MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA KAMIS, 18 MARET 2010
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-VIII/2010 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON -
Misran, S.Km., dkk. ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 18 Maret 2010, Pukul 09.07 – 09.58 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3)
Drs. Ahmad Fadlil Sumadi, S.H., M.Hum. Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum. Dr. Harjono, S.H., M.C.L.
Ida Ria Tambunan, S.H.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Pemohon: -
Misran, S.Km. (Perawat dari Kutai Kartanegara) Afriyanto (Perawat dari Kutai Kartanegara) Kuasa Hukum Pemohon:
-
Muhammad Aidiansyah, S.H. Erwin, S.H., M.H.
Pendamping: -
H. Sulaiman (Ketua PBNI Kutai Timur) Idiar, S.Km. (Ketua Persatuan Perawat PPNI Kutai, Kalimantan Timur) Misran (LKBH Korpri Kutai Kartanegara)
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 09.07 WIB
1.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Sidang Panel Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 12/PUU-VIII/2010 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon atau Saudara Kuasa dari Pemohon disilakan yang hadir ini siapa saja, kemudian kualifikasinya sebagai Kuasa atau sebagai Pemohon prinsipal. Disilakan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN, S.H., M.H. Terima kasih, Bapak Majelis Hakim. Yang menangani perkara Uji Materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Perkenalkan terlebih dahulu kami selaku Kuasa Hukum dari pihak Pemohon. Nama saya, Erwin, S.H., MH. Selanjutnya rekan saya, Muhammad Aidiansyah, S.H. Selanjutnya yang di sebelah kiri kami paling ujung, Bapak Misran dari Institusi KORPRI Kutai Kartanegara, di sebelahnya Bapak Idiar, S.Km., Ketua Persatuan Perawat PPNI Kutai, Kalimantan Timur. selanjutnya Bapak H. Sulaiman, Beliau adalah ketua Persatuan Perawat Kutai Timur. Selanjutnya di sebelahnya, Saudara Misran, Pemohon Uji Materi, dan di sebelahnya adalah Saudara Afriyanto, Perawat dari Kutai Kartanegara. Demikian, Bapak Ketua Majelis.
3.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Jadi yang datang ini ada Prinsipal, lalu ada Kuasa dan ada orang lain. Pendamping, begitu?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN, S.H., M.H. Begitu Bapak Ketua Majelis.
5.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Coba saya pastikan. Saudara Misran, S.Km.? Anda ya Pak ya? Saudara Mahmud S. Km., tidak hadir ya? Zulkifli, tidak hadir? Diana, tidak hadir? Lalu Mukhlas Sudarsono, tidak hadir? Loging Anom Subagio,
3
tidak hadir? Edi Waskito, tidak hadir. Abdul Munib, tidak hadir. Lalu Afrianto, tidak hadir? Oh, hadir? Mana Afriyanto? Apriyanto ini Kepala Puskesmas pembantu ya. Jadi, Prinsipal yang hadir dua ya? Saudara Afriyanto sama Saudara Misran. Kemudian yang hadir disebelahnya ini adalah pendukung begitu ya? Katakan saja seperti itu. Tadi tidak begitu jelas. Dari KORPRI, ya? 6.
PENDAMPING: Dari KORPRI Kutai Kartanegara.
7.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. KORPRI tingkat kecamatan atau kabupaten?
8.
PENDAMPING: Kabupaten, Pak.
9.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Ketua KORPRI ya Bapak?
10.
PENDAMPING: Sekretaris Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum, Pak.
11.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. KORPRI gitu ya? Sekretaris dari lembaganya ya? Tapi tidak menjadi Kuasanya kan?
12.
PENDAMPING: Tidak Pak.
13.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Kemudian di sebelahnya? Posisinya saja.
14.
PENDAMPING: Saya ketua PBNI, Persatuan Perawat Nasional Provinsi Kaltim.
4
15.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Oh, persatuan perawatnya ya. Yang mendukung ya. Provinsi ya. Yang di sebelahnya lagi?
16.
PENDAMPING: H. SULAIMAN (KETUA PBNI KUTAI TIMUR) Saya pak, H. Sulaiman Pak Hakim. Ketua PBNI Kutai Timur yang ada di Sangata.
17.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Sangata ya? Jadi, sebelahnya ini kalau mau ikut hadir mendampingi, silakan ada suratnya tersendiri. Jadi, di Mahkamah Konstitusi itu ada dua hal yang terkait dengan Pemohon Prinsipal itu. Yang pertama Kuasa, kalau Kuasa kan dengan surat Kuasa khusus. Kalau pendamping, surat keterangan yang diberikan kepada kami bahwa dia mendampingi terus atau akan sesekali waktu tapi harus ada suratnya. Sekarang belum ada suratnya kan? Ya oke. Baik, kalau sudah seperti itu, sudah tahu saya posisi-posisi yang hadir itu, jadi nanti yang bisa bicara di sini adalah Kuasa dan atau Pemohon Prinsipalnya, Bapak silakan dengarkan terlebih dahulu dan nanti kecuali ditanya oleh Pak Hakim begitu ya. Silahkan Saudara Kuasa atau sudara Pemohon Prinsipal untuk menjelaskan apa yang terkandung di dalam surat permohonan Saudara ini. Disilakan, siapa salah satu, atau bergantian. Disilakan.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: ERWIN, S.H., M.H. Terimah kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Maksud dari permohonan ini sebagaimana yang tertera dalam Pasal 108 ayat 1 beserta penjelasannya juncto Pasal 190 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Tujuan dari pada kita ini karena di dalam pasal tersebut Pak, bahwa ada hal-hal yang perawat di dalam hal ini dalam pelayanan kesehatan. Ada, apa namanya, kendala di dalam hal masalah kefarmasian Pak. Sebagaimana kita ketahui di Kaltim itu Pak, sangat luas dan sangat dan terpencil. Rata-rata yang memimpin Puskesmas Pembantu rata-rata adalah perawat, bukan seorang dokter sebagaimana dimaksud dalam aturan yang ada. Jadi disana semua perawat, Pak. Jadi pelayanan tersebut rata-rata dari awal, misalnya dari terapi, pemeriksaan, rata-rata sampai pengobatan, Pak. Itu rata-rata dari perawat Pak. Kalau berdasarkan pasal yang ada yang kita uji ini Pak, perawat tidak punya kewenangan sebenarnya di dalam hal memberikan pelayanan kefarmasian, Pak. Kita lanjutkan kepada Pemohon sebagaimana yang sebenarnya terjadi di lapangan, Pak.
5
19.
PEMOHON: MISRAN, S.KM.
Asalamualaikum Wr.Wb, Yang saya muliakan, Bapak Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI. Pertama-tama marilah kita bersama mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana (…) 20.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Langsung saja, langsung saja. Apa yang jadi kerisauan Saudara terhadap undang-undang ini. Apa?
21.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya, terimah kasih, Bapak Hakim. Latar belakang dari apa yang saya lakukan untuk judicial review Pasal 108 itu ada suatu kendala tersendiri buat saya. Saya selaku perawat ini sudah bekerja 19 tahun, dan saya ditugaskan oleh Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan sebagai seorang perawat dan diberikan jabatan sebagai seorang pimpinan Puskesmas Pembantu. Dalam hal menjalankan tugas kami diberikan 10 tugas pokok yang antara lain salah satu yang krusial adalah pengobatan. Namun di dalam Pasal 108 ini seorang perawat memang diberikan wewenang namun terbatas. Padahal dalam aplikasi kenyataan di lapangan perawat yang ditugaskan di Puskesmas Pembantu itu sulit dibatasi. Karena apa yang dilakukan itu adalah maksimal pelayanan dasar yang ada di masyarakat, sehingga (…)
22.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Coba kita baca, ya? Praktek kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, kan begitukan Pasal 108 itu?
23.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya Pak.
24.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apanya ini yang jadi soal?
6
25.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Yang jadi soal Pak, ini dalam kefarmasian itu yang dikatakan yang dimaksud dengan tenaga kesehatan yang punya keahlian itu adalah sarjana kefarmasian, apoteker, dan asisten apoteker. Itu yang punya kompeten. Sementara kami perawat yang di pusban ini tidak punya kompeten untuk itu, sehingga itu dianggap nantinya (…)
26.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Sebentar, yang anda mohonkan itu apa Pasal 108 nya atau penjelasannya, apa dua-duanya?
27.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Sepertinya penjelasannya Pak
28.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM.
Oh, di sini Saudara tidak di surat permohonan menyangkut penjelasan menyatakan bahwa Pasal 108 ayat (1) beserta penjelasannya berarti dua-duanya? 29.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya Pak, maaf.
30.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Coba ini nanti dikonstruksi yang lebih benar, ya? Jadi Pasal 108 yang isinya bahwa yang punya, yang dimaksud tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai undang-undang, itu adalah namanya tenaga kesehatan kefarmasian, begitu kan? Lalu penjelasannya coba dibaca Saudara, isinya bagaimana?
31.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Yang dimaksud tenaga kesehatan, dalam tanda kurung, eh tanda kutip, dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktek kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan atau dokter gigi, bidan dan perawat yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
7
32.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Oke, sudah kan? Yang Saudara anggap berat atau mengganggu hak Saudara itu apanya, coba?
33.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Kami sebagai perawat kan mau-tidak mau kami harus melanggar undang-undang ini kalau kami nanti melakukan tindakan yang lebih…
34.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Sebentar saya potong lagi. Saudara berdasarkan Pasal 108 dan yang dijelaskan tadi berikut penjelasannya meskipun Saudara itu bukan tenaga kesehatan kefarmasian, Saudara secara terbatas diberikan kewenangan untuk melakukan praktek tenaga kefarmasian, ya kan? Lalu, yang Saudara rasa berat itu apanya?
35.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Di sini yang paling membuat kami riskan adalah kata-kata terbatas itu, Pak.
36.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Sehingga yang Saudara berat itu karna terbatas itu?
37.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya.
38.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Lalu Saudara minta supaya Saudara sama dengan tenaga kefarmasian atau bagaimana?
39.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Bukan seperti itu, Pak.
40.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Coba dijelaskan. Gimana?
8
41.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Kalau untuk tenaga kedokteran dan tenaga kebidanan kan punya Permenkes, Pak. Jadi definisi terbatas itu ada aturan yang dibuat oleh pemerintah bagaimana dokter dan bidan itu bekerja. Namun untuk perawat ini tidak ada aturan bakunya kata-kata terbatas itu terbatas seperti apa. Sehingga ini nanti akan menyebabkan multi tafsir nanti dikalangan penegak hukum. Karena saya minta maaf, Bapak Hakim. Saya sendiri, pada saat ini saya sebagai terpidana, sebagai tersangka. Jadi saya saat ini proses saya sedang banding. Jadi saya sebagai seorang perawat jadi tidak mengerti dengan keadaan ini. Jadi saya saat ini termasuk orang yang terkena dampak dari diberlakukan undang-undang yang tidak pro dengan saya. Sementara saya ini di Puskesmas pembantu ini penduduk saya 9000 ribu Pak. 9000 dengan berbagai macam kultur dengan masalahnya.
42.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Oke, oke kalau penduduk silakan. Yang jelas, dengan adanya pasal ini dan berikut penjelasannya, karena terbatas itu, ada kata terbatas itu, lalu merugikan Saudara. Karena pengertian terbatas itu tidak jelas.
43.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Tidak jelas, Pak.
44.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. tidak pasti.
45.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Tidak pasti.
46.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Itu dikonstruksikan, saya baca permohonan disini tidak ada. Makanya ini, nanti akan kami sampaikan beberapa nasihat dari Bapak Hakim yang lain juga, apa yang menjadi keberatan Saudara. Keberatan itu, menurut saya baca ini karena terkait dengan pasal 190 ayat (1) yang mengancam, ketentuan itu mengancam pidana bagi orang yang menjalankan terbatas tadi,
9
47.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya.
48.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Tetapi dia tidak mengerti, sementara pihak lain menilai dia sudah melampaui yang pengertian terbatas tadi, kan?
49.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya, betul Pak.
50.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Nah, itu di sini tidak dijelaskan seperti itu. Oleh karena itu, saya ingin, sekarang saya paham, Saudara. Jadi Pasal 190 ayat (1) itu yang menjadikan Saudara sekarang diajukan ke dalam proses peradilan pidana itu, itu bermula dari Pasal 108 dan penjelasannya, kemudian ancaman pidananya ada pada Pasal 190 begitu, kan?
51.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya.
52.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Oke kalau begitu, begini Saudara. Saya sudah membaca permohonan Saudara ini. Sebelum Bapak Hakim yang lain memberikan nasihat, karena sidang ini tujuannya hakim ingin memberikan nasihat kepada Saudara, supaya Saudara di dalam membuat surat permohonan itu, alur pikir yang dibangun itu menjadi jelas dan bukti-bukti atau informasi yang diberikan dalam rangka permohonan Saudara itu menjadi lengkap. Nah untuk itu, pertama saya sampaikan nasihat bahwa seorang itu dapat mengajukan permohonan kalau orang itu mempunyai legal standing. Sebelum orang itu mempunyai legal standing, orang itu harus melihat dulu Mahkamah Konstitusi berwenang atau tidak? Pertama, Mahkamah Konstitusi itu sudah Saudara tulis baik karena Mahkamah Konstitusi itu kewenangannya menguji undang-undang, Saudara mengajukan pengujian undang-undang, ini jelas Mahkamah Konstitusi berwenang. Lah, ini sekarang persoalan Saudara, persoalan Saudara itu adalah persoalan kerugian hak konstitusional Saudara. Saudara harus jelaskan, Saudara sebagai…, di sini kan Saudara mengidentifikasi diri
10
Saudara sebagai satu…, sebagai perseorangan dan kelompok, dan atau kelompok orang, kualifikasinya kan begitu? Perorangan atau kelompok orang…, perawat atau tenaga kesehatan. Ini sudah saya baca. Mereka ini punya hak konstitusional apa yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar? Harus dipastikan. Seorang atau kelompok orang yang mempunyai tugas di bidang kesehatan itu mempunyai hak konstitusional apa? Lalu, hak konstitusional Saudara itu kalau menurut cerita Saudara prinsipal tadi, ini dirugikan karena adanya Pasal 108 juncto Pasal 190 ayat (1). Ini dijelaskan lebih banyak kerugiannya itu apa? Bahkan kerugiannya itu, sekarang itu sudah tidak saja potensi, tapi sudah riil bahwa Saudara dengan adanya pasal itu menyebabkan Saudara menjadi terdakwa. Sedangkan Saudara melakukan praktik kesehatan selama bertahun-tahun itu tidak ada masalah. Apakah mati orangnya yang Saudara kasih obat itu? 53.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Tidak ada, Pak.
54.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Mati juga tidak, mereka sehat-sehat saja dan Saudara ada di dalam ruang lingkup terbatas itu tidak menjadi jelas karena tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan terbatas itu? Apa memberikan obat kategori G apa kategori apa? Itu kan Saudara harus jelaskan. Di sini tidak ada. Tidak ada kan Pak Kuasa?
55.
KUASA HUKUM PEMOHON: Tidak ada, Pak.
56.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Harus dijelaskan begitu ya? Oleh karena itu, pasal ini merugikan hak yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar yang disebut dengan hak konstitusional. Lalu, karena merugikan, maka Saudara mohon supaya pasal itu dinyatakan bertentangan itu sudah betul, dan karena bertentangan supaya pasal itu dinyatakan tidak mengikat secara hukum sehingga Saudara tidak bisa dipidana. Lah, begitukan urutnya itu? Itu dikonstruksikan di dalam surat permohonan Saudara yang terdiri atas kewenangan Mahkamah Konstitusi, legal standing Saudara, lalu alasan yang terkait dengan pokok permohonan Saudara yaitu Pasal 108 dan Pasal 190. Baru Saudara yang terakhir kalau ini disebut posita lalu ada petitumnya. Petitumnya itu pelajari Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Pasal 56 dan 57, begitu ya? Ini Pak Kuasa musti diperbaiki ini
11
permohonannya. Nanti sesudah Pak Hakim nanti. Ini sudah dari saya, kemudian selanjutnya dari Pak? 57.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Terima kasih Pak Ketua. Saudara Pemohon, terutama Pemohon Prinsipal itu, tadi Saudara mengatakan…, mohon maaf saya ini sudah dalam keadaan banding ya? Dalam posisi banding. Jadi begini dulu, saya tanyakan kepada Saudara. Ini kan Pasal 190 yang ada ancaman pidana di situ itu kan terkait dengan Pasal 32 ayat (2), saya tanya dulu, “…dalam keadaan darurat…, dilarang menolak pasien atau meminta uang muka.” Itu satu, kemudian yang 85 ayat (2), dikatakan begini,
“Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana mustinya, dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka terlebih dahulu.” Apa sebabnya yang berkaitan dengan kasus Bagaimana? Supaya nanti jelas persoalannya. Bagaimana itu?
58.
Saudara?
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Sebelumnya kami mohon maaf Bapak Hakim, sebetulnya kami didakwa bukan dari pasal ini. Tapi dari undang-undang (…)
59.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Tunggu dulu, tunggu dulu kalau begitu. Kalau Saudara tidak didakwa dengan pasal itu, mengapa Saudara menyebut-nyebut Pasal 190 ayat (1)? Pasal 190 ayat (1) itu jelas. “…kepemimpinan…, Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 85 ayat (2).” Jadi kalau yang Pasal 191 yang Saudara mohon mustinya pasal ini ada kaitannya, makanya saya tanyakan, begitu lo permohonannya. Kan Pasal 190, iya kan ayat (1)? juncto Itu loh katanya Saudara punya permohonan. Itu makanya saya tanyakan, apa kaitannya dengan Pasal 32 dan Pasal 85 ayat (2) itu? Bagaimana?
60.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Sebetulnya untuk judicial ini, untuk 108 dan selanjutnya itu kami hanya kekhawatiran saja Pak, sebetulnya belum menyentuh ke kami karena dakwaan terhadap kami itu undang-undang yang lama, undangundang Tahun 1992. Namun kenyataan dari di sini, ada keterbatasan di 108 ini sehingga kami mencoba untuk melakukan judicial.
12
61.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Jadi Saudara menguji sekarang ini hanya ada kemungkinan bisa begitu?
62.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya Pak.
63.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Bukan kaitannya dengan kasus Saudara?
64.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Bukan Pak.
65.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Soalnya kan Saudara menyebut-nyebut tadi. Tunggu dulu, mohon maaf ya. Yang kasus Saudara bagaimana sih sebenarnya? Coba dibantu itu penasihat hukumnya bagaimana? Karena kita mau pahami ini untuk memberi nasihat. Kalau tidak paham, bagaimana kita memberi nasihat yang tidak paham persoalannya.
66.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Dalam menjalankan tugas saya sebagai perawat, pada saat menjalankan tugas di lapangan saya ditangkap oleh pihak kepolisian dengan alasan tidak punya wewenang memberikan obat daftar G. Di sini tanpa keahlian dan kewenangan melakukan pekerjaan kefarmasian. Yang didakwa Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992, yang lama.
67.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Ya, saya tahu.
68.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Dari proses inilah saya ditangkap Polisi, kemudian saya diadili sampai ke pengadilan, sehingga saya dinyatakan bersalah.
13
69.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Oke, oke, yang saya bingung ini karena permohonannya, kan begitu. 108 dan kaitannya dengan 190 kan begitu?
70.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya, Pak.
71.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. 190 yang sekarang ini, yang Undang-Undang Nomor 36 itu saya baca biar Saudara dengar, ini terang-terang begini dia katakan, jadi bukan…, coba saya baca ayat (1), “Pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan,” mungkin seperti Saudara, “…yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 85 ayat (2).” Ini apa kaitannya kalau soal memberikan pertolongan darurat ini dengan permohonan Pasal 108? Itu kan saya bingung.
72.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Di sini sebetulnya kaitannya masalah keterbatasan Pak. Kata-kata ‘terbatas’ itu, karena sistem (...)
73.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Bukan, tunggu dulu, paham dulu. Ini permohonannya 108 dengan 190. 190 ini berkaitan dengan pertolongan yang darurat itu lho, yang tidak boleh ditolak oleh pekerjaan. Makanya, apa kaitannya? Kalau hanya keterbatasan, kok menyebut Pasal 190? Pasal 190 ini bukan pasal keterbatasan wewenang yang diberikan, tapi masalah tidak mau melayani orang yang gawat darurat itu lho. Coba baca baik-baik, makanya permohonannya itu bagaimana? Saya bingung apa yang dimaksud itu? Coba lihat Pasal 190, itu kan tidak memberikan pertolongan kepada gawat darurat. Menolak memberikan pertolongan. Sedangkan 108 itu adalah keterbatasan-keterbatasan wewenang bagi seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan, kan begitu. Ini kan kontradiksi. Kalau ini malah diharuskan, kalau dia tidak mau lakukan bisa celaka dia kan begitu kata 190. Tapi di sini tidak boleh, ada batas-batas yang seperti Saudara katakan tadi, yang harus dilakukan, itu yang menyebabkan saya bingung. Mana yang benar ini. Ini kan keharusan Pasal 190 ayat (1), diancam lagi pidana kalau tidak mau, bisa sampai
14
dua tahun. Sedangkan 108 kan itu ketentuan lain, yaitu pembatasanpembatasan yang bisa dilakukan dalam pelayanan kesehatan. “Praktik
kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk untuk kesediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan penyusunan obat dengan resep dokter..., dilakukan oleh tenaga kesehatan yang punya keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Itu 108. Kalau 190 itu keharusan. Tidak boleh, musti tolong kalau orang yang darurat itu loh. Apa kaitannya ini permohonan? Itu yang kita bingung karena kita bingung kita minta penjelasan supaya bisa memberi nasihat kepada Saudara, terutama ini yang Penasihat Hukumnya ini karena ini yang membuat tandatangannya ini, yang mau mengajukan. Gitu loh, silakan.
74.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Kaitannya dengan Pasal 190 karena mereka pimpinan Puskesmas jadi kalau ada kecelakaan misalnya Pak itu kan pasti memberikan obat jenis G. Jadi karena keterbatasan di sini, jadi mereka tidak punya kewenangan untuk mendistribusikan obat karena kalau di dalam 190 mereka ada yang darurat kan pasti memberi obat. Nah, obat inilah yang siapa yang kewenangan memberikan obat, Pak. Nah, di sini yang kita kaitkan dengan 190 karena mereka sebagai pimpinan.
75.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Oke. Jadi mustinya begini, tunggu dulu ya. Mustinya itu dalam..., bahwa sementara ada pembatasan-pembatasan tugas di sini, tadi Pasal 190 mengharuskan bahkan diancam pidana kalau tidak memberikan pertolongan kan mustinya begitu? Supaya kita tidak bingung kan gitu? Di sini ada keterbatasan, ada orang gawat darurat harus diberi, katakanlah obat G termasuk. Nah, tapi karena ini kan takut kita ancamannya, itu musti dijelaskan..., oh begitu tokh. Itu ya.
76.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Oke, terima kasih Majelis.
77.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Ya, jadi di sini pasal 180 ada pembatasan hanya orang-orang yang ahli dan tertentu dan bisa kan gitu? Menyediakan obat, tetapi di sini dipaksa bahkan diancam kalau tidak melakukan pengobatan. Itu kan menurut Saudara itu kontradiksi, kan gitu barangkali?
15
78.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Betul sekali, Majelis.
79.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Itulah yang Saudara musti terangkan dalam itu.
80.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Oke, terima kasih.
81.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Kemudian juga mungkin Saudara katakan, keadaan lapangan juga di sana dimana belum tersedia tenaga itu, itu dikemukakan juga karena itu merupakan situasi kondisi yang tertentu. Mau diapa memang kalau itu tidak ada? Begitu loh.
82.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Oke. Terima kasih, Majelis.
83.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Itu musti diterangkan di dalam, terima kasih Pak Ketua.
84.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Ya, jadi sudah cukup tadi. Saya kira sudah paham tadi ketika saya bilang. Karena terbatas, sementara 190 itu mewajibkan, kalau tidak dilaksanakan diancam pidana, apalagi pasien yang tidak ditolong itu sampai cacat atau mati. Ini ada dua pasal yang bertentangan gitu kan? Makanya dijelaskan, tadi Anda ya, ya saja. Sekarang ya, ya lagi. Ini mustinya dijelaskan ya. Selanjutnya, sebelum ini Pak Hakim Harjono disilakan dengan hormat.
85.
HAKIM KONSTITUSI: DR. HARJONO, S.H., M.C.L. Oke, kalau begitu sebetulnya sudah hampir paham ya kan? Nanti paham betul atau tidak itu nanti tercermin dengan perbaikan Anda yang disampaikan? Tapi begini, kita urut saja dulu. Awalnya pertanyaan dulu sebelum ini menyangkut masalah ini. ini yang kena kasus hanya satu orang kan? Kasus satu orang itu kira-kira undang-undang yang lama yang membolehkan Anda berpraktik itu, sama tidak dengan ketentuan Pasal 108 dan 190 itu? Sama persis atau ada beda?
16
86.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Terima kasih, hampir sama, Pak.
87.
HAKIM KONSTITUSI: DR. HARJONO, S.H., M.C.L. Hampir sama?
88.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Hampir sama. Jadi di situ dimasukan saja terbatasnya tadi. Kalau kemarin..., waktu itu tidak sama sekali, Pak.
89.
HAKIM KONSTITUSI: DR. HARJONO, S.H., M.C.L. Ya jadi, kalau begitu ini ada dua pihak. Ketentuan ini hampir sama karena hampir samanya itu maka ketentuan tersebut juga bisa mengancam yang lain, yang lain kan? Oleh karena itu dibedakan kepentingannya. Yang satu sudah pernah ada kasus dan sekarang masih dalam proses, yang ketentuannya ya sama saja dengan ini ya kan? Yang lain, yang tidak kena ini, potensi karena melakukan praktik yang sama. Jadi pemohonnya dibedakan dua itu, itu dari segi pemohon. Kemudian dari segi permohonan karena ini juga menyangkut petitum Anda. Pasal 190 itukan bagus kan? Ayat (1) itu? Itu karena supaya orang mendapatkan pelayanan kesehatan secapat mungkin. Kalau itu tidak ada maka dia tidak ada jaminan, sakit ya biarkan saja. Secepat mungkin dia harus ditangani. Ini sesuai dengan sumpah kedokteran bahwa dia harus mempertimbangkan nyawa dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kalau ada harus cepat ditangani. Tidak usah sudah beli karcis atau belum, sudah punya duit? Itu tidak. Itu nomor 2. Pasal 190 itu kan itu maksudnya? Hanya masalahnya, persoalannya, itu seharusnya ditangani oleh tenaga profesional yang berhak. Lalu ada ketentuan Pasal 108. Karena ada ketentuan 108 ini maka sebetulnya di dalam hukum pidana ada yang disebut sebagai alasan pembenar. Orang-orang ini sebetulnya belum bisa tapi diberi pembenar dengan catatan terbatas. Mustinya dokter. Tidak ada dokternya, mantrinya yang tangani. Tapi penanganannya terbatas. Dua-duanya sebetulnya juga memberi kesempatan untuk ditangani. Kalau itu kemudian memberi penanganan yang terbatas, itu sebetulnya di dalam melaksanakan Pasal 190. itu bukan keuntungan yang menangani sebetulnya, tapi keuntungan pasien yang harus mendapat penanganan, ya kan?
17
Sekarang persoalannya, kalau 108 itu kemudian diterapkan dengan tidak ada batasan yang jelas secara terbatas itu, Anda yang diharuskan menolong menurut Pasal 190, tetapi juga ketentuan 108 kok diancam oleh pidana? Karena apa? Karena ada rumusan sangat terbatas itu. Sekarang masalah Anda adalah supaya ada kepastian hukum apa yang dimaksud dengan batasan hukum itu. Kan itu yang menjadi persoalan? Jadi kalau itu persoalannya, yang dimohon 190 tidak menjadi masalah karena itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Anda. 190 itu tidak ada hubungannya dengan Anda. Musti ya? Karena itu yang dijamin adalah orang supaya bisa mendapatkan penanganan secara cepat. Tapi begitu di situ tidak ada yang berhak untuk menangani itu, sementara yang di lapangan Anda lah yang paling tertinggi di situ, sebetulnya Anda juga diberi kewenangan oleh 108. Tapi karena ada kata-kata secara terbatas, itu Anda menjadi persoalan, ya kan? Oleh Karena itu, yang diminta adalah kepastiannya apa yang dimaksud secara terbatas itu? Terbatas ada yang mengatakan itu sudah…, lukanya sangat berat. Anda tahu bahwa ini secara umum pasti ini harus obat G. tapi karena sangat terbatas, apa saya biarkan saja? Kan masalahnya disitu. Kalu sudah yang terjadi seperti itu, lalu Anda melihat hak-hak konstitusional mana yang bisa menjadi sandaran supaya Anda itu terbebas dari ancaman pidana itu, ya kan? Tentu apakah akan dikaitkan sebagai hak-hak konstitusional? Katakan saja, Pasal 27 ayat (1), “Setiap warga negara bersamaan
dengan hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya.” Apakah Pasal 27 itu
kemudian Anda kaitkan dengan Pasal 190 itu? Diperintah oleh Pasal 190, maka saya berkewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Artinya, tanpa harus mempertimbangkan harus ada duit, karcis, dan lain sebagainya, harus saya tolong. Apakah itu Anda berarti bahwa menjalankan pasal 190 itu berarti itu menjadi hak dari Pasal 27 tidak? Persamaan dengan hukum dan pemerintahan itu. Saya kira bukan itu, kan ada diwajibkan di situ kok. Iya kan? Ini bukan hak, ini kewajiban. Pasal 190 itu kewajiban. Kalau nanti dihubungkan dengan Pasal 108 barangkali yang menjadi persoalan adalah saya ingin kepastian hukum sebetulnya. Kepastian hukum saya adalah kalau saya melaksanakan perintah itu, dipastikan bahwa saya tidak akan di ancam hukuman. Kalau tidak melaksanakan di ancam hukuman, kalau melaksanakan di ancam hukuman, kan itu pilihannya, iya kan? Itulah yang dijadikan alasan. Hal yang demikian itu, perlindungannya di mana? Di UndangUndang Dasar cari pasal yang mangatakan bahwa Anda dijamin oleh hukum kepastiannya itu. Ini merekonstruksi permohonan Anda. Ya kan? Udah jelas ini? Terutama kuasa hukumnya ini. Saya kira itu Pak Ketua. Terima Kasih.
18
90.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Pak Alim Silakan.
91.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Barangkali bisa lihat Pasal 28D ayat (1) UUD 45 umpamanya. Tapi nanti saudara sendiri haknya. Cuma yang saya mau tanyakan begini, sampai di mana ketentuannya dalam aturan-aturan yang dari Kementrian Kesehatan yang berkaitan dengan rujukan itu? Kan umpamanya kalau Puskesmas ini tidak mampu, biasanya dia rujuk ke tempat yang lain. Sampai di mana aturannya itu? karena ini juga masalah keterbatasan-keterbatasan, mungkin ada keterkaitannya? Saya kan tidak di bidang itu, Anda yang saya tanya. Kan ada umpamanya kalau ini tidak bisa yang ini harus di rujuk di kabupaten misalnya, dan seterusnya, dan seterusnya. Bagaimana mengenai aturan itu? Tentu saja kalau pertolongan pertama itu harus serta merta, ada kan begitu?
92.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Karena ini sifatnya masalah kefarmasian ya, Pak. Kalau untuk batasan rujukan itu, tidak ada batasan yang pasti, Pak. Jadi kita punya patokan yang mana yang harus langsung dirujuk dan tidak itu, tidak ada. Tapi kan kita berdasarkan ilmu keperawatan bisa mengidentifikasi yang mana pasien ini harus cepat dan yang mana bisa ditangani, seperti itu. Cuma kalau harus diterjemahkan di dalam kata-kata kayaknya agak sulit. Karena harus ada tekanan darahnya berapa? Pernapasannya bagaimana? Nadinya seperti apa? Terus keadaan umumnya bagaimana? Nah, itu semua ada pertimbangannya. Nah, kalau untuk aplikasi yang dilapangan yang Pasal 108 tadi itu Pak (…)
93.
HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Ya, kaitan dengan pengobatan, bagaimana?
94.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya Berkaitan dengan pengobatan, memang pada saat saya tersentuh dengan hukum kemaren, saya dengan pengacara ini mencoba untuk mencari solusi. Bagaimana seorang perawat yang secara institusional Departemen Kesehatan itu memberi wewenang saya, SK, ijazah, dari pelimpahan pimpinan Puskesmas itu semua sudah ada sama saya. Saya pikir itu sudah bisa melindungi saya dari jeratan hukum, karena secara teori itu sudah saya dilaksanakan sesuai dengan aturan. Tapi kenyataan, pada saat sidang pengadilan kemarin yang terjadi di
19
pengadilan itu, fakta-fakta itu semua dikalahkan dengan undangundang, Pak. Sehingga kami merasakan bahwa undang-undang ini ternyata sulit untuk dicari celahnya bagaimana bisa membantu kami. Sehingga penasehat hukum kami ini, sampai sekarang tingkat banding ini karena selalu kalau di pengadilan, sampai kepala dinas kami Pak, ya, sebagai Kepala Dinas yang melindungi kami, yang menugaskan kami bahwa ini bukan kesalahan perawat tapi sistem. Sistem yang di bangun pemerintah. Itu perawat, kalau ditugaskan di daerah terpencil memang seperti ini. Dia memberikan pengobatan, ya pagi, ya siang, ya malam, karena manusia itu kan sosial, Pak ya. Begitu sakit dia harus dapat pertolongan. Sementara pada saat melaksanakan itu wewenang kita dibatasi. Seperti ini terbatas. Bahkan disini ada edaran tertentu dari Polda Kaltim ini mengatakan bahwa perawat itu tidak bisa memberikan pengobatan, tidak punya wewenang, harus ahli farmasi dan dokter. Nah ini yang menjadi, sampai sekarang saya menjadi trauma. Pada saat saya ditugaskan oleh pemerintah untuk menangani kasus yang sekian banyaknya di masyarakat yang rata-rata berekonomi lemah, yang tidak mungkin dia sakit sedikit mencret lalu ke rumah sakit, itu pada saat itu juga saya dikatakan oleh kepolisian kamu itu perawat, tidak punyak hak memberikan obat daftar G. Padahal obatnya perawat, obatnya dokter itu semua daftar G, Pak. Obat daftar G kalau orang luka, Pak. Kena apa? Kita harus pakai antibiotik. Nah itu yang memenjarakan saya. Jadi saya juga bingung, dalam fakta di persidangan, sudah 20 tahun saya ditugaskan untuk memberikan pengabdian seperti itu, ternyata saya bukan dikasih penghargaan tapi saya dimasukkan di pengadilan. Jadi inti saya di sini Pak, Bapak Hakim Yang Mulia. Kami posisi perawat ini diperlakukan tidak adil oleh Departemen Kesehatan. Dimana perawat ini diberikan tugas tapi tidak dikasih undang-undang. Kalau seperti dokter, bidan, dia punya undang-undang, sehingga pada saat perawat itu salah bisa diklarifikasi siapa yang membuat salah kan etika kedokteran dulu, kami perawat tidak. Pada saat menjalankan tugas, bilang polisi: “Kamu salah, tidak sesuai dengan undang-undang yang kamu lakukan.” Saya ditangkap, saya di sel dan saya harus diperlakukan seperti layaknya seorang pengedar narkotika dan sebagainya, dijadikan satu sel disitu, saya tidak sanggup dikatakan seperti itu. Dan yang lucu lagi, tragis lagi, Pak, hukum kami ini, kepala dinas kami, pimpinan puskesmas kami itu sudah ngomong di pengadilan bahwa ini tidak ada hubungannya dengan perawat ini, sistem pemerintahan seperti ini. Tapi apa bilang pengadilan? Tidak bisa ini tetap salah, karena dia melakukan pelanggaran undangundang terhadap pasal tahun 92, pasal berapa itu? tentang kefarmasian karena kamu tidak bisa mengasih obat daftar G. Nah sehingga terjadi pertempuran yang sangat (…)
20
95.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Ya. Oke.
96.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Intinya itu, Pak.
97.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Kita sudah paham. Cuma sekali lagi, pertanyaan yang tadi dari baik Bapak Hakim Alim maupun Bapak Hakim Harjono selalu menyatakan, apa namanya, supaya Saudara menimbang-nimbang kembali apa Pasal 108 ini yang menyebabkan keadaan hak konstitusional Saudara itu dirugikan? Atau Pasal 190 atau 108 kalau di juncto kan dengan 190 menjadi merugikan Saudara? Sebab kalau Pasal 108 nya sendirian nyaris tidak ada soal? Coba saya baca dan renungkan, ya. Praktik kefarmasian, memberikan obat yang salah satu diantaranya yang Saudara sebutkan tadi kan, Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan, termasuk pengendalian mutu, sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisonal harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mana yang terbatas, mana?
98.
PEMOHON: MISRAN, S.KM. Majelis Hakim, jadi masalah resep, Pak. Jadi pusban itu para perawat mengeluarkan resep Pak.
99.
KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM.
Oh, itu. 100. PEMOHON: MISRAN, S.KM. Ya. Sebenarnya yang memberikan resep adalah dokter tapi perawat yang memberikan resep. 101. KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Nah, itulah yang harus Saudara ungkap. Kenapa ini tidak diberikan kepada perawat tapi diberikan hanya kepada dokter? Misalnya.
21
Tadi Saudara kan mengeksplor pengertian terbatas, ya? Ternyata disitu terbatasnya dalam memberikan obat, apa dalam memberikan resep? Sekarang tambah satu lagi di dalam memberikan resep. Tadi Saudara bilang dalam melakukan tindakan yang dimaksud 190. Apa itu? “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk
Puskesmas kan ini? Dan atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Saudara kan? Perawat kan? Yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama diancam pidana. Salah satu di antaranya diancam pidana. Salah satu di antaranya Rp200.000.000,00 dendanya,” Kan begitu? “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) mengakibatkan cacat atau mati, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan seterusnya dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun.” Sementara Saudara terbatas, lha terbatasnya itu dari pasal mana? 108 atau terbatasnya dari yang lain?
102. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Terima kasih Majelis. Dari 108 kan keterbatasan masalah pemberian obat itu karena pelayanan itu kan obatnya. 103. KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Hanya oleh tenaga kefarmasian. Tidak menjangkau peraturan itu memberi wewenang kepada perawat. Silakan di-eksplore, ini sudah mau ditambah lagi oleh Pak Hakim Harjono silakan. 104. HAKIM KONSTITUSI: DR. HARJONO, S.H., M.C.L. Saya tanya tadi menyangkut persoalan siapa yang memberikan daftar G, itu di Undang-Undang mana? 105. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Ada di Undang-Undang Farmasi yang baru ini Pak.
Kefarmasian,
Pak.
Undang-Undang
106. HAKIM KONSTITUSI: DR. HARJONO, S.H., M.C.L. Itu disebut saja di situ. 107. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH, S.H. Oke.
22
108. HAKIM KONSTITUSI: DR. HARJONO, S.H., M.C.L. Undang-Undang Farmasi yang baru, kasusnya itu loh, ceritakan kasusnya ini, kalau Undang-Undang Farmasi yang baru seperti itu, tapi Undang-Undang Kesehatan memberikan kemungkinan kesehatan seperti itu, di lapangan yang terjadi apa, lalu nasib Anda itu bagaimana. Itu, kalau perlu nanti dijajarkan Undang-Undang Farmasai dan UndangUndang Kesehatan. dilengkapkan sekali di situ. Itu saja. 109. HAKIM KONSTITUSI: DR. MUHAMMAD ALIM, S.H., M.HUM. Begini Saudara Pemohon, untuk terutama Kuasanya. Jadi yang dikatakan tadi Bapak itu, jadi pasal ini yang melarang begini, pasal ini membatasi begini, sedangkan pasal ini menyuruh begini. Kemudian keadaan di lapangan begini. Padahal tenaga yang tersedia tidak mencapai ini misalnya. Kemudian kita diperhadapkan kepada dilemma. Tidak dilakukan bisa dipidana. Kalau umpamanya orang yang harus ditolong harus dengan gawat darurat, kemudian ditolong dengan obat daftar G kan itu tidak boleh dia menurut Pasal 108, tetapi keadaan memaksa, itu diterangkan. Supaya orang mengetahui di situ masalah, kesulitannya, di satu pihak ada keterbatasan dan kemudian tenaga yang tersedia juga terbatas. Di lain pihak ada keharusan dan bahkan diancam pidana melakukan. Padahal dalam melakukan itu dipakailah di antaranya obat daftar G sehingga itu supaya jelas. Oke Pak, terima kasih. 110. KETUA: DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM. Ini waktu sudah habis. Saya kira tidak usah ditanggapi begitu ya? Dengan tidak mengurangi hak Saudara tentunya maksud saya. Tapi, Saudara rumuskan kembali nasihat-nasihat yang tadi disampaikan oleh hakim supaya permohonan Saudara itu jelas yang diminta untuk dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar itu yang mana? Yang diminta untuk tidak dinyatakan tidak mengikat secara hukum itu yang mana? Alasannya apa? Alasan itu bisa norma saja yang menimbulkan potensi atau alasan itu berupa fakta yang ternyata bisa memenjarakan Bapak ini begitu ya. Jadi dua-duanya ada buktinya begitu, ada argumentasi. Ini Saudara resminya menurut Undang-Undang, Saudara diberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki ini. Sekarang ini tanggal 18 kan? Ini 14 harinya berarti tanggal sampai tanggal 1 April, tapi saya berharap Saudara tidak usah sampai waktu yang panjang itu. Kalau 2, 3 hari sudah selesai segera ajukan supaya bisa segera disidangkan begitu ya? Terutama Pak Kuasa Hukum ini bantulah mereka melihat soal ini secara hukum. Kalau secara materi kasusnya biar dia.
23
Saya kira ini cukup dan sekali lagi oleh karena nasihat sudah dipandang cukup maka Saudara diberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan itu. Sidang dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 09.58 WIB
24