2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Laut Sedimen merupakan partikel batuan, mineral, atau bahan organik yang terbentuk akibat proses pengendapan melalui perantara angin, air atau es (Gray & Elliot 2009). Menurut Jorgensen (1983), 5 sampai 10 milyar ton partikel bahan organik tenggelam dalam laut dunia dan terakumulasi sebagai sedimen. Sedimen laut menutupi 70% permukaan bumi dan berperan penting dalam siklus karbon dan nutrien bagi kehidupan di dunia ini (Rochelle et al. 1994). Menurut Hedges & Oades (1997), permukaan sedimen laut pada umumnya mengandung
akumulasi
bahan
organik
sebesar
0,1-10
%,
sedangkan
Reimers et al. (2001) melaporkan bahwa sedimen dasar benua (<1000 m) memiliki kandungan karbon organik sebesar 2-3% (bobot kering). Berdasarkan laporan Emerson & Hedges (2008) menunjukkan bahwa kecepatan sedimentasi bahan organik sangat dipengaruhi oleh kandungan dalam bahan organik itu sendiri. Bahan organik yang mengandung mineral akan lebih cepat tersedimentasi dibandingkan bahan organik yang tidak mengandung mineral (Gambar 1).
Gambar 1 Perbandingan kandungan bahan organik sebagai fungsi kedalaman sedimen dan kandungan mineral (Emerson & Hedges 2008).
5 Secara lengkap Hedges & Oades (1997) menyatakan bahwa sedimen laut memiliki kandungan Na+, Ca2+, dan Mg2+ yang sangat tinggi dengan pH berkisar antara 7-8. Mucci et al. (2000) juga melaporkan bahwa sedimen laut pada kedalaman 0,56-0,59 m memiliki kandungan karbon organik sebesar 4,69 % bobot kering, fosfor 38 ppm, dan arsenik 29 mmol/gram. Selain mengandung bahan organik, laut juga memiliki bakteri yang terdiri dari bakteri autotropik dan heterotopik. Konsentrasi bakteri pada air laut adalah 105 sampai 107 sel/cm3 dengan konsentrasi tertinggi pada permukaan laut. Bakteri heterotropik yang berada pada laut hidup sebagai individu pada air laut dan menempel pada permukaan partikel dan sedimen. Bakteri ini mengonsumsi bahan organik terlarut karena tidak mempunyai alat selain membran yang dapat memasukkan nutrien terlarut yang melaluinya. Beberapa bakteri menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi molekul berukuran besar sehingga dapat melalui dinding sel. Pada zona eufotik, bakteri heterotropik berperan penting dalam daur bahan organik. Sedangkan di bawah daerah eufotik dan pada sedimen, bakteri heterotropik bersama hewan berukuran besar bertanggung jawab terhadap berbagai jenis respirasi bahan organik (Emerson & Hedges 2008). 2.2 Energi Alternatif Konsumsi energi dunia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu 406 quadrillion Btu pada tahun 2000 menjadi 500 quadrillion Btu pada tahun 2010 (U.S. Energy Information Administration 2010). Menurut U.S. Energy Information Administration (2010), konsumsi energi dunia sebagian besar berasal dari bahan bakar minyak yaitu 34,57%, kemudian diikuti gas alam 23,45%, batu bara 26,04%, nuklir 5,53% dan bahan bakar terbarukan 10,41%. Peningkatan kebutuhan akan bahan bakar fosil ini serta keterbatasan terhadap cadangan persediaan sumber minyak bumi dunia menyebabkan krisis energi dunia menjadi cepat berlangsung. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama juga merupakan salah satu faktor utama makin meningkatnya kadar gas karbondioksida di udara yang menyebabkan timbulnya pemanasan global (Logan 2008). Salah satu bentuk energi terbarukan ialah pemanfaatan energi alam, seperti energi angin, surya, dan gelombang pasang surut. Namun, penggunaan energi ini
6 membutuhkan teknologi penyimpanan yang baik ketika sumber energi tidak dapat dimanfaatkan secara langsung (Sims et al. 2003). Selain itu, berbagai sumber energi alternatif lain yang juga telah dikembangkan, antara lain meliputi biodisel (Ranganathan et al. 2008), panas bumi (Mason et al. 2010), biomassa (Berndes et al. 2003), dan microbial fuel cell (Hong et al. 2009b). 2.3 Sedimen Microbial Fuel Cell (SMFC) Sediment microbial fuel cell (SMFC) merupakan bentuk pengembangan dari microbial fuel cell (MFC). Prinsip kerja dari SMFC sangat sederhana, dimana dua elektroda yang saling terhubung ditempatkan, yaitu anoda pada kedalaman sedimen yang bersifat anaerobik dan katoda pada badan air laut yang mengandung oksigen terlarut (Lovley 2006). Secara alami, mikroorganisme mengoksidasi bahan organik yang tersedimentasi dari kolom air dan mereduksi Fe (III) atau Mn (IV). Beberapa jenis mikroorganisme juga mendegradasi bahan organik kompleks sehingga menghasilkan produk fermentasi, seperti asetat, dan penerima elektron, seperti senyawa aromatik dan asam lemak rantai panjang. Asumsi mekanisme kerja SMFC pada sedimen laut serupa dengan rantai makan mikroorganisme yang menggunakan anoda (elektroda) sebagai penerima elektron menggantikan Fe (III) dan Mn (IV) (Gambar 2). Prinsip kerja dari MFC yang menggunakan mikroorganisme hidup dalam reaksi elektrokimia menjadikan sistem MFC sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang dapat membunuh mikroorganisme tersebut (Mench 2008). Struktur dan aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh berbagai parameter, seperti pH, potensial oksidasi reduksi, kekuatan ion, dan suhu (Torres et al. 2008). Liu et al. (2005) juga menyatakan bahwa kinerja MFC secara umum tergantung dari komponen-komponen penyusunnya, yang meliputi jenis dan struktur elektroda, ada atau tidaknya membran penukar proton, serta kelengkapan membran. Jenis bahan dan struktur anoda berdampak pada penempelan mikroorganisme, transfer elektron, dan oksidasi substrat. Bahan yang biasa digunakan sebagai anoda ialah karbon (carbon cloth atau graphite felt) karena stabil terhadap kultur mikroorganisme, memiliki konduktivitas yang tinggi, dan luas permukaan yang besar (Watanabe 2008). Namun penggunaan elektroda berbasis
karbon
pada
katoda
akan
mengakibatkan
ketidakefisienan
7 (Kim et al. 2002), sehingga perlu dilakukan pelapisan dengan katalis, misalnya platinum (Pham et al. 2004).
Gambar 2 Model produksi listrik MFC pada sedimen laut (Lovley 2006). Kondisi lingkungan, seperti konduktivitas, juga mempengaruhi kinerja dari SMFC. Air laut memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, yaitu sebesar ∼50,000 S/cm, dibandingkan air sungai yaitu sebesar ∼500 S/cm. Oleh karena itu,
SMFC dengan menggunakan air laut dapat menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan air sungai (tawar). Produksi listrik pada SMFC juga ditentukan oleh jenis katalis pada katoda, bahan yang digunakan pada elektroda dan jarak kedua elektroda (Lowy et al. 2006). 2.4 Isolasi Bakteri Isolasi bakteri bertujuan mendapatkan isolat bakteri murni dari suatu bahan yang mengandung campuran mikroorganisme (Benson 2001). Isolasi penting untuk dilakukan, hingga kadang-kadang dilakukan secara berulang-ulang, agar isolat yang diperoleh benar-benar murni dan seragam. Biasanya, setiap koloni pada cawan ditumbuhkan (disegarkan) pada media agar-agar miring dalam tabung reaksi. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kontaminasi dari bakteri lain, selain juga untuk menyegarkan bakteri agar selalu mendapatkan nutrisi yang cukup selama perkembangannya. Teknik umum yang digunakan dalam isolasi bakteri adalah teknik penggoresan agar. Teknik ini
8 dilakukan dengan cara menggoreskan inokulum pada permukaan media agar (padat) secara steril. Teknik ini umumnya digunakan karena lebih menguntungkan dibandingkan dari teknik tuang, yang biasa digunakan secara lebih spesifik dalam mendapatkan isolat murni. Selain itu, teknik penggoresan juga lebih menguntungkan bila ditinjau dari segi ekonomi dan waktu, namun teknik penggoresan ini memerlukan keterampilan tersendiri dalam mengisolasinya, karena bertujuan untuk dapat menghasilkan penggoresan yang sempurna serta meyakinkan koloni murni yang terpisah. Isolasi dengan teknik tuang merupakan cara mengisolasi dengan menggunakan media cair sebagai medium pengenceran mikroorganisme. Dasar melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah mikroorganisme, sehingga pada pengenceran terakhir akan didapat jumlah sel yang semakin sedikit dalam media. Tujuan teknik pengenceran ini adalah untuk mendapatkan jumlah bakteri yang optimum dan biasanya dilakukan isolasi koloni yang lebih spesifik kemurniannya. Teknik agar tuang lebih mudah, karena tidak memerlukan keterampilan spesifik dalam mendapatkan koloni yang terpisah (Lay 1994). Apabila terdapat dua organisme yang tumbuh bersama dalam suatu biakan yang tidak murni, maka satu dari empat hal kemungkinan dapat terjadi, yaitu: 1.
masing-masing organisme tumbuh secara bebas;
2.
salah satu organisme kemungkinan memproduksi suatu substansi yang akan membuat organisme lain tumbuh atau tumbuh lebih baik dalam medium istimewa;
3.
salah satu organisme kemungkinan memproduksi suatu substansi yang menghambat pertumbuhan organisme lain;
4.
salah satu organisme kemungkinan tumbuh lebih cepat daripada organisme lain dan menghilangkan dua atau beberapa bagian penting dari suplai makanannya (Cowan & Steel’s 1993). Isolasi bakteri menjadi isolat murni sangat penting dalam penelaahan,
pengkarakterisasian, maupun pengidentifikasikan mikroorganisme melalui ciriciri kultural, morfologis, maupun fisiologis. Cara untuk mengisolasi kultur pada agar cawan adalah dengan gores kuadran. Metode yang umum dilakukan dalam cara penggoresan ini ialah metode cawan gores.
9 Uji karakterisasi yang biasa dilakukan adalah berdasarkan sifat sitologi (bentuk sel, gerak, sifat gram, dan endospora), sifat morfologi koloni, dan sifat fisiologi. Bentuk sel bakteri terdiri dari coccus (bola), basil (batang), dan vibrio (koma). Tidak semua bakteri dapat bergerak. Pada bakteri yang dapat bergerak biasanya memiliki flagel. Dalam pengujian sifat morfologi koloni sangat penting untuk identifikasi bakteri karena karakterisasi koloni pada medium lempeng dapat memiliki nilai identisasi, yaitu sifat-sifat koloni seperti ukuran, bentuk, warna, dan lain-lain memberi nilai diagnostik (Harley & Perscott 2002). 2.5 Identifikasi Bakteri Secara teori, identifikasi bakteri adalah membandingkan bakteri yang telah teridentifikasi dengan bakteri yang belum diketahui. Semua yang diketahui dengan identifikasi berkaitan dengan segala sesuatu yang telah diketahui terlebih dahulu sebagai pembanding terhadap bakteri yang ingin diidentifikasi. Identifikasi sendiri merupakan proses pencarian kekerabatan suatu organisme agar mempermudah dalam proses pemberian tata nama. Metode yang umum digunakan pertama kali oleh para ilmuwan adalah metode kunci dichotomous. Karakter yang terdapat pada organisme yang akan diidentifikasi disamakan pada tabel kunci yang telah tersedia. Tabel kunci yang tersedia disebut juga dengan flow chart, dimana ada beberapa reaksi kimia yang dianjurkan untuk diperlakukan pada inokulasi sehingga dapat diketahui karakteristik dan sifat yang terdapat pada organisme tersebut (Manclark & Pickett 1961 dalam Cowan & Steel’s 1993). Pengujian lain yang banyak digunakan untuk identifikasi bakteri adalah pewarnaan Gram. Prinsip pewarnaan Gram ini digunakan untuk mengetahui kemapuan dinding sel mengikat zat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian dengan alkohol 96 %. Hal ini berhubungan dengan komposisi senyawa penyusun dinding sel, yaitu pada bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan yang lebih banyak daripada baktei Gram negatif. Bakteri Gram positif terlihat memiliki warna ungu karena asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk ikatan yang lebih kuat dengan kristal violet. Namun, sel-sel bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipid yang lebih tingggi dan umumnya lebih larut oleh alkohol sehingga mengakibatkan membesarnya pori-pori dinding sel. Hal ini mengakibatkan pemucatan pada sel-sel Gram negatif lebih cepat. Uji
10 sitologi lain adalah melihat ada tidaknya endospora pada bakteri tersebut. Endospora dibentuk bila kondisi lingkungan tidak memungkinkan untuk kelangsungan hidup bakteri. Metode identifikasi modern yang cukup modern dan dapat dengan mudah dilakukan adalah dengan menggunakan Microgen GN-ID Identification System. Alat ini sangat mudah digunakan, dimana terdapat well (sumur tempat mengkultur isolat) dan reagen (cairan kimia) yang mewakili uji pada identifikasi yang telah tersedia. Alat tersebut telah banyak dikembangkan secara komersial dan banyak digunakan untuk mempercepat dan mempermudah dalam mengidentifikasi bakteri yang terdapat dalam makanan. Alat ini memiliki prosedur inokulum tersendiri dan memiliki banyak uji substrat. Semua teknik dan prosedur yang dilakukan bergantung pada kemurnian isolat yang akan diuji coba. Setelah inkubasi selama 24-48 jam akan dapat dilihat perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna ini merupakan indikator hasil reaksi terhadap bakteri. Hasil yang diperoleh akan dicocokkan pada software (data bank identifikasi bakteri) sehingga menghasilkan data akurat dengan presentase antara 70-100 %.