DONGENG SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERSASTRA SISWA SEKOLAH DASAR Jendriadi STKIP Adzkia Padang, Indonesia
ABSTRAK Di sekolah dasar, pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup. Kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan karya sastra, berbicara, membaca dan menulis. Dongeng sebagai salah satu bagian dari karya sastra pada saat ini semakin langka dan jarang dilakukan baik oleh orang tua maupun guru di sekolah. Sebagian dari mereka menganggap dongeng bukanlah sesuatu yang penting dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman, walaupun sebenarnya aktivitas mendongeng merupakan sesuatu yang berdampak besar terhadap karakter dan daya imajinasi anak. Walaupun begitu, sebagian lainnya masyarakat juga ada yang masih menganggap aktivitas mendongeng sebagai sesuatu yang penting. Namun, karena tidak memiliki bekal untuk mendongeng, merekapun mulai meninggalkan kegiatan ini. Kata Kunci: Dongeng, Bersastra, Siswa SD
ABSTRACT In elementary school, teaching literature is intended to improve students' ability to appreciate literature. Activity appreciate literary works relating to sharpen drills feeling, reasoning, imagination, and sensitivity to the society, culture and the environment. Compose ability in elementary school performed in various types and forms of literature through listening, speaking, reading and writing. Fairy tale as one piece of literature in today's increasingly scarce and rarely done well by parents and teachers in the school. Most of them consider a fairy tale is not something that is important and not in accordance with the times, even though the activity of storytelling is something that a great impact on the character and a child's imagination. However, some other people also still consider storytelling activity as something important. However, because it does not have provision for storytelling, they began to abandon this activity. Key words : Fairytale, compose literature, elementary school
142
PENDAHULUAN Sewaktu kita masih berada di usia kanak-kanak, tentu kita sering mendengarkan dongeng. Baik yang diceritakan oleh orangtua, kakek atau nenek menjelang kita memejamkan mata. Cerita yang disampaikan juga beraneka ragam, mulai dari dongeng lokal dengan kisah yang disampaikan mengambil lokasi dekat tempat tinggal, atau dongeng yang berasal dari mancanegara dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi lokal. Isi dongeng yang dibawakan orang dewasa pada masa itu dirasa begitu menarik dan membuat hayalan membumbung tinggi. Tidak sedikit kita tertidur sebelum cerita dongeng belum berakhir. Berbicara manfaat dari dongeng untuk anak-anak, sebagai sesuatu yang paling disukai banyak pesan moral yang bisa dipetik, seperti cerita dongeng Malin Kundang, kancil, sangkuriang, cinderela, bawang merah bawang putih dan lain sebagainya. Seperti yang dikutip dari http://www.sekolahdasar.net ada begitu banyak manfaat yang dapat dipetik untuk anak-anak, diantaranya: mengajarkan banyak nilai positif yang berguna membangun pola tingkah laku anak saat bertumbuh.Anak yang terbiasa mendengarkan dongeng umumnya lebih pintar berekspresi dan percaya diri saat harus tampil di depan umum, kebiasaan mendengarkan dongeng menjadi anak lebih mandiri karena terbiasa berpikir kritis dan kreatif dalam menyikapi suatu masalah, dari dongeng tersebut selalu ada nasihat yang tersirat. Tanpa disadari, anak akan mengaplikasikan apa yang mereka dapat dari dongeng tersebut, anak yang sering mendengarkan dongeng memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Mereka mampu berkomunikasi dengan baik karena memperoleh banyak kosakata yang didapat dari sebuah dongeng sehingga mudah bersosialisasi, dengan dongeng imajinasi anak juga terus dilatih berkembang sehingga secara intelektual anak ini lebih unggul, sebuah dongeng selalu memiliki pesan moral di baliknya yang membuat anak belajar membedakan hal yang baik dan buruk untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan dan mendongeng secara rutin sangat efektif mengakrabkan hubungan antara orangtua dan anaknya atau guru dengan muridnya. Membacakan dongeng adalah sebuah kegiatan interaktif yang mana orang tua atau guru dan anak bisa saling bertukar pikiran tentang cerita tersebut. Namun tidk sedikit cerita dongeng yang disajikan oleh orangtua atau guru terlalu banyak mengandalkan media digital seperti melalui media DVD Player, smartphone, laptot dan lain sebagainya yang justru akan berakibat penyampaian ceritanya menjadi satu arah. Padahal, dengan hadirnya cerita dongeng diharapkan akan dapat memberikan stimulus terhadap imajinasi anak. jika dilakukan dengan terlalu mengandalkan bantuan media digital, bisa membuat anak kehilangan daya imajinasi dan kemampuan berpikir karena anak hanya menyaksikan tontonan semata.
PEMBAHASAN Hakikat Sastra Anak Pengembangan kemampuan bersastra siswa sekolah dasar, meliputi berbagai jenis dan bentuk sastra anak, dengan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan meliputi berbagai jenis dan bentuk sastra anak serta mencakup : 1. Kemampuan mengapresiasi sastra 2. Kemampuan berekspresi sastra, dan 3. Kemampuan menelaah hasil sastra. Mengapresiasi dan berekspresi sastra dilakukan melalui kegiatan mendengarkan, menonton, membaca, dan melisankan hasil sastra berupa dongeng, puisidan drama pendek, serta menuliskan pengalaman dalam bentuk cerita dan puisi. Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran, dan wawasan kehidupan. Yang membedakannya hanyalah dalam hal focus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut. (Resmini dkk, 2006:163) Sebagai sebuah karya, sastra anak-anak menjanjikan sesuatu bagi pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara instrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena itu, kedudukan sastra anak menjadi penting bagi perkembangan anak. Sebuah karya dengan Bahasa yang efektif akan membuahkan pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan Bahasa yang imajinatif dapat menghasilkan response-responsi intelektual dan emosional dimana anak akan merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik yang ditimbulkan, juga membantu mereka menghayati keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan 143
ketidakadilan. Anak-anak akan dapat merasakan bagaimana memikul penderitaan dan mengambil resiko, juga akan ditantang untuk memimpikan berbagai mimpi serta merenungkan dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya. (Huck, dalm Resmini, 2006:163-164)
TUJUAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA DI SEKOLAH DASAR Di sekolah dasar, pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia lebih dirahkan kepada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan Bahasa dilaksanakan secara terintegrasi. Dalam kurikulum berbasis kompetensi dinyatakan bahwa dalam pembelajaran di kelas, siswa harus dilatih lebih banyak menggunakan Bahasa untuk berkomunikasi, bukan dituntut lebih banyak menguasai tentang Bahasa. Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra. Sastra diperlukan untuk menunjang terwujudnya apresiasi dan pembelajaran Bahasa secara umum. Dengan demikian, yang harus terjadi dalam dalam pembelajaran sastra ialah kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan teori sastra. Hal tersebut sejalan dengan dengan pendapat Huck dkk. Bahwa pembelajaran sastra di sekolah dasar harus memberikan pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan, diantaranya (1) Menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) Menginterprstasi bacaan sastra (3) Mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) Mengembangkan apresiasi. a.
Menumbuhkan kesenangan terhadap buku
Salah satu tujuan utama pembelajaran sastra di SD adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam suatu buku. Pembelajaran sastra harus membuat anak merasa senang membaca, membolak-balik buku, dan gemar mencari bacaan. Salah satu cara terbaik untuk membuat siswa tertarik kepada buku menurut Huck ialah memberi siswa lingkungan yang kaya dengan buku-buku yang baik. Beri mereka waktu untuk membaca atau secara teratur guru membcakan buku untuk mereka. Perkenalkan mereka pada berbagai ragam bacaan prosa dan puisi, realisme dan fantasi, fiksi historis dan kontemporer, tradisional dan modern. Beri mereka waktu untuk membicarakan buku-buku, menceritakan buku itu satu sama lain dan menginterpretasikannya melalui berbagai macam aktivitas respons kreatif. b.
Menginterpretasikan literatur
Untuk menciptakan ketertarikan kepada buku, siswa perlu membaca banyak buku. Siswa pun perlu memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan buku-buku. Guru dan siswa dapat membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin terdapat pada suatu cerita untuk kehidupannya sendiri. Anak kelas lima dan enam mungkin telah merefleksikan perbandingan antara kejadian-kejadian yang ada pada cerita atau kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata (Huck, 1987) c.
Mengembangkan kesadaran bersastra
Anak yang berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai mengembangkan kesadaran pada sastra. Tak dapat dipungkiri bahwa pemahaman literer meningkatkan kenikmatan anak terhadap bacaan (Huck, 1987). Ada beberapa anak usia tujuh dan delapan tahun yang sangat senang menemukan varian yang berbeda mengenai Cinderela, misalnya. Mereka sangat senang membandingkan berbagai awal dan akhir cerita rakyat dan sangat suka menulis sendiri kisahnya. Jelasnya, kesenangan seperti ini berasal dari pengetahuan tentang cerita rakyat.
Anak-anak harus pula diarahkan menemukan elemen-elemen sasyra secara berangsur-angsur, karena elemen-elemen itu memberikan bekal bagi siswa dalam pemahaman makna cerita atau puisi. Dengan demikian, guru harus menguasai pengetahuan tentang bentuk-bentuk cerita, elemen-elemen cerita, dan pengetahuan tentang pengarang. Selama siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman mengenai bentuk sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Mereka sudah 144
dapat membedakan bentuk prosa dan puisi. Fiksi dan nonfiksi, antara realisme dan fantasi, tetapi tidak dengan istilah-istilah tersebut. Mugkin cara mereka memahami hanya akan bercerita kepada gurunya bahwa buku Dewi Nawangwulan itu memuat suatu cerita, atau bawang putih itu ceritanya mirip Cinderella yang telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik dalam mengembangkan pemahaman tentang bentukbentuk sastra. d.
Mengembangkan apresiasi
Margaret Early (dalam Huck, 1987) menyatakan bahwa terdapat tiga tahap urutan dan perkembangan yang ada dalam pertumbuhan apresiasi (1) tahap kenikmatan yang tidak sadar (2) tahap apresiasi yang masih ragu-ragu (3) tahap kegembiraan secara sadar. Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan kesenangan terhadap bacaan, sehingga mejadi terlibat di dalamnya. Pada tahap ini siswa membaca atau guru membacakannya untuk mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh cara pengarang menciptakan makna. Pengajaran sastra untuk sekolah dasar menurut Huck (1987), terutama kelas-kelas awal, difokuskan pada tahap pertama yaitu kesenangan yang tidak disadari (unsconscious enjoyment). Jika semua siswa bisa diberi kesempatan menemukan kesenangan terhadap bacaan, mereka akan bisa membangun dasar yang kokoh bagi apresiasi sastra. Diawali dari menyenangi karya sastra yang dibacanya itulah, siswa akan meningkat ke tahap berikutnya. Setelah merasa senang dengan bacan baru kemudian siswa didorong untuk menginterpretasikan makna cerita atau puisi melalui diskusi atau aktivitas kreatif, mereka bisa memasuki tahap kedua, tahap kesadaran pada apresiasi.
DONGENG SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERSASTRA SISWA SEKOLAH DASAR Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, dongeng didefenisikan sebagai bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa yang penuh khayalan (fiksi) yang dianggap oleh masyarakat suatu hal yang tidak benar-benar terjadi. Dongeng merupakan bentuk cerita tradisional atau cerita yang disampaikan secara turun-temurun dari nenek moyang. Dongeng berfungsi untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik), dan juga menghibur. Dongeng biasanya terbagi menjadi tiga bagian yaitu pendahuluan, peristiwa atau isi dan penutup. [Pendahuluan merupakan kalimat pengantar untuk memulai dongeng. Peristiwa atau isi merupakan bentuk kejadian-kejadian yang disusun besarkan urutan waktu. Penutup merupakan akhir dari bagan cerita yang dibuat untuk mengakhiri cerita, kalimat penutup yang sering digunakan dalam dongeng, misalnya mereka hidup bahagia selamanya. Trianto (2006 : 47-48) menyatakan bahwa dongeng biasanya diceritakan dalam bentuk alur yang sederhana. Penulisan dongeng ditulis dalam alur cerita yang singkat dan bergerak cepat. [Saat menceritakan atau menulis dongeng biasanya karakter tokoh tidak diceritakan secara rinci. Dongeng biasanya ditulis seperti gaya penceritaan secara lisan. Serta pendahuluan dalam cerita sangat singkat dan lansung pada topik yang ingin diceritakan. Berkaitan dengan pembagian dongeng, tim lumbung kata (2008:20) menjelaskan bahwa dongeng dapat dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu mite, sage, fabel, legenda, cerita jenaka, cerita pelipur lara dan cerita perumpamaan Mite merupakan bentuk dongeng yang menceritakan hal-hal gaib seperti cerita tentang dewa, peri ataupun Tuhan. Sage merupakan cerita dongeng tentang kepahlawanan, keperkasaan, atau kesaktian seperti cerita dongeng kesaktian Patih Gajah Mada. Fabel merupakan dongeng tentang binatang yang bisa berbicara atau bertingkah laku seperti manusia. Legenda merupakan bentuk dongeng yang menceritakan tentang suatu pristiwa mengenai asal usul suatu benda atau pun tempat. Cerita jenaka merupakan cerita yang berkembang dalam masyarakat yang bersifat komedi serta dapat membangkitkan tawa. Contoh: Cerita Pak Belalang. Cerita pelipur lara biasanya merupakan bentuk cerita yang bertujuan untuk menghibur para tamu dalam suatu perjamuan dan diceritakan oleh seorang ahli cerita seperti wayang yang diceritakan oleh seorang dalang. Cerita perumpamaan merupakan bentuk dongeng yang mengandung kiasan/ibarat nasihat-nasihat, yang bersifat mendidik contoh seorang Haji pelit. Cerita daerah ialah cerita yang tumbuh dan berkembang di suatu daerah.
145
Menurut Djuanda dkk (2006:385) bahwa sastra anak sebagai sumber pembelajaran Bahasa di sekolah dasar dasar terdiri atas berbagai genre, yaitu: buku bergambar, fiksi realistic, fiksi sejarah, fantasi/fiksi ilmiah, sastra tradisional, puisi dan biografi yang difiksikan. Semua genre tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran apresiasi asal disesuaikan dengan kondisi dan tingkat perkembangan anak-anak. Sebagai bagian dari upaya meningkatkan kemampuan bersastra siswa sekolah dasar, dongeng lebih cenderung diasosiasikan dengan cerita fantasi. Cerita fantasi merupakan cerita khayal yang terdiri atas beberapa jenis. Cerita yang sangat bervariasi itu memiliki persamaan dan perbedaan dan berakar dari cerita terdahulu, yaitu cerita rakyat, legenda, mitos, dan cerita-cerita kemanusiaan lainnya (Huck, 1987:338). Cerita fantasi memiliki unsur kesamaan maupun perbedaan jika dibandingkan dengan jenis cerita lainnya. Menurut Stewig, dalam Djuanda (2006:388) ada beberapa jenis fantasi yaitu (1) fantasi sederhana untuk anak-anak kelas awal, (2) dongeng rakyat, (3) cerita binatang dengan kemampuan khusus, (4) ciptaan yang aneh, (5) cerita manusia dengan kemampuan tertentu (6) cerita boneka mainan (7) cerita tentang bendabenda ghaib (8) cerita petualangan, dan (9) cerita tentang kekuatan jahat/gaib. Cerita rakyat adalah cerita fantasi yang disampaikan secara lisan atau dalam bentuk mulut ke mulut, hingga berkembang di tengah masyarakat. Cerita itu biasanya tidak dikenal siapa pengarangnya (anonim). cerita binatang adalah salah satu jenis cerita rakyat yang menggambarkan watak dan budi manusia, yang diperankan oleh binatang (Sudjiman, 1984). Dalam cerita ini binatang sebagai actor dapat bertutur seperti manusia. Seperti beberapa cerita: kancil dengan buaya, kancil dengan siput, akal ayam jantan, burung gagak dengan ular sanca dan cerita terima kasih kepada binatang. Cerita boneka adalah cerita yang menggunakan boneka atau alat-alat main sebagai pelakunya. Boneka dan mainan seolah-olah hidup dan diperlakukan sebagai manusia yang bisa berbicara, bisa bergerak, atau membentuk fungsi-fungsi tertentu yang lain. Cerita boneka ini bisa diberikan kepada anak-anak prasekolah atau kelas-kelas awal. Seperti cerita Pinokio, Si Rubi, Si Komo dan Si Unyil. Cerita petualangan mengisahkan suatu perjalanan yang mengasyikan. Melalui petualangan, pembaca dapat melihat perjuangan, perlawanan, dan suka dukanya bertualang. Pembaca juga akan memperoleh berbagai pengalaman yang unik, kisah perjalanan dengan sikap tolong enolong atau cara memikirkan sesuatu masalah. Jenis cerita ini misalnya, menyergap penyelundupan mutiara, terlibat di bromo karya Dwianto setyiawan, dan menjebak pencuri karya Indrajaya, Alim Pendekar Cili karya AA. Ranasati. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dengan adanya aktivitas mendongeng, siswa menjadi semakin terasah kemampuan bersastra mereka dan dapat melatih daya serap atau daya tangkap siswa terhadap isi dongeng, melatih daya pikir anak, melatih konsentrasi, mengembangkan daya imajinasi, menciptakan situasi yang mengembirakan serta dapat membantu perkembangan Bahasa anak dalam berkomunikasi.
KESIMPULAN Dari beberapa paparan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini: 1.
2.
3.
4.
Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran, dan wawasan kehidupan. Di sekolah dasar, pembelajaran bahasa dan sastra indonesia lebih diarahkan kepada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan secara terintegrasi. Pembelajaran sastra di sekolah dasar harus memberikan pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat tujuan. (1) Menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) Menginterprstasi bacaan sastra, (3) Mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4). Mengembangkan apresiasi. Dongeng merupakan bentuk cerita tradisional atau cerita yang disampaikan secara turun-temurun dari nenek moyang. Dongeng berfungsi untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik), dan juga menghibur. Dongeng biasanya terbagi menjadi tiga bagian yaitu pendahuluan, peristiwa atau isi dan penutup. 146
5.
6.
Sastra anak sebagai sumber pembelajaran Bahasa di sekolah dasar dasar terdiri atas berbagai genre, yaitu: buku bergambar, fiksi realistik, fiksi sejarah, fantasi/fiksi ilmiah, sastra tradisional, puisi dan biografi yang difiksikan. Semua genre tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran apresiasi asal disesuaikan dengan kondisi dan tingkat perkembangan anak-anak Dongeng merupakan salah satu bagian dari pembelajaran sastra yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bersastra siswa sekolah dasar. Selain itu, dongeng adalah langkah yang baik dan dapat mempererat hubungan, baik antar orang tua dan anak, atau guru dan murid.
REFERENSI Djuanda, Dadan. 2006. Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung: UPI Press Dongeng. Wikipedia Bahasa Indonesia. Tersedia//https://id.wikipedia.org/wiki/Dongeng#cite_noteTrianto-3 Dhieni, Nurbiana.2005. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka Mengenal Manfaat Dongeng untuk Anak, tersedia; http://www.sekolahdasar.net/2012/11/mengenalmanfaat-mendongeng-untuk-anak.html#ixzz4UtUMgmBv// diunduh 05 Januari 2017 Manfaat Dongeng Anak bagi Pertumbuhan Sikecil. Tersedia; http://www.alodokter.com/manfaatdongeng-anak-bagi-pertumbuhan-si-kecil. Diunduh 06 Januari 2017 Romadhona, Gita Dkk. 2011.Super Lengkap Bahasa Indonesia SMP. Jakarta: Gagas Media. Rozak, Abdul Dkk.2004.Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. Resmini, Novi. 2007. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Bandung: UPI Press Tim Lumbung Kata. 2008.Jurus Jitu Sukses UAS SD 2009. Yogyakarta: Indonesia Tera. Trianto, Agus. 2006.Pasti Bisa Pembahasan Tuntus Kompetensi Bahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga. Untoro, Joko Dkk. 2011.Target Nilai Rapor 10. Jakarta:PT Wahyu Media.
147