PENGARUH PENDEKATAN CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) DALAM MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF DAN MINAT BERWIRAUSAHA SISWA KELAS X SMAN 10 MALANG PADA MATERI MINYAK BUMI Dita Ningtias, Ridwan Joharmawan, Yahmin Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] ABSTRACT: The purposes of this research are to know: feasibility model of learning, and the effect of CEP approach in model STAD on students’ cognitive and entrepreneurship interest of the tenth graders of SMA Negeri 10 Malang in studying petroleum. Data was collected using tests and questionnaires about interest in entrepreneurship, then the data were analyzed using descriptive and inferential statistics (t-test). The results showed that there are effect of CEP approach in model STAD on students’ cognitive and entrepreneurship interest of the tenth graders of SMA Negeri 10 Malang in studying petroleum. The result of the study showed that the students who learnt with CEP approach in STAD model got higher score, which was 81.6, than those who learnt with STAD model only, which was 70.0. The students’ entrepreneur interest of experimental class was also had higher score, which was 84.7, than control class, which was 80.4. ABSTRAK: Tujuan penelitian adalah mengetahui: keterlaksanaan model pembelajaran; dan pengaruh pendekatan CEP dalam model STAD terhadap kemampuan kognitif dan minat berwirausaha siswa pada materi minyak bumi. Data dikumpulkan dengan menggunakan soal tes dan angket minat berwirausaha, selanjutnya data dianalisis menggunakan statistika deskriptif dan inferensial (ujit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan CEP dalam model STAD terhadap kemampuan kognitif dan minat berwirausaha siswa pada materi minyak bumi. Kemampuan kognitif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CEP dalam model STAD lebih tinggi (rata-rata kelasnya 81,56) daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD (rata-rata kelasnya 70,00). Minat berwirausaha siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CEP dalam model STAD lebih tinggi (rata-rata kelasnya 84,70) daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD (rata-rata kelasnya 80,40). Kata kunci: Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP) dalam Model Student Teams Achievement Divisions (STAD), kemampuan kognitif, minat berwirausaha.
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa SMA. Materi kimia sebagian besar berupa teori dan perhitungan membuat guru sering menggunakan metode ceramah dalam pembelajarannya. Pada metode ini kadang-kadang membuat konsentrasi siswa menjadi mudah terpecah dengan hal lain, sehingga sebagian besar siswa tidak dapat memahami dan menyerap materi kimia yang disampaikan guru dengan baik. Akibatnya hal ini akan berdampak langsung pada nilai pengukuran pemahaman siswa. Hal ini terbukti dengan data nilai rata-rata ulangan tengah semester kelas X pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 sebesar 61,64. Data rata-rata nilai ini masih di bawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM) di SMAN 10 Malang, mengingat bahwa SKM yang harus ditempuh untuk materi kimia adalah 78. Berdasarkan hal tersebut, tentunya perlu dilakukan perubahan besar dalam pembelajaran kimia di SMA. Mengingat kimia merupakan salah satu mata pelajaran bidang IPA yang diikutsertakan dalam ujian nasional. Hal ini akan
1
berdampak pada mutu lulusan SMA. SMA adalah jenjang pendidikan yang mempersiapkan siswanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Akan tetapi tidak semua siswa lulusan SMA melanjutkan jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi, sehingga berpotensi menjadi pengangguran. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang. Dan pengangguran dari pendidikan menengah atas menempati posisi tertinggi dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 10,34%. Berdasarkan data tersebut maka diperlukan adanya upaya untuk mempersiapkan siswa SMA menjadi lulusan berkualitas dan memiliki ketrampilan sehingga mampu memenuhi lapangan kerja di Indonesia. Kebutuhan akan orientasi baru dalam pendidikan ini terasa begitu kuat dan nyata dalam berbagai bidang studi, demikian pula dalam bidang studi kimia. Kimia merupakan salah satu pelajaran yang aplikasinya sangat banyak dalam kehidupan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sebuah wirausaha dalam bidang kimia. Berdasarkan data minat kewirausahaan dari dua sampel penelitian yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan skor rata-rata angket minat kewirausahaan sebesar 76,07. Skor ini termasuk tinggi, akan tetapi minat berwirausaha siswa yang tinggi ini belum mendapatkan sarana yang tepat untuk mengembangkannya. Berangkat dari masalah tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah agar pendidikan di SMA juga dapat membekali siswa dengan ketrampilan di dunia kerja (vocational skill) di samping pengetahuan tentang materi kimia, sehingga siswa tidak hanya pandai dalam bidang teori saja tetapi juga memiliki ketrampilan yang dapat digunakan setelah menyelesaikan jenjang pendidikannya. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menjawab permasalahan di atas adalah pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP). CEP merupakan suatu pendekatan pembelajaran kimia yang kontekstual, yaitu pendekatan kimia yang mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan objek nyata. Dengan demikian selain memperoleh materi pelajaran siswa juga memiliki kesempatan untuk mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi suatu produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan menumbuhkan semangat berwirausaha. Melalui pendekatan CEP ini diharapkan siswa lebih kreatif sehingga dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah dipelajari dalam kehidupannya sehari-hari (Supartono, dkk., 2009: 477). Pendekatan pembelajaran kimia CEP juga memberi peluang kepada siswa untuk dapat mengatakan dan melakukan sesuatu. Jika pendekatan pembelajaran CEP diaplikasikan, maka siswa dapat mengingat lebih banyak konsep atau proses kimia yang dipelajari. Dampak dari penerapan CEP ini menjadikan belajar kimia bermakna, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. hal demikian sesuai dengan kerucut pengalaman belajar bahwa siswa belajar 10% dari yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang dilihat dan didengar, 70% dari yang dilakukan, dan 90% dari yang dilakukan dan dikatakan (Supartono, dkk., 2009: 339) Kegiatan siswa dengan pembelajaran CEP ini perlu dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan memadukan pembelajaran CEP dengan suatu model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat dipadukan dengan
2
pembelajaran CEP adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Student Teams Achievement Divisions (STAD). STAD merupakan metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah model pembelajaran yang baik untuk permulaan bagi seorang guru untuk mendekatkan pembelajaran pada pedekatan kooperatif (Slavin, 2005:143). Inti kegiatan dalam STAD adalah presentasi kelas, belajar dalam tim, pemberian kuis, dan pemberian penghargaan kepada kelompok yang tampil sangat baik. Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini sangat berpengaruh besar dalam prestasi belajar siswa. Dengan model ini siswa dapat belajar dan dapat mengetahui bagaimana menyelidiki suatu hal secara sistematik dan analitik (inkuiri), serta siswa dapat bekerjasama dalam pembelajaran untuk memecahkan suatu masalah sehingga siswa dapat memahami suatu materi secara mendalam (Supartono, dkk., 2009: 338). Untuk itu perpaduan pendekatan CEP dengan model pembelajaran STAD ini sangat mungkin untuk dilakukan dalam pembelajaran kimia. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP) dalam model Student Teams Achievement Divisions (STAD) di kelas X SMAN 10 Malang?; (2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan kognitif antara siswa kelas X SMA Negeri 10 Malang yang dibelajarkan dengan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP) dalam model Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada materi pokok minyak bumi?; dan (3) Apakah terdapat perbedaan minat berwirausaha antara siswa kelas X SMA Negeri 10 Malang yang dibelajarkan dengan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP) dalam model Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada materi pokok minyak bumi? METODE Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasy experiment). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester genap SMA Negeri 10 Malang tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 7 kelas yaitu kelas X-1 sampai X-7. Sampel dipilih menggunakan teknik undian dan didapatkan dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-2 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran pendekatan CEP dalam model STAD. Variabel terikatnya adalah hasil belajar kognitif dan minat berwirausaha siswa kelas X SMAN 10 Malang pada materi minyak bumi. Variabel kontrolnya adalah guru, waktu pembelajaran, dan materi minyak bumi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen perlakuan (silabus, RPP, handout, dan LKS) dan instrumen pengukuran (lembar dan rubrik keterlaksanaan pembelajaran, soal postes, angket minat berwirausaha, dan tes ulangan harian). Sebelum semua instrumen digunakan untuk penelitian terlebih dahulu dilakukan validasi. Validasi silabus, RPP, handout, lembar dan rubrik keterlaksanaan pembelajaran, soal postes, dan LKS ini dilakukan oleh dosen
3
pembimbing. Validasi soal tes dilakukan oleh dosen kimia dan dua guru kimia SMA. Hasil validasi soal tes sebesar 96,67%. Validasi angket dilakukan oleh dosen manajemen dan hasil validasi angket sebesar 93,75%. Penelitian dilakukan mulai tanggal 14 – 28 Mei 2013. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskripsi dan teknik analisis statistik. Data hasil penelitian yang dianalisis deskriptif adalah hasil belajar siswa, hasil minat berwirausaha, dan kreatifitas. Data hasil penelitian yang dianalisis statistik yaitu data hasil belajar siswa yang meliputi aspek kognitif dan data minat berwirausaha. Hasil analisis statistik dari data hasil uji coba instrumen tes diperoleh nilai validitas butir soal yang digunakan untuk mengambil data antara 0,000 – 0,788; daya bedanya antara 0,070 – 0,600; taraf kesukarannya antara 0,300 – 0,960; dan reliabilitas soal tes 0,860. Pada penelitian ini diperoleh dua data siswa. Data kemampuan awal siswa berupa nilai tes materi redoks. Analisis data hasil belajar siswa dilakukan dengan menggunakan uji t independent, yang terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis berupa uji normalitas dan uji homogenitas varian. HASIL ANALISIS Deskripsi Data Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Siswa Data kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh dari nilai hasil ulangan pada materi sebelumnya yaitu materi redoks. Data hasil belajar siswa pada ranah kognitif diperoleh dari nilai tes minyak bumi yang diberikan setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol menerima perlakuan. Deskripsi data kemampuan awal dan data hasil belajar kemampuan kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa
Kontrol Eksperimen
Jumlah Siswa 32 32
Nilai terendah 32,0 37,0
NIlai tertinggi 86 81,0
Kontrol
32
45,0
Eksperimen
32
45,0
Ket
Kelas
Kemampuan Awal Hasil Belajar Kognitif
Rata-rata
Standar Deviasi
60,7 59,4
1,2219 1,4502
100,0
70,0
1,2889
100,0
81,5
1,5420
Deskripsi Data Minat Berwirausaha Awal dan Data Minat Berwirausaha Akhir Siswa Adapun data minat berwirausaha awal siswa diperoleh dari nilai angket minat berwirausaha yang diberikan sebelum siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol menerima perlakuan. Data minat berwirausaha akhir siswa diperoleh dari nilai angket minat berwirausaha yang diberikan setelah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol menerima perlakuan. Deskripsi data minat berwirausaha awal dan minat berwirausaha akhir siswa disajikan pada tabel 2 berikut.
4
Tabel 2 Deskripsi Data Minat Berwirausaha Siswa
Kontrol
Jumlah Siswa 32
Nilai terendah 57,3
NIlai tertinggi 89,6
Eksperimen
32
55,2
Kontrol
32
Eksperimen
32
Ket
Kelas
Minat Berwirausaha Awal Minat Berwirausaha Akhir
Rata-rata
Standar Deviasi
76,8
8,116
95,8
75,8
8,527
60,4
92,7
80,4
8,026
72,9
95,8
84,7
5,951
Hasil Analisis Data Kemampuan Awal dan Hasil Belajar Siswa Hipotesis kemampuan awal pada penelitian ini adalah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan awal yang sama. Hipotesis hasil belajar pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan kemampuan kognitif antara siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CEP dalam model STAD dan siswa yang dibelajarkan dengan model STAD. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dianalisis menggunakan uji t independent dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Sebelum dilakukan pengujian data kemampuan awal dan data hasil belajar dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Berdasarkan hasil uji persyaratan analisis diperoleh bahwa data kemampuan awal dan hasil belajar siswa memiliki sebaran normal dan memiliki ragam yang homogen. Hasil uji t independent, dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3 Hasil Uji t Kemampuan Kognitif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas
Rata-rata
Standar Deviasi
Df
Sig.(2 tailed)
Eksperimen Kontrol
81,560 70,000
11,563 11,563
62,000 60,108
0,002
Hasil Analisis Data Minat Berwirausaha Awal dan Data Minat Berwirausaha Akhir Siswa Hipotesis minat berwirausaha awal pada penelitian ini adalah siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai minat berwirausaha yang sama. Hipotesis hasil belajar pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan minat berwirausaha antara siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CEP dalam model STAD dan siswa yang dibelajarkan dengan model STAD. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dianalisis menggunakan uji t independent dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Sebelum dilakukan pengujian data minat berwirausaha awal dan data minat berwirausaha akhir dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Berdasarkan hasil uji persyaratan analisis diperoleh bahwa data minat berwirausaha awal dan data minat berwirausaha akhir siswa memiliki sebaran normal dan memiliki ragam yang homogen. Hasil uji t independent, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
5
Tabel 4 Hasil Uji t Minat Berwirausaha Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas
Standar Deviasi
Df
Sig.(2 tailed)
Eksperimen Kontrol
5,951 8,026
62,000 67,176
0,020
PEMBAHASAN
Nilai Hasil Belajar
1. Hasil Belajar Ranah Kognitif Pada penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan model pembelajaran yang berbeda. Kelas eksperimen diberikan pembelajaran model STAD dengan pendekatan CEP dan kelas kontrol diberikan pembelajaran model STAD. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 81,56 dan kelas kontrol 70,00. Gambaran nilai rata-rata kemampuan awal dan hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Kemampuan Hasil Belajar Awal Gambar 1 Nilai Rata-rata Kemampuan Awal dan Hasil Pembelajaran
Perbedaan hasil belajar tersebut dikarenakan dalam pembelajaran dengan pendekatan CEP mengajarkan siswa untuk mempelajari proses pengolahan suatu bahan alam menjadi suatu produk yang bermanfaat sehingga siswa dapat tertarik untuk belajar kimia dan berwirausaha. Pembelajaran dengan pendekatan CEP ini dikembangkan ke konsep-konsep kimia yang berkaitan dan proses kimia yang melandasi, sehingga siswa dapat mengingat lebih banyak konsep atau proses kimia yang dipelajari. Dampak dari penerapan CEP ini menjadikan belajar siswa bermakna, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama dalam ranah kognitif. Hal ini sesuai dengan kerucut pengalaman belajar bahwa siswa belajar 10% dari yang membaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari yang dilihat dan didengar, 70% dari yang dilakukan, 90% dari yang dilakukan dan dikatakan.
6
Nilai Afektif Siswa
2. Hasil Belajar Ranah Afektif Hasil penilaian hasil belajar ranah afektif pada kelas eksperimen, didapatkan persentase skor rata-rata tiap indikator penilaian ranah afektif pada pertemuan pertama sebesar 84,3%, pertemuan kedua sebesar 87,9%, dan pertemuan ketiga sebesar 90,4%. Persentase rata-rata nilai ranah afektif siswa kelas eksperimen dalam seluruh pertemuan sebesar 87,5%. Pada kelas kontrol persentase skor rata-rata tiap indikator penilaian ranah afektif yang tersaji pada tabel 4.10, pada pertemuan pertama sebesar 80,4%, pertemuan kedua sebesar 83,3%, dan pertemuan ketiga sebesar 84,9%. Adapun persentase rata-rata nilai ranah afektif siswa kelas kontrol dalam seluruh pertemuan sebesar 82,8%. Gambaran data hasil belajar ranah afektif pada seluruh pertemuan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. 92 90 88 86 84 82 80 78 76 74
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Keseluruhan Pertemuan Gambar 2 Persentase Nilai Rata-rata Ranah Afektif
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata ranah afektif pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Perbedaan tersebut terjadi karena pembelajaran dengan pendekatan CEP ini mengajarkan untuk mengaitkan langsung pada objek nyata atau fenomena di sekitar kehidupan manusia, sehingga dengan pendekatan pembelajaran CEP ini memungkinkan siswa mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat. Dengan pendekatan CEP ini, siswa akan lebih tertarik dan bersemangat lagi untuk belajar, sehingga dapat meningkatkan kegiatan siswa dalam ranah afektif seperti keseriusan dalam belajar, keaktifan dalam merespon pertanyaan, dan kerjasama dalam kelompok. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa dalam ranah afektif, maka hasil belajar kognitif siswa pun juga meningkat. Hal ini terbukti dengan pada kelas eksperimen yang memiliki persentase rata-rata hasil belajar ranah afektif lebih tinggi dari kelas kontrol yaitu sebesar 87,50% memiliki rata-rata hasil belajar ranah kognitif yang tinggi dari kelas kontrol yaitu sebesar 81,56, sedangkan pada kelas kontrol yang memiliki persentase rata-rata hasil belajar ranah afektif lebih rendah dari kelas eksperimen yaitu sebesar 82,80% memiliki rata-rata hasil belajar ranah kognitif yang lebih rendah dari kelas eksperimen yaitu sebesar 70,00.
7
Skor Minat Berwirausaha
3. Minat Berwirausaha Siswa Data minat berwirausaha siswa diperoleh dari angket minat berwirausaha yang diberikan kepada siswa sebelum dan setelah perlakuan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan data minat berwirausaha dari kedua kelas sebelum diberikan perlakuan didapatkan skor rata-rata pada kelas eksperimen sebesar 75,33 dan pada kelas kontrol sebesar 76,82. Skor rata-rata minat berwirausaha siswa setelah selesai diberikan perlakuan pada kelas eksperimen sebesar 84,70 dan pada kelas kontrol sebesar 80,44. Skor peningkatan pada kelas eksperimen sebesar 9,37 dan pada kelas kontrol sebesar 3,62. Gambaran data minat berwirausaha awal dan data minat berwirausaha akhir siswa dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Sebelum Setelah Peningkatan Pembelajaran Pembelajaran Skor Gambar 3 Nilai Minat Berwirausaha Siswa
Berdasarkan data minat berwirausaha siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan skor rata-rata minat berwirausaha kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena pada kelas kontrol sama sekali tidak diberikan pengetahuan tentang kewirausahaan, walaupun kedua kelas samasama memperoleh praktikum untuk membuat lilin hias aromaterapi. Pada kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan CEP diberikan pengetahuan tentang kewirausahaan, sehingga siswa kelas eksperimen memiliki minat yang lebih besar untuk berwirausaha. Adanya pertumbuhan minat berwirausaha siswa tersebut karena penerapan pendekatan CEP dalam model STAD lebih menuntut potensi siswa untuk belajar secara maksimal sehingga mampu menampilkan kompetensi tertentu. Proses belajar siswa tidak lagi berorientasi kepada banyaknya materi pelajaran kimia, tetapi lebih berorientasi kepada kecakapan yang dapat ditampilkan siswa. Pembelajaran pendekatan CEP dalam model STAD memiliki beberapa kelebihan diantaranya kompetensi yang dapat dicapai lebih banyak, proses pembelajaran menjadi lebih menarik, siswa terfokus perhatiannya dan termotivasi untuk mengetahui lebih jauh serta hasil belajarnya menjadi lebih bermakna (Supartono, dkk., 2009: 338).
8
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Pelaksanaan pembelajaran pendekatan CEP dalam model STAD pada penelitian ini berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan dari kesesuaian pelaksanaan pembelajaran pendekatan CEP dalam model STAD dengan RPP ranah afektif siswa dalam pembelajaran ini juga tercapai dengan baik yaitu 91,25%; (2) Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar antara kelas yang pembelajarannya menggunakan model STAD dan kelas yang pembelajarannya menggunakan pendekatan CEP dalam model STAD. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen 81,56, sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol 70,00. Jadi pembelajaran pendekatan CEP dalam model STAD dapat meningkatkan hasil belajar kimia pada materi minyak bumi; dan (3) Terdapat perbedaan yang signifikan pada minat berwirausaha antara kelas yang dibelajarkan dengan model STAD dan kelas yang dibelajarkan dengan pendekatan CEP dalam model STAD. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ratarata skor angket pada kelas eksperimen sebesar 84,70 dan pada kelas kontrol sebesar 80,44. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: (1) Pendekatan CEP dalam model STAD disarankan untuk diterapkan pada materi minyak bumi pada pembelajaran berikutnya di sekolah; (2) Penelitian ini mengkaji pengaruh pendekatan CEP dalam model STAD terhadap kemampuan kognitif dan minat berwirausaha siswa, sehingga peneliti lain dapat menguji pengaruh pendekatan CEP dalam model STAD dengan variabel yang lainnya, misalnya pada motivasi belajar, perbedaan sikap siswa dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010). Jakarta: Rineka Cipta. Buchari Alma. 2013. Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta. Djaali &Muljono, Pudji. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2012. Badan Pusat Statistik. (Online), (http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf), diakses 1 Mei 2013.
9
Pratiwi, R. Y. 2011. Penerapan Pendekatan Chemoentrepreneurship (CEP) Terhadap Minat Berwirausaha, Motivasi Belajar, Kreatifitas dan Kemampuan Kognitif Kimia Siswa Kelas X SMAN 2 Batu Pada Materi Pokok Minyak Bumi. Skripsi tidak diterbitkan: Malang: UM. Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Oleh Lita. Bandung: Nusa Media. Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. London: Allyman Bacon. Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta Supartono, Wijayati, N. & Sari, A. H. 2009. Kajian Prestasi Belajar Siswa SMA dengan Metode Student Teams Achievement Divisions Melalui Pendekatan Chemo-entrepreneurship. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, (Online), 3 (1): 337-344, (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JIPK/article/view/1274/1325), diakses 16 April 2013. Supartono, Saptorini & Asmorowati, D. S. 2009. Pembelajaran Kimia Menggunakan Kolaborasi Konstruktif dan Inkuiri Berorientasi Chemoentrepreneurship. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, (Online), 3 (2): 476483, (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JIPK/article/view/1284/1335), diakses 16 April 2013.
10