RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No. 1 April 2016, 174-191 178-195 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret DOI: 10.22225/jr.2.1.281.174-191
ANALISIS KESALAHAN BAHASA PADA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 4/PUU-XI/2013 Sudarjo Universitas Mataram
[email protected]
Abstrak Salah satu fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa negara. Atas dasar fungsi tersebut, bahasa Indonesia digunakan dalam penyusunan naskah-naskah di berbagai lembaga yang bersifat formal. Ragam atau variasi bahasa Indonesia yang seharusnya digunakan dalam putusan ataupun produk hukum adalah bahasa Indonesia keilmuan. Namun, hal ini belum sepenuhnya terlaksana karena masih terdapat banyak kesalahan berbahasa tulisan dalam penyusunan putusan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan berbahasa pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-XI/2013. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode observasi dan dokumentasi. Adapun analisis data dilakukan dengan teknik kode dan pengkodean. Kesalahan bahasa tulisan yang ditemukan pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUUXI/2013 tersebut mencakup: 1) kesalahan pola kalimat, 2) kesalahan bidang semantik; serta 3) kesalahan EYD. Faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan berbahasa tulisan dalam penyusunan naskah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-XI/2013 terdiri atas: (a) pedoman dalam penyusunan Putusan MK tidak sesuai dengan EYD; (b) adanya pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing dalam Putusan MK. Kata Kunci: analisis, bahasa, putusan
Abstract One of the Indonesian function is as state language. On the basis of function, Indonesian used in compilation of copys in various institute having the character of is formal. Manner or Indonesian variation of which ought to be used in decision and or product punish is science Indonesian. But, this matter not yet is fully executed because still there are a lot of mistake of have written language to in compilation of decision. Therefore, this research is done/conducted to know forms mistake of have language at Lawcourt Constitution Number Decision 4/PUU-XI/2013. Data collecting in this research isdone/conducted with observation method and documentation. As for data analysis done/ conducted with code technique and code. Mistake of found written language at Lawcourt Constitution Number Decision 4/PUU-XI/2013 the include;cover 1) mistake of sentence pattern 2) mistake of semantic area; and also 3) mistake of EYD. Factors causing mistake of have written language to in compilation of Decision Lawcourt Constitution Number copy 4/PUU-XI/2013 consisting of: (a) guidance in compilation of Decision of MK disagree with EYD; (b) the existence of vernacular influence and foreign languagein Decision of MK. Keywords: analysis, language, decision
1. PENDAHULUAN
yang dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
Bahasa Indonesia yang memiliki
khusus yang berkaitan dengan penggunaan
banyak fungsi menunjukkan bahwa bahasa
bahasa. Salah satu penggunaan bahasa
Indonesia adalah bahasa yang kompleks
Indonesia pada tujuan khusus tersebut
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 175 179
adalah penggunaan bahasa Indonesia pada
kaidah yang telah ditentukan khususnya
aspek hukum yaitu pembuatan teks-teks
dalam bahasa tulisan. Namun, aturan ini
produk hukum. Di satu sisi bahasa hukum
tidak serta-merta telah diterapkan oleh
tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti
lembaga negara baik pada tingkat pusat
aturan ketatabahasaan. Sebagai contoh,
maupun
objek dalam pemahaman bahasa hukum
kesalahan-kesalahan
tidak
dalam
dokumen resmi kenegaraan masih banyak
pemahaman ilmu kebahasaan. Namun di
dijumpai. Bentuk kesalahan berbahasa
sisi lain, bahasa Indonesia adalah bahasa
yang dapat ditemukan pada dokumen-
negara
dokumen
sama
yang
dengan
harus
objek
digunakan
dalam
daerah.
resmi
Dalam
prakteknya,
berbahasa
kenegaraan
dalam
sangat
dokumen-dokumen kenegaraan. Hal ini di
bervariasi. Misalnya, kesalahan dalam
atur dalam amanat bab XV Pasal 36 UUD
bidang morfologi, kesalahan dalam bidang
1945.
sintaksis baik berupa kesalahan pada frasa Berdasarkan amanat UUD tersebut,
tidak
seharusnya
terdapat
kesalahan
maupun kesalahan pada klausa, kesalahan dalam bidang semantik, dan kesalahan
berbahasa tulis baik berupa kata, frasa, dan
dalam hal
kalimat
bentuk kesalahan tersebut harus diperbaiki
dalam
kenegaraan. berpotensi
dokumen-dokumen
Jika
ini
terjadi,
mengaburkan
makna
sangat yang
penggunaan ejaan. Semua
sesuai kaidah khususnya dalam dokumen resmi
lembaga-lembaga
pemerintahan
sebenarnya. Oleh karena itu, analisis
sebagai wujud pelaksanaan aturan fungsi
kesalahan berbahasa tulis pada dokumen
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
kenegaraan sangat penting untuk dilakukan
Salah satu lembaga pemerintahan yang
dalam rangka memberikan solusi atas
menjadi sasaran penelitian ini adalah
kesalahan yang terjadi. Dokumen-dokumen
Mahkamah Konstitusi. MK, sebagaimana
kenegaraan pada hakikatnya adalah alat
diketahui bersama adalah suatu lembaga
komunikasi
rakyatnya
yang dalam setiap produk putusannya
sehingga kesalahan berbahasa tulis sekecil
menggunakan bahasa Indonesia (dalam hal
apa pun perlu dihindari.
ini bahasa tulis) di dalam membuat putusan
Aturan penggunaan
negara
dengan
khusus bahasa
Indonesia
mengenai sebagai
-putusan terkait dengan suatu masalah. Kesalahan resmi
bahasa di
tulisan
pada
bahasa negara ini seharusnya menjadi
dokumen
lembaga-lembaga
kewajiban lembaga negara untuk selalu
pemerintahan seperti MK tidak sepatutnya
menggunakan bahasa Indonesia sesuai
diabaikan. Perbaikan kesalahan ragam
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 180 176
tulisan pada lembaga pemerintahan dapat melibatkan tentunya
kalangan
yang
Pengumpulan data dalam penelitian
berlatar belakang pendidikan
ini dilakukan dengan metode dokumentasi
kebahasaan
akademisi
bahasa nasional.
misalnya
dosen,
ahli
dan observasi. Dokumentasi dimaksudkan
kebahasaan, dan pemerhati bahasa lainnya.
bahwa dalam penelitian ini perlu diadakan
Pelibatan beberapa kalangan akademisi ini
pengumpulan
tentunya untuk mendapatkan hasil kajian
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/
yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal
PUU-XI/2013 Perihal Pengujian Undang-
inilah yang menjadi alasan mendasar
Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
penelitian ini dilakukan.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Hal lain yang mendasari munculnya
Presiden
penelitian ini adalah asumsi bahwa analisis
Selanjutnya
kesalahan berbahasa tulis pada lembaga-
dilakukan
lembaga
Observasi
pemerintahan
sangat
relevan
atau
pendokumentasian
terhadap
UUD
data
terkumpul
pengamatan dapat
RI
1945.
kemudian
atau
observasi.
dipadankan
dengan
dengan keperluan akademik. Relevansi ini
metode simak dalam penelitian bahasa
ditandai dengan muatan kurikulum yang
yang bersifat sinkronis. Metode ini diberi
ada
pada
pendidikan
baik
pendidikan tinggi.
berbagai
tingkat
satuan
nama metode simak karena cara yang
pendidikan
dasar,
digunakan
menengah Dunia
dan
pendidikan
pendidikan
dapat
memanfaatkan hasil analisis kesalahan
untuk
memperoleh
data
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Analisis data dalam penelitian ini
berbahasa pada dokumen resmi kenegaraan
dilakukan
sebagai pengembangan bahan ajar pada
pengkodean. Cara yang dilakukan dalam
lembaga pendidikan baik tingkat dasar,
menerapkan teknik ini adalah dengan
menengah,
tinggi.
memberi kode pada putusan MK. Analisis
Selain itu, lembaga kenegaraan pada
data dalam penelitian ini dilakukan setelah
tingkat daerah maupun pusat pun dapat
kodifikasi terhadap data yang terkumpul
memanfaatkan hasil analisis kesalahan
dilakukan. Kodifikasi dimaksudkan untuk
berbahasa
dalam
memberikan kode terhadap keputusan MK.
resmi
Kodifikasi
maupun
sebagai
merumuskan
perguruan
acuan
dokumen-dokmen
dengan
ini
teknik
kode
dimaksudkan
untuk
kenegaraan. Hal tersebut dilakukan dalam
memudahkan
rangka
bahasa
Selain kodifikasi terhadap putusan MK,
Indonesia sebagai bahasa negara maupun
juga dilakukan kodifikasi terhadap letak
menjalankan
fungsi
tahapan
dan
penganalisisan.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 177 181
setiap bentuk ekspresi kebahasan yang
yang bersifat nonpredikatif dan menduduki
ditemukan. Pembuatan kode ini dilakukan
fungsi yang sama dalam kalimat, misalnya
dengan menggunakan angka-angka yang
subjek, predikat, atau objek.
menunjukkan urutan baris dalam dokumen tersebut.
Klausa Alwi (2003) menerangkan bahwa
2. KONSEP DAN KERANGKA TEORI
klausa merupakan satuan sintaksis yang
KONSEP
terdiri atas dua kata, atau lebih, yang men-
Morfologi
gandung unsur predikasi. Berdasarkan de-
Morfologi adalah bagian dari ilmu
finisi tersebut jelas bahwa klausa mengand-
bahasa yang membicarakan atau yang
ung paling tidak dua unsur yaitu subjek dan
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
predikat. Kesalahan dalam bidang klausa
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata
sering dijumpai dalam kegiatan berbahasa
terhadap golongan dan arti kata (Ramlan,
sehari-hari baik bahasa lisan mapun bahasa
2001). Kesalahan berbahasa dalam bidang
tulis. Kesalahan dalam bidang klausa dise-
morfologi sebagian besar berkaitan dengan
babkan beberapa hal yaitu: pengaruh ba-
bahasa tulis. Kesalahan berbahasa dalam
hasa ibu, kesalahan karena penambahan
bidang morfologi dapat dikelompokkan
preposisi di antara kata kerja dan objek,
menjadi kelompok afiksasi, reduplikasi,
penambahan kata kerja bantu dalam klausa
dan gabungan kata atau kata majemuk.
ekuasional, perubahan kata kerja aktif menjadi kata kerja pasif dalam klausa medial aktif, penghilangan kata oleh dalam klausa
Frasa Frasa adalah satuan gramatikal
pasif, penghilangan preposisi dari kata
yang berupa gabungan kata yang bersifat
kerja berpreposisi, penghilangan preposisi
nonpredikatif, atau lazim juga disebut ga-
klausa intransitif, atau penghilangan bentuk
bungan kata yang mengisi salah satu fungsi
yang dalam klausa ajektifal (Tarigan dan
sintaksis di dalam kalimat. (Chaer, 2007).
Sulistyaningsih, 1998).
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Chaer di atas dapat ditarik simpulan bahwa
Sintaksis
frasa pasti terdiri lebih dari satu kata. Hal
Sintaksis atau yang sering disebut
ini juga telah dirumuskan oleh Shalima
kalimat adalah satuan bahasa terkecil
dkk, (2013) yang menyebutkan bahwa
dalam wujud lisan atau tulisan, yang men-
frasa adalah gabungan dua kata atau lebih
gungkapkan pikiran yang utuh (Alwi dkk,
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 178 182
2003). Kesalahan berbahasa dalam bidang
hasaan di atas, kesalahan berbahasa juga
sintaksis juga sering terjadi dalam kegiatan
berpotensi terjadi dalam hal penggunaan
berbahasa sehari-hari sebagaimana kesala-
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurna-
han berbahasa pada bidang-bidang yang
kan (EYD). Ejaan adalah kaidah cara
lain. Penyebab kesalahan dalam bidang sin-
menggambarkan bunyi dalam bentuk tuli-
taksis pun beragam. Adapun penyebab ke-
san (huruf) serta penggunaan tanda baca
salahan berbahasa dalam bidang sintaksis
(KBBI, 2008). Berdasarkan makna kamus
dijelaskan oleh Tarigan dan Sulistyaning-
di atas, dapat ditarik simpulan bahwa ejaan
sih, (1998) yaitu: pengaruh bahasa ibu,
bahasa Indonesia yang disempurnakan
lingkungan, kebiasaan, dan kesadaran pe-
adalah seperangkat kaidah yang mengatur
nutur bahasa itu sendiri.
penggunaan bahasa Indonesia yang baku dalam bahasa tulis maupun bahasa lisan. Bahasa Indonesia memiliki sejarah pemba-
Semantik Semantik adalah suatu istilah yang
kuan ejaan selama dua kali sehingga
digunakan untuk bidang linguistik yang
ditetapkannya penggunaan Ejaan Bahasa
mempelajari hubungan antara tanda-tanda
Indonesia Yang Disempurnakan (Chaer,
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya
2007).
(Chaer, 2002). Kesalahan berbahasa dalam bidang semantik ditandai oleh beberapa hal
KERANGKA TEORI
sebagaimana
Analisis Kesalahan Berbahasa
yang
disebutkan
Patteda
(dalam Tarigan dan Sulistyaningsih, 1998).
Analisis dapat didefinisikan sebagai
Indikator-indikator tersebut yaitu: tidak
penyelidikan terhadap suatu peristiwa yang
dapat menjelaskan makna yang dimaksud
dapat berupa karangan atau perbuatan un-
pembicara atau penulis, tidak dapat meng-
tuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
gunakan kata-kata dalam kalimat sesuai
(KBBI, 2008). Definisi di atas mengandung
dengan makna dan fungsinya, tidak dapat
makna bahwa dalam proses melakukan
menyebutkan sinonim dan antonim kata
analisis terdapat aktivitas penyelidikan
yang memang pasangannya (Tarigan dan
dengan maksud mengetahui keadaan se-
Sulistyaningsih, 1998).
benarnya. Aktivitas penyelidikan ini tentunya dilengkapi dengan tahapan-tahapan
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempur-
kerja yang prosedural yaitu: pertama,
nakan
mengklasifikasikan kesalahan berbahasa Selain dalam beberapa aspek keba-
berdasarkan tataran kebahasaan misalnya
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 179 183
bidang
fonologi,
morfologi,
sintaksis,
kegiatan analisis kesalahan berbahasa tuli-
wacana, atau semantik. Kedua, mengurut-
san adalah bidang morfologi, bidang sin-
kan kesalahan berbahasa tersebut berdasar-
taksis baik berupa frasa maupun klausa,
kan frekuensi kemunculannya dalam suatu
bidang semantik dan penggunaan ejaan ba-
karya. Ketiga, menggambarkan letak ke-
hasa Indonesia.
salahan dan memperkirakan penyebab kesalahan tersebut. Kelima, mengoreksi ke-
3. PEMBAHASAN
salahan tersebut serta merekomendasikan
Berdasarkan
hasil
penelitian
solusi perbaikan atas kesalahan tersebut
terhadap dokumen Putusan Mahkamah
(Tarigan dan Sulistyaningsih, 1998).
Konstitusi Nomor 4/PUU-XI/2013 Perihal
Pembelajaran bahasa pada berbagai
Pengujian
Undang-Undang Nomor
42
jenjang pendidikan dewasa ini berkutat
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
pada
standar.
Presiden dan Wakil Presiden terhadap
Mahsun, (2012) berpendapat bahwa pem-
UUD RI 1945 ditemukan beberapa hal
belajaran semacam ini cukup dimaklumi,
yang berkaitan dengan penggunaan bahasa
karena sejauh ini kajian linguistik, terutama
yang dapat dianalisis berdasarkan sudut
yang bersifat intrabahasa itu sendiri, se-
pandang analisis kesalahan berbahasa.
mata-mata baru berkutat pada upaya penye-
Penggunaan bahasa dalam putusan ini
lesaian masalah kebahasaan demi men-
dipandang sebagai sesuatu yang keluar dari
jawab masalah bahasa itu sendiri secara
aturan ketatabahasaan. Dalam putusan ini
internal. Dengan demikian, analisis kesala-
banyak ditemukan kata, frasa, dan kalimat
han berbahasa pada bahasa tulis menjadi
yang rancu atau menyimpang dari kaidah
sesuatu yang penting untuk dilakukan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
pembelajaran
bahasa
dalam upaya penggunaan bahasa Indonesia yang standar.
Tabel
berikut
ini
menyajikan
beberapa bentuk atau wujud data hasil
Kegiatan analisis kesalahan berba-
penelitian yang didapatkan dalam Putusan
hasa merupakan kegiatan yang kompleks
Mahkamah Konstitusi
baik dari segi tahapan pelaksanaannya
XI/2013
maupun bidang kajiannya. Sebagaimana
Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
analisis kesalahan berbahasa
Presiden terhadap UUD RI 1945.
memiliki
Perihal
Nomor 4/PUU-
Pengujian
Undang-
prosedur kerja yang perlu diikuti. Adapun bidang kajian yang perlu dianalisis dalam
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 180 184
Tabel 1 Hasil Penelitian (Sumber Putusan MK Nomor 4/PUU-XI/2013)
Pola kalimat
Bentuk-Bentuk Kesalahan Bahasa Tulis pada Putusan MK
Penggunaan Diksi
Penggunaan istilah-istilah pinjaman
Bentuk-bentuk
Kesalahan
Wujud Data 1. Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir 2. Membaca permohonan pemohon; 3. Mendengar keterangan pemohon; 4. Memeriksa bukti-bukti pemohon; 5. Mendengar keterangan ahli dan saksi pemohon; 6. Mendengar keterangan pemerintah; 7. Mendengar dan membaca keterangan Dewan Perwakilan Rakyat; 8. Membaca kesimpulan pemohon; 9. Menimbang bahwa pemohon; 10. Menimbang bahwa terhadap permohonan pemohon; 11. Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan a quo; 12. Menimbang bahwa berdasarkan; 13. Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan; 14. Menimbang pula bahwa MK; 15. Menimbang pula bahwa pokoknya pemohon; 16. Menimbang bahwa pasal; 17. Bahwa selanjutnya telah menentukan; 1. Duduk perkara 2. Pertimbangan hukum 3. Konklusi 4. Mahkamah berwenang 5. Mahkamah berkesimpulan 6. Amar putusan 1. Opening statement 2. A quo 3. Ne bis in idem 4. Causal verband 5. Sic 6. Junto 7. In casu
Berbahasa
-bentuk kesalahan bahasa tulis pada pu-
Tulis pada Naskah Putusan MK
tusan MK. Kesalahan berbahasa tulis ter-
Kesalahan Berbahasa Tulis terkait Pola
kait dengan pola kalimat dapat dilihat pada
Kalimat
data berikut ini.
Pada bab pembahasan di atas telah dipaparkan secara singkat mengenai bentuk
1. Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat
pertama
dan
terakhir,
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 181 185
menjatuhkan putusan dalam perkara
Republik Indonesia tahun 1945 BAB XV
Pengujian Undang-Undang Nomor 42
Pasal 36 tentang fungsi dan kedudukan
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
bahasa
Indonesia
Presiden dan Wakil Presiden terhadap
bahwa
kedudukan
Undang-Undang
sebagai bahasa resmi atau bahasa negara.
Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang
yang
menyebutkan
bahasa
Indonesia
Aspek bentuk kalimat lain yang
diajukan oleh:
digunakan oleh MK yang menyebabkan
2. Nama : Sri Sudarjo
kalimat tersebut mengandung makna yang
Alamat : Jalan Batu Ampar 3 Nomor
tidak jelas adalah penghilangan subjek
11A, Kelurahan Batu Ampar,
pada
Kecamatan Kramatjati, Condet, Jakarta
beberapa
Timur
penghilangan subjek yang dilakukan oleh
beberapa
kalimat.
bukti
Berikut
kalimat
ini
dengan
MK. Kutipan di atas menggambarkan
3. Membaca permohonan pemohon;
bahwa MK tidak memperhatikan kaidah
4. Mendengar keterangan pemohon;
penggunaan bahasa Indonesia yang benar
5. Memeriksa bukti-bukti pemohon;
[EYD] karena kata yang terletak di awal
6. Mendengar keterangan ahli dan saksi
kalimat. Selain itu, penempatan kata yang
pemohon;
setelah perincian nomor 1.1 di atas dapat
7. Mendengar keterangan pemerintah;
menghilangkan fungsi-fungsi pola kalimat
8. Mendengar dan membaca keterangan
yaitu fungsi subjek dan predikat kalimat. Kesalahan
lain
pada
Dewan Perwakilan Rakyat;
kutipan
9. Membaca kesimpulan pemohon;
putusan di atas adalah adanya penggunaan
10. Menimbang bahwa pemohon;
huruf kapital di tengah kalimat yaitu pada
11. Menimbang
kata nama dan alamat. Kedua kata ini merupakan
kelanjutan
dari
kalimat
sebelumnya sehingga seharusnya ditulis dengan
huruf
mengaburkan
kecil.
Kesalahan
norma-norma
ini
kebahasaan
yang seharusnya digunakan oleh para
bahwa
terhadap
permohonan pemohon; 12. Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan a quo; 13. Menimbang bahwa berdasarkan; 14. Menimbang
bahwa
sebelum
mempertimbangkan;
pejabat negara. Hal ini tentunya tidak patut
15. Menimbang pula bahwa MK;
dilakukan oleh lembaga negara. Karena hal
16. Menimbang pula bahwa pokoknya
ini dijamin oleh Undang-Undang Dasar
pemohon;
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 186 182
17. Menimbang bahwa pasal;
Kesalahan Berbahasa Tulis terkait Un-
18. Bahwa selanjutnya telah menentukan;
sur Serapan Kata-kata
dalam
bahasa
asing
Kutipan di atas merupakan data
seperti opening statement, A quo, Ne bis in
yang diambil dari Putusan Mahkamah
idem, Causal verband, Sic, Junto, dan In
Konstitusi Nomor 4/PUU-XI/2013 Perihal
casu tampak jelas masih digunakan oleh
Pengujian
42
MK di dalam membuat putusan. Padahal,
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
disadari bahwa bahasa nasional adalah
Presiden dan Wakil Presiden terhadap
bahasa
UUD RI 1945. Keenam belas kutipan di
istilah hukum ini sangat berpeluang untuk
atas
mengaburkan makna kata atau frasa yang
Undang-Undang Nomor
merupakan
bukti
ketidaksesuaian
dengan kaidah EYD.
Indonesia. Penggunaan istilah-
digunakan. Berikut ini akan dikemukakan
Sebagaimana diketahui bahwa pola
beberapa
bentuk
kalimat bahasa Indonesia adalah S-P-O
digunakan
oleh
(Subjek-Predikat-Objek).
Mahkamah Konstitusi
Dengan
MK
asing
dalam
yang
Putusan
Nomor 4/PUU-
demikian, pola kalimat yang terdapat
XI/2013
dalam
tidak
Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
memenuhi persyaratan sebagai kalimat
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
efektif. Padahal, kalimat efektif adalah
Presiden terhadap UUD RI 1945. Di
kalimat
menyampaikan
samping itu, perlu kiranya ditegaskan di
informasi kepada penerima. Sebagaimana
sini bahwa putusan yang dibuat oleh MK
telah dijelaskan pada bagian sebelumya
tersebut tidak hanya dibaca oleh mereka
bahwa syarat sebuah kalimat yang efektif
semata (MK), tetapi juga dibaca oleh pihak
adalah adanya unsur subjek dan predikat.
yang akan menerima putusan tersebut.
Sedangkan pada kutipan di atas semua
Pertanyaan susulannya adalah bagaimana
kalimat tersebut tidak memiliki unsur
jika putusan yang dibuat oleh MK tersebut
subjek sehingga tidak jelas pelaku dari
tidak
perbuatan
(membaca,
dikarenakan masih menggunakan bahasa
memeriksa,
dan
putusan
yang
MK
mampu
tersebut
mendengar,
menimbang)
yang
disebutkan pada kalimat-kalimat tersebut.
Perihal
istilah
bisa
Pengujian
dipahami
oleh
Undang-
penerima
asing? Bukankah dalam kajian kebahasaan (baca linguistik) dikenal istilah adopsi dan adaptasi? Jika memang kata-kata dalam bahasa-asing
tersebut
sudah
memiliki
padanan dalam bahasa Indonesia, lalu
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 183 187
mengapa
masih
digunakan
dalam
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan
membuat putusan 1) DPR menyampaikan
bahwa hal ini tidak sesuai dengan aturan
keterangan secara lisan (opening statement)
semantik
pada
membingungkan banyak pihak.
persidangan
11
di
Februari
2013.
kebahasaan
dan
dapat
(Putusan hlm. 53)? Misalnya, kata opening
Demikian juga kata a quo juga ter-
adalah kata bentukan yang diderivasi dari
masuk ke dalam bahasa asing. Kata a quo,
bentuk dasar (BD) /open/ yang berarti
jika dipadankan dalam bahasa Indonesia
buka, yang dilekatkan dengan sufiks /ing/
bermakna sebagai, partai. Secara leksikal,
yang dalam bahasa Inggris morfem /-ing/
kata a quo adalah istilah atau terminologi
tersebut bermakna sedang melakukan atau
yang digunakan dalam hukum. Dalam cup-
dapat membentuk nomina dari kelas kata
likan data 1) “Pemohon dalam permohonan
yang lain. setelah dibubuhkan dengan
a quo, mengemukakan bahwa hak konstitu-
bentuk dasar /open/. Dengan demikian,
sionalnya telah dirugikan”. (Putusan hlm.
kata
dengan
54) Kata hukum dalam bahasa Indonesia
membuka. Dalam putusan MK tersebut,
sepadan dengan kata rechti dalam bahasa
kata opening digabungkan dengan kata
Belanda. Sebagai bahan perbandingan kata
statement
frasa
Hukum Adat, istilah “hukum adat” adalah
opening statement yang jika dipadankan
terjemahan yang berasal dari kata dalam
dengan
bahasa Belanda, “adatrecht”. Snouck Hur-
/opening/
dipadankan
sehingga bahasa
membentuk
Indonesia
bermakna
pernyataan pembuka.
gronje adalah orang yang pertama kali me-
Pada kutipan di atas terdapat frasa opening
statement
“adatrecht”
itu.
Istilah
“adatrecht” kemudian dikutip dan dipakai
keterangan secara lisan. Frasa istilah
selanjutnya oleh van Vollenhoven sebagai
opening statement yang digunakan MK
istilah teknis yuridis. Begitu pula dengan
sangat
bahasa
penggunaan bahasa asing in casu dalam
Indonesia yang sebenarnya. Berdasarkan
putusan MK tersebut, jelas-jelas bukan me-
kamus An English-Indonesian Dictionary
rupakan bahasa Indonesia. Kata incasu se-
karangan John M. Echols dan Hassan
jajar dengan incase dalam bahasa Inggris
Shadily, (1994) dijelaskan bahwa tidak
dan memiliki makna dalam bahasa Indone-
terdapat makna secara lisan untuk kata
sia menjadi dalam kasus. Terkait dengan
opening. Demikian juga tidak terdapat
kata a quo, kata ini tidak peneliti temukan
frasa opening statement sehingga tidak
dalam bahasa Indonesia bahkan dalam
dapat diartikan keterangan secara lisan.
bahasa Inggris yang dikatakan sebagai
dengan
arti
istilah
frasa
berbeda
sebagai
makai
arti
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
188 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 184
bahasa dunia. Dengan demikian kata
sebab akibat. Berdasarkan Kamus Inggris-
tersebut tentu tidak dipahami oleh banyak
Indonesia, (1994) kata yang seharusnya
pihak karena MK pun tidak memberikan
digunakan sebagai padanan kata sebab
penjelasan mengenai makna kata tersebut.
akibat
Hal ini sangat berpeluang mengaburkan
verband bukan termasuk dalam bahasa
makna sebagai bentuk dominasi kekuasaan
Inggris sehingga frasa causal verband
yang melekat pada MK.
berpotensi tidak dipahami banyak pihak.
adalah
causality.
Karena
kata
Selain kata a quo di atas kata yang
Pada kutipan (20), kata lain yang
tidak peneliti temukan dalam bahasa
tidak ditemukan dalam bahasa Inggris yang
Indonesia maupun bahasa Inggris adalah
maknanya tidak dapat dipahami adalah kata
frasa ne bis in idem. Frasa ini tidak
sic. Kata tersebut digunakan MK pada
dipahami maknanya sehingga berpotensi
kutipan di atas dan tidak diberikan
mengaburkan makna, frasa ini pun tidak
penjelasan mengenai makna dan fungsi
dijelaskan maknanya oleh MK.
kata tersebut. Hal ini merupakan salah satu
19. Adanya hubungan sebab akibat (causal
cara MK untuk menunjukkan dominasi
verband) antara kerugian dimaksud dan
kekuasaannya melalui bahasa.
berlakunya Undang-Undang. (Putusan hlm. 65)
dijelaskan di atas, MK juga menggunakan
20. pasal 10 angka [sic] 1, dan pasal 14 angka [sic] 2. (Putusan hlm. 62) UU Mahkamah Konstitusi Mahkamah
juncto
Konstitusi.
(Putusan hlm. 61) paslon
asing
yang
maknanya
tidak
(21). Kata tersebut adalah kata juncto. Hal ini merupakan bentuk dominasi kekuasaan melalui
bahasa
sebagaimana
telah
dijelaskan di atas.
22. Diberikannya hak konstitusional untuk mengusulkan
istilah
dipahami pihak lain seperti pada kutipan
21. Oleh karenanya, berdasarkan pasal 60 Peraturan
Selain kelima kata yang telah
capres
dan
Kata yang tercetak miring pada kutipan putusan (22) adalah kata asing
cawapres kepada parpol oleh UUD
yang tidak
diketahui
1945, bukanlah berarti hilangnya hak
banyak pihak karena kata tersebut tidak
konstitusional warga negara in casu
ditemukan
pemohon. (Putusan hlm. 50)
bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
maknanya
maknanya dalam
oleh
kosakata
Pihak yang mengerti makna kata tersebut Pada kutipan (19) di atas terdapat
hanyalah MK selaku pengguna kosakata
frasa causal verband sebagai padanan kata
tersebut. Hal ini tentunya merupakan
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 185 189
bentuk
kesewenang-wenangan
dalam
karena
kebetulan,
tetapi
juga
penggunaan bahasa. Selain itu, hal ini juga
ideologis
menunjukkan
bertentangan dengan aturan bahwa pejabat
seseorang terhadap fakta/realitas.
secara
pemaknaan
negara seharusnya menggunakan bahasa
Dalam hal penggunaan diksi ini,
Indonesia yang dipahami oleh para penutur
sikap MK adalah menggunakan frasa
bahasa Indonesia.
idiomatik yaitu frasa yang tidak bermakna
Berdasarkan kutipan putusan di
sebenarnya. Hal ini menunjukkan adanya
atas, dapat dilihat beberapa istilah asing
usaha untuk mengaburkan makna kata yang
yang
makna
digunakan sehingga tidak mudah dipahami
leksikalnya dan bahkan tidak terdapat
oleh orang lain. Berikut dikutip putusan
penjelasan makna kata-kata tersebut. Kata-
MK Perihal Pengujian Undang-Undang
kata
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
tidak
sesuai
tersebut
tidak
dengan
ditemukan
dalam
kosakata bahasa Indonesia dan bahasa
Umum
Presiden dan Wakil
Presiden
Inggris yang disebut sebagai bahasa dunia.
terhadap UUD RI 1945 yang menggunakan
Hal ini sangat berpotensi mengaburkan
diksi yang tidak sebenarnya.
makna kata yang digunakan.
23. Duduk Perkara (Putusan hlm. 1) 24. Pertimbangan hukum (Putusan hlm. 62
Kesalahan Berbahasa Tulis terkait Diksi
25. Konklusi (Putusan hlm. 70)
(Bias Semantik)
26. Mahkamah
Eriyanto
(2011),
menyatakan
bahwa pada dasarnya elemen penggunaan diksi atau bagaimana seseorang melakukan
berkesimpulan
dan
Mahkamah berwenang (Putusan hlm 70) 27. Amar putusan (Putusan hlm 71)
pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umum
Setyaningsih (2015) menyebutkan
terdiri atas beberapa kata yang merujuk
bahwa idiom atau yang biasa disebut
pada fakta. Kata meninggal misalnya
dengan ungkapan adalah salah satu bentuk
mempunyai kata lain: mati, tewas, gugur,
peribahasa.
terbunuh, menghembuskan nafas terakhir,
sebagai
mampus, tidak bernyawa lagi, dan lain
menggunakan bahasa kias. Penggunaan
sebagainya. Di antara beberapa kata itu,
peribahasa
seseorang dapat memilih di antara pilihan
menyampaikan maksud tertentu misalnya
yang tersedia. Dengan demikian, pilihan
menyindir,
kata yang dipakai tidak semata hanya
penyampaikan maksud khusus. Tujuan
Peribahasa
kegiatan ini
didefinisikan
berbahasa
dengan
bertujuan
memperindah
untuk
bahasa,
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
dan
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 186 190
penggunaan ungkapan yang terakhir inilah
pandangan pribadi seseorang yang bisa jadi
yang tampak pada diksi yang digunakan
tidak didasarkan pada pengkajian dan
oleh MK untuk memengaruhi opini pihak
telaah empirik. Dengan demikian kata
yang ingin dimarjinalkan, dalam hal ini
tersebut
tidak
seharusnya
adalah pemohon.
sebagai
dasar
atau
digunakan
pijakan
untuk
Penggunaan idiom atau ungkapan
memutuskan suatu perkara apalagi yang
ini dapat dilihat pada kutipan (23) yaitu
menyangkut hak-hak politik warga negara.
pada kata duduk perkara. Frasa idiomatik
Melalui frasa pertimbangan hukum tersebut
ini sangat berpeluang untuk mengaburkan
peneliti menilai bahwa ada upaya dari MK
makna
yang
untuk menggiring opini publik bahwa
digunakan. Berdasarkan penjelasan di atas,
pendapat hukum tersebut telah diuji dan
frasa idiomatik tersebut seharusnya diganti
memiliki
dengan kata yang tidak bermakna kias.
hukum tetap. Jika memang benar bahwa
Frasa
sebagai
pertimbangan hukum tersebut telah diuji
alternatif frasa duduk perkara adalah
dan ditelaah berdasarkan bukti empirik
masalah
yang
frasa yang seharusnya digunakan sebagai
dicantumkan pada KBBI Edisi Keempat
alternatif frasa pertimbangan hukum adalah
(2013). Frasa masalah utama tentunya
telaah hukum atau pengkajian hukum.
lebih mudah dipahami daripada frasa duduk
Peneliti menilai bahwa kata telaah dan
perkara karena makna pada frasa masalah
pengkajian lebih bermakna objektif dan
utama adalah makna denotasi atau makna
berdasarkan bukti empirik. Sebagaimana
yang sebenarnya.
disebutkan dalam KBBI (2013) bahwa
sebenarnya
yang
dapat
utama
pada
kata
digunakan sebagaimana
Data berikutnya (kutipan 24) yang
telaah
kebenaran
berarti
serta
berkekuatan
penyelidikan;
kajian;
terkait dengan penggunaan diksi yang
pemeriksaan;
penelitian.
Begitu
menyebabkan makna kalimat menjadi tidak
dengan kata
pengkajian
yang berarti
jelas adalah adanya frasa pertimbangan
penyelidikan; penelaahan (KBBI, 2013).
hukum. Jika ditilik berdasarkan makna kamus,
kata
pertimbangan
bermakna
pula
Selain kedua frasa yang telah dijelaskan pada kutipan (25), perihal
pendapat tentang baik dan buruk (KBBI,
penggunaan
2013). Pendapat itu sendiri berarti pikiran
makna kata menjadi kabur juga dilakukan
atau anggapan. Kata-kata ini tentunya
MK pada katakonklusi. Berdasarkan makna
mengandung makna yang sangat subjektif
kamus (KBBI, 2013) konklusi bermakna
artinya
simpulan. Kata simpulan tentu lebih mudah
kebenaran
sesuatu
tergantung
diksi
yang
menyebabkan
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 187 191
dipahami oleh berbagai pihak daripada kata konklusi.
Untuk
menunjukkan
Kutipan lain yang terkait dengan
sikap
kesalahan diksi ini adalah frasa amar
independen, seharusnya MK memilih kata-
putusanpada kutipan (27). Frasa amar
kata yang dipahami oleh banyak pihak agar
putusan mengandung makna yang rancu
tidak terkesan mengaburkan makna kata
atau tidak jelas. Hal ini disebabkan amar
yang sesungguhnya.
berarti suruhan sedangkan putusan berarti
Penggunaan diksi yang dilakukan
hasil memutuskan. Jika digabung, kedua
MK juga menyebabkan makna kata tidak
kata
logis atau rancu. Hal ini dapat dilihat pada
memutuskan. Makna yang ditimbulkan ini
kutipan (26) Mahkamah berkesimpulan dan
tentunya tidak berterima secara semantis
Mahkamah berwenang. Pada kedua klausa
karena tidak mengacu pada sesuatu yang
tersebut terkandung makna yang tidak
jelas. Untuk memperoleh makna yang
masuk akal. Hal ini berdasarkan makna
berterima secara semantis, seharusnya MK
kata yang dikandung oleh kedua klausa
menggunakan frasa putusan hakim yang
tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam
berarti hasil yang telah diputuskan oleh
KBBI (2013) bahwa kata mahkamah
para hakim (KBBI, 2013).
bermakna
badan
tempat
memutuskan
tersebut
berarti
Sebagaimana
suruhan
telah
hasil
dijelaskan
hukum atas suatu perkara atau pelanggaran;
sebelumnya bahwa sebagai sebuah laras
pengadilan. Sedangkan kata berkesimpulan
bahasa, bahasa hukum Indonesia memiliki
dan kata berwenang merupakan tindakan
karakteristik
yang hanya bisa dilakukan oleh manusia
dengan karakteristik laras bahasa yang lain
atau
seperti
orang
bukan
lembaga.
Dengan
laras
tersendiri bahasa
yang
berbeda
jurnalistik
dan
demikian kata yang seharusnya digunakan
keilmuan. Namun demikian, karakteristik
adalah para hakim berkesimpulan dan para
ini tidak sepatutnya dijadikan sebagai dasar
hakim
yang
membangun kebebasan berbahasa sehingga
terkandung dalam klausa tersebut logis atau
menyebabkan terjadinya ketidaktaatasasan
masuk akal. Alternatif ini didasarkan pada
berbahasa. Jika hal ini terjadi, makna yang
makna para hakim tentu yang dimaksud
terbangun melalui sebuah kalimat menjadi
adalah orang yang mempunyai kesimpulan
bias sehingga memungkinkan terjadinya
dan kewenangan. Sebagaimana dijelaskan
rekayasa kekuasaan melalui bahasa.
berwenang
agar
makna
dalam KBBI (2013) bahwa hakim berarti
Penjelasan mengenai bentuk-bentuk
orang yang mengadili perkara dalam
atau
pilihan
bahasa
dalam
Putusan
pengadilan atau mahkamah.
Mahkamah konstitusi di atas menunjukkan
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 188 192
kualitas bahasa hukum Indonesia saat ini.
Penyusunan tatanaskah putusan MK
Hal
penelitian
pada dasarnya mengikuti ketentuan
Lumintaintang (2003) yang menyebutkan
yang telah dibuat oleh lembaga yang
bahwa kualitas bahasa hukum Indonesia
berada di atasnya. Pedoman tersebut
saat ini sebagian besar tidak taat asas pada
menjadi acuan bagi MK di dalam mem-
kaidah ketatabahasaan yang berlaku bagi
buat putusan. Dalam kenyataannya, pe-
bahasa
lanjut
doman yang dibuat itu belum sepe-
Lumintaintang (2003) menjelaskan bahwa
nuhnya mengikuti kaidah-kaidah ba-
bahasa-bahasa
dalam
hasa Indonesia terutama EYD. Dengan
produk hukum Indonesia mengandung
demikian, kesalahan berbahasa tulis
penyimpangan
ketatabahasaan,
pada putusan MK pun tidak dapat di-
seperti dalam pengalimatan, bentuk dan
hindari karena berpegang pada pedo-
pilihan kata serta penulisannya. Setidaknya
man yang tidak sepenuhnya sesuai den-
hal ini pulalah yang ditemukan dalam
gan kaidah bahasa Indonesia.
ini
dikuatkan
dengan
Indonesia. yang
Lebih digunakan
norma
penelitian yang dilakukan ini.
Penyusunan naskah putusan mk yang tidak sesuai dengan EYD
Faktor-Faktor Penyebab Kesalahan Ber-
Kesalahan
bahasa Tulisanpada Naskah Putusan
penyusunan naskah putusan MK juga
MK
terjadi karena dalam proses penyusunan Pangkal
penyebab
kesalahan
naskah
berbahasa
putusan
tulis
MK
dalam
tidak
berbahasa termasuk kesalahan bahasa tulis
mengindahkan kaidah bahasa Indonesia
pada naskah Putusan Mahkamah Konstitusi
(dalam
Nomor 4/PUU-XI/2013 Perihal Pengujian
memiliki pedoman dari lembaga di
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
atasnya, paling tidak penyusun naskah
ada pada orang yang menggunakan bahasa
harus memiliki inisiatif sendiri, artinya
yang bersangkutan, bukan pada bahasa
disesuaikan dengan kaidah BI sebagai
yang digunakan. Terjadinya kesalahan
bahasa
bahasa tulis pada penyusunan naskah
keilmuan. Namun demikian, kesalahan
tersebut disebabkan berbagai faktor, antara
bahasa tulis pun tidak dapat dihindari
lain sebagai berikut.
karena tidak berpedoman pada kriteria
hal
ini
nasional
EYD).
Meskipun
sekaligus
bahasa
Pedoman dalam penyusunan naskah
penulisan naskah putusan yang sesuai
putusan tidak sesuai atau tidak berpedo-
dengan aspek kebahasaan Indonesia
man pada kaidah EYD.
yang baik dan benar.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 189 193
Pengaruh bahasa daerah
salahan Bahasa pada Putusan Mahkamah
Bahasa daerah sebagai bahasa pertama
Konstitusi Nomor 4/PUU-XI/2013 dan
memiliki pengaruh yang cukup besar
Relevansinya
terhadap penggunaan bahasa kedua;
Bahasa Indonesia Keilmuan di Perguruan
dalam hal ini bahasa Indonesia. Para
Tinggi ini dapat dirincikan dalam beberapa
pakar pembelajaran bahasa kedua pada
pernyataan berikut.
umumnya
1. Bentuk-bentuk
percaya
bahwa
bahasa
terhadap
pertama (bahasa ibu atau bahasa yang
tulisan
lebih
Konstitusi
dulu
diperoleh)
mempunyai
pada
Pembelajaran
kesalahan
berbahasa
Putusan
Mahkamah
Nomor
4/PUU-XI/2013 Undang-Undang
pengaruh terhadap proses penguasaan
Perihal
Pengujian
bahasa kedua (Chaer, 2003). Pengaruh
Nomor
42
bahasa daerah dapat terlihat pada
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Presiden terhadap UUD RI 1945 terjadi
Dalam naskah putusan MK, pengaruh
pada pola kalimat, bidang semantik,
bahasa daerah ini terlihat pada susunan
dan bidang penggunaan EYD.
kalimat bahasa Indonesia yang dibuat. Pengaruh
tersebut
tampak
pada
penggalan laporan berikut ini pula bahwa pokoknya
pemohon…
2008
tentang
2. Faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan berbahasa tulisan dalam penyusunan
naskah
Konstitusi 28. Menimbang
Tahun
Putusan
Mahkamah
Nomor
4/PUU-XI/2013
Perihal
Pengujian
Undang-Undang
Nomor
42
Tahun
2008
tentang
Tampak jelas bahwa kata pokoknya
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
tidak seharusnya ada di kalimat tersebut.
Presiden terhadap UUD RI 1945 terdiri
Kalimat ini dapat dikelompokkan ke dalam
atas: (a) pedoman dalam penyusunan
jenis kalimat yang sudah mendapat penga-
naskah
ruh bahasa daerah (Jawa: pokok e). Kalimat
dengan EYD; (b) penyusun naskah
di atas secara kaidah seharusnya ditulis
Putusan MK tidak sesuai dengan EYD;
menimbang pula bahwa pemohon…
(c) adanya pengaruh bahasa daerah dan
putusan
MK
tidak
sesuai
bahasa asing. 4. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan
UCAPAN TERIMA KASIH
pembahasan yang telah dilakukan, simpu-
Terima kasih penulis sampaikan
lan penelitian yang berjudul Analisis Ke-
kepada Prof. Drs. H. Mahyuni, M.A., Ph.D
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 190 194
dan Dr. H. Muhammad Sukri, M.Hum. atas bimbingan dan masukan-masukan selama proses penulisan artikel ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada mitra bestari dan tim jurnal Retorika yang telah mempublikasikan karya ilmiah penulis. DAFTAR PUSTAKA Akmaluddin. 2014. Analisis Kesalahan Bahasa Tulisan pada Naskah Dinas di Sekretariat Daerah Pemkot Mataram dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Jenjang Pendidikan Menengah. Tesis. Universitas Mataram, Mataram. Ali, M. 2009. Teori dan Praktek Metodologi Riset Pendidikan dan Analisis Kuantitatif. Surabaya: Unesa University Press. Alwasilah, C..2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Asikin, Z.. 2013. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Badara, A.. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Chaer, A.. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta. Cithra, L.R.. 2013. Analisis Wacana Kritis tentang Pemberitaan Perempuan dalam Teks Berita Tabloid Realita. Unipersitas Pendidikan Indonesia. Skripsi. Darma, Y.A.. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: CV Yrama Widya. Delima, N.N.. 2011. Analisis Wacana Kritis Lirik. Universitas Indonesia. Skripsi. Dewojati, C.. 2010. Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Eriyanto. 2011. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS Printing Cemerlang Gie, T.L. 2007. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Gunarwan, A..2001. Pengantar Penelitian
Sosiolinguistik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Hadikusuma, H.. 2010. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: PT Alumni. Halliday, M.A.K.. 1999. Functional Grammar. New York: Oxford University Press Inc. Harahap, M.Y.. 2006. Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika Hegel, G.W.F.. 2007. Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hergenhahn, B.R. dan Mathew H.O.. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Ibrahim A.Sy.. 1985. Aliran-Aliran Linguistik. Surabaya: Usaha Nasional. Jorgensen, M.W. dan Louise J. Phillips. 2007. Analisis Wacana Teori dan Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kansil, C.S.T.. 2002. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Lumintaintang, Y.B.M. 2003. Kualitas Laras Bahasa Hukum Berikut Kesalahkaprahannya. Pusat Bahasa, Jakarta. Lumintaintang, Y.B.M. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Cemerlang Lumintaintang, Y.B.M. 2009. Peraturan MK Mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2009. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI Lumintaintang, Y.B.M. 2009. UUD 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI Mahsun. 2010. Genolinguistik Kolaborasi Linguistik dengan Genetika dalam Pengelompokan Bahasa dan Populasi Penuturnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT Rajagrafindo
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.1 April 2016, 191 195
Persada. Marbun, R., dkk. 2012. Kamus Hukum Lengkap. Jakarta: Visi Media Muhammad. 2011. Paradigma Kualitatif Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Liebe Book Press. Mustansyir, R. dan Misnal M.. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Petras, J. dan Henry V.. 2001. Kedok Globalisasi Imperialisme Abda 21. TT: Caraka Nusantara. Prasetyo, T. dan Abdul Halim B.. 2012. Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Russell, B.. 2007. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio Politik Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. S. Indriati, M.F. 2007. Ilmu PerundangUndangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius S. Indriati, M.F.2007. Ilmu PerundangUndangan, Proses, dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius. Said, E.W.. 2003. Kekuasaan, Politik, dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Promethea. Saragih, A.. 2003. Bahasa dalam Konteks Sosial. Medan: Universitas Sumatera Utara. Saussure, F.D.. 1993. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: GMU Press Schiffrin, D.. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sobur, A.. 2012. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suyono dan Harianto. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syakur, N. 2009. Kognitivisme dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Thobroni, M. dan Arif M. 2011. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktek Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: ArRuzz Media. Tim Penyusun. 2011. Prosiding Bahasa dan Sastra Indonesia Konservasi dan
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Kepel Press. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Titscher S., dkk. Abdul Syukur Ibrahim (ed). 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Utama, I D.G.B.. 2009. Analisis Wacana Kritis Berita tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali dalam Harian Bali Post. Universitas Pendidikan Ganesha. Skripsi. Wetherell, M. dkk.. 2006. Discourse Theory and Practice. London: Sage Publications. Whitehead, A.N.. 2009. Filsafat Proses, Proses dan Realitas dalam Kajian Kosmologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Wibowo, F.. 2007. Kebudayaan Menggugat Menuntut Perubahan Atas Sikap, Perilaku, serta Sistem yang Tidak Berkebudayaan. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Wijana, I D.P. dan Muhammad Rohmadi. 2011. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. Woodhouse, M.B.. 2000. Berfilsafat Sebuah Langkah Awal. Yogyakarta: Kanisius http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/ index.php? page=web.ProfilMK&id=5 http://m.hukumonline.com
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668