IDENTIFIKASI BAHAYA DAN GAMBARAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA LAUNDRY DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh: DESI NURTRIKA SARI NIM : 109101000013
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/1434 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, Maret-April 2013
Desi Nurtrika Sari, NIM: 109101000013
IDENTIFIKASI BAHAYADAN GAMBARANPERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA LAUNDRYDI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITAJAKARTA TAHUN 2013 108 halaman + tabel + gambar + lampiran ABSTRAK Identifikasi bahaya untuk menjawab apa saja potensi bahaya yang dapat terjadi. Pengendalian bahayaberguna agar terjadinya incident, accident, penyakit akibat kerja ataupun penyakit akibat hubungan kerja di tempat kerja berkurang atau tidak terjadi kembali. Bahayadari linen-linen dikumpulkan menjadi satu di dalam laundry berasal dari pasien yang menderita berbagai penyakit, penggunaan alat pelindung diri yang benar dan tepat adalah salah satu cara untuk mengendalikan hal tersebut.Dari hasil studi pendahuluan perilaku pekerjalaundry tidak menggunakan alat pelindung diri lebih banyak daripada yang menggunakanalatpelindungdiri. Dari 22 pekerja terdapat 15 pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri. Penelitianinibersifatkualitatifuntukidentifikasi bahaya, gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.Penelitiandilakukanmulaidaribulan April hingga Mei 2013.Analisis datadengancontent analysis.Untukmendapatkankeabsahan data, makadigunakanlahtriangulasiteknikdantriangulasisumber.Hasilpenelitianmenunjukka nbahwaterdapatbahayakimiadanbiologisehinggapekerjaharusmenggunakanalatpelindu ngdiri.Perilakupenggunaanalatpelindungdiridarihasilpenelitianinikebanyakanpekerjati dakmenggunakanpelindungdirisecaralengkap. Untukitudisarankanpihakrumahsakithendaknyamengadakanpenyuluhanterkait potensialbahaya yang terdapat di bagianlaundry. Agar dapatmeningkatkankesadaranakanpentingnyaalatpelindungdiri. Laluperluadanyakomitmen yang kuatsejakawaluntuksemuapekerjalaundry agar mematuhiperaturanyang dibuat.Jikaterdapatpekerja yang tidakmematuhimakaakandikenakansanksidarikomitmentersebutterutamaterhadappeng gunaanalatpelindungdiri. Daftar bacaan: 29 (1970 -2012)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduate Thesis, March-April 2013
Desi Nurtrika Sari, NIM: 109101000013
HAZARD IDENTIFICATION AND DESCRIPTION OF BEHAVIOR USE PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT IN LAUNDRY WORKER AT MOM AND CHILDREN HOSPITAL HARAPAN KITA JAKARTA 2013 108Pages + tables + pictures + attachments ABSTRACT Hazard identification answer any potential hazard that could happen. Hazard control useful incident, accident, occupational disease at work less or not happen again. Hazard of linens be colleted at laundry form patients various diseases, so use the personal protective equipment is true to control hazard. Preliminary study of the behavior of laundry worker do not use personal protective equipment more than use personal protective equipment. There are 15 of 22 workers not use personal protective equipment. This is qualitative research for hazard identification and description of behavior use personal protective equipment in laundry worker at mom and children hospital harapankita Jakarta 2013.Data analysis with content analysis.To obtain the validity of the data, it isused triangulation methods and person triangulation. Result be in a place chemical and biological hazard so use personal protective equipment. Workers do not use personal protective equipment in full. Is recommended for the hospital let provide potential hazards related espionage section. To increase awareness of the importance of personal protective equipment.And than early commitment for all laundry workers made to comply with the rules.If any workers do not sequacious will be liable to sanction. Reading list: 29 (1970 -2012)
ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Desi Nurtrika Sari
TTL
: Jakarta, 30 Desember 1990
Jenis Kelamin : Perempuan Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
No. HP
: 0838-908-19-113
Alamat
: Jalan Nuri RT 003 RW 04 Cipadu Jaya Larangan Tangerang Banten
E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2009 – Sekarang
: Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Falkutas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 – 2009
: SMA Negeri 90 Jakarta
2003 – 2006
: SMP Negeri 110 Jakarta
1997 – 2003
: SD Negeri Kreo 01 Pagi Banten
PENGALAMAN ORGANISASI 2008 – 2009
: Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Kelas SMA Negeri 90 Jakarta
2004 – 2005
: OSIS SMP Negeri 110 Jakarta (Kabag Seni dan Olaharaga)
v
LembarPersembahan Tulisaniniakansayapersembahkanuntukanda yangmembutuhkannya,berbagisedikitpengetahuan. Inilahniatsayasemogabermanfaat.
vi
KATA PENGANTAR
AssalammualaikumWr. Wb. Denganmenyebutnama
Allah
Yang
MahaPengasihLagiMahaPenyayang,
pujidansyukursayaucapkankepadaIllahi Rabbi yang selalumemberikankenikmatan yang
takterhinggakepadakitasemua.
Denganmemanjat
rasa
syukuratassegalanikmatdanrahmat-Nyahinggaskripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI BAHAYA DAN GAMBARAN PERILAKU PENGGUNAANALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA LAUNDRYDI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN
KITAJAKARTA
TAHUN
2013”
inidapattersusundenganbaik.
SholawatdansalamselalutercurahkepadabagindabesarNabi Muhammad SAW yang telahmenuntunumatnyadarizamankegelapankezamanterangbenderangsepertisaatini. Penuliskesempatan kali ini, penulisinginmengucapkanterimakasihkepada : 1. TerimaKasihkepadakedua
orang
tua
yang
telahmemberikanperhatiandankasihsayangnyasertadoa
yang
sangatluarbiasakepadasaya,
Mas
dankakak-kakakkutersayang
BarataSutrisnobesertaIstri Mba Indra Prahasti, Mas AgungYudoSantoso. 2. IbuFebriantiM,siselakukepala senantiasaberusaha
agar
program
studikesehatanmasyarakat
yang
prodikesehatanmasyarakatselalumenjadi
yang
terbaik.
vii
3. IbuYuliAmran,
SKM,
MKM
selakudosenpembimbing
I
danIbuRiastutiKusuma W, SKM, MKM selakudosenpembimbing II yang senantiasamembimbing.
Terimakasihataskesabarandanwaktu
yang
telahdiberikan. 4. Bapak Ahmad Ghozali yang selalumembantusayaapabilaterdapatkesulitan, terimakasihbanyakya PakGho. 5. Direkturutamaserta Kita
Jakarta
staff
yang
administratifRumahSakitAnakdanBundaHarapan
telahmengizinkansayauntukmelakukanpenelitian
di
tempatBapak-BapakdanIbuIbupimpin.TerutamauntukBapakUdartoselakuKepala
CSSD
terimakasihbanyak Pak. 6. BapakdanIbuPekerja di bagianlaundry RumahSakitAnakdanBundaHarapan Kita Jakarta yang telahmengizinkansayauntukmelakukanpenelitian. 7. Mas
Hery
B.K.
yang
telahmemberikanmotivasi
yang
luarbiasasehinggasayatetapsemangat. Terimakasihatasdukungannyasertadoasetiapsaat. 8. Untukteman-temanKesehatanmasyarakatangkatan 2009, khususnyaK3yang telahmemberidukungandanmasukanterhadappenulisanskripsiini. Denganmemanjatkandoakepada Allah SWT, penulisberharapsemuakebaikan yang
telahdiberikanmendapatbalasandari
Allah
Amin.Semogaskripsiinibermanfaatbagipenulisdanpembacapadaumumnya. WasalammualaikumWr. Wb. viii
SWT.
Jakarta, Maret 2013 Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………………..i ABSTRAK……………………………………………………………………………ii PESETUJUAN PEMBIMBING………………...……………………………….....iv PENGESAHAN PENGUJI…………………………………………………….…....v DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………...……....vi PERSEMBAHAN…………………………………………………………………..vii KATA PENGANTAR……………………………………………………………..viii DAFTAR ISI………………………………………………………………..……….ix BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1 1.1 LatarBelakang………………………………………...……………………….....1 1.2 RumusanMasalah…………………………..…………..………………………..6 1.3 Pertanyaanpenelitian..............................................................................................7 1.4 Tujuan.....................................................................................................................7 1.5 Manfaat...................................................................................................................8 1.6 RuangLingkup.......................................................................................................9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................10 2.1.Identifikasi Bahaya…….......................................................................................10 2.2. PengendalianRisiko…...……..…………………………………………..……..15 2.3. PengertianAlatPelindungDiri……………........................................................17 2.4. Perilaku……..………………………..................................................................47 2.5. PengertianKecelakaanKerja………….……………….…...…………….…....52 2.6. PenyakitAkibatKerja………………………………………………………….52 2.7. PenyakitAkibatHubunganPekerjaan……………………………...……….....52 BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH...........................57 3.1.Kerangka Berfikir.................................................................................................57 3.2.Definisi Istilah......................................................................................................59 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...............................................................60 x
4.1.Jenis Penelitian......................................................................................................60 4.2.Waktu dan Lokasi Penelitian.................................................................................60 4.3.Informan Penelitian...............................................................................................60 4.4.Instrumen Penelitian..............................................................................................62 4.5.Sumber Data..........................................................................................................63 4.6.Pengumpulan Data................................................................................................64 4.7.Keabsahan Data.....................................................................................................66 4.8.Pengolahan Data....................................................................................................66 4.9.Analisis Data..........................................................................................................67 4.10. Penyajian Data....................................................................................................68 BAB VHASIL PENELITIAN…………..................................................................69 5.1.Informan……………………………………………………………………...…69 5.2.Langkah-LangkahPekerjaanLaundry RSAB Harapan Kita Jakarta…...……...69 5.3.IdentifikasiBahaya Di Laundry RSAB Harapan Kita Jakarta…..……..……....77 5.4.KetersediaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita Jakarta…..…………...82 5.5.PerilakuPenggunaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita Jakarta…........86 BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………………..93 6.1.KeterbatasanPenelitian……………………………..…………………………..93 6.2.PembahasanLangkah-LangkahPekerjaanLaundry RSAB Harapan Kita Jakarta………………………………………………………………………….....93 6.3.PembahasanIdentifikasiBahaya Di Laundry RSAB Harapan Kita Jakarta…...95 6.4.PembahasanKetersediaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita Jakarta....99 6.5.PembahasanPerilakuPenggunaanAlatPelindungDiri RSAB Harapan Kita Jakarta…………………………………………..……………………………....101 BAB KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….……..106 7.1.Kesimpulan………………...……………………………………………….......106 7.2.Saran………………………………...………………………...……….……….107 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari penyakit akibat kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Tresnaningsih, 2012). Tahapan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan dapat dilakukan identifikasi bahaya lalu menerapkan pengendalian bahaya. Identifikasi bahaya untuk menjawab apa saja potensi bahaya yang dapat terjadi. Elemen pertama dari proses manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja dimulai dengan melakukan identifikasi bahaya. Keberhasilan suatu proses manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja sangat ditentukan oleh kemampuan dalam menentukan atau mengidentifikasi semua bahaya yang ada dalam kegiatan. Jika semua bahaya berhasil diidentifikasi dengan lengkap berarti akan dapat melakukan pengelolaan secara komprehensif (Ramli, 2010).
Identifikasi bahaya
tidak dilakukan akan menyebabkan pengendalian yang salah sehingga tidak tepat. Apabila kaitannya hanya membutuhkan beberapa alat pelindung diri seperti earplug maka tidak perlu untuk membeli earmuff (Ferdi, 2011). Pengendalian bahaya berguna agar terjadinya incident, accident, penyakit akibat kerja ataupun penyakit akibat hubungan kerja di tempat kerja berkurang atau 1
2
tidak terjadi kembali. Menurut Budiono, dkk (2003) hirarki pengendalian bahaya yang pertama adalah eliminasi, selanjutnya substitusi, lalu engineering control, kemudian administrative control dan yang terakhir penggunaan alat pelindung diri. Penggunaan alat pelindung diri sebagai pengendalian bahaya terakhir apabila pengendalian bahaya dengan eliminasi, substitusi, engineering control dan administrative control sudah dilaksanakan tetapi belum bisa mengendalikan bahaya yang ada. Pemerintah mengeluarkan undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja yang bekerja agar tempat dan peralatan produksi senantiasa berada dalam keadaan selamat dan aman bagi pekerja Menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri XI Bab dan 18 Pasal. Pada pasal 12 mengatur mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri. Pada pasal 14 menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjukpetunjuk yang diperlukan. Adanya undang-undang tersebut bukan berarti tidak ada kecelakaan kerja lagi. Hal ini dikarena faktor manusia juga menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja atau kecenderungan pekerja untuk celaka (accident proneness). Accident proneness adalah kenyataan, bahwa untuk pekerja-pekerja tertentu terdapat tandatanda kecenderungan untuk mengalami kecelakaan. Hal ini jelas betapa pentingnya
3
faktor manusia dalam terjadinya kecelakaan akibat kerja. Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa 80%-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia (unsafe action). Unsafe action tersebut salah satunya dikarenakan oleh tidak menggunakan alat pelindung diri (Anizar, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Safety News Alert terhadap 290 orang pekerja Safety Officer di Amerika mengenai berbagai alasan pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri saat bekerja didapatkan hasil sebagai berikut: karena alat pelindung diri tidak nyaman (30%), karyawan tidak tahu bahwa harus menggunakan alat pelindung diri (10%), karyawan merasa menggunakan alat pelindung diri hanya menghabiskan waktu (18%), karyawan merasa tidak akan celaka (8%), dan karyawan lupa untuk menggunakan alat pelindung diri (34%) (Himawari,2011). Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa orang memiliki perilaku berdasarkan faktor predisposisi yang salah mengenai faktor risiko pada pekerjaan mereka, karena setiap pekerjaan pasti memiliki tingkat risikonya masing-masing. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit. Rumah sakit merupakan tempat pengobatan, rawat inap, rawat jalan dan berbagai aktivitas lainnya sebagai pelayanan kesehatan dan merupakan tempat bekerjanya para tenaga kerja baik medis maupun non medis yang mempunyai potensi bahaya yang sangat berisiko. Pekerja medis di rumah sakit seperti dokter, suster/perawat, apoteker, dll. Sedangkan pekerja non medis di rumah sakit seperti pekerja administrasi, pekerja office boy/girl, pekerja laundry, dll.
4
Menurut Kartika (2000) beberapa tempat di Rumah Sakit memiliki potensi terjadi risiko bahaya akibat kerja terhadap pekerjanya, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dari alat, tempat kerja ataupun pekerja itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Sugianti (2005) yang berjudul study pengelolaan linen di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga dihasilkan angka kuman pada linen diperoleh angka kuman tertinggi 5,7 x 1010. Sedangkan terendah 1,6 x 1010 rerata angka kuman tertinggi 2,7 x 1010. Berdasarkan dirjen PPM dan PLP tentang Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia bahwa linen bersih setelah keluar dari semua proses pengelolaan linen tidak mengandung 6 x 10 bakteri. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pentingnya menggunakan alat pelindung diri. Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 355 tempat tidur. 355 tempat tidur terdiri dari kamar perawatan anak (VIP, utama, kelas I, kelas II dan kelas III), kamar perawatan bunda (super VIP, VIP, kelas I, kelas II, kelas III), kamar perawatan sehari, perawatan intensif (Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Intensive Care Unit Bagi Bunda). Pasien yang dirawat selama menjalani perawatan diharuskan untuk memakai pakaian yang disediakan oleh pihak Rumah Sakit (Profil Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, 2012). Pengelolaan linen tersebut ditangani sendiri oleh rumah sakit dimana dalam pelaksanaannya semua linen dari setiap ruangan dikumpulkan menjadi satu yaitu di laundry. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”,
5
bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Bahaya potensial fisik seperti kebisingan, lalu bahaya potensial kimia seperti penggunaan detergen atau bahan kimia lainnya untuk mencuci, kemudian bahaya potensial biologi seperti infeksi dari baju yang telah digunakan oleh pasien penderita penyakit infeksi, selanjutnya bahaya ergonomi seperti pekerjaan yang dilakukan dengan postur yang salah dalam melakukan pekerjaannya, dan yang terakhir bahaya psikososial seperti beban kerja yang berlebihan. Bahaya yang berasal dari linen-linen dikumpulkan menjadi satu di dalam laundry berasal dari pasien yang menderita berbagai penyakit, baik itu pasien yang sudah didiagnosa menderita penyakit infeksius ataupun pasien yang masih dalam penegakan diagnosa, sehingga perlu adanya antisipasi pada pekerja laundry yang setiap hari selalu kontak dengan linen yang mengandung bahaya tersebut dengan penggunaan alat pelindung diri (Basleti, 2004). Menurut standar operasional prosedur (2012) salah satu aturan yang berlaku di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Haparan Kita Jakarta adalah pemakaian alat pelindung diri. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil risiko celaka dan cidera bagi pekerja yang nantinya akan berdampak pada produktivitas kerjanya. Dari hasil studi pendahuluan perilaku pekerja laundry tidak menggunakan alat pelindung diri lebih banyak dari pada yang menggunakan alat pelindung diri. Dari 22 pekerja terdapat 15 pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri.
6
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengidentifikasi bahaya, mengetahui gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013. 1.2 Rumusan Masalah Bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Bahaya potensial fisik seperti kebisingan. Akan tetapi bahaya potensial fisik seperti kebisingan tidak signifikan dari hasil studi pendahuluan didapatkan 70dB selama tiga jam. Bahaya potensial kimia seperti penggunaan detergen atau bahan kimia lainnya untuk mencuci. Bahaya potensial biologi seperti infeksi dari baju yang telah digunakan oleh pasien penderita penyakit infeksi. Bahaya ergonomi seperti pekerjaan yang dilakukan dengan postur yang salah dalam melakukan pekerjaannya. Bahaya psikososial seperti beban kerja yang berlebihan. Pekerja di unit kerja laundry mempunyai risiko yang cukup tinggi untuk mengalami kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Oleh karena itu penggunaan alat pelindung diri yang benar dan tepat adalah salah satu cara untuk mengendalikan hal tersebut. Dari hasil studi pendahuluan perilaku pekerja laundry tidak menggunakan alat pelindung diri lebih banyak dari pada yang menggunakan alat pelindung diri. Dari 22 pekerja terdapat 15 pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri. Berdasarkan hal tersebut maka masalah yang penulis ajukan pada penelitian ini adalah identifikasi bahaya dan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian 1.3.1. Apa saja langkah-langkah pekerjaan yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013? 1.3.2. Apa saja bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013? 1.3.3. Apa saja ketersediaan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013? 1.3.4. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran identifikasi bahaya dan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013. 1.4.2
Tujuan Khusus 1.4.2.1 Mengetahui langkah-langkah pekerjaan yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013. 1.4.2.2 Mengetahui bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013. 1.4.2.3 Mengetahuai ketersediaan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013.
8
1.4.2.4 Mengetahui gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta tahun 2013. 1.5 Manfaat 1.5.1. Bagi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita 1.5.1.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita mengenai identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry. 1.5.1.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pekerja di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita khususnya di Bagian laundry tentang identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry. 1.5.1.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita dalam menangani masalah ketidakpatuhan pekerja laundry dalam penggunaan alat pelindung diri. 1.5.2. Bagi Peneliti 1.5.2.1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian terkait identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry.
9
1.5.2.2. Dengan
penelitian
ini
dapat
menambah
wawasan
serta
kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan dan kesehatan kerja. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin mengetahui identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Jakarta tahun 2013. Penelitian dilakukan pada April-Mei 2013. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Informan utama penelitian ini adalah pekerja lapangan di bagian laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Data penelitian ini diperoleh dengan cara pengambilan data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan metode wawancara kepada informan penelitian dan observasi kegiatan pencucian serta penggunaan alat pelindung diri untuk mengetahui alasan tidak menggunakan alat pelindung diri. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data profil, kebijakan, kebutuhan alat pelindung diri pekerja laundry, standar operasional Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Identifikasi Bahaya Menurut Ramli (2010) identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Identifikasi bahaya, adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik. 2.1.1. Tujuan Identifikasi Bahaya Menurut Ramli (2010) Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan. Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain : 2.1.1.1. Mengurangi peluang kecelakaan. Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya kecelakaan, karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan. 2.1.1.2. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerjamanajemen dan pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas
perusahaan sehingga dapat
meningkatkan
kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.
11
2.1.1.3. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif. 2.1.1.4. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan (Ramli, 2010). 2.1.2. Persyaratan Identifikasi Bahaya Identifikasi
bahaya
harus
dilakukan
secara
terencana
dan
komprehensif. Banyak perusahaan yang telah melakukan identifikasi bahaya, tetapi ternyata angka kecelakaan masih dinilai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses identikasi bahaya yang dilakukan belum berjalan dengan efektif (Ramli, 2010). Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya antara lain 2.1.2.1. Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan sehingga dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sangat menentukan dalam memilih teknik identifikasi bahaya yang tepat bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang sifat risiko rendah, tentu
12
tidak perlu melakukan identifikasi bahaya dengan teknik yang sangat komprehensif misalnya teknik kuantitatif. 2.1.2.2. Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan ilmu terbaru. Banyak bahaya yang sebelumnya belum dikenal tetapi saat ini menjadi suatu potensi besar. Karena itu, dalam melakukan identifikasi bahaya mesti selalu mempertimbangkan kemungkinan adanya teknik baru atau sistem pencegahan yang telah dikembangkan. 2.1.2.3. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Mereka paling mengetahui adanya bahaya di lingkungan
kerjanya
masing-masing.
Mereka
juga
berkepentingan dengan pengendalian bahaya di tempat kerjanya. Identifikasi bahaya juga berdasarkan masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. Konsumen biasanya mengetahui berbagai kelemahan dan kondisi berbahaya yang ada dalam jasa atau produk yang dihasilkan perusahaan. 2.1.2.4. Ketersediaan metoda, peralatan, referensi, data dan dokumen untuk mendukung kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi misalnya data kecelakaan yang pernah terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan.
13
2.1.2.5. Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan termasuk juga pedoman industri dan data seperti MSDS (Material Safety Data Sheet) (Ramli, 2010). 2.1.3. Jenis Bahaya Bahaya dalam kehidupan sangat banyak ragam dan jenisnya. Lihatlah di sekitar kita, tanpa disadari terdapat berbagai jenis bahaya. Jenis bahaya dapat diklasifikasikan menjadi bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya fisis, bahaya biologis, dan bahaya kimia (Ramli, 2010). 2.1.4. Teknik Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terkena bahaya. Namun demikian, tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah, seperti mengenal bahaya api (Ramli, 2010). Identifikasi
bahaya
adalah
suatu
teknik
komprehensif
untuk
mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan menjadi metoda pasif, metoda semiproaktif dan metoda aktif (Ramli, 2010). 2.1.4.1. Teknik pasif merupakan identifikasi pasif jadi bahaya dikenal dengan mengalami terlebih dahulu.
14
2.1.4.2. Teknik semi proaktif merupakan teknik belajar dari pengalaman orang lain jadi mengetahui adanya bahaya yang tidak dialami diri sendiri tetapi orang lain. 2.1.4.3. Metoda
proaktif
merupakan
metoda
terbaik
untuk
mengidentifikasi bahaya atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan : 2.1.4.3.1. Bersifat
preventif
karena
bahaya
dikendalikan
sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera. 2.1.4.3.2. Bersifat
peningkatan
berkelanjutan
(continual
improvement) karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan. 2.1.4.3.3. Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja setelah mengetahui dan mengenal adanya bahaya disekitar tempat kerjanya. 2.1.4.3.4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat menimbulkan kerugian (Ramli, 2010). Identifikasi bahaya yang bersifat proaktif antara lain : 2.1.4.3.1. Daftar periksa dan audit atau inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja. 2.1.4.3.2. Analisa bahaya awal (preliminary hazards analysis) 2.1.4.3.3. Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis)
15
2.1.4.3.4. Analisa what if (what if analysis) 2.1.4.3.5. Analisa moda kegagalan dan efek (failure mode and effect analysis) 2.1.4.3.6. Hazops (Hazards and operabolity study) 2.1.4.3.7. Analisa keselamatan pekerjaan (job safety analysis) 2.1.4.3.8. Analisa risiko pekerjaan (job safety analysis) Penerapan teknik identifikasi bahaya ini dapat dilakukan sepanjang daur hidup perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi (Ramli, 2010). 2.2. Pengendalian Risiko Pengendalian risiko menurut Ramli (2010) merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan. Risiko yang telah diketahui besar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, misalnya dengan dihindarkan, dialihkan kepada pihak lain, atau dikelola dengan baik. Proses pengendalian risiko menurut AS/NZS 4360 adalah sebagai berikut. 2.2.1. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risiko dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut. Cukup dengan melakukan pemantuan dan monitoring berkala dalam pelaksanaan
16
operasi. Misalnya perusahaan telah memilih menerima risiko penggunaan suatu peralatan mekanis dalam proses produksinya. 2.2.2. Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko sedang (medium) sehingga dapat diterima perusahaan. Karena itu tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian lebih lanjut. Perusahaan cukup melakukan pemantauan berkala baik di tempat kerja maupun terhadap tenaga kerja untuk mengetahui apakah ada efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya jika tingkat kebisingan mencapai 100-110 dB, maka risiko ini tidak dapat diterima karena mengandung risiko tinggi terhadap pendengaran dan kesehatan pekerja. Karena itu harus dilakukan tindakan pengendalian. 2.2.3. Jika risiko berada di atas batas yang dapat diterima maka perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut untuk menekan risiko dengan beberapa pilihan yaitu : 2.2.3.1. Mengurangi kemungkinan (reduce likelihood) 2.2.3.2. Mengurangi keparahan (reduce consequence) 2.2.3.3. Alihkan sebagian atau seluruhnya 2.2.3.4. Hindari (avoid) Menurut OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dengan pendekatan sebagai berikut. 2.2.3.1. Eliminasi 2.2.3.2. Substitusi 2.2.3.3. Pengendalian teknis (engineering control)
17
2.2.3.4. Pengendalian administrative 2.2.3.5. Penggunaan alat pelindung diri (APD). Lebih lanjut sub bab ini lebih dispesifikan pengendalian risiko dengan penggunaan alat pelindung diri. 2.3. Pengertian Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. Alat pelindung diri dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi pekerja apabila engineering dan administrative tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian alat pelindung diri bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir. Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Association, personal protective equipment atau alat pelindung diri didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Alat Pelindung Diri dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian alat pelindung diri bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut tetapi sebagai usaha terakhir dalam upaya melindungi tenaga kerja (Nedved, 1991). 2.3.1.
Standar Occupational Safety and Health Association (OSHA) Mengenai Alat Pelindung Diri
18
Untuk meningkatkan perlindungan diri dari bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja maka OSHA (Occupational Safety and Health Association) membuat peraturan alat pelindung diri sebagai berikut : 2.3.1.1. Memeriksa sekeliling tempat kerja untuk menentukan apakah ada bahaya-bahaya yang dapat terjadi sewaktu kerja. 2.3.1.2. Memilih dan mempersiapkan alat pelindung diri yang benarbenar cocok untuk masing-masing pekerja (sesuai dengan lingkup pekerjaanya). 2.3.1.3. Melatih bagaimana cara menggunakan atau memakai alat pelindung diri secara benar untuk mencegah dari bahayabahaya yang dapat mengancam bagian tubuh seperti kepala, muka, mata, telinga, sistem pernafasan, tangan, kaki dan lainlain. Masing-masing alat pelindung diri dirancang atau dibuat untuk mencegah bahaya yang mengancam di tempat kerja. Untuk meyakinkan bahwa pekerja telah memakai alat pelindung diri yang sesuai dan tepat, maka OSHA merekomendasikan agar mengadakan pemeriksaan atau peninjauan ke tempat kerja terlebih dahulu dan kemudian
mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan
adanya
bahaya-bahaya yang timbul dan dapat mengancam pekerja pada waktu mereka sedang melakukan pekerjaannya.
19
2.3.2.
Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dengan Alat Pelindung Diri Peraturan Pemerintah atau perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan alat pelindung diri antara lain : 2.3.2.1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 2.3.2.2. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.1ns.02/M/BW/BK/1984 tentang pengesahan Alat Pelindung Diri 2.3.2.3. Surat Edaran Dirjen Biawas No.SE/06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.
2.3.3.
Pemilihan Alat Pelindung Diri Kebutuhan alat pelindung diri didasarkan pada bahaya dan resiko yang ada di tempat kerja yang menyangkut tipe bahaya dan resiko, efek atau dampak yang ditimbulkan, kecelakaan yang sering terjadi dan lain-lain. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dan diperhitungkan dalam pemilihan Alat Pelindung Diri agar tujuan untuk mengurangi resiko, dan agar tujuan penggunaan alat pelindung diri lebih efektif ditentukan juga oleh sikap, mental dan keadaan pemakai. Penggunaan alat pelindung diri tidak hanya menyangkut permasalahan penyediaan dan seluruh pekerja memakainya, tetapi ada beberapa langkah penting sebelum penyediaan alat pelindung diri, yaitu : 2.3.3.1. Analisa kebutuhan, merupakan langkah pertama sebelum pemilihan alat pelindung diri yang akan dibeli, terlebih
20
dahulu tentukan jenis bahaya apa saja yang terdapat dalam pekerjaan dan bagaimana kondisi kerja yang ada serta mengacu pada peraturan dan bagaimana kondisi kerja yang ada serta mengacu pada peraturan mana. Dalam menganalisa kebutuhan akan alat pelindung diri, statistik kecelakaan juga sangat membantu, misalnya pekerjaan apa dan ruangan mana kecelakaan sering terjadi serta bagian tubuh mana yang sering mendapat cidera saat kecelakaan kemudian pada waktu inspeksi ke tempat kerja perlu diperhatikan jenis pekerjaan yang membahayakan, dimana letak sumber bahaya serta
sejauh
mana
sumber
bahaya
tersebut
dapat
dikendalikan. 2.3.3.2. Pemilihan alat pelindung diri berdasarkan analisa kebutuhan, dapat ditentukan jenis alat apa saja yang diperlukan, selain itu sampai sejauh mana perlindungan yang diperlukan, selain itu sampai sejauh mana perlindungan yang diperlukan dari alat tersebut yang standar yang berlaku. Alat pelindung diri harus sudah melalui pengujian apakah sudah memenuhi standar atau tidak, kegagalan pemakaian dapat menyebabkan tenaga kerja kembali kepada kebiasaan semula bekerja tanpa alat pelindung diri, disinilah perlu tindakan disiplin. 2.3.3.3. Komunikasi program, diperlukan agar tenaga kerja mengerti dan merasa diikutsertakan, tidak hanya berupa instruksi lisan
21
lewat papan pengumuman. Perlu pula ditanamkan pengertian akan pentingnya
peranan alat pelindung diri, dalam
mencegah cidera atau mengurangi akibat suatu kecelakaan dan meningkatkan minat dan akhirnya kebutuhan akan pemakaian alat pelindung diri. 2.3.3.4. Latihan perlu dilakukan agar tenaga kerja mengetahui dalam keadaan apa alat ini harus digunakan sebagaimana mestinya latihan ini dapat diberikan secara khusus atau mungkin saja secara khusus atau mungkin saja secara tidak formal. Dalam periode latihan tenaga kerja harus bisa menggunakan alat pelindung diri secara benar dan tepat, harus diberitahukan cara menyesuaikan alat pelindung diri serta bagaimana memeliharanya. 2.3.3.5. Penegakkan disiplin, dalam penggunaan alat pelindung diri perlu
ditegakkan
dilakukan,
tenaga
disiplin, kerja
sebelum perlu
tindakan
diberi
waktu
disiplin untuk
menyesuaikan diri. Perlu diinventalisir keluhan-keluhan mereka dan dicarikan usaha menghilangkannya selama waktu penyesuainan tersebut, pimpinan perlu bersikap persuasive dan bersifat mendidik. Setelah waktu penyesuaian tersebut dianggap cukup, maka ditetapkan bahwa pemakaian alat
pelindung
diri
merupakan
keharusan,
adanya
22
pelanggaran akan dikenakan hukuman, seperti teguran atau peringatan keras dan tindakan disiplin lainnya. Dalam pemilihan alat pelindung diri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 2.3.3.1. Nyaman dipakai pada kondisi pekerjaan yang sesuai dengan Desain alat tersebut. 2.3.3.2. Tidak mengganggu kerja dalam arti alat pelindung diri tersebut harus sesuai dengan besar tubuh pemakainya dan tidak menyulitkan gerak pengguna. 2.3.3.3. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya yang khusus sebagaimana alat pelindung diri tersebut didesain. 2.3.3.4. Alat-alat pelindung diri harus tahan lama.Alat-alat pelindung diri tersebut mudah dibersihkan dan dirawat oleh pekerja. 2.3.3.5. Harus ada Desain, konstruksi, pengujian dan penggunaan alat pelindung diri sesuai dengan standar. (Suma’mur, 1984) 2.3.4. Bahaya-Bahaya yang Membutuhkan Penggunaan Alat Pelindung Diri Beberapa kemungkinan bahaya yang dapat ditemui di lingkungan pekerjaan seperti berikut ini : 2.3.4.1. Bahaya Kimia Jika bekerja dengan bahan kimia yang berbahaya, maka pekerja harus memakai alat pelindung diri untuk mencegah terhirupnya atau terpercik bahan kimia tersebut ke bagian tubuh pada
23
saat penggunaan bahan kimia tersebut atau secara tidak sengaja dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. 2.3.4.2. Partikel-Partikel Banyak pekerjaan yang dapat menyebabkan timbulnya debu atau kotoran yang dapat membahayakan mata, selain itu jikka debu atau kotoran tersebut terhirup maka akan membahayakan paru-paru dan system pernafasan. 2.3.4.3. Panas dan Temperatur Tinggi Tanpa alat pelindung diri yang benar-benar sesuai dan tepat pemakaiannya maka dalam pelaksanaan proses atau pekerjaan yang menimbulkan panas dapat mencederai atau membakar kulit dan melukai mata. 2.3.4.4. Radiasi Cahaya Bahaya radiasi seperti dapur api, intensitas cahaya yang tinggi dari api pengelasan, pemotongan yang menggunakan panas tinggi dan pekerjaan yang menimbulkan radisai cahaya yang dapat merusak mata atau menggunakan radio aktif yang bisa menyebabkan cidera bagi pekerja. 2.3.4.5. Pemindahan bagian dari suatu peralatan Mesin-mesin yang mempunyai pelindung (guards) untuk mencegah hubungan langsung antara pekerja dengan alat-alat atau mesin-mesin yang berputar. Kadang-kadang bila pekerja lupa
24
memindahkan ataupun memperbaiki mesin, lupa untuk memasanganya kembali. 2.3.4.6. Kejatuhan suatu barang Jika barang-barang ditempatkan pada ketinggian secara tidak benar atau membawa alat-alat dan kurang hati-hati pada pada saat naik, maka barang tersebut bisa lepas dan jatuh yang menyebabkan bahaya bagi orang yang ada dibawahnya dan bisa mencederai bagian tubuh atau bagian kepala dan kaki. 2.3.4.7. Barang-barang tajam/runcing Perkakas atau barang-barang yang tajam/runcing dapat membahayakan tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya bila tidak memakai alat pelindung diri. 2.3.4.8. Keadaan atau kondisi tempat kerja Bahaya juga dapat diakibatkan oleh keadaan tempat kerja atau cara pekerja berdiri dan bergerak ketika mereka sedang melakukan aktifitas pekerjaannya. 2.3.4.9. Jatuh dari ketinggian Pekerja harus dilindungi dari bahaya jatuh pada saat bekerja di
tempat
ketinggian,
pekerja
diharuskan
memakai
PELINDUNG DIRI. 2.3.5.
Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri (Alat Pelindung Diri)
ALAT
25
Berbagai
macam
alat
pelindung
diri
seperti
Surat
Edaran
No.SE.06/BW/1997, yang dikeluarkan olehDirektorat Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Keternagakerjaan antara lain : 2.3.5.1. Alat Pelindung Kepala Pemakaian alat pelindung ini bertujuan untuk melindungi kepala dari terbentur dan terpukul yang dapat menyababkan luka juga melindungi kepala dari panas, radiasi, api dan bahan-bahan kimia berbahaya serta melindungi agar rambut tidak terjerat dalam mesin yang berputar. Berdasarkan fungsinya, Pelindung kepala dapat dibagi menjadi 3 bagian : 2.3.5.1.1. Topi pengaman (safety helmet) untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda-benda.
Gambar 2.1 Sefety Helmet Sumber : arktrading, 2010 2.3.5.1.2. Topi tudung Untuk melindungi kepala dari api, uap-uap korosif, debu, kondisi iklim yang buruk, untuk melindungi
26
kepala dari zat-zat kimia, iklim yang berubah-ubah, api dan lain-lain. 2.3.5.1.3. Tutup kepala Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau mencegah lilitan rambut dari mesin dan lain-lain. Biasanya terbuat dari katun atau bahan yang mudah dicuci. Berdasarkan susunannya pelindung kepala dibagi atas 3 bagian. Outersheels (bagian luar yang keras).. Untuk melindungi benturan keras dari luar. Shock absorbing suspensions (headband and straps). Sebagai penahan benturan antara outersheels dengan kepala. Chin straps (tali pengikat di dagu). Untuk menjaga agar pelindung kepala tidak terlepas oleh tiupan angin atau gerakan badan 2.3.5.2. Alat Pelindung Wajah atau Mata Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif, partikel melayang, atau terkena radasi gelombang
elektromagnetik.
Pelindung
mata
(safety
glasses)
mempunyai beberapa kriteria, yakni : 2.3.5.1.1.
Lensa memiliki dua tingkat kemampuan : basic impact dan high impact. Ketebalan/ketipisan dari lensa diperbolehkan dengan ketentuan tertentu sesuai dengan test yang dibutuhkan.
27
2.3.5.1.2.
Label peringatan untuk mengindikasi bahwa lensa hanya dapat menahan basic impact saja.
2.3.5.1.3.
Frame harus melalui beberapa tes seperti highmass dan high velocity impact. Frame harus memiliki kemampuan untuk menahan 2.0 mm high impact dari lensa.
2.3.5.1.4.
Sideshields
harus
lebih
memberikan
perlindungan di sisi samping. Macam-macam alat pelindung mata dan muka, yaitu : 2.3.5.1.1.
Safety spectacles
Gambar 2.2 Safety Spectacles Sumber : buildfix, tahun 2010 Kacamata pelindung mata yang dibuat dengan kontruksi
safety frames
dari logam
dan/plastik
dan
disesuaikan dengan plano impact-resistant lenses. Terdiri atas dengan atau tanpa side shields, tetapi kebanyakan dengan side shields.
28
2.3.5.1.2.
Impact-resistant spectacles
Gambar 2.2 Impact-Resistant Spectacles Sumber :sigma-tek, tahun 2010 Dapat digunakan untuk akibat sedang dari partikel yang dihasilkan oleh beberapa pekerjaan, seperti perkayuan pekerjaan tukang kayu, grinding dan scaling. 2.3.5.1.3.
Side shields
Gambar 2.3 Side Shields Sumber : .safetyoffice, tahun 2010 Melindungi dari partikel yang dapat masuk ke mata dari bagian samping. Side shields dibuat dari sambungan kawat atau plastik. Shide shields tipe eyecup merupakan perlindungan yang paling baik.
29
2.3.5.1.4.
Goggles
Gambar 2.4 Goggles Gambar : dryeyepain, tahun 2010 Pada umumnya, goggles melindungi mata, rongga mata, dan area wajah sekitar dari dampak, debu dan percikan. Beberapa goggles dilengkapi dengan lensa. 2.3.5.1.5.
Welding shields
Gambar 2.5 Welding Shields Sumber indiamart, tahun 2010 Disusun atas serat vulkanis dan dilengkapi dengan lensa, yang didesain untuk bahaya yang spesifik saat melakukan proses welding. Welding shields melindungi mata dari pembakaran yang disebabkan oleh cahaya inframerah, dan melindungi mata dan muka dari percikan logam dan slag
30
chips
yang
dihasilkan
selama
pengelasan,
brazing,
penyolderan dan pemotongan. 2.3.5.1.5.
Laser safety goggles
Gambar 2.6 Laser Safety Goggles Sumber : offenhaeuser, tahun 2010 Laser safety goggles memberikan perlindungan terhadap cahaya berkonsentrasi tinggi yang dihasilkan oleh laser. Tipe laser safety goggles yang dipilih tergantung pada peralatan dan kondisi operasi di tempat kerja. 2.3.5.1.6.
Face shields
Gambar 2.7 Face Shields Sumber : labsafety, tahun 2010 Merupakan lembaran plastik transparan yang menutupi dari kening ke bawah dagu. Alat alat tersebut terdiri dari beberapa jenis dan ukuran sesuai kebutuhannya.
31
Bagi pekerja yang memakai kacamata dianjurkan memakai safety goggles yang sesuai dan enak dipakai tanpa mengganggu aktifitas pekerjaannya. 2.3.5.2. Alat Pelindung Telinga Penggunaan alat pelindung telinga sangat penting bagi pekerja yang berada di daerah yang tingkat kebisingannya sangat tinggi, karena dalam jangka waktu yang panjang akan merusak pendengaran seseorang. Pengklasifikasian dari pelindung telinga didasarkan pada tingkat kebisingan pada frekuensi tertentu. Ada 3 tipe dasar untuk alat pelindung telinga: 2.3.5.2.1.
Ear plug
Gambar 2.8 Ear Plug Sumber : casafety, tahun 2010 Penyumbat
telinga
yang
pemakaiannya
dimasukkan di saluran telinga bagian luar, dibuat untuk semua ukuran, digunakan di tempat kerja dengan intensitas kebisingan antara 85-95 dB dan kemampuan atenansinya (daya lindung) 25-30 dB.
32
2.3.5.2.2.
Ear muff
Gambar 2.9 Ear Muff Sumber : lewiscontractorsales, tahun 2010 Ear muff merupakan pelindung telinga yang terbaik,bentuknya menutupi seluruh daun telinga dengan ikat kepala (headband). Masing-masing ear cups ditutupi oleh bantalan luar yang lunak. Digunakan di tempat kerja yang mempunyai intensitas kebisingan 95-110 dB. Pada frekuensi 2800-4000 Hz kemampuan atenuasinya 35-45 dB. 2.3.5.2.3.
Canal caps
Gambar 2.10 Canal Caps Sumber : apgea, tahun 2010 Canal caps merupakan penyumbat telinga yang empuk dan mempunyai head band.. Canal caps digunakan di
33
tempat kerja yang mempunyai intensitas kebisingan lebih dari 110 dB. 2.3.5.3. Alat Pelindung Pernafasan Alat
pelindung
pernafasan
berfungsi
memberikan
perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya di udara tempat kerja seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel atau uap dan pencemaran oleh gas atau uap. Macam-macam alat pelindung diri pernafasan yaitu: 2.3.5.3.1.
Masker
Gambar 2.11 Masker Sumber : blogspot, tahun 2010 Umumnya terbuat dari kain kasa atau busa yang didesinfektan terlebih dahulu. Pada umumnya measker digunakan untuk mengurangi masuknya debu ke saluran pernapasan. 2.3.5.3.2.
Respirator Digunakan untuk melindungi pekerja dari debu,
kabut, uap logam, asap dan gas yang berbahaya bagi kesehatan seseorang. Respirator dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
34
a.
Air Purifying Respirator Air
Purifying
Respirator
Adalah
alat
pernafasan dengan pemurnian udara, digunakan jika udara mengandung cukup oksigen tetapi mengandung pencemaran (kontaminasi) yang berbahaya. Jenis-jenis air purifying respirator : a) Masker gas (gas mask)
Gambar 2.12 Gas Mask Sumber : approvedgasmasks, tahun 2010 Masker gas terdiri dari topeng (masker) yang dihubungkan ke tabung (canister). Udara yang terkontaminasi akan dimurnikan oleh bahan-bahan kimia yang ada di dalam canister. b) Chemical cartridge respirators
Gambar 2.13 Chemical Cartridge Respirators Sumber : safetyonline, tahun 2010
35
Chemical cartridge respirators terdiri dari topeng penutup dan mulut yang dihubungkan langsung ke cartridge se. Jenis ini umumnya digunakan untuk menangani pekerjaan dimana konsentrasi gas/uap tidak terlaku tinggi. c) Self-Consumed Breathing Apparatus (SCBA)
Gambar 2.14 Self-Consumed Breathing Apparatus Sumber : .dcis.ca, tahun 2010 Umumnya digunakan oleh pekerja pada atmosfir berbahaya untuk kehidupan. Selaun itu juga digunakan apabila disertai adanya bahan iritasi pada kulit
atau
denganpakaian
mata.
Respirator
khusus
dan
ini
dilengkapi
compressed
oxygen
breathing apparatus. 2.3.5.4. Alat Pelindung Tangan Untuk melindungi tangan dari bahaya seperti terpotong, tertusuk, terbaka, terluka, lecet, patah, amputasi dan terkena zat kimia yang berbahayadan lain-lain pada waktu bekerja, maka pekerja
36
diharuskan memakai sarung tangan (safety gloves). Sarung tangan terbuat dari bahan bahan seperti : 2.3.5.4.1.
Jala logam (metal mesh), kulit atau kanvas Sarung tangan yang kokoh terbuat dari metal
mesh, kulit atau kanvas memberikan perlindungan dari terpotong, terbakar dan panas. a) Leather gloves
Gambar 2.15 Leather Gloves Sumber : indiamart, tahun 2010 Leather gloves digunakan melindungi dari percikan, panas yang sedang, pukulan, chip dan benda tajam. b) Aluminized gloves
Gambar 2.16 Aluminized gloves Sumber : .nsamf, tahun 2010
37
Aluminized gloves biasanya digunakan untuk pengelasan, pemanasan dan pekerjaan pengecoran logam karena memberikan perlindungan terhadap panas. Dibuat dari material sintetik yang melindungi dari panas dan dingin. c) Aramid fiber gloves
Gambar 2.17 Aramid Fiber Gloves Sumber : houseput, tahun 2010 Aramid adalah material sintetik
yang
melindungi dari panas dan dingin yang dapat dibuat menjadi sarung tangan yang resisten terhadap pemotongan dan abrasif. 2.3.5.4.2.
Fabric and coated fabric gloves Sarung tangan ini dibuat dari katun untuk
bermacam-macam tingkat perlindungan.
38
a) Fabric gloves
Gambar 2.18 Fabric Gloves Sumber : allproducts, tahun 2010 Dapat melindungi dari kotoran, karat, gosokan dan lecet. Sarung tangan ini tidak memberikan perlindungan yang cukup untuk digunakan dengan material yang kasar, tajam dan berat. b) Coated fabric gloves
Gambar 2.19 Coated Fabric Gloves Sumber : .tradekorea, tahun 2010 Sarung tangan jenis ini biasanya dibuat oleh manufaktur dari bahan katun halus dengan napping pada salah satu sisi. 2.3.5.4.3.
Gloves yang resisten terhadap bahan dan cairan kimia Terbuat dari karet (latex, nitrile atau butyl),
plastic atau material seperti karet sintetik (neoprene) yang
39
melindungi pekerja dari pembakaran, iritasi dan dermatitis yang disebabkan oleh kontak dengan minyak, lemak, solven dan bahan kimia lain. a) Butyl rubber gloves
Gambar 2.20 Butyl Rubber Gloves Sumber : uvex, tahun 2010 Melindungi dari asam nitrat, asam sulfur, asam hydrofluoric, red furnace nitric acid, bahan bakar roket dan peroksida. Daya tahan tembus yang tinggi untuk gas, bahan kimia, uap air, butyl rubber. Resisten terhadap oksidasi, korosi ozon, abrasi dan lentur pada temperature rendah. b) Natural latex or rubber gloves
Gambar 2.21 Natural Latex Gloves Sumber : mammothcleaningsupplies, tahun 2010
40
Sarung tangan ini melindungi tangan pekerja dari asam, alkali, garam dan keton. Latekx gloves dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang. Hypoallergenic powderless
gloves,
gloves
glove
mungkin
liners tidak
dan dapat
digunakan pada individu yang alergi terhadap latex gloves. c) Neoprene gloves
Gambar 2.22 Neoprene Gloves Sumber : fairfielduniform, tahun 2010 Neoprene gloves memiliki kelenturan yang bagus, finger dexterity, densitas tinggi dan resisten terhadap cairan hydraulic, gasoline, alcohol, asam organik dan alkali. d) Nitrile rubber gloves
Gambar 2.23 Nitrile Rubber Gloves
41
Sumber : practicon, tahun 2010 Nitrile rubber gloves memberikan perlindungan terhadap solven klorin seperti trychoroethylene dan perchoroethylene. Sarung tangan ini resisten terhadap abrasi, kebocoran, snags dan tears. 2.3.5.4.4. Insulasi karet a) Leather (kulit)
Gambar 2.24 Insulasi Leather Gloves Sumber : lewiscontractorsales, tahun 2010 Leather Gloves berfungsi untuk melindungi dari benda-benda yang kasar, panas dan potonganpotongan logam. b) Cotton fabric (katun)
Gambar 2.25 Cotton Fabric Sumber : directindustry, tahun 2010
42
Cotton fabric berguna untuk melindungi dari kotoran-kotoran dan benda-benda yang licin. c) Rubber, neoprene, vinyl atau tipe lain
Gambar 2.26 Vinyl Gloves Sumber : newyorksafetyequipment, tahun 2010 Sarung tangan ini dapat melindungi dari bahaya zat kimia. Untuk itu diperlukan Material Safety Data Sheet (MSDS)yang menjelaskan bahaya dan cara penangananya. d) Metal mesh (butiran logam)
Gambar 2.27 Metal Mesh Sumber : chefknifes, tahun 2010 Metal
mesh
dapat
melindungi
dari
bahaya
terpotong oleh pisau atau benda-benda tajam.
43
2.3.5.5. Alat Pelindung Kaki Kaki harus dilindungi jika terdapat bahaya di tempat kerja yang berbahaya bagi bagian tubuh ini. Dalam pelindung kaki terdapat reinforced safety toe yang dapat menahan benturan dari kejatuhan benda yang berat di atas jari kaki. Macam-macam pelindung kaki adalah : 2.3.5.5.1.
Leggings
Gambar 2.28 Legging Sumber: toolsandequipment, tahun 2010 Leggings berfungsi untuk melindungi kaki bagian bawah dari bahaya panas, seperti molten metal atau percikan welding. 2.3.5.5.2.
Metatarsal guards
Gambar 2.29 Metatarsal Guards Sumber : www.labsafety, tahun 2010
44
Metatarsal guards terbuat dari aluminium, baja, serat atau plastik yang diikat ke bagian luar sepatu untuk melindungi bagian dalam dari bahaya tekanan. 2.3.5.5.3.
Toe guards
Gambar 2.30 Toe Guards Sumber : mensboots.guidestobuy, tahun 2010 Toe guards dapat dibuat dari baja, aluminium atau plastik. Diletakkan di atas jari kaki dari sepatu
reguler.
Perlindungan
ini
hanya
melindungi jari kaki dari dampak dan bahaya tekanan. 2.3.5.5.4.
Combination foot and shin guards
Gambar 2.31 Combination Foot and Shin Guards Sumber : southernpoliceequipment, tahun 2010
45
Perlindungan ini dapat digunakan sebagai kombinasi
dengan
toe
guards
ketika
memerlukan perlindungan yang terbaik. 2.3.5.5.5.
Safety shoes
Gambar 2.32 Safety Shoes Sumber : glodok-safety, tahun 2010 Merupakan sepatu
yang resistan terhadap
dampak jarikaki dan memiliki sol yang resisten terhadap
panas
yang
melindungi
dari
permukaan kerja yang panas, seperti pada industri roofing, trotoar dan logam panas. Logam di dalam sol melindungi dari kebocoran. Safety shoes juga di Desain untuk konduksi listrik untuk mencegah terjadinya listrik statik di area dengan potensial ledakan atau nonkonduksi untuk melindungi dari bahaya listrik. Spesifikasi safety shoes. Sol bawah : tidak licin, anti gores, anti statik, tahan oli/minyak. Toe cap (baja pelindung depan) : terbuat dari baja, daya tahan
46
200 Joule dan mampu menahan beban hingga 20 kg yang jatuh dari ketinggian 1,5m. Bahan bagian atas : terbuat dari kulit. Bahan lapisan dalam : terbuat dari bahan yang lembut. General specification : sepatu harus tahan panas sampai dengan 150
0
C serta nyaman dan fleksibel
(lentur) 2.3.5.6. Pakaian Pelindung Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi anggota badan terhadap pengaruh pengaruh kebakaran, suhu tinggi, suhu dingin, bahan-bahan korosif/kimia, cairan minyak serta benturanbenturan benda. Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Jenis-jenis pakaian pelindung yakni heat resistant clothing, acid resistant clothing dan pakaian kerja biasa. 2.3.6.
Pemeliharaan Alat Pelindung Diri Menurut Budiono, dkk (2003) secara umum pemeliharaan alat
pelindung diri dapat dilakukan antara lain dengan: 2.3.6.1.
Mencuci dengan air sabun, kemudian dibilas dengan air secukupnya.Terutama untuk helm, kacamata, earplug, dan sarung tangan kain/kulit/karet.
2.3.6.2.
Menjemur dipanas matahari untuk menghilangkan bau, terutama pada helm.
47
2.3.6.3.
Mengganti filter atau catridgenya untuk respirator.
2.3.7. Penyimpanan Alat Pelindung Diri Menurut Budiono, dkk (2003) untuk menjaga daya guna dari alat pelindung diri, hendaknya disimpan ditempat khusus sehingga terbebas dari debu, kotoran, gas beracun, dan gigitan serangga/binatang. Hendaknya tempat tersebut kering dan mudah dalam pengambilannya. 2.4.
Perilaku 2.4.1.
Definisi Perilaku Perilaku menurut Jeremy Stranks (2007) didefinisikan sebagai
bagaimana orang memperlakukan dirinya sendiri, sikap dan cara seorang individu dan tindakan yang diamati dari seseorang. Geller (2001) mendefinisikan perilaku adalah tindakan individual yang dapat diamati oleh orang lain. Tes untuk menentukan definisi perilaku yang baik adalah apakah orang lain menggunakan definisi tersebut dapat secara akurat mengamati apakah perilaku target muncul atau terjadi. Kata yang digunakan untuk mendeskripsikan perilaku harus dipilih dengan jelas agar terhindar dari kesalahan pengertian, teliti agar sesuai dengan perilaku spesifik yang diamati, cepat agar tetap mudah, dan harus memiliki referensi yang jelas atas perilaku yang diamati. Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologis, perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon). Oleh karena itu perilaku terjadinya melalui proses stimulus terdapat organisme, kemudian organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut S-O-R
48
(Stimulus-Organisme-Respon). Ada dua respon yang membentuk perilaku seseorang, yaitu : 2.4.1.1.
Respondent responds atau reflexive Respon yang timbul oleh adanya stimulus tertentu. Stimulus
semacam ini disebut electing stimulation. Misalkan makanan yang lezat yang menimbulkan rasa lapar, cahaya terang yang menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional seperti sedih ketika mendengar musibah. 2.4.1.2.
Operant responds atau instrumental responds Respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer karena memperkuat respons. Misalnya pujian atasan yang diberikan pada pekerja yang telah bekerja dengan baik dapat meningkatkan motivasi pekerja tersebut. Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan (Winardi, 2004). Berikut merupakan definisi perilaku sebagai hasil dari konstruksi teori-teori dan riset, sebagai berikut: 2.4.1.1.
Perilaku merupakan sesuatu yang disebabkan karena sesuatu hal
2.4.1.2.
Perilaku ditunjukan ke arah sasaran tertentu
49
2.4.1.3.
Perilaku yang dapat diobservasi dapat diukur
2.4.1.4.
Perilaku yang tidak langsung dapat di observasi (contoh berpikir, melaksanakan persepsi) juga penting dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
2.4.1.5.
Perilaku dimotivasi
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 2.4.1.1.
Perilaku tertutup, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.
2.4.1.2.
Perilaku terbuka, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan
penelitian
Rogers
(1974)
dalam
Notoatmodjo
(2007),
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 2.4.1.1.Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek terlebih dahulu.
50
2.4.1.2.Interest yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus. 2.4.1.3.Evaluation yaitu orang mulai menimbang-nimbang yang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini bearti sikap responden sudah lebih baik lagi. 2.4.1.4.Trial yaitu telah mencoba perilaku yang baru. 2.4.1.5.Adoption yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus. 2.4.2.
Perilaku Aman Perilaku keselamatan kerja menurut Terry (2003) diawali dengan
adanya penilaian secara menyeluruh keamanan yang ada. Lalu dilakukan peninjauan secara eksekutif dan mulai dengan mendesain tim kerja. Kemudian desain akhir terdiri dari visi misi yang akan menjadi target pencapaian, proses perkerjaan yang tetap aman, melakukan pengembangan prosedur, mendirikan motivasi keamanan, merencanakan pelatihan, tinjauan manajemen. Selanjutnya proses implementasi perilaku aman dan yang terakhir mempertahankan perilaku aman. Dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut.
51
Bagan 2.1 Proses Penerapan Perilaku Aman
Sumber : Terry (2003)
52
2.5.
Pengertian Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat serta dapat menjadi penyakit akibat kerja ataupun penyakit akibat hubungan pekerjaan (Tresnaningsih, 2012) 2.6.
Penyakit Akibat Kerja Menurut Tresnaningsih (2012) Penyakit Akibat Kerja (PAK) biasanya sering
terjadi pada pekerja yang sering mengabaikan safety, atau bisa pula karena manajemen perusahaan yang kesadaran akan safety rendah, di Indonesia telah diatur dalam Kepres Nomor 22 1993. Berikut beberapa penyebab akibat kerja :
2.7.
2.6.1.
Golongan fisika
2.6.2.
Golongan kimia
2.6.3.
Golongan biologi
2.6.4.
Golongan fisiologi (ergonomi)
2.6.5.
Golongan mental psikologi
Penyakit Akibat Hubungan Pekerjaan Penyakit yang diperberat oleh pekerjaan yang dilakukannya, seperti pekerja
yang sebelumnya mempunyai penyakit asma berkerja pada produksi semen makan asma tersebut menjadi parah. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
53
menuju tempat kerja dan pulang kerumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui (Permenaker No. Per 03/Men/1994 mengenai Program JAMSOSTEK). 2.7.1.
Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor utama yakni
faktor fisik dan faktor manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup dua permasalahan pokok, yakni: 2.7.1.1.Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan 2.7.1.2.Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni: 2.7.1.1.Faktor Fisik Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya. 2.7.1.2.Faktor Manusia Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena kelengahan, ngantuk dan sebagainya. Menurut hasil
54
penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. 2.7.2.
Dampak Kecelakaan Kerja Berikut ini merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja
(Simanjuntak, 1994): 2.7.2.1. Meninggal dunia Dalam hal ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya. 2.7.2.2. Cacat permanen total Merupakan cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen
tidak
mampu
pekerjaan
produktif
lagi
karena
sepenuhnya kehilangan
melakukan atau
tidak
berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata, satu mata dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh. 2.7.2.3. Cacat permanen sebagian Cacat yang mengakibatkan astu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi. 2.7.2.4. Tidak mampu bekerja sementara Kondisi sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan,
55
sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produktif. Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. 2.8.
Kerangka Teori Bagan 2.2 Kerangka Teori
Langkahlangkah pekerjaan
Perilaku
Identifikasi bahaya
Respon
Pengendalian bahaya (Eliminasi, Substitusi, engineering control, administrative control, Penggunaan Alat Pelindung Diri)
Stimulus
Alat Pelindung Diri
Penggunaan Alat Pelindung Diri
Sumber : Ramli (2010) dan Skiner (1938) Dari kerangka teori menurut Ramli (2010) bahaya yang terdapat disuatu tempat kerja pertama-tama harus mengetahui langkah-langkah pekerjaan dari awal hingga akhir secara sistematis. Setelah mengetahui langkah-langkah pekerjaannya maka dilakukan identifikasi bahaya. Lalu identifikasi bahaya yang didapat dapat menentukan pengendalian seperti eliminasi, apabila dengan pengendalian bahaya secara eliminasi tidak dapat dilakukan dapat melakukan substitusi, dan seterusnya.
56
Hingga pengendalian terakhir dengan penggunaan alat pelindung diri apabila eliminasi, substitusi, engineering control, administrative control tidak dapat dilakukan. Dari kerangka teori menurut Skiner (1938) terbentuknya perilaku ditentukan oleh adanya stimulus yang kemudian menimbulkan respon terhadap perilaku yang nyata dilakukan.
57
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1.
Kerangka Berpikir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi bahaya dan gambaran
perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Dalam penelitian ini yang diamati bahaya yang mungkin dapat terjadi dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri. Penelitian ini diawali dengan mengetahui langkah-langkah pekerjaan di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta kemudian dilakukan identifikasi bahayanya. Lalu pengendalian bahaya yang dispesifikasikan dengan ketersediaan alat pelindung diri di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta selanjutnya dilihat gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri tersebut. Pada penelitian ini pengendalian secara eliminasi, substitusi, engineering control, dan administrative control tidak diteliti dikarenakan menurut Ramli (2010) pengendalian eliminasi akan membutuhkan biaya banyak karena menghilangkan sumber bahaya yaitu mesin-mesin yang digunakan di laundry dan tidak efektif untuk pekerjaan di laundry. Pengendalian secara substitusi akan membutuhkan biaya banyak karena mengganti semua sumber bahaya yaitu mesin-mesin yang digunakan di laundry. Pengendalian secara engineering control dari studi pendahuluan telah dilakukan peneliti dengan penggunaan barrier untuk meredamkan kebisingan dan penggunaan local exhaust dan general exhaust untuk sirkulasi udara yang baik.
58
Pengendalian secara administrative control dari studi pendahuluan telat dilakukan rotasi kerja secara bergiliran dan menurut standar operasional prosedur di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita (2012) terdapat dua shift pagi dan sore dengan setiap shift 7 jam perhari. Pengendalian dengan menggunakan alat pelindung diri telah disediakan akan tetapi masih banyak pekerja yang tidak menggunakannya. Kesediaan ini termasuk dalam stimulus lalu menimbulkan respon sehingga berperilaku menggunakan alat pelindung diri atau tidak. Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Langkah-langkah pekerjaan di Laundry RSAB
Identifikasi bahaya di Laundry RSAB
Katersediaan APD di Laundry RSAB
Perilaku PenggunaanAPD di Laundry RSAB
Bagan 3.1. Kerangka Berpikir
59
3.2. Definisi Istilah Tabel 3.1. Definisi Istilah Istilah Langkah-langkah pekerjaan di laundry RSAB Identifikasi bahaya di laundry RSAB
Ketersediaan alat pelindung diri di laundry RSAB
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
Definisi Tahapan dari awal hingga akhir proses pekerjaan di laundry RSAB Proses untuk memprediksi potensial bahaya yang dapat terjadi di laundry RSAB Tindakan menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada pekerja dan setiap orang lain yang memasuki tempat kerja (laundry RSAB) Wujud kegiatan/ perbuatan dalam menggunakan alat pelindung diri.
Cara Ukur Observasi kegiatan dan Indepth interview. Observasi kegiatan dan Indepth interview.
Alat Ukur Kamera digital dan pedoman wawancara. Kamera digital, pedoman wawancara.
Observasi ketersediaan oleh pihak rumah sakit mengenai alat pelindung diri
Observasi dan kamera digital, pedoman wawancara.
Observasi perilaku pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta terhadap penggunaan alat pelindung diri serta melakukan wawancara mendalam.
Pedoman wawancara, lembar observasi, dan kamera digital.
60
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan tentang seluruh yang terjadi dilapangan (Moleong, 1991). Pada penelitian ini untuk memberikan gambaran identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. 4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April– Mei 2013 di Rumah sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jalan Letjen Jendral S. Parman Kav. 87 Slipi, Jakarta. 4.3.
Informan Penelitian Fungsi informan dalam penelitian adalah sebagai sumber untuk mencari
informasi mengenai identifikasi bahaya dan penyebab perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan teknik purposive sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat informan yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2009). Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
61
4.3.1. Informan Utama Pekerja laundry yang terdiri dari pekerja yang bertugas mengambil linen kotor pada setiap bangsal/unit perawatan, pekerja bagian penimbangan, pekerja bagian penghitungan, pekerja bagian pencucian, pekerja bagian pengeringan, pekerja bagian melipat, pekerja bagian roll press, pekerja bagian plat press. Pekerja yang bertugas mengambil linen kotor pada setiap bangsal/unit perawatan terdiri hanya satu orang pekerja setiap harinya selama seminggu akan di rolling kebagian lainnya. Kemudian pekerja bagian penghitungan hanya terdiri dari dua orang setelah penghitungan selesai membantu pekerja yang di bagian lain kecuali pengambilan dan pencucian. Lalu pekerja bagian pencucian hanya satu orang pekerja setiap harinya selama seminggu akan di rolling kebagian lainnya. Selanjutnya pekerja bagian pengeringan hanya satu orang pekerja setiap harinya tetapi dibantu dengan pekerja lainnya. Pekerja bagian melipat, pekerja bagian roll press, pekerja bagian plat press terdiri dari pekerja yang kurang lebih sepuluh orang. 4.3.2. Informan Kunci Informan kunci adalah informan yang tidak terkait langsung pekerjaan di bagian laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan mengetahui secara ahli dalam hal pekerjaan di laundry. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang kepala instansi sarana sandang dan CSSD Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
62
4.3.3. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang sekaligus bekerja sebagai pengawas di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Jakarta. Pada pekerja yang sekaligus sebagai pengawas terdiri dari satu orang. Tabel 4.1. Informan Penelitian Jenis Informan Informan Utama
Jumlah -Satu Orang -Satu Orang
Informan Kunci Informan Pendukung
4.4.
-Satu Orang -Satu Orang -Tiga Orang -Satu Orang -Satu Orang Satu Orang Satu Orang
Bagian -Mengambilan linen (bahan atau kain) kotor. -Penimbangan dan Penghitungan -Pencucian -Pengeringan -Melipat -Roll press -Plat press Kepala laundry Pekerja bagian laundry sekaligus bekerja sebagai pengawas di Laundry.
Instrumen Penelitian Menurut Sugiyono (2009) instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah
peneliti sendiri yaitu mahasiswi peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, karena peneliti sebagai pengumpul data yang mempengaruhi terhadap faktor instrumen. Untuk data yang diinginkan, peneliti menggunakan instrumen berupa : 4.4.1. Pedoman observasi, wawancara dan telaah dokumen langkah-langkah pekerjaan di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
63
4.4.2. Pedoman observasi dan wawancara identifikasi bahaya pekerjaan di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. 4.4.3. Pedoman observasi dan wawancara ketersediaan alat pelindung diri di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. 4.4.4. Pedoman observasi terhadap perilaku penggunaan alat pelindung diri di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. 4.4.5. Pedoman wawancara untuk mencari penyebab perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Serta alat bantu pengambilan data terdiri dari dokumen standar operasional prosedur di bagian laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, alat perekam, kertas catatan, alat tulis, kamera dan laptop. 4.5.
Sumber Data 4.5.1. Data Primer : 4.5.1.1. Mengenai identifikasi bahaya yang terdapat di pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta diperoleh dari wawancara mendalam. 4.5.1.2. Mengenai alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta diperoleh dari observasi lapangan dan wawancara mendalam. 4.5.1.3. Untuk mengetahui penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
64
Kita Jakarta diperoleh dari wawancara dengan informan dan observasi lapangan. 4.5.1.4. Pedoman wawancara dan observasi lapangan diadopsi dari penelitian sebelumnya yaitu Omeh 2007 dengan judul tinjauan
faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
penggunaan alat pelindung diri di unit kerja laundry Rumah Sakit Umum Pasar Rebo. 4.5.2. Data Sekunder Data sekunder mengenai standar operasional prosedur yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. 4.6.
Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi lapangan, wawancara mendalam, dan analisis dokumen standar operasional prosedur. 4.6.1. Observasi Menurut Marsshall dan Rossman (2006) dalam Neldi (2011), observasi ialah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya selain indera lainnya, seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Usman dan Akbar (1996) dalam Neldi (2011) menyatakan bahwa observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data jika disesuaikan dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol reliabilitas dan kebenarannya. Teknik observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi terbuka, yaitu observasi
65
yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk melihat penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta secara langsung di lokasi kerja. Teknik ini juga akan digunakan untuk identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta di lokasi kerja. Hasil observasi lapangan menjadi informasi yang penting bagi peneliti serta dapat mendukung keabsahan data. 4.6.2. Wawancara Menurut Prastowo (2010) dalam Neldi (2011) wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu. Dalam penelitian ini, teknik wawancara digunakan untuk identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Wawancara akan dilakukan pada pekerja lapangan laundry, pengawasan dan kepala instalasi sarana sandang & CSSD.
66
4.6.3. Analisis dokumen Dokumen yang akan diamati dalam penelitian adalah dokumen resmi jenis dokumen internal. Dokumen internal berupa standar prosedur pelayanan dan standar prosedur kerja sarana sandang. Dokumen seperti ini dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan dapat memberikan petunjuk tentang cara kerja di lokasi. Bahan dokumen besar manfaatnya dalam penelitian. Dokumen resmi yang akan ditelaah dalam penelitian ini merupakan data-data sekunder yang didapatkan di instasi sarana sandang & CSSD Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. 4.7.
Keabsahan Data Menurut Sugiyono (2009) uji keabsahan data dilakukan salah satunya dengan
triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai pengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Triangulasi sumber yakni untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui informan utama, informan kunci dan informan pendukung. Triangulasi teknik yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti menggunakan teknik pengumpulan data seperti indepth interview, observasi, dan telaah dokumen standar operasional prosedur untuk mendapatkan data yang sama. 4.8. Pengolahan Data 4.8.1.
Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk mengetahui identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
67
4.8.2.
Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta adalah sebagai berikut: 4.8.2.1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh wawancara, observasi lapangan, serta dokumen yang didapatkan. 4.8.2.2. Data yang telah terkumpul kemudian dibuat dan disusun dalam bentuk transkip data yaitu membuat catatan hasil wawancara seperti apa adanya, termasuk mencatat kembali hasil wawancara dan rekaman. 4.8.2.3. Data yang telah disusun dalam bentuk transkip data selanjutnya dibandingkan
dengan
litelatur-litelatur
mengenai
faktor
penyebab perilaku penggunaan alat pelindung diri (studi kepustakaan). 4.9.
Analisis Data Analisis data mengenai identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat
pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yaitu content analysis. Content analysis bersifat prediktif yaitu peramalan apa yang menyebabkan pekerja laundry dalam perilaku penggunaan alat pelindung diri. Content analysis bertujuan untuk menjelaskan penyebab perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan (Raharjo, 2010). Hasil analisis bermanfaat untuk mengetahui
68
identifikasi bahaya, gambaran penggunaan alat pelindung diri, dan penyebab penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. 4.10. Penyajian Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil observasi lapangan dan analisis dokumen.
69
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Informan 5.1.1. Informan Utama Informan utama adalah para pekerja laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Pekera laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta terbagi bagian pekerjaan yang terdiri dari pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan, pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi. Pada setiap harinya pekerja utama laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yang terlibat langsung dalam proses laundry terdiri dari kurang lebih lima belas orang pekerja. Dalam penelitian, informan berasal dari setiap bagian proses pada laundry. Pada kenyataannya proses laundry dilakukan secara bekerjasama apabila pekerjaan satu orang pekerja telah selesai maka akan membantu pekerjaan lainnya. Tabel 5.1. Informan Utama Jenis Informan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8
Usia 57 Tahun 51 Tahun 58 Tahun 53 Tahun 48 Tahun 55 Tahun 52 Tahun
Pendidikan Terakhir SMP SMA SMA SMA SMA SMA SMA
Lama Bekerja 34 Tahun 31 Tahun 29 Tahun 31 Tahun 30 Tahun 30 Tahun 34 Tahun
54 Tahun
STM
30 Tahun
Bagian Pengambilan dan Penimbangan Pencucian Pencucian dan Pengeringan Distribusi, Pelipatan Pelipatan, Roll Press Pengecekan, dan Pelipatan Roll Press, Pelipatan dan Pengeringan Pelipatan
70
5.1.2. Informan Kunci Informan kunci adalah informan yang tidak terkait langsung pekerjaan di bagian laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan mengetahui secara ahli dalam hal pekerjaan di laundry. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang kepala instansi sarana sandang dan CSSD Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Tabel 5.2. Informan Kunci Jenis Usia Pendidikan Informan Terakhir Srata 2 Informan 55 Tahun Kunci 5.1.3. Informan Pendukung
Lama Bekerja 30 Tahun
Bagian Kepala Instansi Sarana Sandang dan CSSD
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang sekaligus bekerja sebagai pengawas di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Jakarta. Pada pekerja yang sekaligus sebagai pengawas terdiri dari satu orang. Tabel 5.3. Informan Pendukung Jenis Informan Informan Pendukung
Usia
Pendidikan Terakhir SMA
Lama Bekerja 33 Tahun
Bagian
Pekerja bagian laundry sekaligus bekerja sebagai pengawas di Laundry. Wawancara yang dilakukan oleh delapan informan utama, satu informan 51 Tahun
kunci dan satu informan pendukung.
71
5.2.
Langkah-Langkah Pekerjaan Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Menurut profil Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta (2012)
dalam memberikan layanan kepada masyarakat tidak hanya memiliki para ahli tetapi juga fasilitas medis yang mendukung. Hal ini menjadikan Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita sebagai rumah sakit anak dan bunda terlengkap di Indonesia. Unit-unit pelayanan seperti gawat darurat, laboratorium, radiologi, kamar operasi dan ambulan siap melayani pasien 24 jam sehari dan kapanpun di butuhkan. Ruang perawatan dengan tatanan yang kerap di perbaharui mulai dari ICU, NICU, kamar bersalin hinga ruang perawatan anak dan bunda selalu siap melayani di bawah pengawasan tenaga-tenaga baik medis dan non medis yang handal, berpengalaman dan memiliki kecakapan tinggi (Profil Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, 2012). Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita juga memiliki fasilitas pendukung lainnya yang dapat diandalkan. Fasilitas terapi seperti fisioterapi, densitometri, dan lain-lainnya menjadi satu bagian dalam memberikan layanan kesehatan terpadu dan berkesinambungan (Profil Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, 2012). Tidak hanya fasilitas penunjang kesehatan, Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita juga memiliki fasilitas lainnya yang dapat diandalkan dan menjadi perhatian dalam memberi pelayanan. Kebersihan linen merupakan salah satu dari hal yang sangat diperhatikan. Linen yang higienis dan steril akan menghindari resiko penularan penyakit. Laundry atau tempat pencucian berkaspasitas besar yang
72
menempati ruangan seluas kurang lebih 600m2 merupakan pusat pencucian linen Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita (Profil Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, 2012). Proses pelayanan pencucian semua jenis linen yang telah dipakai atau digunakan oleh pasien baik yang sifatnya infeksius maupun non infeksius. Untuk memastikan bahwa proses pelayanan pencucian linen kotor dapat dijalankan dengan benar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil penelitian untuk mengetahui langkah-langkah pekerjaan di laundry dilakukan dengan observasi kegiatan serta melakukan wawancara kepada informan utama, informan kunci dan informan pendukung. Berikut kutipan pernyataan informan : “…dimulai dari pengambilan linen kotor dari setiap ruangan, lalu ditimbang, dipilih mana yang infeksius mana yang nggak, lalu ditimbang lagi masuk ke mesin cuci, dikeringkan dilipat, pas dilipat masih ada yang kotor balik lagi untuk ditaro disini untuk dicuci lagi, yang bersih lanjut untuk pengerolan untuk sprei untuk baju di platpress dilipat disimpan terakhir didistribusikan kembali…” (Informan Pendukung) Semua jenis linen kotor yang telah dipakai atau digunakan oleh pasien baik yang sifatnya infeksius maupun non infeksius pencuciannya dilaksanakan di laundry. Petugas laundry dalam melaksanakan aktifitasnya menggunakan pakaian kerja : Baju dan celana kerja, topi penutup kepala, sepatu boat/sandal, masker dan sarung tangan (Standar Prosedur Pelayanan dan Standar Prosedur Kerja Sarana Sandang, 2012). Hasil observasi kegiatan dihasilkan pertama mulai yaitu dengan petugas ruangan memasukan linen kotor ke gentong dan mencatat jumlah dan jenis linen
73
(linen infeksius adalah semua linen yang terkena cairan pasien, seperti : darah, nanah, air seni, muntahan). Lalu petugas sarana sandang membawa linen kotor dari bangsal ke sarana sandang, selanjutnya melakukan penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Petugas sarana sandang melakukan penimbangan ulang sesuai kapasitas mesin kemudian melakukan pencucian tahap satu dan pembilasan. Proses pencucian tahap dua dengan suhu 90 derajat celsius untuk mematikan kuman menggunakan kimia detergen, alkali, cloroin bleach, pewangi. Petugas sarana sandang mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin apabila sudah oka bersih lanjut untuk memasukkan ke mesin pengering setelah selesai proses pencucian lalu lanjut untuk mengerol, mengepres dan melipat, lalu disusun pada rak yang tersedia. Apabila tidak bersih saat mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin maka dicuci kembali. Kegiatan dilapangan sesuai standar prosedur pelayanan dan standar prosedur kerja sarana sandang (2012). Berikut bagan 5.1 proses pekerjaan laundry.
74
Bagan 5.1. Proses Pekerjaan Laundry Mulai Petugas ruangan (Memasukkan linen kotor ke gentong dan mencatat jumlah dan jenis linen) Petugas sarana sandang (Membawa linen kotor dari bangsal ke sarana sandang) Petugas sarana sandang (Melakukan penimbangan, pemisahan, penghitungan) Petugas sarana sandang (Melakukan penimbangan ulang linen sebelum masuk mesin) Petugas sarana sandang (Melakukan pencucian)
Petugas sarana sandang (Melakukan proses pencucian tahap satu dan pembilasan)
A/1
Petugas sarana sandang (Melakukan proses pencucian tahap dua dengan suhu 90 derajat celsius untuk mematikan kuman menggunakan kimia detergen alkali, cloroin bleach, oxigen bleach, pewangi) Petugas sarana sandang (Mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin) Tidak OK
Petugas sarana sandang (Memasukan ke mesin pengering setelah selesai proses pencucian)
Petugas sarana sandang (Mengerol, mengepres dan melipat lalu disusun pada rak yang tersedia)
Selesai Sumber : Standar Prosedur Pelayanan dan Standar Prosedur Kerja Sarana Sandang (2012)
75
Gambar 5.1 Petugas Ruangan Mengambil Linen Kotor Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.2 Petugas Sarana Sandang Membawa Linen Kotor Ke Laundry Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.3 Petugas Sarana Sandang Melakukan Penimbangan, Pemisahan, Penghitungan Sumber : data pribadi 2013
76
Gambar 5.4 Petugas Sarana Sandang Melakukan Pencucian Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.5 Petugas Sarana Sandang Melakukan Pengeringan Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.6 Petugas Sarana Sandang Melakukan Pelipatan Platpress Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.7 Rollpress Sumber : data pribadi 2013
77
5.3. Identifikasi Bahaya Di Laundry Rumah Sakit Anak Dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Hasil identifikasi bahaya didapatkan dari wawancara kepada informan utama dan informan pendukung terhadap potensi bahaya yang pernah terjadi. Observasi kegiatan untuk mengetahui pengendalian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 5.4. Berikut beberapa kutipan dari petugas masing-masing bagian. “…waktu itu saya pernah keseleo gara-gara buru-buru karena udah mau waktunya untuk penimbangan…bisa juga kena bekas feses atau yang lainnya kalau kita gak pake APD...Saya si pakai APD, tapi dulu ada temen saya bagian ini juga penimbangan sama penghitungan kena hepatitis soalnya emang dia gak pakai APD…” (Informan 1) “…kena detergennya, ini panas kalau kena ketangan…pakai APD soalnya pernah mau masukin pakaian kotor kena kaya ada kotorannya…” (Informan 2) “…tuh debunya dibawah liat…jadi disini banyak debu…” (Informan 7)
78
Tabel 5.4. Identifikasi Bahaya Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Langkah Pekerjaan Mengambil Linen Kotor
Potensi Bahaya Pengendalian 1.Terkilir akibat muatan 1. Menggunakan dorongan beroda berlebih (potensi bahaya 2. Rolling pekerjaan setiap minggu ergonomi) 2. Terkena linen kotor 1. Memisahkan untuk linen infeksi berinfeksi (potensi bahaya dengan linen non infeksi pada tempat biologi) berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan 3. Terkena sisa cairan tubuh 1.Memisahkan untuk linen infeksi pasien pada linen (non infeksi) dengan linen non infeksi pada tempat (potensi bahaya biologi) berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan Penimbangan, pemisahan 1. Terkena linen kotor 1. Memisahkan untuk linen infeksi dan penghitungan berinfeksi (potensi bahaya dengan linen non infeksi pada tempat biologi) berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu 2. Terkena sisa cairan tubuh 1. Memisahkan untuk linen infeksi pasien pada linen (non infeksi) dengan linen non infeksi pada (potensi bahaya biologi) tempat berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu Pencucian 1. Terpapar detergen (potensi 1. Menggunakan alat pelindung diri bahaya kimia) berupa, masker, barakscort, sarung tangan. 2. Terkena sisa cairan tubuh 1. Memisahkan untuk linen infeksi pasien pada linen (non dengan linen non infeksi pada mesin infeksi) (potensi bahaya cuci berbeda biologi) 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan Pengeringan, Plat Press, 1. Debu kapas (potensi 1. General exhaust/ventilasi memadai Roll Press, Pelipatan bahaya fisik) 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, barakscort, sepatu/sandal
79
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”, bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Dari hasil penelitian bahaya yang sangat mungkin terjadi di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yaitu bahaya potensial kimia dari bahan detergen yang digunakan dan bahaya potensial biologi dari yang berasal dari linen-linen dikumpulkan menjadi satu di dalam laundry berasal dari pasien yang menderita berbagai penyakit, baik itu pasien yang sudah didiagnosa menderita penyakit infeksius ataupun pasien yang masih dalam penegakan diagnosa, sehingga perlu adanya antisipasi pada pekerja laundry yang setiap hari selalu kontak dengan potensi bahaya tersebut dengan penggunaan alat pelindung diri. Dari tabel 5.1 hasil identifikasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya potensial ergonomi berasal beban angkat. Bahaya-bahaya tersebut telah dikendalikan. Pada saat mengambil linen kotor potensi bahaya yang dapat terjadi terkilir akibat muatan linen berlebih maka pengendalian yang telah ditetapkan dengan menggunakan dorongan beroda dan rolling pekerjaan setiap minggu.
80
Gambar 5.8. Trolly Linen Kotor Sumber : data pribadi 2013 Lalu saat mengambil linen kotor juga terdapat potensi bahaya terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat diambil.
81
Gambar 5.9. Trolly dan wadah untuk linen infeksi Sumber : data pribadi 2013
Gambar 5.10. Trolly dan wadah untuk linen non infeksi Sumber : data pribadi 2013 Pada saat penimbangan, pemisahan dan penghitungan potensi bahaya yang dapat terjadi terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh penghitungan pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Lalu bahaya terkilir akibat posisi kerja yang tidak ergonomi maka pengendalian yang telah ditetapkan dengan sistem
82
pekerjaan dengan minimal dua pekerja yang bertugas dan rolling pekerjaan setiap minggu. Pada saat pencucian potensi bahaya yang signifikan terjadi terpaparnya detergen. Pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan. Lalu terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh penghitungan pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang dilakukan menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat pencucian. Pada saat pengeringan, plat press, roll press,dan pelipatan potensi bahaya yang terjadi terhirupnya debu kapas tetapi sudah dikendalikan dengan pemasangan general exhaust dan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan untuk pengeringan. Sedangkan plat press, roll press,dan pelipatan menggunakan topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu/sandal. 5.4.
Ketersediaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Didapatkan sebagian besar informan memiliki pendapat gampang dalam
mendapatkan alat pelindung diri. Berikut kutipan beberapa pernyataan informan : “...mudahlah, sesusai kebutuhannya...” (Informan 1) “...kadang gampang kadang susah kadang dari gudangnya aja ini kehabisan, biasanya sii gampang...” (Informan 5)
83
“...tersedia terus, stand by, udah rusak ganti, masker ganti setiap hari, masker kita pakai kain kita cuci, disimpan diloker langsung, layak, cukup....” (Informan 8) Menurut informan kunci menyatakan bahwa ketersediaan alat pelindung diri lengkap sudah direncanakan dengan baik. Berikut kutipan pernyataan informan: “...untuk pengadaan APD si lengkap kita, itu baju kerja aja dobel-dobel berapa stel kemudian masker-masker kita lengkap topi lengkap sepatu boot lengkap semua lengkap google earmuff aja kita punya, tapi mereka kadang-kadang mending dengerin musik. Pengadaan ada di RBA diajukan ke bagian rumah tangga setiap tahun baru kita udah ngadain, APD jelas lengkap.” (Informan Kunci) Sedangkan menurut informan pendukung menyatakan sedikit berbeda dari informan kunci, ketersediaan alat pelindung diri ada yang mudah mendapatkannya tetapi ada juga yang sulit dalam penyediaannya dari bagian rumah tangga Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Berikut kutipan pernyataan informan : “...untuk meminta APD, APD ada sebagian sudah diminta ada sebagian susah karena alasan itu gak penting sekali kadang suka ketunda, ada sementara beli sendiri
sementara beli sendiri ada penggantian karena ada kwitansi, dibagian
rumah tangga minta gantinya...” (Informan Pendukung) Setelah melakukan observasi memang ketersediaan telah cukup pada bagian rumah tangga Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Jadi ketersediaan akan alat pelindung diri mudah didapatkan akan tetapi untuk ketersediaan alat pelindung diri berupa sepatu tidak disediakan. Berikut tabel 5.5 mengenai ketersediaan alat pelindung diri yang sesuai dengan potensi bahaya.
84
Tabel 5.5. Ketersediaan Alat Pelindung Diri Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Langkah Pekerjaan
Mengambil Kotor
Linen
Potensi Bahaya
Pengendalian
1.Terkilir akibat muatan berlebih
1. Menggunakan dorongan beroda 2. Rolling pekerjaan setiap minggu 1. Memisahkan untuk linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan 1. Memisahkan untuk linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan 1. Memisahkan untuk linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu 1. Memisahkan untuk linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu
2. Terkena linen kotor berinfeksi
3. Terkena sisa cairan tubuh pasien pada linen (non infeksi)
Penimbangan, pemisahan penghitungan
dan
1. Terkena linen kotor berinfeksi
2. Terkena sisa cairan tubuh pasien pada linen (non infeksi)
Ketersediaan APD yang Sesuai SOP -
APD Tambahan Kerjaan Laundry -
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Sepatu atau sendal
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Sepatu atau sendal
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Sepatu
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan karet
Sepatu
85
Langkah Pekerjaan
Potensi Bahaya
Pengendalian
Ketersediaan APD yang Sesuai SOP
APD Tambahan Kerjaan Laundry
Pencucian 1.Terpapar detergen
2. Terkena sisa cairan tubuh pasien pada linen (non infeksi)
Pengeringan, Press, Roll Pelipatan
Plat Press,
1.
Debu kapas
1. Menggunakan alat pelindung diri berupa, barakscort, sarung tangan, masker. 1. Memisahkan untuk linen infeksi dengan linen non infeksi pada mesin cuci berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan. 1. General exhaust/ventilasi memadai 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu/sandal
Telah tersedia barakscort, sarung tangan
Sepatu
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Sepatu
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Sepatu
5.5.
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Observasi yang dilakukan selama bulan April hingga Mei mengenai perilaku
penggunaaan alat pelindung diri pada pekerja laundry. Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta terdapat proses pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan, pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi. Pada bulan April hingga Mei informan 1 merupakan pekerja di bagian pengambilan serta dipenghitungan dan dibantu beberapa orang rekan kerja lainnya diatur dengan system rolling dalam sebulan dengan perminggu dua orang pekerja. Kemudian informan 2 dan 3 merupakan pekerja di bagian pencucian. Sedangkan informan 4 hingga 8 bekerja secara bersama-sama bahu membahu untuk menyelesaikan pekerjaan di bagian pengeringan, pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi. Pada pekerja yang sedang bertugas di bagian pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian didapatkan menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh dan tidak lengkap seperti pada ketentuan di standar operasional prosedur. Standar operasional prosedur saat pengambilan linen alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pengambilan tidak lengkap dan sesuai dengan standar operasional prosedur. Standar operasional prosedur saat penghitungan alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup
86
87
rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu didapatkan pekerja laundry ratarata yang sedang bertugas di bagian penghitungan tidak menggunakan secara lengkap alat pelindung dirinya. Standar operasional prosedur saat pencucian alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pencucian tidak lengkap dan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur. Pada pekerja yang sedang bertugas di bagian pengeringan, pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi didapatkan sebagian besar menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh serta tidak lengkap dengan standar operasional prosedur. Standar operasional prosedur saat pengeringan alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pengeringan hanya menggunakan barakschort, topi penutup kepala, sepatu sedangkan masker tidak digunakan secara benar dan tidak menggunakan sarung tangan karet. Standar operasional prosedur saat pelipatan, roll press, plat press untuk penggunaan alat pelindung diri terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu. Didapatkan sebagian besar pekerja laundry yang sedang bertugas pelipatan, roll press, plat press hanya menggunakan pakaian kerja dan sandal. Berikut kutipan beberapa informan utama :
88
“Kalau tugas pencucian mungkin pake lengkap pake masker pake sarung tangan, kalau diluar sana harus pake walaupun pelipatan, itu kan menyumbat debudebu itu kan kotor yaa, pernah gak pake dibagian melipat” (Informan 3) “Kalau ini (sarung tangan) ditempat sana yaa penting ini,tapi kalau disini ini (masker) tapi lagi gak pake hehehe, biasanya pake juga, kadang pake kadang nggak, banyakan nggak yaa hehehe, karena disini merasa udah bersihnya,tapi kalau debu ini si nggak, kadang-kadang mba ini nyesek kalau dipake terus-terusan, tapi kita tau ini pusat penyakit” (Informan 6) Jadi pekerja yang menggunakan alat pelindung diri rata-rata tidak patuh dan tidak lengkap dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini dimungkinkan pada pekerja yang sedang bertugas di bagian pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian pengeringan, pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi sebagian besar menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh serta tidak lengkap dimungkinkan telah merasa tidak terpapar potensi bahaya. Berikut tabel 5.6 mengenai perilaku penggunaan alat pelindung diri di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013.
Tabel 5.6. Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Langkah Pekerjaan Mengambil Linen Kotor
Potensi Bahaya
Pengendalian
1.Terkilir akibat 1. Menggunakan dorongan muatan berlebih beroda 2. Rolling pekerjaan setiap minggu 2. Terkena linen 1. Memisahkan untuk linen kotor berinfeksi infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan 3. Terkena sisa 1. Memisahkan untuk linen cairan tubuh infeksi dengan linen non pasien pada linen infeksi pada tempat (non infeksi) berbeda 2. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan
89
Ketersediaan APD yang Sesuai SOP -
Perilaku Penggunaan APD
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Pekerja menggunakan alat pelindung diri tidak lengkap tidak menggunakan sarung tangan dan penggunaan masker yang tidak benar. Dikarenakan merasa justru menyulitkan saat bekerja.
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Pekerja menggunakan alat pelindung diri tidak lengkap tidak menggunakan sarung tangan dan penggunaan masker yang tidak benar. Dikarenakan merasa justru menyulitkan saat bekerja.
-
90
Langkah Pekerjaan Penimbangan, pemisahan dan penghitungan
Potensi Bahaya
Pengendalian
1. Terkena linen 1. kotor berinfeksi
2.
2. Terkena sisa 1. cairan tubuh pasien pada linen (non infeksi) 2.
Ketersediaan APD yang Sesuai SOP Memisahkan untuk linen Telah tersedia infeksi dengan linen non topi penutup infeksi pada tempat rambut, berbeda masker, Menggunakan alat barakscort, pelindung diri berupa, topi sarung tangan penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu Memisahkan untuk linen Telah tersedia infeksi dengan linen non topi penutup infeksi pada tempat rambut, berbeda masker, Menggunakan alat barakscort, pelindung diri berupa, topi sarung tangan penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu
Perilaku Penggunaan APD
Pekerja tidak menggunakan tutup kepala dikarenakan ketidaknyamanan saat menggunakannya dan tetap merasa aman (tidak akan terjadi apa-apa)
Pekerja tidak menggunakan tutup kepala dikarenakan ketidaknyamanan saat menggunakannya dan tetap merasa aman (tidak akan terjadi apa-apa)
91
Langkah Pekerjaan
Potensi Bahaya
Pengendalian
Ketersediaan APD yang Sesuai SOP
Perilaku Penggunaan APD
1. Menggunakan alat pelindung diri berupa, masker, barakscort, sarung tangan 1.Memisahkan untuk linen infeksi dengan linen non infeksi pada mesin cuci berbeda 2.Menggunakan alat pelindung diri berupa masker, barakscort, sarung tangan 1. General exhaust/ventilasi memadai 2.Menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu/sandal
Telah tersedia barakscort, sarung tangan
Pekerja menggunakan alat pelindung diri dikarenakan telah mengetahui standar prosedur dari penggunaan detergen
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan alasannya menggunakan dikarenakan setelah meninggalkan untuk mesin bekerja pekerja pindah kearea lain sehingga lupa untuk menggunakan masker dan sarung tangan
Telah tersedia topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan
Rata-rata pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan dengan alasan tidak nyaman.
Pencucian 1.Terpapar detergen
2. Terkena sisa cairan tubuh pasien pada linen (non infeksi)
Pengeringan, Plat Press, Roll Press, Pelipatan
1. Debu kapas
Gambar 6.1. Tidak menggunakan alat pelindung diri Sumber : data pribadi. 2013
92
93
BAB VI PEMBAHASAN
6.1.
Keterbatasan Penelitian 6.1.1.
Pada saat wawancara mendalam dilakukan, terdapat beberapa informan memberikan jawabannya sambil bekerja, sehingga jawaban yang diberikan sangat singkat saja.
6.1.2.
Jawaban yang diberikan pekerja juga sulit untuk diketahui keobjektifannya karena timbul kesan jika jawaban yang diberikan adalah jawaban yang ideal dalam rangka mempertahankan diri.
6.2. Pembahasan Langkah-Langkah Pekerjaan Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Pertama mulai yaitu dengan petugas ruangan memasukan linen kotor ke gentong yang telah disediakan dan mencatat jumlah dan jenis linen kotor. Lalu petugas sarana sandang membawa linen kotor dari bangsal ke sarana sandang, selanjutnya melakukan penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Petugas sarana sandang melakukan penimbangan ulang sesuai kapasitas mesin kemudian melakukan pencucian tahap satu dan pembilasan. Proses pencucian tahap dua dengan suhu sembilan puluh derajat celsius untuk mematikan kuman menggunakan kimia detergen, alkali, cloroin bleach, pewangi. Petugas sarana sandang mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin apabila sudah bersih lanjut untuk memasukkan ke mesin pengering setelah selesai proses pencucian lalu lanjut untuk mengerol, mengepres dan
94
melipat, lalu disusun pada rak yang tersedia. Apabila tidak bersih saat mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin maka dicuci kembali (Standar Prosedur Pelayanan dan Standar Prosedur Kerja Sarana Sandang, 2012). Kegiatan ini telah sesuai dengan standar operasional prosedur pelayanan dan standar prosedur kerja sarana sandang tahun 2012. Sudah sangat baik dikarenakan telah melakukan kegiatan lebih dari peraturan perundang menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 mengenai Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tertera bahwa standar pelayanan laundry hanya tidak adanya kejadian linen yang hilang dan ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap berstandar 100%. Hasil observasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya potensial ergonomi berasal dari beban angkat. Oleh karena itu diperlukan safety briefing setiap hari sebelum pekerjaan dilakukan agar pekerja dapat melakukan langkah-langkah pekerjaan dengan aman. Setelah pekerjaan selesai adanya laporan untuk apa saja yang telah dilakukan pada hari itu (tindakan aman dan tidak aman). Hal ini sesuai dengan Terry (2003) terbentuk perilaku aman dipengaruhi oleh langkah-langkah pekerjaan yang tetap aman. Pada penelitian Sari (2012) menyatakan bahwa salah satu langkah-langkah
95
pada saat bekerja diperlukan adanya safety briefing agar pekerja dapat aware terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya. 6.3.
Pembahasan Identifikasi Bahaya Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Menurut Ramli (2010) identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam
mengembangkan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Identifikasi berguna untuk mengenal bahaya. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan. Menurut Terry (2003) terbentuk perilaku aman dipengaruhi oleh langkahlangkah pekerjaan yang tetap aman. Langkah-langkah tersebut bisa diawali dengan adanya identifikasi bahaya. Dari identifikasi bahaya maka akan didapatkan potensi bahaya yang mungkin dapat mengakibatkan kecelakaan. Lalu dapat mengetahui tindakan pencegahan yang tepat. Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”, bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Dari hasil penelitian bahaya yang sangat mungkin terjadi di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta yaitu bahaya potensial kimia dari bahan detergen yang digunakan dan bahaya potensial biologi dari yang berasal dari linen-linen
96
dikumpulkan menjadi satu di dalam laundry berasal dari pasien yang menderita berbagai penyakit, baik itu pasien yang sudah didiagnosa menderita penyakit infeksius ataupun pasien yang masih dalam penegakan diagnosa, sehingga perlu adanya antisipasi pada pekerja laundry yang setiap hari selalu kontak dengan potensi bahaya tersebut dengan penggunaan alat pelindung diri. Hasil identifikasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya potensial ergonomi berasal dari beban angkat. Pada saat mengambil linen kotor dari hasil wawancara potensi bahaya yang dapat terjadi terkilir akibat muatan linen berlebih maka pengendalian yang telah ditetapkan dengan menggunakan dorongan beroda dan rolling pekerjaan setiap minggu. Lalu saat mengambil linen kotor juga terdapat potensi bahaya terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa masker, barakscort, sarung tangan dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat diambil. Pada penggunaan alat pelindung diri seharusnya saat pengambilan linen kotor perlu penambahan di standar operasional prosedur yaitu alas kaki seperti sandal atau sepatu untuk mencegah bakteri dari linen kotor agar tidak mengenai kulit kaki. Berikut gambar 6.2 dan 6.3 pemisahan linen kotor infeksi dengan yang tidak infeksi.
97
Gambar 6.2 Wadah untuk linen Infeksi Sumber : Data Pribadi 2013
Gambar 6.3 Wadah untuk linen Noninfeksi Sumber : Data Pribadi 2013 Dari hasil wawancara dan observasi pada saat penimbangan, pemisahan dan penghitungan potensi bahaya yang dapat terjadi terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh penghitungan pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang telah ditetapkan menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Pada penggunaan alat pelindung diri seharusnya saat penimbangan linen kotor infeksi perlu penambahan di standar operasional prosedur yaitu penggunaan barakscort. Lalu
98
bahaya terkilir akibat posisi kerja yang tidak ergonomi maka pengendalian yang telah ditetapkan dengan sistem pekerjaan dengan minimal dua pekerja yang bertugas dan rolling pekerjaan setiap minggu. Dari hasil wawancara dan observasi pada saat pencucian potensi bahaya yang signifikan terjadi terpaparnya detergen. Pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa masker, barakscort, sarung tangan. Pada penggunaan alat pelindung diri seharusnya saat pencucian perlu penambahan di standar operasional prosedur yaitu alas kaki seperti sepatu untuk mencegah tumpahnya detergen mengenai kulit kaki. Lalu terkena linen kotor yang terkena cairan tubuh penghitungan pasien (infeksi/non infeksi). Pengendalian yang dilakukan seharunya menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu dan memisahkan linen infeksi dengan linen non infeksi pada tempat berbeda saat pencucian. Dari hasil wawancara dan observasi ada saat pengeringan, plat press, roll press,dan pelipatan potensi bahaya yang terjadi terhirupnya debu kapas tetapi sudah dikendalikan dengan pemasangan general exhaust dan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa, topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu. Jadi identifikasi bahaya yang dilakukan telah mengikuti mulai dari langkah awal hingga akhir dengan menyesuaikan dengan pengendalian yang telah diterapkan.
99
Di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta telah terdapat ventilasi seperti gambar 6.4 dibawah ini.
Gambar 6.4 Local Exhaust dan General Exhaust Sumber : Data Pribadi 2013 Hal ini telah sesuai dengan penelitian Kartika (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Tinjauan Persepsi Pekerja terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Di Bagian Laundry RSPP menyatakan ventilasi yang terdapat di laundry akan mengurangi debu serat kain. Agar lebih aman karena debu yang berterbangan dalam area breathing zone perlu menggunakan masker sesuai dengan standar OSHA 2000 yaitu dengan masker kain. 6.4.
Pembahasan Ketersediaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Setelah
melakukan
observasi
serta
wawancara
mendalam
memang
ketersediaan alat pelindung diri telah cukup dikarenakan setiap pekerja laundry mendapatkan alat pelindung diri berupa pakaian seragam dan barakscort, topi penutup rambut, masker, sarung tangan. Akan tetapi untuk sepatu ataupun sandal tidak disediakan oleh pihak manajemen.
100
Lalu ada yang menyatakan mudah ada yang menyatakan kurang mudah. Akan tetapi dari hasil wawancara dengan informan utama secara keseluruhan para pekerja apabila terdapat sarung tangan, masker, tutup kepala serta barakscort rusak cepat untuk diberikan yang baru. Pihak kepala sarana sandang juga telah membuat proposal terkait kebutuhan pada bagian rumah tangga Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Reason’s (1997) menyatakan bahwa faktor organisasi merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku aman. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (2007) bahwa ketersediaan alat pelindung diri akan mempengaruhi seseorang berprilaku menggunakan alat pelindung diri. Penyediaan alat pelindung diri oleh pihak manajemen rumah sakit akan menjadi stimulus pekerja akan menggunakan alat pelindung diri. Ketersediaan alat pelindung diri di tempat kerja harus menjadi perhatian pihak manajemen dan pekerja untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pekerja. Menurut Green (1980) dalam Lina (2004) untuk mencapai perilaku, salah satu faktor yang mendukung terjadinya perubahan perilaku yaitu dengan ketersediaan fasilitas pendukung yang dapat digunakan, maka dari itu fasilitas alat pelindung diri ditempat kerja sangat diperlukan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya juga menyatakan bahwa ketersediaan alat pelindung diri oleh pihak manajemen akan mempengaruhi pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (Omeh, 2007)
101
6.5.
Pembahasan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Penelitian yang dilakukan selama bulan April hingga Mei mengenai perilaku
penggunaaan alat pelindung diri pada pekerja laundry. Laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta terdapat proses pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan, pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi. Pada bulan April hingga Mei pekerja yang sedang bertugas di bagian pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian. Pada pekerja yang sedang bertugas di bagian pengambilan linen kotor, penimbangan, pemisahan, penghitungan, pencucian, pengeringan, pelipatan, roll press, plat press, dan distribusi didapatkan menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh dan tidak lengkap seperti pada ketentuan di standar operasional prosedur. Standar operasional prosedur saat pengambilan linen alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari masker, barakscort, sarung tangan, didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pengambilan tidak lengkap dan sesuai dengan standar operasional prosedur. Pekerja pengambilan tidak menggunakan sarung tangan dan penggunaan masker yang tidak benar. Dari hasil wawancara merasa justru menyulitkan saat bekerja. Bahaya apabila tidak menggunakan masker menurut Sumamur (1984) akan mudah masuknya bakteri secara inhalasi. Bahaya apabila tidak menggunakan sarung tangan apabila lupa tidak mencuci tangan saat makan akan dapat masuk bakteri kedalam mulut.
102
Standar operasional prosedur saat penghitungan dan pemisahan alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, sarung tangan, sepatu didapatkan pekerja laundry rata-rata yang sedang bertugas di bagian penghitungan tidak menggunakan secara lengkap alat pelindung dirinya. Pekerja tidak
menggunakan
tutup
kepala
dikarenakan
ketidaknyamanan
saat
menggunakannya dan tetap merasa aman (tidak akan terjadi apa-apa). Bahaya yang timbul apabila tidak menggunakan penutup kepala apabila menyerap sisa cairan ke dalam kulit maka dimungkinkan akan terpapar bahaya potensial biologi. Lalu apabila rambut rontok ataupun saat makan menunduk jatuh bakteri ke makanan akan masuk kedalam mulut. Standar operasional prosedur saat pencucian alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari masker, barakscort, sarung tangan didapatkan pekerja laundry yang sedang bertugas pencucian tidak lengkap dan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur. Pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan alasannya menggunakan dikarenakan setelah meninggalkan untuk mesin bekerja pekerja pindah kearea lain sehingga lupa untuk menggunakan masker dan sarung tangan. Bahaya apabila tidak menggunakan sarung tangan akan terpapar bahaya kimia dari detergen yang digunakan. Standar operasional prosedur saat pengeringan, plat press, roll press, pelipatan alat pelindung diri yang harus digunakan terdiri dari topi penutup rambut, masker, barakscort, sarung tangan, sepatu. Pekerja pengeringan, plat press, roll press, pelipatan rata-rata pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan dengan
103
alasan tidak nyaman. . Dari hasil wawancara merasa justru menyulitkan saat bekerja. Bahaya apabila tidak menggunakan masker akan mudah masuknya debu yang dapat membuat bersin serta batuk. Bahaya apabila tidak menggunakan sarung tangan apabila terkena alat dari platpress ataupun rollpress maka akan terjadi luka bakar. Jadi pekerja laundry
yang sedang bertugas didapatkan sebagian besar
menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh serta tidak lengkap dengan standar operasional prosedur. Penelitian Sugianti (2005) yang berjudul study pengelolaan linen di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga dihasilkan angka kuman pada linen diperoleh angka kuman tertinggi 5,7 x 1010. Sedangkan terendah 1,6 x 1010 rerata angka kuman tertinggi 2,7 x 1010. Berdasarkan dirjen PPM dan PLP tentang Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesian bahwa linen bersih setelah keluar dari semua proses pengelolaan linen tidak mengandung 6 x 10 bakteri. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pentingnya menggunakan alat pelindung diri pada bagian laundry. Menurut Keputusan
Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit bagian III Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sub bagian “B”, bagian laundry merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai bahaya potensial fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial pada pekerjanya. Hal ini menguatkan bahwa pentingnya menggunakan alat pelindung diri pada bagian laundry.
104
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safety News Alert terhadap 290 orang pekerja Safety Officer di Amerika mengenai berbagai alasan pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri saat bekerja didapatkan hasil sebagai berikut: karena alat pelindung diri tidak nyaman (30%), karyawan tidak tahu bahwa harus menggunakan alat pelindung diri (10%), karyawan merasa menggunakan alat pelindung diri hanya menghabiskan waktu (18%), karyawan merasa tidak akan celaka (8%), dan karyawan lupa untuk menggunakan alat pelindung diri (34%) (Himawari,2011). Karyawan tidak akan merasa celaka maka tidak menggunakan alat pelindung diri. Berdasarkan
penelitian
Rogers
(1974)
dalam
Notoatmodjo
(2007),
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 6.5.1. Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek terlebih dahulu. 6.5.2. Interest yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus. 6.5.3. Evaluation yaitu orang mulai menimbang-nimbang yang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini bearti sikap responden sudah lebih baik lagi. 6.5.4. Trial yaitu telah mencoba perilaku yang baru. 6.5.5. Adoption yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
105
Dari teori ini jelas bahwa perilaku pekerja laundry yang akan menggunakan alat pelindung diri apabila kesadaran, ketertarikan dalam menggunakan alat pelindung diri, evaluasi untuk memulai akan menggunakan alat pelindung diri mereka bahwa
pengambilan
linen
kotor,
penimbangan/penghitungan,
pencucian,
pengeringan, pelipatan, roll press, plat press masih terdapat banyak risiko. Setelah di trial ternyata sudah tidak lagi adanya diagnosa penyakit menular sehingga di adoption. Sehingga akan menetapkan nilai – nilai, keyakinan/kepercayaan bahwa masih terdapat banyak risiko yang mengharuskan menggunakan alat pelindung diri. Tidak hanya itu tetapi kenyamanan yang dirasakan pekerja bagian pelipatan, roll press, plat press saat menggunakan alat pelindung diri juga mempengaruhi seseorang berperilaku hal ini berdasarkan teori Green dalam Notoatmodjo (2007). Tidak nyaman dikarenakan susahnya bernafas apabila menggunakan masker, setelah ditelaah susahnya bernafas diakibatkan banyaknya debu-debu kapas yang banyak berterbangan. Menurut Mcsween (2013) perilaku safety dapat terbentuk berawal dari visi misi yang memang harus dikomit sejak awal, untuk itu perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja laundry tergantung dari visi misi sejak awal untuk semua pekerja agar menggunakan alat pelindung diri saat berada diarea kerja.
106
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan 7.1.1.
Langkah-langkah pekerjaan laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta pertama dengan petugas ruangan memasukan linen kotor ke gentong yang telah disediakan dan mencatat jumlah dan jenis linen. Lalu membawa linen kotor dari bangsal ke sarana sandang, selanjutnya melakukan penimbangan, pemisahan dan penghitungan. Kemudian
melakukan
pencucian
tahap
satu
dan
pembilasan.
Mengeluarkan linen bersih dari dalam mesin apabila sudah bersih lanjut untuk memasukkan ke mesin pengering setelah selesai proses pencucian lalu lanjut untuk mengerol, mengepres dan melipat, lalu disusun pada rak yang tersedia. 7.1.2.
Hasil identifikasi didapatkan potensi bahaya yang terdapat di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita berupa bahaya fisik, biologi, kimia dan ergonomi. Bahaya potensial fisik berasal dari debu dari serat kain. Bahaya potensial biologi berasal dari linen kotor yang telah digunakan oleh pasien. Bahaya potensial kimia berasal dari detergen dan bahan-bahan kimia alkali untuk mencuci. Bahaya potensial ergonomi berasal dari beban angkat.
107
7.1.3.
Hasil wawancara dan observasi ketersediaan akan alat pelindung diri di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta disimpulkan mudah didapatkan.
7.1.4.
Pekerja laundry
yang sedang bertugas didapatkan sebagian besar
menggunakan alat pelindung diri dengan tidak patuh serta tidak lengkap dengan standar operasional prosedur. Pekerja pengambilan linen kotor tidak menggunakan sarung tangan dan penggunaan masker. Pekerja penimbangan, pemisahan dan penghitungan pekerja tidak menggunakan tutup kepala. Pekerja pencucian tidak menggunakan masker dan sarung tangan. Pekerja pengeringan, plat press, roll press, pelipatan rata-rata pekerja tidak menggunakan masker dan sarung tangan. 7.2. Saran 7.2.1. Saran Untuk Pekerja Laundry 7.2.1.1.
Diharapkan untuk pekerja patuh menggunakan secara benar dan lengkap alat pelindung diri sesuai dengan standar operasional prosedur di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
7.2.1.2.
Diharapkan
untuk
pekerja
memelihara/menyimpan
alat
pelindung diri agar lebih bertahan lama sehingga dapat menghemat
anggaran
pelindung diri.
pengeluaran
untuk
membeli
alat
108
7.2.2. Saran untuk Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta 7.2.2.1.
Pihak manajemen laundry hendaknya mengadakan sosialiasi minimal setahun sekali terkait standar operasional prosedurnya terutama terkait jenis alat pelindung diri yang wajib digunakan pada setiap bagian dengan cara tidak disuruh membaca sendiri. Jadi manajemen mengadakan presentasi untuk menjelaskan standar operasional prosedurnya terutama terkait jenis alat pelindung diri.
7.2.2.2.
Pihak rumah sakit hendaknya mengadakan penyuluhan minimal sebulan sekali terkait potensial bahaya yang terdapat di bagian laundry. Agar dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya alat pelindung diri.
7.2.2.3.
Perlu adanya komitmen yang kuat sejak awal untuk semua pekerja laundry agar mematuhi peraturan yang dibuat. Jika terdapat pekerja yang tidak mematuhi maka akan dikenakan sanksi dari komitmen tersebut.
7.2.3. Saran Penelitian Berikutnya 7.2.3.1.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kelembaban yang terdapat pada pekerjaan laundry Rumah Sakit.
7.2.3.2.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui partikel dust yang terdapat pada pekerjaan laundry Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1985.Strategi Pengamanan Keracunan Pestisida. Jakarta : UI. Adenan, S. 1986. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemakain APD pada Pekerja Tukang LAS Terhadap Sinar Ultraviolet pada PT. Bukaka Teknika Utama di Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat”. Tesis. Jakarta : FKM – UI. Adryanto, Michael dan Savitri Soekrisno. 1985. “Psikologi Sosial “. Jakarta : Erlangga. Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Industri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Australian/New Zealand Standard, AS/NZS 4360. 2004. Risk Management Standards. Australia Badrujaman, Aip. 2008. Sosiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media. Bainar, Hajar dkk. 2006. Ilmu Sosial, Budaya dan Kealaman Dasar. Jakarta: Jenki Satria. Bandjar, Mukri Edwin. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penggunaan APD Pekerja Bagian Produksi Kulkas di PT. LG Tangerang Tahun 2005”. Tesis. Jakarta : FKM – UI. Bart, Smet. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo. Basleti, Reni. 2004. Tinjauan Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Laundry Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita Jakarta Tahun 2004. Skripsi. FKM : UI. Basuki, Widya. “ Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Persepsi Pekerja Terhadap Penggunaan APD di Laboratorium Patoligi Klinik Rumah Sakit Husada “. Jakarta : FKM-UI. Bird, Frank E. And Germain, George L. 1990.Practical Loss Control Leadership. Atalanta USA. Budiono, Sugeng A. M (dkk). 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Edisi ke 2. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ferdi, amad. 2011. Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Metode Job Safety Analysis Pada Rumah Sakit X Tahun 2011. Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro Geller E.S. 2001. Keys to Behavior – Based Safety. Printed in The United Startes of America. Geller E.S. 2001. The Psychology of Safety Handbook. Boca Raton, FL : CRC Press. Gibson, James L. Jhon M. Ivancevich. James H. Donnely, Jr. 1993. Organisasi Dan Manajemen Perilaku Struktur Proses. Edisi ke empat. Terbitan Erlangga: Jakarta. Hendriawati, Elisabeth Dianingtyas. 2012. Penggunaan APD Ditinjau dari Persepsi Terhadap Risiko Kecelakaan Kerja pada Karyawan PT Bama Prima Textile Pekalongan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Himawary. 2011. Alat Pelindung Diri Di Laboratorium. Semarang : Kompas. http://www.bpmigas.go.id/wp-content/uploads/2011/02/PTK-013-II-2007.pdf Diakses: 2 Januari 2013 pukul 17.05 WIB. Kartika, Ika. 2000. Tinjauan Persepsi Pekerja Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Di Bagian Laundry RSPP Jakarta Tahun 2000. Skripsi, Jakarta : FKM – UI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit. Lina, Made. 2004. Gambaran Perilaku Pekerja Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Workshop Divisi A & C PT Siemens Indonesia Jakarta Tahun 2004. Skripsi. Jakarta : FKM – UI. Mokhtar. 1992. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerja. Bandung : CV Medika. Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Nedved, Milos. 1991. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Biokimia dan Pengendalian Bahaya Besar. Editor Soemanto Imam Hanafi. Jakarta: ILO Neldi, Mellysa Putri. 2011. Analisis Pelaksanaan JSA Pada Pekerjaan Wellwork dan Initial Completion yang Dilakukan Kontraktor MIGAS Berdasarkan Teknik
Management Oversight and Risk Tree Di Lokasi Kerja X Tahun 2011. Skripsi. Jakarta : FKIK –UIN. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. “ Pendidikan dan Perilaku Kesehatan”. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Omeh. 2007. Tinjauan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri di Unit Kerja Laundry Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Tahun 2007. Jakarta : FKM – UI. OSHA. 2000. Assesing the need for personal protective equipment a guide for small business employers. Occupational Safety and Health Administration : U.S Departemen Of labour.
Ocupational Safety and Health Administration (OSHA). 2003. Personal Protective Equipment. Artikel diakses pada tanggal 11 Desember 2012 dari www.osha.gov Pareek, Udai. 1996. PerilakuOrganisasi. Jakarta: IkrarMandiriabadi. PeraturanMenteri Tenaga Kerja Nomor PER 03/MEN/Tahun 1994 tentang Program JAMSOSTEK. Pickett G, Hanlon JJ. 1995. Kesehatan Masyarakat Administrasi dan Praktik 9th ed. Trans. Mukti AG. Jakarta : EGC. Raharjo, Mudjia. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif. Diakses pada 1 April 2013,Tersedia di: <www.mudjiraharjo.com/materi-kuliah/215-jenis-dan metodepenelitian-kualitatif.html >. Raharjo. 2010. Content Analysis Sebagai Metode Tafsir Teks : Akar Sejarah dan Penggunaannya. Diunduh tanggal 2 Mei 2013 pada http://www.mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/286-content-analysis-sebagaimetode-tafsir-teks-akar-sejarah-dan-penggunaannya.html . Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian Rakyat : Jakarta. Reason’s. 1997. Achieving a Safe Culture : Theory and Pratice Department of Psychology. University of Manchester. Manchester.
Sari, Kartika. 2012. Pengaruh Safety Inspection Terhadap Angka Kecelakaan Kerja di Perusahaan X Tahun 2011-2012. Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro Sarina, M. 2012. Hubungan Persepsi Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Produktivitas. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sarwoto. 1991. Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta : Ghalia Indonesia. Skiner B. F. 1938. The Behavior of Organisms : An Experimental Analysis. New York : Appleto Century. Stranks Jeremy. Health & Safety at Work. Ninth Edition India by Replika Press Pvt Ltd. Printed and Bound in India by Replika Press Pvt Ltd. Sugianti, Erna. (2005). Study Pengelolaan Linen Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun 2005. Tesis. Universitas Diponegoro. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumamur P.K., 1984. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Gunung Agung. Sutrinowati. 2004. “Pengelolaan Limbah Infeksius Rumah Sakit (Studi Kasus Di Rumah Sakit PT. Pupuk Kaltim)”. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro. Terry E Mc Sween. 2003. Improving Your Safety Culture With Behavior Based Safety. Printed in The United States of America. Tresnaningsih, Erna. 2012. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. Pusat Kesehatan Kerja Sekretaris Jenderal Depkes RI. Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1992 tentang Kesehatan. www.balitbangham.go.id/perangkatuuterkait/UU.23.pdf.Diakses: 2 Januari 2013 pukul 17.05 WIB. Vredenbregt, Jacob.1984. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia. Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi.Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Witherington H.C. 1984. Educational Psychology, terjemahan M Buchori. Jakarta : Aksara Baru.
Yoganingrum, dkk.2009. Merajut Makna. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.
LAMPIRAN
Transkrip Kategorisasi Hasil Wawancara Identifikasi Bahaya dan Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Laundry Di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013
No.
Subtansi
1.
Langkah-Langkah Pekerjaan laundry RSAB a. Bagaimana tahapan dari pekerjaan di laundry Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta?
Informan Utama
-
Subtansi
Informan Kunci
-
Informan Pendukung
IP : “…dimulai dari pengambilan linen kotor dari setiap ruangan, lalu ditimbang, dipilih mana yang infeksius mana yang nggak, lalu ditimbang lagi masuk ke mesin cuci, dikeringkan dilipat, pas dilipat masih ada yang kotor balik lagi untuk ditaro disini untuk dicuci lagi, yang bersih lanjut untuk pengerolan untuk sprei untuk baju di platpress dilipat disimpan terakhir didistribusikan kembali…”
No. 2.
Subtansi
Informan Utama
Identifikasi Bahaya a. Menurut anda bahaya apa saya yang terdapat pada pekerjaan ini?
1 : “…waktu itu saya pernah keseleo gara-gara buru-buru karena udah mau waktunya untuk penimbangan…bisa juga kena bekas feses atau yang lainnya kalau kita gak pake APD...Saya si pakai APD, tapi dulu ada temen saya bagian ini juga penimbangan sama penghitungan kena hepatitis soalnya emang dia gak pakai APD…” 2 : “…kena detergennya, ini panas kalau kena ketangan…pakai APD soalnya pernah mau masukin pakaian kotor kena kaya ada kotorannya…” 7 : “…tuh debunya dibawah liat…jadi disini banyak debu…”
Subtansi
Informan Kunci
Informan Kunci
No. 3.
Subtansi Ketersediaan APD a. Bagaimana kesediaan alat pelindung diri pada saat ini? Sudah layak dan cukup?
Informan Utama 1 : “Mudahlah, heem sesusai kebutuhannya” 2 : “Kadang-kadang gampang kadangkadang susah, kalau ada ya gampang kalau belum beli ya susah gitu, banyakan gampangnya, ketersediannya cukup ya, disimpan di belakang yang kotor” 3 : “Ya gampang si kalau kita mau ngomong dapet untuk kebutuhan, cukup” 4 : “Mudah sii untuk masker kan disini pakenya yang kain ya, terkadang kan bulu-bulu kan, kita kan maunya disposible yaa,kalau pake buang, kalau pakai kain alergi gatel-gatel hidung pakai yang kain” 5 : “Kadang gampang kadang susah kadang dari gudangnya aja ini kehabisan, biasanya sii gampang” 6 : “Gampang si” 7 : “Gampan” 8 : “Tersedia terus , stand by, udah rusak ganti, masker ganti setiap hari, masker kita pakai kain kita cuci, disimpan diloker langsung, layak , cukup”
Subtansi Ketersediaan APD a. Bagaimana Rumah Sakit menyediakan alat pelindung diri?
Informan Kunci
Informan Pendukung
IK : “Untuk pengadaan APD si lengkap kita, itu baju kerja aja dobeldobel berapa stel kemudian maskermasker kita lengkap topi lengkap sepatu boat lengkap semua lengkap google earmuff aja kita punya, tapi mereka kadang-kadang mending dengerin musik. Pengadaan ada di RBA diajukan ke bagian rumah tangga setiap tahun baru kita udah ngadain, APD jelas lengkap”
IP : “Untuk meminta APD, APD ada sebagian sudah diminta ada sebagian susah karena alasan itu gak penting sekali kadang suka ketunda, ada sementara beli sendiri sementara beli sendiri ada penggantian karena ada kwitansi, dibagian rumah tangga minta gantinya”
No.
Subtansi
11.
Kesimpulan
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Informan Utama Subtansi Informan Kunci 1 : “menggunnakan APD saat pengambilan, tidak ada hambatan nyaman digunakan” 2 : “Setiap hari pakai APD saat kita bekerja, APD penting, gak mengganggu, gak menyulitkan menyamankan bisa emang kepentingan kita kok” 3 : “Menggunakan keadaan kita bekerja, merasa nyaman, terlindungi, menyulitkan aktivitas nggak” 4 : “Kalau kontak dengan pakaian, kalau pakai kain pengep juga ya, menimbulkan bahaya lain” 5 : “Sesuai si sesuai kurang nyaman sedikit, kebiasaan lepas gak pake, pake APD penghitungan, pencucian” 6 : “Begitu masuk kesini harus pake APD, merasa kesempitan, tidak menggangu APD, kalau disana selalu pake soalnya kan kotor banget disana” 7 : “Males gak make batuk gak sembuhsembuh…” 8 : “Saya gak kuat lama kalau pake APD, kalau udah basah bau, bisa memperberat pilek saya, menimbulkan bahaya lain memang APD penting”
IK : “APD digunakan ketika saat melaksanakan tugas…patuh sekali di bagian pengambilan, penghitungan dan pencucian”
Informan Pendukung IP : “Sesuai, cuma dari ketaatan kita, sebenernya melindungi Cuma kendala dimasker, sebenernya tidak terbiasa”
Matriks Analisis Tematik yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Pelindung Diri Di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013 Pertanyaan
Informan 1
Informan 2
Bagaimana kesediaan alat pelindung diri pada saat ini? Sudah layak dan cukup?
Mudah didapatkan dan telah sesuai dengan kebutuhan
Kadangkadang gampang, kadangkadang susah, kenayakan gampangnya, ketersediaan nya cukup
Perilaku pekerja laundry terhadap penggunaan alat pelindung diri
Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri secara lengkap
Informan 3
Informan 4
Informan 5
Ketersediaan Alat Pelindung Diri Kalau minta Mudah Kalau dari gampang, didapatkan gudang habis kebutuhan susah tapi APD telah kebiasaan cukup mudah didapatkan
Informan 6
Informan 7
Informan 8
Mudah didapatkan
Mudah didapatkan
Tersedia terus rusak akan segera diganti telah layak dan cukup
Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri secara lengkap
Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri secara lengkap
Kesimpulan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pekerja Pekerja Pekerja tidak Pekerja tidak Pekerja tidak tidak tidak menggunamenggunakan menggunamengguna- menggunakan alat alat pelindung kan alat kan alat kan alat pelindung diri diri secara pelindung diri pelindung pelindung secara lengkap secara diri secara diri secara lengkap lengkap lengkap lengkap
Pertanyaan Bagaimana Rumah Sakit menyediakan alat pelindung diri? Pertanyaan Perilaku pekerja laundry terhadap penggunaan alat pelindung diri
Informan Kunci Informan Pendukung Ketersediaan Alat Pelindung Diri Ketersediaannya sudah lengkap, layak dan cukup Kadang sulit kadang gampang kalau karena telah dibuat anggarannya, anggaran yang sulit beli sendiri kemudian kwitansi dibuat diajukan ke bagian rumah tangga diberikan ke bagaian rumah tangga Informan Kunci Informan Pendukung Kesimpulan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pekerja menggunakan alat pelindung diri hanya Pekerja menggunakan alat pelindung diri saat dibagian pengambilan linen kotor, hanya saat dibagian pengambilan linen penghitungan dan pencucian sedangkan pekerja kotor, penghitungan dan pencucian bagian pengeringan, pelipatan, roll press, plat sedangkan pekerja bagian pengeringan, press sebagian besar tidak mengguna-kan alat pelipatan, roll press, plat press sebagian pelindung diri besar tidak mengguna-kan alat pelindung diri
Lampiran