Dorong Perkembangan Inovasi Radiologi Era Molekuler dan Digital UNAIR NEWS –
Perkembangan dunia radiologi terus berjalan.
Dimulai dari penemuan sinar rontgen di Jerman pada tahun 1895, hingga munculnya sinar-X serta lahirnya inovasi selanjutnya berupa ultrasonografi pada tahun 1950. Upaya dan berbagai inovasi radiologi inilah yang menjadi konsen Prof. Bambang Soeprijanto, dr.,Sp.RAD., Guru Besar bidang Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang dikukuhkan pada Sabtu (8/7). Dalam pengukuhan yang dihelat di Aula Garuda Mukti Kampus C UNAIR, Bambang berpidato dengan judul “Inovasi Radiologi di Era Molekuler dan Digital”. Dalam paparanya, Bambang menekankan bahwa perkembangan inovasi radiologi merupakan upaya untuk memudahkan diagnosis berbagai penyakit yang tidak bisa dilihat oleh panca indra secara langsung. “Perkembangan teknologi ini telah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya keuntungan lebih banyak daripada resiko,” terangnya. Bambang juga menambahkan bahwa dalam perkembangannya, inovasi radiologi telah memasuki beberapa era serta memanfaatkan berbagai alat. Pada era komputer, mesin sinar-X memanfaatkan dengan inovasi alat yang disebut CT-scan. Selanjutnya, ditemukan modalitas baru tanpa penggunaan sinar-X yaitu MRI. Alat MRI sendiri menurut Bambang, bekerja dengan cara memanipulasi proton dengan gelombang radio pada medan magnit yang kuat. “Sumber radiasi lain dalam radiologi adalah isotop, suatu bahan yang memancarkan radiasi secara spontan. Dari alat yang sederhana, ada inovasi mesin dengan teknologi komputer yang
disebut SPECT dan PET. Peralatan ini pun digabung dengan CT dan MRI,” papar Guru Besar FK UNAIR ke-108 tersebut. Selanjutnya, Bambang kembali menjelaskan, perkembangan inovasi radiologi pun terus terjadi hingga era digital. Pada era ini, gambar penyakit pasien tidak lagi dalam lembaran kertas foto, tetapi sudah dalam bentuk data digital yang dapat disimpan dalam CD. Di era ini pula informasi foto pasien dalam bentuk data digital dapat dikirim langsung antar unit di suatu rumah sakit dengan Radiology Information System. Sedangkan untuk penyimpanan dan pengambilan kembali gambar radiologi dipergunakan Picture Archiving and Communication System. “Di era ini gambar radiologi dapat di informasikan sesama dokter yang berbeda kota ataupun negara secara langsung dan ini disebut teleradiology,” terang Bambang. Inovasi pemeriksaan radiologi selanjutnya yang dipaparakan oleh Bambang adalah kemampuan menampilkan gambar dari kelompok sel dengan aktifitasnya. Hal itulah yang disebut Moleculer imaging. Pada fase ini Bambang menjelaskan bahwa pemeriksaan ini memberikan informasi pada level molekuler dan level sel. “Metode ini juga dipergunakan untuk studi ekspresi gen. Penerapannya untuk penyakit misalnya pada kanker dan penyakit di jantung,” jelas Bambang. Di akhir, Bambang menegaskan bahwa inovasi radiologi ini memiliki berbagi keunggulan. Selain bisa melakukan deteksi awal terhadap penyakit yang tidak bisa dilihat dengan mata secara langsung, dengan inovasi radiologi juga menjadi bagain untuk evaluasi. Namun, meski kecanggihan teknologi sangat membantu manusi, Bambang kembali menegaskan bahwa peranan manusia tidak bisa diambil alih oleh teknologi secara sepenuhnya. “Masa depan memang akan terus dijawab melalui teknologi. Namun peran manusia tetap menjadi satu hal penting dan utama. Dalam dunia kesehatan, mengobati adalah seni dan pengetahuan, inilah
yang tidak dimiliki teknologi,” tegas Bambang. Penulis: Nuri Hermawan
Berbisnis Clothing Line, Mahasiswa FK Daur Ulang Serat Pohon Pisang Menjadi Kain Tenun UNAIR NEWS – Dari satu pohon pisang, kita dapat memanfaatkan seluruh bagiannya untuk berbagai keperluan. Mulai dari ujung daun hingga akar. Namun pernahkah terfikirkan, jika serat pohon pisang ternyata juga bisa diolah menjadi lembaran kain tenun? Nuzulul Azizah Ramdan Wulandari, adalah pencetus ide mendaur ulang serat pohon pisang lalu mengombinasikannya dengan teknik tenun. Hasilnya, terciptalah kain tenun berbahan serat pohon pisang. Inspirasi tersebut bermula ketika mahasiswa Fakultas Kedokteran UNAIR ini iseng-iseng membaca jurnal. “Sebuah jurnal menyebutkan bahwa di Jepang, para dokter menggunakan serat pohon pisang sebagai benang operasi. Dari sini, saya mulai mencari cara bagaimana bisa mengombinasikan serat pohon pisang sehingga bisa dijadikan tenun seperti halnya tenun sutera,” ungkapnya. Dari pemikiran tersebut, Wulan kemudian berinisiatif untuk berbisnis. Setelah berhasil memperoleh dana Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari DIKTI pada tahun 2014 lalu,
Wulan bersama timnya bekerjama mem-branding sebuah usaha Clothing Line yang mereka namai Fibrinana. Awalnya, Fibrinana hanya memproduksi tas dan sepatu. Namun sekarang, produksi lebih diarahkan pada pakaian berbahan tenun. Menurutnya, bahan olahan serat pohon pisang ini dapat dipadukan dengan bahan-bahan hand woven (anyaman tangan) maupun leather. Dari serat pepohonan sampai akhirnya bisa menjadi lembaran kain tenun, membutuhkan serangkaian proses pengolahan. “Bagian pohonnya diserut, kemudian direndam selama beberapa waktu. Setelah itu dikeringkan, lalu diikat perhelainya, ikatan serat-serat ini yang kemudian ditenun,” ungkap penggemar sepatu sutera ini. Karena berbahan dasar alami, perawatan kain tenun dari serat pohon pisang ini memerlukan sedikit perlakuan khusus. Pakaian tenun produk Fibrinana bisa lebih awet selama dicuci dengan cara manual tanpa mesin cuci. “Paling aman di-dry clean saja,” tutur perempuan kelahiran Februari 1995 ini. Saat ini Fibrinana dikelola oleh beberapa tim, antara lain tim tenant yang bekerja saat Fibrinana akan mengikuti pameran dari design hingga properti, tim web development yang bertugas mengelola laman Fibrinana, dan tim IT Division yang bertugas sebagai administrator sekaligus mengelola desain media sosial, desain lookbook, maupun desain brandprofile. Setiap bulan, bisnis ini mampu meraup omset antara 3-5 juta rupiah. Soal desain, mahasiswa FK UNAIR angkatan tahun 2013 ini melibatkan sejumlah desainer muda, namun tak jarang pula Wulan ikut urun mendesain. “Pemilihan tergantung tema per-season. Setiap tiga bulan sekali ganti season. Ada yang hanya outer saja, ada yang
kombinasi border. Next season, kami mau full colour dengan menggunakan pewarnaan dari alam,” jelasnya. Untuk satu potong busana tenun, Fibrinana membandrol harga mulai dari 300 ribu hinggs 1 juta rupiah, tergantung pada kombinasi bahan yang digunakan. “Ada yang kombinasi serat dan anyaman tangan, ada juga yang kombinasi serat dan leather, atau serat dan sutera. Yang paling mahal adalah yang menggunakan bahan serat 100 persen tanpa kombinasi apapun,” ungkapnya. Saat ini, Fibrinana bekerja sama dengan sejumlah café di Jakarta, sebuah sekolah musik dan rekaman studio di Bandung, beberapa café di Malang dan Surabaya, serta skincare di Surabaya. Sistemnya, ketika menjadi membercard Fibrinana, akan mendapatkan diskon ketika berkunjung ke tempat tersebut. Sebagai pemula dalam menjalankan bisnis Clothing Line, Wulan tak ragu bersaing. Slogan eco green, recyle, back to nature yang sering digaungkan oleh perusahaan luar negeri rupanya semakin memotivasi Fibrinana untuk mampu bersaing dengan produk luar. “Masyarakat di Thailand mempunyai kain khas yang terbuat dari serat nanas. Kami pun juga sedang mengembangkan kain dari serat pohon pisang. Dua-duanya sama-sama memanfaatkan bahan limbah menjadi produk bernilai jual tinggi. Pembuatan baju Fibrinana yang berbahan alam ini juga bersifat organik serta dapat membaur bersama tanah ketika sudah tidak dipergunakan,” ungkapnya. Dari pengamatannya sejauh ini, sebenarnya banyak sekali produk luar negeri yang menggunakan bahan dan tenunan hasil Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Mereka membeli bahan dari Indonesia dengan harga yang murah namun dijual kembali dengan harga jual yang lebih tinggi. “Mayoritas produk luar hanya mengunggulkan pewarnaan dan
paperbag-nya yang menganut budaya tersebut. Sementara Fibrinana mempunyai nilai plus yaitu pemakaian bahan alami, yakni serat pohon pisang. Sementara di Indonesia, kompetitor yang bermain dengan bahan dasar alam masih terbatas. Maka dari itu peluang besar Fibrinana untuk menguasai market tersebut,” jelasnya. Sampai Ke Praha Sejak dua tahun berdiri, busana tenun Fibrinana telah banyak menerima pesanan dari berbagai wilayah di Indonesia hingga luar negeri, seperti Jakarta, Surabaya, hingga Praha. Wulan sendiri bahkan pernah diundang mengisi beberapa acara talk show inspiratif, dan meraih Top 5 Enterpreneur by Madeinkampus. Bukan hanya itu, Wulan juga berkesempatan featuring dengan designer busana asal Singapura. Merasa bisnis Clothing Line Fibrinana masih seumur jagung, Wulan tak memungkiri jika perjalanan bisnisnya masih terkendala banyak hal. Khususnya, dalam hal membagi waktu antara kuliah dan bisnis. “Menggeluti bisnis sambil kuliah memang tidak mudah. Namun saya menyadari harus kembali ke harfiah sebagai mahasiswa FK UNAIR. Saya ingat dengan pesan orang tua, bahwa profesimu kelak sebagai ladang ibadah dan profesi sosial dimana tidak terlalu melihat keuntungan pribadi, namun kamu harus mempunyai bisnis untuk mendukung income kelak,”ungkapnya. Ke depan, Wulan berharap Fibrinana berkembang lebih luas dan semakin menemukan peminatnya. Selain dapat bekerjasama dengan banyak fresh designer, Wulan berharap Fibrinana memiliki store sendiri yang berlokasi di Surabaya. Ia juga berharap Fibrinana menjadi brand lokal FK UNAIR. Wulan bahkan bertekad, kelak kain tenun berbahan serat pohon pisang miliknya dapat menjadi kain nasional yang mewakili Indonesia setelah kain batik. “Semoga Fibrinana dapat berekspansi ke beberapa kota wisata, seperti Yogyakarta dan Bali. Karena di Yogya, produk lokal
lebih dihargai, sementara di Bali para turis dikenal amat menggemari produk-produk berkonsep back to nature,” ungkapnya. (*) Penulis : Sefya Hayu Editor
: Binti Q. Masruroh
Mahasiswa UNAIR Teliti Daun Putri Malu sebagai Obat Anti Bakteri UNAIR NEWS – Luka mudah sekali terkontaminasi oleh kuman. Salah satunya adalah Staphylococcus auerus, yaitu kuman atau bakteri yang normal ada di kulit dan hidung manusia. Bahayanya apabila bakteri ini masuk ke tubuh melalui luka terbuka dan menyebabkan infeksi pada daya tahan tubuh yang lemah. Berangkat dari masalah ini, lima mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Safira Rahma (2015), Nur Moya Isyroqiyyah (2015), Safira Nur Ainiyah (2015), Nur Sophia Matin (2015), dan Salsabila Zahra Prasetya (2016) mengadakan penelitian terhadap hewan coba untuk mengatasi pertumbuhan bakteri MRSA menggunakan ekstrak daun putri malu. Seperti yang kita tau bahwa daun putri malu hanya menjadi semak belukar dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Penelitian ini dituangkan dalam proposal pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dengan judul “Studi in Vivo Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa pudica L.) sebagai Bahan Alternatif Antibakteri pada Kasus Infeksi Luka Terbuka Methicillin-Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA)”. “Pengembangan ide proposal ini dilaksanakan di Departemen Mikro biologi Klinik Fakultas Kedokteran UNAIR. Proposal penelitian ini mendapatkan dana hibah dalam program PKM tahun 2017 setelah lolos dalam penilaian oleh Kemenristekdikti,” jelas Safira. Safira juga mengatakan bahwa persiapan sebelum percobaan selain pembelian alat dan bahan, juga penting untuk lulus dari sidang dari Komisi Laik Etik hewan coba. Penelitian ini dilakukan pada mencit yang diberi luka dan ditambahkan bakteri MRSA. Setelah mencit terinfeksi, diberikan perlakuan dengan pemberian perawatan luka setiap hari berupa salep clindamycin atau ekstrak daun putrid malu pada kadar tetentu. Daun putri malu mengandung senyawa aktif polifenol yang sensitif dan efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan MRSA sedangkan clindamycin merupakan anti biotik yang mampu menghambat pertumbuhan MRSA. “Pemilihan jenis salep yang kami gunakan sebagai control dengan menguji kepekaan antibiotik clindamycin dahulu untuk membuktikan apakah benar clindamycin masih dapat menghambat MRSA atau tidak, karena bias jadi bakteri bermutasi menjadi resisten terhadap antibiotic dan clindamycin tidak dapat digunakan sebagai antibiotic MRSA,” imbuh Safira selaku ketua kelompok PKM PE. Setelah percobaan, Safira menuturkan perlunya dilakukan uji mikro biologi dan uji histopatologi. selanjutnya, hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat mengubah paradigma di masyarakat tentang daun putri malu sebagai tanaman semak belukar menjadi tanaman obat solusi alternatif untuk menghambat bakteri MRSA yang menjadi penyebab infeksi luka terbuka di rumah sakit dengan harga yang murah dan mudah didapatkan serta nantinya dapat digunakan oleh masyarakat setelah dilakukan penelitian pada manusia.
“Selain itu hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi untuk penelitian dan pengembangan obat antimikroba dari putri malu selanjutnya,” pungkasnya.
Editor: Nuri Hermawan
Departemen Obgyn Australia Atasi Kematian Ibu
Gandeng Kasus
UNAIR NEWS – Sebagai lanjutan kerjasama pendidikan antara Departemen Obstetri dan Ginekologi (Obgin) Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan Adelaide University-Australia. Beberapa waktu lalu, Departemen Obgin menerima kedatangan seorang pakar di bidang Obstetri bernama Dr. Mohammad Afzal Mahmoodin M.B.,B.S., M.P.H., Ph.D. Perhelatan acara Visiting Dr. Mohammad Afzal Mahmoodin M.B.,B.S., M.P.H., Ph.D., ini berlangsung di Aula FK UNAIR (6/5). Acara ini merupakan puncak dari rangkaian acara kunjungan Afzal selama empat hari di Surabaya. Kunjungan Afzal ke Surabaya kali ini , selain mengikuti beberapa acara seperti Audit Maternal Perinatal, Maternal Mortality Focus Group Discussion, Afzal juga berkesempatan menyampaikan kuliah kepada mahasiswa Program Pendidikan S1 Bidan, Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) , maupun pendidikan konsultan Obginsos. Menghadirkan sosok inspiratif seperti Afzal dalam acara tersebut tentu beralasan. Afzal dikenal sangat concern dalam
upaya mengantisipasi kasus angka kematian ibu atau lebih dikenal AKI. Angka kematian Ibu di Indonesia, yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas, masih belum mencapai penurunan yang signifikan. Dr. Baksono mengatakan angka kejadian AKI di Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke tiga terbesar setelah Jawa Barat yang berada di urutan ke dua. Di Jawa Timur sendiri, khususnya Surabaya merupakan kota dengan jumlah kematian ibu terbanyak, yaitu 38 kasus kematian ibu di tahun 2015 dan 37 kasus kematian ibu di tahun 2016. Berbagai upaya telah dilakukan demi menurunkan AKI. Namun demikian, usaha ini masih bersifat kedaerahan dan kurang mengena pada sasaran, sehingga penurunan jumlah AKI di wilayah Jawa Timur belum sesuai harapan. Sejauh ini, upaya menurunkan AKI juga telah diupayakan oleh kalangan dokter dari Departemen Obgin, antara lain dengan cara ‘jemput bola’, para dokter ini blusukkan ke daerah-daerah di wilayah kepulauan Madura. Di sana mereka menyosialisasikan berbagai program kehamilan sehat dan memberikan penyuluhan serta memeriksa para ibu hamil disana. Upaya jemput bola semacam ini juga serupa dengan apa yang selama ini diupayakan Afzal. “Selama 30 tahun terakhir saya telah bekerja untuk sejumlah besar pengembangan perawatan primer dan perawatan di rumah sakit. Untuk program ini, saya telah bekerja dengan departemen kesehatan pemerintah dan organisasi non-pemerintah di berbagai negara termasuk Pakistan, Indonesia, Arab Saudi, Kenya, Myanmar, Cina, dan Australia,” jelasnya. Sejak tahun 1998, Afzal telah menjalin kerjasama dengan banyak departemen dan sejumlah universitas di Indonesia, seperti Universitas Trisakti dan Universitas Indonesia yang dirintisnya mulai tahun 2007.
Termasuk dengan pemerintah provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Tarakan, Bulungan, Kutai Kartanegara, Balikpapan, Samarinda, Kutai Barat, hingga Paser. Afzal bahkan telah melakukan penelitian terhadap 30 kematian ibu di Kalimantan Timur selama kurun delapan tahun terakhir. “Penelitian tersebut menggali secara mendalam seputar faktor apa saja terkait kematian ibu sejak awal kehamilan hingga kematian. Saya berharap penelitian ini mampu memberikan informasi yang diperlukan oleh para pelaku kesehatan, sehingga dapat menyusun upaya yang terarah dan berdayaguna dalam menurunkan AKI di Indonesia,” pungkasnya. Penulis: Sefya Hayu Editor: Nuri Hermawan
Zamzam Multazam, Mahasiswa Termuda Jalur SNMPTN Berusia 15 Tahun UNAIR NEWS – Chaq El Chaq Zamzam Multazam, mahasiswa baru termuda Universitas Airlangga ini baru saja menyelesaikan proses administrasi registrasi ulang, Kamis (18/9). Ditemani kedua orang tuanya, ia berkisah tentang perjalanan menimba ilmu dan cita-citanya. Zamzam, sapaan akrabnya, yang baru berusia 15 tahun berhasil diterima di Program Studi S-1 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Sejak kecil, Zamzam yang memiliki dua saudara kandung sudah
menorehkan banyak prestasi. Di bangku taman kanak-kanak, ia pernah menjuarai lomba bercerita tentang pengalaman pribadi. Di tingkat sekolah dasar, Zamzam berhasil mewakili negara Indonesia pada olimpiade matematika yang saat itu berlangsung di Filiphina. Saat menginjak kelas X sekolah menengah atas, ia mengikuti ekstrakurikuler karya ilmiah remaja. Hasil karya ilmiahnya diapresiasi oleh Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia karena dianggap memiliki gagasan terunik mengenai penyakit tuberculosis (TB). “Saat itu saya sering konsultasi dengan bapak. TBC merupakan penyakit menular tiap tahun bertambah terus. Dari kesukaan saya terhadap pelajaran Matematika, saya berusaha menjawab permasalahan itu,” tutur Zamzam. Mahasiswa baru itu menciptakan rumus pemodelan matematika untuk mengkalkulasi jumlah penderita penyakit TB di Lamongan. Dengan pemodelan tersebut, pemangku kebijakan bisa memonitor jumlah penderita, angka kesembuhan, dan sebagainya. “Nantinya
bisa
diambil
langkah
preventif
sehingga
tren
penderita TB ini akan menurun dan bisa mendekati nol,” ucap pelajar lulusan SMAN 2 Lamongan. Berbagai raihan prestasi yang diraih Zamzam tak lepas dari peran orang tua. “Peran orang tua sangat besar. Ibu membacakan Surat Yasin saat saya mengikuti tes seleksi. Apa yang saya capai tidak lepas dari doa kedua orang tua saya,” terang remaja kelahiran 2 Oktober 2001. Ayah Zamzam, Suadi Rachman, menambahkan bahwa belajar dan berdoa adalah satu kunci dalam meraih sesuatu. “Tidak boleh takut dan tidak boleh malu jadi orang desa. Selalu percaya diri dan menjaga semangat,” pesan Suadi kepada anaknya. Zamzam ingin agar cita-citanya menjadi seorang dokter bisa tercapai. Keinginan untuk bisa membantu sesama yang
membutuhkan menjadi landasan dirinya dalam memilih prodi pendidikan dokter. “Sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat bagi orang banyak. Itu akan jauh lebih baik,” ucap Zamzam yang juga peraih nilai ujian nasional tertinggi di Kabupaten Lamongan 2017. “Pencapaian tertinggi tidak akan ada, karena pasti akan ada yang lebih tinggi. Untuk itulah, kita tidak boleh cepat merasa puas,” pungkasnya. Penulis: Helmy Rafsanjani Editor: Defrina Sukma S
Tiga Band Papan Atas Meriahkan Penutupan Dekan Cup FK UNAIR NEWS – Puncak acara Dekan Cup Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga berlangsung meriah. Sebanyak tiga band papan atas di tanah air yang hadir dan berhasil mengharu-biru panggung yang diselenggarakan di Dyandra Convention Center, Jumat (5/6). Ketiga band yang hadir pada malam penutupan itu adalah Barasuara, Hivi, dan Sheila on 7. Penyelenggaraan Dekan Cup FK tahun ini mengangkat tema “Surviving Disaster”. Menurut Naufal Najmuddin, Ketua Dekan Cup FK 2017, melalui tema tersebut pihaknya ingin memberikan kilasan edukasi kepada masyarakat mengenai bencana-bencana yang terjadi di lingkungan sekitar.
“Kita mengedukasi bagaimana untuk mengetahui sekaligus menangani bencana-bencana yang ada di sekitar kita. Di saat closing (penutupan), kita menjelaskan tema kita dengan dekorasi mengenai surviving disaster,” tutur Naufal. Rangkaian acara Dekan Cup FK tahun 2017 dibagi menjadi dua yang dinamai dengan Fibularis dan Anesthesia. Dalam rangkaian Fibularis, pihak panitia menyelenggarakan berbagai macam lomba olahraga dan non olahraga. Lomba yang diperuntukkan bagi kalangan internal antar angkatan ini terdiri dari basket, futsal, voli, hingga renang. Sedangkan, lomba non olahraga di antaranya adalah kompetisi band, FK Idol, dan kompetisi religi seperti adzan. Sedangkan, dalam rangkaian acara Anesthesia (Airlangga Medical Night Fest and Dekan Cup Closing Ceremonial) ada penampilan para musisi dan pameran mengenai bencana alam. Dalam pameran mengenai bencana alam tersebut, para pengunjung bisa melihat representasi profesi yang terlibat dalam penanganan bencana alam, penyintas, dan gambaran bencana alam yang terjadi di dunia. Pelaksanaan acara yang berbuah manis itu tak akan terjadi tanpa dukungan dan kerja keras dari seluruh panitia dan sivitas akademika FK UNAIR. “Semua panitia pasti pernah pernah berada dalam situasi yang punya rintangan, tapi kami selesaikan dengan sharing dan saling membantu sehingga kami bisa menyelesaikan semua acara dengan baik. Alhamdulilah semua peserta Dekan Cup merasa senang dan sukses,” imbuh Naufal yang juga mahasiswa FK. Ia pun berharap agar seluruh elemen di FK UNAIR bisa kian akrab sehingga cita-cita sebagai perguruan tinggi berkelas dunia segera tercapai. Penulis: Defrina Sukma S
Kunjungi Museum Ratusan Pelajar Ragam Mikroskop
FK SD
UNAIR, Kenali
UNAIR NEWS – Belajar sambil bermain bisa jadi salah satu metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Cara ini juga cocok diterapkan kepada anak-anak sekolah dasar. Akan lebih mudah bagi mereka dalam mencerna materi pelajaran bila dikemas dengan cara yang asyik. Hal ini pula yang diterapkan oleh pihak Sekolah Dasar Barata Jaya, Surabaya. Setiap tahunnya, pihaknya mengadakan kegiatan eduwisata di tengah semester. Dalam tersebut, pihak sekolah mengajak ratusan muridnya mengunjungi tempat-tempat bersejarah, antara lain mengunjungi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Negeri rutin agenda datang dengan
Irvan Efendi, salah seorang guru SDN Barata Jaya mengungkapkan, agenda kegiatan kunjungan ke kampus tertua keempat di Indonesia ini sudah berlangsung kedua kali. Dalam kunjungan mereka kali ini, Selasa (2/5), sebanyak 160 orang bocah SD berseragam kotak-kotak ini melakukan Tour The Campus FK dengan menyambangi Museum Pendidikan Dokter, dan Laboratorium Departemen Anatomi dan Histologi FK. Disambut Ketua Humas FK dr. Eighty Mardiyan, Sp.OG (K), acara lawatan bocah-bocah SD ini berlangsung meriah. Di museum tersebut, anak-anak tampak begitu antusias mengenal satu persatu barang-barang antik yang terpajang disana. Penjaga museum dan guru-guru pendamping pun terlihat kewalahan menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan para bocah ini. Irvan mengaku, antusiasme anak-anak didiknya untuk mendatangi
FK UNAIR tidak pernah surut. “Anak-anak bersemangat sekali kalau sudah diajak kesini. Karena di museum ini mereka bisa melihat langsung ragam alat kedokteran, seperti mikroskop, alat suntik jaman dulu, dan melihat manekin sehingga bisa belajar mengenal organ tubuh. Mereka juga sekaligus bisa belajar mengenal nama dan fungsi peralatan kedokteran,” ungkapnya. Irvan mengaku, kegiatan eduwisata ini ternyata efektif dalam memudahkan anak didiknya menghafal pelajaran. Semenjak diberlakukan kurikulum 2013, ada begitu banyak muatan pelajaran yang harus dipelajari oleh murid-murid sekolah dasar. Agar kegiatan belajar lebih variatif dan tidak monoton, pihak sekolah pun berinisiatif mengadakan acara kunjungan semacam ini. Selain bentuk bangunan FK UNAIR yang klasik, museum FK UNAIR ini menjadi salah satu objek yang cukup menarik bagi setiap pengunjung. Museum Pendidikan Dokter ini diresmikan pada 17 Oktober 2013 bertepatan dengan peringatan 1 Abad Pendidikan Dokter di Surabaya. Museum kedokteran ini terletak di sisi barat gedung utama FK UNAIR. Arsitektur eksterior dan interior gaya kolonial masih dipertahankan. Alat-alat kedokteran sepeti jarum suntik, gunting, kartu mahasiswa, beragam alat peraga, dan foto-foto para alumni tempo dulu turut dipajang di dalam museum. Ide awal membentuk museum berasal dari mantan Dekan FK UNAIR tahun 1982-1985, Prof. Sentot Moestadjab Soeatmadji. Ide ini disampaikan ke beberapa sejawatnya agar mengumpulkan alat-alat praktek kedokteran maupun bukti otentik yang berkaitan dengan FK UNAIR. Alhasil, Museum Pendidikan Dokter FK UNAIR saat ini telah mengoleksi banyak sekali barang-barang bersejarah. Berangsurangsur, jumlah koleksi alat kedokteran tempo dulu ini terus bertambah.
Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S
FK UNAIR Jadi Tuan Rumah Seminar Bioetika UNESCO UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara Ethics Teachers’s Training Course of UNESCO (ETTC). ETTC yang berlangsung selama lima hari pada 24–29 April 2017 dihadiri lima pakar bioetik dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Puluhan peserta acara ETTC dari berbagai belahan negara tiba di FK UNAIR, Selasa (25/4). Mereka disambut Dekan FK UNAIR beserta jajarannya di Aula FK. Beberapa peserta asing di antaranya berasal dari Universitas Pondicherry, Universitas Taibah, Universitas Alasala, Universitas Manitoba, dan King Abdullah Medical City in Holy. Sementara, peserta lokal berasal dari Universitas Diponegoro, Rumah Sakit Fatmawati, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, dan tentu saja UNAIR. ETTC merupakan bentuk kegiatan pelatihan rutin yang diselenggarakan oleh UNESCO setiap tahun. Jika tahun lalu Malaysia terpilih menjadi tuan rumah ETTC, maka tahun ini, UNESCO bekerjasama dengan FK UNAIR untuk menyelenggarakan acara tersebut. “Kegiatan ini ditujukan untuk membentuk kompetensi dosen dalam mengembangkan dan membangun Ilmu Bioetik di tingkat fakultas
dan universitas. Mengingat, melalui training (pelatihan) ini pula, peserta dapat berbagi pengalaman mendidik, meneliti dan pelayanan bioetik di negara mereka masing-masing,” tutur Dekan FK Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U. Selama lima hari, peserta mengikuti serangkaian kegiatan diskusi, lokakarya yang berkaitan dengan Ilmu Bioetik. Mereka melakukan simulasi presentasi mengajar dengan pendampingan dari instruktur. Dalam acara ini juga akan dipaparkan diskusi perspektif global seputar pendidikan Bioetik. Irakli Khodeli, Programme Specialist for Social and Human Sciences UNESCO, mengatakan kurikulum Bioetika dikembangkan oleh UNESCO sebagai alat untuk memperkenalkan dan memperkuat pendidikan Bioetika di universitas di seluruh dunia. UNESCO merintis dalam Bioetika global dengan mendirikan program Bioetika di tahun 1993 dengan cara mendirikan badan ahli independen, seperti Komite Bioetik Internasional. Setelah lima hari peserta mengikuti kegiatan pelatihan ini, peserta akan memperoleh sertifikat resmi dari UNESCO. Dengan demikian, peserta diharapkan dapat memiliki kompetensi menjadi dosen Bioetik yang mumpuni. Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S
Dokter Lukman Hakim dan Semangat Mengembangkan
Teknologi “Stem Cell” UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) tidak pernah miskin inovasi. Para peneliti dari kampus ini pun terus bermunculan. Regenerasi berjalan dengan baik dan melahirkan peneliti yang berkompetensi. Salah satunya, dokter Lukman Hakim, MD, MHA, Ph.D (Urol). Dosen dan peneliti di bidang stem cell ini telah banyak berkiprah di level global. Selain pernah mengenyam pendidikan maupun pelatihan di luar negeri, tak sedikit karya ilmiahnya yang menghiasi jurnal internasional. Tak hanya itu, pria yang aktif di sejumlah asosiasi tingtkat Asia Pasific ini juga tercatat sebagai reviewer di sejumlah jurnal. Baik terbitan Indonesia, maupun negara lain. Antara lain, di British Journal of Urology International (BJUI), Urologia Internasionalis Journal (Swiss), SQU Med Oman Journal (Oman), BMC Journal (Inggris), dan seterusnya. Disinggung soal peranan stem cell bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran dan kesehatan, Lukman menyatakan, metode dan teknologi ini tidak hanya buat pengobatan. Lebih dari itu, stem cell bisa dipakai untuk pencegahan. Misalnya, untuk mencegah terjadinya efek negatif yang menjalar dan lebih besar dalam fase pengobatan atau perawatan pasien. Indonesia, dan UNAIR, memiliki sumber daya untuk terus mengembangkan stem cell. Fasilitas yang ada sudah mencukupi. Kalau pun ada yang belum komplit, akses untuk melengkapinya cenderung gampang. “Kalau sumber daya manusia, saya yakin sudah punya,” papar dia. Apalagi, permintaan terhadap teknologi ini juga selalu ada. membutuhkannya tak pernah habis.
Jumlah
pasien
yang
Saat ini pemerintah Indonesia mendukung terbentuknya Komite Sel Punca Nasional. Sel punca, adalah nama lain dari stem
cell. Komite Sel Punca Nasional telah membuat kebijakan bahwa Indonesia terbuka terhadap aplikasi stem cells sebagai bagian help tourism. Komite Sel Punca Nasional memberi kesempatan untuk pengaplikasian stem cells di klinik-klinik yang sudah mengantongi izin. Stem cells memunyai karakter “magic”. Ia belum berdiferensiasi (undifferentiated), mampu memerbanyak diri sendiri (Self Renewal), dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel (Multipoten/Pluripoten). Karakteristik dan kemampuan itu membuatnya unggul. “Proses penyembuhan terjadi karena sel-sel normal membelah diri yang dikenal dengan istilah healing process. Proses penyembuhan ini dapat dipercepat oleh stem cells,” ujar Lukman. (*) Editor: Nuri Hermawan
FK UNAIR Sematkan Gelar Kehormatan pada Pakar Bedah Saraf Dunia UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga kembali menggelar acara penganugerahan gelar kehormatan. Kali ini, FK UNAIR melalui Departemen Bedah Saraf menyematkan gelar kehormatan kepada Prof. Dr. Med.Christianto B. Lumenta, MD., Ph.D, seorang pakar bedah saraf berkaliber internasional. Dihadapan puluhan tamu undangan, Prof Lumenta menyampaikan orasinya yang berjudul Residency Training Program in Europe and Indonesia. Dalam bidang ilmu bedah saraf, Prof Lumenta
dikenal sebagai seorang pakar bedah saraf asal Jakarta yang berdomisili di Jerman. Saat ini, Lumenta menjabat sebagai kepala Departemen di Bogenhausen Academic Teaching Hospital Technical University of Munich, Germany. Dalam perjalanan kariernya, Prof Lumenta telah berkiprah selama puluhan tahun di Jerman. Awal pendidikan dokter dimulai tahun 1970 hingga 1976 di the Rheinischen Friedrich-WilhelmsUniversität Bonn, Germany. Ia kemudian menyelesaikan pendidikan spesialis bedah saraf tahun 1980 hingga tahun 1992 di Neurochirurgische Universitätsklinik Düsseldorf, Germany. Setelah memperoleh gelar professor di tahun 1994, Prof Lumenta semakin aktif berkiprah di bidangnya. Prof Lumenta sering diundang menjadi pembicara di berbagai acara kongres internasional. Kiprahnya dalam pengembangan ilmu bedah saraf kian nyata setelah Prof Lumenta dipercaya berulangkali menjadi penguji bedah saraf di Eropa dan turut menentukan sistem pendidikan di sana. Sepanjang perjalanan karir, Prof Lumenta telah banyak menghasilkan puluhan jurnal penelitian. Antara lain 94 artikel jurnal yang terpublikasi di berbagai jurnal internasional, 5 teksbook, dan menjadi kontributor 35 buku ilmiah. Meskipun berdomisili di Jerman, namun setiap tahun, ia selalu sempatkan datang ke Indonesia. Tidak saja mengunjungi keluarga dan kerabat di Jakarta, agenda mudik sang profesor juga diisi dengan aktivitas belajar dan berdiskusi dengan para residen maupun dokter bedah saraf di Indonesia, termasuk diantaranya dengan para dokter dari Departemen Bedah Saraf FK UNAIR. Ketua Departemen Bedah Saraf Dr. Agus Turchan, dr., Sp.BS(K) mengungkapkan pihaknya berinisiatif menghadirkan Prof. Lumenta menjadi tamu kehormatan dalam acara tersebut karena dedikasinya yang begitu besar terhadap kemajuan ilmu Bedah saraf selama ini. Selain itu, beliau juga berpengalaman
mempublikasikan banyak sekali jurnal ilmiah. “Tahun 2004 adalah awal kami mengenal Prof Lumenta . Pada saat itu, beliau sudah sibuk riwa-riwi Jakarta Bandung untuk memberi kuliah. kami coba bernegosiasai agar beliau juga bersedia meluangkan waktu untuk sharing knowledge dengan FK UNAIR,” ungkapnya. Hubungan kerjasama yang baik diantara keduanya pun berlanjut hingga saat ini. Tidak sedikit mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Bedah Saraf FK UNAIR yang dikirim ke Bogenhausen Academic Teaching Hospital Technical University of Munich, Germany selama beberapa bulan untuk belajar bersama Prof Lumenta. “Kerjasama ini akan terus berlanjut. Selain mengirim mahasiswa dan dosen kami kesana, dalam waktu dekat, pihak Bogenhausen Academic Teaching Hospital Technical University of Munich juga akan berkunjung ke FK UNAIR. Selama beberapa bulan disini, mereka akan belajar banyak kasus, antara lain kasus cidera otak, yang kejadiannya terbilang cukup banyak di RSUD Dr. Soetomo,” ungkapnya. Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran saat ini, pihak Departemen Ilmu Bedah Saraf FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo berharap kualifikasi para lulusannya nanti dapat setara dengan lulusan bedah saraf di luar negeri. Salah satunya dalam hal penulisan jurnal ilmiah. Harapan ini tentu linier dengan keinginan Universitas Airlangga yang mendambakan peningkatan jumlah publikasi jurnal ilmiah terindeks scopus. Sementara itu, Dekan FK UNAIR Prof. Dr. Soetojo., Sp.U (K) mengungkapkan, Prof Lumenta punya cukup banyak pengalaman dalam hal publikasi jurnal internasional. Tentu saja ini peluang bagi tercapainya target unair menuju internasionalisasi. “FK UNAIR berharap Prof Lumenta dapat berkontribusi lebih banyak lagi untuk membimbing para residen maupun dosen Ilmu
Bedah Saraf dalam hal penulisan karya ilmiah dan ‘menggiring’ nya sampai berhasil tembus ke jurnal internasional terindeks scopus,” ungkapnya. Di akhir acara, berlangsung pengalungan bunga oleh Wakil Rektor I Universitas Airlangga Prof. Djoko Santoso, dr., Sp.PD, K-GH., Ph.D, FINASIM kepada Prof Lumenta, dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat oleh Dekan FK UNAIR Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U(K), diakhiri dengan penyerahan cenderamata oleh Ketua Departemen Bedah Saraf Dr. Agus Turchan, dr., Sp.BS(K). Penulis: Sefya Hayu Editor: Nuri Hermawan