DISTRIBUSI DAN KEBIJAKAII IMPOR GULA DI INDONESIA Oleh :
pantjaSiwiVRlnsesti Dosen
Fak
ltas Pertanian
Universias Tidar Magelang
ABSTMCT Sueot lorm one of the stapk lood of necessary by oI l^donenan peopk. t herelore nosionat of sagat stock hfue to insaiabte. Thc oJ apppuing it the height of swlat rpquisition !rcDlens taftnnc8warc to k6r suaor prcduction Jron vpor to yeat- Fika y, tndon.s.tuk govcmndr shoutd bp doug sugat inport IndoEsian sueu distribution in h; veat 2000 as Jo ow : n,otioAat sugar produ.t t,z nilion. cohpospd of pioducrton r-avdh?te sueor niJ|960 thourand rcn and 740 thouso"a,i, L*"** foh outstde susfr nil ptoduction. tteantine donestic consunpti) 3.2 ht ioa rcn Th"r"forc n6t bc don" suear unpon t.j toL. tnaonestM aJowtnmqt @ure ta be.fenive sugor tnpor! pottry s'n,. to67 lcot. by Kepprcs nonor$ tahuh tgTt, SULOO _gi, nukt donnancc. 1998 yeat. by SK Mehlcn knndustrian ^ dah
hponet (Inponir Unum) flCar inpoa w h adnlrsi"; ch";ee *,o percdt.-Greatest susar inqort votune becane of t9e9 year ine oit at .2,t8 n tion ton. SK Menka No ntn^iomooz, ,* igr) t::'4l:l:,:j5 Rp 550 per kilosrqm. Then ntnt up sK Menperinlig No 643/MPP/RE?/9/2002. appoihted sugar impon can on| be nad; by producet imponer.hat pIpN A, X, XI pT RNI dan'pT Kebon
Agung.
Ker Wod : Sugar Distibation, Sugar lrflpo4 saga,spolic!
67
Dishbusi.hnKebijakM Inpo.GulaDi
A.
PENDAIIULUAII
1.
Latar Belakang
I
loresia (Pa'dja Siwi y.R Insest,
Sejarah membuktikan bahwa masalah pertanian mengikuti suatu pola tertentu dalam pembangunan ekonomi. Ada dua macam
masalah pertanian yang berbeda. Yaug pertama masalah kekurangan produksi bahan makanan dan babkan mungkin kelaparan, sehingga timbul pennasalahan bagaimana usaha untuk melifigkatkan supply dai produksi bahan makanan. Yang kedua produksi bahan makanan cukup, bahkan mungkin surplus, sehingga masalahnya adalah bagaimana membatasi supply alau mempertahankan supply agar tidak merugikan produsen. (Heady, t962). Sebenamya pertadan merupakan sehor yang penting dalam stabilitas ekonomi yang diperlukan dalam proses pembangunan ekonomi. Instabilitas ekonomi dan industri tidak begitu berpengaruh pada produksi pertaniarl sehingga sektor pertanian dapat merupakan sektor penj/angga (bufer'1 terhadap goncang:m ekonomi. Resesi dunia pada tahun 1930-an hanla sedikit mempengaruhi sektor pertanian. Demikial juga krisis moneter dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahu 7997 1998, tefiryata hanya sektor pertanian yang tetap tumbuh positif. Pertanian- mernang mengalami tekanad pendapatan pada keadaan ekonomi daa employment dalasrkeadaalr baik, akan tetapi instabilitas ekonomi sangat dikurangi oleh pcrtaoian. Strategi pedumbuhan dengan pengurangan instabilitas nampak makin banyak dianut, Disamping sektor pertanian selalu mempunyai masalah pendapatan rcndah, baik secara absolute maupun relatif terhadap sektor industri, kemiskinan dan keterbelakaDgan. Demikian juga dengan pertanian tebu, sebagai bahan baku dalam produksi gula. Masalah yang berkaitan dengan produksi dan distlibusi serta konsumsi gula dari tahun ke tahun mengalami penuunao produksi dan peningkatan konsunsi. Sehi4ga hal ini mengharuskan pemerhtah untuk tuun tangan dao msmbuat
68
Yol- 3J No.
I1ll1,*,
rl" :=*ak
penyedra bahan baku gula.
t, t5Fzbun20tO.6Z e7
pada petani lebu yang notabene sebagai
Permasalahan Dari latar-belakang yang telah dipaparkan di atas maka muncul permasalahan yang berkaitan dengan komoditi gul4 yaitu Bagaimana distribusi gula di Indonesia ? Bagaimana perjalanan kebijakan impor gula di Indonesia
.
r r
B.
DISTRIBUSI GULA DI II\DONESIA
1.
Distribusi Gula di Indonesia Produksi gula di Indonesia masih jauh dari
cukr_rp untuk memenuhi kebutuhan sendiri, apalagi untuk diekspor. OIeh karena ,,1,-Y:l..:y4Jr-y" apabila industri guta d; tndonesia dilinduDgi, oatzun arlt drdorong unhrk menopai swasembada gula. Opini yan'g t-er1ad, dr dalam maslarakat adalab babwa industri gula banyai'
diproteksi-. padahal pada kenyataannya yang te0adi adalah Kooptasr. Hat rru dapat dilihat babwa selama 20 (ahun industri gula daa petali tebu memberikan subsidi kepada konsumen ka.?u diretapkan butos berdasarkan r.pp.o No. +i)Dii rTq 1.fl9" lebih rendah dari. harga gula djtingkat dunia. S#nggu yung,"dudi dr pasar adalah bukan harga yang sebonmya. Akibatnva teriarli penurunan produksi gula dalam hal ir:i luas areal perfanian tebu.' Di samping itu, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi -, seiring dengan pertambah; jurnlah fl]1 .Tenilekat,_ ke tahun. Maka yang terjadi adalah pioduksi 91"..e*
:T"f'l fil.l.ll mencukupi.kebutuhaa konsumsi datam negeri :i]fl 1:9:.lid"5 oren itu diperlukan kebijakan mengimpor gula la:en:
neg€n. Benkut ini gambann dishibusi gula
69
dari iuar padatah; 2000
Disbib6i .lu Kebija*ar lnpor G
a
Di
ltulddia (Panla
DIAGRAM DISTRIBUSI GULA TAHUN
Siei y
R
ksest,
2OOO
: l34juta ton :
:
124
ju(a ton
l0juh
ton
Ketemngan : Marketable surplus bemsal dari brasil, Uni Eropa, Aostalia, Thailand Kuba, Afrika Selatan Marketable suplus diserap oleh Rusia, Timur Tengah, A&ika Utara dao Indonesia, dimana Rusia dan Timu Tengah impor berupa raw sugar, sedangkan Afrika Utara dan RRC berupa white sugar ** Indonesia impor berupa white s{gar dan 4 tahun teralihi! juga import Raw Sugar (2 tahun teral.hir raw sugar untuk dikonsumsi langsung)
*
Dari data di atas, dapat diketahui bahwa besamya produksi gula nasional 1,7 jvtz ton, dengan perincian produksi perusahaan gula di Jawa sebesar 960 ribu ton dan Pabdk Gula Luar Jawa sebesar 740 ribu ton. Sementara kotrsumsi dalam negeri sebesar 3,2 juta ton. Oleh kar€Ila itu, memang sudah seharusnya dilakukan '10
Yol 3t No. t.
15
Februri 20t0 :67,s7
kebijakan impor gula dari luar neeeri_ ,ya, ieogro adanya kebijakan impor _-,- Pul* ,oTk"-bangan gula lanpa batas, mengakibatkan stok gula di dalam negeri
terpenuhi, babkan berlimpah karena adanya gula impor ilegal ying tidak terdata. Hal ini mengakibatkan harga gilu ai pur-rniluiurni penurunan yang cukup drastis. Dengan terjadinya penunman harga tersebut menuut Abu
._ * (2002\ maka terjadilah fenomena_fenomena sebagai l1T]* benkut a. Penumpukan gula di pabrik gula dikarenakan nilai lelang tidak .
:
b.
retevan dengan biaya produksi
Terjadi gejolak di kalangan perani yang dapat dilihar dalam skema berikut ini
Respon aparat r€ndah
Hilang kesabaD{ peta.ni
Memancing
Industri gula
Kasu Riiw Sugar yans jelas
Demo dan ker€sahan
Instabilitas
MasF.akat Dan
politik
Dari gambaran skerna tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : Rendahnya. respon aparat dalam melakukan iinOuty_g tegas terhadap terjadinya penyelewengan, akan rnenirnbuikai Kelldat(sabaEn petani yang pada akhimya ketidak sabaran lersebut akan menimbulkan tindakan radikal dari petani dan dimungkinkan berubah menjadi tindakan anarkis. Merosotnya harga gula mengakibatkan tingkat pendaoatan petani tebu rendah. Hal ini akan berdampak'p"d"'k*;;;
l
2.
minal petani unhrk bertanam
t"tu
puau'rnu"irn tuiuli
berikutnya sehingga luasan lahan pertanian tebu akalr 7t
DinribBi dtu Kebiakd Inpu Guta Di Ind@6ia (Pontia SiNi
v.R
lnzetti)
berkurang dan pasokaq gula menjadi turun akibatnla industri gula mengalami kebangkntafl kehadiran mw suglr di pasaran dengan tidak diimbangi penanganan yang jelas, mengakiba&an harga gula anjlok dan petani akan melakukan demonstrasi atau lairnya sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat yang berakibat pada instabilitas keamanan dan politik Fenomena yang terjadi di masyarakat dengan keberadaan impor raw sugar, sebagai konsumen gula m€rasakan senang karcna mendapatkan harga gula yang murah, tetapi masyarakat tidak menyadari bahwa gula yang mereka korsunsi dengan harga murah adalah hasil oplosan antara white sugar dengan raw sugar. Hal ini tentunya akan membahayakan kesehatan maq/arakat.
3.
2.
PengertianKebijakan
Kebijakan pada umumnya berkaitan dengan kearifan dalam menangani peristiwa berdasarkan $ufu renc?ma dan program tertentu yang disusun melalui proses pemikiran dan berdasarkan alasan, melibatkan berbagai fihak secara nasional baik perorangan, keluarga, perusahaaq orgarisasi, gerakatr politik ataupun badanbadan pemeri[tah. Kebijakan adalah $ratu waqma sikap atau tindakan tertentu unflrk mencapai sasaran tertentu dalam batas waktu yang mungkin tidak begitu khas dan pasti dengan langlrahJangkah prosedur progamnya yang tertentu pula (milto M dan Wallace LI dalam Abu Hamid N, 2002). Selanjutnya proses pembuatan kebijakan publik yang relevan tedadi di Indonesia dapat dilihat dalam kerangka Hirarkrhi Pembuatan Kebijakan dari Bromley pada halaman berikutnya. Titjuan kebijakan pada umurrnya merupakatr general walfare dalam peng€rtia4 seluas-luasnya mencakup k€sejahteraan mat€rial atau ekonomi dan kesejahterau sosial, budaya dan politik. Bila dirumuskan secara terperinci, antan laill ;
72
Yol 3J No
l. 2. 3.
4. 5.
l.15Febwn2OIO:67
A7
Peningkatan produksi dan pendapatan dengan efisiensi
penggunaan sumberdaya
Pernerataan dalam distribusi pendapatan dan kesempatan ekonomi Pemerataan dalam ikut serta dalam proses kemajuan ekonomi Keananan dan stabilitas usaha-usaha ekonomi nasional Pemeliharaan sistem dcmokasi s"lagui piiihan si"tem sosial
model herarkhi kebijakan publik dari Bromley antara _. , Dalam trngkat polilis dengan lingkat
organisasi terikat oleh suatu meljabarkfi aturan main mengenai bagarmana organisasi bekerja_ dan berhubungan. Demikian"pula aritara tingkat organisasi dan tingkat operasional terdapai kelembagaan yang saring mempengaruhi. Aturan main lT.."I.n dlsrnr berupa lormal maupun inlonnal yang ler*andung dalam Lata nilai dan tatacara hubungan sosial n"-^y-ut"tan.'rc"n.i arri perumusan kebijakan disini adalaJrfeed baci . ar€nsemen kelembagaan, yang
3. Kebijakatr pertanian merupakan salah satu dari kegiatan masyarakat _ ,.?ertaniarr yarlg ditujukan untuk meningkartan t"s"jjt"-Q"blk 1*D dan taraf hidup petani. Oleh karcna ih! tuj.t"q"t- i".t".ipaling tidak. menyangkut pendapatan, stabilitas dan d;;; yang merupakan masalah utama usahatani
juga tidak kalah pentingnya dalam
lTltlCktt ffi tri:""3ffi
(orl""zr1.'pertanian Oiia_pirg it 'iusa
kebijakan olf-fa.rm,. baik ,a pasar hasil ava."a", (a I i -s uppo t t
p
i:fl :ffr3i
':fr gTtk'.-
d* irp;i, ;",ip; o
"i
i'ii i o1 v ng
kebijakan_pertarian harus didasarkan pada
-^_,_P-Tgiagribisnis Jang tidak haaya memandang pertanian ry:::I",seoagar jrroses produksi prioer saja (on farm),- melainkan
menyangkut juga pasar hasil dan pasar sarana produksi. serta
73
Dist/ibusi dm
KebijatanLwrcutaDi Inddesia (Pa jasiwit R
Insesri)
struktur pelayanan pendukung l"ang lebih tuasUsaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani bukan sekedar dengan menyediakan teknologi, dengal penpluhan, melainkan juga termasuk usaha bagaimana petani kecil di negara yang sedang berkembang dapat mempunyai kontribusi dalam proses produksi sekunder (pengolahan) .yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, demikian juga dengan harga, struktur pasar dan berbagai kegiatan pendukung. Peran negara dalam perekonomian digambarkan oleh JE Alt dan Chrysral dalam Mubyarto (1996) sebagai bedkut: Protective (neutral)
Productive (negative)'
Exploitative (positive)
Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : model Prdtectfue rlate rneoggambarkan peran negara J.ang terbatas. Tugas negara hanya menciptakan atau menyediakan pertahanan (keamanan), hukum dan aturan. Sistem perekonomian dibiarkan berjalan melalui mekanisme pasar dengan intervensi pemeriDtah rendah. model productite J/qre menggambarkan peran negara sangat nyata, terutama dalam peran positihya mengkoreksi kegagalan pasar. Setelah pasar berfimgsi nomal, maka sccara otomatis campur tangan negan akan ditarik. Kebijakan y.ang muncul biasanya ditujukan untuk kepentingur umum. Model ini biasanya dipakai pada negara maju.
l.
2.
74
Yol J3 No_ I,15 Febturi20tO:67 87
3-
model exploitative Jtate mernperlihatkan campur tangal pemerintah/_negara yang kuat dart cenderung negatif karlna intervensi ditujukan untuk memaksimalkan -t"un;rrgan Uugi
lapisanJapisan elit
kelompok_k"fo*pot UotepJntingui. _arau Akrbatnya muncullah konflik karena terjadi bentiran kepentingan dari masya&kat atau k€lompok 6*"p""f:"g""
dengan rcalitas sosial ekonomi yang ada.
Di ._-1994)
dalam pembuatan kebijaian pangan, menurut Mas,oed { bahwa pendekatan rasionalitas ekonomi / pasar pada awal orde baru bertumpu pada tiga garis kebijakan, yaitu ; Pupuk didistribusikan dengan harga subsidi oleh perusahaan pemerintah BRI sebagai Bank pemerintah memberikan kredit bagi petani BULOG menjaga harga dasar pangan dan galatr bagi;etani
a. b. c.
Kebijakan sekot pangan yang diterapkan Indonesia polig) yang dilal(ukan oleh banyak negara, yang pada
merupakzf,r
prinsipnya- adalah dalam upaya rneningkatlGn p.iarlJi pi"g-, meningkatkan taraf hidup petani, memperluas tup*gt"1ju, meningkat-kan ekspor dalam rangka mencari devisa, memberi dukungan pada seklor industri dan menelihara kelestarian sumber daya alam seperti lahan dan air (Widodo Sri, 1 980), t.nr-t Anyad (1988), salah c€ra yang dapar dipakai -untuk -, mencapai maksud tersebut satu adalah dengan menerapkan kebijak.an, harga @rictng poticy) yaitu t"Oiluf.""' p.n".l-lu"e drlaksanakan oleh pemerintah dalam bidang harga_harga proauf (ourpu) maupun suana produksi (rzplr). oA"* f,i'f iri p'rrl"i"i, mengatur dan menetapkaD harga terendah dan harga ten;nggi suatu produk pertanian ataupun menetapkao harga pupuk atai'sarana produksi lainnya, ( I 992) dikenal ada tiga macam kebijakan oleh negara, yaitu :
Pidwi-.-yang-,YtnT:' biasa dilakukan
75
Distibusi dan K"bijatan lnpor GtIa Di Inrlm5ia (Pantja Sivi y.R l^g6n)
a.
Stabilization stock, yait.d kebijakan yang berfuogsi untuk melindungi kepentingan produsen dengan menjamin harga dasar
b- Operatio stock, yaitu melindungi harga ataplkonsumen c. Pipeline stock yaitu bertujuan untuk menghilangkan fluktuasi harga musiman. Kebijakan stok ini digunakan untuk mengendalikan harga agar tetap berada pada kisaran yang diinginkan, antara harga dasar dan harya atap, melalui kebijakan pengadaan dan penyaluran pangan
Gula sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok penduduk
lndonesia memerlukan campur tangan pemerintah dalam pemasarannya agar bisa dikonsumsi oleh penduduk dengan harga yang terjangkau (Mubyarto, l99l). Sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok, maka tidaklah mengherankan apabila kebijakan gula merupakan kebijakan yatrg samt dengan muatan politis. Berbeda dengar beras yang diproduksi oleh jutaan petani, sedangkan gula pasir adalah komoditi hasil industri yang diproduksi oleh pabrik gula, sehingga melalui proses pengolahan industri inilah yang menberikan nilai tambah kepada petanian tebu. Dalam hal ini antara pabrik gula dengan petani tebu terjalin hubungan "simbiosis rnutualisme", yaitu hubongan yang saling berkaitan erat. -Pabrik gula tidak akan bisa berproduksi apabila tidak ada bahan baku tebu dari petani, demikian juga sebaliknya.
4.
Perjalanan lndustri Gula lndonesia Pada tahun 1930-an Indonesia dikenal sebagai eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba, dengan puncak produksi pada tahun 1931 sebesar 3 juta ton, diantaranya 2 juta ton untuk diekspor. Saat itu tingkat produktivitas mencapai 14,8 ton gula per hektar dari Foduktivitas tebu sebesar 130 ton per hektar. Hasil seperti itu bias didapatkan karena adanya teknologi yang efektif dan juga karena kerasnya penturan dan undang-undang Kolonial yang sangat mengeksploitasi petani t€bu ( Mubyarto, 1984 ).
Yot,iNo I. I5 FetJtuan
!11"n
2A
I0 : 67 -87
perang kemerdekaan, industri gula mengalami
,,_^ Kemerosolan, produktiyitas tebu hrrun menjadi !0 ton lebu- per- heklar. Akibatnya sejak tahun 1967 ""kitu. lndonesia lemuruk menJadr. Negara pengimpor gul4 hal ini menurut
g0
Bachriadi dianto (1995) dikarenakan : 1. Pabrik. gula banyak yang tidak bisa beroperasi rlikarenakan rusak akibat perang kemerdekaan
,.
Y:ll1{l tlt"
di
konsumsi
guta masyarakar yang tidak oflmbangt dengan peningkatan produksi dalam ncgeri J. kecenderungan dari pemcrintah untuk mcmbuat k"ebijakan yang hanya- mencari popularitas dan mengabaikan "k"bij;i;: -'-^-'^ kebijakan yang mendasar, misalnya kesejaht".u.ukt;i.
-
-
Bahkan pada tahun I970-an impor gula sudah mencapai 300 , 400 "^^ {on sehingga memerlukan devisa yang cukup besar. Dengan melihat perkembangan seperti itu pi;;;''"e}; ""hu.,rirryu ug rijJ 9ggll 9:lg- mernbuar kebijakan yang leuih
menjadr tebrh parah. "r"ltii kenyataannya kebijakan yaog dibuaf pemerintah .berp-rha-k hrrrno -_Pada pada rakyat. Hal ini dapal dilihat pada inpres No. o rJui iyl)_ lentanS lnteDsifikasi Tebu RakFt (TRl) dimana salah satu ada lah agar koperasi (BWD/KUD) diikutserrakan :_T-:lt.otle.yqk mengkoordinasikan perani rebu rakyat dalam
I"p"ll.lTl"
ckr1T
produksi guta, namun yafls redadi pada 1,11:_,T:l medmbulkan Kenyataann),? monopoli daa pemaksaan. baik ououk pemDenan l(Iedir, penjualan gula dan petani diposisikan pada pihak yang lemab.
tpres tersebut diganri dengan Inprcs No. 5 rahur , t>t rcnt?ng program pengembangan Tebu Rakvat. ^-.t fdlruIy" Akan tetani
rnpres rru belum dilaksanakan sudah dicabut, tidak ter-encananya dengan baik p-"tri "ihinnnu
p-.*
*rnir.t
".'Lii:"#
pem€rlntah. "iiil Perlu diingat bersarna bahwa gula merupaka[ salah satu dari .
^ 9
bahan kebutuhan pokok iasyarat
7't
ridi
Dittibwi dM Kebiakaa lhpor ctna Di INI@6io (Pdata Siwi v-R Ins6n)
mengherankan apabila kebtaka gula merupakan komoditas yang sarat dengan muatat politis, s€hingga pernerintah perlu mengatur produksi, distribusi dan pemasaran gula. Disisi lain, perkembangan globalisasi kapitalisme mengarah pada mekanisme pasar, artinya pemerintah diharapkan tidak pertu ikut campu. dalam mengatur indushi gula. Apalagi bila dikaitkan dengan rencana berlakunya pasar bebas AFTA 2003, sehingga hal ini sudah seharusnya dipersiapkan secara matang.
C. DINAMIKA IMPOR GULA DAN
KEBIJAKAN
PERGULAANNASIONAL
l.
Perkembangan Produksi
dan Konsumsi Gula
di
Indonesia Pada tahun 1930-an, Indonesia pemah menjadi salah satu eksportir gula terbesar di dunia- Kiai Indonesia merupal
78
Yol.33 Na I,15 Februan20t0:67 B7
PERKEMBAT{GTiI PRODUKSI, KONSUMSI, IMPOR 198{.2004
c
4.000.000
E
3.000 000
E
1.m0.000 s00 oo0
3.5oO.O0o
: 2500.000 jfE [email protected] 1.500.000
=
.t$ ..s
Gambar2.
."s$
.to ..,* ."+ ."""
^"t.
,...
"""
,.+
Perkembangan produksi, konsumsi, dan Indonesisa, 1984-2004
Inpor Gula
2- Penurunan Produksi produksi secala garis besar disebasbkan oleh tiga ,, t:n^nul -ia-ktor utama vaihr' l. Penurunan areal dan peniDgkatan proporsr areal tebu tegalan; 2. Penqrunan produktivitas lahan: 3. Penurunan efisiensi di tingkat ;abrik. Jika dilihat
pada sepuluh tahun terakhir, Iuas areal tebu lndonesta secara umum mengalami penurunan sekitar 20% per tahun dengan luas areal terlinggi dicapai tahun 1996 dengan luasan 446 nbu ha, walaupun pada tahun 2004 mulai menunjukkan peningkatan. Di samping itu, areal tebu sawah cenderung
.
;;;;-"
,,"*
tegalan cendrung meningkat. gr^-6r"k"; -*.."1 ke_ usahatani padi. harga gula pemenntah yang ta*, rndu-o Karena dtstrosi kebijakan gula di pasa! internasionil, sena konversi lahan untuk industri perumahan dan industri (Zf.OOO traltat uni m_erupakaa beberapa faktor penyebab penurunan palgahan, lYo.eyanlo. 2000; Husodo, 2000; Murdiyarrno, 2000;";;; 2000 Sumaryanto er aL, 1995).
9i
79
Disfibuti.lan Kebijaldn lqtu.Guta Di lnlotusid (Paala Siri y
R
Ingen,
Selain penurunan luas areal tebri, rendahnya produksi gula disebabkan oleh terjadinya penurunan produktivitas. Rendemen sebagai salah indikator produktivitas mengalami penurunal dengan laju sekitar -l-3o/o per tahun pada dekade terakhir. Pada tahun 1998, rendonen mencapai titik terendah (5.49%). Selanjutnya, rendernen mulai meningkat dan pada tahun 2004 rendemen mencapai'].67 '/o (Hadi da'] Sutrisno, 2001). Sistem bagi hasil antara PG dengan petani juga tidak mendukung upaya peningkatan Foduktivitas. Sistem yang berlaku sekalang yaitu 65% dari total produksi adalah gula bagian petani dan 35% adalah bagian PG sebagai upah pengolahan masih sering menimbulkan perdebatan, (Husodo 2000). Harga gula yang rendah dan fluktuatif menyebabkan petani tidak optimal dalam menerapkan teknis budidaya, khususnya yang memerlukan uang kas, sehilgga akan berdampak negatif terhadap produktivitas (Murdiyatmo, 2000; Woeryanto, 2000; Adisasmito,
juga
1998).
Kebijakan pemerintah yang bias ke usahatani padi, pencabutan subsidi pupuk, dan sering terjadi kesulitan dalam mengimplgmentasikan jaminan harga (harga provenue) juga berdampak negatif terhadap produktivitas tebu. Pencabutan subsidi yang membuat biaya produksi meningkat dan tidak adanya jaminan harga akan meqyebabkan penerapan teknik budidaya menjadi tidak optimal sehingga menurunkan produksitivias (Soentoro et a1.,1999l' Mardiyatmo 2000; Susila dan Susmiadi, 2000). Kontribusi penuunan rcndemen sebagai akibat inefisiensi di tingkat PG, yang mencapai 30olo, dapat disebabkan oleh beberapa faktot. Pertama, kondisi pabrik gula" terutama yang ada di Jawa, umunnya sudah tua, sehingga tidak dapat mencapai efisiensi yarg maksimal (Woeryanto, 2000; Murdiyahno, 2000; Husodo 2000r. Kedua, keterbalasa\ keters€diaan judah bahan baku karena penurunan areal tebu sehiogga pabrik beroperasi di bawah kapasitas optimal. Ketika produksi terus mengalami pemrunan, konsumsi
80
Yot 33 No.
I,
t5
Febmi2Ol0:67-37
domestik baik oleh rumah tangga maupu indistri tems mengalami peningkatan. Pada tahun 1984, konsumsi gula domestik baru mcncapai 1.866 juta too. pada tahun 2004, konsumsi melonjak m€njadi 3.4 juta ton atau mengalami peningkatan sekita. 0.5% per tahun. Peningkatan konsumsi terutama berkaitan dengan dua faktor yaitu pcrtambahan penduduk dan peningkatan pendApatan atau partumbuhan ekonomi. Pemerintah lndonesia memberlakukan kebijakan impor gula sejak tahun 1967. Sawit (1999) mengatakan bahwa UU nomoi 19 tahun 1960 dan PP nomor l4l tahur 196l telah menyebabkan disintegrasi organisasi industri gula secara vertikal, kegiatan produksi terpisah dari kegiatal pasar. padahal pad masa kolonial iltegrasi vertikal inilah yang merupakan salah satu sumbet kekuatan dan efisiensi indushi gula. Perpaduan antara peningkatan harga gula dan inefisiensi produksi sefia kelemahan manajanen pemasaran telah menyebabkan harga gula meningkat tajam sementaia penjualan mengalami kemacetan- Hal ini mengakibatkan gula menumput di pabrik gula, sementara pabrik gula ridak sanggup membayar gaji maupun sewa lahan petani tebu karcna anggaen belum twun. pada
periode inilah industri gula mengalami stagusi, sementara konsumsi dalarn negeri meningkat- Maka lmtuk pefiama kalinya Indonesia mengimpor gula-
Sejak saat itu kebijakan pergulaan mengalami perubahan secara fundamental. Kalau sebelumnya kebijaksanaan terutama diarahkaa untuk mendorong ekspor, maka sejak tahun 1967 kebijakan lebih diarahkan untuk stabilitas harga dalam negeri dan untuk menguangi volume impor. Oleh karena itu, kemudian dibentuk g perusahaan Negara Pelkebun"n Gula (PNPG) yang masing-masing mengeloli 4 sampai deng€n 7 pabrik gula. Untuk memp94lsnq61 pe*usaran kedelapan PNPG tersebut membenhrk Badan pemasaran Cula (BPG) yang tuga$ya adalah melaksanakan distribusi gula di dalam negeri. Dalam praktekny4 t€rnyata BpG tidak dapat m€laksanakan
81
Distri\ti
dz" Kebio*a, tnpor
G
a Di
tdoresia (Pottia SiNi r-R InE6t,
tugasnya dengan baik, kernudiao karcria alasan tersebut Presiden menerbitkan Swat Keputusafl pada talggal 13 Januari 1969 yang mengatur psmbagian tugas antar depalternen. Departemen pertanian bertanggung jawab pada bidang produksi gula, sedangkan departernen perdagangan bertanggung jawab dalam bidang pemasaian perdagangan gula. Untuk keperluan itu, kemudian departemm perdagangan menunjuk empat perusahaan swasta melaksanakan pemasann dan distribusi gula. Akibatnya terjadi dominasi pasar gula oleh beberapa perusahaan swasta dan hal ini yang menyebabkan te{adinya gejolak harga gula. Selanjutnya melalui Keppres nomor 43 tahun 1971, peran keempat perusahaan swasta tersebut digantikan oleh BULOG sebagai badan tunggal yang menguasai pemasaran gula. Dalarn menjalankan tugasny4 BULOG menbuat sebuah pola kinerja yang dianggap paling efektir untuk mengatasi permasalahan instabilitas harga gula. Hal ini dapat dilihat pada skema pola kinerja BULOG berikut ini.
/
,
F"p"' i
I
Pola Kinerja Bulog (sumber : Sawit, 1999) BTII-OG
lr'dE
Penyalur Umum Grosir
Pasar Murah
Baz,t
I Koperasi Primer
I,
KoDsumen Rumah Tangga Dan Indu,stri
82
.l
F-s""-l
vol33 No L
^,-,-Jl*,
15 Febtuan
20tO:67 AJ
T*g:"d.dikan harga gula pasir, prinsip yang dianur
aoalan mdalur mekanisme pasar dergan mengaturjumlah siuplai ke paszu sesuar dengan pcrminlaa-n. pada
kondisi normal. zuli oasir akan mengalir dari produsen sebagai pihat narganya leblh rendah ke daerah defisit atau yang memerluka-n euli dengar harga yang tbih tinggi. Ap"bil"
p"r;;;;.;;;;;
d"d;;il;;;;"?;;: 'koreksi pasar secan otomatis akan memberlakukan meljui pTar.tbalar] atau pengurangan pasokan. Apabila
harga sula oasir
nalK. Jumlah penyaluran akan ditambah sesuai dengan pirmintaan
melalui penambahan pasokan langsung ke pa.u. il"laiui oo".*i sistem buka_turup ini maka BULOG dapar 1T1-_-?:le-pemasaran gula walaupun mengendalrkan_ impor gula sernakin Hal-hal yang lerjadi kemudian dengan sisrem buka_ 9*urn9u1..
tutup adalah :
1.
,
Memungkinkan te1adirrya rent seeking behavior, melalui
permainan harga. Artinya pada kondisi normal BUIIG mengendalikan harya dengan sistem tcrsebul- tetapi pada saat terjadi kondisi tidal, normal maka volume impor ditinbkatkan.
dengan konsep stabitiras harga gula. dengan
^r.:Ilyt": ststem tersebut
yang te4ddi adalah stabilitas sernu, rentan terhadap fluktuasi
3.
har:ga pasar internasional
Terdapat indikasi korupsi yang meresahkan di BULOG.
d:ngan 199?, kebijakan impor gula tidak _^_--11*pui menga.tamt perubahan _lahun
dimana BULOG tetap meqiadi imDonir sula tunggal..Dengan d€mikian mampu bertaharir"f e?_
BULoc tetap saja tidak "rn?ie-,"t*. mampu mensatasi :::".p_1,,:Tyi" hatga g)14 meskipun
i:,,1":"1*
f:*:,_.p"di
sernpat mengalami keniikan
tahun t990_arl namuo jumtah impor juga
mengataml perungkatan.
83
DistibBi
tlan Kebijo*a4
L,rnr
Gula Di ltulonesid (Pd
jd Sini
vR
lnsati)
Sebagai gambaran fluktuasi harga gula seperti tertera dalam tat el di bawah ini. Daftar Haiga Provenue cuta Tahun 1976 - 2001
NO
Tahun
01.
02.
1976 r971
03.
Ig't8
04.
19'79
05. 06.
1980
o'7
1982
08. 09.
1983
t0.
1985
11.
1986 19a7 1988
12. 13.
1981
lg84
Provenue Gula (RD/Ku) 10.907-69 13.433-96 15.557.10 18.794.76 22.553-'71 35.000.00 35.000.00 35-000.00 40.000,00 42.500,00 42.500,00 46.750,00 51,425.OO
Provenue Gula (RD/Ku)
NO
Tahrm
14.
l5-
1989 1990
t6.
l99l
11.
t992
18.
1993
60.000.00 65.000-00 70.800-00 79.200-00 '19.200.00
19.
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
79.200.00 91.080.00 91.081.00 96-080-00 210_000-00 250.000.00 250.000,00 260.000,00
20.
2t. 22. 23. 24. 25. 26,
Sumber : Deppednda& tahun 2002
Mulai tahun 2001, fluktuasi harga gula pasir lebih tidak terkendali lagi. Padahal perkembangan harga terjadi dalam hitungan hari, bukan bulan atau tahud. Keterpurukan harga gula inilah yang kemudian menimbulkan banyak permasalahan yang berlarutl arut. Awal tedadinya banjir gula impor dikarenakan kebijakan pemerintah bidang ekonomi yang dikenal dengan Paket Deregulasi Jwi 1994, yang berisi tentang pernerintah mengahr tataniaga sejumlah komoditas, seperti penetapan tarif be3 masuk (BM) gula sebesar nol persen (0 %). Tujuan kebijakan ini sebenamya adalah peningkatan daya saing industri t€.masuk gula. Pada kenyataannya yang terjadi adalah daya sairlg dan produktivitas tidak meningkat. Pada tahun 1998, pemerintah melalui SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomo[ 25,MPP/K€p/1/1998
Itol
13
No I.
15
Febwi
zOIa : 6z s7
memperbolehl
yang bisa mengimpor gula, yaitu pab.ik Gula. H*upduri pemerintah pada saat itu dengan impor gula secara bebas maka harga gula di pasar lokal akan menurun drastis. penurunan harga ini diperluk?n karena daya beli masyamkat sangat rendah sit krisis. tedadi pada tahun 1998. dengan teti..;atair ini, meman! terjadi penurunan harga gula dan produk laimrya, tetapi temyati "kebablasan''. Yolvme impor terbesar terjaai paaa iatrun'fSOl yan! mencapai 2,18 juta toII. . Dalam perkcrnbangarurya, impor gula yang terjadi tidak hanya berupa gula pulih (white sugar) saia untuk konsumsi. akan letapi juga gula mentah (raw sugar). Kebijakan bea masuk kemr.rdian. diperbaiki dengan menetapka, bea masuk untuk gula
putih (white sugar) sebesar 25 perseD dan gula mentah (raw su"gar) sebesar 20 persen. pcmberlakuao tarifini sedikit menolong indu-stri gula kar.ena.harga dalam negeri dapat lebih tinggi dibanding harga
gula di luar negeri. persoalan mrmcul karena
penyelundupan gula,
adania
K*"9T1 dengan SK Merkeu No .b€samya tarif bea masuk diperbaiki
324/kmkOU20O2, lagi, tidak dengan persentase, akan tetapi dengan tarif spesifik. Besamya tarif rmtuk gula mentah (raw sugar) adalah Rp 550 per kilogram. Karena tCrlalu bebasnya setiap perusahaan dapat mengimpor . Stlla-, makL yang tedadi adalah peogawasan Lpo, t".tutiu sutit sehingga disinyalir menyebabkan terjadinya peoyelundupan lebih mudah. Kemudian muncul SK Menperindig No 643/MPP/KEP/9/2002 terranggal 28 Septernbir ZOfZ yang menetapkin impor hanya dapat dilakukan oieh importer produsen] pT RNI dan pT rebon igune. O;ga; ITPN IX, )i, XI kebijakan ini tem;rata persoalan belum selesai, hul j,iseUuil"r, perusahaan importir produsen mengalami kesulitan melakukan rmpor karena kete6atasan dana. Untuk mengatasi permasalahan
Iail
[i
tersebut, importir produsen m€lakukatr
85
t".;u.u-u a*g*
Dstfibusi dm Kebijakan Inpor CuIa Di
ltuIwsia (Panta Sivi
v.R
lns6ti)
perusahaal lain lang sudah biasa mengimpor gula, Kemudian Menperindag menetapkan Bulog dapat melakukan impor dan distribusi dalam negeri bekerjasama dengan PTP importir produsen (Masyhuri, 2003).
D,
KESIMPULAN
Gula melupakan salah satu dari
9
kebutuhan pokok nasyarakat yang harus dipenuhi, oleh karena itu pemerintah harus benar-benar membuat kebijakan yang bebas dari muatan politis dan kebijakan telsebut harus berpihak pada petarf sebagai penghasil bahan baku produksi gula. Hal ini diperlukan agar petani tidak berpindah ke komoditas
lain selain tebu. Apabila petani tebu terus-menerus diposisikan pada pihak yang lerpioggirkan atau tidak melguntutrgkan, maka dampak yang terjadi adalah akan berkurang luasan lahan penanaman tebu.
Selain itu, dengan semakin bertarnbahn5ra konzumen gula, di dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan gula secara keseluruhar4 maka pemerintah harus melalekan impor gula. Dalam membuat kebijakan tentang impor gula maka kuantitas gula yang diimpor harus disesuaikan dengan kekurangan kebutuhan yang tidak marnpu dipenuhi oleh industri gula di dalam negeri. Artinya kebijakan impor gula perlu dibuat agar tedadi keseimbaogan antara penawaran dan p€mintaan sehingga harga selalu stabil dan tedangkau oleh konsumen. sedangkan produksi gula
86
YoL 33 No-
1,15Febtuti20tO:6G87
DAFTAR PUSTAI(A
Abu Hamid, N, 2002, Kajia\ Ekommi politik Komoditi Gula, Tesis 52 MAp, UGM, yog5rakarta.
KholifalL Eny, Mochtar Mas,ud dan Budi Winamo, 1996 Ekonomi Politik perdagangan Gula lndonesia, berkala Penclitian Pasca sarjara UGM Vol 9, No. lA. yogyakana Masyhuri,2003, Soal Gula, Bulog Masih Diperlukan, Harian Kompas, I{a!i Selas4 15 April 2003, Jakaria
Mubyarto, 1994, Masalah Industri Yogyakafta
cula
Indonesia, BPFE,
Moeljafio, Vidyandik4 1996, Dimensi politik
Ekonomi
Pembangunan Nasional: Kebijakan dan Reformasi, Analisis
CSIS, Edisi
1
Sawil. M, Husein dkk, 1999, Bibliogafi. Ekonomi Cula di Indonesia, [PB. Bogot
Widodo, Sri, 2O03, Pengantar politik pertanian" Modul perkuliahan 52 Agribisnis, Fp, UcM, yogyakarta
87