MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGAR KETERANGAN PEMERINTAH, DPR-RI, SAKSI DAN AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (V)
JAKARTA RABU, 16 JUNI 2010
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-VIII/2010 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. PEMOHON - Misran, dkk. ACARA Mendengar Keterangan Saksi dan Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (IV) Rabu, 16 Juni 2010, Pukul 10.10-11.48 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Moh. Mahfud. MD. Achmad Sodiki Ahmad Fadlil Sumadi Muhammad Alim Hamdan Zoelva M. Arsyad Sanusi Maria Farida Indrati Harjono M. Akil Mochtar
Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Pemohon: -
Misran Kuasa Hukum Pemohon:
-
Muhammad Aidiansyah, S.H., M.H. Pendamping:
-
Mukhlis Edyar Akhriyani Arif Fadilah
Ahli dari Pemohon: -
Azrul Azwar
Pemerintah: -
Mualimin Abdi (Kasubdit Penyiapan & Pendampingan Sidang MK) Cholilah (Direktur Litigasi Dephukham) Budi Sampurna (Kepala Biro Hukum Kemenkes) Arsil Rusli (Kemenkes) Netty. T. Pakpahan (Kemenkes) Riati Anggriani (Kemenkes) Sundoyo (Kemenkes) Agus (Kemenkes) Rohmat (Kemenkes)
Saksi dari Pemerintah: -
Agus Gusmamamra Asep Misbah Alfalah Yosep Sartono Dede Sukarya
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.10 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan Saksi dan Ahli dalam Perkara Nomor 12/PUU-VIII/2010, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 1X
Kepada Pemohon, silakan memperkenalkan diri dan siapa saja yang dihadirkan hari ini dari pihak Saudara sebagai Pemohon. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Hari ini hadir Pemohon Misran dan saya Kuasanya Muhammad Aidiansyah, pendamping kita sebelah kiri Prof. Akhriyani di samping sana Arif Fadilah di sebelah sana Edyar dan Pak Mukhlis, Pak. Ahli kita hari ini yang kita hadirkan adalah Prof. Dr. Dr. Azrul Azwar, MPH., terima kasih.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, kemudian Pemerintah.
4.
PEMERINTAH : MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN SIDANG MK) Terima kasih, Yang Mulia.
Assalamuallaikum wr. wb.
Pemerintah hadir, saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia , sebelah kiri saya Ibu Cholilah juga dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemudian sebelah kirinya lagi ada, Prof. Budi Sampurna dari Kementrian Kesehatan, di belakang ada Ibu Netty Pakpahan dari Kementerian Kesehatan, Ibu Riati Anggruini juga dari Kementerian Kesehatan, Pak Sundoyo Kementerian Kesehatan, Pak Agus juga Kementerian Kesehatan, Pak Rohmat dan Pak Arsil Rusli dari Kementerian Kesehatan. Yang Mulia, Pemerintah juga dalam persidangan ini menghadirkan 4 saksi walaupun nanti akan memperkenalkan diri saya sebutkan satu persatu. Yang pertama dr. H. Agus Gusmamara, Beliau adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Serang, yang kedua Drs. Asep Misbah
3
Alfalah apoteker, beliau adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Serang, kemudian ada H. Yosep Sartono Kepala Puskesmas Subang, kemudian ada Pak Dede Sukarya dari Puskesmas Pembantu di Kecamatan Hariang. Terima kasih Yang Mulia. 5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Kita ambil sumpah dulu mulai dari Saksi fakta harap maju Dr. H. Agus Gusmamara, Gusmamara ya? Beragama Islam, Drs. Asep Misbah Alfalah juga maju beragama Islam kemudian H. Yosep Sartono, beragama Islam dan Bapak Dede Sukarya, beragama Islam, sumpah akan diambil oleh Pak Aki Mochtar.
6.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Saudara-Saudara Saksi, Saudara bersumpah dalam beragama Islam ya, baik luruskan tangannya, ikuti lafal sumpah yang saya ucapkan. Bismillahirrahmairrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Terima kasih.
7.
SAKSI SELURUHNYA
Bismillahirrahmairrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. 8.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, silakan duduk kembali. Juru Sumpah tetap di depan. Prof. Dr. Azrul Azwar sebagai Ahli, silakan Pak Akil.
9.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Saudara ahli ikuti lafal sumpah yang saya ucapkan. “Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
4
10.
AHLI DARI PEMOHON: AZRUL AZWAR
Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli
akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. 11.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Cukup. Baik, sesuai dengan urutan yang biasa berlaku, pemerikasaannya kami mulai dari Saksi Fakta dulu, baru nanti Ahli yang akan memberikan keterangan sekaligus menanggapi semua yang kita bicarakan ini dari perspektif keahlian, keilmuan. Nah, untuk itu di persilakan Pak Agus Gusmamara, kepada Pemohon dipersilakan ini diminta menerangkan apa? Supaya diberitahu kepada yang bersangkutan, Bapak maju ke…,
12.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Izin Yang Mulia, Ahli dari Pemerintah ini…, Saksi dari Pemerintah Yang Mulia.
13.
KETUA: MOH. MAHFUD MD.
Oh, Saksi Pemerintah, ya? 14.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Ya.
15.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Maaf, Saksi dari kepada Pemerintah, silakan, Supaya diberi pandu.
16.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Ya, silakan dr. H. Agus Gusmamara. Yang Mulia, Saksi dr. Agus Gusmamara adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Serang, tadi sudah saya sampaikan, beliau sudah mempersiapkan catatan-catatan apa yang…, yang kira-kira disampaikan pada persidangan Yang Mulia ini. Intinya bahwa dr. Agus Gusmamara ini sebagai kepala dinas akan menceritakan bahwa ketentuan atau Pasal 108 yang dimohonkan oleh Pemohon itu di dalam praktik maupun
5
berkaitan dengan tugas-tugas kesehariannya beliau akan sampaikan yang intinya bahwa ketentuan tersebut ternyata telah memberikan kepastian dan apa…, jaminan bahwa yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas menjadi, menjadi pasti, itu Yang Mulia. Silakan dr. Agus. 17.
SAKSI DARI PEMERINTAH: H. AGUS GUSMAMARA wb.
Baik, terima kasih, Bismillahirahmannirahim, assalamualaikum, wr.
Selamat Pagi, salam Sejahtera om swastiastu. Yang Mulia Pimpinan Majelis beserta anggota, yang kami hormati, hadirin dan hadirhat sekalian. Dalam kesempatan ini, perkenankan, izinkan saya memperkenalkan diri bahwa saya Agus Gusmara seorang dokter, Magister Kesehatan. Saya bekerja sebagai pegawan negeri sipil di Pemerintah Daerah Kabupaten Serang. Jabatan saya saat ini sebagai Kepala Dinas Kesehatan. Sekilas kami sampaikan tentang Kabupaten Serang, bahwa Kabupaten Serang mempunyai luas 1.467 Km2, dengan jumlah penduduknya sekitar 1.345.000 lebih, tersebar dalam 28 kecamatan dan 314 desa. Dan perlu kami laporkan bahwa ada 3 desa yang terdapat di 3 kepulauan, sehingga itu daerah cukup terpencil untuk melayani masyarakat di bidang kesehatan, kami mempunyai satu rumah sakit umum, 30 puskesmas, 45 puskesmas pembantu, kemudian 12 Poskesdes dan 38 pondok bersalin desa, serta 1.476 posyandu. Yang Mulia, Mengenai personil tenaga kesehatan yang ada, selain di rumah sakit, di lapangan adalah jumlah dokter di lapangan ada 47 orang tersebar di 30 puskesmas, dokter gigi 19 orang, apoteker ada 3 orang, asisten apoteker 3 orang, perawat jumlahnya 239 orang, dan bidan jumlahnya 385 orang. Yang Mulia, perlu kami sampaikan pula bahwa di seluruh puskesmas di Kabupaten Serang, kami sudah mempunyai tenaga dokter, sedangkan di puskesmas pembantu memang sebagian besar puskesmas pembantu tersebut pelayanan kesehatannya dilaksanakan oleh perawat dan bidan, dan dokter puskesmas hanya sesekali saja melakukan pelayanan di puskesmas pembantu tersebut dikarenakan keterbatasan personil. Untuk melaksanakan tugas pelayanan kesehatan, kami mempunyai ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan yang sifatnya lokal, selain undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang sudah ada. Peraturan-peraturan tersebut antara lain yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Serang mengenai Perizinan Sarana Kesehatan Swasta yang Bernomor 12 Tahun 2003, kemudian Perda Nomor 11 Tahun 2008 tentang Sistem Kesehatan Kabupaten, kemudian Perda Nomor 3 Tahun
6
2007 tentang Retrubusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Selain itu kami pun telah menyusun prosedur tetap pelayanan kesehatan yang di dalamnya, intinya mengatur siapa-siapa saja yang bertugas melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas pokok dan tugas fungsi dan kompentensinya. Yang Mulia, dengan kondisi keterbatasan tenaga kesehatan tadi, kami sebutkan terutama tenaga dokter dan tenaga Kefarmasian, serta mengaju kepada pertumbuhan yang ada di Kabupaten Serang kami membuat suatu surat keputusan untuk tenaga kesehatan tertentu dalam hal mana bila suatu ketika tenaga dokter sedang tidak ada atau tidak berada di tempat, maka petugas kesehatan yang ditunjuk dalam hal ini perawat dan bidan dapat memberikan pelayanan kesehatan atau pelayanan teknis medis seperlunya, dengan catatan hal itu dilaksanakan di sarana kesehatan atau puskesmas dan jejaringnya yaitu puskesmas pembantu, Puskesdes dan Poliner dan ke bawahnya. Serta sudah mendapat petunjuk ataupun memberitahukan terlebih dahulu kepada dokterpPuskesmasnya selaku penanggung jawab. Hal, tersebut sering dilakukan di Kabupaten Serang, terutama oleh petugas-petugas kami yang tinggal atau berada di tiga pulau yang memang sering mengalami kendala. Kendalanya kesulitan transportasi untuk merujuk ataupun melaksanakan konsultasi ketika musim angin barat ataupun cuaca buruk. Jadi, Yang Mulia, sampai saat ini bagi kami dan petugas kami terutama dokter dan perawat serta bidan memang sampai saat ini tidak ada masalah dan melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Justru kami merasakan dengan adanya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009, dalam hal ini Pasal 108, ini malah tugas kami di daerah-daerah tersebut yang terpencil tersebut merasa lebih tenang melaksanakan kegiatannya, karena dimungkinkan untuk memberikan pelayanan teknis medis di sarana kesehatannya di Pustu dan Puskesdes. Sedangkan kami di tingkat kabupaten dan Dinas Kesehatan mempunyai payung hukum yang jelas dengan adanya undang-undang tersebut, dengan adanya pasal tersebut, serta tambahan payung hukum dalam melakukan fungsi kami dalam pengaturan, pembinaan, pengawasan serta pengendalian pelayanan kesehatan, dalam hal mana khususnya dalam kondisi kami yang masih terbatas tenaga medis dan tenaga keforensikannya. Yang Mulia ,kiranya demikian yang bisa kami sampaikan mohon maaf atas kekurangannya.
Wabilaitaufik walhidayah, wassalamualaikum wr. wb.
18.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik berikutnya Bapak Asep Misbah Alfalah. Pemerintah silakan dipandu.
7
19.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Pak Asep, Drs. Asep Misbah Alfalah ini kan Kepala Dinas Kesehatan Kota Serang, yang barangkali ada hal yang berbeda atau mungkin sama kondisinya di dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu Pak Asep silakan diceritakan apa yang Bapak dengar, apa yang Bapak lihat dan Bapak alami, kaitannya dengan pelayanan kesehatan di Kota Serang itu. Silakan Pak Asep.
20.
SAKSI DARI PEMERINTAH :. ASEP MISBAH ALFALAH Terima kasih, assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Mahkamah Konstitusi, para hadirin yang kami banggakan. Mungkin ada 2 episode, karena saya di Kota Serang ini baru 2 tahun. Sebelumnya kami di provinsi dan sebelumnya lagi yang lama itu 19 tahun di Kabupaten Lebak, dimana kondisi Kabupaten Lebak itu, mungkin kabupaten terluas pertama di Banten, waktu dengan Jawa Barat itu ketiga terluasnya. Jadi dapat dibayangkan bagaimana kondisinya wilayah waktu itu. Saya ditugaskan di …, saya ceritakan dulu saya di Kabupaten Lebak itu tahun 1987, saya diangkat Kepada Gudang Farmasi Kabupaten Lebak waktu itu. Dan kemudian menjadi Kepala UPTD Farmasi Kabupaten Lebak. Pada waktu itu Puskemas di sana itu sekitar 24 unit, jarak terjauh dari ibukota ke puskemas 170 KM-an. Dimana waktu itu kondisi lalu lintas dan jalannya sulit. Kemudian dari segi adminsitrasi obat, rasio pemakaian obat waktu itu di atas 100 tablet per kunjungan pasien. Padahal normatifnya kesepakatan petunjuk dari buku pedoman farmasi maksimum 30 tablet per kunjungan pasien. Rasio rata-rata se-Kabupaten Lebak waktu itu. Kemudian juga penggunaan anti biotik yang sangat besar sekali sehingga untuk biaya pengobatan menggunakan obat … rata-rata sangat tinggi, sehingga tidak efisien penggunaan obatnya. Kemudian yang kondisi waktu itu pengolah obat di puskemas tidak ada yang berpendidikan sebagai farmasi di sana, hanya menggunakan SLA atau dirangkap jabatannya oleh perawat atau bidan begitu. Dan sebagian besar petugasnya belum dilatih penggunaan obat. Kemudian dari 1987–2007 ada di kabupaten Lebak, di sana ada data mengenai penggunaan ampisillin yang terus menurun, ya. Jadi, karena ada resisitensi terhadap obat ampisilin. Ampisilin akhirnya banyak digunakan, diganti dengan amoxilin, masih satu turunan tetapi mungkin tingkatnya lebih tinggi lagi. Jadi karena ada pengunaan obat yang tidak tepat sasaran atau juga dari jumlahnya yang kurang, tidak cukup sehingga terjadi resistensi terhadap penggunaan obat menjadi...,
8
terutama anti biotik ampisilin itu fakta di lapangan. Kemudian juga ada hasil pemeriksaan oleh balai POM waktu di (tidak jelas), ada di toko-toko obat, adanya obat-obat palsu. Baik itu dipalsukan atau sub standar (tidak memenuhi persyaratan) dan ada obat yang diedarkan tanpa izin edar. Sedangkan waktu itu aturan yang ada kalau pelanggarannya mengenai obat keras itu hanya tipiring, jadi tidak ada kapok-kapoknya itu kalau obat itu, karena terpidanya pidana ringan. Hanya cukup di denda RP30.000,00 itu selesai. Nah, setelah tahun 1992 dengan ada Undang-Undang Kesehatan Nomor 23, para penegak hukum Kepolisian mulai melaksanakan itu dengan undang-undang itu. Sehingga banyak yang dijerat seperti para pembawa, waktu itu yang namanya obat yang sebenarnya ini obat untuk anjing gila, ya waktu itu. Itu banyak beredar. Sebelumnya hanya tipiring, tetapi setelah itu menjadi digunakan pasal pada Undang-Undng Kesehatan Nomor 23 itu, bisa dikenakan hukuman yang lumayan bisa memberikan kapok terhadap para pengguna dan pelanggar, karena itu sebenarnya berisi nitrajepam, nitrajepam itu bagian daripada psikotropik. Kemudian saya di Kota Serang ini, waktu tahun 2008 kondisinya memang kita punya 10 puskesmas di sana dan 13 puskesmas pembantu hanya ada satu puskesmas yang ada tenaga kefarmasiannya. Karena puskesmas itu adalah puskesmas dengan tempat perawatan, sedangkan yang lainnya belum ada tenaga farmasian. Tahun 2008 kemudian diisi dengan rekrutmen pegawai negeri semuanya alhamdulilah semuanya sudah diisi oleh tenaga kefarmasian yaitu minimal asisten apoteker, malah ada 2 puskesmas yang oleh tenaga apoteker dan farmasi. Hasil dari itu sekarang pengelolaan obat lebih baik, lebih efisien dan diharapkan masyarakat mendapatkan informasi yang lebih jelas, karena obat itu bukan hanya komoditi yang sekedar dijual atau digunakan, tetapi menuntut bagaimana pasien itu dapat menerima atau mengerti tentang cara penggunaan obat, dengan adanya tenaga-tenaga yang lebih paham atau kompeten mengenai obat. Saya sampaikan lagi, yang saya ingat itu ada 4 kasus yang alergi terhadap obat sehingga aniperatikshok{sic{ yaitu 2 karena injeksi atalgin yang dikombinasi, ya. Kemudian ada 2 yang menggunakan injeksi anti biotik yaitu PPC dari 4 ini 2 meninggal. Yang dua bisa ditolong oleh dokter karena yang satu dekat dengan rumah sakit, kasusnya sehingga cepat ditangani, yang satunya lagi kebetulan kejadian di puskesmas ada dokter bisa di tolong. Nah ini kasus kejadian ini yang dapat dilaporkan, cuma ada 4 lagi mungkin lebih banyak lagi. Karena apa? Masyarakat di sana itu kalau berobat kalau tidak disuntik biasanya tidak dinyatakan tidak berobat, begitu. Jadi harus selalu disuntik. Nah itu sebuah budaya. Nah, sejak saya di sana itu saya memberikan ya artinya penyuluhan kepada petugas di puskesmas, agar kalau tidak perlu jangan mengeluarkan suntikan, karena resikonya tinggi. Kecuali ada dokter di sana.
9
Saya kira itu saja yang dapat disampaikan, terima kasih,
assalamualaikum wr. wb. 21.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, berikutnya Pak Yosep Sartono.
22.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Saudara Yosep Sartono barangkali, Bapak mantan Mantri ya Pak?
23.
SAKSI DARI PEMERINTAH: YOSEP SARTONO Ya.
24.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Sekarang kepala Puskesmas Subang ya Pak? Masih merangkap Bapak?
25.
SAKSI DARI PEMERINTAH: YOSEP SARTONO Masih.
26.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Masih ya, barangkali yang Pemerintah ingin gali dari Bapak apa yang Bapak alami tentunya adalah mekanisme atau prosedur tetap Bapak sebagai kepala puskesmas yang tentunya membawahi para Mantri dan bidan begitu. Pemerintah ingin mendapat penjelasan di persidangan ini, hal-hal apa saja tentunya di samping prosedur tetap, kendala-kendalanya yang ketiga adalah bagaimana jalan keluarnya apabila misalnya di satu daerah terpencil di sana tidak ada dokter, tidak ada tenaga kefarmasian tapi seorang mantri harus menolong pasien yang sakit, itu salah satu contoh. Apa yang dilakukan sebagai kepala puskesmas atau yang membawahi para Mantri dan bidan agar tindakannya itu, yang pertama menolong masyarakat yang sakit, yang kedua tentunya tidak menyalahi prosedur tetap itu di samping yang catatan-catatan Bapak itu. Silakan Bapak.
10
27.
SAKSI DARI PEMERINTAH: YOSEP SARTONO Ya, terima kasih.
Assallamualaikum wr.wb.
Majelis Hakim Yang Mulia, izinkanlah saya menyampaikan..., perkenalan dulu nama saya Yosep Sartono jabatan Kepala Puskesmas, pendidikan, perawat. Luas wilayah kerja kami 10.948 hektar dengan jumlah penduduk 29.117 jiwa dengan jumlah desa 10, keadaan geografis kami dari pengunungan karena desa itu namanya jalan rata tidak ada itu Pak. Dengan jarak dari puskesmas dengan ke kota itu sekitar 70 Km dan dengan mempunyai prioritas kesehatan Pustu ada 3 buah, Podinasi 1 dengan…,46. Kendaraan roda empat baru masuk itu ke ibukota desa selebihnya menggunakan roda dua dan jalan kaki dengan jumlah tenaga perawat ada 9, bidan ada 13 dengan tenaga bersih ada 4 orang. puskesmas kami tidak mempunyai tenaga medis atau dokter dan untuk melakukan pengobatan dasar di puskesmas, kami diberi kewenangan oleh dinas untuk melaksanakan pemberian pelayanan pengobatan dasar di puskesmas dan untuk kewenangan, kami juga bisa diberikan untuk membuat surat tugas kepada pemengang Pustu, penggang Polindas dan puskesmas yang lainnya untuk memberikan pelayana kesehatan dasar di wilayah kerjanya dan juga untuk memberikan surat tugas kepada perawat yang ada di wilayah puskesmas induk untuk melaksanakan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas induk tersebut. Yang Mulia, puskesmas kami dalam pelaksanaannya sesuai dengan Protap Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh dinas dan buku kerja yang ada di puskesmas itu buku kerjanya jilid 1, 2, 3 dan 4, puskesmas kami sendiri buka 24 jam dan pada saat ini saya mencoba untuk membuka unit gawat darurat sederhana, mungkin juga 24 jam di bukannya. Pada pelayanan kesehatan dasar di puskesmas kami dengan jejaringnya, apabila ada petugas yang baik itu pengobatan di puskesmas atau pengobatan di puskesmas lainnya. Stok pertolongan persalinan apabila tidak mampu kami akan merunjuk ke RSUD gitu, jadi tidak menunda atau tidak membuat lebih dalam lagi (suara tidak terdengar) kerja kami sesuai dengan kemampuan pada kami sehingga sesuai dengan Protap, tidak mampu dirujuk ke RSUD begitu. Obat yang dipakai di puskesmas pada saat sekarang ini yaitu obat yang telah ditentukan oleh dinas dan obat berdasarkan asumsi nasional atau (suara tidak terdengar). Nah, pelaporan pertanggungjawaban kami dalam memberikan pelayanan pengobatan itu ada satu pemakaian obat perbulan dan laporan penyakit perbulan. Nama dan alamat pasien itu ada dalam buku register di puskesmas. Nah, ternyata dengan Undang-Undang Nomor 36/2009 kami sangat (suara tidak jelas) sekali dengan undang-undang tersebut karena kami sebagai petugas lapangan adanya kepastian
11
hukum untuk melindungi kami begitu, mungkin itu yang bisa kami wabillahitaufikwalhidayah, sampaikan baiklah kalau begitu
wassalammualakum wr.wb.
28.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik yang terakhir Saksi Bapak Dede Sukarya.
29.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA
Bismillahirrohmanirrohim Assalamualaikum wr. wb.
Yang terhormat Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi dan yang terhormat hadirin sidang. Sebelum saya memberikan keterangan, yang pertama saya izinkan untuk memperkenalkan diri saya. Nama saya Dede Sukarya, jabatan Kepala Puskesmas Pembantu Hariang. Wilayah kerja puskesmas pembantu Hariang, terdiri dari 3 desa yaitu Desa Sobang, Desa Riang dan Desa Silebang. Dengan jumlah penduduk ± 3.500 jiwa. Jarak tempuh ke puskesmas induk dari puskesmas tersebut berkisar 7 Km dan hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua. Sedangkan jarak tempuh antara puskesmas pembantu ke dinas kesehatan atau ke kabupaten sekitar 75 Km. Petugas kesehatan yang ada di puskesmas pembantu Hariang berjumlah 3 orang, yang terdiri dari 1 perawat dan 2 bidan. Puskesmas pembantu Hariang memberikan pelayanan pengobatan dasar selama 24 jam nonstop. Dikarenakan puskesmas pembantu Hariang dibangun satu atap dengan rumah dinas dan yang tinggal di rumah dinas tersebut adalah saya sendiri. Kami memberikan pelayanan pengobatan dasar di puskesmas pembantu atas kewenangan dari Kepala Puskesmas dalam bentuk surat tugas yang diberikan kepada kami. Dan obat yang kami gunakan adalah obat yang sama seperti yang ada di puskesmas induk. Waktu pelayanan di Pustu kami dari jam 08.00 sampai jam 14.00. Di luar jam kerja dilanjutkan oleh saya, karena saya yang tinggal di situ. Dalam perjalanan waktu, kadang ada warga masyarakat yang memanggil saya untuk datang ke rumahnya, dikarenakan ada orang yang sakit yang tidak bisa datang ke puskesmas pembantu dan saya datang ke rumah tersebut untuk memberikan pengobatan dasar dengan membawa tas kuratip kit yang berisi alat pemeriksaan dan obat yang tersedia di Pustu. Apabila dalam pemeriksaan diperoleh keadaan umum…, keadaan umum orang sakit tersebut di luar batas kemampuan saya, maka saya menyarankan untuk merujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dengan terlebih dahulu saya memberikan informasi ke petugas jaga di puskesmas atau langsung ke kepala puskesmas.
12
Kaitan dengan undang-undang tersebut, saya tidak merasa keberatan karena saya merasa ada suatu perlindungan, sehingga kami diberikan kewenangan dari (suara terputus-putus) Kepala Puskesmas untuk memberikan pelayanan pengobatan dasar di puskesmas pembantu. Mungkin itu yang bisa saya berikan, kurang lebihnya saya mohon maaf. Wabillahitaufikwalhidayah, wassalamualaikum wr.wb. 30.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Tunggu, tunggu Saksi silakan dulu berdiri. Yang Mulia bisa saya dalami sebentar, Yang Mulia.
31.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan!
32.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Silakan berdiri. Pak Dede Sukarya.
33.
SAKSI PEMERINTAH : DEDE SUKARYA Ya, Pak.
34.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Pak Dede tadi kan dikatakan kalau setelah jam 14.00 itu kan pekerjaan diteruskan, ya.
35.
SAKSI PEMERINTAH : DEDE SUKARYA Ya.
36.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Dengan membawa tas kit itu ya. Itu tasnya darimana dapatnya Bapak?
37.
SAKSI PEMERINTAH : DEDE SUKARYA Itu tasnya dari puskesmas. Kan ada mungkin pemberian dari Dinas Kesehatan. Di situ ada kit, isinya itu adalah tensi, terus ada
13
stetoskop juga terus ada obat-obat yang sesuai standar puskesmas. Itu yang buat apabila ada pasien yang tidak bisa datang ke Pustu. Jadi kami jemput bola ke sana membawa kit tersebut. 38.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Ya, kemudian tadi kan obat-obatannya juga obat-obatan standar yang memang sudah ditentukan, ya?
39.
SAKSI PEMERINTAH : DEDE SUKARYA Ya, kami menggunakan obat standar puskesmas.
40.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Apakah Bapak punya pernah nggak di dalam melaksanakan tugas punya inisiatif untuk sesuai dengan naluri Bapak gitu ya, berdasarkan pengalaman, punya inisiatif untuk memberikan obat yang di luar obat standar yang ada di tas itu? Pernah nggak?
41.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Saya nggak berani sampai ke situ. Soalnya saya takut. Itu kan kalau memang di luar obat puskesmas, saya nggak berani untuk memberikan obat tersebut. Karena tadi saya sudah jelaskan bahwa apabila saya tidak sesuai dengan kemampuan saya atau kemampuan keterbatasan saya merujuk pasien tersebut ke rumah sakit atau ke jejaring yang lebih tinggi.
42.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Ya, bagaimana kalau kemudian ada pasien yang menurut pengalaman Bapak dia memerlukan satu tindakan medis tertentu? Dan itu sifatnya sangat mendesak, kalau tidak ditolong mungkin orang itu bisa celaka. Apa yang bisa Bapak lakukan?
43.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Saya akan lakukan, karena saya merasa ada kewenangan dari kepala puskesmas. Kalau memang itu saya yang harus saya lakukan dalam keadaan mendesak, saya akan lakukan. Contohnya mungkin ada yang luka, gitu. Ada yang mungkin ketabrak motor yang memerlukan jahitan itu kan saya akui bahwa itu merupakan suatu pekerjaan dokter.
14
Tapi, di puskesmas pembantu saya kan belum ada, sehingga saya melaksanakan tindakan tersebut. Ya, karena mungkin saya merasa punya kewenangan dari kepala puskesmas. 44.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Maksud saya (...)
45.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Gimana, Pak?
46.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Misalnya Bapak meminta bimbingan melalui misalnya Onkol atau apa…, gitu ya?
47.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Ya, ya tentu. Tadi kan saya bilang bahwa saya tidak mampukan saya rujuk kalau saya tidak mau, mungkin ada satu jalan, saya telepon atau konsultasi ke dokter.
48.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Bapak di rumahnya itu tadi menurut Bapak kan satu kesatuan dengan puskesmas?
49.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Ya.
50.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Artinya, apakah di rumah Bapak juga menyimpan obat, ya Pak ya?
51.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Kan saya berdampingan dengan puskesmas. Jadi obat tersebut disimpan di gedung Pusto, gitu kan? Soalnya kan arah berapetan jadi saya kira nggak terlalu berat, gitu kan? Kalau saya mengambil ke Pusto.
15
52.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Oke, apa Bapak pernah misalnya menebus obat atau mengambil obat ke apotek terdekat misalnya, ya? Atau di kabupaten atas inisiatif sendiri?
53.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA
Nggak pernah, saya tidak berani. 54.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Tidak pernah, ya?
55.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Ya.
56.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Bapak tahu obat daftar G?
57.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Yang saya tahu, mungkin yang di puskesmas saja, gitu kan. Yang kaya amoxilin mungkin kayak gitu, terus ya asamvemena, mungkin itu yang saya tahu.
58.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Artinya obat itu obat standar yang memang sudah (…)
59.
SAKSI DARI PEMERINTAH: DEDE SUKARYA Ya, obat yang mungkin yang disurvei dari puskesmas.
60.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Baik, terima kasih, Yang Mulia.
16
61.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, silakan duduk Bapak Dede. Berikutnya Ahli, biar hakim anu nanti saja terakhir kalau ada pertanyaan, ya? Sekarang Ahli dulu Prof. Dr. Dr. Azrul Azwar. Silakan Bapak.
62.
AHLI DARI PEMOHON : AZRUL AZWAR
Assalamualaikum. wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Bapak Hakim Mahkamah Konstitusi, saya perkenalkan diri saya, saya adalah…, saya Azrul Azwar kerjanya guru di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Namun, meskipun saya itu mengajar, saya staf, kerjaan saya dari dokter di puskesmas. Saya tahu persis apa itu puskesmas, sebagai asisten muda saya ditempatkan di Serpong. Serpong itu jangan lihat sekarang, tapi lihat 30 tahun yang lalu sangat-sangat plural sekali, saya hidup bersama masyarakat dan saya merasakan hidup di masyarakat itu. Nah, pada dasar itu perkenankanlah saya untuk memberikan kesaksian saya tentang masalah yang kita bicarakan pada pagi hari ini, pasal yang ditunjuk adalah Pasal 108 ayat (1). Kalau saya baca secara cermat, ada beberapa hal yang mesti kita perjelas. Pasal ini menunjuk pada kewenangan pengaturan tentang obat, terkait obatlah kalau saya tidak bacakan Bapak Hakim, karena saya baca ini panjang sekali kita sudah tahu, tapi tahukah kita apa obat? Obat itu pengertiannya luas sekali, mulai dari penyembuhan, mulai dari penambah vitamin, mencegah penyakit yang dalam ilmu kedokteran memang dibedakan atas 3…, atas 4. Tapi umum mengenal banyak sekali rentetan obat, ibu saya pun bisa bikin obat kalau saya sakit, waktu kecil, dan itu masih saya praktikan pada anak saya. Obat itu luas sekali dalam ilmu kedokteran dipecah 3…,4 obat bebas, obat terbatas, obat keras dan obat narkotika kita tahu itu. Pertanyaan saya pasal ini mengatur obat apa? Tidak jelas? Sesuatu yang tidak jelas mestinya tidak dapat kita pertahankan atau ditambah kejelasannya di dalam penjelasan. Tapi penjelasanpun tidak ada, Yang Mulia itu yang pertama. Yang Kedua, dalam pasal yang sama juga disebutkan ada obat…, obat tradisional. Pada undang-undang yang sama ayat…, Pasal 99 ayat (2) yang bicara tentang pengobatan tradisional masyarakat didorong, saya bacakan. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, untuk apa? Memproduksi. Untuk apa? Untuk mengedarkan, mengembangkan dan sebagainya obat-obat tradisional, dalam satu undang-undang yang sama, ada pasal yang bertentangan. Apakah ini bisa kita pertahankan? Itu yang kedua.
17
Yang ketiga, Bapak Majelis…, Majelis Bapak Hakim yang saya muliakan, dalam ilmu farmasi, tentang farmasi ini sebenarnya erat sekali sejarahnya dengan dunia kedokteran. Dulu ketikan zaman Aristoteles, zaman Socrates kewenangan kefarmasian melekat pada dokter, melekat pada tenaga medis. Baru sekitar Abad 17 saya lupa…, ketika di Arab berkembang ilmu Kimia chemistry mulailah obat itu, memuncullah sarjana..., profesi baru yang disebut farmasi tetapi rezim penyediaan obat di dunia tetap dua. Satu tetap berada di tangan para medis, dokter berhak memberikan kewenangan itu…, itu tidak kita temukan…, itu ditemukan dimana-mana. di Singapura silakanlah kita ke Singapura. Dokter menyediakan obat, pergilah ke Malaysia, dokter menyediakan obat apa Memori lebih bodoh dia, orang Jepang dari kita, Jepang menyediakan obat. Kenapa rezim ini tetap dipertahankan? Karena saat dispensi mendatangkan keuntungan. Biaya akan ditekan 60%, saya bisa kasih hitungannya 30 sampai 60%, biaya akan jauh lebih murah kalau kita membiarkan dokter dengan syarat-syarat tertentu, membiarkan tenaga medis dengan syarat-syarat tertentu dan nanti saya akan ceritakan dan tenaga medis itu termasuk juga perawat. Itu menguntungkan masyarakat, kita ini pro masyarakat atau pro siapa? Kalau kita pro masyarakat, pembatasan hanya penyerahan obat kepada satu profesi tertentu, merasa tidak adil msyarakat ini. Memang kita menganut rezim kedua, rezim kedua ini tidak populer apalagi, saya tambahkan Yang Mulia, pada saat ini dalam rangka mencapai MDG…, MDG Millenium Development Goals disadari tidak akan tercapai tanpa kita menerapkan primary health care. Apa arti primary health care. Primary helalth care adalah mendorong peran serta masyarakat, memberikan delegasi kewenangan dengan luas pada masyarakat. Tidak hanya melakukan tindakan medis tapi juga penyerahan obat-obat. Kalau kita melarang itu dalam undang-undang kita, kita menghambat tercapainya MDG. Sekali lagi kita pro siapa? Pro rakyat yang mendambakan kesembuhan kesehatan, atau kita hanya stick pada peraturan-peraturan yang sebenarnya debatable. Ini debatable seluruh dunia, saya ini pernah menjadi Presiden World Medical association. Ini masih debatable. Kenapa kita debatable mengambil yang menyulitkan rakyat? Mestinya pasal-pasal debatable kita pro rakyat. Ini pemikiran lainnya, Yang Mulia. Saya tahu memang banyak yang menyebutkan, kewenangan itu diberikan pada keadaan luar biasa seperti ditunjuk dalam pasal…, apa penjelasannya dan yang konon katanya mau diatur dalam undangundang. Saya mendahului penjelasan itu. Saya tahu selalu nanti yang ditambahkan dalam keadaan darurat, apa sih arti darurat? Ada dua dalam dunia kesehatan. Darurat medis menyangkut nyawa, tapi sebenarnya dalam dunia kesehatan tidak hanya darurat medis, yang paling penting, yang sangat berbahaya adalah darurat public health, tingginya angka TBC di Indonesia adalah keadaan darurat. Tingginya
18
angka kelaparan, keadaan darurat yang mengancam pembangunan kita. Emergency dalam public health science beda, oleh karena itu mestinya karena kita pro rakyat, tidak membatasi pemberian obat darurat medis. Mestinya kita memberikan kewenangan kepada siapa saja dengan kita berikan pelrhatian yang cukup, perhatian tidak sulit. Yang Mulia, bisa kita berikan, kepada siapa saja untuk mencapai tujuan pemabangunan kita. Dan itu artinya adalah kita harus memakai pengertian darurat public health. Negara Indonesia masih jauh ketinggalan dalam bidang kesehatan, ranking kita 108 Yang Mulia, angka kesehatan kita tertinggi di Asean, bukan karena kesehatan, tapi tingkat kematian Ibu kita itu tertinggi di Asean. Bberbagai upaya sudah kita lakukan. Saya pernah jadi Dirjen, tidak mudah, tidak, mungkin kita bisa mengandalkan hanya pada satu atau dua profesional saja. Karena itu di banyak dunia, saya banyak mewakili komite-komite di WHO, saya ikut dalam tim komite sebagai Chairman dan Standing Comittee untuk mid wealth free dan public health, dan nursing. Diperkenalkan disebut Skill mixed, pada petugas-petugas kesehatan utama yang bidan, ini ada bidan juga. Dan juga perawat harus juga diberikan kewenangan, apa ukurannya? Kebutuhan masyarakat setempat. Kalau masyarakat membutuhkan itu, kita berikan kewenangan skill mixed. Malah di negaranegara yang maju, perawat sudah mendapat pengakuan undangundang, dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat. Karena itulah dikenal registerness [Sic!]. Yang Mulia jangan kita membuat undang-undang menghambat perkembangan ilmu, saya adalah dekan pertama Fakultas Kesehatan…, Keperawatan di Indonesia. Saya ingin ilmu ini berkembang, dan jangan kalah dengan Amerika, kita harus mendorong mereka, registerness [Sic!]. Tapi kalau kita bikin undang-undang yang sudah menghambat mau jadi apa bangsa ini. Atas dasar itu Yang Mulia, apakah bisa kita pertahankan pasal ini? Saudara-Saudara sekalian, saya agak terkejut dengan penyaksian teman-teman yang ada di sini, kita cukup nyaman dengan peraturan ini, nyaman bagaimana tidak jelas? Peraturan Pemerintahnya juga belum ada, nyaman karena ada undang-undang Perda. Apakah semua lembaga apa…, Hakim apa…, undang-undang apa…, penegak hukum kita, pegangan dengan Perda. Apakah undang-undang kalah dengan Perda? Ini terjadi yang di Kalimantan, sudah ada peraturan lokal tapi tidak ditangkap. Karena memang yang menentukan adalah undang-undang. Saya minta maaf, Bapak-Bapak lebih tahu tentang itu, saya sangat buta sama sekali dengan hukum. Tapi menurut perasaan saya tidak bisa undang-undang itu kemudian dibatasi oleh Perda, dan terjadi ditangkap, apakah kita biarkan seperti ini? Padahal tenaga kesehatan tidak ada di desa 40%. Saya tidak tahu angkanya sekarang puskesmas itu tidak ada dokter apalagi farmasi. Jangankan dokter, jangankan farmasi, dokter saja tidak ada, berapa sih jumlah farmasi di Indonesia? Seluruh puskesmas itu ada 22.000 puskesmas pembantu apakah sanggup
19
menyediakan itu, belum lagi dia produksi tidak ada yang mau pergi ke desa, semua numpuk di kota besar. Sekali lagi apakah ini perlu kita pertahankan? Yang Mulia, saya agak terkejut juga nyaman dengan menggunakan paket obat puskesmas, sebenarnya paket obat puskesmas yang digunakan oleh perawat bertentangan dengan Permenkes Pasal 108 kan ada .,. obat itu ada obat keras, kalau peraturan yang ada kan hanya obat bebas dan obat terbatas. Artinya apa, artinya memang peraturan itu tidak layak dipakai, kebutuhan masyarakat lebih dari pada itu. Jadi untuk membantu jangan ditangkap nanti anak-anak kita, adikadik kita, perawat-perawat yang berdedikasi mau ke desa membantu rakyat marilah kita lindungi dia. Yang Mulia dengan segala kerendahan hati saya menghimbau pasal ini bisa Kita kaji ulang. Terima kasih, wassallamualaikum wr. wb. 63.
KETUA : MOH. MAHFUD MD. Baik, sekarang kita persilakan Pemohon kalau mau menyampaikan pertanyaan-pertanyaan?
64.
KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD AIDIANSYAH Terima kasih, untuk sementara cukup dulu Majelis.
65.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya, Termohon tidak? Pemerintah?
66.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Terima kasih Yang Mulia. Pertanyaan ini saya ingin penegasan saja dari Prof ahli dari Pemohon. Tadi Ahli mengatakan bahwa kiranya perawat atau bidan itu diberikan kewenangan untuk memberikan obat, artinya dia diposisikan sama dengan dokter, gitu ya? Karena dia sebagai tenaga kesehatan. Pertanyaan saya adalah bagaimana, kan sekolah kedokteran dengan sekolah keperawatan dan kebidanan sudah pasti berbedalah bagaimana kalau kemudian deteksi yang dilakukan oleh perawat atau bidan itu salah, kemudian obat yang diterima atau yang dimakan yang mestinya menjadi baik. Kemudian menjadi sebaliknya. Nah, apakah kalau menurut Ahli yang salah itu pemberiannya atau memang pendidikan keperawatan dan kebidanan itu memang harus disamakan dengan pendidikan kedokteran? Itu yang pertama, jadi langkahnya itu apa jika demikian kalau memang
20
tadi Ahli mengatakan bahwa ya berikan kesempatan agar dia itu maju, agar dia itu pintar dan seterusnya. Yang kedua, barangkali juga seperti saya di kampung saya itu ada seorang perawat ahli. Saya informasikan seorang perawat itu setelah dia bekerja di puskesmas jam 14.00 dia sehari bisa keliling nyunatin anak itu bisa 5 sampai 6. Yang kedua juga dia sering melakukan tindakan operasi misalnya kalau di kampung itu ada kutil, benjolan-benjolan. Nah, kalau menurut Ahli apakah ini dibolehkan atau memang diharuskan, demikian? Terima kasih, Yang Mulia. 67.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan, ahli.
68.
AHLI DARI PEMOHON : AZRUL AZWAR Terima kasih, Yang Mulia. Kita mengembangkan sistem sesuai dengan kebutuhan masyarakat, di Indonesia tentu masyarakat Indonesia dan Kita bisa masyarakat desa. Oleh karena itu kalau kita menempatkan seseorang yang tidak ada orang lain lengkapilah, berilah amunisi yang lengkap pada mereka itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tidak dilarang, prinsipnya kita berikan. Nah, apa kebutuhan masyarakat saat ini? Primary health kah? Nah, kita bisa daftar dan di dalam primary helath care itu ada obat daftar G, ini kesepakatan, semua yang ngatur kita, kalau kita mau ngatur bisa jangan kemudian dibilang karena pendidikan rendah tidak membuat kesalahan. Dokter juga buat kesalahan. Pendidikan yang lebih tinggi, spesialis juga bikin kesalahan. Soal kesalahan daengan soal pendidikan, 2 hal yang lain, jangan bilang orang berpendidikan tidak membuat kesalahan, tapi betul kesalahan kita bisa atasi dengan pendidikan tapi jangan di-equal kan, mentang-mentang saya berpendidikan, saya tidak bikin kesalahan, tidak begitu. Saya, pikiran saya, mari kita tingkatkan pendidikan dia supaya tidak membikin kesalahan. Selama kita tidak bisa memenuhi tenaga dokter yang lain. Karena itu di dunia ada dua, nurse, perawat itu, pertama adalah clinical nurse, perawat-perawat yang bekerja di rumah sakit. Jadi harus expert dalam masalah keperawatan, dia menerapkan yang disebut adalah body of knowledge side corner since science [Sic!]. Tapi di negara berkembang tidak bisa hanya the clinicalness kita harus kembangkan communitiness, community nursing. Pada community nursing, skills mixed masuk. Bagi saya, adik-adik kita yang ada di desa, perawat-perawat itu adalah community nursing. Tinggal kita mau melakukan itu atau tidak, ini soal pilihan saja soal niat, niat kita mau pakai rezim melekat pada profesi atau tidak? Dari kita saja, kalau mau menurunkan harga obat 60% pada primary care terutama
21
data-data keluarga harus diberikan hak dispensing, tapi kalau tidak, kiita menampik ah, 60% apa sih, silakanlah, hanya membeli 1, 2 tablet pergi ke apotek. Jadi ini masa pilihan saja, memang tergantung. Nah, saya orang public health, saya hidup di masyarakat, dan saya pikir mari kita berpihak pada masyarakat dan itu sudah saya kemukakan tadi. Kemudian tentang orang nyunat, saya itu kok berpikir sebaliknya ya. Masih syukur ada mantri yang nyunat, kalau tidak, tidak hukum Islamnya di sunat saya nggak tahu wajib atau tidak tapi kan (suara tidak terdengar jelas) lalu sampai besar dibiarkan begitu, apakah ada terjadi komplikasi? Tidak. Nah, kita ini orang sudah expert, sudah kebutuhan masyarakat sesuai dengan kebutuhan, tapi dibatasi oleh undang-undang ditangkap semuanya. Ini yang tidak betul. Oleh karena itu saya sekali lagi minta kalau bisa kita duduklah dengan hati tenang, kita ini berbicara untuk kepentingan siapa, untuk anak-anak kita kah? Untuk masyarakat kita, menurut saya banyak yang bisa kita perbaiki. Saya baru nyorot satu pasal loh sebenarnya banyak lagi, saya banyak pengalaman dalam bidang ini Bapak Hakim, saya Ketua IDI itu 12 tahun, saya tahu persis apa yang mesti kita lakukan, mestinya tapi kalau kita tidak terbuka, tidak ada gagasan konsep dasar yang kita pakai, kita bisa melarikan kemana saja undang-undang kita ini. Terima kasih. 69.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Dari meja Hakim, pertama, Pak Harjono, kedua Pak Akil dan Pak Arsyad, Pak Sodiki, silakan, Pak.
70.
HAKIM ANGGOTA : HARJONO Terima kasih Ketua. Saya tanya kepada Ahli. Ini persoalannya barangkali persoalan menciptakan sebuah sistem kesehatan nasional di dalam sebuah undang-undang yang sangat…, apa ya…, singkat, sangat terbatas begitu, di dalam rumusannya. Oleh karena itu persoalnya sebenarnya bukan persoalan hanya apakah seorang boleh praktik yang mestinya tidak punya kewenangan untuk itu. Di samping tadi disebutkan perbandingan Jepang, Amerika kita jangan kalah tapi karena Ahli ini juga banyak pengalamannya, bagaimana dengan RRC mengembangkan dokter masyarakat itu, ini seolah-olah satu model tersendiri yang juga diapresiasi di dalam persoalan penyediaan kesehatan. Yang kedua agaknya di dalam masyarakat ini kita dihadapkan pada 2 realitas kalau tenaga nurse, tenaga mantri dibatasi oleh ketentuan undang-undang, tapi sekarang ini ada pengobatan alternatif. Nah, ini bagaimana ini, pengobatan alternatif mau apapun juga
22
ditawarkan bisa menyembuhkan, baik di TV, di radio itu juga konsultasi pengobatan alternatif. Kita tidak tahu standarnya, kalau kemudian kita dihadapkan pada sebuah pilihan dari segi kesehatan, kira-kira apakah kita bisa badingkan aple to aple pelayanan kesehatan antara pengobatan alternatif dengan pengobatan yang sudah disediakan oleh pendidikan ini, saya juga tidak tahu kenapa pengobatan alternatif itu juga begitu gencarnya sehingga saya sendiri seolah-olah nggak percaya itu. Apa yang ditawarkan dengan iklan-iklan pengobatan alternatif, tapi mayoritas ada di koran kita baca, di radio kita dengar program TV ada seperti itu (suara tidak jelas) kesehatan bagaimana kita itu. Terima kasih. 71.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya, kepada Ahli ya, kalau kita melihat realitas kesehatan masyarakat kita memang sangat memprihatinkan termasuk sarana kesehatannya, sangat tidak menunjang terlebih lagi sekarang soal kesehatan ini menjadi satu bagian yang di serahkan kepada daerah. Kalau kepala daerahnya punya concern terhadap kesehatan masyarakatnya. Kecenderungan pelayanan kesehatannya jadi baik. Tapi kalau nggak concern, sudah nggak ada, nggak karu-karuan. Dan banyak sekali puskesmas itu, jangankan dokternya, mantrinya pun nggak ada. Apalagi obatnya. Dan itu sebuah reallitas sosial yang terjadi dimanamana. Kalau di Jawa dengan segala kekurangannya relatif lebih baik ketimbang daerah-daerah lain di Indonesia. Seperti Papua dan Kalimantan, misalnya itu. Jangankan untuk menyediakan sarana kesehatan, tenaga kesehatannya mau bertugas di sana saja itu sudah merupakan sutu syukur yang luar biasa. Di komunitas masyarakat tertentu itu tenaga kesehatan seperti mantri dan bidan itu dia mendapat privillege khusus, di tengah masyarkat karena punya keahlian. Nah, itu kan suatu realita, tetapi di kondisi lain dalam rangka memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dia dibatasi dengan aturan-aturan yang tidak jarang bahwa itu memberi resiko terhadap profesinya seperti Pemohon. Akibat menjalankan tugas, dia harus berhadapan dengan hukum, dan dia harus ditahan dan dia harus diadili ke pengadilan. Ini satu hal yang langka juga. Nah, kondisi ini kan sudah memberikan kita secara bersama memang ada kekurangan dalam proses pelayanan kesehatan kita, ditambah dengan undang-undang yang katakanlah menurut Ahli tadi, ini berpihak kepada kepentingan siapa? Pertarungan apa namanya, farmasi itu juga pabrik-pabrik obat juga memberi dampak, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi juga kebijakan dalam penentukan sektor ini, sehingga itu bisa masuk dalam aturan-aturan yang juga meliputi kita semua, kan begitu. Misalnya ada, pernah yang
23
kita dengar, misalnya dokter itu kalau ngasih resep dia cenderung obatobat tertentu karena dia dapat juga bonus dari merek obat itu, kan gitu. Itu sesuatu yang sering terjadi juga di dalam masyarakat kita. Muncul di dalam praktek. Oleh karenanya, saya ingin bertanya kepada Ahli. Sebaiknya terhadap tenaga-tenaga di bidang kesehatan ini, dari tingkat yang paling tinggi seperti dokter sampai kepada apalah yang paling rendah di komunitas kita itu, dalam pengelolaan obat ini, apakah memang diserahkan kepada kondisi sinkuanonya atau kondisi pada saat dimana masyarakat itu membutuhkan. Saya tidak percaya dengan Saksi misalkan mengatakan, dia tidak pernah memberi obat yang diluar daftar G dengan kondisi di Serang. Menurut saya, saya tidak percaya. Mungkin menurut saya kalau saya tanya pernah nggak menyuntik pasien yang sakit sebelum Anda menyuntik itu, Anda minta izin dulu kepada yang lebih tinggilah yang berwenang. Menurut saya pasti Anda pernah lakukan itu, walaupun Anda akan mengatakan tidak Kan gitu. Itu bisa kita pahami bagaimana kondisi tenaga medik di masyarakat. Biasanya kalau datang ke rumah Pak Mantri saya ini demam sudah seminggu nggak sembuh, nggak dikasih obat, biasanya minta disuntik itu pasiennya, Pak saya disuntiklah. Suntikan itu juga obat daftar G, itu disuntik sama perawatnya, sama mantrinya tanpa harus minta izin, kenapa? Tidak ada manfaat benefit yang harus diperoleh di sana. Tapi tujuan utamanya bagaimana menolong orang sakit ini, karena tidak ada tenaga lain yang bisa menyembuhkan dia, itu tujuan utama. Bahwa kemudian ada feedback dalam bentuk bayaran untuk obat itu ya wajar-wajar saja. Nah, yang ingin saya tanyakan sekali lagi, saya ingin katakan, apakah memang dalam kondisi yang demikian itu wajib diserahkan pada kondisi masyarakat karena undang-undang ini tidak khususnya Pasal 108 itu tidak memberi kondisi itu? Sekali lagi saya ingatkan. Terima kasih. 72.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Arsyad.
73.
HAKIM ANGGOTA : M. ARSYAD SANUSI Terima kasih, Pak Ketua. Pada Saudara Ahli, Prof. Dr. Asrul Aswar, begitu kaya dengan pengalaman mengenai perawat. Konstitusi kita itu menegaskan sesuai dengan batu uji yang diberikan oleh Pemohon. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Itu konstitusi kita, Pak. Nah, pasal yang diujinya ini adalah 108 yang notabene Ahli ini mengatakan bahwa undang-undang ini dihapuskan, menghambat. Sebenarnya undangundang ini bukan ditujukan kepada obat, bicara konotasi tentang obat
24
memang ada kaitannya, tetapi undang-undang, pasal yang diuji ini adalah tenaga kesehatan in casu perawat, Bapak istilahkan tadi ada ness, ya? Ada medicalness, ada comunittyness [Sic!] dan lain sebagainya. Nah, sekarang ingin saya mengajukan pertanyaan pada Ahli, kalau Pasal ini 108 ini, itu kira-kira apa? Dimana letak bahwa itu undangundang ini betul-betul menghambat menurut keahlian pada Ahli. Memang tadi dianalisa juga pandangan para Saksi, oleh Saksi dikatakan sebagai tenaga perawat ini dia merasa nyaman oleh karena ada payung hukum yang melindungi, bahkan kalau kita baca, Pasal yang diuji lagi 190 itu ada sanksi pidana bagi yang notabene perawat yang tidak punya keahlian, ya? Bisa langsung nyuntik, itu. Jadi..., nah, bagaimana Ahli mencermati Pasal 108 ini bahwa itu betul-betul menghambat, ah itu. Barangkali itu saja, Pak Ketua. Terima kasih. 74.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Sodiki?
75.
HAKIM ANGGOTA : ACHMAD SODIKI Terima kasih. Membandingkan pengalaman para Saksi dan kemudian mendengarkan keterangan Ahli, saya kira Serpong pada saat itu memang tidak sama dengan, dimana sekarang ini Saudara Saksi itu berpraktIk, ya? Tapi ada kemungkinan bahwa Serpong saat itu adalah sama dengan keadaan di mana Pemohon itu bekerja, ya? Jauh dari pusat kota, dari komunikasi dan kemudian seorang perawat harus dihadapkan pada situasi di mana dokter tidak ada. Pertanyaan saya adalah apakah seorang perawat memang tidak boleh menolak pasien seperti halnya dokter dalam kondisi dimana tak mungkin memboleh tenaga kedokteran dan dia harus bertindak, ini antara pilihan, antara kewajiban meneguhi suatu undang-undang dengan menyelamatkan suatu nyawa atau situasi yang demikian, kirakira dari etik dari pandangan Ahli mana yang paling di..., di..., bahwa kecelakaan itu memang di mana-mana ada dan saya kira bahwa itu ada kecelakaan itu resiko memang. Tapi kan tidak semua orang yang ditolong itu mendapat kecelakaan, karena apa? Karena menurut..., barangkali dugaan saya bahwa pemberian itu pun bukan suatu cobacoba tapi pemberian obat itu atas dasar pengalaman yang sudah lama yang oleh masyarakatnya itu sudah diterima secara sudah baik, gitu ya? Dan kalau demikian halnya mungkin ada suatu..., suatu bandingan ya? Bandingan saja yang keahlian saya ada suatu keabsahan suatu jual-beli. Menurut undang-undang dia harus dimuka pejabat pembuat akta tanah, tapi mungkin di situ tidak ada pajabat pembuat akta tanah, dilakukan secara tradisional, apakah di situ kemudian tidak diakui keabsahannya di
25
mana pejabat pembuat tanah, tidak mau bekerja di situ. Ini..., ini suatu bandingan, ya? Jadi barangkali suatu ketentuan undang-ungang yang sama diterapkan pada masyarakat yang berbeda itu sama tidak adilnya dengan suatu ketentuan undang-undang yang tidak sama diterapkan pada masyarakat yang berbeda. Saya kira barangkali menurut pandangan Ahli dari pertanyaan kami, terutama tadi membandingkan situasi ini kira-kira yang sekian puluh persen ini, tetapi di situ kira-kira saran Ahli apa untuk..., untuk tidak menerus mereka itu menjadi alasan bahwa ini keadaan darurat kira-kira rambu-rambu pengamannya ada di mana? Terima kasih. 76.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terakhir, Pak Muhammad Alim.
77.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak Ketua. Kemungkinan tidak bertanya saya, tapi mungkin memberi satu perbandingan untuk direnungkan kepada siapapun, di dalam Pasal 48 Kitab Undang-Undang Pidana, dalam keadaan terpaksa orang berbuat tidak bisa di hukum. Dalam hukum Islam makan babi pun boleh, kalau dia mati kelaparan itu overmacht juga itu, bolehlah itu, dan itu ditiru oleh KUHP Pasal 48 itu. Kemudian dalam hukum, tergantung motivasi seseorang berbuat, itu juga meniru hukum Islam, dia bilang “inamal maalu biniya,” semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. Bagus sekali hukum Islam itu ditiru banyak oleh ilmu hukum, ini yang mendasar itu di dalam bukunya Hans Kelsen, “General Teory of Law and State” karena mohon maaf Ahli tadi mengatakan buta hukum, mudah-mudahan ini menjadi pencerahaan. Hukum itu berlaku terhadap 4, spare of validity daripada hukum itu ada 4. Pertama terhadap orang. Orang apa sih yang menjadi berbuat itu?, kedua, soal, soal apa yang dia lakukan? ketiga, dimana dia lakukan? dan kapan dia lakukan? Jadi empat itu. Dalam praktik, saya pernah tugas jadi Ketua Pengadilan Negeri di Wamena, di sana itu loh, yang pakai koteka, mohon maaf, itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sejak zaman Belanda ada satu pasal yang melarang pengrusakan kesopanan di muka umum. Nah, kalau orang pakai koteka, kalau umpamanya mohon maaf di Jakarta atau di Aceh mungkin itu sudah merusak kesopanan di muka umum, tapi pakai koteka di Wamena no, tidak pernah ada orang yang diajukan sepanjang saya bertugas 2 tahun, tidak pernah diajukan karena merusak kesopanan, wong, di pasar berkeliaran pakai koteka, mohon maaf. Karena itu terhadap soal apa? Soal koteka merusak kesopanan dia, ya barangkali kalau di Aceh tempatnya berbeda, tapi kalau di Wamena
26
tidak. Jadi hukum itu diterapkan terhadap orang, terhadap soal, terhadap waktu, dan terhadap tempat, tidak boleh mukul rata. Jadi hukum, itu menyamaratakan. Keadilan tidak boleh menyamaratkan, dalam ilmu hukum disebut suum cuique tribuere, tiap-tiap soal ditimbang sendiri-sendiri. Saya bilang sama Pemohon, sayang sekali bukan saya yang mengadili, terima kasih Pak. 78.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan, Ahli.
79.
AHLI PEMOHON: AZRUL AZWAR Terima kasih atas pertanyaan atau masukan dan saran. Saya sangat menghargai sekali. Pertama adalah sebenarnya kita berbicara apa, gitu? Saya setuju dengan Bapak, kita sebenarnya berbicara lebih luas. Kita bisa sistem kesehatan nasional, kita bicara tentang sistem kita dan kemudian kita harus menetapkan unsur-unsur apa yang dibutuhkan untuk mendukung sistem itu? Nah, saya menilai pasal ini tidak mendukung sistem karena dengan alasan-alasan saya tadi. Oleh karena itu, saya barangkali meneruskan himbauan dari Bapak tadi, marilah kita mencermati pasal ini dalam rangka menciptakan sistem kepentingan masyarakat kita secara keseluruhan yang masih sangat keterbelakang sekali, itu pertama. Jadi, saya mendukung jadi pendapat Bapak itu. Tentang.., biarpun dokter di China, itu sangat populer di China itu ada 2 sistem, 2 rezim ilmu yang diterapkan, pengobatan tradisional dan pengobatan modern. Apa yang terjadi? Karena perkembangan keilmuan yang peroleh oleh mereka sekarang terjadi…, menjadi satu itu, di rumah sakit tidak lagi dipisahkan pelayanan kesehatan modern dan pengobatan kesehatan…, kesehatan apa…, kesehatan tradisional itu, mereka sudah masuk dalam kurikulum. Tetapi pada tingkat yang paling bawah, tingkat yang paling bawah yang kita disebut bare foot doctor tadi, kebanyakan mereka hanya mendapatkan perhatian seperti kader kesehatanlah. Kader kesehatan di sini, dia diberikan kewenangan melakukan pengobatanpengobatan sesuai dengan apa yang…, kebutuhan masyarakat setempat. Jadi sekali lagi saya selalu menggunakan, marilah kita berikan kewenangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan sesuai dengan maunya kita dan itu berkembang bagus sekali kata orang dengan penduduk yang begitu miliaran tidak mungkin bisa mencapai tingkat keberhasilan kesehatan, kalau tidak didukung oleh bare foot doctor ini. Itu yang saya tahu karena, saya memang kebetulan sering interaksi dengan teman-teman dari China tentang sistem pengobatan dia itu, kita lihat sekarang akupuntur sangat berkembang di Indonesia dan
27
akupuntur itu dilakukan juga oleh mulai spesialisasi sampai tengah elemen yang mendapatkan kursus satu, dua…, minggu. Jadi memang tidak ada yang apa…, yang kemudian bare foot doctor itu. Kemudian tentang pengertian obat itu ada 3 pengertian Pak. Sebenarnya pengobatan tradisional itu adalah pengobatan yang menggunakan bahan-bahan alamiah yang diturunkan secara turunmenurun, ya? Tidak berarti pengobatan tradisional itu tidak bermutu, karena apa? Pengobatan yang tradisional yang dikaji selalu mendalam dikembangkan dengan baik menggunakan turun-menurun, banyak yang bermutu, tapi memang cara aslinya itu pengobatan yang berasal dari khasanah budaya kita yang dihasilkan secara turun menurun kepada masyarakat kita. Nah, kemudian oleh dunia kedokteran ditambahkan dapat digunakan sepanjang dibuktikan kemanfaatannya. Nah, sekarang banyak sekali penelitian-penelitian obat tradisonal yang kita dorong, sehingga demikian mudah-mudahanlah khazanah ilmu kedokteran, ilmu farmasi Indonesia makin berkembang. Karena kita menggali dari budaya kita sendiri. Jadi, yang kedua istilahnya adalah pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif itu sebenarnya ini menggunakan teknologi kedokteran modern, tetapi bukti positifnya, dampaknya, itu belum ditopang secara belum disepakati. Jadi evidence base-nya belum 100% disetujui. Itu umumnya, definisi umumnya begitu. Misalnya teknologi (suara tidak terdengar jelas) tertentu misalnya, misalnya begini ya, ada yang bilang kalau mau sehat masuk chamber oksigen gitu nanti segar, gitu. Ya betul saja segar. Tapi apa itu penyembuhan? Wallahualam, tapi tidak kemudian menimbulkan dampak negatif yang besar. Tapi, klaim khasiatannya masih perlu dibuktikan. Itu umumnya termasuk di dalam alternatif, alternatif. Silakan, kita sebagai dokter menceritakan. Nanti ini memang khasiatnya kita belum tahu, tapi silakan. Belum terbukti secara ilmiah. Tapi pada kasus-kasus tertentu sudah memberikan hasil. Karena itu tidak ditentang, dikembangkan. Siapa tahu dengan pengembangan yang terencana bukan lagi menjadi alternatif tetapi sudah menjadi pengobatan yang masuk di dalam main stream daripada dunia kedokteran. Karena itu juga pengobatan alternatif sering disebut dengan nama compllimentary medicine. Dia hanya pelengkap dari pengobatan kita. Nah, yang kita bicarakan saat ini sama sekali tidak terkait dengan itu, karena mereka dididik secara modern. Jadi, yang kita kembangkan kepada mereka dan bagaimana memberikan kewenangan kepada anakanak kita melakukan profesinya dengan baik dan mereka menolong. Dan itu adalah pengobatan-pengobatan modern barat yang seperti yang kita kenal selama ini. Kemudian yang kedua adalah tentang otonomi, saya pikir memang betul itu Pemerintah Daerah itu waktu terjadi desentralisasi, kesehatan itu menjadi agak anak tiri itu beberapa tempat. Ada beberapa penyebab. Pertama, pemahaman terhadap kesehatan itu tidak tinggi.
28
Orang ngapain sih bangun kesehatan? Lama hasilnya, 20 tahun nggak kelihatan. Kalau saya mau dipilih lagi mestinya saya membangun kegiatan yang bisa dilihat. Dibangunlah jembatan, dibangun rumah sakit. Bangun jembatan, bangun rumah sakit baik juga, siapa nggak…, Tapi akibatnya uang habis di situ pembangunan kesehatan tidak ada. Oleh karena itu, apa yang kita lakukan desentralisasi dulu advokasi? Yang kedua kita lakukan adalah, supaya mereka Pemerintah Daerah itu tidak begitu mengabaikan, kita kemampuan dulu kemampuan daerah untuk merencanakan program itu tidak ada. Diambil dari staf. Karena itu kita berikan technical assistant dan seterusnya, dan seterusnya. Itu yang kita lakukan. Oleh karena itu memang betul, desentralisasi itu untuk dunia kesehatan tidak bisa sepenuhnya, itu kesepakatan. Untuk hal-hal tertentu ini disetujui oleh dunia harus tetap di tangan Pemerintah Pusat. Misalnya adalah contoh penyakit menular. Pemberantasan penyakit menular semestinya tidak diserahkan kepada Pemerintah Daerah, dan ada beberapa contoh lagi dimana tetap di tangan Pemerintah Daerah. Malah dalam diskusi yang terakhir, banyak sekali kita diskusikan tenagatenaga yang tenaga-tenaga yang penting itu tidak diserahkan ke daerah. Misalnya, dokter tidak diserahkan penempatan ke daerah, tapi dari pusat. Sehingga nanti bisa dikontrol. Ada keuntungan dan kerugian seperti itu. Jadi, sekali lagi dalam bidang otonomi ini memang…, tapi sebenarnya otonomi itu selalu ada positif ada negatif. Bapak-Bapak tentu tahu dalam bidang ini. Saya tidak begitu apa…, tapi memang betul otonomi bagi yang tidak memperhatikan kesehatan ya terbengkalai kesehatannya. Dokter tidak ada, sarana tidak baik, seperti yang Bapak ceritakan tadi obat tidak ada. Nah, dalam keadaan ini apa yang bisa kita lakukan? Antara lain adalah kita daya gunakan tenaga-tenaga kesehatan. Karena itu di banyak negara disebut ada multi purpose personel. Jadi, istilahnya multi purpose personel. Jadi, mencetak tenaga dengan multi purpose. Di negara-negara lain tidak dibedakan bidan dengan nurse. Karena bidan nurse harus melakukan hal yang sama. Kita ini terlalu banyak pembedaan-pembedaan, dilarang-dilarang melulu. Padahal sebenarnya kalau kita punya tenaga multi purpose di desa banyak masalah yang bisa kita selesaikan. Sekali lagi ini adalah pandangan pribadi saya. Kemudian obat, dokter. Dokter itu menerima obat, nerima uang. Karena itu bikin resep. Betul, saya tidak bantah itu. Tapi penyebabnya ada lagi. Itu hanya gejala, itu hanya akibat. Penyebabnya apa? Penyebabnya jumlah obat di Indonesia terlalu tinggi, sekitar 12.000 obat. Dulu 17.000 obat. Penyakit itu tidak bisa dipaksa. Beda kalau saya produksi mobil, saya bisa motivasi orang beli mobil. Obat kan tidak bisa di motivasi. Orang-orang sakit itu terbatas jumlah 10, 20%. Di Indonesia 15% satu saat orang sakit. Jadi, kalau obat banyak diproduksi tidak berlaku hukum ekonomi. Banyak produk harga turun, tidak. Apa yang terjadi? Dia
29
saingan. Bayangi obat antibiotik ya, misalnya pilek saja sampai 100 biji. 100 macam namanya. Tapi apa yang terjadi karena dia tidak mau rugi (suara tidak terdengar jelas).., siapa yang menentukan resep agar memang ditangani dokter? Akhirnya memang di tangan dokter, akhirnya dokter diiming-imingin. Akhirnya telanggarlah etika. Jadi saya melihat ini masa komplain sekali, kalau akar masalahnya tidak kita selesaikan, tidak berani menyederhanakan jumlah obat maka kita akan terus seperti ini. Oleh karena itu salah satu cara lagi yang bisa ditempuh adalah menerapkan asuransi kesehatan, ketika asuransi kesehatan nanti ada ditetapkan standar obat, Anda harus pakai ini, kalau tidak diklaim, tidak dibayar oleh karena itu memang untuk mengatasi masalah ini khusus tentang banyaknya obat dan penyelewengan dokter kalau ada: 1. Ada pembatasan jumlah obat. 2. Segera national health harus diterapkan. Hanya itulah yang bisa mencegah terjadinya hal-hal dan tidak etika itu. Jadi, memang kita bicara soal sistem sekali lagi, kita bicara tentang sistem, rumit sekali. Nah, saya khawatir sistem yang ada di sini sekali lagi Pak, saya tidak menghambat atau dicabut semuannya tidak. Hanya pasal-pasal yang menurut saya menghambat, pasal yang tadi disebutkan hak konstitusi itu dari dulu kit perjuangkan. Dulu nggak ada itu sekarang sudah ada karena WHO saja mengatakan, “Health is one of basic fundamental rights of every human being. Masak di kita saja nggak ada? Jadi kita sudah kuti dan seluruhnya cuma pasal-pasal yang menurut saya tidak menompang pengembangan sistem. Nah, salah satu pasal itu adalah yang kita bicarakan saat ini, itu menurut saya mungkin saya juga salah. Dan kemudian, sekali lagi menghambat kalau 108 dikaitkan dengan 190 orang nggak bisa bergerak, siapa yang berani? Berat benar dia punya. Nah, sekali lagi ingin saya katakan ada penegak hukum yang menghormati Perda tapi tidak kurang-kurang jumlahnya dan tidak peduli dengan Perda, dia lihat undang-undangnya sehingga orang ditangkapin. Saya bangkit tidak berani mengatakan, mungkin saya tidak bolehlah menuduh-nuduh tapi banyak yang terjadi tidak masuk pengadilan, kata orang diselesaikan secara adat. Apa terus kita pertahankan seperti ini? Sistem kita makin parah, oleh karena itu marilah kita mengaku kita pelihara kewenangan diatur tidak isinya jangan melarang tapi adalah mengatur, bahkan itu yang mesti kita lakukan. Nah, tadi Bapak Sadi mengatakan, apakah seorang perawat tidak boleh menolak pasien? Betul tidak boleh, setiap petugas kesehatan atau apapun tidak boleh menolak pasien, tidak boleh menolak. Kalau dia tidak tahu pun dia tetap nerima tapi rujuklah dengan nasihat-nasihat yang cukup. Itu adalah salah satu kewajiban etik dari seorang petugas kesehatan. Jadi, kita tidak boleh, berikan ketentuan itu. Nah, saya ingin sampaikan di sini dia tidak punya pendidikan kenapa kita percayai melakukan tindakan sunat tadi itu? Saya pikir kita tahu sepakati bersama, skill itu diperoleh dari dua ada keilmuan,
30
pelatihan, education yang kedua experience. Bahkan perawat yang berkerja bertahun-tahun di desa, dia punya experience yang hebat tentang itu, kita manfaatkan sepanjang tidak ada dokter sekali lagi ya? Sepanjang tidak mampu Pemerintah menempatkan dokter, menempatkan ahli farmasi di Indonesia saat ini jangan dilarang mereka, kita atur karena itu kita kembangkan bersama-sama yang saya sebutkan tadi perawat komunitas dan ini kesempatan baik bagi kita. Saya sepakat memang undang-undang saya baru dapat terima kasih banyak, tadi saya berkali-kali bilang kita nyusun ini, niatnya kemana? Kalau niat kita memang untuk bersama-sama ya kita atur. Tapi memang yang menyusun ini banyak kepentingan-kepentingan sehingga niat pro rakyat itu menurut saya, minta maaf sekali lagi ya, itu kelihatan agak sedikit nomor 2 kan. Jadi mungkin saya terlalu banyak ngomong minta maaf untuk itu kalau ada yang tidak berkenan tapi saya menyampaikan dari hati saya yang tulus dari lubuk hati saya apa yang mesti kita lakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat kita saat ini. terima kasih. 80.
KETUA : MOH. MAHFUD MD Masih ada ini Ibu Maria?
81.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Saya akan menanyakan kepada Pemohon dan Pemerintah. Saya setuju dengan Ahli Pemohon bahwa sebaiknya Perda tidak bertentangan dengan undang-undang yang mengaturnya. Tapi di sini saya akan melihat pada Pasal 108 dan Penjelasannya. Kalau di sini dikatakan bahwa praktek kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu kesediaan farmasi, pengamanan, penggadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan kalau kita melihat pada penjelasannya, maka penjelasannya menyatakan bahwa yang dimaksud tenaga kesehaan dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dalam melakukan praktik kefarmasian secara terbatas misalnya antara lain dokter dan atau dokter gigi, bidan dan perawat yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Jadi kalau kita melihat Pasal 108 dengan Penjelasannya kelihatannya agak tidak sesuai tapi terhadap Pemohon, kalau Pemohon
31
meminta Pasal 108 ayat (1) dengan Pasal 190 maka Pasal 190 itu justru memberikan sanksi kepada pelanggaran terhadap Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 85 ayat (2), Pasal 32 itu menyatakan bahwa dalam hal..., dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun swasta dilarang nolak pasien atau meminta uang, ini yang diberikan sanksi pidana. Jadi, kenapa 32-nya, tapi ini sudah selesai perbaikannya, saya rasa karena 190 ayat (1) ini memberikan sanksi justru pada Pasal 32 dan..., ayat (2) pada Pasal 85. Pasal 85 juga menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud ayat (1) dilarang menolak pasien dan atau meminta uang terlebih dahulu. Jadi, Pasal 109 ini sebetulnya ayat (1) tidak akan ada kalau Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 85 ayat (2) itu tidak dilanggar. Saya rasa itu. 82.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih banyak, Pak Ketua. Untuk kedua kalinya saya. Saya tujukan kepada Ahli. Tadi Ahli mengatakan bahwa sesungguhnya tidak terlalu susah melatih tenaga perawat dan lain-lain itu untuk bisa berbuat lebih jauhlah, lebih dari kompetensinya. Mungkin seperti yang kata Ahli tadi ada yang saya lihat di daerah, ada pelatihan untuk dukun beranak, ini barangkali untuk bisa menambah tenaga untuk bisa melayani orangorang. Saya sendiri waktu lahir, Pak. Kata Ibu saya, saya ditolong oleh dukun beranak, bukan ditolong oleh dokter orang wong deso, Pak. Jadi saya ditolong situ, saya juga waktu disunatrasulkan, ya dukun juga, Pak. Yang ngerjakan..., Imam yang ngerjakan saya bukan Mantri. Ya, terus terang saja ya meskipun beberapa hari bengkak juga lama-lama..., barangkali ini maksud saya, pelatihan itu gampang karena dukun bersalin itu loh, Pak. Dilatih beberapa hari kok dia akhirnya bisa boleh melakukan itu? Terima kasih, Pak.
83.
KETUA : MOH. MAHFUD MD Pemerintah mau jawab? Apa mau nanti ditulisan jawabannya?
84.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI (KASUBDIT PEMBELAAN, PENYIAPAN DAN PENDAMPINGAN PADA SIDANG MK) Ya, terima kasih, Yang Mulia.
32
Nanti di tulisan, yang kedua barangkali tadi pertanyaan Prof. Maria barangkali akan kita..., apa..., sandingkan dengan..., kalau di Pemerintah kan menghadirkan Ahli Yang Mulia, agar apa yang menjadi pertanyaan Prof. Maria itu bisa disinkronkan nanti. Terima kasih. 85.
KETUA : MOH. MAHFUD MD Baik, Pemohon.
86.
PEMOHON : MISRAN
Assalamualaikum. wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang Mulia Bapak Hakim Mahkamah Konstitusi. Saya pada kesempatan hari ini sangat berbahagia sekali karena sudah mulai mendapatkan satu pencerahan, pencerahan tentang masalah hukum terutama khusunya perawat dari Saksi dari teman-teman Dinas Kesehatan baik perawat, Pusban dan sebagainya, termasuk dari Pemerintah sebetulnya saya sendiri bagian dari beliau-beliau. Saya adalah bagian..., saya juga pegawai negeri. Namun perlu kita garisbawahi bahwa saya juga di puskesmas pembantu mungkin sistemnya agak sedikit beda karena (...) 87.
KETUA : MOH. MAHFUD MD Sebentar Saudara ini ada pertanyaan tadi bukan menanggapai yang lain ini ada pertanyaan dari Hakim, tadi dicatat nggak? Itu yang dijawab. KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD AIDIANSYAH Terima kasih, Yang Mulia. Masalah keterkaitan Pasal tadi yang 108 beserta penjelasannya dan 190. Karena di 190 itu sudah jelas, jadi dari 108 bahwa keterbatasan perawat tidak berikan obat karena di sana adalah pimpinan Pusbannya adalah perawat, otomatis mereka harus menolak pasien, berarti menunggu dokter datang dulu atau menunggu obat atau menunggu apoteker dulu. Kalau ini terjadi bagaimana mereka bisa melaksanakan kewajiban mereka dan mereka tidak boleh menolak pasien. Nah, darurat di sana tidak jelas, darurat bagaimana, darurat itu ada batasan-batasan masalah darurat. Jadi yang kita kaitkan dengan 190 dengan 108 seorang perawat tidak boleh memberikan obat, telak jadi 190 itu mereka pimpinan Pusban, seorang perawat tidak boleh memberikan obat, berarti mereka menunggu dokter atau memberikan obat menunggu apoteker. Nah, ini keterkaitan antara Pasal 108 dengan 190. Kalau mereka tidak menolak pasien mereka kena sanksi tapi kalau
33
mereka menerima pasien, apa yang mereka berikan, obatpun tidak bisa mereka keluarkan atau menunggu apoteker sesuai undang-undang. Itu saja, Majelis. 88.
KETUA : MOH. MAHFUD MD Silakan Ahli tadi masih ada pertanyaan kalau mau dijawab dari Pak Azrul…, Pak Muhammad Alim tadi, tentang yang disunat-sunat bengkak itu?
89.
AHLI DARI PEMOHON : AZRUL AZWAR Ya, sebenarnya dalam dunia kedokteran itu yang disebut dengan
community in Powerman, pemberdaya masyarakat. Ada Saumum,
Saumum dia menjadi LSM Peduli Kesehatan. Jadi, ada kita dorong LSMLSM itu jadi peduli kesehatan. Ada juga secara individu, secara individu itu dua target utama kita. Pertama adalah dia mempraktikan perilaku sehat untuk diri dia sendiri, menggunakan keahlian yang dilatihkan kepada dia, membantu masyarakat setempat. Dukun bayi, dukun sunat termasuk dalam kategori yang kedua. Di manapun di dunia ini ada, bukan hanya di Indonesia. Terima kasih.
90.
KETUA : MOH. MAHFUD MD Baik, kalau begitu kepada pemerintah dipersilakan nanti menghubungi Kepaniteraan, kalau mau mendatangkan Ahli, tetapi diberi waktu sampai hari Jumat besok lusa jam 12.00 itu sudah jelas, siapa yang akan dihadirkan baik Saksi maupun Ahli. Kalau sampai hari…, jam itu tidak ada berarti, tidak menggunakan hak mengajukan Saksi dan Ahli dan Mahkamah akan segera menyiapkan sidang berikutnya untuk vonis. Dengan demikian sidang hari ini dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.48 WIB
34
Jakarta, 17 Juni 2010 Kepala Biro Administrasi Perkara dan Persidangan
Kasianur Sidauruk 19570122 198303 1 001
35