Aktivitas Hipoglikemik Steviosida dari Tanaman Stevia rebaudiana (Bert.) terhadap Tikus Wistar Jantan yang Dibebani Glukosa Hypoglycemic Effect of Stevioside from Stevia rebaudiana (Bert.) on Male Wistar Rat PreLoaded with Glucose November Rianto Aminu, Yohanes Martono, Hartati Soetjipto Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga, Indonesia 50711 (
[email protected])
PENDAHULUAN Steviosida adalah senyawa alam yang termasuk dalam golongan terpen (Gambar 1). Senyawa ini memiliki rasa yang sangat manis, 250 – 300 kali lebih manis dari sukrosa (gula tebu), serta rendah kalori (Chatsudthipong, 2009). Menurut Philip (1987), senyawa steviosida dari tanaman tersebut mempunyai potensi, fungsi, dan karakteristik pemanis yang lebih besar dari jenis-jenis pemanis lainnya. Selain itu, steviosida juga mempunyai sifat hipoglikemik yang berarti (Djas, 2005), sehingga dapat dipergunakan sebagai alternatif pencegahan dan terapi penyakit diabetes mellitus.
- Glc
O
- Glc (2 - 1)
CH2
CH3 H
H3C Glc
H
O
O
Gambar 1 Struktur Kimia Steviosida Diabetes merupakan penyakit yang bukan hanya dikarenakan mengkonsumsi makanan yang manis atau gula berlebih, namun lebih disebabkan oleh kelebihan kalori dalam tubuh (Smith. 2003). Makanan yang kita konsumsi akan disimpan dalam tubuh sebagai kalori. Pada penderita diabetes, pola makan tidak terkontrol akan meningkatkan 1
2
kadar glukosa dalam darah karena terjadinya resistensi insulin yang dikarenakan berlebihnya kalori rubuh. Insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas dalam tubuh berperan sebagai pembuka reseptor sel sehingga glukosa bisa masuk. Glukosa (gula) yang berlebih dalam aliran darah dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi yang jauh lebih berbahaya, diantaranya hiperglikemia, penyakit jantung koroner, stroke, gangguan syaraf, ginjal, impotensi atau kebutaan (Darmowijojo dalam Anna, 2011). Steviosida dalam tubuh bekerja dengan cara meningkatkan produksi hormon insulin dan sensitivitasnya. Peningkatan hormon insulin menyebabkan berkurangnya kadar glukosa dalam plasma darah. Senyawa ini juga menghambat penyerapan glukosa pada usus dan pembentukan glukosa pada hati dengan mengubah aktivitas sejumlah enzim yang berperan dalam sintesa glukosa, sehingga kadar glukosa dalam plasma darah berkurang (Chatsudthipong, 2009). Pada umumnya, pemanis rendah kalori yang tersedia dipasaran adalah pemanis buatan. Pemanis buatan ini memang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rendah kalori namun memiliki sifat karsinogen (Wijaya. 2010), karena itu perlu adanya alternatif pemanis lain yang memiliki tingkat kemanisan tinggi, rendah kalori dan tidak bersifat karsinogen. Penelitian ini menawarkan alternatif penggunaan steviosida yang berasal dari tanaman Stevia rebaudiana (Bert.) sebagai pemanis. Di Indonesia, tanaman ini belum banyak dikembangkan dan hanya dimanfaatkan dalam bentuk mentahnya saja.Tanaman tersebut dapat ditemukan di daerah Bogor, Bandungan dan Tawangmangu. Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan metode kristalisasi steviosida berbasis air menggunakan stevia varietas Tawangmangu dan diperoleh kristal steviosida dengan % yield maksimal sebesar 6,25%. Kristal yang diperoleh mengandung steviosida 92,97% serta memiliki sifat mudah larut air (Martono, 2011) Penelitian yang dilakukan Darmawan (2012) dengan menggunakan varietas stevia Bandungan diperoleh % yield sebesar kristal sebesar 1,23% dengan kandungan steviosida 93,17%. Pada kedua penelitian tersebut belum dilakukan pengujian aktivitas hipoglikemik. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menentukan kadar steviosida dalam kristal yang digunakan dan kelarutannya dalam air, serta menguji aktivitas hipoglikemik dari kristal steviosida.
3
METODE PENELITIAN Bahan Setviosida yang dipergunakan adalah steviosida yang telah dikristalkan sebelumnya dari tanaman Stevia rebaudiana (Bert.) yang diperoleh dari Tawangmangu, Karanganyar, yang selanjutnya disebut varietas Tawangmangu dan kristal steviosida yang diperoleh dari Bandungan, Jawa Tengah, yang kemudian disebut varietas Bandungan. Hewan uji, tikus putih jantan galur Wistar usia ± 2 bulan, diperoleh dari peternakan tikus putih dan mencit “Mister TIPUT”, Semarang. Bahan yang dipergunakan antara lain akuades, akuabides, asetonitril (HPLC, Merck, Jerman), metanol (HPLC, Merck, Jerman), maltodextrin DE 35-40, glukosa, gula pasir (sukrosa), gula rendah kalori merk “X”, NaEDTA, dan reagen uji glucose oxidase (DiaSys, Jerman)
Piranti Piranti yang dipergunakan antara lain: HPLC Smart Line Knauer
(Jerman),
spektrofotometer
Shimadzu UV Mini 240, hand refractometer N1 (Atago, Jepang), swing typecentrifuge model C40N (Jepang), peralatan suntik, sonde lambung, dan satu set piranti gelas. Analisa Kristal Steviosida dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Martono, 2011) Kuantifikasi steviosida menggunakan KCKT. Kondisi oprasional yang dipergunakan adalah fase diam RP C18 ( 150 x 4.6mm, 5µm) dan fase gerak asetonitril dan air dengan flow rate 1,5 ml/menit. Elusi fase gerak dilakukan secara isokratik menggunakan pelarut (A) air : methanol (70:20 v/v). 76% dan (B) asetonitril 24%. Volume sampel yang diinjeksikan sebesar 20 µl. Deteksi pemisahan menggunakan detektor UV Smart Line Knauer pada panjang gelombang 217 nm. Analisis Kristal Steviosida dari Ekstrak secara Spektroskopi Kristal steviosida dilarutkan dalam pelarut akuades. Larutan dilihat pola serapan cahayanya pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Pengukuran Indeks Refraksi Kristal steviosida varietas Tawangmangu dilarutkan dalam pelarut akuades dengan konsentrasi 0,5, 0,4, 0,3, 0,2, dan 0,1%. Kelima larutan tersebut diukur indeks refraksinya
4
menggunakan refractometer. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan indeks refraksi gula pasir dan kristal steviosida varietas Bandungan, dengan konsentrasi yang sama. Uji Toleransi Glukosa (Sujono, 2005) Hewan uji tikus putih dikelompokkan menjadi 6 kelompok perlakuan. Subyek uji dipuasakan (12-18 jam) dengan tetap diberi minum ad libitum, terlebih dahulu sebelum perlakuan. Pembagian kelompok sebagai berikut : kelompok negatif hewan uji diberi akuades, kelompok positif diberi larutan gula rendah kalori merk “X” yang mengandung aspartam. Perlakuan 1 dan 2 berturut – turut diberi pemanis steviosida varietas Tawangmangu dengan dosis 0,35 dan 0,7 mg/kgbb, sedangkan perlakuan 3 dan 4 berturut – turut diberi pemanis steviosida varietas Bandungan dengan dosis 0,3, dan 0,7 mg/kgbb. Semua kelompok mendapat pembebanan glukosa dengan pemberian glukosa 50%, 5 ml/kgbb pada menit 45 setelah pemberian perlakuan. Setelah pemberian beban glukosa, cuplikan darah diambil dari vena lateralis ekor tikus sebanyak 0,1 – 0,2 ml pada menit ke -45; 0; 45; 90; dan 135. Darah yang diperoleh kemudian ditambahkan larutan anti penggumpal (NaEDTA 5%) kemudian dipusingkan dengan menggunakan centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Larutan bening (plasma) diambil untuk pengukuran kadar glukosa darah. Pengukuran Kadar Glukosa Darah (Srikanth, 2004 yang dimodifikasi) Pengukuran kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode enzimatis menggunakan pereaksi glucose oxidase. 10 µl sampel/standar glukosa ditambahkan 1,0 ml pereaksi glucose oxidase kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 370C. Pengukuran absorbansi dilakukan setiap 10 menit dalam selang waktu 60 menit pada panjang gelombang 546 nm. Perhitungan kadar glukosa darah dengan rumus: (1) Keterangan
: ∆A sampel = Absorbansi sampel ∆A standar = Absorbansi standar
Analisa Data Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah kelompok positif (diberikan
5
gula rendah kalori merk “X”), negatif (diberikan akuades), dan pemanis steviosida varietas Tawangmangu dan Bandungan dengan dosis 0,3, dan 0,7 mg/kgbb untuk masing – masing varietas. Sebagai kelompok adalah waktu pengambilan data. Pengujian beda antar perlakuan digunakan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan tingkat kebermaknaan 5% Data kuantitatif kadar glukosa darah dibuat kurva hubungan antara glukosa darah (mg/dl) per satuan waktu pengamatan (menit). Berdasarkan kurva tersebut, kemudian dihitung “Area Under Curve
-45-135”
atau AUC
-45-135
dari masing-masing hewan uji tiap
kelompok menggunakan aplikasi Graph 4.3.0.384. Prosentase penurunan kadar glukosa darah (%PKGD) setiap perlakuan dihitung dengan mengurangi nilai AUC negatif dengan perlakuan, kemudian hasilnya dibagi AUC
-45-135
-45-135
kontrol
kontrol negatif dikalikan
100%. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Penentuan Kadar Steviosida dalam Kristal Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Spektroskopi Kristal steviosida varietas Tawangmangu dengan % yield sebesar 6,25% (Martono, 2011), diidentifikasi dan dianalisis kadar steviosidanya menggunakan KCKT. Hasil identifikasi
steviosida
yang
diperoleh
dari
varietas
stevia
yang
ditanam
Tawangmangudapat dilihat pada Gambar 1.
(A) (B) Gambar 1Kromatogram Kristal Steviosida Varietas Tawangmangu Keterangan: Kromatogram [A].Standar Steviosida (tR = 9,900) Kromatogram [B]. Steviosida Varietas Tawangmangu (tR = 9,967)
di
6
Pada Gambar 1 (A), Standard steviosida terdeteksi pada waktu retensi (tR) 9,900 ditunjukan dengan peak nomor 1. Gambar 1 (B) menunjukkan adanya kandungan steviosida yang terdeteksi pada tr 9,967 (peak nomor 1). Berdasarkan hasil perhitungan, kadar steviosida yang terkandung pada sampel ini sebesar 52,24%. Kadar ini telah menurun bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dimana kadar steviosida yang terkandung dalam sampel tersebut sebesar 92,97% (Martono, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa kristal steviosida varietas Tawangmangu telah mengalami degradasi. Kristal steviosida varietas Bandungan yang diidentifikasi dan dianalisis kadar steviosidanya memiliki % yield sebesar 1,23% (Darmawan, 2012). Hasil indentifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. Standar steviosida, pada Gambar 2 (A), terdeteksi pada tR 12,117 (peak nomor 1 pada kromatogram). Steviosida pada sampel yang diperoleh dari stevia yang ditanam di Bandungan terdeteksi pada tR 13,833 (peak nomor 2 gambar 2 (B)). Kadar steviosida yang terkandung dalam kristal ini sebesar 93.17%.
(A)
(B)
Gambar 2 Kromatogram Kristal Steviosida Varietas Bandungan Keterangan: Kromatogram [A].Standar Steviosida (tR = 12,117) Kromatogram[B]. Steviosida Varietas Bandungan (tR = 13,833)
Hasil identifikasi dan analisa dengan KCKT ini diperkuat juga dengan identifikasi menggunakan spektroskopi. Spektra dapat dilihat pada Gambar 3.
7
(A)
(B) (C) Gambar 3Spektra kristal steviosida Keterangan : [A] Standar Steviosida [B] Steviosida Varietas Tawangmangu, [C] Steviosida Varietas Bandungan
Berdasarkan hasil identifikasi ini terlihat pola spektra sampel mirip dengan standar. Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung steviosida. Kelarutan Steviosida dalam Air Kristal Steviosida dan steviosida yang telah diformulasi menjadi pemanis dengan maltodextrin (kristal steviosida : maltodextrin = 0,05 : 0,75) (Martono, 2011) yang diperoleh kemudian diuji kelarutannya berdasarkan indeks refraksi dengan menggunakan refractometer. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran indeks refraksi gula tebu (sukrosa) pada konsentrasi yang sama (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Pengukuran Indeks Refraksi Kristal Steviosida dan Sukrosa Konsentrasi (% b/v)
Indeks Refraksi (% Brix)± SE Sukrosa
Steviosida (T)
Steviosida (B)
Pemanis (PT)
Pemanis (PB)
0,1
0,0 ± 0,00
0,0 ± 0,00
0,0 ± 0,00
0,1 ± 0,07
0,0 ± 0,00
0,2
0,1 ± 0,07
0,1 ± 0,07
0,0 ± 0,00
0,3 ± 0,07
0,1 ± 0,07
0,3
0,3 ± 0,07
0,2 ± 0,00
0,2 ± 0,00
0,3 ± 0,07
0,3 ± 0,07
0,4
0,3 ± 0,07
0,2 ± 0,00
0,3 ± 0,07
0,3 ± 0,07
0,4 ± 0,00
0,5
0,5 ± 0,07
0,2 ± 0,00
0,5 ± 0,07
0,5 ± 0,07
0,4 ± 0,00
Keterangan :
T = Steviosida Varietas Tawangmangu B = Steviosida Varietas Bandungan PT = Pemanis dari Steviosida varietas Tawangmangu PB = Pemanis dari Steviosida varietas Bandungan
Tabel 1 menunjukkan bahwa steviosida dan pemanis yang berasal dari kedua varietas
memiliki indeks refraksi yang hampir sama dengan gula tebu. Walaupun
steviosida merupakan senyawa alami golongan terpena (Chatsudthipong, 2009) yang pada
8
umumnya memiliki sifat larut dalam pelarut non-polar, namun steviosida dapat larut dalam pelarut polar. Hal ini disebabkan senyawa diterpen pada steviosida (steviol) merupakan aglikon (Gambar 4 (A)) yang berikatan dengan β glukosa, sebagai glikonnya, sehingga kelarutannya terhadap pelarut polar meningkat bahkan memiliki kelarutan yang hampir sama dengan sukrosa . O OH
CH3
CH2
CH3
- Glc
- Glc (2 - 1)
CH2
H H
H3C
H
H3C
O
Glc
HO
(A)
H
O
O
(B)
Gambar 4 Struktur Steviol (A) dan Steviosida (B) Berbeda dengan Steviosida varietas Bandungan, indeks refraksi steviosida yang berasal dari stevia varietas Tawangmangu tidak mengalami peningkatan setelah konsentrasinya lebih besar dari 0,3% (Tabel 1). Hal ini diduga karena steviosida telah terdegradasi menjadi steviol yang tidak larut dalam senyawa polar. Pengaruh Pemberian Pemanis Steviosida Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) JantanGalur Wistar yang Dibebani Glukosa. Pengaruh pemberian pemanis steviosida terhadap kadar glukosa darah tikus putih (R. norvegicus) jantan galur Wistar dapat dilihat pada Tabel 2. Dosis steviosida yang dipergunakan mengacu kepada Acceptable Daily Intake (ADI) yang ditetapkan oleh The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) yaitu antara 1,3 – 3,5 mg/kgbb perharinya (Gilbert, 2009).
9
Tabel 2. Purata Kadar Glukosa Dalam Darah (mg/dl) Terhadap Waktu (menit) pada Berbagai Dosis Perlakuan Kadar Glukosa Dalam Darah (mg/dl) ± SE Waktu (Menit)
Tawangmangu
Bandungan
Kontrol Negatif
Aspartam 1,8 mg/kgbb
0,35 mg/kgbb
0,70 mg/kgbb
0,35 mg/kgbb
0,70 mg/kgbb
-45
82,94 ± 47,35
60,51 ± 39.86
41,37 ± 24,95
33,00 ± 13,33
61,95 ± 17,55
21,58 ± 9,14
0
128,22 ± 73,69
91,37 ± 54,21
68,98 ± 22,87
128,13 ± 109,47
54,73 ± 34,28
24,77 ± 10,84
45
53,96 ± 10,57
75,65 ± 47,08
64,51 ± 28,90
41,28 ± 15,73
58,59 ± 18,67
38,93 ± 14,20
90
48,72 ± 17,28
28,86 ± 12,80
57,08 ± 16,80
49,30 ± 21,88
40,60 ± 3,85
40,39 ± 13,35
135
42,11 ± 17,20
39,51 ± 11,46
76,57 ± 42,13
36,29 ± 13,84
23,11 ± 6,84
40,93 ± 10,89
Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode enzimatik menggunakan pereaksi GOD-PAP. Reaksi yang terjadi adalah glukosa dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase (GOD) dengan adanya O2 menjadi asam glukonat disertai pembentukan H2O2. Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2 yang selanjutnya mengoksidasi akseptor kromogen (4-aminoantipirin) menjadi chinonimin (senyawa berwarna merah). Besarnya intensitas warna tersebut berbanding lurus dengan glukosa yang ada (Sujono, 2005). Data pada Tabel 2 kemudian dibuat kurva hubungan kadar glukosa darah (mg/dl) vs waktu (menit). Profil kurva kadar glukosa darah tikus putih setelah pemberian pemanis steviosida dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Profil Kurva Kadar Glukosa Darah (mg/kg bb) vs Waktu (menit) pada Berbagai Dosis Perlakuan
10
Berdasakan kurva kadar glukosa darah pada Gambar 5, dihitung nilai luasan area di bawah kurva (AUC-45-135) dan persentase penurunan kadar glukosa darah (% PKGD). Data hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Luasan Area Di Bawah Kurva (AUC-45-135± SE (mg.menit/dl)) dan % Penurunan Kadar Glukosa Darah (% PKGD ± SE) pada Berbagai Dosis Perlakuan Perlakuan AUC-45-135± SE (mg.menit/dl) W = 6.315,79 % PKGD± SE Keterangan
: -
C16.237, 96± 2.791,42 (c) -
C+ P1 P2 P3 P4 3.434,29± 14.038,62± 5.372,74± 8.418,93± 4.911,68 838,45 1.101,03 1.405,52 919,72 ± 683,88 (a) (bc) (a) (ab) (a) 76,55 ± 6,47 ± 63,10 ± 43,50 ± 67,55 ± 7,59 17,63 12,21 11,26 6,50 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda secara nyata (P < 0,05). C- = Kontrol negatif (akuades) C+ = Kontrol positif (Aspartam 1,8 mg/kgbb) P1 = Pemanis steviosida varietas Tawangmangu dosis 0,35 mg/kgbb P2 = Pemanis steviosida varietas Tawangmangu dosis 0,70 mg/kgbb P3 = Pemanis steviosida varietas Bandungan dosis 0,35 mg/kgbb P4 = Pemanis steviosida varietas Bandungan dosis 0,70 mg/kgbb
Penurunan kadar glukosa darah (PKGD) pemanis steviosida berkisar antara 6,47 – 67,55% (Tabel 3). Aktivitas PKGD (aktivitas hipoglikemik) tertinggi diperoleh pada pemanis steviosida varietas Bandungan dengan dosis 0,70 mg/kgbb yaitu sebesar 67,55 ± 6,50. Hal ini dipengaruhi oleh dosis yang diberikan dan kandungan steviosida dalam pemanis. Pola kurva kadar glukosa darah menit -45 – 180 kontrol positif (aspartam 1,8 mg/kgbb) berada dibawah kontrol negatif (Gambar 3). Berdasarkan nilai AUC-45 – 180kadar glukosa darah kontrol positif memberikan efek penurunan kadar glukosa darah dengan kontrol negatif. Tabel 3 menunjukan pemberian aspartam dengan dosis 1,8 mg/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 76,55 ± 7,59%. Hasil ini sama dengan penurunan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh pemanis steviosida varietas Tawangmangu dengan dosis 0,70 mg/kg bb (63,10 ± 12,21%), serta pemanis steviosida varietas Bandungan dengan dosis 0,35 mg/kg bb (43,50 ± 11,26%) dan dosis 0,70 mg/kg bb (67,55 ± 6,50%) (Tabel 3). Pemanis steviosida varietas Tawangmangu dengan dosis 0,70 mg/kg bb memberikan penurunan kadar glukosa darah yang tinggi dibandingkan dengan pemanis dari
11
varietas yang sama dengan dosis 0,35 mg/kg bb, sementara pada pemanis steviosida varietas Bandungan dosis 0,35 mg/kgbb memberikan efek penurunan kadar glukosa darah yang sebanding dengan kontrol positifnya. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Rafiq, (2011), Dutta, (2010), dan Jeppsen, (2003), dimana steviosida pada dosis tertentu dapat menurunkan kadar glukosa darah. KESIMPULAN Kristal steviosida varietas Tawangmangu memiki kadar steviosida 52,54% sedangkan pada varietas Bandungan memiliki kadar steviosida sebesar 93,17%. Kedua kristal ini memiliki kelarutan yang hampir sama dengan kelarutan gula pasir. Aktivitas hipoglikemik tertinggi dari pemanis steviosida diperoleh pada pemanis steviosida varietas Bandungan dosis 0,70 mg/kgbb yaitu sebesar 67,55 ± 6,50. SARAN Perlu dilakukan uji stabilitas untuk mengetahui waktu degradasi dan hal apa saja yang mempengaruhi degradasi dari kristal steviosida yang diperoleh.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada DP2M DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian tahun 2012. DAFTAR PUSTAKA Anna. 2011. Diabetes Bukan Karena Kebanyakan Gula. kompas.com. diakses tanggal 27 Juni 2011 Chatsudthipong, Varanuj, Chatchai Muanprasat. 2009. Steviosida and Related Compounds: Therapeutics Benefits Beyond Sweetness. ELSEVIER Journal of Pharmacology and Therapeutics 121: 41-54. Darmawan, Fandi Ade. 2012. Optimasi Metoda Kristalisasi Steviosida Berbasis Air dariStevia rebaudiana (Bert.). Skripsi tahun 2012, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia. Djas, Harmaini Morse Jazid. 2005. Efek Hipoglikemia Zat Pemanis Dari Stevia, Rebaudiana Bertonii Pada Kelinci . http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbppgdl-s2-1986-harmainimo-1734&q=Obat
12
Dutta, P. K. M. M. T. Razu, M. K. Alam, M. A. Awal, M. Mustofa. 2010. Comparative Efficacy of Aqueous Extract of Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) Leaves and Metformin Hydrocloride (COMET®) in Streptozotocin Induced Diabetes Melitus in Rats. International Journal BioRes 2 (8): 17-22. Gilber, A. Z. 2009. GRAS Assesment of High Purity Steviol Glicoside - SWEETLEAF® Stevia Food Usage Condition for General Recognition of Safety for Wisdom Natural Brands.GRAS Associates, LCC. Jeppsen, P.B., S. Gregsen, S. E. D. Rolfsen, M. Jepsen, M. Colombo, A. Agger, J. Xiao, Kruhoffer, T. Orntoft, K. Hermansen. 2003. Antihyperglicemic and Blood PressureReducing Effect of Stevioside in the Diabetic Goto-Kakizaki Rat. Metabolism, Vol. 52, N0 3, pp 372-378. Martono, Yohanes; Rini Setyowati; Arifah Sri Wahyuni. 2011. Optimalisasi Teknik Kristalisasi Dan Pra-Formulasi Steviosida dari Stevia rebaudiana Bert. sebagai Pemanis Alami Rendah Kalori untuk Alternatif Pengganti Gula. Laporan Hibah Bersaing Tahun 2011. DIKTI; Indonesia. Phillips, K.C. 1987. Stevia: Steps in Developing a New Sweetener. In: T. H. Grenby (Ed.), Developments in Sweeteners 3, Elsevier, New York, p. 1. Rafiq, Kazi, Shamshad J. Sherajee, M. A. Sufiun, Mahbub Mustofa, A. K. M. R. Alam, B. C. Barman. 2011. Comparative Efficacy of Stevia Leaf (Stevia rebaudiana Bertoni), Methi Seeds (Trigonella foenum-graceum) and Glimepiride in Streptozotocin Induced Rats. International Journal of Phytopharmacology pp 9-14. Smith, Melissa Diane and Jack Challem. 2003. User,s Guide to Preventing & Reversing Diabetes Naturally. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. Srikanth, M; G.Venkateswara Rao and K.R.S.Sambasiva Rao. 2004. Modified Assay Procedure for The Estimation of Serum Glucose Using Microwell Reader. Indian Journal of Clinical Biochemistry, 2004, 19 (1) 34-35 Sujono, Tantri Azizah. 2005. Pengaruh Decocta Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L) terhadap Kadar Glukosa Darah Kelinci yang Dibebani Glukosa.Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Volume 6 No 1. Wijaya, C. Hanny dan Noryawati Mulyono. 2010. Bahan Tambaham Pangan; Pemanis: Spesifikasi, Regulasi, dan Aplikasi Praktis. IPB Press. Bogor.