28/01/2013
MODEL PEMBANGUNAN YANG MENYIMPANG DARI KONSTITUSI :
Landasan Perjuangan P.Agraria: Pembukaan UUD 1945 UUD 1945 Pasal 33 ayat 2 &3 UU Pokok Agraria No.5 1960
Area Penyimpangan Konstitusi menuju era Deregulasi, Privatisasi dan Liberalisasi – Sekulerisasi Negara – Negara Minimalis
Masyarakat Adil dan Makmur Terjadi kesenjangan antara Hasil yang diharapkan dan Hasil yang dicapai oleh Pemerintah Kesenjangan Kaya dan Miskin ( Tidak ada pemerataan) Kemiskinan, Kelaparan Dan Konflik Agraria Land Grabbing – Food Estate, Agro Fuel -- REDD Dominasi Produk-produk Impor di Pasar Konsumsi
Sekretariat Nasional Jln. Mampang Prapatan XIV No. 5 Jakarta Selatan 12790;Jakarta Indonesia Phone: +62-21-7991890 Fax: +62-21-7993426 Email:
[email protected];Website: http://www.spi.or.id
Pra Kolonial (1200-1600) : UPETI
VOC/belanda dan Inggris :1600-1870 Upeti, Land rent, tanam paksa, pajak hasil pertanian
Kemerdekaan dan orde lama : Nasionalisasi perkebunan/aset
Orde Baru : Pengambil alihan lahan perkebunan oleh untuk penguasa dan pengusaha “land grabbing”, privatisasi SDA
Petani gurem semakin meningkat Krisis Pangan – Krisis Harga Pangan -Krisis Biodiversitas – Krisis Iklim
Privatisasi SDA, pengambil alihan lahan atas nama kepentingan umum, Green Grabbing
1
28/01/2013
Perkembangan Rumah Tanga Petani, Petani Gurem, Luas Panen Padi
Petani : -Penguasaan lahan kurang dari 0,5 ha -Hidup di pedesaan dan sebagian besar hidup dalam kemiskinan -Adanya pengambil alihan lahan petani secara laten
Petani berjuang mempertahankan tanah adat, tanah komunal, okupasi, dan reclaiming untuk mengambil alih tanah yang semestinya menjadi Haknya
Uraian
SP1993 (juta) Tangga 20,8
Jumlah Rumah Petani Jumlah Petani Gurem Porsi Petani Gurem Porsi Petani Gurem di Jawa Luas Panen Padi (ha) Luas Panen/RT Petani (ha)
10,8 51,9% 69,8% 11,013 0,529
SP 2003 (juta) 25,4
2008 (juta)
13,7 53,9% 74,9% 11,488 0,452
15,6 55,1% 12,34 0,436
28,3
Sumber: Bank data SPI/Khudori (2008) BPS (Sensus Pertanian 1993 dan 2003), data 2008 hasil proyeksi. Keterangan: Pertumbuhan Rumah Tangga Petani = 2,2% (1993-2003) Pertumbuhan Petani Gurem = 2,6% (1993-2003) Pertumbuhan Luas Panen Padi = 0,8% (1993-2008)
Konflik Agraria
Kemiskinan, Konflik Agraria dan Bencana Lingkungan
Konflik Agraria: Tingginya angka kemiskinan di pedesaan akibat ketimpangan struktur agraria, ingin dipecahkan oleh para pendiri Republik Indonesia melalui penetapan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Namun sampai sekarang hal tersebut tidak dilaksanakan, sebagai akibatnya konflik agraria bermunculan. Konflik agraria menjadi sejarah dan kenyataan kelam bagi kaum tani, karena kekerasan fisik, korban nyawa dan akhirnya kriminalisasi petani menjadi dampaknya
Tahun
Kasus
Luasan Kriminalisa Tergusur Tewas Lahan (Ha) si petani 196.179 166 orang 24.257 KK 8 orang
2007
76
2008
63
49.000
312 orang
31.267 KK
6 orang
2009
24
328.497, 86
84 orang
5.835 KK
4 orang
2010
22
77.015
106 orang
21.367 KK
5 orang
2011
120
342.360, 43
35 orang
273.888 KK
18 orang
Ket: *jumlah
petani yang ditangkap dan mengalami kekerasa fisik Sumber: SPI, 2008, 2009, 2010, dan 2011 diolah dari berbagai sumber
2
28/01/2013
Food estate
Monokultur Sawit untuk agrofuel
Legalitas : -UU penanaman Modal 2007 -UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, -Permenhut No. 30 tahun 2009 tentang REDD (turunan :Permenhut No. 36/2009, Permenhut no.68/2008) -
Intimidasi
Pengrusakan sarana dan tempat tinggal
penembakan
Dampak green grabbing terhadap petani Hilangnya sumber ekonomi petani
REDD & konservasi
Penangkapan dan kriminalisasi
penganiayaan
Perjuangan SPI thd Land Grabbing di Jambi
Jauh sebelum PT. Asialog dan Inhutani mengelola HGU seluas 46.000 ha di Kab. Muaro Jambi, Batanghari dan Sarolangun, masy adat dan petani telah terlebih dahulu tinggal dan mengelola hutan. Keberadaan perusahaan kemudian telah menggusur petani dan masyarakat adat. Thn 2007, ketika HGU habis, masyarakat lalu menggarap tanah yang ditinggalkan tersebut,
3
28/01/2013
Lahan tersebut digunakan untuk bercocok tanam tanaman pangan (sayur-sayuran, padi) dan tanaman keras (karet dan sawit)
Kedatangan
PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia) tahun 2008 menggunakan lahan milik petani untuk program REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation- Mengurangi Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) walaupun SK Kemenhut baru keluar tahun 2010. Wilayah konsesi PT REKI seluas 101.365 ha mencakup 2 propinsi, Jambi dan Sumatra Selatan. Di Jambi seluas eks HGU PT. Asialog dan Inhutani.
serta menciptakan komunitas dan wilayah mereka.
Ketika PT REKI mengambil alih lahan tersebut, petani diusir keluar dari tanah, mengalami intimidasi dan penangkapan PT REKI menggunakan preman dan polisi hutan untuk mengintimidasi petani Petani dipaksa menanda tangani perjanjian yang menyatakan setuju untuk meninggalkan lahan milik mereka dan tidak pernah
4
28/01/2013
Penggusuran
petani atas nama Green Economy juga terjadi di Kec. Lembah Masurai, Kab. Merangin, Jambi dengan perluasan Taman Nasional Kerinci Sebelas 14.000 ha. Rencana perluasan ini tidak pernah dibicarakan dengan masyarakat yg tinggal dan mengolah lahan disekitar hutan. Polisi hutan bersama lembaga pendukung melakukan penggusuran, penebangan dan pembakaran kebun dan rumah penduduk.
Pembakaran kebun dan rumah petani anggota SPI
Pasukan Polisi Hutan yang mengintimidasi petani dan menebangi kebun kopi petani Petani memblokade jalan yang akan dilalui alat berat milik PT REKI
5
28/01/2013
Aksi SPI Jambi tolak penggusuran
Siaran Pers SPI terkait Bebaskan 13 Petani yang Ditangkap, Petanilah yang Menjaga Kelestarian Alam – 19 Oktober 2012 http://www.spi.or.id/?p=5690
Pemanfaatan
dan pengelolaan hutan hendaknya dilakukan bersama dan demi kemaslahatan masyarakat. Praktek green economy yang dilakukan melalui proyek REDD atau perdagangan karbon lainnya tidak akan menyelamatkan hutan dan justru meningkatkan konflik agraria.
JAKARTA. Berdasarkan laporan yang kami terima, telah terjadi penangkapan terhadap 13 orang petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) di Sungai Jerat, Batanghari, Jambi pada kamis (18/10/2012) oleh polisi hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan aparat Brimob Jambi. Menurut Ketua Departemen Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Agus Ruli Ardiansyah, peristiwa penangkapan terhadap 13 petani tersebut dilakukan oleh aparat polisi yang menggunakan tutup kepala seperti ninja dengan menggeledah rumah serta menangkap para petani secara paksa. \ “Hal ini menambah daftar panjang pelanggaran Hak Asasi Petani dalam penyelesaian konflik agraria, dengan upaya kriminalisasi terhadap perjuangan petani yang sedang menuntut hak ekonomi, sosial, dan budaya (EKOSOB) setelah Mesuji Lampung, Bima NTB dan Ogan Ilir Sumsel,” ungkap Ruli di Jakarta pagi ini (19/10). Ruli juga menyampaikan, para petani yang sudah hidup lama di areal eks HPH Asialog, sejak tahun 2010 berkonflik dengan PT Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia (REKI). Sementara PT REKI tidak menghargai upaya penyelesaian konflik agraria yang sedang berjalan selama ini dilakukan oleh petani baik melalui Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi sampai kepada Kementerian Kehutanan RI, dengan selalu melakukan tindakan provokasi dan premanisasi. Bahkan PT. REKI telah menunjukan sikap arogansi, yaitu telah memaksa aparat Kepolisian dan Polhut untuk menggunakan pendekatan hukum dan keamanan dengan melakukan penangkapan danpenahanan terhadap petani. “dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial bagi petani,” tambah Ruli.
6
28/01/2013
Siaran Pers SPI terkait Bebaskan 13 Petani yang Ditangkap, Petanilah yang Menjaga Kelestarian Alam – 19 Oktober 2012 Lanjutan: Logikanya itu, masyarakat (baca:petani) tidak akan merusak hutan karena sama saja dengan merusak diri sendiri, karena mereka itu hidup dari hutan. PT REKI yang datang belakanganlah yang bertindak seakan pemilik mutlak hutan disana padahal itu khan hanya konsesi, dengan dalih konservasi mereka pun ingin mengusir masyarakat dan melakukan tindakan yang berlawanan dengan dengan adat-adat masyarakat sekitar,” tegas Ruli. Sementara itu, menurut Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) SPI Jambi Sarwadi Sukiman, tuduhan PT REKI yang mengatakan petani anggota SPI merambah hutan sama sekali tidak benar. “Kami disana justru menanami areal hutan dengan tanaman keras seperti tanaman karet, pala, jelutung dan lainnya yang sesuai dengan skema kehutanan dari Kementerian Kehutanan yang bernilai ekonomis bagi kami para petani, kami juga mendampingkannya dengan tanaman pangan untuk kami konsumsi sehari-hari. Jadi kami justru melestarikan hutan sekaligus bisa mengambil nilai ekonomis dari hutan, anak-anak kami jadi bisa bersekolah dengan layak,” papar Sarwadi tadi pagi (19/10) dari Laos yang saat ini sedang mengikuti forum AEPF 9 (Asia-Europe People’s Forum) yang salah satunya juga membahas mengenai permasalahan REDD . Oleh karena itu, Agus Ruli menambahkan sudah seharusnya petani yang ditangkap langsung dibebaskan saja dan tidak terus dikriminalisasi karena petanilah yang berperan dalam melindungi kelestarian alam. “Kami juga meminta pemerintah melalui Bapak Zulkifli Hasan selaku Menteri Kehutanan RI, untuk segera membentuk tim penyelesaian konflik agraria di Provinsi Jambi, yang dihadapi petani di wilayah kawasan hutan
SIARAN PERS SPI 23 JULI 2012 \MENGHADIRI UNDANGAN DISKUSI DENGAN DISHUT BATANG HARI Dua Petani SPI Ditahan Paksa http://www.spi.or.id/?p=5343 BATANGHARI. Mad Dedy, Ketua Badan Pelaksana Ranting (BPR) Serikat Petani Indonesia (SPI) Bahar Selatan, Kabupaten Batanghari, Jambi dan Jhon Nadeak, Ketua Badan Pelaksana Basis (BPB) SPI Sungai Jerat, Kabupaten Batanghari ditahan paksa oleh Polres Batanghari di halaman Kantor Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Batanghari, tadi pagi (23/07), sekitar pukul 10.30 WIB. Mereka ditangkap pada saat menghadiri undangan dari Dinas Kehutanan Kab Batanghari dalam rangka penyelesaian konflik antara petani SPI dengan PT REKI. Sarwadi Sukiman, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jambi memaparkan, kedua petani yang ditangkap tersebut datang bersama dia dan empat orang petani lainnya atas dasar undangan dari Dishut Batang Hari. “Jadi kami bertujuh datang atas undangan Dishut untuk berdiskusi sebagai lanjutan proses penyelesaian konflik agraria di Kabupaten Batanghari. Kami dan Dishut sebelumnya telah menandatangani MoU. Begitu sampai di halaman kantor Dishut, mereka berdua ditahan paksa oleh para polisi yang berpakaian preman dan langsung digelandang ke kantor Polres Batang Hari,” ungkap Sarwadi.
Sarwadi juga mengungkapkan bahwa pihaknya cukup terkejut atas penangkapan ini. “Saat kami tanya apa alasan penangkapannya, mereka (Polres Batanghari) tidak memberitahu. Tanya aja nanti langsung di Polres, kata mereka,” papar Sarwadi. .
SIARAN PERS SPI 23 JULI 2012 \MENGHADIRI UNDANGAN DISKUSI DENGAN DISHUT BATANG HARI Dua Petani SPI Ditahan Paksa
Lanjutan: Sarwadi dan yang lain pun langsung mendatangi Polres Batanghari untuk meminta keterangan resmi mengenai penangkapan dua orang petani tersebut. Namun anehnya, Sarwadi dan pihak SPI Jambi yang berusaha untuk menemui mereka tidak mendapat izin dari pihak kepolisian. “Kami petani berniat baik untuk berdiskusi penyelesaian konflik agraria, malah ditangkapi dengan alasan yang tidak jelas. Jelas ada yang salah dengan pemerintahan ini,” tegas Sarwadi. Sementara itu, pada saat dikonfirmasi langsung oleh Sarwadi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari, Suhabli mengaku pihaknya sama sekali tidak mengetahui soal akan adanya penangkapan tersebut. Hingga berita ini dinaikkan, Sarwadi dan beberapa pengurus SPI Jambi masih bertahan di Polres Batanghari untuk mendapatkan kepastian mengenai penangkapan kedua temannya.
Terima Kasih
7