ANALISA DAN EVALUASI SIMPANG TAK BERSINYAL PADA JALAN IR. H. JUANDA DAN JALAN PAHLAWAN, CIPUTAT* Ganda Irwanto Binus University, Jl. KH. Syahdan No. 9 Kemanggisan Jakarta Barat, 5345830,
[email protected] Ganda Irwanto, Eduardi Prahara ABSTRAK Kepadatan lalu lintas di sepanjang ruas Jalan Ir. H. Juanda, Ciputat semakin diperparah dengan adanya simpang tak bersinyal bernama Simpang Gintung. Simpang yang dulunya mempunyai lampu lalu lintas ini memiliki nilai derajat kejenuhan (DS) yang sangat tinggi pada semua jam puncak setelah dilakukan analisa menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, dengan nilai terendah sebesar 1,099 dan tertinggi mencapai 1,784, dimana batas kejenuhan suatu simpang adalah 0,85. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan evaluasi simpang demi mengurangi angka kepadatan simpang. Alternatif pertama dengan memperlebar kaki simpang, pemasangan rambu larangan berhenti, dan larangan belok kanan langsung pada volume kendaraan arah belok kanan tertinggi yang menghasilkan penurunan DS sebesar 20-38%. Pada alternatif kedua dilakukan pemasangan sinyal lalu lintas, namun hasil perhitungan menunjukkan nilai waktu hijau yang negatif sehingga perlu dilakukan penambahan indikator berupa pelebaran kaki simpang dan pemasangan rambu larangan berhenti yang direpresentasikan pada alternatif ketiga, yang menghasilkan nilai DS terendah 0,493 dan tertinggi 1,025. Sedangkan pada alternatif keempat dilakukan pembangunan simpang tak sebidang untuk arah lurus jalan utama dan pemberlakuan simpang bersinyal untuk arah belok kanan yang tentunya menghasilkan DS yang lebih kecil dari tiga alternatif sebelumnya pada semua jam puncak dengan nilai DS tertinggi hanya sebesar 0,824. Sehingga persyaratan batas jenuh berdasarkan MKJI 1997 sudah tercapai. Kata kunci : Simpang tak bersinyal, MKJI 1997, derajat kejenuhan.
PENDAHULUAN Pada awalnya Simpang Gintung merupakan suatu simpang bersinyal, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petugas dari Dinas Perhubungan dan pihak kepolisian dari Polsek Ciputat yang biasanya diturunkan untuk menangani pengaturan lalu lintas ini, sudah sejak akhir tahun 90-an sinyal lalu lintas mengalami kerusakan dan tidak dapat dioperasikan lagi, diakibatkan oleh adanya suatu hal non-teknis berupa vandalisme. Sampai saat ini tidak ada penanganan dari pihakpihak terkait sama sekali. Sementara itu, Simpang Gintung merupakan salah satu penyebab antrian kendaraan yang cukup panjang akibat adanya konflik persilangan kendaraan dari Jalan Pahlawan (arah Rempoa) menuju Jalan Ir. H. Juanda (arah Ciputat) juga Jalan Ir. H. Juanda (arah Lebak Bulus) menuju Jalan Pahlawan (arah Rempoa) terutama pada jam-jam puncak kendaraan.Sebelumnya tidak pernah ada penelitian yang dilakukan pada simpang ini, khususnya menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sangat up to date karena merupakan hasil survei volume kendaraan dan geometri simpang secarang langsung.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa besar nilai derajat kejenuhan yang merupakan suatu indikator kepadatan lalu lintas dan melakukan evaluasi serta mencari solusi alternatif sebagai upaya peningkatan kinerja simpang
METODE PENELITIAN Tahap awal yang dilakukan pada penelitian ini yaitu mencari suatu permasalahan yang terjadi pada sektor transportasi di salah satu wilayah penyangga Ibukota. Setelah mengidentifikasi masalah yang terjadi, maka objek penelitian yang dipilih ada pada Simpang Gintung yang merupakan simpang tiga tak bersinyal dimana Jalan Ir. H. Juanda, Ciputat sebagai jalan utama/mayor dan Jalan Pahlawan, Rempoa sebagai jalan minor. Titik persimpangan ini mempunyai tingkat kemacetan yang cukup tinggi dan biasa terjadi pada jam-jam puncak kendaraan baik pada pagi hari, siang hari, maupun sore hari. Langkah selanjutnya adalah melakukan studi literatur berdasarkan peng-identifikasian masalah yang *Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
terjadi.Tahapan berikutnya adalah pencarian dan pengumpulan data menggunakan data primer. Data primer merupakan suatu data yang didapat langsung dengan melakukan survei pada lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan analisa data berdasarkan kondisi awal hasil dari data primer, setelah itu data dapat diolah yang menghasilkan evaluasi dengan 4 alternatif. Apabila telah diketahui hasil dari 4 buah evaluasi alternatif, maka dapat dilakukan pemilihan alternatif dengan hasil terbaik. Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan berdasarkan pembahasan serta hasil yang didapat disertai saran untuk keperluan pengembangan penelitian lebih lanjut.
Gambar 1 Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN BAHASAN Analisa Derajat Kejenuhan Kondisi Awal Simpang Berdasarkan hasil survei volume kendaraan pada jam puncak pagi, siang, dan sore pada tanggal 22 April 2014 yang mewakili weekday dan 3 Mei 2014 yang mewakili weekend, maka dapat dilakukan perhitungan kapasitas dan derajat kejenuhan (DS) dengan menggunakan formulir USIG I dan II pada MKJI 1997 dengan hasil sebagai berikut: Tabel 1Hasil Analisa Kapasitas, Arus Lalu Lintas, dan Derajat Kejenuhan pada Kondisi Awal Pekan
Weekday
Jam Puncak
Kapasitas (SMP/Jam)
Arus Lalu Lintas (SMP/Jam)
Derajat Kejenuhan
Pagi
4634,333
7684,9
1,658
Siang
4776,279
5248,6
1,099
Sore
4328,061
7722,4
1,784
*Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Weekend
Pagi
4685,845
6232,8
1,330
Siang
4701.268
5838.9
1,242
Sore
4524,982
6863,4
1,517
Hasil analisa menunjukkan besar arus lalu lintas yang sangat tinggi dan tidak sebanding dengan kapasitas simpangnya membuat nilai dari derajat kejenuhan melebihi batas yang telah ditetapkan oleh MKJI 1997 yaitu sebesar 0,85 untuk semua jam puncak baik weekday maupun weekend. Oleh karena itu, diperlukan sebuah evaluasi dengan melakukan perbaikan simpang demi menurunkan angka derajat kejenuhan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh MKJI 1997.
Evaluasi Simpang Alternatif 1 Pada evaluasi ini, dilakukan penambahan lebar pendekat (WENTRY dan WEXIT) pada jalan utama (1,5 m – 1,7 m) dan jalan minor (1 m) ditambah rambu larangan berhenti pada area simpang untuk mengurangi rasio hambatan samping, serta larangan pergerakan kendaraan arah belok kanan berdasarkan volume kendaraan arah belok kanan tertinggi (berdasarkan survei yaitu dari arah Rempoa menuju Ciputat).
Gambar 2 Skema Simpang Hasil Evaluasi Alternatif 1 Berikut ini merupakan hasil perbandingan nilai DS pada kondisi awal dengan DS setelah dilakukan perbaikan simpang pada evaluasi alternatif 1: Tabel 2 Perbandingan Derajat Kejenuhan Kondisi Awal dengan Hasil Evaluasi Alternatif 1 Pekan Awal Pekan
Akhir Pekan
Jam Puncak Pagi
DS Kondisi Awal 1,658
DS Alternatif 1 1,326
Siang
1,099
0,848
Sore
1,784
1,160
Pagi
1,312
1,017
Siang
1,242
0,956
Sore
1,529
1,109
Walaupun terjadi penurunan dibandingkan saat kondisi awal, nilai derajat kejenuhan yang telah mencapai target sesuai dengan batas jenuh kepadatan simpang sesuai persyaratan MKJI 1997 hanya terjadi pada saat jam puncak siang weekday yaitu 0,848 < 0,85. Selain dari itu, nilai derajat kejenuhannya masih lebih besar dari 0,85 yang menandakan kepadatan simpang masih cukup tinggi.
Evaluasi Simpang Alternatif 2 Penggunaan sinyal lalu lintas merupakan salah satu alternatif apabila perbaikan simpang tanpa sinyal masih belum efektif dalam menekan kepadatan simpang yang ditunjukkan oleh tingginya besar derajat kejenuhan. Indonesia merupakan salah satu Negara yang dalam pengoperasian lampu lalu lintasnya *Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
berupa permitted operation, dimana lampu lalu lintas dalam putaran yang konstan dan mempunyai siklus yang sama dengan panjang siklus serta fase yang tetap. Sehingga, perhitungan lama waktu hijau berdasarkan volume kendaraan tertinggi akan menjadi waktu hijau yang tetap dan konstan didalam pengimplementasiannya di lapangan setiap harinya. Dari hasil survei yang dilakukan, volume kendaraan tertinggi terjadi pada jam puncak pagi (weekday), sehingga akan dijadikan dasar perhitungan dalam menentukan waktu hijau untuk selanjutnya dijadikan waktu hijau tetap setiap hari pada Simpang Gintung. Sementara itu, jumlah fase yang digunakan adalah 3 fase seperti pada Gambar 3 berikut ini:
Gambar 3 Rencana Rancangan Fase Lalu Lintas Dengan menggunakan formulir SIG IV pada MKJI 1997, didapat besar waktu hijau pada semua pendekat sebagai berikut: Tabel 3Hasil Analisa Waktu Hijau Pada Evaluasi Alternatif 2 Kode Pendekat B T-ST T-RT U
Rumus
gi = (cua – LTI) × PRi
Waktu Hijau -95,944 -95,944 -23,089 -50,924
Dengan waktu hijau negatif tersebut, maka perhitungan antrian kendaraan dan tundaan simpang menjadi tidak lagi efektif. Selain itu, waktu hijau ini sudah tentu tidak dapat untuk diaplikasikan di lapangan. Sehingga, perlu indikator-indikator lain selain hanya pemasangan sinyal lalu lintas saja.
Evaluasi Simpang Alternatif 3 Pada evaluasi ini, selain penggunaan sinyal lalu lintas (3 fase) juga ditambah dengan indikatorindikator lain seperti pada pembahasan sebelumnya, yaitu pemasangan rambu larangan berhenti untuk mengurangi rasio hambatan samping serta penambahan lebar pendekat (WENTRY dan WEXIT) jalan utama dan jalan minor (sama seperti pada evaluasi simpang alternatif 1).Berikut ini adalah skema pergerakan kendaraan berdasarkan masing-masing fasenya:
Gambar 4 Skema pergerakan kendaraan pada fase 1
*Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Gambar 5 Skema pergerakan kendaraan pada fase 2
Gambar 6Skema pergerakan kendaraan pada fase 3 Dengan perhitungan yang sama dengan evaluasi alternatif 2, maka berikut adalah hasil waktu hijau sebelum dan sesudah disesuaikan: Tabel 4 Waktu Hijau Sebelum dan Sesudah Disesuaikan
B
Waktu Hijau Sebelum Disesuaikan (detik) 116,84
Waktu Hijau Sesudah Disesuaikan (detik) 120
T-ST
116,84
120
T-RT
28,945
30
U
58,139
70
Kode Pendekat
Dengan menggunakan lama waktu hijau yang disesuaikan, jika mengacu pada DS hasil analisa di kondisi awal, maka didapatkan penurunan nilai DS yang tentunya akan berbanding lurus dengan penurunan angka kepadatan lalu lintas pada Simpang Gintung dengan menggunakan evaluasi alternatif 3 ini. Namun apabila melihat kembali persyaratan yang telah ditetapkan oleh MKJI 1997 dimana nilai DS harus < 0,85, maka perbaikan simpang alternatif 3 ini masih belum memenuh syarat tersebut karena di beberapa pendekat masih terdapat angka yang melebihi 0,85. Berikut adalah hasil analisa DS menggunakan evaluasi alternatif 3:
*Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 5 Perbandingan Derajat Kejenuhan Kondisi Awal dengan Hasil Evaluasi Alternatif 3
Pekan
Jam Puncak
Kode Pendekat
DS Kondisi Awal
B Pagi
Weekday
Siang
Sore
T-ST T-RT
DS* Evaluasi Alternatif 3
Pekan
DS Kondisi Awal
0,990 1,658
DS* Evaluasi Alternatif 3 0,733
0,493
1,312
0,981
0,515 0,386
U
0,844
0,629
B
0,685
0,705
T-ST T-RT
1,099
0,513 0,566
Weekend
1,242
0,571 0,719
U
0,758
0,882
B
0,688
0,842
T-ST T-RT
1,784
U
0,793 0,807
1,529
1,025
0,610 0,594 0,848
* DS berdasarkan waktu hijau yang disesuaikan
Evaluasi Simpang Alternatif 4 Pada evaluasi inidigunakan simpang tak sebidang berupa underpass untuk kendaraan arah lurus pada jalan utama, sementara itu untuk arah gerakan belok kanan tetap menggunakan simpang sebidang bersinyal.
Gambar 7Sketsa Simpang Tak Sebidangpada Simpang Gintung Rekayasa lalu lintas dengan menggunakan kombinasi antara simpang tak sebidang dan simpang bersinyal ini menghasilkan penurunan DS paling tinggi dibandingkan dengan beberapa evaluasi sebelumnya. Selain itu berdasarkan standar MKJI 1997, maka sudah tidak lagi ditemukan DS > 0.85 pada evaluasi alternatif 4 ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari semua evaluasi simpang yang dilakukan, maka evaluasi alternatif 4 adalah yang paling baik dalam meningkatkan kinerja kapasitas simpangnya. Berikut ini adalah hasil perbandingan DS kondisi awal dengan DS hasil evaluasi alternatif 4:
*Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 6 Perbandingan Derajat Kejenuhan Kondisi Awal dengan Hasil Evaluasi Alternatif 4
Pekan
Jam Puncak
Kode Pendekat
DS Kondisi Awal
B Pagi
Weekday
Siang
Sore
T-ST T-RT
DS* Evaluasi Alternatif 3
Pekan
DS Kondisi Awal
0,763 1,658
DS* Evaluasi Alternatif 4 0,804
0,041
1,312
0,808
0,050 0,318
U
0,679
0,506
B
0,798
0,716
T-ST T-RT
1,099
0,090 0,467
Weekend
1,242
0,085 0,592
U
0,610
0,709
B
0,606
0,720
T-ST T-RT
1,784
U
0,089 0,665 0,824
1,529
0,089 0,489 0,682
* DS berdasarkan waktu hijau yang disesuaikan
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisa dan evaluasi simpang yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Kondisi awal simpang mempunyai DS yang sangat tinggi, dimana DS tertinggi terjadi pada saat jam puncak sore weekday dengan nilai DS = 1,784 yang diakibatkan oleh tingginya arah belok kanan pada jalan minor hingga sebesar 1857 kend/jam atau 1041,2 smp/jam. Sedangkan DS terendah terjadi saat jam puncak siang weekday dimana DS hanya sebesar 1,099. Hasil tersebutjauh melebihi DS berdasarkan syarat MKJI 1997 yaitu < 0,85 sehingga diperlukan evaluasi perbaikan simpang untuk meningkatkan kinerja simpang. b. Berdasarkan hasil evaluasi alternatif 1-4, maka yang dapat memenuhi persyaratan MKJI 1997 dengan DS < 0,85 hanya pada evaluasi alternatif 4 saja yang juga memiliki besar penurunan DS tertinggi dibandingkan dengan kondisi awal. Oleh karena itu, kombinasi pembangunan simpang tak sebidang dengan simpang bersinyal dapat dijadikan solusi alternatif terbaik pada Simpang Gintung. Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah : a. Dapat dilakukan penambahan hari dan waktu survei volume kendaraan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat lagi. b. Diperlukan pembahasan mengenai studi kelayakan serta kajian menyeluruh dan mendalam pada simpang tak sebidang, dalam hal ini adalahunderpass, disamping hanya pada aspek teknik lalu lintasnya, misalnya seperti aspek teknis, ekonomi, lingkungan, dan lain-lain.
REFERENSI Andriani. (2011). Studi Kelayakan Pembangunan Fly Over pada Persimpangan Permata Hijau Dilihat dari Segi Lalu Lintas dan Ekonomi Jalan Raya.Skripsi, Jakarta: Program Prasarjana Universitas Bina Nusantara. Aqsha, R. M. (2009). Kajian Kinerja Persimpangan Tidak Bersignal Pada Persimpangan Jalan Soekarno-Hatta-Jenderal Sudirman-Jalan Cut Nyak Dien. Skripsi, Medan: Program Prasarjana Universitas Sumatera Utara. Direktorat Jenderal Bina Marga. (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). SWEROAD, PT. Bina Karya (Persero) Islami, F. (2012). Analisis Kinerja Simpang Jl. Dr. Setiabudhi – Jl. Sersan Bajuri, Bandung. Skripsi, Bandung: Program Prasarjana Institut Teknologi Bandung. Julianto, E. N. (2007). Analisis Kinerja Simpang Bersinyal Simpang Bangkong dan Simpang Milo Semarang Berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar Minyak.Thesis, Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. *Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Khisty, C. J., Lall, K. (2006). Dasar-dasar Rekayasa Transportasi. Jakarta: Erlangga. Munawar, S. (2004). Manajemen Lalu Lintas Perkotaan. Sleman: Beta Offset Putranto, L. S. (2007). Rekayasa Lalu Lintas. Jakarta: Indeks RSNI Standar Nasional Indonesia. (2004). Geometri Jalan Perkotaan. Badan Standardisasi Nasional Sugiharti, P., Widodo, W. (2013). Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal (Studi Kasus: Simpang 3 Tak Bersinyal Jl. Raya Seturan-Jl. Raya Babarsari-Jl. Kledokan, Depok, Sleman, Yogyakarta). Skripsi, Yogyakarta: Program Prasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tamin, Ofyar Z. (2008). Perencanaan, Pemodelan, dan Rekayasa Transportasi. Bandung: Penerbit ITB Transportation Research Board. (2000). Highway Capacity Manual. National Research Council Wikipedia. 2014. Lalu Lintas. April-20-2014.http://id.wikipedia.org/wiki/Lalu_lintas Wisnhukoro. (2008). Analisis Simpang Empat Tak Bersinyal dengan Menggunakan Manajemen Lalu Lintas.Skripsi, Yogyakarta: Program Prasarjana Universitas Islam Indonesia.
RIWAYAT HIDUP Ganda Irwanto lahir di Jakarta pada tanggal 22 Desember 1991, Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam Bidang Teknik Sipil pada tahun 2014.
*Analisa dan Evaluasi Simpang Tak Bersinyal Pada Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Pahlawan, Ciputat Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997