Gambar 40. Perletakan tiang, dinding, dan lantai Masjid Agung kasepuhan. (sumber, data survey lapangan).
Perletakkan, pemilihan bahan, dan penerapan konstruksi untuk komponen bangunan masjid, disamping didasarkan pada aspek kebudayaan juga dipertimbangkan dari sifat bahan dan penyesuaian dengan faktor alam.
108
kolam sedalam 60 cm. yang dilengkapi 3 tahapan anak tangga Kolam tersebut berfungsi sebagai tempat untuk mencuci kaki sebelum memasuki ruang shalat pada interior masjid. Beberapa komponen dan fasilitas tersebut diatas dibuat dengan bentuk simetris, terkecuali mihrab dan pintu utama bentuknya dibuat khusus, sehingga dapat berfungsi sebagai titik orientasi interior masjid. sebagaimana tampak pada gambar 41 dibawah.
110
Gambar 42. Sketsa perspektif fasilitas bersuci pada Masjid Agung Kasepuhan ( sumber, data survey lapangan)
113
Gambar 43 Pintu Tengah pada dinding Utara - Selatan
Gambar 44 Pintu Samping pada dinding Utara - Selatan
116
Gerbang Masjid Sunan Bonang di Tuban (sumber, Didier, M. 1996 :126)
Gerbang Masjid Sendangduwur di Jawa Timur (sumber, Didier, M. 1996: 124)
Gambar 45. Penentuan proporsi pada pilar pintu utama Masjid Agung Kasepuhan (sumber, data survey lapangan) 118
terdapat relief berbentuk bunga matahari serta motif geometris .
seperti tampak pads
gambar 46.
Gambar 46 , Sketsa ruang mihrab Masjid Agung Kasepuhan (sumber, Subarna, AD. dalam Le Mihrab)
120
Motif hiasan pada permukaan bagian badan pilar pintu utama
Gambar 47. Motif pada pilar pintu utama dan dinding mihrab (surnber, survey lapangan)
123
selanjutnya fasilitas khusus lainnya yang terdapat dalam Masjid Agung Kasepuhan yaitu, mimbar dapat dikelompokkan ke dalam jenis furniture yang terdapat dalam bangunan perbadatan . Mimbar dalam tradisi Islam telah muncul sejak zaman nabi Muhammad saw. hingga zaman para khalifah seperti : Syaidina Abubakar, Umar, Ustman,dan All. Di Indonesia pada masa awal perkembangan Islam , Mimbar telah mulai dibuat oleh para wali songo.
Bila ditinjau berdasarkan aspek fungsi, mimbar khusus
dipergunakan untuk acara tertentu seperti : ceramah shalat Jum'at, tablig akbar dan pengajian . Mimbar di Indonesia pada masa awal perkembangannya ada hubungan dengan sejarah para wali. Para wali di Indonesia pada masa awal penyebaran Islam umumnya merangkap sebagai sultan, maka bentuk mimbar yang terdapat pada Masjid Keraton umumnya berbentuk seperti singgasana kesultanan. Mengenai mihrab apabila di dasarkan pada pendapat tradisi setempat, pembuatannya dianggap berhubungan dengan peraturan dalam sistem kekuasaan, dan merupakan kelanjutan dari tradisi pada sistem pemerintahan dalam kerajaan yang berkembang masa pra Islam. Pendapat tradisi lainnya menganggap bahwa, konsep pembuatan mihrab dipertimbangkan pada etika (Sunda = tatakrama) , sunan sebagai raja harus dihormati dan apabila is bertugas menyampaikan khotbah di masjid maka di sediakan fasilitas khusus yaitu mihrab yang dibuat dengan ukuran lebih tinggi dari lantai. Bila ditinjau dari aspek estetika , konsep bentuk mihrab lebih didasarkan pads aspek fungsinya. Seperti dengan adanya ukuran yang lebih tinggi dari barisan jemaah pendengar ceramah dalam posisi duduk, resonansi suara sunan (wali) ketika menyampaikan khotbah (ceramah) akan terdengar hingga ke seluruh interior dan area serambi . unsur menarik lainnya yang terdapat pada mihrab, yaitu disamping bentuknya yang unik juga dhiasi dengan motif ukiran yang merupakan campuran dari unsur bentuk tradisi Hindu Jawa dan Islam. seperti tampak pada gambar 48 , berikut :
124
Gambar 48. Proporsi pada mimbar Masjid Agung Kasepuhai (sumber, survey lapangan)
125
dalam bangunan masjid, pembuatan fasilitas maksura didasarkan atas faktor budaya di lingkungan keraton dan bukan atas pertimbangan ajaran agama Islam yang tidak membedabedakan harkat - martabat seseorang termasuk dalam melaksanakan ibadah shalat. Berdasarkan hadist (sunah) nabi Muhammad saw , mengenai keutamaan shalat di dalam masjid dinyatakan bahwa, shaf terdepan pada interior masjid di prioritaskan dan di isi oleh para jamaah yang datang lebih awal. Apabila dilihat dari jumlah maksura yang terdapat pada interior Masjid Agung Kasepuhan yang terdiri dari 4 unit, dengan perletakkan 2 unit di barisan depan (bagian Barat) dan 2 unit di barisan belakang (bagian Timur). Perletakkan tersebut dapat memudahkan pencapaian ke ruang maksura, karena apabila sunan dan para pejabat keraton datang terlarnbat dapat mengisi maksura yang terletak di barisan belakang (Timur) Berikut gambar 49 , tentang perletakkan maksura pada interior Masjid Agung Kasepuhan.
Gambar 49. Denah Perletakkan Maksura (sumber, survey lapangan) 128
129
Pembahasan berikutnya yaitu tentang fasilitas pendukung bangunan Masjid Agung Kasepuhan, yang meliputi : jendela pada bidang atap dan bukaan udara pada dinding bangunan. lebih lanjut pembahasan akan di uraikan melalui :
Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan yang diterapkan pada interior -masjid, mempergunakan jendela (' bouven light') yang dibuat dengan perletakkan mengelilingi bidang atau celah diantara susunan bidang atap .
Jumlah bidang bukaan cahaya terdiri dari dua susun , yaitu terletak
pada bidang atap bagian bawah dan dibawah langit-langit atap paling atas. Fungsi dari jendela tersebut, antara lain untuk meneruskan cahaya alam dari luar dan dipantulkan ke permmkaan langit-langit atap serta tiang soko guru , sehingga terjadi perambatan cahaya ke seluruh area interior. Untuk penerangan malam hari dipergunakan lentera dengan sumber cahaya mengunakan minyak biji jara dan kelapa. Lihat gambar 51
Gambar 51. Lentera pada interior Masjid Agung Kasepuhan (sumber, survey lapangan
130