S.2007. MEGA 4: Molecular Evolutionary Genetiks Analisis (MEGA) Software Version 4.0. Molecular Biology Evolution, 24(8): 1596-1599. Wandia, IN. 2001. Variasi Genetik Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fasticularis) di Beberapa Lokasi di Bali. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Widodo. Amin, Mohammad. Lestari, Umie. 2003. Evolusi. Malang : UM Press
9