PEMETAAN TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU MOHINGGITO KABUPATEN GORONTALO UTARA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD Arip Bowo, Nawir Sune, Daud Yusuf Jurusan Fisika Program Studi Pendidikan Geografi F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo EMAIL :
[email protected] ABSTRAK Arip Bowo 2014. Pemetaan Terumbu Karang Di Perairan Pulau Mohinggito Kabupaten Gorontalo Utara Dengan Menggunakan Citra Satelit Quickbird. Skripsi, Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Negeri Gorontalo. Dibimbing oleh Dr. Nawir Sune, M.Si sebagai Pembimbing I dan pembimbing II Daud Yusuf, S.Kom. M.Si. Lokasi Penelitian dilaksanakan di Pulau Mohinggito, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan penyebaran terumbu karang di Pulau Mohinggito Kabupaten Gorontalo Utara dengan menggunakan Citra Satelit Quickbird. Manfaat penelitian ini adalah mengetahui data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam pesisir dan laut yang akurat termasuk informasi tentang terumbu karang dan Meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya penerapan teknologi penginderaan jauh dalam pemetaan ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Mohinggito. Hasil penelitian menunjukan Sebaran terumbu karang di Pulau Mohinggito sangat banyak tersebar dan mengelilingi Pulau Mohinggito tersebut. Dengan luas terumbu karang yang tergolong baik yang berada di Pulau Mohinggito kurang lebih sekitar 541.53 m2. Sedangkan untuk kondisi terumbu karang yang tidak baik atau rusak kurang lebih sekitar 204.36 m2. Kata kunci : Citra Satelit Quickbird, Peta Terumbu Karang
ARIP BOWO, 451410044, JURUSAN GEOGRAFI, PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI, FAKULTAS MIPA, DR. NAWIR SUNE, M.Si, DAUD YUSUF, S.Kom, M.Si
Pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia bagian timur khususnya Provinsi Gorontalo mempunyai potensi terumbu karang yang masih tergolong baik salah satunya ekosistem terumbu karang yang berada di perairan Pulau Mohinggito. Terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut. Mengingat ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi biota laut dan bagi manusia tentunya keberadaannya perlu diperhatikan. Upaya pengembangan pulau-pulau kecil kini terus diupayakan oleh pemerintah untuk mencapai pulau-pulau kecil yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan secara terus menerus. Pada perkembangannya luas terumbu karang mengalami penurunan, hal ini selain disebabkan oleh faktor alam, juga terkait dengan aktifitas manusia. Oleh karenanya perlu adanya inventarisasi dan pemetaan secara berkala terhadap luasan terumbu karang. Kurangnya ketersediaan data dan informasi yang masih mengenai potensi sumber daya alam pesisir dan laut yang akurat dan siap pakai menjadi hal penting dalam upaya pengembangannya, salah satunya informasi tentang terumbu karang. Oleh karena itu, perlu ada suatu solusi yang dapat mengatur informasi-informasi mengenai ekosistem terumbu karang. Teknik penginderaan jauh dengan memanfaatkan citra satelit Quickbird dapat memberikan banyak keuntungan untuk digunakan dalam pemetaan terumbu karang, untuk mengetahui kondisi dan penyebaran terumbu karang di Pulau Mohinggito. Kurangnya ketersediaan data dan informasi yang masih mengenai potensi sumber daya alam pesisir dan laut yang akurat dan siap pakai menjadi hal penting dalam upaya pengembangannya, salah satunya informasi tentang terumbu karang. Oleh karena itu, perlu ada suatu solusi yang dapat mengatur informasi-informasi mengenai ekosistem terumbu karang. Perhitungan luasan terumbu karang dengan metode pengambilan data di lapangan memakan waktu yang lama dan biaya relatif mahal serta untuk daerah yang diperoleh pun tidak cukup luas. Oleh sebab itu seiring dengan perkembangan informasi dan komunikasi, telah hadir teknologi yang bisa membantu yaitu dengan menggunakan teknik penginderaan jauh dengan memanfaatkan data citra satelit Quickbird. Penginderaan jauh merupakan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena dengan jalan analisis data yang diperoleh melalui alat perekam (sensor) yang menggunakan gelombang elektromagnetik sebagai media perantaranya tanpa menyentuh objek tersebut. Teknik penginderaan jauh dengan memanfaatkan citra satelit Quickbird dapat memberikan banyak keuntungan untuk digunakan dalam pemetaan terumbu karang, untuk mengetahui kondisi dan penyebaran terumbu karang di Pulau Mohinggito. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan berjudul Pemetaan Terumbu Karang di Perairan Pulau Mohinggito Kabupaten Gorontalo Utara dengan Menggunakan Citra Satelit Quickbird.
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pulau Mohinggito, Kec Ponelo, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret 2014 sampai Bulan Mei 2014. Secara geografis lokasi penelitian ini terletak di bagian Pantai Utara Gorontalo dekat dengan pelabuhan kwandang dengan koordinat 0o 55’ 25.383” LU dan 122o 52’ 32.636” BT, dengan panjang pulau sekitar 1,3 KM dan lebar pulau sekitar 0,6 KM dengan luas keseluruhan Pulau Mohinggito kurang lebih sikitar 64 H. Alat dan Bahan Penelitian Alat Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peralatan snorcling digunakan untuk melihat terumbu karang didalam laut. 2. Global Position Sistem (GPS) digunakan untuk menentukan titik koordinat. 3. Perahu digunakan sebagai alat bantu untuk menuju lokasi penelitian dan pengamatan. 4. Kamera digunakan untuk pengambilan dokumentasi gambar dilokasi penelitian 5. Komputer dan Printer digunakan untuk pengolahan data lapangan dan untuk pengetikan. Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Envi 4.2 digunakan untuk mengolah data hasil citra. 2. Arcgis 9.3 digunakan untuk mengolah dan membuat peta hasil dari pengolahan citra. 3. Peta RBI digunakan sebagai acuan dasar untuk pembuatan peta. 4. Citra Satelit Quickbird digunakan untuk menginterpretasi sebaran terumbu karang pada lokasi penelitian. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah cakupan luasan dan kondisi terumbu karang di perairan Pulau Mohinggito. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan jenis data yang diperoleh dari studi kepustakaan di dinas atau instansi terkait dalam bentuk laporan dan publikasi kaitanya dengan daerah penelitian.
No 1. 2. 3.
BAPEDA Sumber Data Titik Koordinat Cek Lapangan Terumbu Karang Citra Quickbird LAPAN Peta RBI Tabel 2. Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut. 1. Menggunakan teknik interpretasi pengindraan jauh menggunakan klasifikasi unsupervised. 2. Menentukan titik sampel pada peta hasil klasifikasi citra unsupervised. 3. Melakukan pengecekan langsung ke lapangan untuk membuktikan hasil klasifikasi unsupervised. 4. Melakukan reinterpretasi citra hasil cek langsung kelapangan Analisis Data Analisis data pada penelitian ini yaitu dengan cara melakukan interpretasi terumbu karang pada Citra Quickbird dengan menggunakan sistem klasifikasi tak terbimbing (unsupervised clasification) menggunakan softwere ENVI. Dari hasil klasifikasi citra tersebut, kemudian melakukan identifikasi terumbu karang yang berada di Pulau Mohinggito. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Pulau Mohinggito Pulau Mohinggito ini terletak di Pantai Utara Provinsi Gorontalo, dengan koordinat 0o 55’ 25.383” LU dan 122o 52’ 32.636” BT, dengan panjang pulau sekitar 1,3 KM dan lebar pulau sekitar 0,6 KM dengan luas keseluruhan Pulau Mohinggito kurang lebih sikitar 64 H. Pulau Mohinggito adalah salah satu pulau yang tidak berpenghuni yang berada di Kecamatan Ponelo, Kabupaten Gorontalo Utara, sebagian besar pulau ini didominasi oleh semak belukar dan hanya sebagian kecil terdapat tumbuhan manggrov dan pohon kelapa. Koreksi Citra Radiometrik Dan Geometrik Koreksi radiometrik merupakan prapemrosesan citra satelit untuk mengurangi kesalahan internal dan eksternal yang diakibatkan oleh radiasi elektromagnetik dan interaksi lainnya seperti atmosfer pada saat perekaman. Koreksi geometrik atau rektifikasi merupakan tahapan agar data citra dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat yang digunakan. Acuan dari koreksi geometrik ini dapat berupa peta dasar ataupun data citra sebelumnya yang telah terkoreksi (Jensen, 1986).
Gambar 4. Hasil Koreksi Citra Radiometrik dan Geometrik Komposit Citra Qickbird Pulau Mohinggito Komposit citra adalah citra baru hasil dari penggabungan 3 saluran yang mampu menampilkan keunggulan dari saluran-saluran penyusunnya, (Sigit, 2011). Digunakan komposit citra ini dikarenakan oleh keterbatasan mata yang kurang mampu dalam membedakan gradasi warna dan lebih mudah memahami dengan pemberian warna. Oleh sebab itu, pada citra komposit, hasilnya kita akan lebih mudah mengidentifikasi suatu objek pada citra.
Gambar 5. Hasil Komposit Citra Citra Klasifikasi Unsupervised Pulau Mohinggito Terdapat dua macam klasifikasi citra yaitu klasifikasi supervised dan klasifikasi unsupervised. Klasifikasi tersebut merupakan suatu metode pengelompokan obyek lapangan menjadi kelas-kelas tertentu. Jumlah kelas yang ada ditentukan oleh jumlah kelompok pada metode unsupervised atau jumlah training area pada metode supervised. Klasifikasi ini memiliki cara dan tujuan yang berbeda. Pada kedua metode klasifikasi tersebut mensyaratkan jumlah saluran yang tersedia minimal tiga saluran. Sebuah citra yang memiliki saluran kurang dari 3 band tidak dapat digunakan untuk melakukan proses klasifikasi.
Gambar 6. Peta Citra Hasil Klasifikasi Unsupervised Peta Titik Sampel Pengambilan Data Penelitian Pulau Mohinggito Sampel merupakan sebagian dari obyek atau individu-individu yang mewakili suatu populasi. Menurut Sugiyono sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi (Sugiyono,2011). Pada gambar 6 merupakan peta titik sampel hasil dari Citra Quicbird Pulau Mohinggito yang diklasifikasi unsupervised. Berdasarkan hasil klasifikasi unsupervised tersebut menunjukan tiga kelas yang diduga sebagai ekosistem terumbu karang. Kemudian dari dugaan tersebut diberikan titik untuk setiap kelas yang diduga sebagai ekosistem terumbu karang di Pulau Mohinggito. Dari setiap kelas hasil klasifikasi unsupervised tersebut diberikan enam titik sampel untuk pengamatan, dari masing-masing kelas yang diduga sebagai terumbu karang yaitu kelas 1 (warna Merah Jambu), kelas 2 (warna kuning) dan kelas 3 (warna Biru) sebelum dilakukan cek lapangan seperti yang terlihat pada gambar 5 berikut ini.
Gambar 7. Peta Titik Sampel Pulau Mohinggito
Peta Sebaran Terumbu Karang Pulau Mohinggito Pada gambar 8 merupakan peta sebaran terumbu karang di perairan Pulau Mohinggito yang telah didigitasi dan layout dengan menggunakan aplikasi Arcgis 9.3, yang diperoleh berdasarkan dari Citra Quickbird tahun 2012 dan cek langsung lapangan. Citra Quickbird tersebut telah diklasifikasi unsupevised dengan menggunakan aplikasi Envi 4.2 untuk mengidentikasi terumbu karang yang berada di Pulau Mohinggito dan telah dilakukan cek langsung kelapangan. Dari hasil interpretasi peta menunjukan bahwa sebaran terumbu karang di Pulau Mohinggito terdapat sangat banyak sebaran terumbu karang yang tersebar serta mengelilingi pulau tersebut. Dengan luas terumbu karang yang tergolong cukup baik yang berada di Pulau Mohinggito tersebut kurang lebih sekitar 541.53 m2. Dan untuk kondisi karang yang tidak baik atau rusak akibat adanya aktivitas manusia kurang lebih sekitar 204.36 m2. Di Pulau Mohinggito juga terdapat tumbuhan kelapa dengan luas sekitar 11.03 m2, hutan manggrove dengan luas kurang lebih sekitar 34.94 m2 dan semak belukar kurang lebih sekitar 219.34 m2.
Gambar 8. Peta Sebaran Terumbu Karang Pulau Mohinggito Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi serta sebaran ekosistem terumbu karang yang berada di Perairan Pulau Mohinggito dengan menggunakan Penginderaan Jauh. Adapun Citra satelit yang digunakan adalah Citra Satelit Quickbird Pulau Mohinggito tahun 2012. Penelitian ini dilakukan karena untuk menguji ketelitian Citra Quickbird dalam mengidentifikasi terumbu karang yang berada di Pulau Mohinggito tersebut, sehingga perlu diadakan penelitian ini dengan menggunakan Penginderaan Jauh. Untuk mengolah Citra Quickbird ini peneliti menggunakan Aplikasi ENVI 4.2 dan Arcgis 9.3. Pulau Mohinggito ini merupakan salah pulau tidak berpenghuni yang berada di kabupaten Gorontalo Utara, Kecamatan Ponelo. Pulau Mohinggito ini memiliki pantai berpasir yang cukup cantik di setiap sisinya. Menurut Yamin selaku pengawas Pulau Mohinggito dan Pulau Saronde mengatakan bahwa Pulau Mohinggito dan Pulau Saronde sebenarnya satu daratan ketika air surut bisa dengan berjalan kaki dari Pulau Mohinggito menuju Pulau Saronde tetapi harus
menggunakan pelapis kaki karena akan melewati di atas ekosistem terumbu karang. Dari hasil klasifikasi Citra Quickbird yang telah diklasifikasi unsupervised kemudian dilakukan cek langsung kelapangan. Dimana dari hasil klasifikadi tersebut menunjukan tiga kelas yang diduga sebagai terumbu karang. Pengambilan data lapang peneliti menggunakan alat snorcling untuk melihat sebaran terumbu karang yang berada di Pulau Mohinggito tersebut, pada kedalaman 3 meter sampai dengan 5 meter. Dari hasil penelitian klasifikasi citra unsupervised menunjukan tiga kelas yang di duga sebagai terumbu karang yaitu kelas 1 (warna biru), kelas 2 (warna kuning) dan kelas 3 (warna merah jambu). Setelah dilakukakan cek langsung kelapangan untuk kelas 1 dan kelas 2 menunjukan tempat terumbu karang di Pulau Mohinggito dengan kondisi terumbu karang yang masi tergolong baik dengan luas sekitar 541.53 m2. Sedangkan untuk kelas 3 menunjukan tempat sebaran terumbu karang dengan kondisi karang yang tidak baik atau rusak dengan luas kurang lebih sekitar 204.36 m2. Pada pemetaan terumbu karang yang dihasilkan penggambarannya secara umum artinya hanya pada kenampakan yang terjadi di permukaan bumi setelah pengolahan citra dilakukan dan juga lebih didasarkan pada aspek keruangan dari karakteristik tempat tumbuh terumbu karang tersebut. Kekurangan dari Citra Quickbird dengan menggunakan klasifikasi unsupervised dalam pemetaan terumbu karang yang berada di Pulau Mohinggito yaitu klasifikasi unsupervised menggunakan algoritma untuk mengkaji atau menganalisis sejumlah besar pixel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi unsupervised ini adalah kelas spectral. Oleh karena itu, pengelompokan kelas di dasarkan pada nilai natural spectral citra, dan identitas nilai spectral tidak dapat diketahui secara dini. Hal itu disebabkan analisisnya belum menggunakan data rujukan seperti citra skala besar untuk menentukan identitas dan nilai informasi setiap kelas spectral. Sedangkan untuk kelebihan Citra Quickbird dengan menggunakan klasifikasi unsupervised yaitu dapat mengidentifikasi kondisi dan sebaran ekosistem terumbu karang. Penelitian tentang kondisi serta sebaran terumbu karang dengan menggunakan citra satelit Quickbird ini mungkin belum maksimal dibandingkan dengan penelitian-penelitian oleh peneliti lainnya seperti Syarif Budiman dan Damayanti, dikarenakan fasilitas dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini belum maksimal. Dalam melakukan penelitian ini peneliti mengalami sedikit kesulitan dalam mendapatkan informasi dan data-data tentang cara menggunakan citra untuk pemetaan maupun cara mengolah citra dengan menggunakan aplikasiaplikasi seperti Envi. Oleh karena itu, diharapkan kepada peneliti-peneliti yang akan menggunakan citra satelit untuk pemetaan harus bisa menggunakan serta mengolah citra dengan baik, terlebih khusus untuk pemetaan terumbu karang.
KESIMPULAN Kesimpulan Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Citra Quickbird dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebaran dan kondisi ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Mohinggito. Interpretasi citra pada penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi atau menentukan daerah mana yang termasuk tempat sebaran terumbu karang. Sedangkan untuk klasifikasi unsupervised digunakan untuk mengkelaskan piksel dalam sebuah data set berdasarkan hanya pada nilai statistik, tanpa ada campur tangan ataupun ketetapan berupa kelas training yang diberikan pengguna. Sebaran terumbu karang di Pulau Mohinggito sangat banyak tersebar dan mengelilingi Pulau Mohinggito tersebut. Dengan luas terumbu karang yang masih tergolong baik yang berada di Pulau Mohinggito tersebut kurang lebih sekitar 541.53 m2. Sedangkan untuk kondisi terumbu karang yang tidak baik atau rusak kurang lebih sekitar 204.36 m2. Kerusakan terumbu karang di Pulau Mohinggito diakibatkan adanya aktifitas manusia seperti mencari ikan dengan menggunakan bom dalam air, sehingga dapat merusak ekosistem-ekosistem yang berada didasar laut tersebut. Kekurangan dari Citra Quickbird dengan menggunakan klasifikasi unsupervised dalam pemetaan terumbu karang yang berada di Pulau Mohinggito yaitu klasifikasi unsupervised menggunakan algoritma untuk mengkaji atau menganalisis sejumlah besar pixel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi unsupervised ini adalah kelas spectral. Oleh karena itu, pengelompokan kelas di dasarkan pada nilai natural spectral citra, dan identitas nilai spectral tidak dapat diketahui secara dini. Hal itu disebabkan analisisnya belum menggunakan data rujukan seperti citra skala besar untuk menentukan identitas dan nilai informasi setiap kelas spectral. Sedangkan untuk kelebihan Citra Quickbird dengan menggunakan klasifikasi unsupervised yaitu dapat mengidentifikasi kondisi dan sebaran ekosistem terumbu karang. Saran Adapun saran dari peneliti adalah sebagai berikut : 1. Sebaiknya dalam metode perlu melakukan masking (pemisahan darat dan laut), sehingga yang terinterpretasikan hanya objek di laut saja. 2. Khususnya untuk pemerintah Kab. Gorontalo Utara harus lebih memperhatikan kondisi alam dalam laut lebih khusus terhadap ekosistem terumbu karang. 3. Sebaiknya untuk penelitian yang menggunakan citra satelit dengan cara klasifikasi, lebih baik menggunakan klasifikasi supervised atau klasifikasi terbimbing agar hasil ketelitian citra dapat diketahui. 4. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat terlebih khusus kepada para nelayan pentingnya untuk menjaga kelestarian dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang ada disekitarnya. 5. Perlunya penelitian lanjutan mengenai sebaran terumbu karang di Pulau Mohinggito dengan menggunakan Citra Satelit Quickbird dengan resolusi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Arief M, 2008. Analisis Penentuan Ekosistem Laut Pulau-Pulau Kecil Dengan Menggunakan Data Satelit Resolusi Tinggi Studi Kasus Pulau Bokor. Majalaah sains dan Tekhnologi Dirgantara Volume 3 No 4 Edisi Desember 2008 : 149-157 Balitbangpedalda, (2004). Kajian tentang potensi, kondisi, dan status pemanfaatan terumbu karang Provinsi Gorontalo Chein-I Chang dan H. Ren. 2000. Classification Supervised And Unsupervised Interior Of Remote Sensing. Modul Ajar Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya. Damayanti, (2012). Pemetaan Terumbu Karang Di Pulau Tabuhan Dengan Menggunakan Citra Satelit Quickbird. Danoedoro, Projo, 1996. Pengolahan Citra Digital. Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi Universitas Lambung Gadjah Mada. Yogyakarta. Estes. J.E and Simonett, D.S, 1975. Foundamentals of Image Interpretation, In Manual of Remote Sensing, First Edition, The American Society of Photogrametry, Falls Church, Virgina. English SC, Wilkinson dan Baker V. 1994. Survey Manual For Tropical Marine Resources. Australian Institut Of Marine Science. Townsville Gomez, E. D, H.T Yap dan Guilcher. 1988. Monitoring Reef Conditions in: Kenchington R.A dan B.E.T Hudson (Eds). Coral Reef Management Handbook. Unesco Regional Office for Science and Technolohy for SouthEast Asia, Jakarta. Hal 171- 178. Heru, Sigit. 2011. Catatan kuliah Pemrosesan Citra Digital. Yogyakarta. Kepmen LH no 4 tahun 2001. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Lindgren. D.T, 1985. Land Use Planning and Remote Sensing, Martinus Nijhoff Publishers, Doldrecht. Lillesand. T.M and R. W. Kiefer, 1979, Remote Sensing and Image Interpretation, Jhon Willey and Sons, New York. Nybakken Jw. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta, Djambatan. Siregar V. 2010. Pemetaan Substrat Dasar Perairan Dangkal Karang Congkak Dan Lebar Kepulauan Seribu Menggunakan Citra Satelit Quickbird. E-jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis: IPB. Volume 2 No 1 edisi Juni 2010: 19-30. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, Djambatan, Jakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: AFABETA, cv. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 1. Gadjah Mada University Press Yogyakarta. Sutanto. 1996. Penginderaan Jauh Jilid 1 dan 2. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Syarif Budhiman dan Bidawi Hasyim, (2005). Pemetaan Sebaran Mangrove, Padang Lamu, Dan Terumbu Karang Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Wilayah Pesisir Laut Arafura. UNEP (1990), dalam Dahuri R.et al (2001) Wouthuyzen S. 2001. Pemetaan Perairan Dangkal Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat Tm 5 Guna Dipakai Dalam Pendugaan Ikan Karang : Suatu Studi Di Pulau Padaido.