JUDUL
: Representasi Kepahlawanan Orang Jawa dalam Film Java Heat
NAMA
: Yudi Agung K
NIM
: D2C009017 ABSTRAK
Sebuah film yang diproduksi di negara lain tentunya turut membawa budaya lokal di daerah setempat dan setiap budaya memiliki sosok pahlawan atau tipe karakter kepahlawanan yang menggambarkan nilai budayanya. Salah satu cara menggambarkan ide dari kepahlawanan adalah dengan membandingkan dua kebudayaan, maka kemudian muncul film Java Heat yang disutradarai oleh seorang warga Amerika. Film Java Heat berusaha menyuguhkan bagaimana dua budaya yang memiliki dua karakter kepahlawanan saling bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah kasus, dimana kasus tersebut merupakan kasus terorisme yang dilakukan oleh umat Islam. Tentunya ini mencoreng salah satu tokoh utama yang memang dalam film ini diceritakan sebagai seorang muslim, dan juga tentunya membuat berdampak negatif terhadap citra Islam dan budaya Jawa. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika dari John Fiske dengan menggunakan the codes of television, dengan fokus penelitian bagaimana representasi nilai kepahlawanan digambarkan dan juga ideologi tersembunyi yang dikonstruksikan melalui film Java Heat. Film Java Heat diuraikan secara sintagmatik melalui analisis leksia yang setiap aspeknya dijelaskan pada level realitas dan level representasi. Selanjutnya level ideologi dianalisis secara paradigmatik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film Java Heat tidak sekedar memberi gambaran kepada masyarakat tentang perbedaan nilai kepahlawanan dari dua budaya yang berbeda. Lebih dari itu, film ini dibuat seakan dengan tujuan untuk “melecehkan” Islam dan budaya Jawa dengan jalan ceritanya yang menggambarkan bagaimana Islam menjadi ancaman, namun dengan ditampilkannya sosok pahlawan lokal yang membawa unsur-unsur budaya. Pembuat film ingin menujukkan kolaborasi budaya dengan menampilkan dua sosok pahlawan dengan latarbelakang budaya yang berbeda, namun jalan cerita dalam film justru hanya menonjolkan salah satu karakter, sedangkan karakter pahlawan yang lain hanya menjadi karakter pendamping. Karena itu dapat terlihat bagaimana melalui film, orang-orang dunia timur secara tidak langsung dikendalikan oleh kaum barat dan tanpa pernah menyadari bagaimana bentuk pengendalian yang dilakukan terhadap mereka. Key word : Representasi, Islam, Kepahlawanan, Budaya
Seiring berjalannya waktu, film yang
BAB 1
mengangkat
PENDAHULUAN
tema
kepahlawanan
semakin
berkembang mulai dari film yang menunjukkan aksi perlawanan terhadap penjajah sampai
1.1. Latar Belakang Cerita dalam sebuah film yang menarik
dengan
film-film
yang
seseorang
menggambarkan
adalah cerita mengenai kepahlawanan, tema ini
perjuangan
sering diangkat dalam film biasanya bertujuan
kedamaian dengan menjunjung agama. Pada era
untuk mengedepankan dan membangun berbagai
saat ini selain film-film produksi dalam negeri,
aspek positif dari nilai budaya, kearifan lokal
kita juga mengenal Hollywood. Hollywood
dan karakter bangsa. Dalam kamus bahasa
sebagai
Indonesia, pahlawan atau hero berarti orang
mendominasi sebagian besar pasar media dunia,
yang menonjol karena keberaniannya dan
inilah media yang dipakai orang-orang di
pengorbanannya dalam membela kebenaran,
seluruh
atau pejuang yang gagah berani. Kata pahlawan
masyarakat Amerika Serikat karena kebanyakan
berasal dari bahasa Sansekerta phala-wan yang
film
berarti orang yang dari dirinya menghasilkan
bagaimana kehidupan dan kekuatan Amerika
buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa,
sehingga Amerika telah berhasil mendominasi
negara dan agama. Sedangkan sikap herosime
pemikiran khalayak bahwa negara mereka
berarti keberanian dalam membela keadilan dan
menjadi The king of power dalam segala bidang.
industri
dunia
produksi
dalam
perfilman
untuk
Amerika
melihat
Hollywood
menciptakan
cara
yang
hidup
memperlihatkan
kebenaran atau kepahlawanan. Menurut
Philip
Zimbardo
dalam
1.2. Perumusan Masalah
bukunya Understanding Heroism, Hero adalah
Java Heat, film yang berlokasi di
orang yang mengubah kasih sayang (kebajikan
Yogyakarta yang merupakan salah satu pusat
pribadi) ke dalam tindakan heroik (kebajikan
kebudayaan Jawa ini menggambarkan orang
sipil). Dengan demikian, mereka menempatkan
Jawa sebagai orang yang bersifat kasar dan
kebaikan diri mereka ke dalam pelayanan
kurang menjunjung aspek kesopanan, berbeda
kepada umat manusia atau sebagai individu atau
dengan apa yang kita tahu selama ini, yang kita
jaringan orang-orang yang mengambil tindakan
tahu, masyarakat Jawa tidak seperti apa yang
atas nama orang lain yang membutuhkan dalam
digambarkan dalam film Java Heat. Masyarakat
membela integritas. Philip Zimbardo juga
Jawa
mengatakan bahwa tindakan heroik dilakukan
orangnya lemah lembut dan sopan. Hal ini
dalam upaya pelayanan kepada satu atau lebih
mungkin terjadi karena sebagian besar orang-
individu atau masyarakat secara sukarela tanpa
orang penting yang berada di balik layar film
adanya harapan keuntungan materi.
Java Heat adalah Orang Amerika. Sebut saja
memiliki
stereotype
bahwa
orang-
Conor Allyn, sang sutradara yang juga sekaligus menjadi
produser
dan
penulis
film
1.4. Signifikansi Penelitian
ini.
1.4.1. Akademis
Kemudian bagian sinematografi dipegang oleh
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
Shane Daly dan pada bagian musik dipegang
dijadikan acuan untuk penelitian dengan objek
oleh Justin Caine Burnett. Sang sutradara
yang
maupun pimpinan kru yang kebanyakan warga
representasi, film, serta konsep kepahlawanan.
sama
yang
Amerika turut mempengaruhi proses pembuatan
1.4.2. Praktis
film yang disadari atau tidak dibuat dari sudut
Penelitian
pandang
mereka
sebagai
warga
juga
ini
meneliti
diharapkan
tentang
dapat
Amerika,
menambah wawasan serta pengetahuan dalam
walaupun dalam publikasinya, sang sutradara
memahami bahasa film yaitu pemahaman
mengatakan bahwa film ini ada film yang
terhadap makna dari tanda-tanda heroisme yang
mengangkat budaya Indonesia. Berdasar pada
ada, agar penikmat dan produsen film menjadi
penjelasan di atas berkenaan dengan representasi
lebih kritis terhadap pesan yang disampaikan
heroisme dalam film Java Heat. Permasalahan
dalam film.
yang dibahas adalah bagaimana tanda-tanda
1.4.3. Sosial
serta simbol-simbol yang ada dalam Java Heat
Penelitian ini nantinya diharapkan bisa
merepresentasikan sebuah kepahlawanan dalam
menjadi bahan pertimbangan kepada
budaya Jawa.
seluruh penikmat film lebih kritis dalam memilih film. Karena, walaupun tema
1.3. Tujuan Penelitian
film
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
bagus dan baik, film juga dibuat dengan
tujuan
judul
berbagai kepentingan dan tujuan, selain
Representasi Kepahlawanan dalam Film Java
itu tidak semua hal yang diperlihatkan
Heat ini adalah :
dalam sebuah film adalah kenyataan
dilakukan
penelitian
dengan
seperti
kepahlawanan
terlihat
yang terjadi dalam dunia nyata.
Untuk mengetahui bagaimana nilainilai kepahlawanan direpresentasikan
dalam film Java Heat.
1.5. Kerangka Teori
Mengungkap kebenaran dominan yang
1.5.1. Representasi Dalam Film
ingin disampaikan oleh film Java Heat
Konsep representasi mempunyai kedudukan
yang berkaitan tentang heroisme.
yang penting dalam studi kebudayaan, dimana representasi menghubungkan antara makna dan bahasa dalam suatu kebudayaan. Representasi juga
berarti
menggunakan
bahasa
untuk
mengungkapkan sesuatu yang bermakna, atau
untuk menghadirkan kembali, dunia dengan
Quail, 2010 : 13). Film dibuat untuk ditonton
lebih bermakna kepada orang lain (Hall, 1997:
secara massa dan dapat dikatakan bahwa film
15).
berhubungan
1.5.2. Heroisme Dalam Film
Selain itu, film juga dimanfaatkan sebagai alat
Penggambaran heroisme yang dibawa oleh
propaganda. Hal ini berkaitan dengan pandangan
kebudayaan barat khususnya dalam film-film
emosional dan popularitas yang berbeda (Mc
Hollywood menurut John Vivian lebih pada
Quail, 2010 : 14) seperti contohnya film
peningkatan
Hollywood
kekerasan,
dimana
adegan
langsung
yang
dengan
masyarakat.
mengangkat
heorisme
kekerasan di film melebihi kekerasan dalam
dituangkan berupa propaganda berbentuk film-
kehidupan nyata dan mempengaruhi persepsi
film jenis perang yang pernah di produksi
bahwa
Hollywood.
kekerasan
adalah
cara
untuk
menyelesaikan suatu masalah (Vivian, 2008 : 160). Saat ini media perfilman telah menuju
1.6. Metode Penelitian
kearah
1.6.1 Tipe Penelitian
penciptaan
hegemoni
media
yang
mengancam keberadaan cara pandang objektif
Penelitian ini menggunakan studi representasi
dan ruang publik. Menurut Gramsci, adanya
dari Stuart hall dan studi analsis semiotika
perbedaan
antara
konsep
“dominasi”
dan
Roland Barthes yang merupakan salah satu
“hegemoni”, yang mana dominasi merupakan
metodologi penelitian kualitatif.
model penguasaan yang ditopang oleh kekuatan
1.6.2. Objek Penelitian
fisik,
model
Objek dalam penelitian adalah film Java Heat
penguasaan yang lebih halus, yaitu secara
dengan format audio visual. Penelitian akan
ideologis. Hegemoni adalah sebuah kemenangan
difokuskan
yang didapatkan melalui mekanisme konsensus
kepahlawanan yang dihadirkan dalam film
(kesepakatan
tersebut.
sedangkan
hegemoni
bersama),
adalah
dibanding
melalui
penindasan terhadap kelas sosial. Dengan kata lain,
penguasaan
dilakukan
tidak
pada
bentuk
representasi
1.6.3. Jenis Data Data Primer
dengan
kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk
Data
persetujuan masyarakat (Gramsci, 1971: 20).
langsung dari objek penelitian yaitu film Java
1.5.3.
Heat baik berupa adegan film, pencahayaan,
Film
Sebagai
Media
Komunikasi
primer
adalah
data
yang
diperoleh
Pembangkit Makna
special effect, wardrobe, musik, dialog serta
Film berperan sebagai sarana yang digunakan
bahasa baik verbal ataupun nonverbal.
untuk
menyebarankan
hiburan,
menyajikan
cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum (Mc
film, perkembangan film heroisme di Indonesia Data sekunder
dan deskripsi mengenai film Java Heat.
Data sekunder diperoleh melalui buku-buku,
2.1 Heroisme Sebagai Tradisi
referensi, internet, sinopsis film, biografi film.
Yoshiya Nishi mengkategorikan heroes
sumber data kepustakaan lainnya yang dapat
dalam dua bentuk, yakni romantic heroes dan
mendukung data primer dalam penelitian ini.
anti-heroes.
Romantic
heroes
digambarkan
sebagai hero yang penuh dengan kasih sayang 1.6.4. Teknik Pengumpulan Data
dan cinta, ciri tokohnya adalah tampan (nyaman
Data dalam penelitian ini akan diperoleh dengan
dipandang), peduli dengan kejahatan, dan selalu
pembacaan teks melalui teknik dokumentasi
dekat dengan para wanita. Sosok aktordan film
untuk menganalisis teks dalam film.
yang mewakili gaya seperti ini adalah Leonardo DiCaprio dalam film Titanic dan Tom Cruise
1.6.5. Analisis Data
dalam film Mission Impossible. Hal ini sangat
Teknik analisis data penelitian ini dilakukan
kontradiktif dengan gaya anti-heroes yang
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh John
digambarkan dalam anti kemapanan, menyukai
television”.
kebebasan melawan penguasa yang otoritarian,
Meliputi 3 level. Level realitas, representasi dan
dan sikapnya mengikuti nalurinya. (Nishi, 2003 :
ideologi.
94).
Fiske
tentang
“the
codes
of
2.2
Perkembangan
Film
Heroisme
di
Indonesia BAB II
Dalam sejarahnya ada beberapa film di tahun
HEROISME ORANG JAWA DALAM
2000-an yang mengangkat tema mengenai
PERFILMAN INDONESIA
kepahlawanan di tengah gempuran film-film
Pemahaman tentang heroisme tidak hanya bisa
bertema percintaan dan horror yang hanya
dilihat berdasarkan kondisi masyarakat yang ada
menampilkan para pemain yang mengandalkan
pada saat ini. Kebudayaan, nilai sosial yang
fisik semata dengan konten film yang kurang
berkembang
berbobot. Kehadiran film-film kepahlawanan ini
dan
landasan
spiritual
serta
informasi media merupakan hal yang bisa
mampu
menjadi
penikmat film.
landasan
dalam
memahami
serta
menggambarkan arti dari sebuah heroisme. Karena itu data dan sumber informasi sangat diperlukan
untuk
mengkaji
lebih
dalam
mengenai suatu heroisme. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tradisi dari heroisme dalam
memberi
pilihan
tersendiri
bagi
BAB III
pencahayaan, aspek editing, aspek tata suara,
ASPEK LEVEL, REALITAS DAN
aspek penarasian dan aspek karakter dan penokohan.
REPRESENTASI
Kode-kode
representation
DALAM JAVA HEAT Pada bab ini, film Java Heat karya sutradara Conor Allyn akan dianalisis dengan
pada
merupakan
level
bagian-bagian
terpenting yang akan memberikan pengaruh terhadap bagus tidaknya film yang diproduksi.
menguraikan tanda-tanda filmis yang menyusun film. Analisis dalam bab ini akan mencakup dua
BAB IV
level dari tiga level konsep yang dikemukakan
KODE-KODE IDEOLOGIS
oleh John Fiske tentang The Codes of Television
KEPAHLAWANAN DALAM FILM
yakni level reality yang mencakup penampilan,
Pada bab ini, akan dilakukan analisis
kostum, make-up, setting, environment, gaya
secara
bicara
ideologis
dan
ekspresi.
Sedangkan
level
paradigmatik yang
terhadap
merujuk
kode-kode
pada
konsep
representation meliputi aspek kamera, aspek
kepahlawanan orang Jawa dalam film Java
pencahayaan, aspek editing, aspek tata suara,
Heat.
penarasian dan karakter utama serta penokohan.
sekumpulan tanda yang di dalamnya dipilih satu
Focus analisis dari bab ini adalah adegan yang
untuk digunakan. Sebuah paradigma merupakan
menampilkan representasi heroisme.
kumpulan tanda yang dari kumpulan itulah
3.1 Analisis sintagmatik pada level reality
dilakukan pemilihan dan hanya satu unit dari
Konsep pertama dari John Fiske dalam The
kumpulan itu yang dipilih. Kata-kata adalah
Codes of Television adalah level reality dimana
sebuah paradigma, begitu juga kosakata (Fiske,
kode-kode sosial yang akan dianalisis meliputi
2004: 81-83). Tanpa disadari sesuatu yang
penampilan (appearance), kostum (wardrobe),
diyakini
tata rias (make up), lingkungan (environment),
memperngaruhi terhadap pandangan dan sikap
latar (setting), gaya bicara (speech) dan ekspersi.
pengguna teks.
Kode-kode dalam level reality adalah kode-kode
4.1 Islam dan Terorisme
sosial film yang menggambarkan realitas dan terlihat nyata dan jelas. 3.2
Analisis
Sintagmatik
Analisis
tentang
paradigmatik
sebuah
merupakan
makna
akan
Film Java Heat ini menggambarkan bagaimana kehidupan warga Yogyakarta yang
pada
Level
terusik oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan
Representation
agama Islam untuk mencapai suatu tujuan yang
Konsep kedua dari Fiske dalam The Codes of
bertentangan dengan budaya ataupun agama
Television adalah level representation dimana
Islam itu sendiri. Misalnya dalam film ini,
kode-kode yang akan dianalisis mencakup pada
pemeran antagonis, Achmad yang digambarkan
beberapa aspek yakni aspek kamera, aspek
sebagai seorang jihadis dengan atribut yang
dikenakan yang menunjukkan identitas agama
4.2.2 Motif sosial dan ekonomi
Islam seperti peci dan mengenakan busana
Seperti yang kite ketahui, film produksi
muslim. Bagi warga Yogyakarta mengenakan
Hollywood selalu menjadi komoditi dalam bursa
peci dan busana muslim bukanlah hal yang aneh
hiburan baik dalam lingkup lokal maupun
ataupun juga hal yang menandakan bahwa orang
internasional yang lebih bergengsi dalam box
tersebut adalah seorang teroris, namun orang
office dengan nilai jual yang tinggi. Sampai saat
Amerika akan tetap menganggap bahwa orang
ini film Hollywood tetap menjadi pilihan utama
yang berpenampilan seperti itu dan berasal dari
bagi sebagian besar penggemar film. Perfilman
Asia seperti Arab, Pakistan dan Afghanistan ada
Hollywood mampu membidik pasar baik di
hubungannya dengan teroris.
negara Barat maupun Timur dengan nuansa
Pandangan
negatif
Amerika
penuh hiburan yang dikemas sedemikian rupa
terhadap umat islam seakan melecehkan dan
sehingga menjadi daya tarik penggemar film
membuat
menjadi
dari berbagai negara. Kreativitas cerita atau isi
terganggu. Pelecehan tersebut digambarkan
dan adegan yang didukung dengan teknologi
dalam banyak scene. Terdapat sebuah gambaran
tinggi menjadi kunci keberhasilan perfilman
penting yang dapat memaknai cerita karena
Hollywood
terdapat gambaran dari inti permasalah.
berbagai negara. Dalam membuat sebuah film,
4.2 Bentuk Poskolonialisme dan Orientalisme
Hollywood memerlukan modal dana yang tidak
Melalui film, orang-orang dunia timur
sedikit, modal sendiri menurut Karl Marx adalah
secara tidak langsung dikendalikan oleh kaum
uang yang diubah menjadi suatu barang
barat dan tanpa pernah menyadari bagaimana
dagangan untuk diubah kembali dari suatu
bentuk pengendalian yang dilakukan terhadap
barang dagangan menjadi lebih banyak uang
mereka, dan Indonesia adalah salah satu contoh
daripada jumlah aslinya (Engels, 2007:11).
kehidupan
orang
beragama
dalam
membidik
pasar
di
yang paling mudah untuk menggambarkan bagaimana terjadinya penjajahan melalui media
BAB V
yang dilakukan oleh pihak barat. Dalam istilah
PENUTUP
yang sederhana, setiap bangsa memiliki batas-
Pada bab ini, kesimpulan dari penelitian
batas kebudayaan dengan bangsa yang lain.
yang dilakukan akan diuraikan dan didiskusikan
Sehingga ada produksi dan reproduksi tentang
sebagai
kebudayaan yang melekat dalam kelompok
Kesimpulan
tersebut secara internal. Namun, dalam dunia
penelitian
modern, adanya kelompok bangsa yang dominan
kepahlawanan orang Jawa dan isu Islam dan
dapat menyeruak masuk kedalam kebudayaan
terorisme direpresentasikan dalam film serta
bangsa-bangsa yang lain.
mengungkap
implementasi akan dalam
dari
menjawab
penelitian. tujuan
mengumgkap
bagaimana
mitos
dari
bagaimana
dibalik
representasi bekerja. Diskusi dalam bab ini
tersebut. Dalam film ini gambaran mengenai
merupakan
penjabaran
kepahlawanan orang Jawa yang digambarkan
implementasi yang dilakukan dan dihasilkan
oleh salah satu tokoh utama seakan tertutupi
dalam penelitian.
oleh tokoh utama lainnya yang merupakan
5.1 Kesimpulan
warga Amerika dan juga film ini banyak
suatu
Berdasarkan
bentuk
pembahasan
dan
hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
menggambarkan
unsur-unsur
negatif
yang
menjatuhkan citra agama Islam.
disimpulkan sebagai berikut :
Kedua, dilihat dari level representasi,
Pertama, jika dilihat dari level realitas
dengan melihat level yang kedua ini dapat
film ini mengandung beberapa ideologi yang
disimpulkan bahwa kode teknik, seperti kamera,
ingin
diangkat
mengenai
oleh
isu
bagaimana
pembuat
Islam
dan
kepahlawanan
film
yaitu
pencahayaan dan karakter dapat menciptakan
terorisme
serta
gambaran
orang
Jawa
kepahlawanan yang ditunjukan dalam level
dari
setiap
representai
yang
adalah, Hashim memiliki rasa cinta terhadap
kota
yang
memiliki
budayanya
kolaborasi aktor lokal dengan beberapa pemain
menjunjung agama yang dia percaya, sehingga
asing yang merupakan pemain Internasional film
walaupun gambaran islam dalam film ini dari
ini mencoba menarik minat penonton, selain itu
yang menggambarkan Islam sebagai agama
adalah untuk memperlihatkan dua budaya yang
damai menjadi Islam dan terorisme, Hashim
berbeda
dapat
tetap berusaha menampilkan sisi baik dari
penonton
budaya dan agama yang dianutnya. Dalam film
mengenai isu Islam dan terorisme. Diangkatnya
ini karena dalam film ini pelaku terorisme
dua karakter pemain utama yang memiliki
digambarkan dengan orang yang beragama islam
perbedaan kebudayaan dalam film ini dilakukan
dengan
untuk memperlihatkan suatu realitas bahwa
Sehingga pandangan masyarakat terhadap Islam
budaya barat dan timur dapat bekerjasama dalam
sebagai agama yang sadis dimana umatnya
menyelesaikan suatu masalah, namun realitas
berani berkorban menjadi teroris demi iming-
dalam film bukanlah realitas sesungguhnya.
iming jihad dan beralasan untuk membela
Pembuat film telah membingkai realitas sesuai
agamanya,
dengan subjektivitasnya. Sebuah film dapat
mengajarkan kebaikan dan perdamaian tentu
mewakili pandangan pembuatnya, dengan kata
tidak menganjurkan umatnya untuk melakukan
lain film juga mengandung ideologi pembuatnya
pembunuhan dan bahkan pengeboman. Jika
yang dapat mempengaruhi isi dalam film
dikaitkan dengan ajaran islam yang suci,
mempersuasi
dan
satu
film
yang
mengedukasi
begitu
tokoh utamanya
kebudayaan Jawa yang kuat ditambah dengan
dalam
yang
para
Nilai-nilai
diperlihatkan. Dikemas dalam setting kota Jogja merupakan
menurut
tokoh.
kebudayaan
padahal
kuat
Jawa
agama
dan
yang
tetap
melekat.
islam
yang
pemahaman teroris tentang jihad dan menegakan
yang memiliki banyak masalah. Dan sikap
ajaran islam
tegang hingga berkeringat dari polisi tersebut
tentu
mengatasnamakan tindakan
islam
mereka
salah.
Mereka
untuk
melakukan
yang
keji dan
menunjukkan
bahwa
ada
ketakutan
dari
tidak
Indonesia terhadap Amerika. Masuk ke dalam
berprikemanusiaan tersebut. Dalam film, Conor
dialognya, pernyataan Letnan Hashim yang
Allyn memang tidak seharusnya menyampaikan
berbunyi “Amerika tidak mengenal kami, kami
pesan-pesan yang tampak melecehkan dan
bukan teroris semuanya” dapat diartikan bahwa
merendahkan islam khususnya masyarakat islam
orang Jawa melakukan sebuah pengakuan
Jawa.
kepada
Amerika,
yaitu
masyarakat
Jawa
Ketiga, melalui level idoelogi, film
memang teroris, namun tidak semuanya. Dan
seringkali diangkat dari berbagai kejadian yang
ketika dihubungkan dengan kalimat “Amerika
terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan juga
tidak mengenal kami”, dapat diartikan pula
memiliki pesan-pesan yang tersembunyi. Dalam
bahwa orang Jawa ini seakan-akan sedang
film ini terdapat pesan yang justru tidak banyak
memfitnah
diketahui/disadari oleh masyarakat Indonesia
Amerika mengecap semua masyarakat Jawa
terutama Jawa, karena mereka sudah terlanjur
sebagai teroris. Pemaknaan ini semakin kuat
bangga mengetahui budayanya diangkat ke
sifatnya karena dialog yang diucapkan oleh
dalam film Internasional. Masyarakat yang
Hashim bukanlah sebuah jawaban dari sebuah
tergambar dalam film ini merupakan masyarakat
pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan.
menengah ke bawah, dibandingkan dengan
5.2 Diskusi
masyarakat kelas menengah ke atas, masyarakat
Setelah diselesaikan penelitian ini, implikasi
kelas menengah ke bawah di Indonesia memiliki
hasil studi yang dapat dikemukakan adalah
lebih banyak konflik dalam hidupannya. Di
sebagai berikut:
menit
5.2.1 Implikasi Akademis
awal
ketika
film
ini
dimulai,
divisualisasikan dua orang polisi Yogyakarta
Amerika
dengan
menganggap
Secara akademis, penelitian ini berusaha
sedang mengintrogasi seorang warga asing dari
mengembangkan
Amerika sambil merokok. Dan ketika polisi
mengenai film dan pemilihan cerita mengenai
tersebut bertatapan serta berbicara langsung
kepahlawanan
dengan orang Amerika, sikap yang sengaja
membandingkan dua budaya adalah fokus pada
dihadirkan
adalah
hingga
ide kepahlawanan. Setiap budaya memiliki
berkeringat.
Rokok sebagai
yang
tokoh heroik atau jenis karakter heroik yang
sengaja digunakan dalam adegan introgasi,
mewakili budayanya. Film merupakan media
memberi penjelasan bahwa kedua polisi tersebut
yang tepat untuk mempelajari tokoh dan jenis
adalah masyarakat kelas menengah ke bawah
karakter heroik karena film adalah hiburan yang
sikap
tegang properti
pemikiran
dan
salah
teoritik
satu
yaitu
cara
paling popular dikalangan orang-orang modern
komunikasi serta memberikan kontribusi untuk
dan popularitas ini mencerminkan pikiran
para
mayoritas, dengan kata lain, nilai-nilai budaya.
menciptakan film yang baik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika yang menganalisis teks dan gambar
sineas
(pembuat
film)
agar
dapat
5.2.3. Implikasi Sosial Berdasarkan tataran sosial, penelitian ini
(audio visual) media sebagai suatu kesatuan
diharapkan
struktur
representasi
mencermati apa saja yang disajikan oleh media
kepahlawanan orang Jawa dalam film. Penelitian
massa terutama dalam hal ini adalah film,
dengan pendekatan semiotika ini dibutuhkan
mengenai
untuk memudahkan khalayak memahami pesan
Penelitian ini juga memberikan gambaran
yang terdapat dalam sebuah film.
tentang bagaimana cara memandang sebuah
5.2.2. Implikasi Praktis
kehidupan beragama yang beraneka ragam agar
untuk
mengupas
dapat
tema
menjadi
tentang
kajian
dalam
kepahlawanan.
Berdasarkan tataran praktis, penelitian
tercipta ketentraman dalam kehidupan sehari-
ini memberikan gambaran mengenai bagaimana
hari. Film ini membawa pesan pada masyarakat
sebuah kecenderungan sebuah film adalah
agar lebih peduli dan tidak mudah terpancing
mengambil tema yang sensitif bagi masyarakat,
oleh oknum-oknum yang berniat jahat dengan
seperti masalah agama. Isu agama yang diangkat
mengatasnamakan
sebuah film bisa menjadi pisau bermata dua, jika
memberikan dampak sosial berupa pemahaman
cerita yang ditampilkan sesuai dengan nilai-nilai
kepada masyarakat, bahwa hidup di Indonesia
yang dapat diterima masyarakat, maka film
yang memiliki berbagai kebudayaan dan agama,
tersebut akan diterima dan mendapat pujian dari
perlu adanya toleransi antar sesama. Selain itu,
masyarakat, namun jika cerita dalam film justru
juga memberikan pemahaman bahwa dalam
menampilkan hal-hal yang dianggap sensitif
hidup bernegara tentunya akan ada upaya dari
seputar nilai agama oleh masyarakat, maka akan
berbagai pihak untuk membuat kehidupan
banyak kritikan bahkan hujatan. Bahkan jika si
menjadi tidak nyaman. Maka dari itu studi ini
pembuat film mangangkat isu agama dengan
menjadi bagian kecil usaha untuk membuat
disertai sosok heroik yang dianggap dapat
masyarakat menjadi lebih kritis dalam melihat
mewakili agamanya dan sengaja memberikan
isu-isu yang dilontarkan oleh media.
pesan-pesan
dalam
filmnya,
masyarakat
tentunya akan mengerti apalagi di Indonesia yang sangat sensitif mengenai isu agama. Hasil penelitian masukan
ini
diharapkan
untuk
dapat
memberi
mengembangkan
dan
meningkatkan aspek pendidikan terhadap bidang
agama.
Penelitian
ini
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Film: Allyn, Conor. (2013). Java Heat [DVD]. Indonesia: Margaret House. America: Margaret House Referensi Buku: Anderson, Benedict R. (2000). Mitologi dan Toleransi Orang Jawa. Yogyakarta: Penerbit Qalam. Budi, Irawanto. (1999). Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia . Yogyakarta: Media Pressindo. Burton, Noel. (2013). Meaning, Semantics and Semiotics. England: Newcastle University. Chandler, Daniel. (2002). Semiotics, the Basics. New York: Routledge. Cheng, Khoo Gaik dan Thomas Barker. (2011). Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita?. Jakarta: Salemba Humanika. Effendy, Heru. (2009). Mari Membuat Film. Jakarta; Erlangga. Edward, Said. (1977). Orientalism. London: Penguin Engels, Frederick. (2007). Tentang Das Kapital Marx. Jakarta: Oey’s Renissance. Fiske, John. (1987). Television Culture. New York: Routledge. Fiske, John. (2004). Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra. Gramsci, Antonio. (1971). Selections from Prison Notebooks. London: Lawrence & Wishart. Hall, Stuart. (1997). Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage Publications. Mangunhardjana, A. Margija. (1976). Mengenal Film. Yayasan Kanisius: Yogyakarta. Maisuwong, Wanwarang. (2012). The Promotion of American Culture through Hollywood Movies to the World. New York: IJERT. McQuail, Denis. (2010). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga. OSCE/ODIHR. (2009). Hate Crime Laws: A Practical Guide. Poland: Polygrafus Andrezj Adamiak. Poespaningrat, R.M Pranoedjoe. (2008). Nonton Wayang Dari Berbagai Pakeliran. Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat. Rukmananda, Naratama. (2004). Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: Grasindo. Sobur, Alex. (2006). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.