PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK),DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN PERIODE 2008-2013 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh: Muhamad Burhanudin NIM. 1110084000024
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436/2015M
i
i
i
ii
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap 2. Tempat/Tanggal Lahir 3. Alamat
4. Telepon 5. E-mail
: Muhamad Burhanudin : Jakarta, 11 November 1992 : Jl. Rawamangun Muka IV No.5, RT 014 RW 012, Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulo Gadung, Kota Jakarta Timur, 14220, Jakarta. : 087882087873 :
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. 2. 3. 4.
SDN 09 Pagi, Jakarta SMP Negeri 74 Jakarta Timur SMA Negeri 31 Jakarta Pusat S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 1998-2004 Tahun 2004-2007 Tahun 2007-2010 Tahun 2010-2014
III. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Staff Divisi Pendidikan, Himpunan Mahasiswa Jurursan IESP, 2011-2012 2. Ketua KKN Garuda, 2013 IV. PENGALAMAN KERJA 1. Volunteer JOBSDB Career Expo, 2010 2. PT. Darya-Varia Laboratoria .tbk, 2014 V. SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Seminar Outlook Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Industri Keuangan dan Perbankan Syariah, UIN Jakarta, 2012 2. Studium General Jurusan IESP, UIN Jakarta, 2012. 3. Seminar di Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI, 2012. 4. Pelatihan Alat Analisis Location Question, Shift Share dan Tipologi Sektoral, UIN Jakarta, 2012. VI. KEPANITIAAN 1. Devisi Perlengkapan PROPESA UIN Jakarta, 2012
i
VII. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ayah Tempat/Tanggal Lahir Hp. Ibu Tempat/Tanggal Lahir Alamat
6. Telepon 7. Anak ke dari
: H. Agus Supriyanto : Jakarta, 20 Agustus 1956 : 082111717388 : Hj. Tri Kumorowati : Jakarta, 6 Maret 1963 : Jl. Rawamangun Muka IV No.5, RT 014 RW 012, Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulo Gadung, Kota Jakarta Timur, 14220, Jakarta.. : 081285690778 : 2 dari 2 bersaudara
ii
ABSTRACT The aim of this research is to analyze the influence of gross domestic product, the minimum wages district / city, and the human development index of the unemployment rate in Banten Province from 2008 to 2013. Unemployment rate as the dependent variabel with the open unemployment rate as indicator. Regional gross domestic product, the minimum wage district / city, and the human development index as the independent variabels. This research uses panel data and analytical tools of Fixed Effects Model (FEM) by taking a sample of 4 districs and 4 cities in Banten Province from 2008 to 2013. The result show that the unemployment rate are caused by the regional gross domestic product, the minimum wage district / city, and the human development index of 60.77% (Adj R2), while the remaining 39.23% is explained by other variables outside of the model which is an investment research and inflation. Furthermore, unemployment rate is influenced significantly regional gross domestic product, the minimum wage district / city, and the human development index about 14,47% (F-statistic). However partially, the probability of each independent variable shows (1) the unemployment rate was not significantly and positively influenced by the regional gross domestic product with a probability value of 0.3263, (2) the unemployment rate significantly and negatively affected by the minimum wage districts / cities with a probability value of 0.0025, (3) the unemployment rate significantly and negatively affected by human development index with a probability value of 0.0006. Keywords: unemployment, gross regional domestic product, the minimum wage district / city, and the human development index.
iii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai 2013. Tingkat pengangguran sebagai variabel dependen dengan tingkat pengangguran terbuka. Produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia sebagai variabel independen. Penelitian ini menggunakan data panel dan alat analisis Fixed Effect Model (FEM) dengan mengambil sampel yaitu 4 Kabupaten dan 4 Kota di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai 2013. Hasil Penelitian menunjukan bahwa tingkat pengangguran mampu dijelaskan oleh produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia sebesar 60,77% (Adj R2), sedangkan sisanya yaitu sebesar 39,23% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian diantaranya yaitu investasi dan inflasi. Selanjutnya, tingkat pengangguran dipengaruhi signifikan oleh produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia secara simultan sebesar 14,47% (F-statistik). Namun secara parsial, probabilitas dari masing-masing variabel independen menunjukan (1) tingkat pengangguran dipengaruhi tidak signifikan dan positif oleh produk domestik regional bruto dengan nilai probabilitas sebesar 0,3263 , (2) tingkat pengangguran dipengaruhi signifikan dan negatif oleh upah minimum kabupaten/kota dengan nilai probabilitas sebesar 0,0025 , (3) tingkat pengangguran dipengaruhi signifikan dan negatif oleh indeks pembangunan manusia dengan nilai probabilitas sebesar 0,0006.
Kata kunci : tingkat pengangguran, produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia.
iv
KATA PENGANTAR Bismillahhirahmannirrahim, Alhamdulillah
segala
puji
bagi
Allah
SWT,
yang telah
melimpahkan segala rahmat, karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK),dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten Periode 2008-2013” dengan baik. Shalawat serta salam penulis hanturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya terutama kepada: 1. Keluarga tercinta dan terhebat yang saya miliki, Ayahanda Agus Supriyanto yang selalu memberikan motivasi terbaik, selalu mencurahkan cinta, kasih sayang dan perhatiannya, serta selalu bekerja keras demi anak-anak dan keluarga, Ibunda Tri Kumorowati yang selalu memberikan motivasi terbaik, mencurahkan cinta, kasih sayang dan perhatiannya selama ini, kakakku Rizky
v
Indah Pertiwi yang selalu menghibur di saat suka maupun duka, dan memberikan dukungan baik materi maupun non materi selama menulis skripsi. Tanpa didikan, dukungan dan pengorbanan kalian penulis tidak akan menjadi pribadi seperti sekarang ini. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, M.S, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama perkuliahan. 3. Bapak Zuhairan Y.Yunan, S.E, M.Sc, Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Dr. Lukman, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 yang ditengah-tengah kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga terselesaikan skripsi ini. 5. Ibu Fitri Amalia, Spd. MSi selaku Dosen Pembimbing 2 yang selalu bersedia meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang ibu berikan sehingga terselesaikannya skripsi ini. 6. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu penulis selama perkuliahan.
vi
7. Ketua dan seluruh pegawai perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan pelayanan pustaka selama penulisan skripsi ini. 8. Tika Amellia Nabilla, S.H. yang telah mengorbankan banyak waktu bersama penulis dalam suka maupun duka, menemani disaat penulis membutuhkan motivasi, dukungan dan penyemangat, mengingatkan penulis betapa pentingnya sebuah pendidikan, terima kasih untuk motivasinya membuat penulis menjadi bersemangat kembali untuk menyelesaikan skripsi ini, dan selalu menjadi pendengar yang baik untuk keluhan-keluhan penulis. Semoga dimudahkan dan disukseskan dalam menggapai cita-cita yang engkau impikan. 9. Teman-teman seperjuangan kelas IESP A 2010, Adi, Agang, Agus, Amif, Anggi Afra, Bagus, Denny, Dika, Drajad, Hadi, Isnan, Ravindra, Reza, Ricky, Ridho, Sigit, terima kasih atas waktu yang sangat beharga yang kalian berikan, selalu memberikan semangat kepada penulis, yang telah menghabiskan banyak waktu untuk berbagi cerita dan selalu ada dalam suka maupun duka, membantu saya dalam penyelesaiaan skripsi maupun perkuliahan, dan mengingkatkan saya ketika melakukan kesalahan demi kebaikan saya selama ini. Sukses untuk kita semua dan semoga Allah selalu melindungi dan membalas semua kebaikan kalian. 10. Aditya Wahyudi dan Lutfi Anugrah Pangestu, sahabat terbaik sejak SMA yang selalu ada dalam suka maupun duka, terima kasih untuk semua waktu yang kalian berikan untuk selalu menghibur saya, terima kasih selalu menjadi
vii
pendengar yang baik, sekaligus pemberi motivasi terbaik dalam tetap maju dan tidak pernah menyerah dalam menjalani hidup. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian. 11. Teman-teman PLASMA, Arinal, Boy, Budi, Chandra, Chintia, Dwi, Eky, Elsa, Gilang, Hanifa, Hazman, Kevin, Putra, Rini, Risvandika, Ujoh, Wulan, terima kasih selalu memberikan keceriaan dan selalu menghibur penulis serta memberi semangat kepada penulils di saat sedih maupun senang, semoga apa yang kalian cita-citakan tercapai. 12. Personil “OBLAKS”, Adi, Amif, Bagus, Hadi, Isnan, Ravindra, Reza, dan Ricky, terima kasih atas dukungan dan semangatnya kepada penulis serta keceriaan yang selalu kalian berikan. 13. Teman-teman IESP angkatan 2010 yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu, terima kasih atas semua kenangan selama empat tahun kebersamaan dengan penuh warna dan saling bahu-membahu dalam perkuliahan. Sukses untuk kalian semua. 14. Kelompok KKN GARUDA 2013, yang telah menghabiskan waktu selama satu bulan dengan canda dan tawa serta pelajaran hidup sangat berguna bagi saya. Terima kasih atas waktunya yang beharga selama satu bulan, sukses untuk kalian semua. 15. Semua pihak dan handai tolan yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan kontribusi sekecil apapun dan dukungan dalam penyelesaian skripsi.
viii
Semoga semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan menjadi amal sholeh dan mendapat pahala sebesar-besarnya oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan, baik kritik yang membangun dari berbagai pihak. . Jakarta, Januari 2015 Penulis
Muhamad Burhanudin
ix
DAFTAR ISI Cover Lembar Pengesahan Pembimbing Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah Daftar Riwayat Hidup ..........................................................................................i ABSTRACT ......................................................................................................... iii ABSTRAK ...........................................................................................................iv Kata Pengantar .................................................................................................... v Daftar Isi ............................................................................................................... x Daftar Tabel ......................................................................................................... xv Daftar Gambar ....................................................................................................xvi Daftar Lampiran ............................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian .......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12 A. Landasan Teori ............................................................................................ 12
x
1. Pengangguran ........................................................................................... 12 a. Definisi Pengangguran ...................................................................... 12 b. Jenis-jenis Pengangguran ................................................................. 14 c. Biaya Sosial dari Pengangguran ....................................................... 14 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................................................ 15 a. Definisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ......................... 15 3. Upah ............................................................................................................ 17 a. Definisi Upah .................................................................................... 17 b. Penetapan Upah Minimum Kota ........................................................ 20
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ........................................................ 22 a. Definisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .................................. 22 5. Hubungan Antar Variabel .......................................................................... 24 a. Hubungan PDRB dengan Pengangguran ........................................... 24 b. Hubungan UMK dengan Pengangguran ............................................ 26 c. Hubungan IPM dengan Pengangguran .............................................. 27 B. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 28 C. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 39 D. Hipotesis ...................................................................................................... 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 43 A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 43 xi
B. Metode Penentuan Sampel .......................................................................... 43 C. Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 44 D. Metode Analisis Data .................................................................................. 44 1. Metode Data Panel ................................................................................ 45 2. Permodelan Data Panel ......................................................................... 46 a. Pooled Least Square (PLS) .............................................................. 46 b. Fixed Effect Model (FEM) ............................................................... 47 c. Random Effect Model (REM)........................................................... 47 3. Pemilihan Model Data Panel ................................................................. 48 a. PLS vs FEM (Uji Chow) ................................................................. 48 b. FEM vs REM (Uji Hausman) ......................................................... 50 3. Model Empiris........................................................................................ 52 4. Uji Asumsi Klasik .................................................................................. 53 a. Uji Normalitas .................................................................................. 53 b. Uji Multikolinearitas ........................................................................... 53
c. Uji Heteroskedastisitas ..................................................................... 55 d. Uji Autokorelasi ............................................................................... 56 5. Uji Hipotesis .......................................................................................... 57 a. Uji t ................................................................................................... 58 b. Uji F ................................................................................................. 58 c. Koefisien Determinasi (R2) ............................................................. 60 E. Operasional Variabel Penelitian .............................................................. 60
xii
1. Variabel Dependen ......................................................................... 60 2. Variabel Independen ...................................................................... 61 BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................... 63 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................. 63 1. Provinsi Banten ...................................................................................... 63 B. Penemuan dan Pembahasan ......................................................................... 64 1. Analisa Deskriptif ..................................................................................... 64 a.Analisa Deskriptif Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten .... 64 b.Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Banten ..................................................................................... 66 c.Analisa Deskriptif Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Provinsi Banten. ................................................................................................... 68 d.Analisa Deskriptif Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Banten .................................................................................................... 69 2. Memilih Model Data Panel ....................................................................... 70 a. Uji Chow ................................................................................................ 70 b.Uji Hausman ........................................................................................... 71 3.Hasil Estimasi Model Data Panel .............................................................. 72 1) Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) ................................................. 72 4. Uji Asumsi Klasik ...................................................................................... 73 a. Uji Normalitas ....................................................................................... 73 b. Uji Multikolinearitas .............................................................................. 74 c. Uji Heteroskedastisitas ........................................................................... 74 d. Uji Autokorelasi ..................................................................................... 75
xiii
5. Pengujian Hipotesis ................................................................................... 77 a. Uji Koefisien Determinan (Adjusted R2) .............................................. 80 b. Uji Signifikansi Individual (Uji t) .......................................................... 80 c. Uji Signifikansi Serentak (Uji F)............................................................ 83 6. Intepretasi Hasil Analisis .......................................................................... 84 a. Analisis Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Periode 2008-2013 . 85 b. Analisis Ekonomi ................................................................................... 88 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 93 A. Kesimpulan .................................................................................................. 93 B. Implikasi ....................................................................................................... 94 C. Keterbatasan ................................................................................................. 95 D. Saran ............................................................................................................. 96 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1
Keterangan Prosentase
Tingkat
Halaman
pengangguran
di
6
3
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar
4
Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010 – 2013 1.2
Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Tahun 2010-2013 (Milyar Rupiah) 1.3
Perkembangan
Upah
Minimum
6
Kabupaten/Kota di 6 Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2013 (Dalam Ribuan Rupiah) 1.4
Indeks Pembangunan Manusia di 6 Provinsi di
7
Pulau Jawa 2010-2013 1.5
Angka Harapan Hidup di 6 Provinsi di Pulau
8
Jawa 2010-2013 2.1
Penelitian Terdahulu
32
3.1
Operasional Variabel Penelitian
61
4.1
Uji Chow
71
4.2
Uji Hausman
72
4.3
Regresi Fixed Effect Model (FEM)
72
4.4
Correlation Matrix
74
4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas
75
4.6
Durbin-Watson
76
xv
4.7
Hasil Estimasi
78
4.8
Nilai t-Statistik
81
4.9
Interpretasi Koefisien Fixed Effect Model
84
(FEM)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.2
Kerangka Pemikiran
40
4.1
Prosentase Tingkat Pengangguran Terbuka di
65
Provinsi Banten tahun 2008 - 2013 4.2
PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 di
67
Provinsi Banten tahun 2008 – 2013 4.3
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di
68
Provinsi Banten tahun 2008 - 2013 4.4
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di
69
Provinsi Banten tahun 2008 - 2013 4.5
Uji Normalitas
73
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Keterangan
Halaman
1
Data
100
2
Data setelah di Interpolasi
102
3
Uji Chow
106
4
Uji Hausman
106
5
Fixed Effect Model
107
6
Uji Normalitas
108
7
Uji Multikolinearitas
108
8
Uji Heteroskedastisitas
109
9
Uji Autokorelasi
110
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan
merupakan
proses
yang
dapat
ditelisik
dengan
menggabungkan dua dimensi kehidupan. Dimensi pembangunan berjumlah dua sebab tersusun atas manusia dan alam (Sagir, 2009:53). Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat karena diukur tidak hanya melalui besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) suatu Negara saja tetapi juga diukur dari berbagai aspek lain seperti pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur serta peningkatan dalam pemerataan pendapatan. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia, kesempatan kerja masih menjadi masalah utama. Pokok dari permasalahan ini diakibatkan adanya kesenjangan antara pertumbuhan jumlah tenaga kerja dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di berbagai sektor ekonomi. Ketimpangan antara ketersediaan lapangan kerja dengan banyaknya tenaga kerja yang ada berdampak pada masalah baru yang juga dihadapi Negara-negara berkembang termasuk Indonesia yaitu masalah tingkat pengangguran yang tinggi. Apabila masalah tersebut tidak segera diatasi, maka akan berpotensi menambah tingkat kemiskinan di Indonesia. Istilah Pengangguran menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode
1
tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan. Masalah pengangguran memang merupakan masalah yang sulit dipecahkan hingga saat ini. Jumlah penduduk yang bertambah setiap tahunnya mengakibatkan jumlah angkatan kerja meningkat namun tidak disertai dengan meningkatnya kesempatan kerja. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 mengalami penurunan. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa angka pengangguran sudah berkurang, namun jumlah angka pengangguran yang ada masih cukup besar yaitu sebesar 7.429.598 juta jiwa. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah guna mengurangi jumlah pengangguran. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak Kementerian Tenaga Kerja dan Transportasi (Kemenakertrans) adalah dengan memfasilitasi perluasan dan kesempatan kerja, melalui pemagangan dalam negeri dan luar negeri, program padat karya produktif, padat karya inovatif dan wirausaha baru. Masalah pengangguran terdapat di hamper seluruh provinsi di kepualan Indonesia. Hal itu pun terjadi pula di beberapa Provinsi di Pulau Jawa diantaranya Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, dan Jawa Timur. Berikut tabel prosentase tingkat pengangguran di 6 Provinsi di Pulau Jawa:
2
Tabel 1.1 Prosentase Tingkat pengangguran di 6 Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010 – 2013 Provinsi
2010
2011
2012
2013
Banten
13.9
13.28
10.43
10.43
DKI Jakarta
11.18
10.81
10.3
10.3
Jawa Barat
10.45
9.83
9.43
9.43
Jawa Tengah
6.53
6
5.75
5.75
DI Yogyakarta
5.85
4.72
4.03
4.03
Jawa Timur
4.58
4.17
4.12
4.12
Sumber : BPS, 2012 (diolah) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa meskipun tingkat pengangguran di 6 Provinsi di Pulau Jawa mengalami tren menurun, namun tingkat pengangguran pada Provinsi Banten terbilang masih cukup tinggi dibandingkan dengan Provinsi lain yaitu sebesar 10,43% pada tahun 2012. Prosentase tingkat pengangguran di Provinsi Banten apabila dilihat menurut kabupaten/kota juga mengalami tren menurun. Pun begitu, prosentasenya masih cukup besar. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. PDRB merupakan nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai tingkat kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode (Roby, 2011: 5). Pada kenyataannya, PDRB mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB suatu wilayah meningkat, maka jumlah output dalam seluruh
3
unit ekonomi di suatu wilayah akan meningkat. Output yang jumlahnya meningkat akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan tenaga kerja. Berikut merupakan perbandingan jumlah nilai PDRB dari 6 Provinsi di Pulau Jawa. Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi Tahun 2010-2013 (Milyar Rupiah) Provinsi
2010
2011
2012
2013
Banten
88552
94207
100000
105856
DKI Jakarta
395622
422237
449821
477285
Jawa Barat
322224
343111
364405
386838
Jawa Tengah
186993
198270
210848
223099
DI. Yogyakarta
21044
22132
23309
24567
Jawa Timur
342281
366983
393666
419428
Sumber : BPS, 2012 (diolah) Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa PDRB di 6 Provinsi di Pulau Jawa terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2013. Meskipun mengalami tren meningkat, nilai PDRB di Provinsi Banten adalah yang terendah kedua setelah Provinsi D.I Yogyakarta. Peningkatan nilai PDRB yang terjadi di Provinsi Banten selaras dengan berkurangnya tingkat pengangguran di Provinsi tersebut, tetapi dengan jumlah PDRB sebesar 10 triliun pada tahun 2013, tingkat pengangguran di Provinsi Banten masih terbilang cukup tinggi yakni sebesar 10,43% pada tahun 2012.
4
Selain nilai PDRB suatu wilayah, tingkat upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat pengangguran. Menurut Alghofari (2010) setiap kenaikan tingkat upah akan diikuti oleh turunnya tenaga kerja yang diminta, yang berarti akan menyebabkan meningkatnya pengangguran. Begitu pula sebaliknya apabila tingkat upah turun maka akan diikuti oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah tenaga kerja yang terserap mempunyai hubungan timbal balik dengan tingkat upah. Upah mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang bekerja. Semakin tinggi tingkat upah yang ditetapkan, maka biaya produksi juga semakin meningkat. Sehingga dilakukanlah efisiensi oleh perusahaan dengan cara pengurangan tenaga kerja dan berakibat pada meningkatnya pengangguran. Berikut ini merupakan tingkat UMK di Provinsi Banten:
5
Tabel 1.3 Perkembangan Upah Minimum Kabupaten/Kota di 6 Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2013 (Dalam Ribuan Rupiah) Tahun Provinsi 2010
2011
2012
2013
955,300
1,000,000
1,042,000
1,170,000
1,118,000
1,290,000
1,529,150
2,200,000
Jawa Barat
671,500
732,000
780,000
850,000
Jawa Tengah
660,000
675,000
765,000
830,000
DI Yogyakarta
745,690
808,000
829,660
947,110
Jawa Timur
630,000
705,000
745,000
866,250
Banten DKI Jakarta
Sumber : BPS, 2012 (diolah) Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan upah minimum pada setiap Provinsi di Pulau Jawa. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan ekonomi yang meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui besarnya PDRB di setiap Provinsi. Dengan meningkatnya tingkat upah minimum Kabupaten/Kota akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dimasa yang akan datang. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan turunnya tingkat pengangguran di Provinsi Banten seperti yang digambarkan tabel 1.1. Sementara itu pembangunan suatu daerah juga dapat dilihat melalui besaran nilai indeks pembangunan manusia (IPM). Tinggi rendahnya nilai IPM juga menentukan kualitas dari sumber daya manusia di suatu wilayah. Menurut Todaro (1999) dalam jurnal Muhammad Shun (2013), pendidikan memainkan
6
kunci dalam membentuk kemampuan sebuah Negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Berikut ini merupakan tabel perbandingan jumlah indeks pembangunan manusia di 6 Provinsi di Pulau Jawa: Tabel 1.4 Indeks Pembangunan Manusia di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2010-2013 Tahun Provinsi 2010 Banten
2011
2012
2013
70,48
70,95
71,49
71,90
DKI Jakarta
77,6
77,97
78,33
78,59
Jawa Barat
72,29
72,73
73,11
73,58
Jawa Tengah
72,49
72,94
73,36
74,05
Yogyakarta
75,77
76,32
76,75
77,37
Jawa Timur
71,62
72,18
72,83
73,54
Sumber : BPS RI, 2012 Dari tabel 1.8 diatas dapat dilihat bahwa nilai IPM secara keseluruhan mengalami peningkatan di setiap Provinsi di Pulau jawa dari tahun 2010 sampai 2013. Meskipun mengalami tren meningkat, namun nilai indeks pembangunan manusia di Provinsi Banten merupakan yang terendah di antara Provinsi lain di Pulau Jawa. Hal ini menunjukka bahwa kualitas SDM di Provinsi Banten belum cukup baik. Angka harapan hidup merupakan salah satu komponen untuk mengukur indeks pembangunan manusia di suatu Negara atau wilayah. Besar nilai angka harapan hidup berpengaruh pada nilai indeks pembangunan manusia dan
7
merepresentasikan keadaan sumber daya manusia yang ada di suatu Negara atau wilayah. Berikut merupakan perbandingan angka harapan hidup pada 6 Provinsi di Pulau Jawa: Tabel 1.5 Angka Harapan Hidup di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2010-2013 Tahun Provinsi 2010
2011
2012
2013
Dki Jakarta
73.20
73.35
73.49
73.56
Jawa Barat
68.20
68.40
68.60
68.84
Jawa Tengah
71.40
71.55
71.71
71.97
D I Yogyakarta
73.22
73.27
73.33
73.62
Jawa Timur
69.60
69.86
70.09
70.37
Banten
64.90
65.05
65.23
65.47
Sumber : BPS RI, 2012 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka harapan hidup di 6 Provinsi di Pulau Jawa mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Meskipun terjadi peningkatan, angka harapan hidup di Provinsi Banten merupakan yang terendah diantara 6 Provinsi lain. Rendahnya angka harapan hidup merupakan akibat dari banyaknya kasus gizi buruk yang terjadi. Menurut wakil gubernur Banten Rano Karno, salah satu kota di Provinsi Banten yaitu Kota Serang termasuk salah satu daerah yang belum berhasil dalam penanganan gizi buruk. Rendahnya angka harapan hidup ini berdampak pada rendahnya indeks pembangunan manusia di Provinsi Banten.
8
Berdasarkan data dan uraian diatas mengenai adanya pengaruh pada Produk Domestik Regional Bruto, upah minimum Kabupaten/Kota dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran di seluruh Kabupaten/kota di Provinsi Banten, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK),dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten Periode 2008-2013”. B. Perumusan Masalah Pengangguran merupakan salah satu tolak ukur kondisi sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah di suatu daerah.
Banyak sekali masalah-masalah yang timbul mengakibatkan naiknya
tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten dari tahun 2008 hingga tahun 2013 mengalami periode yang relatif baik karena tren yang menurun. Meskipun mengalami penurunan, tingkat pengangguran di Provinsi Banten masih yang paling tinggi dibanding dengan Provinsi lain di pulau Jawa. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten agar diketahui faktor-faktor apa saja yang perlu di dukung dan ditingkatkan
guna
mengurangi
tingkat
pengangguran.
Besarnya
tingkat
pengangguran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya PDRB, UMK, dan indeks pembangunan manusia. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
9
1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial? 2. Bagaimana pengaruh Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial? 3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial? 4. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK),dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara simultan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini antara lain: a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. b. Untuk
mengetahui
bagaimana
pengaruh
Upah
Minimun
Kabupaten/Kota (UMK) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. d. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK),dan Indeks
10
Pembangunan Manusia (IPM)
terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten secara simultan.
2. Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini diantaranya ialah: a. Bagi Penulis Merupakan suatu pembelajaran yaitu usaha untuk menganalisis pengaruh dari PDRB, UMK, dan IPM terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten. Sehingga penulis dapat mengaplikasikan teori yang didapat selama masa kuliah dengan menganalisa serta menyelesaikan masalah. b. Bagi Pihak Lain Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna untuk pemerintah sebagai saran untuk pengambil kebijakan agar terciptanya kemajuan dalam pembangunan ekonomi. Selain itu penulis juga berharap penelitian ini menambah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan bagi para pembaca.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengangguran a. Definisi Pengangguran Pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan usaha secara aktif untuk mencari pekerjaan. Pengangguran merupakan suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan tersebut (Sukirno, 1997). Menurut Sukirno (1997) dalam skripsi Cholili (2014), pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur. Sedangkan dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan kerja. Berdasarkan kategori usia, usia angkatan kerja adalah 15-64 tahun. Tetapi tidak semua penduduk yang berusia 15-64 tahun dihitung sebagai angkatan kerja. Yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah penduduk berusia 15-64 tahun yang bekerja dan sedang mencari kerja. Tingkat
12
pengangguran merupakan persentase angkatan kerja yang tidak/belum mendapatkan pekerjaan (Rahardja, 2008 : 376). Ada dua dasar utama klasifikasi pengangguran, yaitu pendekatan angkatan kerja (labour force approach) dan pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (labour utilization approach) (Rahardja, 2008 : 378). 1. Pendekatan Angkatan Kerja (Labour Force Approach) Pendekatan ini mendefinisikan penganggur sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja. 2. Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja (Labour Utilization Approach) Dalam pendekatan ini, angkatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: a) Menganggur (Unemployed), yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering disebut juga pengangguran terbuka (open employment). b) Setengah Menganggur (Underemployed), yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Artinya, jam kerja mereka dalam seminggu kurang dari 35 jam. c) Bekerja penuh (Employed), yaitu mereka yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam per minggu.
b. Jenis-jenis Pengangguran Menurut Sukirno (1997), pengangguran biasanya dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, antara lain:
13
1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan
mencari
kerja
yang
lebih
baik
atau
sesuai dengan
keinginannya. 2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian. 3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat. c. Biaya Sosial dari Pengangguran Pengangguran akan menimbulkan dampak negatif jika sifat pengangguran sudah sangat struktural dan atau kronis (Rahardja, 2008 : 378). 1) Terganggunya Stabilitas Perekonomian Pengangguran mengganggu
struktural
stabilitas
dan
perekonomian
atau
kronis
dilihat
dari
akan sisi
permintaan dan penawaran agregat.
2) Terganggunya Stabilitas Politik Saat ini pengangguran bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga masalah politik. Sebab dampak social dari pengangguran sudah jauh lebih besar dari masa-masa sebelumnya. Pengangguran yang tinggi akan meningkatkan
14
kriminalitas. Biaya ekonomi yang dikeluarkan untuk mengatasi masalah-masalah social ini sangat besar dan sulit diukur tingkat efisiensi dan efektivitasnya.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) a. Definisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2004:8) yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Menurut departemen statistik ekonomi dan moneter dari Bank Indonesia (2004:85), PDRB terdiri dari PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Perhitungan
Produk
Domestik
Regional
Bruto
secara
konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. 1) Pendekatan Produksi:
15
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan
dalam
9 lapangan usaha (sektor), yaitu:
pertanian, peternakan,
kehutanan
dan
(1)
perikanan, (2)
pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah). 2) Pendekatan Pengeluaran: Produk
Domestik
Regional
Bruto
adalah
semua
komponen permintaan akhir yang terdiri dari : (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor). 3) Pendekatan Pendapatan: Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah
16
upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). 3. Upah a. Definisi Upah Di dalam sistem Ricardo, upah memainkan peranan aktif dalam menentukan pendapatan antara modal dengan buruh. Tingkat upah meningkat bila harga barang yang dibutuhkan buruh meningkat. Barang yang diproduksi buruh sebagian besar adalah hasil pertanian. Karena itu untuk menghasilkan satu unit produk dibutuhkan buruh lebih banyak. Sehingga apabila permintaan terhadap buruh mulai meningkat maka akan menaikkan upah (Jhingan, 2012: 90). Menurut Mill, elastisitas penawaran tenaga kerja sangat tinggi dalam menanggapi kenaikan upah. Upah pada umumnya melebihi tingkat penghidupan minimum. Upah dapat naik karena peningkatan cadangan modal yang berputar dengan penduduk yang dipakai untuk mengupah tenaga kerja atau karena pengurangan jumlah tenaga kerja. Jika upah naik, penawaran tenaga kerja akan naik. Persaingan antara pekerja tidak hanya akan menurunkan upah tetapi juga sebagian buruh akan kehilangan pekerjaan. (Jhingan, 2012: 106). Menurut teori upah efisiensi, perusahaan bersedia membayar lebih tinggi daripada gaji ekuilibrium agar mendorong para pekerja
17
untuk menghindari kelalaian atau mengulur-ngulur waktu kerja. (Schaum’s, 2006:264). Mankiw (2006) dalam Skripsi Anggrainy (2013) menjelaskan bahwa teori upah-efisiensi mengajukan penyebab ketiga dari kekakuan upah selain undang-undang upah minimum dan pembentukkan serikat pekerja. Teori upah-efisiensi yang pertama menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja lebih produktif.
Pengaruh
upah
terhadap
efisiensi
pekerja
dapat
menjelaskan kegagalan perusahaan untuk memangkas upah meskipun terjadi
kelebihan
penawaran
tenaga
kerja.
Meskipun
akan
mengurangi tagihan upah perusahaan, (jika teori ini benar) maka pengurangan upah akan memperendah produktivitas pekerja dan laba perusahaan. Teori upah-efisiensi yang kedua, menyatakan bahwa upah yang tinggi menurunkan perputaran tenaga kerja. Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan mengurangi frekuensi pekerja yang keluar dari pekerjaan, sekaligus mengurangi waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menarik dan melatih pekerja baru. Teori upahefisiensi yang ketiga menyatakan bahwa kualitas rata-rata tenaga kerja perusahaan bergantung pada upah yang dibayar kepada karyawannya. Jika perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja terbaik bisa mengambil pekerjaan di tempat lain, meninggalkan perusahaan dengan pekerja yang tidak terdidik yang memiliki lebih sedikit alternatif. Teori upah-efisiensi yang keempat menyatakan
18
bahwa upah yang tinggi meningkatkan upaya pekerja. Teori ini menegaskan
bahwa
perusahaan
tidak
dapat
memantau dengan
sempurna upaya para pekerja, dan para pekerja harus memutuskan sendiri sejauh mana mereka akan bekerja keras. Semakin tinggi upah, semakin besar kerugian bagi pekerja bila mereka sampai dipecat. Dengan membayar upah yang lebih tinggi, perusahaan memotivasi lebih banyak pekerja agar tidak bermalas-malasan dan dengan demikian meningkatkan produktivitas mereka. Teori upah subsitensi (hukum besi) oleh David Ricardo (1772-1823) yaitu upah ditentukan oleh interaksi penyediaan dan permintaan akan
buruh. Lebih
lanjut
berasumsi
bahwa
bila
pendapatan penduduk bertambah di atas tingkat
subsisten,
penduduk
laju pertambahan
akan bertambah
lebih
cepat
dari
maka
makanan dan kebutuhan lain. Angkatan kerja bertambah maka akan bertambah pula angkatan kerja yang memasuki pasar kerja dan mencari kerja. Penawaran tenaga kerja menjadi lebih besar dari permintaan. Teori upah besi adalah upah riil dalam jangka panjang cenderung terhadap upah minimum yang diperlukan untuk menyokong kehidupan pekerja. Upah tidak dapat jatuh di bawah tingkat subsistensi karena tanpa subsisten, buruh tidak akan mampu bekerja. Teori iron wage ini cenderung merugikan kepentingan pengusaha dan pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Kenaikan upah
akan menurunkan
permintaan tenaga kerja sehingga para penganggur akan semakin sulit
19
mendapatkan pekerjaan dan para pengusaha akan disulitkan dengan kenaikan
biaya
produksi.
penyesuaian sampai
Kegagalan upah
penawaran
tenaga
dalam kerja
melakukan
sama dengan
permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah (wage rigidity) (Devi, 2011 :4-5).
b. Penetapan Upah Minimum Kota Pengertian upah minimum dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1 tahun 1999, upah minimum didefinisikan sebagai upah bulanan terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap. upah minimum provinsi adalah upah bulanan terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur. Kebijakan upah minimum di dalam Undang Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang isinya antara lain: 1)
Pemerintah menetapkan upah berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
dengan memperhatikan
produktivitas
dan pertumbuhan
ekonomi. 2)
Upah Minimum dapat diterapkan: (a) berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; (b) berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut klasifikasi lapangan usaha Indonesia untuk kabupaten/kota, provinsi, beberapa provinsi
20
atau nasional dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum regional daerah yang bersangkutan. 3)
Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi
dari
Dewan
Pengupahan
Provinsi
dan/atau
Bupati/Walikota. 4)
Pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah
dari
upah
minimum.Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan. Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu.
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) a. Definisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut UNDP indeks pembangunan manusia memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia diantaranya: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi), dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/PPP, penghasilan) (UNDP, 2004). IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara termasuk kategori negara maju, negara berkembang atau negara
21
terbelakang. Selain itu indeks ini juga menjadi parameter untuk melihat pengaruh kebijakan ekonomi suatu negara terhadap kualitas rakyatnya. Dan
tidak
hanya
digunakan
sebagai
tolak
ukur
pengelompokan suatu Negara tetapi juga dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur dan pengelompokan Subnegara (daerah/ bagian) (Cholili, 2014 : 5) . Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang menjelaskan
bagaimana
penduduk
suatu
wilayah
mempunyai
kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Nilai IPM menunjukkan seberapa jauh wilayah tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat, dan tingkat pengeluaran dan konsumsi
yang telah
mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, maka semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data yang lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya, dan potensi yang
dimiliki
oleh
suatu
22
wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai IPM sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi kemiskinan masyarakat yang sesungguhnya. Adapun hambatan yang dihadapi
oleh
pemerintah
maupun
pemerintah
daerah
dalam
pelaksanaan pencapain prestasi IPM ini adalah kurangnya pengetahuan tentang pentingnya kasus tersebut, dan dipihak lain juga kurang nya sosialisasi tentang hal tersebut, sehingga menyebabkan buruknya prestasi kita dikancah internasional, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya indikator -indikator IPM yang belum terpenuhi. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian yang sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka umur harapan hidup. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indicator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indicator kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity). (Indeks Pembangunan Manusia, Katalog BPS, 2007 : 9) Salah satu keuntungan terbesar dari IPM adalah indeks ini mengungkapkan bahwa sebuah Negara dapat berbuat jauh lebih baik pada tingkat pendapatan yang rendah, dan bahwa kenaikan pendapatan
23
yang besar dapat berperan relatif kecil terhadao pembangunan manusia. Lebih jauh, IPM menunjukkan dengan jelas bahwa kesenjangan dalam pendapatan lebih besar daripada kesenjangan dalam indikator pembangunan yang lain, paling tidak dalam indikator kesehatan dan pendidikan (Todaro, 2006 : 75). 5. Hubungan antar variabel a. Hubungan PDRB dengan Pengangguran Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kinerja yang menggambarkan hasil dari pembangunan yang telah dicapai. Indikator ini penting bagi daerah karena dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi
bagi
pemerintah
daerah
atas
keberhasilan
pembangunan yang telah dicapai sekaligus sebagai dasar perencanaan dan pengambilan kebijakan dimasa yang akan datang. Arsyad (2000) dalam skripsi
Yeni Dharmayanti
pertumbuhan ekonomi daerah Domestik
Regional Bruto
(2011)
menyatakan bahwa
diartikan sebagai kenaikan Produk (PDRB)
tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan
struktur ekonomi terjadi atau
tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung ataupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja. Berdasarkan penelitian terdahulu yaitu dari Nainggolan, 2009 yang melakukan penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Kabupaten/Kota Di
24
Propinsi Sumatera Utara” yang menjadi rujukan dan persamaan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh PDRB dan jumlah pengangguran yang bersifat positif dalam Teori Pertumbuhan
Ekonomi.
Dikatakan
berpengaruh
positif
sebab
pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi oleh peningkatan kapasitas produksi, sehingga jumlah pengangguran tetap meningkat seiring pertumbuhan ekonomi yang berlangsung. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut berorientasi pada padat modal, dimana kegiatan produksi untuk memacu output dan menghasilkan
pendapatan
yang
meningkat
lebih
diutamakan
ketimbang pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada padat karya. b. Hubungan UMK dengan Pengangguran Upah merupakan wujud nyata dari sebuah bentuk pertukaran yang terjadi antara pengguna jasa (perusahaan) dan pemberi jasa (rumah tangga). Upaya meminimalisasi persoalan upah minimum dilakukan pemerintah dengan menyusun rumusan upah minimum yang diharapkan menjadi acuan bagi pengusaha agar memenuhi kewajibannya membayar upah buruh atau pekerja untuk dapat hidup layak dari upah yang diterimanya. Dengan berlakunya UndangUndang keputusan
No.22 UMK
tahun untuk
1999 tiap
tentang
Otonomi Daerah,
Kabupaten
atau
Kota
maka Madya
langsung dibuat oleh Gubernur atas rekomendasi para Bupati dan Walikota yang berada di propinsi masing-masing.
25
Penelitian lainnya yang serupa dan mendukung adalah dari Wicaksono, 2010 yang berjudul “Analisis Pengaruh PDB Sektor Industri, Upah Riil, Suku Bunga Riil dan Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan Sedang
dan
Besar
di
Indonesia Tahun
yang
1990-2008”
menyatakan bahwa kebijakan pemberlakuan dan peningkatan upah riil berpengaruh negatif sebab dapat menyebabkan terjadinya pengangguran dalam masyarakat. Adanya tuntutan kenaikan UMK pada
tiap
kota
setiap
meningkatkan
taraf
(pengusaha)
justru
tahunnya
kesejahteraan berpengaruh
yang kaum
dimaksudkan untuk buruh,
negatif
disisi
terhadap
lain
jumlah
pengangguran. Hal tersebut dikarenakan jika UMK meningkat maka biaya produksi yang dikeluarkan cukup tinggi, sehingga terjadi inefisiensi
pada
perusahaan
dan
akan mengambil kebijakan
pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya produksi dan hal ini akan berakibat dikuranginya tenaga kerja. Teori yang signifikan untuk menjelaskan keadaan perekonomian di suatu daerah khususnya di Indonesia adalah mengenai teori kekakuan upah.
Kekakuan upah
(Wage rigidity) adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. c. Hubungan IPM dengan Pengangguran Todaro (2000) mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap 26
teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Kualitas Sumberdaya Manusia yang dapat dilihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia dapat menjadi penyebab terjadinya penduduk miskin. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja yang berimbas pada rendahnya perolehan pendapatan.
B. Penelitian Terdahulu Alexander Muravyev dan Aleksey Oshchepkov melakukan penelitian yang berjudul “Minimum Wages, Unemployment and Informality: Evidence from Panel Data on Russian Regions”. Dalam penelitian ini mereka melihat efek pasar tenaga kerja dari adanya upah minimum dengan mengambil data yang mencakup 89 wilayah di Rusia dari tahun 2001 sampai tahun 2010. Hasil dari penelitian
mereka
menunjukkan
bahwa
upah
minimum
menimbulkan pengangguran di kalangan pekerja muda berusia 15 sampai 24 tahun. Sebaliknya, tidak terdapat dampak dari upah terhadap pekerja muda berusia 25 sampai 72 tahun. M. Choudhry, dkk melakukan penelitian yang berjudul “Youth and total unemployment rate: the impact of policies and institutions”. Penelitian inimemperkirakan dampak dari beberapa lembaga,
kebijakan
untuk
pemuda
dan
jumlah
tingkat
pengangguran pada Negara-negara maju selama tiga dekade terakhir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
27
analaisis panel fixed effect. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa selain pertumbuhan ekonomi, kebebasan ekonomi, pasar tenaga kerja, pekerja paruh waktu dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan kinerja pasar tenaga kerja. Thomas Lemieux melakukan penelitian yang berjudul “Minimum Wages and the Joint Distribution Employment and Wages”. Penelitian ini memperikarakan dampak dari upah minimum terhadap distribusi upah dan pendekatan tenaga kerja. Dengan menggunakan data Negara Kanada dari tahun 1997 sampai 2010, peneliti menemukan bahwa untuk remaja, kenaikan upah minimum dapat meningkatkan jumlah sebagian pekerja tetapi juga menghasilkan beberapa kerugian. Tidak ada dampak dari upah minimum terhadap orang dewasa.
Muhammad Shun Hajji dan Nugorho SBM melakukan penelitian berjudul “Analisis PDRB, Upah Minimum Provinsi, dan Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1990-2011”.
Penelitian ini
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan tingkat pengangguran terbuka sebagai variabel dependen dan empat variabel independen yaitu produk domestik regional bruto, inflasi, Upah Minimum Kota dan angka melek huruf.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upah
28
minimum Provinsi dan angka melek huruf berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Untuk di masa yang akan datang kebijakan Upah Minimum Kota perlu di awasi dengan benar agar tercapai keseimbangan pada pasar tenaga kerja. Kasus ini perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah guna terciptanya
permintaan
tenaga
kerja
dan
mengantisipasi
terbuangnya potensi sumber daya yang dimiliki.
Kholifah
Anggrainy
melakukan
penelitian
berjudul
“Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) terhadap Kesempatan Kerja dan Investasi”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana dampak kenaikan upah minimum terhadap kesempatan kerja dan investasi di Kota Malang tahun 2001-2011. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel UMK memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kesempatan kerja, sedangkan investasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kesempatan kerja di Kota Malang.
Roby Cahyadi Kurniawan melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-2011”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai PDRB, Upah, Inflasi, Investasi, Tingkat Bunga dan Jumlah Industri secara
29
individu terhadap tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang tahun 1980 – 2011. Dan
menganalisis
nilai
PDRB,
Upah,
Inflasi, Investasi, Tingkat Bunga dan Jumlah Industri secara bersama – sama terhadap tingkat Penganguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980
– 2011. Hasil penelitian menunjukkan
variabel PDRB, UMK, Inflasi, Investasi, Tingkat Bunga, Industri berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat pengangguran terbuka. Variabel UMK dan tingkat bunga memiliki pengaruh positif yang signifikan. Sedangkan variabel PDRB, Inflasi, Investasi dan Industri memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap variabel tingkat pengangguran terbuka.
Fatkhul Mufid Cholili melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus 33 Provinsi Di Indonesia)”. Penelitian ini menganalisis faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana tiga variabel independen berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia,
dengan
pembangunan
variabel
independen
adalah
indeks
manusia, produk domestik regional bruto, dan
pengangguran baik secara simultan maupun secara parsial. Hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh secara simultan dari
30
ketiga variabel independen dengan koefisien determinan 0.743 (RSquare).
Namun
ketika
diuji
secara
parsial PDRB
tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan IPM dan pengangguran secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Persamaan dan Penulis
Tahun
Judul
Variabel
Metode
Hasil Perbedaan
Thomas Lemieux
2011
“Minimum
Upah
Distrib
Untuk
Persamaan:
Wages and
Minimum,
ution
remaja,
Variabel upah
the Joint
Tenaga
Regress
kenaikan
minimum
Distribution
Kerja
ions
upah
berpengaruh
Employment
minimum
pada tingkat
and Wages”
dapat
pengangguran,
meningkat
Perbedaan:
kan jumlah
Upah Minimum
tenaga
naik akan
kerja yang
meningkatkan
mengangg
tingkat
ur.
pengangguran sedangkan dalam penelitian variabel upah minimum naik maka tingkat
31
pengangguran akan berkurang. “Youth and
Tingkat
Fixed
Selain
Persamaan:
Choudhry,
total
Penganggu
Effect
pertumbuh
Metode yang
E. Marelli
unemployme
ran,
Model
an
digunakan sama
dan M.
nt rate:
Pertumbuh
(FEM)
ekonomi,
yaitu
Signorelli
the impact of
an
kebebasan
Fixed Effect
policies and
Ekonomi,
ekonomi,
Model (FEM),
institutions”
Pasar
pasar
Tenaga
tenaga
Perbedaan:
Kerja
kerja,
Pekerja paruh
M.
2012
pekerja
waktu dapat
paruh
mengurangi
waktu
pengangguran
dapat
sedangkan
mengurang
dalam penelitian
i
upah minimum
penganggu ran dan
naik maka tingkat
meningkat
pengangguran
kan kinerja
akan berkurang.
pasar tenaga kerja. “Minimum
Upah
Muravyev
Wages,
Minimum,
ry
dan
Unemployme
Penganggu
Least
Alexander
2013
Ordina
Upah
Persamaan:
minimum
Upah minimum
menimbulk
berpengaruh
32
Aleksey
nt And
ran, Sektor
Square
an
terhadap tingkat
Oshchepko
Informality:
Informal
(OLS)
penganggu
pengangguran
v
Evidence
ran di
From Panel
kalangan
Perbedaan:
Data On
pekerja
Upah minimum
Russian
muda
menambah
Regions”
berusia 15-
tingkat
24 tahun
pengangguran
termasuk
sedangkan pada
juga
penelitian upah
perempuan
minimum naik
.
akan mengurangi tingkat pengangguran.
Muhamma
Analisis
PDRB,
Ordina
Upah
Persamaan:
PDRB,
Inflasi,
ry
minimum
Upah minimum
Hajji,
Inflasi, Upah
UMK,
Least
Provinsi
berpengaruh
Nugroho
Minimum
Angka
Square
dan angka
terhadap tingkat
SBM
Provinsi,
Melek
(OLS)
melek
pengangguran
Dan Angka
Huruf,
huruf
Melek Huruf
Tingkat
berpengaru
Perbedaan:
Terhadap
Penganggu
h
Metode
Tingkat
ran
signifikan
digunakan
Penganggura
Terbuka
terhadap
adalah Ordinary
tingkat
Least
penganggu
(OLS)
d
Shun
2013
n
Terbuka
Di Provinsi
secara
yang
Square
33
Jawa Tengah
ran
sedangkan
Tahun 1990-
terbuka.
dalam penelitian
2011
digunakan metode
Fixed
Effect
Model
(FEM). Kholifah
2013
Anggrainy
Analisis
Upah
Two
UMK
Persamaan:
Dampak
Minimum
Stage
memiliki
Upah minimum
Kenaikan
Kota
Least
pengaruh
berpengaruh
Upah
(UMK),
Square
negatif
negatif terhadap
Minimum
Kesempata
(TSLS)
signifikan
tingkat
Kota (UMK)
n
terhadap
pengangguran
Terhadap
Investasi
Kerja,
kesempata
Kesempatan
n kerja dan
Perbedaan:
Kerja
investasi
Metode
memiliki
digunakan
pengaruh
adalah
Two
positif
Stage
Least
yang
Square
signifikan
sedangkan
terhadap
dalam penelitian
kesempata
digunakan
n kerja.
metode
Fixed
Effect
Model
dan
Investasi
yang
(TSLS)
(FEM). Roby Cahyadi
2013
Analisis
PDRB,
Ordina
Variabel
Persamaan:
Pengaruh
UMK
ry
PDRB,
Upah minimum
34
Kurniawan
PDRB,
Inflasi,
Least
UMK
berpengaruh
Investasi,
Square
Inflasi,
terhadap tingkat
Inflasi
Tingkat
(OLS)
Investasi,
pengangguran
Terhadap
Bunga,
Tingkat
Tingkat
Industri,
Bunga,
Perbedaan:
Penganggura
Penganggu
Industri
Upah minimum
n Terbuka di
ran
berpengaru
naik
Kota Malang
Terbuka
h
menambah
Tahun 1980-
signifikan
tingkat
2011
terhadap
pengangguran
variabel
sedangkan
tingkat
dalam penelitian
penganggu
upah minimum
ran
naik
terbuka.
mengurangi
Variabel
tingkat
UMK dan
pengangguran.
UMK,
dan
akan
akan
tingkat bunga memiliki pengaruh positif yang signifikan. Sedangkan variabel PDRB,
35
Inflasi, Investasi dan Industri memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap variabel tingkat penganggu ran terbuka. Fatkhul
2014
Analisis
Penganggu
Ordina
Variabel
Persamaan:
Mufid
Pengaruh
ran,
ry
PDRB
Indeks
Cholili dan
Penganggura
PDRB,
Least
memiliki
Pembangunan
M.
n, Produk
IPM,
Square
pengaruh
Manusia
Pudjihardj
Domestik
Kemiskina
(OLS)
positif
memiliki
o
Regional
n
namun
pengaruh
Bruto
tidak
negatif
(PDRB),
signifikan
signifikan
Dan
terhadap
terhadap tingkat
Indeks
variabel
pengangguran
Pembanguna
kemiskina
n
n, variabel
Manusia
dan
Perbedaan:
36
(IPM)
IPM
Variabel tignkat
Terhadap
memiliki
pengangguran
Jumlah
pengaruh
sebagai variabel
Penduduk
negatif dan
independen
Miskin
signifikan
sedangkan
(Studi Kasus
terhadap
dalam penelitian
33 Provinsi
variabel
variabel tingkat
Di
kemiskina
pengangguran
Indonesia)
n,
sebagai variabel
dan
variabel
dependen.
penganggu ran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kemiskina n.
37
C. Kerangka Berpikir Pada rumusan masalah penelitian telah di tetapkan akan dikaji pengaruh antara PDRB, Upah Minimum Kota, dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan apa saja variabel-variabel
yang
berkaitan
dengan
penelitian
ini.
Diperkirakan tingkat pengangguran dipengaruhi oleh PDRB, upah minimum kota dan indeks pembangunan manusia, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = f(X1, X2, X3) Dimana: Y
: Tingkat Pengangguran
X1
: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
X2
: Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
X3
: Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Secara lebih jelasnya pengaruh PDRB, upah minimum kota dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran dapat dijelaskan pada gambar berikut:
38
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Latar Belakang Masalah Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013 Variabel Independen
Variabel Dependen
Produk Domestik Regional Bruto (X1) Upah Minimum Kabupaten/Kota (X2) Indeks Pembangunan Manusia (X3)
Tingkat Pengangguran (Y)
Metode Analisis: Data Panel (Pooled Data) Uji Chow
Uji Hausman Uji Fixed Effect Model
Uji Asumsi Klasik: Uji Normalitas Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi
Uji Hipotesis: Uji t Uji F Uji Adj R2
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan, dan Saran
39
D. Hipotesis Dari rumusan permasalahan yang ada, dirumuskan hipotesis yang berkaitan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk
Domestik
Regional
Bruto
terhadap
tingkat
pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk Domestik Regional Bruto terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. 2. Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah
Minimum
Kabupaten/Kota
terhadap
tingkat
pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. 3.
Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial.
40
4.
Ho: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Kota, dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara simultan. H1: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan
indeks
pembangunan
manusia
terhadap
tingkat
pengangguran di Provinsi Banten secara simultan.
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh PDRB, UMK, dan IPM terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten selama enam tahun, yaitu dari tahun 2008-2013. Adapun variabel-variabel yang digunakan terdiri dari empat variabel. Tingkat pengangguran merupakan variabel terikat atau dependent variable. Sedangkan untuk variabel bebas atau independent variable adalah produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia. B. Metode Penentuan Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010 : 62). Metode yang digunakan dalam pemilihan objek dalam penelitian ini adalah purposive sampling dimana peneliti kemungkinan mempunyai tujuan atau target tertentu dalam memilih sampel secara acak. Tujuan peneliti memilih sampel daerah Provinsi Banten adalah meneliti apakah yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di Provinsi Banten (Indriantoro, 2009:131). Penelitian ini menggunakan data populasi di Provinsi Banten yang terdiri dari delapan Kabupaten/Kota antara lain: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan.
42
C. Metode Pengumpulan Data Data yang diperoleh untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder atau pihak ketiga, sehingga tidak diperlukan teknik kuesioner. Periode data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder pada tahun 2008-2013 yang didapat dari Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Sebagai pendukung digunakan buku referensi, jurnal, surat kabar serta hasil dari website internet yang terkait dengan masalah tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten. Menurut Insukrindo (1996) pada skripsi Rully (2015) mengingat ketersediaan data dan kebutuhan jumlah data untuk permodelan yang diperoleh terbatas, maka data tahunan diinterpolasi menjadi data semesteran dengan menggunakan metode interpolasi.
D. Metode Analisis Data Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan maka metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif, yaitu di mana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka, dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian ini. Dimana metode analisis dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik analisis yaitu:
43
1. Metode Data Panel Metode analisis yang penulis gunakan secara umum menganalisis tentang Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Tingkat Pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah metode kuantitatif. Data ini berbentuk data time series dari tahun 2008 sampai 2013 dan cross section yang terdiri dari 4 kabupaten dan 4 kota sehingga data yang digunakan adalah pooled data (data panel). Gabungan antara data seksi silang (cross section) dan data runtun waktu (time series) disebut data panel atau data pool. Data panel diperkenalkan pertama kali oleh Howless pada tahun 1950, merupakan data seksi silang (terdiri atas beberapa variabel) dan sekaligus terdiri atas beberapa waktu (Winarno , 2007 : 9.1). Menurut Gujarati dalam Ajija, dkk (2011 : 52) keuntungan data panel antara lain: a. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, Negara, daerah dan lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah homogen, sehingga penaksiran dan dapat dipertimbangkan dalam perhitungan. b. Kombinasi data time series dan cross section akan memberi informasi yang lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien.
44
c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibanding dengan studi berulang dan cross section. d. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section. e. Data panel membantu studi untuk menganalisisi perilaku yang lebih kompleks, misalnya skala ekonomi dan perubahan teknologi. f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data yang lebih banyak. 2. Permodelan Data Panel Menurut Nachrowi dan Usman (2006: 311) secara umum terdapat 3 model panel yang sering digunakan: a. Pooled Least Square Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang ditetapkan dalam data berbentuk pool, sering disebut pula dengan Pooled Least Square. Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada menunjukkan kondisi sesungguhnya dimana nilai intercept dari masing – masing variabel adalah sama dan slope koefisien dari variabel – variabel yang digunakan adalah identik untuk semua unit cross section. Kelemahan metode ini yaitu adanya ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Dimana kondisi tiap objek saling
45
berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda pada kondisi objek tersebut pada waktu yang lain (Winarno, 2007: 9.14).
b. Fixed-Effect Model Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar objek meskipun dengan koefisien regresi yang sama. Model ini dikenal dengan model Fixed Effect (efek tetap).Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu.Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time invariant). Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat membedakan efek waktu dan tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen error tidak berkorelasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi.Dan kelemahan model efek tetap ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan objek tersebut pada waktu yang lain.
c. Random Effect Model Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam efek tetap (fixed effect) tak dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya
46
derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi effisiensi dari parameter yang diestimasi. Model panel data yang di dalamnya melibatkan korelasi antara error term karena berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen error (error component model) atau dissebut juga model efek acak (random effect). Efek random (random effect) digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap (fixed effect) yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian.Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antarwaktu dan antarobjek. Namun untuk menganalisis dengan metode efek random ini ada satu syarat, yaitu objek data silang harus lebih besar daripada banyaknya koefisien (Winarno, 2007 : 9.17).
3. Pemilihan Model Data Panel Dalam pemilihan model data panel kita perlu melakukan dua tahap, yaitu dengan membandingkan PLS dengan FEM dan dengan pengujian Hausman test untuk menentukan metode mana yang akan dipakai FEM atau REM. a. PLS vs FEM (Uji Chow Test) Uji Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Pooled Least Square (PLS) atau model Fixed Effect (FEM) yang paling tepat
47
digunakan dalam mengestimasi data panel. Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square (PLS) atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap Fixed Effect Model, Pooled Least Square adalah restrical model dimana ia menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu. Padahal asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak ralistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan restricted F-Test, dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model PLS (Restricted) H1 : Model FEM (Undrestricted) CHOW = (RRSS - URSS)/ (N – 1) URSS/ (NT-N-K) Dimana: RRSS = Restriced Residual Sum Square (merupakan Sum Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least square/common intercept) URSS = Unrestriced Residual Sum Square (merupakan Sum Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect) N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas (independen)
48
Pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu jika nilai Ftest atau Chow Statistik (F-statistik) hasil pengujian lebih besar dari Ftabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang akan digunakan adalah Fixed Effect Model. Dasar
penolakan
terhadap
hipotesis
adalah
dengan
membandingkan F-Statistik dengan F-Tabel. Perbandingan dipakai apabila hasil F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak yang berarti model yang paling tepat digunakan adalah Fixed Effect Model. Begitupun sebaliknya, jika F-hitung lebih kecil dari F tabel maka H0 diterima dan model yang digunkana adalah Common Effect Model.
b. FEM vs REM (Uji Hausman) Setelah selesai melakukan uji Chow dan didapatkan model yang tepat, maka selanjutnya menguji model manakan antara model Fixed Effect atau model Random Effect yang paling tepat, pengujian ini disebut sebagai uji Hautsman. Ada beberapa pertimbangan teknis empiris yang dapat digunakan sebagai panduan untuk memilih antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model yaitu: 1) Bila T (jumlah unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil, maka hasil FEM dan REM tidak jauh berbeda. Dalam hal ini pilihan umunya akan didasarkan pada kenyamanan perhitungan, yaitu FEM.
49
2) Bila N besar atau T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan dapat berbeda signifikan. Jadi, apabila kita pilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka REM harus digunakan, begitu juga sebaliknya. 3) Apabila cross section error component (€i) berkorelasi dengan variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan REM akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan FEM tidak habis. 4) Apabila N dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari REM dapat terpenuhi, maka REM lebih efisien dibandingkan tidak bias. Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan dengan Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-square statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 :Random Effect Model H1 :Fixed Effect Model Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Hausman test dibandingkan dengan Chi-squarestatistik dengan df = k, di mana k adalah jumlah koefisien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari
50
Hausman test signifikan, maka H0 di tolak, yang berarti metode analisis FEM digunakan.
4. Model Empiris Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: TPit = β0 + β1 PDRB it + β2 UMKit + β3 IPMit + ɛtit Dimana: TPTit
: Tingkat Pengangguran di daerah i pada periode t
PDRBit
: Produk Domestik Regional Bruto di daerah i pada periode t
UMKit
: Upah Minimum Kabupaten/Kota di daerah i pada periode t
IPMit
: Indeks Pembangunan Manusia di daerah i pada periode t
Β0..,βn
: koefisien regresi (konstan)
ɛtit
: error term Setelah model penelitian diestimasi maka akan diperoleh nilai dan
besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan dan besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan diatas. Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
51
5. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk melihat apakah data terbebas dari masalah normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas,dan autokorelasi. Uji asumsi klasik ini penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model tidak mengandung masalah. Asumsi-asumsi tersebut antara lain: a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel-variabelnya terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas diantaranya dilakukan dengan dua cara, yaitu histogram dan uji Jarque-Bera (J-B). Untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak adalah dengan meilhat koefisien J-B dan probabilitasnya. Bila nilai J-B tidak signifikan (lebih kecil dari 2) maka data terdistribusi normal (Winarno, 2011 : 5.37-5.39).
b. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel
independen.
Karena
melibatkan
beberapa
variabel
independen, maka multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen)(Winarno, 2011 : 5.1-5.2).
52
Kondisi terjadinya multikolinieritas ditunjukan dengan berbagai informasi antara lain: 1) Nilai R2 tinggi, tetapivariabel independen banyak yang tidak signifikan. 2) Dengan
menghitung
koefisien
korelasi
antarvariabel
independen. Apabila koefisiennya rendah, maka tidak terdapat multikolineritas. 3) Dengan melakukanregresi auxiliary. Regresi yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua (atau lebih) variabel independen yang secara bersama-sama mempengaruhi satu variabel independen lainnya. Ada beberapa alternatif dalam mengahadapi masalah multikolinieritas alternatif tersebut adalah: 1) Biarkan saja model kita mengandung multikolinieritas, karena estimatornya masih dapat bersifat BLUE. Sifat BLUE tidak terpengaruh
oleh
ada
tidaknya
korelasi
antarvariabel
independen. Namun harus diketahui bahwa multikolinieritas akan menyebabkan standart error yang besar. 2) Menambahkan data penelitian jika memungkinkan, karena masalah multikolinieritas biasanya muncul karena jumlah observasinya sedikit. 3) Menghilangkan satu variabel independen, terutama yang memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain.
53
4) Transformasi salah satu (atau beberapa) variabel, termasuk misalnya dengan melakukan referensi (Winarno, 2011: 5.75.8).
c. Uji Heterokedastisitas Asumsi dalam model regresi adalah: (1) residual memiliki nilai rata-rata nol, (2) residual memiliki varian yang konstan, dan (3) residual suatu observasi tidak saling berhubungan dengan residual observasi lainnya, sehingga menghasilkan estimator BLUE. Apabila asumsi (1) tidak terpenuhi, yang terpengaruh hanyalah slope estimatimator dan ini tidak membawa konsekuensi serius dalam analisis ekonometris.Sedangkan Asumsi (2) dan (3) dilanggar. Maka akan membawa dampak serius bagi prediksi dengan model yang dibangun. Dalam kenyataannya, nilai residual sulit memiliki varian yang konstan. Hal ini sering terjadi pada data bersifat cross section dibanding time series (Winarno, 2011 : 5.8). Ada
beberapa
metode
yang
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi ada tidaknya masalah heterokedastisitas. Beberapa metode tersebut: 1) Metode grafik; 2) Uji Park; 3) Uji Glejser; 4) Uji Korelasi Spearman;
54
5) Uji Goldfeld-Quandt; 6) Uji Bruesh-Pagan-Godfrey; 7) Uji White. Untuk
menghilangkan
heterokedastisitas,
ada
beberapa
alternatif yang dilakukan. Lamgkah-langkah tersebut antara lain: 1) Metode WLS (Weighted Least Square). Metode ini dapat digunakan apabila σ2i diketahui. 2) Metode White. Metode ini digunakan apabila besarnya σ2i tidak diketahui. 3) Metode Transformasi (Winarno, 2011 : 5.24).
d. Uji Autokorelasi Menurut Wing Wahyu Winarno (2011 : 5.26) autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi pada data masa-masa sebelumnya.Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijUMKai pada data yang bersifat antarobjek (cross section). Gujarati dalam Winarno (2011 : 5.26) autokorelasi terjadi karena beberapa sebab, di antaranya:
55
1) Data mengandung pergerakan naik turun secara musiman, misalnya kondisi perekonomian suatu Negara yang kadang menaik dan kadang menurun. 2) Kekeliruan memanipulasi data, misalnya data tahunan dijadikan data kuartalan dengan membagi empat. 3) Data runtun waktu, yang meskipun bila dianalisis dengan model Yt = a + bxt + et karena datanya juga Yt-1 = a bxt + et-1. Dengan demikian akan terjadi hubungan antara data sekarang dan data periode sebelumnya. 4) Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner. Dalam pengujian Autokorelasi dengan menggunakan Uji Serial LM (Lagrange Multiplier), dimana jika hasil probabilitas <0,05 maka terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika dalam hasil uji probabilitas >0,05 maka tidak terdapat autokorelasi.
6. Uji Hipotesis Uji Hipotesis ini digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata). Signifikan yang di maksud adalah suatu nilai keofisien slope sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Ada dua jenis uji hipotesis terhadap koefisien regres yang dapat dilakukan antara lain:
56
a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) Uji t dilakukan untuk seberapa besar pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel.Menurut Gujarati (2007) nilai t hitung diperoleh dengan rumus sebagai berikut: t-hitung = koef.regresi.bi std.deviasi.bi Dimana: 1) Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel, maka H0 ditolak dan menerima Ha atau dengan kata lain ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. 2) Jika t-hitung lebih kecil dari t-tabel, maka H0 diterima dan menolak Ha atau tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun cara lain yang dapat digunakan adalah setelah melakukan regresi kemudian membandingkan probabilitas (t-hitung) masing-masing variabel bebas dengan α = 5%. Jika probabilitas t-hitung lebih kecil dari α = 5%, maka H0 ditolak. Begitu juga sebaliknya jika probabilitas t-hitung lebih besar dari α = 5% maka H0 diterima.
b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara simultan atau bersama-sama dari variabel bebas terhadap variabel
57
dependennya. Menurut Gujarati (2003) untuk menghitung nilai F hitung digunakan rumus sebagai berikut:
F = R2/k-1 (1-R2)/n-k Dimana: R2
: Koefisien determinasi majemuk
k-1
: Derajat bebas pembilang
n-k
: Derajat bebas penyebut
k
: Banyak parameter total yang diperkirakan
n
: Jumlah sempel.
Jika F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima atau ada pengaruh signifikan dari variabel bebas (X) secara serentak terhadap variabel terikat (Y). Begitu pulas sebaliknya, jika Fhitung lebih kecil dari F-tabel, maka H0 diterima dan menolak Ha yang adtinya tidak ada pengaruh signifikan dari variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikat. Adapun cara lain yang dapat digunakan adalah setelah melakukan regresi kemudian akan diperoleh nilai probabilitas F-hitung, yang selanjutnya nilai probabilitas F-statistik ini dibandingkan dengan α = 5%. Jika probabilitas F-statistik lebih kecil dari α, maka H0 ditolak.Begitu pula sebaliknya, jika probabilitas F-statistik lebih besar dari nilai α, maka H0 diterima.
58
c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi berganda (R2) berguna untuk mengukur besarnya variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependennya. R2 memiliki nilai antara 0 dan 1 (0 < R2< 1), dimana bila semakin tinggi nilai R2, suatu regresi tersebut maka akan semakin baik. Hal ini berarti bahwa keseluruhan variabel bebas secara bersama-sama mampu meneangkan variabel dependennya. Beberapa kegunaan koefisien determinasi adalah sebagai berikut: a. untuk menukur ketepatan suatu garis regresi yang ditetapkan terhaadap suatu kelompok data hasil observasi. b. untuk mengukur proporsi varian Y yang diterangkan oleh pengaruh linier dari variabel bebas.
E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen Variabel dependen atau variabel tidak bebas (terkait) adalah variabel yang nilainya akan diperkirakan atau diramalkan (J.Supranto, 2003:156). Variabel dependen dapat di tulis dalam Y. Variabel dependen ialah variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh PDRB, upah minimum Kabupaten/Kota, dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran, maka
59
penelitian
ini
menspesifikasikan
variabel
dependen
dan
definisi
operasional sebagai “Y” adalah Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten menurut Kabupaten/Kota tahun 2008-2013.
2. Variabel Independen Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang dipergunakan untuk memperkirakan (J.Supranto, 2003:156). Variabel dapat di tulis dalam “X”. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh PDRB, upah minimum Kabupaten/Kota, dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran maka penelitian ini menspesifikasikan variabel independen dan definisi operasional sebagai berikut:
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Variabel
Definisi
Tingkat
Pengangguran
Pengangguran
adalah
tenaga
Terbuka kerja
Satuan
(Open yang
Unemployment) Presentase betul-betul
tidak (%)
mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi ada
yang karena
belum
mendapat
pekerjaan
padahal telah berusaha secara maksimal dan ada juga yang karena malas mencari pekerjaan atau malas bekerja.
60
Produk
Jumlah nilai
tambah
yang
dihasilkan
untuk Milyar
Domestik
seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau Rupiah
Regional Bruto merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa (PDRB)
akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Upah Minimum Upah minimum
provinsi
adalah upah
bulanan Juta Rupiah
Kabupaten/Kota terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan (UMK)
tetap yang ditetapkan oleh gubernur.
Indeks
Merupakan indikator yang menjelaskan bagaimana Indeks
Pembangunan
penduduk suatu wilayah mempunyai kesempatan
Manusia
untuk mengakses hasil dari suatu pembangunan sebagai bagian dari haknya dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
61
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Provinsi Banten Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan
terbentuk
awalnya,
melalui
Provinsi
Undang-undang No.23 Tahun 2000. Pada
Banten terdiri
dari
empat
kabupaten
yaitu
Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam perkembangannya terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sehingga, Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota. Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas sebesar 9.662,92 km2 atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah Negara Kesatuan
Republik
Indonesia. Wilayahnya,
berbatasan
langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan, dan Selat Sunda di sebelah barat. Dengan demikian, Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu
sebagai
jalur penghubung
62
darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sebagian wilayah-nya pun
yaitu Kabupaten
Tangerang,
Kota Tangerang,
dan
Kota
Tangerang Selatan menjadi hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta.
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisa Deskriptif Penelitian ini menganlisis pengaruh PDRB, upah minimum kabupaten/kota dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran. Data yang digunakan rentang waktu analisis mulai tahun 2008-2013. Alat pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (software) computer eviews 6.0 dengan metode analisis Fixed Effect Model (FEM). Maka oleh karena itu, perlu dilihat perkembangan secara umum dari PDRB, upah minimum kabupaten/kota dan indeks pembangunan manusia serta tingkat pengangguran di Provinsi Banten. a. Analisa Deskriptif Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten Tingkat pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang masih dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah pengangguran ini juga terjadi di semua Provinsi di Indonesia termasuk Provinsi Banten. Tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan yang tertinggi diantara Provinsi lain di Pulau Jawa.
63
Gambar 4.1 Prosentase Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten tahun 2008 2013
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran di Provinsi Banten mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Akan tetapi, meskipun mengalami penurunan yang cukup signifikan, tingkat pengangguran di Provinsi Banten merupakan yang tertinggi diantara Provinsi lain di Pulau Jawa. Menurut berita yang di dapat
melalui
situs
www.radarbanten.com,
tingginya
tingkat
pengangguran di Provinsi Banten disebabkan oleh sektor industri pengolahan
yang
relatif
lebih
dominan
di
Provinsi
Banten
dibandingkan dominasi sektor yang sama di Provinsi lain. Dengan demikian untuk lebih mengurangi angka pengangguran, kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Provinsi Banten selain mendorong tumbuhnya sektor pertanian, juga harus membuat regulasi yang lebih ramah terhadap industriawan yang ada di Provinsi Banten.
64
Menurut Kabid Statistik Sosial BPS Provinsi Banten, Bambang Suarso, “angka pengangguran di Provinsi Banten mencapai 14,31 persen dan merupakan angka pengangguran tertinggi di Indonesia pada tahun 2010, jumlah itu merupakan penurunan dari angka pengangguran tahun 2009”, kata bambang. Menurut Bambang tingginya angka pengangguran di Banten disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor pertumbuhan penduduk dan faktor ketersediaan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan sektor industri, sebagai sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
b. Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Banten Menurut Arsyad (2000) pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung ataupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja. Tolak ukur dari keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah diantaranya adalah PDRB daerah tersebut dan pertumbuhan penduduk yang nantinya ditunjukan pada tingkat penyerapan tenaga kerja. PDRB menurut harga konstan adalah merupakan ukuran kemakmuran
65
ekonomi yang lebih baik, sebab perhitungan output barang dan jasa perekonomian yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perubahan harga (Nainggolan, 2009). Gambar 4.2 PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 di Provinsi Banten tahun 2008 - 2013
Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan PDRB di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Kenaikan PDRB tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang produktif di Pulau Jawa. PDRB merupakan salah satu indikator indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode (Hadi Sasana, 2006). Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut.
66
c. Analisa Deskriptif Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Provinsi Banten Menurut teori upah efisiensi, perusahaan bersedia membayar lebih tinggi daripada gaji ekuilibrium agar mendorong para pekerja untuk menghindari kelalaian atau mengulur-ngulur waktu kerja. (Schaum’s, 2006:264). Gambar 4.3 Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Provinsi Banten tahun 2008 - 2013
Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan jumlah UMK disetiap kabupaten/kota di Provinsi Banten. Kenaikan tersebut terjadi dari tahun 2008 hingga tahun 2013. Di dalam sistem Ricardo, tingkat upah meningkat bila harga barang yang dibutuhkan buruh meningkat. Barang yang diproduksi buruh sebagian besar adalah hasil pertanian. Karena itu untuk menghasilkan satu unit produk dibutuhkan
67
buruh lebih banyak. Sehingga apabila permintaan terhadap buruh mulai meningkat maka akan menaikkan upah (Jhingan, 2012: 90).
d. Analisa Deskriptif Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Banten Menurut UNDP indeks pembangunan manusia memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia diantaranya: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi), dan memiliki standar hidup yang layak ( diukur dari paritas daya beli/PPP, penghasilan) (UNDP, 2004). Gambar 4.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Banten tahun 2008 - 2013
68
Dari gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan indeks pembangunan manusia di Provinsi Banten dari tahun 2008 sampai dengan 2013. Pun begitu, nilai indeks pembangunan manusia di Provinsi Banten adalah merupakan nilai IPM terendah diantara provinsi lain di Pulau Jawa. Todaro (2000) mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah
negara
mengembangkan
dalam
menyerap teknologi
kapasitasnya
agar
tercipta
modern
dan
pertumbuhan
untuk serta
pembangunan yang berkelanjutan.
2. Memilih Model Data Panel a. Uji Chow Uji Chow yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah model Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) yang akan dipilih untuk estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan uji restricted F-Test atau uji Chow-Test. dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: Hο : Model PLS (Restriced) H1 : Model FEM (Unretriced)
69
Dari hasil regresi berdasarkan metode Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM) diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut: Tabel 4.1 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Pool: BANTEN Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
Cross-section F
11.485096
(7,77)
Cross-section Chi-square
62.916252
7
0.0000 0.0000
Sumber : Lampiran 3 (diolah)
Dari tabel 4.4 diatas diperoleh nilai F-statistik sebesar 11.485096 dengan nilai F-tabel pada df (7,37) α = 5% adalah 2,70 sehingga nilai F-statistik > nilai F-tabel, maka H0 ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
b. Uji Hausman Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah Fixed Effect Model atau Random Effect Model yang akan dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model REM H1 : Model FEM Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut:
70
Tabel 4.2 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: BANTEN Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Chi-Sq.
Statistic
d.f.
Cross-section random Sumber
20.031725
Prob. 3 0.0002
: Lampiran 4 (diolah)
Dari tabel 4.5 diatas diperoleh nilai Chi-Square statistik sebesar 20.031725 dengan nilai Chi-square tabel pada df (3) α = 5% adalah
7.81473 sehingga nilai Chi-Square statistik > nilai Chi-Square tabel, maka H0 ditolak sehingga model data panel yang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
3. Hasil Estimasi Model Data Panel a. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) Setelah dilakukan pengolahan data dengan metode Pooled Least Square (PLS), selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Dari pengolahan E-views 6 didapatkan hasil sebagai berikut:
71
Tabel 4.3 Regresi Fixed Effect Model (FEM)
R-squared
0.652831
Adjusted R-squared
0.607744
Sumber : Lampiran 5 (diolah)
4. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Untuk menguji adakah variabel pengganggu atau residual terdistribusi normal dalam model regresi data panel dilakukan dengan uji normalitas. Menurut Ajija (2011:42), uji normalitas hanya digunakan jika jumlah observasi adalah kurang dari 30, untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal. Bila nilai J-B (Jarque-Bera) lebih kecil dari 2 data terdistribusi normal, jika dilihat dari probabilitasnya lebih dari 5% maka data terdistribusi normal (Winarno, 2011 : 5.37-5.39).
72
Gambar 4.5 Uji Normalitas 12
Series: Standardized Residuals Sample 2008S2 2013S2 Observations 88
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.34e-16 -0.041454 2.700477 -2.031005 0.991493 0.540592 3.225801
Jarque-Bera Probability
4.473127 0.106825
0 -2
-1
0
1
2
Sumber: Lampiran 6 (diolah)
Gambar 4.5 menunjukkan nilai probabilitas yang lebih besar dari α = 5% maka dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas Menurut Ajija dkk (2011:35), multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi masing-masing variabel bebas. Jika koefisien korelasi masingmasing
variabel
bebas
lebih
besar
dari
0,8
maka
terjadi
multikolinearitas.
73
Tabel 4.4 Correlation Matrix PDRB
UMK
IPM
PDRB
1.000000
0.356306
0.584250
UMK
0.356306
1.000000
0.467289
IPM
0.584250
0.467289
1.000000
Sumber: Lampiran 7 (diolah)
Dilihat dari tabel 4.6, dimana nilai correlation matrix tidak lebih dari 0,8 yang berarti tidak terdapat gejala multikolinearitas. Dengan terpenuhinya uji mutikolinearitas maka model regresi tidak ditemukan adanya korelasi linier yang sempurna antar variabel-variabel bebas (Ajija dkk, 2011:36).
c. Uji Heteroskedastisitas Menurut Geri (2014) heterokedastisitas dapat dideteksi dengan pendekatan atau metode General Least Square (Cross section Weighted). Dapat dilihat dengan membandingkan Sum Square Resid Weighted Statistic dengan Sum Square Resid Unweighted , yaitu Sum Square Resid Weighted Statistic lebih kecil dibandingkan Sum Square Resid Unweighted. Tabel 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sum squared resid (Weighted)
87.83190
Sum squared resid (Unweighted)
85.52613
Sumber : Lampiran 8 (diolah)
74
Pada tabel 4.7 diperoleh hasil regresi Sum squared resid pada Weighted sebesar 87.83190, sedangkan Sum squared resid pada Unweighted sebesar 85.52613. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai Sum squared resid pada Weighted lebih besar dibandingkan dengan nilai Sum squared resid pada Unweighted. Oleh karena itu data regresi penelitian ini terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya (Wing Wahyu, 2007:5.24). Dalam mengidentifikasi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan Uji Durbin-Watson. Uji D-W adalah salah satu uji yang banyak dipakai untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi. Tabel 4.6 Durbin-Watson Tolak H0 berarti
Tidak dapat
Tidak menolak H0 berarti
Tidak
Tolak H0 berarti
ada autokorelasi
diputuskan
tidak ada autokorelasi
dapat
ada autokorelasi
diputuskan
negative
positif
0
dL 1,60
du 1,73
2
4-du 2.27
4-dL 2,40
4
0,67 Sumber : Lampiran 9 (diolah)
75
Masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson statistic yaitu sebesar 0.677797 dimana nilai DW (0.677797) < d L= 1.6039 dan nilai dU = 1.7326. Hal tersebut menjelaskan bahwa nilai dL dan dU > DW, yang artinya terdapat autokorelasi pada data regresi. Untuk mengatasi terjadinya autokorelasi perlu diadakan cross-section SUR pada Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut: H0 :
Tidak terdapat autokorelasi
H1 :
Terdapat autokorelasi Pada hasil regresi cross-section SUR didapatkan nilai DW
sebesar 1.805209, sedangkan nilai dL= 1.6039 dan nilai dU = 1.7326. hasil tersebut menjelaskan bahwa nilai DW lebih besar dari dU maka hipotesis nol diterima yang artinya tidak terdapat autokorelasi.
5. Pengujian Hipotesis Uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk diterima atau ditolaknya secara statistik hasil hipotesis nol (H0) dari sample keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada. Dari hasil pengolahan data didapatkan model terbaik adalah dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM) dengan hasil sebagai berikut:
76
Tabel 4.7 Hasil Estimasi Variable
Coefficient
D(PDRB?)
5.60E-07
UMK?
-3.05E-06
IPM?
-1.690547
C 69.01106 Fixed Effects (Cross) KABPANDEGLANG— -3.952284 C KABLEBAK—C -4.485714 KABTANGERANG--C 0.701289 KABSERANG—C -1.495007 KOTTANGERANG--C 2.747827 KOTCILEGON—C 3.795026 KOTSERANG—C 0.295365 KOTTANGSEL—C 2.393498 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Std. tError Statistic 5.67E-07 0.987981 9.74E-07 3.129772 0.472262 3.579679 16.54720 4.170557
Mean dependent var 0.607744 S.D. dependent var Akaike info 1.053911 criterion 85.52610 Schwarz criterion Hannan-Quinn -123.6119 criter. 14.47941 Durbin-Watson stat Mean dependent 0.000000 var 0.652831
Prob. 0.3263 0.0025 0.0006 0.0001
6.350064 1.682749 3.059362 3.369029 3.184119 0.677797 6.350064
Sumber : Lampiran 6 (diolah)
Dari tabel 4.10 diatas yang dimana menggunakan pendekatan Fixed Effect Model (FEM) didapatkan hasil persamaan sebagai berikut: TP = 69.0116 + 5.6047E-07*PDRB – 3.0474E-06*UMK – 1.690647*IPM + e
77
Dimana: Y
: TP (Tingkat Pengangguran)
X1
: PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
X2
: UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)
X3
: IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
e
: error term Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: a) Jika variabel-varibel independen dianggap konstan atau bernilai nol, maka besarnya tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara keseluruhan adalah sebesar 69,01%. b) Nilai koefisien regresi variabel PDRB sebesar 5,6047 yang berarti setiap terjadi peningkatan PDRB sebesar 1% maka akan meningkatkan tingkat pengangguran sebesar 5,6%. c) Nilai koefisien regresi variabel upah minimum kabupaten/kota sebesar 3,0474 yang berarti setiap terjadi peningkatan upah minimum kabupaten/kota
sebesar
1%
maka
akan
menurunkan
tingkat
pengangguran sebesar 3,04%. d) Nilai koefisien regresi varibel indeks pembangunan manusia sebesar 1,6906 atau dibulatkan menjadi 1,7 yang berarti setiap terjadi peningkatan indeks pembangunan manusia sebesar 1% maka akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 1,7%.
78
a. Uji Koefisien Determinan (Adjusted R2) Hasil koefisien determinan pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model (variabel independen) dalam menjelaskan variabel dependen secara statistik. Dari regresi pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten periode 2008-2013, koefisien determinannya sebesar 0.607744. Hal ini berarti bahwa 60,77 persen Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten dapat dijelaskan oleh variabel Produk
Domestik
Regional
Bruto
(PDRB),
Upah
Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan sisanya yaitu 39,23 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model atau faktor-faktor lain diluar penelitian ini.
b. Uji Signifikansi Individual (Uji t) Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakan koefisen regresi signifikan atau tidak (Nachrowi,2002:24). Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas (PDRB, UMK dan IPM) berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikat (Tingkat Pengangguran). Pengujian ini dilihat dari masing-masing tstatistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis.
79
Tabel 4.8 Nilai t-statistik Std. Variable
Coefficient
Error
t-Statistic
Prob.
Signifikansi Tidak
PDRB
5.60E-07
5.67E-07
0.987981
0.3263
UMK
-3.05E-06
9.74E-07
-3.129772
0.0025
Signifikan
IPM
-1.690547
0.472262
-3.579679
0.0006
Signifikan
Sumber
Signifikan
: Lampiran 6 (diolah)
Tabel 4.10 merupakan hasil dari pengujian variabel independen yaitu produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota dan indeks pembangunan manusia terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten secara parsial. Penelitian ini menggunakan α = 5% atau α = 0,05. Adapun hipotesisnya sebagai berikut: 1) Ho
: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk Domestik Regional Bruto terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013.
H1
:Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Produk Domestik Regional Bruto, terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2008-2013.
2) Ho
: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah
Minimum
Kabupaten/Kota
terhadap
tingkat
pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013. H1
:Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2008-2013.
80
3) Ho
: Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Indeks
Pembangunan
Manusia
terhadap
tingkat
pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2008-2013. H1
: Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara Indeks Pembangunan Manusia terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2008-2013. Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.10
maka pembuktian dari hipotesisi yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut: 1) Nilai probabilitas t-statistik variabel PDRB sebesar 0.3263 lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima dan H1 ditolak. 2) Nilai probabilitas t-statistik variabel UMK sebesar 0.0025 lebih kecil dari 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima. 3) Nilai probabilitas t-statistik variabel IPM sebesar 0.0006 lebih kecil dari 0,05 yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
c. Uji Signifikansi Serentak (Uji F) Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen didalam model dapat dilakukan dengan uji F. Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke
81
dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari hasil regresi pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran periode tahun 2008-2013 F-statistik 14.47941 dan nilai probabilitasnya 0,0000, dengan menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5%) dengan degree of freedom for numerator (dfn) = 3 (k-1 = 4-1) dan degree of freedom for denominator (dfd) = 92 (n-k = 96-4), maka diperoleh F-tabel sebesar 2.70. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen (PDRB, UMK dan IPM) berpengaruh signifikan secara
bersama-sama
terhadap
variabel
dependen
(Tingkat
Pengangguran).
82
6. Intepretasi Hasil Analisis Tabel 4.9 Intepretasi Koefisien Fixed Effect Model (FEM) Variable
Coefficient
D(PDRB?)
5.60E-07
UMK?
-3.05E-06
IPM?
-1.690547
C
69.01106
Fixed Effects (Cross) KABPANDEGLANG— -3.952284 C KABLEBAK--C
-4.485714
KABTANGERANG--C
0.701289
KABSERANG--C
-1.495007
KOTTANGERANG--C
2.747827
KOTCILEGON--C
3.795026
KOTSERANG--C
0.295365
KOTTANGSEL--C
2.393498
Sumber : Lampiran 6 (diolah)
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa masing-masing Kabupaten/Kota memiliki tingkat koefisien Fixed Effect Model (FEM) yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Keadaan tersebut menjelaskan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki tingkat pengaruh yang berbeda terhadap Tingkat Pengangguran di tiap-tiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Banten. Berikut adalah analisis tiap Kabupaten/Kota
83
a. Analisis tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013. 1) Kabupaten Pandeglang Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Pandeglang adalah -3.952284 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Pandeglang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 65.058776 %.
2) Kabupaten Lebak Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Lebak adalah 4.485714 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Lebak akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 64.525346 %.
84
3) Kabupaten Tangerang Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Tangerang adalah 0.701289 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Tangerang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 69.712349 %.
4) Kabupaten Serang Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Serang adalah -1.495007 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Serang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 67.516053 %.
5) Kota Tangerang Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Tangerang adalah 2.747827 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik
85
regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Tangerang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 71.758887 %. 6) Kota Cilegon Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Cilegon adalah 3.795026 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Cilegon akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 72.806086 %.
7) Kota Serang Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Serang adalah 0.295365 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Serang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 69.306425 %.
86
8) Kota Tangerang Selatan Nilai koefisien Fixed Effect pada Kota Tangerang Selatan adalah 2.393498 sedangkan nilai C adalah 69.01106, ini mengartikan bahwa apabila terdapat perubahan pada produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, dan indeks pembangunan manusia baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Tangerang Selatan akan mendapatkan pengaruh individu terhadap tingkat pengangguran sebesar : 71.404558 %.
b. Analisis ekonomi untuk melihat kesesuaian hasil analisis dengan penelitian sebelumnya 1) Laju Pertumbuhan Ekonomi (Diferensiasi PDRB) Dari hasil analisis variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) telah di diferensiasi sehingga berubah menjadi Laju Pertumbuhan Ekonomi. Laju Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh tidak signifikan terhadap Tingkat Pengangguran (TP) dengan nilai signifikansi 0.3263. Hal ini menunjukkan bahwa Laju Pertumbuhan Ekonomi tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan Tingkat Pengangguran. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ni Nyoman dan Ni Luh (2014) bahwa laju pertumbuhan
ekonomi
berpangaruh
tidak
signifikan
diakibatkan karena tidak semua tenaga kerja mampu masuk ke
87
dalam kesempatan kerja yang ada, sehingga meskipun laju pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka tidak berpengarh pada tingkat pengangguran.
2) Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Dari
hasil
analisis
variabel
Upah
Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengangguran dengan nilai signifikansi 0.0025. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi semakin menurunnya Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten. Namun pengaruh antara UMK dengan Tingkat Pengangguran berbanding terbalik dikarenakan koefisien variabel UMK bersifat negatif. Hasil ini sesuai dengan teori Upah Efisiensi yang dijabarkan oleh Mankiw yang menyatakan bahwa kualitas ratarata tenaga kerja perusahaan bergantung pada upah yang dibayar kepada karyawannya. Jika upah dari perusahaan rendah atau perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja tersebut bisa mengambil pekerjaan di tempat lain (Anggrainy,2006:3). Namun demikian, pekerja yang memilih untuk mengambil pekerjaan di tempat lain tidak akan langsung pindah begitu saja namun harus bersaing dengan para pelamar kerja lain. Sehingga
88
pada jangka waktu
pekerja tersebut
menunggu untuk
mendapatkan pekerjaan di tempat yang baru itu akan menambah tingkat pengangguran. Hal ini juga sesuai dengan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada tahun 2012, Sektor Industri dan Perdagangan masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan upah minimum di Provinsi Banten, tingkat pengangguran akan berkurang
karena
terserap
pada
sektor
Industri
dan
Perdagangan yang sampai saat ini masih berkembang dan terus menyumbang penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten. Diberlakukannya Keputusan Menteri Tenaga Republik Indonesia No. PER-01/MEN/1999 Tahun 1999 tentang Upah Minimum sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-226/MEN/2000 Tahun 2000 merupakan salah satu usaha
pemerintah
untuk
melindungi
pekerja agar
mendapatkan upah yang wajar dan hidup layak, serta menjadi
acuan bagi pegusaha dalam memenuhi kewajiban
mereka membayar upah bagi buruh atau pekerja. Dengan demikian, dengan adanya penetapan upah minimum tersebut, para pekerja menjadi lebih terlindungi dan setidaknya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari para pekerja.
89
3) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dari hasil analisis variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengangguran dengan nilai signifikansi 0.0006. Hal ini sesuai dengan Abbas (2010) bahwa kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja yang diberikan oleh pendidikan pada dasarnya terkait dengan lima hal, yaitu: (1) motive atau penggerak; (2) traits atau kecepatan bereaksi; (3) self concept atau gambaran diri pribadi; (4) knowledge atau informasi yang diperoleh seseorang pada bidang tertentu; dan (5) skill atau kemampuan melaksanakan tugas
secara
fisik
atau
secara
mental.
Abbas
juga
menambahkan bahwa tenaga kerja yang berkualitas dan lebih mempunyai kemampuan akan lebih dihargai jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang kurang mampu.(Abbas, 2012:30). Dengan demikian tingginya IPM tenaga kerja memengaruhi tenaga kerja tersebut dalam memperoleh pekerjaan. Apabila nilai IPM tenaga kerja tersebut tinggi maka tenaga kerja tersebut mudah untuk memperoleh pekerjaan. Namun apabila nilai IPM tenaga kerja tersebut rendah maka pekerjaan akan sulit didapat sehingga akan berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tenaga kerja. Apabila tenaga kerja
90
berpendidikan rendah maka akan sulit baginya untuk menemukan pekerjaan. Dengan demikian tingkat pendidikan yang merupakan salah satu indikator dari IPM berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Karena jika tenaga kerja berpendidikan berpendidikan rendah akan sulit menemukan pekerjaan sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran.
91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, maka dapet diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki pengaruh yang tidak signifikan dan positif terhadap Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa berapapun nilai PDRB meningkat, maka tidak akan berpengaruh pada Tingkat Pengangguran (TP). 2. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maka semakin kecil Tingkat Pengangguran (TP). 3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran (TP) di Provinsi Banten periode tahun 2008-2013. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka semakin berkurang Tingkat Pengangguran (TP). 4. Dari hasil regresi secara bersama-sama dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM) pengaruh Produk Domestik Regional Bruto
92
(PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran periode tahun 2008-2013. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen (PDRB, UMK dan IPM) berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap variabel dependen (TP).
B. Implikasi Dari kesimpulan diatas, penulis mencoba mengungkapkan beberapa implikasi diantaranya sebagai berikut: 1.
Meskipun nilai PDRB Provinsi Banten meningkat dari tahun ke tahun namun tetap saja presentase tingkat pengangguran di Provinsi Banten masih tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa meskipun nilai PDRB di Provinsi Banten tinggi namun tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Apabila kita lihat Provinsi Banten memiliki sumber daya manusia yang banyak dan juga kekayaan sumber daya alam yang berasal dari laut, masih ada kesempatan untuk meningkatkan output PDRB tidak hanya melalui perdagangan, hotel dan restoran. Pemerintah Provinsi Banten juga sebaiknya melakukan perubahan atau pengkajian ulang terhadap struktur PDRB Banten menurut penggunaan. karena apabila ditinjau dari sisi pengeluaran, sebagian besar masih digunakan untuk konsumsi. Namun pada kenyataannya, meskipun nilai PDRB di Provinsi Banten Meningkat, tidak akan berpengaruh pada tingkat pengangguran di Provinsi Banten.
93
2.
Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-226/MEN/2000 Tahun 2000 dan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun dengan semakin meningkatnya kualitas SDM di Provinsi Banten, maka pemerintah Provinsi Banten harus dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan jumlah upah yang akan diterima oleh pekerja setiap tahunnya.
3. Indeks Pembangunan Manusia memiliki pengaruh signifikan terhadap Tingkat Pengangguran. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pada komponen IPM yaitu kesehatan, pendidikan dan kemampuan daya beli, maka tingkat pengangguran di Provinsi Banten semakin berkurang.
C. Keterbatasan Dalam setiap penelitin tidak meungkin ada kesempuranaan, dalam penelitian ini pun masih terdapat keterbatasan. Berikut keterbatasan yang dihadapi penulis: 1. Dalam penelitian ini penulis tidak merinci jenis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor mana saja yang menyumbangkan tingginya nilai PDRB di Provinsi Banten. 2. Dalam penelitian ini penulis tidak menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dalam menetapkan UMK.
94
3. Dalam penelitian ini penulis tidak merinci jenis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang ada pada Provinsi Banten. 4. Dalam penelitian ini penulis hanya menjelaskan analisis ekonomi pada objek penelitian secara umum tidak secara khusus. D. Saran Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak kekurangan, namun ada beberapa saran dari penulis untuk peneliti selanjutnya yaitu sebagai berikut: 1. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat merinci lebih detail tentang jenis- Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor mana saja yang menyumbangkan tingginya nilai PDRB di Provinsi Banten. 2. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dalam menetapkan UMK. 3. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat merinci jenis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang ada pada Provinsi Banten. 4. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menjelaskan secara khusus analisis ekonominya.
95
DAFTAR PUSTAKA
Ajija dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”. Salemba Empat: Jakarta, 2011. Anggrainy, Kholifah. “Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Terhadap Kesempatan Kerja Dan Investasi (Studi Kasus Pada Kota Malang Periode 2001-2011)”. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya, Juli 2013. Badan Pusat Statistik. “Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007”. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2007. Badan Pusat Statistik. “Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Di Indonesia 2008-2012”. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2013. Cholili, Fatkhul Mufid. “Analisis Pengaruh Pengangguran, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus 33 Provinsi Di Indonesia)”. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya, Januari 2014. Choudry, M., dkk. “Youth and total unemployment rate: the impact of policies and institutions”. April 2012. Gemmel, Norman. “Ilmu Ekonomi Pembangunan, Beberapa Survai”. PT Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta, 1994. Ghozali, Abbas. “Ekonomi Pendidikan”. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
96
Gujarati, Damodar. “Dasar-Dasar Ekonometrika”. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2007. Hajji, Muhammad Shun. “Analisis PDRB, Inflasi, Upah Minimum Kota Dan Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1990-2011”. Diponegoro Journal Of Eceonomics Vol. 2, No. 3, 2013. Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi FEB”. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Jhingan, M. L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta, 2012. Kembar Sari, Anggun. “Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Upah Terhadap Pengangguran Terdidik di Sumatera Barat”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, 2011. Kurniawan, Roby Cahyadi. “Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 19802011”. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya, Januari 2013. Lemieux, Thomas. ““Minimum Wages and the Joint Distribution Employment and Wages”. University of British Columbia and NBER. October 2011.
Mankiw, N. Gregory. “Makroekonomi, Edisi Keenam”. Erlangga. Jakarta, 2006.
97
Muravyev,
Alexander
dan
Aleksey
Oschepkov.
“Minimum
Wages,
Unemployment And Informality: Evidence From Panel Data On Russian Regions”. IZA Discussion Paper No. 7878, December 2013. Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi) Edisi Ketiga”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. Sagir, H. Soeharsono. “Kapita Selekta Ekonomi Indonesia”. Kencana. Jakarta : 2009. Salvatore,
Dominick.
“Schaum’s
Outlines:
Mikroekonomi,
Edisi
Keempat”.Erlangga. Jakarta : 2006. Saputra, Whisnu Adi. “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten / Kota Jawa Tengah”. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro. 2011. Sugiyono. 2010. “Statistika untuk Penelitian”. 2010. Bandung: Alfabeta Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makroekonomi”. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 1997. Sukirno, Sadono. “Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan Edisi Kedua”. Kencana Prenada Media. Jakarta. 2006. Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan”. Erlangga. Jakarta, 2006. Wardhana, Dharendra.
2006.
Pengangguran
Struktural
Di
Indonesia
:
Keterangan Dari Analisis SVAR Dalam Kerangka Hysteresis. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, Vol. 21, (No. 4).
98
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews Edisi Ketiga”. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. 2011.
99
LAMPIRAN Lampiran 1 Data Kabupaten/Kota
Tahun
TPT (persen)
PANDEGLANG PANDEGLANG PANDEGLANG PANDEGLANG PANDEGLANG PANDEGLANG LEBAK LEBAK LEBAK LEBAK LEBAK LEBAK TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG TANGERANG SERANG SERANG SERANG SERANG SERANG SERANG KOTATANGERANG KOTATANGERANG KOTATANGERANG KOTATANGERANG KOTATANGERANG KOTATANGERANG KOTA CILEGON KOTA CILEGON KOTA CILEGON KOTA CILEGON KOTA CILEGON KOTA CILEGON KOTA SERANG KOTA SERANG KOTA SERANG KOTA SERANG
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2008 2009 2010 2011
11.13 10.96 11.34 11.32 9.3 12.34 10.68 13.42 13.35 12.1 9.07 7.23 15.23 15.86 14.01 14.42 11.46 11.94 16.49 14.45 16.19 13.29 12.96 13.69 18.62 15.57 14.09 12.89 8.31 8.62 18.65 18.26 19.84 13.14 11.31 7.16 16.49 17.55 17.11 13.84
PDRB (miliar rupiah) 3,824,711 4,032,400 4,321,100 4,554,600 4,810,920 5,018,450 3,703,579 3,895,500 4,152,200 4,419,500 4,606,620 4,872,700 16,748,498 17,485,777 18,549,100 19,912,400 20,804,090 22,074,240 6,639,984 6,850,900 7,135,100 7,539,600 7,963,900 8,396,210 26,066,992 27,562,500 29,402,900 31,470,000 33,433,900 36,411,360 11,047,320 16,246,800 17,111,200 18,228,700 19,470,420 20,624,740 2,532,981 2,678,300 2,884,200 3,111,200
UMK (rupiah)
IPM
840,000 918,950 964,500 1,015,000 1,050,000 1,182,000 842,000 918,000 959,500 1,007,500 1,047,800 1,187,500 953,850 1,055,000 1,117,245 1,285,000 1,527,000 2,200,000 927,500 1,030,000 1,101,000 1,189,600 1,320,500 2,080,000 958,782 1,064,500 1,064,500 1,290,000 1,527,000 2,203,000 971,400 1,099,000 1,099,000 1,224,000 1,347,000 2,200,000 927,500 1,030,000 1,030,000 1,156,000
67.75 67.99 68.29 68.77 69.22 69.64 67.11 67.45 67.67 67.98 68.43 68.82 71.14 71.45 71.76 72.05 72.36 72.82 67.80 68.27 68.67 69.33 69.83 70.25 74.70 74.89 75.17 75.44 75.72 76.05 74.94 74.99 75.29 75.60 75.89 76.31 69.43 69.99 70.61 71.45
100
KOTA SERANG KOTA SERANG KOTA TANGSEL KOTA TANGSEL KOTA TANGSEL KOTA TANGSEL KOTA TANGSEL KOTA TANGSEL
2012 2013 2008 2009 2010 2011 2012 2013
10.8 11.29 15.23 15.86 8.22 11.98 8.07 4.56
3,336,740 3,567,450 4,560,506 4,948,000 5,378,300 5,853,800 6,303,440 6,838,170
1,231,000 1,798,446 953,850 1,055,000 1,117,245 1,290,000 1,527,000 2,200,000
72.30 73.12 74.70 75.01 75.38 76.01 76.61 77.13
101
Lampiran 2 Data Setelah di Interpolasi No Kabupaten/Kota
Tahun
TPT
PDRB
UMK
IPM
1
2008.1
5.620625
1,891,458
408,044
33.89875
2008.2
5.509375
1,933,253
431,956
33.85125
2009.1
5.466875
1,985,176
451,694
33.86125
2009.2
5.493125
2,047,224
467,256
33.92875
2010.1
5.6475
2,127,913
476,247
34.08375
2010.2
5.6925
2,193,188
488,253
34.20625
2011.1
5.7875
2,246,686
502,156
34.326875
2011.2
5.5325
2,307,914
512,844
34.443125
2012.1
4.58625
2,376,469
514,563
34.555625
2012.2
4.71375
2,434,451
535,438
34.664375
2013.1
5.47375
2,486,333
568,438
34.769375
2013.2
6.86625
2,532,117
613,563
34.870625
2008.1
4.821875
1,831,848
409,344
33.505
2008.2
5.858125
1,871,731
432,656
33.605
2009.1
6.543125
1,919,711
451,656
33.69
2009.2
6.876875
1,975,789
466,344
33.76
2010.1
6.7575
2,043,350
474,156
33.801875
2010.2
6.5925
2,108,850
485,344
33.868125
2011.1
6.3175
2,181,349
498,231
33.9425
2011.2
5.7825
2,238,151
509,269
34.0375
2012.1
4.839375
2,274,985
512,650
34.1625
2012.2
4.230625
2,331,635
535,150
34.2675
2013.1
3.770625
2,398,155
570,075
34.365
KABPANDEGLANG 2 KABPANDEGLANG 3 KABPANDEGLANG 4 KABPANDEGLANG 5 KABPANDEGLANG 6 KABPANDEGLANG 7 KABLEBAK 8 KABLEBAK 9 KABLEBAK 10 KABLEBAK 11 KABLEBAK 12
KABLEBAK
102
13
2013.2
3.459375
2,474,545
617,425
34.455
2008.1
7.38125
8,302,467
461,850
35.53125
2008.2
7.84875
8,446,031
492,000
35.60875
2009.1
8.00625
8,630,351
517,288
35.68625
2009.2
7.85375
8,855,426
537,712
35.76375
2010.1
7.095
9,122,886
544,248
35.8425
2010.2
6.915
9,426,214
572,998
35.9175
2011.1
7.369375
9,815,263
616,890
35.9875
2011.2
7.050625
10,097,137
668,110
36.0625
2012.1
5.885
10,266,930
706,313
36.131875
2012.2
5.575
10,537,160
820,688
36.228125
2013.1
5.695
10,854,698
988,938
36.343125
2013.2
6.245
11,219,543
1,211,063
36.476875
2008.1
8.73625
3,298,208
448,969
33.836875
2008.2
7.75375
3,341,776
478,531
33.963125
2009.1
7.24375
3,394,505
504,156
34.080625
2009.2
7.20625
3,456,395
525,844
34.189375
2010.1
8.1675
3,524,506
540,525
34.26875
2010.2
8.0225
3,610,594
560,475
34.40125
2011.1
6.846875
3,718,000
581,081
34.5925
2011.2
6.443125
3,821,600
608,519
34.7375
2012.1
6.455
3,928,412
604,600
34.8575
2012.2
6.505
4,035,488
715,900
34.9725
2013.1
6.6875
4,143,566
905,775
35.0775
2013.2
7.0025
4,252,644
1,174,225
35.1725
9.789375
12,868,113
459,569
37.331875
KABTANGERANG 14 KABTANGERANG 15 KABTANGERANG 16 KABTANGERANG 17 KABTANGERANG 18 KABTANGERANG 19 KABSERANG 20 KABSERANG 21 KABSERANG 22 KABSERANG 23 KABSERANG 24 KABSERANG 25
KOTATANGERANG 2008.1
103
26
2008.2
8.830625
13,198,879
499,213
37.368125
2009.1
8.068125
13,572,756
525,643
37.415625
2009.2
7.501875
13,989,744
538,857
37.474375
2010.1
7.2125
14,457,231
518,156
37.550625
2010.2
6.8775
14,945,669
546,344
37.619375
2011.1
6.80625
15,483,063
616,094
37.685625
2011.2
6.08375
15,986,938
673,906
37.754375
2012.1
4.421875
16,408,115
706,438
37.821875
2012.2
3.888125
17,025,785
820,563
37.898125
2013.1
3.965625
17,770,150
989,563
37.980625
2013.2
4.654375
18,641,210
1,213,438
38.069375
2008.1
9.496875
4,602,783
461,775
37.479375
2008.2
9.153125
6,444,538
509,625
37.460625
2009.1
9.055625
7,744,408
541,525
37.473125
2009.2
9.204375
8,502,393
557,475
37.516875
2010.1
10.24
8,431,731
541,688
37.606875
2010.2
9.6
8,679,469
557,313
37.683125
2011.1
7.103125
8,966,899
596,500
37.7625
2011.2
6.036875
9,261,801
627,500
37.8375
2012.1
6.02875
9,585,458
612,500
37.900625
2012.2
5.28125
9,884,963
734,500
37.989375
2013.1
4.24375
10,173,543
947,750
38.094375
2013.2
2.91625
10,451,198
1,252,250
38.215625
2008.1
8.01875
1,252,112
444,531
34.64875
2008.2
8.47125
1,280,869
482,969
34.78125
2009.1
8.73625
1,317,199
508,594
34.92125
KOTATANGERANG 27 KOTATANGERANG 28 KOTATANGERANG 29 KOTATANGERANG 30 KOTATANGERANG 31 KOTACILEGON 32 KOTACILEGON 33 KOTACILEGON 34 KOTACILEGON 35 KOTACILEGON 36 KOTACILEGON 37 KOTASERANG 38
KOTASERANG
104
39
2009.2
8.81375
1,361,101
521,406
35.06875
2010.1
8.786875
1,415,044
507,125
35.21375
2010.2
8.323125
1,469,156
522,875
35.39625
2011.1
7.314375
1,527,316
565,438
35.619375
2011.2
6.525625
1,583,884
590,563
35.830625
2012.1
5.559375
1,639,854
575,347
36.045625
2012.2
5.240625
1,696,886
655,653
36.254375
2013.1
5.363125
1,754,563
797,514
36.459375
2013.2
5.926875
1,812,887
1,000,932
36.660625
2008.1
7.019375
2,234,492
461,850
37.315
2008.2
8.210625
2,326,014
492,000
37.385
2009.1
8.368125
2,422,888
517,288
37.4625
2009.2
7.491875
2,525,112
537,712
37.5475
2010.1
4.3525
2,632,538
543,935
37.6275
2010.2
3.8675
2,745,763
573,310
37.7525
2011.1
5.999375
2,869,079
619,390
37.928125
2011.2
5.980625
2,984,721
670,610
38.081875
2012.1
4.49875
3,090,197
706,625
38.235
2012.2
3.57125
3,213,243
820,375
38.375
2013.1
2.69375
3,346,926
988,625
38.505
2013.2
1.86625
3491244.375 1211375
38.625
KOTASERANG 40 KOTASERANG 41 KOTASERANG 42 KOTASERANG 43 KOTATANGSEL 44 KOTATANGSEL 45 KOTATANGSEL 46 KOTATANGSEL 47 KOTATANGSEL 48 KOTATANGSEL
105
Lampiran 3 Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Pool: BANTEN Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
11.485096 62.916252
d.f.
Prob.
(7,77) 7
0.0000 0.0000
Lampiran 4 Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: BANTEN Test cross-section random effects
106
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
20.031725
3
0.0002
Test Summary Cross-section random
Lampiran 5 Fixed Effect Model
Dependent Variable: TPT? Method: Pooled Least Squares Date: 01/18/15 Time: 15:26 Sample (adjusted): 2008S2 2013S2 Included observations: 11 after adjustments Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 88 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PDRB?) UMK? IPM? C Fixed Effects (Cross) KABPANDEGLANG--C KABLEBAK--C KABTANGERANG--C KABSERANG--C KOTTANGERANG--C KOTCILEGON--C KOTSERANG--C KOTTANGSEL--C
5.60E-07 -3.05E-06 -1.690547 69.01106
5.67E-07 9.74E-07 0.472262 16.54720
0.987981 -3.129772 -3.579679 4.170557
0.3263 0.0025 0.0006 0.0001
-3.952284 -4.485714 0.701289 -1.495007 2.747827 3.795026 0.295365 2.393498 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared
0.652831
Mean dependent var
6.350064
107
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.607744 1.053911 85.52610 -123.6119 14.47941 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.682749 3.059362 3.369029 3.184119 0.677797
Lampiran 6 Uji Normalitas
12
Series: Standardized Residuals Sample 2008S2 2013S2 Observations 88
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.34e-16 -0.041454 2.700477 -2.031005 0.991493 0.540592 3.225801
Jarque-Bera Probability
4.473127 0.106825
0 -2
-1
0
1
2
108
Lampiran 7 Uji Multikolinieritas
PDRB
PDRB 1
UMK 0.356306
IPM 0.584250
UMK
0.356306
1
0.467289
IPM
0.584250
0.467289
1
Lampiran 8 Uji Heterokedastisitas
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.681287 0.639895 1.030964 16.45965 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
7.072520 2.657113 87.83190 1.805209
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.652831 85.52613
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.350064 0.677676
109
Lampiran 9 Uji Autokolerasi Dependent Variable: TPT? Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR) Date: 01/18/15 Time: 15:46 Sample (adjusted): 2008S2 2013S2 Included observations: 11 after adjustments Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 88 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PDRB?) UMK? IPM? C Fixed Effects (Cross) KABPANDEGLANG--C KABLEBAK--C KABTANGERANG--C KABSERANG--C KOTTANGERANG--C KOTCILEGON--C KOTSERANG--C KOTTANGSEL--C
5.58E-07 -3.05E-06 -1.690273 69.00179
7.08E-09 2.72E-10 0.000692 0.023465
78.74867 -11192.46 -2442.290 2940.681
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
-3.952266 -4.485605 0.701442 -1.494979 2.748270 3.795467 0.294993 2.392678 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
1.000000 1.000000 1.068023 1.27E+08 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
8500.643 23123.52 87.83190 1.805209
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.652831 85.52613
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.350064 0.677676
110