DRAFT SKRIPSI
ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED PADA APLIKASI PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN LIMBAH CAIR PABRIK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT CONDONG, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
Oleh : IRRIWAD PUTRI F14050108
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
1
ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED PADA APLIKASI PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN LIMBAH CAIR PABRIK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT CONDONG, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
SKRIPSI Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Oleh : IRRIWAD PUTRI F14050108
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED PADA APLIKASI PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN LIMBAH CAIR PABRIK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT CONDONG, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT
SKRIPSI Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Oleh : IRRIWAD PUTRI F14050108
Disetujui, Bogor, Agustus 2009 Dosen Pembimbing Akademik
Dr.Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr NIP
: 19621130 198703 1 003
3
Irriwad Putri. F14050108, Analisa Teknis dan Biaya Aplikasi Sistem Kanal Flatbed Pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit dengan Limbah Cair Pabrik di Perkebunan Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Di bawah bimbingan : Dr.Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr. 2009 RINGKASAN Setiap 1 ton Minyak Sawit Mentah dihasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD (Biochemical Oxygen Demand) 20.000–60.000 mg/l (Loebis dan Toebing, 1989). Pemanfaatan LCPKS (Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit) sebagai pupuk tanaman kelapa sawit dengan BOD antara 3.500 – 5.000 mg/l merupakan salah satu cara yang sangat efektif bagi perusahaan dalam mengurangi tingkat pencemaran terhadap lingkungan serta merupakan salah satu kebijaksanaan pengembangan sistem perkebunan berwawasan lingkungan. Sistem flatbed adalah salah satu instalasi aplikasi limbah cair menuju lahan tanaman sawit yang telah diterapkan di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk menghitung efisiensi penyaluran limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed serta menganalisis sifat kimia limbah cair pada saluran pengairannya, menghitung biaya pokok aplikasi sistem flatbed dan membandingknnya dengan sistem traktor-tangki. Penelitian ini dilakukan beberapa tahap (1) Pengukuran debit aliran limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed, (2) Pengukuran sifat fisik dan kimia limbah cair berupa pH, suhu (°C), BOD, COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N), (3). Pengumpulan data komponen-komponen aplikasi limbah cair sistem flatbed dan sistem traktor-tangki, (4) Analisis efisiensi penyaluran dan sifat kimia limbah cair pada sistem traktor-tangki, dan (5)Analisis biaya. Besar efisiensi penyaluran dan kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed adalah 75.62% dan 15.31 m3 dengan lama penyaluran 4 jam. Kandungan BOD, COD, dan Amoniak pada kolam aplikasi, saluran inlet, dan saluran outlet berturut-turut adalah (22 mg/l, 57 mg/l, dan 11.8 mg/l ), (26 mg/l, 84 mg/l, dan 20.31 mg/l), dan (26 mg/l, 65 mg/l, dan 4.45 mg/l ). Pada penyaluran sistem traktor-tangki tidak terjadi perubahan sifat kimia limbah cair. Efisiensi penyaluran limbah cair sistem traktor-tangki adalah 100% dengan lama penyaluran 8.67 jam. Biaya pokok untuk penyaluran limbah cair sistem flatbed adalah sebesar Rp 7/liter sedangkan pada sistem traktor tangki Rp 19/liter. Debit, efisiensi dan kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed digambarkan pada kurva dengan menggunakan regresi linier dengan R2 > 0.9. Dari kurva tersebut dapat disimpulkan bahwa panjang saluran merupakan faktor yang sangat mempengaruhi debit, efisiensi dan kehilangan limbah cair pada saluran. Pada penelitian ini tidak memperhitungkan laju infiltrasi dan sedimentasi. Pada sistem flatbed panjang saluran tidak mempengaruhi nilai BOD limbah cair tetapi mempengaruhi nilai COD sebesar 22.6% dan Amoniak sebesar 78.1%. Perubahan nilai COD dan Amoniak kemungkinan disebabkan oleh vegetasi pada saluran dan jenis saluran yang terbuat dari tanah. Pada luasan dan jarak lahan aplikasi yang sama, aplikasi sistem flatbed lebih layak secara ekonomis dibandingkan dengan aplikasi sistem traktor-tangki.
4
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak kelima dari lima orang bersaudara, putri pasangan dari Bapak Darinas Abdullah dan Ibu Warnis. Dilahirkan pada tanggal 2 Maret 1986 di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di Batu Batindih, Kecamatan Lubuk Sikaping pada tahun 1993 dan melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 01 Salibawan, Kecamatan Lubuk dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun tersebut penulis masuk ke Sekolah Menengah Pertama di MTsN I Lubuk Sikaping dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di SMUN I Lubuk Sikaping dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Teknik Pertanian melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama kuliah penulis aktif sebagai pengurus dan anggota lembaga kemahasiswaan kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian sebagai Staf Sekretaris Eksekutif Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian Devisi Keteknikan periode 2006-2007. Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2008 di PTP Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir, Pasaman Barat, Sumatera Barat dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian dalam Proses Pembudidayaan dan Pengolahan Kelapa Sawit di PTP Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir, Pasaman Barat, Sumatera Barat”. Kemudian untuk menyelesaikan studinya, penulis menyusun skripsi dengan judul “Analisa Teknis Dan Biaya Aplikasi Sistem Kanal Flatbed Pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Dengan Limbah Cair Pabrik Di Perkebunan Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat” dibawah bimbingan Dr.Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr.
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan kasih sayangNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Analisa Teknis Dan Biaya Sistem Kanal Flat Bed Pada Aplikasi Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Dengan Limbah Cair Pabrik Di Perkebunan Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
:
1. Ayahnda dan Ibunda serta Uda-uda dan Uni tercinta yang selalu mengalirkan doa demi kesuksesan penulis. 2. Dr.Ir. Lilik Pujantoro M.Agr sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan skripsi ini. 3. Direksi dan staff PT. Condong Garut yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 4. Bapak Tato sebagai kepala PKS PT. Condong Garut. Bapak Ir. Arfang, Bu Fitri, Bapak Asep, Bapak Didin, Bapak Yanto, Bapak Dadang, Bapak Iman, beserta seegenap staff PKS PT. Condong Garut atas segala bimbingan dan ilmunya. 5. Bapak dan Ibu Dadang atas keramahan, kasih sayang, dan ilmuanya selama penulis melakukan penelitian. 6. Teman-teman TEP 42 yang selalu memberi motivasi dan semangat bagi penulis. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai masukan yang sangat berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
6
Bogor, Agustus 2009
Penulis
7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
A.
Latar Belakang ...................................................................................
1
B.
Tujuan ................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
4
2.1
Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ..............................
4
2.2
Parameter Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit .........................
6
2.3
Sistem Aplikasi Limbah Cair ...........................................................
8
2.4
Pengaruh Aplikasi Terhadap Produksi ............................................. 12
2.5
Efisiensi Penyaluran Air (Water Conveyance Efficiency) ............... 13
2.6
Kehilangan Air ................................................................................. 14
2.7
Pengukuran Debit ............................................................................ 16
2.8
Analisis Biaya ................................................................................... 17
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 23 3.1
Waktu dan Tempat ........................................................................... 23
3.2
Alat dan Bahan .................................................................................. 23
3.3
Sumber Data ...................................................................................... 25
3.4
Metode Penelitian ............................................................................. 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 34 4.1
Keadaan umum lokasi penelitian .................................................... 34
4.2
Parameter fisik instalasi aplikasi sistem flatbed ............................. 35
4.3 ..... Pengaruh panjang saluran terhadap perubahan sifat kimia limbah cair ...................................................................................... 46 4.4
Analisis efisiensi penyaluran limbah cair sistem traktor-tangki...... 53
4.5
Analisis sifat kimia limbah cair sistem traktor-tangki ..................... 55
4.6
Analisis biaya sistem aplikasi limbah cair....................................... 56
iii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 60 A.
Kesimpulan ....................................................................................... 63
B.
Saran ................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 65 LAMPIRAN .................................................................................................. 68
iv
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia Limbah Cair Kelapa Sawit ..................................
7
Tabel 2. Hasil analisis parameter mutu LCPKS ............................................
8
Tabel 3
Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Minyak Sawit .................. 10
Tabel 4. Standarisasi pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) dan Karet untuk aplikasi lahan......................................................... 11 Tabel 5. Daftar Komponen Perhitungan Efisiensi Penyaluran Limbah Cair pada Sistem Traktor-tangki ...................................................................... 31 Tabel 6. Daftar Spesifikasi Komponen Perhitungan Efisiensi Penyaluran Limbah Cair pada Sistem Traktor-tangki...................................................... 32 Tabel 7. Daftar Debit, Efisiensi, dan Kehilangan Air Rata-rata pada Penyaluran Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed ............................................. 38 Tabel 8. Pengaruh Panjang Saluran dan Tekstur Tanah terhadap Efisiensi Penyaluran ....................................................................................... 42 Tabe 9.
Sifat Kimia Limbah Cair pada Penyaluran Sistem Taktor-tangki ... 53
Tabel 10. Perhitungan Waktu Tempuh Operasi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-tangki .................................................................................. 55 Tabe 11. Daftar Nama Komponen Pengguna Energi Listrik ........................ 57 Tabel 12. Daftar Kebutuhan Operator pada Instalasi Sistem Flatbed ............. 58 Tabel 13. Spesifikasi Tenaga Kerja yang Dibutuhkan Untuk Aplikasi Sistem Traktor-tangki ................................................................................. 61 Tabel 14. Perbandingan Analais Biaya Dua Sistem Aplikasi Limbah Cair .... 62
v
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1. Kandungan Unsur Hara Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) .....................................................................................
2
Gambar 2. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) dan proses pembentukan Limbah .........................................................................................
6
Gambar 3. Pengaliran limbah cair pada areal kebun kelapa sawit dengan sistem flatbed ............................................................................................. 12 Gambar 4. Susunan flatbed pada aplikasi limbah cair PT. Condong Garut .... 13 Gambar 5. Aplikasi limbah cair kelapa sawit dengan sistem traktor tangki ... 14 Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian ............................................. 27 Gambar 7. Diagram alir pelaksanaan penelitian ............................................. 28 Gambar 8. Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Debit Aliran Limbah Cair (m3/detik) Selama Penyaluran ...................................................... 39 Gambar 9. Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Efisiensi Penyaluran (%) .............................................................................. 40 Gambar 10 Kondisi Saluran Limbah Cair pada Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed ......................................................................................... 43 Gambar 11. Susunan flatbed pada jalur aplikasi limbah cair .......................... 43 Gambar 12. Total jumlah kehilangan limbah cair disepanjang saluran .......... 43 Gambar 13. Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Kehilangan Limbah Cair selama Penyaluran (m3) ................................................................ 44 Gambar 14. Bentuk Penampang Saluran Aplikasi Limbah Cair ..................... 45 Gambar 15. Rembesan Limbah Cair Menggenangi Pangkal Pohon Kelapa Sawit .............................................................................. 46 Gambar 16. Grafik Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Perubahan pH Limbah Cair ............................................................................... 46 Gambar 17. Grafik Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Perubahan Suhu (°C) Limbah Cair ............................................................................... 47 Gambar 18. Diagram Kandungan Bahan Kimia Limbah Cair pada Masing-masing Lokasi Penyaluran Sistem Flat bed ........................................... 49
vi
Gambar 19. Proses Penyaluran Limbah Cair pada Sistem Traktor-tangki ..... 54 Gambar 20. Pompa Aplikasi (kiri) dan Sirkulasi (kanan) Limbah Cair ......... 56 Gambar 21. Kolam Aplikasi Limbah Cair ...................................................... 56 Gambar 22. Kolam Anaerobik Primer ............................................................ 60
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1. Gambar Jalur pada Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed .......... 71 Lampiran 2. Metode Analisis BOD, COD, dan Amoniak Limbah Cair .......... 72 Lampiran 3. Daftar Komponen Sistem Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit .. 72 Lampiran 4 Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Setiap Kali Pengulangan ....................................................................... 82 Lampiran 5. Daftar pH dan Suhu Limbah Cair (°C) Selama Penyaluran pada Aplikasi Sistem Flatbed.............................................................. 90 Lampiran 6. Skema Aliran Limbah Cair pada Sistem Kolam Limbah (Ponding system)......................................................................... 91 Lampiran 7. Daftar Kandungan Bahan Kimia Limbah Cair pada Masing-masing Penyaluran Sistem Flatbed ......................................................... 92 Lampiran 8. Analisis Biaya Aplikasi Sistem Flatbed ...................................... 93 Lampiran 9. Analisis Biaya Aplikasi Sistem Traktor-tangki .......................... 98 Lampiran 11. Gambar Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Sistem Traktor-tangki ............................................................................. 100
viii
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit (mesokarp) yang telah mengalami proses pengempaan (pengepresan) dan klarifikasi (pemurnian) (Loebis dan Toebing, 1989). Proes pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan produk sampingan salah satunya adalah LCPKS (Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit). Setiap 1 ton minyak sawit mentah/CPO(Crude Oil Palm) dihasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD (Biochemical Oxygen Demand) 20.000 – 60.000 mg/l (Loebis dan Toebing, 1989). Limbah cair ini berasal dari proses perebusan, klarifikasi, dan air hidrosiklon. Berdasarkan
Kep.
Menteri
Lingkungan
Hidup
No.
Kep-
51/MENLH/10/95, setiap LCPKS yang akan dialirkan ke perairan bebas harus terlebih dahulu diproses sehingga tingkat BOD nya adalah 100 mg/l dengan pH sekitar 6. Limbah cair dengan tingkat BOD 25.000 mg/l akan menjadi bahan pencemar apabila dibuang ke sungai. Keadaan tersebut dapat membahayakan kehidupan manusia dan sejumlah biota sungai. Sementara ditinjau dari kandungan haranya, setiap 1 ton LCPKS mengandung unsurunsur hara yang setara dengan kandungan pupuk sebagai berikut :
Gambar 1. Kandungan unsur hara limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS)
1
Pemanfaatan LCPKS dengan BOD antara 3.500 – 5.000 mg/l (dari kolam anaerobik primer) merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam mengurangi beban dan tanggungan perusahaan dan dapat mengurangi tingkat pencemaran terhadap lingkungan serta merupakan salah satu kebijaksanaan pengembangan sistem perkebunan berwawasan lingkungan. Menurut PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2005), selain dapat mengurangi pencemaran terhadap lingkungan, aplikasi limbah cair ke lahan dapat menaikkan produksi kelapa sawit yang ditunjukkan dengan kenaikan jumlah janjang (tandan kelapa sawit) 17-20%. Nilai ini lebih besar dibandingkan areal yang hanya diberi pupuk organik. Dari hasil monitor sumur pantau yang ada dan dilakukan secara rutin 4 kali setahun tidak menunjukkan pengaruh negatif terhadap air tanah. Aplikasi limbah cair ke lahan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh instalasi yang baik pula. Sistem flatbed adalah salah satu instalasi aplikasi limbah cair yang telah diterapkan di Pabrik Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut. Selain flatbed terdapat aplikasi lain, diantaranya adalah sprinkler, sistem parit atau alur (long bed), dan sistem traktor-tangki. Ketepatan dalam pemilihan alat-alat/teknologi pendukung sistem aplikasi sangatlah diperlukan, karena merupakan faktor utama penentuan keberhasilan dan kelayakan aplikasi limbah cair ke lahan.
1.2
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Menghitung efisiensi penyaluran limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed.
2.
Menghitung kehilangan limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed.
3.
Menganalisa perubahan sifat kimia limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed.
4.
Menghitung biaya pokok aplikasi pemupukan tanaman sawit sistem flatbed.
2
5.
Membandingkan aplikasi sistem flatbed dengan sistem traktor-tangki dengan parameter efisiensi penyaluran, perubahan sifat kimia limbah cair, dan biaya pokok.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah cair berasal dari beberapa proses pengolahan kelapa sawit, antara lain air hasil perebusan (10-15%), air drab (lumpur) (±35%), dan air hidrosiklon (5-10%). Limbah buangan pabrik kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit terdapat pada Gambar 2. Limbah kelapa sawit mengandung bahan organik yang cukup tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Menurut pengamatan yang telah dilakukan oleh beberapa pabrik kelapa sawit dapat dikatakan bahwa limbah sawit yang dibuang langsung ke sungai akan mempengaruhi kualitas air (Naibaho, 1998). Berikut komposisi kimia limbah cair pabrik kelapa sawit.
Tabel 1. Komposisi kimia limbah cair kelapa sawit No
Komponen
% (berat kering)
1.
Protein (N x 6.25)
8.2
2.
Serat
11.9
3.
Abu
14.1
4.
Fosfor (P)
0.24
5.
Kalium (K)
0.99
6.
Carbon (C)
0.97
7.
Magnsium (Mg)
0.30
8.
Natrium (Na)
0.08
9.
Energi (kkal/100 gr)
454
Sumber : Loebis dan Toebing (1989)
Salah satu komponen LCPKS yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge). Sludge merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak. 4
Tandan Buah Segar(TBS)
Perebusan Air Kondensat Perontokan
Buah Sawit
Incenerator
Tandan Kosong
Abu
Pelumatan
Pengepresan Air Ampas
Klarifikasi (Pemurnian)
Ampas biji
Pemecah biji
Air lumpur
Minyak mentah Air
Cangkang
Air Hidrosiklon
Inti (kernel)
Ketel uap (boiler)
Energi
Kolam Limbah Cair
Gambar 2. Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) dan proses pembentukan limbah (Loebis dan Toebing, 1989).
5
Sludge yang berasal dari proses klarifikasi (pemurnian minyak) disebut sebagai lumpur primer. Sludge yang telah mengalami proses sedimentasi disebut sebagai lumpur sekunder. Sludge tersebut mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dan mempunyai pH kurang dari 5.
2.2
Parameter Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Berikut hasil analisis parameter mutu limbh cair pabrik kelapa sawit.
Tabel 2. Hasil analisis parameter mutu LCPKS No
Parameter
Konsentrasi (mg/l)
1.
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
17 900 – 37 500
2.
Ph
3.8 – 4.7
3.
COD (Chemical Oxygen Demand)
45 700 – 54 000
4.
Padatan total (Total solids)
22 100 – 60 000
5.
Padatan tersuspensi (Suspended Solid)
8 700 – 40 000
6.
Minyak (Oil and Greas)
5 830
7.
Total Nitrogen
500 – 1 100
8.
Nitrogen Amoniak
35 – 130
Sumber : Loebis dan Toebing (1989)
Limbah yang dibuang ke lingkungan harus ditangani (treatment) terlebih dahulu agar sesuai dengan persyaratan baku mutu limbah yang diperkenankan. Baku mutu limbah yang seharusnya terdapat pada Keputusan Menteri Negara KLH No.Kep.03/MENKLH/II/1991 adalah sebagai berikut :
2.2.1 pH limbah cair Limbah cair ditetapkan parameter pH nya sekitar 6-9, ini bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada badan penerima tidak terganggu dan bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima seperti sungai.
6
2.2.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD merupakan jumlah oksigen terlarut dalam limbah cair yang dapat digunakan untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada waktu dan kondisi tertentu. BOD sering digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan kualitas limbah. Semakin tinggi nilai BOD air limbah maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin tinggi. Limbah cair yang dikeluarkan pabrik mengandung bahan organik yang cukup besar yaitu 25.000 mg/l. Air limbah yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan, misalnya badan penerima sungai harus sesuai dengan standar baku mutu limbah yang mempunyai kandungan BOD rata-rata 100 mg/l.
2.2.3 Chemical Oxygen Demand (COD) COD merupakan oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan bahan anorganik. Nilai COD lebih besar dari nilai BOD. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol terhadap nilai BOD. Karena kandungan padatan limbah umumnya terdiri dari bahan organik maka parameter yang dipakai adalah BOD.
2.2.4 Total Suspended Solid (TSS) Nilai ini menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Semakin tinggi nilai TSS maka bahan organik membutuhkan lebih tinggi oksigen untuk perombakan. Oleh karena itu dengan adanya proses pengendapan pada kolam limbah diharapkan nilai TSS nya berkurang.
2.2.5 Kandungan NH3-N NH3-N merupakan zat berbahaya dan beracun. Semakin tinggi kandungan NH3-N pada limbah akan menyebabkan keracunan pada biota yang terdapat pada badan penerima, misalnya sungai.
7
2.2.6 Kandungan minyak dan lemak Terdapatnya kandungan minyak dan lemak pada limbah cair akan mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada kondisi aerobik. Minyak tersebut dapat dihilangkan saat proses netralisasi dengan penambahan NaOH. Untuk melakukan pembuangan limbah cair ke lingkungan harus mengikuti standar baku mutu limbah cair. Berikut standar baku mutu limbah cair
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Negara
KLH
No.Kep.03/MENKLH/II/1991.
Tabel 3. Baku mutu limbah cair untuk industri minyak sawit Debit limbah maksimum 2.5 m3 per ton Minyak Sawit Mentah No
Parameter
Kadar Maksimum
Beban Pemcemaran
(mg/l)
Maksimum (kg/ton)
-
6.0 – 9.0
1
pH
2
BOD
100
0.25
3
COD
350
0.88
4
TSS
250
0.63
5
Nitrogen total
50
0.063
6
Minyak dan
25
0.125
Lemak Sumber : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Air, MENLH (1995)
2.3
Sistem Aplikasi Limbah Cair Pemanfaatan limbah ini disamping sebagai sumber pupuk/bahan organik juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah hingga sebesar 50 – 60%. Penurunan biaya ini disebabkan limbah cair yang digunakan adalah limbah yang masih memiliki nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) anatara 3.500-5.000 mg/l yang berasal dari kolam anaerobik primer. Hal tersebut masih memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Peraturan
8
Mentri No. KB.310/452.MENTAN/XII/95 tentang standarisasi pengolahan limbah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dan karet terutama untuk aplikasi lahan (land application) sebagai sumber air dan pupuk. Aplikasi limbah cair sebagai pupuk tidak boleh menyebabkan penurunan mutu air tanah pada sumber-sumber air yang berasal dari air larian dari kegiatan pemanfaatan pupuk tersebut.
Tabel 4. Standarisasi pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dan karet untuk aplikasi lahan. No
Uraian
Batasan Kepekatan
1
BOD (mg/l)
< 3500
2
Minyak dan lemak (mg/l)
< 3000
3
pH
6.0
Sumber : Badan Agribisnis, Deptan (1995)
Direktorat Pengendalian Pencemaran Air dan Tanah BAPEDAL (1999) menyatakan bahwa pemanfaatan limbah cair kelapa sawit sebagai sumber air dan hara bagi tanaman kelapa sawit, sementara dipandang sebagai alternatif penanganan limbah cair sekaligus sebagai salah satu upaya menuju produksi bersih. Lebih lanjut disebutkan mengenai prinsip-prinsip pemanfaatan limbah cair ke tanah, antara lain : 1.
Limbah tersebut dimnfaatkan untuk meningkatkan produktivitas
2.
Limbah tidak mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
3.
Tidak menyebabkan pencemaran lingkungan, baik air, tanah, dan wilayah sekitarnya
4.
Limbah yang dimanfaatkan memenuhi baku mutu yang ditentukan
5.
Penelitian dilakukan untuk butir-butir sebelumnya oleh pihak netral PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit)
6.
Ijin pemanfaatan limbah diberikan setelah adanya pengkajian terhadap hasil penelitian tersebut. Aplikasi limbah cair sebagai sumber hara pada areal kelapa sawit
dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi
9
setempat (seperti topografi areal dan jarak areal dengan lokasi pengolahan limbah). Bebrapa cara aplikasi limbah cair yang dikenal antara lain sistem sprinkler, flatbed, parit atau alur (long bed), dan traktor-tangki. 2.3.1 Sistem Sprinkler Limbah yang berasal dari kolam dialirkan melalui saringan menuju parit yang telah disediakan. Hal ini diperlukan untuk menyaring partikel padatan terlarut yang dapat menyebabkan penyumbatan nozzle sprinkler. Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit bergelombang, untuk mengurangi aliran permukaan dari limbah cair yang digunakan. Setelah penyaringan limbah kemudian dialirkan ke dalam bak air yang dilengkapi dengan pompa sentrifugal dan mengalirkannya ke areal melalui pipa PVC diameter 3”. Pada sistem ini partikel-partikel lumpur limbah cair sering menyangkut pada nozzle yang merupakan salah satu kelemahan sistem sprinkler. Disamping itu, biaya pembangunan instalasi sistem ini relatif mahal.
2.3.2 Sistem Flatbed Sistem ini biasanya digunakan di lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Sistem ini dibangun mengikuti kemiringan tanah. Teknik aplikasi limbah adalah dengan mengalirkan limbah tersebut dari kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi (kadar BOD 3.500-5.000 mg/l), yang dibuat setiap dua baris tanaman (gawangan mati).
Gambar 3. Pengaliran limbah cair pada areal kebun kelapa sawit dengan sistem flatbed
10
Flatbed dibangun dengan kedalaman yang cukup dangkal. Limbah cair yang akan diaplikasikan dipompakan melalui pipa ke tempat yang tinggi. Kemudian dialirkan ke flatbed dan saluran penghubung hingga ke tempat yang lebih rendah. Aplikasi tergantung kepada kecepatan allir, dimana limbah dapat dialirkan secara simultan melalui beberapa baris flatbed dalam areal tanaman. Dengan teknik ini maka secara periodik lumpur yang tertinggal pada dasar flatbed perlu dikuras.
Gambar 4. Susunan flatbed pada aplikasi limbah cair PT. Condong Garut
2.3.3 Sistem parit atau alur (long bed) Ada dua pola parit yang digunakan untuk distribusi limbah yaitu parit yang lurus, dan berliku-liku. Parit berliku-liku digunakan untuk lahan yang curam atau berbukit. Limbah sepanjang parit dialirkan perlahan-lahan untuk mengurangi erosi dan banjir. Parit yang lurus memanjang dapat dibangun di lahan yang sedikit miring, dan limbah dialirkan hingga ke ujung parit. Seperti aplikasi flatbed, limbah cair dipompakan melalui pipa ke tempat yang relatif tinggi dan didistribusikan ke dalam parit primer. Jumlah parit tergantung kepada topografi. Kecepatan aliran diatur perlahan-lahan untuk memungkinkan perkolasi dan juga untuk mencegah erosi. Biaya aplikasi limbah cair dengan sistem ini relatif murah, tetapi masalah yang sering timbul adalah distribusi aliran tidak sama rata dan parit tertimbun lumpur.
2.3.4 Sistem traktor Sistem aplikasi -tangki limbah dengan cara ini yaitu dengan mengangkut limbah cair dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) ke areal tanaman dengan menggunakan traktor yang menarik tangki. Limbah berbentuk cair
11
dipompakan ke dalam tangki dengan menggunakan pompa sentrifugal yang terletak di chasis tangki. Peralatan yang digunakan ialah traktor, tangki, dan pompa sentrifugal. Untuk mengurangi biaya transportasi aplikasi limbah, areal tanaman sebaiknya berdekatan dengan IPAL. Traktor berjalan pada jalan pikul dan limbah disemprotkan sepanjang baris pohon tempat tumpukan hasil pangkasan.
Gambar 5. Aplikasi limbah cair kelapa sawit dengan sistem traktor tangki
Pelaksanaan operasional aplikasi LCPKS dari sejak perencanaan dan pelaksanaan
aplikasi
menjadi
tanggung
jawab
dari
pabrik
yang
bersangkutan. Pada beberapa pabrik di Indonesia pengamatan pelaksanaan dan pemantauan terhadap dampak yang terjadi dilakukan oleh asisten SHE (Safety, Health and Environment) yang ada ditiap kebun dan dilaporkan secara berkala ke Divisi SHE di kantor pusat. Laporan dibuat berdasarkan format yang telah ditentukan.
2.4
Pengaruh Aplikasi Terhadap Produksi Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga mengurangi biaya pengeluaran bagi perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan, dosis LCPKS adalah 12.66 mm ECH (ekuivalen curah hujan)/bulan yang direkomendasikan dengan 50% dosis pupuk anjuran menunjukkan hasil 36% di atas kontrol (sutarta et al, 2000), sehingga dosis tersebut dijadikan dosis anjuran sementara. Aplikasi limbah
12
cair ini dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu, aplikasi limbah cair akan mengurangi biaya pengolahan limbah dan mampu memperbaiki sifat kimia (kandungan hara) dan fisika tanah. Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Menurut PT. Tunggal Perkasa Plantation, aplikasi limbah cair sebagai pupuk dapat meningkatkan produksi janjang (tandan sawit) 20 – 30% dibandingkan dengan areal yang dipupuk anorganik. Hal ini diduga selain disebabkan karena unsur hara yang dikandung dalam limbah cair, juga disebabkan karena kelembaban tanah yang selalu terjaga dengan adanya aplikasi limbah cair. Menurut beberapa sumber lain, penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS sebesar 16-60%. Limbah cair ini tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air tanah di sekitar areal aplikasinya. Aplikasi limbah cair sebagai pupuk tanaman sawit tidak memberikan dampak pada sifat fisika tanah, sifat kimia tanah, kualitas air tanah dangkal, dan kualitas air permukaan. Pengujian beberapa sifat ini telah dilakukan oleh beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia salah satunya adalah PT. Agrowiyana, Jambi tahun 2007.
2.5
Efisiensi Penyaluran Air (Water Conveyance Efficiency) Menurut Hansen et. al. (1979), konsep irigasi yang paling awal untuk dievaluasi adalah efisiensi saluran pembawa air. Saluran pembawa air ini diantaranya adalah : (1) Saluran primer, (2) Saluran sekunder, (3) Saluran tersier dan (4) Saluran kwarter. Pada penyaluran air irigasi, jumlah air yang sampai pada suatu areal pertanian dalam skala waktu tertentu akan mengalami pengurangan sepanjang saluran yang dilaluinya. Hal ini berhubungan dengan kehilangan air sepanjang penyaluran air irigasi tersebut yang menyebabkan turunnya efisiensi penyaluran (Setyoko, 1987). Efisiensi penyaluran air irigasi adalah efisiensi tahap pertama yang perlu dipertahankan sebelum usaha
13
peningkatan efisiensi irigasi yang lain. Efisiensi penyaluran sangat dipengaruhi oleh : 1.
Kondisi jaringan irigasi (bangunan dan saluran). Kehilangan air banyak terjadi selama pengaliran karena rembesan (seepage), bocoran dan evaporasi.
2.
Penyadapan air secara liar pada saluran primer dan sekunder guna dialirkan langsung ke petak persawahan. Efisiensi penyaluran air dapat diperhitungkan dari air yang masuk ke
petak persawahan dibandingkan dengan penyaluran air dimana air tersebut disalurkan. Besarnya efisiensi penyaluran air dapat dihitung dengan rumus : . dimana : Ec
2.6
= Efisiensi penyaluran (%)
Wf
= Jumlah air yang sampai di areal pertanaman (L3T-1)
Wr
= Jumlah air yang dialirkan dari sumber (L3T-1)
Kehilangan Air Kehilangan air irigasi pada saluran terbuka dapat terjadi melalui dua bentuk yaitu berupa uap dan cairan. Hal ini disebabkan oleh penguapan permukaan air, transpirasi dari tumbuhan sepanjang saluran, perembesan kebawah dan kesamping serta bocoran karena rusaknya tanggul (Houk, 1957). Khushalani dan Kushalani (1974), menyatakan bahwa jumlah air yang merembes tergantung dari debit air yang diberikan dimana penambahan debit aliran menyebabkan rembesan yang terjadi akan semakin kecil, tingkat kekeringan tanah selama irigasi dan kapasitas tanah menahan kelembaban, sedangkan Kinori (1970), menyatakan bahwa perembesan tergantung pada jenis tanah dan gradient hidrolik. Faktor jenis tanah yang berpengaruh yaitu permeabilitasnya, sedangkan gradien hidrolik adalah perbandingan antara selisih ketinggian, muka air pada 2 titik di saluran terhadap jarak mendatarnya.
14
Kunwibowo
(1980),
menyatakan
bahwa
komponen-komponen
(faktor-faktor yang mempengaruhi) kehilangan air selama penyaluran adalah : 1.
Penguapan melalui permukaan saluran
2.
Evapotranspirasi yang disebabkan oleh vegetasi yang ada di sepanjang saluran
3.
Perembesan (seepage) melalui dasar atau tepi saluran
4.
Bocoran (leakage) pada saluran. Menurut Michael (1978), hilangnya air akibat perembesan dapat
dicegah atau dikurangi dengan cara melapisi saluran dengan bahan yang kedap air. Saluran yang dilapisi dengan semen misalnya dapat mengurangi hilangnya air akibat perembesan sampai 20%. Menurut Linsley dan Franzini (1972), ada tiga metode pengukuran kehilangan air, yaitu : 1.
Metoda genangan (ponding method)
2.
Metoda pemasukan-keluaran (inflow-outflow method)
3.
Metoda pengukuran rembesan (seepage-meter method) Metoda genangan ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan
cara membendung kedua ujung saluran pada jarak tertetu yang dikehendaki. Jumlah kehilangan air adalah penurunan muka air selama 24 jam. Metode pemasukan-keluaran ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan menggunakan alat-alat pengukur debit yang dipasang pada kedua ujung saluran, kehilangan air yang terjadi adalah merupakan selisih antara debit pemasukan (inflow) dengan debit pengeluaran (outflow). Selama pengukuran berlangsung air dalam keadaan mengalir. Metoda pengukuran rembesan ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan menggunakan alat-alat pengukuran perembesan (seepage-meter) yang dipasang pada saluran. Hasil pengukuran dengan metoda ini lebih baik, tetapi peralatannya sulit dan harganya mahal. Menurut Hamid (1987), diantara ketiga metoda pengukuran kehilangan air, metoda pemasukan-keluaran yang paling sering digunakan, sebab metoda ini lebih murah dan praktis penggunaannya.
15
Linsley dan Franzini (1972), menyatakan bahwa metoda pemasukankeluaran dilakukan dengan cara pengukuran debit aliran yang masuk dan debit aliran yang keluar pada aliran mantap antara dua titik sepanjang saluran.
2.7
Pengukuran Debit 2.7.1 Pengukuran Debit Air Secara Langsung Pengukuran debit secara langsung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan sekat ukur dan talang ukur. Sekat ukur untuk pengukuran debit secara langsung ada bermacam-macam menurut bentuk penampang sekatnya, yaitu Sekat ukur Thompson, Sekat ukur Cippoletti, dan Sekat ukur Segiempat.
2.7.2 Pengukuran Debit Air Secara Tidak Langsung Pengukuran debit air secara tidak langsung adalah pengukuran dengan cara mengukur kecepatan aliran dan luas penampang aliran. Untuk kehilangan air umumnya digunakan metode “inflow-outflow’’, dengan kehilangan air yang terjadi ditunjukkan oleh selisih antara debit yang masuk (inflow) dengan debit pengeluaran (outflow) (Linsley dan Franzini, 1972). Besarnya debit air yang masuk dan yang keluar dapat dihitung dengan persamaan : dimana : Q = Debit air (L3T-1) A = Luas penampang aliran (L2) V = Kecepatan aliran (LT-1) Tentang kecepatan aliran dapat diukur dengan pelampung (metode apung), dengan alat ukur arus (Current meter), ataupun dengan menggunakan rumus.
16
Biaya alat dan mesin pertanian terdiri dari dua komponen yaitu biaya tetap (fixed cost/owning cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost/operating cost). Apabila kapasitas suatu alat atau mesin pertanian diketahui atau dapat dihitung, maka biaya pokok per satuan produk dapat diketahui (Pramudya dan Dewi, 1992).
2.8
Analisis Biaya 2.8.1
Biaya Tetap Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode akan
tetap jumlahnya. Thuesen dan Fabrycky (2002) menyebutkan bahwa biaya tetap adalah kelompok biaya yang diperlukan dalam aktifitas berjalan yang totalnya akan relatif tetap sepanjang periode aktivitas operasional. Biaya tetap sering juga disebut biaya kepemilikan (owning cost). Biaya ini tidak tergantung pada produk yang dihasilkan dan bekerja atau tidaknya mesin serta besarnya relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap adalah :biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi, biaya pajak, dan biaya gudang atau garasi
1.
Biaya penyusutan
Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Gray et al. menyebutkan bahwa penyusutan adalah bagian dari benefit proyek yang dicadangkan tiap-tiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek sedemikian rupa sehingga merupakan data yang mencerminkan jumlah biaya total. Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu mesin/alat berkurang antara lain adanya bagian-bagian yang rusak atau aus, peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama jika dibandingkan dengan mesin baru dan sebagainya. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya biaya penyusutan adalah dengan metode garis lurus tanpa memasukkan bunga modal dalam perhitungannya. Besarnya biaya penyusutan dianggap
17
sama setiap tahunnya atau penurunan nilai bersifat tetap sampai pada akhir umur ekonomisnya. Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa umur ekonomi adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut sudah tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti dengan mesin yang baru. Sedangkan Waries (2003) menyatakan bahwa umur ekonomis adalah suatu perkiraan jangka waktu bagi mesin untuk tetap dapat beroperasi dengan baik dan masih menguntungkan secara ekonomis. Setelah tercapainya nilai ekonomis tersebut, mesin masih memilki nilai yang disebut nilai akhir. Persamaan biaya penyusutan dengan menggunakan garis lurus adalah sebagai berikut: D=
P−S L
dimana: D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga Akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)
2.
Biaya bunga modal dan asuransi
Bunga modal sebenarnya berupa biaya semu karena tidak benar-benar dikeluarkan oleh sistem penggilingan. Nilai biaya ini diperhitungkan karena penggilingan telah melakukan investasi sejumlah uang untuk membeli mesin dan fasilitas lain. Karena telah diinvestasikan, uang tersebut tidak dapat lagi berkembang jika halnya uang tersebut disimpan di bank. Besarnya bunga modal dapat dihitung dengan persamaan berikut: I=
i × P( N + 1) 2N
dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun) P = Nilai awal mesin (Rp) i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N = Umur ekonomis (tahun)
18
3.
Biaya pajak
Pajak untuk mesin pertanian sangat berbeda di setiap negara. Di Indonesia pemungutan pajak untuk mesin pertanian memang belum banyak dilakukan. Apabila belum ada ketentuan pemungutan pajak untuk mesin pertanian dan nilai ini akan diperhitungkan, maka biaya pajak ditentukan berdasarkan persentase taksiran terhadap harga mesin atau peralatan tersebut. Besarnya persentase berbeda dari satu negara ke negara lain. Dibeberapa negara besarnya pajak sekitar 2% dari harga awal pertahun.
4.
Biaya gudang atau garasi
Biaya bangunan/garasi dapat berupa biaya untuk membangun bangunan tersebut atau biaya sewa. Apabila bangunan dibangun sendiri atau dibeli oleh pihak perusahaan, biaya bangunan berupa biaya penyusutan bangunan, sedangkan jika bangunan disewa, maka biaya bangunan berupa biaya sewa bangunan tersebut.
2.8.2
Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat
dan mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jam pemakaiannya (Pramudya dan Dewi, 1992). Sedangkan menurut Thuesen dan Fabrycky (2001), biaya tidak tetap adalah kelompok biaya yang berubah-ubah mengikuti level aktivitas operasional. Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masa tertentu naik, jumlah biayanya juga mengalami kenaikan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan dalam satuan Rp/jam. Contoh biaya yang termasuk biaya tidak tetap antara lain adalah : 1.
Biaya bahan bakar
Biaya ini adalah pengeluaran untuk sumber tenaga yaitu bensin, solar, atau listrik. Untuk kebutuhan bensin atau solar satuannya dalam l/jam. Dengan mengetahui harga per lliternya di lokasi maka akan didapat biaya dalam Rp/jam. Pada motor listrik konsumsi listrik dinyatakan dalam kw atau
19
watt. Dengan mengetahui tariff listrik dalam Rp/kwh maka akan didapat biaya tenaga listrik dalam Rp/jam. Berdasarkan suatu penelitian konsumsi bahan bakar rata-rata dari sutu mesin traktor roda 4 pada kondisi normal adalah 0.12 l/Hp/jam. Sedangkan pada kondisi berat konsumsi bahan bakar rata-rata meningkat 0.18 l/Hp/jam.
2.
Biaya pelumas
Pelumas diberikan untuk memberikan kondisi kerja yang baik bagi mesin dan peralatan. Minyak pelumas untuk traktor meliputi oli mesin, oli transmisi, oli garden, oli hidrolik. Pada mesin pengolahan hasil, pompa air, dan generator listrik tidak terdapat biaya hirolik dan oli garden. Besarnya
biaya
pelumas
ditentukan
berdasarkan
banyaknya
penggantian oli pada suatu mesin pada setiap periode tertentu, dan harga satuan oli yang digunakan. Kebutuhan oli rata-rata pada traktor roda 4 sebesar 0.1 l/bhp/jam.
3.
Biaya perbaikan dan pemeliharaan
Biaya perbaikan dan pemeliharaan pada alat-alat mesin pertanian meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja trampil untuk perbaikan khusus, pengecetan, pembersihan/pencucian dan perbaikanperbaikan karena faktor yang tak terduga. Besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan dapat dinyatakan dalam persentase terhadap harga awal suatu mesin pertanian. Sebagai contoh besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan rata-rata pada traktor roda adalah 1.2% dari harga awal per 100 jam. Biaya perbaikan dan pemeliharaan sumber tenaga (motor penggerak) untuk alat-alat pertanian seperti mesin penggiling padi, perontok, pemecah kulit dan penyosoh diestimasikan besarnya 1.2%/(P-S)/100 jam. Biaya perbaikan untuk mesinmesin pengolah hasil pertanian beserta mesin penggeraknya diperkirakan sebesar 5% /P per tahun. Sedangkan biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk peralatan pertanian seperti bajak, garu, dan sebagainya diperkirakan sebessar 2%*(P-S)/100 jam. 20
4.
Biaya operator
Biaya operator biasanya dinyatakan dalam Rp/hari atau Rp/jam. Besarnya tergantung pada kondisi lokal. Operator yang digaji bulanan dapat dikonversikan dalam upah Rp/jam dengan menghitung jumlah jam kerjanya selama sebulan.
Biaya hal-hal khusus
5.
Biaya hal-hal khusus adalah biaya dari penggantian suatu bagian atau suku cadang yang mempunyai nilai yang tinggi (harganya mahal), tetapi memerlukan penggantian yang relatif sering karena pemakaian. Pada mesin pertanian contoh yang paling umum adalah biaya penggantian ban pada traktor roda. Biaya penggantian ban ini dapat dihitung berdasarkan biaya penggantian (harga) dan perkiraan umur pemakaian.
2.8.3
Biaya Total Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Nilainya dinyatakan dalam jumlah biaya per tahun atau biaya per jam. Untuk perhitungan biaya total diperlukan adanya nilai perkiraan jam kerja mesin per tahun. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut: B=
BT + BTT x
dimana: B BT
= Biaya total (Rp/jam) = Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) x
2.8.4
= Jam kerja per tahun (jam/tahun)
Biaya Pokok
21
Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan. Pada aplikasi limbah cair sebagai pupuk, biaya pokok merupakan biaya yang diperlukan untuk mengalirkan 1 liter limbah cair menuju lahan aplikasi Persamaan yang dipakai sebagai berikut: Bp =
B k
atau dapat dihitung dari biaya total per tahun dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan per tahun. Bp =
Bx M
dimana: Bp
= Biaya pokok (Rp/jam)
k
= Kapasitas pompa (liter/jam)
M
= Jumlah pupuk per tahun (liter/jam)
22
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan April sampai dengan Mei 2009. Objek yang dijadikan penelitian adalah aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada aplikasi pemupukan sistem flatbed di Perkebunan PT. Condong Garut Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan analisa parameter kimia limbah cair dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB.
3.2
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Alat ukur kecepatan aliran (pelampung berupa botol plastik) 2. Meteran 3. Patok kayu untuk menandai panjang saluran 4. Gelas ukur 5. Alat pengukur pH, dan suhu limbah cair (EC meter) 6. Pengukur waktu (Stopwatch) 7. Wadah tempat sampel limbah cair 8. Catatan lapang beserta alat tulis 9. Kalkulator 10. Seperangkat alat pengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N). Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah pabrik kelapa sawit berupa limbah cair yang siap diaplikasikan ke lahan. Limbah ini merupakan keluaran dari kolam limbah dengan kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) rata-rata < 1000 mg/l (PT. Condong Garut).
23
Gambar 6. Diagram proses pelaksanaan penelitian.
24
3.3
Sumber Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran terhadap parameter-parameter fisik instalasi flat bed meliputi kapasitas dan debit pompa, efisiensi penyaluran, sifat kimia limbah cair berupa pH, BOD, COD, dan Nitrogen Amoniak (NH3-N). Sementara data sekunder berupa daftar komponen-komponen aplikasi sistem flatbed dan traktor-tangki untuk keperluan analisis teknis, biaya, dan sifat kimia limbah cair sistem traktor-tangki diperolah dari PT. Condong Garut dan studi literatur dari pustaka terkait seperti Departemen Teknik Pertanian IPB serta dari pustaka lainnya.
3.4
Metode Penelitian 3.4.1 Pengukuran Parameter Fisik Limbah Cair 1.
Debit Aliran Limbah Cair Debit limbah cair diukur dengan menggunakan persamaan berikut :
Dimana : Q
= Debit aliran limbah cair (m3/detik)
A
= Luas penampang saluran limbah cair (m2)
V
= Kecepatan aliran limbah cair (m/detik)
Berikut metode pengukuran luas penampang saluran : A1 h l
A2 h l
h
A3 l
Gambar 7.Pengukuran penampang saluran 25
Luas penampang saluran Dimana : h = Tinggi aliran (m) l = Lebar bawah saluran (m) Pengukuran kecepatan dilakukan dengan menggunakan metode pelampung yang terbuat dari botol plastik.
Dimana : V = Kecepatan aliran limbah cair (m/detik) 0.7 = Koefisien tetapan Pengukuran kecepatan dilakukan untuk tiga kali pengulangan pada masing-masing panjang saluran. Debit (Q) aliran limbah cair merupakan rata-rata dari tiga kali pengulangan pengukuran kecepatan.
2. Efisiensi Penyaluran Limbah Cair
Dimana : Vol outlet = Volume keluar (m3) Vol intlet = Volume masuk (m3)
Dimana : t
= Waktu operasional pompa (detik)
Vol outlet merupakan volume limbah cair pada masing-masing titik luasan penampang saluran.
Sedangkan Vol intlet merupakan volume limbah cair masuk pada awal saluran. Pengukurannya dilakukan dengan menampung limbah cair yang keluar dari pipa menggunakan gelas ukur dan pengukur waktu (stopwatch).
3. Kehilangan Limbah Cair Disepanjang Saluran
Dimana : Loses limbah cair = kehilangan limbah cair disetiap titik luasan penampang saluran akibat perembesan. Perhitungan kehilangan limbah cair disepanjang saluran dilakukan pada setiap luasan penampang aliran atau pada setiap titik A1, A2, dan A3 26
pada masing-masing panjang saluran. Panjang saluran pada penelitian ini merupakan panjang saluran diantara jalur instalasi aplikasi sistem flatbed. Gambar instalasi aplikasi sistem flatbed dan penampang kolam nya ada pada Lampiran 1 dan 2. Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan penelitian, antara lain :
Tidak dilakukannya pengukuran laju penguapan limbah cair pada saluran
Tidak dilakukan pengukuran laju infiltrasi limbah cair pada saluran Tidak dilakukan pengukuran jumlah endapan yang terbentuk akibat pengaliran limbah cair pada saluran.
3.4.2 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Limbah Cair Sistem Flatbed Pengukuran sifat fisik dan kimia yang diukur bersamaan pada saat pengukuran debit aliran limbah cair adalah Suhu (°C) dan pH. Sedangkan untuk pengukuran pada saat akhir penelitian adalah pengukuran, BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N). Pengukuran suhu dan pH limbah cair diukur dengan menggunakan Ecemeter. Pengukuran dilakukan pada masing-masing panjang saluran dengan interval 60 meter. Untuk pengukuran parameter limbah cair seperti BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N), dilakukan pada tiga tempat pengukuran, yaitu kolam sumber limbah cair (berjarak ± 300 meter dari lahan aplikasi), limbah cair yang masuk pada saluran awal (inlet), dan Limbah cair pada akhir saluran (outlet). Metode pengukuran parameter kimia limbah cair ada pada Lampiran 3.
3.4.3 Analisis Efisiensi Penyaluran dan Sifat Kimia Limbah Cair pada Sistem Traktor tangki Analisa efisiensi penyaluran limbah cair dengan metode traktor-tangki dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh
27
dari PT. Condong Garut dan studi literatur yang terkait. Efisiensi penyaluran limbah cair sistem traktor-tangki dihitung dari parameter waktu, yaitu total waktu tempuh traktor untuk satu kali operasi penyiraman limbah cair. Berikut daftar komponen-komponennya :
Tabel 5. Daftar komponen perhitungan efisiensi penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki Komponen
No
Perhitungan
1 Kapasitas tangki (Vol)
Asumsi
2 Debit pompa (Q1)
Asumsi
3 Jarak tempuh kelahan aplikasi (S)
Pengukuran
4 Kecepatan rata-rata traktor (kerja normal) (V)
literatur
5 Dosis pengairan limbah cair (Do1)
Standar baku
6 Aplikasi pemupukan (Ap)
Pengukuran
7 Jumlah pohon sawit (Jm)
Standar baku
8 Lahan pengujian (Lp)
Pengukuran
9 Total pohon sawit (Tp)
Jm*Lp
10 Kebutuhan waktu pengisian tangki (t1)
Vol/Q1
11 Waktu tempuh traktor (menuju lahan aplikasi)(t2)
S/V
12 Dosis pengairan limbah cair/satu kali aplikasi (Do2)
Do1/Ap/Jm
13 Jumlah pohon yang terairi untuk 1 kali operasi (Jp)
Vol/Do2
14 Debit penyemprotan dari tangki ke pohon sawit (Q2)
Asumsi
15 Waktu untuk 1 kali penyemprotan (t3)
500 liter/Q2
16 Total waktu penyemprotan untuk pohon yang terairi (t4)
4*t3
17 Waktu tempuh traktor dari lahan aplikasi (t5)
S/V*60 menit
Total waktu operasi traktor untuk 1 kali 18 penyemprotan (T)
t1+t2+t4+t5
19 Total pengisian tangki
Tp/Jp
20 Waktu tempuh traktor untuk 32 kali operasi
T*32
Penyemprotan dilakukan digawangan mati, yaitu diantara dua baris pohon sawit. Satu kali penyemprotan dilakukan untuk 4 pohon sawit. untuk
28
pohon sawit diasumsikan mendapatkan suplai limbah cair sebanyak 500 liter. Untuk melakukan perhitungan waktu tempuh traktor menuju lahan aplikasi, maka data-data yang dibutuhkan adalah sebagai berikiut :
Tabel 6. Daftar spesifikasi komponen perhitungan efisiensi penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki No
Spesifikasi
Sumber
Satuan
Nilai
1 Kapasitas tangki
Asumsi
liter
2000
2 Debit pompa
Asumsi
liter/detik
3 Jarak tempuh menuju lahan aplikasi
Pengukuran
km
4 Kecepatan traktor (kerja normal)
Literatur
km/jam
7,54
5 Dosis pengairan limbah cair
Standar baku
m3/ha/bulan
126
6 Aplikasi pemupukan
Pengukuran
aplikasi/bulan
7 Jumlah pohon sawit
Standar baku
pohon/ha
8 Lahan pengujian
Pengukuran
ha
5 0,2
8 100 4
3.4.4 Analisis Biaya Sistem Aplikasi Limbah Cair Analisis biaya dilakukan untuk dua jenis sistem aplikasi limbah cair, yaitu analisis biaya aplikasi sistem flatbed dan aplikasi sistem traktor-tangki. Perincian komponen-komponen yang terdapat pada sistem flatbed dan sistem traktor-tangki ada pada Lampiran 4 Penelitian ini menggunakan beberapa prosedur asumsi dan pendekatan sebagai dasar dalam melakukan perhitungan dan analisis. Asumsi dan pendekatan yang digunakan berlaku untuk aplikasi sistem flatbed dan sistem traktor-tangki yang terdiri dari: 1. Umur ekonomis pompa adalah 8 tahun dengan nilai akhir pompa 10% dari harga awal. 2. Umur ekonomis traktor dengan gandengannya 10 tahun dengan nilai akhir 10% dari harga awal. 3. Umur ekonomis fasilitas bangunan seperti gudang, rumah penjaga, dan garasi adalah 20 tahun dengan nilai akhir 10% dari harga awal. 29
4. Umur ekonomis fasilitas-fasilitas lainnya seperti kolam limbah cair, pembuatan lahan aplikasi, instalasi perpipaan, komponen-komponen panel listrik, dan tangki diasumsikan sesuai dengan kondisi lapangan. 5. Tingkat bunga modal yang digunakan adalah tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 3.25% yang merupakan suku bunga deposito di Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan jenis tabungan Britama pada tahun penelitian yaitu tahu 2009. 6. Biaya pajak tidak dimasukkan pada perhitungan analisis biaya karena alat-alat yang digunakan oleh PT. Condong Garut tidak dikenai pajak. 7. Biaya untuk pemakaian pelumas, pemeliharaan dan perbaikan diperoleh dari literatur. 8. Biaya-biaya hal khusus seperti biaya penggantian suatu bagian atau suku cadang diasumsikan sesuai dengan kondisi lapang. Untuk melakukan perhitungan biaya instalasi aplikasi limbah cair, maka pada penelitian ini dilakukan dua tahap atau proses, yaitu :
3.4.4.1
Pengumpulan Data 1.
Data kapasitas pompa dan tangki
Kapasitas pompa pada aplikasi limbah cair sistem flatbed dapat diketahui dengan cara mengukur volume limbah cair selama selang waktu tertentu pada saat aplikasi dilakukan. Sedangkan kapasitas tangki pada aplikasi sistem traktor-tangki dapat diketahui dengan menghitung kebutuhan limbah cair yang harus dialirkan kesetiap lahan aplikasi. 2.
Data rata-rata jam kerja per hari
Rata-rata jam kerja pompa per hari pada aplikasi sistem flatbed diperoleh dari pengambilan data harian operasi pompa selama 2 bulan, terhitung dari bulan April sampai dengan bulan Mei. Untuk operasi aplikasi sistem traktor-tangki diperoleh dari perhitungan waktu ratarata yang dibutuhkan traktor untuk aplikasi limbah cair kelahan
30
berdasarkan volume dan kapasitas tangki. Data-data tersebut dirataratakan untuk mendapatkan jam kerja pompa per hari. Untuk jam kerja pegawai atau operator per hari diperoleh dari ketentuan jam kerja yang telah berlaku diperusahaan.
3.
Data konsumsi pemakaian energi listrik dan bahan bakar per jam
Konsumsi bahan bakar pemompaan adalah berupa pemakaian energi listrik. Jumlah energi listrik yang digunakan diperoleh dari daya pada masing-masing alat dikalikan dengan jam operasi rata-rata alat tersebut. Dari perhitungan ini diperoleh energi harian pada masingmasing alat dalam satuan kwh (kilowatthaours). Sedangkan untuk konsumsi bahan bakar traktor-tangki berupa solar (liter/jam).
3.4.4.2
Analisis Data 1.
Biaya Tetap (BT) (Rp/tahun)
Penyusutan dan Bunga Modal Biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan persamaan sebagai berikut :
dimana: D = Biaya penyusutan (Rp / tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga Akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)
Bunga Modal dan Pajak Bunga modal untuk aplikasi sistem flatbed dan traktor-tangki adalah sebesar 3.25 %.
31
dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun) P = Nilai awal mesin (Rp) i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N= Umur ekonomis (tahun)
2.
Biaya Tak Tetap (BTT) (Rp/jam)
Dimana : P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp)
Dengan mengetahui biaya llistrik per kwh, maka diperoleh harga listrik (Rp/jam). Sedangkan untuk konsumsi bahan bakar dan pelumas, dengan mengetahui biaya per liternya maka dapat dihitung biaya per jam.
3. Biaya Total
dimana:
B
= biaya total (Rp/jam)
BT
= biaya tetap (Rp/tahun)
BTT
= biaya tidak tetap (Rp/jam)
32
x
= jam kerja per tahun (jam/tahun)
4. Biaya Pokok
Dimana: Bp k
= biaya pokok (Rp/liter) = kapasitas traktor (liter/jam)
Biaya Pokok untuk Bagian-bagian yang terpisah
BT1
: biaya tetap alat/mesin 1 (Rp/tahun)
BT2
: biaya tetap alat/mesin 2 (Rp/tahun)
BT3
: biaya tetap alat/mesin 3 (Rp/tahun)
BTT1
: biaya tidak tetap alat/mesin 1 (Rp/jam)
BTT2
: biaya tidak tetap alat/mesin 2 (Rp/jam)
BTT3
: biaya tidak tetap alat/mesin 3 (Rp/jam)
x1
: jam kerja alat/mesin 1 (jam/tahun)
x2
: jam kerja alat/mesin 2 (jam/tahun)
x3
: jam kerja alat/mesin 3 (jam/tahun)
k1
: kapasitas alat/mesin 1 (unit produk/jam)
k2
: kapasitas alat/mesin 2 (unit produk/jam)
k3
: kapasitas alat/mesin 3 (unit produk/jam)
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian PT. Condong Garut terletak di Desa Cigadog, Kec. Cikelet (Pemeungpeuk), Kab. Garut, Prov. Jawa Barat. Lokasi kantor pusat berada di Kecamatan Cimari, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan lokasi perkebunannya terletak disatu areal, namun mencakup hingga beberapa kecamatan. Pabrik Kelapa Sawit PT. Condong Garut dibangun di atas lahan dengan luas ± 5.500 m2 dan telah beroperasi selama kurang lebih 28 tahun. Luas areal tanaman kelapa sawit yang merupakan kebun inti adalah 3 643.57 ha, terdiri dari Bibitan 1.50 ha, TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) 549.40 Ha, TM (Tanaman Menghasilkan) 3.092.67 ha. Letak geografis PT. Condong Garut adalah 400 m dpl. Kawasan perkebunan PT. Condong Garut dikategorikan kedalam tipe iklim C dengan nilai Q =0.3628. Curah hujan rata-rata pertahun adalah 2.750 mm dan jumlah hari hujan ratarata pertahun 131 hari. Temperatur maksimum mencapai 32°C dan temperatur minimum mencapai 22°C. Kelembaban nisbi 79.82% dan kecepatan angin rata-rata 8.56 m/menit. Data curah hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin berdasarkan SEL 1995. PT. Condong Garut memiliki satu unit pabrik untuk pengolahan kelapa sawit dengan produk akhir berupa CPO (Crude Palm Oil) dan Kernel (inti sawit). Kapasitas olah pabrik sebesar 20 ton TBS/Jam. Bahan baku PKS (Pabrik Kelapa Sawit) hanya berasal dari perkebunan kelapa sawit milik PT. Condong Garut. Hasil komoditas berupa CPO dan kernel dipasarkan di dalam negeri. PT. Condong Garut mendapatkan persetujuan pengkajian aplikasi limbah cair ke areal/lahan tanaman sawit pada bulan April 2004. Air permukaan yang ada di lahan pengkajian terdapat diluar areal aplikasi limbah cair atau sekitar 4 km dari lokasi yaitu Sungai Cimangke. Kecepatan infiltrasi dan kapasitas infiltrasi, dan sumur pantau telah dibangun dilokasi aplikasi lahan pengkajian yaitu didua titik sumur pantau yakni dilahan pengkajian dan lahan kontrol. Air permukaan dan air tanah yang berasal dari
34
Sungai Cimangke dan air sumur artesis dipergunakan diperumahan karyawan namun demikian kedua air tersebut letaknya di hulu aplikasi sehingga tidak berpengaruh terhadap resapan aplikasi limbah cair. Aplikasi limbah cair ke lahan perkebunan tanaman sawit pada PT. Condong Garut sudah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Buapati Kab. Garut, cq. Dinas LHKP Kab. Garut yaitu BOD < 5.000 mg/l dan pH berkisar antara 6 – 9.
4.2
Parameter Fisik Instalansi Aplikasi Sistem Flatbed Perhitungan debit aliran limbah cair, efisiensi penyaluran dan kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana : Q
= Debit aliran limbah cair (m3/detik)
A
= Luas penampang saluran limbah cair (m2)
V
= Kecepatan aliran limbah cair (m/detik)
Dimana : Vol outlet = Volume keluar (m3) Vol intlet = Volume masuk (m3)
Dimana : t
= Waktu operasional pompa (detik)
Dimana : Loses limbah cair = kehilangan limbah cair disetiap titik luasan penampang saluran akibat perembesan. Berikut hasil perhitungan debit, efisiensi penyaluran, dan kehilangan limbah cair berupa rembesan pada saluran aplikasi sistem flatbed.
35
Tabel 7. Debit, efisiensi, dan kehilangan air rata-rata hasil pengukuran penyaluran limbah cair sistem flatbed. Q (m3/det)
Panjang No
Saluran
A1
(m)
A2
Kehilangan air (m3)
Efisiensi (%) A3
A1
A2
A1
A2
A3
1
4
2
22,8
0,0050
0,0050
0,0050
99,01
99,01
99,01
0,65
0,63
0,63
3
27,4
0,0049
0,0049
0,0049
98,53
98,53
98,53
0,93
0,93
0,93
4
43,2
0,0049
0,0049
0,0049
97,68
97,33
97,33
1,48
1,70
1,70
5
65,2
0,0048
0,0048
0,0048
96,45
96,28
96,28
2,26
2,38
2,38
6
81,6
0,0048
0,0048
0,0048
95,15
95,15
95,15
3,09
3,09
3,09
7
87,5
0,0047
0,0047
0,0047
94,33
94,33
94,33
3,64
3,64
3,64
8
104,7
0,0047
0,0047
0,0047
93,88
93,88
93,88
3,93
3,93
3,93
9
120,5
0,0046
0,0046
0,0046
92,76
92,76
92,76
4,65
4,65
4,65
10
136,5
0,0046
0,0046
0,0046
91,63
91,67
91,09
5,36
5,34
5,71
11
153,8
0,0045
0,0045
0,0045
90,59
90,59
90,59
6,02
6,02
6,02
12
170,4
0,0045
0,0045
0,0045
89,79
89,85
89,10
6,53
6,48
6,96
13
188
0,0044
0,0044
0,0044
88,04
88,04
88,04
7,68
7,68
7,68
14
204,1
0,0044
0,0044
0,0044
87,70
87,33
87,33
7,88
8,13
8,13
15
225,5
0,0043
0,0043
0,0043
86,29
86,29
86,29
8,78
8,78
8,78
16
246,5
0,0043
0,0043
0,0043
85,55
85,55
85,55
9,23
9,23
9,23
17
262
0,0041
0,0041
0,0041
82,50
82,50
82,50
11,07
11,07
11,07
18
277,1
0,0040
0,0040
0,0040
79,94
79,94
79,94
12,66
12,66
12,66
19
293,2
0,0038
0,0038
0,0038
75,62
75,62
75,62
15,31
15,31
15,31
Keterangan
0,0050
A3 99,64
0,24
: Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu tempat pengukuran luas penampang. Data debit, efisiensi, dan kehilangan air untuk setiap kali pengulangan
pengukuran ada pada Lampiran 5. Untuk kehilangan air (limbah cair) pada saluran, tidak memperhitngkan beberapa faktor, yaitu laju evaporasi, infiltrasi, dan sedimentasi. Pada penelitian ini hanya mengukur kehilangan limbah cair akibat panjang saluran.
4.2.1 Debit Aliran Limbah Cair Hubungan antara panjang saluran terhadap debit aliran limbah cair pada saluran dapat digambarkan pada grafik berikut.
36
Gambar 8. Hubungan panjang saluran (m) terhadap debit aliran limbah cair hasil pengukuran (m3/detik) selama penyaluran
Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara panjang saluran (m) terhadap debit aliran (m3/detik) selama penyaluran. Pada grafik tersebut terdapat dua variabel yaitu variabel x yang merupakan variabel bebas, dan variabel y yang merupakan variabel terikat kepada variabel y. Semua grafik yang terdapat pada penelitian ini menggunakan regresi linear. Besaran R2 pada grafik ini menunjukkan hubungan antara variable x dan y bersifat linear. Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai R2 sebesar 0.957 hampir mendekati 1. Nilai ini berarti bahwa panjang saluran mempengaruhi debit aliran secara linear dengan tidak mempertimbangkan faktor lain, seperti laju penguapan, infiltrasi, dan pengendapan. Grafik ini memiliki slope atau kemiringan negatif. Nilai ini menyatakan bahwa semakin panjang saluran pengaliran limbah cair, maka debit aliran akan semakin kecil. Panjang saluran sebesar 293.2 m dapat menurunkan debit aliran limbah cair sebesar 1.2 liter/detik atau sebesar 24 %.
37
Apabila dilakukan perhitungan dengan mempertimbangkan faktorfaktor luar, kekentalan, jenis aliran, dan kehilangan energi, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 8. Nilai Q (debit aliran) hitung penampang saluran instalasi flatbed
Panjang Saluran (m) QUkur T(m) h1(m) H1(m) L(m) Cv h1/L H1/L Cd Qhitung 4 0,0050 0,166 0,107 0,150 0,200 1,668 0,533 0,75 0,86 0,0179 22,8 0,0050 0,146 0,085 0,150 0,200 2,327 0,427 0,75 0,858 0,0140 27,4 0,0049 0,148 0,084 0,150 0,200 2,379 0,421 0,75 0,857 0,0141 43,2 0,0049 0,147 0,083 0,150 0,200 2,415 0,417 0,75 0,856 0,0139 65,2 0,0048 0,145 0,080 0,150 0,200 2,588 0,398 0,75 0,849 0,0133 81,6 0,0048 0,131 0,075 0,150 0,200 2,852 0,373 0,75 0,847 0,0116 87,5 0,0047 0,129 0,075 0,150 0,200 2,828 0,375 0,75 0,848 0,0115 104,7 0,0047 0,131 0,077 0,150 0,200 2,715 0,385 0,75 0,8485 0,0118 120,5 0,0046 0,128 0,072 0,150 0,200 3,028 0,358 0,75 0,845 0,0111 136,5 0,0046 0,133 0,076 0,150 0,200 2,782 0,379 0,75 0,847 0,0119 153,8 0,0045 0,131 0,074 0,150 0,200 2,901 0,369 0,75 0,846 0,0116 170,4 0,0045 0,137 0,079 0,150 0,200 2,608 0,396 0,75 0,849 0,0126 188 0,0044 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0128 204,1 0,0044 0,140 0,081 0,150 0,200 2,515 0,406 0,75 0,85 0,0130 225,5 0,0043 0,144 0,076 0,150 0,200 2,797 0,378 0,75 0,847 0,0128 246,5 0,0043 0,144 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0132 262 0,0041 0,144 0,074 0,150 0,200 2,860 0,372 0,75 0,848 0,0128 277,1 0,0040 0,139 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0128 293,2 0,0038 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0129 Keterangan : QUkur
= Debit aliran limbah cair hasil pengukuran dilapangan tanpa memperhitungkan faktor kehilangan energi (m3/detik)
T
= Lebar atas saluran (m)
h1
= Tinggi aliran (m)
H1
= Tinggi saluran dari Gulukan (m) (Asumsi)
L
= Panjang Gulukan (m) (Asumsi)
Cv
= Koefisien kecepatan
Cd
= Discharge koefisien
QHitung = Debit aliran hasil perhitungan dengan mempertimbangkan nilai Cv dan Cd 38
Gambar 9. Hubungan panjang saluran (m) terhadap debit aliran limbah cair hasil hasil perhitungan (m3/detik)
Apabila digambarkan ke kurva antara QUkur dan Hitung, maka diperoleh grafik seperti Gambar 8. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa debit aliran limbah cair (m3/detik) mempunyai hubungan yang linear terhadap panjang saluran (m) nilai ini terjadi karena pada perhitungannya tidak memperhitungkan faktor-faktor seperti kehilangan energi (energy losses). Fenomena yang seharusnya terjadi adalah seperti pada Gambar 9. Debit aliran limbah cair tidak linear terhadap panjang saluran. Untuk melakukan perhitungan ini telebih dahulu ditentukan jenis penampang aliran dengan persamaan : Nilai H1 dan L terlihat pada Gambar berikut.
Gambar 10. Penampang saluran untuk broad-crested weirs
39
Dari
perhitungan
yang
dilakukan
terlihat
bahwa
nilai
adalah 0.75 yang berada pada selang Pada nilai ini memperlihatkan bahwa saluran dapat dikelompokkan ke dalam broad-crested weir. Sehingga terdapat beberapa faktor yang tidak dapat diabaikan dalam perhitungan debit aliran, yaitu :
Nilai Cd merupakan koefisien aliran yang memperhitungkan nilai kekentalan, turbolensi aliran, dan ketidakseragaman distribusi kecepatan aliran. Nilai Cd diperoleh dari Gambar 11 dengan memasukkan nilai h1/L yang merupakan nilai tinggi aliran terhadap panjang gulukan. Nilai h1 dan L terdapat pada Tabel 8. Sedangkan nilai Cv diperoleh dari persamaan berikut:
dimana nilai Cv merupakan koefisien kecepatan aliran. Untuk nilai Ø adalah 1.5 yang merupakan tetapan untuk jenis penampang saluran persegi. Nilai T merupakan Lebar atas aliran, dan h1 merupakan tinggi aliran. Berikut Gambar perhitungan nilai Cd yang berasal dari hasil plot nilai h1/L.
Gambar 11. Nilai Cd sebagai fungsi dari h1/L Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh niali Q (debit aliran limbah cair) dalam satuan m3/detik. Terlihat bahwa debit aliran (Q) tidak linear terhadap panjang saluran, hal ini disebabkan adanya variabel-variabel Cd, Cv,T, dan h yang berubah seiring dengan panjang saluran. Untuk
40
beberapa nilai seperti H1 dan L, merupakan asumsi. Secara umum penampang saluran dapat diperlihatkan pada Gambar 12 berikut. Pada Tabel 8 diperoleh hasil perhitungan Q hitung. T
h1
b
Gambar 12. Penampang saluran aliran limbah cair untuk lebar atas, bawah, dan tinggi aliran
4.2.2 Efisiensi Penyaluran Limbah Cair Menurut Hansen et. al (1979), konsep efisiensi irigasi yang paling awal untuk dievaluasi adalah efisiensi saluran pembawa air.
Gambar 13. Hubungan panjang saluran (m) terhadap efisiensi penyaluran (%) Kurva
diatas
menyatakan
bahwa
panjang
saluran
sangat
mempengaruhi efisiensi penyaluran, semakin panjang saluran pengaliran limbah cair, maka efisiensi penyaluran akan semakin kecil. Panjang saluran
41
sebesar 293.2 m dapat menurunkan efisiensi penyaluran limbah cair sebesar 24.02 %. Efisiensi penyaluran terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang saluran, jenis dan kondisi tanah, dan kondisi saluran (Sapei, 2008). Semakin panjang saluran pembawa air maka efisiensi penyalurannya akan semakin menurun. Dari hasil pengukuran terlihat bahwa semakin panjang saluran, maka kemampuan saluran dalam menyalurkan limbah cair akan semakin menurun. Berikut nilai efisiensi penyaluran air berdasarkan panjang saluran dan jenis tekstur tanah.
Tabel 9. Pengaruh panjang saluran dan tekstur tanah terhadap efisiensi penyaluran Lined canals
Saluran tanah Panjang saluran
Pasir
Debu
Liat
Panjang (> 2.000m)
60%
70%
80%
95%
Sedang (200-2.000m)
70%
75%
85%
95%
Pendek(< 200m)
80%
85%
90%
95%
Data yang dieroleh dari perkebunan PT. Condong Garut menyatakan bahwa tanah lahan aplikasi berupa tanah liat. Dari literatur yang diperoleh seperti pada Tabel diatas saluran tanah dengan katagoeri panjang saluran sedang (200-2.000 m) pada tekstur tanah liat mempunyai nilai efisiensi 85 %. Nilai ini tidak sesuai dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan, dimana panjang saluran 293.2 m mempunyai nilai efisiensi sebesar 75.62 %. Keadaan fisik saluran sangat mempengaruhi efisiensi penyaluran. Penampang saluran atau parit lahan aplikasi perkebunan PT. Condong Garut merupakan saluran tanah. Pada bagian kiri dan kanan saluran terdapat kolam-kolam kecil yang disebut dengan flatbed yang membentuk jalur. Jumlah flatbed tergantung sebaran pohon sawit yang akan dialiri limbah cair. Total jalurnya adalah 26 jalur dengan jumlah flatbed sebanyak 553. Berikut gambar saluran pada aplikasi sistem flatbed. Seperti terlihat pada gambar dibagian kiri dan kanan saluran terdapat tumbuhan.
42
Untuk setiap aplikasi penyaluran limbah cair, kolam-kolam kecil flatbed akan terisi penuh sesuai dengan efisiensi pada masing-masing saluran pembawa limbah cair.
Gambar 14. Kondisi Saluran Limbah Cair pada Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed.
Gambar 15. Susunan flatbed pada jalur aplikasi limbah cair.
4.2.3 Kehilangan Limbah Cair pada Saluran Sistem Flatbed Berikut gambar kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed :
Gambar 16. Total kehilangan limbah cair pada sistem flatbed mulai dari saluran inlet sampai dengan saluran outlet
43
Terlihat pada Gambar 12 bahwa jumlah kehilangan limbah cair pada awal 50 meter pertama adalah 1.63 m3, sedangkan pada panjang saluran akhir kehilangan limbah cair adalah sebear 15,31 m3. Grafik diatas juga menunjukkan bahwa tingkat kehilangan air dalam setiap panjang saluran tidak sama. Terlihat bahwa saluran dengan panjang >250 m menunjukkan tingkat kehilangan yang lebih besar dari pada saluran dengan panjang < 250 m. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi dan kualitas saluran berbeda-beda. Dari nilai ini terlihat bahwa kehilangan air bukan hanya disebabkan oleh faktor panjang saluran, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor kualitas saluran yang tidak seragam. Kualitas yang tidak seragam diantaranya akan mempengaruhi tingkat kecepatan aliran yang terjadi dan banyaknya rembesan sehingga kehilangan air yang terjadi akan semakin bertambah. Menurut
Kunwibowo
(1980),
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi kehilangan air selama penyaluran, antara lan : (1) penguapan melalui permukaan saluran, (2) evapotranspirasi yang disebabkan oleh vegetasi yang ada disepanjang saluran, (3) perembesan atau “seepage” melalui dasar atau tepi saluran, dan (4) bocoran atau “loakage” pada saluran. Kondisi panjang saluran yang semakin panjang akan membuka peluang rembesan, bocoran dan penguapan. Dengan demikian faktor kehilangan air akan semakin bertambah. Menurut literatur yang diperoleh, saluran air sepanjang 3 km yang terbuat dari tanah dapat mengalami kehilangan sebesar 25 – 40% akibat dari adanya perembesan. Perembesan disebabkan oleh beberapa faktor : 1.
Berubahnya kecepatan aliran secara tiba – tiba. Contohnya jatuhnya pelebah pohon sawit pada saluran, sehingga menghambat aliran limbh cair disaluran yang menyebabkan terjadinya rembesan.
2.
Terdapatnya vegetasi disepanjang saluran sehingga menyebabkan evapotranspirasi tumbuh-tumbuhan. Pada daerah saluran yang tidak dilapisi, misalnya saluran tanah tingkat evapotranspirasi dari tumbuhtumbuhan dikatakan selalu besar (Kartasapoetra, 1990).
44
Gambar 17. Rembesan limbah cair menggenangi pangkal pohon kelapa sawit
Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 6 terlihat waktu sebenarnya yang dibutuhkan untuk mengairi flatbed (kolam-kolam kecil) adalah 8.5 jam. Namun kenyataannya dilapangan pompa pada sistem fltbed hanya dioperasikan rata-rata 4 jam. Hal ini memperlihatkan bahwa pengairan dengan sistem flatbed tidak memenuhi kapasitas flatbed yang dibutuhkan.
45
Tabel 10. Perhitungan kehilangan pendapatan dari kehilangan limbah cair sebesar 15.31 m3 No
Spesifikasi Sumber Satuan Volume limbah cair yang hilang 1 (Losses) Pengukuran m3 Dosis limbah cair sesuai standar 2 (Do1) PPKS, Medan m3/ha/bulan 3 Jumlah pohon sawit (Jm) PT.Condong Garut pohon/ha 4 Aplikasi pemupukan (Ap) PT.Condong Garut aplikasi/bulan Rata-rata produksi TBS/pohon 5 (TBS1) PT.Condong Garut tandan/pohon/bulan 6 Rata-rata berat TBS (TBS2) PT.Condong Garut kg/tandan 7 Rata-rata harga TBS (TBS3) PT.Condong Garut Rp/kg TBS 8 Dosis limbah cair (Do2) Do1/Jm/Ap m3/pohon Peningkatan produksi akibat 9 aplikasi LCPKS (P) PT.Condong Garut % Perhitungan produksi dari kehilangan limbah cair sebesar 15.31 m3 Jumlah pohon sawit yang 10 seharusnya terairi (Jm2) Losses/Do2 pohon 11 Jumlah TBS (TBS4) TBS1*Jm2*12 tandan/tahun 12 Berat TBS (TBS5) TBS2*TBS4 kg TBS/tahun Pendapatan dari penjualan TBS TBS5*TBS3 Rp/tahun 13 (TBS6) Kehilangan pendapatan dari 14 kehilangan limbah cair P*TBS6 Rp/tahun
Nilai 15,31 126 100 8 1 12 1.400 0,2 4 s/d 6
97 1.166 13.998 19.596.800 1.175.808
Dari Tabel diatas terlihat bahwa limbah cair yang hilang pada saluran sistem flatbed sebesar 15.31 m3 mampu mengairi tanaman sawit sebanyak 97 pohon. Dengan rata-rata produksi 1 tandan sawit/pohon/bulan, maka perusahaan akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 1.175.800/tahun. Nilai ini merupakan kehilangan pendapatan perusahaan akibat kehilangan limbah cair pada saluran akibat rembesan yang seharusnya mampu mengairi tanaman sawit lainnya.
4.3 Pengaruh Panjang Saluran Terhadap Perubahan Sifat Kimia Limbah Cair Tabel data hasil pengukuran pH dan suhu limbah cair untuk empat kali pengulangan ada pada Lampiran 7.
46
4.3.1 pH Limbah Cair
Gambar 18. Hubungan panjang saluran (m) terhadap perubahan pH limbah cair.
Semakin panjang saluran aplikasi maka pH limbah cair akan semakin tinggi. Pada panjang saluran 465.5 m terukur pH sebesar 8.65. Nilai pH ini menunjukkna bahwa limbah cair yang dialirkan bersifat basa karena lebih besar dari pH netral (6-8). Terjadinya peningkatan nilai pH seiring dengan panjang saluran kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain terdapatnya vegetasi disepanjang saluran yang sebagian menghasilkan bahan-bahan organik yang dapat meningkatkan pH limbah cair, selain itu kemungkinan pengaruh komposisi tanah yang terkikis bersamaan dengan aliran limbah cair akan mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai pH. Menurut Badan Agribisnis Deptan (1995) salah satu syarat aplikasi limbah cair ke lahan adalah limbah cair yang mempunyai pH 6.0. Nilai pH > 8 menunjukkan bahwa limbah cair harus ditambahkan asam (H2SO4) atau dilakukan pengenceran ulang agar dapat menurunkan pH.
47
4.3.2 Suhu Limbah Cair
Gambar 19. Grafik hubungan panjang saluran (m) terhadap perubahan suhu (°C) limbah cair. Nilai pada kurva diatas mengartikan bahwa semakin panjang saluran aplikasi maka suhu limbah cair akan semakin tinggi. Pada panjang saluran 465.5 m terukur suhu limbah cair sebesar 28.65. Nilai suhu ini menunjukkna bahwa suhu limbah cair masih berada pada suhu yang normal yaitu sebesar 27-28°C. Dari nilai tersebut terlihat adanya perbedaan dan peningkatan suhu setiap interval panjang saluran. Peningkatan suhu seiring dengan panjang saluran kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain intensitas radiasi atau penyinaran matahari yang semakin meningkat seiring dengan lamanya penyinaran. Pengukuran suhu limbah cair ini dilakukan pada pukul 07.00 – 11.00 WIB. Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai R2 sebesar 0.963 hampir mendekati 1. Nilai ini berarti menyatakan bahwa panjang saluran mempengaruhi suhu limbh cair secara linear.
4.3.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand) Pengambilan sampel limbah cair dilakukan pada (1) kolam aplikasi, yang berjarak ±300 m dari instalansi flatbed, (2) saluran awal tempat awal keluarnya limbah cair dari pipa (saluran inlet), (3) saluran akhir (saluran outlet). Skema kolam limbah ada pada Lampiran 8. Data-data hasil pengukuran BOD, COD, dan NH3-N dapat dilihat pada Lampiran 9.
48
Gambar 20. Diagram kandungan bahan kimia limbah cair pada masing-masing lokasi penyaluran sistem flatbed. Keterangan
: BOD (Biochemical Oxygen Demand) : COD (Chemical Oxygen Demand) : Ammoniak (NH3-N) Terlihat pada kolam aplikasi mengandung BOD sebesar 22 mg/l,
saluran inlet sebesar 26 mg/l, dan salurn outlet sebesar 26 mg/l. Untuk saluran inlet dan outlet tidak menunjukkan perbedaan. Saluran inlet dan outlet berjarak 465.5 m yang merupakan saluran tanah. Tidak adanya perbedan nilai BOD antara saluran inlet dan outlet mengartikan bahwa saluran sepanjang 465.5 meter yang terbuat dari tanah tidak mempengaruhi perubahan nilai BOD. Namun pada diagram terlihat perberbedaan nilai BOD antara kolam aplikasi dengan saluran inlet. Perbedaan nilai ini tidak terlalu jauh hanya berbeda sebesar 4 mg/l. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kolam dan media penyaluran limbah cair dalam hal ini pipa tidak mempengaruhi nilai BOD limbah cair. Nilai BOD yang tidak jauh berbeda ini disebabkan oleh waktu kontak antara sumber limbah cair dialirkan sampai menuju lahan aplikasi singkat, yaitu berkisar antara 3-4 jam sehingga kemungkinan perubahan sifat kimia limbah cair belum terjadi.
49
BOD merupakan jumlah oksigen terlarut dalam limbah cair yang dapat digunakan untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada waktu dan kondisi tertentu. Sedangkan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan didalam air. BOD menunjukkan kebutuhan oksigen terlarut pada air limbah. BOD 26 mg/l artinya diperlukan 26 mg oksigen terlarut dalam 1 liter air untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mokroorganisme. Nilai BOD yang besar berarti dibutuhkan oksigen terlarut yang cukup besar untuk menguraikan mikroorganisme yang berarti bahwa kandungan oksigen terlarut dalam air sangat kecil sehingga menyebaban biota air kekurangan oksigen. Kandungan DO pada air normal adalah > 5 mg/l (Kementrian Lingkungan Hidup). Limbah cair segar yang dikeluarkan pabrik kelapa sawit PT. Condong Garut mengandung BOD yang cukup besar yaitu 25.000 mg/l. Sebelum dilakukan aplikasi ke lahan sebagai pupuk tanaman sawit, maka terlebih dahulu nilai BOD diturunkan dengan membuat kolam-kolam limbah yang berfungsi untuk menurunkan tingkat BOD. Penurunan nilai BOD ini terjadi secara alami melalui pengendapan dengan mempunyai waktu tinggal tertentu tanpa diberi bahan-bahan kimia atau bahan sejenis. Pada diagram diatas terlihat bahwa nilai BOD limbah sawit PT. Condong Garut telah memenuhi baku mutu pembuangan limbah sawit ke lingkungan yaitu < 100 mg/l (Kepmen 51/1996). Namun nilai ini jauh dibawah nilai yang disarankan untuk dijadikan pupuk tanaman sawit. Untuk melakukan pemupukan yang dapat meningkatkan produksi tanaman sawit dibutuhkan limbah cair dengan tingkat BOD 3.500-5.000 mg/l. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk kualitas limbah cair PKS (Pabrik Kelapa Sawit) PT. Condong Garut telah memenuhi standar baku Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Air, BAPEDAL 1995 (BOD < 100 mg/l) untuk melakukan pembuangan limbah cair ke lingkungan atau dengan kata lain nilai ini sudah bagus. Akan tetapi apabila limbah ini dipergunakan sebagai pupuk tanaman sawit nilai BOD ini terlalu kecil dan kemungkinan kandungan unsur hara
50
yang dikandung oleh limbah sangat sedikit. Hal ini berdampak pada kurangnya manfaat yang dapat diterima oleh tanaman sawit.
4.3.4 COD (Chemical Oxygen Demand) COD disebut juga dengan kebutuhan oksigen kimiawi, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam 1 liter air dengan menggunakan oksidator kalium dikromat (SK. SNI. M-1990-03). Sedangkan menurut Ponten Naibaho (1998) COD merupakan oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorgnik. Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa nilai COD kolam aplikasi adalah 57 mg/l, saluran inlet 84 mg/l, dan saluran outlet 65 mg/l. Dari diagram tersebut terlihat bahwa nilai COD lebih besar daripada nilai BOD, hal ini disebabkan karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalm uji COD, sedangkan pada uji BOD bahan-bahan seperti ini sering tidak terukur (Srikandi Fardias, 1992). Namun pada intinya dua parameter ini yaitu BOD dan COD memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai parameter penentuan tingkat kualitas air. Dari ketiga tempat pegambilan sampel, terlihat adanya perbedaan nilai COD pada masing-masing lokasi pengambilan. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah terdapatnya perbedaan persebaran jumlah mikroorganisme pada ketiga lokasi pengambilan sampel selain mikroorganisme yang dikandung oleh air ,imbah tersebut. Pada saluran inlet terdapat nilai COD dalam jumlah yang paling besar diantara ketiganya ini memperlihatkan bahwa kandungan bahan organik dan anorganik pada saluran inlet lebih besar dibandinngkan pada kolam aplikasi dan saluran outlet. Kandungan bahan organik dan anorganik yang lebih besar selain terdapat pada air limbah kemungkinan juga terdapat dilingkungan sekitar saluran. Dari diagram diatas dapat diartikan bahwa panjang saluran berpengaruh
terhadap
penurunan
nilai
COD,
meskipun
jumlah
penurunannya tidak terlalu banyak.
51
4.3.5 Ammoniak (NH3-N) Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Kandungan nitrogen sangat dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen dalam air. Pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (Sawyer, et al, 1994). Pada diagram diatas terlihat bahwa pada kolam aplikasi terdapat kandungan amoniak sebesar 20.31 mg/l, 11. 8 mg/l pada saluran inlet, dan 4.45 mg/l pada saluran outlet. Perbedaan kandungan amoniak pada kolam aplikasi dengan saluran inlet kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kandungan mikroorganisme pada kolam. Dari nilai amoniak antara saluran inlet dan saluran outlet terlihat adanya perbedaan yang cukup jauh yaitu sebesar 15.86 mg/l atau 78.1 %. Hal ini memperlihatkan bahwa panjang saluran yang terbuat dari tanah mempengaruhi penurunan nilai amoniak. Perbedaan nilai Amoniak antara saluran inlet dan saluran outlet memberikan gambaran bahwa kandungan oksigen terlarut pada saluran outlet lebih besar jika dibandingkan dengan saluran inlet. Penurunan nilai amoniak ini kemungkinan disebabkan oleh bebrapa faktor, antara lain : 1.
Terjadinya kontak limbah cair dengan saluran tanah selama pengairan. Walaupun waktu kontaknya sangat kecil, tetapi dengan diikuti panjang saluran, maka akan menyebabkan pengendapan.
2.
Panjang saluran menyebabkan terjadinya kontak antara limbah cair dengan udara luar yang memungkinkan terjadinya aerasi pada aliran limbah cair yang menyebabkan bertambahnya kandungan dissolved oxygen (oksigen terlarut) yang menyebabkan terjadinya penurunan kandungan amoniak. Dari nilai COD dan Amoniak limbah cair pada PT.Condong Garut,
telah memenuhi standar pembuangan limbah cair ke badan penerima seperti sungai, namun apabila limbah air diaplikasikan ke lahan tanaman sawit, kandungan hara pada limbah ini masih belum maksimal.
52
4.4
Analisis Efisiensi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-Tangki Efisiensi penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki dihitung berdasarkan parameter waktu, yaitu total waktu yang dibutuhkan untuk menyalurkan limbah cair ke pohon sawit.
No
Tabel 11. Perhitungan Waktu Tempuh Operasi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-tangki Spesifikasi Perhitungan Satuan Nilai
1 Kapasitas tangki (Vol) 2 Debit pompa (Q1) 3 Jarak tempuh kelahan aplikasi (S) 4 Kecepatan traktor (kerja normal) (V) 5 Dosis pengairan limbah cair(Do1) 6 Aplikasi pemupukan (Ap) 7 8 9 10 11 12
Jumlah pohon sawit (Jm) Lahan pengujian (Lp) Total pohon sawit (Tp) Kebutuhan waktu pengisian tangki (t1) Waktu tempuh traktor (menuju lahan aplikasi)(t2) Dosis pengairan limbah cair/satu kali aplikasi (Do2) Jumlah pohon yang terairi untuk 1 kali operasi 13 (Jp) 14 Debit penyemprotan ke pohon sawit (Q2) 15 Waktu untuk 1 kali penyemprotan (t3) 16 Total waktu penyemprotan untuk 13 pohon(t4) 17 Waktu tempuh traktor dari lahan aplikasi (t5) Total waktu operasi traktor untuk 1 kali 18 penyemprotan (T) 19 Total pengisian tangki 20 Waktu tempuh traktor untuk 32 kali operasi
Asumsi liter Asumsi liter/detik Pengukuran meter km literatur km/jam Standar m3/ha/bulan baku Pengukuran hari/bulan Standar baku pohon/ha Pengukuran ha Jm*Lp pohon Vol/Q1 menit S/V menit Do1/Ap/Jm m3/pohon liter/pohon pohon/1 kali Vol/Do2 operasi Asumsi liter/detik 500 liter/Q2 menit 4*t3 menit S/V*60 menit menit
2000 5 200 0,2 7,54 126 8 100 4 400 6,667 1,59 0,1575 157,50 13 5 1,7 6,7 1,59
t1+t2+t4+t5 menit Tp/Jp kali operasi T*32 menit Jam
16,5 32 520,27 8,67
53
Pada perhitungan biaya sistem traktor-tangki digunakan trktor yang dimiliki oleh PT.Condong Garut dengan daya 115 hp.
Gambar 21. Traktor yang digunakan pada perhitungan biaya pada aplikasi sistem traktor-tangki
Dari perhitungan diatas, maka total waktu yang dibutuhkan untuk penyaluran limbah cair menuju lahan tanaman sawit adalah 8.67 jam. Nilai ini merupakan total waktu yang terpakai untuk setiap hari pengoperasian traktor-tangki untuk proses pemupukan. Jika dibandingkan dengan sistem flatbed hanya membutuhkan waktu 4 jam. Terlihat perbedaan efisiensi penyaluran limbah cair. Sistem traktor-tangki membutuhkan waktu yang lebih banyak pada perjalanan traktor menuju lahan aplikasi dan proses penyaluran limbah cair yang harus dilakukan ke setiap pohon sawit. Untuk efisiensi volume limbah cair yang disalurkan, pada sistem traktor-tangki kemungkinan kehilangan limbah cair selama penyaluran sangat kecil, baik pada saat pemompaan limbah cair ke dalam tangki dari kolam limbah maupun dalam perjalanan menuju lahan pohon sawit. Dalam hal ini efisiensi volume limbah cair selama penyaluran dianggap 100%. Sedangkan faktor luar seperti proses penguapan dan rembesan tidak terjadi karena tangki diasumsikan tertutup rapat. Dalam hal ini kemungkinankemungkinan terjadinya kecelakaan selama transportasi dianggap 0 (nol).
54
4.5
Analisis Sifat Kimia Limbah Cair Pada Sistem Traktor-Tangki
Tabel 12. Sifat kimia limbah cair pada penyaluran sistem taktor-tangki No
Parameter
1
BOD(Biochemical
Satuan Nilai awal
Nilai Akhir
Oxygen mg/l
3000-5000
3000-5000
Oxygen mg/l
>5000
>5000
>130
>130
6.0-7.0
6.0-7.0
Demand) 2
COD(Biochemical Demand)
3
Amoniak (NH3-N)
4
pH
mg/l
Sumber : PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan, 2005
55
Penyaluran limbah cair dengan menggunakan tangki dari kolam anaerobik (kolam sumber/aplikasi) menuju lahan aplikasi tidak merusak kandungan bahan kimia limbah cair dengan kata lain tanaman sawit mendapatkan kandungan hara yang sama dengan kandungan hara dari kolam anaerobik primer. Jika dibandingakan dengan parameter kimia limbah cair pada sistem flatbed, maka terlihat perbedaan. Pada sistem flatbed kandungan bahan kimia pada kolam aplikasi tidak sama dengan kandungan bahan kimia dari limbah cair yang diterima oleh tanaman sawit. Dari analisa bahan kimia limbah cair ini terlihat bahwa penyaluran limbah cair dengan menggunakan sistem traktor-tangki kandungan bahan kimianya lebih terjaga daripada sistem flatbed.
4.6
Analisis Biaya Sistem Aplikasi Limbah Cair Perhitungan dilakukan untuk dua sistem aplikasi yaitu sistem flatbed sistem traktor-tangki.
4.6.1 Analisis Biaya Sistem Flatbed Pada aplikasi limbah cair sistem flatbed diperlukan dua buah pompa yaitu pompa aplikasi dan pompa sirkulasi. Pompa aplikasi berfungsi untuk mengalirkan limbah cair dari kolam limbah menuju lahan aplikasi, sedangkan pompa sirkulasi merupakan pompa yang mengalirkan limbah cair kembali ke kolam sebelumnya, tepatnya dari kolam aplikasi menuju bagian hulu kolam anaerobik. Proses sirkulasi ini berfungsi untuk membantu menurunkan suhu limbah cair, menaikkan pH, dan mempertahankan populasi bakteri. Fungsi-fungsi ini merupakan salah satu persyaratan limbah cair supaya bisa diaplikasikan ke lahan tanaman sawit (PT. Condong Garut).
56
Gambar 23. Kolam aplikasi limbah cair
Gambar 24. Pompa aplikasi (kiri) dan sirkulasi (kanan) limbah cair
Dalam analisis ini, biaya pembuatan kolam, pembuatan lahan aplikasi, bangunan, pembelian pompa, dan pipa merupakan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Condong Garut pada tahun 1994, tepatnya pada tahun awal pembuatan sistem aplikasi limbah cair. Untuk harga akhir adalah sebesar 10% dari harga awal. Umur ekonomis disesuaikan dengan literatur yang diperoleh untuk jenis komponen yang sama dan tingkat bunga diperoleh dari BRI (Bank Rakyat Indonesia) untuk jenis deposito tahun penelitian. Umur ekonomis untuk instalasi flatbed adalah 10 tahun. Nilai ini disesuaikan dengan keadaan dilapangan dan hasil wawancara dengan tenaga kerja di instalasi flatbed yang menyimpulkan bahwa instalasi flatbed ini mempunyai umur ekonomis 10 tahun. Untuk rumah pompa, rumah penjaga, dan gudang mempunyai umur ekonomis 20 tahun. Umur ekonomis untuk pompa adalah 15 tahun, panel listrik mempunyai umur ekonomis 5 tahun, sedangkan instalasi perpipaan 20 tahun. Nilai ini disesuaikan dengan kualitas dan umur ekonomis komponen
57
tersebut di PT. Condong Garut. Berikut daftar komponen-komponen pemakaian energi listrik.
Tabel 13. Daftar Nama Komponen Pengguna Energi Listrik No Nama Komponen
Satuan Nilai
Jumlah
1 Motor penggerak pompa aplikasi
watt
22000
1
2 Motor penggerak pompa sirkulasi
watt
22000
1
3 Lampu gudang&rumahpompa
watt
40
3
4 Lampu Penerangan instalasi limbah
watt
100
3
5 Lampu penerangan rumah penjaga 1 dan 2
watt
5
10
6 Lampu penerangan rumah penjaga1 dan 2
watt
10
2
Sumber : PT. Condong Garut
Pompa dioperasikan rata-rata 4 jam per hari, dengan operasi nomal 2 hari per minggu. Untuk aplikasi limbah cair dengan sistem flatbed terdapat 2 rumah penjaga, yaitu penjaga untuk siang dan malam. Hal ini dilakukan untuk keamanan pompa. Jam operasi untuk lampu gudang dan rumah pompa, instalasi limbah, dan rumah penjaga untuk 10 watt dan 5 watt. berturut-turut adalah 12 jam, 10 jam, 6 dan 12 jam. Untuk biaya pelumas pada instalasi pemompaan ini sangat kecil sehingga nilainya dimasukkan pada perhitungan biaya perbaikan dan pemeliharaan instalasi
pemompaan.
Biaya
perbaikan
dan
pemeliharaan
diambil
berdasarkan biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk sumber tenaga (motor penggerak)
alat-alat
pertanian.
Sedangkan
biaya
perbaikan
dan
pemeliharaan untuk lampu penerangan instalasi limbah mempunyai nilai rata-rata sebesar Rp 10.000/bulan. Nilai ini disesuaikan dengan keadaan dilapangan dan hasil wawancara. Untuk pemompaan mempunyai operasi rata-rata adalah 8 hari per bulan, sedangkan untuk lampu penerangan akan selalu digunakan tiap harinya sehingga rata-rata operasinya adalah 30 hari per bulan. Untuk biaya perbaikan dan pemeliharaan instalasi flatbed tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya perbaikan dan pemeliharaan karena
58
kegiatan ini dilakukan oleh pegawai tetap yang nantinya akan dimasukkan pada perhitungan biaya operator.
Tabel 14. Daftar kebutuhan operator pada instalasi sistem flatbed. No
Kebutuhan
Jumlah
Hari
Gaji
(orang)
kerja/bulan
(Rp/bulan)
1
Penjaga siang
1
30
600 000
2
Penjaga malam
1
30
600 000
3
Karyawan IPAL
4
27
600 000
4
Operator lapangan 1
1
27
600 000
5
Operator lapangan 2
1
27
600 000
6
Operator perbaikan 1
1
27
600 000
7
Operator perbaikan 2
1
27
600 000
Karyawan IPAL(Instalasi Pengolahan Air Limbah) mempunyai pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi limbah. Operator lapangan 1 dan 2 adalah operator yang ditugaskan untuk mengawasi aplikasi sistem flatbed pada setiap kali pemupukan dilahan aplikasi. Biaya hal-hal khusus merupakan biaya penggantian suatu bagian atau suku cadang pada instalasi pemompaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan instalasi flatbed, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk penggantian bagian-bagian alat yang rusak ataupun aus adalah sebesar Rp 200.000/6 bulan. Bagian-bagian yang sering mengalami kerusakan antara lain adalah bearing dan seal pada pompa. Dengan mengetahui hari kerja pompa per bulan dan jam kerja pompa per hari maka diperoleh biaya hal-hal khusus dalam satuan Rp/Jam. Hasil analisis biaya aplikasi sistem flatbed ada pada Lampiran 10. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh biaya tetap pada aplikasi sistem flatbed sebesar Rp 28.449.440/tahun.
59
Nilai ini mempunyai arti bahwa selama satu periode kerja (1 tahun) nilai ini tidak mengalami perubahan meskipun kegiatan aplikasi dilakukan pada waktu yang berbeda atau bahkan tidak dilakukan sama sekali, biaya ini tetap ada dan perusahaan harus mengeluarkan biaya yang besarnya relatif tetap. Sedangkan biaya tidak tetap adalah Rp 51.338/Jam. Nilai ini mempunyai arti bahwa apabila pompa dioperasikan untuk penyiraman tanaman sawit dengan jam kerja normal, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya Rp 51.338 untuk tiap jamnya. Namun apabila pompa tidak dioperasikan maka perusahaan tidak akan mengeluarkan biaya. Dengan perkiraan jam kerja per tahun sebesar 384 jam, maka diperoleh biaya total sebesar Rp 125.425/Jam. Biaya total ini merupakan biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan apabila meggunakan aplikasi sistem flatbed. Biaya pokok merupakan biaya total dibagi dengan kapasitas pompa. Kapasitas pompa aplikasi adalah 18.000 liter/jam. Biaya pokok aplikasi limbah cair adalah Rp 7/liter. Nilai ini mengartikan bahwa perusahaan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 7/liter untuk setiap kali melakukan aplikasi pemupukan 1 liter limbah cair. Apabila perusahaan melakukan penambahan atau pengurangan peralatan ataupun komponen pelengkap lainnya pada aplikasi sistem flatbed, maka akan berpengaruh terhadap biaya tetap dan tidak tetap yang akan menaikkan atau mengurangi biaya total dan biaya pokok. Harga biaya pokok ini akan tetap nilainya apabila semua komponen yang ada dalam analisa ini tidak mengalami pengurangan atau penambahan dalam selang umur ekonomis setiap alatnya.
4.6.2 Analisis Biaya Sistem Traktor-tangki Untuk sistem traktor-tangki kolam yang dibutuhkan hanya berjumlah 3 yaitu kolam Sludge Pit, kolam pengasaman, dan kolam anaerobik primer. Pada aplikasi sistem traktor-tangki kebutuhan kolamnya tidak sama dengan aplikasi sistem flatbed karena untuk aplikasi sistem flatbed dibutuhkan
60
limbah cair yang sedikit kandungan padatannya karena dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan pada pipa. Sedangkan limbah yang berasal dari kolam anaerobik primer, tidak mengandung padatan yang terlalu banyak, dan jumlahnya masih tidak menghalangi proses transportasi ke lahan aplikasi jika menggunakan tangki.
Gambar 25. Kolam anaerobik primer Dalam analisis ini harga traktor yang dipakai adalah harga traktor yang dimiliki oleh PT.Condong Garut dengan daya traktor 115 Hp seharga Rp 150 000 000. Traktor ini merupakan traktor yang biasa dioperasikan diperkebunan PT.Condong Garut, misalnya untuk pengolahan tanah, mengangkut tandan buah segar kelapa sawit, pemupukan, dan transportasi bibit. Traktor yang digunakan dalam analisis ini berbahan bakar solar. Kapasitas tangki yang digunakan adalah 2.000 liter. Umur ekonomis traktor yang di pakai adalah 10 tahun nilai ini disesuaikan dengan umur ekonomis dari beberapa literatur. Pompa yang digunakan adalah pompa jenis sentrifugal dengan daya sebesar 10 watt. Limbah cair yang berada dikolam anaerobik dipompakan ke tangki dengan menggunakan pompa jenis sentrifugal. Pompa jenis ini merupakan pompa yang sering digunakan untuk kegiatan aplikasi sistem traktor-tangki dibeberapa perusahaan perkebunan. Untuk analisis bangunan dan garasi meruupakan unit yang dibangun sendiri oleh perusahaan sehingga penentuan biaya dilakukan dengan menghitung biaya penyusutan. Sedangkan untuk tingkat bunga pinjaman disesuaikan dengan tingkat bunga pada instalasi sistem flatbed yaitu sebesar 3.25%.
61
Tabel 15. Spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk aplikasi sistem traktortangki. No
Spesifikasi pekerjaan
Tenaga kerja
Jumlah (orang)
1
2
3
Pengemudi
Mengemudikan traktor dari kolam tempat limbah
traktor
(Anaerobik primer) menuju lahan aplikasi
Operator
Mengontrol dan mengendalikan tangki untuk
penyiram
penyiraman pohon sawit dilahan aplikasi
Pekerja
Mengontrol dan melakukan pemeliharaan terhadap
IPAL
kolam-kolam limbah.
1
1
2
Hari kerja semua tenaga kerja untuk aplikasi ini sama dengan hari kerja perusahaan yaitu 6 hari per minggu atau 24 hari per bulan dengan gaji Rp 600.000/bulan (disesuaikan dengan gaji tenaga kerja di PT. Condong Garut) dengan jam kerja 9 jam/hari, maka dapat dihitung biaya operator dalam satuan Rp/jam. Perhitungan analisis biaya aplikasi sistem traktor-tangki ada pada Lampiran 11. Biaya pokok untuk aplikasi traktor-tangki ini dihitung berdasarkan kapasitas masing-masing alat yang digunakan. Pompa dan traktor mempunyai kapasitas dan jam operasi yang berbeda sehingga perhitungannya berdasarkan jam operasi masing-masing alat tersebut. Biaya pokok pada proses pemupukan dengan sistem traktor-tangki adalah Rp 19/liter. Biaya pokok ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam setiap kali pemupukan 1 liter limbah cair untuk tanaman kelapa sawit.
62
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1.
Efisiensi penyaluran sistem flatbed pada panjang saluran 293.2 m adalah 75.62%.
2.
Besarnya kehilangan limbah cair pada panjang saluran 293.2 m pada sistem flatbed adalah 15,31 m3. Nilai ini setara dengan kehilangan pendapatan perusahaan sebesar Rp 1.175.808/tahun.
3.
Panjang saluran tidak mempengaruhi nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) limbah cair, namun menyebabkan penurunan nilai COD (Chemical Oxygen Demand) dan Amoniak berturut-turut sebesar 22.6% dan 78.1%.
4.
Penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki membutuhkan waktu 8.67 jam dengan efisiensi penyaluran 100% dengan menggunakan 32 tangki dengan volume 2.000 liter/tangki. Sedangkan untuk sistem flatbed 4 jam dengan efisiensi penyaluran 75.62%.
5.
Biaya pokok untuk aplikasi sistem flatbed adalah Rp 7/liter sedangkan pada sistem traktor tangki Rp 19/liter. Pada luasan dan jarak lahan aplikasi yang sama, aplikasi sistem flatbed lebih layak secara ekonomis dibandingkan dengan aplikasi sistem traktor tangki.
63
5.2
Saran 1.
Sebaiknya saluran aplikasi pemupukan sistem flatbed perlu dilapisi dengan bahan kedap air, misalnya dengan beton atau batu untuk meningkatkan efisiensi penyaluran limbah cair agar mmpu mengairi lahan tanaman sawit pada radius yang lebih luas.
2.
Sebaiknya aplikasi limbah cair berasal dari kolam limbah yang mempunyai nilai BOD antara 3.500-5.000 mg/l dengan cara mengurangi proses pengendapan limbah cair melalui pengurangan jumlah kolam pengendapan agar kandungan haranya lebih tinggi dan dapat menghemat biaya pembuatan kolam-kolam pengendapan limbah cair.
3.
Perlu dilakukan penelitian berikutnya yang mengukur efisiensi penyaluran limbah cair pabrik kelapa sawit pada sistem traktor-tangki.
4.
Perlu dilakukan penelitian berikutnya untuk mengukur efisiensi pemanfaatan limbah cair pada proses pemupukan untuk setiap pohon sawit apakah sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu sebesar 126 m3/ha/bulan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, R. K., M. L. Ohri, dan S. P. Mahajan. 1971. A Text Book of Irrigation. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 1. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 2000. Usaha Tani Tanaman Perkebunan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Medan. Anonim. 2007. Efisiensi Irigasi dan Pengukuran Debit. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arsyad, S., S. Bahrin, dan A. Husainy. 1980. Ilmu Iklim dan Pengairan. Yasaguna. Jakarta. Bonar, M dan Sinaga. 2000. Analisis Keragaan Industri Produk Kelapa Sawit Indonesia Pada Era Liberalisasi Perdagangan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dillah, S. Q. 2007. Aspek Keteknikan Pada Proses Budidaya dan Pasca Panen Sawit di PTPN VII Unit Usaha Bekri, Lampung. Laporan Praktek Lapang. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Erizal. 2007. Pemanfaatan Air Tanah dan Irigasi Pompa. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Erningpraja, L dan Fauzan, R. 2006. Aspek Lingkungan Dalam Pengembangan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. French, Richard H.1985.Open Channel Hydraulics. United States. R.R. Donnelley & Sons Company. Gumbira, Said. 1994. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Industri Kelapa Sawit. Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan. Hamid, A. 1987. Analisis Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Dengan Variabel Besar Debit dan Panjang Saluran. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hansen, V. E., O.W. Israelsen, dan G. E. Stringham. 1979. Irrigation Principles and Practices. John Wiiley and Sons, Inc. New York. Houk, I. E. 1957. Irrigation Engineering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
65
Kartasapoetra, A.G., Mulyani Sutedjo, dan E. Pollein. 1990. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. Bumi Aksara. Jakarta. Khushalani, K. B. dan M. Kushalani. 1974. Irrigation Practice and Design. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kinori, B. Z. 1970. Manual of Surface Drainage Engineering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kraatz, D. B. dan I. K. Mahajan. 1975. Small Hydraulic Structures. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kunwibowo, A. 1980. Mempelajari Pengaruh Debit dan Panjang Saluran Terhadap Persentase Kehilangan Air Selama Penyaluran Di Saluran Primer Cipelang Barat Daerah Irigasi Rentang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor Linsley, R. K. dan J. B. Franzini. 1972. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2 Edisi ketiga. Erlangga. Jakarta. Michael, A. M. 1978. Irrigation Theory and Practice. Vikas Publishing House PVT, Ltd. New Delhi. Naibaho, Ponten. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Najib H. 2000. Tanaman Kelapa Sawit (Seri Budidaya). Tim Pengembangan Materi LPP. Lembaga Pendidikan Perkebunan Press. Medan. Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. JICA DGHE-IPB. Bogor. Santoso, P. 2008. Pengololaan Limbah Cair Industri Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) di PT Agrowiyana, Tunggal Ulu, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Laporan Praktek Lapang. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sapei, A. 2008. Efisiensi Irigasi dan Pengukuran Debit. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Satyoso, H., S.M Mutabarat, Harimuktin, Slamet, dan Berlian. 2005. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit . Dalam Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit PPKS. Medan. Setyoko, A. 1987. Pengaruh Debit dan Penampang Saluran Terhadap Kehilangan Air Pada Saluran Tersier Pasangan Batu Kali. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
66
Sawyer, et.al. 1994. Kandungan Nitrogen Total dalam Perairan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekarto, B.S dan Irfan Hartoyo BE. 1981. Ilmu Irigasi 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Sutarta, E.S., Darmosarkoro W, Purba P, Fadli L, Rahutomo S, dan Winarma. 2007. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Tachyan, E. P dan Sutjipto. 1986. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta. Thuesen, G. J. Dan W. J. Fabrycky. 2002. Ekonomi Teknik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjiptadi, Wachjuddin. 1993. Pengolahan dan Pendayagunaan Limbah Agroindustri (Studi Kasus Industri Pengolahan Kelapa Sawit). Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
67
LAMPIRAN
iii
69
70
71
72
Lampiran 3. Metodologi pengukuran sifat kimia limbah cair
A.
Metodologi analisis kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (KOB) 1.
Peralatan 1) Botol inkubasi, gelas kaca bervolume 60 ml atau lebih 2) Air incubator atau water bath suhu dikontrol pada 20±1°C.
2.
Bahan uji 1) Larutan KH2PO4 2) Larutan MGSO4 3) Larutan CaCl2 4) Larutan FeCl3.6H2O 5) Larutan asam dan alkali 6) Larutan NaSO3 7) Nitrification inhibitor, 2-cloro-6-(trichloromethyl)pyridine. 8) larutan Glucose-glutamic acid 9) Larutan NH4Cl 10)
3.
Larutan air
Prosedur 1) Persiapkan larutan air 2) Penyimpanan larutan air 3) Pengecekan asam Glucose-glutamic 4) Pengenceran 5) Sample pretreatment, ukur pH seluruh sampel, dan pastikan nilai pH berada pada kisaran yang diperbolehkan. 6) Dilution technique 7) Menentukan DO (Dissolved Oxygen) awal 8) Larutan balnko 9) Inkubasi 10)
Menentukan DO (Dissolved Oxygen) akhir setelah 5 hari diinkubasi, tentukan DO sampel, blanko, kemudian periksa.
73
Lampiran 3-(lanjutan) 4.
Perhitungan Apabila tidak dilakukan pengenceran :
Apabila dilakukan pengenceran :
D1 = DO 0 hari sampel, mg/l D2 = DO 5 hari sampel setelah inkubasi pada suhu 20°C, mg/l P
= decimal fraksi volumetric dari sampel yang digunakan
B1 = DO 0 hari larutan pengencer, mg/l B2 = DO 5 hari larutan pengencer, mg/l f
B.
= rasio dari seed larutan sampel dengan seed pada seed kontrol.
Metodologi analisis kadar COD (Chemical Oxygen Demand) atau KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi). 1.
Peralatan Peralatan yang digunakan terdiri atas : 1) Oven 220°C yang dilengkapi dengan pengatur suhu, dan telah dipanaskan pada 150°C pada saat digunakan; 2) Tabung KOK yang mempunyai tinggi 150 mm dan garis tengah 25 mm, terbuat dari gelas boro-silikat, mempunyai tutup asah dan unit pengaman tutup; 3) Buret otomatis dengan ketelitian ±0.05 ml atau buret 25 ml; 4) Labu ukur 100 dan 1000 ml; 5) Gelas ukur 100 ml; 6) Pipet seukuran 10 ml; 7) Labu Erlenmeyer 100 ml 8) Gelas piala 100 ml.
2.
Bahan Penunjang Uji Bahan kimia yang berkualitas p.a dan bahan lain yang digunakan dalam pengujian ini terdiri atas :
74
Lampiran 3-(lanjutan)
1) Larutan campuran kalium dikromat-merkuri sulfat, K2Cr2O7HgSO4; 2) Larutan campuran asam sulfat-perak sulfat, H2SO4-Ag2SO4; 3) Larutan indikator feroin; 4) Serbuk fero ammonium sulfat, Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O 5) Larutan baku kalium dikromat, K2Cr2O7, 0.025N; 6) Asam sulfat pekat, H2SO4; 7) Air suling atau air demineralisasi yang mempunyai DHL 0.5-2 umhos/cm; 8) Serbuk asam sulfamat, NH2SO3H. 3.
Persiapan Benda Uji Persiapan benda uji melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1) Sediakan contoh uji yang telah diambil sesuai dengan Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air, SK SNI M-02-1989-F; 2) Kocok contoh uji dan ukur 100 ml secara duplo, masukkn ke dalam gelas piala 100 ml; 3) Apabila contoh uji mengandung ion nitrit, lakukan langkah sebagai berikut :
• Tambahkan 10 mg asam sulfamat untuk setiap 1 mg NO2 • Kocok campuran selama 1 menit 4) Pipet 10 ml dan masukkan ke dalam tabung KOK; 5) Benda uji siap diuji 4.
Persiapan Pengujian 1) Pembuatan Larutan Baku Fero Amonium Sulfat Buat larutan baku fero ammonium sulffat kira-kira 0.025N dengan tahapan sebagai berikut : a.
Timbang 9.8 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O;
b.
Larutkan dengan 500 ml air suling di dalam labu ukur 1000 ml;
c.
Tambahkan 20 ml asam sulfat pekat;
75
Lampiran 3-(lanjutan)
d.
Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera.
2) Penetapan Kenormalan Larutan Baku Fero AMonium Sulfat Tahapan kenormalan larutan baku fero ammonium sulfat dengan tahapan sebagai berikut : a.
Pipet 25 ml larutan baku kalium dikromat 0.025N dan masukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml;
b.
Tambahkan 3 ml asam sulfat pekat;
c.
Tambahkan 3 tetes larutan indikator feroin;
d.
Titrasi dengan larutan fero ammonium sulfat yang akan ditetapkan kenormalannya;
e.
Catat ml pemakaian larutan baku fero ammonium sulfat;
f.
Apabila perbedaan pemakaian larutan baku fero ammonium sulfat secara duplo lebih dari 0.10 ml ulangi penetapan, apabila kurang atau sama dengan 0.10 ml rata-ratakan hasilnya untuk perhitungan kenormalan larutan baku fero amonium sulfat;
g.
Hitung kenormalan larutan baku fero ampnium sulfat dengan menggunakan rumus : V 1 x N1 = V2 x N2 dengan penjelasan : V1
= ml larutan baku kalium dikromat;
V2
= ml larutan baku fero ammonium sulfat;
N1
= Kenormalan larutan baku kalium dikromat;
N2
= Kenormalan larutan baku fero ammonium sulfat yang ditetapkan.
5.
Cara Uji Uji kadar KOK dengan tahapan sebagai berikut : 1) Pipet 5 ml larutan campuran kalium dikromat-merkuri sulfat dan masukkan ke dalam benda uji; 2) Tambahkan 10 ml larutan campuran asam sulfat-perak sulfat;
76
Lampiran 3-(lanjutan)
3) Aduk campuran di dalam tabung KOK kemudian tutup; 4) Ulangi tahap 1) s/d 3) terhadap 10 ml air suling untuk blanko; 5) Pasang unit pengaman tutup pada masing-masing tabung; 6) Masukkan ke dalam oven pada suhu 150°C selama 2 jam; 7) Keluarkan tabung KOK dari dalam oven dan biarkan hingga dingin; 8) Pindahkan campuran dari tabung KOK ke dalam labu erlenmeyer 100 ml dan bilas dengan 10 ml air suling; 9) Tambahkan 2 ml asam sulfat pekat; 10)
Tambahkan 3 tetes larutan indikator feroin;
11)
Titrasi dengan larutan baku fero ammonium sulfat 0.025N yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah coklat;
12)
Catat ml pemakaian larutan fero ammonium sulfat;
13)
Apabila perbedaan pemakaian larutan baku fero ammonium sulfat secara duplo lebih dari 0.10 ml ulangi penetapan, apabila kurang atau sama dengan 0.10 ml rata-ratakan hasilnya untuk perhitungan kadar KOK.
6.
Perhitungan Hitung kadar KOK dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
dengan penjelasan : A = ml pemakaian larutan baku fero ammonium sulfat untuk titrasi blanko; B = ml Pemakaian larutan baku fero ammonium sulfat untuk titrasi benda uji; N = Kenormalan larutan baku fero ammonium sulfat; p = Besar pengenceran contoh uji. Bila hasil perhitungan lebih besar dari 50 mg/l, ulangi pengujian dengan cara mengencerkan benda uji.
77
Lampiran 3-(lanjutan)
C.
Metodologi analisis kadar NH3-N (ammonia) Pengujian Nitrogen (Ammonia) terdiri dari beberapa langkah, yaitu: Preliminary Distillation Step, Titrimetric Method, dan Ammonia-Selective Electroda Method. 1.
Peralatan
• Alat-alat destilasi • pH meter 2.
Bahan uji
• Air bebas ammonia • Borate buffer solution • Sodium hydroxide • Dechlorinating reagent • Neutralization agent • Absorbent solution, plain boric acid • Indicating boric acid solution • Sulfuric acid 3.
Prosedur
• Persiapan peralatan • Persiapan sampel • Destilasi • Penentuan ammonia, dengan titrimetric method, ammonia-selective electrode method, atau dengan phenate method.
78
Lampiran 4. Daftar Komponen Sistem Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit
No
1
2
3 4 5 6 7 8 9 10
11
Komponen Biaya Aplikasi No Komponen Biaya Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed Limbah Cair Sistem Traktortangki 1 Kolam Limbah Kolam Limbah • Kolam Sludge Pit • Kolam Sludge Pit • Kolam Anaerobik I • Kolam Pengasaman • Kolam Anaerobik II • Kolam Anaerobik Primer 2 Traktor • Kolam Anaerobik III 3 Tangki • Kolam Anaerobik IV 4 Instalasi Pompa Sentrifugal • Kolam Fakultatif 5 Bangunan dan Garasi • Kolam Aplikasi Lahan 6 Pemakaian Bahan Bakar • Kolam Aerobik 7 Pompa Aplikasi • Bahan bakar traktor Pompa Sirkulasi • Motor listrik pompa 8 Instalasi Perpipaan Konsumsi pelumas traktor 9 Pembuatan Lahan Aplikasi Biaya perbaikan dan pemeliharaan Rumah Pompa • Mesin traktor-tangki Rumah Penjaga 1 • Motor listrik pompa 10 Gaji Pegawai Rumah Penjaga 2 Gudang • Upah Tenaga Kerja 1 Pemakaian Energi Listrik • Upah Tenaga Kerja 2 11 Biaya Hal-hal Khusus • Motor listrik pompa aplikasi • Motor listrik pompa sirkulasi • Biaya penggantian ban • Lampu gudang dan rumah pompa • Lampu Penerangan instalasi limbah • Lampu penerangan rumah penjaga 1 • Lampu penerangan rumah penjaga 2 Biaya Perbaikan dan Pemaliharaan • Motor Listrik Pompa Aplikasi • Motor Listrik Pompa Sirkulasi • Lampu Gudang dan Rumah Pompa • Lampu Penerangan Instalasi Limbah
79
Lampiran 4-(lanjutan)
11
18
19
Biaya Perbaikan dan Pemaliharaan • Lampu Penerangan Rumah Penjaga 1 • Lampu Penerangan Rumah Penjaga 2 Gaji Tenaga Kerja • Penjaga Siang • Penjaga Malam • Karyawan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) • Operator Lapangan 1 • Operator Lapangan 2 • Operator Perbaikan 1 • Operator Perbaikan 2 Biaya Hal-hal Khusus • Biaya Penggantian Bearing dan Sil
80
Lampiran 5. Hasil pengukuran parameter fisik aliran limbah cair untuk pengulangan ke-1
No
Kecepatan Aliran 2 (m /detik)
Panjang Saluran (m)
V1
V2
V3
3
Debit Aliran (m /detik)
Luas Penampang Saluran 2 (m ) A1
A2
A3
A1 Q1
Q2
Q3
Ratarata
A2 Q1
Q2
Q3
Ratarata
Q2
Q3
Ratarata
0,0050
0,0050
0,0049
0,0050
1
4
0,346
0,350
0,341
2
22,8
0,439
0,439
0,439
0,0112
0,0113
0,0113
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
3
27,4
0,460
0,474
0,467
0,0105
0,0105
0,0105
0,0048
0,0050
0,0049
0,0049
0,0048
0,0050
0,0049
0,0049
0,0048
0,0050
0,0049
0,0049
4
43,2
0,371
0,381
0,388
0,0128
0,0128
0,0128
0,0048
0,0049
0,0050
0,0049
0,0047
0,0049
0,0049
0,0048
0,0047
0,0049
0,0049
0,0048
5
65,2
0,416
0,428
0,440
0,0113
0,0112
0,0112
0,0047
0,0048
0,0050
0,0048
0,0047
0,0048
0,0049
0,0048
0,0047
0,0048
0,0049
0,0048
6
81,6
0,433
0,459
0,459
0,0105
0,0105
0,0105
0,0045
0,0048
0,0048
0,0047
0,0045
0,0048
0,0048
0,0047
0,0045
0,0048
0,0048
0,0047
7
87,5
0,459
0,413
0,459
0,0105
0,0105
0,0105
0,0048
0,0043
0,0048
0,0047
0,0048
0,0043
0,0048
0,0047
0,0048
0,0043
0,0048
0,0047
8
104,7
0,446
0,446
0,430
0,0105
0,0105
0,0105
0,0047
0,0047
0,0045
0,0046
0,0047
0,0047
0,0045
0,0046
0,0047
0,0047
0,0045
0,0046
9
120,5
0,381
0,375
0,381
0,0120
0,0120
0,0120
0,0046
0,0045
0,0046
0,0046
0,0046
0,0045
0,0046
0,0046
0,0046
0,0045
0,0046
0,0046
10
136,5
0,415
0,399
0,388
0,0113
0,0113
0,0112
0,0047
0,0045
0,0044
0,0045
0,0047
0,0045
0,0044
0,0045
0,0046
0,0045
0,0043
0,0045
11
153,8
0,398
0,418
0,418
0,0109
0,0109
0,0109
0,0043
0,0045
0,0045
0,0045
0,0043
0,0045
0,0045
0,0045
0,0043
0,0045
0,0045
0,0045
12
170,4
0,372
0,375
0,363
0,0120
0,0120
0,0119
0,0045
0,0045
0,0044
0,0044
0,0045
0,0045
0,0044
0,0044
0,0044
0,0045
0,0043
0,0044
13
188
0,385
0,373
0,385
0,0112
0,0112
0,0112
0,0043
0,0042
0,0043
0,0043
0,0043
0,0042
0,0043
0,0043
0,0043
0,0042
0,0043
0,0043
14
204,1
0,365
0,364
0,376
0,0116
0,0116
0,0116
0,0042
0,0042
0,0044
0,0043
0,0042
0,0042
0,0043
0,0043
0,0042
0,0042
0,0043
0,0043
15
225,5
0,399
0,405
0,405
0,0105
0,0105
0,0105
0,0042
0,0043
0,0043
0,0042
0,0042
0,0043
0,0043
0,0042
0,0042
0,0043
0,0043
0,0042
16
246,5
0,377
0,377
0,368
0,0113
0,0113
0,0113
0,0042
0,0042
0,0041
0,0042
0,0042
0,0042
0,0041
0,0042
0,0042
0,0042
0,0041
0,0042
17
262
0,350
0,339
0,339
0,0120
0,0120
0,0120
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
18
277,1
0,391
0,384
0,378
0,0105
0,0105
0,0105
0,0041
0,0040
0,0040
0,0040
0,0041
0,0040
0,0040
0,0040
0,0041
0,0040
0,0040
0,0040
293,2
0,364
0,352
0,352
0,0107
0,0107
0,0107
0,0039
0,0038
0,0038
0,0038
0,0039
0,0038
0,0038
0,0038
0,0039
0,0038
0,0038
0,0038
19
Keterangan
0,0144
A3 Q1
: Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran.
81
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Pengulangan ke-1 No
Panjang Saluran (m)
3
Volume Aliran (m ) A1
A2
A3
Efisiensi Aliran (%) A1
A2
71,69
A3
3
Kehilangan Air (m ) A1
A2
A3
1
4
2
22,8
70,75
71,06
71,06
98,26
98,70
99,57 98,70
1,25
0,94
0,94
0,31
3
27,4
70,57
70,57
70,57
98,01
98,01
98,01
1,43
1,43
1,43
4
43,2
70,08
69,80
69,80
97,33
96,95
96,95
1,92
2,20
2,20
5
65,2
69,34
69,03
69,03
96,30
95,87
95,87
2,66
2,97
2,97
6
81,6
68,12
68,12
68,12
94,61
94,61
94,61
3,88
3,88
3,88
7
87,5
67,07
67,07
67,07
93,15
93,15
93,15
4,93
4,93
4,93
8
104,7
66,62
66,62
66,62
92,53
92,53
92,53
5,38
5,38
5,38
9
120,5
65,53
65,53
65,53
91,01
91,01
91,01
6,47
6,47
6,47
10
136,5
64,85
64,85
64,56
90,07
90,07
89,67
7,15
7,15
7,44
11
153,8
64,24
64,24
64,24
89,23
89,23
89,23
7,76
7,76
7,76
12
170,4
63,96
63,96
63,43
88,83
88,83
88,09
8,04
8,04
8,57
13
188
61,47
61,47
61,47
85,37
85,37
85,37
10,53
10,53
10,53
14
204,1
61,60
61,20
61,20
85,56
85,00
85,00
10,40
10,80
10,80
15
225,5
60,94
60,94
60,94
84,64
84,64
84,64
11,06
11,06
11,06
16
246,5
60,55
60,55
60,55
84,10
84,10
84,10
11,45
11,45
11,45
17
262
59,22
59,22
59,22
82,25
82,25
82,25
12,78
12,78
12,78
18
277,1
58,13
58,13
58,13
80,73
80,73
80,73
13,87
13,87
13,87
19
293,2
54,98
54,98
54,98
76,36
76,36
76,36
17,02
17,02
17,02
Keterangan : Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran.
82
No
Kecepatan (m/detik)
Panjang Saluran (m) V1
V2
V3
3
Debit Aliran (m /detik)
Luas Penampan Saluran 2 (m ) A1
A2
A3
A1
A2
Q1
Q2
Q3
Ratarata
Q1
Q2
Q3
Ratarata
0,0144
A3 Q1
Q2
Q3
Ratarata
1
4
0,337
0,337
0,359
0,0049
0,0049
0,0052
0,0050
2
22,8
0,439
0,442
0,439
0,0112
0,0113
0,0113
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0050
0,0049
0,0049
0,0049
0,0050
0,0049
0,0049
3
27,4
0,343
0,329
0,370
0,0143
0,0143
0,0143
0,0049
0,0047
0,0053
0,0049
0,0049
0,0047
0,0053
0,0049
0,0049
0,0047
0,0053
0,0049
4
43,2
0,381
0,375
0,381
0,0128
0,0128
0,0128
0,0049
0,0048
0,0049
0,0048
0,0049
0,0048
0,0049
0,0048
0,0049
0,0048
0,0049
0,0048
5
65,2
0,424
0,422
0,423
0,0113
0,0112
0,0112
0,0048
0,0047
0,0047
0,0048
0,0048
0,0047
0,0047
0,0047
0,0048
0,0047
0,0047
0,0047
6
81,6
0,433
0,459
0,459
0,0105
0,0105
0,0105
0,0045
0,0048
0,0048
0,0047
0,0045
0,0048
0,0048
0,0047
0,0045
0,0048
0,0048
0,0047
7
87,5
0,459
0,459
0,413
0,0105
0,0105
0,0105
0,0048
0,0048
0,0043
0,0047
0,0048
0,0048
0,0043
0,0047
0,0048
0,0048
0,0043
0,0047
8
104,7
0,446
0,446
0,430
0,0105
0,0105
0,0105
0,0047
0,0047
0,0045
0,0046
0,0047
0,0047
0,0045
0,0046
0,0047
0,0047
0,0045
0,0046
9
120,5
0,380
0,381
0,381
0,0120
0,0120
0,0120
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
10
136,5
0,396
0,399
0,396
0,0113
0,0113
0,0112
0,0045
0,0045
0,0044
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0044
0,0045
0,0044
0,0044
11
153,8
0,404
0,411
0,411
0,0109
0,0109
0,0109
0,0044
0,0045
0,0045
0,0044
0,0044
0,0045
0,0045
0,0044
0,0044
0,0045
0,0045
0,0044
12
170,4
0,381
0,323
0,387
0,0120
0,0120
0,0119
0,0046
0,0039
0,0046
0,0044
0,0046
0,0039
0,0046
0,0044
0,0045
0,0038
0,0046
0,0043
13
188
0,337
0,335
0,336
0,0128
0,0128
0,0128
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
14
204,1
0,376
0,364
0,364
0,0116
0,0116
0,0116
0,0044
0,0042
0,0042
0,0043
0,0043
0,0042
0,0042
0,0042
0,0043
0,0042
0,0042
0,0042
15
225,5
0,326
0,340
0,375
0,0120
0,0120
0,0120
0,0039
0,0041
0,0045
0,0042
0,0039
0,0041
0,0045
0,0042
0,0039
0,0041
0,0045
0,0042
16
246,5
0,342
0,342
0,350
0,0120
0,0120
0,0120
0,0041
0,0041
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
0,0042
0,0041
17
262
0,350
0,329
0,339
0,0120
0,0120
0,0120
0,0042
0,0039
0,0041
0,0041
0,0042
0,0039
0,0041
0,0041
0,0042
0,0039
0,0041
0,0041
18
277,1
0,311
0,320
0,341
0,0120
0,0120
0,0120
0,0037
0,0038
0,0041
0,0039
0,0037
0,0038
0,0041
0,0039
0,0037
0,0038
0,0041
0,0039
19
293,2
0,322
0,331
0,313
0,0116
0,0116
0,0116
0,0037
0,0038
0,0036
0,0037
0,0037
0,0038
0,0036
0,0037
0,0037
0,0038
0,0036
0,0037
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Pengulangan ke-2 Keterangan
: Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran. 83
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Pengulangan ke-2 No
Panjang Saluran (m)
3
Volume Aliran (m ) A1
A2
A3
3
Efisiensi Aliran (%) A1
A2
A3
62,52
Kehilangan Air (m ) A1
A2
99,23
A3
1
4
2
22,8
62,14
62,32
62,32
98,63
98,92
98,92
0,86
0,68
0,48 0,68
3
27,4
62,32
62,32
62,32
98,92
98,92
98,92
0,68
0,68
0,68
4
43,2
61,08
60,92
60,92
96,95
96,70
96,70
1,92
2,08
2,08
5
65,2
59,88
59,70
59,70
95,05
94,77
94,77
3,12
3,30
3,30
6
81,6
59,61
59,61
59,61
94,61
94,61
94,61
3,39
3,39
3,39
7
87,5
58,69
58,69
58,69
93,15
93,15
93,15
4,31
4,31
4,31
8
104,7
58,29
58,29
58,29
92,53
92,53
92,53
4,71
4,71
4,71
9
120,5
57,60
57,60
57,60
91,43
91,43
91,43
5,40
5,40
5,40
10
136,5
56,15
56,23
55,98
89,13
89,26
88,86
6,85
6,77
7,02
11
153,8
55,81
55,81
55,81
88,59
88,59
88,59
7,19
7,19
7,19
12
170,4
54,83
54,99
54,53
87,03
87,29
86,56
8,17
8,01
8,47
13
188
54,14
54,14
54,14
85,94
85,94
85,94
8,86
8,86
8,86
14
204,1
53,73
53,50
53,50
85,28
84,91
84,91
9,27
9,50
9,50
15
225,5
52,45
52,45
52,45
83,25
83,25
83,25
10,55
10,55
10,55
16
246,5
52,10
52,10
52,10
82,70
82,70
82,70
10,90
10,90
10,90
17
262
51,30
51,30
51,30
81,43
81,43
81,43
11,70
11,70
11,70
18
277,1
49,00
49,00
49,00
77,77
77,77
77,77
14,00
14,00
14,00
19
293,2
46,89
46,89
46,89
74,42
74,42
74,42
16,11
16,11
16,11
Keterangan : Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran.
84
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Pengulangan ke-3 Kecepatan (m/detik)
Panjang Saluran (m)
No
V1
V2
V3
3
Debit Aliran (m /detik)
Luas Penampang Saluran 2 (m ) A1
A2
A3
A1
A2
Q1
Q2
Q3
Ratarata
Q1
Q2
Q3
Ratarata
0,0180
A3 Q1
Q2
Q3
Ratarata
1
4
0,269
0,292
0,272
0,0048
0,0053
0,0049
0,0050
2
22,8
0,376
0,346
0,376
0,0136
0,0135
0,0135
0,0051
0,0047
0,0051
0,0050
0,0051
0,0047
0,0051
0,0049
0,0051
0,0047
0,0051
0,0049
3
27,4
0,441
0,474
0,488
0,0105
0,0105
0,0105
0,0046
0,0050
0,0051
0,0049
0,0046
0,0050
0,0051
0,0049
0,0046
0,0050
0,0051
0,0049
4
43,2
0,387
0,381
0,380
0,0128
0,0128
0,0128
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
0,0048
0,0049
0,0049
0,0049
0,0048
0,0049
5
65,2
0,416
0,413
0,390
0,0120
0,0120
0,0120
0,0050
0,0050
0,0047
0,0049
0,0050
0,0050
0,0047
0,0049
0,0050
0,0050
0,0047
0,0049
6
81,6
0,450
0,465
0,459
0,0105
0,0105
0,0105
0,0047
0,0049
0,0048
0,0048
0,0047
0,0049
0,0048
0,0048
0,0047
0,0049
0,0048
0,0048
7
87,5
0,469
0,486
0,417
0,0105
0,0105
0,0105
0,0049
0,0051
0,0044
0,0048
0,0049
0,0051
0,0044
0,0048
0,0049
0,0051
0,0044
0,0048
8
104,7
0,463
0,454
0,451
0,0105
0,0105
0,0105
0,0049
0,0048
0,0047
0,0048
0,0049
0,0048
0,0047
0,0048
0,0049
0,0048
0,0047
0,0048
9
120,5
0,402
0,391
0,392
0,0120
0,0120
0,0120
0,0048
0,0047
0,0047
0,0047
0,0048
0,0047
0,0047
0,0047
0,0048
0,0047
0,0047
0,0047
10
136,5
0,431
0,410
0,415
0,0113
0,0113
0,0112
0,0048
0,0046
0,0047
0,0047
0,0048
0,0046
0,0047
0,0047
0,0048
0,0046
0,0046
0,0047
11
153,8
0,402
0,400
0,400
0,0116
0,0116
0,0116
0,0047
0,0046
0,0046
0,0047
0,0047
0,0046
0,0046
0,0047
0,0047
0,0046
0,0046
0,0047
12
170,4
0,381
0,393
0,387
0,0120
0,0120
0,0119
0,0046
0,0047
0,0046
0,0046
0,0046
0,0047
0,0046
0,0046
0,0045
0,0047
0,0046
0,0046
13
188
0,362
0,362
0,352
0,0128
0,0128
0,0128
0,0046
0,0046
0,0045
0,0046
0,0046
0,0046
0,0045
0,0046
0,0046
0,0046
0,0045
0,0046
14
204,1
0,403
0,389
0,389
0,0116
0,0116
0,0116
0,0047
0,0045
0,0045
0,0046
0,0047
0,0045
0,0045
0,0046
0,0047
0,0045
0,0045
0,0046
15
225,5
0,357
0,357
0,355
0,0128
0,0128
0,0128
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
16
246,5
0,408
0,377
0,413
0,0113
0,0113
0,0113
0,0046
0,0042
0,0046
0,0045
0,0046
0,0042
0,0046
0,0045
0,0046
0,0042
0,0046
0,0045
17
262
0,350
0,339
0,362
0,0120
0,0120
0,0120
0,0042
0,0041
0,0043
0,0042
0,0042
0,0041
0,0043
0,0042
0,0042
0,0041
0,0043
0,0042
18
277,1
0,320
0,352
0,352
0,0120
0,0120
0,0120
0,0038
0,0042
0,0042
0,0041
0,0038
0,0042
0,0042
0,0041
0,0038
0,0042
0,0042
0,0041
19
293,2
0,322
0,331
0,313
0,0116
0,0116
0,0116
0,0037
0,0038
0,0036
0,0037
0,0037
0,0038
0,0036
0,0037
0,0037
0,0038
0,0036
0,0037
Keterangan
: Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran.
85
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Pengulangan ke-3 Panjang Saluran (m)
No
3
Volume Aliran (m ) A1
A2
A3
3
Efisiensi Aliran (%) A1
A2
53,96
A3
Kehilangan Air (m ) A1
A2
99,93
A3
1
4
2
22,8
53,77
53,38
53,38
99,58
98,85
98,85
0,23
0,62
0,04 0,62
3
27,4
53,01
53,01
53,01
98,18
98,18
98,18
0,99
0,99
0,99
4
43,2
52,91
52,70
52,70
97,98
97,59
97,59
1,09
1,30
1,30
5
65,2
52,66
52,66
52,66
97,52
97,52
97,52
1,34
1,34
1,34
6
81,6
51,94
51,94
51,94
96,19
96,19
96,19
2,06
2,06
2,06
7
87,5
51,88
51,88
51,88
96,07
96,07
96,07
2,12
2,12
2,12
8
104,7
51,72
51,72
51,72
95,78
95,78
95,78
2,28
2,28
2,28
9
120,5
51,20
51,20
51,20
94,82
94,82
94,82
2,80
2,80
2,80
10
136,5
50,86
50,86
50,64
94,19
94,19
93,77
3,14
3,14
3,36
11
153,8
50,29
50,29
50,29
93,13
93,13
93,13
3,71
3,71
3,71
12
170,4
50,15
50,15
49,73
92,87
92,87
92,10
3,85
3,85
4,27
13
188
49,61
49,61
49,61
91,88
91,88
91,88
4,39
4,39
4,39
14
204,1
49,37
49,37
49,37
91,43
91,43
91,43
4,63
4,63
4,63
15
225,5
49,04
49,04
49,04
90,81
90,81
90,81
4,96
4,96
4,96
16
246,5
48,53
48,53
48,53
89,86
89,86
89,86
5,47
5,47
5,47
17
262
45,39
45,39
45,39
84,06
84,06
84,06
8,61
8,61
8,61
18
277,1
44,28
44,28
44,28
82,00
82,00
82,00
9,72
9,72
9,72
19
293,2
40,19
40,19
40,19
74,42
74,42
74,42
13,81
13,81
13,81
Keterangan : Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran.
86
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Pengulangan ke-4
Panjang Saluran (m)
No
Kecepatan (m/detik) V1
V2
V3
Debit Aliran (m3/detik)
Luas Penampang Saluran 2 (m ) A1
A2
A3
Q1
A1 Q2
Q3
Ratarata
Q1
A2 Q2
Q3
Ratarata
0,0180
Q1
A3 Q2
Q3
Ratarata
1
4
0,280
0,272
0,280
0,0050
0,0049
0,0050
0,0050
2
22,8
0,326
0,356
0,356
0,0144
0,0144
0,0144
0,0047
0,0051
0,0051
0,0050
0,0047
0,0051
0,0051
0,0050
0,0047
0,0051
0,0051
0,0050
3
27,4
0,403
0,379
0,379
0,0128
0,0128
0,0128
0,0052
0,0048
0,0048
0,0049
0,0052
0,0048
0,0048
0,0049
0,0052
0,0048
0,0048
0,0049
4
43,2
0,377
0,388
0,388
0,0128
0,0128
0,0128
0,0048
0,0050
0,0050
0,0049
0,0048
0,0049
0,0049
0,0049
0,0048
0,0049
0,0049
0,0049
5
65,2
0,380
0,380
0,376
0,0128
0,0128
0,0128
0,0049
0,0049
0,0048
0,0048
0,0049
0,0049
0,0048
0,0048
0,0049
0,0049
0,0048
0,0048
6
81,6
0,442
0,459
0,459
0,0105
0,0105
0,0105
0,0046
0,0048
0,0048
0,0048
0,0046
0,0048
0,0048
0,0048
0,0046
0,0048
0,0048
0,0048
7
87,5
0,365
0,362
0,459
0,0120
0,0120
0,0120
0,0044
0,0043
0,0055
0,0047
0,0044
0,0043
0,0055
0,0047
0,0044
0,0043
0,0055
0,0047
8
104,7
0,446
0,415
0,401
0,0113
0,0113
0,0113
0,0050
0,0047
0,0045
0,0047
0,0050
0,0047
0,0045
0,0047
0,0050
0,0047
0,0045
0,0047
9
120,5
0,381
0,381
0,410
0,0120
0,0120
0,0120
0,0046
0,0046
0,0049
0,0047
0,0046
0,0046
0,0049
0,0047
0,0046
0,0046
0,0049
0,0047
10
136,5
0,361
0,361
0,373
0,0128
0,0128
0,0126
0,0046
0,0046
0,0048
0,0047
0,0046
0,0046
0,0048
0,0047
0,0046
0,0046
0,0047
0,0046
11
153,8
0,398
0,391
0,391
0,0116
0,0116
0,0116
0,0046
0,0045
0,0045
0,0046
0,0046
0,0045
0,0045
0,0046
0,0046
0,0045
0,0045
0,0046
12
170,4
0,363
0,380
0,387
0,0120
0,0120
0,0119
0,0044
0,0046
0,0046
0,0045
0,0044
0,0046
0,0046
0,0045
0,0043
0,0045
0,0046
0,0045
13
188
0,387
0,362
0,362
0,0120
0,0120
0,0120
0,0046
0,0043
0,0043
0,0044
0,0046
0,0043
0,0043
0,0044
0,0046
0,0043
0,0043
0,0044
14
204,1
0,379
0,387
0,376
0,0116
0,0116
0,0116
0,0044
0,0045
0,0044
0,0044
0,0044
0,0045
0,0043
0,0044
0,0044
0,0045
0,0043
0,0044
15
225,5
0,384
0,394
0,375
0,0113
0,0113
0,0113
0,0043
0,0044
0,0042
0,0043
0,0043
0,0044
0,0042
0,0043
0,0043
0,0044
0,0042
0,0043
16
246,5
0,387
0,377
0,377
0,0113
0,0113
0,0113
0,0044
0,0042
0,0042
0,0043
0,0044
0,0042
0,0042
0,0043
0,0044
0,0042
0,0042
0,0043
17
262
0,350
0,339
0,339
0,0120
0,0120
0,0120
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
0,0042
0,0041
0,0041
0,0041
18
277,1
0,352
0,352
0,352
0,0113
0,0113
0,0113
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
0,352
0,342
0,342
0,0112
0,0112
0,0112
0,0039
0,0038
0,0038
0,0039
0,0039
0,0038
0,0038
0,0039
0,0039
0,0038
0,0038
0,0039
19
293,2
Keterangan
: Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran.
87
Lampiran 5 (Lanjutan). Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Pengulangan ke-4 Panjang Saluran (m)
No
3
Volume Aliran (m ) A1
A2
A3
3
Efisiensi Aliran (%) A1
A2
62,89
A3
Kehilangan Air (m ) A1
A2
A3
1
4
2
22,8
62,72
62,72
62,72
99,56
99,56
99,82 99,56
0,28
0,28
0,11 0,28
3
27,4
62,37
62,37
62,37
99,00
99,00
99,00
0,63
0,63
0,63
4
43,2
62,02
61,78
61,78
98,44
98,06
98,06
0,98
1,22
1,22
5
65,2
61,08
61,08
61,08
96,95
96,95
96,95
1,92
1,92
1,92
6
81,6
59,97
59,97
59,97
95,20
95,20
95,20
3,03
3,03
3,03
7
87,5
59,81
59,81
59,81
94,93
94,93
94,93
3,19
3,19
3,19
8
104,7
59,65
59,65
59,65
94,68
94,68
94,68
3,35
3,35
3,35
9
120,5
59,09
59,09
59,09
93,79
93,79
93,79
3,91
3,91
3,91
10
136,5
58,69
58,69
58,00
93,15
93,15
92,06
4,31
4,31
5,00
11
153,8
57,60
57,60
57,60
91,42
91,42
91,42
5,40
5,40
5,40
12
170,4
56,96
56,96
56,49
90,42
90,42
89,66
6,04
6,04
6,51
13
188
56,05
56,05
56,05
88,97
88,97
88,97
6,95
6,95
6,95
14
204,1
55,78
55,42
55,42
88,54
87,97
87,97
7,22
7,58
7,58
15
225,5
54,47
54,47
54,47
86,46
86,46
86,46
8,53
8,53
8,53
16
246,5
53,90
53,90
53,90
85,55
85,55
85,55
9,10
9,10
9,10
17
262
51,82
51,82
51,82
82,25
82,25
82,25
11,18
11,18
11,18
18
277,1
49,94
49,94
49,94
79,28
79,28
79,28
13,06
13,06
13,06
19
293,2
48,70
48,70
48,70
77,30
77,30
77,30
14,30
14,30
14,30
Keterangan : Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu kali pengukuran luas penampang saluran
88
Lampiran 6. Perhitungan total waktu pengisian kolam kecil flatbed Panjang saluran (m)
No
Q Aliran Rata-rata(m3/det) A1
A2
Q ratarata (m3/det)
Jumlah flatbed
Volume (m3)
0,0050
0,0050
9
2,815
0,157
A3
Waktu (jam)
1
4
2
22,8
0,0050
0,0050
0,0050
0,0050
17
5,318
0,298
3
27,4
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
27
8,446
0,476
4
43,2
0,0049
0,0049
0,0049
0,0049
24
7,507
0,428
5
65,2
0,0048
0,0048
0,0048
0,0048
24
7,507
0,433
6
81,6
0,0048
0,0048
0,0048
0,0048
24
7,507
0,438
7
87,5
0,0047
0,0047
0,0047
0,0047
24
7,507
0,442
8
104,7
0,0047
0,0047
0,0047
0,0047
19
5,943
0,352
9
120,5
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
24
7,507
0,450
10
136,5
0,0046
0,0046
0,0046
0,0046
26
8,133
0,494
11
153,8
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
27
8,446
0,518
12
170,4
0,0045
0,0045
0,0045
0,0045
27
8,446
0,524
13
188
0,0044
0,0044
0,0044
0,0044
30
9,384
0,592
14
204,1
0,0044
0,0044
0,0044
0,0044
30
9,384
0,596
15
225,5
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
34
10,635
0,685
16
246,5
0,0043
0,0043
0,0043
0,0043
22
6,882
0,447
17
262
0,0041
0,0041
0,0041
0,0041
14
4,379
0,295
18
277,1
0,0040
0,0040
0,0040
0,0040
18
5,630
0,391
19
293,2
0,0038
0,0038
0,0038
0,0038
23
7,194
0,529
Total Waktu (Jam)
8,545
Catatan : Ukuran Flatbed rata-rata (2.3x1,7x0,08) m3.
89
Lampiran 7. Daftar pH dan suhu limbah cair (°C) selama penyaluran pada aplikasi sistem flatbed No
Parameter pH Suhu (°C) 4 8,09 27,24 65,2 8,23 27,34 120,5 8,33 27,38 188 8,39 27,72 246,5 8,52 27,75 293,2 8,58 28,00 349,75 8,60 28,35 406,1 8,63 28,55 465,5 8,65 28,65
Panjang Saluran (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
90
Lampiran 8. Skema aliran limbah cair pada sistem kolam limbah (ponding system) Limbah segar pabrik Kolam Sludge Fit Cooling pond (kolam pendinginan)
(pengutipan minyak)
Kolam An-aerobik I
Kolam An-aerobik II
Kolam Aerobik I
Kolam Aerobik II
Kolam Aerobik II
Rumah pompa
Kolam Aplikasi Menuju lahan aplikasi
Kolam Cadangan
91
Lampiran 9. Daftar Kandungan Bahan Kimia Limbah Cair pada Masing-masing Lokasi Penyaluran Sistem Flat bed
No
1
Parameter Kimia Limbah Cair BOD (Biologycal Oxygen Demand)
2
COD (Biologycal Oxygen Demand)
3
Ammonia (NH3-N)
Lokasi Pengambilan Sampel Satuan
Kolam
Saluran
Saluran
Aplikasi
Inlet
Outlet
mg/l
22
26
26
mg/l
57
84
65
mg/l
11,8
20,31
4,45
92
Lampiran 10. Analisis biaya aplikasi sistem flatbed ANALISIS BIAYA TETAP No
Spesifikasi
Nilai
Rp/tahun
1
Biaya penyusutan Harga awal (P) (Rp)
149.375.000
6.721.875
Harga akhir (Rp)
14.937.500
Umur Ekonomi (tahun)
20
Kolam limbah
Pembuatan Instalasi flatbed Harga awal (P) (Rp)
15.000.000
Harga akhir (Rp)
1.500.000
Umur ekonomis (tahun)
10
1.350.000
Pompa Harga awal (P) (Rp)
36.192.000
Harga akhir (Rp)
3.619.200
Umur ekonomis (N) (Tahun)
8
4.071.600
Panel listrik
Harga awal (Rp)
4.600.000
Harga akhir (Rp)
460.000
Umur ekonomis (Tahun)
5
828.000
Instalasi perpipaan Harga awal (Rp)
121.900.000
Harga akhir (Rp)
12.190.000
Umur ekonomis (Tahun)
20
5.485.500
Rumah pompa (3 x 4 m2) Harga awal (P) (Rp)
10.000.000
Harga akhir (Rp)
1.000.000
Umur ekonomis (Tahun)
20
450.000
Rumah penjaga 1 (6 x 8 meter)
Harga awal (Rp)
25.000.000
Harga akhir (Rp)
2.500.000
Umur ekonomis (Tahun)
20
1.125.000
93
Lampiran 10- (Lanjutan) Penyusutan
Nilai
Rp/Tahun
Rumah penjaga 2(6 x 8 meter) Harga awal (Rp)
25.000.000
Harga akhir (Rp)
2.500.000
Umur ekonomis (Tahun)
1.125.000
20
Gudang (3 x 4 meter) Harga awal (Rp)
10.000.000
Harga akhir (Rp)
1.000.000
Umur ekonomis (Tahun)
450.000
20 21.606.975
Total Bunga modal (i=3.25%/tahun)
2
Kolam limbah Instalasi flat bed
I = (i x P )*(N + 1) /2N
Pompa
2.548.711 268.125 661.635
Panel listrik
89.700
Instalasi perpipaan
2.079.919
Rumah pompa (3 x 4 m2)
170.625
Rumah penjaga 1(6 x 8 meter)
426.563
Rumah penjaga 2(6 x 8 meter)
426.563
Gudang (3 x 4 meter)
170.625
Total Total biaya tetap (BT)
6.842.465 28.449.440
94
Lampiran 10-(Lanjutan) No
ANALISIS BIAYA TIDAK TETAP (Rp/Jam) Perhitungan Daya Motor listrik (Pompa Aplikasi)
Watt
22000
Motor listrik (Pompa Sirkulasi)
Watt
22000
Lampu gudang&rumahpompa
Watt
40
Lampu penerangan instalasi limbah
Watt
100
Lampu penerangan rumah penjaga 1
Watt
5
Watt
10
Spesifikasi
Lampu penerangan rumah penjaga 2 Motor listrik (pompa aplikasi)
Hari pemakaian (Hb)
Nilai
Hari/bulan
8
Motor listrik (pompa sirkulasi)
Hari/bulan
8
Lampu gudang&rumahpompa
Hari/bulan
30
Lampu penerangan instalasi limbah
Hari/bulan
30
Lampu penerangan rumah penjaga 1
Hari/bulan
30
Hari/bulan
30
Lampu penerangan rumah penjaga 2 Motor listrik (pompa aplikasi)
Jam kerja (Jk)
Jam/hari
4
Motor listrik (pompa sirkulasi)
Jam/hari
4
Lampu gudang&rumahpompa
Jam/hari
12
Lampu penerangan instalasi limbah
Jam/hari
10
Lampu penerangan rumah penjaga 1
Jam/hari
12
Lampu penerangan rumah penjaga 2 Motor listrik (pompa aplikasi)
1
Satuan
Jam/hari kwh=Daya*Jk
6
kwh
88
Motor listrik (pompa sirkulasi)
kwh
88
Lampu gudang&rumahpompa
kwh
0,48
Lampu penerangan instalasi limbah
kwh
1
Lampu penerangan rumah penjaga 1
kwh
0,06
Lampu penerangan rumah penjaga 2
kwh
0,06
Biaya listrik Motor listrik (pompa aplikasi) Motor listrik (pompa sirkulasi)
(Rp 932/kwh)(WBP) dan Rp 466/kwh (LWBP)
Rp/hari
41.008
Rp/hari
41.008
Lampu gudang dan rumah pompa
Rp/hari
447
Lampu penerangan instalasi limbah
Rp/hari
932
Lampu penerangan rumah penjaga 1
Rp/hari
56
Lampu penerangan rumah penjaga 2
Rp/hari
56
Motor listrik (pompa aplikasi)
(Rp/hari)/Jk)
Rp/jam
10.252
Motor listrik (pompa sirkulasi)
Rp/jam
10.252
Lampu gudang&rumahpompa
Rp/jam
37
Lampu penerangan instalasi limbah
Rp/jam
93
Lampu penerangan rumah penjaga 1
Rp/jam
5
Lampu penerangan rumah penjaga 2
Rp/jam
9
Total
20.639
95
Lampiran 10-(Lanjutan) 2
Biaya perbaikan dan pemeliharaan Motor listrik (pompa aplikasi)
1.2%*(P - S)/100 Jam
Rp/jam 3.909
Motor listrik (pompa sirkulasi) Lampu gudang dan rumahpompa Lampu penerangan instalasi limbah
(Rp 10.000/bulan)/Hb/Jk)
Rp/jam
313
Rp/jam
28
Lampu penerangan rumah penjaga 1
Rp/jam
33
Lampu penerangan rumah penjaga 2
Rp/jam
28
Total 3
4.310
Biaya operator instalasi flatbed Hari kerja karyawan (Hk)
Penjaga siang
Hari/bulan
30
Hari/bulan
30
karyawan IPAL
Hari/bulan
27
Operator lapangan 1
Hari/bulan
27
Operator lapangan 2
Hari/bulan
27
Operator perbaikan 1
Hari/bulan
27
Operator perbaikan 2
Hari/bulan
27
Jam/hari
12
Penjaga malam
Jam/hari
12
Karyawan IPAL
Jam/hari
8
Operator lapangan 1
Jam/hari
8
Operator lapangan 2
Jam/hari
8
Operator perbaikan 1
Jam/hari
8
Jam/hari
8
Penjaga malam
Jam kerja/hari (Jh)
Penjaga siang
Operator perbaikan 2 Rp. Gaji/Hk/Jh
Penjaga siang
Rp/jam
1.666,667
Penjaga malam
Rp/jam
1.666,667
Karyawan IPAL
Rp/jam
11.111
Operator lapangan 1
Rp/jam
2.777,778
Operator lapangan 2
Rp/jam
2.777,778
Operator perbaikan 1
Rp/jam
2.777,778
Operator perbaikan 2
Rp/jam
2.777,778
Total 4
25.556
Biaya hal-hal khusus Biaya penggantian bearing dan seal
Rp 200.000/6 bulan/Hb/Jk
Total Total biaya tidak tetap (BTT)
Rp/jam
1.042
Rp/jam
833
Rp/Jam
51.338
96
Lampiran 10-(Lanjutan) Spesifikasi 5
Perhitungan
Biaya total (B)
Jam/tahun Rp/jam
Biaya total (B) Biaya pokok (Bp) Kapasitas pompa (k)
Nilai
B = (BT/x ) + BTT
Perkiraan jam kerja pompa/tahun (x)
6
Satuan
384 125.425
Bp = B/k Liter/jam
Biaya pokok (Bp)
Rp/liter
18.000
7
97
Lampiran 11. Analisis biaya aplikasi sistem traktor-tangki No
Spesifikasi
1
ANALISIS BIAYA TETAP MESIN POMPA Nilai
Rp/tahun
Biaya penyusutan Kolam limbah Harga awal (P) (Rp) Harga akhir (Rp)
50.000.000
2.250.000
5.000.000
Umur ekonomis (N) (tahun)
20
Pompa Harga awal (Rp)
3.000.000
Harga akhir (Rp)
300.000
Umur ekonomis (tahun)
337.500
8
Bangunan dan garasi (10 x 10 meter) Harga awal (Rp)
10.000.000
Harga akhir (Rp)
1.000.000
Umur ekonomis (Tahun)
20 3.037.500
Total
2
450.000
Bunga modal (i=3.25%/tahun) I = (i x P )*(N + 1) /2N
Kolam limbah Pompa Bangunan dan garasi (10 x 10 meter)
853.125 54.844 170.625
Total
1.078.594
Total biaya tetap (BT1)
4.116.094
98
Lampiran 11-(Lanjutan) No
ANALISIS BIAYA TETAP TRAKTOR Nilai
Spesifikasi
1
Rp/tahun
Biaya penyusutan Kolam limbah Harga awal (P) (Rp)
50.000.000
Harga akhir (Rp)
2.250.000
5.000.000
Umur ekonomis (N) (tahun)
20
Traktor Harga awal (Rp)
150.000.000
Harga akhir (Rp)
15.000.000
Umur ekonomis (Tahun)
13.500.000
10
Tangki Harga awal (Rp)
2.000.000
Harga akhir (Rp)
200.000
Umur ekonomis (Tahun)
180.000
10
Bangunan dan garasi (10 x 10 meter) Harga awal (Rp)
10.000.000
Harga akhir (Rp)
1.000.000
Umur ekonomis (Tahun)
20 16.380.000
Total 2
450.000
Bunga modal (i=3.25%/tahun) I = (i x P )*(N + 1) /2N
Kolam limbah
853.125
Traktor
2.681.250
Tangki
35.750
Bangunan dan garasi (10 x 10 meter) Total Total biaya tetap (BT2)
170.625 3.740.750 4.593.875
99
Lampiran 11-(Lanjutan) ANALISIS BIAYA TIDAK TETAP POMPA (Rp/Jam) No 1
Spesifikasi Pompa
Perhitungan Daya
Harga pompa (P) (Pp)
Satuan watt
Nilai 10
Rp
3.000.000
Harga akhir pompa (Sp)
Rp
300.000
Jam kerja pompa per hari (Jp)
Jam/hari
motor listrik (Eh)
Energi harian pompa
kwh
4 0,04
Hari kerja pompa per bulan
hari/bulan
8
Hari kerja pomp per tahun
hari/tahun
96
Total jam kerja pompa per tahun
jam/tahun
384
Jam kerja operator per hari (jh)
jam/hari
hari kerja operator per bulan (hb)
hari/bulan
4 24
Biaya tidak tetap Motor listrik pompa Biaya perbaikan dan pemeliharaan pompa Upah tenaga kerja 1 (2 orang) Upah tenaga kerja 2(2orang) Total biaya tidak tetap (BTT1)
Rp 466/kwh *Eh/Jp 1,2%*(PpSp)/100 jam Rp Gaji/bulan/jh/hb
Rp/jam
4,66
Rp/jam
324
Rp/jam
12.500
Rp/jam
12.500
Rp/jam
25.329
100
Lampiran 11-(Lanjutan) ANALISIS BIAYA TIDAK TETAP TRAKTOR (Rp/Jam) Perhitungan Satuan
No 1
Nilai
Traktor
Daya
Hp
115
Traktor (P) Konsumsi bahan bakar traktor Konsumsi bahan bakar traktor (bb)
Harga
Rp
150.000.000
Untuk kerja normal
liter/Hp/jam
0,12
liter/jam
13,8
Jam kerja traktor per hari
Jam/hari
9
Hari kerja traktor per bulan
hari/bulan
8
Hari kerja traktor per tahun Total Jam kerja traktor per tahun
hari/tahun
96
jam/tahun
864
Konsumsi oli/pelumas (bp) Jam kerja operator per hari (jh) hari kerja operator per bulan (hb)
liter/jam
0,095
jam/hari
9
Biaya tidak tetap Konsumsi bahan bakar traktor Konsumsi pelumas Biaya perbaikan dan pemeliharaan traktor Upah tenaga kerja 1
hari/bulan
Rp 4500/liter*bb
Rp/jam
62.100
Rp 25000/liter*bp
Rp/jam
2.375
1,2%*P/100 Jam Rp Gaji/bulan/jh/hb
Rp/jam
18.000
Rp/jam
5.556
Rp/jam
5.556
Rp/jam
27.778
Rp/jam
121.364
Upah tenaga kerja 2
Biaya penggantian ban Total biaya tidak tetap (BTT2)
24
Biaya penggantian ban/jam kerja traktor per tahun
101
Lampiran 11-(Lanjutan) No 1
2
ANALISIS BIAYA POKOK SISTEM TRAKTOR-TANGKI Perkiraan jam kerja per tahun (x) Perkiraan jam kerja pompa per tahun (x1) jam/tahun Perkiraan jam kerja traktor per tahun (x2) jam/tahun
384 864
Kapasitas mesin (k) Kapasitas Pompa (k1)
Liter/jam
18.000
Kapasitas Traktor (k2)
Liter/jam
7.273
Biaya pokok (Bp)
((BT1/x1)+BTT1)/k1 + ((BT2/x2)+BTT2)/k2))
Rp/liter
19
102