RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan I. PEMOHON 1. Syamsul Bachri Marasabessy 2. Yoyo Effendi II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: -
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
-
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;
-
Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
-
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan, “Dalam hal suatu Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi”. 1
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Para Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang merasa dirugikan ataupun berpotensi dirugikan karena pasal dan ayat yang Pemohon ajukan untuk diuji telah menjadi akar penyebab timbulnya Pemilu yang tidak adil. Pemohon 1 dan Pemohon 2 selaku Ketua dan Sekretaris DPC Partai HANURA Kota Depok merasa telah mengalami perlakuan diskriminatif dalam hal pembagian dan perolehan kursi DPRD Kota Depok oleh karena berlakunya ketentuan Pasal 1 angka 31 dan angka 32 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, dan Pasal 209 ayat ayat (3) sepanjang frasa “ di suatu daerah pemilihan” dan frasa “di satu daerah pemilihan”, Pasal 211 ayat (1) sepanjang frasa “di daerah pemilihan”, Pasal 212 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, Pasal 213 sepanjang frasa “disuatu daerah pemilihan”, dan Pasal 215 alinea pertama sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan” dan Pasal 215 huruf b sepanjang frasa “daerah pemilihan” UU 8/2012. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: Pasal 1 angka 31 dan angka 32 UU 8/2012: “31. Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPR, selanjutnya disingkat BPP DPR, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ambang batas tertentu dari suara sah secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu; 32. Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPRD, selanjutnya disingkat BPP DPRD, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu dan terpilihnya anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota”.
2
Pasal 209 ayat ayat (3) UU 8/2012: “(3) Dari hasil penghitungan suara sah yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di suatu daerah pemilihan ditetapkan angka BPP DPR, BPP DPRD provinsi, dan BPP DPRD kabupaten/kota dengan cara membagi jumlah suara sah Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan jumlah kursi di satu daerah pemilihan” Pasal 211 ayat (1) UU 8/2012: “(1) Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan atas hasil penghitungan seluruh suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ketentuan Pasal 209 di daerah pemilihan yang bersangkutan” Pasal 212 UU 8/2012: “Setelah ditetapkan angka BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (2), ditetapkan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan”. Pasal 213 UU 8/2012: “Dalam hal terdapat sisa suara Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan sama jumlahnya, maka kursi diberikan kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang sisa suaranya memiliki persebaran yang lebih banyak”. Pasal 215 huruf b UU 8/2012: “Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut: ... b. Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara yang 3
sama, penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan
suara
calon
pada
daerah
pemilihan
dengan
mempertimbangkan keterwakilan perempuan”. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 22E ayat (1): Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 2. Pasal 22E ayat (3): Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah partai politik. 3. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 4. Pasal 28: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. 5. Pasal 28C ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. 6. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 7. Pasal 28D ayat (3): Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4
8. Pasal 28I ayat (2): Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Menurut Pemohon, selama pembagian dan penetapan perolehan kursi hasil pemilu masih menggunakan metode Hare Quota, maka penyelenggaraan pemilu hanya menghasilkan keputusan yang bersifat diskriminatif terhadap partai politik peserta Pemilu; 2. Kegagalan metode hare quota yang telah dimodifikasi oleh undang-undang Pemilu adalah disebabkan oleh adanya kekeliruan dalam membuat ketentuan Pasal 1 angka 31 dan angka 32 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, dan Pasal 209 ayat ayat (3) sepanjang frasa “ di suatu daerah pemilihan” dan frasa “di satu daerah pemilihan”, Pasal 211 ayat (1) sepanjang frasa “di daerah pemilihan ”, Pasal 212 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, Pasal 213 sepanjang frasa “disuatu daerah pemilihan”, dan Pasal 215 alinea pertama sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan” dan Pasal 215 huruf b sepanjang frasa “daerah pemilihan” UU 8/2012; 3. Pencantuman frasa “di suatu daerah pemilihan” dalam ketentuan Pasal 1 angka 31 dan angka 32, Pasal 209 ayat ayat (3), Pasal 211 ayat (1), Pasal 212, Pasal 213, Pasal 215 alinea pertama dan Pasal 215 huruf b UU 8/2012 telah menghasilkan angka BPP yang salah kaprah bahkan menjadi akar masalah
timbulnya
kecurangan
dan
keputusan
diskriminatif
dalam
pelaksanaan penetapan hasil Pemilu; VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 1 angka 31 dan angka 32 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, dan Pasal 209 ayat ayat (3) sepanjang frasa “ di suatu daerah pemilihan” dan frasa “di satu daerah pemilihan”, Pasal 211 ayat (1) sepanjang frasa “di daerah pemilihan ”, Pasal 212 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, Pasal 213 sepanjang frasa “disuatu daerah pemilihan”, 5
dan Pasal 215 alinea pertama sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan” dan Pasal 215 huruf b sepanjang frasa “daerah pemilihan” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2012
Nomor
117),
bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) dan ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945; 3. Menyatakan Pasal 1 angka 31 dan angka 32 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, dan Pasal 209 ayat ayat (3) sepanjang frasa “ di suatu daerah pemilihan” dan frasa “di satu daerah pemilihan”, Pasal 211 ayat (1) sepanjang frasa “di daerah pemilihan ”, Pasal 212 sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan”, Pasal 213 sepanjang frasa “disuatu daerah pemilihan”, dan Pasal 215 alinea pertama sepanjang frasa “di suatu daerah pemilihan” dan Pasal 215 huruf b sepanjang frasa “daerah pemilihan” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
6