‘Berk ah ‘Berkah ah’’ Proyek Hibah Studi Kasus Proyek Dombo Sayung Floodway dan Punggur Utara Irrigation Project
i
Hibah Tanpa Berkah
‘Berk ah ‘Berkah ah’’ Proyek Hibah Studi Kasus Proyek Dombo Sayung Floodway dan Punggur Utara Irrigation Project
Penyusun: Ade Irawan Solihatun Kiptiyah Denda Alamsyah Pengantar: Andrinof Chaniago
Diterbitkan oleh: Indonesia Corruption Watch(ICW) atas dukungan 11.11.11 2004 ii
iii
Hibah Tanpa Berkah
‘Berkah’ Proyek Hibah Studi Kasus Proyek Dombo Sayung Floodway dan Punggur Utara Irrigation Project
Daftar Isi
Penulis: Ade Irawan Solihatun Kiptiyah Denda Alamsyah
Daftar isi Pengantar pengantar penerbit Bab I Awalan Bab II Bumerang Modal Luar Negeri Bab III Proyek Alur Banjir Dombo-Sayung Bab IV Proyek Irigasi Punggur Utara Profil ICW
Editor: Coen Husein Pontoh Penata teks: Lais Abid
v vii xvii 1 7 45 91 121
Desain sampul: Imadudin(
[email protected]) Cetakan I, Januari 2004
Penerbit: Indonesia Corruption Watch (ICW)
diterbitkan atas kerjasama dengan 11.11.11 iv
v
Hibah Tanpa Berkah
Mengukur Manfaat Proyek Hibah di Era Politik Sentralistis Andrinof A. Chaniago peneliti Center for Indonesian Regional and Urban Studies (CIRUS)
D
ilihat dari beban yang ditimbulkan, proyek hibah adalah proyek yang meninggalkan beban paling ringan setelah bantuan kemanusiaan. Jika untuk proyek pinjaman lunak (loan) negara penerima akan terkena kewajiban mengembalikan pinjaman berikut bunga ringan yang dikenakan, untuk proyek hibah penerima tidak akan terkena kewajiban apa-apa setelah menerima dana atau barang yang dihibahkan negara pemberi. Masalah yang umum muncul dalam proyek hibah biasanya berkaitan dengan ukuran efisiensi dan besarkecilnya peluang yang hilang. Jika hibah itu disyaratkan vi
vii
Hibah Tanpa Berkah
Pengantar
dalam bentuk proyek, masalah itu bersumber dari bentuk hubungan antara masyarakat dengan negara pemberi hibah dan antara masyarakat dengan pemerintah yang menerima hibah. Masalah itu biasanya bersumber pada masalah siapa yang membuat perencanaan proyek dan sejauhmana masyarakat yang akan menjadi sasaran proyek benar-benar terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan. Jika proyek hibah ditentukan bentuk dan tujuannya oleh negara pemberi, atau oleh negara pemberi bersama pemerintah, maka besar kemungkinan akan muncul masalah-masalah lain, seperti kesesuaian tujuan proyek dengan kebutuhan masyarakat, dan kemungkinan terjadinya korupsi oleh pejabat pemerintah. Dua proyek yang diteliti oleh Tim Peneliti ICW ini termasuk jenis proyek yang perencanaannya dibuat bersama oleh negara pemberi hibah, yakni Uni Eropa bersama pemerintah Indonesia. Artinya di dalam penetapan, perencanaan dan pelaksanaan proyek ini, yang berperan dominan adalah Uni Eropa dan Pemerintah Indonesia. Sementara, peran masyarakat sendiri hampir tidak ada. Lalu, masalah apa yang dihadapi oleh masyarakat jika sebuah proyek hibah tidak banyak melibatkan masyarakat? Secara ekonomi, kerugian masyarakat mungkin tidak besar. Tetapi, sebagai investasi pembangunan bisa terjadi dana atau barang yang dihibahkan ke dalam bentuk proyek itu tidak efektif.
Ketidakefektifan itu harus diukur dari perbedaan tujuan proyek yang dibuat bersama oleh negara pemberi hibah dan pemerintah tadi dengan kebutuhan masyarakat. Sudah banyak ahli pembangunan yang mengatakan bahwa negara Barat dan rejim modernisasi di beberapa negara berkembang memiliki ideologi yang sama dalam melihat pembangunan. Ideologi mereka adalah modernisasi itu sendiri. Para ahli pembangunan juga melihat bahwa modernisasi itu belum tentu identik dengan tujuan hidup masyarakat di banyak negara berkembang. Modernisasi bisa juga berarti pemaksaan standar-standar pembangunan di negara industri yang bukan saja tidak cocok dengan standar yang diperlukan di banyak negara berkembang, tetapi juga bisa mematikan modal-modal sosial yang ada di dalam masyarakat lokal di negara berkembang. Jika yang terjadi adalah perubahan yang mematikan modal sosial, dan bukan perubahan dalam bentuk menambah modal sosial itu sendiri akibat yang timbul bisa berupa keterasingan, konflik budaya yang berkepanjangan dan pemborosan pada investasi baru yang dimasukkan. Otoritas pemerintah tentu saja tidak bisa dihilangkan dalam perencanaan suatu proyek pembangunan, karena apabila pemberi hibah itu adalah institusi negara donor, ia akan diikat oleh ketentuan untuk menyalurkan melalui pemerintah negara penerima. Bila negara penerima masih
viii
ix
Hibah Tanpa Berkah
Pengantar
tergolong negara otoriter atau sentralistis, maka pemerintah negara penerima juga memegang peranan dominan dalam berunding dengan pihak negara pemberi hibah. Perilaku pemerintah seperti ini biasa terjadi selama masa Orde Baru berkuasa di Indonesia. Cepat atau lambat, peranan pemerintah yang dominan tadi akan berdampak pada hasil proyek di masa depan. Pada saatnya, setelah proyek itu terwujud dan sampai pada jadwal berproduksi, akan terlihat apakah tujuan pemerintah sejalan dengan tujuan masyarakat. Di saat itulah akan terlihat bahwa proyek pemerintah belum tentu sama artinya dengan proyek masyarakat. Kebanyakan masalah yang timbul adalah sering terjadi ketidakselarasan antara agenda yang dirancang pemerintah dengan kepentingan-kepentingan masyarakat. Kalaupun tujuan yang dirumuskan oleh pemerintah mendekati tujuan yang diinginkan oleh masyarakat, masalah berikutnya muncul akibat perencanaan yang tidak komprehensif dan manajemennya yang bersifat top-down, tidak bottom up, dan sentralistis, yang menempatkan masyarakat sebagai objek untuk diarahkan. Ciri-ciri seperti tadi biasa melekat pada manajemen proyek-proyek yang didanai hibah. Sementara di sisi lain, wujud proyek hibah itu sendiri sering kali diarahkan ke proyek pembangunan fisik. Alasan tersembunyi di balik itu adalah, karena lebih mudah untuk dibuat
pelaporannya, lebih mudah dipromosikan, lebih mudah dipamerkan. Sedangkan untuk proyek pengembangan sosial ekonomi masyarakat susah untuk dilaporkan, membuat indikator keberhasilannya pun susah. Karena orientasinya proyek fisik, maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan produksi. Padahal pendekatan produksi memakai logika ekonomi. Modalnya berapa dan hasilnya seperti apa? Berapa modal, berapa sumber daya manusia yang terpakai, berpa bahan, dan outputnya apa? Pendekatan ekonomi seperti itu akan mempertimbangkan indikator-indikator yang bersifat ekonomi pula. Ciri ketiga dari proyek hibah adalah penekanannya pada proyek untuk mengatasi dampak pembangunan. Ia lebih merupakan kegiatan pengambilalihan dosa yang dilakukan oleh pihak lain. Pihak lain itu bisa investor ataupun pemerintah. Misalnya, proyek penanganan banjir, pencemaran udara dan segala macam. Sebelumnya dampak itu belum ada. Proyek hibah dipakai untuk mengatasi dampak yang timbul akibat kegiatan produksi sebelumnya. Itulah proyek yang disukai pemberi hibah. Ciri keempat, dari segi pendekatan, seringkali bersifat parsial dan sektoral. Karena berasal dari kasus yang kemudian itu dijadikan beberapa proyek oleh pemerintah. Maka fokusnya lebih pada apa yang terjadi di kasus itu. Sehingga tidak lintas sektoral, tidak lintas wilayah, dan kadang-kadang tidak lintas kepentingan
x
xi
Hibah Tanpa Berkah
Pengantar
sosial. Kita bisa lihat ini melekat pada kasus yang diteliti ICW. Ciri lainnya, yang kelima, yang tidak jarang juga terjadi untuk proyek-proyek bantuan dan hibah dari Uni Eropa adalah, seringkali dipakai untuk membuka akses kepentingan-kepentingan lain. Misalnya membuka pasar, baik di sektor keuangan, perbankan, atau bisnis lainnya. Ambil contoh Jepang. Kebanyakan mereka concern dalam bidang transportasi, karena berkaitan dengan pasar industri otomotif. Kita bisa cek, hibah yang diberikan Jepang kebanyakan untuk sektor transfortasi, seperti jalan, jembatan. Karena jika transportasi bagus, maka pasar untuk industri otomotif akan meningkat. Begitu juga untuk proyek irigasi, yang berada dalam satu paket dengan proyek pembangkit tenaga listrik. Misi terselubung proyek seperti ini seringkali berkaitan dengan peningkatan produksi barang-barang yang membutuhkan energi listrik berkapasitas besar, yang bila itu dilakukan di negara pemberi hibah maka biayanya akan mahal. Misalnya, proyek hidrolistrik di Asahan dekat Danau Toba, Sumatera Utara, yang sebagian besar listriknya digunakan untuk pabrik lempengan aluminium (inggot) yang sebagian bahan bakunya didatangkan dari Jepang. Masih ada ciri lainnya dari proyek bantuan, khususnya yang bersifat hibah. Walaupun agak jarang, tetapi kadangkala proyek hibah itu juga berfungsi untuk menghabiskan anggaran atau dana sosial yang ada di
negara atau lembaga asal. Sebagai pengelola fiskal, pemerintah yang sedang berkuasa di negara asal dana hibah itu terpaksa harus mengalirkan dana tersebut segera karena dana tersebut harus habis. Sumber dana proyek yang seperti inilah yang memunculkan proyek dadakan. Karena ia bersifat dadakan, tentu saja perencanaannya kurang matang. Dengan sejumlah ciri yang disebutkan di atas, maka proyek-proyek hibah dan batuan juga memiliki sejumlah dampak khas. Pertama, seperti yang kita lihat di masa lalu, dengan ciri-ciri perencanaan dan pelaksanaan seperti yang dijelaskan di muka, seringkali ketika proyek sudah selesai, ia menyisakan konflik dan alienasi sosial. Kedua, modal sosial hancur. Sistem kekerabatan dalam suatu komunitas sosial seringkali hancur perlahan-lahan ketika proyek itu dibangun sampai akhirnya masyarakat berada dalam keadaan terombang-ambing ketika proyek sudah selesai. Dampak lain, yang ketiga, masyarakat tidak punya rasa memiliki terhadap proyek yang abadi wilayah mereka. Karena tidak merasa memiliki, ketika proyek selesai tidak ada yang merawat. Kalau toh dirawat, akan muncul proyek perawatan atau proyek penjagaan yang akan masuk lagi lewat APBD atau mengajukan proposal hibah dan utang. Sehingga secara ekonomis, terjadi kerugian atau pemborosan karena modal sosial tidak dimanfaatkan untuk melindungi sehingga proyek tidak berkelanjutan.
xii
xiii
Hibah Tanpa Berkah
Pengantar
Padahal jika masyarakat merasa memiliki dengan sendirinya tidak perlu disiapkan sistem penjagaan yang memakan biaya. Di pertengahan tahun 1980-an memang mulai terjadi pergeseran perhatian para pemberi proyek bantuan maupun hibah kepada proyek-proyek yang berorientasi pembangunan manusia. Karena pergerseran perhatian ini pulalah peran agen-agen masyarakat – yang sering disebut sebagai aktor masyarakat sipil – dianggap penting. Setuju atau tidak, harus dilihat bahwa bangkitnya lembagalembaga swadaya masyarakat sejak tahun 1980-an di Indonesia adalah juga karena pergeseran perhatian dari negara-negara donor dalam memberikan dana hibah. Masalah yang muncul dalam melibatkan LSM-LSM dalam proyek-proyek hibah itu adalah, seringkali juga terjadi proses inkubasi LSM yang kurang sehat. Banyak juga LSM hanya menggantikan peran intervensionis yang tadinya dilakukan oleh pemerintah, karena LSM-LSM itu tidak tumbuh dari masyarakat lokal. Prosedur ini jga terlihat pada proyek yang didanai oleh Uni Eropa yang diteliti oleh tim peneliti di sini. Maka, tidak mengherankan jika proyek yang dikembangkan dengan pola serupa dengan pola yang dipakai pemerintah ini juga kurang efektif. Padahal, secara ekonomis, dana yang dikeluarkan untuk proyek itu tentu cukup besar artinya jika dialokasikan dan dikelola secara tepat. Kita bisa memahami bagaimana pengaruh konteks
politik ketika awal proyek yang diteliti ini memunculkan sejumlah dampak seperti yang ditemukan para peneliti. Namun, bukan tidak mungkin pola seperti itu akan terulang di tingkat lokal di era otonomi daerah dan desentralisasi ini. Sebab, kita harus menyadari, apa yang disebut dengan desentralisasi saat ini barulah berupa pemecahan sentralisasi dari sebuah sentralisasi besar Orde Baru menjadi multisentralsasi di era transisi.
xiv
xv
Hibah Tanpa Berkah
Pengantar penerbit
S
elama ini hibah dari luar negeri dianggap sebagai sebuah berkah sehingga penyikapannya berbeda dibanding pada utang. Karena tidak perlu dikembalikan kepada negara pemberi, hibah dianggap tidak terlalu penting untuk diawasi pengelolaannya, apalagi bila dilihat dari jumlahnya yang tidak sebanyak utangan. Padahal dampak dari berkah ini tidak selalu positif. Hibah justru bisa membawa malapetaka seperti halnya utang luar negeri. Andrianof Chaniago dalam pengantar buku ini dengan jelas menyebutkan proyek hibah dapat menimbulkan konflik dan alienasi sosial bahkan menghancurkan modal sosial. xvi
xvii
Hibah Tanpa Berkah
Pengantar
Nilai yang mesti dibayar bangsa ini jauh lebih besar dibanding berkah yang diterima. Malahan sedikit berkah tersebut kerapkali diterima hanya oleh birokrat para pengelola proyek, baik itu pada tingkat pusat maupun di daerah. Logikanya, utang luar negeri yang diawasi banyak orang saja bisa dikorupsi, apalagi hibah yang tidak terlalu terpantau. Masalahnya, walau kerap memunculkan dampak negatif dan dana hibah banyak yang dikorupsi, akan dianggap aneh apabila kita meneriakan, ‘hentikan hibah baru’, seperti para aktivis anti-utang yang dengan lantang menuntut pemerintah untuk menghentikan utangan baru. Sekali lagi, hibah sudah dianggap sebagai berkah, menolak hibah disamaartikan dengan menolak berkah. Buku hasil penelitian ini memang tidak bisa memberi jawaban apakah hibah luar negeri harus ditolak atau diterima sebagai sebuah berkah. Karena tujuan awalnya ingin mencari gambaran bagaimana selama ini proyek yang didanai hibah dikelola dan apa manfaatnya bagi masyarakat. Termasuk kenapa ada negara maupun lembaga yang mau memberi hibah. Untuk memperoleh gambaran mendalam kami telusuri semua data yang berhubungan dengan kedua proyek tersebut. Juga mewawancarai individu-individu kunci yang terlibat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek mulai tingkat pusat hingga daerah. Termasuk masyarakat yang menjadi target pelaksanaan.
Akan tetapi gambaran yang terjadi di dua desa tempat meneliti, Batursari untuk Dombo-Sayung Floodway Project dan Astomulyo untuk Punggur Utara Irrigatian Project tidak bisa mewakili desa-desa wilayah proyek lainnya. Karena metodologi yang dipakai dalam penelitian adalah studi kasus. Lancarnya penelitian tidak lepas dari jerih payah kawan-kawan mitra ICW. Di Semarang, kami sangat terbantu oleh kawan-kawan dari Lembaga Studi Pers dan Informasi (Lespi) yang telah memberikan waktu, tenaga, serta pikirannya. Terutama Mas Wisnu T Hanggoro, Mbak Irin, Mas Anto, Dian, Sohirin, dan Yudi. Sedangkan di Lampung, kawan-kawan dari Komite Anti-Korupsi (KoAk) memiliki kontribusi besar atas penelitian ini. Erwin, Dila, Rudi, Kuri, Dendy, serta kawan-kawan lainnya yang tidak bisa disebut satu persatu. Penelitian inipun tidak akan bisa menghasilkan apaapa tanpa ada bantuan dari masyarakat Desa Batursari dan Desa Astomulyo. Penerimaan yang baik selama kami tinggal bersama mereka sekaligus bersedia memberi semua informasi yang dibutuhkan tidak bisa dinilai harganya. Secara khusus kami persembahkan karya ini bagi semua warga Batursari dan Astomulyo.
xviii
xix
Hibah Tanpa Berkah
xx
BAB I
Awalan
S
elain utang dan investasi asing, hibah merupakan salah satu komponen modal yang berasal dari luar negeri. Jumlahnya tidak besar seperti terlihat dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Kontribusinya pun jauh lebih kecil dibanding pemasukan negara atau komponen luar negeri lainnya seperti utang. Sebabnya, karena memang tidak banyak negara atau lembaga yang mau mengucurkan hibah, karena tak ada keuntungan langsung yang diterima dari hibah, seperti bunga. Bahkan, apa yang telah dihibahkan tak akan diterima kembali. Bentuk hibah beraneka ragam, tidak cuma uang. Bisa 1
‘Berkah’ Proyek Hibah
juga asistensi, barang, serta proyek. Namun biasanya, bentuk non-uang ini pada akhirnya akan dinilai dengan ukuran besaran harga. Misalnya, barang yang diberikan setara dengan berapa rupiah atau dolar. Jumlah itulah yang akan dinilai sebagai besaran hibah yang diberikan. Menurut Didik J Rachbini, hibah atau sering disebut grant, dikucurkan dalam situasi khusus misalnya ketika terjadi bencana alam, pendidikan, atau aktivitas khusus yang terbatas peranannya. Kasus Bom bali yang terjadi pada 12 Oktober 2002 lalu adalah contohnya, akibat peristiwa tragis tersebut banyak negara atau lembaga yang menyatakan akan memberi hibah pada Pemerintah Indonesia. Seperti halnya dengan sumbangan, umumnya posisi pemberi hibah secara ekonomi lebih tinggi dibanding yang menerima. Jadi wajar jika Jepang, Amerika, atau lembaga seperti Uni Eropa, yang merupakan negara kaya di dunia kerap mengucurkan hibah bagi negara-negara yang masih berkubang dalam kemiskinan seperti Indonesia. Tapi masalahnya apa benar hibah muncul dari keikhlasan negara atau lembaga pemberi untuk membantu Indonesia? Memang, patut disangsikan jika tidak ada kepentingan yang menyertai hibah. Pasalnya, di era yang serba mengkalkulasi untung rugi seperti sekarang ini, sukar menemukan negara atau lembaga yang dengan ikhlas mengeluarkan uang, barang, atau tenaga 2
Awalan
pada negara atau lembaga lain. Dari sudut pemberi, Ema Tjakradinata dari International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) menjelaskan biasanya selalu ada kepentingan yang menyertai proyek atau program hibah, baik secara ekonomis maupun politis. Menurutnya, hibah merupakan pancingan bagi tercapainya kepentingan pemberi hibah. Tjakradinata mencontohkan pembangunan kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) tempat ia belajar. Kampus itu bisa dibangun setelah Bank Dunia menghibahkan sepetak tanah bagi Indonesia. Setelah itu diteruskan dengan memberikan dan meyakinkan pemerintah Indonesia untuk meminta utangan pada Bank Dunia. Untuk melihat manfaat hibah yang dikucurkan oleh negara atau lembaga asing tidak diikuti oleh beragam kepentingan, terlebih dulu mesti dilihat bagaimana uang, barang, atau proyek hibah dikelola. Pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam pengelolaan utang dan hibah luar negeri. Bahkan dalam hibah dominasi pemberi hibah dalam proyek yang dibiayainya lebih besar. Memang, utang luar negeri mendominasi pembiayaan pembangunan di Indonesia. Beragam kreditor baik bersifat bilateral maupun multilateral mengucurkan utangannya ke Indonesia, baik dalam bentuk program maupun proyek. Tidak mengherankan jika Indonesia dikelompokkan ke 3
‘Berkah’ Proyek Hibah
dalam negara pengutang terbesar di dunia. Masalahnya, bagaimana proyek utangan ini dijalankan? Setiap proyek utangan yang dikucurkan membawa tujuan tertentu, baik secara khusus maupun umum. Tujuan umum setiap proyek mungkin saja berbeda-beda. Misalnya, di pertanian tidak sama dengan pengairan atau lingkungan. Akan tetapi, secara umum tujuan utangan ini sama, menggerakan pembangunan. Misalnya Bank Dunia, dalam Indonesia Country Asssistance Strategy 20012003, menyatakan secara umum tujuannya mendukung upaya-upaya mengurangi kemiskinan dan keadaan kurang menguntungkan dalam suatu lingkungan yang lebih demokratis dan terdesentralisasi.1 Namun, dalam perjalanannya proyek utangan di Indonesia, tak lepas dari berbagai penyimpangan. Sejak dari tahap pembuatan kebijakan hingga pelaksanaan di tingkat bawah. Korupsi tersebut berhubungan dengan nilai uang tertentu hingga yang bersifat kebijakan yang berujung pada sejumlah uang. Akhirnya proyek utangan di Indonesia banyak mengalami kegagalan dimana-mana. Malah utang kerap mening galkan masalah bagi masyarakat maupun lingkungan. Ironisnya, Indonesia sendiri malah tercebur dalam perangkap utang yang dalam literatur ekonomi internasional dikenal dengan istilah Situasi Fisher Paradox, jumlah utang yang masuk 1
4
Indonesia Country Assistance Strategy, 2001-2003, World Bank
Awalan
lebih kecil dibanding cicilan pokok dan bunga yang dibayar ke kreditor. Akibatnya utang malah menimbulkan penyakit bagi bangsa ini. Bagaimana dengan hibah? Walau berbeda dengan utang luar negeri, pada prakteknya dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek, tidak terlalu jauh berbeda. Selain sangat sentralistik, proyek hanya dirancang oleh elit pemerintah Indonesia yang biasanya ada di departemen pelaksana atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan pemberi hibah, sedangkan masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan yang ada di wilayah proyek. Jadi pola pelaksanaannya adalah pola lama, yang terbukti banyak menimbulkan masalah di sini. Sebagai contoh utangan Bank Dunia dan Japan Banking for International Cooperations (JBIC), dalam pembuatan Bendungan Kedung Ombo. Karena hanya dirancang dan dilaksanakan oleh elit pemerintah dan kreditor, hasilnya berlawanan dengan kenyataan. Bukan kesejahteraan yang muncul dari proyek, tetapi tragedi kemanusiaan yang menghilangkan mata pencaharian dan nyawa rakyat kecil di wilayah tersebut. Karena masyarakat tidak diajak merancang dan informasi yang mereka miliki minim, akibatnya puluhan proyek hibah ini bocor. Berbagai contoh bisa dijadikan sebagai referensi untuk menunjukan bagaimana proyek hibah ternyata hanya dinikmati oleh segelintir orang, yang 5
‘Berkah’ Proyek Hibah
sebenarnya bukan merupakan sasaran proyek. Apalagi untuk hibah sektor vital seperti air, kemungkinan gesekan antara masyarakat di wilayah proyek, pemerintah, dan pemberi hibah besar kemungkinan terjadi. Karena ketiga pihak ini memiliki tujuan yang berbeda. Untuk itu pengawasan terhadap pelaksanaan proyek mesti dilakukan, agar tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat.
BAB II
Bumerang Modal Luar Negeri
M
odal menjadi kata kunci ketika Indonesia memutuskan untuk memeluk paham pembangunan. Pasalnya, paham ini ditulangpunggungi oleh pertumbuhan ekonomi. Dan yang dianggap mampu mendongkrak ekonomi supaya tumbuh adalah modal. Logikanya, semakin banyak modal yang dimiliki, semakin cepat ekonomi tumbuh. Otomatis, pada akhirnya kesejahteraan pun akan ikut terkerek. Sebagaimana dikemukakan Saiful Arif modal adalah kebutuhan wajib dalam pembangunan. Dengan demikian pembangunanisme merupakan sebuah proses yang meletakan pembangunan infrastruktur fisik sebagai satu6
7
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
satunya cara untuk memperbaiki kualitas hidup bangsa secara ekonomis.1 Tentu saja, agar infrastruktur fisik yang dianggap sebagai syarat utama memperbaiki kualitas ekonomi bangsa bisa tersedia, pertama kali yang harus disodorkan untuk mendatangkannya adalah modal. Tanpa kehadirannya roda pembangunan berhenti, sehingga perjalanan untuk mencapai kesejahteraan pun terhambat. Itulah alasan kenapa modal menjadi faktor penting. Tapi justru itu pula yang menjadi masalah bagi Indonesia. Sebagai negara yang secara fisik baru lepas dari kuku penjajahan, modal merupakan barang langka. Apalagi ketika Soeharto memutuskan untuk menjadikan pembangunan sebagai bahtera dalam mencapai kesejahteraan masyarakat, sedang berlangsung krisis ekonomi dan politik yang parah. Akhirnya modal dari luar negeri dijadikan alternatif pemecah masalah. Pintu masuk bagi investor asing untuk menanamkan uangnya dibuka lebar-lebar. Berbagai kebijakan yang memudahkan dan menguntungkan investor digulirkan sebagai pendukung. Kemudian utang luar negeri, baik bilateral maupun multilateral, juga dijadikan sebagai bagian penting pembangunan. Tapi sebenarnya, dorongan kebutuhan modal bukan cuma disebabkan faktor internal Indonesia. Faktor
eksternal pun berpengaruh, misalnya, dalam kebijakan utang luar negeri, dorongan pemilik modal sangat besar perannya. Didik J Rachbini menyodorkan dua alasan untuk menjelaskannya:2
Saiful Arif, “Menolak Pembangunanisme,” Putaka Pelajar, Jogjakarta, 2000. 1
8
“Pertama, negara donor tidak secara penuh memanfaatkan kapasitas produksi bebasnya (free productive capacity) karena keterbatasan permintaan internal. Ini terjadi misalnya negara maju yang telah berkembang sehingga penyaluran barangbarang modalnya harus dialirkan ke negara-negara sedang berkembang. Bagi negara donor, pemberian bantuan bermakna penyelesaian masalah ekonomi mereka atau jalan tengah bagi persoalan tentang terbatasnya daya permintaan dalam atau luar negeri. Kedua, negara donor tidak memiliki kapasitas produksi bebas. Ini terjadi misalnya di negara-negara sosialis yang telah maju dan segenap mode produksinya diatur negara atau tersentralisir.”
Sedangkan menurut Zulkarnain Djamin, sebenarnya ada tiga alasan kenapa negara ketiga seperti Indonesia mencari modal luar negeri. Pertama, alasan besar bersifat ekonomi. Baik dalam konsep maupun praktik, negaranegara dunia ketiga condong menerima proposisi yang tidak terbantah lagi, terutama dalil-dalil yang dikembangkan para ekonom negara maju. Mereka mendapatkannya dalam berbagai ceramah atau kuliah Didik J Rachbini, “Resiko Pembangunan yang Dibimbing Utang, Gramedia,” Jakarta, 1995.
2
9
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
diberbagai perguruan tinggi mengenai pembangunan. Ini didukung oleh sukses yang dialami Taiwan, Israel, dan Korea Selatan, dengan mengesampingkan beberapa kegagalan. Mereka menganggap, bantuan luar negeri merupakan obat pendorong atau stimulans bagi proses pembangunan.
berjalan mulus. Diiringi pembangunan fisik yang masif, pertumbuhan ekonomi pun melaju dengan cepat. Bahkan, bersama beberapa negara Asia lainnya seperti Korea dan Singapura, Indonesia dianggap sebagai macan baru Asia. Tapi di sisi lain, pada kenyataannya modal dari luar negeri pun malah menjadi bumerang bagi Indonesia. Menurut Sritua Arif,3 modal yang masuk akhirnya menghasilkan eksploitasi ekonomi. Ia merujuk neraca pembayaran selama periode 1973-1990 yang menunjukan nilai kumulatif arus masuk investasi asing sebesar US$ 5775 juta telah diiringi dengan nilai kumulatif keuntungan investasi asing yang direpatriasi keluar negeri sebesar US$ 58859 juta.
“Jadi, alasan ekonomi dari bantuan luar negeri negaranegara berkembang sebagian besar didasarkan pada penerimaan negara-negara tersebut atas persepsi negara donor mengenai apa yang dibutuhkan negara-negara miskin untuk meningkatkan pembangunan ekonominya.”
Dua alasan lainnya menyangkut politik dan moral. Di beberapa negara, bantuan dipandang oleh negara pemberi maupun penerima sebagai pemberian dukungan politis kepada suatu rezim untuk menekan pihak oposisi dan agar dapat tetap berkuasa. Sedangkan motivasi moralnya, berlatar belakang pada tanggungjawab kemanusiaan negara kaya terhadap kesejahteraan negara miskin. Atau, karena kepercayaan bahwa negara-negara kaya tersebut merasa berutang budi karena eksploitasi masa penjajahan dulu. “Banyak pendukung praktik bantuan luar negeri percaya bahwa negara-negara kaya memiliki kewajiban untuk membantu pembangunan ekonomi dan sosial dunia ketiga.”
Memang, pada akhirnya Indonesia dijejali oleh modal dari luar negeri, baik berbentuk investasi maupun utangan. Skenario yang diharapkan pun sepertinya akan 10
“Ini berarti setiap US$ 1 investasi asing yang masuk telah diikuti dengan US$ 10,19 financial resources yang keluar. Sebab utama kenapa ini terjadi antara lain adalah tingginya komponen sumber-sumber keuangan di dalam negeri kita yang telah digunakan untuk membiayai investasi asing. Sumbersumber keuangan ini diperoleh baik dari cabang-cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia maupun dari lembagalembaga keuangan lainnya. Dalam konteks ini, Indonesia Yang Merdeka sekarang ini dapat dikatakan merupakan replika dari Indonesia Yang Terjajah pada zaman kolonial 3 Sritua Arif, Ekonomi Indonesia: Demokrasi Ekonomi atau Eksploitasi Ekonomi, dalam Pembangunanisme :Menuju Ekonomi Kerakyatan, Zaman Wacana Mulian, Jakarta, 1996.
11
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
Belanda. Indonesia terus merupakan pemasok surplus ekonomi yang setia kepada pihak asing.”
Penyebabnya menurut Adi Sasono,4 karena modal asing menguasai hampir seluruh sektor-sektor paling dinamis di negara ekonomi terbelakang seperti Indonesia. Maka terjadilah repatriasi keuntungan secara besar-besaran sehingga pos perkiraan modal dalam neraca pembayaran dalam negeri terkena efek negatifnya. Selain itu, Indonesia pun telah mengalami situasi Fisher Paradox dalam hubungannya dengan utang luar negeri. Situasi semakin banyak cicilan utang, justru akumulasinya semakin membesar. Penyebabnya, cicilan plus bunga utang luar negeri secara substansial dibiayai oleh utang baru. Oleh karena nilai cicilan plus bunga utang luar negeri lebih besar dari nilai utang baru, terjadilah apa yang disebut net transfer sumber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak-pihak kreditor asing. Situasi Fisher Paradox dapat ditunjukkan misalnya dengan membandingkan nilai kumulatif pertambahan utang luar negeri sektor Pemerintah (jangka menengah dan panjang). “Selama periode 1980-1993, sektor Pemerintah di Indonesia telah melakukan pembayaran cicilan hutang luar negeri sebesar US$ 41,4 milyar. Sementara itu, selama periode yang sama, sektor Pemerintah telah menambah hutang luar
negerinya sebesar US$ 69,4 milyar (World Bank, 1994). Nilai net transfer keluar negeri yang dilakukan sektor Pemerintah selama periode 1985-1993 misalnya adalah sebesar US$ 7,8 milyar dan selama periode 1994-1998 diperkirakan sebesar US$ 19 milyar (World Bank, 1994)”5
Tetapi sumber modal luar negeri yang masuk Indonesia tidak cuma berbentuk investasi dan utang, ada juga yang berbentuk hibah. Pertanyaannya, jika dalam bentuk investasi dan utang, modal luar negeri ini menjadi masalah, bagaimana dengan yang berbentuk hibah?
Menanti Berkah Dari Hibah Selama ini hibah dianggap sama dengan bantuan luar negeri, padahal keduanya memiliki konsep yang berbeda. Menurut Zulkarnain Djamin,6 aliran modal dari luar negeri dinamakan bantuan, jika ia memiliki dua ciri. Pertama, ia merupakan aliran modal yang bukan didorong oleh tujuan untuk mencapai keuntungan. Kedua, dana tersebut diberikan atau dipinjamkan kepada negara penerima dengan syarat yang lebih ringan daripada yang berlaku di pasaran internasional. “Bantuan luar negeri ini menjadi dua bagian. Pemberian
ibid Zulkarnain Djamin, Masalah Utang Luar Negeri, Bagi Negara Berkembang dan Bagaimana Mengatasinya, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996.
5 6
Adi Sasono, Ketergantungan dan Hutang Dunia Ketiga, Jurnal Prisma nomor 3, Maret 1983.
4
12
13
‘Berkah’ Proyek Hibah
(grant) dan pinjaman luar negeri (loan).”
Bumerang Modal Luar Negeri 7
Memang, Zulkarnain pada dasarnya membedakan pengertian antara pemberian (hibah) dan pinjaman. Menurutnya, aliran modal dari luar dianggap sebagai pemberian penuh atau hibah (grant), jika negara penerima tidak diwajibkan untuk membayar kembali atau melakukan balas jasa lain sebagai imbalan kepada pemberian tersebut. Tapi tidak untuk pinjaman. Memang, tingkat bunga yang dipatok di bawah nilai pasar, akan tetapi, negara penerimanya wajib untuk mengembalikan disertai dengan bunga pinjaman. Jadi walau dianggap sama-sama sebagai bantuan, pada dasarnya hibah berbeda dengan pinjaman (loan). Sedangkan Didik J Rachbini, menganggap bantuan luar negeri sama dengan pinjaman. Menurutnya, bantuan luar negeri terjadi tatkala sebuah negara menerima tambahan sumber daya dalam bentuk dana maupun komoditi (capital), di luar pertautan dengan impor dan keterkaitan dengan ekspornya tanpa memerlukan waktu yang cepat untuk mengembalikan. Untuk hibah (grant), Rachbini menyatakan hanya akan datang untuk soal-soal tertentu. Misalnya, bencana alam, pendidikan, dan aktivitas khusus yang terbatas peranannya. Koordinator Debt Watch, Arimbi Heroeputri menambahkan, substansi dasar hibah bukanlah utang 7
ibid
14
yang perlu dibayar kembali. Hibah biasanya diberikan untuk aktivitas semacam seminar atau pendidikan. Tapi bisa juga diinvestasikan dalam bentuk riset awal suatu kegiatan besar. Tapi peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Ari Aria Perdana8 punya pendapat lain. Memang dalam arti sempit hibah merupakan bantuan dari satu pihak ke pihak lain yang tidak punya komitmen. Artinya, tidak punya komitmen dalam bentuk return plus atau tanpa bunga. Namun pada kenyataannya, menurut Perdana, dalam perjanjian hibah tetap ada komitmen, sehingga pengembaliannya tidak dalam bentuk finansial atau sama sama seperti yang diberikan, tapi melakukan sejumlah hal. “Misalnya saja sebagai contoh hibah untuk antikorupsi. Tentu ada komitmen A, B, C, D, E, atau harus ada pelaksanaan begini atau begitu. Misalnya grant untuk militer, butuh bantuan, ada perintah untuk melakukan A, B, C, D, E.”
Selain itu menurut Perdana, tidak semua negara bisa mendapat hibah. Ada kriteria tertentu, terutama kriteria ekonomi. Hanya negara miskin atau yang memiliki pendapatan rendah berhak mendapatkannya, sedangkan yang dianggap sudah mapan hanya boleh mendapat pinjaman atau utang. Hal lain yang membedakan hibah dengan jenis aliran modal dari luar negeri seperti pinjaman atau utang adalah 8
Wawancara dengan Ari Aria Perdana, CSIS.
15
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
dalam pengelolaan proyek atau program. Dalam proyek utangan atau pinjaman, kreditor tidak terlalu banyak campur tangan. Mereka menganggap uang yang telah dikucurkan adalah milik Pemerintah Indonesia, sehingga pengelolaannya diserahkan pada pemerintah. Tapi, tidak demikian dalam proyek atau program hibah. Pemberi hibah memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam mengatur program atau proyek yang dibiayainya, karena mereka berpendapat dana yang dihibahkan adalah miliknya sehingga dalam pengelolaan mesti dilibatkan. Jika dalam utang, kreditor paling banter ikut dalam perancangan dan evaluasi pelaksanaan program, dalam proyek hibah pemberi hibah bisa ikut serta dalam segala level, baik perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Bahkan, dalam menentukan siapa pelaksana proyek yang dibiayainya. Akan tetapi jika dilihat sumbernya, baik hibah, pinjaman, maupun utang, berasal dari negara negara maju atau lembaga yang dibuat negara maju. Misalnya, secara bilateral, hibah berasal dari negara-negara kaya, seperti di Eropa Barat, Amerika, ataupun Jepang. Sedangkan multilateral, datang dari lembaga keuangan internasional, misalnya Bank Dunia, Asia Development Bank (ADB), ataupun Uni Eropa. Selain itu, bentuk hibah pun hampir sama dengan utang, bisa uang kas, barang, jasa konsultan, bahkan pelatihan-pelatihan. Secara umum hibah ini berbentuk
bantuan Proyek (Project Aid), bantuan teknis (Technical Assistance), dan bantuan Program (Program Aid).
16
Tabel 1. Data Hibah yang Tercatat Pada APBN Tahun Anggaran 2002 No
Nama Proyek
1 The Indonesian HIV/AIDS & STO Prevention & Care Project 2 The Women Health & Family Planning 3 The Healthy Mothers, Healthy Babies & Child Survival 4 Relating to the specialised training project phase II 5 Second water and sanitation for low income communitie 6 Concerning The Indonesian Forest Tree Seed Project 7 Dev. of Suistainable Tropical Forest Manag System 8 Proyek Pengamanan Hutan Kaltim 9 Industrial Polution Control 10 HIV/Aids Prevetion and Family Planing 11 Kerinci Selatan Integ. Conserv & Development Project 12 Urban Transport Sector Project 13 Coral Reef Rehab & Management Project 14 De ScholarshiP & Grant Program 15 The Forest Tree Improvement Project Phase II 16 Berau Forest Management Project 17 Sustainable Forest Manag. & Human Res. Dev. Phase II 18 Technical Assistance For Strategic Policy For Sustain 19 Natural Resources Mangement 20 Urban Enviromental 21 Decentralized & Participation Local Goverment TOTAL
Nilai Hibah AUD 17,700.000,00 AUD 7,464.000,00 AUD 9,884.000,00 AUD 448.440,00 AUD 11,113.000,00 USD 7,872.000,00 DEM 1,850.000,00 DEM 10,151.200,00 DEM 15,600.000,00 DEM 20,884.000,00 SDR 10,200.000,00 JPY 137,500.000,00 SDR 3,100.000,00 EUR 55,814.967,00 USD 514.349,00 ECU 9.026.000,00 USD 1.795.610,00 USD 740.000,00 USD 4.170.861,00 USD 16.800.610,00 USD 5.163.430,00 IDR 645,042,863,000,00
Kenapa Hibah Muncul? Dalam hibah, apa yang telah diberikan oleh pemberi hibah baik negara maupun lembaga, tidak wajib dikembalikan oleh si penerima. Artinya tidak ada keuntungan secara langsung yang bisa diterima pemberi hibah. Lantas, kenapa ada yang mau memberi hibah? Ekonom Universitas Indonesia (UI), Mohammad Ikhsan coba berfilosofi untuk menjawab pertanyaan ini.9 Menurutnya, ide awal pemberian hibah adalah demi mewujudkan keadilan masyarakat dunia. Kalau ada pemerintah dunia, mestinya orang kaya membayar pajak, Wawancara dengan M.Ikhsan, 25 November 2002, di Universitas Indonesia.
9
17
‘Berkah’ Proyek Hibah
kemudian disalurkan pada orang miskin. Namun kenyataannya, pemerintah dunia tidak ada sehingga keinginan ideal itu tidak terealisir. Walau demikian komitmen membangun dunia yang setara masih tetap ada. Salah satunya diwujudkan dengan mewajibkan negara maju agar memberi sumbangan satu persen dari Gross Domestic Product (GDP) kepada negara yang berkembang. Bentuknya bisa aid dan hibah. Jadi menurut Ikhsan, hibah merupakan salah satu kegiatan negara maju untuk menolong negara yang sedang menderita. “Dulu waktu kita krisis yang memberikan bantuan khan negara-negara Amerika, Eropa. Mereka datang membantu tanpa diminta.”
Tapi Ikhsan tidak menafikan jika negara atau lembaga pemberi hibah juga membawa kepentingan tertentu, terutama kepentingan ekonomi. Menurutnya, dengan adanya hibah diharapkan Indonesia bisa maju dalam arti kemampuan ekonomis masyarakat bisa tergenjot. Ini akan menjadi peluang besar bagi negara kaya untuk memperluas distribusi produk-produk mereka. Alasan lain, jika Indonesia masih berkubang dalam kemiskinan, gejolak sosial akan muncul, bahkan bisa diikuti oleh ledakan yang lebih besar lagi. Mengingat posisi penting negara ini, sudah tentu akan besar pengaruhnya terhadap negara lain. Sehingga tidak mustahil turut menciptakan masalah dunia. 18
Bumerang Modal Luar Negeri
“Ini akan sangat mengganggu mereka. Jepang misalnya, karena tentara Indonesia sibuk memadamkan gerakan separatis, akibatnya keamanan laut tak terjaga. Kalau ada kapal Jepang yang lewat, kan rawan bahaya perompakan. Akibatnya, asuransi makin besar, cost-nya pun makin besar pula.”10
Sedangkan menurut Perdana, pada dasarnya baik pinjaman, utangan, maupun hibah memiliki prinsip yang sama. Ketiganya merupakan capital inflow pada sebuah negara, seperti Indonesia. Dalam teori ekonomi pembanguan, munculnya capital inflow karena negara berkembang dianggap tidak mampu melaksanakan pembangunan, karena tidak memiliki modal. Agar pembangunan berjalan modal harus disediakan. Modal itu harus dari asing, baik untuk swasta maupun pemerintah. “Teoritisnya begitu, tapi teknisnya bisa macam-macam.”
Jadi sebenarnya, dalam konteks pemapanan ideologi, sama seperti utang, negara kreditor tidak cuma mengandalkan bunga utangan sebagai kompensasi yang mereka terima. Tapi power sebagai pemberi utangan untuk mengubah kebijakan di Indonesia. Tujuannya, agar berbagai kepentingan baik politis maupun ekonomis tercapai. Tak mengherankan dalam tingkat tertentu mereka pun ikut dalam mengatur utang yang dikucurkannya. 10
ibid
19
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
Hibah pun demikian, merupakan salah satu alat yang dipakai oleh negara kaya yang notabene merupakan penganut paham neo-liberal, untuk mempertahankan agar negara berkembang atau miskin seperti Indonesia tetap menganut paham yang mereka anut. Tujuannya, memaparkan dominasi politik dan ekonomi mereka. Apalagi dalam hibah ini kekuasaan pemberi hibah sangat besar keterlibatannya sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan proyek atau program, termasuk hibah dalam bentuk pelatihan atau technical assistan. Kalau tidak sesuai agenda mereka, hibah akan ditarik kembali. Muhadi Sugiono(1999), menjelaskan kondisi ini. Negara maju, pasca penjajahan fisik masih berkeinginan untuk mendominasi ekonomi maupun politik negara baru merdeka, yang dikenal dengan dunia ketiga. Tentunya, bukan melalui intervensi militer, karena itu akan mengundang reaksi keras. Cara yang dipakai adalah pertama dengan penaklukan ideologi. Paham yang selama ini dipakai negara maju, coba ditransformasikan pada dunia ketiga baik melalui intelektual dunia ketiga yang mereka didik, atau bisa pula melalui institusi-institusi mapan yang telah mereka buat, seperti lembaga keuangan internasional dan perusahaan multinasional. Baik secara langsung oleh negara kaya maupun lembaga tadi hibah dikucurkan. Sasarannya, mendorong dunia ketiga memeluk paham kapitalisme mereka ataupun memperkuat pelukan paham itu.
Ini artinya, kepentingan utama dari negara kaya memberikan hibah sebenarnya akan bermuara pada pemenuhan kepentingan negara mereka. Hibah bisa dijadikan sebagai prakondisi untuk mewujudkan kepentingan yang lebih besar dalam jangka panjang. Sebagai contoh, dalam riset mengenai bantuan pembangunan resmi Official Development Asisstance (ODA) Jepang dan Indonesia, Murai Yoshinori dan Fuke Yosuke, menjelaskan setidaknya ada dua motif dalam bantuan yang digulirkan Pemerintah Jepang. Pertama motif politik. Sasaran utama dari bantuan Jepang adalah negara yang menganut paham pembangunan dan tentunya antikomunis. Tak masalah walau pemerintahannya otoriter sekalipun. Memang, tajuk bantuannya humanitarianisme, tapi jika ada negara yang sedang kelaparan misalnya, namun tidak sepaham, bantuan tak akan dikucurkan.
20
“Terdapat suatu maksud politis dan strategis dalam kebijakan bantuannya. Kami harus mempertanyakan sikap dasar dari kebijakan luar negeri Jepang. Jepang telah bertindak sebagai anggota negara Barat dalam kapitalisme, dan mempertahankan perjanjian keamanan Jepang-Amerika. Dapat dikatakan, posisi serupa mempengaruhi kebijakan ODA sebaga salah satu alat diplomasi. Hanya sejumlah bantuan yang sangat kecil diberikan pada sejumlah negara yang masih atau pernah pro-Soviet semacam Vietnam, Nikaragua, atau Afghanistan, meski rakyat di negara 21
‘Berkah’ Proyek Hibah
tersebut kelaparan.”11
Lebih lanjut menurut Yoshinori dan Yosuke, pertimbangan politik tersebut telah menimbulkan masalah besar. Tidak cuma korupsi tapi juga pelanggaran hak asasi manusia yang massif di negara penerima bantuan. “Pemberian dukungan yang luar biasa terhadap pemerintah yang pro Amerika dan antikomunis telah melahirkan hubungan yang korup. Kami juga dapat mengatakan bahwa bantuan dapat memperkuat rezim ‘diktator pembangunan.”12
Motif kedua, bantuan dijadikan sebagai ajang bisnis. Sebagian besar proyek bantuan dikerjakan perusahaan Jepang atas dasar pencarian keuntungan. Di Jepang, perusahaan-perusahaannya diberi subsidi. Versi internasionalnya untuk hal ini adalah bantuan luar negeri. Pemerintah asing tak ubahnya pemerintah lokal di Jepang yang menerima subsidi dari pemerintah pusat. Kalangan politisi lokal dan pusat maupun perusahaan bersaing untuk meraup poryek-proyek yang disubsidi. Dalam realitas, ODA sering diperalat untuk mencapai keuntungan oleh perusahaan-perusahaan Jepang. Itu menjadi semacam pembayaran keuntungan dari Murai Yoshinori dan Fuke Yosuke, Bantuan Pembangunan Resmi Official Development Asisstance (ODA) Jepang dan Indonesia, dalam Pembangunan di Indonesia, Memandang Dari Sisi Lain, Infid, 1985 12 ibid 11
22
Bumerang Modal Luar Negeri
perusahaan multinasional kepada negara tuan rumah. Namun dalam ODA investasi awal dibiayai tuan rumah dan tidak ada resikonya. “Jika ditilik dari sudut pandang ini, maka bodoh sekali membayangkan tidak ada kompetisi untuk meraih konsesi, atau persaingan bermiliar-miliar yen demi kontrak bantuan. Bagi kalangan pengusaha, bantuan adalah bisnis bagus.”13
Mantan staf International NGO on Indonesian Forum (Infid), Ema Tjakradinata membenarkan kondisi ini.14 Hibah yang masuk Indonesia sebenarnya merupakan proyek jangka panjang negara kaya. walau imbal balik secara langsung tidak diterima negara atau lembaga pemberi hibah. Namun imbalan materi maupun immateri atau dalam jangka panjang mereka dapatkan. Menurut Tjakradinata, hibah yang diberikan merupakan pancingan untuk menggolkan kepentingan yang sebenarnya. Artinya hibah merupakan satu langkah untuk membuat langkah yang lebih besar lagi. Hibah merupakan entry point, yang mesti dijalankan agar apa yang dijadikan tujuan pemberi hibah berjalan dengan mulus. Tjakradinata mencontohkan pembagunan kampus Sekolah Ting gi Akuntansi Negara (STAN) di Jurangmangu, Tangerang. Awalnya Bank Dunia yang memprakarsai dengan memberi hibah pembebasan tanah untuk pembangunan kampus itu. Setelah itu, baru 13 14
ibid Wawancara dengan Emma Tjakradinata
23
‘Berkah’ Proyek Hibah
mereka tawarkan utangannya Contoh lain, ketika Indonesia tidak memiliki standar akuntansi, Bank Dunia memprakarsai pembuatannya dengan memberi hibah semacam riset pendahuluan. Namun setelah itu lembaga bentukan pertemuan Bretton Woods ini menawarkan utangan untuk membuat proyek standar akuntansi. Pendapat Tjakradinata sejalan dengan Arimbi Heroeputri. Menurutnya, hibah merupakan langkah awal bagi negara donor untuk mencapai tujuan jangka panjangnya. Maka tak heran jika hibah lebih dikucurkan pada riset atau proyek pemicu. Misalnya, riset awal tentang struktur kelembagaan negara atau sistem hukum di bidang tertentu. Setelah mendapatkan gambaran besarnya, mereka akan pulang dan kembali lagi dengan menawarkan loan. “Contohnya sektor kelistrikan, yang sekarang ada kan bukan secara tiba-tiba ada. Itu kan dari riset tahun 80-an. Riset-riset itu biasanya lewat grant, baru sekarang kita memetik buahnya berupa loan sebanyak Rp. 1,2 Milyar itu.”15
Tapi menurut Arimbi, ada juga beberapa negara yang memberikan hibah karena memang surplus modal. Jika surplus ini tidak diputar bisa berbahaya bagi ekonomi negara tersebut. Arimbi juga melihat faktor sumber daya alam Indonesia turut menjadi faktor penarik masuknya 15
Wawancara dengan Arimbi Heroeputri
24
Bumerang Modal Luar Negeri
hibah. “Kalau yang lain asumsi saya kekuatan geopolitik saja. Dan memang kita masih punya modal untuk dijarah. Orang ngasih grant dengan harapan orang inget.”16
Pejabat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Adi, tidak menafikannya. Hibah menurut Adi adalah alat lobbying yang paling ampuh untuk menggolkan kepentingan jangka panjang suatu lembaga atau negara. Namanya akan harum di depan pemerintah Indonesia, sehingga nantinya jika memiliki kepentingan, baik ekonomi maupun politik, akan dengan mudah diwujudkan.
Kenapa Uni Eropa Mau Memberi Hibah? Dalam daftar pemberi hibah, memang banyak negara atau lembaga yang ikut mengucurkan uangnya ke Indonesia. Salah satu lembaga yang sangat getol adalah Uni Eropa. Bahkan dibanding negara atau lembaga lainnya, sebagian besar uang yang dikucurkan lembaga ini berbentuk hibah. Karena hibah sarat dengan kepentingan, lantas apa saja targetan kumpulan negara Eropa itu di Indonesia?
16
Ibid
25
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
Siapa Uni Eropa?
menyatukan negara Eropa mulai terwujud ketika berturut-tur ut Denmark, Ing gris, dan Irlandia mendaftarkan diri pada tahun 1973. Diikuti Yunani pada 1981, Spanyol dan Portugal 1986. Terakhir pada 1995, Austria, Swedia, dan Finlandia. Istilah Uni Eropa (UE) sendiri muncul setelah diberlakukannya Traktat Maastricht pada 1 November 1993. Traktat ini memperluas integrasi Eropa dari bidang ekonomi ke politik dan sosial-hukum. Ketiga bidang besar tersebut kemudian menjadi tiga tiang utama dalam integrasi total Eropa yang kemudian dikenal dengan Uni Eropa. Jadi Uni Eropa merupakan bentuk integrasi multisektor, yang kompetensinya menjangkau sampai ke bidang ekonomi, politik, hak-hak warga negara serta politik luar negeri negara anggotanya.18 Kini UE beranggotakan 15 negara yang mendasarkan pencapaian integrasi Eropa pada tiga tiang utama: ekonomi (berdasarkan Pasar Tunggal Eropa menuju Economic and Monetar y Union (EMU) dengan dikeluarkannya satu mata uang, Euro, di akhir abad 20), politik (usaha untuk tampil tunggal melalui Common Foreign and Security Policy/CSFP) dan sosial-hukum. Lembaga utama yang menjalankan Uni Eropa ada lima yakni, Parlemen Eropa, yang dipilih rakyat negara anggota Uni Eropa. Dewan Uni Eropa yang mewakili
Kemunculan Uni Eropa diawali oleh ketakutan terjadinya perpecahan di antara negara di Eropa, seperti yang terjadi pada perang dunia kedua lalu. Waktu itu, 1950, sedang berkecamuk perang dingin yang berpotensi menimbulkan konflik atau setidaknya perpecahan di antara negara Eropa. Untuk mencegah kemungkinan terburuk itu terjadi, adalah Jean Monnet, ketua Badan Pembangunan Prancis, menggagas terbentuknya suatu badan yang bisa mewadahi kepntingan negara-negara Eropa. Bentuknya yang diusulkan adalah pasar yang dikelola bersama. Gagasan Monnet itu kemudian itu ditindaklanjuti dengan menandatangani perjanjian yang membentuk masyarakat batu bara dan baja Eropa (ECSC). Perjanjian yang ditandatangai pada April 1951 ini dikenal dengan nama perjanjian Paris. Hanya enam negara yang ikut perjanjian itu, Belgia, Jer man, Perancis, Italia, Luksemburg, dan Belanda. Karena dasar keinginannya adalah menyatukan negara Eropa, usaha untuk penyatuan itu semakin giat dilakukan. Salah satunya dengan membentuk masyarakat energi atom Eropa, yang lebih dikenal dengan Euroatom atau EAEC dan masyarakat Ekonomi Eropa (EEC). Persetujuan yang dikenal dengan nama Perjanjian Roma ini ditandatangani pada Maret 1957, ditujukan untuk lebih meningkatkan integrasi ekonomi. Keinginan untuk 26
18
Delegasi Komisi Eropa, Pengetahuan Dasar Mengenai Uni Eropa
27
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
pemerintahan negara anggota, Komisi Eropa, Badan Eksekutif yang mengajukan legislasi dan Mahkamah Eropa yang menjamin penataan hukum, serta Badan Pemeriksaan Keuangan Uni Eropa yang bertanggungjawab dalam pemerikasaan laporan keuangan. Lima lembaga utama ini didukung oleh badan-badan lain, Komite ekonomi dan sosial dan komite regional. Keduanya berfungsi sebagai badan penasehat, ombudsman Eropa, menampung keluhan yang datang dari warga negara mengenai adanya kekeliruan administrasi pada tingkat Eropa. Bank Investasi Eropa, lembaga keuangan Uni Eropa, dan Bank Sentral Eropa yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter dalam kawasan Euro.
Komunikasi Komisi Eropa berjudul Developing Closer Relations between Indonesia and the European Union, yang dikukuhkan dalam Deklarasi Bersama Indonesia - Uni Eropa 14 Juni 2000 di Luxemburg. Serta pembuatan Country Strategy Paper mengenai rekomendasi hubungan dengan Indonesia. Secara umum dalam dua dokumen itu direkomendasikan hubungan dengan Indonesia mesti lebih diintensifkan. Cakupannya pun luas, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satu cara yang ditempuh untuk itu adalah melalui dialog politik. Pasca pergantian kepemimpinan di Indonesia, dialog politik ini lebih diaktifkan lagi. Bahkan Uni Eropa telah meningkatkan status perwakilannya di Jakarta, dari Representative menjadi Delegation, sejak 9 Mei 2000. Namun, ada beberapa hal khusus yang menjadi titik perhatian Uni Eropa di Indonesia, misalnya, urusan Hak Asasi Manusia (HAM), supremasi hukum, rekosiliasi nasional, serta good governance. Untuk good governance, Uni Eropa meminta agar Pemerintah Indonesia terus mempromosikannya dalam agenda reformasi nasional. Sebagai prioritas, penegakkan hukum, memerangi korupsi pada tingkat atas dan menghilangkan rasa tidak aman di tingkat bawah, mengatasi konflik internal dan kekerasan yang terjadi di beberapa wilayah, dan reposisi militer. Beberapa titik perhatian Uni Eropa ini didasarkan
Kebijakan Uni Eropa terhadap Indonesia Hubungan Indonesia dengan Uni Eropa terbilang cukup harmonis. Misalnya dalam perdagangan UE menjadi mitra terbesar kedua setelah Jepang. Juga di bidang sosial, kumpulan negara-negara Eropa ini kerap memberikan bantuan bagi Indonesia, terutama dalam usaha mengurangi jumlah masyarakat miskin. Pascakemerdekaan Timor Timur, hubungan ini menjadi bertambah erat. Uni Eropa sendiri membuat beberapa kebijakan khusus yang menyangkut hubungannya dengan Indonesia. Sebagai contoh 28
29
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
pada kebijakan politik yang bertujuan mengembangkan dan memajukan demokrasi, penegakan hukum, penghormatan dan perlindungan HAM, dan kebebasan fundamental. Kebijakan politik ini terkandung dalam EEC Regulation No. 443/92, 25 Februari 1992 sebagai dasar pemberian bantuan teknis dan keuangan serta kerjasama ekonomi dengan negara-negara berkembang di Asia dan Amerika Latin. Inilah dasar pelaksanaan hubungan antara UE dengan Indonesia. Selain berhubungan secara langsung dengan Uni Eropa, secara kelembagaan pun keduanya menjalin kerjasama. Terutama dalam kerangka kerjasama Uni Eropa - ASEAN, Asia – Europe Meeting (ASEM) dan ASEAN Regional Forum (ARF)
politiknya di Asia. Kepentingan jangka panjang Uni Eropa adalah untuk memperluas peranannya di kawasan Asia. Terutama dalam upaya mengimbangi peran dominan Amerika Serikat dan menciptakan supremasi kekuatan ekonomi Uni Eropa di dunia.18 Selain itu, Uni Eropa coba menantang dominasi Jepang dan Amerika. Menurut Heroeputri, kumpulan negara Eropa di Indonesia tak seperkasa dua saingannya itu. Makanya, untuk memupuk kekuatan, mereka mengucurkan hibah. Tujuannya jangka pendeknya, menarik simpati. Wiliam Van Diest tidak menyangkal pendapat Heroeputri. Bahkan pria kelahiran Belanda ini menegaskan, dalam proyek Uni Eropa, salah satu persyaratannya adalah tidak menggunakan peralatan maupun perlengkapan yang berasal dari Jepang atau Amerika.
Kepentingan UE dan Indonesia Indonesia dipandang memiliki peranan strategis bagi upaya memelihara stabilitas dan keamanan di Asia. Mengingat posisinya sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim dan menempati urutan keempat sebagai penduduk terbanyak di dunia, Indonesia menjadi pemain kunci di kawasan Asia Pasifik, termasuk di ASEAN. Bagi Uni Eropa, Indonesia merupakan negara yang tepat untuk mengantarnya masuk ke kawasan Asia. Bahkan hubungannya dengan negara kepulauan terbesar di dunia ini akan mendongkrak peran dan bobot 30
Strategi Kebijakan UE di Indonesia Setiap kebijakan Uni Eropa yang akan dijalankan di Indonesia dituangkan dalam Country Strategy Paper (CSP). CSP merupakan strategi komprehensif jangka menengah Komisi Eropa bagi kegiatan pembangunan di Indonesia. Ia adalah landasan hukum bagi Komisi Eropa untuk memperoleh dana kerjasama pembangunan multi-
19
www.delidn.cec.eu.int
31
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
tahunan dalam bentuk hibah.19 Pemilihan sektor prioritas dan tema kerjasama pembangunan, dilakukan melalui konsultasi dengan Pemerintah Indonesia. Caranya, bisa melalui lokakarya dan diskusi dengan berbagai instansi Pemerintah RI maupun dalam Pertemuan Forum Konsultasi Bilateral, sehingga kebijakan yang dibuat klop dengan perencanaan pembangunan jangka menengah Indonesia, yang dituangkan dalam program perencanaan pembangunan nasional (Propenas) Dalam kaitan dengan strategi, ada beberapa hal yang diusung Uni Eropa guna mempengaruhi kebijakan Pemerintah Indonesia, antara lain: a. Mengusulkan langkah-langkah untuk lebih mengintensifkan kerjasama dan perkembangan ekonomi/perdagangan bilateral melalui perundingan serta kemungkinan penandatanganan “bilateral trade and cooperation agreement”. b. Menggarisbawahi pentingnya kelanjutan serta keberhasilan restrukturisasi sistem perbankan, privatisasi dan manajemen aset-aset yang dikelola BPPN. c. Meningkatkan upaya-upaya untuk menarik minat investasi ke Indonesia. d. Mendukung dan menilai penting tahap implementasi
dari proses desentralisasi dan otonomi daerah. e. Meningkatkan upaya-upaya untuk mengatasi masalah governance dan penanganan kasus-kasus korupsi/ nepotisme Sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut, Komisi Eropa merekomendasikan dalam strategy paper-nya agar UE memberikan bantuan di bidang Public Administration and Democratisation, yang akan difokuskan pada: a. Capacity Building dan bantuan teknis kepada Kantor Jaksa Agung; b. Bantuan kepada Departemen Kehakiman untuk mendirikan Bar Association dengan aturan main/code of conduct yang jelas, dan pelatihan/training bagi para hakim, khususnya para pejabat peradilan di daerah; c. Bantuan kepada Komisi Anti Korupsi; d. Bantuan bagi Fakultas Hukum Universitas-universitas di Indonesia; e. Bantuan pelatihan di bidang HAM bagi polisi dan militer melalui KOMNAS HAM; f. Bantuan kepada Departemen Pemberdayaan Wanita, khususnya di bidang reformasi hukum dan pelatihan; g. Bantuan untuk proses rekonsiliasi di Aceh dan Maluku melalui upaya meningkatkan kesadaran atas masalahmasalah HAM. Hasilnya, berdasarkan konsultasi antara Komisi Eropa dengan Pemerintah RI, disepakati sektor prioritas
19
www.heln.go.id
32
33
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
kerjasama pembangunan Uni Eropa-Indonesia periode 2002-2006, yaitu Natural Resources Management (Forest, Water and Maritime), Social Welfare and Health, Education; Public Administration and Democratisation. Pemerintah RI dan Komisi Eropa juga telah sepakat bahwa untuk setiap sektor akan mempunyai parameter kegiatan yang bersifat cross cutting issue, yaitu: Poverty Alleviation; Good Governance; Capacity Building and Human Resources Development serta Civil Society/Gender. Untuk isu poverty alleviation, setiap sektor menetapkan kebijakan yang langsung maupun tidak berhubungan dengan pengentasan kemiskinan. Misalnya, pengentasan kemiskinan dalam sektor kehutanan dan pengairan. Kebijakan yang digulirkan dengan memakai model pembangunan kehutanan yang terintegrasi dan penyediaan air bersih bagi masyarakat. Sedangkan sektor kelautan melalui penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat pantai. Pada isu Good Governance, setiap sektor nampaknya sepakat menjadikan keterbukaan (transparancy) sebagai landasan penerapannya. Terutama penyediaan data base serta membangun kemampuan pengelolaan yang baik. Sedangkan untuk capacity building and human resources management, setiap sektor mempunyai kesamaan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan sumber daya manusia maupun sistemnya. Terakhir, sektor Public Administration and
Democratisation, yang merupakan sektor baru dan menjadi perhatian Uni Eropa, Komisi Eropa masih mempertimbangkan untuk mengintegrasikan kegiatan pada sektor tersebut dengan kegiatan Partnership for Governance Reform yang dikoordinasikan oleh UNDP. Komisi Eropa merupakan salah satu donor di dalam kemitraan tersebut. Komisi Eropa sendiri dalam periode tahun 2002-2006 menyediakan alokasi anggaran kerjasama pembangunan dengan Indonesia senilai €33 juta per tahun, meningkat dari rata-rata €20 juta per tahun selama periode 19951999. Walaupun dana kerjasama pembangunan akan meningkat pada periode lima tahun mendatang, namun jumlahnya masih sangat kecil. Oleh sebab itu, Komisi Eropa mengimplementasikannya berdasarkan sektorsektor prioritas dan program multi tahunan periode 2002-2004 direncanakan selesai pada kuartal ketiga 2001.
34
35
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
Tabel 2. Hibah Uni Eropa Untuk Indonesia
2.3 Hibah Uni Eropa di Sektor Air
No
Sector
Nama Proyek
1
Water
Development of North Bali Groundwater Irrigation and Water Supply Project (1993-1999) Development of Punggur Utara Irrigation Project (1992-2001) Lusi Irrigation-Jratunseluna Basin Scheme (1993-1999) Forest Liaison Bureau (FLB) Leuser Development Programme (LDP) Forest Inventory and Monitoring Project (FIMP) Forest Fire Prevention and Control Project (FFPCP) Berau Forest Management Project (BFMP) South and Central Kalimantan Production Forest Programme (SCKPFP) Satellite Assessment of Rice in Indonesia
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Forest
Self-Sufficiency in Rice Social Safety Net South-South Cooperation NGO Co-financing Scheme
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Ongoing Projects
26 27 28 29 30
Pipeline Projects
31 32
33 34 35
36
Completed Projects
Social Safety Net: Contraceptive Supply Collaboration between the Government of Indonesia and donors in support of South-South Co-operation in the field of Population and Development Small and micro-scale enterprise as instrument for strengthening selfhelp capabilities and long-term development perspectives in West Java Education Project in East Timor Enhancement of indigenous initiatives for community-based natural resources management Integrated housing and eco-tourism project Maluku Islands Integrated social and economic development programme in Central and South Eastern Maluku Strengthening gender programmes of co-operative organisations in Asia Assistance for aids and sexually transmitted disease control Development of bank self-help group partnership programme Center for early diagnosis and treatment of developmental disturbances in early childhood, Bandung Programme for Agrarian reform Extension of the Cinta Rakyat vocational school Small scale enterprise development Emergency response to the medical/sanitation needs in the clash affected areas of Maluku provinces Emergency distribution of food rations, personal and domestic hygiene kits as well as blankets, mattresses and cooking sets to the IDPs in the province of Maluku and North Maluku Humanitarian aid for Puncak Jaya district population, Irian Jaya Emergency camp schools for primary school-aged refugee children in Kupang West Timor emergency food aid response programme Programme to re-establish and enhance the food and security among the population displaced by the on-going conflict in the Maluku and North Maluku provinces Securing efficient and safe water transport for ICRC/PMI staff working in the area Emergency medical, water and sanitation assistance to IDPs in Maluku
Emergency food distribution to the IDPs in Maluku province Emergency response to the East Timor crisis West Timor disaster relief project
Sejak tahun 1976 Uni Eropa menaruh perhatian terhadap sektor sumber daya air di Indonesia, khususnya irigasi dan pembuangan air. Total bantuan yang telah dikucurkan mencapai €112 juta. Tercatat beberapa proyek yang telah dibiayai Uni Eropa, yakni, Development of North Bali Groundwater Irrigation and Water Supply Project (1993-1999) Development of Punggur Utara Irrigation Project (1992-2001), dan Lusi Irrigation-Jratunseluna Basin Scheme (1993-1999). Terakhir, pada 7 Febr uari 2001 Uni Eropa menandatangani perjanjian finansial untuk proyek tata pemerintahan yang baik (Good Governance) di sektor manajemen sumber daya air. Untuk proyek ini, Pemerintah Indonesia menyediakan dana sebesar € 300,000 sedangkan Komisi Eropa menyetujui pemberian hibah sebesar € 3,9 juta (1 euro = Rp 8638.74).
2.3.1 Permasalahan Sektor Air di Indonesia Pada mulanya adalah masalah yang kompleks dalam sektor air di Indonesia. Petani dan masyarakat miskin pedesaan maupun perkotaan biasanya yang menjadi korban. Uni Eropa sendiri menurut perwakilan Uni Eropa di Indonesia, William Van Diest, sangat memperhatikan masalah pengentasan kemiskinan. Memang bahaya terbesar yang mengancam petani adalah krisis di sektor pengairan. Jumlahnya relatif tetap 37
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
tapi di sisi lain, pemakainya, penduduk makin melonjak. Walhasil permintaan terhadap air makin tinggi. Karena banyak diburu, air akhirnya menjadi barang langka. Kekhawatiran terjadinya kelangkaan air menurut Pengamat Pengairan, Sudar D. Atmanto, tampak dari perhitungan Neraca Air -selisih antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Pada beberapa propinsi telah menunjukkan bahwa propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat sejak tahun 1990 sudah mengalami defisit air.20 Dan pada tahun 2000 Nusa Tenggara Timur juga mengalami defisit air. Kelangkaan air ini akan mendorong terjadinya konflik air, terutama konflik kepentingan antar sektor. Misalnya sektor pertanian dengan sektor industri, atau sesama pemakai air dalam satu sektor. Jelas ini akan menjadi masalah besar bagi Indonesia. Tapi menurut Mantan Direktur Sumber Daya Air yang kini menjabat Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Menkimpraswil), Soenarno, sektor pertanian yang akan menerima dampak paling buruk. Kebutuhan air irigasi untuk budidaya pertanian diperkirakan masih sekitar 80 persen dari total kebutuhan air. Padahal penduduk dan pembangunan semakin berkembang, sehing ga dikhawatirkan eksistensi jaminan alokasi air untuk
pertanian akan menjadi labil dan tergeser oleh kebutuhan penggunaan air untuk sektor lainnya. Hasilnya, di Jawa Barat misalnya, pada tahun 1994, di Daerah Irigasi Rentang terjadi gagal panen akibat kurang air yang mencapai 23.000 hektar. Hal ini terjadi karena air yang ada juga harus digunakan untuk sektor lainnya. Selain itu dari hasil penelitian Pusat Dinamika Pembangunan (PDP) Universitas Padjajaran 1996, di Daerah Irigasi Cewalengke, Jawa Barat, menunjukkan bahwa dengan adanya pengambilan air untuk pabrikpabrik tekstil di Majalaya, berakibat sebagian lahan pertanian menjadi kekurangan air. Kondisi ini sebelumnya tidak pernah terjadi. Contoh lain hasil penelitian LP3ES tahun 1997 di sungai Sampean (Jawa Timur), di mana pada salah satu anak sungai di bagian hulu akan dibangun bangunan pengambilan air oleh PDAM. Hal ini sangat meresahkan masyarakat petani yang sudah lama memanfaatkan air sungai tersebut. Mereka mengkhawatirkan, jika air diambil PDAM sawah mereka tidak bisa tanam sebagaimana biasanya. Hasil penelitian LP3ES lainnya di Sungai Kali-Babak-Lombok Tengah, pernah terjadi konflik air antara petani dengan pengusaha pencucian kain “Jeans”. Akibat adanya pencucian tersebut, terjadi pencemaran air Sungai Kali-Babak, di mana sekitar 115 ha sawah tanaman padi menjadi gagal panen. Berita terakhir tentang konflik air, diberitakan Harian
21
38
Catatan Dewan Riset Nasional, 1994
39
‘Berkah’ Proyek Hibah
Kompas pada 10 Agustus 1998, dengan judul “Nasib Korban Pencemaran Lampung”, sekitar 612 nelayan tradisional dan 72 petani ikan nila yang ada di Sungai Way Seputih dan Way Terusan menuntut keadilan. Akibat pencemaran air sungai yang dilakukan 2 (dua) industri pabrik, mengakibatkan matinya 900 ton ikan nila atau kerugian petani mencapai Rp. 4,5 milyar. Beberapa contoh di atas, hanya sebagian kecil dari potret konflik air antar masyarakat lokal dengan pengguna air pada sektor lainnya. Ironisnya dari konflik air tersebut, masyarakat lokal tidak berdaya menghadapinya, hanya karena mereka tidak mempunyai ijin penggunaan air. Sedangkan pengguna air sektor modern (non-pertanian) selalu mempunyai /memegang surat ijin penggunaan air, sehingga pada saat terjadi kejadian konflik air, “seolah-olah” masyarakat lokal ada pada posisi yang salah.
Privatisasi Menjadi Kunci Penyelesaian Kelangkaan air ternyata tidak hanya mengorbankan petani, tapi juga beragam masalah lain dengan korban yang juga banyak. Misalnya terjadi situasi demand side efect terhadap keberadaan air. Artinya air sudah kehilangan fungsi sosialnya sebagai komoditas publik (public goods). Fungsinya sudah bergeser menjadi komoditas ekonomi (economic goods). Selain itu, kualitas air pun semakin menyusut yang 40
Bumerang Modal Luar Negeri
disebabkan oleh peningkatan aktivitas pembangunan dan tekanan penduduk. Dampak negatif dari situasi tersebut berakibat semakin kritisnya kondisi hidrologis dan kelestarian konservasi air, serta semakin tercemarnya sumber air. Pencemaran baik yang dilakukan oleh industri maupun rumah tangga jelas akan menurunkan kualitas air. Termasuk dalam hal ini rusaknya daerah penyimpanan air. Perusakan hutan atau tempat penyimpanan air juga mempengaruhi ketersediaan air. Selain itu, kondisi kritis juga diindikasikan dengan sangat besarnya fluktuasi debit air antara musim hujan dan musim kemarau, sampai mencapai 150 kali.22 Semakin jeleknya fungsi tangkapan air di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), berakibat semakin langkanya air pada musim kemarau dan menjadi bencana banjir pada musim hujan. Masalah-masalah seperti inilah yang ingin ikut diselesaikan oleh Uni Eropa. Bank Dunia sendiri menilai upaya pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan problematika ini gagal. Pasalnya, kebijakan yang digulirkan bersifat parsial atau tambal sulam, yang pada akhirnya tidak bisa menyelesaikan masalah secara tuntas. Kebijakan yang bersifat komprehensif inilah yang ingin didorong Uni Eropa dengan hibahnya. Memang, Uni Eropa hanya sebagai pendorong, karena, kebijakan untuk 22
Catatan Dewan Riset Nasional, 1994
41
‘Berkah’ Proyek Hibah
Bumerang Modal Luar Negeri
mereformasi besar-besaran sektor air di Indonesia sebelumnya telah ditawarkan dan siap digulirkan Bank Dunia (World Bank). Salah satu jawaban dalam menyelesaikan permasalahan di sektor air adalah dengan privatisasi air. Bahkan Bank Dunia menggelontorkan dana yang besar untuk menyukseskan tujuannya itu. Salah satunya dengan membiayai undang-undang sumber daya air yang rencananya dirumuskan akhir tahun 2003. Proyek berjangka tiga tahun ini bertujuan untuk menciptakan manajemen yang efisien, ekonomis, dan ramah lingkungan di tiga lembah sungai di Lampung, Yogyakarta dan Jawa Timur. Termasuk dalam kegiatan proyek tersebut adalah pembangunan balai sumber daya air di masing-masing lembah sungai, penyusunan perencanaan pengelolaan air berjangka panjang, pengembangan kelembagaan sebagai upaya menciptakan kantor dinas yang efisien pada tingkat distrik, pengalihan tanggung jawab kepada perhimpunan organisasi pemakai air, serta pengendalian penyaluran air dan pencegahan erosi. Proyek ini difokuskan pada manajemen sumber daya air secara tepat guna dan berkesinambungan melalui pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat terkait serta pengkajian ulang peran Pemerintah. Adapun program ini mendukung proses desentralisasi dan re-orientasi finansial serta reformasi sektor air (Watsal). Hibah Uni Eropa di sektor air salah
satunya ditujukan untuk mendukung proyek privatisasi air yang dipelopori Bank Dunia. Hasilnya, penangguk terbesar keuntungan ketika sektor air diswastaniasi adalah perusahaan yang berasal dari negara Uni Eropa.
42
43
‘Berkah’ Proyek Hibah
BAB III
Proyek Alur Banjir Dombo - Sayung Asal Muasal Dombo-Sayung
A
lur banjir Dombo-Sayung adalah bagian dari sistem pengendalian banjir Dolok Penggaron. Sistem ini merupakan warisan Pemerintah Kolonial Belanda yang telah memakainya sejak akhir abad 19. Waktu itu, Banjir Kanal Timur yang merupakan batas timur Kota Semarang berfungsi sebagai penampung semua banjir yang datang dari hulu Sungai Dolok dan Penggaron. Kemudian melalui pintu Pucanggading yang dibangun pada 1895, aliran banjir diarahkan ke Laut Jawa.1
1
44
Project Management Unit, Alur Banjir Dombo-Sayung.
45
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
Seiring, perkembangan waktu, kondisi Kota Semarang juga berubah. Selain industri dan pemukiman yang tumbuh pesat, tata kota pun berubah. Akibatnya, posisi Banjir Kanal Timur yang tadinya berada di tengah kota berpindah ke wilayah pinggiran. Walhasil, kota atlas ini juga mendapat jatah banjir dari tetangganya, Kabupaten Demak dan Semarang. Celakanya, tiap tahun erosi yang menyebabkan pendangkalan sungai terus meningkat dan Semarang pun menjadi pelanggan tetap banjir. Tentu saja tak akan ada yang bersedia diberi jatah banjir. Semuanya pasti menolak. Begitupun warga yang tinggal di daerah hilir sungai, semuanya saling lempar jatah. Masing-masing menolak wilayahnya dilalui debit banjir, sehingga konflik antarwarga tak bisa dihindari. Alhasil, karena dianggap tidak mampu mengikuti perubahan, konsep pengaturan banjir warisan kolonial Belanda inipun ditinggalkan. Sebagai gantinya dibuatlah sistim pengendalian banjir Dolok-Penggaron dimana alur banjir Dombo-Sayung termasuk di dalamnya. Akan tetapi, alur banjir Dombo-Sayung tidak bisa dipisahkan dari proyek Lusi - Jratunseluna. Sebuah proyek patungan antara Bank Dunia, Japan Banking for International Cooperations (JBIC), dan Uni Eropa. Pasalnya, dana yang dipakai untuk membangun alur banjir Dombo-Sayung berasal dari sisa dana Lusi-Jratunseluna. Proyek yang selesai digarap pada tahun 1990 ini menyisakan dana sebesar Euro 8.340 ribu dari total yang
disediakan Euro 20.640 ribu. Sisa dana itu oleh pemerintah diminta untuk membuat proyek DomboSayung. Uni Eropa memang tidak membiayai keseluruhan proyek. Dana sisa Euro 8.340 ribu hanya dipakai untuk pembangunan fisik, sedangkan pengadaan dan pembebasan tanah menjadi tugas Pemerintah Indonesia. Setidaknya mesti disediakan uang sebesar Euro 6.025 ribu, sebagai dana pendamping. Pelaksanaan proyek sendiri baru dimulai pada tahun 1999 walaupun kegiatan perancangannya selesai pada tahun 1992. Tenggang waktu selama tujuh tahun ini memungkinkan peninjauan ulang terhadap rancangan proyek, terutama berkenaan dengan perubahan data banjir, tata guna lahan dan peningkatan biaya. Peninjauan ulang desain alur banjir Dombo Sayung dilaksanakan oleh BCEOM, konsultan dari Prancis.
46
Cerita Sekilas Tentang Semarang Semarang, kota yang terletak di pantai utara Jawa ini memiliki luas 373,70 km². Jumlah penduduknya mencapai 1.351.246 jiwa tersebar di 16 kecamatan. Konon, nama ibu kota provinsi Jawa Tengah ini berasal dari kata asem dan arang. Kata itu muncul sewaktu pendiri kota, Pangeran Made Pandan dan Raden Pandanaran, menanam pohon asam yang arang (jarang). Sebelah utara kota ini dibatasi oleh Laut Jawa, 47
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
selatannya bertetangga dengan kabupaten Semarang. Sedangkan di barat dan timur masing-masing dipagari kabupaten Kendal dan Demak. Iklim tropis dengan dua pergantian musim, penghujan dan kemarau membuat kota ini berhawa panas. Hujan turun antara Nopember hingga April, dengan rata-rata 178 hari per tahun. Sedangkan musim kemarau terjadi antara Mei sampai Oktober dengan intensitas penyinaran matahari rata-rata 343 cl/cm2/detik. Angin umumnya bergerak dari arah Tenggara menuju Barat Laut. Kecepatannya yang tercatat oleh stasiun klimatologi Semarang berkisar antara 6 hingga 8 km per jam dengan rata-rata sebesar 6,9 km per jam. Sedangkan temperatur udaranya rata-rata 28,90oC dengan ekstrema terendah 23,5 oC dan ekstrema tertinggi 34,3 o C. Temperatur udara yang demikian menyebabkan kelembaban udara berkisar antara 70 hingga 84 persen dan penguapan air antara 3,5 hingga 6,4 mililiter/hari. Secara geografis, kondisi dan posisi kota Semarang tergolong unik. Terdiri dari dua dataran, yakni dataran rendah, wilayah pantai yang memanjang dari Barat ke Timur, dan dataran tinggi merupakan daerah perbukitan. Kondisi ini menyebabkan Semarang memiliki berbagai macam kemiringan. Di bagian utara yang merupakan daerah pantai kemiringannya antara 0-2 persen. Sedangkan di selatan yang merupakan daerah perbukitan, kemiringannya variatif antara 2 hingga 40 persen.
Selain itu, wilayah perbukitan di kota Semarang lebih luas dibanding datarannya. Ukurannya 66 berbanding 34 persen. Karena kondisinya yang relatif sejuk dan bebas banjir, daerah perbukitan menjadi primadona untuk dijadikan tempat tinggal. Tak mengherankan jika kemudian wilayah ini berubah jadi kawasan perumahan. Akibatnya, daerah resapan air pun berkurang. Besarnya curah air yang turun, membuat kali Banjirkanal kewalahan menampungnya. Mau tak mau air pun merambah kawasan pemukiman ibukota Jawa Tengah. Akhirnya kota lunpia ini dikenal sebagai salah satu wilayah rawan banjir. Parahnya, bukit yang berubah jadi pohon tembok menyisakan hantu bagi masyarakat, berupa tanah longsor, terutama bagi mereka yang tinggal dibawah lereng.2 Kota pesisir utara Jawa ini memiliki empat zone daerah amblesan (tanahnya cenderung mudah longsor) dan potensial banjir. Zone I, yang mengalami amblesan lebih dari 0,20 meter per tahun adalah Pelabuhan Tanjung Emas yang membentang dari Kelurahan Terboyo Kulon di bagian timur, Kelurahan Bandarharjo di bagian Barat, dan Kelurahan Purwodinatan di bagian selatan. Zone II dengan amblesan antara 0,15-0,20 meter per tahun, meliputi pantai yang membentang dari P Tirang (Kecamatan Tugu) di bagian barat hingga Kuningan
48
Disarikan dari wawancara Robert Kodoatie dengan Suara Merdeka, 6 Februari 2002
2
49
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
(kecamatan Semarang Utara) kemudian berbelok ke selatan hingga Plombokan, kemudian berbelok ke timur hingga Jagalan. Akhirnya meluas ke arah timurlaut hingga kelurahan Trimulya. Zone III, amblesannya 0,10-0,15 meter per tahun, berupa jalur sempit berbentuk seperti paruh burung di kecamatan Tugu dan kecamatan Semarang Barat, kemudian bertambah luas di kelurahan Tanah Mas lalu belok ke selatan hingga kelurahan Bulustalan dan kelurahan Barusari. Membelok ke arah timur hingga kelurahan Wonodri bagian utara, dan akhirnya menuju timur laut hingga kelurahan Trimulya. Terakhir, Zone IV, amblesan kurang dari 0,10 meter per tahun, menempati jalur sempit di bagian barat kecamatan Tugu dan kecamatan Semarang Barat, tetapi sangat melebar di bagian timur. Dosen Planologi, yang juga menjabat sekretaris Pusat Penelitian Sainstek Universitas Negeri Semarang, Saratri Wilonoyudho memprediksi, amblesan di beberapa daerah yang padat penduduknya, serta padat bangunannya, lebih besar. Dengan mengasumsikan beban sebesar 5 ton/m2 pada fondasi, perosokan tanah akibat beban bangunan menjadi berkisar antara 0,0102 meter hingga 0,4098 meter. Padatnya bangunan-bangunan tinggi di beberapa zona rawan di Semarang, diduga kuat turut mempercepat rusaknya lingkungan. Secara kasat mata dapat dilihat kota
atas yang mestinya relatif dibebaskan dari bangunanbangunan komersial, justru tumbuh subur di daerah tersebut, mulai dari hotel “krusek”, restoran, mal, dan perumahan elite lainnya.
50
Selayang Pandang Desa Batursari Salah satu desa yang terkena proyek alur banjir Dombo-Sayung adalah Batursari. Secara administratif desa ini berada di wilayah Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Luasnya mencapai 651,963 hektar dan berada di daerah dataran rendah dengan tinggi di atas permukaan laut ± 28 m. Karenanya desa ini sangat panas di siang hari dan dingin pada malamnya. Secara fisik, desa Batursari di sebelah utara berbatasan dengan Desa Bandungrejo, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kebonbatur, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Plamongansari serta di sebelah timur berbatasan dengan Desa Kangkung. Posisi Desa Batursari bisa di bilang unik. Walaupun secara administratif mereka berada di bawah kabupaten Demak, tetapi masyarakat Batursari lebih dekat dengan kota Semarang. Jaraknya hanya 15 km, jauh lebih dekat dibanding dengan Demak yang mencapai 39 km. Jadi warga desa apabila hendak bepergian ke Demak harus melewati kota Semarang terlebih dahulu. Jumlah penduduk yang mencapai 20.219 jiwa dimana mayoritas beragama Islam (98 persen). Sedangkan 51
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
pekerjaan yang digeluti adalah buruh, baik buruh industri maupun bangunan, karena, posisi desa ini dekat dengan sejumlah perusahaan dan perumahan. Bahkan bisa dikatakan sebagian besar lahan pertanian di Batursari telah berubah fungsi menjadi kawasan perumahan. Pendidikan penduduknya tergolong tinggi. Sebanyak 527 orang mengecap perguruan tinggi atau setara. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berjumlah 898 orang, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 1848 orang, serta yang berpendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD) ada 6186 Orang. Sedangkan penduduk yang belum tamat SD sejumlah 3474 orang dan yang belum atau tidak sekolah sejumlah 1131 orang.
Kini ‘warisan’ itu bisa dijumpai karena pemerintah Indonesia masih memanfaatkannya. Hanya berbeda dengan saat Belanda berkuasa pada abad 19 irigasi tidak bisa berfungsi optimal, sehingga banjir masih tetap betah di kota atlas ini. Lantas jawaban apa yang dipakai pemerintah untuk mengatasi masalah ini? Pembangunan alur banjir Dombo – Sayung, jawabnya. Secara umum, pembangunan alur banjir DomboSayung yang panjangnya mencapai 19,4 km dimanfaatkan untuk menampung sebagian banjir yang datang dari Sungai Penggaron. Sehingga permasalahan banjir yang terjadi di hilir banjir Kanal Timur dan Kali Babon bisa dikurangi. Tapi secara khusus proyek ini bertujuan, 1. Mengatur dan mengontrol debit banjir dari sistem saluran sungai Babon. 2. Mengurangi beban sungai Babon. 3. Mengurangi masalah banjir di jalur Pantura khususnya jalur Semarang-Demak dengan pelebaran sungai Dolok yang saat ini hanya berkapasitas 5 m3/detik. 4. Mengurangi daerah rawan benjir di kota Semarang dan kabupaten Demak dari 8.300 ha menjadi 1.300 ha. 5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota Semarang dan kabupaten Demak.4
Pembangunan Alur Banjir Dombo-Sayung Selain terkenal akan lunpia-nya, kota Semarang pun dikenal dengan banjirnya. Maklum, tiap tahun saat memasuki musim hujan, ibu kota Jawa Tengah ini sering menjadi kubangan. Memang, banjir bukanlah masalah baru, sejak zaman kolonial Belanda persoalan ini sudah muncul dan kerap merepotkan pemerintah waktu itu. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah negeri kincir angin untuk mengatasinya. Seperti membangun Saluran Banjir Kanal Kali Baru (1872), Saluran Banjir Kanal Barat (1892), dan Saluran Banjir Kanal Timur (1900).3 3
Kompas, 9 Februari 2001.
52
4
European Commissian – Indonesia, Dombo-Sayung Floodway.
53
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah tiga paket proyek. Pertama, pembangunan alur banjir sebelah hulu sepanjang 9,4 km termasuk 1 buah jembatan jalan raya Semarang-Gubug. Kedua, pembangunan alur banjir sebelah hulu sepanjang 10 km termasuk 1 buah jembatan jalan raya Semarang Demak. Ketiga, peninggian 1 buah jembatan kereta api jurusan Semarang-Surabaya. Paket satu dan dua digarap oleh PT. Perwita Karya, sedangkan paket tiga dikerjakan oleh PT. Modern Surya Jaya.
pelanggaran tata ruang di Semarang Atas, dipastikan akan mempercepat erosi karena lerengnya cukup terjal. Disamping itu berkurangnya pepohonan akibat ditebang dan diganti bangunan, menyebabkan tiadanya peresapan air ke dalam tanah.6 Sehingga memang jawaban tepat untuk menyelesaikan masalah banjir adalah dengan memperbaiki sumbernya.Terutama tata guna lahan di Semarang. Misalnya dengan pemulihan daerah resapan atau mereboisasi di daerah atas. Ini merupakan cara yang lebih efisien dan efektif. Kodoatie mengang gap penanggulangan banjir dengan cara pembangunan fisik semata tidaklah efisien, karena banjir disebabkan banyak faktor. Sehingga penyelesaiannya pun mesti holistik, agar banjir tidak menjadi masalah abadi bagi Semarang.
Banjir Menjadi Komoditi Menurut Robert J Kodoatie, sebenarnya yang menjadi sumber utama banjir di Semarang bukanlah hujan. Pasalnya, hujan merupakan kejadian alamiah dan jika dikelola dengan baik tidak akan menimbulkan masalah. “Curah hujan di Semarang itu berada di ranking enam.”
“Apa yang dilakukan Pak Bambang(Pimpinan Proyek Dombo-Sayung) melalui normalisasi sungai dengan masalah sosial yang demikian kompleks akan sia-sia, kalau tidak dilakukan penataan tata guna lahan. Seperti banjir kanal timur dan barat dinormalisasi itu juga akan sia-sia kalau atasnya itu nggak diatur, karena sebenarnya penyebab utama banjir itu Indonesia itu menungso bukan curah hujan.”7
5
Pakar hidrologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini menandaskan, biang keladi terjadinya banjir adalah manusia yang merubah tata guna lahan. Misalnya dengan menyulap area penangkapan air menjadi perumahan atau industri. Pendapat senada dikemukakan Sutikno, pakar pengairan Semarang. Dalam mempelajari daerah yang menjadi sasaran banjir, tidak cukup hanya di bagian bawah tapi harus pula atasnya. Menurut Sutikno
Lebih lanjut Kodoatie mengatakan proyek penanggulangan banjir pemerintah terlalu project oriented, 6
5
Wawancara Robert J Kodoatie
54
7
Kompas, 13 Juli 2001. Wawancara Robert J Kodoatie
55
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
padahal, proyek semacam ini di Semarang sudah banyak, tapi jumlahnya justru makin meningkat. Menurutnya hal itu disebabkan oleh cara pandang pemerintah yang parsial dalam melihat masalah banjir. “Mereka melihat banjir itu biasanya cenderung ke normalisasi sungai, misalnya dengan membuat pelebaran. Lebar sungai tadinya l0 m, ditambah hingga menjadi 20 m. Padahal itu hanya menampung debit 2 kali. Jika pemerintah memberpaiki sumber masalah, atasnya, misalnya dengan konservasi, kontribusinya akan lebih besar lagi, bisa mencapai 25 kali”.8
Hal ini diamini oleh Tri Widodo, kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Jragung Tuntang. Menurut Widodo, dalam penanggulangan banjir yang paling diperlukan adalah catchment area atau daerah resapan air hujan. Walaupun perlu juga dilakukan kegiatan lain seperti normalisasi sungai atau pembangunan alur banjir baru. Tetapi konservasi lahan adalah jalan terbaik.9 “Tahun 1800 atau 1700 juga ada banjir besar. Tapi waktu itu masih ada daerah tangkapan hujan (Catchment Area). Sehingga air yang masuk itu oleh daerah tangkapan hujan ditangkap dan dikeluarkan pelan-pelan. Tapi Wawancara Robert J Kodoatie Ir.Tri Widodo, Kepala Balai PSBA Jragung Tuntang, dalam wawancara di ruangan kantor beliau di kawasan Madukoro, Semarang, pada tanggal 3 September 2002 jam 08.30. Dalam wawancara ini, juga dihadiri oleh Ir.Loekito, salah seorang staff Balai PSBA. 8 9
56
sekarang, catchment area disini makin lama makin rusak. Banyak pengembang, banyak pemotongan pohon, sehingga begitu air hujan datang langsung masuk ke situ. Jadi tata guna lahan ini pengaruhnya besar sekali, sedangkan tata guna ruang sudah sulit untuk diperbaiki”.10
Menurut peneliti Universitas Negeri Semarang (Unnes) Dewi Liesnoor Setyowati, program konservasi di Semarang masih mungkin dilakukan. Pasalnya, penanggulangan banjir di kota ini hanya membutuhkan 15,69 persen dari luas wilayah untuk daerah resapan. ‘’Kota ini masih memiliki lahan terbuka 57,16 persen yang bisa di kembangkan. Antara lain sempadan sungai, sempadan jalur kereta api, dan sempadan pantai”.11
Akar permasalahan banjir sudah diketahui, media untuk menyelesaikannya pun ada. Lantas kenapa pemerintah malah membuat jalan banjir Dombo-Sayung, bukannya memperbaiki tata guna lahan yang dianggap sebagai biang masalah? Untuk mengetahui jawabannya, terlebih dulu mesti diketahui latar belakang munculnya proyek. Alur banjir Dombo-Sayung muncul lebih disebabkan untuk mencegah agar sisa hibah proyek Lusi-Jratunseluna tidak kembali ke kantong pemiliknya, Uni Eropa. Ceritanya dana hibah yang dipakai untuk biaya merupakan sisa dari proyek Lusi-Jratunseluna sebesar E 10 11
Wawancara Ir. Tri Widodo Wawancara Dwi Liesnoor Setyowati
57
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
8,340 ribu. Jumlah ini tadinya akan kembali ke kantong Uni Eropa, namun, setelah diketahui oleh Pemerintah, uang itu diminta untuk membiayai proyek DomboSayung (waktu itu belum jelas proyeknya).
Artinya, proyek ini memang cuma dijadikan pencegah agar dana hibah tidak dikembalikan ke Uni Eropa. Tak mengherankan jika yang terlibat dalam perencanaan proyek hanya orang-orang tertentu saja, terutama pejabat dari pusat, sehingga wajar jika muncul kecurigaan bahwa proyek Jalan Banjir Dombo-Sayung ini hanya dijadikan komoditas, agar para elit di departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) (Dulu bernama Departemen Pemukiman Umum (PU)) tetap memiliki ‘mainan.’
“Inikan sudah melayang-layang dan mau kembali lagi. Ada teman orang Batak di Uni Eropa bilang, Bill (Billy Pramono, pimpinan PMU yang pertama) ini ada dana mau balik lagi, sayang nih kalau balik lagi. Saya pikir kita tangkap, daripada uang itu dikembalikan. Waktu itu kita mengajukan dibuatnya proyek ini (Dombo-Sayung),”12
Menurut mantan pimpinan PMU, Billy Pramono, ia memang membuat proposal baru dan berkoordinasi dengan direktorat jenderal (Dirjen) Pengairan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tapi, memang tidak langsung diajukan pada Uni Eropa, karena yang menjadi ambassador waktu itu berasal dari Portugal. Negeri ini memang sangat kritis terhadap Indonesia sehingga dikhawatirkan proposal tersebut akan ditolak. Akan tetapi setelah ambassador berganti, proposal diajukan dan dikabulkan. Pramono juga mengaku tak ada kriteria dan pencalonan terlebih dahulu untuk menjabat sebagai pimpinan proyek, termasuk jangka waktu jabatan. Ia mencontohkan dirinya, begitu saja dijadikan pimpinan proyek (Pimpro). Kalau menurut dirjen berhasil, diteruskan, tapi kalau dinilai gagal maka ia akan diganti. 12
Wawancara dengan Billy Pramono
58
Pemilihan Kontraktor yang Bermasalah Lazimnya proyek besar, rekruitmen kontraktor untuk Dombo-Sayung mestinya diumumkan secara terbuka, terutama dengan menggunakan media massa secara luas. Kenyataannya, pengumuman untuk tender proyek ini hanya dilakukan di Harian Pelita, pada 27 Januari 1997. Anehnya, walau minim publikasi tapi peserta tender tergolong banyak. Dua puluh kontraktor untuk phase pertama dan sepuluh untuk phase kedua. Domisili kontraktornya pun tidak hanya dari Semarang, tapi ada juga dari Bandung bahkan Bengkulu. Beberapa kontraktor peserta yang dihubungi rata-rata mengelak untuk diajak bicara mengenai tender proyek Dombo-Sayung. Berbagai alasan dikeluarkan, misalnya, penanggungjawab tender sedang keluar. Dari sejumlah penawar, proses penyaringan pun di mulai. Pada akhirnya 59
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
kontraktor yang memenangkan tender untuk paket 01 dan paket 02, adalah PT. Perwita Karya. Sedangkan untuk paket 03, yang menangani adalah PT. Modern Surya Jaya.
Yang agak mengherankan, dalam dokumen tender yang dikeluarkan PMU irigasi Lusi Jratunseluna mengenai PT Perwita Karya, di situ disebutkan bahwa PT. Perwita Karya mempunyai catatan yang sangat baik dalam pengerjaan proyek pembuatan saluran drainase, pembuatan gorong-gorong, dan pembuatan turap di Sumatera Selatan. Kemudian untuk proyek berikutnya, pada proyek perbaikan drainase I paket IX di kabupaten Kulonprogo. Menurut penilaian PMU, kedua proyek yang ditangani PT Perwita Karya itu good quality and fixed time. Padahal track record perusahaan kontraktor ini tergolong buruk. Beberapa pekerjaannya penuh dengan manipulasi dan kerap menimbulkan banyak masalah. Di Yogyakarta misalnya, dalam laporan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, pembangunan proyek Perumahan Griya Perwita Asri yang digarap PT. Perwita Karya dianggap menyalahi Analisa Masalah Dampak Lingkungan (Amdal).13 Bahkan akibat ulahnya, Talud Sungai Mruwe di Caturtunggal, Depok Sleman, Ambrol, sehingga menimbulkan protes dari banyak pihak. Selain Walhi, kecaman keras pun datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Pihak parlemen menganggap kejadian itu disebabkan membandelnya PT. Perwita Karya atas rekomendasi yang mereka berikan.
Daftar Kontraktor Peserta Tender Proyek Dombo-Sayung (Phase I & II)
Phase 1 No 1 2 3 4 5 6 7
Nama kontraktor PT. Bangun Makmur Utama PT. Waskita Jaya Purnama PT. Karang Tempel PT. Taruna Putra Pertiwi PT. Bondongan Indah PT. Guna Karya Nusantara PT. Istaka Karya
8 9 10 11
PT. Fazar Baizury & Brothers PT. Fazar Parahyangan PT. Arthayasa Bina Graha PT. Adhi Karya
12 13 14 15 16 17 18 19 20
PT. Batanghari Perdana PT. Duta Graha Indah PT. Tirta Yasa PT. Pembangunan Perumahan PT. Teguh Raksa Jaya PT. Wira Bhumi Sejati PT. Nindya Karya PT. Waskita Karya PT. Perwita Karya**
Alamat Jl. Terboyo Industri Barat III Blok E No. 3, Semarang 50118. (024)6594244 Tidak Diketahui Jl. Cipto Mangunkusumo, No. 176, Semarang 50125 (024) 411650/412550 Tidak Diketahui Tidak Diketahui Jl. Suryalaya XVIII No.13-15, Buah Batu, Bandung (022) 7307793/97 Graha Iskandaryah Building, Jl. Iskandar Syah Raya No. 66 C Kebayoran, (021) 7258686 Tidak Diketahui Tidak Diketahui Tidak Diketahui Abadi Graha Building LT. 3, 302. Jl. Jendral Gatot Subroto Kav 56, (021) 5265501/02) Jl. Semeru No. 5, Bengkulu, (0731) 22940 Jl. Jl. St. Hasanuddin No. 69, Jakarta. (021) 7267604-14 Tidak Diketahui Jl. Pemuda No. 65, Semarang. (024) 516490/1 Jl. HOS Cokroaminoto no. 44, Tegal, (0283) 353866 Jl. Gayung Sari No.7-9, Surabaya. (031) 828990 Jl. Brigjen S. Sudianto, No.496, Semarang. (024) 718801 Jl. Sisingamangaraja No. 24 B, Semarang 50242. (024) 8318725-27 Jl. Pangeran Diponegoro No.52 B-54 Jogjakarta
Phase 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Kontraktor PT. Guna Karya Nusantara* PT. Tirta Yasa* PT. Fazar Parahyangan* PT. SAC Nusantara PT. Duta Graha Indah* PT. Bangun Makmur Utama* PT. Teguh Raksa Jaya* PT. Wira Bhumi Sejat*i PT. Istaka Karya*
10
PT. Perwita Karya**
Alamat Jl. Suryalaya XVIII No.13-15, Buah Batu, Bandung (022) 7307793/97 Tidak Diketahui Tidak Diketahui Tidak Diketahui Jl. St. Hasanuddin No. 69, Jakarta. (021) 7267604-14 Jl. Terboyo Industri Barat III Blok E No. 3, Semarang 50118. (024)6594244 Jl. HOS Cokroaminoto no. 44, Tegal, (0283) 353866 Jl. Gayung Sari No.7-9, Surabaya. (031) 828990 Graha Iskandaryah Building, Jl. Iskandar Syah Raya No. 66 C Kebayoran, (021) 7258686 Jl. Pangeran Diponegoro No.52 B-54 Jogjakarta
Keterangan *
Ikut tender phase 1 & 2
**
Pemenang Tender 13
60
Laporan WALHI Yogyakarta
61
‘Berkah’ Proyek Hibah
“Dulu, Komisi D pernah memberikan tujuh rekomendasi kepada pengembang. Salah satunya mengepras bokong Semar, tapi rekomendasi itu tidak dijalankan dengan benar. Kami sudah mengingatkan agar bokong Semar itu dikepras habis, sehingga aliran sungai bisa lurus ke Selatan. Dengan adanya bokong Semar itu, aliran air berbelok, dan akhirnya merusak talud sebelah timur.”14
Begitupun di Bantul. Banyak pihak menentang kerjasama antara PT. Perwita Karya dengan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam pembuatan Bantul Kota Mandiri (BKM). Pasalnya, kerjasama tersebut kental dengan aroma kolusi.15 Paling parah adalah dalam pembangunan jalan tol Cirebon Palimanan Paket AP 06. Hasil pekerjaan PT. Perwita Karya dianggap penuh penyimpangan sehingga diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp. 0,8 milyar.16 Wawancara Riyanto Kuncoro anggota Komisi D DPRD Sleman, Bernas23/4/01 15 Suara Merdeka 25/8/01. 16 Dalam http://202.155.9.7/itjen/inspektur4/ins4011.htm yang bertajuk Indikasi Penyimpangan Pada Proyek, Khusus Untuk Paket AP 06 diketemukan sejumlah hal sbb: 1. Paket Cirebon – Palimanan: (AP 06) Sumber dana : 45% Rp. + 55 % ADB Loan No. 1428-INO Kontraktor : PT Perwita Karya Konsultan : PT Parama Loka Konsultan Lokasi : Cirebon – Palimanan (Km. 5+430 – Km 16+050) Panjang yg ditangani : 10,383 Km Nilai Kontrak asli : Rp. 16.253.601.829,83 Taggal kontrak : 13 Maret 1998 Waktu pelaksanaan : 884 hari, telah dilakukan penyerahan 14
62
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
Untuk proyek jalan banjir Dombo-Sayung pun bisa dilihat hasilnya. Pekerjaannya dalam paket 01 dan 02 belum kunjung rampung, bahkan ada beberapa talud yang merupakan hasil garapannya sudah mengalami kerusakan.
Proyek yang Sentralistik Direktorat Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air, Depkimpraswil, merupakan penanggungjawab proyek Dombo-Sayung. Tapi secara administratif dan teknis, Dirjen menunjuk Project Management Unit (PMU) untuk menjalankan proyek. PMU dipimpin oleh perwakilan Pemerintah Indonesia, yang dirangkap oleh Pimpro Jratunseluna. Di posisi ini pun Uni Eropa menempatkan orangnya sebagai Co.Manager. Selain itu, ada tim pengarah (Project Steering Committee) yang fungsinya menjaga kelancaran pertama Tgl. 30 September 2000 Indikasi penyimpangan : 1. Tebal lapisan base B dan lapisan base A tidak sesuai spesifikasi tek. 2. Kelebihan pembayaran pada pekerjaan agregat base B dan A 3. Tebal lapisan aspal beton tidak sesuai spesifikasi tek. 4. Kelebihan pembayaran pada pekerjaan aspal beton 5. Kualitas pekerjaan kerb, median jalan dan trotoar tidak sesuai spek. 6. Indikasi kerugian negara akibat penyimpangan sementara 0,8 milyar rupiah lebih
63
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
koordinasi antar instansi. Termasuk dalam PSC ini di antaranya bupati, camat, dan Bappeda. Sekretaris Wilayah Daerah (Setwilda) Provinsi Jawa Tengah menjabat sebagai ketua.17 Jika melihat susunan pelaksana proyek, sepertinya semua instansi dilibatkan. Tapi prakteknya tidak sepenuhnya benar. Para birokrat tersebut tidak lebih dari pelaksana teknis, sedangkan peran-peran penting terutama dalam penentuan dan pengendalian proyek telah diambil alih pemerintah pusat dan Uni Eropa. Memang, dominannya pemerintah pusat tidak lepas dari latar belakang munculnya proyek. Keputusan untuk membuat jalan banjir Dombo-Sayung lebih didasarkan pada keinginan untuk memanfaatkan dana sisa Uni Eropa, sehingga yang lebih diakomodasi bukan kepentingan masyarakat, tapi lebih didasarkan pada kebutuhan para elit. Ini terlihat jelas ketika semua keputusan mengenai proyek diambil secara elitis. Beberapa orang di Jakarta merancangkan proyek untuk masyarakat kota Semarang, sehingga sulit mengatakan bahwa proyek ini berdasar pada kebutuhan masyarakat. Bukan hanya masyarakat umum yang tidak dilibatkan dalam perencanaan proyek, instansi di daerah pun, mulai dari tingkat provinsi hingga desa disisihkan. Padahal mereka yang paling mengerti daerahnya, misalnya pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Walau dalam susunan
pelaksana posisinya terbilang strategis, Project Steering Committee, tapi perannya sangat minim. Anwar Cholil ketua Badan Informasi Komunikasi dan Kehumasan (BIKK) Jawa Tengah, mengaku bahwa pihak pemerintah propinsi baru dilibatkan ketika terjadi masalah dalam proyek, terutama dalam pembebasan tanah.18 Cholil juga menandaskan, usulan proyek bukan berasal dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tapi dari pemerintah pusat. Provinsi hanya menerima pemberitahuan setelah pihak konsultan yang didatangkan oleh pemerintah pusat melakukan feasibilty study.
17
European Commissian – Indonesia, Dombo-Sayung Floodway.
64
“Sejak awalnya ide ini dari pusat. Pusat menganggap, untuk penanggulangan banjir Demak dan Kota Semarang diatasi dengan pengamanan dari banjir kanal barat dan timur, tanggul-tanggul pengaman, saluran-saluran pembantu, maka oleh pusat itu dianggap perlu memperoleh proyek.” 19
Ketua PSC yang sekaligus Asisten Dua (Asda II) Provinsi Jawa Tengah, Soewito, mengamini pendapat Abdul Cholil. Menurutnya peranan provinsi dalam proyek mulai dari masa perencanaan tidak begitu besar. Ia sendiri hanya ditugaskan untuk menjaga agar tidak terjadi duplikasi antara kegiatan yang dilakukan pusat 18 Demikian wawancara yang dilakukan di Kantor Kepala BIKK Propinsi Jawa Tengah dan Kantor kepala Bappeda Propinsi Jawa Tengah, kesemuanya pada tanggal 5 September 2002 pada pukul 7.30 sampai dengan 10.30 WIB. 19 Anwar Cholil, kepala BIKK propinsi Jawa Tengah ini ditemui di ruangan kantornya pada 4 September 2002.
65
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
dengan daerah.
mengaku ada sosialiasi dari pemerintah pusat namun, tidak diajak dalam merencanakan proyek dari awal.
“Arahan awalnya hanya sinkronisasi program antara pusat dan daerah. Jangan sampai nanti pusat menangani itu, daerah juga menanganinyi. Itu peranan pada saat pembahasan di tingkat perencanaan. Setelah itu menjadi proyek APBN, mulai sudah dilaksanakan. Karena proyek itu berada di daerah Jawa Tengah, kita kepengen tahu, bagaimana pelaksanaan proyek, bagaimana progresnya. Ini fungsi dari steering committee”20
Bahkan lanjut Soewito, pihak pemerintah provinsi yang diposisikan sebagai PSC tidak mengetahui budget dan aktivitas proyek, karena semua hal teknis yang berkenaan dengan budget dan kegiatan proyek ditangani secara langsung oleh pihak PMU Jratunseluna. Menurutnya, keterlibatan pemerintah provinsi tidaklah sebesar pemerintah pusat, karena memang dana untuk pembangunan alur banjir ini dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah pusatlah yang menjadi pengendali sekaligus pelaksana utama proyek. Soewito memberi contoh Bappeda yang tak memiliki peran apa-apa karena sudah diambil oleh Bappenas. Pihak Bappeda sendiri tidak menampik pendapat Suwito. Sedari awal, pelibatannya hanya sebatas tim steering committee. Haryanto, ketua Bappeda Demak 20 Ir. Soewito, Asda II Propinsi Jawa Tengah, dalam wawancara dengan beliau di ruangan kantor kepala BIKK Propinsi Jawa Tengah pada pukul 7.30, pada tanggal 5 September 2002.
66
“Saya nggak ngerti, pihak kabupaten pun nggak ngerti. Kita tahu-tahu sudah diajak bicara masalah pembebasan, itupun biayanya sudah ditentukan. Kita nggak tahu duit dari mana sumbernya, kita nggak ngerti. 21
Hal senada diungkapkan Kepala Suku Dinas Pengairan, Depkimpraswil, Kabupaten Demak, Bambang Purwoko. Menurutnya mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan ia sama sekali tak dilibatkan, termasuk dalam hal keuangan. Menurut Purwoko, keberadaan institusi yang dipimpinnya tidak lebih sekedar pemberi informasi kepada pihak proyek Jratunseluna. Itupun hanya sebatas gambaran kondisi jalur irigasi yang ada di Kabupaten Demak. “Karena Dombo Sayung itu kan proyek itu proyeknya Jratunseluna, sehingga keterlibatan langsung dari cabang dinas tidak ada.”
Hal yang sama pun diungkapkan pihak pemerintah kabupaten Demak. Chamadi, yang menjabat sebagai Asisten Dua (Asda) mengaku, keterlibatannya dalam proyek hanya sebatas kapasitas sebagai Tim 9. Selain sebagai pengawas juga menyelesaikan pembebasan tanah. Tak mengherankan jika kemudian dalam proyek kerap timbul kesalahpahaman antar instansi. Sebagai contoh Wawancara dengan Drs.Haryanto ini dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2002.
21
67
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
ketika terjadi tiga kali pergantian jalur banjir, jalur pertama dan kedua yang mestinya melewati kawasan Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Perumahan Plamongan Indah ternyata dibelokkan. Bahkan Willem Van Diest, pelaksana dari Uni Eropa, menganggap jalur banjir berbelok-belok seperti ular. Perubahan lokasi proyek ini bahkan tidak diketahui M Ridwan, mantan Camat Mranggen. Walau terjadi di wilayahnya, namun, tak ada koordinasi atau pemberitahuan dari pelaksana proyek. Padahal ia sendiri diposisikan sebagai salah satu anggota tim 9.
Eropa. Pasalnya, kebijakan yang digulirkan Pemerintah Indonesia bersumber dari kumpulan negara Eropa ini. Bahkan saking dominannya, peran Uni Eropa kerap dianggap masalah oleh pelaksana dari Indonesia. Misalnya, sebelum menyetujui proposal dari Pemerintah Indonesia, Uni Eropa mengajukan beberapa persyaratan. Pemerintah diminta menyediakan dana pendamping, aturan dalam penentuan kontraktor mesti berasal dari Uni Eropa; atau mendatangkan perlengkapan proyek seperti mobil dari Eropa. Termasuk menyetujui beberapa pelaksana dari Uni Eropa seperti konsultan dan co-director project. 23 Untuk urusan gaji pelaksana dari Uni Eropa, Pemerintah Indonesia tak perlu tahu berapa jumlahnya, termasuk hasil audit keuangan maupun pembangunan proyek.
“Kalau saya tidak bisa matur apakah seharusnya melewati Plamongan atau tidak. Karena saya tidak tahu, posisi saya kan ditengah-tengah. Memang pada waktu saya di sana ada sebagian warga yang meminta alur itu di pindah. Terus saya tidak bisa matur, alur itu dipindah karena apa. Kemudian ada kunjungan dari DPRD Demak untuk merespon keinginan warga, terus ya terjadi yang seperti sekarang, yang saya ketahui sebagai camat Mranggen, ya tuntutan warga saya, bukan kepada perubahan yang awal tadi.”22
Uni Eropa yang Menjadi Komandan Sebenarnya real big boss dalam proyek ini adalah Uni M.Ridwan, menjabat camat Mranggen. Sarjana Administrasi Negara lulusan Undip ini menyatakan bahwa pengetahuannya tentang proyek Dombo Sayung floodway tidaklah seberapa. Dia mengaku tidak memahami secara mendetail. 22
68
Terus dia punya auditor sendiri dari Brussels juga. Ada meeting besar dua sampai tiga kali, bahkan, bisa empat kali sebulan. Sekarang kalau seperti BPKP mau memeriksa tidak bisa periksa. Saya sendiri tidak tahu hasilnya. 24
Sama halnya dengan proyek utangan atau hibah lainnya, rahasia keperkasaan kreditor terletak pada uangnya. Mereka akan mengucurkan hibah atau utang jika Keterangan Djoko Subarkah Billy Parmono adalah mantan Direktur PMU yang pertama. Dia saat ini sudah tidak menjabar lagi di posisi ini. Billy sempat terlibat dalam pembuatan proposal alur banjir Dombo Sayung, bersama dengan pihak Komisi Eropa.
23 24
69
‘Berkah’ Proyek Hibah
pemerintah dinilai berjalan dalam track yang telah mereka desain. Memang, track itu telah disepakati pemerintah, biasanya melalui perjanjian utangan atau hibah. Kenyataan ini tidak dipungkiri oleh Bambang Subyandono, bahwa semua pengeluaran proyek mesti mendapat persetujuan dari Uni Eropa. Tapi menurut Subyandono ini merupakan konsekuensi dari proyek hibah (grant). “Sampai beli kertas saja kalau tidak masuk dalam program tidak akan diberi”. 25
Namun dalam proyek Dombo-Sayung, pengucuran dana tidak melalui prosedur yang menjadi kelaziman seperti ketika dana bantuan baik lain yang berbentuk grant maupun loan. Dana ini tidak dimasukkan ke dalam rekening khusus di Bank Indonesia (BI), namun masuk ke rekening Perwakilan Komisi Eropa di Jakarta. Jadi uang itu ditransfer dari Brussels langsung masuk perwakilan Uni Eropa di Jakarta dalam bentuk Euro.26 Bahkan Subyandono, menganggap Uni Eropa tidak percaya kepada pemerintah Indonesia dalam penggunaan keuangan proyek. Terbukti auditor Indonesia tidak diperkenankan mengaudit keuangan proyek. “Jadi dalam audit, mereka tidak percaya audit yang dilakukan pemerintah Indonesia. Mereka melakukan audit terhadap proyek ini melalui auditor yang mereka tunjuk 25 26
Hasil wawancara dengan Bambang Subyandono Hasil wawancara dengan Bambang Subyandono
70
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
sendiri.” 27
Mengenai peranan Komisi Eropa yang dinilai dominan, menurut William Van Diest pihaknya sebatas mengikuti “kehendak” pemerintah Indonesia. Menurut Van Diest Komisi Eropa hanya bertugas menyediakan dana, sedangkan pelaksanaan diserahkan sepenuhnya pada Pemerintah Indonesia.28
Proyek Minim Partisipasi Selain untuk menjadikan kota Semarang bebas banjir, salah satu tujuan dibuatnya jalan banjir Dombo-Sayung adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di Semarang dan tetangganya, Demak. Partisipasi semestinya dijadikan sebagai kunci utama untuk mewujudkan tujuan proyek. Dalam hal ini masyarakat dilibatkan dalam proyek atau setidaknya diberi informasi. Apalagi jalan banjir merupakan proyek fisik yang pada akhirnya akan berhubungan langsung dengan masyarakat, misalnya, dalam pemakaian lahan atau bangunan. Memang, cara terbaik adalah merembukkan apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat, baru kemudian dibuat kebijakan atau malah proyek yang dianggap sesuai dengan kebutuhan. Masyarakat diajak langsung baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan, atau setidaknya 27 28
Hasil wawancara dengan Bambang Subyandono Hasil wawancara dengan Bambang Subyandono
71
‘Berkah’ Proyek Hibah
diberi penjelasan mengenai kebijakan atau proyek yang bersifat publik. Di Batursari, walau wilayah ini terkena proyek, tapi banyak penduduk yang tidak mengerti. Mereka sekedar tahu bahwa akan ada sungai yang melewati desanya. Bahkan, warga yang tanah dan bangunannya dipakai untuk membuat jalan banjir, baru mengetahui ketika pihak pelaksana mengajak negoisasi harga. Khumadi misalnya, ia tidak mengetahui kalau rumah dan tanahnya masuk dalam daftar pembebasan proyek. Ia baru tahu saat diajak untuk tawar menawar harga.. “Dari awal memang ada sedikit terkejut seperti itu . Kenapa kok tiba tiba ada sungai lagi”.29
Pria yang sudah mengecap pendidikan menengah atas ini sangat menyesalkan sikap pelaksana proyek yang tidak mengajak masyarakat berembuk. Menurut Khumaidi, pemerintah seharusnya sudah memberi informasi sejak awal. Margono bahkan lebih parah lagi. Tanahnya malah langsung dipatok pelaksana proyek, tanpa terlebih dahulu bertanya atau minta izin. Ia mengaku sebelumnya tak pernah diajak negoisasi harga apalagi diberi informasi tentang proyek. “Ya ndak, wong begitu sampe terjadi rame-rame di bale desa karena rapat gara-gara ngukur tanah tidak ngasih tau 29
Wawancara dengan Khumadi
72
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
orang- orang yang punya tanah. Mathok- mathok survey itu tidak permisi dengan yang punya tanah dadi rame. Lha terus ngukur rumah ini dengan tanah ya ndak mengatakan boleh atau tidak. Pokonya rumahmu tak ukur, tanahmu tak ukur”.30
Bagaimana dengan warga lain, yang tanah atau bangunannya tak dibebaskan? Tidak jauh berbeda. Malah sebelum turun peralatan dan perlengkapan proyek, mayoritas warga tidak tahu desanya akan dijadikan sebagai jalan banjir. Ironis memang, pasalnya, walau tak terkena, mereka akan turut merasakan dampak proyek. Seperti yang diungkapkan Muzaroah (28 tahun). Ibu dua anak ini mengaku tidak pernah diajak musyawarah. Menurutnya, yang dipanggil hanyalah mereka yang terkena proyek. “Tidak semua masyarakat sini di ajak musyawarah hanya yang terkena kali. Tapi musyawarahnya langsung ke masalah harga”. 31 Wawancara dengan Margono Muzaroah (28 tahun). Ibu dua orang anak ini kebetulan tanah ataupun rumahnya tidak terkena pembebasan untuk alur banjir. Di temui dalam suatu acara kumpul-kumpul sesudah tahlilan di rumah salah seorang warga pada hari Senin, 18 Agustus 2002 jam 21.30 WIB. Wawancara dilakukan dengan menggunakan Bahasa Jawa (Yang bersangkutan to Mbak. Dalam arti, tidak semua masyarakat kene diajak musyawarah. Iki diterak kali. Gampangane ngono Mbak. Gampangane sing kena jalur kali sing dihubungi, gek dijak musyawarah. Tapi, musyawarah ya mung langsung masalah harga thok)
30 31
73
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
Ungkapan Muzaroah diamini Isnadi. Pria yang sehariharinya bertani ini menganggap pembuatan jalan banjir Dombo-Sayung adalah proyek rahasia. Karena diketahui oleh beberapa orang saja, misalnya kepala desa.
Diawali Ketakutan Dilanjutkan Konflik
“Gak paham. Soalnya, grupe itu grup disana. Saya ndak bisa. Nek (kalau…pen) nama- nama saya nggak ngerti. Nek kali itu saya nggak ngerti namanya. Nek pak Lurah sudah mengerti. Tanda tangane kan pak lurah” 32
Menurut Fauzi sikap pemerintah ini bertolak dari pandangan bahwa masyarakat masih dianggap sebagai orang bodoh, sehingga tidak perlu tahu tentang proyek. Menurutnya, kebanyakan penduduk desa adalah orang lugu yang kurang paham ada apa di balik pembangunan. Sehingga tidak adanya pemberitahuan dari pihak proyek pun tidak masalah. Celakanya, pihak proyek pun cenderung “mengabaikan” keberadaan mereka. “Kalau orang sini kan tahunya sembahyang, bar (setelah – pen) sembahyang kerja. Apa tau masalah kayak gitu, secara politik–politik gitu kan nggak tahu. “33 Wawancara dengan Isnadi (46 tahun), seorang petani yang juga menjadi blantik (makelar) hewan ini dilakukan di sebelah kandang kambing di samping rumahnya pada hari Selasa tanggal 20 Agustus 2002 jam 9.30 WIB. 33 Hal ini dikemukakan oleh Joni Juharno, pada suatu sore tanggal 19 Agustus 2002 di gardu pinggir jalan raya Pucanggading ketika juga berkumpul sejumlah pemuda desa yang sedang bermain gitar. Kebanyakan dari mereka tidak paham dan tidak pernah di beri penjelasan tentang pembangunan alur banjir Dombo Sayung yang melewati daerahnya karena mereka tidak pernah di beri penyuluhan. 32
74
Walau curah hujan di Batursari tergolong tinggi, tapi masyarakat di desa ini tak pernah diganggu banjir. Hal ini terjadi karena wilayah yang masuk dalam kecamatan Mranggen itu berada di dataran ting gi. Tak mengherankan jika banyak pengembang yang mengincarnya untuk dijadikan perumahan. “Belum pernah, seumur-umur di sini mengalami banjir.34
Namun, ketika mendengar desanya akan dijadikan sebagai jalan banjir, ketenangan warga terusik dan kekhawatiran segera merebak. Menurut penuturan warga setempat, walau cuma dijadikan tempat lewat banjir, tapi bila airnya melimpah bisa jadi daerah inipun ikut tergenang. Contohnya Irfan, pengrajin kayu yang senantiasa dihantui kekhawatiran setelah tahu desanya akan dilewati jalan banjir. Menurut Irfan, jika proyek jadi dilaksanakan sangat besar kemungkinan desanya menjadi wilayah banjir. Tanda-tandanya terlihat dari bentuk jalan banjir yang berkelok. Masalahnya, dengan posisi seperti itu jalan banjir mudah sekali jebol. “Malah daerah ini bisa terkena banjir. Apalagi orang kelurahan (pembuat proyek) membuat jalan banjir sesukanya, sehingga berbelok-belok. Jika seperti itu, diterjang air lama kelamaan akan jebol. Di daerah sana (tetangga desanya) 34 Wawancara ini dilakukan di ruang keluarga Ibrahim pada hari Rabu 21 Agustus 2002 jam 20.22 s.d 21.00 Wib
75
‘Berkah’ Proyek Hibah
sudah jebol. Besok bisa diperiksa yang sudah jadi di daerah sana (tetangga desa)” 35
Pendapat senada disampaikan Suryadi, erosi tidak akan bisa dihindari, jika posisi jalan banjir masih berkelok. Pria setengah baya ini menganggap pembuatan proyek cuma usaha pemerintah untuk memindahkan masalah, padahal hal itu jelas menjadi ancaman seirus kawan-kawan sedesanya. Menurut Suryadi pihak pelaksana proyek memang telah berusaha meyakinkan penduduk dan berjanji akan membantu warga jika terjadi banjir atau longsor di Batursari. Namun, Suryadi sendiri menyangsikan janji tersebut. “Menurut mereka kalau tanahnya longsor bisa dibantu pemerintah. Karena janji-janji itu banyak masyarakat mau melepas tanahnya. Padahal, ada yang tanggung jawab atau tidak belum jelas. Pokoknya mereka bilang begitu. Menurut mereka nanti bisa buat rumah lagi. Ketika ditanya, nanti apa nggak longsor? Jawabnya nggak, lha nanti tikungan sungai itu dikasih batu supaya nggak longsor. Tapi saya sendiri masih ragu, pemerintah bisa menepati janji apa Irfan adalah seorang tukang kayu yang letak rumahnya berjarak ratusan meter dari alur banjir yang akan di bangun. Wawancara dilakukan di rumahnya di sela kegiatannya bertukang kayu, pada hari Rabu, 22 Agustus 2002, jam 10.00 WIB. Wawancara lebih banyak memakai Bahasa Jawa Malah. (Isa banjir. Semaunya orang–orang kelurahan, mungkin itu. Sak sukanya, jadi lengkak lengkok gitu. Kan kalau belok gin, terjang air kan lama-lama mudah jebol. Lha itu yang sana sudah. Besok, situ bisa cek yang sudah jadi disana).
35
76
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
tidak.”36
Rasa resah dan takut mengawali ‘perlawanan’ warga Batursari. Mereka menolak proyek yang dianggapnya dapat menimbulkan malapetaka. Apalagi, ada faktor penting lain yang memicu pembangkangan, yakni konflik tanah yang mengiringi proyek pembangunan fisik. Tidak seperti benda lain, tanah bukan cuma memiliki nilai ekonomis. Didalamnya terkandung pula nilai sosial, yang tidak bisa dinilai dengan uang. Karenanya banyak yang menganggap tanah sebagai benda suci yang mesti dipertahankan bagaimana pun caranya. Mbah Ngardi misalnya, mengangangap dirinya telah menyatu dengan ‘tanah airnya,’ Batursari. Selain itu, iapun enggan berpisah dengan tetangganya yang telah bertahun-tahun hidup bersama di daerah itu. “Ibarat tanaman sudah mengakar gitu. Kalau pindah ya keberatan sebetulnya”. 37 Wawancara dengan Suryadi ini dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2002 jam 16.30 WIB di teras rumah baru Suryadi, yang dibeli dari hasil ganti rugi tanah dan bangunan. 37 Ngardi adalah salah seorang warga yang tanahnya telah dibebaskan untuk pembangunan alur banjir Dombo Sayung. Saat ini Ngardi telah meninggalkan tanah dan rumahnya untuk kemudian menempati tanah dan rumahnya yang baru dibelinya dari hasil pembebasan tanahnya. Ditemui pada tanggal 19 Agustus 2002 di rumahnya jam 11.00 WIB ketika Lelaki yang tinggal bersama dua orang cucunya ini sedang mendengarkan gendhing-gendhing Jawa dari radio. Wawancara dengan memakai Bahasa Jawa (Cara tandurane ki wis ngoyot ngono lho. Yen pindah ya kabotan janjane). 36
77
‘Berkah’ Proyek Hibah
Dari sudut ekonomis pun, satu-satunya benda yang nilainya tidak pernah susut adalah tanah. Nilainya tak pernah turun naik seperti solar, atau terpuruk seperti rupiah. Tanah akan selalu perkasa, harganya tak pernah loyo, ia akan terus melambung. apalagi di daerah padat seperti Pulau Jawa. Begitupun di Batursari, desa yang cukup strategis dan berangsur menjadi wilayah perumahan, harga tanah pun terus merangkak. Perpaduan nilai sosial dan tingginya nilai ekonomis membuat tanah menjadi asset yang sangat berharga. Proyek fisik seperti Dombo-Sayung, memaksa warga untuk melepaskan aset yang secara sosial maupun ekonomis berharga itu. Tentu saja, bukan hal mudah untuk membuat warga dengan sukarela melepas tanahnya. Apalagi, dari awal mereka tidak dilibatkan bahkan tidak mendapat informasi. Ditambah kekhawatiran sebagian anggota masyarakat lainnya dimana jalan banjir berubah menjadi daerah banjir, akhirnya, banyak warga yang bersikukuh tidak mau melepas tanahnya. Menurut Martini, ia enggan menjual tanahnya, karena memang tak ada kebutuhan untuk menjual tanah. Sehingga dibeli berapapun ia tidak akan menjualnya. Tanah dijual juga buat apa sih? Sayang dibeli seratus pun juga nggak boleh. Seratus lima puluh aja aku nggak “
78
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
boleh kok.” 38
Tentu saja, sikap seperti ini sangat menghambat pelaksanaan proyek. Pelaksana sendiri tidak mungkin membatalkan proyek yang sudah mereka rancang dengan matang. Dua tujuan ini kemudian saling bertabrakan. Ceritanya mudah ditebak, kekalahan masyarakat.
Banyak Jalan Membebaskan Tanah Kecintaan masyarakat Batursari terhadap negara ternyata jadi bumerang. Pasalnya, ketika kepentingannya dihadapkan dengan kepentingan negara, mau tidak mau harus mengalah. Celah ini diketahui dengan persis oleh para pelaksana proyek. Dalih proyek negara bisa dipakai sebagai senjata untuk menaklukan warga. Terbukti, beberapa warga yang terkena proyek akhirnya mau melepas tanah atau bangunannya. Menurut Dikin Ali, ia sangat berat meninggalkan rumahnya, namun karena tidak mau dicap sebagai warga yang bandel dan melawan negara, akhirnya bangunan tempat ia dibesarkan tersebut dilepas. Menurutnya negara Martini (50 tahun). Dia adalah salah seorang warga yang tanahnya di bebaskan untuk poyek alur banjir Dombo sayung. Luas tanahnya sekitar 1000m. Harga tawar dari pihak Proyek adalah Rp.150.000/ m. Martini sampai saat dilakukan wawancara di teras rumahnya pada hari Minggu, 18 Agustus 2002 jam 09.30 WIB dengan ditemani salah seorang anaknya, belum menyerahkan tanahnya. Wawancara menggunakan Bahasa Jawa (Tanah di dol ki ya meh nggo apa ya Mbak ya. Eman-eman. Mbok satus ya ndhak boleh Mbak. Nggo apa uangnya. Satus seket ya ndhak boleh kok aku).
38
79
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
memiliki undang-undang untuk mengatur masyarakat. Melawan proyek berarti melawan undang-undang, dan ia tidak mau masuk dalam golongan itu.
Akan tetapi karena masalah tanah ini sangat alot, hingga rezim Orde Baru tumbang tak kunjung selesai. Ketika memasuki masa reformasi, cara yang dipakai pelaksana proyek untuk menaklukan warga adalah dengan membuat tim mediator. Tim yang beranggotakan sejumlah akademisi dari beberapa perguruan tinggi di Semarang dimaksudkan untuk menjadi jembatan antara warga yang tanahnya terkena proyek dengan pihak proyek. Walau bernama tim independen, tapi karena yang membentuk adalah pelaksana proyek, tak mengherankan jika sebenarnya tim ini adalah kepanjangan tangan dari pelaksana proyek untuk membuat warga melepas tanah atau bangunannya. Akibatnya keberadaan tim mediator ini menjadi teror baru bagi warga. Fungsinya bukan memediasi, tapi malah menekan dan menebar ancaman.
“Sebagai warga yang baik katanya nggak mau melanggar Undang-Undang. Tanah, air, udara dan seisinya katanya”39
Jejak Dikin Ali ini juga diikuti Suripah. Ibu dua anak ini lebih memilih ‘mendukung’ proyek, ketimbang dicap melawan pemerintah. “Karena ini buat pemerintah, katanya gitu”40
Memang, pembebasan tanah dan bangunan untuk proyek ini sudah dimulai saat rezim Soeharto berkuasa. Waktu itu, pemerintah masih perkasa, sehingga siapapun akan berpikir ulang untuk menantangnya. Stigma memang menjadi beban tersendiri bagi warga. Pasalnya, sekali sudah dicap buruk, maka berbagai urusan yang berkaitan dengan negara akan dipersulit. Malah, bila tetap membandel bukan tidak mungkin mereka akan disikat. Dikin Ali (26 tahun), waga desa Batursari yang kadang bekerja sebagai petani kadang juga menjadi caddy di lapangan golf Sendangmulyo. 40 Suripah lupa berapa umurnya sebenarnya. Perempuan yang berpendidikan sampai setingkat Sekolah dasar ini di siang hari berjualan makanan kecil di Madrasa Ibtidaiyah ang terletak di sebelah rumahnya. Tanah dan rumah perempuan yang dikaruniai 2 anak perempuan ini juga terkena proyek alur banjir. Proses pembebasan telah usai, Suripah dan keluarganya sudah membeli tanah baru serta sudah bisa membangun rumah di atasnya, walau sampai sekarang rumahlamanya masih ditempatinya. Wawancara dengan Suripah ini dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2002 pukul 16.15 WIB, di teras rumahnya.
“Itu malahan bukan musyawarah harga namanya…Kalau di undangan itu kan katanya musywarah harga gitu, tapi ternyata sampai di bale desa itu harga telah ditetapkan dari pihak sana. Mintanya segini, pihak sana tidak menawar gitu. Itu kan cara paksa, tapi masyarakat diam saja”. 41
39
80
Sonhadji (39), seorang warga Batursari yang pekerjaannya serabutan, terkadang bertani, kadang buruh. Pada prinsipnya, ayah tiga anak dari wanita yang dinikahinya sejak 1984 bersedia menyerahkan tanahnya asal harganya sesuai. Tanahnya yang terkena proyek alur banjir lebih kurang 1000 meter. Wawancara dengan Sonhadji ini dilakukan di teras rumahnya pada hari Minggu tanggal 18 Agustus 2002 jam 11.30 dengan ditingkah angin yang sepoi-sepoi dalam panasnya hawa Mranggen. Wawancara dengan menggunakan Bahasa Jawa
41
81
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
Menurut Sonhadji, tim mediator mengancam akan membawa ke pengadilan warga yang tak mau melepas tanahnya untuk proyek.
pelaksana proyek untuk membuat lumer masyarakat. Hasilnya pun tak mengecewakan. Suliman mengaku mengaku bisa ‘membereskan’ persoalan tanah ini.
“Masalahnya kan tadinya gini, yang sertifikat itu 105 ribu per meter, yang tidak bersertifikat itu 95 ribu. Mau tidak mau harganya segitu. Lha kalau tidak mau diserahkan ke pengadilan sana. Kalau saya pribadi, caranya seperti itu…ya cuma buat nakut-nakutin.” 42
“Saya kan sesepuh di sini. Saya dipanggil, waktu itu hujan–hujan, banyak petir, jam 11 malam sampe jam 3 malam. Malam bukan siang. Saya itu membebaskan sampe berapa orang, jadi mereka pasrah dengan saya”
Banyak cara untuk membebaskan tanah, begitu mungkin prinsip para pelaksana proyek. Setelah tim mediator dianggap kurang ampuh, jurus lain pun dikeluarkan. Kali ini mereka melakukan gerilya ke tiap rumah warga dan merayunya dengan berbagai imingimingn agar melepas tanah atau bangunannya. Agar lebih ampuh, tokoh setempat pun diajak. Suliman misalnya, tokoh masyarakat Batursari ini dijadikan ujung tombak (Niku malah nganu carane mboten musyawarah masalah harga nika…Nek teng nggene kumpulan ngoten niku kan musyawarah harga tanah ngaten. Neng mbasa dugi teng nggene bale desa niku rega niku ditetapke kalih mrikune. Dadhi ditetapke rega niku samonten. Nyuwune sakmonten mrika kok nawar ngoten mboten. Niku kan carane cara paksa jane. Ning masyarakat tetep mendhel mawo). 42 Wawancara dengan Sonhadji, wawancara menggunakan Bahasa Jawa (Masalahe mriku kan waune, napa, sing sertifikat niku 105 per meter lha nek sing mboten 95.Niku purun mboten purun niku nggih rega sakmonten waune. Lha nek mboten purun diserahke teng nggene pengadilan ngaten.Lha nek kula pribadi niku..carane rak ya mung nggo wedhen-wedhen ngaten. Ning tiyang2 nggih manut. Mboten ngurusi.Kersane sing gurusi mrika.Carane di wedhen-wedheni)
82
Memang, bergeraknya tokoh masyarakat ini bukan atas inisiatif sendiri. Tapi diberi iming-iming oleh pelaksana proyek, sehingga perannya memang tidak lebih dari sekedar makelar. Hanya menurut Suliman, imingiming pelaksana proyek tidak lebih dari rayuan gombal. Ia sendiri tidak mendapat apa-apa. “Mbok saya dipikirkan, istilah intern, gitu lho. Nggak usah banyak-banyak dua persen setengah atau satu setengah saja. Katanya itu kemarin ada dana dari Jakarta 4 milyar, tapi saya nggak dapat persen mbok ya pak Darjo (diangap makelar tanah) itu mikirin saya.”43 Suliman ini adalah seorang tokoh masyarakat yang ikut dilibatkan dalam kegiatan proyek. Dia kecewa karena segala “jerih payahnya” tidak mendapat “penghargaan’ dari pihak proyek. Suliman mengakui memang pada awalnya warga, termasuk dirinya sendiri menolak akan keberadaan proyek. Namun karena janji manis dari pihak proyek, akhirnya mau menyerahkan tanah dan bangunannya, kemudian diikuti pula oleh warga lain. Namun, Suliman bertambah kecewa lagi ketika tahu bahwa warga yang tanahnya dibebaskan belakangan dihargai lebih tinggi, sedangkan dia yang dihargai murah dan katanya akan diberi tambahan tidak kunjung mendapatkannya. Wawancara ini dilakukan di ruang tamu rumhnya, pada hari Senin 19 Agustus 2002 jam 07.30.WIB.
43
83
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
Disamping menggunakan tenaga tokoh masyarakat seperti Suliman, pelaksana proyek pun memakai tak tik kartu domino. Ia menjanjikan beberapa orang tertentu dengan bayaran besar, agar mau menjual tanah supaya warga lain mengikuti langkahnya. Modusnya, mereka membeli tanah atau bangunan warga dengan harga murah, tapi menjanjikan tambahan yang lebih besar, jika tetanggnya mau ikut jejaknya. Mbah Yati sebagai contoh. Perempuan setengah baya ini dijanjikan tambahan uang yang menggiurkan jika mau melepas tanahnya. Apalagi bila tetangganya mengikuti langkah yang ditempuhnya. Tanah sudah ia lepaskan, namun janji pihak proyek tak juga ditepati.
rumahnya dengan harga murah, pihak proyek ternyata kemudian melanjutkan pembebasan tanah warga lain dengan memberi harga yang lebih tinggi.
“Soalnya dulu harganya rendah. Janjinya mau ditambahi. Cara orang jualan itu pancingan. Jadi harganya rendah biar yang lain ngikutin (menyerahkan tanahnya-pen). Janjinya itu sih ada tambahannya. Ini juga sudah diakui, tapi belum dibayari. Saya dikasih kertasnya tapi kertasnya itu hilang saya bawa. 44
Maryadi pun mengalami nasib yang sama. Pria lajang ini turut termakan rayuan gombal pelaksana proyek. Ia mau menjadi umpan, yang akan memprovokasi warga lain menjual tanahnya, namun hadiah yang ia nantikan tak kunjung datang.
Kekecewaan Mbah Yati kian mendalam ketika mengetahui bahwa setelah dirinya menyerahkan tanah dan Mbah Yati,wanita setengah baya yang semua bangunan rumahnya terkena proyek alur banjir Dombo sayung ini ditemui di rumahnya pada tanggal 20 Agustus 2002. Wawancara dalam Bahasa Jawa ((Soale riyin regane endhek. Janjine arep ditambahi. Cara bakule bukak dasar. Dadhine regane endhek. Cara bakule ben dha nginthil liyane. Janjine niku sih enten tambahane. Niki nggih empun diakoni ning dhereng dibayari. Kula disukani kertase ning kertase niku kula betha ical)
44
84
“Harga rumah ini cuma nurut sama sana (pihak proyekpen), lha kalau yang di sebelah timur jalan ya pakai tawar menawar. Lha itu yang membuat iri. Barangnya banyak kok bayarane nggak sepadan, kalah sama yang cuman satu di sebelah timur jalan. Lha sini kalau nggak di beri (uang-pen) lagi nggak dibongkar (“Regane omah mung manut kalih mrika, lha nek sing etan ndhalan rega-reganan. Lha mulakne sing marakke meri niku. Wong barange kathah kok regane ora mbejaji kalah karo sing mung siji etan ndhalan. Lha niki nek mboten diparingi malih mboten dibongkar).”
“Tinggal wilayah kampung ini yang belum dibebaskan. Pak Darjo datang kesini memberi iming-iming beberapa anggota masyarakat, istilahnya untuk pancingan agar mereka mau melepas tanahnya. Orang-orang dikumpulkan, Pak Darjo dan anggotanya termasuk penduduk sini yang menjadi orangnya meminta agar masyarakat merelakan tanahnya untuk proyek dengan harga sekitar Rp. 55 ribu atau 60 ribu per meter. Cuma lama kelamaan penduduk banyak yang 85
‘Berkah’ Proyek Hibah
menyadari karena harga umum tanah disini Rp. 110 ribu.”45
Demikian pula Katiman. Tanah dan rumahnya dilego dengan harga murah. Harapannya ada tambahan uang yang akan dikucurkan proyek ketika tetangganya ikut langkah dia. “Pertama dibayar Rp.71.000. Kok temannya segini-segini. Lha Saya ngejar minta tambahan. D jawab katanya nanti Mbah ditambah. Anda kan di jadikan pancingan buat yang lain”. 46
Hing ga kini Katiman merasa belum ikhlas meninggalkan tanah dan bangunannya. Tapi nasi sudah 45 Maryadi (30 tahun), mengenyam bangku pendidikan sampai setingkat Perguruan Tinggi di Polinnes Semarang, jurusan Teknik Sipil. Sewaktu masih bersekolah di STM, dia pernah ikut membantu proyek ketika melakukan pengukuran untuk pembangunan alur banjir. Wawancara dengan karyawan sebuah perusahaan furniture yang sedang menanti kelahiran anak pertamanya ini dilakukan di halaman rumahnya pada tanggal 19 Agustus 2002 jam 18.30 WIB. 46 Katiman ini adalah termasuk 6 orang pertama yang tanahnya dibebaskan oleh pihak proyek dengan harga murah, dengan dalih agar warga yang lain ikut-ikutan menyerahkan tanah atau bangunannya. Sampai hari ini Katiman masih mengharap agar iming-iming tambahan uang dari pihak proyek di penuhi, walaupun secara hukum posisinya sudah lemah mengingat dia seudah menyerahkan sertifikat serta sudah menanda tangani suart penerimann uang. Wawancara dengan lelaki yang tidak tahu persis berapa usianya ini dilakukan pada hari Senin tanggal 19 Agustus 2002 jam 10.30 WIB di teras rumah Katiman yang semi permanen pada jam 11.00 WIB ketika Katiman dengan bertelanjang kaki baru pulang dari tegalnya dan di tingkah celoteh 2 cucu Katiman yang bermain-main di sekitar tempat wawancara. Wawancara memakai Bahasa Jawa (Pertama di bayar 71 ewu. Kok kancane semantensemanten. Lha kula ngoyak nyuwun tambah. Di jawab mangke Mbah di tambah. Njenengan kan dingge turunan kanca-kancane)
86
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
menjadi bubur, miliknya tidak mungkin kembali, apalagi tidak ada perjanjian tertulis antara dirinya dengan pihak proyek. “Orang bodoh itu kalau di beri janji lisan saja sudah seperti beneran. Nggak ada pikiran jelek (Wong bodho niku nek dijanjeni lisan mawon pun kaya tenanan. Mboten gadhah pikiran ala)”.
Ketika cara halus dianggap tidak ampuh, maka pihak proyek mengambil langkah keras. Cara ketiga ini dari masa ke masa, penggunaannya tak lekang oleh jaman dan tak lapuk oleh keadaan. Dalam proyek jalan banjir Dombo Sayung pun cara ini juga digunakan. Bentuk tindakan intimidatif yang dilakukan pihak proyek tidak hanya teror fisik namun juga mental. Pihak proyek sudah mulai menurunkan peralatannya, padahal negoisasi harga masih berlangsung. Sekitar 36 pakubumi ditongkrongkan di Dusun Pucanggading, Batursari. Tapi ada juga penduduk yang secara langsung diteror. Seperti misalnya Pardiman. Pria setengah baya ini tadinya bersikukuh tidak mau melepas tanahnya seluas 1.128 hektar. Akibatnya dia dan keluarganya kerap disatroni dan diancam orang yang tak dikenal. Termasuk tanah miliknya yang diukur tanpa sepengetahuannya. Tidak cukup itu, adik Pardiman yang menjabat sebagai kepala desa di Taman Sari, tetangga Batursari, ikut menakut-nakutinya. Sama seperti orang asing yang mengancamnya, adik Pardiman pun mencontohkan pembakaran rumah yang 87
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Alur banjir Dombo - Sayung
terjadi di desanya. Tak tahan dengan teror, Pardiman akhirnya mengibarkan bendera putih. Dengan sangat terpaksa, tanahnya ia jual. Memang cukup banyak jumlahnya, Rp. 130 ribu per meter, tapi tergolong rendah untuk harga pasaran di daerah itu yang rata-rata mencapai Rp.250 ribu permeter. Tapi memang, permasalahan harga tanah proyek jadi polemik tersendiri. Bambang Adi mengeluhkan terus menggelumbungnya biaya pembebasan. Tadinya dianggarkan hanya Rp. 5 miliar, ternyata membengkak menjadi sekitar Rp.35 miliar. Dalam catatan harian Suara Merdeka penyebabnya adalah mark up harga oleh para pelaksana proyek. Modusnya dengan membengkakkan luas lahan. Misalnya luas sebenarnya yang dibebaskan 1.278 m2, tapi dicatat sebanyak 2.408 m2. Jadi ada penambahan 1.130 m2. Atau dengan mencantumkan nama fiktip.
Di beberapa talud, ditemukan adanya sejumlah retakan yang cukup mencolok untuk bangunan yang baru berusia sekitar 2 tahun tersebut. Bagi bangunan yang di bangun dengan teknologi konstruksi yang sudah maju, keretakan yang terjadi di sejumlah talud itu cukup ironis.
Bangunan yang Sudah Retak Dalam penelitian lapangan di desa Batursari, ditemukan sejumlah bangunan yang kondisi fisiknya sudah retak. Sejumlah bangunan yang sudah berdiri di desa Batursari di antaranya adalah bangunan berbentuk bangunan pintu air, dan sejumlah talud. Hal ini tentu patut dipertanyakan, mengingat pembangunan fisik di desa Batursari baru dimulai pada sekitar tahun 2000. 88
89
‘Berkah’ Proyek Hibah
BAB IV
Proyek Irigasi Punggur Utara Irigasi Punggur Utara Sekilas
I
rigasi Punggur Utara merupakan bagian dari sistem irigasi Way Sekampung yang terletak di Lampung Tengah, Lampung. Jaringan yang dibuat tahun 1930 ini bertujuan mendukung pemindahan petani dari Jawa dan Bali. Namun, perkembangan waktu akhirnya membuat jaringan irigasi mengalami penurunan kondisi. Minimnya biaya operasi dan pemeliharaan membuat tempat mengatur air ini semakin tak terawat. Tidak mengherankan jika bangunan cepat menjadi udzur. Melihat kondisi ini yang diikuti dengan studi kelayakan, atas permintaan Pemerintah Indonesia, Uni Eropa akhirnya bersedia membiayai rehabilitasi jaringan
90
91
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
irigasi ini. Terutama dalam peningkatan kapasitas operasinya. Proyek irigasi Punggur Utara mencakup areal yang cukup luas, sekitar 30.500 hektar sawah yang tersebar di 54 desa pada tujuh kecamatan di Lampung Tengah1. Ketujuh kecamatan tersebut adalah; Gunung Sugih, Punggur, Sukadana, Trimurjo, Raman Utara, Seputih Raman I dan Seputih Raman II. Pasokan air untuk jaringan irigasi diperoleh dari Way Sekampung. Selain secara fisik merehabilitasi irigasi, proyek juga meliputi pemantapan kelembagaan yang terdiri dari pengembangan pertanian, program wanita dalam pembangunan (women in development), serta operasi dan pemeliharaan (O & P). Total biaya yang dikeluarkan untuk proyek sebanyak E34,5 juta. Kontribusi Uni Eropa melalui hibahnya sebesar, E29,4 juta, sisanya berasal dari pemerintah Indonesia yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebanyak E 5,2 juta. Dari total nilai proyek, E21,5 juta dipakai untuk konstruksi dan pengembangan lahan. Sisanya, untuk program peranan wanita dalam pembangunan (0,6 juta Euro), program pengembangan pertanian (0,5 juta Euro), operasi dan pemeliharaan (0,8 juta Euro), bantuan teknik (0,8 juta Euro), serta hal lainnya. Mengenai rinciannya bisa dilihat pada tabel dibawah
ini (dalam juta Euro, dimana 1juta ECU = MECU):
1
Laporan final report Project Management Unit Volume 2
92
Tabel 5. Rincian Nalai Proyek Irigasi Punggur Utara NO A A.1
A.2
ITEM Infrastruktur Feeder & Primary Canals Secondary & Tertiary Other Construction On-Farm Development GoI Construction Supervision
EC
GoI
15.59 4.37 0.04
1.45
20.00 B B.1 B.2 B.3 B.4
Institusional Strengthening Irrigation O&M Agriculture Extension Women Programme Project Management
C
Technical Assistance International Consultants Indonesian Consultants Vehicles Equipment Supplies Sub Total Contingencies TOTAL PROJECT COST
2.54 0.21 4.20 0.46
0.07 0.60 0.04 0.71 4.32 0.78 0.21 0.07 0.12 5.50 28.21 3.09 29.30
TOTAL (MECU) 15.59 5.82 0.04 2.54 0.21 24.20
0.46
0.46 0.07 0.60 0.04 0.17
4.66 0.54 5.20
4.32 0.78 0.21 0.07 0.12 5.50 30.87 3.63 34.50
Dana sebesar E 29.30 juta dari Uni Eropa, tidak semuanya diberikan dalam bentuk uang tunai, tapi juga berupa jasa konsultan dan peralatan. Untuk jasa konsultan International (dari Uni Eropa sendiri) sebesar E 4.32 juta, sementara konsultan Indonesia dihargai 0.78 juta euro saja.
Sekilas Tentang Lampung Tengah Sama halnya dengan wilayah Lampung lainnya, pertanian merupakan bidang yang sangat vital bagi 93
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
Lampung Tengah. Pada tahun 2000, sektor ini menyumbang 51.43 persen atau sekitar Rp 1,8 trilyun dari total pendapatan kabupaten Lampung Tengah yang mencapai Rp 3,5 trilyun. Sejak awal Lampung Tengah difokuskan sebagai daerah pertanian. Bahkan dengan bakat bawaannya, lahan yang luas, penduduk dari Jawa atau Bali yang ingin bertani ‘ditampung’ di kabupaten ini. Padi masih menjadi primadona para petani di Lampung Tengah, akan tetapi ubi kayu dan jagung perlahan mulai menyaingi popularitasnya. Hal itu disebabkan petani kerap mengalami kerugian ketika menanam padi karena biaya produksi tinggi ditambah dengan meroketnya harga pupuk, sedangkan harga jual gabah rendah. Ubi kayu menjadi tanaman rakyat yang dikembangkan pada 107.077 hektar lahan kering. Sentra pengembangannya ada di Kecamatan Rumbia, Seputih Banyak, dan Gunung Sugih. Tahun 2001, produksinya mencapai 1.258.749 ton. Industri tapioka yang berbahan baku ubi kayu pun bermunculan seiring dengan tumbuhnya tanaman pangan ini. Sekitar 41 industri tersebar di kecamatan Terbangi Besar, Gunung Sugih, Bumi Ratu Nuban, Seputih Banyak, Bumi Nabung, Rumbia, Seputih Surabaya, Kalirejo, dan Punggur. Untuk jagung, dengan luas lahan panen 106.870 hektar mampu berproduksi sampai 311.064 ton. Jagung yang
dikembangkan adalah jenis hibrida. Biasanya para petani memasarkannya dalam bentuk pipilan kering yang merupakan bahan baku bagi industri pakan ternak ayam dan sapi. Selain pertanian, industri kecil kerajinan rakyat pun mulai berkembang. Seperti sulaman usus, tapis, kerajinan rotan, mebel bambu, bordir, ukiran kayu, lilin sereh wangi, tatah sungging kulit, dan dodol tape, cukup potensial. Tercatat pada 2001, sebanyak 3.116 unit usaha tersebar merata di 26 kecamatan dan menyerap 162.265 tenaga kerja.
94
Gambaran Desa Asto Mulyo Astomulyo, bagi yang pertama kali mendengar pasti akan menebak desa ini ada di daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur. Namanya yang sangat ‘kental’ dengan ciri khas Jawa, yang banyak dihiasi hurup ‘o‘. Tapi siapa nyana kalau desa ini terletak di Provinsi Lampung, tepatnya kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Desa yang berjarak 10 km dari ibukota kabupaten itu mayoritas dihuni oleh penduduk asal Pulau Jawa. Dari total 5.562 jiwa, lebih dari setengahnya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka adalah generasi ketiga dari para transmigran yang mulai menghuni daerah ini sejak 1930. Sebelum para transmigran datang, nama Astomulyo belum ada. Ia hanyalah hutan yang dihuni berbagai jenis 95
‘Berkah’ Proyek Hibah
binatang. Setelah lahan dibuka, dijadikan sebagai tempat tinggal dan tanah garapan, para pendatang ini kemudian menamainya. Tentu saja, nama yang diambil berbau daerah kelahirannya, Jawa. Tak serasa tinggal di Lampung, ketika menginjak desa ini. Mulai dari logat dialek, bahasa sehari-hari hingga masakannya sangat khas Jawa. Bisa dikatakan Astomulya adalah pe-Jawa-annya Lampung. Walau begitu, menurut Pandi, penduduk Astomulyo berusaha melupakan Jawa. Pulau yang padat penduduknya itu mereka anggap sebagai pulau yang hilang dan mereka tidak berharap akan kembali. Tadinya, para pendatang ini memiliki lahan yang luas. Minimalnya dua hektar. Pembagiannya, seperempat hektar untuk kebutuhan tempat tinggal, sisanya diperuntukan bagi lahan pertanian. Akan tetapi perkembangan penduduk semakin menyusutkan lahan pertanian, apalagi para transmigran sudah memiliki anak cucu. Otomatis tanah yang dimiliki pun sudah dibagibagi, sehingga pemilik lahan luas di Astomulyo bisa dihitung dengan jari. “Sekarang masing-masing keluarga memiliki sawah yang beragam, ada yang mempunyai satu hektar, ada yang setengah hektar, bahkan banyak juga yang hanya mempunyai seperempat hektar. Malahan, ada yang sudah tidak mempunyai sawah sama sekali karena sawahnya sudah dijual 96
Proyek Irigasi Punggur Utara
sehingga sekarang hanya sebagai buruh tani saja”.2
Walau begitu, profesi yang umum digeluti penduduk desa itu sama dengan pendahulunya, bertani. Jika dihitunghitung, pesawahan di Astomulyo total mencapai 829 hektar. Rinciannya, pengairan teknis (irigasi) 547 hektar, sawah pengairan setengah teknis 265 hektar, dan sawah tadah hujan 17 hektar.3 Selain bertani, banyak pula penduduk desa ini yang beternak. Pekerjaan lain yang juga digeluti adalah tukang kayu, tukang batu, penjahit, berdagang, termasuk pegawai negeri sipil. Akan tetapi sebagian adalah profesi musiman, karena ketika musim bertanam atau panen tiba, mereka kembali ke sawah. “Bila musim tanam atau musim panen tiba, semua orang turun ke sawah. Baru kalau sudah selesai musim tanam atau sambil menunggu masa panen tiba, masyarakat biasanya melakukan pekerjaan lain untuk menambah penghasilannya. Mereka ada yang menjadi buruh pabrik, baik itu masih di sekitar Lampung atau di daerah lain seperti Tangerang, menjadi kuli bangunan, beternak, berdagang, menjadi sopir dan lain-lain”4
Sedangkan dalam tingkat pendidikan, desa ini patut diacungi jempol. Tidak sedikit penduduknya yang menjadi jebolan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), Di wawancarai pada Rabu malam Tanggal 28 Agustus 2002 di rumah Bapak Pandi 3 Ibid 4 Ibid 2
97
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
baik umum maupun keterampilan. Bahkan ada pula yang mampu duduk di bangku perguruan tinggi.
Proyek Sentralistik: Pemberdayaan Minus Partisipasi
“Yang jelas disini standarnya SLTA”.5
Pelaksanaan Proyek Secara umum, ada enam tujuan dijalankannya proyek irigasi Punggur Utara : 1. Merehabilitasi saluran irigasi yang telah ada. 2. Meningkatkan produktivitas pertanian. 3. Meningkatkan penghasilan petani. 4. Memberdayakan petani perempuan. 5. Menjaga kelestarian ekologi di daerah aliran sungai. 6. Operasional dan perawatan irigasi yang efektif. Tabel 6.Target Proyek Areal Areal Potensi Irigasi Areal Fungsi Irigasi Rata-rata hasil Produksi padi
Sebelum Proyek 17,500 ha 14,500 ha 3,2 t/th 60.000/th
SesudahProyek 31,500 ha 19,500 ha 3,7/th 100.000/th
Kenaikan (%) 80 34 16 67
Jelas sekali sasaran utama proyek ini adalah peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat. Rencana boleh matang, tujuan pun boleh jelas, tapi proses pelaksanaannya juga menjadi bagian yang tak kalah penting. Mari kita telusuri bagaimana proyek ini dijalankan dan apa dampaknya bagi masyarakat.
Proyek irigasi Punggur Utara, mengusung tajuk meningkatkan kesejahteraan, tapi sama sekali masyarakat tidak dilibatkan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Pemerintah pusat yang diwakili, Departemen Pemukiman dan prasarana Wilayah (Depkimpraswil) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Uni Eropa memiliki peran penting dalam proyek. Merekalah yang menjadi komando umum proyek ini. Mulai dari perencanaan, proses untuk mendapatkan grant, penentuan jenis dan lokasi proyek, uji feasibilitas, proses tender, pembentukan Project Management Unit, Anggaran dan lain-lain semua diatur oleh pusat yang dalam hal ini Bappenas dan Kimpraswil.6 Memang, dalam susunan organisasi proyek, banyak pihak yang dilibatkan. Mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat desa. Gambarannya sebagai berikut. Tongkat komando proyek dipegang Dirjen Pengairan Depkimpraswil, yang kemudian membentuk Unit Pengelola Proyek (Project Management Unit, yang disingkat PMU), sebagai penanggungjawab dan pelaksana harian proyek. PMU ini terdiri dari seorang Pimpinan Proyek Disimpulkan dari informasi pada dokumen proyek dan wawancara dengan instansi terkait dalam hal ini Kimpraswil, Bappeda TK I Lampung.
6
5
Ibid
98
99
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
dari Indonesia dan seorang Pimpinan Tim (Team Leader) dari Uni Eropa yang merupakan sebuah Tim Bantuan Teknik (Technical Assistance). Kedua orang pimpinan tersebut mempunyai tanggung jawab bersama untuk semua kegiatan proyek, baik dalam masalah teknik maupun keuangan. Untuk mengkoordinasikan seluruh instansi yang terlibat, dibentuk panitia pengarah proyek (SC) yang dipimpin oleh Ketua Bappeda Tk. I Propinsi Lampung. Panitia pengarah ini mengadakan rapat setiap tahunnya pada bulan Desember untuk menyetujui atau mensahkan suatu rencana kerja yang dipersiapkan oleh PMU untuk tahun berikutnya. Baik Pimpro maupun Team Leader keduanya adalah anggota Panitia Pengarah Proyek. Selain itu, dalam pelaksanaan proyek, dua konsultan berasal dari Uni Eropa, Haskoning-Royal Ducth Consulting Engineers and Architect dan Rendel Parkman Consulting Engineers dengan Konsultan Indonesia PT. Virama Karya, sebuah Badan Usaha Milik Negara dan kontraktor pelaksana PT. Trans Intra Asia. Dalam susunan kepanitiaan proyek, daerah terlihat menempati posisi penting. Bahkan menjadi pengarah dalam setiap kegiatan. Skema boleh bagus, tapi pelaksanaannya yang mesti dilihat. Dan kenyataannya memang jauh berbeda, karena peran pemerintah provinsi hingga desa, tidak lebih sebagai pemberi stempel kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat bersama
Uni Eropa. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lampung misalnya. Walau jabatannya mentereng, sebagai SC, tapi pengetahuannya tentang proyek cuma secuil. Penyebabnya, sang pengarah ini jarang diajak bicara baik oleh pusat maupun pelaksana. Apalagi rancangan proyek sebelumnya sudah dibuatkan, tinggal dijalanakan.
100
“Semua tentang proyek ini pusat yang menentukan, kami di daerah tidak terlalu dilibatkan. Mulai dari masalah penentuan proyek sampai masalah keuangan kami tidak tahu. Walaupun posisi Bappeda sebagai SC tapi itu lebih kepada operasional di lapangan saja, kalau-kalau ada masalah, tapi yang lainnya kami tidak tahu. Tapi kami senang saja ketika mau dibuatkan irigasi ini”7
Menurut Zaenal, SC baru bertugas ketika terjadi permasalahan dalam proyek, seperti ketika ada protes dari petani atau konflik antarpetani. Memang, Zaenal mengakui pihak proyek juga memberi laporan perkembangan proyek. Senada dengan Zaenal, staf PSDA Metro mengaku tidak mengerti banyak proyek yang ada di wilayahnya ini. Pasalnya, sejak awal institusinya memang tidak terlibat. Bahkan, walau sektor pengairan berada di bawahnya, tak ada laporan yang masuk ke institusinya. Tak mengherankan jika kemudian muncul Wawancara dengan Zaenal, Kepala Bidang Sarana & Prasarana Bappeda Provinsi Lampung.
7
101
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
kesalahpahamanan antara PSDA dengan pihak proyek. Bahkan pernah pimpinannya, Bupati Metro mempermasalahkan proyek irigasi Punggur utara ini.
perbaikan irigasi, yang pekerjaan kontraktornya didanai oleh orang bule. Jadi hanya pembangunan fisiknya.
“Kami tidak banyak tahu mengenai proyek karena ini proyek dari pusat. Bahkan Bupati disini pun tidak dilibatkan sehingga proyek ini sempat dipersoalkan oleh Bupati Metro”.
Carik Desa Astomulyo, Sutarto pun memberi pengakuan yang tak jauh berbeda. Walau ia termasuk dalam jajaran birokrasi desa, tapi tak tahu banyak mengenai proyek irigasi ini.
Jika pemerintah daerah, yang merupakan bagian dari rantai birokrasi tidak dilibatkan, terlebih masyarakat yang tidak menduduki posisi apapun. Mustahil pemerintah pusat atau pihak proyek mau mengajak diskusi masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan proyek. Masyarakat desa dianggap tidak mengetahui apaapa, posisinya sebagai objek, yang wajib menerima keputusan atau pemberian pemerintah. Penduduk Astomulyo misalnya, desa tempat mereka tinggal merupakan salah satu wilayah proyek. Memang hampir semuanya mengetahui ada perbaikan irigasi tapi namanya apa, dananya dari mana, siapa yang melaksanakan, tak ada yang tahu. Apalagi kegiatan lainnya yang juga menjadi bagian proyek Punggur Utara, seperti pembuatan LSM Yakanita. Memang, ada anggota masyarakat Astomulyo yang ikut memperbaiki irigasi, akan tetapi posisinya sebagai buruh yang digaji kontaktor pelaksana tanpa mengetahui proyek yang sedang dikerjakan. Mujiono misalnya, petani muda ini hanya bisa tercenung ketika ditanya proyek irigasi Punggur Utara. Yang diketahuinya bahwa ada 102
“Cuma penalutan saluran kuarter dan sekunder, itu saja”8
“Waduh kayaknya saya tak tahu banyak. Saya cuma membantu kepala kampung dalam urusan administrasi”9
Proyek Irigasi Punggur Utara tidak terbatas merehabilitasi saluran irigasi warisan kolonial Belanda. Tapi juga bertujuan meningkatkan penghasilan petani melalui pencetakan sawah baru dan memberdayakan petani perempuan, dengan membuat Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Keberdayaan Wanita (LSM Yakanita). Dua kegiatan terakhir ini malah tidak diketahui sama sekali oleh masyarakat Astomulyo. Apa bentuknya, berapa dananya, bagaimana pengelolaannya, tak ada yang tahu. Malah mereka rata-rata minta diberi informasi. “Saya malah baru dengar, memang itu diselenggarakan dimana?”10
Salah Obat Karena Salah Diagnosis Mendongkrak kesejahteraan masyarakat, itulah misi Wawancara dengan Mujiono Wawancara dengan Sutarto, Carik Astomulyo 10 Ibid 8 9
103
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
diluncurkannya proyek Punggur Utara. Ia dijadikan semacam obat oleh pemerintah untuk menyembuhkan ’penyakit’ kemiskinan yang telah lama diderita petani di wilayah itu. Cuma sayang, masyarakat yang ingin disembuhkan tak ditanya terlebih dulu, kenapa bisa terjangkit ‘penyakit’ kemiskinan. Akibatnya terjadi salah diagnosis, sehingga tak heran, jika obat yang disodorkanpun tidak “tokcer’. Minimnya debit air, misalnya, tidak teridentifikasi pelaksana proyek. Punggur Utara, khususnya Astomulyo merupakan daerah pertanian. Air menjadi komponen penunjang utamanya. Akan tetapi kebutuhan air yang tinggi tidak diikuti oleh persediaan yang memadai. Menurut Nugroho Haryono, Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Lampung (Unila), penyebabnya beragam. Selain karena kondisi alamnya, faktor manusia pun sangat besar pengaruhnya. Tiga bagian aliran air, hulu, tengah, dan hilir, semuanya bermasalah. Dan manusia menjadi penyebab dominan. Bagian hulu sebagai contoh, mestinya menjadi water catch area, ternyata tak menjalankan fungsinya. Penyebabnya, pembabatan hutan yang masif ditambah ketidaksesuaian penggunaan lahan. Lebih parah lagi di bagian tengah. Perkembangan penduduk, industri, dan segala fasilitas umum, menjadikan tata guna dan tata letak amburadul. Parahnya,
tak ada konservasi air hujan yang disertai buruknya sanitasi, sedangkan bagian hilir tidak jauh berbeda. Pemukiman, terutama nelayan dan limbah industri menjadi permasalahan tersendiri. Kombinasi masalah pada tiga bagian wilayah ini menambah masalah bawaan daerah Punggur yakni, kurangnya air. Sutarno, yang kegiatan sehari-harinya bertani merasakan betul kondisi ini. Air menjadi per masalahan yang besar dalam menjalankan aktivitasnya. Ia tak bisa seenaknya menanam tumbuhan yang diinginkan, tapi mesti disesuaikan dengan kondisi. Kebebasan baru muncul ketika musim hujan tiba, sehingga bagi Sutarno, walau penting, irigasi tak bisa menjawab permasalahan ini. “Pada tahun ini (2002) gak tanam dari Bulan April – Oktober karena gak ada air. Di sini digilirnya dua tahun sekali, sekarang ini yang dapat air jatah gadu daerah Kota Gajah ke Utara. Dari Kota Gajah sampai Trimurjo gak dapat air. Masalah irigasi di sini adalah kekurangan air, misalnya kekurangan itu dari stok induknya kurang air” Akhirnya, untuk mensiasati kondisi ini, petani di Punggur menggilir penggunaan air. Pada musim tanam rendengan (musim penghujan) memang tidak ada masalah karena air hujan mencukupi kebutuhan petani. Tetapi pada musim tanam gadu (musim kemarau), air tidak mencukupi kebutuhan. Musim inilah giliran pembagian air dilakukan.
104
105
‘Berkah’ Proyek Hibah
P3A (Perhimpunan Petani Pengguna Air) memiliki fungsi vital dalam kebijakan ini. Mereka yang mengatur pembagian air, baik pada musim hujan maupun kemarau. Ketua P3A dibantu oleh Ilik-ilik yang merupakan kepala blok pintu air. Kebijakan pembagian air ini sangat besar pengaruhnya terhadap pola tanam petani. Sebagai contoh di Astomulyo, jika tahun pertama pada musim gadu (musim kemarau) mendapat jatah air, maka dalam satu tahun bisa menanam padi dua kali yakni, pada musim rendengan (musim hujan) dan musim gadu. Tapi tahun depannya jatah berpindah, Kota Gajah yang kini mendapat giliran. Sehingga dalam tahun itu, padi ditanam hanya di musim rendengan. Musim gadunya diganti dengan menanam palawija. Baru tahun ketiga mendapat lagi jatah air untuk gadu, sehingga pola tanam kembali ke tahun pertama. Begitu terus berulang secara periodik11. Walau sudah ada pembagian, minimnya jumlah air, yang diiringi peningkatan permintaan, mendorong terjadinya pergesekan. Apalagi banyak petani ‘nakal’ yang coba menyiasati kurangnya air dengan mengambil jatah petani wilayah tetangganya. Sebagai contoh, desa yang berada di wilayah tengah irigasi, kebetulan tidak mendapat jatah gadu. Tapi karena menginginkan tanamannya tidak kekeringan, diam-diam 11
Dokumen P3A Tani mulyo Desa Astomulyo
106
Proyek Irigasi Punggur Utara
mereka membedah jalan air yang lewat wilayahnya. Tentu saja, petani di daerah yang mendapat jatah marah sehingga konflik pun tak terelakan. Menurut Sumaji, perkelahian petani memperebutkan air bukan hal baru di daerahnya. Kondisi ini kerap terjadi sewaktu musim kemarau datang. “Pernah ada yang berkelahi dengan senjata tajam”
12
Kesalahan dalam memberi obat, bukan hanya tidak menyembuhkan ‘penyakit,’ tapi juga bisa memunculkan masalah baru. Contohya proyek Punggur Utara ini.
Pintu Otomatis yang Bermasalah Memang, irigasi yang dijadikan sebagai alat untuk membagi-bagi jatah air direhabilitasi. Bahkan dibuatkan pula talud-talud baru, termasuk mengganti pintu irigasi menjadi pintu otomatis. Mestinya, pintu otomatis akan berfungsi lebih baik ketimbang pintu manual. Untuk daerah yang debit airnya tinggi mungkin akan begitu. Tapi tidak bagi irigasi Punggur Utara, karena persyaratan utama, debit air yang tinggi, tidak ada. Walhasil, pintu otomatis tidak berfungsi dengan maksimal, bahkan kerap menimbulkan masalah. Air yang minim tak kuasa membuka pintu sehingga petugas irigasi mesti turun tangan, membuka atau menutup. Celakanya, pintu otomatis tak seperti manual yang bisa dengan mudah dibuka dan ditutup. Mesti dipakai alat bantu yaitu 12
Wawancara Sumaji
107
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
derek pengungkit. Sembiring, wakil kepala dinas pengairan Propinsi Lampung, mengakui kondisi ini. Menurutnya pintu semacam ini juga kerap menimbulkan masalah. Karena sangat mudah macet.
Karena tak kunjung terairi, banyak sawah-sawah sulapan ini kembali ke bentuk aslinya, ladang. Biaya besar yang dikeluarkan pun menjadi sia-sia. Memang, banyak yang menyayangkan kebijakan ini. Fredy, pengurus P3A Punggur misalnya, menganggap pihak proyek bertindak ceroboh karena tak mempertimbangkan terlebih dulu kebijakan yang akan digulirkannya. Menurutnya, lebih baik dana tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan petani yang lebih penting. Misalnya penaludan saluran-saluran air.
“Memang pintu itu masalah karena apabila terganjal kayu seukuran pena ini pun menjadi macet. Tapi kita juga tidak bisa menolaknya karena itu hibah”13
Sawah baru, Harapan Baru Masalah lain yang muncul akibat salah obat adalah pembuatan sawah. Mestinya kebijakan ini memunculkan harapan baru, produksi meningkat dan kesejahteraan petani pun terdongkrak. Tapi tidak demikian kenyataannya. Sekitar 2500 hektar ladang yang disulap pengelola proyek Puggur Utara menjadi sawah, tak cukup kuat menarik petani dari kubangan kemiskinan. Jumlah air yang minim membuatnya tidak berfungsi. Menurut Made, staf Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kota Metro, sawah baru belum bisa difungsikan karena air yang menjadi kendala utamanya. “Sawah-sawah baru tersebut belum bisa diari karena kurangnya pasokan air tadi, sehingga ada yang belum bisa ditanami padi tapi palawija”. 14 13 14
Disampaikan ketika seminar KoAK , 22 Oktober 2002. Bapak Made melalui wawancara
108
“Kalau harus memilih talud dulu atau cetakan sawah, menurut saya lebih baik salurannya dulu dibenerin. Dulu sebelum ada proyek bantuan, para petani bisa menggarap sawahnya, sekarang setelah ada bantuan dan cetakan sawah baru, malahan banyak sawah yang beralih fungsi dari yang tadinya sawah sekarang menjadi ladang”.
Tak ada Pengawasan, Korupsi pun Jadi Kegiatan utama proyek Punggur Utara adalah rehabilitasi dan pemasangan talud baru (saluran irigasi seperti tembok yang merupakan hasil proses pengecoran). Panjang saluran yang direhabilitasi ditambah dengan yang dibangun baru sebagai berikut: Main Canal 45.4 km, Feeder Canal-2 8.3 km dan Primary Canal 37.2 km. Di samping itu juga dilakukan pembangunan infrastruktur yang mendukung seperti jembatan dan jalan inspeksi. 109
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
Mestinya yang menjadi pelaksana proyek adalah PT Virama Karya, namun dalam kenyataan tidak demikian. Menurut penuturan Sutarto, ada beberapa perusahaan kecil yang mengerjakan proyek ini dalam arti PT. Virama Karya melakakukan sub kontrak pada perusahaan lebih kecil. Parahnya, dalam pengerjaan sub-kontraktor ini ternyata berbuat curang. Pada proses pemasangan talud, sebagian sub-kontraktor menurunkan kualitas bahan bangunan. Walhasil, talud-talud tersebut ada yang harus dibongkar dan diminta untuk diganti oleh pihak Uni Eropa. Jumlahnya pun terbilang banyak.
juga saluran primer yang bagian hilirnya lebih tinggi daripada bagian sebelumnya, sehingga air tidak bisa mengalir ke hilir kecuali kalau debit airnya sangat besar. Karena debit air yang besar jarang terjadi maka di lokasi tersebut air lebih sering tergenang (tidak mengalir).15
“Kalau talud itu tidak bisa dihitung lagi. Di tersier, di primer, di sekundernya itu banyak yang dibongkar lagi”.
Selain itu, ada juga jembatan yang sampai tiga kali dibongkar. Menurut Oemarsono ini juga disebabkan oleh ulah pemborong yang mencari keuntungan yang besar. “Hal ini sebagai akibat dari beberapa sub-kontraktor tadi mencoba main-main dengan ketentuan yang disepakati untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kualitas. Tetapi, akibatnya mereka sendiri yang harus menang gung resikonya karena tidak ada pembayaran tambahan untuk pekerjaan yang diulang tersebut”.
Ironisnya, ada juga permainan pemborong yang tidak terpantau. Banyak bangunan yang tidak berfungsi dengan optimal. Ada beberapa saluran yang lebih rendah dari pintu air sehingga air tidak bisa keluar. Selain itu, ada 110
Program Non Fisik: Pengembangan Wanita Petani Selain pembangunan fisik, proyek Punggur Utara pun menggulirkan program nonfisik. Program yang khususkan untuk kaum hawa ini dikenal dengan Pemberdayaan Petani Perempuan atau Women in Development. Asumsinya, wanita merupakan pemegang peran penting dalam produksi pertanian. Namun dalam prakteknya mereka hanya ditempatkan dalam posisi minor, paling banter pelaksana perintah suami, baik di rumah maupun di sawah. Kaum perempuan, terutama di pedesaan cuma dianggap sebagai pelangkap penderita. Dalam kegiatan pembangunan mereka jarang dilibatkan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan, sehingga aksesnya untuk mencapai sumber-sumber produksi seperti lahan, air, modal dan informasi sangat terbatas. 16 Seminar tentang Kebijakan pertanian, Bandar Lampung 22 Oktober 2002. Fredy merupakan juru bicara dari Gabungan P3A yang pada saat itu anggotanya pada hadir juga. 16 Workshop Irigasi Punggur Utara 15
111
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
Program ini dianggap akan mendorong partisipasi petani perempuan di Punggur Utara. Sehing ga kedudukan sosial dan ekonominya mampu terdongkrak. Secara umum pihak proyek telah menetapkan tiga tujuan dalam progam ini. Pertama, memperbaiki akses wanita tani terhadap sumber ekonomi, kedua, meningkatkan partisipasi wanita tani dalam pengambilan keputusan, dan ketiga, meningkatkan pendapatan keluarga rata-rata melalui kegiatan penambahan pendapatan. 17 Banyak kegiatan yang digulirkan dalam program ini. Misalnya kebun kolektif dengan menanam jagung, melon, atau kencur. Juga penanaman sereh wangi seluas 40 hektar, termasuk penyulingan dan industri rumah tangga yang berkaitan dengan sereh wangi. Contohnya, lilin sereh wangi. Sedangkan peternakan yang berkait dengan program adalah ternak kambing Ettawah. Jumlahnya pun tergolong banyak, lebih dari 300 ekor kambing. Selain itu, dibuat pula peternakan ayam broiler dan babi. Masing-masing perguliran tahunannya lebih dari 200 ribu ayam untuk ayam dan 55 ekor babi. Untuk mendukungnya dibuat kredit simpan pinjam yang bekerjasama dengan bank setempat. 18 Agar kegiatan berjalan mulus, kelompok tani perempuan ini diberi pelatihan ketrampilan dan menajemen kelompok, organisasi kelompok serta
administrasi keuangan. Termasuk pembinaan yang intensif oleh tim ahli pertanian dan peternakan setempat, dokter hewan dan sosiologi. Agar kelangsungan program terjamin, pihak proyek membentuk sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang diberi nama Yayasan Keberdayaan Petani Wanita (Yakanita). Yakanita inilah yang nantinya akan melanjutkan kegiatan program Woman in Development terutama dalam jangka waktu satu tahun dengan bantuan keuangan dari proyek. Setelah tahun pertama, Yakanita diharapkan menjadi LSM yang mandiri. Menurut Safril Salim, peneliti dari Lembaga Penelitian Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat (LP3ES), Yakanita dibentuk oleh tenaga lapangan yang sebelumnya berfungsi sebagai pembina petani. Harapannya, program yang didanai Uni Eropa ini berjalan dengan bagus. Sehingga tujuannya untuk meningkatkan pendapatan petani khususnya petani wanita dapat terwujud.19 Dana yang dikucurkan pada lembaga ini untuk menjalankan tugasnya pun tidak kecil. Total dana yang dikelola dalam Program Women in Development mencapai E 0,6 juta. Rupanya program ini tidak dilaksanakan di seluruh Punggur Utara. Seputih Raman saja yang kebagian program, sedang masyarakat di luar kecamatan itu tak
17 18
Ibid Op cit
112
19
Wawancara dengan Tenaga Lapangan dari LP3ES, Sjafril Salim.
113
‘Berkah’ Proyek Hibah
mengerti apa-apa. Pandi Misalnya, mantan sekretaris desa Asto Mulyo, hanya menggelengkan kepala ketika ditanya program WID. Menurutnya tak ada informasi atau sosialisasi padahal, pelaksanaan progam itu di desanya. Ia hanya mengetahui ada perbaikan irigasi yang didanai Uni Eropa, belakangan namanya baru diketahui, Proyek Punggur Utara. Tapi anehnya banyak penduduk Seputih Raman tidak mengetahui program pemberdayaan kaum wanita ini. Bahkan, pelaksana institusi yang berkaitan dengan kegiatan pertanian seperti P3A, Djoko, ketua P3A Seputi Raman tahu di wilayahnya ada kegiatan pembuatan lilin atau minyak sereh, termasuk munculnya LSM Yakanita. Tapi ia tidak mengetahui latar belakang munculnya program tersebut karena menurutnya tak banyak orang yang terlibat dalam kegiatan itu. “Kegiatannya kayaknya hanya formalitas aja seperti hanya buat lilin lilin, buat minyak sereh dan masyarakat yang terlibat pun tidak banyak. Saya sendiri yang orang sana tidak tahu”
Memang, walau tidak mengerti program ada juga warga Seputih Raman yang mengetahui. “Di sana juga pernah diberi bantuan untuk pengolahan minyak sereh, kemudian pemeliharaan ayam, dan koperasi wanita. Kalo gak salah namanya Yakanita, Cuma sekarang yg di Seputih Raman Yakanita itu masih berjalan atau tidak saya kurang tau pasti, yg jelas kalau saya lewat kesana 114
Proyek Irigasi Punggur Utara
Yakanita itu sudah sepi”20.
Setelah proyek Punggur Utara berakhir, ternyata program yang mestinya terus berlangsung pun tak bertahan lama. Peternakan dan kerajinan yang muncul karena pembiayaan Uni Eropa ini tak jelas juntrungannya. Bahkan Yakanita, yang harusnya membina kegiatan ini ikut gulung tikar. “Mengenai pemberdayaan petani perempuan, bantuan yang ada tidak dirasakan masyarakat karena belum munculnya dampak positif dari program ini”. Ketika lembaga ini didatangi, pintunya terkunci rapat. Ruangan dalam hanya terlihat meja dan kursi yang tidak tertata dengan baik dan sudah berdebu. Di atasnya tergantung papan struktur organisasi, di depan sekretariat terletak semacam gudang. Tumpukan hasil kerajinan seperti topeng yang sebagian besar rusak memenuhi ruangan. Salah satu warga yang berdekatan dengan lembaga ini ketika dimintai keterangan mengenai Yakanita, pun tidak tahu apa-apa. Tapi menurutnya, sejak lima bulan Uni Eropa meninggalkan Punggur Utara, lembaga itu tidak terlihat aktivitas lagi. Sjafril Salim, yang dikontrak Uni Eropa sebagai fasilitator dalam proyek Punggur Utara mengaku tidak tahu menahu penyebab bubarnya Yakanita. Tapi ia memperkirakan kecilnya gaji pengurus atau mungkin ada ketidakcocokan antar pengurus. Salim 20
Wawancara dengan Pak Tarno, Ketua P3A Asto Mulyo.
115
‘Berkah’ Proyek Hibah
sulit memberikan keterangan yang cukup jelas sebab setelah kontraknya dengan MEE selesai, tidak mengikuti lagi perkembangan Yakanita.
Tak Cukup Kuat Mendongkrak Kesejahteraan Petani Peningkatan kesejahteraan petani memang menjadi target utama digulirkannya proyek Pungur Utara. Caranya, dengan mendongkrak produktivitas hasil pertanian. Membaiknya irigasi yang dianggap sebagai tulang punggung pertanian dianggap bisa mewujudkan tujuan itu. Kenyataannya, perbaikan irigasi tak mampu berbuat banyak, karena peningkatan produktivitas pertanian tidak hanya dipengaruhi satu faktor. Faktor lain seperti bibit, pupuk, pengendalian hama, atau keadaan tanah pun tidak bisa dikesampingkan. Sehingga membaiknya irigasi tidak serta merta diikuti peningkatan produktivitas pertanian. Inilah yang dirasakan petani di Astomulyo. Perbaikan irigasi yang melewati desanya tak berpengaruh banyak terhadap hasil pertanian mereka. Rata-rata sekitar 5-6 ton per hektar pada musim rendengan, sedangkan musim gadu hasilnya lebih rendah lagi. Bahkan akibat ulah hama, mereka kerap gigit jari. Panen yang lama dinantikan mengalami kegagalan.21 21
sumber dari wawancara penduduk
116
Proyek Irigasi Punggur Utara
Sudah jelas, karena hasil panen tak terpengaruh banyak, pendapatan petani pun tidak mengalami perubahan. Bahkan karena proyek tidak didukung kebijakan pemerintah yang berpihak pada petani, yang terjadi malah sebaliknya. Pendapatan petani semakin merosot. Tingginya ongkos produksi pertanian, seiring melambungnya harga pupuk karena subsidinya dihapus sementara harga jual terus merosot. Apalagi pemerintah mulai melaksanakan impor beras dan penghapusan bea masuk beras impor. Fredy misalnya, mengaku pendapatan yang ia kantongi dari usaha bertaninya semakin menipis karena penjualan gabah yang diandalkannya anjlog. Ini disebabkan semakin turunya harga gabah. “Karena harga gabah menurun drastis pada musim panen maka secara ekonomi menurun. Bagaimana bisa meningkatkan ekonomi jika harga gabah turun dan saprodi naik?” Parahnya lagi, saat musim panen harga gabah akan anjlok karena jumlah pasokan yang banyak tidak diikuti dengan peningkatan permintaan. Petani sendiri tak bisa menyimpan lebih lama disebabkan kebutuhan yang mendesak. Segala urusan seperti pembayaran utang, biasanya berupa utangan untuk modal tanam seperti, bibit, pupuk, pestisida, atau iuran, biasanya diselesaikan selesai panen. Tentu saja yang diuntungkan adalah para tengkulak. 117
‘Berkah’ Proyek Hibah
Proyek Irigasi Punggur Utara
Mereka mampu membeli gabah yang dijual petani dalam jumlah tak terbatas setelah disesuaikan dengan harga yang mereka tawarkan, yang jumlahnya lebih kecil dibanding harga pasaran. Tengkulak yang banyak berkeliaran ketika musim panen, langsung membelinya di sawah.22 Harga gabah kering giling di pasaran rata-rata pada masa panen tersebut sekitar Rp. 1200-Rp.1300/kg, sementara harga gabah basah sekitar 1000 rupiah/kg. Sementara pemerintah dengan KUD memberikan harga gabah kering giling sekitar Rp.1500/kg. 23 Tetapi masyarakat tetap tidak bisa atau tidak mau menjual padinya ke KUD. Pertama, karena terkadang KUD tidak punya modal yang cukup untuk membeli gabah petani dan yang kedua, KUD memberikan persyaratan yang terlalu memberatkan bagi petani, misalnya kandungan airnya harus sesuai dengan spesifikasi tertentu, padahal padi di sana banyak yang tidak bisa memenuhinya. Ada cara untuk memenuhinya yaitu dengan melakukan pengeringan yang cukup tapi, ini juga memberatkan petani karena penyusutannya sangat besar. Disamping itu dari sisi waktu juga petani tidak bisa menunggu untuk mengeringkan dulu padinya karena kebutuhan mereka sangat mendesak24. Dari sini bisa dicermati bahwa walaupun dengan adanya irigasi tetapi tanpa disertai kebijakan pemerintah
mengenai pertanian terutama pasca panen seperti; penetapan harga dasar gabah yang lebih memihak petani dan kepastian bahwa hasil panen petani dapat ditampung oleh pemerintah, maka asumsi adanya peningkatan pendapatan petani dengan adanya irigasi ini masih menjadi pertanyaan besar. Walhasil, profesi petani tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Sutarto misalnya, agar roda ekonomi keluarganya bisa berjalan ia mensiasatinya dengan mencari pekerjaan lain.
22 23 24
wawancara petani Desa Astomulyo Ibid. Ibid.
118
“Hasil pertanian hanyalah cukup untuk dimakan saja sementara untuk membangun rumah, menyekolahkan anak, berobat kalau sakit itu harus ditutupi dari pendapatan sektor lain.”
Senada dengan Sutarto, Mujiono juga menganggap pertanian tidak bisa menjamin hidup mereka. Sawah dan kebun tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidup, hanya pas menyediakan nasi sehari-hari. Sedangkan untuk lauk, membangun rumah, menyekolahkan anak, mesti mencari dari sumber lain. “Anak saya dua orang makanya saya sering harus menjadi buruh atau kerja di tetangga desa, pokoknya mencari upahan”.
Sehingga tak mengherankan rata-rata penduduk sebenarnya enggan bertani. Bahkan mereka pun tak mau anak atau cucunya berprofesi seperti yang mereka geluti. Karena itu, Maryadi, Mujiono, atau Sumiaji, mengaku sudah ingin ‘gantung’ cangkul, kalau ada alternatif 119 pekerjaan diluar bertani.
‘Berkah’ Proyek Hibah
Indonesia Corruption W atch Watch Bersama Rakyat Memberantas Korupsi
I
ndonesia Corruption Watch (ICW) lahir pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yang bersih dan bebas dari KKN. Ide pembentukan Organisasi Non Pemerintah (Ornop) ini diprakarsai oleh beberapa tokoh masyarakat aktivis Ornop yang memiliki integritas dan komitmen akan pemerintahan yang demokratis, transparan dan bersih dari KKN. Pendirian ini bukan tanpa sebab, dilatarbelakangi oleh korupnya pemerintahan Soeharto yang mewariskan bibit-bibit korupsi, kelompok masyarakat merasa perlu berbicara dan bertindak dalam persoalan ini. 120
121
‘Berkah’ Proyek Hibah
Korupsi tidak saja mendominasi wilayah eksekutif dan legislatif (political corruption), tetapi juga lembaga yudikatif (judicial corruption), bahkan diwilayah-wilayah sosial seperti bantuan asing, pengungsi dan bencana alam (humanitarian corruption) tidak terlepas dari praktek korupsi. Pendek kata, nyaris tidak ada ruang kehidupan yang bebas dari korupsi. Realitas ini diterima masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan yang menyimpang. Krisis ekonomi yang nyaris melumpuhkan kehidupan masyarakat Indonesia pada tahun 1997, banyak yang menuding, dipicu atau diperburuk oleh masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Monopoli, proteksi, dan sumber daya ekonomi yang vital diberikan atas nama kepentingan nasional kepada kerabat dan konco penguasa. Birokrasi dan hukum hanya melayani penguasa dan mereka yang sanggup membelinya. Sementara rakyat harus membayar mahal untuk pelayanan umum yang buruk. Korupsi di tingkat elit ditimbulkan oleh adanya sentralisasi kekuasaan politik dan ekonomi di tangan presiden, tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas publik. Kekuasan presiden tidak bisa dikontrol karena DPR telah disubordinasi dan kekuataan civil society menjadi tidak berdaya karena mendapat regimentasi yang begitu dahsyat. Praktis pembagian kekuasaan tidak terjadi dan karenanya checks and balances dalam hubungan antara negara dan masyarakat sipil menjadi macet. 122
Korupsi di tingkat birokrasi rendahan terjadi selain sebagai konsekuensi dari korupsi di tingkat elit, tetapi juga karena gaji pegawai negeri yang rendah dan terbukanya peluang di dalam sistem birokrasi yang panjang dan sentralistis. Praktik suap-menyuap antara penyelenggara negara dan masyarakat adalah pemandangan sehari-hari yang membentuk moral korupsi sehingga korupsi dirasakan sulit untuk diberantas. Aktor utama korupsi adalah pemerintah dan sektor swasta, dan rakyat banyak adalah korban utamanya. Karenanya ICW percaya bahwa gerakan anti korupsi harus bertumpu pada pemberdayaan rakyat untuk mengimbangi kolaborasi pemerintah dan sektor swasta. Hanya dengan cara itu reformasi kebijakan di bidang hukum, politik, ekonomi, dan sosial yang mendukung pemerintahan yang bersih dari kor upsi dapat diwujudkan. Karena itu ICW memiliki misi pemmberdayaan masyarakat baik dalam memperjuangkan terwujudnya sistem politik, hukum, ekonomi dan birokrasi yang bersih dari korupsi dan berlandaskan keadilan sosial. Maupun memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan publik. Sedangkan dalam menjalankan misi tersebut, ICW mengambil peran untuk memfasilitasi penyadaran dan pengorganisasian masyarakat dibidang hak-hak warganegara dan pelayanan publik. Penguatan kapasitas 123
‘Berkah’ Proyek Hibah
masyarakat dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan publik. Mendorong prakarsa masyarakat untuk membongkar kasus-kasus korupsi yang terjadi dan melaporkan pelakunya kepada penegak hukum serta masyarakat luas untuk diadili dan mendapat sanksi sosial. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam penyelidikan dan pengawasan korupsi. Menggalang kampanye publik guna mendesakkan reformasi hukum, politik dan birokrasi yang kondusif bagi pemberantasan korupsi. Serta memfasilitasi penguatan good governance di masyarakat sipil dan penegakan standar etika di kalangan profesi. Bersama Rakyat Memberantas Korupsi Jalan Kalibata Timur IV/D No. 6, Jakarta, Indonesia Telp : (021)7901885, 7994015 Faks. (021) 7994005 email:
[email protected],
[email protected] http//www.antikorupsi.org
124
125