ABSTRACT The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID By HARI WISODO 08/276721/SPA/00219 The role of vortex and anti vortex on the application of a type-II superconductors, JJ-SNS (Josephson Junction-Superconductor Normal Superconductor)and SQUID (Superconducting Quantum Interference Device) has been successfully described using the Ginzburg-Landau models. Furthermore, the study of vortex and antivortex role on the dissipation energy mechanism in the type-II superconductor is based on the TDGL equations. The vortex role in producing the JJ-SNS characteristics and the SQUID mechanism, that can not be explained by a RSJ (Resistively Shunted Junction) model, can be explained using the modified TDGL equations. This study is based on the numerical solution of such equations. The method used is the finite difference method with the FTCS (Forward Time Centere Space) scheme. → − As a result, the external current density Je in the type-II superconductor generates a magnetic pressure difference between the two sides of the material in its path. Such magnetic pressure differences push vortex and anti vortex to move from a high magnetic pressure areas to the lower magnetic pressure areas. An electric field → − generated by the movement of vortex and anti vortex causes Je to release energy as − →→ − Ev · Je that it will be converted into a resistive potential differences V. This potential difference fluctuates periodically. The vortices in the energy dissipation mechanism is the fundamental role for producing JJ-SNS characteristics and the mechanism of material with SQUID structure. Result of the study shows that the conditions for a JJ-SNS to work properly whether is the junction width is less than twice of the vortex diameter. This require→ − ment is needed to ensure the vortices can be present in the junction when Je flowing on the JJ-SNS. The proximity effects in the junction such as the requirement has been proven. Conversely, the presence of the Josephson effect have not been able verified. The vortex existence will generate the characteristic curve of hVi-Je for the JJ-SNS. The condition is also valid for the material with SQUID structure so that it → − can be used to measure the H. To work properly, Je must be greater or equal to JcS , the material critical current density. The two condition is needed to ensure the existence of vortex evolution in the junctions of material with SQUID structure. The potential difference V at both ends of the material is a basis of the measurements of → − external magnetic field H. Keywords: JJ-SNS, Ginzburg-Landau model, SQUID, vortex. xxi
xxii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang dan Permasalahan
Model Ginzburg-Landau adalah model yang sangat penting dan telah diakui di bidang fisika. Hadiah Nobel telah diberikan kepada L.D. Landau pada 1962 untuk teori rintisannya bagi zat padat. Hadiah Nobel juga diberikan kepada Vitaly L. Ginzburg dan Alexei A. Abrikosov pada 2003 untuk sumbangan rintisan bagi teori superkonduktor dan super fluida. Awalnya, model Ginzburg-Landau yang diusulkan pada 1950 ini adalah model fenomenologis untuk menjelaskan fenomena superkonduktivitas. Ada dua sifat fisis yang ditunjukkan oleh fenomena tersebut, yaitu tidak adanya hambatan DC yang ditemukan oleh Kammerling Ohnes pada 1911 dan penolakan medan magnet eksternal yang ditemukan oleh Walther Meissner and Robert Ochsenfeld pada 1933. Abrikosov [1957] dapat menunjukkan bahwa model Ginzburg-Landau mampu memprediksikan keadaan campuran yang menginisiasi ditemukannya superkonduktor tipe-II. Dalam keadaan ini, medan magnet induksi akan menembus ke dalam bahan dan membentuk kisi vorteks (kuantisasi fluks magnet). Akhirnya, Gor’kov [1959] dapat menunjukkan bahwa model GinzburgLandau dapat diturunkan dari teori mikroskopis BCS [Bardeen dkk., 1957]. Persamaan Time-Dependent Ginzburg-Landau (TDGL) dari model Ginzburg-Landau tersebut banyak digunakan untuk menjelaskan dinamika vorteks di dalam bahan superkonduktor mesoskopik, yaitu bahan yang ukurannya seorde dengan panjang penembusan λ. Diantaranya adalah dinamika vorteks karena pengaruh syarat batas [Machida dan Kaburaki, 1995, Bolech dkk., 1995, Pascolati dkk., 2010, Barba dkk., 2008, Carty dkk., 2005, Kato dkk., 1993], temperatur [BarbaOrtega dkk., 2010, 2009, Sardella dkk., 2006], rapat arus ekternal [Chao dkk., 2009, Braun dkk., 1996, Machida dan Kaburaki, 1993], geometri [Kim dkk., 2007], serta pinning [Maniv dkk., 2009, Nakai dkk., 2008, Rosenstein dkk., 2008, Liao dkk., 2004, Miyamoto dan Hikihara, 2004, Liao dkk., 2003, Zhuravlev dan Maniv, 2003, Doria dan Zebende, 2002, Maurer dkk., 1996, Kato dkk., 1991, Davidovic dan Dobrosavljevic-Grujie, 1991]. Dinamika interaksi vorteks dengan pinning telah teramati secara eksperimen [Harada dkk., 1997]. Pinning ini dapat meningkatkan rapat arus kritis suatu superkonduktor. Dinamika vorteks berperan penting dalam aplikasi bahan superkonduktor tipe-II. Mekanisme disipasi energi pada bahan ini terkait dengan pergerakan vorteks 1
2 → − di dalam bahan tersebut. Rapat arus eksternal Je akan melepaskan energi karena adanya evolusi vorteks di dalam bahan. Disipasi energi ini dilepaskan dalam bentuk beda potensial V. Peran vorteks dalam mekanisme disipasi energi dapat dijelaskan menggunakan persamaan TDGL. Diantaranya adalah pengaruh dinamika vorteks terhadap kurva karakteristik V-I dengan potensial pinning [Winiecki dan Adams, 2002b], defek [Machida dan Kaburaki, 1994] dan medan magnet eksternal [Machida dan Kaburaki, 1993] sebagai parameternya. Kaitan antara kurva karakteristik V-I dan konfigurasi vorteks telah ditunjukkan oleh Vodolazov dan Peeters [2007]. Pengaruh dinamika vorteks terhadap kurva V bagi superkonduktor yang dikenai medan magnet eksternal homogen juga telah berhasil dijelaskan Machida dan Kaburaki [1993]. Ketika tidak ada medan magnet eksternal, pulsa tajam pada kurva V muncul ketika sejumlah vorteks-antivorteks (VAV) saling melenyapkan. Namun, beberapa pertanyaan mendasar, khususnya, peran dari sepasang vorteks dan antivorteks dalam mekanisme disipasi energi pada superkonduktor tipe-II masih tetap terbuka. Aplikasi bahan superkonduktor pada SQUID (Superconducting QUantum Interference Device), yaitu detektor medan magnet yang sangat sensitif, telah menarik perhatian para peneliti. Cara kerja alat ini didasarkan pada perubahan fluks magnet yang membangkitkan perubahan beda potensial V di antara kedua ujungnya. SQUID memiliki aplikasi diberbagai bidang: biomedis, geofisik, giroskopik inti, komunikasi dalam laut, deteksi radiasi, optomagnetik, evaluasi nondestruktif bahan [Zhou, 1999], suseptometer mikro [Faley dkk., 2004], dan komputasi kuantum [Berggren, 2004, Fedorov dkk., 2010, Xue dkk., 2007, Lupascu dkk., 2005, Plantenberg dkk., 2007] yang menjadi perhatian banyak peneliti akhir-akhir ini. Bahkan, SQUID berdiameter 100 nm telah berhasil diwujudkan oleh Finkler dkk. [2010a], Gambar 2.17 (b), dalam upaya untuk memperlebar rentang medan magnet yang dapat diukurnya [Finkler dan Sudbø, 2010]. Mengingat responnya terhadap medan magnet lebih baik dari superkonduktor tipe I, penggunaan superkonduktor tipe-II dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan unjuk kerja SQUID. SQUID terbentuk dari dua sambungan Josephson/Josephson Junction (JJ) identik yang tersusun paralel membentuk lup. Sambungan Josephson-nya tersusun dari dua superkonduktor identik yang disambungkan oleh isolator tipis, yaitu Josephson Junction-Superkonduktor Isolator Superkonduktor (JJ-SIS), atau bahan normal tipis, yaitu Josephson Junction-Superkonduktor Normal Superkonduktor (JJ-SNS). Sebagai komponen utama pembentuk SQUID, karakteristik JJ memiliki peran yang sangat penting dalam prinsip kerja SQUID. Karakteristik hVi-I dari sambungan
3 Josephson telah dijelaskan dengan baik oleh model RSJ (Resistively Shunted Junction) [Tinkham, 1996]. Model ini juga mampu menjelaskan prinsip kerja SQUID. Namun, karena didasarkan pada analisis rangkaian sederhana, model RSJ tidak dapat menjelaskan peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS dan prinsip kerja dari SQUID. Model Ginzburg-Landau termodifikasi telah berhasil menjelaskan gejala superkonduktivitas pada sampel yang terdiri dari bahan non-superkonduk-tor (normal) dan superkonduktor. Dinamika vorteks di dalam JJ-SNS telah berhasil dijelaskan oleh Du dkk. [1995], Chapman dkk. [1995], Du dan Remski [2002] berdasarkan persamaan TDGL termodifikasi. Keberhasilan ini juga menunjukkan adanya potensi aplikasi persamaan TDGL termodifikasi pada SQUID. Sayangnya, kajian tentang JJ-SNS dan SQUID berdasarkan model ini masih belum banyak dilakukan. Keadaan ini membuka peluang kajian baru untuk menjawab beberapa pertanyaan mendasar, khususnya, tentang peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS dan prinsip kerja dari SQUID. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengambil judul "Kajian Model Ginzburg-Landau pada Superkonduktor Mesoskopik dan Potensi Aplikasinya pada SQUID". Kajian pada superkonduktor mesoskopik didasarkan pada penyelesaian dari persamaan TDGL, sedangkan kajian pada JJ-SNS dan SQUID didasarkan pada penyelesaian dari persamaan TDGL termodifikasi. Karena kedua persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial non linear, kompleks dan terkopel dengan persamaan Maxwell, satu-satunya cara untuk mendapatkan penyelesaian tersebut adalah dengan menerapkan metode numerik. 1.2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ada tiga, yaitu
1. mengetahui peran vorteks dan antivorteks dalam mekanisme disipasi energi pada superkonduktor tipe-II, 2. mengetahui peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS, 3. mengetahui peran vorteks dalam prinsip kerja SQUID. 1.3
Tinjauan Pustaka
Beberapa kajian numerik tentang peran vorteks pada disipasi energi bagi suatu superkonduktor tipe-II telah dilakukan dengan menggunakan persamaan TDGL.
4
Gambar 1.1: Evolusi V dan karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 40ξ0 × 40ξ0 dengan κ = 2 [Machida dan Kaburaki, 1993]. Machida dan Kaburaki [1993] telah menunjukkan karakteristik evolusi beda poten→ − sial V bagi superkonduktor yang dikenai medan magnet eksternal H dan rapat arus → − eksternal J , Gambar 1.1 (a). Pulsa dengan puncak tajam pada kurva V tersebut terbangkitkan ketika vorteks menembus sisi bahan atau ketika vorteks meninggalkan bahan. Fenomena ini disebabkan oleh arus permukaan kuat yang memberikan peningkatan gaya pada vorteks ketika berada disekitar permukaan. Mereka juga menunjukkan pengaruh variasi medan magnet eksternal pada kurva karakteristik V-I seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 (b). Tampak bahwa kurva V-I menjadi linier ketika medan magnet eksternal divariasi semakin besar. Aliran sejumlah besar vorteks muncul pada daerah linear tersebut. Selain itu, Machida dan Kaburaki [1994] juga menunjukkan pengaruh pinning defek terhadap kurva karakteristik V-I dan evolusi beda potensialnya, V, Gambar 1.2. Kurva garis putus-putus dan kurva warna hitam pada Gambar 1.2 (a) berturut-turut menunjukkan evolusi V untuk bahan tanpa defek dan dengan defek. Untuk bahan tanpa defek, puncak P1 dan P2 menunjukkan adanya disipasi oleh penembusan vorteks pada batas bahan. Puncak tajam P3 dan P4 hasil dari keluarnya vorteks dari bahan melalui batas yang lain. Untuk bahan dengan defek terletak di pusat bahan, puncak D1 menunjukkan adanya vorteks pertama yang menembus bahan. Puncak D2 lebih tajam dari puncak D1 . Puncak ini merupakan hasil jumlahan dari peningkatan kelajuan vorteks pertama disekitar defek sebelum tertancap dan penembusan vorteks kedua ke dalam bahan. Puncak D3 menunjukkan adanya vorteks ketiga yang menembus ke dalam bahan. Puncak D4 menunjukkan peningkatan kelajuan vorteks kedua disekitar defek sebelum tertancap. Dalam keadaan
5
Gambar 1.2: Evolusi V (a) dan karakteristik V-I (b) bagi superkonduktor ukuran 160ξ0 × 80ξ0 (κ = 2, H = 0, 2Hc2 , T = 10K, Je = 0, 025) dengan defek jari-jari 1, 5ξ0 dan tanpa defek [Machida dan Kaburaki, 1994]. ini, ada dua vorteks yang tertancap pada defek. Setelah itu, pulsa-pulsa tajam tidak muncul lagi pada kurva V karena tidak ada lagi pergerakan vorteks. Keberadaan dua vorteks yang terjepit oleh defek mampu menahan tekanan magnet dari vorteks ketiga dan vorteks lain yang akan menembus bahan. Keberadaan defek dalam bahan akan merubah kurva karakteristik V-I dari bahan. Gambar 1.2 (b) menunjukkan bahwa perubahan I dalam rentang 0, 022 ≤ I ≤ 0, 025 tidak menyebabkan perubahan nilai V. Artinya, dalam rentang nilai tersebut, defek mampu menjepit vorteks dan menahan pergerakan vorteks di dalam bahan. Ketika I dinaikkan menjadi I = 0, 026, nilai V mengalami lompatan. Hal ini terjadi karena adanya vorteks yang lepas dari jepitan defek dan bergerak meninggalkan defek dengan kelajuan yang cukup tinggi. Semakin besar nilai I, aliran vorteks di dalam bahan semakin besar. Hasilnya, kurva V meningkat secara linier dengan semakin besarnya nilai I. Selanjutnya, Winiecki dan Adams [2002b] menggunakan pinning potensial untuk menunjukkan pengaruh kerapatannya terhadap kurva karakteristik V-I, Gambar 1.3. Kurva A, B, C, dan D pada Gambar 1.3 (a) berturut-turut adalah kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 60ξ × 20ξ untuk κ = 3 dan medan → − magnet eksternal H = 0, 4Hc2 zˆ dengan kerapatan pinning potensialnya 0, 14ξ−2 ; 0, 28ξ−2 ; 0, 39ξ−2 dan 0, 56ξ−2 . Kurva-kurva tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kerapatan pinning tersebut berbanding terbalik dengan arus kritisnya, Jc . Kurva E menunjukkan kurva V-I tanpa pinning dan kurva F menunjukkan kurva hambatan normal σE = j. Tampak bahwa, pada arus yang besar kemiringan kurva V-I tersebut mirip dengan kurva hambatan normal.
6
Gambar 1.3: Kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 60ξ × 20ξ dengan κ = 3 dan H = 0, 4 (a) dan dinamika vorteks di dalamnya (b) [Winiecki dan Adams, 2002b]. Bentuk kurva V-I tersebut bergatung pada dinamika vorteks di dalam bahan. Gambar 1.3 (b)(1) menunjukkan distribusi vorteks di dalam superkonduktor → − ketika dialiri rapat arus eksternal J = 0, 06 xˆ. Kerapatan vorteks berkurang secara linier dari bawah ke atas, yaitu dari daerah tekanan magnet tinggi menuju daerah tekanan magnet rendah. Vorteks-vorteks bergerak dari bawah ke atas dengan kelajuan v = E/B dengan B adalah medan magnet lokal dan E adalah medan listrik konstan diseluruh bahan. Penambahan pinning potensial dengan intensitas 0, 056ξ−2 → − dan penurunan rapat arus eksternal menjadi J = 0, 004 xˆ merubah kisi vorteks segitiga menjadi vorteks glass tak beraturan, Gambar 1.3 (b)(2). Pada medan magnet rendah ini, vorteks glass tersebut terbekukan oleh pinning potensial. Ketika rapat → − arus dinaikkan menjadi J = 0, 005 xˆ, individu-individu vorteks mulai melompat di antara pinning, Gambar 1.3 (b)(3). Pergerakan tersebut ditunjukkan oleh daerah → − → − abu-abu yang merupakan medan listrik lokal, E = −∂t A. Semakin gelap menunjukkan medan listrik yang semakin tinggi. Ketika rapat arus dinaikkan lagi menjadi → − J = 0, 011 xˆ, seluruh vorteks bergerak dan medan listrik tak nol dimana-mana. Numun demikian, saluran vorteks masih tetap nampak. Vodolazov dan Peeters [2007] menunjukkan pengaruh anihilasi vorteks dan
7
Gambar 1.4: (a) Kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 50ξ × 25ξ dengan κ = 5 dan H = 0 dan (b) distribusi rapat arus rata-rata terhadap lebar bahan dan waktu [Vodolazov dan Peeters, 2007]. antivorteks pada kurva karakteristik V-I. Gambar 1.4 (a) menunjukkan kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 50ξ × 25ξ dengan κ = 5 dan H = 0. Saat arus melampaui arus kritis (arus pada permukaan yang menahan vorteks menembus bahan), keadaan Meissner dari bahan rusak. Vorteks dan antivorteks menembus bahan dari sisi-sisi yang berhadapan. Keduanya bergerak saling mendekat dan akhirnya saling melenyapkan di pusat bahan. Vorteks bergerak secara lambat pada arus yang lemah, gambar sisipan 1 pada Gambar 1.4 (a). Pada arus yang kuat, vorteks bergerak secara cepat. Pergerakan vorteks tersebut menghasilkan saluran kuasi-fase (quasi-phase slip lines), gambar sisipan 2 dan 3 pada Gambar 1.4 (a). Distribusi rapat arus rata-rata terhadap lebar bahan dan waktu bagi ketiga keadaan bahan ini ditunjukkan pada Gambar 1.4 (b). Tampak bahwa pergerakan vorteks dan antivorteks tersebut menghasilkan tambahan rapat arus yang bernilai maksimum di pusat bahan. Perilaku saluran kuasi-fase mulai muncul ketika rapat arus di pusat bahan mencapai suatu nilai yang dekat dengan rapat arus depairing. Pada saat itu, anihilasi pasangan vorteks-antivorteks meningkat. Keadaan ini menyebabkan vorteks dapat bergerak cepat melintasi bahan. Nampak bahwa peran vorteks pada disipasi energi bagi suatu superkonduktor tipe-II telah berhasil dijelaskan berdasarkan persamaan TDGL. Parameter eksternal yang dapat berpengaruh pada peristiwa tersebut adalah medan magnet eksternal, defek bahan, pinning potensial dan rapat arus eksternal. Namun demikian, beberapa pertanyaan mendasar tentang peran dari sepasang vorteks dan antivorteks dalam mekanisme disipasi energi pada superkonduktor tipe-II masih tetap terbuka. Lebih lanjut, beberapa kajian numerik telah berhasil menunjukkan eksistensi vorteks di dalam JJ-SNS berdasarkan model Ginzburg-Landau termodifikasi.
8
Gambar 1.5: Keadaan setimbang vorteks di dalam (a) superkonduktor murni dan (b) JJ-SNS [Chapman dkk., 1995].
Gambar 1.6: (a) Evolusi vorteks menuju keadaan setimbangnya di dalam JJ-SNS dan (b) ditribusi rapat arus supernya saat setimbang [Du dan Remski, 2002].
9
Gambar 1.7: Keadaan setimbang vorteks di dalam JJ-SNS untuk beberapa variasi κ [Du dan Remski, 2002]. Chapman dkk. [1995] telah menunjukkan pengaruh sambungan dari bahan normal terhadap vorteks, Gambar 1.5. Vorteks terjepit di daerah normal saat JJ-SNS dalam keadaan setimbang, Gambar 1.5 (b). Bandingkan superkonduktor dalam keadaan setimbang ketika padanya tidak terdapat sambungan, Gambar 1.5 (a). Kemudian, Du dkk. [1995] menunjukkan evolusi vorteks di dalam JJ-SNS seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6. Daerah normal akan menarik dan menjepit vorteks yang berada di daerah superkonduktor, Gambar 1.6 (a). Distribusi rapat arus super dalam superkonduktor setelah setimbang ditunjukkan pada Gambar 1.6 (b). Model ini juga digunakan Du dan Remski [2002] untuk menunjukkan pengaruh variasi κ terhadap dinamika vorteks di dalam JJ-SNS seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7. Sekarang nampak bahwa beberapa pertanyaan mendasar, khususnya, tentang peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS masih terbuka. Selain itu, sepanjang pengetahuan penulis, penjelasan tentang peran vorteks bagi prinsip kerja dari SQUID berdasarkan persamaan TDGL termodifikasi belum dilakukan. 1.4
Batasan Masalah Batasan masalah dalam kajian ini adalah sebagai berikut.
1. Superkonduktor tipe-II yang disimulasikan dalam kajian ini adalah superkonduktor niobium yang memiliki tetapan Ginzburg-Landau κ = 1, 3. Bahan ini dipilih karena data hasil eksperimen yang terkait dengan tujuan penelitian telah tersedia. Data tersebut digunakan sebagai pembanding hasil penelitian. 2. Sambungan Josephson yang dimaksud adalah sambungan Josephson dengan konfigurasi Superkonduktor-Normal-Superkonduktor yang kemudian disingkat dengan JJ-SNS. Karakteristik JJ-SNS ini direpresentasikan oleh kurva hVi-Je
10 → − dimana medan magnet eksternal H tidak dikenakan padanya. Untuk mengetahui peran vorteks bagi karakteristik JJ-SNS, sampel ini dipilih berukuran L x × Ly = 6ξ0 × 4ξ0 . Tujuannya adalah agar vorteks hanya akan dapat men→ − embus JJ-SNS di sambungannya ketika rapat arus eksternal Je dalam rentang nilai 0 ≤ Je /J0 ≤ 1 dialirkan pada sampel tersebut. 3. SQUID dipilih berukuran L x × Ly = 6ξ0 × 6ξ0 dengan lubang berukuran L0x × Ly0 = 2ξ0 × 2ξ0 terletak ditengah-tengahnya. Tujuannya adalah agar vorteks hanya akan dapat menembus SQUID melalui kedua sambungannya ketika → − parameter eksternal, seperti medan magnet eksternal H, rapat arus eksternal → − Je , atau keduanya, dikenakan pada sampel ini. 1.5 1.5.1
Lambang dan Sistem Satuan Lambang
Konvensi lambang bagi medan magnet dan medan listrik mengikuti Tin→ − kham Tinkham [1996] yang merujuk dari konvensi de Gennes. Lambang h digunakan untuk menunjukkan induksi medan magnet lokal di dalam bahan. Nilai dari → − → − h ini biasanya bervariasi dalam rentang λ, kedalaman penembusan. Lambang B di→ − gunakan untuk menunjukkan nilai h rata-rata dalam rentang λ tetapi masih mampu bervariasi secara halus dalam rentang dimensi makroskopik dari bahan. Lambang → − H digunakan untuk menunjukkan medan magnet eksternal yang dikenakan pada ba→ − han. Rapat arus eksternal Je yang dialirkan pada bahan menghasilkan rotasi medan → − → − → − magnet eksternal H menurut persamaan Maxwell ∇ × H = Je . Dalam logam nor→ − → − → − mal atau vakum, medan h ini tidak bervariasi sehingga B = h . Dalam kasus → − → → − → − → − → − − ini, medan B sama dengan medan medan H, B = H. Karena itu, lambang h , B → − dan H menunjukkan kuantitas yang sama dan dapat saling dipertukarkan. Untuk → − keadaan Meissner, medan h tereduksi menjadi bernilai nol di titik sejauh λ dari sisi superkonduktor besar akibat rapat arus super di daerah tepi bahan seperti dideskrip→ − → − − → − → sikan oleh persamaan Maxwell ∇ × h = J . Karena itu, B = h = 0 jauh di dalam → − bahan. Untuk keadaan campuran, medan h bervariasi pada skala mikroskopik dari → − → − struktur vorteks. B adalah rata-rata h seluruh struktur. −e digunakan untuk mendeskripsikan distribusi medan listrik di Lambang → sekitar pergerakan vorteks. Medan listrik ini bervariasi secara mikroskopik. Karena → − ∂h → → − ∇× e = − , −e seragam dalam situasi statik dan bernilai nol dalam keadaan ∂t → − → − setimbang. Lambang E digunakan untuk medan listrik rata-rata makroskopik. E
11
Tabel 1.1: Konversi Sistem Satuan [Wegner, 2003]
Sistem Satuan
0
µ0
γ
ψ
Elektrostatik (esu) Elektromagnetik (emu)
1 c−2
c−2 1
1 1
1 1
Heaviside-Lorentz
1
1
c
4π
Gaussian
1
1
c
1
(c2 µ0 )−1
4π Vs 107 Am
1
4π
Giorgi (SI)
− −e dan → memberikan beda potensial listrik secara fisis. Perbedaaan antara → E lebih → − → − → − jarang muncul dibandingkan dengan perbedaan antara h dan H. Umumnya, E −e dan muatan listrik e. digunakan untuk menghindari kerancuan antara → 1.5.2
Sistem Satuan
Sistem satuan yang digunakan dalam kajian ini adalah sistem satuan umum [Wegner, 2003]. Sistem satuan umum dapat dikonversi ke sistem satuan elektrostatik (esu), elektromagnetik (emu), Heaviside-Lorentz, Gaussian atau Giorgi (SI) dengan menggunakan Tabel 1.1. Sebagai contoh, tinjau persamaan TDGL ke II yang disajikan dalam sistem satuan umum seperti diungkapkan pada persamaan (2.71), yaitu 4πµ − → − → − → − 0 → ∇ × ∇ × A − µ0 H = Js + Jn . γψ
(1.1)
Persamaan ini dapat dikonversikan ke sistem Satuan Internasional (SI) dengan cara → − → − → − mengganti γ = 1, ψ = 4π dari Tabel 1.1. Hasilnya adalah ∇× ∇ × A − µ0 H = µ0 J → − → − → − dengan J = J s + Jn . Jika dikonversikan ke sistem satuan Gaussian, persamaan (1.1) 4π→ → − → − − menjadi ∇ × ∇ × A − H = J dimana telah dipilih µ0 = 1 γ = c dan ψ = 1. c Contoh lain, tinjau kaitan konstitusi dalam bentuk ternormalisasi dari per→ − → − → − samaan (3.40), yaitu B = H + M. Renormalisasi persamaan ini dilakukan den→ − → − → − → − → − → − → − gan cara mengganti H, M, dan B dengan H → H/Hc2 (0), M → M/M0 dengan ψ → − → − M0 = Hc2 (0) dan B → B/B0 dengan B0 = µ0 Hc2 (0) yang diperoleh dari Tabel 4π
12 2.3. Hasilnya adalah persamaan konstitusi dalam satuan umum, yaitu ! → − → − 4π → − B = µ0 H + M . ψ
(1.2)
Jika dikonversi ke dalam satuan SI, ψ pada persamaan (1.2) diganti dengan 4π yang → − → − → − menghasilkan B = µ0 H + M . Jika dikonversi ke dalam satuan Gaussian, ψ di→ − → − → − ganti dengan 1 dan µ0 diganti dengan 1 yang menghasilkan B = H + 4π M. 1.6
Publikasi
Sebagian hasil dari "Kajian Model Ginzburg-Landau pada Superkonduktor Mesoskopik dan Potensi Aplikasinya pada SQUID" telah dipublikasikan dan dipresentasikan, terlampir. • 2014, Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi, Simposium Fisika Nasional (SFN XXVII), Denpasar: Universitas Udayana • 2014, Peran Vorteks Pada Prinsip Kerja SQUID Berdasarkan Model GinzburgLandau Termodifikasi, Prosiding I st National Research Symposium, Malang: UM • 2014, Influence of Vortex-Antivortex Annihilation on the Potential Curve for Josephson Junction Based on The Modified Time Dependent GinzburgLandau Equations, Advances in Physics Theories and Applications, 27, p. 52-57 • 2013, Voltage Curve for Annihilation Dynamics of A Vortex-Antivortex Pair in Mesoscopic Superconductor, Journal of Natural Sciences Research, 3, 9, p. 140-146 • 2013, Voltage Curve for Annihilation Dynamics of A Vortex-Antivortex Pair in Josephson Junction, International Conference on Theoretical and Applied Physics, Malang: FMIPA UM • 2013, Dinamika Anihilasi Vorteks-Antivorteks pada Sambungan Josephson Berdasarkan Persamaan Ginzburg-Landau Gayut Waktu Termodifikasi, Prosiding Seminar Nasional Fisika Makasar
13 • 2013, Konvergensi Solusi Numerik Persamaan TDGL dengan Skema FTCS Melalui Rapat Energi Bebas Ginzburg-Landau bagi Superkonduktor Tipe II Mesoskopik, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia (dalam proses), Fisika FMIPA UNNES • 2012, Numerical Study of Vortex Dynamics in SQUID Based on The Modified TDGL Equations, Proceeding of the 5th International Symposium on Computational Science, Yogayakarta: FMIPA UGM • 2012, Kajian Dinamika Vorteks pada Sambungan Josephson Berdasarkan Persamaan TDGL Termodifikasi, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Yogayakarta: FMIPA UNY • 2010, Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II, Prosiding Simposium Fisika Nasional ke 23, Surabaya: FMIPA ITS • 2010, Normalisasi Persamaan TDGL sebagai Parameter dan Fungsi Temperatur, Prosiding Seminar Nasional MIPA, Malang: FMIPA UM • 2010, Disain Arus Vorteks sebagai Gerbang Logika Dasar, Seminar Nasional MIPA, Yogayakarta: FMIPA UGM • 2009, Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II, Seminar Nasional MIPA, Yogayakarta: FMIPA UGM