BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1
Revitalisasi
2.1.1
Pengertian Revitalisasi Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi lahan melalui
pembangunan kembali suatu bangunan untuk meningkatkan fungsi bangunan sebelumnya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/Prt/M/2010). Revitalisasi bertujuan untuk mengembalikan vitalitas ataupun daya hidup sebuah bangunan atau kawasan pada suatu kota. Umumnya revitalisasi dapat dikaitkan dengan proses peremajaan bangunan, dimana intervensi yang dilakukan dapat mencakup aspek fisik dan non fisik (ekonomi, sosial budaya, dll.). Selama dua dekade terakhir praktek peremajaan dan revitalisasi bangunan telah terjadi beberapa perubahan dan perkembangan konseptual dalam kebijakan penataan lingkungan binaan (Martokusumo, 2008). Bila dikaitkan dengan paradigma keberlanjutan, revitalisasi merupakan sebuah upaya untuk mendaur ulang (recycle) aset perkotaan untuk memberikan fungsi baru, meningkatkan fungsi yang ada atau bahkan menghidupkan kembali fungsi yang pernah ada. Namun, dapat dipastikan tujuannya adalah untuk menciptakan kehidupan baru yang produktif serta mampu memberikan kontribusi positif pada kehidupan sosial-budaya dan terutama kehidupan ekonomi kota (Martokusumo, 2008). Hubungan revitalisasi dengan peremajaan, rehabilitasi dan redevelopment dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :
6 Universitas Sumatera Utara
Peremajaan (Renewal): Perubahan fisik kawasan yang terjadi karena tuntutan kegiatan/ aktifitas ekonomi atau kekuatan sosial
Rehabilitasi (Rehabilitation) : a. Surface Rehabilitation Perubahan hanya sebatas kulit luar bangunan b. Deep Rehabilitation Perubahan fisik yang signifikan
Revitalisasi (Revitalisation) : Upaya meningkatkan fungsi bangunan melalui peningkatan kualitas lingkungan, dengan mepertimbangkan aspek sosial budaya dan karakteristik kawasan
Redevelopment: Proses peremajaan yang ditandai dengan adanya perubahan total terhadap struktur fisik dan morfologi bangunan fungsional kota (pembangunan kembali) untuk peningkatan fungsi bangunan.
Gambar 2.1 Skema Hubungan Peremajaan, Rehabilitasi, Redevelopment dengan Revitalisasi Sumber : Martokusumo, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 2008
Sementara itu, Budiono (2006) mengaitkan revitalisasi sebagai rangkaian upaya untuk menata kembali suatu kondisi kawasan maupun bangunan yang memiliki potensi dan nilai strategis dengan mengembalikan vitalitas suatu kawasan
yang
mengalami
penurunan,
agar
kawasan-kawasan
tersebut
mendapatkan nilai tambah yang optimal terhadap produktivitas ekonomi, sosial dan budaya kawasan perkotaan. Vitalitas kawasan adalah kualitas suatu kawasan yang dapat mendukung kelangsungan hidup warganya dan mendukung produktivitas sosial, budaya, dan ekonomi dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan fisik, dan/atau mencegah kerusakan warisan budaya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/Prt/M/2010).
7 Universitas Sumatera Utara
Penetapan kriteria dan rencana revitalisasi kawasan dapat dilakukan dengan menelaah penyebab penurunan kinerja kawasan. Dimensi penurunan kinerja sebuah kawasan kota dapat mencakup hal-hal sebagai berikut (Martokusumo, 2008): a. Kondisi lingkungan yang buruk, artinya ditinjau dari segi infrastruktur fisik dan sosial tidak layak lagi untuk dihuni. Kondisi buruk tersebut mempercepat proses degradasi lingkungan yang dipastikan justru kontra produktif terhadap proses kehidupan sosial budaya yang sehat. b. Tingkat kepadatan bangunan dan manusia melampaui batas daya dukung lahan dan kemampuan infrastruktur (sarana dan prasarana) yang ada. c. Efektifitas pemanfaatan lahan sangat rendah, akibat terjadinya penurunan aktifitas/ kegiatan atau dengan kata lain under utilised. Hal ini dapat pula diakibatkan oleh alokasi fungsi yang tidak tepat, termasuk lahan-lahan yang tidak memiliki fungsi yang jelas. d. Lahan memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, karena misalnya letak yang sangat strategis bagi pengembangan tata kota, dan tingkat percepatan pembangunan yang tinggi. e. Batasan luas lahan yang cukup, harga memadai dan proses pembebasan lahan memungkinkan. f. Memiliki aset lingkungan yang menonjol, seperti peninggalan bersejarah (bangunan dan lingkungan) yang tidak tergantikan, misalnya tradisi penduduk yang khas terhadap pemanfaatan lanskap/ ruang hidupnya
8 Universitas Sumatera Utara
(cultural landscape), unsur alami yang menarik, sumber tenaga kerja, infrastruktur dasar yang relatif memadai.
2.1.2 Manfaat Revitalisasi Konservasi sebagai suatu proses memelihara place untuk mempertahankan nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial yang berguna bagi generasi lampau, sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di dalamnya maintenance sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga preservation, restoration, reconstruction, adaptation (revitalisation) dan kombinasinya. Maintenance bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang terus menerus terhadap semua material fisik dari place, untuk mempertahankan kondisi bangunan yang diinginkan. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan. Perbaikan mencakup restoration dan reconstruction, dan harus diperlakukan semestinya. Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa diakibatkan oleh proses alami, seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses pemakaian, seperti goresan, pecah dsb (Busono, 2009). Revitalisasi, sebagai bagian dari pelestarian atau konservasi memiliki beberapa manfaat bagi masyarakat di sebuah ruang kota, diantaranya adalah : a. Identitas dan Sense of Place Peninggalan sejarah merupakan satu-satunya penghubung kita dengan masa lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu.
9 Universitas Sumatera Utara
b. Nilai Sejarah Dalam proses perjalanan sebuah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting untuk dikenang, dihormati dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara bangunan dan lingkungan yang bernilai historis menunjukkan penghormatan kita kepada masa lalu, yang merupakan bagian dari eksistensi masa lalu. c. Nilai Arsitektur Salah satu alasan memelihara lingkungan dan bangunan bersejarah adalah karena nilai intristiknya sebagai karya seni, dapat berupa hasil pencapaian yang tinggi, contohnya seperti laggam atau seni tertentu yang menjadi landmark sebuah tempat. d. Manfaat Ekonomi Bangunan yang telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Bukti empiris menunjukkan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada seringkali lebih murah daripada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya, melalui urban renewal dan adaptive-reuse. e. Pariwisata dan Rekreasi Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi daya tarik yang mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut. f. Sumber Inspirasi Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme, gerakan sosial serta orang dan peristiwa penting di masa lalu.
10 Universitas Sumatera Utara
g. Edukasi Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dalam kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat atau individu tertentu, serta lebih menghormati lingkungan alam. Manfaat revitalisasi lainnya menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum (2013) adalah sebagai berikut : a. Peningkatan kualitas ruang kota/ kawasan b. Menguatnya identitas kota/ kawasan c. Terselamatkannya aset pusaka kota d. Meningkatnya vitalitas/ produktivitas ekonomi perkotaan
2.2
Bioskop
2.2.1
Pengertian Bioskop Bioskop adalah pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film),
yang disorot sehingga dapat bergerak (berbicara); gedung pertunjukan film cerita (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001). Secara populer ”Bioskop” dikenal sebagai gedung atau tempat pertunjukan film untuk umum dengan dipungut biaya ataupun bayaran. Bioskop berasal dari bahasa yunani, gabungan suku kata bios = hidup dan skoein = melihat atau mengamati. Sejak awal kehadirannya di Indonesia diterjemahkan sebagai gambar hidoep. Secara khusus “Bioskop” diartikan sebagai
11 Universitas Sumatera Utara
tempat bercengkrama (rendevous) bagi pembuat (sinears) dengan penggemar/ pecinta seni film dan alur seni (Tjasmadi, 1992).
2.2.2
Sejarah Bioskop Gedung Bioskop pertama di dunia dibuka pada tanggal 16 Juni 1889.
Bangunan permanen yang dirancang khusus untuk memutar film itu berada di Perancis, tepatnya di Kota Pelabuhan La Ciotat dan diberi nama L‟ Eden Theatre (www.konstelasi.com). Meskipun pemutaran film bioskop pertama di dunia terjadi pada tahun 1846, namun pemutaran film tersebut diadakan di sebuah gedung
pertunjukan
musik
Koster
&
Bials
Music
Hall
(http://cyberman.cbn.net.id).
Gambar 2.2 Gedung Bioskop pertama di dunia Sumber : www.konstelasi.com
Pertunjukan Bioskop pertama di Indonesia hadir di Tanah Abang pada 5 Desember 1900 di rumah seorang Belanda kaya yang diubah dan diisi dengan susunan kursi-kursi. Pertunjukan filmnya diselenggarakan oleh De Nederlandsch Bioscope Maatschppij. Mereka menjual tiket dengan harga yang sangat mahal,
12 Universitas Sumatera Utara
sehingga mayoritas penontonnya adalah orang-orang Belanda. Gedung bioskop pertama mulai didirikan pada tahun 1903 di beberapa tempat di Batavia. Dengan munculnya gedung bioskop, sedikit demi sedikit seni pertunjukan tradisional keliling juga mulai ditinggalkan, puncaknya terjadi pada tahun 1930-an (www.karbonjournal.org).
Gambar 2.3 Salah satu gedung bioskop pertama di Indonesia, terdapat di Batavia Sumber : KITLV Collection
Bioskop sebagai salah satu bentuk ruang publik khas budaya urban mengalami perkembangan menarik yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah kota dan negara, serta dari dinamika global. Dalam konteks Asia Tenggara, bioskop hadir sebagai warisan kolonial dengan warna yang beragam, tergantung pada sejarah kolonialisme di masing-masing negara (yaitu, pengaruh jajahan Belanda, Amerika Serikat, Spanyol dan Inggris). Bentuk dan tata ruang bioskop serta aktifitas manusia di dalamnya kemudian berkembang dengan berbagai variasi, berkaitan antara lain dengan perbedaan kelas sosial, dengan perkembangan teknologi dan dengan budaya hiburan. Sebagai bagian dari dinamika itu pun pada
13 Universitas Sumatera Utara
akhirnya banyak gedung bioskop beralih fungsi atau lenyap sama sekali (www.filmindonesia.or.id).
2.2.3
Bioskop Ria Kota Pematangsiantar Bioskop di Kota Pematangsiantar mulai berkembang di tahun 1970-an.
Salah satunya adalah Bioskop Ria. Bioskop Ria Kota Pematangsiantar berdiri sekitar tahun 1955 dengan Arsitektur Kolonial Belanda. Data sejarah mengenai gedung bioskop ini sangat terbatas, sehingga sulit untuk menemukan fakta mendalam mengenai gedung bioskop ini. Data sejarah yang ada mengenai perkembangan perfilman di bioskopbioskop di Kota Pematangsiantar menyebutkan bahwa pada masa dahulu, bioskop diminati masyarakat. Masa kejayaan bioskop di Kota Pematangsiantar terjadi pada era 1970-1980-an. Sebelum menyandang nama Bioskop Ria, bioskop ini memiliki nama Bioskop Rio dan hanya menayangkan layar tancap hingga tahun 1970-an.
Gambar 2.4 Gedung Bioskop Rio (Sekarang „Ria‟) pada tahun 1955-1965 Sumber : KITLV Collection
Gedung bioskop tersebut pada saat ini sudah tidak berfungsi lagi. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya minat masyarakat terhadap pertunjukan film dalam
14 Universitas Sumatera Utara
gedung bioskop. Banyak orang beralih minat dari bioskop ke video VHS, dilanjutkan oleh Video Compact Disc (VCD) bajakan yang murah dan produk lanjutannya yang dapat ditonton sendiri di rumah. Akhirnya bioskop ini ditutup pada tahun 2003 dan diserahkan menjadi aset Provinsi Sumatera Utara. Setelah sekian dekade tidak berfungsi, gedung bioskop ini disewakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada pihak swasta selama 30 tahun dan akan dibangun sebuah pusat perbelanjaan di Kota Pematangsiantar (www.hetanews.com).
Gambar 2.5 Gedung Bioskop Ria Pada Masa Sekarang Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015
2.3
Pariwisata
2.3.1
Pengertian Pariwisata Pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang dan jasa yang
sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan, layanan, penyediaan kebutuhan layanan dan sebagainya (Damanik dan Weber, 2006). Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktifitas dlakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka (Marpaung, 2002).
15 Universitas Sumatera Utara
Pariwisata adalah industri yang paling besar di dunia saat ini bila dilihat dari jumlah orang yang terlibat maupun uang yang beredar di dalamnya. Bersamasama dengan sektor pertanian dan industri manufaktur, pariwisata adalah ujung tombak perekonomian dunia. Industri pariwisata terbentuk dari 7 unsur, yaitu : a. Informasi Wisata b. Biro Perjalanan c. Transportasi d. Aksesibilitas e. Destinasi Wisata f. Atraksi Wisata g. Unsur Penunjang (seperti pendidikan pariwisata maupun pemasaran) Infrastuktur, sumber daya alam dan budaya merupakan syarat penting keberhasilan pariwisata. Demikian halnya dengan keinginan baik (public goodwill) dan keramahtamahan penduduk daerah tujuan wisata. Kedua hal diatas merupakan faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan pariwisata pusaka (heritage tourism). Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan motivasi wisatawan serta atraksi yang terdapat di daerah tujuan wisata maka kegiatan pariwisata dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu pariwisata yang bersifat massal dan pariwisata minat khusus. Jika pada
16 Universitas Sumatera Utara
pariwisata jenis pertama lebih ditekankan pada aspek kesenangan (leisure) maka pada tipe kedua penekanannya adalah pada aspek pengalaman dan pengetahuan (Cahyadi, Gunawijaya, 2009). Menurut Damanik dan Weber, ada beberapa peran mutlak yang menjadi tanggungjawab pemerintah terhadap pariwisata, yaitu : a. Penegasan dan konsistensi tentang tata guna lahan untuk pengembangan kawasan wisata, termasuk kepastian hak kepemilikan, sistem persewaan dan sebagainya. b. Perlindungan lingkungan alam dan cagar budaya untuk mempertanyakan daya tarik objek wisata, termasuk aturan pemanfaatan sumber daya lingkungan tersebut. c. Penyediaan infrastuktur (jalan, pelabuhan, bandara dan angkatan pariwisata). d. Fasilitas fiskal, pajak, kredit dan ijin usaha yang tidak rumit agar masyarakat lebih terdorong untuk melakukan wisata dan usaha-usaha kepariwisataan semakin cepat berkembang. e. Keamanan dan kenyamanan berwisata melalui penugasan polisi khusus pariwisata di kawasan wisata dan uji kelayakan fasilitas wisata (kendaraan, jalan dan lain-lain). f. Jaminan kesehatan di daerah tujuan wisata melalui sertifikasi kualitas lingkungan dan mutu barang yang digunakan wisatawan. g. Penguatan kelembagaan pariwisata dengan cara memfasilitasi perluasan jaringan kelompok dan organisasi kepariwisataan.
17 Universitas Sumatera Utara
h. Pendampingan dalam promosi wisata, yakni perluasan dan intensifikasi jejaring kegiatan promosi di dalam dan luar negeri. i. Regulasi persaingan usaha yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk berusaha di sektor pariwisata, melindungi UKM wisata, mencegah perang tarif dan sebagainya. j. Pengembangan sumber daya manusia dengan menerapkan sistem sertifikasi kompetensi tenaga kerja pariwisata dan akreditasi lembaga pendidikan pariwisata.
2.3.2
Jenis-jenis Pariwisata Menurut Pendit (1994), pariwisata dapat dibedakan menurut motif
wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Jenis-jenis pariwisata tersebut adalah sebagai berikut : a. Wisata Budaya atau Sejarah b. Wisata Maritim atau Bahari c. Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi) d. Wisata Konvensi e. Wisata Pertanian (Agrowisata) f. Wisata Buru g. Wisata Ziarah Masih banyak jenis-jenis wisata lain, tergantung pada kondisi dan situasi perkembangan dunia kepariwisataan di suatu daerah atau negeri, dan selera atau daya kreativitas para ahli profesional yang berkecimpung dalam bisnis industri
18 Universitas Sumatera Utara
pariwisata. Semakin kreatif dan banyak gagasan-gagasan yang dimiliki oleh mereka yang mendedikasikan hidup mereka bagi perkembangan dunia kepariwisataan, semakin bertambah pula bentuk dan jenis wisata yang dapat diciptakan bagi kemajuan industri ini. Swarbrooke dan Horner (1999) membagi jenis-jenis wisata dalam beberapa bagian, yaitu: a. Visiting Friends And Relatives (VFR) Pada dasarnya, VFR adalah keinginan untuk bertemu dan berkumpul bersama keluarga, teman, dan/ relasi yang berada/ tinggal di tempat yang berlainan sehingga wisatawan mendapatkan nuansa/ pemandangan baru. b. Wisata Bisnis (Business Tourism) Wisata bisnis adalah wisata yang ada hubungannya dengan kegiatan bisnis. Seperti seminar, konferensi, kunjungan ke perusahaan, kunjungan ke potential customer, launching product, dan sebagainya. c. Wisata Pilgrim (Religious Tourism) Wisata Pilgrim adalah jenis wisata yang berhubungan dengan agama, sejarah, adat istiadat, dan kepercayaan yang di anut oleh wisatawan. Tujuan wisatawan melakukan perjalanan wisata ini dengan niat untuk mendapatkan ketenangan dan kekuatan batin, keteguhan iman, memperoleh restu, dan banyak juga yang bertujuan untuk mencari kekayaan dan berkah. d. Wisata Kesehatan (Health Tourism) Wisata kesehatan adalah perjalanan wisata ke suatu tempat untuk tujuan kesehatan, seperti pengobatan penyakit, pengembalian vitalitas, penyegaran
19 Universitas Sumatera Utara
jasmani, dan kebugaran tubuh. Jenis kunjungan ini disebut wisata karena wisatawan mendapatkan berbagai bentuk hiburan di sela-sela kegiatannya. e. Wisata Sosial (Social Tourism) Sebuah kegiatan yang banyak melibatkan orang-orang untuk tujuan sosial. Jenis liburan yang disubsidi dalam beberapa cara, baik oleh instansi pemerintah atau sektor sukarela seperti organisasi non-profit atau serikat pekerja. f. Wisata Pendidikan (Educational Tourism) Wisata Pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu penjalanan wisata dengan tujuan untuk memperoleh pendidikan dan memperluas wawasan wisatawan mengenai suatu fenomena. Seperti pertukaran pelajar, dimana seorang pelajar melakukan perjalanan keluar negeri untuk mempelajari lebih banyak tentang budaya dan bahasa dari masyarakat di negara tersebut. g. Wisata Budaya (Cultural Tourism) Wisata budaya adalah perjalanan wisata yang dilakukan untuk memperluas pengetahuan tentang seni, adat istiadat, cara hidup, kebiasaan, dan budaya dari tempat yang dikunjungi. h. Wisata Alam (Scenic Tourism) Kegiatan wisata untuk melihat pemandangan alam yang spektakuler dapat di sebut sebagai wisata alam. seperti mengunjungi lokasi Air terjun, hiking, melihat matahari terbit dari puncak gunung, dan sebagainya. i. Wisata Hedonistik (Hedonistic Tourism) Wisata Hedonistik adalah suatu wisata yang yang dimotivasi oleh keinginan akan kenikmatan sensual, terangkum dalam empat „S‟s‟, yaitu sea, sun, sand,
20 Universitas Sumatera Utara
dan sex. Semua kegiatan wisata yang di lakukan akan berhubungan dengan empat „S‟ tersebut. j. Wisata Aktivitas (Activity Tourism) Wisata aktivitas adalah sebuah kegiatan wisata yang didasarkan pada keinginan akan sebuah pengalaman dan pandangan baru mengenai suatu objek wisata. k. Wisata Minat Khusus (Special Interest Tourism) Wisata minat khusus adalah jenis kegiatan wisata untuk menikmati minat tertentu di lokasi yang baru atau lokasi yang familiar, atau mengembangkan minat baru di lokasi yang baru atau lokasi yang familiar (Swarbrooke and Horner, 1999) Menurut Soetomo (1994), yang didasarkan pada ketentuan WATA (World Association of Travel Agent), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari yang dilaksanakan oleh wisatawan. Pengertian wisata lebih menekankan pada kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan dalam suatu perjalanan pariwisata.
2.4
Wisata Sejarah
2.4.1
Pengertian Wisata Sejarah Pariwisata
berbasis
sejarah
merupakan
komponen
di
bidang
pengembangan kepariwisataan yang saat ini makin gencar dilakukan karena pertimbangan bahwa setiap daerah memiliki sejarah yang berbeda dan unik yang tidak dimiliki daerah lain (Mackellar, 2006). Orientasi pengembangan pariwisata berbasis sejarah sangat menarik untuk dikembangkan, di satu sisi memberikan dampak positif bagi penerimaan daerah
21 Universitas Sumatera Utara
dan di sisi lain memberikan manfaat bagi penumbuh-kembangan industri kreatif yang berpengaruh bagi peningkatan pendapatan per kapita di daerah (Saleh, 2004). Riset tentang wisata berbasis sejarah banyak dilakukan dengan berbagai model pendekatan, misalnya dari aspek arsitektur, arkeologi, historis, keterlibatan atau partisipasi publik, cost budgeting, konservasi, sosio-ekonomi-budaya dan juga eksibisi yang dipromosikan (Shipley dan Kovacs, 2008). Wisata sejarah (historic tourism) adalah salah satu bentuk wisata budaya. Wisata budaya sendiri didefinisikan sebagai perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan mengadakan kunjungan, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat, cara hidup, budaya dan seni suatu daerah (Budiyono et al., 2012). Pariwisata sejarah di berbagai belahan dunia saat ini menjadi populer karena memberi pengalaman tersendiri bagi para wisatawan. Salah satu tempat wisata sejarah yang paling terkenal saat ini adalah Tembok Besar di negara Cina (Great Wall, China). Tembok besar Cina merupakan sebuah tembok raksasa yang membentang sepanjang 6.350 km. Tembok besar ini dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Qin Shihuang (lebih dikenal dengan nama Shi Huang Ti) pada tahun 221 SM, kemudian rancangannya disempurnakan pada masa Dinasti Ming pada tahun 1368-1644. Ujung barat Tembok Besar Cina berakhir di Top Lake, sedangkan ujung Timurnya berakhir di Shanhaiguan, Laut Bohai. Shanhaiguan atau Shanhai Pass dijuluki sebagai “Old Dragon’s Head” atau disebut juga “Laolongtou” karena mirip naga yang kepalanya terbenam di laut.
22 Universitas Sumatera Utara
Dua tempat favorit wisatawan adalah Changtai Tower dan Nereus Temple. Changtai Tower merupakan bangunan dua lantai dengan pondasi kayu dan bata, berfungsi sebagai menara pemantau. Sementara itu, Nereus Temple merupakan sebuah kuil bersejarah dari masa Dinasti Qing, dulunya menjadi tempat berdoa para kaisar kepada leluhur sebelum melanjutkan perjalanan ke sebelah Timur Laut Cina (www.ilmusiana.com).
Gambar 2.6 Changtai Tower, salah satu tempat favorit wisatawan Sumber : www.google.co.id
Wisatawan yang berkunjung ke Tembok Besar Cina selalu ramai dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2001 sebanyak 2,5 juta wisatawan datang ke tempat ini dalam setahun dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 70.000 pengunjung dalam sehari (www.chinahighlights.com). Tempat wisata sejarah di Indonesia juga tak kalah menarik dibanding tempat-tempat lainnya di luar negeri. Salah satu tempat wisata sejarah yang terkenal di Indonesia adalah kawasan Kota Tua Jakarta. Kota Tua Jakarta terletak
23 Universitas Sumatera Utara
di Provinsi DKI Jakarta dengan luas kawasan 1,3 kilometer persegi. Kawasan Kota Tua Jakarta memiliki banyak gedung-gedung bersejarah peninggalan jaman Kolonial Belanda. Bangunan-bangunan tersebut berupa lima buah museum (Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Museum Seni Rupa dan Keramik Indonesia serta Museum Wayang), Gedung Pos Indonesia, Gedung Kerta Niaga, Cafe Batavia, dan Rumah Merah. Terdapat juga area terbuka yang pada akhir pekan dijadikan tempat kegiatan seni dan budaya Indonesia. Dalam kawasan ini, pengunjung dapat berbelanja barang-barang yang dijual pedagang kaki lima ataupun berkeliling dengan menyewa sepeda onthel (www.indotravellers.com).
Gambar 2.7 Kawasan Kota Tua Jakarta Sumber : www.google.co.id
Daya tarik yang terdapat di Kawasan Kota Tua ini adalah museummuseum yang letaknya berdekatan sehingga pengunjung bisa mencapainya dengan berjalan kaki dari satu museum ke museum lain. Pengunjung dapat menikmati dan belajar mengenai sejarah di masa perjuangan hingga kemerdekaan Indonesia di Jakarta melalui museum-museum yang terdapat di kawasan ini (www.indotravellers.com).
24 Universitas Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara juga memiliki destinasi wisata berbasis sejarah. Salah satunya adalah Istana Maimun yang terdapat di Kota Medan. Istana Maimun merupakan peninggalan Kerajaan Deli yang saat itu disebut juga Istana Putri Hijau. Istana Maimun dibangun pada tanggal 28 Agustus 1888 oleh Sultan Mahmud Al Rasyid dan selesai pada tanggal 18 Mei 1891. Bangunan istana terdiri dari dua lantai dengan tiga bagian, yaitu bangunan induk, bangunan sayap kanan dan bangunan sayap kiri. Istana didesain dengan gaya tradisional Melayu dan pola India Islam (Moghul) yang terlihat dari bentuk lengkungan atap.
Gambar 2.8 Istana Maimun, Medan Sumber : www.google.co.id
Selain dapat menambah pengetahuan tentang sejarah Kerajaan Deli di Kota Medan, wisatawan juga dapat menyewa baju adat melayu dan berfoto layaknya bangsawan Melayu pada jaman dahulu.
25 Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Tempat-tempat Wisata di Kota Pematangsiantar Pematangsiantar, merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara memiliki karakteristik Kota Kolonial yang masih terlihat. Gedung-gedung atau benda-benda bersejarah masih dapat terlihat di kota ini. Namun, belum satupun benda bersejarah di kota ini terdaftar sebagai benda cagar budaya. Beberapa tempat wisata termasuk wisata sejarah di Kota Pematangsiantar dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Daftar Beberapa Tempat Wisata di Kota Pematangsiantar Jarak Lokasi dari Jenis Wisata
Objek
Keterangan Pusat Kota (km)
Taman Hewan Wisata Pendidikan
0,80 km
Rahmat International Wildlife 1 km Museum & Gallery Lapangan Merdeka (Taman Bunga) Kolam Renang Detis Sari Indah
0,30 km 1 km
Wisata Kesehatan
Wisata Alam
Kolam Renang Siantar Hotel
0,80 km
Gedung Olahraga
1,70 km
Permandian Karang Anyar
5 km
Permandian Sampuran
3 km
Taman Rekreasi Rindam
3 km
Permandian Timuran
6 km
Air Terjun Serbelawan
8 km
Bangunan Bersejarah
Kolam Renang Tirta Yudha (Bah 4,10 km Sorma) Wisata Budaya/
Museum Simalungun
0,12 km
Bangunan Bersejarah
26 Universitas Sumatera Utara
Jarak Lokasi dari Jenis Wisata
Objek
Keterangan Pusat Kota (km)
Sejarah
GKPS Sudirman
0,15 km
Bangunan Bersejarah
HKBP Martoba
1,5 km
Bangunan Bersejarah
Siantar Hotel
0,5 km
Bangunan Bersejarah
Monumen Perjuangan Rakyat
0,40 km
Situs Bersejarah
Lapangan H. Adam Malik
0,23 km
Kawasan Bersejarah
Mesjid Raya Siantar
0,80 km
Bangunan Bersejarah
Vihara Avalokitesvara
2,54 km
Gereja Katolik St. Laurensius
1,50 km
Bangunan Bersejarah
Wisata Ziarah
Makam Raja Siantar
1,16 km
Kawasan Bersejarah
Wisata Sosial
Siantar Waterpark
6 km
Toko Roti Ganda
1 km
Wisata Religi
Kuliner Siantar City Square
Wisata Kuliner
1,64 km
Miramar Restaurant
1 km
Rumah Makan Asmara Murni
1 km
Rumah Makan Garuda
2,83 km
Bakso Kota Cak Man
2 km
Rumah Makan Beringin Indah
4 km
Crystal Palace
2 km
Siantar Restaurant
0,8 km
Kedai Kopi Sedap
1 km
Mega Land City
3 km
Kedai Kopi Kok Tong
1,14 km
Kawasan Simpang Empat
0,60 km
Pasar Horas
1 km
Bangunan Bersejarah
Bangunan Bersejarah
Wisata Belanja Suzuya Supermarket
0,71 km
27 Universitas Sumatera Utara
Jarak Lokasi dari Jenis Wisata
Objek
Keterangan Pusat Kota (km)
2.5
Supermarket Ramayana
2,26 km
Supermarket Hypermart
5 km
Revitalisasi Untuk Pengembangan Wisata Sejarah Secara
ringkas,
revitalisasi
bangunan
cagar
budaya
seyogianya
mengandung tiga unsur perlakuan, yaitu : a. Konservasi, yaitu pemeliharaan serta perbaikan bagian-bagian yang rusak (pemugaran) b. Pemberian nilai ekonomi, yaitu penambahan fungsi atau perubahan fungsi sesuai dengan kebutuhan manusia masa kini, sehingga alih-alih menjadi cost center bangunan cagar budaya hendaknya menjadi profit center. c. Pemilihan jenis penggunaan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, dengan demikian bangunan cagar budaya tidak menjadi sarana atau wadah kegiatan yang eksklusif (Priatmojo, 2009). Pendekatan ekonomi sebagai hasil kebijakan memang sangat penting, tetapi aspek lain juga perlu mendapat perhatian, sebab keberhasilan dari pengembangan sektor kepariwisataan pasca revitalisasi tidak hanya dipengaruhi oleh objek wisata, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor (Adi et al, 2012). Masyarakat lokal terutama penduduk yang bermukim disekitar kawasan wisata menjadi pemain kunci dalam pariwisata, karena merekalah yang akan menyediakan berbagai produk dan kualitas produk pariwisata. Dalam upaya pengembangan pariwisata pemerintah harus lebih memberdayakan masyarakat
28 Universitas Sumatera Utara
lokal, di samping perencanaan yang matang dan bersinergi dengan berbagai kepentingan (Susanto, 2014). Hubungan antara revitalisasi untuk pengembangan wisata sejarah yang berdampak pada meningkatnya perekonomian secara singkat dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini:
Kawasan/ Gedung Bersejarah
Tidak Berfungsi
Berfungsi
Difungsikan kembali pasca revitalisasi
Menjadi Objek Wisata Sejarah Meningkatkan Perekonomian
Faktor Pendukung Utama : Masyarakat Lokal, Pemerintah, Perencanaan yang matang
Gambar 2.9 Skema hubungan Revitalisasi untuk Pengembangan Wisata Sejarah dengan peningkatan perekonomian pada suatu kawasan/ kota
2.6
Studi Kasus Proyek Sejenis
2.6.1 Revitalisasi Goedang Ransoem, Sawahlunto, Sumatera Barat Museum Gedung Ransum didirikan pada tahun 1918. Dulunya museum ini dibangun untuk dijadikan dapur umum, tempat memasak untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi para buruh tambang. Pada saat dapur umum ini dibangun, Pemerintah Kolonial sudah memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memasak, yaitu dengan menggunakan teknologi uap panas. Sejak tahun 1945, Dapur Umum tidak lagi efektif sebagai penyedia kebutuhan makanan bagi pegawai tambang. Tempat tersebut diambil alih oleh Tentara Kedaulatan Republik
29 Universitas Sumatera Utara
Indonesia (TKRI). Pada tahun 1948, dapur umum kembali beralih fungsi menjadi tempat memasak makanan bagi tentara Belanda. Aktifitas memasak di dapur umum berhenti sejak tahun 1950. Pada tahun 1950-1960, Dapur Umum dimanfaatkan sebagai tempat penyelenggaraan Administrasi PT. BO, kemudian beralih bangunan ini berubah fungsi menjadi tempat pendidikan formal setingkat SMP pada tahun 1970-2005. Hingga sekarang, bangunan ini difungsikan menjadi tempat hunian bagi karyawan tambang (www.wisatakandi.com).
Gambar 2.10 Kondisi Goedang Ransoem sebelum revitalisasi Sumber : Pedoman Revitalisasi Kawasan, 2011
Melihat latar belakangnya, bekas dapur umum tersebut begitu banyak menyimpan sejarah perjalanan Kota Sawahlunto. Seiring visi dan misi Pemerintah Daerah yang mencanangkan, bahwa pada tahun 2020, Sawahlunto menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, maka bekas dapur umum ini ditetapkan menjadi Museum Gudang Ransum oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla (www.wisatakandi.com).
30 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Kondisi Goedang Ransoem setelah revitalisasi Sumber : Pedoman Revitalisasi Kawasan, 2011
2.6.2 Revitalisasi Gedung Arsip Nasional, Jakarta Bangunan ini yang awalnya adalah rumah tinggal seorang petinggi VOC bernama Reinier de Klerk yang merupakan Gubernur-Jendral Hindia-Belanda XXXI. Rancangan dasar kompleks bangunan ini dibuat sendiri oleh de Klerk. Bangunan utamanya mengikuti model closed Dutch style atau Indische Woonhuizen dengan ciri tanpa beranda, baik di bagian depan maupun di belakangnya. Konon model ini sesuai untuk rumah di daerah tropis. Jendelajendela berukuran besar dan jumlahnya relatif banyak merupakan ciri lain dari rumah tropis di samping langit-langit yang tinggi.
31 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Gedung Arsip Nasional sebelum Konservasi Sumber : www.google.co.id
Sepeninggal de Klerk bangunan ini telah berganti-ganti kepemilikannya. Sampai akhirnya pada tahun 1925, setelah dipakai untuk kantor dinas pertambangan, pemerintah memutuskan untuk menjadikannya Landsarchief atau Arsip Negara. Berbagai perbaikan dilakukan, taman-taman di bagian depan dan belakang rumah induk dikembalikan seperti semula. Paviliun diperbaiki untuk menyesuaikan dengan fungsi barunya. Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh pemerintah Belanda pada 1949, Arsip Negara diubah menjadi Kantor Arsip Negara yang berada di bawah Departemen PP&K. Pada 1961 diubah lagi menjadi Gedung Arsip Nasional hingga sekarang. Namun seiring usianya yang semakin menua, perlahan-lahan gedung mulai mengalami pelapukan di sana sini, terutama yang berbahan kayu. Sistem drainase yang dirancang sebelumnya sudah tidak lagi memadai. Sehingga ketika terjadi hujan, air menggenang di sekitar bangunan. Keadaan lingkungan di kiri-kanan yang padat bangunan, di sepanjang Jl. Gajah Mada, ikut menyebabkan genangan itu. Melihat kondisi yang demikian itu sejumlah pengusaha asal Belanda di Jakarta tergerak untuk melakukan pemugaran demi pelestariannya. Maka pada
32 Universitas Sumatera Utara
1993 dibentuklah Stichting Commite Cadeau Indonesie (SCCI) atau Yayasan Komite Hadiah Indonesia di Belanda, yang bertugas menghimpun dana.
Gambar 2.13 Suasana Gedung Arsip Nasional setelah Revitalisasi, dapat dijadikan tempat resepsi pernikahan Sumber : www.google.co.id
Revitalisasi dan renovasi melibatkan perusahaan konsultan dan kontraktor utama, yakni PT Han Awal Architects & Partners, Budi Liem Architects & Partners, PT Decorient-Balast Joint Operation Project, dan PT MLD (Belanda). Dalam proyek ini dilibatkan juga ahli-ahli lain, di antaranya beberapa arkeolog dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditbinjarah), Dirjen Kebudayaan, Depdikbud RI. Pemugaran bangunan diarahkan ke kondisi sebelum 1925, yang tidak lain adalah bangunan yang didirikan de Klerk. Sebab, ketika masih sebagai Landsarchief pada 1925, beranda pada kedua paviliun di belakang rumah induk ditutup untuk kepentingan penyimpanan arsip. Sekarang setelah mengalami renovasi, kompleks Gedung Arsip Nasional mengalami banyak sekali perubahan, selain aspek fisik yaitu tampilan bangunan yang mengalami
peremajaan, aspek
fungsi
bangunan juga mengalami
pertambahan. Selain dapat difungsikan sebagai tempat penyimpanan dokumen dokumen bersejarah, bangunan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu obyek
33 Universitas Sumatera Utara
wisata sejarah di Jakarta, bahkan ada yang pernah juga menggunakan sebagai tempat resepsi pernikahan.
2.6.3 Revitalisasi Gedung Merdeka, Bandung Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan museum khusus untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung pada tahun 1955 di Gedung Merdeka. KAA berperan besar bagi perjuangan kemerdekaan negaranegara Asia dan Afrika yang pada waktu itu berada dalam kolonialisasi bangsa Eropa. Museum KAA telah terdaftar dalam Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2009 sebagai salah satu Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung. Museum KAA terletak di Jalan Asia Afrika No. 65 Bandung. Bangunan yang sekarang berfungsi sebagai Museum KAA dibangun pada tahun 1895. Pada tahun tersebut tempat ini hanya berupa bangunan sederhana, yang sebagian dindingnya terbuat dari papan dan penerangan halamannya memakai lentera minyak tanah. Bangunan ini berada di sudut jalan Groote Postweg (sekarang Jalan Asia Afrika) dan Bragweg (sekarang Jalan Braga). Sisi sebelah kanannya berdekatan dengan kali Tjikapoendoeng (Cikapundung) yang sejuk karena banyak ditumbuhi pohon rindang (http://asianafrican-museum.org/).
34 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Gedung Concordia tahun 1895 Sumber : http://asianafrican-museum.org/
Pada tahun 1921, dilakukan pembenahan pada gedung tersebut agar lebih menarik, yaitu dengan cara merenovasi bagian sayap kiri bangunan oleh perancang C. P. Wolf Schoemaker dengan gaya arsitektur Art Deco. Gedung ini berubah wajah menjadi gedung pertemuan super club yang paling mewah, lengkap, eksklusif dan modern di Nusantara (http://asianafrican-museum.org/).
Gambar 2.15 Gedung Concordia tahun 1921 Sumber : http://asianafrican-museum.org/
Societeit Concordia kembali mengalami perombakan pada tahun 1940 dengan gaya arsitektur International Style oleh Arsitek A. F. Albers. Bangunan gaya arsitektur ini bercirikan dinding tembok plesteran dengan atap mendatar,
35 Universitas Sumatera Utara
tampak depan bangunan terdiri dari garis dan elemen horizontal, sedangkan bagian gedung bercorak kubisme (http://asianafrican-museum.org/).
Gambar 2.16 Gedung Concordia tahun 1949 Sumber : http://asianafrican-museum.org/
Pada masa pendudukan Jepang, bangunan utama gedung ini berganti nama menjadi Dai Toa Kaikan yang digunakan sebagai pusat kebudayaan. Sedangkan bangunan sayap kiri gedung diberi nama Yamato yang berfungsi sebagai tempat minum-minum, yang kemudian terbakar (1944). Setelah Proklamasi Kemerdekan Indonesia (17 Agustus 1945), gedung ini dijadikan markas pemuda Indonesia menghadapi tentara Jepang dan selanjutnya menjadi tempat kegiatan Pemerintah Kota Bandung. Pada masa pemerintahan presiden pertama (1946 – 1950), fungsi gedung dikembalikan menjadi tempat rekreasi. Menjelang Konferensi Asia Afrika, gedung itu mengalami perbaikan dan diubah namanya oleh Presiden Indonesia, Soekarno, menjadi Gedung Merdeka pada 7 April 1955. Setelah terbentuk Konstituante Republik Indonesia sebagai hasil pemilihan umum tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan Gedung Konstituante. Ketika konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
36 Universitas Sumatera Utara
gedung ini dijadikan tempat kegiatan Badan Perancang Nasional (Bapenas), kemudian diubah menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dari tahun 1960-1971. Pada 1965, di gedung tersebut berlangsung Konferensi Islam Afrika Asia (http://asianafrican-museum.org/).
Gambar 2.17 Gedung Concordia menjadi Gedung Medeka tahun 1955 Sumber : http://asianafrican-museum.org/
Setelah meletus pemberontakan G30S tahun 1965, Gedung Merdeka dikuasai oleh instansi militer dan sebagian dari gedung tersebut dijadikan tempat tahanan politik. Pada 1966, pemeliharaan gedung diserahkan dari pemerintah pusat ke Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat, yang selanjutnya diserahkan lagi pelaksanaannya kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung.
37 Universitas Sumatera Utara
Tahun 1968, MPRS mengubah surat keputusannya dengan ketentuan bahwa yang diserahkan adalah bangunan induk gedung, sedangkan bangunan-bangunan lainnya yang terletak di bagian belakang masih tetap menjadi tanggung jawab MPRS. Tahun 1969, pengelolaan gedung diambil alih kembali oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung (http://asianafrican-museum.org/).
Gambar 2.18 Lokasi Museum Asia Afrika setelah Revitalisasi Gedung Merdeka Sumber : Fitriyani, 2014
Pada Peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-25, 8 April 1980, bangunan sayap Gedung Merdeka diresmikan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika. Gedung Merdeka dan Museum KAA berada dibawah otoritas Kementrian Luar Negeri, adapun masalah pengelolaan dan pemeliharaan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Fitriyani, 2014).
38 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 Layout dan Storyline Museum Konferensi Asia-Afrika Sumber : Fitriyani, 2014
Gambar 2.20 Tampak Museum Konferensi Asia-Afrika dari arah Timur Sumber : Fitriyani, 2014
39 Universitas Sumatera Utara