IV.
DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG
4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau yang terletak pada ujung tenggara pulau Sumatera hingga selat Sunda. Secara geografis, Provinsi Lampung terletak antara 60 45’ – 30 45’ Lintang Selatan dan antara 1030 40’ – 1050 50’ Bujur Timur. Adapun batas-batas Provinsi Lampung adalah sebagai berikut: Utara
: provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu
Selatan
: selat Sunda
Barat
: samudera Indonesia
Timur
: laut Jawa
Gambar 10 Peta Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota tahun 2012. Awalnya Lampung merupakan wilayah karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan, namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3
51
52
Tahun 1964 pada tanggal 18 Maret 1964 status karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi. Secara administratif Provinsi Lampung dibagi dalam 12 kabupaten dan 2 kota dengan luas wilayah masing-masing kabupaten/kota seperti terlihat pada Tabel 6. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten dengan wilayah terluas sebesar 7.770,84 kilometer persegi (19,77 persen) sedangkan kabupaten terkecil adalah Kabupaten Pringsewu dengan luas wilayah 625,00 kilometer persegi (1,59 persen). Sedangkan untuk wilayah kota, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro hanya meliputi wilayah seluas 192,96 kilometer persegi (0,49 persen) dan 61,79 kilometer persegi (0,16 persen). Tabel 6
Ibukota dan luas wilayah kabupaten/kota di Provinsi Lampung Kabupaten/kota
1. Kabupaten Lampung Barat 2. Kabupaten Tanggamus 3. Kabupaten Lampung Selatan 4. Kabupaten Lampung Timur 5. Kabupaten Lampung Tengah 6. Kabupaten Lampung Utara 7. Kabupaten Way Kanan 8. Kabupaten Tulang Bawang 9. Kabupaten Pesawaran 10. Kabupaten Pringsewu 11. Kabupaten Mesuji 12. Kabupaten Tulang Bawang Barat 13. Kota Bandar Lampung 14. Kota Metro Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011b
Ibukota Liwa Kota Agung Kalianda Sukadana Gunung Sugih Kotabumi Blambangan Umpu Menggala Gedong Tataan Pringsewu Mesuji Panaragan Jaya Tanjung Karang Metro
Luas Wilayah (Km2) 4.950,40 3.356,61 2.007,01 4.337,89 4.789,82 2.725,63 3.921,63 7.770,84 1.173,77 625,00 2.184,00 1.201,00 192,96 61,79
4.1.2. Penduduk Penduduk merupakan modal pembangunan yang berharga. Baik secara jumlah maupun kualitas, penduduk sangat berpotensi memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jika potensi yang dimiliki penduduk dikelola dengan benar akan meningkatkan dan memacu pertumbuhan ekonomi, namun sebaliknya penduduk dapat menjadi penghambat bagi pelaksanaan pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi potensi selain sebagai pelaku ekonomi produksi namun dapat juga sebagai pasar jika memiliki daya beli yang sesuai. Potensi ini dapat
53
menjadi penghambat jika jumlah penduduk yang besar berkualitas rendah sehingga berpenghasilan rendah dan pada akhirnya berdaya beli rendah. Jumlah penduduk Lampung hingga tahun 2010 mencapai 7,61 juta jiwa. Terdapat penambahan jumlah penduduk hampir 1 juta jiwa dalam 10 tahun. Jumlah penduduk Lampung 6,77 juta di tahun 2001 bertambah menjadi 7,61 juta di tahun 2010 (Gambar 11). Laju pertumbuhan penduduk Lampung pada periode 2000-2010 setiap tahunnya mencapai 1,24 persen, meningkat dari 1,17 persen pada periode 1990-2000. Pertumbuhan penduduk Lampung tergolong tinggi karena berada di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009 yaitu 1,14 persen per tahun. Pemerintah Lampung melalui dinas terkait perlu menekan laju pertumbuhan ini karena pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat mengarah pada berbagai masalah sosial ekonomi lain seperti kerawanan pangan, pengangguran dan kemiskinan. Juta Jiwa 7,80 7,60 7,53
7,40 7,20
7,17
7,00
7,44
6,92
6,80 6,60
7,26
7,35
7,61
6,77
6,79
6,85
6,40 6,20 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011b Gambar 11 Jumlah penduduk Provinsi Lampung tahun 2001-2010 (juta jiwa) Distribusi penduduk Provinsi Lampung bervariasi menurut kabupaten/kota (lihat Tabel 7). Jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kota Metro 145.471 jiwa (1,91 persen) sedangkan jumlah penduduk paling banyak terdapat di Kabupaten Lampung Tengah 1.170.717 jiwa (15,39 persen). Namun jika dikaji berdasarkan kepadatan penduduknya, Kabupaten Lampung Barat merupakan wilayah yang paling jarang penduduknya yaitu 85 jiwa/ Km2 sedangkan wilayah
54
yang paling padat adalah wilayah ibukota Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, yaitu 4.597 jiwa/ Km2. Tabel 7
Jumlah dan kepadatan penduduk di Provinsi Lampung tahun 2010 Kabupaten/kota
1. Kabupaten Lampung Barat 2. Kabupaten Tanggamus 3. Kabupaten Lampung Selatan 4. Kabupaten Lampung Timur 5. Kabupaten Lampung Tengah 6. Kabupaten Lampung Utara 7. Kabupaten Way Kanan 8. Kabupaten Tulang Bawang 9. Kabupaten Pesawaran 10. Kabupaten Pringsewu 11. Kabupaten Mesuji 12. Kabupaten Tulang Bawang Barat 13. Kota Bandar Lampung 14. Kota Metro Provinsi Lampung Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011b
Jumlah Penduduk (Jiwa) 419.037 536.613 912.490 951.639 1.170.717 584.277 406.123 397.906 398.848 365.369 187.407 250.707 881.801 145.471 7.608.405
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 84,65 496,45 454,65 219,38 244,42 214,36 103,56 90,73 339,80 584,59 85,81 208,75 4.596,86 2.354,28 215,61
Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, penduduk Lampung terdiri atas 51,48 persen laki-laki dan 48,52 persen perempuan. Jika dilihat dari struktur umur, penduduk Provinsi Lampung tergolong menengah, dengan median umur penduduk 24,64 tahun pada tahun 2010. Ketergantungan penduduk usia tidak produktif (0-14 dan 65+) terhadap penduduk usia produktif (15-64) adalah 52,20. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif menanggung beban 52 orang usia tidak produktif. Struktur umur dan jenis kelamin penduduk Provinsi Lampung dapat dilihat pada Gambar 12.
55
90+ 80-84 70-74 60-64 50-54 40-44 30-34 20-24 10-14 0-4 600.000
400.000
200.000 0 Perempuan
200.000 Laki-laki
400.000
600.000
Sumber: BPS, 2012 Gambar 12 Piramida penduduk Provinsi Lampung tahun 2010 4.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung mengalami rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun sebesar 5,30 persen selama periode 2001-2010. Jika memasukkan unsur migas pertumbuhan yang dicapai lebih rendah yakni 5,26 persen per tahun (Gambar 13). Pertambangan dan pengolahan minyak dan gas di Provinsi Lampung hanya ditemukan di Kabupaten Lampung Timur dan sektor ini bukanlah sektor yang memberikan pangsa besar bagi PDRB Lampung. Jika ditinjau berdasarkan pangsa sektor produksi, maka sektor yang memiliki andil terbesar dalam perekonomian Lampung adalah sektor pertanian mencapai rata-rata 42,27 persen. Berdasarkan wilayah kabupaten/kota, pendapatan tertinggi tahun 2010 terdapat di Kota Bandar Lampung sebesar 19.437 milyar Rupiah diikuti oleh Kabupaten Lampung Tengah dengan pendapatan 16.639 milyar Rupiah. Jika ditinjau berdasarkan laju pertumbuhannya maka perekonomian mengalami peningkatan paling pesat di wilayah Bandar Lampung dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,33 persen dan Kabupaten Tulang Bawang dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,19 persen.
56
%
7,00 6,50 6,00 5,50 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00
2001
2002
2003
2004
2005
Pertumbuhan ekonomi dengan Migas
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Pertumbuhan ekonomi tanpa Migas
Sumber: BPS Provinsi Lampung, diolah. Gambar 13 Pertumbuhan ekonomi dengan migas dan tanpa migas Provinsi Lampung tahun 2001-2011. Salah satu sumber utama pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah investasi. Nilai realisasi investasi asing Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan sejak tahun 2003, namun peningkatan ini berbalik arah menjadi penurunan di tahun 2007. Nilai realisasi investasi asing terus menurun hingga 2010. Jika di tahun 2007 investasi yang terealisasi sebesar 124 juta US$, tahun 2010 hanya seperempatnya 30,71 juta US$. Penurunan investasi tersebut diduga diakibatkan oleh terjadinya krisis ekonomi global, hal ini juga terjadi pada Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Lampung (Gambar 14). Selama periode 2000-2010 investasi dalam negeri mengalami puncaknya pada tahun 2005 yaitu senilai lebih dari 1 triliun Rupiah. Namun nilai investasi ini terus menurun hingga hanya mencapai 163 Milyar Rupiah di tahun 2007. PMDN Juta Rp.
PMA ribu US$
1.200.000
140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0
1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
PMDN
PMA
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Gambar 14 Realisasi investasi PMA dan PMDN Provinsi Lampung tahun 20002010.
57
4.3. Pembangunan Manusia Secara umum pembangunan manusia di Provinsi Lampung mengalami peningkatan selama periode 1996-2010 (Gambar 15). Perkecualian terjadi pada periode 1996-1999 dimana terjadi penurunan capaian pembangunan manusia. Pada periode 1996-1999 penurunan capaian IPM sebagai dampak dari memburuknya kondisi perekonomian Indonesia akibat krisis. Sebelum krisis, pada tahun 1996 IPM Provinsi Lampung mencapai 67,6 namun sejak krisis ekonomi pertengahan tahun 1997, IPM Lampung menurun hingga menjadi 63,0 pada tahun 1999. Setelah krisis ekonomi, capaian IPM Lampung meningkat kembali hingga menjadi 65,8 pada tahun 2002. Walau demikian, peningkatan ini belum dapat menyamai capaian IPM pada saat keadaan sebelum krisis ekonomi. Capaian yang lebih tinggi baru diperoleh di tahun 2004 ketika IPM mencapai 68,4. 72,00 70,00 68,00
68,40
68,85
69,38
69,78
70,30
70,93
71,42
67,60 65,80
66,00 64,00
63,00
62,00 60,00 1996 1999 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011a Gambar 15 IPM Provinsi Lampung Tahun 1996-2010. Pola perkembangan IPM selama periode 1996-2010 menunjukkan adanya pengurangan jarak IPM terhadap nilai idealnya (100) yang direpresentasikan dengan ukuran reduksi shortfall (BPS, 2008). Pada Gambar 16 reduksi shortfall pada tahun 1996-1999 bernilai minus 4,7. Hal ini berarti capaian IPM semakin menjauh dari nilai idealnya dan menunjukkan kualitas hidup penduduk pada periode tersebut memburuk. Kemudian pada periode 1999-2002 reduksi shortfall meningkat menjadi 2,52 namun kembali menurun hingga periode 2004-2005. Hal
58
ini menunjukkan bahwa meskipun kualitas hidup manusia semakin baik namun peningkatan kualitasnya melambat. 2,52
3,00
2,53
2,00
1,42
1,70
04-05
05-06
1,31
1,72
2,12
1,69
1,00 0,00 -1,00
96-99
99-02
02-04
06-07
07-08
08-09
09-10
-2,00 -3,00 -4,00 -5,00
-4,73
Sumber: BPS, diolah Gambar 16 Perkembangan shortfall IPM Provinsi Lampung tahun 1996-2010. Secara umum, perkembangan IPM dari tahun ke tahun merupakan indikasi kinerja pembangunan manusia di suatu wilayah. Jika melihat capaian IPM menurut kabupaten/kota, terlihat perbedaan yang signifikan antara wilayah kabupaten dengan kota. Kota Metro merupakan wilayah yang memiliki peringkat IPM tertinggi secara umum. IPM Kota Metro di tahun 2010 mencapai 76,25 dan diikuti oleh Kota Bandar Lampung yaitu 75,70. Sedangkan capaian IPM terendah berada di kabupaten Mesuji yang merupakan kabupaten pecahan dari Kabupaten Tulang Bawang yaitu sebesar 67,49. IPM 78 76 74 72 70 68 66 64
2008
2009
2010
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011a Gambar 17 Indeks Pembangunan Manusia menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008-2010
59
4.3.1. Pendidikan Keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan saat ini merupakan indikasi dari keberhasilan perencanaan di masa lalu. Program-program pembangunan bidang pendidikan telah diekspansi dalam berbagai bentuk diantaranya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), rehabilitasi gedung-gedung sekolah, penambahan ruang kelas dan unit sekolah baru hingga meningkatkan kesejahteraan para pendidik. Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu indikator modal manusia. Semakin lama seseorang bersekolah, semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan maka modal yang dimilikinya akan semakin banyak. Rata-rata lama sekolah di daerah Kota Bandar Lampung dan Metro jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah kabupaten yaitu masing-masing 9,90 dan 9,81 tahun sedangkan untuk wilayah kabupaten, secara rata-rata delapan kabupaten hanya 7,39 tahun (Gambar 18). Tahun 12 10 8 6 4 2 0
2008
2009
2010
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011a Gambar 18 Rata-rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008-2010. Perkembangan di dunia pendidikan membawa dampak positif terhadap penuntasan buta huruf. Jumlah penduduk yang buta huruf di Provinsi Lampung terus berkurang di tiap kelompok usia (Gambar 19). Secara umum pada penduduk berusia 15 tahun ke atas, persentase penduduk yang buta huruf berkurang dari 8,35 persen di tahun 2003 menjadi 5,36 persen di tahun 2010. Jika mengkaji jumlah penduduk buta huruf berdasarkan kelompok usia, kelompok usia 15-44 tahun persentasenya berkurang dari 2,76 persen di tahun 2003 menjadi 0,63
60
persen di tahun 2010 sedangkan kelompok usia yang paling besar persentase buta hurufnya adalah usia di atas 45 tahun dan mengalami penurunan persentase penduduk yang buta huruf dari 22,95 persen menjadi 15,53 persen. %
25 22,95
20,2
20
19,29
19,64 17,15
18,08 16,13
15,53
15 10
6,92
8,35 5
7,15
7,16
6,87
6,37
5,63
5,36
2,76 1,89
2,12
2,13
2,33
0,68
0,97
0,63
0 2003
2004
2005
2006 15+
2007 15-44
2008
2009
2010
45+
Sumber: BPS, 2012 Gambar 19 Persentase penduduk buta huruf Provinsi Lampung tahun 2003-2010. 4.3.2. Kesehatan Kesehatan merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam membangun kualitas manusia. Manusia yang sehat dapat berperan aktif dalam pembangunan
dengan
segala
potensi
yang
dimilikinya.
Keberhasilan
pembangunan di bidang kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti angka kematian bayi, angka kematian balita dan angka harapan hidup. Salah satu indikator yang mampu menggambarkan secara keseluruhan keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatan adalah angka kematian bayi (usia 0-11 bulan) dan balita (12-59 bulan). Bayi dan balita merupakan bagian dari masyarakat yang paling rentan terhadap penyakit, sehingga kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada keadaan lingkungan dimana mereka dilahirkan dan bertumbuh. Angka kematian bayi dan balita terus mengalami penurunan di Provinsi Lampung, hingga tahun 1999 angka kematian bayi mencapai 46 per 1000 bayi 60 per 1000 balita (lihat Gambar 20).
dan angka kematian balita mencapai
61
250 218
200 150
143 146
100
96
50
64
57,6
99
59,8
69
48,2
38,1
46
0 1971
1980
1990
Angka Kematian Bayi
1994
1997
1999
Angka Kematian di bawah Usia Lima Tahun
Sumber: BPS, 2012 Gambar 20 Angka kematian bayi dan balita di Provinsi Lampung 1971-1999. Angka harapan hidup adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang ditempuh oleh seseorang selama hidup. Indikator ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam bidang kesehatan. Gambar 21 memperlihatkan perkembangan angka harapan hidup di Provinsi Lampung selama periode 2002-2010. Pada gambar tersebut dapat terlihat bahwa angka harapan hidup di Lampung mengalami peningkatan. Tahun 2010 harapan hidup mencapai hampir 70 tahun sedangkan di tahun 2002 hanya 66 tahun. 70 69,5
69,5
69
69
68,5
68,5
68
69,25
68,77
68
67,5
67,6
67 66,5 66
66,1
65,5 65 2002
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS, berbagai tahun. Gambar 21 Perkembangan Angka Harapan Hidup Provinsi Lampung 2002-2010.
62
4.3.3. Daya Beli Kemampuan masyarakat untuk membelanjakan pendapatannya tercermin dalam pengeluaran riilnya. Pengeluaran riil masyarakat Lampung periode 20022010 mengalami peningkatan yang cukup berarti (Gambar 22), namun daya beli ini mengalami perlambatan peningkatan pada periode 2009-2010. Kemampuan daya beli di tahun 2009 mencapai 617,42 ribu Rupiah hanya meningkat 1.210 Rupiah di tahun 2010 menjadi 618,63 ribu Rupiah. ribu Rp. 630 620 610 600
604,8
605,1
607
610,09
615,03
617,42
618,63
590 580
583,3
570 560 2002
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011a Gambar 22 Pengeluaran riil penduduk Provinsi Lampung tahun 2002-2010 4.4. Kemiskinan Salah satu tujuan utama pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang lebih sejahtera berarti pembangunan mampu mengentaskan kemiskinan. Pembangunan yang dilaksanakan telah berhasil menurunkan kemiskinan dari 1,78 juta jiwa di tahun 2000 menjadi 1,35 juta jiwa di tahun 2010 (Gambar 23). Secara persentase penurunan yang terjadi cukup drastis, yakni dari 26,6 persen menjadi 17,76 persen. Meskipun secara tren terjadi penurunan namun terdapat fluktuasi pada periode 2005-2006 ketika persentase penduduk miskin meningkat dari 21,42 persen menjadi 22,77 persen. Kemiskinan meningkat akibat kebijakan pengurangan subsidi BBM di tahun 2005 yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan tidak mampu memenuhi kebutuhan minimumnya.
63
ribu jiwa
%
2015 1776,13 1515
1650,7 1567,9 1567 1572,6 1638 1661,7 1597,8 1496,9
29 1351,7
25
26,6 1015
23
24,06 22,63 22,22
515
21,42
22,77 22,19
21 20,93
19 19,34 17,76
15 2000
27
2002
2003
2004
2005
Jumlah Penduduk Miskin
2006
2007
2008
2009
17 15
2010
Persentase Penduduk Miskin (%)
Sumber: BPS, 2000-2010 Gambar 23 Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin Provinsi Lampung tahun 2000-2010. Pendidikan memiliki keterkaitan dengan tingkat kemiskinan. Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, sebagian besar penduduk miskin hanya tamat SD dan SLTP. Sebanyak 51,81 persen penduduk yang tergolong miskin berpendidikan antara SD dan SLTP, 39,49 persen tidak tamat SD, dan sisanya 8,7 persen tamat SLTA ke atas. Komposisi ini tidak jauh berbeda di tiap kabupaten/kota, dimana sebagian besar berpendidikan SD dan SLTP (Tabel 8). Tabel 8
Persentase penduduk miskin Provinsi Lampung menurut pendidikan yang ditamatkan tahun 2010 Kabupaten/kota
1. Kabupaten Lampung Barat 2. Kabupaten Tanggamus 3. Kabupaten Lampung Selatan 4. Kabupaten Lampung Timur 5. Kabupaten Lampung Tengah 6. Kabupaten Lampung Utara 7. Kabupaten Way Kanan 8. Kabupaten Tulang Bawang 9. Kabupaten Pesawaran 10. Kabupaten Pringsewu 11. Kabupaten Mesuji 12. Kabupaten Tulang Bawang Barat 13. Kota Bandar Lampung 14. Kota Metro Provinsi Lampung Sumber: BPS, 2011
Tidak pernah sekolah/Tidak Tamat SD 39,17 36,23 36,69 40,46 39,59 40,85 44,59 35,04 45,51 36,45 46,96 45,73 37,71 34,09 39,49
Tamat SD dan SLTP 57,52 57,48 53,70 50,33 50,37 49,99 49,69 59,27 49,35 56,15 50,00 50,45 48,06 48,16 51,81
Tamat SLTA ke atas 3,31 6,29 9,60 9,21 10,03 9,16 5,72 5,70 5,10 7,40 3,04 3,82 14,23 17,74 8,70
64
Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan penduduk miskin memiliki keterbatasan kualitas sumber daya manusia. Modal bagi penduduk miskin untuk mata pencahariannya hanya tenaga sehingga sebagian besar bekerja di sektor informal (Gambar 24). Sektor informal tidak menuntut persyaratan pendidikan ataupun modal tertentu, sesuai dengan keadaan penduduk miskin. Menurut Basri dan Munandar (2009) sektor informal perlu dikembangkan menjadi sektor formal. Beberapa alasannya adalah sebagai berikut: pertama, sektor informal memberikan balas jasa yang sedikit, seringkali dibawah upah minimum. Kedua, bekerja di sektor informal tidak memperoleh jaminan sosial apapun seperti pensiun, asuransi kesehatan maupun asuransi keselamatan kerja. Ketiga, peluang pengembangan usaha/keterampilan sangat terbatas. 100% 90%
12,9
15,83
17,93
18,26
24,42
19,98
19,8
20,44
81,91
72,03
70,41
66,74
73,05
78,53
77,76
76,43
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Bekerja di Sektor Informal
Bekerja di Sektor Formal
Sumber: BPS, diolah Gambar 24 Persentase penduduk miskin Provinsi Lampung menurut sektor usaha tahun 2003-2010