3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di wilayah pesisir Pulau Batam. Pulau Batam sendiri merupakan bagian wilayah Propinsi Riau yang terletak di Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan Negara Singapura (Gambar 11).
Adapun
waktu penelitian adalah pada awal tahun 2004 sampai dengan pertengahan tahun 2005. Dengan memperhatikan proses perkembangan pembangunan P. Batam maka batas waktu (cut off date) dari pengambilan data yang akan diolah adalah sampai dengan tahun 1998. Pertimbangan yang diambil adalah sebagai berikut : a.
Sejak tahun 1998 terjadi krisis ekonomi di Indonesia, termasuk kawasan P. Batam, sehingga dapat merubah konsep kebijakan yang telah ditetapkan
b.
Pada tahun 1997/1998 telah terjadi penggantian kepemimpinan (Ketua Otorita Batam), pada kepemimpinan ini (baru) visi yang dicanangkan, dengan visi dan kebijakan awal maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kemungkinan besar akan berbeda.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup materi penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kawasan sebagai upaya pembangunan berkelanjutan di Pulau Batam adalah sebagai berikut: a.
Melakukan identifikasi lahan-lahan di P. Batam yang telah dialokasikan peruntukannya.
b.
Melakukan identifikasi lahan-lahan yang telah dibangun serta dampak yang ditimbulkan.
c.
Melakukan identifikasi pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang yang sudah ada.
d.
Melakukan analisis investasi yang ditanamkan di P. Batam, baik oleh pihak pemerintah maupun swasta.
e.
Melakukan analisis kerusakan yang terjadi akibat pembukaan lahan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan di Pulau Batam.
Gambar 11. Lokasi Penelitian 55
56
f.
Menganalisis biaya perbaikan pada lokasi-lokasi yang dianggap penting, dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang.
g.
Menganalisis pemanfaatan lahan agar optimal dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan potensi ekonomi.
3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi dua jenis, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Adapun data yang dikumpulkan meliputi data kondisi wilayah Pulau Batam sesuai dengan lingkup penelitian, permasalahan dan prioritas masalah pembangunan, kondisi lingkungan eksternal dan internal baik faktor penghambat maupun pendorong yang mempengaruhi pembangunan wilayah Pulau Batam. 3.3.1 Data primer Data primer yang dibutuhkan meliputi data pengalokasian lahan dan pengecekan langsung pengalokasian lahan, pengambilan sampel, foto-foto dari lokasi yang dianggap penting dan mewakili dalam analasis.
Wawancara
mendalam (indepth interview) dilakukan kepada pihak Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam, terutama terkait dengan berbagai kebijakan, alokasi dan implementasi penggunaan lahan
Secara terinci, pengambilan data primer
dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain: (1) Observasi, melalui pengamatan langsung di lapangan tentang faktorfaktor strategis yang mempengaruhi pengelolaan wilayah Pulau Batam. (2) Wawancara mendalam (indepth interview), yaitu dengan melakukan wawancara yang mendalam dan terstruktur terhadap responden dalam hal ini dengan dinas-dinas teknis di daerah, tokoh masyarakat, LSM dan lain sebagainya. 3.3.2 Data sekunder Data yang digunakan adalah data-data mengenai pembangunan di P. Batam dengan batas pendataan sampai dengan tahun 1998.
Data tersebut
diperoleh melalui studi pustaka atau penelusuran berbagai referensi, buku dan laporan yang relevan dengan bahan penelitian.
Adapun data sekunder yang
57
digunakan antara lain data umum, kebijakan/peraturan, data lahan untuk tiap sektor di Pulau Batam. (1) Data Umum: a)
Master Plan P. Batam tahun 1986 dan Evaluasi Master Plan tahun 1991.
b)
Rencana Induk Pengembangan Wilayah Rempang, Galang tahun 1993.
c)
Master Plan Lingkungan Barelang.
d)
Laporan Pembangunan P. Batam yang meliputi posisi investasi, data ekonomi, ekspor impor dan lain-lain.
(2) Data kebijakan/peraturan: a)
KEPPRES berkaitan dengan Pengembangan Pulau Batam: •
KEPPRES No. 74, Tahun 1971 mengenai Pengembangan Pembangunan Pulau Batam.
•
KEPPRES No. 41, Tahun 1973 mengenai Daerah Industri Pulau Batam.
•
KEPPRES No. 33, Tahun 1974 mengenai Penunjukan dan Penetapan Beberapa Wilayah Usaha Kawasan Berikat di Daerah Industri Pulau Batam.
•
SK MENDAGRI No. 43, Tahun 1977 mengenai Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.
•
KEPPRES No. 41, Tahun 1978 mengenai Penetapan Seluruh Daerah Industri Pulau Batam sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat.
•
PERATURAN PEMERINTAH No. 34, Tahun 1983 mengenai Pembentukan Kota Madya Batam di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Riau.
•
KEPPRES No. 7 Tahun 1984 mengenai Hubungan Kerja Antara Kotamadya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.
•
KEPPRES No. 56 Tahun 1984, mengenai Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat.
•
KEPPRES No. 28 Tahun 1992, mengenai Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat.
58
•
SK
KETUA
BPN
No.
9-VIII-93,
Tahun
1993
mengenai
Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam,
Pulau
Rempang,
Pulau
Galang
dan
Pulau-pulau
disekitarnya. b)
Peraturan Tarif Sewa Lahan
c)
Peraturan Jangka Waktu Sewa Lahan
d)
Peraturan Kebijakan Perumahan 1 : 3 : 6.
(3) Data Lahan untuk tiap sektor di Pulau Batam: Data yang berkaitan dengan pemanfaatan dan ketersediaan lahan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data yang Dibutuhkan untuk Analisis Pemanfaatan Lahan No.
A 1 2 3 4 5 6 7 B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Kebutuhan Data
Data berkaitan dengan Pemanfaatan Lahan Ketersediaan Lahan untuk masing-masing sektor (sesuai Master Plan) Data Lahan yang telah dialokasikan Data Lahan yang telah dibangun Data Lahan yang telah dialokasikan tetapi tidak dibangun Lahan yang tidak dibangun dan dibuka Sisa Lahan yang belum dialokasikan Perubahan Peruntukan Data berkaitan dengan investasi Jumlah Investor yang masuk Data jumlah Investor pada tiap-tiap Sektor Jumlah Onvestor yang mendaftar (PMA & PMDN) Jumlah Investor benar-benar berinvestasi Jumlah Investor yang membatalkan investasinya Jumlah Investasi tiap Sektor per tahun Jumlah total Investasi Swasta sampai dengan tahun 1998 Jumlah Investasi oleh Pemerintah Jumlah Total Investasi Pemeerintah sampai dengan tahun 1998 Pertumbuhan Ekonomi Data berkaitan dengan investasi
No.
Jenis Kebutuhan Data
6
Limbah B3 yang dihasilkan
7
Jumlah limbah cair yang diolah
8 9
Jumlah limbah cair yang dibuang ke laut Jumlah limbah padat yang dihasilkan
10
Jumlah limbah padat yang dibuang
11 12 13 14 15 16 17
Jumlah limbah B3 yang dihasilkan Jumlah limbah B3 yang dikirim Biaya pengolahan limbah cair per liter/m3 Biaya pengolahan limbah padat per M3 Biaya pengiriman limbah B3 per liter/M3 Luas Lahan terbuka Biaya perbaikan Lahan per m2 Data Berkait dengan Pembangunan/Operasional dan Dampak
18
D
Data Umum Terkait
1
Jumlah penduduk formal
2
Jumlah penduduk liar
3 4
Total jumlah penduduk Rumah yang sudah dibangun ( 1 : 3 : 6)
5 6
Jumlah rumah liar 5 tahun terakhir Standar baku mutu limbah buangan (Industri, Perumahan) ke laut Standar baku mutu limbah buangan ke waduk
7
59
Tabel 6. Lanjutan ...
No.
Jenis Kebutuhan Data
No.
2 3
Data Berkait dengan Pembangunan/Operasional dan Dampak Total Lahan yang sudah dibangun/dimanfaatkan Luas Lahan yang ditimbun ke laut/Reklamasi Jumlah tanah yang ditimbunkan
4
Limbah cair yang dihasilkan
12
5
Limbah padat yang dihasilkan
C 1
3.4.
Jenis Kebutuhan Data
8
Standar kebutuhan Ruang
9
Standar kebutuhan Fasos Fasum
10 11
Standar kebutuhan Hijau Curah hujan di P. Batam dan sekitarnya Sumber air yang meliputi jumlah waduk dan suplai yang dihasilkan serta luar daerah lindung (catchment area)
Analisis Data
3.4.1 Pendekatan analisis Optimalisasi
Pemanfaatan
Lahan
Sebagai
Upaya
Pembangunan
Berkelanjutan di Pulau Batam dalam mencakup analisis kemampuan dari seluruh komponen (fisik dan non-fisik) di Pulau Batam dalam menyelenggarakan aktifitas yang terkait dengan masyarakat (menunjang kehidupan, mempertahankan, dan melestarikan), sehingga, dalam jangka panjang Pulau Batam mampu menjaga berlangsungnya berbagai proses (ekologis, biologis, ekonomi dan sebagainya). Dengan pola tersebut, maka diperlukan sebuah upaya untuk menilai kemampuan kawasan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan sesuai dengan analytical
tools
pendekatan
yang
diperlukan
diantaranya
sehingga
pendekatan
dapat
penilaian
melakukan
fisik
kawasan
beberapa (lahan,
infrastruktur), pendekatan sumberdaya alam yang tersedia, sosial masyarakat (budaya, tingkat laku, kebiasaan lokal), pendekatan ekonomi
dan investasi
(aktivitas ekonomi, nilai dan manfaat sumberdaya hayati dan non hayati) serta pendekatan lingkungan (dampak aktifitas dan natural regulation) (Gambar 12). Kajian lingkungan terhadap aktifitas pembangunan yang akan dilakukan di sebuah pulau kecil, sangat penting untuk dilakukan mengingat bahwa pulau kecil umumnya memiliki berbagai keterbatasan dan daya dukung lingkungan yang relatif kecil bila dibandingkan dengan pulau induknya.
Keterbatasan
tersebut diantaranya mempunyai areal tanah yang relatif sempit, daerah tangkapan air (catchment area) yang kecil, proporsi air hujan dan bahan termasuk tanah yang hilang tererosi ke laut umumnya besar, sehingga kapasitas
60
air tawarnya sangat terbatas dan rawan kekeringan, memiliki spesies endemik yang lebih tinggi dibandingkan dengan daratan luas apalagi kontinental serta secara terus menerus terbuka terhadap aksi gelombang laut pada semua sisi. Dari berbagai keterbatasan sumberdaya yang ada (tanah, air, vegetasi, kawasan pantai, margasatwa dan sebagainya) dan sangat rentan terhadap berbagai aktivitas pembangunan. Dari berbagai aktivitas yang akan dilaksanakan di Pulau Batam terutama yang terkait dengan pengembangan industri, jasa, pariwisata, perumahan dan pertanian sangatlah penting untuk diketahui dan dikaji.
Oleh karenanya,
ketersediaan data sekunder terutama data yang terkait dengan potensi sumberdaya alam dan permasalahannya sangat perlu untuk diketahui. Begitu pula data yang berkaitan dengan rencana pengembangan pulau ke depan juga diperlukan sehingga dapat ditarik benang merah antara potensi sumberdaya dan kesesuaian lahan serta rencana pengembangan dalam menentukan perkiraan beban limbah buangan yang sudah dan akan diterimanya kelak.
Dengan
diketahuinya berbagai faktor tersebut di atas, maka diharapkan bahwa pembangunan di sekitar pulau (lahan atasnya) secara nyata tidak akan merusak dan mengganggu keutuhan Pulau Batam dan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan model dalam pengembangan pulau-pulau kecil berkelanjutan. Sesuai dengan kerangka pendekatan penelitian, maka ada 5 (lima) faktor yang perlu dilakukan evaluasi, masing-masing: (i) faktor kebijakan; (ii) faktor lahan; (iii) faktor lingkungan; (iv) faktor ekonomi dan investasi dan faktor implementasi. (1) Faktor kebijakan: bagaimana kebijakan yang berlaku terutama kebijakan pengaturan ruang yang sudah tertuang dalam RTRW, RUTR, Master Plan, Detail Plan maupun produk tata ruang lainnya sehingga bisa diketahui penyimpangannya dan dicarikan solusinya untuk mengurangi/mencegah dampak negatif yang mungkin timbul. Analisis terhadap faktor kebijakan merupakan input untuk analisis SWOT. (2) Faktor lahan: bagaimana pemanfaatan lahan yang sudah ada saat ini, baik sesuai kebijakan pengembangan maupun dengan master plan (RTRW, RUTR dan RDTR) maupun yang tidak sesuai master plan sehingga diketahui konsistensi pemanfaatan ruang agar bisa dilakukan optimalisasi pemanfaatan lahan. Analisis yang dilakukan
61
adalah analisis pemanfaatan lahan dengan menggunakan perangkat GIS
(Geographical
Information
System)
dan
optimalisasi
pemanfaatan lahan dan investasi dengan menggunakan Stella4.
KAWASAN PESISIR DAN PULAU KECIL (PULAU BATAM)
POTENSI DAN PERMASALAHAN P. BATAM
Analisis deskriptif makro perekonomian dan investasi
Kebijakan pengembangan P. Batam
Analisis Deskriptif Sosial dan budaya
RTRW, RUTR, RDTR
Analisis Beban Limbah ANALISIS ANALISIS PEMANFAATAN PEMANFAATAN LAHAN LAHANPULAU PULAUBATAM BATAM
KRITERIA KRITERIA PEMANFAATAN PEMANFAATAN
PEMODELAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN DAN INVESTASI
ANALISIS SPASIAL (GIS)
ANALISIS SWOT
Konsistensi pemanfaatan ruang
KAWASAN KAWASAN TERBANGUN TERBANGUN
KAWASAN KAWASAN TIDAK TIDAK TERBANGUN TERBANGUN
Skenario Pengelolaan Pemanfaatan Lahan Pulau Batam Industri Industri
Jasa Jasa
Pariwisata Pertanian Pariwisata Perumahan Perumahan Pertanian
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PULAU BATAM YANG BERKELANJUTAN
Gambar 12. Pendekatan Analisis Data
62
(3) Faktor lingkungan: bagaimana menerapkan standar lingkungan yang sesuai dengan standar lingkungan yang berlaku seperti standar luas daerah konservasi (daerah hijau), standar limbah, buangan, B3 dan sebagainya. Faktor lingkungan ini terkait dengan kondisi ekologi dan sosial masyarakatnya, terutama penghargaan terhadap lingkungan (environmental awareness). Beberapa analisis yang dilakukan antara lain analisis beban limbah dan anasisis deskriptif/pragmatif sosial dan budaya. (4) Faktor ekonomi dan investasi: bagaimana mengoptimalkan lahan yang ada, yang dari sisi ekonomi dan investasi mampu menarik investasi positif maksimal, sementara dari sisi dampak negatif hanya menimbulkan dampak yang minimal. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif makro ekonomi dan investasi. (5) Faktor implementasi: akar permasalahan (root causes) yang dikaji dalam penelitian ini adalah penyimpangan dalam implementasi setiap master plan P. Batam.
Dengan demikian hasil (output) Disertasii
Doktor ini tidak hanya model (kebijakan) pemanfaatan lahan P. Batam secara optimal dan berkelanjutan, tetapi juga rekomendasi konkrit (operasional) implementasi dari model termaksud, agar pengalaman buruk berupa penyimpangan terhadap master plan P. Batam tidak terulang di masa mendatang. Dari kelima faktor yang dievaluasi tersebut, satu sama lain saling terkait sehingga menghasilkan skenario pengelolaan pemanfaatan lahan Pulau Batam untuk industri, jasa, pariwisata, perumahan dan pemukiman sehingga kebijakan pengelolaan untuk Pulau Batam didasarkan pada kaidah-kaidah keberlanjutan yang sesuai.
Keterkaitan masing-masing faktor dan analytical tools yang
digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 12. 3.4.2
Analisis Deskriptif Makro Ekonomi dan Investasi Hanya menganalisis secara garis besar pertumbuhan ekonomi yang
dihasilkan dari pengembangan Pulau Batam sampai dengan tahun 1998. Termasuk dalam analisis deskriptif/pragmatif ini adalah analisis terhadap investasi yang masuk ke Pulau Batam pada kurun waktu tersebut.
63
3.4.3
Analisis Deskriptif Sosial dan Budaya Analisis sosial-budaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah aspek-
aspek yang berkaitan dengan sistem nilai, kepercayaan, agama, etnik dan sebagainya dan pengaruhnya terhadap pola hidup dan tingkah laku masyarakat pesisir di Pulau Batam terutama yang berkaitan dengan permasalahan sosial dan timbulnya perumahan liar, migrasi dan ketimpangan pendapatan antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli serta permasalahan pendidikan dan kesehatan. Analisis
kependudukan
adalah
analisis
yang
bersifat
demografis
pertumbuhan
penduduk,
mencakup : 1. Analisis
penduduk
yakni
jumlah
penduduk,
komposisi penduduk dan penyebaran penduduk; 2. Analisis ketenagakerjaan yang mencakup komposisi tenaga kerja, tingkat pengangguran dan kesempatan kerja; 3. Kebutuhan perumahan dan lahan. 3.4.4
Analisis Beban Limbah Aktivitas Pembangunan Dalam melakukan analisis beban limbah, dilakukan beberapa analisis,
antara lain: (i) Analisis erosi dan endapan yang ditimbulkan akibat pembukaan lahan; (ii) Analisis limbah buangan dari kegiatan yang sudah beroperasi; (iii) Analisis kebutuhan hijau dan ruang terbuka; serta (iv) Analisis rencana perbaikan dan prasarana perbaikan lingkungan. (1) Menganalisa erosi dan endapan yang ditimbulkan. •
Rumus untuk menghitung besar erosi:
Untuk menghitung besarnya erosi digunakan persamaan unsur kehilangan tanah yang dibuat oleh USLE (Universal Soil Loss Equitation) (Weischmeier dan Smith,1978), yang juga disebut sebagai Rumus Universal Tanah Yang Hilang, sebagai berikut : A = R. K. L. S. C. P. A
:
Perkiraan besarnya tanah yang tererosi dalam satuan Ton/ Ha / tahun.
R
:
Faktor erosivitas hujan (MJ.cm/ha jam pertahun), yaitu daya erosi hujan pada suatu tempat tertentu.
64
K
:
Faktor erodibilitas tanah (ton ha jam/ha MJ.cm) yaitu faktor kepekatan suatu jenis tanah terhadap erosivitas hujan.
LS
:
Faktor Topografi , yang terdiri dari: L
: Faktor panjang lereng, yaitu rasio tanah yang tererosi pada suatu panjang lereng tertentu terhadap tanah yang tererosi pada panjang lereng 22.1 m untuk kondisi permukaan lahan yang sama.
S
: Faktor kemiringan lereng, yaitu rasio tanah yang tererosi pada suatu ke miringan lereng tertentu terhadap tanah yang tererosi pada kemiringan
lahan
9%
untuk
kondisi
permukaan lahan yang sama. C
=
Faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup lahan. Faktor ini tidak mempunyai satuan.
P
=
Faktor teknik konservasi (tidak mempunyai satuan).
Apabila tidak ada konservasi, maka faktor teknik konservasi atau faktor tindakan konservasi tanah (P) dianggap 1 oleh karena tidak ada tindakan konservasi. •
Rumus untuk menghitung laju erosi (A) (Weischmeier dan Smith,1978): A = 4 + 1.266 ( 10D – K – 2) A
:
Laju erosi yang diperkenankan (satuan: ton/ha/th)
D
:
Kedalaman tanah (satuan : meter) .
K
:
Erodibilitas tanah (satuan : ton/joule)
Dihitung dengan mempergunakan nomografi prakiraan nilai erodibilitas. •
Kondisi Lahan (Tingkat Kekritisan) berdasarkan Nilai Laju Erosi (A) pada lahan yang bersangkutan: Tingkat Kekritisan
Nilai Laju Erosi
Tidak Kritis
A’ < A
Ringan
A < A’ < 1.1 A
Sedang
1.1 A < A’ < 1.3 A
Berat
A’ > 1.3 A
65
•
Rumus sedimentasi:
Terdapat 2 rumus yang dapat dipakai untuk menghitung sedimentasi, yaitu: Rumus untuk menghitung besarnya sedimentasi total (SDT total) dengan mempergunakan parameter cuaca, vegetasi, angin dan curah hujan, yaitu (Weischmeier dan Smith,1978): SDT total(Sedimentasi total) = SDT(t) + SDT(v) + SDT(a) + SDT(c). SDT
: Sedimentasi.
(t )
: Faktor Cuaca.
(v)
: Faktor Vegetasi.
(a)
: Faktor Angin.
(c)
: Faktor Curah Hujan.
Rumus untuk menghitung laju sedimentasi terkait dengan kondisi Hidrologi atau kondisi fisik sungai (Weischmeier dan Smith,1978). Rs = 0.0864.Cm.Qs Rs = laju sedimentasi (ton /hari). Cm =Konsentrasi sedimentasi(mg/l). Qs =Debit sungai (m3 /detik).
(2) Menganalisa limbah buangan dari kegiatan yang sudah beroperasi. (3) Menganalisis kebutuhan hijau dan ruang terbuka. (4) Menganalisis
rencana
perbaikan
sarana
dan
prasarana
serta
perbaikan lingkungan. 3.4.5
Analisis Spasial Pemanfaatan Lahan Pulau Batam Setiap kegiatan pembangunan memerlukan ruang, namun ruang/lahan
untuk kegiatan ini semakin terbatas mengingat intensitas dari laju pertumbuhan dalam penggunaan ruang semakin tinggi.
Dalam upaya mengatasi konflik
pemanfaatan lahan, perlu dilakukan perencanaan penataan ruang yang lebih mengutamakan daya dukung lahan.
Hal ini tentunya bisa ditunjang oleh
ketersediaan data kondisi fisik dan sosial ekonomi dari sumberdaya alam yang ada. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat dilakukan secara lebih
66
seksama dengan didukung oleh analisis pemanfaatan lahan yang komprehensif dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Selanjutnya masukan data untuk analisis SIG ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti RTRW, RUTR maupun RDTR, untuk kemudian disajikan dalam format peta dan basis data digital.
Peta-peta ini merupakan
tema-tema tertentu misalnya penggunaan tanah, batas administrasi, penyebaran penduduk, kemiringan lahan dan lainnya.
Tema-tema tersebut dalam SIG
selanjutnya disajikan di dalam lapis (layer) informasi yang berbeda. Metode selanjutnya dilakukan dengan cara memberikan pembobotan terhadap data lapangan, sehingga diperoleh hasil analisis data yang diinginkan. Hasilnya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dengan melakukan optimasi interpretasi daerah potensial yang dapat dikembangkan
untuk
penggunaaan lahan industri, pariwisata, perumahan, jasa dan pertanian yang sesuai dengan daya dukung lahan tersebut. Prinsip-prinsip pemanfaatan ruang wilayah pesisir untuk berbagai kegiatan
pada
dasarnya harus dilakukan
dengan
pertimbangan
antara
kepentingan sosial ekonomi dan secara ruang sehingga kawasan yang diperuntukan bagi kawasan konservasi ataupun budidaya (industri, pariwisata, jasa, perumahan dan pertanian) sesuai dengan kondisi biofisik wilayah tersebut agar ekosistemnya tetap terjamin. Analisis pemanfaatan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis pemanfaatan lahan untuk kawasan industri, jasa, perumahan, pariwisata dan perumahan.
Secara umum terdapat 6 (enam) tahapan analisis yang
dilakukan yaitu : (1) Menganalisis master plan di Pulau Batam; (2) Menganalisis distribusi dan pengalokasian lahan di wilayah Pulau Batam; (3) Menganalisis pengalokasian lahan dibandingkan dengan master plan yang ada; (4) Menganalisis lahan yang dialokasikan dengan pelaksanaan pembangunan di lapangan; (5) Menganalisis Sarana dan Prasarana yang direncanakan dibanding dengan kondisi akhir di lapangan (1998); dan (6) Menganalisis perletakan sarana dan prasarana. Pemanfaatan lahan sekarang mengacu pada bagaimana kenyataanya suatu kawasan digunakan. Penentuan katagori pemanfaatan lahan didasarkan pada jenis penggunaan yang dominan pada kawasan tersebut.
Jenis-jenis
kegiatan yang memiliki kesamaan karakteristik, digolongkan kedalam satu
67
katagori dan diperhitungkan sebagai satu jenis dalam penentuan dominasinya hingga didapatkan kesimpulan kesesuaian pengembangan kawasan, baik untuk kawasan industri, jasa, pariwisata, perumahan dan pertanian. Untuk mempertajam kriteria, maka penyusunan kriteria pemanfaatan lahan disesuaikan dengan kebijakan pengembangan Pulau Batam dan produk tata ruang yang ada seperti RTRW, RUTR maupun RDTR. Output (keluaran) dari hasil analisis adalah konsistensi pemanfaatan ruang untuk kawasan yang terbangun maupun kawasan yang tidak terbangun, yang selanjutnya menjadi input (masukan) bagi analisis (pemodelan) optimalisasi pemanfaatan lahan. 3.4.6
Analisis Pemodelan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
3.4.6.1 Pendekatan Model Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pengertian lahan adalah luasan tertentu dari sebidang tanah yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pembangunan atau aktifitas yang letak, luasan dan peruntukkannya telah ditentukan oleh Master Plan. Sedang Investasi, seperti dijelaskan oleh J.F. Peterman dan S.W Barnet. 2004, filosofi dari investasi,terdiri dari 3 bagian, yaitu : (1). Alokasi Asset, (2) Manajemen Asset, dan (3) Manajemen Resiko 1. Alokasi Asset : Asset dalam bentuk dana akan dialokasikan pada investasi jangka panjang. Alokasi dana akan mengikuti prinsif-prinsif dasar antara lain : o
Jumlah dana dianggap cukup untuk menghasilkan pendapatan menutup
biaya
operasional
dan
mengatasi
masalah-masalah
keuangan yang mendesak. o
Diversifikasi Investasi dilaksanakan untuk membantu meminimalkan keseluruhan risiko investasi dan memaksimalkan tingkat pengembalian investasi.
o
Melakukan strategi Investasi:
Kinerja dari investasikan ditentukan oleh rencana strategis untuk alokasi dana dalam jangka waktu yang panjang dengan cara yang konsisten dan disiplin dengan penekanan pada sarana investasi yang pasif seperti pasar modal.
68
2. Manajemen Asset . Dasar dari manajemen asset adalah pengembalian keseluruhan dari asset yang diinvestasikan. Kebijakan yang dipakai adalah mengamankan modal, namun dapat juga
diasumsikan bahwa untuk berinvestasi dengan resiko
tinggi dapat diterima, karena kompensasi dari resiko tinggi akan mendapatkan pengembalian investasi yang lebih besar. 3. Manajemen Risiko . Program investasi harus mencari langkah-langkah untuk meminimalkan resiko operasional dan mencari komponsasi yang tepat atau resiko investasi terkait dengan dana yang diinvestasikan. Dari pengertian di atas, investasi adalah sejumlah dana yang ditanamkan guna tujuan tertentu, dengan telah memperhitungkan strategi dan resikonya dengan mengharapkan dana akan kembali dengan jumlah yang lebih besar dalam kurun waktu tertentu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian investasi yang selama ini berjalan dan telah berlangsung di Pulau batam, untuk memudahkan investasi ini dikelompokan sebagai
investasi positif. Yang secara umum merupakan
bagian dari Positive Externalities (Wikipedia. 2007). Penanaman modal untuk perbaikan lingkungan dan pihak yang menanamkan modal tidak mendapatkan secara langsung pengembalian modal dan keuntungannya, bahkan hanya mengeluarkan dana, dapat disimpulkan inivestasi tersebut hanya merupakan pengeluaran (negatif), maka penanaman modal ini disebut investasi negatif atau investasi negatif adalah investasi yang dikeluarkan pembangunan
untuk oleh
memperbaiki
kerusakan
pengusaha,
masyarakat
lingkungan atau
akibat
proses
pemerintah
dengan
direncanakan secara matang dan diketahui tujuan dan resikonya bahwa investasi tersebut tidak akan dapat kembali secara langsung. Keuntungan didapat oleh banyak pihak (masyarakat). Nilai keuntungan yang dirasakan bisa lebih besar atau lebih kecil dari investasi yang ditanamakan. Dalam hal ini investasi negatif secara umum merupakan bagian dari negatif externalities (Wikipedia. 2007). Dalam Disertasi ini yang dimasukan kedalam investasi negatif adalah pengolahan limbah, pencemaran, perbaikan lahan kritis dan penghijauan, penghutanan kembali, erosi dan abrasi, termasuk penertiban perumahan liar.
69
Investasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah seperti sarana prasarana dan infrastruktur dikelompokan dalam investasi netral. Dalam kondisi tertentu pembangunan infrastruktur bisa menjadi investasi positif apabila dibangun oleh swasta dan dapat mengembalikan modal serta mendapatkan keuntungan (contoh: jalan tol, pelabuhan, dll) Pada penelitian ini pengertian pemanfaatan lahan yang optimal adalah pemanfaatan lahan guna mendapatkan investasi yang optimal dari lahan yang telah diperuntukkan dalam master plan Pulau Batam. Investasi optimal didapatkan dari selisih investasi/ditanamkan oleh pihak pengusaha dalam rangka penanaman modal usaha disetiap sektor dikurangi dengan investasi lain guna memperbaiki kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan yang dilakukan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan, sedang investasi pemerintah dianggap investasi netral. Mengingat investasi biasanya dinilai dalam mata uang (Rp./$) sedang lahan dinilai dalam satuan luas (m2/ha), maka untuk optimalisasi pemanfaatan lahan adalah menilai satuan luas lahan dalam nilai mata uang atau memberi nilai Rupiah/$ untuk setiap m2 luasan lahan dalam satuan peruntukan sehingga akan didapatkan nilai luasan lahan yang dapat menghasilkan nilai investasi optimum (dalam Rupiah atau Dolar). Sedang wilayah yang menjadi obyek kajian adalah keseluruhan wilayah Pulau Batam. Untuk mendapatkan nilai lahan, dicari dari hal-hal yang dianggap mempunyai pengaruh besar dalam pemanfaatan lahan. Dari data yang ada, investasi yang ditanamkan oleh investor yang bertujuan melaksanakan pembangunan dan melakukan proses produksi mempunyai nilai yang sangat dominan. Berdasarkan hal tersebut maka nilai investasi diambil sebagai acuan dalam mencari nilai lahan. Bila diuraikan lebih lanjut maka investasi yang dilakukan oleh pihak swasta/ pengusaha dapat dibagi atas sektor-sektor antara lain: −
Sektor Industri
−
Sektor Jasa
−
Sektor Perumahan
−
Sektor Pariwisata
70
−
Sektor Pertanian
Kelima sektor diatas akan menyumbang Investasi dari 3 komponen yaitu: −
sewa lahan
−
pembangunan fisik
−
operasional produksi
Ketiga komponen ini bisa saja dicari nilainya masing-masing, namun dalam kesempatan ini yang akan diambil adalah nilai investasi yang diajukan didalam pengajuan investasi/penanaman modal (jumlah investasi yang diajukan kepada Otorita Batam oleh pengusaha ditiap-tiap sektor). Investasi disetiap sektor ternyata tidak selalu mendatangkan nilai positif. Dampak yang ditimbulkan sejak proses pembukaan lahan sampai beroperasinya usaha, membawa dampak negatif antara lain: −
penimbunan lahan di laut.
−
pembukaan lahan yang tidak terkendali oleh pengusaha, perambah yang mengakibatkan hilangnya nilai sumberdaya alam dan timbulnya erosi.
−
buangan limbah dari tiap-tiap sektor berupa limbah padat dan domestik, limbah cair dan limbah beracun (B3).
Hal-hal yang mempengaruhi investasi di setiap sektor antara lain pertumbuhan penduduk dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Otorita Batam, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan beberapa kebijakan yang dibuat oleh negara Singapura. Seperti diuraikan sebelumnya,
5 (lima) sektor
yang berperan besar
terhadap investasi yaitu Sektor Industri, Sektor Jasa, Sektor Perumahan, Sektor Pariwisata dan Sektor Pertanian. Namun dari data yang ada, lahan dengan peruntukan hijau (hutan lindung, daerah tangkapan air untuk waduk dan hijau kota) ternyata juga mempunyai pengaruh yang cukup besar, misalnya adanya perubahan
peruntukan
(investasi
positif)
ataupun
penyerobotan
lahan/pengerusakan lingkungan (investasi negatif). Oleh sebab itu daerah hijau akan diperhitungkan dengan diasumsikan sebagai Sektor Hijau.
71
Optimalisasi pemanfaatan lahan berdasarkan dari nilai investasi dapat didetailkan melalui peninjauan keenam (6) sektor di atas (5 sektor + 1 sektor hijau). Pendekatannya secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : −
Setiap sektor akan menghasilkan investasi dari nilai lahan yang dimanfaatkan oleh investor (perusahaan), hal ini diasumsikan sebagai investasi
positif,
namun
demikian
secara
pemanfaatan
lahan
(pemanfaatan lahan & proses operasi) juga membawa masalah seperti limbah yang dihasilkan, erosi dan kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan, dan lain-lain.
Untuk mengolah dan memperbaiki
kerusakan juga diperlukan dana. Hal ini diasumsikan sebagai investasi negatip.
Untuk mendapatkan nilai lahan yang maksimal, maka nilai
investasi positip harus lebih besar dari investasi negatif.
Semakin
besar nilai investasi positif dan semakin kecilnya investasi negatif maka nilai lahan semakin baik. Pada pemanfaatan lahan dengan kombinasi tertentu akan dicapai selisih nilai investasi positif terbesar, apabila kondisi ini tetap memperhatikan lingkungan maka kondisi ini dianggap sebagai kondisi optimum dan pemanfaatan lahan mencapai optimal. −
Konsekuensi dari upaya mengembangkan suatu wilayah adalah harus menyiapkan infrastruktur (sarana dan prasarana) agar dapat menarik investor / pengusaha menanamkan modalnya di wilayah tersebut. Semakin lengkap infrastruktur yang disiapkan maka semakin besar daya tarik wilayah tersebut dalam memikat investor. Investasi untuk penyiapan infrastruktur tidak mungkin disiapkan oleh investor (pihak swasta).
Selain nilainya besar, infrastruktur dibangun justru untuk
menarik
investor.
Maka
yang
memungkinkan
dan
paling
berkepentingan investasi ini dibebankan kepada pemerintah. Artinya semakin
besar
investasi
yang
ditanamkan
oleh
pemerintah
memungkinkan semakin besar pula minat investor menanamkan modalnya di wilayah tersebut. −
Investasi
untuk
menyiapkan
infrastruktur
dalam
penelitian
ini
diasumsikan sebagai investasi netral. Ini didasarkan investasi yang ditanamkan
merupakan
pengeluaran
dari
pemerintah
(bukan
pemasukan). Disisi lain dengan adanya investasi ini nilai investasinya tidak bisa dibandingkan dengan luas lahan yang diperlukan. Masing-
72
masing infrastruktur membutuhkan luas lahan yang berbeda dan memerlukan
dana
yang
berbeda-beda
pula.
Dari
kebutuhan
pemanfaatan lahan, luasan yang diperlukan untuk infrastruktur sudah diperhitungkan melalui standard yang ada, sebagian tidak bisa dioptimalkan lagi (contoh standar kebutuhan untuk Jalan, Bandara, Pelabuhan
dan
lain-lain).
Gambar
13.
memperlihatkan
alur
palaksanaan penelitian.
LAHAN DI PULAU BATAM
SARPRAS FASOS/FASUM
INV. PEMERINTAH
DIALOKASIKAN
Tidak Dialokasikan
DIBANGUN
DIBUKA
INV. SWASTA POSITIF
DAMPAK
NILAI LAHAN 2 PER M
NILAI DAMPAK 2 PER M
NILAI ASLI LAHAN
NILAI DAMPAK 2 PER M TOTAL NILAI ASLI LAHAN
TOTAL INV.NETRAL
TOTAL INV.POSITIF
TOTAL INV.NEGATIF
MENCARI INVESTASI POSITIF TERBESAR
(TOTAL INV.POS – TOTAL INV.NEG) > NILAI TOTAL ASLI LAHAN INV.TOTAL = (INV. POS + INV NETRAL) – INV.NEG PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT PULAU BATAM : EKONOMI, EKOLOGI DAN SOSIAL
Gambar 13. Pendekatan Model Optimalisasi Pemanfaatan Lahan 3.4.6.2 Input analisis model optimalisasi pemanfatan lahan Sebagai alat bantu untuk menganalisis dan memprediksi alur proses dari pemanfaatan lahan akan menggunakan perangkat lunak STELA4. Sedang dalam tahapan perhitungan digunakan input analisis yang didapatkan dari hasil analisis sebelumnya. Untuk mendapat gambaran nilai total investasi dari pemanfaatan lahan tahap pertama, harus mengisi seluruh rumus khususnya koefisien
73
pertumbuhan (KF). Apabila seluruh rumus telah diisi dan dimasukkan dalam perangkat lunak, hasilnya (total investasi dari pemanfaatan lahan) dapat terlihat dengan me-RUN perangkat lunak tersebut. Rumus perhitungan nilai lahan tiap sektor sebagai bahan untuk input analisis dapat dilihat pada uraian di bawah, sedangkan detail formula dapat dilihat pada Lampiran 2. dan penjelasannya pada Lampiran 3. Daftar istilah. (1)
Investasi Sektor Industri dan Lima Sektor Lainnya a. Investasi Positif Sektor Industri Untuk menghitung investasi positip di sektor industri berkait dengan pemanfaatan lahan, adalah mencari investasi yang ditanamkan pada lahan industri dalam satuan rupiah dan m2 dan dikalikan dengan nilai interest rate (nilai investasi yang muncul akibat proses perbankan, dengan nilai rata-rata sekitar 9%/th). Untuk itu dicari terlebih dahulu nilai lahan industri per m2. Dengan diketahui nilai lahan industri per m2 maka nilai investasi di bidang industri dapat dicari dengan cara mengalikan luas lahan investasi dikalikan nilai lahan industri per m2. Urutan perhitungan untuk pembuatan model adalah sebagai berikut : 1.
Menghitung/mencari lahan industri yang telah dialokasikan kepada investor
yang
dibangun
maupun
dengan
melalui
data
pengalokasian lahan tahun 1998. 2.
Menghitung laju pengalokasian lahan industri yang dibangun pertahun,
yaitu
dengan
menghitung
rata-rata
kenaikan
pengalokasian lahan pertahun (dalam persentase). 3.
Mencari nilai investasi industri per m2 dengan cara membagi total investasi yang ditanamkan pada sektor industri pada tahun 1998, dibagi dengan luas lahan sektor industri yang telah dialokasikan.
4.
Menghitung laju pertumbuhan positif investasi industri, yaitu dengan menghitung kenaikan penanaman investasi sektor industri pertahun (dalam persentase).
74
5.
Menghitung
investasi
positif
sektor
industri
dengan
cara
mengalikan lahan sektor industri yang telah dibangun dengan nilai investasi industri per m2. b. Investasi Negatif Sektor Industri Investasi negatif di sektor industri di asumsikan disumbang dari 2 (dua) kegiatan yaitu : •
Investasi yang diperlukan untuk mengolah limbah yang dihasilkan dan perkiraan investasi yang diperlukan untuk menetralisir limbah yang dibuang/ mencemarkan laut.
•
Investasi yang seharusnya dikeluarkan akibat erosi yang disebab kan oleh pengrusakan hutan atau muka lahan yang tidak terkendali.
Catatan : Nilai hijau/hutan di peruntukan industri yang dihilangkan/tebang, tidak diperhitungkan sebagai investasi negatif karena lahan tersebut akan dimanfaatkan sesuai peruntukan dalam Master Plan dan hutan yang ada pasti akan diolah sebagai daerah yang akan dibangun menjadi penebangan hutan yang dilakukan sesuai rencana. c. Investasi Negatif untuk Mengolah dan Menetralisir Limbah yang Dibuang/Mencemarkan Laut 1)
Investasi Negatif untuk pengolahan limbah. Investasi
ini
diperlukan
untuk
mengolah
limbah
yang
dihasilkan. Investasi ini dikatakan negatif karena dana yang digunakan tidak untuk menghasilkan produk tetapi merupakan merupakan pengeluaran (cost) akibat proses produksi. Proses perhitungan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Menghitung luas lahan industri yang telah dialokasikan dan telah dibangun oleh investor. Menghitung jumlah dan laju limbah yang dihasilkan setiap tahunnya.
75
Menghitung jumlah limbah yang diolah. Menghitung biaya pengolahan limbah perliter (standard). Menghitung investasi negatif sektor industri untuk pengolahan limbah. Caranya dengan mengalikan jumlah limbah dengan biaya pengolahan limbah perliter. 2) Investasi negatif untuk menetralisir limbah yang dibuang ke laut. Investasi ini diperlukan/akan dikeluarkan untuk mengganti kerusakan yang ditimbulkan oleh limbah buangan industri yang mencemarkan laut. Proses perhitungan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Menghitung luas lahan industri yang telah dialokasikan dan telah dibangun oleh investor. Menghitung jumlah dan laju limbah yang dihasilkan setiap tahunnya. Menghitung jumlah limbah yang dibuang ke laut (l/m3). Menghitung/mengasumsikan kerusakan yang terjadi akibat pembuangan 1 (satu) liter limbah ke laut. Menghitung investasi negatif sektor industri akibat pembu angan limbah ke laut, yaitu jumlah limbah yang dibuang ke laut
dikalikan
dengan
biaya
kerusakan
laut
akibat
pembuangan limbah (L). d. Investasi Negatif Akibat Pembukaan Lahan (Erosi) Investasi
Negatif
Akibat
Pembukaan
Lahan
diperhitungkan
sebagai nilai investasi yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi erosi, pencemaran serta kerusakan habitat laut yang ditimbulkan akibat kegiatan pembukaan lahan. Oleh sebab itu, nilai yang dihitung adalah besarnya nilai investasi yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh erosi, pencemaran dan kekeruhan yang ditimbulkan. Proses perhitungan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
76
1.
Menghitung lahan sektor industri yang dialokasikan tetapi tidak dibangun.
2.
Menghitung
lahan
sektor industri yang dialokasikan,
tidak
dibangun tetapi lahannya telah dibuka (land clearing). 3.
Menghitung laju pertumbuhan butir-2 (laju pembukaan lahan yang dialokasikan).
4.
Mencari koefisien terjadinya erosi per-m2 dari lahan yang dibuka.
5.
Menghitung jumlah erosi yaitu mengalikan dari lahan sektor industri yang dialokasikan dan dibuka dengan koefisien erosi.
6.
Menghitung kerugian dari tiap gram erosi yang dibawa ke laut (kematian habitat, kekeruhan, menurunnya pendapatan nelayan, dan lain-lain).
7.
Menghitung besarnya kerugian akibat erosi, yaitu mengalikan jumlah erosi dengan kerugian per kg erosi.
e. Investasi Netral Dijelaskan di atas investasi netral disiapkan dan menjadi beban pemerintah.
Investasi
ini
juga
sulit
bila
diperhitungkan
pembebanannya berdasar peruntukan tiap sektor.
bobot
Investasi netral
(infrastruktur) dibangun untuk melayani seluruh aktifitas sektor dan direncanakan secara menyeluruh untuk kebutuhan seluruh kawasan. Dalam hal ini seluruh wilayah P. Batam (contoh rencana jalan, rencana penempatan pelabuhan, bandara, dam dan pengolahan air bersih) semua direncanakan dan dibangun guna mensuplai/menjangkau seluruh P. Batam. Sektor lainnya akan menggunakan perhitungan dan penggunaan model yang tidak jauh berbeda dengan sektor industri dengan beberapa modifikasi dan inputan yang berbeda sesuai dengan data-data masingmasing sektor. Dengan mempelajari uji coba di sektor industri, data-data yang ada serta kejadian di lapangan, diperkirakan sektor perumahan dan
77
sektor hijau akan memperlihatkan proses, rumusan dan model yang spesifik. Apabila seluruh sektor sudah dihitung dan modelnya sudah dibuat maka
total
investasi
wilayah
P.
Batam
dapat
dicari
dengan
menjumlahkan investasi di semua sektor (sektor industri, jasa, perumahan, pariwisata, pertanian dan hijau). Nilai investasi untuk seluruh lahan di P. Batam (seluruh sektor) adalah nilai investasi berdasar dari data yang ada. Apabila dilihat dari model maka pada tahun 1998 memberikan / menampilkan kondisi investasi riil pada saat itu. Diagram akan lebih bermanfaat untuk melihat proyeksi ke depan, variabel-variabel dapat lebih dimodifikasi dengan asumsi-asumsi yang lebih menguntungkan dalam menarik investasi. Untuk mencari pemanfaatan lahan yang optimal Diagram Model akan sangat membantu (Software STELLA 4). Langkah awal adalah mencari kombinasi untuk mendapatkan nilai investasi maksimum pada tahun yang akan diproyeksikan (misal tahun ke sepuluh).
Nilai
maksimum ini bisa mengarah menjadi nilai optimal bila dianalisis dengan mengkombinasikan dengan lingkungan, sensitifitas, rencana tata ruang (master plan) dan standar-standar / peraturan-peraturan yang terkait. Bila kondisi ini terjadi maka pada saat itu pemanfaatan lahan menjadi optimal. (2)
Perusakan Sumberdaya Alam Perusakan langsung SDA seperti penggundulan hutan lindung, hutan bakau, hijau kota dan penimbunan laut, secara langsung telah mengurangi kemampuan daya dukung lahan, menghilangkan biota dan merusak keindahan, nilai yang seharusnya dipertahankan menjadi hilang. Nilai inilah yang dihitung merupakan nilai investasi yang hilang .
(3)
Pembangunan Berkelanjutan Seperti dijelaskan di awal, untuk periode kedepan pembangunan di P. Batam mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan. Dari
78
beberapa
teori
yang
dijelaskan
diawal
indikator
keberhasilan
pembangunan berkelanjutan terdiri dari banyak aspek yang apabila dikelompokan
dapat
dirumuskan
dominan
dalam
dalam
kelompok-kelompok
besar
(dimensi). Faktor
pembangunan
berkelanjutan
adalah
lingkungan. Dalam penelitian ini semua yang direncanakan dan proses yang akan dijalankan harus mengacu pada standar-standar lingkungan yang ada. Penelitian ini mengacu kepada hal yang dikemukakan dalam OECD (1993) yaitu dimensi penting pengelolaan wilayah pesisir yang memenuhi konsep pembangunan berkelanjutan. Secara ekologis yaitu dimensi ekonomi, lingkungan, keadilan sosial (equty), moral dan kelembagaan. Lebih lanjut OECD (1993) mengemukakan bahwa kondisi pembangunan berkelanjutan diwilayah pesisir dapat dimonitor dari beberapa parameter ekosistem yang dikelompokan menjadi 3, yaitu: parameter fisik, parameter kimia/ biologis, dan parameter sosial. Sesuai dengan judul penelitian, maka fokus penelitian diarahkan kepada hal yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan, yang mencakup 5 dimensi sebagaimana dikemukakan oleh OECD (1993), yaitu ekonomi, lingkungan, keadilan sosial, moral dan kelembagaan, sebagaimana diuraikan di bawah ini: Dimensi ekonomi diwakili dengan investasi, sedang dimensi lingkungan akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1)
Perkembangan lingkungan, rencana tata ruang yang ada dikaitkan dengan standar-standar yang berlaku.
2)
Peraturan lingkungan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Otonomi Daerah dan standar lainnya.
3)
Dampak perusakan lingkungan fisik dan penurunan nilai standar lingkungan yang berlaku.
4)
Dampak buangan limbah produksi dibanding dengan standar yang berlaku dan daya dukungannya.
79
5)
Upaya perbaikan lingkungan agar keseimbangan wilayah P. Batam dapat pulih kembali.
Dimensi
keadilan
sosial
(pemerataan
kesejahteraan),
moral
dan
kelembagaan adalah sebagai berikut: Apabila dilihat keseluruhan Pulau Batam, masalah sosial dapat dilihat dari akibat datangnya pendatang dari luar. Beberapa kasus yang terasa mencuat adalah: 1)
Munculnya bangunan liar oleh para pendatang.
2)
Tersudutnya penduduk asli (nelayan) yang tanahnya digunakan untuk pembangunan.
3)
Suku Laut yang belum bisa membaur dengan cara-cara hidup yang berkembang di Batam. Masalah sosial ini menjadi semakin membesar dengan semakin
jatuhnya
tingkat
dibandingkan
pendapatan
tingkat
dan
pendapatan
kesejahteraan dan
penduduk
kesejahteraan
asli
penduduk
pendatang. Kondisi seperti ini seakan akan ada pengotakan antara pelaku ekonomi penduduk asli yang lemah dan bersifat tradisional dan ekonomi pendatang yang modern dan kuat. Oleh sebab itu tanpa adanya program yang terarah, maka pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kemakmuran yang sangat cepat terjadi di Batam hanya akan dinikmati oleh segelintir orang.
Agar keadilan lebih merata dan ketimpangan sosial diperkecil,
diperlukan upaya pemerintah. Dan di Pulau Batam khususnya, peran Otorita Batam dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk samasama menyelesaikan masalah tersebut. Kartasasmita (1996) menyebutkan bahwa untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas perlu memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Penguatan ekonomi ini akan meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern,`dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi sub sistem ke ekonomi pasar dan dari ketergantungan kepada kemandirian. Langkah-langkah strategis yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
80
1)
Peningkatan akses kepada aset produksi.
2)
Yang dimaksud aset produksi yang dimiliki oleh sebagian rakyat adalah tanah, oleh sebab itu perlu mempertahankan kepemilikan lahan oleh rakyat & menimbulkan jalan pemanfaatan yang lebih optimal diluar pertanian. Misal agroindustri dan industri jasa.
3)
Masyarakat ekonomi lemah biasanya juga mengalami kesulitan dalam pendanaan termasuk akses kepada pemberi dana (modal).
4)
Memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat.
5)
Salah satu organisasi yang dianggap cocok adalah koperasi, dengan koperasi dapat sama-sama memasarkan hasil produknya dan memperkuat posisi.
6)
Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM.
7)
Kebijakan
mengembangkan
industri
harus
mengarah
pada
penguatan industri rakyat. Proses Industrialisasi harus mengarah ke pedesaan dengan memanfaatkan petani setempat yang umumnya adalah agro industri dengan cara yang lestari dan memakai tenaga setempat. 8)
Kebijaksanaan
ketenagakerjaan
yang
merangsang
tumbuhnya
tenaga kerja yang mandiri sebagai cikal bakal lapisan wira usaha baru yang berkembang menjadi usaha-usaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang. 9)
Pemerataan pembangunan antar daerah.
10) Adanya perangkat peraturan perundangan yang memadai untuk melindungi dan mendukung pengembangan ekonomi rakyat yang ditujukan khusus untuk kepentingan rakyat kecil. 3.4.6.3 Analisis Model Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Untuk menganalisis pemanfaatan lahan dengan nilai investasi yang optimal digunakan perangkat lunak STELA4, khususnya dalam memprediksi rencana kedepan. Dalam analisis ini ada tiga unsur utama yang mempengaruhi nilai
81
optimum yaitu pemanfaatan lahan, investasi dan lingkungan. Untuk memadukan ketiga unsur tersebut akan dianalisis dalam satuan yang sama yaitu Rp/m2. Untuk mencari pemafaatan lahan yang optimal, Diagram Model akan sangat membantu (software STELA4). Langkah awal adalah mendapatkan nilai investasi maksimum pada tahun yang akan diproyeksikan (misal tahun kesepuluh). Nilai maksimum ini bisa mengarah menjadi nilai optimal bila dianalisis dengan mengkombinasikan dengan lingkungan, sensitifitas, rencana tata ruang (master plan) dan standar-standar / peraturan-peraturan yang terkait. Kombinasi model terhadap faktor sensitifitas mempergunakan analisis sensitifitas yaitu suatu teknik yang digunakan dalam simulasi komputer, untuk secara bebas merubah beberapa asumsi-asumsi atau nilai-nilai (values) dari variabel-variabel yang diinput, dengan tujuan untuk menentukan efek relatif pada variabel-variable output. (1)
Pemanfaatan lahan Menganalisis seluruh nilai lahan baik yang akan di manfaatkan/ dibangun maupun yang tidak dibangun dengan mengacu pada master plan. Asumsi lahan yang tidak dibangun mempunyai koefisien 100% sedang yang akan dibangun mempunyai koefisien 25% dari nilai lahan. Batasan pemanfaatan lahan antara lain : •
Pulau Batam sebagai pulau kecil.
•
Lahan untuk tiap sektor terbatas.
•
Perlunya keseimbangan luas lahan untuk tiap-tiap sektor.
Dari analisis ini akan didapat pemanfaatan lahan yang optimal. (2)
Investasi Analisis investasi akan mempertajam analisis permanfaatan lahan, dari data nilai investasi dan luasan pemanfaatan lahan diharapkan didapat kombinasi/alternatif nilai investasi tertinggi dalam penggunaan lahan
(3)
Lingkungan Lingkungan adalah sebagai proses penyempurnaan, diharapkan dengan analisis
ini nilai investasi dari pemanfaatan lahan tetap
memperhatikan lingkungan. Artinya ada batasan tidak semua lahan yang
82
bernilai investasi tinggi harus di alokasikan, tetapi perlu diperhitungkan baik secara makro (Barelang) maupun secara mikro (P. Batam), meliputi : •
Kebutuhan hutan lindung dan daerah tangkapan air.
•
Keseimbangan daerah terbangun dan tidak terbangun.
•
Mempertahankan daerah hijau walau kurang menguntungkan dari segi investasi.
• 3.4.7
Standard baku mutu buangan. Analisis Kebijakan dengan Metoda SWOT Dalam Budiharsono (2003), disebutkan bahwa untuk menentukan
kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir, maka dilakukan analisis lanjutan dengan
metoda
KeKePaN
atau
analisis
SWOT
(Strength-Weaknesses-
Opportunities-Threats). Dengan analisis akan ditentukan kebijakan yang diperlukan dalam rencana pengelolaan Pulau Batam yang didasarkan pada kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada di wilayah tersebut. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut : (1) Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman Pada tahap ini dilakukan penelaahan kondisi faktual di lapangan dan kecenderungan yang mungkin terjadi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan kawasan Pulau Batam yang terkait dengan rencana pengembangan industri, jasa, pariwisata, perumahan dan pertanian. Adapun analisis untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengelolaan kawasan Pulau Batam dilakukan analisis terhadap kebijakan pengembangan Pulau Batam, meliputi: (1) Kebijakan
Pengembangan
Pulau
Batam
sebagai
Pilot
Project
Pengembangan Pusat Pertumbuhan di wilayah Barat. (2) Kebijakan
Pengembangan
Pulau
pengembangan khusus. (3) Persaingan dengan wilayah lain. (4) Kerjasama SIJORI, khususnya Singapura (5) Kerjasama dengan daerah lain.
Batam
sebagai
daerah
83
(2) Analisis SWOT dan Alternatif Kebijakan Hasil Analisis SWOT Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis hubungan keterkaitan untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO dan WT). Untuk mendapatkan prioritas kebijakan, maka dilakukan pemberian bobot (nilai) berdasarkan tingkat kepentingan. Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1 – 3.
Nilai 1 berarti tidak penting, 2 penting dan 3 berarti sangat
penting. Selanjutnya, unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO dan WT). Kemudian bobot setiap alternatif kebijakan tersebut dijumlahkan untuk menghasilkan rangking dari setiap kebijakan.
Kebijakan dengan rangking tertinggi
merupakan alternatif kebijakan yang diprioritaskan untuk dilakukan. Tabel 7. Pembobotan Tiap Unsur SWOT Kekuatan
Bobot
Peluang
Bobot
Kelemahan
Bobot
Ancaman
Bobot
S1
..
O1
..
W1
..
T1
..
S2
..
O2
..
W2
..
T2
..
S3
..
..
W3
..
T3
..
..
O3
..
.
..
.
..
.
..
..
..
.
..
.
..
.
..
..
Wn
..
Tn
..
On
Sn
Keterangan: Nilai 3 Nilai 2 Nilai 1
= Cukup Penting = Kurang Penting = Tidak Penting
(3) Analisis Kebijakan Alternatif kebijakan pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari kekuatan kawasan untuk mendapatkan peluang (SO), kebijakan berdasarkan penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang
(ST);
pengurangan
kelemahan
kawasan
yang
ada
dengan
memanfaatkan peluang (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (Tabel 8). Kebijakan yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif.
Untuk
menentukan prioritas kebijakan, maka dilakukan penjumlahan bobot yang
84
berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam suatu alternatif kebijakan.
Jumlah bobot akan menentukan prioritas
kebijakan pengelolaan kawasan Pulau Batam (Tabel 9). Tabel 8. Matrik Analisis SWOT dan Penentuan Kebijakannya Peluang (O)
Ancaman (T)
Kekuatan (S)
SO1 SO2 … SOn
ST1 ST2 … STn
Kelemahan (W)
WO1 WO2 … WOn
WT1 WT 2 … WTn
Tabel 9. Ranking Alternatif Kebijakan No
Unsur SWOT
Keterkaitan
Kebijakan SO 1.
SO1
S1, S2, S., Sn , O1, O2, O., On
2.
SO2
S1,S2,Sn, O1, O2, Sn
3.
SO3
S1, S2, S4, Sn, O1, O2, On
Kebijakan ST 4.
ST1
S1, S2, Sn, T1, T2,Tn
Kebijakan WO 5.
WO1
W1, W2, Wn, O1, O2, Wn
6.
WO2
W1, W2, Wn, O1, O2, On
7.
WO3
W1, W2, Wn, O1, O2, On
Kebijakan WT 8.
WT1
W1, W2, Wn, T1, T2,
9.
WT2
W1, W2, Wn, T1, T2, Tn
10.
WT3
W1, W2, Wn, T1 , T2, Tn
Jumlah Bobot
Ranking