SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
ANALISIS ENERGI PENINGKATAN KINERJA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN LIQUID-SUCTION SUBCOOLER DENGAN VARIASI TEMPERATUR LINGKUNGAN A.P. Edi Sukamto 1), Triaji Pangripto P. 1), Sumeru 1), Henry Nasution 2) 1) Jurusan Refrigerasi dan Tata Udara, Politeknik Negeri Bandung E-mail:
[email protected]
2) Automotive Development Centre, Faculty of Mechanical Engineering Universiti Teknologi Malaysia, Skudai 81310 Johor E-mail:
[email protected] Abstrak Liquid-suction subcooler adalah salah satu metode untuk meningkatkan kinerja sistem refrigerasi sehingga dapat mengurangi konsumsi daya mesin pendingin. Metode ini menggunakan penukar kalor untuk memindahkan kalor dari keluaran kondeser (liquid line) dengan suction kompresor. Pada prakteknya, mesin pendingin mungkin diinstalasi pada daerah yang memiliki temperatur lingkungan yang sedang hingga panas. Untuk itu, makalah ini menganalisis pengaruh temperatur lingkungan terhadap penggunaan liquid-suction subcooler. Mesin pendingin pada kajian ini adalah memiliki temperatur evaporasi -15oC, menggunakan refrigeran R-22 sebagai fluida kerja dengan tiga variasi subcooling, yaitu 1, 5 dan 10 K. Analisis energi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kapasitas pendinginan sebesar 0.91% hingga 10.27% pada temperatur lingkungan 30, 35 dan 40oC. Selain peningkatan kapasitas pendinginan, juga dihasilkan peningkatan kerja kompresor, yaitu sebesar 0.52% hingga 5.07% untuk temperatur lingkungan 30, 35 dan 40oC. Oleh karena persentase peningkatan kapasitas pendinginan lebih tinggi dari peningkatan konsumsi daya, maka penggunaan liquid-suction subcooler juga meningkatkan COP (coefficient of performance), yaitu sebesar 0.39% hingga 4.95% untuk temperatur lingkungan 30, 35 dan 40oC. Pada kajian ini juga ditemukan bahwa untuk derajad subcooling yang sama, semakin tinggi temperatur lingkungan semakin besar pula peningkatan COP pada mesin pendingin. Kata kunci: Liquid-suction, kapasitas pendinginan, kerja kompresor, COP
Pendahuluan Pada siklus refrigerasi kompresi uap sederhana, fasa refrigeran keluar kondenser adalah saturated liquid. Untuk meningkatkan kinerja sistem, fasa refrigeran keluaran kondenser perlu didinginkan lebih lanjut, sehingga fasanya menjadi subcool (liquid). Proses ini disebut subcooling. Subcooling dapat meningkatkan kinerja sistem refrigerasi karena metode ini dapat meningkatkan kapasitas pendinginan. Terdapat tiga metode subcooling, yaitu liquid-suction, dedicated dan integrated (Zubair, 1990; Khan and Zubair, 2000; Zubair, Qureshi and Zubair, 2012). Liquid-suction subcooler adalah menggunakan penukar kalor, yaitu menukarkan kalor dari liquid line (keluaran kondenser) ke suction (masuk kompresor). Dedicated subcooling adalah menggunakan sistem refrigerasi yang terpisah dengan sistem utama. Sistem refrigerasi tambahan tersebut berkapasitas jauh lebih kecil dari sistem refrigerasi utama, dan fungsinya hanya menurunkan temperatur keluaran kondenser. Sedangkan integrated subcooling adalah menggunakan dua mesin refrigerasi namun hanya dengan satu buah kondenser. Gambar skematik ketiga subcooling liquid-suction ditunjukkan pada Gambar 1 (a), (b) dan (c). Liquid-suction subcooling biasanya digunakan pada sistem dengan kapasitas kecil hingga sedang, sedangan dedicated dan integrated subcooling diterapkan pada sistem dengan kapasitas sedang hingga besar.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE09 - 1
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Gambar 1. Gambar skematik subcooling menggunakan metode (a) liquid-suction subcooler, (b) dedicated subcooler dan (c) integrated subcooler Wood dan Meyer (1999) melaporkan hasil ekperimennya bahwa penggunaan liquidsuction subcooler pada pengkondisi udara dan lemari es dapat meningkatkan kinerja (COP) sistem refrigerasi hingga 7.5%. Selain dapat meningkatkan kapasitas pendinginan, liquid-suction subcooler dapat mencegah refrigeran yang akan masuk ke dalam kompresor (suction) berfasa liquid, yang dapat merusak kompresor. Dengan adanya liquid-suction subcooler, mengakibatkan fasa refrigeran pada suction selalu gas (vapor), sehingga aman buat kerja kompresor. Vijayan dan Srinivasan (2009) melaporkan peningkatan COP pada hasil pengujian menggunakan liquid-suction subcooler pada pengkondisi udara menggunakan refrigeran R-22 dan R-407C sebesar 5.86% dan 6.3%, berturut-turut. Kajian numerik tentang keuntungan penggunaan dedicated subcooler dilaporkan oleh Couvillion dkk. (1988) bahwa penggunaan metode ini dapat meningkatkan COP 680%. Yang dan Zhang (2011) melaporkan hasil percobaanya pada system refrigerasi di supermarket menggunakan refrigerant R-404A dan R-134a sebesar 27% dan 20%, berturut-turut. Khan dan Zubair (2000) melakukan analisis termodinamika pada integrated subcooler melaporkan bahwa peningkatan COP akan didapat bila hanya sebagain kecil saja porsi dari kondenser yang digunakan oleh mesin pendingin yang berfungsi sebagai subcooler. Mereka juga melaporkan derajad subcooling pada sistem utama untuk mendapatkan peningkatan COP maksimal. Pada kajian ini akan dilakukan analisis termodinamika untuk mengetahui peningkatan COP pada mesin pendingin dengan menggunakan liquid-suction subcooler dengan memvariasikan temperatur lingkungan. Seperti yang telah diketahui secara umum bahwa mesin pendingin mungkin diinstalasi pada lokasi yang memiliki temperatur lingkungan dari sedang hingga panas. Refrigerasi Kompresi Uap Siklus sederhana sistem refrigerasi kompresi uap pada diagram P-h (pressure vs. entalpi) terlihat pada Gambar 3. Coefficient of performance (COP) sering digunakan untuk menunjukkan efisien tidaknya sistem refrigerasi tersebut. Semakin besar nilai COP maka semakin efisien mesin refrigerasi, karena untuk energi input yang sama maka akan dihasilkan kapasitas pendinginan yang lebih besar. Persamaan untuk menghitung COP (Zubair, 1990),
COP =
Qevap Wkomp
=
h1 − h4 h2 − h1
(1)
Dimana Qevap adalah kapasitas pendinginan, Wkomp adalah kerja kompresor, h adalah entalpi spesifik pada titik-titik di Gambar 2. Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE09 - 2
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Gambar 2. Siklus sistem refrigerasi kompresi uap sederhana pada diagram P-h Pada kajian ini digunakan efisiensi isentropik pada kompresor dengan persamaan (2) untuk menentukan nilai entalpi di titik 2 (discharge) (Brunin et al., 1997),
η comp = 0.874 − 0.0135
P2 P1
(2)
Dimana P2 adalah tekanan di titik 2 (discharge) dan P1 adalah tekanan di titik 1 (suction). Peningkatan (improvement) kapasitas pendinginan karena penggunaan subcooler pada sistem refrigerasi dinyatakan dengan persamaan.
Qevap _ imp =
Qevap _ sub − Qevap _ std
(3)
Qevap _ std
Dimana Qevap-imp adalah kapasitas pendinginan menggunakan subcooler dan Qevap-std adalah kapasitas pendinginan sistem standard tanpa menggunakan subcooler. Selain dapat meningkatkan kapasitas pendinginan, penggunaan subcooling juga dapat meningkatkan kerja kompresor. Peningkatan kerja kompresor (Wkomp-imp) dinyatakan dengan persamaan,
Wkomp _ imp =
Wkomp _ sub − Wkomp _ std
Penggunaan liquid-suction subcooler dapat tergantung pada kuantitas peningkatan kapasitas kuantitas peningkatan kapasitas peningkatan kompresor maka akan terjadi peningkatan COP. subcooler dinyatakan dengan persamaan,
COPimp =
(4)
Wkomp _ std
meningkatkan atau menurunkan COP, pendinginan dan kerja kompresor. Bila lebih besar dari peningkatan kerja Peningkatan COP akibat penggunaan
COPsub − COPstd COPstd
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
(5)
KE09 - 3
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Metodologi Kondisi batas analisis peningkatan kinerja akibat penggunaan liquid-suction subcooler pada kajian ini adalah mesin pendingin menggunakan refrigeran R-22 dengan temperatur evaporasi -15oC dan derajad subcooling sama dengan superheating. Tiga variasi subcooling yang dilakukan kajian adalah sebesar 1, 5 dan 10 K. Sedangkan temperatur lingkungan divariasikan, yaitu 30oC, 35oC dan 40oC. Dalam pemodelan, temperatur kondensasi diasumsikan 12oC lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Karena relatif kecil, drop tekanan pada pipa refrigeran tidak diperhitungan pada pemodelan ini.
Gambar 3. Siklus refrigerasi kompresi uap pada diagram p-h menggunakan liquid-suction subcooler Gambar siklus refrigerasi kompresi uap pada diagram P-h setelah menggunakan subcooler terlihat seperti pada Gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa posisi titik 3 (saturation liquid) bergeser ke kiri ke daerah subcool (titik 3’), sehingga menyebabkan kualitas fluida kerja yang akan masuk ke evaporator berkurang, yaitu dari titik 4 ke titik 4’. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya kapasitas pendinginan mesin pendingin. Selain meningkatkan kapasitas pendinginan, subcooling menggunakan liquidsuction subcooler juga akan meningkatkan kerja kompresor. Titik 1 (suction) bergeser ke kanan menjadi titik 1’. Proses ini dinamakan superheating, yang disebabkan penyerapan kalor dari keluaran kondenser (suction line) oleh suction, sehingga temperatur refrigeran sedikit meningkat. Dengan kata lain, penggunaan liquid-suction subcooler selalu diikuti oleh superheating pada saluran suction, dan adanya superheating akan meningkatkan kerja kompresor. Meskipun penyerapan kalor ini terjadi pada saluran evaporator, kuantitas kalor yang diserap yaitu (h1’ – h1) tidak dihitung sebagai kapasitas pendinginan pada mesin pendingin, oleh karena kapasitas pendinginan dari evaporator tersebut diserap oleh subcooler pada outlet kondenser. Sehingga nilai COP aktual mesin pendingin adalah,
COP =
(h1 − h4 ' ) ( h2 ' − h1' )
(6)
Disamping itu, dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa penggunaan liquid-suction subcooler menyebabkan naiknya temperatur discharge, yaitu dari titik 2 ke 2’. Semakin tinggi subcooling maka semakin tinggi pula kenaikan pada temperatur discharge, sehingga dalam prakteknya di lapangan, penggunaan subcooling dibatasi, yaitu antara 5 K (Kelvin) sampai dengan 15 K. Pada kajian ini akan digunakan subcooling sebesar 1, 5 dan 10 K menggunakan liquid-suction subcooler.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE09 - 4
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Hasil dan Pembahasan Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa penggunaan subcooler pada sistem refrigerasi adalah untuk meningkatkan kinerja sistem, yaitu menaikkan COP dan kapasitas pendinginan. Parameter yang akan diamati perilakunya akibat penggunaan liquid-suction subcooler adalah kapasitas pendinginan, kerja kompresor, COP dan temperatur discharge kompresor. Efek pada Kapasitas Pendinginan Kapasitas pendinginan adalah kuantitas kalor dari lingkungan dan/atau produk yang diserap oleh evaporator. Semakin besar kapasitas pendinginan maka semakin besar kuantitas kalor yang diserap oleh evaporator. Dapat dilihat pada Gambar 4 bahwa kapasitas pendinginan mesin pendingin meningkat dengan semakin meningkatnya subcooling. Namun, seperti yang telah diterangkan sebelumnya, penggunaan subcooling tidak memungkinkan setinggi mungkin, karena akan menimbulkan overheating pada temperatur discharge kompresor, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada temperatur lingkungan dan subcooling tertentu (35oC dan 10 K) akan mengakibatkan temperatur discharge melebihi 100oC. Hal ini harus dihindari, karena hal ini akan menyebabkan berkurangnya umur pakai kompresor. Untuk itu, penggunaan subcooling dia atas 10 K tidak disarankan bila temperatur lingkungan di atas 35oC. 170
Qe (kJ/kg.K)
COP_std COP_sub_1 K
160
COP_sub_5 K COP_sub_10 K
150
140
130
25
30
35 40 45 Temperatur Lingkungan (oC)
50
Gambar 4. Kapasitas pendinginan terhadap temperatur lingkungan untuk berbagai variasi subcooling
120
Tdisc. (oC)
110 100 COP_std
90
COP_sub_1 K COP_sub_5 K
80
COP_sub_10 K
70
25
30
35 40 Temperatur Lingkungan (oC)
45
50
Gambar 5. Temperatur discharge kompresor terhadap temperatur lingkungan untuk berbagai variasi subcooling Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE09 - 5
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Gambar 6 menunjukkan persentase peningkatan kapasitas pendinginan akibat penggunaan subcooling. Persentase peningkatan kapasitas peningkatan meningkat dengan meningkatnya subcooling. Pada gambar tersebut juga terlihat bahwa untuk temperatur subcooling yang sama, semakin meningkat temperatur lingkungan maka semakin meningkat pula persentase peningkatan kapasitas pendinginan.
Qevap_imp (%)
12 8.91
10
9.53
10.27
COP_sub_1 K COP_sub_5 K
8 6
4.50
4.82
5.20
0.91
0.97
1.05
COP_sub_10 K
4 2 0 25
30
35 40 Temperatur Lingkungan (oC)
45
50
Gambar 6. Peningkatan persentase kapasitas pendinginan terhadap temperatur lingkungan untuk berbagai variasi subcooling Efek pada Kerja Kompresor dan COP Gambar 7 menunjukkan kenaikan kerja kompresor dengan naiknya subcooling. Naiknya kerja kompresor menandakan meningkatnya pula daya input pada kompresor. Artinya diperlukan daya lebih besar untuk menghasilkan kapasitas pendinginan yang sama. Namun, oleh karena penggunaan subcooling juga diikuti peningkatan kapasitas pendinginan, maka total keuntungan penggunaan subcooling ditentukan oleh COP. Bila peningkatan kapasitas pendinginan lebih besar dari peningkatan kerja kompresor maka peningkatan COP akan positif, dan bila sebaliknya maka peningkatan COP akan negatif.
Wkomp (kJ/kg.K)
70
COP_std
60
COP_sub_1 K COP_sub_5 K COP_sub_10 K
50 25
30
35 40 Temperatur Lingkungan (oC)
45
50
Gambar 7. Kerja kompresor terhadap temperatur lingkungan untuk berbagai variasi subcooling Gambar 8 menunjukkan peningkatan COP akibat penggunaan berbagai variasi subcooling untuk tiga temperatur lingkungan yang berbeda. Pada gambar tersebut
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE09 - 6
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
menunjukkan bahwa peningkatan COP selalu positif, artinya peningkatan kapasitas pendinginan selalu lebih tinggi dibanding dengan peningkatan kerja kompresor. 7
COPimp (%)
6
4.95
5
4.27
COP_sub_1 K
3.68
4
COP_sub_5 K
3
1.91
2
0.39
1
2.23
0.46
2.59
COP_sub_10 K
0.53
0 25
30
35 40 Temperatur Lingkungan (oC)
45
50
Gambar 8. Peningkatan persentase COP terhadap temperatur lingkungan untuk berbagai variasi subcooling Peningkatan persentase kerja kompresor terlihat pada Gambar 9, dimana persentase peningkatan kerja kompresor meningkat dengan meningkatnya subcooling, namun relatif konstan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Bila dibandingkan dengan Gambar 6, maka terlihat bahwa persentase peningkatan kerja kompresor selalu lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan kapasitas pendinginan. Akibatnya, terjadi peningkatan persentase COP untuk berbagai variasi subcooling dan temperatur lingkungan, seperti yang terlihat pada Gambar 8. 7
Wkomp_imp (%)
6
5.04
5.05
5.07
5
COP_sub_1 K
4
COP_sub_5 K
3
2.54
2.53
2.54
0.52
0.51
0.52
COP_sub_10 K
2 1 0 25
30
35 40 Temperatur Lingkungan (oC)
45
50
Gambar 9. Peningkatan persentase kerja kompresor terhadap temperatur lingkungan untuk berbagai variasi subcooling
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE09 - 7
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Kesimpulan Penggunaan liquid-suction subcooler pada mesin pendingin menggunakan fluida kerja R-22 dapat meningkatkan COP untuk berbagai temperatur lingkungan. Walaupun penggunaan liquid-suction subcooler selalu diikuti peningkatan kerja kompresor, namun karena peningkatan kapasitas pendinginan lebih besar dari peningkatan kerja kompresor, maka selalu terjadi peningkatan COP untuk berbagai variasi subcooling. Walaupun semakin besar subcooling dapat menghasilkan peningkatan kapasitas pendinginan, namun penggunaan subcooling harus memperhatikan temperatur discharge kompresor, mengingat penggunaan subcooling yang terlalu tinggi, (di atas 10 K dan temperatur lingkungan di atas 35oC) akan meningkatkan temperatur discharge hingga di atas 100oC. Tingginya temperatur discharge dapat memperpendek usia pakai kompresor. Ucapan Terima kasih Penelitian ini dibiayai oleh Politeknik Negeri Bandung. Daftar pustaka Brunin, O, Feidt, M and Hivet, B., 1997, Comparison of the domains of some compression heat pumps and a compression-absorption heat pump, International Journal of Refrigeration, vol 20, 308-318. Couvillion, R.J., Larson M.W. and Somerville, M.H., 1988, Analysis of a vapor compression refrigeration system with mechanical-subcooling, ASHRAE Trans, vol 94, 641-649. Khan J.R and Zubair S.M., 2000, Design and rating of an integrated mechanicalsubcooling vapor-compression refrigeration system, Energy Conversion & Management, vol 41, 1201-1222. Qureshi, B.A and Zubair, S.M., 2012, The effect of refrigerant combination on performance of a vapor compression refrigeration system with dedicated mechanical subcooling, International Journal of Refrigeration, vol 35, 47-57. Vijayan, R. and Srinivasan, P.S.S., 2009, Influence of internal heat exchanger on performance of window AC retrofitted with R407C. Wood, C.W and Meyer, J.P., 1999, Increasing the energy efficiency of domestic air conditioners and freezers, In: Proceeding of Use of Electric Energy Conference, Cape Town, South Africa, pp. 141-145. Yang, L and Zhang, C.L., 2011, On subcooler design for integrated two-temperature supermarket refrigeration system, Energy and Buildings, vol 43, 224-231. Zubair, S.M. 1990, Improvement of refrigeration/air-conditioning performance with mechanical subcooling, Energy, vol 15, 427-433.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE09 - 8