Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2016 Vol. 5 No.1 Hal : 7-18 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp
PENGKAYAAN LIMBAH BEKAS JAMUR MERANG (Volvariella volvacea) OLEH MIKROB PENGFIKSASI NITROGEN DAN PELARUT POSFAT PADA PROSES PENGOMPOSAN SEBAGAI MEDIA PEMBIBITAN KUBIS BUNGA (Former Waste Enrichment of Straw Mushroom (Volvariella volvacea) by Nitrogen Microbes Fixtation and Solvents Phosphate at Composting Process as Media of Brassica oleracea Seeding) Briljan Sudjana1*, Muharam1, dan V.O. Subardja1 1Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang Jl. HS Ronggowaluyo Telukjambe Karawang *Korespondensi:
[email protected] Diterima: 1 Mei 2016 / Disetujui: 27 Mei 2016
ABSTRACT Azotobacter s. and Pseudomonas sp were able to improve the quality of mushroom compost waste so that it can improve the performance of cauli flower during breeding. Phase-1 study aims to get a dose inoculation Azotobacter sp and Pseudomonas sp most well during composting and mushroom compost obtained. This study uses a randomized block design, single where there are four kinds of treatment that A = without enrichment; B = 5% + 5% Azotobacter sp Pseudomonas sp ; C = 5% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp; and D = 10% + 10% Azotobacter sp Pseudomonas sp were inoculated in the waste mushroom. Phase 2 study aims to examine the composition of the best planting media to promote growth during the nursery by using compost the best results in Phase 1. In Phase 2 randomized complete block design with a single treatment K0 = Land; K1 = not enriched compost; K2 = 1 + 1 soil compost, compost K3 = 1 + 2 ground; and K4 = 1 + 3 compost soil. Results of research on phase 1 showed that 10% inoculation Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp showed a total population of Azotobacter sp and Pseudomonas sp highest during the composting each week. Azotobacter sp population is highest on day 21 after inoculation with a total of 51,000 X 105 CFU / g soil while Pseudomonas sp population is highest at 14 days after composting 197.17 x 105CFU / g soil. The same treatment gives the rate of decrease in C / N ratio is most rapid when compared with other treatments. In general, the chemical properties of compost is highest in the treatment of 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp. Azotobacter inoculation dose 10% + 10% Pseudomonas sp sp is used in Phase-2, wherein the composition is enriched with compost which is then used as breeding media cauliflower. The results showed that the composition 1 + 2 compost soil and plant height showed the highest dry weight both at 7 days after sowing and 14 days after sowing. Keywords: Azotobacter sp, Brassica oleracea, Pseudomonas sp, Straw Mushroom Waste
8
SUDJANA ET AL.
JIPP
ABSTRAK Azotobacter s. dan Pseudomonas sp mampu meningkatkan kualitas kompos limbah jamur merang sehingga dapat meningkatkan performa kubis bunga selama masa pembibitan. Penelitian Tahap-1 bertujuan untuk mendapatkan dosis inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp yang paling baik selama masa pengomposan dan hasil kompos jamur merang yang diperoleh. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok tunggal dimana terdapat 4 macam perlakuan yaitu A = tanpa pengkayaan; B = 5% Azotobacter sp + 5% Pseudomonas sp.; C = 5% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp.; dan D = 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp yang diinokulasikan pada limbah jamur merang. Penelitian tahap 2 bertujuan untuk menguji komposisi media tanam yang paling baik untuk meningkatkan pertumbuhan selama masa pembibitan dengan menggunakan kompos hasil terbaik pada tahap 1. Pada Tahap-2 menggunakan rancangan acak kelompok tunggal dengan perlakuan K0 = Tanah; K1 = kompos tidak diperkaya; K2 = 1 kompos + 1 tanah, K3 = 1 kompos + 2 tanah; dan K4 = 1 kompos + 3 tanah. Hasil penelitian pada tahap 1 diperoleh bahwa inokulasi 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp menunjukan total populasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp paling tinggi selama masa pengomposan setiap minggunya. Populasi Azotobacter sp paling tinggi terdapat pada hari ke 21 setelah inokulasi dengan total 51.000 X 105 CFU/g tanah sedangkan Pseudomonas sp populasi paling tinggi terdapat pada 14 hari setelah pengomposan 197,17 x 105CFU/g tanah. Perlakuan yang sama memberikan laju penurunan C/N ratio paling cepat jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Secara umum sifat kimia kompos paling tinggi terdapat pada perlakuan 10% Azotobacter sp + 10 % Pseudomonas sp. Dosis inokulasi 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp digunakan pada Tahap-2, dimana kompos yang diperkaya dengan komposisi kemudian digunakan sebagai media pembibitan kubis bunga. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposisi 1 kompos + 2 tanah menunjukan tinggi tanaman dan berat kering paling tinggi baik pada 7 hari setelah semai maupun 14 hari setelah semai. Kata kunci: Azotobacter sp, Pseudomonas sp, limbah jamur merang, kubis bunga
PENDAHULUAN Peningkatan kualitas kompos dengan menggunakan agen hayati bertujuan untuk mencukupi hara yang selama ini dianggap cukup rendah pada pupuk jenis ini. Hamastuti et al. (2012) menjelaskan bahwa organisme dapat digunakan untuk memperkaya kualitas nutrient baik diaplikasikan sebagai pupuk hayati pada tanah ataupun disertakan pada kompos yang kemudian digunakan pada proses budidaya. Penggunaan beberapa jenis mikrob fungsional yang hasil metabolitnya mampu meningkatkan berbagai jenis hara dapat kompos akan berdampak pada peningkatan kualitas kompos yang diperolehnya. Menurut Widawati et al.(2003) bahwa untuk menghasilkan
kompos yang bermutu tinggi maka perlu ditambahkan bioaktivator yang mengandung nitrogen dan fosfor yang bisa berupa inokulan. Azotobacter sp dan Pseudomonas sp merupakan contoh mikrob fungsional yang telah banyak digunakan sebagai pupuk hayati guna meningkatkan kualitas kompos yang berupa N dan P. Telah banyak diketahui bahwa Azotobacter sp memiliki kemampuan untuk memfiksasi N sehingga keberadaannya dalam tanah mampu memenuhi kebutuhan N bagi tanaman. Razie dan Iswandi (2005) melaporkan bahwa Azotobacter sp yang diperoleh dari rhizosfer padi varietas IR 64 di lahan gambut mampu meningkatkan serapan hara nitrogen oleh tanaman padi sampai dengan 188%. Azotobacter
Vol. 5, 2016
Pengkayaan Limbah Bekas Jamur Merang
sp mampu mengubah nitrogen (N2) dalam atmosfer menjadi amonia (NH4+) melalui proses pengikatan nitrogen, dimana amonia yang dihasilkan diubah menjadi protein yang dibutuhkan tanaman (Saribay & Fidan 2003). Penambahan Azotobacter sp pada kompos selain mampu meningkatkan kandungan N yang tersedia dalam kompos juga dapat mempersingkat pengomposan karena mampu menambah jumlah N selama masa pengomposan sehingga laju penurunan C/N ratio berjalan lebih cepat. Hamastuti et al. (2012) menjelaskan bahwa penambahan Azotobacter sp mampu meningkatkan kadar nitrogen hingga 500% pada kompos limbah sludge industri pengolahan susu. Pseudomonas sp merupakan salah satu mikrob fungsional yang memiliki kemampuan melarutkan P. Ginting dan Rohani (2006) menjelaskan bahwa Pseudomonas fluorescens mampu meningkatkan kelarutan P dari fosfat alam sebesar 16,4 ppm menjadi 59,9 ppm, meningkatkan kelarutan dari AlPO4 dari 28,5 ppm menjadi 30,6 ppm serta meningkatkan P yang tersedia di tanah dari 17,7 ppm menjadi 34,8 ppm. Unsur P dalam tanah cukup banyak namun ketersediannya rendah bagi tanaman. Pengkayaan bahan organik dengan Pseudomonas sp selama masa pengomposan mampu meningkatkan populasi Pseudomonas sp sehingga pada saat kompos dimasukan kedalam media tanam dapat mempermudah tanaman dalam menyerap unsur hara P dalam tanah. Aplikasi inokulan Pseudomonas sp pada kompos dalam jumlah yang banyak mampu meningkatkan populasinya didalam tanah sehingga kompetisi antar mikroorganisme dalam tanah tidak berpengaruh terhadap kelarutan P didalam tanah (Ginting dan Rohani 2006). Komposisi media semai sangat berpengaruh terhadap hasil tanaman kubis bunga. Komposisi media tanam yang baik akan mendukung fase vegetatif dan genaratif tanaman kubis
9
bunga. Pupuk organik mampu meningkatkan jumlah P dan K didalam media tanam (Berry et al. 2003), Khai (2007) menambahkan bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan neraca N didalam tanah. Ketersediaan unsur hara selama fase pembibitan akan menjadi starter yang baik dan tanaman tidak akan mengalami stres ketika dipindah tanamkan. Penggunaan kompos diperkaya sebagai media pembibitan mampu memberikan peningkatan kualitas tanaman kubis bunga karena selain dari unsur hara yang tercukupi juga dapat merangsang pertumbuhan akar yang lebih baik karena kompos memiliki kemampuan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak mampu didilakukan oleh pupuk anorganik (Subardja et al. 2016). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan dosis inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp selama masa pengomposan sebagai agen pengkaya kompos sehingga mampu menghasilkan kompos dengan total populasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp paling baik serta meningkatkan kualitas sifat kimia kompos yang dihasilkan. Hasil kompos dengan dosis inokulasi terbaik kemudian digunakan sebagai media pembibitan kubis bunga untuk mendapatkan performa tanaman yang paling baik berdasarkan pada komposisi media pembibitan yang digunakan. METODE PENELITIAN Penelitian berlangsung di Laboratorium Kesuburan dan Fisiologi Tanaman serta Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang. Penelitian dilaksanakan sejak Mei sampai dengan Juli 2016. Penelitian menggunakan limbah media tanam jamur merang asal desa Gempol Kecamatan Wadas Kabupaten Karawang dengan komposisi media tanam adalah jerami padi, kapas dan kapur. Pengkayaan kompos menggunakan Azotobacter sp dan Pseudomonas sp
10
SUDJANA ET AL.
dengan kerapatan 106 CFU/ml bahan pembawa. Analisa total populasi Azotobacter sp menggunakan media NFM sedangkan Pseudomonas sp menggunakan media PDA. Perhitungan total koloni menggunakan colony counter sedangkan kualitas kimia kompos menggunakan sprektrofotometri dan C/N ratio menggunakan C/N analizer. Penelitian berlangsung dalam dua tahap dengan menggunakan rancangan acak kelompok tunggal. Tahap pertama adalah penentuan dosis inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp dengan perlakuan A= tanpa inokulasi, B= 5% Azotobacter sp + 5% Pseudomonas sp, C= 5% Azotomonas sp + 10% Pseudomonas sp dan D= 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp. Seluruh perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga diperoleh 16 unit percobaan. Inokulasi mikrob dilakukan pada 250 g limbah bekas jamur merang yang telah distrerilisasi dan dikomposkan selama 28 hari. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari yaitu pada 7, 14, 21 dan 28 hari setelah inokulasi dengan parameter pengamatan yaitu total populasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp serta C/N ratio. Pada akhir pengomposan kemudian diukur komposisi kimia kompos yang meliputi unsur hara (C organik, N total, P total dan K total), pH dan kadar air. Pada Tahap kedua penelitian dilakukan dengan menguji kompos hasil terbaik yang diperoleh pada tahap sebelumnya untuk media pembibitan kubis bunga. Perlakuan terdiri dari 5 macam komposisi media tanam yaitu K0 = tanah; K1 = kompos tidak diperkaya; K2 = 1 kompos + 1 tanah; K3 = 1 kompos + 2 tanah; dan K4 = 1 kompos + 3 tanah. Seluruh perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Media tanam dimasukan kedalam tray semai dan disemai benih kubis bunga selama 7 hari, pada hari ke
JIPP 7 kemudian seluruh bibit yang tumbuh dipindah tanamkan kedalam polybag dan kemudian dibumbun. Penelitian kemudian dilanjutkan hingga 14 hari setelah semai. Pengamatan dilakukan pada 7 dan 14 hari setelah semai meliputi tinggi tanaman dan berat kering. HASIL DAN BAHASAN Total populasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa terdapat pengaruh inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp terhadap total populasi Azotobacter sp pada berbagai waktu pengamatan. Penggunaan dosis inokulasi 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp pada pengomposan limbah media jamur merang memberikan total populasi Azotobacter sp paling tinggi pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 hari setelah inokulasi dan berbeda nyata pada perlakuan 5% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp serta perlakuan tanpa pengkayaan. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan total populasi Azotobacter sp dari pengamatan hari ke 7 hingga hari ke 21 kemudian terjadi penurunan pada hari ke 28 pada semua perlakuan. Total populasi paling tinggi terjadi pada pengamatan hari ke 21 dimana perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp paling tinggi yaitu total populasi Azotobacter sp 51.000 x 105 CFU g-1 tanah dan berbeda nyata dengan perlakuan 5% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas spdan tanpa pengkayaan yaitu total populasi Azotobacter sp sebanyak 24.000 x 105 CFU g-1 tanah.
Vol. 5, 2016
Pengkayaan Limbah Bekas Jamur Merang
11
Gambar 1 Pengaruh dosis pengkayaan Azotobacter sp dan Pseudomonas sp terhadap total populasi Azotobacter sp pada berbagai waktu pengamatan Berbeda dengan total populasi Azotobacter sp, total populasi Pseudomonas sp selama masa pengomposan mengalami fluktuasi pada semua perlakuan. Peningkatan terjadi pada pengamatan hari ke 14 setelah inokulasi dan mengalami penurunan pada pengamatan hari ke 21, namun demikian populasi kembali meningkat pada pengamatan hari ke 28 meski tidak sebanyak populasi pada pengamatan hari ke 14. Total populasi Pseudomonas sp (Gambar 2.) paling tinggi terdapat pada perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp pada pengamatan hari ke 14 yaitu sebanyak 197.17 x 105 CFU g-1 tanah sedangkan paling rendah hanya sebanyak 99.170 x 105 CFU g-1 tanah pada perlakuan tanpa pengkayaan. Penurunan total populasi Pseudomonassp terjadi pada hari ke 21 setelah inokulasi, dimana populasi terendah hingga mencapai 19.500 x 105 CFU g-1 tanah pada perlakuan tanpa pengkayaan namun kembali meningkat dihari ke 28 menjadi 34.000 x 105 CFU g-1 tanah. Total populasi Pseudomonas sp paling tinggi secara umum terdapat pada perlakuan 10% Azotobacter sp +
10% Pseudomonas sp pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan masing-masing total populasi Pseudomonas sp adalah 40.000, 197.170, 54.000 dan 108.330 x 105 CFU g-1 tanah. Pengkayaan suatu jenis mikrob pada proses pengomposan akan meningkatkan keanekaragaman mikrob selama masa pengomposan. Azotobacter sp dan Pseudomonas sp yang diinokulasikan dengan jumlah paling banyak pada bahan organik yang akan dikomposkan mampu memperbanyak diri lebih cepat sehingga populasinya selama masa pengomposan akan menjadi dominan, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Danapriatna (2012) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan populasi Azotobacter sp pada tanah yang ditambahkan kompos diperkaya mikrob pemfiksasi N. Rao (2001) menjelaskan bahwa pengkayaan Azotobacter sp dan Pseudomonas sp pada pengomposan vermikompos meningkatkan populasi total bakteri pemfiksasi N bebas (free living nitrification bacteria) dan mikrob pelarut fosfat yang dikomposkan selama 3 minggu.
12
SUDJANA ET AL.
JIPP
Gambar 2. Pengaruh dosis pengkayaan Azotobacter sp dan Pseudomonas sp terhadap total populasi Pseudomonas sp pada berbagai waktu pengamatan. Hasil penelitian Rajani (2001) menjelaskan bahwa peningkatan populasi pelarut fosfat paling tinggi terjadi pada pengomposan vermikompos diminggu ke 3 dan kembali menurun pada minggu selanjutnya, hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa peningkatan jumlah populasi Azotobacter sp pada 21 hari setelah inokulasi memperlihatkan bahwa fase perbanyakan Azotobacter sp terdapat selama selang waktu pengomposan hari ke 14 hingga 21 kemudian menurun di hari ke 28. Peningkatan populasi tersebut dapat disebabkan karena pada awal masa pengomposan Azotobacter sp masih melakukan fase adaptasi seperti terjadinya fluktuasi suhu yang berdampak pula pada fluktuasi pupulasi Azotobacter sp. Subardja dan Sudjana (2015) menjelaskan bahwa terjadi fluktuasi populasi total mikrob yang disebabkan oleh fluktuasi suhu selama masa pengomposan.
Laju penurunan C/N ratio Inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp pada pengomposan limbah jamur merang memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju penurunan C/N ratio bahan organik. Inokulasi 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp memberikan laju penurunan yang paling cepat dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Laju penurunan C/N ratio paling cepat terdapat pada perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp dimana laju penurunan C/N ratio pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 secara berturut-turut adalah 46.033, 35.533, 21.867 dan 16.033 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan tanpa pengkayaan memberikan laju penurunan paling rendah yaitu 49.200, 40.667, 25.767 dan 18.500.
Vol. 5, 2016
Pengkayaan Limbah Bekas Jamur Merang
13
Gambar 3 Pengaruh inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp terhadap laju penurunan C/N ratio pada berbagai waktu pengamatan Salah satu indikator kematangan kompos adalah terjadinya penurunan C/N ratio. Bahan organik yang mengalami pelapukan akan mengalami penurunan jumlah C organik karena terjadinya perombakan oleh mikrob yang kemudian menghasilkan N, sehingga nilai C/N ratio semakin menurun. Laju penurunan C/N ratio pada bahan organik yang diperkaya oleh 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp lebih cepat jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan karena bahan organik yang diperkaya mikrob pelarut N dan P dapat menyediakan ketersediaan N dan P bagi mikrob sehingga kebutuhan N dan P bagi mikrob pendekomposisi sudah tersedia dan proses perombakan C oleh mikrob lebih optimal. Menurut peraturan Menteri Pertanian RI No. 28 tahun 2009 bahwa C/N ratio yang paling ideal adalah 1525. C/N ratio kompos pada penelitian ini sudah sesuai dengan permentan tersebut pada hari ke 28 setelah inokulasi. Proses dekomposisi limbah bekas media tanam jamur merang yang diperkaya dengan mikrob pemfiksasi N dan pelarut P sudah berjalan dengan ideal dimana pengomposan tidak terlalu cepat ataupun lambat. Penurunan laju C/N ratio yang lambat mengindikasikan pertumbuhan mikrob tidak berjalan
optimal sedangkan pada pengomposan yang cepat, pertumbuhan mikrob cepat dan tidak terkontrol sehingga akan berjalan pengomposan secara anaerob yang menghasilkan gas volatil (bau). Suriadikarta dan Setyorini (2006) menjelaskan bahwa penggunaan kompos dengan nilai C/N ratio yang~masih tinggi akan berdampak buruk bagi tanaman karena terjadinya defisiensi N. Kimia Kompos Berdasarkan hasil analisa terdapat pengaruh nyata inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp terhadap kandungan kimia kompos yang diperoleh (Tabel 1.). Kandungan C organik paling tinggi terdapat pada perlakuan tanpa pengkayaan yaitu sebesar 39,40% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya sedangkan kandungan C organik paling rendah terdapat pada perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp yaitu 29,00%. Kandungan unsur hara N, P dan K total paling tinggi terdapat pada perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp dan paling rendah pada perlakuan tanpa pengkayaan.
14
SUDJANA ET AL.
JIPP
Tabel 1 Pengaruh inokulasi Azotobacter sp dan Pseudomonas sp terhadap kandungan kimia kompos limbah jamur merang Perlakuan A (tanpapengkayaan) B (5% Azoto + 5% Pseudo) C (5% Azoto + 10% Pseudo) D (10% Azoto + 10% Pseudo) CV (%)
Sifat Kimia PupukOrganik K C Organik N Total P Total Kadar Air Total ----------%----------ppm----------%-------39,40a 0,47c 32,25b 1,71d 68,04a 33,74b 0,51b 33,53b 2,05c 65,87ab 30,01b 0,53ab 35,73a 2,46b 63,83b 29,00c 0,56a 36,67a 3,00a 63,74b 2,99 2,34 2,08 6,02 2,32
pH 8,6a 8,5a 8,5ab 8,3b 2,9
Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang angka menunjukan hasil berbeda nyata. α = 0,05
Jumlah N total paling tinggi yaitu pada 0.56% berbeda nyata dengan perlakuan 5% Azotobacter sp +10% Pseudomonas sp dan tanpa pengkayaan yang hanya 0.47%. Untuk jumlah P total paling tinggi sebesar 36.67 ppm dan berbeda nyata dengan perlakuan 5% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp dan tanpa pengkayaan. Hasil yang nyata berbeda terdapat pada kandungan K total, dimana perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp memberikan hasil 3.00% dan paling rendah pada perlakuan tanpa pengkayaan yaitu sebesar 1.71 %. Kandungan C organik yang tinggi pada kompos tanpa pengkayaan dapat disebabkan oleh lebih rendahnya populasi mikrob yang terdapat pada kompos tersebut jika dibandingkan dengan kompos yang diperkaya. Rendahnya populasi mikrob berdampak pada masih banyaknya sumber C organik yang belum dirombak. Kandungan hara N, P dan K paling tinggi pada perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp disebabkan karena pada kompos tersebut memiliki jumlah populasi mikrob pemfiksasi N dan pelarut P lebih banyak jika dibandingkan perlakuan yang lainnya. Sejalan dengan penelitian Rao et al, (2012) yang memperoleh hasil ketersediaan hara kompos paling tinggi baik pada kompos organik, vermikompos dan kotoran hewan dengan perlakuan pengkayaan oleh Azotobacter sp dan Pseuodomonas sp selama masa pengomposan ketiga bahan tersebut.
Pengkayaan kompos dengan Azotobacter sp, Pseuodomonas sp dan batuan fosfat mampu meningkatkan kandungan hara N dan P kompos 1.75% jika dibandingkan dengan tanpa pengkayaan Kavitha dan Subramanian (2007). Kadar air pada perlakuan tanpa pengkayaan yaitu sebesar 68.04% paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp dan berbeda nyata dengan perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp dengan kadar air 63.75%. Nilai pH menunjukan bahwa pH paling rendah terdapat pada perlakuan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp yaitu 8.3 dan berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pengkayaan dengan nilai pH 8.6. Kadar air dan pH merupakan sifat kimia yang cukup banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal selama pengomposan. Subardja et al. (2015) menjelaskan bahwa penggunaan Aspergillus sp dengan dosis yang berbeda selama proses pengoposan berpengaruh terhadap fluktuasi mikrob sehingga menghasilkan kompos dengan kadar air dan pH yang variatif. Kadar air yang lebih rendah pada kompos yang diperkaya memperlihatkan bahwa penggunaan air yang lebih banyak disebabkan oleh populasi mikrob yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya. Berdasarkan hasil pada penelitian tahap 1 yang menunjukan bahwa
Vol. 5, 2016
Pengkayaan Limbah Bekas Jamur Merang
kompos diperkaya dengan 10% Azotobacter sp + 10% Pseudomonas sp merupakan yang paling baik, maka selanjutnya dibuat kompos dengan perlakuan tersebut untuk digunakan sebagai media tanam dalam pembibitan kubis bunga. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman dan berat kering tanaman pada 7 dan 14 hari setelah semai maka diperoleh data sebagaimana terdapat pada Tabel 2. Tabel 2 menjelaskan bahwa terdapat pengaruh dosis kompos pada media pembibitan terhadap tinggi tanaman dan berat kering baik pada 7 maupun 14 hari setelah semai. Tinggi tanaman pada 7 hari setelah semai paling tinggi terdapat pada perlakuan 1 kompos + 2 tanah yaitu 3.300 cm namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1 kompos + 1 tanah dan perlakuan 1 kompos + 3 tanah. Tinggi tanaman paling rendah pada 7 hari setelah semai terdapat pada perlakuan kompos tidak diperjaya dengan tinggi tanaman 1.250 cm. Hasil yang sama diperoleh pada pengamatan 14 hari setelah semai, perlakuan 1 kompos + 2 tanah memberikan tinggi tanaman paling tinggi yaitu 5.740 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan tanah dan kompos tidak diperkaya dengan tinggi tanaman 2.850 cm. Kombinasi kompos diperkaya Azotbacter sp dan Tricoderma sp dengan tanah sebagai media tanam juga digunakan oleh Espiritu (2011) dan
15
memberikan masil tinggi tanaman paling baik pada tanaman kacang hijau jika dibandingkan dengan kompos tanpa pengkayaan mikrob. Berat kering tanaman pada 7 hari setelah semai paling tinggi terdapat pada perlakuan 1 kompos + 1 tanah dengan berat kering 0,117 g dan berbeda nyata dengan perlakuan 1 kompos + 3 tanah, tanah dan kompos tidak diperkaya dengan berat kering tanaman secara berturut-turut 0.067 g, 0,035 g, dan 0,010 g. Pada 14 hari setelah semai, berat kering tanaman paling tinggi terdapat pada perlakuan 1 kompos + 2 tanah yaitu 0,342 g dan hanya berbeda nyata dengan perlakuan kompos tidak diperkaya 0,010 g. Penggunaan kompos yang diperkaya dengan Azotobacter sp dan Tricoderma sp pada media pembibitan kacang hijau memberikan hasil biomassa yang paling tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan kompos tanpa diperkaya (Espiritu 2011). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian Shahzad et al. (2008) yang menyampaikan bahwa terjadi peningkatan biomassa segar tanaman buncis yang ditanam dengan media tanam kompos diperkaya + tanah. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh dari Abdelazis et al. (2007) yang menggunakan campuran antara tanah dengan kompos diperkaya dengan perbandingan 1:2 memberikan tinggi tanaman paling baik diantara perlakuan lainnya.
Tabel 2 Pengaruh perbedaan komposisi media pembibitan terhadap tinggi tanaman dan berat kering tanaman kubis bunga Tinggi tanaman Berat kering 7 HSS 14 HSS 7 HSS 14 HSS -------------cm---------------------------g------------Tanah 2.437b 4.362b 0,035bc 0,262a Kompostidakdiperkaya 1.250c 2.850c 0,010c 0,010b 1 kompos + 1 tanah 3.170ab 5.082ab 0,117a 0,282a 1 kompos + 2 tanah 3.300a 5.740a 0,075ab 0,342a 1 kompos + 3 tanah 2.962ab 4.807ab 0,067b 0,240a CV (%) 18,80 13,32 47,81 42,10 Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang angka menunjukan hasil berbeda nyata, α = 0.05 Komposisi media tanam
16
SUDJANA ET AL.
JIPP
Gambar 4 Pengaruh perbedaan komposisi media tanam pada pembibitan tanaman kubis bunga Penggunaan kompos yang diperkaya dengan mikrob pemfiksasi N dan pelarut P dapat memberikan performa tanaman yang lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa penggunaan kompos aatupun penggunaan kompos tanpa diperkaya. Penampilan tanaman yang tumbuh pada media campuran anatara tanah dan kompos diperkaya akan lebih baik, hal tersebut disebabkan karena pada kompos diperkaya oleh Azotobacter sp dan Pseudomonas sp memiliki hara yang cukup sebagai media tanam sehingga kebutuhan hara pada awal masa imbibisi benih sudah tersedia. Selain dari pada ketersediaan N dan P yang lebih banyak, Azotobacter sp mempunyai kemampuan menghasilkan asam indole asetat (Indole Asetic Acid/IAA) yang berperan sebagai zat pengatur tumbuh dan dibutuhkan pada saat benih tanaman ditanam. IAA memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan tanaman terutama pada fase awal pembibitan, IAA dapat dihasilkan oleh beberapa strain Azotobacter sp yang diisolasi dari tanah (Egamberdieva et al. 2010). Yildirim et al. (2009) melaporkan bahwa penggunaan inokulan yang sama (Azotobacter sp + Pseudomonas sp) pada kompos yang digunakan sebagai media tanam kubis bunga memberikan hasil tinggi tanaman dan berat segar tanaman paling tinggi jika dibandingkan dengan kompos tanpa diperkaya ataupun pengkayaan secara tunggal.
SIMPULAN Formulasi dosis inokulasi 10% Azotobacter + 10% Pseudomonas merupakan yang paling baik bagi total populasi Azotobacter dan Pseudomonas. Kompos yang dihasilkan dengan dosis tersebut memiliki laju penurunan C/N ratio yang paling cepat jika dibandingkan dengan dosis lainnya. Formulasi dosis tersebut juga yang terbaik terhadap kandungan kimianya. Komposisi media pembibitan 1 kompos + 2 tanah memberikan performa terbaik terhadap tinggi dan berat kering tanaman. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Kementrian Riset dan Teknologi yang telah membiayai Penelitian Hibah ini secara penuh. DAFTAR PUSTAKA Abdelazis M, R Pokluda, and M Abdelwahab. 2007. Influence of Compos, Microorganism and NPK Fertilizer Upon Growth, Chemical Composition and Essensial Oil Production of Rosmarinus officinalis. Not. Bot. Hort. Agrobot Cluj. 35(1): 86-90.
Vol. 5, 2016
Pengkayaan Limbah Bekas Jamur Merang
Berry PM, R Stockdale, R Sylvester, BL Philipps, KA Smith, EI Lord, CA Watson and S Fortune. 2003. N, P, K Budgets for Crop Rotations on Nine Organic Farms in The UK. Soil Use and Management Journal 19(2):112-118. Danapriatna N, T Simarmata dan IZ Nursinah. 2012. Pemulihan Kesehatan Tanah Sawah Melalui Aplikasi Pupuk Hayati Penambat N dan Kompos Jerami Padi. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah 2(3). Egamberdieva D, G Berg, K Lindstorm and LA Rasanen. 2010. Coinoculation of Pseudomonas sp. With Rhizobium Improves growth and Symbiotic Performence of Fodder Galega (Galega orientalis Lam). European Jurnal of Soil Biology 46(3-4): 269-272. Espiritu BM. 2011. Use of Compos Microbial Inoculation in Container Media for Mungbean (Vigna radiata L. Wilckzek) and Pechay (Brassica napus). International Socciety of Southeast Asian Agricultural Science Journal 17(1): 160-168. Ginting dan CB Rohani. 2006. Mikroorganisme pelarut Fosfat hlm 149. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor (ID). Hamastuti H, E Dwi, SR Juliastuti dan N Hendrianie. 2012. Peran mikroorganisme Azotobacter chroccum, Pseudomonas fluorescens dan Aspergillus niger pada pembuatan kompos limbah sludge industri pengolahan susu. Jurnal Teknik Pomits 1(1):1-5. Kavitha R and P Subramanian. 2007. Bioactive compost - a value added compost with microbial inoculants and organic additives. J. Appl. Sci 7(17): 2514 - 2518.
17
Khai MN, PQ Ha and I Öborn. 2007. Nutrient flows in small-scale periurban vegetable farming systems in Southeast Asia-A case study in Hanoi. Agriculture, Ecosystems and Environment journal 122:192–202. Rajani BS. 2001. Biodeversity of microorganisms and biochemical characteristics during composting and vermicomposting of urban solid waste [Thesis] Univ. Agric. Sci., Bangalore India. Rao R. 2001, Assessment of microbiological and biochemical quality of urban compost and its impact on soil health. [Disertation] Univ. Agric. Sci., Bangalore (India). Rao CH, MN Sreenivasa, NS Hebsur, G Shirnalli, HB Babalad. 2012. Influence of microbial enrichment on microbial population and nutrient status of organic manure. Jurnal of Agricultural Science 25(4):545-547. Razie F dan I Anas. 2005. Potensi Azotobacter spp. (dari lahan pasang surut Kalimantan Selatan) dalam menghasilkan Indole Acetic Acid (IAA). Jurnal Tanah dan Lingkungan 7(1):35-39. Saribay and G Fildan. 2003. Growth and nitrogen fixation dynamics of Azotobacter chroocumin nitrogenfree and OMW containing medium. Shahzad SM, A Khalid, M Arsyad, M Khalid and I Mehboob. 2008. Integrated use of plant growth promoting bacteria and P-enriched compost for improving growth, yield and nodulation of Chikpea. Pak. J. Bot. 40(4):1435-1441. Subardja V.O, I Anas dan R Widyastuti. 2016. Utilization of organic fertilizer to increase paddy growth and productivity using System of Rice Intensification (SRI) method insaline soil. Journal of Degraded and Mining Land Management 3(2): 543-549.
18
SUDJANA ET AL.
Subardja VO, I Anas dan R Widyastuti. 2015. Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi dengan metode System of Rice intensification (SRI) pada tanah salin. Kumpulan Abstrak. Kongres XI dan Seminar Nasional Ilmu Tanah Indonesia (HITI)-Tanah untuk Kedaulatan Pertanian dan Keberlanjutan Kehidupan. Universitas Brawijaya 28-31 Oktober 2015. Malang (ID). Subardja V.O dan Sudjana. 2015. Pengomposan limbah organik oleh Aspergillus sp untuk amelioran padi sawah. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan. 4(1): 29-37. Sudjana, B., V.O Subardja, dan T Simarmata. 2015. Laju dekomposisi kompos limbah organik pada kondisi oksigen terbatas akibat inokulasi Aspergillus dan dampaknya terhadap kualitas pupuk yang dihasilkan. Kumpulan Abstrak. Kongres XI dan Seminar Nasional Ilmu Tanah Indonesia (HITI) – Tanah untuk Kedaulatan Pertanian dan Keberlanjutan Kehidupan. Universitas Brawijaya 28-31 Oktober 2015. Malang (ID).
JIPP Suriadikarta DA dan D Setyorini. 2006. Baku mutu pupuk organik hlm 234. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor (ID) Widawati S, Suliasih, and HJD Latupapua. 2003. The application of soil microbes from Wamena Botanical Garden as Biofertilizer (compost plus) on purple eggplant (Solanum melongena L). International Conference of Botanical Garden. Bali Botanical Garden 15-18th Juli 2003. Yildirim E, H Karlidag, M Turan and MH Donmez. 2009. Potential of use plant growth promoting rhizobacteria in organic broccoli (Brassica oleraceceae L.) production. www. Ecofruit.net/.. down-loaded 28 Agustus 2016.