WAHANA VISI INDONESIA
Kasih&Peduli a partner of World Vision
Volume 17 / 2008
ANAK SERUKAN
Pemenuhan Hak Anak
Dari Redaksi
ANAK SERUKAN
Pemenuhan Hak Anak hal.3-5
Meningkatkan Kepedulian kepada Anak
MENDORONG ANAK
Berkreasi hal.8
M
ajalah Kasih & Peduli nomor ini terbit dengan tema ’Meningkatkan Kepedulian kepada Anak’. Selama kurun waktu tiga bulan belakangan ini, kegiatan Wahana Visi Indonesia sebagai mitra utama World Vision Indonesia memang terkait langsung dengan kepedulian kepada anak. Selama bulan Juli, banyak acara yang dilakukan Wahana Visi yang terkait dengan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada tanggal 23 Juli. Ada pawai atau karnaval anak-anak di Jakarta, ada seminar tentang pencatatan akta kelahiran yang merupakan salah satu dari hak anak. Berbagai acara dengan tema HAN ini juga dirayakan di berbagai wilayah pelayanan Wahana Visi di Indonesia.
PERJALANAN PANJANG
Meraih Impian hal.14
30 Jam KASIH & PEDULI
Rote dan Singkawang untuk
hal.18
WAHANA VISI INDONESIA a partner of World Vision
Pekan ASI sedunia juga dirayakan dengan acara yang cukup meriah di berbagai daerah pelayanan Wahana Visi. Pada tanggal 9 Agustus di Senayan City Jakarta, Wahana Visi melibatkan sekitar 30 anak untuk mempromosikan penggunaan ASI bagi bayi Indonesia, karena ASI adalah makanan yang terbaik bagi bayi. Kegiatan 30 Jam Kasih & Peduli, yang dirayakan Wahana Visi pada 23 Juli, juga untuk menunjukkan kepedulian kepada anak. Dana yang terkumpul dari kegiatan ini digunakan untuk membangun Posyandu dan fasilitas kesehatan di Rote dan Singkawang. Dengan membaca majalah ini, semoga kita semakin peduli terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anak Indonesia. Apa yang bisa kita lakukan dengan 4 juta anak Indonesia yang menderita kekurangan gizi serta 700.000 anak penderita gizi buruk saat ini? Mari kita tunjukkan kepedulian kita sesuai dengan posisi dan kapasitas kita masing-masing.
Kasih&Peduli Volume 17 / 2008
Diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia bekerjasama dengan World Vision Indonesia. Badan Pengurus Wahana Visi Indonesia Ir. Tjahjono Soerjodibroto, MBA Dr. Nafsiah Mboi, MD, Ped. MPH Drs. Utomo Josodirdjo Rev. DR. Kadarmanto Hardjowasito Mars. Madya (Purn.) B. Y. Sasmito Dirjo Yozua Makes, SH, LL.M, MM DR. Frieda Mangunsong, MEd Maria Hartiningsih Drs. Ruddy Koesnadi Rev. Ester M.Ga, M.Si
Tim Redaksi
Tuhan memberkati, Redaksi Korespondensi dan perubahan alamat harap sampaikan ke
WAHANA VISI INDONESIA Jl. Wahid Hasyim no. 31, Jakarta 10340 tel. 62-21 3907818, fax. 62-21 3910514
Emilia K. Sitompul, Priscilla Christin John Nelwan, Johnson L. Tobing, Damaris Sarangnga, Abi Hardjatmo, B. Marsudiharjo, Donna Hattu, Joseph Soebroto, Shirley Fransiska, Lukas J. Ginting, Juliarti Sianturi, Hendro Suwito, Sari Estikarini.
World Vision Indonesia
Cover
2
Fotografer
Jl. Wahid Hasyim no. 33 Jakarta 10340 tel. 62-21 31927467, fax. 62-21 3107846
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Reyhan (11 bulan) beberapa bulan lalu hanya bisa terbaring tak berdaya karena kasus malnutrisi yang menyerang Rote. Kini kondisi Reyhan sudah membaik. Johnson L. Tobing
Sajian Utama
ANAK SERUKAN
Pemenuhan Hak Anak Teks dan foto Tim Komunikasi
Anak-anak Indonesia menyerukan pemenuhan akan hak-hak anak ketika mereka merayakan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada tanggal 23 Juli. Sekitar 500 anak mitra Wahana Visi Indonesia di wilayah pengembangan Susukan, Jakarta Timur, melakukan pawai dari kantor kelurahan Susukan ke kantor kelurahan Ciracas, yang berjarak sekitar tiga kilometer, hari Minggu (20/7). Kasih&Peduli
Vol.17/2008
3
Deklarasi anak-anak: Penuhi hak kami, kami butuh akta lahir!
A
nak-anak ini membawa spanduk dan poster bertuliskan seruan kepada para orangtua agar segera mencatatkan kelahiran anak mereka. Pesan-pesan dalam poster dan spanduk itu juga dibacakan secara berulang-ulang oleh petugas Master of Ceremony (MC).
“Jika akta kelahiran penting, kenapa hanya 55 persen anak balita dan 40 persen anak Indonesia yang baru memilikinya?” kata Sabam Christo, yang saat itu bertugas menjadi MC, berulang-ulang. “Bagaimana nasib 15.000.000 balita dan 45.000.000 anak-anak Indonesia lainnya?” lanjut Sabam. Suara Sabam bisa didengar oleh masyarakat yang sedang melintas dan penduduk yang tinggal di sekitar jalan yang dilewati pawai anak ini. Setiba di kantor Kelurahan Ciracas, wakil anak-anak ini menyerahkan daftar anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran kepada petugas kelurahan. Masukan ini ditanggapi pejabat kelurahan Ciracas dengan menjelaskan proses pembuatan akta kelahiran. Seruan ini kembali dikumandangkan ketika lebih dari 2.000 anak mitra Wahana Visi di wilayah pengembangan Cipinang Melayu, Kebon Pala, Susukan, Jatinegara, Cawang, dan Cilincing menggelar pentas seni dan kreativitas di Taman Mini Indonesia Indah hari Minggu (27/7).
4
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Pada kesempatan itu anak-anak mendeklarasikan bahwa akta kelahiran merupakan sesuatu yang sangat penting dan perlu direalisasikan sesegera mungkin. Ketua panitia peringatan HAN di wilayah urban Jakarta, Billy Arya, tidak mau ketinggalan menegaskan pentingnya akta kelahiran sebagai salah satu cara pemenuhan hak anak. Di wilayah pengembangan Poso, lebih dari 1.000 anak dari 21 TK dan 13 SD mengikuti jalan santai dan pawai sepeda hias dalam rangka membuka perayaan HAN di wilayah itu. Selanjutnya, sekitar 2.500 anak dan orang dewasa hadir pada acara yang melibatkan bupati Poso Piet Inkiriwang. Dalam dialog dengan bupati, anak-anak minta hak mereka di bidang pendidikan dipenuhi. Menanggapi permintaan ini, Inkiriwang menegaskan komitmennya untuk merekonstruksi bangunan sekolah yang rusak. "Saya mau pendidikan di Kabupaten Poso jauh lebih tinggi dibandingkan pendidikan di kabupaten lain di Sulteng. Guru yang cerdas dan fasilitas sekolah yang memadai akan menghasilkan pelajar yang bermutu," kata Inkiriwang. Di Aceh, tepatnya di lapangan Teuku Umar, Meulaboh, anak-anak mitra World Vision melakukan simulasi pemerintahan anak yang bernama ”Nanggroe Aneuk Madani”. Negara anak ini dikelola dan dijalankan oleh anak. Penduduknya pun terdiri dari anak-anak, orang dewasa hanya sebagai pendatang. Kegiatan serupa dalam rangka peringatan HAN juga dilakukan di Singkawang, Kalimantan Barat; Sumba Timur, Rote, Manggarai, Alor, Timur Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur; dan di berbagai tempat di wilayah pelayanan di Papua. Pemberian fasilitas kepada anak untuk merayakan pesta anak ini merupakan penghargaan yang tinggi bagi anak. Jika organisasi memfasilitasi seminar bagi tukang becak, tukang ojek dan pengamen seperti yang dilakukan di Singkawang, tidak lain karena organisasi ingin memastikan terjadinya pemenuhan hak anak. Iin Fatimah dari Cilincing mengatakan sangat senang bisa merayakan pesta anak.”Saya senang dapat menghadiri acara ini karena selain mendapatkan banyak teman, saya juga bisa tahu hak anak,” kata siswa kelas 11 SMK Syahid ini. Sejumlah media cetak dan elektronik baik di tingkat lokal, nasional dan internasional meliput perayaan HAN yang didukung Wahana Visi dan World Vision ini.
Foto-foto di atas adalah kegiatan anak-anak Susukan saat merayakan Hari Anak Nasional.
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
5
Inspirasi
Ibu memerlukan dukungan berbagai pihak agar bisa menyusui bayinya.
Mari Dukung Ibu Menyusui Teks B. Marsudiharjo, Foto Dokumentasi WV
Sekitar 30 anak-anak berkostum sapi melakukan pawai menyusuri lantai enam hingga lantai satu pusat perbelanjaan Senayan City di Jakarta Selatan, Sabtu (9/8), sambil membagikan 500 balon bertuliskan “Kami Dukung Ibu Menyusui” kepada pengunjung mal tersebut.
S
esekali pendamping anak-anak tersebut bertanya, “Anak sapi?” “Huuu...!!!” sahut anak-anak sambil menggelengkan kepala. “Anak ASI?” tanya pendamping lagi. “Yesss ...!!!” jawab anak-anak kompak. Setelah semua balon dibagikan, anak-anak kembali ke lantai enam. Di tempat ini, World Vision Indonesia menggelar konferensi pers dan obrolan santai seputar ASI terkait dengan perayaan Pekan Asi Sedunia yang jatuh pada pekan pertama bulan Agustus. World Vision mengundang Sophie Navita -- ibu muda yang telah memberikan ASI eksklusif kepada kedua anaknya --
6
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Para pembicara Obrolan Santai Dukungan untuk Ibu Menyusui bersama Direktur WVI Trihadi Saptoadi.
untuk memandu obrolan ini dan menghadirkan pakar ASI Indonesia Dr. Utami Roesli, Dirut RS Carolus Dr. Markus Waseso Suharyono, dan Pimpinan Yayasan Konsumen Indonesia Huzna Zahir sebagai narasumber. Sekitar 200 pengunjung mal, termasuk wartawan dari media cetak maupun elektronik dan selebritis, menghadiri obrolan ini. Mereka menyimak penjelasan para narasumber dan bertanya seputar mitos pemberian ASI dan permasalahan pemberian ASI. Ada pengunjung yang menanyakan pengaruh pemberian ASI terhadap keindahan payudara seorang ibu, kualitas kandungan gizi ASI dari ibu berpuasa, manajemen pemberian ASI bagi wanita karir, dan permasalahan-permasalahan lainnya. ‘Kalau payudara seorang ibu sedikit berkurang keindahannya, itu bukan karena menyusui tetapi karena kehamilan. Kalau tidak mau payudaranya berkurang keindahannya, tidak usah hamil,” kata Sophie, yang tidak lain adalah istri pemusik grup Jikustik bernama Stefanus Pongki Tri Barata. Jawaban Sophie dibenarkan oleh Dr. Utami Roesli. Menjawab pertanyaan peserta obrolan tentang makanan yang harus dihindari ibu menyusui, Dr. Utami menjelaskan bahwa ibu menyusui tidak perlu pantang makanan tertentu kecuali narkotik, minuman keras, dan rokok.
Dr. Utami menjelaskan jika seorang ibu ingin berhasil menyusui secara eksklusif enam bulan, paling tidak ibu dan bapak harus membicarakan tentang ASI, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan bagaimana menyusui paling tidak dua kali pada waktu hamil. “Tanpa persiapan antenatal, tingkat kegagalannya akan lebih banyak. Menyusui itu proses bertiga. Peran ayah sama penting dengan peran ibu,” Dr. Utami menegaskan. Dr. Utami Roesli pada kesempatan itu mengambil waktu untuk secara informal membentuk kelompok pendukung ASI dari kalangan selebritis dengan menyematkan pin kepada beberapa selebritis yang hadir dalam obrolan tersebut. Direktur Nasional World Vision Trihadi Saptoadi mengatakan bahwa ASI adalah strategi paling mendasar untuk memecahkan masalah kemiskinan. “Bagi World Vision yang berfokus pada anak, ASI menjadi penting karena ASI merupakan strategi yang paling mendasar dan utama. Ketika ingin mengentaskan kemiskinan, kita mulai dari anak-anak yang sehat bukan dari struktur ekonominya,” kata Trihadi. *(K&P)
“Sejak di dalam kandungan, bayi sudah dibiasakan dengan makanan dari ibunya,” Dr. Utami menjelaskan. Ketika seorang wartawan menanyakan masalah tantenya yang tidak keluar air susunya padahal ia tidak kekurangan gizi, Dr. Utami menjelaskan, “Sebenarnya, dari 1.000 orang yang mengatakan ASI-nya kurang, hanya satu yang benarbenar bermasalah. Yang 99,9 persen karena tidak memiliki informasi yang benar tentang ASI atau belum menemukan tenaga kesehatan atau orang-orang yang bisa menolong dia.”
Anak-anak sebelum pawai untuk mendukung Ibu Menyusui.
Dokter Utami menyematkan pin kepada seorang selebritis
Peserta obrolan seputar permasalahan menyusui menyimak pembicaraan narasumber. Kasih&Peduli
Vol.17/2008
7
Inspirasi
Mendorong Anak
Berkreasi Teks dan foto Juliarti Sianturi
Anak di Poso, Sulawesi Tengah, belajar menyalurkan pendapat lewat tulisan.
Kata kebanyakan orang, menulis itu susah-susah gampang. Ada lagi yang mengatakan bahwa menulis itu adalah seni. Tak dapat dipungkiri, menulis memang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
S
aat ini, dunia tulis-menulis mendapat perhatian penuh dari berbagai kalangan. Terutama yang menjadi sorotan adalah penulis muda, yaitu usia anak-anak. Mereka hadir mewarnai dunia jurnalistik Indonesia.
Anak-anak sedang latihan menulis di tengah pelatihan jurnalistik di Poso, Sulawesi Tengah.
8
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Sejumlah anak-anak Indonesia kini telah menulis buku, yang kemudian diterbitkan oleh penerbit secara profesional, didistribusikan ke seluruh Indonesia dan menerima hak royalti sebagaimana halnya penulis dewasa. Selain itu, mereka juga kerap tampil menjadi pembicara di acara-acara bertema jurnalistik untuk membicarakan
karya-karya mereka. Melihat fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak memiliki potensi besar dalam hal tulis-menulis. Hanya yang menjadi permasalahannya saat ini adalah bagaimana mengembangkannya. Pelatihan jurnalistik yang berpihak kepada hak anak menjadi alternatif untuk membekali mereka menjadi penulis yang bertanggung jawab. Dalam rangka pemenuhan hak anak untuk mengeluarkan pendapatnya dan juga untuk menciptakan penulispenulis muda berbakat, Wahana Visi Indonesia di wilayah pengembangan di Poso dan Banggai, Sulawesi Tengah mengadakan pelatihan jurnalistik untuk anak. Melalui pelatihan ini diharapkan muncul penulis-penulis muda yang ingin menghasilkan karya yang dapat mengangkat permasalahan di sekitar mereka, terutama hak anak. Pada akhirnya, penulis muda tersebut dapat memberi perubahan bagi masyarakat di mana mereka tinggal.
Pelatihan yang diadakan di Banggai berlangsung pada tanggal 7 Juli sampai 9 Juli 2008 di Aula Hotel Pantai Wisata, Luwuk, Banggai. Peserta pelatihan ini berjumlah 29 peserta dengan fasilitator Yancen Piris dari Radio Pelita Kasih FM. Sedangkan pelatihan di Poso berlangsung pada tanggal 15 Juli sampai 17 Juli 2008 bertempat di Siuri Cottage, Tentena, Poso. Sebanyak 32 anak usia SMP dan SMA mengikuti pelatihan ini. Fasilitator pelatihan ini adalah Josephus Primus, seorang wartawan dari Kompas Cyber Media. Selama tiga hari pelatihan, secara umum para peserta pelatihan diberikan bekal pengetahuan tentang dunia tulis-menulis. Bagaimana cara menulis berita, opini, feature; sikap seorang penulis; cara mewawancarai yang baik; serta teknik fotografi dasar. Tak lupa disampaikan pula pengenalan singkat tentang hak anak. Dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki, diharapkan mereka dapat memiliki kecakapan dalam menyampaikan aspirasi mereka melalui media tulisan. Selama pelatihan, anak-anak sangat antusias dalam mengikuti pelatihan. Mereka tidak hanya disuapi teori, tetapi juga diberi kesempatan untuk langsung mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan. Pelatihan jurnalistik tersebut diharapkan tidak sekedar menjadi kegiatan yang hanya berlangsung kali itu saja tanpa ada tindak lanjutnya. Oleh karena itu, setiap anak diberikan lembaran yang berisikan rencana ke depan yang disebut dengan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL). Para peserta dimotivasi untuk mengerjakan apa yang mereka tulis dalam RKTL. *(K&P)
Anak-anak dan fasilitator pelatihan jurnalistik di Poso, Sulawesi Tengah.
Aku Putus Sekolah Demi Membantu Orangtuaku Ferdyanto Labelo - Kelas II, SMAN I, Luwuk, Banggai Keputusan Bupati Banggai untuk menolak pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat kurang mampu dan menyatakan tidak ada masyarakat miskin di kabupaten Banggai sungguh mengejutkan masyarakat. Keputusan ini dibuat agar masyarakat tidak hanya bermalas-malasan dan harus tetap bekerja. “Saya sangat setuju dengan kebijakan Bupati tersebut,” ungkap Nolpianus Boito dengan suara yang sangat tegas. Lebih lanjut anggota staf Dewan Perwakilan Kecamatan (DPK) Luwuk ini mengatakan bahwa Program BLT tak lebih seperti permen yang terasa manis sesaat. Senada dengan hal itu, Atjie Kaya, staf Wahana Visi di Banggai pun mengatakan menolak BLT. Sebab menurutnya, sangat mustahil jika dalam setahun tidak ada perubahan angka atau jumlah kepala keluarga yang tidak mampu, dan ditambah lagi dengan data yang tidak valid. Tapi, lain halnya terhadap keluarga Hartono, yang sehariharinya hanya bekerja sebagai kuli bangunan. Dia sangat mengharapkan BLT tersebut untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, dan juga untuk membiayai anaknya yang sebentar lagi akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA. Untuk makan sehari-hari saja mereka susah. “Sebenarnya kalau boleh jujur, aku masih ingin sekolah. Tapi, hal itu tidak mungkin. Aku juga tidak mungkin memaksa orangtua untuk bekerja keras demi uang sekolahku. Terpaksa aku berhenti sekolah untuk membantu ayahku,” ungkap Firman, anak Hartono dengan suara lirih. Dia berharap suatu saat nanti, dia dapat bersekolah kembali. Keputusan menolak BLT dan pernyataan tidak ada masyarakat miskin di Kabupaten Banggai tersebut terburu-buru. Lebih baik para pengambil keputusan terlebih dahulu melihat indikator kesejahteraan rakyat seperti pendapatan perkapita, pendapatan regional bruto sebelum mengeluarkan pernyataan. Dengan demikian, tidak ada yang merasa dirugikan, seperti yang dialami oleh keluarga Hartono. Contoh tulisan peserta kursus jurnalistik di Banggai, Sulawesi Tengah.
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
9
Seputar Anak
‘Jambore’ Anti HIV dan AIDS Teks dan foto B. Marsudiharjo
Sahabat Sumber Informasi
dalam Kelompok Belajar Anak Sebagai anggota SSI, Erul siap untuk me(KBA), kampanye di sekolah, nyampaikan informasi seputar HIV dan dan Masa Orientasi Siswa AIDS kepada remaja-remaja lainnya. pada tahun ajaran baru. ”Saya pernah ’mengajar’ teman-teman Selama pelatihan-pelatihan SMP dan SMK Perdana Kusuma beritu, para SSI dilatih bagaima- sama teman-teman SSI yang lain,” kata na berkomunikasi di depan Erul dengan bangga. publik, dibekali pengetahuan tentang HIV dan AIDS dan Selain menyebarkan pengetahuan yang Cindi menyegarkan pengetahuan para SSI. bagaimana penularan serta dimiliki kepada teman-teman sekolah, ia juga menyampaikan pengetahuan pencegahannya. ebih dari 200 anak mitra World yang ia miliki kepada teman-teman di Vision Indonesia melalui program Di Indonesia, sebanyak 18.000 orang lingkungan rumahnya. Lindung (Lingkungan yang Men- terjangkit HIV dan AIDS. Badan Narkodukung) mendapat kesempatan untuk ba Nasional (BNN) memperkirakan Erul, yang baru lulus dari SMP Halim mengisi masa liburan dengan mengikuti 1,1 juta dari 3,2 juta jumlah pemakai Perdana Kusuma di Jakarta Timur, kegiatan ‘Jambore’ Sahabat Sumber In- narkoba di Indonesia adalah pelajar SMP juga mengakui manfaat yang diperolehformasi (SSI) di Bumi Perkemahan di hingga mahasiswa perguruan tinggi. Fak- nya saat mengikuti pelatihan menjadi Cilember, Bogor, 1-3 Juli. ta ini menunjukkan bahwa usia remaja SSI tahun lalu. sangat rentan terhadap HIV dan AIDS. Lindung adalah program pencegahan ”Yang membuat saya bisa bicara di HIV dan AIDS yang dilakukan World Tidak sekedar bisa berekreasi setelah depan umum adalah ketika saya mengVision di lima wilayah pengembangan satu tahun belajar, anak-anak SMP dan ikuti pelatihan menjadi SSI di Depok,” di Jakarta Timur dan Jakarta Utara. SMA ini mendapat kesempatan untuk kata Erul, yang mengaku dulu sangat Para remaja dipilih menjadi SSI atau menyegarkan pengetahuan mereka tertutup dan suka menyendiri. ”Sekapendidik sebaya karena mereka lebih tentang HIV dan AIDS dan memperba- rang, kalau ada acara di sekolah, saya didengar oleh teman-temannya. rui komitmen untuk terus menyampai- sering disuruh menjadi MC.” kan informasi ini kepada teman-teman Hingga akhir Juni 2008, World Vision sebaya mereka. Jika semua remaja memiliki pengetelah delapan kali melatih 371 remaja tahuan dan memiliki kemauan untuk sekaligus melatih mereka menjadi SSI. Salah satu peserta ’Jambore’ SSI, Erul berbagi pengetahuan kepada remajaPara SSI berperan aktif menyebarkan Liannita (14), mengatakan ia senang di- remaja lainnya seperti Erul, tidak musinformasi tentang HIV dan AIDS ke- ikutsertakan dalam acara ini karena bisa tahil bahwa kasus HIV dan AIDS di Inpada rekan sebaya mereka melalui berkenalan dengan banyak teman baru donesia dapat berkurang dari tahun ke berbagai kesempatan, seperti kegiatan dan belajar tentang arti kebersamaan. tahun. *(K&P)
L
10 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Pendidik Sebaya Mendekatkanku
Menjadi
pada
Cita-cita
Teks dan foto B. Marsudiharjo Cindi pernah memberitahukan kepada temannya yang merokok bahwa dalam sebatang rokok ada ribuan jenis racun. “Setelah saya kasih tahu, dia mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi, dan akhirnya berhenti sama sekali,” kata Cindi yang berusaha tidak menggurui saat memberikan nasihat. Cindi kenal World Vision sejak kelas 4 SD ketika dipilih menjadi sponsored child oleh Jen Borderlen, yang menyalurkan dukungannya melalui World Vision Canada. Ia melakukan surat-menyurat setiap tahun baru atau setiap sponsornya merayakan ulang tahun. Dalam surat-suratnya, Cindi bercerita soal “Mana dari orang-orang ini yang terin- sekolah dan kegiatan yang diikutinya. feksi HIV?” tanya Cindi kepada temantemannya sesama SSI atau pendidik se- “Dulu saya kurang aktif mengikuti baya pada acara jambore di Cilember, kegiatan di World Vision. Sejak mensekitar 80 kilometer sebelah selatan jadi SSI, saya aktif,” kata Cindi yang menjadi SSI sejak Maret 2007 setelah Jakarta, 1-3 Juli lalu. mengikuti pelatihan di Wisma Hijau, Itulah cara Cindi menyegarkan penge- Cimanggis, Depok. tahuan para SSI tentang HIV dan AIDS yang pernah mereka terima sebelum Selain memberikan penyuluhan kepada teman-teman di sekolah, Cindi perdilantik menjadi SSI. nah memberikan penyuluhan kepada Menurut Cindi, kasus HIV dan AIDS di teman-teman di lingkungan RT/RW Indonesia meningkat sangat pesat akhir- dan kelurahan. Di lingkungan rumah ia akhir ini karena kurangnya pengeta- menyampaikan secara informal, di kelurahan secara formal. huan di kalangan remaja.
C
indi Widia Lestari menunjukkan flipchart lalu memutar badannya sehingga 200 peserta Jambore Sahabat Sumber Informasi (SSI) dapat melihat gambar di dalam flipchart tersebut.
“Kami tergerak untuk memberikan informasi yang benar kepada temanteman agar kasus HIV dan AIDS tidak terus bertambah,” kata Cindi. Cindi mengatakan banyak temantemannya di SMP merokok di toilet dan mabuk-mabukan. “Siswa dari kelas yang lebih tinggi sering mengajak adik kelas untuk ikut-ikutan merokok atau mabuk-mabukan,” katanya.
Kegiatan Cindi mejadi MC yang paling berkesan adalah ketika ia memandu acara peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2007 yang diselenggarakan World Vision bekerja sama dengan beberapa LSM lain. Cindi tinggal di rumah neneknya di Kelurahan Kramatjati, Jakarta Timur, bersama orangtua dan kedua saudaranya. Selain keluarga Cindi, ada keluarga saudaranya yang juga tinggal bersama di rumah ini. Cindi adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Subandi (47) dan Siti Arisanti (47). Kakaknya, Panji Wirayuda (20), sudah tamat SMA dan saat ini sudah bekerja. Sementara itu adiknya, Muhamad Rifai (9), saat ini masih belajar di kelas 4 SD. Bagi gadis manis yang bercita-cita menjadi penyiar radio ini, menjadi SSI adalah keuntungan yang tidak ternilai. “Mejadi SSI adalah kesempatan yang sangat bermanfaat karena saya bisa menambah ilmu, teman dan bisa menyalurkan hobi,” kata Cindy. “Kebetulan saya ingin jadi penyiar. Apa yang saya terima ketika mengikuti pelatihan menjadi SSI dan ketika melakukan penyuluhan secara tidak langsung telah mendekatkan aku pada cita-citaku,” kata Cindi yang pernah menjadi pemenang juara harapan pertama lomba menulis esai yang diselenggarakan UNESCO.
Karena sering memberikan penyuluhan, Cindi terbiasa berbicara di depan umum sehingga ia sering diminta menjadi MC pada acara-acara anak. Di sela-sela menjalankan tugas sebagai MC, ia sering menyelipkan pesan-pesan kepada remaja untuk menjauhi rokok. Cindy menjelaskan banyak remaja Cindi berpesan kepada remaja untuk pengguna narkoba bermula dari kebi- menjauhi narkoba dan HIV dan AIDS, asaan merokok. tetapi tetap menyayangi orang yang terinfeksi HIV. *(K&P)
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
11
Seputar Anak
Anak sebagai
Agen Perdamaian negara Asia mengadakan pertemuan untuk merencanakan Forum Anak untuk Perdamaian se-Asia Pasifik yang akan dilangsungkan pada 2009 nanti, di mana diharapkan lebih dari 90 anak dan orang dewasa bisa terlibat. Mereka saling berbagi pengalaman tentang apa yang sudah dilakukan di negara masingmasing, juga merencanakan apa yang perlu diadakan dalam forum 2009 agar ita memang harus prihatin ter- anak dan pemuda bisa membawa perhadap kondisi anak di berbagai damaian di masyarakat. belahan dunia yang masih saja mengalami eksploitasi atau terke- Jejaring peace building World Vision na dampak akibat situasi kelaparan, wilayah Asia Pasifik atau lebih dikenal kemiskinan, penyakit dan juga konflik. sebagai AP-Paxnet memang mengadaNamun sudah seharusnya juga mereka tidak hanya dilihat sebagai korban melainkan justru sebagai agen perubahan. “Saya berpartisipasi dalam kegiatan penerbitan buku Perjalanan Mencari Sahabat dan juga dalam beberapa diskusi untuk perdamaian,” ungkap Try Handiniati Lapanjang, gadis berjilbab siswa SMUN 3 Poso ini. Lain lagi dengan pengalaman Jean Arnodo (16) dari Davao, Filipina, “Kami memfasilitasi pelatihan Budaya Damai” Anak-anak memang punya hak untuk memberi dampak pada dunia. Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Konsultasi Anak sebagai Agen Perdamaian (Children as Peacebuilder) di Jakarta, 5-8 Agustus lalu. Tiga belas anak dan pemuda perwakilan dari kelompok anak binaan World Vision di lima
12 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
WV/PITOYO SUSANTO
K
“Kami harap anak korban konflik dan anak cacat bisa ikut dalam Forum 2009 nanti,” kata Reth Sdeung dari Kamboja saat mempresentasikan hasil diskusi di kelompok anak.
WV/ABI HARDJATMO
WV/PITOYO SUSANTO
Agung Gunansyah
WV/PITOYO SUSANTO
kan kegiatan konsultasi anak ini sebagai ajang untuk anak dan pemuda bisa berpartisipasi dalam forum perdamaian milik mereka sendiri. “Kami berharap bisa ada jejaring antar anak dan pemuda se-Asia Pasifik, belajar tentang berbagai topik terkait isu perdamaian di wilayah masing-masing dan membuat action plan serta melaporkannya secara reguler,” demikian harapan Febrian Kayupa, pemuda dari Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Dalam pertemuan di Jakarta ini, staf World Vision dan anak/pemuda secara paralel mendiskusikan rancangan kegiatan forum 2009. Hasil diskusi di kelompok staf dan di kelompok anak kemudian dipertemukan dan menghasilkan keputusan bersama: akan ada pembentukan parlemen anak dalam forum 2009, lalu menyusun deklarasi komitmen untuk disampaikan pada pemangku kepentingan (stakeholders) utama, baik di tingkat regional maupun global. Tema untuk forum 2009 adalah ”Children Shaping the Future as Agents of Peace in the Changing Context”. Memang perdamaian tidak mengenal umur. Semua orang membutuhkannya. Oleh karena itu, anak-anak tidak perlu menunggu orang dewasa memberikannya. Anak-anak justru bisa membantu orang dewasa mewujudkannya. *(K&P) Anak-anak mendiskusikan peran mereka sebagai agen perdamaian.
Tali Kasih
Kunjungan
Sponsor Singapura
ke Cipinang Melayu Teks dan foto Lukas Ginting
Chantel Tian (28) dari Singapura bertemu dengan anak sponsornya, Savira (10), di wilayah Cipinang Melayu.
Menjelang berakhirnya pelayanan Wahana Visi Indonesia di wilayah Cipinang Melayu, delapan sponsor dari Singapura bersama tiga staf World Vision negara pulau ini berkunjung ke Cipinang Melayu pada hari Selasa bulan Juli yang lalu. Mereka ingin melihat secara langsung dampak dari bantuan mereka.
K
unjungan para sponsor dari Singapura ini membuat anak-anak terharu. Dua anak sponsor bisa bertemu langsung dengan sponsor mereka, yaitu Ririn dengan Winnie Yau (38), seorang guru TK, dan Savira (10) dengan Chantel Tian (28). Ririn yang sudah lulus SMA dan kini sudah bekerja menyatakan, “Saya tadinya tidak percaya kalau ada orang dari luar negeri yang tidak mengenal kami tapi mau membantu. Saya sangat senang karena dapat melihat langsung orang yang selama ini sudah mensponsori saya,” kata Ririn. Winnie juga mengungkapkan, ia merasa senang dapat berkunjung ke Indonesia untuk melihat langsung anak sponsornya. Rekan-rekan Winnie juga menyatakan hal yang senada. Winnie memang senang kepada anak-anak. Dari kecil dia melihat di televisi ada banyak anak kurang beruntung di negara lain yang mungkin bisa dibantunya. Ia berharap dengan bantuan kecil yang diberikannya bisa memberikan dampak yang baik. “Saya merasa tergerak untuk membantu anak-anak di Indonesia. Saya senang melihat anak santun di Cipinang Melayu dapat bekerjasama dengan baik dalam tim,” kata Winnie. “Saya juga bangga bahwa dalam lingkungan yang kurang
kondusif di sini ternyata banyak anak yang dapat tumbuh dan berprestasi dengan baik. Oleh sebab itu, saya berpesan jangan berkecil hati dan merasa kalau kalian dapat meraih ini semua karena bantuan sponsor. Sebab, tanpa bantuan sponsor pun sebenarnya kalian mampu melakukannya,” tambah Winnie lagi. Nazir, yang salah satu cucunya menjadi anak sponsor, mengungkapkan rasa terima kasih kepada para sponsor dari Singapura yang telah menyalurkan bantuan melalui Wahana Visi. “Tidak terasa sudah sepuluh tahun Wahana Visi hadir di wilayah kami,” kata Nazir di sela-sela kunjungan para sponsor itu. Wahana Visi selaku mitra utama World Vision memang genap sepuluh tahun hadir di wilayah ini pada akhir September 2008. Di sini Wahana Visi telah berusaha membantu pemberdayaan masyarakat melalui empat program utama, yaitu pendidikan, ekonomi, pengelolaan sampah, dan pengorganisasian masyarakat. Di bidang pendidikan, Wahana Visi antara lain telah menyalurkan bantuan para sponsor dari Singapura kepada 791 anak yang kurang mampu. Di bidang ekonomi, Wahana Visi telah memberikan pelatihan tentang sejumlah keterampilan kepada ibu-ibu untuk menambah penghasilan keluarga. *(K&P)
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
13
Sosok
Perjalanan Panjang
Meraih Impian
Teks dan foto Hendro Suwito
Steven kecil ingin menjadi dokter. Mantan anak santun World Vision ini bukan hanya berhasil meraih impiannya, tetapi bahkan akhirnya menjadi ahli bedah dengan super spesialisasi di bidang ‘onkologi’. Tiga anaknya sedang mengikuti jejaknya.
S
“
aya sakit-sakitan saat di panti asuhan,” kenang Dokter W. Steven Christian, spesialis bedah konsultan tumor/ kanker. Ingatannya melayang ke dekade 1960-an saat tinggal di panti asuhan dekat Tabanan, Bali. Pengasuh panti sering membawanya ke rumah sakit.
“Dari perjumpaan dengan dokter-dokter, saya pun mendapat visi bahwa saya juga akan menjadi dokter.” Sejak itu, tiap kali ditanya pengasuhnya apa cita-citanya, Steven kecil mantap menjawab, “Saya ingin menjadi dokter.” Walaupun sering dimarahi karena cita-citanya dianggap tidak realistis (butuh biaya besar untuk sekolah kedokteran), Steven tetap teguh tak bergeming. Dia pun belajar lebih sungguh-sungguh. Tahun 1975, dia lulus SMA dengan nilai sangat bagus. Tetapi, hingga subuh hari terakhir pendaftaran tes masuk Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Steven tetap tak lampu hijau untuk menggapai impiannya. Dia hanya dapat menaikkan doa seperti ribuan doa yang telah dipanjatkan pada tahun-tahun yang telah lewat.
makan siang karena keuangan yang sangat terbatas, Steven terus berjuang meraih cita-citanya. Tahun 1982, Steven pun lulus sebagai dokter dan tak lama menikah dengan Carmela, gadis SumbaSabu. Dia pun menjadi pegawai negeri dan ditempatkan di Puskesmas di Flores Timur. Ternyata, Steven sudah mempunyai mimpi yang baru. Saat tahun awal kuliah kedokteran, dia memperoleh buku tentang ilmu bedah dari seorang penyantun World Vision. Ketika menyimak buku ini, Steven pun berjanji suatu saat akan studi lagi mendalami ilmu bedah. Tahun 1986, dia kembali ke Denpasar dan kuliah lagi sambil bekerja di Rumah Sakit Sanglah. “Tahun 1993, saya lulus sebagai ahli bedah. Saya ahli bedah pertama yang dihasilkan Udayana.”
“Pagi itu, pagi-pagi sekali, istri pengasuh panti menyodorkan uang kepada saya,” ujar Steven. “Dia berkata: ‘Sana pergi daftar.’“
Steven ditugaskan ke Sumbawa hingga 1995. Saat kembali lagi ke Bali, dia sudah punya visi yang baru: mengambil super spesialis di bidang onkologi (tumor/kanker). Dia kuliah sambil bekerja di Sanglah dan mengajar di Udayana.
Ribuan calon mahasiswa ikut tes, tapi hanya 80 saja yang akan diterima. Steven satu di antara mereka yang lolos dari tiga tahap tes yang dilaksanakan. Gerbang menuju pemenuhan visinya telah dia lewati. Walaupun dia sering tidak bisa
Tahun 1999, dia kembali menjadi anak sulung Udayana sebagai spesialis bedah konsultan tumor/kanker. Saat ini, Steven adalah satu dari hanya empat ahli bedah onkologi di Bali. Di Indonesia hanya ada sekitar 70. Steven juga mendapat
14 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Dokter I N.W. Steven Christian bersama istrinya Carmela Paulina dan dua putinya Dewi Prima dan Jasmine Stephanie di rumahnya di Denpasar. Dewi telah lulus sebagai dokter dan Jasmine baru mulai kuliah di Fakultas Kedokteran Udayana. Putra mereka David Steady juga sedang kuliah kedokteran di Surabaya. beasiswa untuk memperdalam ilmu onkologi-nya ke Belanda selama tiga bulan. “Dalam perjalanan waktu saya tertarik onkologi karena bidangnya luas dan merupakan ilmu baru. Insidennya banyak tetapi penyebabnya tidak diketahui pasti. Banyak pasien datang sudah terlambat,” katanya. Tiap saat menyusuri perjalanan hidupnya, Steven mensyukuri pengasuh panti yang menanamkan nilai kerja keras. Dia juga sangat mensyukuri dukungan penyantun/sponsornya yang memungkinkannya untuk terus bersekolah mengejar impiannya. Saat di panti asuhan, Steven disantuni oleh John Violet Bonar dari Kanada melalui program santunan anak yang dijalankan World Vision. Steven sangat rindu untuk menyampaikan rasa syukurnya atas dukungan penyantunnya. “Sayangnya, setelah menelusuri keberadaannya, saya mendapat informasi bahwa dia telah meninggal,” ujar Steven dengan rasa sesal sangat mendalam.
Harapan Steven adalah untuk bisa berjumpa dengan putri penyantunnya. Dia berencana pergi ke Kanada untuk menemui putri penyantunnya. “Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada saudara perempuan saya ini,” katanya. Dia menganggap keluarga John Bonar sebagai keluarganya sendiri. Steven dan Carmela dikaruniai tiga anak. Ketiga-tiganya kuliah di fakultas kedokteran. Putri pertamanya, Dewi Prima, telah lulus sebagai dokter dari Udayana. Putranya David Steady sudah semester tujuh di sekolah kedokteran di Surabaya. Putri terkecilnya Jasmine Stephanie baru masuk ke Udayana. “Profesi dokter adalah profesi yang sangat istimewa dan mulia,” tandas Steven. “Kita berhubungan langsung dengan kehidupan manusia, beda dibanding banyak profesi lain. Kita dituntut untuk selalu bekerja dengan hati.” Steven tampak sangat mantap dengan apa yang telah diraihnya. Tapi, entah apa lagi impian yang masih akan dicoba diraihnya pada tahun-tahun yang akan datang. Hanya Tuhan yang tahu. *(K&P) Kasih&Peduli
Vol.17/2008
15
Sosok
Air
Ubah Kehidupan Aryanto
Teks dan foto Oktavianus Malo Ariyanto Tamo Ama (13) adalah anak pertama dari lima bersaudara. Anak kelas enam SD ini hidup bersama orangtua dan keempat saudarinya di Desa Lingu Lango, yang terletak di antara dua bukit yang gersang di Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
A
ryanto selama ini berjalan sejauh empat kilometer untuk mengambil air bersih untuk keperluan sehari-hari keluarganya baik sebelum maupun sesudah jam sekolah. Dia juga harus berjalan kaki sejauh dua kilometer ke sekolahnya. Dengan pekerjaan rutin yang melelahkan ini, dia sering terlambat sampai di sekolah dan tidak bisa lagi belajar dengan baik di sekolah. “Saya sangat lelah selama jam sekolah sehingga sulit sekali berkonsentrasi,” kata Aryanto, yang masih harus membantu orangtuanya melakukan pekerjaan sehari-hari sepulang sekolah. “Saya hampir tidak punya waktu untuk bermain bersama teman-teman dan mengerjakan PR.” Hidup Aryanto dan anak-anak lainnya di desa itu berubah secara signifikan ketika World Vision mulai melayani mereka tahun 2002. Air bersih adalah masalah utama masyarakat pada waktu itu. World Vision dan para tokoh masyarakat berhasil mendapat solusi dengan menggunakan jaringan pipa air yang tidak dipakai lagi di desa-desa. Mereka memperbaiki dan memperluas jaringan pipa air itu. Proyek ini mulai berfungsi tahun 2005, menyediakan air bersih bagi ribuan
16 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Air bersih kini telah hadir di dekat rumah Aryanto
penduduk di beberapa desa.
pendidikan anak-anak mereka.
“Saya tidak perlu lagi berjalan empat kilometer untuk mengambil satu ember air,” ujar Aryanto. “Sekarang saya bisa mendapat air bersih dengan berjalan hanya 30 meter dari rumah saya.” Juga, dia bisa mengambil air sebanyak yang diperlukan keluarganya karena persediaan air sekarang sangat banyak.
“Orangtua saya sekarang sudah sadar tentang pentingnya pendidikan. Mereka memberi dukungan yang lebih besar dengan menyediakan keperluan sekolah saya,” jelas Aryanto.
Adanya air yang sangat dekat telah memungkinkan Aryanto dan anak-anak lainnya bisa menikmati masa kanakkanak mereka. “Kami mempunyai banyak waktu untuk bermain dan melakukan kegiatan lainnya,” kata Aryanto. Dia sekarang jarang terlambat tiba di sekolah dan mempunyai banyak waktu untuk mengerjakan PR serta menghadiri Kelompok Belajar Anak yang difasilitasi World Vision waktu sore. Hal ini telah meningkatkan prestasi belajar Aryanto di sekolah. Dia telah berhasil mendapat ranking di kelasnya dengan belajar yang lebih intensif dan konsentrasi yang lebih baik.
Di daerah ini, World Vision juga membantu para petani dengan menyediakan bibit, khususnya ketika gagal panen. Karena kurangnya air hujan, para petani setempat sering gagal mendapat panen yang baik. Kadangkadang panen mereka gagal total karena hujan tidak turun. Dalam situasi seperti ini, WV menolong petani dengan menyediakan bibit, seperti padi, jagung, dan buncis. World Vision juga membantu upaya masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka melalui peternakan, misalnya ternak ayam, babi, dan kambing.
Untuk memberantas malaria, yang sangat merajalela di daerah ini, WV juga memperkenalkan penggunaan kelambu antimalaria. Penggunaan kelambu telah World Vision memberi perhatian yang banyak mengurangi penyakit malaria besar kepada pendidikan anak-anak. Se- di sini. lain membentuk kelompok-kelompok belajar anak, staf lapangan World Vision “Kami berterima kasih atas semua banjuga mendorong para orangtua agar tuan World Vision di desa saya,” kata memberikan prioritas tinggi kepada Aryanto. *(K&P)
Sosok
Menularkan Semangat Berbagi
L
ima tahun menjadi penyantun lewat Wahana Visi Indonesia mendatangkan sukacita tersendiri bagi Eliezer Hernawan Hardjo. Itu sebabnya pada banyak kesempatan, Eliezer membagikan sukacitanya ini kepada orang lain. Ketika Wahana Visi memperkenalkan programnya di sebuah gereja di Kelapa Gading, Jakarta Utara, ia memanfaatkan kesempatan ini untuk berbagi pengalaman menjadi penyantun kepada anggota jemaat lainnya. Beberapa jemaat tergugah dan langsung mendaftarkan diri menjadi penyantun setelah mendengarkan kesaksian Eliezer. Eliezer sendiri menjadi penyantun bagi lima anak yang dilayani Wahana Visi: empat anak di Singkawang, Kalimantan Barat, dan satu anak di Maro, Papua. Bapak berkacamata ini meyakini bahwa apa yang ia lakukan untuk orang yang membutuhkan sebenarnya ia lakukan untuk Tuhan.
“Apa yang diperbuat kepada orang terkecil, orang yang membutuhkan, sebenarnya kita perbuat untuk Tuhan. Itulah Eliezer dan istri alasan yang mendorong saya untuk menjadi penyantun,” ujar Eliezer, yang merasa lebih berbahagia saat memberi daripada menerima. Eliezer berharap agar kebaikan yang telah ditaburnya dapat berbuah melalui tangan-tangan anak santun yang telah ditolongnya. “Setelah dewasa dan memperoleh pekerjaan atau menjadi pengusaha, semoga mereka ingat juga untuk menolong orang lain,” ucap mantan pimpinan puncak sebuah perusahaan multinasional ini. Eliezer tidak lupa memperhatikan perkembangan anakanak santunnya melalui Annual Progress Report (APR) yang dikirimkan kepada penyantun setiap tahunnya. Saat kenaikan kelas, ia biasanya menyempatkan diri untuk mengirimkan hadiah kepada mereka. *(K&P)
Semangat Berbagi Tak Kenal Batas Teks dan foto Golda Meir Nainggolan
P
antun Hutabarat belum lama t P. Hutabara menjadi salah satu penyantun (sponsor) anak melalui Wahana Visi Indonesia. Meskipun demikian, kesungguhannya untuk menolong orang lain tidak perlu diragukan lagi.
Ia tidak memandang keterbatasannya sebagai penghalang untuk membantu orang lain. Justru ia merasa pengorbanannya ini belum apa-apa dibanding perjuangan anak-anak santun di pedalaman Papua untuk meraih masa depan dan kehidupan yang lebih baik.
Walau usianya sudah 71 tahun, dia selalu berjalan kaki sejauh enam kilometer dari tempat tinggalnya di daerah Percetakan Negara ke kantor Wahana Visi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, untuk mengantarkan donasi.
Hutabarat dan istrinya mengenal kegiatan Wahana Visi ketika mendengar presentasi di gerejanya. Sepulang dari gereja, pasangan ini langsung berdiskusi dengan anakanaknya dan memutuskan untuk menjadi sponsor bagi Yohanes Awiman dari program pengembangan masyarakat di Maro di dekat Merauke, Papua.
Meskipun saat ini sudah tidak bekerja, ayah lima anak yang dulu bekerja sebagai tukang bangunan ini merasa gembira masih bisa berbagi. Bersama keluarganya, Hutabarat berusaha menyisihkan apa yang dimiliki untuk bisa terlibat dalam program sponsorship Wahana Visi.
Hutabarat merasa sangat senang dan terharu ketika melihat laporan dari Wahana Visi tentang perkembangan Yohanes. ”Nilai Matematika Yohanes cukup bagus,” katanya, berharap agar Yohanes terus semangat mengejar cita-citanya. *(K&P)
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
17
Dokumen Keluarga
Juliarti Sianturi
Sinergi
WV/DOMINIKUS GERA
Arti Rumput Laut bagi Keluarga Yoel
Dominikus Gera dan Anderias Bili
Yoel Malo Routa, 15, hidup bersama ibunya di Desa Letekonda, Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Keluarga ini biasanya menggantungkan hidup pada pertanian tradisional. Budidaya rumput laut telah mengubah kehidupan keluarga ini.
D
esa Letekonda terletak di daerah pantai gersang dan berbatu-batu. Pemandangannya sangat indah dengan karang dan rumah-rumah beratap ilalang, tetapi tidak baik untuk lahan pertanian. Para petani di desa ini tergantung pada air hujan untuk pertanian mereka. Karena musim hujan hanya sebentar dan tanahnya tidak subur, penghasilan para petani, termasuk keluarga Yoel, sangat minim. Pada umumnya petani menanam jagung dan hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sebagai makanan pokok. Kehidupan keluarga Yoel mulai berubah pada tahun 2002 ketika World Vision bekerja sama dengan Dinas Perikanan Kabupaten Sumba Barat memperkenalkan budidaya rumput laut. Dinas Perikanan melatih para petani bagaimana cara membudidayakan rumput laut, sementara World Vision menyediakan bibit dan tali untuk tempat bibit rumput laut. Para petani rumput laut menghadapi masa-masa sulit pada tahun 2003-2004
18 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
ketika harga panen mereka mengalami pasang surut yang begitu tinggi. Banyak petani rumput laut menyerah selama tahun-tahun yang sulit ini. Tetapi, Pak Routa, ayah Yoel, tetap menanam rumput laut. Dia yakin bahwa budidaya rumput laut akan mampu memecahkan masalah keuangan keluarganya. Pak Routa dan beberapa keluarga lainnya bahkan bertekad untuk membudidayakan rumput laut sebagai pekerjaan tetap mereka. Dalam waktu singkat, komitmen mereka menghasilkan buah dan mereka mulai mendapat penghasilan yang lebih baik. Budidaya ini memerlukan 30 hingga 45 hari untuk dipanen. Tali sepanjang 50 meter bisa menghasilkan 100 kg rumput laut basah. Beratnya akan berkurang 20 kg sesudah kering. Harga rumput laut 1 kg lebih-kurang Rp 4.500. Setiap petani mempunyai sekitar 30 sampai 50 tali untuk budidaya rumput laut. Setiap petani bisa mendapat penghasilan Rp 2.000.000 sebulan.
Sayangnya, ayah Yoel tiba-tiba meninggal pada tahun 2006 di pondoknya di pantai Mananga Haba ketika dia menjaga rumput lautnya. Sejak itu, ibu Yoel dan ketiga anaknya meneruskan usaha budidaya rumput laut itu. “Setiap hari saya membantu ibu bekerja di rumah dan di pantai, misalnya menanam benih rumput laut dan memanennya,” kata Yoel. Keluarga Yoel telah menikmati buah ketekunan mereka dalam budidaya rumput laut. Kakak perempuan Yoel telah menamatkan program D1 di perguruan tinggi dan sekarang telah bekerja sebagai pegawai negeri. Sementara itu abangnya sekarang sedang studi di perguruan tinggi. Yoel telah menjadi anak sponsor World Vision sejak enam tahun yang lalu melalui program pengembangan masyarakat jangka panjang di wilayah ini. Dia disponsori oleh Mrs. Manuela Plattner melalui World Vision Jerman. *(K&P)
Sinergi
Akhir dari
Penantian Teks dan foto Johnson L.Tobing
T
Masyarakat mengebor sumur.
anggal 13 Juni 2008 adalah hari yang membahagiakan bagi seluruh penduduk Desa Gonga, di Halmahera Utara. Air bersih yang mereka idamkan selama lebih dari dua puluh tahun akhirnya terpenuhi. Air bersih adalah dambaan seluruh masyarakat Gonga sejak dibukanya lokasi transmigrasi pada tahun 1979. Desa kecil yang terletak antara kota Tobelo dan Kao ini dihuni oleh 150 KK, yang sebagian besar mata pencariannya dari bertani kopra. Beberapa kali masyarakat berusaha menggali sumur, namun tidak ada air. Permukaan tanah yang sangat keras terdiri dari bebatuan sehingga sulit ditembus oleh mata linggis. Air hujan adalah satu-satunya sumber air bersih. Namun celakanya, bila musim hujan terlambat datang, masyarakat harus berjalan kaki sejauh 6 km menuju sebuah sungai kecil. Air Sungai Katana ini berwarna keruh (karena bercampur dengan kapur), dan rasanya agak sepat. Yah, air inilah yang menjadi sumber air minum bagi seluruh masyarakat selama musim kemarau.
Mengkonsumsi air yang tidak bersih setiap hari hanya menambah beban derita. Oleh karena itu, pada pertengahan bulan Mei 2008, kepala desa bersama masyarakat memutuskan untuk mencari sumber air bersih melalui pemboran.
Namun setelah dikalkulasi, biaya pemboran tidak murah. Pipa dan mesin harus dibeli di kota Manado. Total anggaran mencapai Rp. 35.000.000. Dari mana sumber biaya diperoleh? Diminta kepada masyarakat? Tidak mungkin, karena masyarakat sudah cukup menderita oleh beban hidup sehari-hari. Haryanto, sebagai kepala Desa Gonga, berusaha meminta bantuan melalui proposal kerjasama ke berbagai pihak, termasuk ke World Vision Indonesia. Setelah mempelajari proposal pengadaan air bersih di Desa Gonga, akhirnya World Vision, yang bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia di Halmahera Utara, menyetujui untuk bekerjasama dengan masyarakat untuk mendatangkan air bersih. Berkat kemitraan antara World Vision dan masyarakat, pada tanggal 12 Mei
2008 dimulailah pekerjaan pengeboran di beberapa titik. Akhirnya, setelah sebulan lamanya bekerja keras, pada tanggal 13 Juni 2008 jam 16.00 mata bor menyentuh mata air di kedalaman 60 meter di bawah permukaan tanah. Berita ini segera tersiar ke segenap penjuru desa, semua orang bersorak kegirangan! Dua puluh tahun masa penantian ternyata tidak sia-sia. Namun masyarakat masih harus bersabar, masih ada proses pipanisasi dari mata
air ke permukaan. Dan kemudian, menurut Pak Haryanto, akan dibangun tiga bak penampungan air, yang nantinya akan memudahkan masyarakat Gonga mengambil air. Setiap keluarga dipungut biaya Rp10.000 setiap bulan untuk biaya perawatan mesin dan bahan bakar. Masyarakat tidak keberatan membayar iuran, karena sekaran mereka dapat mengkonsumsi air bersih setiap hari, yang telah mereka dambakan selama dua puluh tahun. *(K&P) Kasih&Peduli
Vol.17/2008
19
WV/JOHNSON L. TOBING
30 jam Kasih & Peduli
Film yang menggambarkan kondisi anak-anak di Indonesia saat ini begitu menggugah hati setiap peserta ibadah 30 Jam Kasih & Peduli di kantor Wahana Visi 23 Juli lalu. Dalam tayangan singkat tersebut digambarkan bagaimana ironisnya perbandingan antara gaya hidup mewah di kota besar dengan kondisi memprihatinkan di daerah- daerah pedalaman.
30 Jam Kasih dan Pedu untuk
Rote dan Sin
Beatrice Mertadiwangsa
I WV/JOHNSON L. TOBING
badah ini sekaligus menutup rangkaian program 30 Jam Kasih & Peduli tahun ini, setelah seluruh staf Wahana Visi bersama para sponsor dan partisipan selama 30 Jam sebelumnya berdoa, berpuasa dan mengumpulkan dana. Dana yang dikumpulkan para peserta program ini digunakan untuk membantu pembangunan Posyandu dan fasilitas kesehatan di Singkawang, Kalimantan Barat, dan Rote, Nusa Tenggara Timur.
Donasi yang terkumpul dari kegiatan 30 Jam Kasih & Peduli akan digunakan untuk membangun fasilitas Posyandu di Rote dan Singkawang.
20 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
Dua bulan sebelumnya, staf Wahana Visi telah melakukan sosialisasi kegiatan ini dan mengedarkan kotak dana
Sungguh pelajaran berharga bagi kita semua, bagaimana anakanak seusia mereka sudah memiliki rasa peduli yang besar kepada lingkungan, terutama kepada anak-anak yang tidak seberuntung mereka.
Seusai ibadah, panitia menyediakan balon sukacita di mana dalam setiap balon ada kertas bertuliskan nominal Rp 10.000 sampai Rp 50.000, dan undangan yang ingin berpartisipasi datang dengan sukarela memecahkan balon itu serta memberi donasi sesuai dengan nominal yang tertera di kertas tersebut. Selain itu, untuk mendukung pengumpulan donasi, Wahana Visi di wilayah Banggai juga menyelenggarakan bazaar bagi masyarakat sekitar. Lewat setiap kegiatan 30 Jam Kasih & Peduli ini setiap partisipan diharapkan bisa lebih mensyukuri kehidupan yang dijalani dan juga memiliki keprihatinan terhadap kondisi anak-anak Indonesia, khususnya di pedalaman Singkawang dan Rote. Dan semoga juga kita dapat tersenyum tatkala membayangkan kegembiraan anak-anak di Singkawang dan Rote yang kini dapat menikmati pelayanan Posyandu di daerah mereka.*(K&P)
DOKUMENTASI WV
ngkawang
Cerita menarik juga datang dari siswasiswi IPEKA International Christian School (IICS). Dengan dukungan para guru, para siswa mengumpulkan donasi dengan sangat antusias. Mereka rela menyisihkan uang jajan untuk membantu anakanak di Singkawang dan Rote. Bahkan ada beberapa siswa yang berinisiatif berkeliling mengedarkan Love Box ke pusat perbelanjaan, ke saudara, dan juga orangtua mereka.
pat berbagi kasih dengan anak-anak di dua wilayah layanan Wahana Visi ini.
Siswa-siswi Ipeka antre mengambil kotak donasi untuk diedarkan ke lingkungan mereka.
Lain di Jakarta, lain pula di wilayah pelayanan Wahana Visi di Banggai, Sulawesi Tengah. Jika program 30 Jam Kasih & Peduli pada tahun sebelumnya hanya dilakukan lewat ibadah bersama para staf, tahun ini Wahana Visi melibatkan jemaat beberapa gereja di wilayah itu. Hujan deras boleh menjadi penghalang bagi beberapa undangan untuk datang, namun ibadah tetap berjalan dengan lancar. Pada ibadah ini, para undangan mendapat kesempatan untuk menyaksikan tayangan film yang menggambarkan keadaan anak-anak Singkawang dan Rote. Tayangan ini sungguh mengetuk hati setiap peserta yang hadir untuk da-
DOKUMENTASI WV
uli
atau Love Box ke berbagai institusi sekolah dan gereja. Di Wahana Visi Indonesia sendiri, pengumpulan dana melalui Love Box ini disambut baik oleh seluruh staf. Selama satu bulan penuh, tiap divisi berlomba untuk mengumpulkan donasi terbanyak.
Seorang peserta 30 Jam Kasih & Peduli menusuk ‘balon sukacita’ Kasih&Peduli
Vol.17/2008
21
Kiprah Anak
Advokasi Pendidikan lewat Drama Anak Maureen Laisang dan Bartolomeus Marsudiharjo
K
SA yang dipimpin Erfyl Yigibalon ini menyisihkan lima kelompok lain setelah advokasi tentang Pendidikan Berkualitas bagi Masa Depan Anak Lani Jaya yang dilakukan lewat drama berhasil menarik perhatian para juri untuk memberikan penilaian tertinggi. C&G Award adalah sebuah program yang didanai World Vision Canada untuk membangun kapasitas anak sehingga mereka mampu berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan di tengah masyarakat. Kegiatan yang dilakukan keenam kelompok anak ini dipresentasikan dalam pertemuan yang diadakan di Depok di selatan Jakarta dan dinilai oleh beberapa juri independen. “Kami senang berhasil mendapatkan penghargaan ini. Hadiah yang kami dapat akan kami gunakan untuk memastikan keberlanjutan kegiatan kami,” kata Erfyl, siswa kelas 3 SMA Negeri di Tiom, di pegunungan Jayawijaya. Erfyl dan kawan-kawannya berhasil memotret permasalahan pendidikan yang terjadi di daerahnya. Dengan pementasan drama pendidikan mereka menyadarkan masyarakat bahwa ada masalah pendidikan yang perlu diatasi. Berikut ini ringkasan kisah drama yang dipentaskan KSA Lani Jaya. - Orangtua ke kebun, anak-anak ke sekolah, kepala sekolah pergi ke kota, guru-guru berjualan di kios. - Penjaga sekolah mengajar kelas 1-3
22 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
SMP/SMA sekaligus, atau kelas 1-6 SD sekaligus. Mendekati waktu ujian, penjaga sekolah memberitahukan akan ada ujian dan minta anak menyiapkan pembayaran uang sekolah. - Pada saat perpisahan sekolah, anak-anak diminta membawa kelinci atau ternak lain untuk guru dan Kepala Sekolah, dan uang Rp 500 ribu/anak, tidak Erfyl sedang menjelaskan kondisi termasuk uang ujian. (Uang pendidikan di Tiom ujian Rp 400 ribu). - Kepala Sekolah menyamDirektur Operasional World Vision paikan anak kelas 3 SMP/ SMA atau 6 SD lulus semua, dan Indonesia Amelia Merrick yang mekelas 1-2 SMP atau 1 -5 SD naik nyaksikan pengumuman pemenang C&G Award secara khusus menyamkelas semua. paikan apresiasi kepada para peserta Kisah drama ini bisa jadi mendrama- dari lima wilayah pelayanan World tisir kondisi yang terjadi di lapangan. Vision di Cilincing dan Kebon Pala di Tetapi, dunia pendidikan di Tiom me- Jakarta, Banggai di Sulawesi Tengah, mang masih sangat memprihatinkan. Alor dan Timor Tengah Utara di Nusa Berkat pementasan drama ini, banyak Tenggara Timur dan dari Tiom. orangtua dan guru mengakui kesalahannya karena melalaikan pendidikan anak- “Saya bangga sekali berada di ruang anak dan berjanji akan memberi perha- ini bersama kalian para pemimpin. tian lebih tinggi di waktu mendatang. Jika mau melakukan perubahan, tiap hari ada pilihan dan itu tidak mudah. Lebih dari itu, setelah menyaksikan Teruskan apa yang telah dilakukan dan pentas drama tanggal 17 Agustus 2008 terus kembangkan kreativitas dan polalu, bupati Lani Jaya mendapatkan tensi kalian semua.” informasi yang benar tentang kondisi pendidikan di wilayahnya. Berangkat Kelompok anak yang lain ada yang dari situ, diharapkan bupati akan me- melakukan kegiatan nyata untuk memngeluarkan kebijakan yang berpihak perbaiki kualitas lingkungan desanya, pada peningkatan kualitas pendidikan mengolah sampah menjadi kompos, melakukan serangkaian penyuluhan bagi anak-anak. agar anak-anak tidak terjerat narkoba dan kegiatan positif lainnya. *(K&P)
WVI/DONNA HATTU
Kelompok Swadaya Anak (KSA) Lani Jaya, di daerah Tiom di provinsi Papua berhasil meraih Citizenship and Governance (C&G) Award yang diadakan oleh World Vision Indonesia bersama Wahana Visi Indonesia Agustus 2008.
Kiprah Anak
Pendidikan di Tiom Masih Memprihatinkan
Anak-anak di Tiom memanfaatkan waktu luang dengan belajar.
Memang sangat menarik melihat drama bagaimana anak-anak sangat jeli dan jelas menceritakan kondisi dalam keseharian mereka. Tidak kalah menarik adalah diskusi yang terjadi setelah pementasan drama dan reaksi para penonton.
B
eberapa guru menolak kebenaran cerita dalam drama dan mengatakan yang terjadi tidak separah apa yang ditunjukkan dalam drama. Namun ada guru-guru yang membenarkan bahwa itulah kenyataan yang terjadi di Tiom. Sementara beberapa tokoh masyarakat dan orangtua juga membenarkan masih banyak permasalahan pendidikan yang terjadi di Tiom. Seorang ibu dalam bahasa daerah menyatakan kekesalan hatinya, “Anak-anak kami ditelantarkan, tidak diajar di sekolah. Banyak guru tidak aktif mengajar. Tiga ada di Wamena dan dua lagi ada di Tiom, tapi jarang masuk.” Berikut ini suasana apel pagi di sebuah SMP di Tiom, di pedalaman Papua. Salah satu dari dua guru yang hadir
WVI/SOLEKMAN
Maureen Laisang
sedang memarahi para murid kelas 2 dan 3. “Kalian semua sudah dikasih tahu jauh sebelum libur untuk membawa papan waktu masuk, tapi tidak ada yang bawa. Apa kalian lupa rapor masih di tangan kami? Kalau besok tidak membawa papan akan kami ganti rapornya jadi tidak naik kelas. Mengerti?” Menurut cerita staf sebuah sekolah, ada beberapa sekolah memang meminta retribusi kepada muridmuridnya berupa papan atau barang lainnya. Barangbarang ini biasanya digunakan untuk membangun rumah atau mungkin dijual oleh para guru. Muridmurid sekolah swasta bahkan ada yang harus membawa retribusi hampir setiap seminggu sekali. Bisa jadi, para guru juga menghadapi kesulitan keuangan karena gaji yang kurang lancar atau tingkat biaya hidup yang demikian tinggi di Tiom sehingga mengharapkan bantuan dari keluarga para murid. Melihat kondisi sekolah, kualitas guru, kuantitas guru, jumlah murid dan semangat murid yang masih demikian memprihatinkan sungguh sangat menghancurkan hati. Situasi pendidikan di Tiom, dan mungkin juga dibanyak wilayah lain di Papua, memang masih sangat tertinggal. Tidak usah membandingkan dengan keadaan di Jayapura, dibandingkan dengan keadaan di Wamena, ibukota kabupaten Jayawijaya, saja masih sangat jauh tertinggal.**(K&P)
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
23
Opini
Kritis terhadap Media Anak Donna Hattu
B
anyak media justru menyajikan muatan kekerasan, mistik, seksualitas, dan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kelompok usia mereka. Akibatnya, dampak negatif yang muncul jauh lebih menonjol dibandingkan manfaat yang dapat mereka peroleh. Dampak negatif itu bisa berupa gangguan konsentrasi belajar, alokasi penggunaan waktu yang kurang produktif hingga peniruan perilaku yang membahayakan serta gaya hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai yang mendidik dan luhur. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, ketergantungan anak-anak terhadap media menjadi semakin besar. Hasil penelitian pola anak menonton televisi yang dilakukan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) pada tahun 2006 menunjukkan rata-rata anak-anak SD menghabiskan waktu 30-35 jam di depan televisi dalam sepekan dan sekitar 10 jam untuk memainkan permainan video. Sementara itu, waktu belajar mereka di sekolah hanya berkisar 3-5 jam dalam sehari atau 18-30 jam dalam sepekan. Dengan mencermati hasil penelitian ini, tidak mengherankan bila akhirnya nilai dan norma anak lebih banyak dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat, dengar, dan serap dari televisi maupun media dominan lainnya di dekat mereka daripada dunia sekolah maupun dunia keluarga.
24 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
WVI/JOHNSON L. TOBING
Melimpahnya media anak seperti media cetak dan elektronik tidak selalu membawa manfaat positif. Banyak media anak yang justru membahayakan tumbuh-kembang anak secara sehat. Sebab itu, dibutuhkan sikap kritis orang-orang di sekitar anak untuk memilih media yang tepat dengan usia dan perkembangannya. Analisis tayangan anak selama April 2008 oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menunjukkan 20 persen dari sekitar 47 program anak yang ditayangkan dengan durasi 30 menit di tujuh stasiun televisi dalam sepekan tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS). Disadari atau tidak, kekerasan terhadap anak telah mengalir deras menembus ruang-ruang media anak. Semua ini akan bermuara pada degradasi nilai-nilai pada anak-anak. Banyak di antara mereka akan menyerap kekerasan dan perilaku negatif lainnya sebagai hal yang wajar dan akhirnya menguasai pola pikir dan tindakan mereka. Sudah sangat mendesak bagi orangtua, guru, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk mengembangkan sikap kritis untuk memahami, memilah, dan memilih isi media yang sesuai bagi anak agar anak dapat mengambil manfaat dari media yang diaksesnya. Sikap kritis itu termasuk keberanian untuk berperan aktif mengurangi ketergantungan anak pada media dengan membatasi jam menonton televisi atau permainan elektronik. Orangtua juga harus mampu menyediakan alternatif kegiatan berguna lainnya yang dilakukan bersama keluarga. *(K&P)
Panduan Kritis Media Anak
Blue’s Clues (GLOBAL TV Senin-Jumat: 08.30-09.00 WIB) Anjing mungil berwarna biru dalam serial televisi “Blue’s Clues” dibuat dengan konsep yang mendukung pendidikan dan perkembangan anak sejak dini. Di sepanjang acara yang dipandu oleh Steve Burns ini, Blue akan mengajak anak-anak untuk menebak pesan yang ingin disampaikannya. Steve secara interaktif mengajak anak-anak untuk menemukan petunjuk Blue dengan menggunakan peralatan sederhana, seperti buku catatan. Steve akan mencari jejak kaki Blue, menggambarnya di buku catatan, dan berpikir apa yang ingin disampaikan oleh Blue. Muatan Positif: Blue dan Steve mengajak anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan di sekitarnya; Blue dan Steve juga mengajak anak-anak untuk mengenali berbagai masalah sederhana yang ditemukan di lingkungan mereka, lalu mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut bersama-sama; Rangkaian permainan yang ditampilkan di “Blue’s Clues” mengajak anak-anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif; Tayangan yang dibuat interaktif mengajak anak-anak untuk aktif di depan TV, seperti menggambar di buku catatan dan menjawab berbagai pertanyaan sederhana yang diberikan oleh Steve; Steve selalu memberikan kata-kata yang memotivasi. Ben 10 (INDOSIAR Minggu: 11.30-12.00 WIB) “Ben 10” (2007) adalah film animasi produksi Cartoon Network. Ben bangga sekali bisa menjadi pahlawan super sejak sebuah benda semacam jam bernama omnitrix menempel di tangannya. Ia berusaha menghentikan niat alien jahat bernama Vilgax menghancurkan dunia. Bukan pekerjaaan mudah, karena Vilgax dan alien-alien lain siap menyerang Ben. Muatan Positif: Ben mengajarkan tentang sikap pantang menyerah dalam
upaya melindungi bumi dan orang-orang yang dicintai dari serangan makhluk angkasa luar; Nilai positif juga bisa diperoleh anak-anak ketika melihat sosok Ben yang sangat percaya diri harus belajar mengakui bahwa Gwen lebih cepat menguasai omnitrix dibanding dirinya. Muatan Negatif: Kekerasan fisik tampil hampir di setiap episode; Bahasa kasar sesekali terdengar di sela-sela pertarungan antar alien dengan Ben; Kekerasan di film ini diwarnai dengan kekuatan supranatural; Ben seringkali memanfaatkan kemampuannya untuk kepentingan pribadinya dan bersikap sombong. Bleach (INDOSIAR MINGGU: 11.00-11.30 WIB) Ichigo Kurosaki adalah siswa SMA biasa yang memiliki kemampuan melihat hantu dan roh. Kehidupannya berubah total ketika ia berjumpa dengan dewa kematian bernama Rukia Kuchiki. Demi melindungi teman dan keluarganya, Ichigo bersedia menggantikan Rukia menjadi dewa kematian. Bersamasama mereka berusaha melindungi roh-roh yang diincar hollow (roh-roh jahat) yang berusaha memangsa roh-roh manusia yang baru mati atau menjadikan mereka bagian dari komunitas hollow. Muatan Negatif: Sarat dengan adegan kekerasan; Muatan mistis terpapar dengan jelas di sepanjang episode film ini. Tokoh Sado yang bertubuh besar dan kuat seringkali mengalami luka parah akibat serangan hollow, namun tidak berekpresi terhadap rasa sakit dan kesedihan. Hal ini dapat menyesatkan cara pandang anak untuk mengungkapkan rasa sakit dan kesedihan yang dialami; Bahasa kasar dan makian juga seringkali terdengar di dalam tayangan ini; Jalan ceritanya yang rumit sulit dipahami oleh anak-anak. *(K&P/Yayasan Pengembangan Media Anak)
Kasih&Peduli
Vol.17/2008
25
Cuplikan Peristiwa
WVI/BEATRICE MERTADIWANGSA
Treasures Women’s Conference di Jakarta
sekolah. Anton setiap hari harus berjalan melalui tebing di pinggir laut yang berbahaya untuk mencapai sekolahnya. Goreti juga punya tekad yang kuat untuk terus sekolah di tengah keterbatasan yang ada. Diharapkan para pemirsa televisi yang menayangkan film anak-anak di Sikka ini tergerak hatinya untuk mengulurkan bantuan bagi anak-anak dan masyarakat di Sikka. Wilayah pelayanan Wahana Visi di Sikka mendapat dukungan dari para sponsor dari Kanada yang menyalurkan dukungan lewat World Vision Canada. *(K&P/Peggy Prawira)
World Vision – Surya Institute Latih Guru dari Papua
Para tamu Treasure Women’s Conference sedang mengisi formulir Wahana Visi.
R
atusan wanita dari berbagai kalangan profesi dan usia menghadiri Treasures Women’s Conference yang diadakan oleh Jakarta Praise Community Church (JPCC) pada tanggal 5 dan 6 September lalu. Acara rutin tahunan khusus wanita ini diadakan untuk membawa para wanita lebih dekat kepada Tuhan serta membangun kehidupan mereka sesuai panggilan Tuhan. Tahun ini, kegiatan yang mengangkat tema “Endless Possibilities” ini memberikan kesempatan kepada Wahana Visi Indonesia untuk memperkenalkan program sponsorship. Setiap peserta yang bersedia ambil bagian program ini dapat memilih langsung anak yang akan disponsori. Lewat kegiatan dua hari ini sekitar 516 anak di wilayah Pantai Kasuari, Maro dan Singkawang mendapatkan sponsor. *(K&P/Priscilla Christin)
World Vision Canada Buat Film di Sikka
W
orld Vision Indonesia bekerjasama dengan Surya Institute akan melatih 15 guru dari pedalaman Papua dalam waktu dekat ini. Direktur Nasional World Vision Trihadi Saptoadi dan pimpinan Surya Institute Yohanes Surya menandatangani kesepakatan kerjasama ini pertengahan Oktober lalu. Para guru ini akan mendapat pelatihan tentang pendekatan pengajaran Matematika dan Fisika dari Surya Institute secara intensif di Jakarta. Diharapkan setelah pelatihan mereka bisa menunjukkan kepada murid-muridnya di Papua bahwa Fisika dan Matematika itu pelajaran yang asik, mudah dan menyenangkan. Ke-15 guru itu juga wajib membagikan pengetahuannya masing-masing kepada lima guru lain di Papua. World Vision melalui staf di lapangan maupun lewat Komite Masyarakat, akan mengontrol pelaksanaan program ini. Sebelumnya, Surya Institute pernah melatih anak-anak Papua termasuk Hendrik Medlama (17), yang pernah menjadi anak sponsor lewat program pengembangan masyarakat World Vision di Kurulu. Berkat pelatihan itu, pelajar SMP ini pernah menjadi juara satu olimpiade tingkat provinsi dan juara dua tingkat nasional. *(K&P/B. Marsudiharjo)
26 Kasih&Peduli
Vol.17/2008
WVI/B. MARSUDIHARJO
T
im World Vision Canada datang ke wilayah pelayanan Wahana Visi Indonesia di Sikka, Nusa Tenggara Timur tanggal 8-18 September 2008 untuk membuat film yang akan ditayangkan di stasiun televisi di Kanada. Para crew pembuat film memotret kehidupan 10 anak yang akan disponsori para sponsor dari Kanada. Salah satu anak yang dijadikan dalam tokoh ini adalah Safer, yang mengalami cacat pada kakinya. Meskipun fisiknya tidak sempurna, Safer diakui oleh teman-teman sekolahnya sebagai pemain bola volley dan bola kaki yang handal. Tokoh lainnya, Natus, tinggal berdua dengan kakaknya yang masih muda yang berperan sebagai pencari nafkah. Di tengah keterbatasan ekonomi, Natus tetap berusaha melanjutkan
Pimpinan Surya Institute dan World Vision menandatangani kesepakatan kerjasama
Pesan Direktur
Trihadi Saptoadi
Partisipasi Anak
D
alam banyak hal anak-anak tergantung pada orang dewasa. Karena ketergantungan ini, sering kali anak dianggap sebagai makhluk yang tidak berdaya. Suara anak dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu didengarkan, meskipun anak bisa melahirkan gagasan dan tindakan yang berarti untuk melakukan perubahan bagi lingkungan sekitarnya. Harus diakui, berpartisipasi merupakan salah satu hak anak yang paling sering diabaikan orang dewasa dibandingkan hak hidup, tumbuh kembang, dan mendapatkan perlindungan. Kadang-kadang orangtua sudah merasa cukup jika sudah menjamin kelangsungan hidup anak, memastikan tumbuh kembang anak, dan memberikan perlindungan anak. Mereka lupa anak juga memiliki hak untuk berpartisipasi. Sebagai organisasi yang berfokus pada anak, World Vision Indonesia berupaya agar anak-anak benarbenar bisa memperoleh hak-haknya, termasuk hak untuk berpartisipasi bagi komunitasnya. Forum anak adalah salah satu wujud nyata upaya organisasi untuk mendorong anak bisa mengungkapkan partisipasi mereka. Di dalam forum anak, yang terdapat di semua program pengembangan di seluruh wilayah pelayanan World Vision, anak-anak mendapat kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. Anak-anak itu bertemu secara rutin dalam wadah forum anak ini. Mereka membahas permasalahan yang ada di lingkungannya dan memikirkan jalan keluarnya. Lihat saja apa yang dilakukan anak-anak mitra World Vision di Tiom, Kabupaten Lani Jaya, Papua. Mereka secara jeli melihat permasalahan pendidikan yang terjadi di daerahnya. Mereka tidak tinggal diam dan pasrah melihat keadaan itu. Mereka membuat cerita drama berdasarkan keadaan itu dan mementaskannya dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka berusaha menyadarkan masyarakat akan permasalahan yang sedang terjadi di lingkungannya.
Usaha anak-anak itu tidak sia-sia. Banyak orangtua kemudian mengakui kesalahannya karena menelantarkan pendidikan anaknya. Para orangtua itu kemudian berjanji akan memperhatikan pendidikan anak. Dampak yang tidak kalah besar, bupati Lani Jaya mendapat informasi yang sebenarnya tentang kondisi pendidikan di wilayahnya. Dari pemahaman ini diharapkan bupati akan mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada pendidikan anak. Anak-anak di wilayah Susukan, Jakarta Timur, punya cara lain untuk mengungkapkan partisipasinya. Melihat permasalahan masih rendahnya kepemilikan akta kelahiran anak-anak di wilayahnya, bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional bulan Juli lalu, sekitar 500 anak-anak melakukan pawai dari kantor Kelurahan Susukan ke kantor Kelurahan Ciracas. Anak-anak ini membawa spanduk dan poster bertuliskan seruan kepada para orangtua agar segera mencatatkan kelahiran anak mereka. Aksi anak-anak ini mendapat perhatian dari orang-orang yang melintas di jalan yang mereka lewati sepanjang pawai maupun para penduduk yang tinggal di sekitar rute pawai. Aparat kantor Kelurahan Susukan dan Ciracas juga menyambut baik aksi anak-anak ini. Mereka mengakui masih banyak orangtua yang belum mencatatkan kelahiran anaknya. Para aparat ini pun memberikan informasi tentang cara-cara mencatatkan kelahiran anak. Anak-anak di Tiom dan Susukan telah menunjukkan bahwa mereka bisa ikut ambil bagian dalam melakukan perubahan. Mari kita sebagai orang dewasa membantu anak-anak untuk menyampaikan partisipasi karena anak-anak tidak hanya bisa tetapi juga punya hak untuk berpartisipasi.
Trihadi Saptoadi Direktur Nasional World Vision-Indonesia Kasih&Peduli
Vol.17/2008
27
Tidak Memikirkan Pahala
untuk Lukas Ginting
Berbagi
R
iduan (39) mengenal Wahana Visi Indonesia sekitar enam tahun lalu. Waktu itu ia merasa sudah mendapat banyak berkat dan ingin berbagi kepada orang lain. Dari informasi yang didapat, dia merasa organisasi ini bisa dipercaya akuntabilitasnya. Managing partner PT Profitama Asset Mandiri ini menyalurkan bantuan untuk empat anak-anak mitra Wahana Visi. Dua anak di dekat Singkawang, Kalimantan Barat; dan dua anak lagi di Maro, Papua. “Saya senang melihat mereka berkembang. Sekarang mereka makin besar dan tampak lebih segar dibanding dulu,” kata Riduan ketika melihat foto dalam laporan Wahana Visi. Riduan dan kawan-kawan juga pernah mengadakan kegiatan sosial di kantornya sekitar lima tahun lalu dan menyisihkan dana 100 juta rupiah untuk membuat rumah singgah di daerah Singkawang.
WV/LUKAS GINTING
“Saya menjadi penyantun karena merasa wajib saja. Nggak pikirin apa pahalanya,” ujar Riduan Goh. “Saya merasa lebih beruntung dibanding banyak orang lain, oleh karena itu saya merasa wajib berbuat sesuatu yang bisa berguna bagi orang lain.” PT Profitama adalah perusahaan yang membantu mengelola dana klien-kliennya. “Kami membantu klien menghitung kekayaannya dan merencanakan investasi yang lebih baik,” ujar Riduan. Beberapa waktu lalu, setelah mendengar informasi dari Riduan, salah satu kliennya memutuskan akan menyumbangkan polisnya yang nilainya cukup besar untuk mendukung program kemanusiaan Wahana Visi. Dananya baru bisa dicairkan kalau kliennya telah berusia 80 tahun. Dia sekarang berusia 52 tahun. Banyak orang, kata Riduan, ingin memberikan donasi untuk pelayanan kemanusiaan, tapi tidak tahu disalurkan ke mana. Perusahaannya, misalnya, secara rutin mengadakan seminar dan selalu menyisihkan sebagian dana untuk didonasikan untuk mendukung pelayanan sosial-kemanusiaan. *(K&P)
Ingin Berbagi dengan Sesama? Silakan hubungi: Bagian DONOR & PENYANTUN
WAHANA VISI INDONESIA Jl.Wahid Hasyim no.31 Jakarta 10340, tel. 021 - 3907818; fax. 021 - 3910514, E-mail:
[email protected]; Hp: 0811-156041 WVI Sponsorship No. Rek.: 478-3000 175, BCA Capem Wahid Hasyim, Jakarta Pusat; Yayasan World Vision Indonesia No. Rek.: 107-35-217, BNI ‘ 46 Cab. Menteng; Yayasan Wahana Visi Indonesia No. Rek.: 123.000 417 2278, Bank Mandiri Cab. Cut Meutia, Jakarta Pusat.