DINAMIKA pH, Fe, DAN Mn SERTA P TANAH SAWAH BUKAAN BARU BERKADAR BAHAN ORGANIK TINGGI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI L.R. Widowati dan Sukristiyonubowo ABSTRAK Penelitian pengelolaan hara tanah sawah bukaan baru telah dilakukan dengan menggunakan contoh tanah dari Pesisir Selatan, Sumatera Barat (umur satu tahun). Tanah yang baru disawahkan akan menunjukkan dinamika pH, Fe, Mn, dan PO4 yang sangat dinamis dan akan berbeda antara tanah yang berkadar bahan organik tinggi dan rendah. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dilakukan penelitian untuk mempelajari dinamika pH, Fe, dan Mn, serta P tanah sawah bukaan baru berkadar bahan organik tinggi terhadap pertumbuhan padi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah dan rumah kaca Balai Penelitian Tanah, Bogor. Perlakuan yang diujikan sebanyak 12 perlakuan yang terdiri atas kombinasi dari takaran petani, NPK rekomendasi (½ x; x; 1½ x), kompos jerami(½x; x; 1½x), dan dolomit. Penelitian dilaksanakan menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Bersamaan dengan penelitian dengan tanaman disiapkan pula satu set tanah yang diberi perlakuan yang sama dan diinkubasi dengan periode pengamatan yang sama. Varietas padi yang dipergunakan adalah IR-42 sesuai dengan varietas yang disukai petani setempat. Metode untuk mengukur kelarutan Fe dan Mn, serta ketersediaan PO4 adalah mensentrifusi 100 g contoh lumpur dari pot inkubasi kemudian memisahkan ekstrak jernih. Larutan jernih selanjutnya diukur kadar Fe dan Mn dengan AAS, dan PO4 dengan spektrofotometer. Hasil pengamatan dinamika pH, Fe2+, Mn2+, dan PO4 tanah sawah baru berkadar bahan organik tinggi dari Pesisir Selatan Provinsi Sumetera Barat terutama terjadi pada 1-14 hari penggenangan (inkubasi). Setelah 14 hari telah dicapai sekuen termodinamika dari proses reduksi-oksidasi sehingga hara PO4 lebih tersedia dan pH tanah telah mencapai kondisi tertinggi. Takaran terbaik pupuk NPK diperoleh 0.875NPK atau sama dengan 175 kg Urea, 87,5 kg SP-36, dan 87,5 kg KCl/ha. Peningkatan jumlah anakan tertinggi dicapai pada kompos jerami sebanyak 1 ½PO atau 3 t dengan peningkatan hasil 20%. Pemberian amelioran dolomit meningkatkan jumlah anakan sebanyak 2-3% tetapi tidak nyata. PENDAHULUAN Beras menduduki posisi strategis di Indonesia karena beras sebagai salah satu sumber bahan makanan pokok juga sebagai sumber pendapatan dan penyedia lapangan pekerjaan. Lebih dari 90% dari total beras dihasilkan melalui sawah beririgasi teknis dan sisanya dihasilkan dari sistem sawah non irigasi
329
L.R. Widowati dan Sukristiyonubowo
(BPS, 2006). Seiring dengan meningkatnya (1) permintaan akan beras akibat bertambahnya jumlah penduduk, (2) kebutuhan lahan untuk perumahan, kawasan industri dan fasilitas jalan, (3) kompetisi kebutuhan air antara sektor pertanian, industri dan rumah tangga, dan (4) pencemaran air, menyebabkan luas lahan sawah beririgasi yang tersedia untuk penanaman padi menjadi semakin menyempit dan keberadaan air untuk kepentingan irigasi menjadi semakin langka yang pada akhirnya menurunkan produksi padi (Baghat et al., 1996; Bouman and Tuong, 2001; BPS, 2002). Oleh sebab itu, peningkatan produktivitas sawah bukaan baru perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik guna membantu pemenuhan target tambahan produksi 2 juta t/tahun atau sekitar 5%/tahun dan menjamin ketahanan beras nasional (Anonymous, 2007). Sawah bukaan baru mempunyai sifat morfologi, kimia, fisika, dan komposisi mineral yang khas bergantung pada sifat tanah asalnya, lahan kering atau lahan basah. Dilaporkan bahwa penggenangan akan menyebabkan perubahan sifat kimia tanahnya. Ponnamperuma (1978) menyimpulkan bahwa penggenangan akan menurunkan Eh, peningkatan dan penurunan pH dan meningkatnya ketersediaan P. Unsur P ini berasal pembebasan dari AlPO4 yang sulit larut (Ksp = 10-23) menjadi bentuk Al(OH)3 yang lebih sulit larut (Ksp = 10-33) (Dixon and Weed, 1977) serta dapat berasal dari kelarutan mineral strengit (FePO4.2H2O). Penggenangan tanah mineral masam bukaan baru menyebabkan terjadinya reduksi besi Fe3+ menjadi Fe2+, serta Mn4+ menjadi Mn2+. Tanah-tanah yang mempunyai kandungan oksida Fe yang tinggi dalam suasana reduksi, oksida tersebut terlarut dan dapat meracuni tanaman apabila kandungan Fe dalam tanah melebihi 2000 ppm (Puslittanak, 1993) atau apabila konsentrasi besi dalam tanaman > 300 ppm yang merupakan batas kritis keracunan besi pada tanaman padi (Yusuf et al., 1990), sedangkan Sulaeman et al., (1997) mendapatkan 260 ppm dalam tanah. Hasil penelitian lain diperoleh keracunan besi terlihat bila kadar besi dalam tanah 20-40 mg/l (van Breemen and Moorman, 1978). Pada tanah masam yang kaya aktif Mn dan bahan organik akan menghasilkan Mn2+ terlarut yang tinggi pada 1-2 minggu setelah penggenangan akan tetapi akan menurun kembali dan stabil pada 10 ppm (Randhawa et al., 1978) sedangkan batas kritis Mn pada tanah sebesar 15-60 ppm (Black, 1968). Peningkatan produkstivitas sawah bukaan baru salah satunya dapat dilakukan dengan penambahan amelioran seperti bahan organik dan kapur. Hasil penelitian Widowati dan Rochayati (2008) di Kalimantan Selatan menyimpulkan bahwa penambahan amelioran yang mengandung Ca, Mg, dan unsur mikro 330
Dinamika pH, Fe, dan Mn serta P Tanah Sawah Bukaan Baru
selain penambahan N, P, K, dan bahan organik dapat meningkatkan produktivitas sawah bukaan baru. Berdasarkan hal tersebut di atas penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dinamika pH, Fe, dan Mn, serta P tanah sawah bukaan baru berkadar bahan organik tinggi terhadap pertumbuhan padi. METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah serta di rumah kaca Balai Penelitian Tanah dengan menggunakan contoh tanah sawah bukaan baru (umur satu tahun) dari Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat yang tergolong aluvial (Inceptisols). Perlakuan penelitian terdiri atas takaran petani, berbagai taraf NPK, berbagai taraf takaran kompos jerami, modifikasi waktu pemberian, dan perlakuan pemberian dolomit. Secara garis besar perlakuan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perlakuan penelitian pengelolaan sawah bukaan baru No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
10. 11. 12.
Berat tanah Kompos Urea SP-36 KCl Dolomit per pot jerami …….. kg/ha …….. …….. t/ha …….. Dosis petani 5 0 0 0 0 0 Dosis petani + PO + dolomit 5 0 0 0 1 2 NPK takaran rekomendasi 5 200 100 100 0 0 NPK takaran rek + PO 5 200 100 100 0 2 ¾ NPK takaran rek + PO 5 150 75 75 0 2 ½ NPK takaran rek + PO 5 100 50 50 0 2 1¼ NPK takaran rek + PO 5 250 125 125 0 2 NPK takaran rekomendasi 5 66,7 100 33,3 0 0 (NK diberikan 3 kali) 66,7 33,3 0 0 66,7 33,3 0 0 Perlakuan
NPK takaran rek+ PO + dolomit (NK diberikan 3 kali)
5
66,7
NPK takaran rek + PO + dolomit NPK takaran rek + 1½ PO NPK takaran rek + ½ PO
5
200
5 5
200 200
100
33,3
1
2
33,3 33,3
0 0
0 0
100
100
1
2
100 100
100 100
0 0
3 1
66,7 66,7
* Kering udara
331
L.R. Widowati dan Sukristiyonubowo
Sebelum dilakukan percobaan rumah kaca, dilakukan analisis karakteristik tanah awal yang meliputi tekstur, pH, bahan organik, N dan C-organik, P-Bray 1, K-tersedia, P dan K-potensial (ekstrak HCl 25%), termasuk kadar hara mikro Fe, Al, Mn, dan Zn. Contoh tanah bulk yang telah dihomogenkan lalu ditimbang 5 kg/pot, digenangi satu hari lalu dilumpurkan. Tanah yang telah menjadi lumpur diinkubasi selama tujuh hari baru kemudian ditanami. Bibit padi varietas IR-42 disemaikan selama 14 hari lalu ditanam 4 tanaman/pot. Pada umur 2 MST dijarangkan menjadi 2 tanaman/pot. Parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan. Bersamaan dengan pot yang dipersiapkan untuk ditanami juga dilakukan persiapan untuk pot yang tanpa tanaman (penelitian inkubasi). Pada pot yang tanpa tanaman dilakukan pengamatan yang intensif terhadap perilaku pH, PO43-, Fe, dan Mn dengan cara sampling pada 1, 3, 7, 14, 21, 28, 35, dan 42 HST. Pada pengujian awal tidak terdapat perbedaan hasil pengukuran pH yang signifikan antara pH tanah pada pot ada tanaman dengan pot tanpa tanaman (inkubasi) yang diperkuat oleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,9602, sehingga sampling tanah pada pot tanpa tanaman dianggap mewakili dari pot yang dengan tanaman. Setiap pengambilan contoh, tanah dalam pot diaduk secara homogen lalu diambil sebanyak ± 50 g lumpur dan dimasukkan ke tabung sentrifusi dan disentrifius selama 10 menit pada 2.500 rpm (Gotoh and Patrick, 1974; Leeper, 1947). Cairan jernih yang terpisah dari tanah disaring dan siap diukur kadar Fe dan Mn dengan menggunakan AAS. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang empat kali. Dari perlakuan takaran yang dibuat bertingkat diplotkan dalam bentuk kurva respon. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tanah Karakteristik tanah yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : tekstur liat, pH masam, berbahan organik sangat tinggi (8,12%), P dan K HCl 25% tinggi (Tabel 2). Kendala utama adalah K-tersedia yang rendah serta adanya peluang keracunan besi karena berkadar 241 ppm Fe (batas kritis pada tanah = 260 ppm, Sulaeman et al., 1997) dan keracunan Mn karena berkadar 34,7 ppm Fe (batas kritis pada tanah = 15-60 ppm, Black, 1968).
332
Dinamika pH, Fe, dan Mn serta P Tanah Sawah Bukaan Baru
Tabel 2. Karakteristik tanah sawah bukaan baru dari Pesisir Selatan, Sumatera Barat Sifat tanah
Metode
Tekstur : Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
Pipet
pH H2O pH KCl
pH meter pH meter
4,68 3,.57
Masam
Kurmis Kjeldahl
8,12 0,44 18
Sangat tinggi Sedang Tinggi
49,7 55,0 6,4
Tinggi Tinggi Rendah
0,05 5,14 0,99 0,09
Sangat rendah Rendah Rendah Sangat rendah
29,49
Tinggi
Bahan organik : C (%) N (%) C/N P dan K-potensial : P2O5 (mg/100g) K2O (mg/100g P-tersedia P2O5 (ppm)
Kriteria* Liat
4 34 63
HCl 25%
Bray 1
Nilai tukar kation : K (cmol(+)/100g) Ca (cmol(+)/100g) Mg (cmol(+)/100g) Na (cmol(+) me/100g)
NH4OAc pH 7,0
KTK (cmol(+) me/100g)
NH4OAc pH 7,0
KB (%) Unsur mikro : Fe (mg/kg) Mn (mg/kg) Cu (mg/kg) Zn (mg/kg)
Nilai
21
Rendah
Ekstrak DTPA 241,8 34,7 0,94 0,42
Batas 260 ppm Batas 15-60 ppm
* Penilaian didasarkan pada Kriteria Hasil Analisis Tanah (Juknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk, 2005)
Dinamika pH Hasil pengamatan pH menunjukkan pH tanah meningkat drastis rata-rata 1,5 unit dari minggu pertama penggenangan sampai minggu ketiga selanjutnya melandai sampai delapan kali pengamatan (Gambar 1). Dinamika pH tanah pada perlakuan takaran petani adalah yang terendah dibanding perlakuan lain. Rendahnya dinamika pH karena pada perlakuan takaran petani tidak terdapat penambahan perlakuan apapun.
333
L.R. Widowati dan Sukristiyonubowo
7,5 Dosis Petani
7 Dosis Petani + PO + Dolomit NPK Rekomendasi
6,5
pH tanah
NPK Rek + PO
6
3/4 NPK Rek + PO 1/2 NPK Rek + PO
5,5
1 1/4 NPK Rek + PO
5
NPK Rek (NK 3x) NPK rek + PO + Dolomit (NK 3x)
4,5 NPK rek + PO + Dolomit NPK + 1 1/2 PO
4 1
3
7
14
21
28
35
42
NPK rek + 1/2 PO
Hari Pengamatan
Gambar 1. Dinamika pH tanah dengan waktu penggenangan Perubahan pH pada tanah masam menuju pH netral karena redoks sistem dari Fe dan Mn (Ponnamperuma et al., 1969). Menurut Bostrom, 1967, jika tanah masam tinggi bentuk Fe yang tereduksi dan tinggi kadar bahan organik, pH tanah akan mencapai pH netral setelah tergenang beberapa minggu, hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pH terukur mencapai 7 setelah dua minggu. Dinamika Fe Hasil pengukuran Fe dari seluruh perlakuan dalam ekstrak air pada 1 hari inkubasi rata-rata Fe terukur 0,18 mg Fe/L dan terus meningkat hingga mencapai 11,1 mg Fe/L pada minggu ke 9 (Gambar 2). Dengan kata lain kadar besi ini masih di bawah dari kisaran konsentrasi yang dapat meracuni tanaman yakni sebesar 20-40 mg/l. Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk tanah masam yang kaya bahan organik dan tinggi besi aktif (Fe3+) akan menghasilkan konsentrasi Fe2+ yang tinggi pada awal penggenangan lalu menurun dan stabil pada kadar 50-100 ppm (metode EDTA). Pola grafik dari seluruh perlakuan hampir sama seiring dengan waktu penggenangan dan terdapat tendensi menurun pada 42 HST. Konsentrasi besi di dalam tanah yang dapat menyebabkan keracunan besi di dalam tanah menurut beberapa hasil penelitian tergantung dengan pH tanah (Noor dan Jumberi, 1998). Dalam tanah pada konsentrasi Fe 100 ppm dengan pH 3,7 dan konsentrasi Fe 300 ppm dengan pH 5,0 dapat meracun bagi tanaman (Tadano and Yoshida, 1978). Hasil penelitian Sulaiman et al., 1997) menunjukkan batas kritis konsentrasi Fe (ekstraksi 1N NH4OAC pH 4,8) di dalam tanah yang dapat menyebabkan keracunan besi pada tanaman di lahan pasang surut adalah 260 ppm Fe, sedangkan batas kritis keracunan Fe jaringan tanaman padi IR-64 adalah sebesar 200 ppm Fe.
334
Dinamika pH, Fe, dan Mn serta P Tanah Sawah Bukaan Baru
Walaupun konsentrasi yang terukur masih di bawah batas meracuni, terdapat kecenderungan pengaruh Fe2+ terhadap pertumbuhan padi yang ditandai dengan waktu lilir bibit yang lama (10 hari) serta terdapat bercak karat pada daun tua. Setelah umur 2 MST tanaman sudah dapat tumbuh dengan baik. Tanaman dapat tumbuh dengan baik karena kondisi redoks tanah sawah telah mencapai sekuen termodinamika. Menurut Patrick dan Reddy (1978), tahapan atau sekuen proses reduksi selesai rata-rata dicapai pada 12 sampai 14 hari setelah penggenangan.
16
Perlakuan
14
Dosis Petani Dosis Petani + PO + Dolomit
12 mg Fe/L
NPK Rekomendasi
10
NPK Rek + PO
8
3/4 NPK Rek + PO 1/2 NPK Rek + PO
6
1 1/4 NPK Rek + PO
4
NPK Rek (NK 3x)
2
NPK rek + PO + Dolomit (NK 3x) NPK rek + PO + Dolomit
0 1
3
10
14
21
28
35
Hari Pengamatan
42
NPK + 1 1/2 PO NPK rek + 1/2 PO
Gambar 2. Kadar Fe dalam larutan tanah sawah bukaan baru Dinamika Mn Dinamika Mn yang teramati tidak menunjukkan pola tertentu. Pada 1 hari setelah inkubasi terukur rata-rata 3,39 mg Mn/L dan meningkat menjadi 11,1 mg/L pada dua minggu setelah inkubasi, selanjutnya terjadi penurunan kadar Mn terlarut dengan rataan 8 ppm sampai minggu ke-6. Hasil penelitian van Breemen dan Moorman (1978) tentang kelarutan Mn2+ pada tanah masam yang kaya akan aktif mangan dan bahan organik kemudian digenangi akan menghasilkan Mn2+ terlarut yang tinggi pada 1-2 minggu kemudian menurun dan stabil pada level 10 ppm. Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kadar Mn terlarut maka dibuat dalam bentuk kumulatif (Gambar 3). Dari grafik tersebut terlihat bahwa pada perlakuan NPK rekomendasi kadar Mn terukur tertinggi, dan yang terendah pada perlakuan takaran petani + PO + dolomit. Rendahnya kadar Mn pada perlakuan ini dapat disebabkan karena adanya penambahan pupuk organik (kompos jerami) dan dolomit menekan kelarutan Mn dalam bentuk larut air. 335
L.R. Widowati dan Sukristiyonubowo
Dosis Petani
100
Dosis Petani + PO + Dolomit
90
NPK Rekomendasi
80
NPK Rek + PO
mg Mn/L
70
3/4 NPK Rek + PO
60
1/2 NPK Rek + PO
50
1 1/4 NPK Rek + PO
40
NPK Rek (NK 3x)
30
NPK rek + PO + Dolomit (NK 3x)
20
NPK rek + PO + Dolomit
10
NPK + 1 1/2 PO
0
NPK rek + 1/2 PO
1
3
7
10 14 21 Hari Pengamatan
28
35
42
Gambar 3. Kadar kumulatif Mn dalam larutan tanah sawah bukaan baru Kadar Fe yang tinggi dalam tanah yang tergenang dapat menekan serapan Mn oleh tanaman sehingga pada tanah yang berkadar Fe tinggi tidak mempunyai peluang keracunan Mn (Todano and Yoshida, 1978). Selain itu, tanaman juga mempunyai kemampuan untuk tidak menyerap Mn dalam jumlah yang tinggi. Dinamika Fosfor Fosfor yang terukur dengan ekstrak air mulai meningkat ketersediaannya pada minggu ke-2 inkubasi dan kemudian bervariasi ketersediaanya tergantung pada perlakuan (Gambar 4). 1,00 Dosis Petani
(mg PO4 /L)
0,90
Dosis Petani + PO + Dolomit
0,80
NPK Rekomendasi
0,70
NPK Rek + PO
0,60
3/4 NPK Rek + PO 1/2 NPK Rek + PO
0,50
1 1/4 NPK Rek + PO
0,40
NPK Rek (NK 3x)
0,30
NPK rek + PO + Dolomit (NK 3x) NPK rek + PO + Dolomit
0,20
NPK + 1 1/2 PO
0,10
NPK rek + 1/2 PO
0,00 1
3
7
10
14
21
28
35
42
Hari Pengamatan
Gambar 4. Kadar kumulatif PO42- dalam larutan tanah sawah bukaan baru 336
Dinamika pH, Fe, dan Mn serta P Tanah Sawah Bukaan Baru
Fosfor tersedia tertinggi adalah dari perlakuan NPK rekomendasi + PO + dolomit. Ketersediaan fosfor ini bila dihubungkan dengan pH terlihat bahwa pada saat pH sudah stabil fosfor mulai tersedia. Reduksi senyawa feri menjadi bentuk fero yang lebih larut terjadi pelepasan fosfor dalam larutan tanah. Selain itu peningkatan pH tanah yang terjadi juga dapat menyebabkan terjadinya pelepasan fosfor dimana dengan peningkatan pH kelarutan feri-fosfat dan Al-P (Patrick and Reddy, 1978; Dixon and Weed, 1977). Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan pH dan kelarutan Fe2+ maka fosfor mulai tersedia mulai minggu ke-2 MST. Pertumbuhan tanaman Pertumbuhan tanaman padi di rumah kaca pada awalnya agak tertekan dimana tanaman baru tumbuh (lilir) setelah 10 hari tanam. Hal ini sangat berbeda dengan pertumbuhan tanaman padi yang ditanaman pada tanah sawah lama, dimana pada hari keempat bibit padi sudah tumbuh (lilir). Selain itu, juga ditandai dengan adanya bau sulfur (H2S) yang menyengat serta adanya lapisan seperti minyak dari Fe yang tereduksi pada saat tanam hingga umur tanaman 10-14 HST. Setelah itu bau dan lapisan seperti minyak mulai berkurang dan tanaman padi tumbuh dengan baik. Dengan menghilangnya lapisan minyak kadar fosfor mulai meingkat ketersediaannya. Dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan tanaman sangat berkaitan dengan dinamika pH, Fe, Mn, dan P. Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman akibat pemberian pupuk NPK bertingkat terhadap parameter jumlah anakan terlihat bahwa takaran ½ NPK dan ¾ NPK belum mencukupi pertumbuhan yang optimum (Gambar 5). Setelah mencapai takaran 0,875 NPK atau sama dengan 175 kg Urea, 87,5 kg SP-36, dan 87,5 kg KCl, jumlah anakan tanaman padi sudah tidak berubah. Sehingga aplikasi pupuk pada takaran > 0,875 NPK tidak efisien dan dapat mencemari lingkungan pertanian. Untuk pengukuran pengaruh bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman, takaran kompos dibuat tiga tingkat yakni ½; 1; dan 1½ takaran (2 t kompos jerami/ha). Jumlah anakan cenderung meningkat tetapi tidak nyata antara perlakuan dibanding dengan takaran petani (Gambar 6). Persentase peningkatan jumlah anakan perlakuan NPK Rek; NPK Rek + ½ PO; NPK Rek + PO; dan NPK Rek + 1½ PO dengan takaran petani berturut-turut 12, 9, 7, dan 20%. Tidak adanya respon jumlah anakan pada perlakuan + PO adalah karena kadar C-organik awal sebesar 8,12% C.
337
L.R. Widowati dan Sukristiyonubowo
50 45 40 Anakan
35 30 25 20 15 10 5 0 0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
Takaran NPK
Gambar 5. Pengaruh berbagai takaran pupuk NPK terhadap jumlah anakan
60 50
Anakan
40 30 20 10 0 Dosis Petani
NPK Rekomendasi
NPK Rek + 1/2 PO
NPK Rek + PO
NPK Rek + 1 1/2 PO
Gambar 6. Jumlah anakan sebagai respon terhadap penambahan bahan organik penelitian pengelolaan hara sawah bukaan baru
Pemberian bahan organik kompos jerami bertujuan untuk mengendalikan tingkat reduksi agar tidak terlalu rendah karena kompos jerami adalah termasuk bahan organik yang berenergi rendah. Menurut Hartatik et al., 2008, bahwa penambahan bahan organik yang berenergi tinggi (C/N>10) pada tanah sawah akan berdampak menurunkan Eh tanah lebih negatif. Kondisi yang sangat reduktif tidak memberikan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan perakaran.
338
Dinamika pH, Fe, dan Mn serta P Tanah Sawah Bukaan Baru
Perlakuan pemberian dolomit sedikit meningkatkan jumlah anakan sebanyak 2-3% dibandingkan perlakuan NPK Rek + PO (Gambar 7). Dolomit berfungsi sebagai bahan amelioran pembenah tanah dengan cara meningkatkan pH, tetapi dapat berfungsi juga untuk menyumbangkan hara seperti Ca dan Mg. Karena tanah sawah bukaan baru ini memerlukan tambahan hara Ca dan Mg. Kadar Ca dan Mg tanah awal tergolong rendah. Dengan adanya penambahan kedua basa tersebut diharapkan tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit dan kualitas produk meningkat.
50 45 40 35 Anakan
30 25 20 15 10 5 0 Dosis Petani
Gambar 7.
NPK Rek + PO
NPK rek + PO + Dolomit (NK 3x)
NPK rek + PO + Dolomit
Jumlah anakan sebagai respon terhadap penambahan dolomit pada penelitian pengelolaan hara sawah bukaan baru KESIMPULAN
1. Dinamika pH, Fe2+, Mn2+, dan PO4 tanah sawah baru berkadar bahan organik tinggi dari Pesisir Selatan propinsi Sumetera Barat terutama terjadi pada 1-14 hari penggenangan (inkubasi). Setelah 14 hari telah dicapai sekuen thermodinamika dari proses reduksi-oksidasi sehingga hara PO4 lebih tersedia dan pH tanah telah mencapai kondisi tertinggi. 2. Takaran terbaik pupuk NPK diperoleh 0,875 NPK atau sama dengan 175 kg Urea, 87,5 kg SP-36, dan 87,5 kg KCl/ha. 3. Peningkatan jumlah anakan tertinggi dicapai pada kompos jerami sebanyak 1½ PO atau 3 t dengan peningkatan hasil 20%. 4. Pemberian amelioran dolomit meningkatkan jumlah anakan sebanyak 2-3% tetapi tidak nyata.
339
L.R. Widowati dan Sukristiyonubowo
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2007. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Peraturan Menteri Pertanian No. 40/ Permentan/OT.140/4/ 2007, tanggal 11 April 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm 286. Bhagat, R.M., S.I. Bhuiyan, and K. Moody. 1996. Water, tillage and weed interactions in lowland tropical rice: a review. Agricultural Water Management 31:165-184. Bouman. B.A.M. and T.P. Tuong. 2001. Field water management to save water and increase its productivity in irrigated lowland rice. Agricultural Water Management 49:11-30. BPS. 2002. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. BPS. 2006. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Dixon, J.B. and S.B. Weed. 1977. Minerals and soil environment. Soil Science Society of America. Madison, Wisconsin, USA. P 948. Gotoh, S. and W.H. Patrick Jr. 1974. Transformations of manganese in a waterlogged soil as affected by redox potential and pH. Soil. Sci. Soc. Am., Proc. 36:738-742. Leeper, G.W. 1974. The forms and reactions of manganese in the soil. Soil Sci. 63:79-94. Noor, A. dan A. Jumberi. 1998. Peranan bahan amelioran, pupuk kalium dan varietas dalam mengatasi keracunan besi pada tanaman padi di lahan pasang surut. Hlm 275-279. Dalam Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan, 2-3 Desember 1997 di Banjarbaru. Badan Litbang Pertanian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Banjarbaru. Patrick, W.H. Jr. and C.N. Reddy. 1978. Chemical changes in rice soils. Pp 361379. In Soil and Rice. IRRI. Los Banos. Philippines. Ponnamperuma, F.N. 1978. Electrochemical changes in submerged soil and the growth of rice. Pp 421-444. In Soil and Rice. IRRI. Los Banos, Philippines. Ponnamperuma, F.N. T.N. Loy, and E.M. Tianco. 1969. Redox equilibria in flooded soils. II. The manganese oxide systems. Soil Sci. 108:48-57. Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat). 1993. Survey dan Penelitian Tanah Merowi I, Kalimantan Barat. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Randhawa, N.S., M.K. Sinha, and P.N. Takkar. 1978. Micronutrient. Pp. 581-603. In Soil and Rice. IRRI, Los Banos, Philippines. Sulaeman, Eviati, dan J.S. Adiningsih. 1997. Pengaruh Eh dan pH terhadap sifat erapan fosfat, kelarutan besi, dan hara lain pada tanah Hapludox
340
Dinamika pH, Fe, dan Mn serta P Tanah Sawah Bukaan Baru
lampung. Hlm. 1-18. Dalam Prosiding Pertemuan dan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Cisarua, Bogor 4-6 Maret 1997. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Sulaiman, A., Arifin, dan G. Nohoi. 1997. Studi korelasi pertumbuhan tanaman padi dengan besi tanah. J. Kalimantan Agrikultura 2(4):1-14. Tadano, T. and S. Yoshida. 1978. Chemical changes in submerged soils and their effect on rice growth. Pp 399-420. In Soil and Rice. IRRI. Los Banos. Philippines. van Breemen, N. and F.R. Moorman. 1978. Iron-toxic soils. Pp 781-797. In Soil and Rice. IRRI, Los Banos, Philippines. Widowati, L.R. dan S. Rochayati. 2008. Pengelolaan Hara untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah Bukaan Baru di Harapan Masa-Tapin Kalimantan Selatan. Makalah disajikan pada Seminar Nasional BBSDLP, 25-27 November 2008. Hlm 13. Yusuf, A., D. Syamsudin, G. Satari, dan S. Djakasutami. 1990. Pengaruh pH dan Eh terhadap kelarutan Fe, Al dan Mn pada lahan sawah bukaan baru jenis Oxisols Sitiung. Hlm 237-269. Dalam Prosiding Pengelolaan Sawah Bukaan Baru Menunjang Swasembada Pangan dan Program Transmigrasi: Prospek dan Masalah.
341