DINAMIKA KANDUNGAN NUTRIEN ANORGANIK TERLARUT SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL PADA PERAIRAN ESTUARI SUNGAI PORONG DAN SUNGAI WONOKROMO
RENDY ELIA SORMIN
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Dinamika Kandungan Nutrien Anorganik Terlarut secara Spasial dan Temporal pada Perairan Estuari Sungai Porong dan Sungai Wonokromo adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Rendy Elia Sormin C24103078
RINGKASAN
Rendy Elia Sormin. C24103078. Dinamika Kandungan Nutrien Anorganik secara Spasial dan Temporal pada Perairan Estuari Sungai Porong dan Sungai Wonokromo. Dibawah bimbingan Ario Damar dan Enan Mulyana Adiwilaga. Penelitian dilakukan bulan Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret 2008 di perairan estuari Sungai Brantas, Jawa Timur. Tujuannya mengkaji kecenderungan distribusi spasial dan temporal kandungan nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat dan silikat) di perairan tersebut. Manfaat dari penelitian diharapkan sebagai acuan pengelolaan perairan oleh pihak terkait. Pengamatan difokuskan pada variasi konsentrasi nutrien pada wilayah estuari baik dari segi spasial maupun temporal. Secara temporal, ada kecenderungan konsentrasi nutrien yang lebih tinggi pada musim hujan (Maret 2007 dan Maret 2008) dibandingkan musim kemarau (Agustus 2007). Secara spasial, kandungan nutrien cenderung lebih tinggi pada mulut muara sungai atau pantai dibanding ke arah laut. Hasil analisis regresi linier umumnya menunjukkan korelasi yang kuat antara tingkat salinitas dengan tingkat konsentrasi nutrien, dimana semakin tinggi salinitas semakin rendah konsentrasi nutrien. Secara ringkas hasil sebaran konsentrasi nutrien pada Sungai Brantas adalah sebagai berikut: Pada bulan Maret 2007 konsentrasi nitrat berkisar dari 0,0549 mg/l (stasiun 1) sampai 8,3871 mg/l (stasiun 4), nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1 dan stasiun 7) sampai 0,5193 mg/l (stasiun 6), amonia berkisar dari 0,0361 mg/l (stasiun 1) sampai 0,9619 mg/l (stasiun 11), ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1 dan stasiun 2) sampai 0,4535 mg/l (stasiun 6) dan silikat berkisar dari 1,3967 mg/l (stasiun 13) sampai 6,2541 mg/l (stasiun 8). Pada bulan Agustus 2007 konsentrasi nitrat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 4 dan stasiun 14) sampai 0,4520 mg/l (stasiun 12), nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 2-6, dan stasiun 11-16) sampai 0,3050 mg/l (stasiun 10), amonia berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 12, 13, dan 15) sampai 2,6220 mg/l (stasiun 9), ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1-9, dan stasiun 11-16) sampai 0,1320 mg/l (stasiun 10) dan silikat berkisar dari 0,184 mg/l (stasiun 14) sampai 4,064 mg/l (stasiun 9). Pada bulan Maret 2008 konsentrasi nitrat berkisar dari 0,1780 mg/l (stasiun 13) sampai 1,183 mg/l (stasiun 9), nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 11, 12, dan 15) sampai 0,1490 mg/l (stasiun 10), amonia berkisar dari 0,1180 mg/l (stasiun 9) sampai 0,7700 mg/l (stasiun 16), ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 2, 12, 13, dan 16) sampai 0,034 mg/l (stasiun 10) dan silikat berkisar dari 0,368 mg/l (stasiun 12) sampai 10,879 mg/l (stasiun 9). Diamati adanya beberapa perkecualian dimana tidak selalu konsentrasi nutrien semakin tinggi pada stasiun yang posisinya lebih mendekati perairan pantai atau muara dibandingkan ke arah laut. Demikian pula korelasi antara salinitas dengan kadar nutrien, tidak selalu berkorelasi negatif (yakni semakin tinggi salinitas semakin rendah kadar nutrien). Oleh karena itu, untuk kedua kelainan (perkecualian) tersebut di atas disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya yang lebih pasti.
DINAMIKA KANDUNGAN NUTRIEN ANORGANIK TERLARUT SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL PADA PERAIRAN ESTUARI SUNGAI PORONG DAN SUNGAI WONOKROMO
RENDY ELIA SORMIN C24103078
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Penelitian
: Dinamika Kandungan Nutrien Anorganik Terlarut secara Spasial dan Temporal pada Perairan Estuari Sungai Porong dan Sungai Wonokromo
Nama Mahasiswa
: Rendy Elia Sormin
NRP
: C24103078
Program Studi
: Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II
Dr. Ir. Ario Damar, M.Si. 19660428 199002 1 001
aNIP.
a
a
Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga NIP. 19481207 198012 1 001
Mengetahui: Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002
Tanggal Ujian: 28 Juni 2010
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, yakni skripsi yang berjudul “Dinamika Kandungan Nutrien Anorganik Terlarut secara Spasial dan Temporal pada Perairan Estuari Sungai Porong dan Sungai Wonokromo”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan skripsi ini mungkin masih memiliki titik kelemahan dan masih memerlukan penyempurnaan. Koreksi, kritik dan saran dari pembimbing dan teman-teman sangat kami harapkan.
Bogor, Juni 2010
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dengan bantuan yang sangat berarti dari beberapa pihak yakni: 1. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, juga sebagai koordinator tim Peneliti PKSPL (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan) IPB dengan sponsor dari IFS Grantee Swedia No. A/3865-1, 2005. 2. Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. sebagai penguji tamu yang memberikan masukan, koreksi, dan perbaikan pada skripsi ini. 4. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.S. sebagai perwakilan Komisi Pendidikan (Program Studi) Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah memberikan masukan dan saran pada skripsi ini. 5. PKSPL sebagai institusi penyelenggara penelitian yang telah memberi kesempatan kepada penulis bergabung dalam penelitian ini. 6. Ayahanda Dr. Ir. Benni H. Sormin, MA. dan Ibunda Tirza Pohan, BA. yang memberikan doa, semangat, dukungan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 7. Teman-teman TIM BRANTAS (Fajlur Adi Rahman, S.Pi., Dewi Wulandari S.Pi., dan Ridwan Arifin, S.Pi.) atas kerjasama, kekompakan selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini. 8. Feridian Elfinurfajri, S.Pi. dan R. Nurdin Sulaksana, S.Pi. sebagai teman seperjuangan menyelesaikan tugas akhir yang telah memberikan masukanmasukan, kritik dan saran yang membangun, serta teman-teman MSP 40 dan MSP 41 atas kekompakan, kepedulian, solidaritas yang telah diberikan selama ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 3 April 1985 dari pasangan Ayahanda Dr. Ir. Benni H. Sormin, MA. dan Ibunda Tirza Pohan, BA. Penulis merupakan putera pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SD Regina Pacis Bogor (1996), SMP Regina Pacis Bogor (1999), dan SMU Regina Pacis Bogor (2003). Tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Selama masa perkuliahan penulis aktif menjadi anggota HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan), anggota Komisi Kesenian PMK - IPB, mengikuti PORIKAN (Pekan Olahraga Fakultas Perikanan) bidang kesenian, dan membantu mengisi acara wisuda departemen MSP. Untuk menyelesaikan studi pada Departemen MSP, FPIK, penulis menyusun skripsi dengan judul “Dinamika Kandungan Nutrien Anorganik Terlarut secara Spasial dan Temporal pada Perairan Estuari Sungai Porong dan Sungai Wonokromo”. Penulis dinyatakan lulus sidang ujian skripsi pada tanggal 28 Juni 2010.
DAFTAR ISI Halaman iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
a
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
a
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
aviii
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 1.3. Tujuan ................................................................................................ 1.4. Manfaat ..............................................................................................
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Brantas ................................................................................... 2.2. Nutrien (Unsur Hara) ......................................................................... 2.2.1. Nitrogen .................................................................................. 2.2.1.1. Amonia..................................................................... 2.2.1.2. Nitrit ......................................................................... 2.2.1.3. Nitrat ........................................................................ 2.2.1.4. Nitrogen Inorganik Terlarut / Dissolved Inorganic Nitrogen (DIN) ........................................ 2.2.2. Ortofosfat ............................................................................... 2.2.3. Silika....................................................................................... 2.3. Fitoplankton ....................................................................................... 2.4. Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan ................................. 2.4.1. Salinitas .................................................................................. 2.4.2. Suhu permukaan ..................................................................... 2.4.3. Kecerahan ............................................................................... 2.4.4. pH ...........................................................................................
3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 3.2. Alat dan Bahan................................................................................... 3.3. Metode Kerja ..................................................................................... 3.3.1. Penentuan lokasi penelitian .................................................... 3.3.2. Pengambilan sampel ............................................................... 3.3.3. Metode analisis data ............................................................... 3.3.3.1. Uji statistik regresi linear sederhana ........................ 3.3.3.2. Pengelompokan stasiun menggunakan Indeks Canberra ...................................................................
iv
1 2 3 3
4 4 5 6 7 7 8 9 10 11 13 13 14 15 15
17 19 20 20 20 21 21 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Hara Utama di Estuari Sungai Brantas ........................... 4.1.1. Hara nitrat ............................................................................... 4.1.2. Hara nitrit ............................................................................... 4.1.3. Hara amonia ........................................................................... 4.1.4. Nitrogen inorganik terlarut / Dissolved Inorganic Nitrogen (DIN)....................................................................... 4.1.5. Hara Ortofosfat ....................................................................... 4.1.6. Hara Silikat ............................................................................. 4.1.7. Keberadaan nutrien yang berkaitan dengan sebaran salinitas .................................................................................. 4.2. Analisa Tingkat Kesamaan Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia Perairan ................................................................................... 4.3. Pembahasan Umum ........................................................................... 4.3.1. Kandungan unsur hara di Estuari Sungai Brantas .................. 4.3.2. Hubungan antara tingkat konsentrasi nutrien dengan biomassa fitoplankton ............................................................ 4.3.3. aKajian manajemen..................................................................
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 5.2. Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
ii
23 23 28 33 38 41 44 49 53 58 58 60 68
65 66
a
67
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P ................
10
2.
Daftar parameter - parameter yang diukur dalam penelitian ini ...............
21
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Skema perumusan masalah kandungan nutrien (N, P, dan Si) di estuari Sungai Brantas, Jawa Timur. ......................................................................
a2
Peta lokasi pengambilan contoh (Jawa Timur) pengamatan bulan Maret 2007. A: Sungai Porong. B: Sungai Wonokromo. (Google Earth, Google Inc. 2010. Image Terra Metrics, Image DigitalGlobe, Image GeoEye. Data SIO, NOAA, U.S. Navy, NGA, GEBCO) ................
17
Peta lokasi pengambilan contoh (Jawa Timur) pengamatan bulan Agustus 2007 dan Maret 2008. A: Sungai Porong. B: Sungai Wonokromo. (Google Earth, Google Inc. 2010. Image Terra Metrics, Image DigitalGlobe, Image GeoEye. Data SIO, NOAA, U.S. Navy, NGA, GEBCO)...........................................................
18
Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (Bakosurtanal 2000) ....................................................................................
18
Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (Bakosurtanal 2000) ................................................................
18
Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 (Bakosurtanal 2000) ..................................
19
Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 (Bakosurtanal 2000) ..................................
19
Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
24
Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
25
10. Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ...........................
25
11. Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
26
12. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
26
13. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) ........................................................................................
27
14. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) .............................................................................................
27
15. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
27
16. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) .................................................................
28
2.
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
17. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan) .........................................................................
28
18. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
29
19. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
29
20. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ...........................
30
21. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
30
22. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
31
23. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) ........................................................................................
32
24. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) .............................................................................................
32
25. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
32
26. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan) .........................................................................
33
27. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
34
28. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
34
29. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
35
30. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
35
31. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
36
32. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) .................................................................
36
33. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) .............................................................................................
37
34. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
37
35. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
37
36. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan) .........................................................................
38
v
37. Perbandingan total DIN dengan konsentrasi nitrit, nitrat, dan amonia bulan Maret 2007 (musim hujan)................................................................
38
38. Persentase kontribusi jenis nitrogen di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
39
39. Perbandingan total DIN dengan konsentrasi nitrit, nitrat, dan amonia bulan Agustus 2007 (musim kemarau) .......................................................
39
40. Persentase kontribusi jenis nitrogen di estuari Sungai Brantas bulan Agustus 2007 (musim kemarau) .................................................................
40
41. Perbandingan total DIN dengan konsentrasi nitrit, nitrat, dan amonia bulan Maret 2008 (musim hujan)................................................................
40
42. Persentase kontribusi jenis nitrogen di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2008 (musim hujan) .........................................................................
40
43. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
42
44. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
42
45. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
42
46. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
43
47. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
43
48. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) .........................................................................
43
49. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
44
50. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan) .........................................................................
44
51. Kandungan silikat di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
45
52. Kandungan silikat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
45
53. Kandungan silikat di perairan estuaria Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
45
54. Kandungan silikat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
46
55. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
47
56. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) ........................................................................................
47
vi
57. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) .............................................................................................
48
58. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .........................................................................
48
59. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) .................................................................
48
60. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan) .........................................................................
49
61. Regresi linear antara salinitas dengan nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat) di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2007 (musim hujan) .............................................................................................
51
62. Regresi linear antara salinitas dengan nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat) di estuari Sungai Brantas bulan Agustus 2007 (musim kemarau) ........................................................................................
52
63. Regresi linear antara salinitas dengan nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat) di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2008 (musim hujan) .............................................................................................
53
64. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) ..............
54
65. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) .....
54
66. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) .....
55
67. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) ........................................................................................
55
68. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) ..............
57
69. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan) .....
58
70. Konsentrasi nilai klorofil-a (µg/l) di permukaan perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) (Arifin 2009) ...................................................
61
71. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
62
72. Konsentrasi nilai klorofil-a (µg/l) di permukaan perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau), dan bulan Maret 2008 (musim hujan) (Arifin 2009) .........................................
62
73. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) ....
62
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Alat dan bahan ..............................................................................................
72
2. Koordinat stasiun pengambilan sampel........................................................
73
3. Data parameter biologi, fisika dan kimia perairan estuari Sungai Brantas pada pengambilan sampel bulan Maret 2007 ...............................................
75
4. Data parameter biologi, fisika dan kimia perairan estuari Sungai Brantas pada pengambilan sampel bulan Agustus 2007 ...........................................
76
5. Data parameter biologi, fisika dan kimia perairan estuari Sungai Brantas pada pengambilan sampel bulan Maret 2008 ...............................................
77
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sungai Porong dan Sungai Wonokromo merupakan perairan yang terletak di sebelah timur Provinsi Jawa Timur. Kedua sungai ini merupakan delta dari perairan Sungai Brantas. Sungai Porong membatasi Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan. Sungai Porong berhulu di Kota Mojokerto, mengalir ke arah timur dan bermuara di Selat Madura. Muara Sungai Porong dan muara Sungai Wonokromo adalah termasuk perairan estuari. Keistimewaan lingkungan perairan estuari adalah sebagai penyaring bahan buangan cair yang bersumber dari daratan. Sebagai kawasan yang sangat dekat dengan daerah hunian penduduk, daerah estuari umumnya dijadikan sebagai tempat buangan limbah cair. Limbah cair ini mengandung banyak unsur, diantaranya nutrien dan bahan-bahan kimia lain. Dalam kisaran yang dapat ditolerir, kawasan estuari umumnya bertindak sebagai penyaring limbah cair, mengendapkan partikelpartikel beracun dan menyisakan badan air yang lebih bersih. Suplai air sungai dan laut yang terus menerus dan yang cenderung lebih bersih akan menetralkan sebagian besar bahan polutan yang masuk ke daerah estuari. Nutrien atau zat hara adalah bahan anorganik hasil penguraian bahan organik oleh detritivor. Unsur hara di perairan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan terutama kehidupan fitoplankton. Beberapa unsur hara utama yang berperan dalam pertumbuhan plankton adalah nitrogen, fosfor dan silikat. Tingginya kadar hara, terutama fosfat, nitrat, dan silikat di permukaan perairan dipadukan dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi akan memacu laju fotosintesis fitoplankton (plankton nabati). Masukan limbah domestik, pertanian, dan industri ke sungai akan meningkatkan kadar nutrien, terutama N (nitrogen), P (fosfor), dan Si (silikat). Peningkatan nutrien tersebut akan mempercepat proses eutrofikasi dan berpotensi mengganggu proses ekologis perairan dan menurunkan nilai guna dari perairan. Dinamika dari nutrien menjadi faktor pembatas bagi biota yang hidup di perairan (Hillman et al. 1989; Hemminga et al. 1991; Erftemeijer 1992; Erftemeijer et al. 1994 in Efriyeldi 2003). Untuk mengetahui kondisi perairan
2 tersebut perlu dilakukan pengamatan terhadap kandungan nutrien anorganik terlarut secara spasial dan temporal. 1.2. Perumusan Masalah Sungai Porong dan Sungai Wonokromo merupakan delta Sungai Brantas. Adanya perbedaan dari kedua lokasi ini dapat mencirikan karakteristik sebaran nutrien yang berbeda pula. Masukan unsur hara ke dalam aliran sungai yang berasal dari proses alami (erosi, fiksasi dari atmosfer, buangan sisa metabolisme hewan, dan dekomposisi bahan organik oleh bakteri) serta proses non alami, yakni kegiatan manusia (industri, kegiatan rumah tangga, pertanian, perikanan, dan pariwisata) dari waktu ke waktu akan meningkatkan nutrien N, P, dan Si. Pengayaan nutrien ini disebabkan oleh adanya dekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik (unsur hara/nutrien) oleh detritivor. Secara sederhana, perumusan masalah kandungan nutrien (N, P, dan Si) di Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur dikaitkan dengan indikator kesuburan dan pengelolaan perairan disajikan pada skema berikut pada Gambar 1.
Parameter Fisika Masukan unsur hara
Parameter Kimia Proses alami
Proses non alami
Parameter Biologi
Keberadaan unsur hara
Sebaran N, P, dan Si
INDIKATOR KESUBURAN
PENGELOLAAN PERAIRAN Gambar 1. Skema perumusan masalah kandungan nutrien (N, P, dan Si) di estuari Sungai Brantas, Jawa Timur.
3 Keberadaan nutrien tersebut di perairan berpotensi dimanfaatkan untuk pertumbuhan fitoplankton. Proses pemanfaatan ini akan mempengaruhi keberadaan unsur hara di perairan. Selain itu, faktor-faktor fisika dan kimia perairan juga berpotensi mempengaruhi keberadaan nutrien di perairan. Keberadaan nutrien yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi atau peningkatan kesuburan perairan sehingga kualitas perairan menurun. Demikian pula jika perairan mengalami kekurangan nutrien, akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem perairan. Oleh karena itu, keberadaan nutrien sangat penting bagi keberlangsungan proses ekologi di perairan tersebut. 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran kandungan nutrien anorganik terlarut (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat dan silikat) pada kedua perairan estuari (Sungai Porong dan Sungai Wonokromo) dalam rentang waktu Maret 2007 Maret 2008 yang mencakup variabilitas spasial dan temporal. Setelah diketahui sebaran nutrien ini, maka aspek pengelolaan sumberdaya air menjadi lebih jelas dilihat dari sudut pandang eutrofikasi perairan. 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi ilmiah tentang dinamika nutrien di sebuah estuari tropis (Estuari Sungai Porong dan Sungai Wonokromo) secara temporal maupun spasial karena penelitian ini mewakili variabilitas musim yaitu musim hujan dan kemarau dengan pengamatan lapangan pada beberapa stasiun yang letaknya tersebar. Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam pengelolaan Sungai Brantas secara umum, maupun pengelolaan Sungai Porong dan Sungai Sidoarjo secara khusus oleh pihak terkait baik oleh pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga/perusahaan maupun LSM peneliti lingkungan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sungai Brantas Sungai Brantas berada di Provinsi Jawa Timur dengan panjang 320 km pada daerah aliran sungai seluas 11.050 km2 yang merupakan sungai kedua terbesar di Pulau Jawa. Daerah aliran sungainya mencakup 5 kotamadya, 11 kabupaten dan 33 kecamatan. Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa Timur dengan luas kurang lebih seperempat luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Kurang lebih sekitar 40 km di sebelah barat Kota Surabaya, Sungai Brantas bercabang menjadi dua, ke arah timur laut mengalir Sungai Wonokromo dan ke arah timur mengalir Sungai Porong. Sungai Brantas mengalir mulai dari Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, dan Kabupaten Malang. Lokasi tersebut terletak di Gunung Arjuno dan Anjasmara. Curah hujan pada wilayah itu sekitar 1860 mm/tahun dengan presipitasi sekitar 25 mm/bulan pada musim kemarau dan puncaknya 350 mm/bulan pada bulan Januari dan Februari. Selama musim hujan ketika hampir 80% air yang disuplai dari Sungai Brantas dialihkan ke Porong, rata-rata debit sungai sekitar 600 m3/detik dan dapat mencapai 1200 m3/detik pada musim hujan yang ekstrim (Jennerjahn et al. 2004). 2.2. Nutrien (Unsur Hara) N (nitrogen) dan P (fosfor) merupakan unsur hara yang tergolong ke dalam unsur hara mayor karena dibutuhkan dalam jumlah banyak sehingga bila kekurangan maka proses biologi akan terhambat (Ward 1988). Unsur hara N dan P merupakan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan alami, bila dalam jumlah yang berlebih maka keduanya bisa menjadi penentu terjadinya pertumbuhan fitoplankton yang sangat pesat (blooming) (Henderson-Seller dan Markley 1987). Senyawa fosfat dan nitrat merupakan unsur hara yang dapat dijadikan sebagai petunjuk kesuburan perairan dan dibutuhkan organisme fitoplankton dalam pertumbuhan dan perkembangan hidupnya (Nybakken 1982). Reid (1961) menyatakan bahwa aktivitas unsur-unsur hara dan proses-proses pada siklus nutrien di estuari tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di air tawar.
5 Organisme yang terlibat seperti fitoplankton, hewan, dan bakteri mungkin berbeda jenisnya tetapi mereka memainkan fungsi ekologis yang sama dengan organisme di air tawar. Estuari dapat mengandung konsentrasi yang sangat besar dari nutrien tertentu dibandingkan dengan laut lepas dikarenakan tingginya masukan dari sumber-sumbernya di daratan. 2.2.1. Nitrogen Nitrogen adalah salah satu dari empat elemen penting (karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen) yang merupakan bentuk struktur dasar dari protein. Umumnya nitrogen dalam perairan berada dalam bentuk gas N2 karena air permukaan secara terus menerus berhubungan dengan atmosfir yang mengandung 80% N2 dari gas secara keseluruhan (Novotny dan Olem 1994). Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia terlarut (NH3), senyawa amonium (NH4+), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Senyawa nitrogen tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat kadar oksigen rendah dalam air, nitrogen akan cenderung berubah menjadi amonia, sedangkan pada saat oksigen tinggi nitrogen akan bergerak menuju nitrat (Hutagalung dan Rozak 1997). Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3, NH4+, dan NO3- kemudian dimanfaatkan oleh tumbuhan. Beberapa organisme akuatik dapat memanfaatkan nitrogen dalam bentuk gas, akan tetapi sumber utama nitrogen di perairan bukanlah dalam bentuk gas (Novotny dan Olem 1994). Secara umum siklus nitrogen dikendalikan oleh proses mikrobiologi yaitu nitrifikasi, denitrifikasi, dan fiksasi molekul nitrogen, berbeda dengan siklus fosfor yang dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia (Cole 1988). Siklus nitrogen di perairan estuari melibatkan sejumlah proses yang terjadi di kolom air dan sedimen dasar perairan. Pengambilan, remineralisasi, dan oksidasi nitrogen terjadi di kolom perairan
sedangkan
pada
sedimen
terjadi
penenggelaman
remineralisasi,
pengambilan oleh organisme, oksidasi, reduksi dan denitrifikasi (Kennish 1990). Nitrat dan amonia merupakan sumber nitrogen utama di perairan. Kadar nitrat dalam perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium. Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion amonium adalah
6 bentuk transisi dari amonia. Proses ini dikenal dengan amonifikasi. Reaksi amonifikasi di perairan (Novotny dan Olem 1994) adalah sebagai berikut: N Organik + O2
NH3-N+ O2
NO2-N + O2
NO3-N
Di perairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l (Sawyer dan McCarty in Effendi 2003). Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/1 dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore in Effendi 2003). Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) sebagaimana nitrat, distribusi vertikal nitrit di laut menunjukkan semakin dalam titik pengamatan di dalam perairan maka kadar nitrit semakin tinggi, dan secara horizontal menunjukkan kadar nitrit bertambah tinggi menuju ke arah pantai dan muara sungai. 2.2.1.1. Amonia Amonia merupakan bentuk nitrogen yang dapat langsung dimanfaatkan fitoplankton untuk mensintesa asam amino (Kennish 1990). Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber amonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur (Effendi 2003). Amonia-nitrogen dalam air berasal dari reduksi nitrit oleh bakteri dan hasil ekskresi organisme (Boyd 1982). Amonia yang terukur di perairan merupakan kadar amonia total (NH3 dan NH4+). Di perairan alami, pada suhu dan tekanan normal amonia berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan amonium. Kesetimbangan antara gas amonia dan amonium ditunjukkan dalam persamaan reaksi: NH3 + H2O
NH4+ + OH-
Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya pH, oksigen terlarut dan suhu perairan. Pada pH 7 atau kurang sebagian besar amonia mengalami ionisasi. Pada kondisi kadar oksigen terlarut yang rendah toksisitas amonia semakin meningkat dengan meningkatnya pH dan suhu perairan (Effendi 2003). Kehadiran amonia di perairan merupakan petunjuk adanya penguraian bahan organik terutama protein. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi
7 pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, maupun limpasan pupuk pertanian. Toksisitas amonia terhadap organisme akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu (Effendi 2003). Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/1 (McNeely et al. in Effendi 2003), dan ambang batas konsentrasi amonia total untuk kehidupan biota laut sebaiknya tidak lebih dari 0,3 mg/1 (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Th. 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III untuk biota laut). 2.2.1.2. Nitrit Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) (Ruttner 1965). Nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit di perairan, bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis dari perombakan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan domestik (Effendi 2003). Di perairan alami, keadaan nitrat, nitrit dan amonia merupakan rangkaian unsur hara yang tidak dapat dipisahkan. Dari ketiga bentuk tersebut nitrit berada dalam keadaan yang labil, artinya nitrit merupakan bentuk sementara dalam proses oksidasi antara amonia dan nitrat (Devlin 1969). Menurut Novotny dan Olem (1994) konsentrasi nitrit yang terakumulasi pada saat nitrifikasi sangat sedikit, hal ini dikarenakan reaksi terakhir, dimana perubahan NO2- menjadi NO3- lebih cepat dibandingkan perubahan NH4+ menjadi NO2-. 2.2.1.3. Nitrat Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat-nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Bentuk senyawa nitrogen yang paling dominan adalah ion nitrat (NO3-). Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) distribusi vertikal nitrat di laut menunjukkan bahwa semakin dalam titik pengamatan di perairan maka kadar nitrat semakin tinggi sedangkan secara distribusi horizontal kadar nitrat dalam air laut akan semakin tinggi menuju pantai, dan kadar tertinggi biasa ditemukan di perairan muara.
8 Peningkatan kadar nitrat di laut disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau pertanian yang umumnya banyak mengandung nitrat. Konsentrasi nitrat di suatu perairan dipengaruhi oleh proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi tersebut di atas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar oksigen terlarut, pH, bakteri nitrifikasi, dan suhu (Novotny dan Olem 1994). Konsentrasi nitrat di suatu perairan dikontrol dalam proses nitrifikasi, yang merupakan proses oksidasi senyawa amonia dalam kondisi aerob oleh bakteri autotorof. Dalam keadaan terdapat oksigen, unsur amonia akan diubah oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit dan oleh bakteri nitrobacter menjadi nitrat. Proses reaksi nitrifikasi adalah sebagai berikut (Ruttner 1965): 2NH3 + 3O2
Nitrosomonas
2NO2- + O2
Nitrobacter
2NO2- + 2H+ + 2H2O 2NO3-
Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan secara pesat (Effendi 2003). Kandungan nitrat yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 0,9 - 3,5 mg/l dan akan menjadi faktor pembatas apabila kurang dari 0,144 mg/l (Chu 1943 in Kennish 1990). 2.2.1.4. Nitrogen inorganik terlarut / Dissolved Inorganik Nitrogen (DIN) DIN merupakan penjumlahan dari konsentrasi nitrat, nitrit, dan amonia (Damar 2003). Kadar nitrat melebihi lebih dari 5 ppm menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan (Effendi 2003). Kadar nitrat lebih dari 0,2 ppm dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Blair et al. (1999) in Damar (2003) mengemukakan bahwa nitrat yang tinggi dapat dijadikan indikator pencemaran dari limbah pertanian.
9 2.2.2.
Ortofosfat Fosfor merupakan salah satu unsur esensial dalam pembentukan sel protein,
metabolisme sel organisme dan produktivitas perairan. Dalam perairan, unsur fosfor terdapat dalam bentuk senyawa anorganik, yaitu ortofosfat (PO43-), metafosfat (P3O43+), dan polifosfat (P3O93-) serta dalam bentuk organik yaitu di dalam tubuh organisme (Ruttner 1965). Kira-kira 10% dari fosfat anorganik terdapat sebagai ion PO43- dan sebagian besar (90%) dalam bentuk HPO4 (Hutagalung dan Rozak 1997). Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Menurut Moriber (1974), senyawa fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan lapuk dan tumbuhan. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berkaitan dengan ferri (Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob ferri mengalami reduksi menjadi ferro, ion besi valensi dua (ferro) bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan, sehingga meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Brown in Effendi 2003). Keberadaan polifosfat di daerah pantai dan sungai banyak yang berasal dari limbah deterjen yang terdegradasi dan menghasilkan ortofosfat, sedangkan berbagai bentuk fosfor di laut dikendalikan oleh proses biologi dan fisika (Ruttner 1965). Menurut Susana (1989) in Kabul (2000) senyawa fosfor dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan serta limbah industri, pertanian dan domestik. Senyawa fosfor organik terdapat dalam bentuk asam nukleat, fosfolipid, gula phosphate dan senyawa lainnya (Saeni 1989). Sedangkan senyawa fosfor anorganik yang terlarut di dalam air hanya terdiri dari ion-ion ortofosfat. Selain larut dalam air, ortofosfat juga larut dalam asam lemak yang dapat langsung dimanfaatkan dan mudah diserap oleh organisme nabati (mikro dan makrofita) sehingga kandungan ortofosfat yang terlarut dalam air dapat menunjukkan kesuburan perairan (Lund 1971 in Wardoyo 1981).
10 Hutagalung dan Rozak (1997) mengatakan bahwa secara umum kandungan fosfat meningkat terhadap kedalaman perairan. Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan perairan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi ditemukan pada perairan yang lebih dalam. Bentuk fosfor yang lepas ke dalam ekosistem laut dangkal cenderung berupa endapan dan yang ke laut lepas berupa deposit. Bilamana jumlah fosfat yang lepas ke dalam laut cukup banyak, maka sebagian akan diendapkan dalam sedimen-sedimen dangkal dan sebagian lagi hilang dalam sedimen-sedimen dalam (Odum 1971). Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg/1, sementara pada kadar lebih dari 1 mg/1 PO4-P dapat menimbulkan blooming (Effendi 2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Th. 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III untuk biota laut, menetapkan baku mutu PO4-P untuk kehidupan biota laut sebesar 0,015 mg/1. Pada Tabel 1 disajikan klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan ortofosfat. Tabel 1. Klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan PO4-P (Yoshimura 1969 in Anggoro 2002). Kisaran nilai Satuan Tingkat kesuburan 0,000-0,020
mg/l
Kesuburan rendah
0,021-0,050
mg/l
Kesuburan sedang
0,051-0,100
mg/l
Kesuburan tinggi
> 0,210
mg/l
Kesuburan sangat tinggi
Menurut Effendi (2003), semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini tergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. 2.2.3. Silika Silika atau silikon (Si) merupakan salah satu unsur yang berlimpah pada kerak bumi. Bentuk silika yang umum adalah Silikat (SiO2) (Effendi 2003). Silika umumnya berbentuk elemen bebas di alam tetapi berikatan dengan oksigen dan elemen lain, sebagai silika dioksida (SiO2). Silikat dalam laut ditemukan dalam bentuk larutan, ion silikat, dan berbagai suspensi seperti silikat dioksida (Sidjabat
11 1973). Silikat di laut rata-rata 50% dalam bentuk anorganik dan sisanya kebanyakan menjadi kalsium karbonat (CaCO3). Ion silikat dari silika dioksida terdapat di air laut, tubuh diatom, dan organisme hidup lainnya serta mineral-mineral tanah liat (Riley dan Skirrow 1975 in Defid 2008). Kedalaman atau lokasi suatu perairan menjadi faktor penyebaran unsur silikat. Pada perairan pantai, umumnya kadar silikat terlarut tinggi daripada perairan lepas pantai sebagai akibat limpasan dari daratan. Kadar silikat meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Sidjabat 1973). Keberadaan silikat di perairan laut berhubungan erat dengan kehadiran fitoplankton. Kandungan silikat yang rendah di permukaan diakibatkan karena adanya aktivitas biologi dari diatom dan radiolaria. Kandungan silikat yang berasal dari sungai akan turun di laut terbuka karena adanya pertumbuhan diatom, interaksi dengan bahan-bahan lain, dan mengendapnya partikel silikat di pinggir sungai. Banyak partikel silikat berasal dari sungai yang diendapkan di pinggir sungai (Millero dan Sohn 1991). Raymont (1963) menyatakan bahwa kadar silikat yang tinggi di lepas pantai terjadi akibat adanya turbulensi air ke lapisan permukaan sehingga kadarnya dapat berkisar antara 1-15 mg/l. Konsentrasi rata-rata dari silikat terlarut di laut kurang lebih 1 mg/l, tetapi kandungan silikat dapat berubah dari rendah di permukaan lautan atau laut dangkal hingga sekitar 4 mg/l di laut dalam. Penurunan kadar silikat di laut dapat disebabkan oleh cepatnya pemanfaatan silikat oleh diatom untuk membentuk cangkang. Air laut mengalami kejenuhan ketika kelarutan silikat memiliki konsentrasi sekitar 50 mg/l (Grasshoff et al. 1983). 2.3. Fitoplankton Fitoplankton adalah mikro-organisme atau tumbuhan mikroskopis yang melayang-layang di dalam air, mempunyai klorofil dan mampu berfotosintesis (Odum 1971). Fitoplankton tumbuh subur pada perairan sekitar muara sungai atau perairan lepas pantai. Di kedua lokasi tersebut biasanya terjadi proses penyuburan karena masuknya unsur hara. Unsur hara tersebut digunakan fitoplankton untuk proses metabolisme tubuh, dimana fitoplankton menggunakan unsur hara sebagai bahan dasarnya. Oleh karena itu kehadiran fitoplankton dapat menjadi salah satu penyebab hilangnya unsur hara di dalam kolam air. Menurut Devlin (1969), cahaya,
12 ketersediaan unsur hara, dan turbulensi adalah faktor utama yang paling mempengaruhi kehidupan dan produktivitas fitoplankton. Proses fotosintesis adalah proses kimiawi yang cukup rumit dan kompleks. Secara ringkas proses tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut (Devlin 1969): 6CO2 + 6H2O
Sinar Matahari Klorofil
C6H12O6 + H2O
Keberadaan fitoplankton mempengaruhi proses regenerasi unsur hara karena fitoplankton yang mati akan mengalami dekomposisi sehingga akan menghasilkan unsur hara kembali. Biomassa fitoplankton dicerminkan sebagai bobot fitoplankton per unit volume atau luas area air. Satuan yang umum digunakan untuk itu adalah µg/l, mg/m2, kg/hektar, atau sejenisnya dimana berat harus jelas apakah berat kering, basah atau karbon (Parsons et al. 1984). Biomassa dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya metode POC (Particulate Organic Matter), metode ATP (Adenosine Triphosphate), metode klorofil-a dan pigmenpigmen fotosintesis lainnya, serta metode Optical density. Penentuan biomassa fitoplankton dengan metode klorofil-a mempunyai beberapa keuntungan (ourlake.org 2001), yaitu: (1) pengukuran relatif sederhana dan langsung; (2) menggabungkan semua tipe dan umur sel; (3) menunjukkan tingkat kelangsungan hidup dari sel; dan (4) dapat dihubungkan secara kuantitatif dengan karakteristik optik yang penting dari perairan. Klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton sehingga konsentrasi fitoplankton sering dinyatakan dalam konsentrasi klorofil-a. Konsentrasi klorofil-a di perairan dapat mewakili biomassa dari algae atau fitoplankton (Reynold 1990). Menurut Arinardi (1996), tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a fitoplankton dapat digunakan sebagai petunjuk kelimpahan sel fitoplankton dan juga potensi organik di suatu perairan. Klorofil-a digunakan sebagai indikator dari kelimpahan fitoplankton, sementara kelimpahan fitoplankton berhubungan dengan siklus alami dari ketersediaan nutrien dan dengan input nitrat dan fosfat (omp.gso.uri.edu 2010). Kualitas perairan yang baik merupakan tempat hidup baik bagi fitoplankton, karena kandungan klorofil-a fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan (Ardiwijaya 2002).
13 Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a fitoplankton untuk seluruh perairan Indonesia adalah sebesar 0,19 mg/m3. Nilai rata-rata selama musim timur adalah sebesar 0,24 mg/m3, sedikit lebih besar daripada kandungan klorofil-a pada musim barat yaitu 0,16 mg/m3 (Nontji 1974 in Arinardi 1996). 2.4. Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan 2.4.1. Salinitas Salinitas menggambarkan tingkat kandungan garam terlarut di dalam air. Salinitas mencerminkan tingkat kandungan garam-garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu (ppt) (Nybakken 1982). Menurut Nontji (1987), natrium klorida (NaCl) adalah jenis garam paling utama di dalam air laut.
Selain itu terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, dan
sebagainya. Menurut Nontji (1987), pola sebaran salinitas perairan dipengaruhi oleh pola sirkulasi, evaporasi (penguapan), curah hujan, dan aliran sungai. Salinitas air laut mempunyai hubungan yang erat dengan proses evaporasi. Bila proses evaporasi tinggi, maka salinitas di perairan juga tinggi karena adanya garam-garam yang terkonsentrasi. Salinitas air laut pada umumnya akan turun apabila curah hujan tinggi. Pada lingkungan pesisir, fluktuasi salinitas merupakan hal yang umum terjadi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang surut dan jumlah air tawar yang mengalir ke dalam perairan pesisir. Masukan air tawar dari sungai mempengaruhi distribusi salinitas pada perairan pantai dan muara. Apabila bagian hulu sungai di sekitar pantai mendapatkan banyak bahan organik atau limbah, maka masukan air sungai juga membawa unsur hara. Salinitas juga dapat memperlihatkan pola arus yang bergerak menuju daerah perairan sehingga salinitas dapat mempengaruhi pola penyebaran kandungan unsur hara di laut (Nontji 1987). Salinitas memiliki pengaruh besar pada kehidupan organisme. Salinitas merupakan salah satu pembatas ekologi air laut, karena beberapa organisme dapat bertahan dengan perubahan salinitas yang besar (euryhaline) tetapi ada juga yang hanya mampu bertahan pada kisaran salinitas yang sempit (stenohaline). Perairan yang mengalami tingkat curah hujan tinggi atau yang dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki
14 penguapan yang tinggi, salinitas perairannya juga tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga
berperan
dalam
penyebaran
salinitas
di
suatu
perairan
(dhamadharma.wordpress.com 2010). Tingkat konsentrasi nutrien berbanding terbalik dengan tingkat salinitas. Semakin besar kandungan nutrien yang terdapat dalam suatu perairan, maka semakin rendah salinitasnya. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah konsentrasi nutrient dalam suatu perairan, maka semakin tinggi salinitasnya. 2.4.2. Suhu Permukaan Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam perairan yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas dan kehidupan di suatu perairan. Suhu berpengaruh langsung dalam proses fisiologi hewan, khususnya proses metabolisme dan
siklus
reproduksi.
Secara
tidak
langsung,
suhu
dapat
mempengaruhi keberadaan unsur hara di laut melalui proses upwelling (Novotny dan Olem 1994). Peningkatan suhu perairan menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut di perairan, yang akhirnya akan mempengaruhi kehidupan organisme perairan sehingga daya larut oksigen di perairan seringkali tidak mampu memenuhi ketersediaan oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk metabolisme dan respirasi. Perubahan suhu secara tiba-tiba akan menyebabkan kematian organisme akuatik (Moriber 1974). Effendi (2003) mengemukakan bahwa peningkatan suhu akan meningkatkan laju metabolisme, karena setiap kenaikan suhu sebesar 10°C akan menyebabkan kebutuhan oksigen biota laut naik hampir dua kali lipat. Setiap peningkatan konsumsi oksigen akan meningkatkan laju dekomposisi dan mempengaruhi proses regenerasi unsur hara. Suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton terjadi antara selang 25-40°C (Reynols 1990). Faktor suhu merupakan salah satu variabel lingkungan yang secara tidak langsung mempengaruhi kandungan unsur hara di laut. Suhu air sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang jatuh ke permukaan air, yang sebagian dipantulkan kembali ke atmosfir dan sebagian masuk ke perairan dan disimpan dalam bentuk energi (Welch 1952). Menurut Nontji (1987) suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi antara lain curah hujan, penguapan, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi sinar
15 matahari. Menurut Effendi (2003), suhu air dipengaruhi oleh musim, posisi geografis (lintang atau latitude), ketinggian dari permukaan air laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. 2.4.3. Kecerahan Kecerahan merupakan parameter fisika yang menggambarkan ukuran transparansi dan sifat optik terhadap transmisi cahaya (Effendi 2003). Tingkat kecerahan perairan dapat diamati secara visual dengan bantuan alat Secchi disc (Basmi 1995). Keadaam cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi merupakan faktor utama yang mempengaruhi nilai kecerahan. Semakin besar nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi maka nilai kandungan unsur hara relatif akan meningkat (Effendi 2003). Menurut Wardoyo (1981), kecerahan perairan berhubungan erat dengan jumlah intensitas sinar matahari yang masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus matahari ke perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kepadatan plankton, jasad renik, dan detritus. Pada ekosistem estuari yang menjadi penyebab utama kekeruhan adalah lumpur dan bahan organik, baik dari masukan sungai maupun dari dalam estuari. 2.4.4. pH Derajat keasaman atau pH merupakan parameter penting dalam pemantauan kualitas perairan. pH merupakan gambaran jumlah atau aktifitas ion hidrogen dalam air. Secara umum, nilai pH menggambarkan seberapa asam atau basa suatau perairan. Nilai pH air sangat menentukan sifat dan laju reaksi biokimiawi dalam air (Widigdo 2001). pH juga memiliki kaitan erat dengan kadar karbondioksida selain dengan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dan kadar karbondioksida bebas semakin rendah. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7,0-8,5 (Effendi 2003). Sedangkan menurut Odum (1971), pH perairan yang cocok untuk pertumbuhan organisme air berkisar antara 6-9. Hal-hal yang dapat mempengaruhi pH dari suatu perairan antara lain buangan industri dan limbah rumah tangga (Boyd 1982). Nilai pH dapat pula dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya, antara lain oleh aktivitas biologis seperti fotosintesis, respirasi, suhu, dan keberadaan ion-ion dalam perairan (Pescod 1973).
16 Menurut Odum (1971), keberadaan unsur hara di laut
dipengaruhi secara tak
langsung oleh perubahan nilai pH. Tingkat salinitas mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik. Salah satunya adalah terjadinya proses denitrifikasi, yaitu proses mikrobiologi dimana ion nitrat dan nitrit diubah menjadi molekul nitrogen (N2) pada kondisi pH tinggi. Produksi akhir dari proses tersebut akan menghasilkan gas inert yang tidak dapat dipakai secara langsung, akibatnya kandungan unsur hara yang dapat dimanfaatkan akan menurun.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel untuk pengamatan nutrien anorganik terlarut dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada periode sampling sebagai berikut: Periode Pertama : 31 Maret 2007 - 1 April 2007 (pengambilan contoh pertama), Periode Kedua : 28 - 29 Agustus 2007 (pengambilan contoh kedua), dan Periode Ketiga : 7 - 8 Maret 2008 (pengambilan contoh ketiga atau contoh terakhir). Maksud dari pengambilan sampel ini dilakukan sebanyak tiga kali adalah untuk mewakili variabilitas musim yaitu Maret 2007 mewakili musim hujan, Agustus 2007 mewakili musim kemarau, dan Maret 2008 mewakili musim hujan. Pengambilan contoh dilakukan pada perairan estuari dari anak Sungai Brantas yaitu Sungai Porong dan Sungai Wonokromo yang keduanya merupakan cabang utamanya. Kedua perairan estuari ini terletak di Propinsi Jawa Timur yaitu tepatnya di Kabupaten Sidoardjo untuk estuari Sungai Porong (Gambar 2, Gambar 4 dan Gambar 6) dan estuari Sungai Wonokromo (Gambar 3, Gambar 5 dan Gambar 7). Pulau Madura Surabaya
B
U T
B
Sidoarjo
A
S
20 km
Gambar 2. Peta lokasi pengambilan contoh (Jawa Timur) pengamatan bulan Maret 2007. A: Sungai Porong. B: Sungai Wonokromo. (Google Earth, Google Inc. 2010. Image Terra Metrics, Image DigitalGlobe, Image GeoEye. Data SIO, NOAA, U.S. Navy, NGA, GEBCO)
18
Pulau Madura Surabaya
B
U T
B Sidoarjo
S A 20 km
Gambar 3. Peta lokasi pengambilan contoh (Jawa Timur) pengamatan bulan Agustus 2007 dan Maret 2008. A: Sungai Porong. B: Sungai Wonokromo. (Google Earth, Google Inc. 2010. Image Terra Metrics, Image DigitalGlobe, Image GeoEye. Data SIO, NOAA, U.S. Navy, NGA, GEBCO)
Gambar 4. Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (Bakosurtanal 2000)
Gambar 5. Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (Bakosurtanal 2000)
19
Gambar 6. Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 (Bakosurtanal 2000)
Gambar 7. Peta lokasi pengambilan contoh estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 (Bakosurtanal 2000)
3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh penelitian ini adalah van dorn water sampler dan jerigen. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisa contoh adalah kertas whatman, vacum pump, botol contoh hasil saring, kertas label, dan spidol. Sedangkan untuk pengamatan beberapa parameter fisika dan kimia air digunakan refraktometer untuk mengukur salinitas dan pH stick untuk mengukur pH. Untuk lebih lengkapnya perincian alat dan bahan disajikan pada Lampiran 1.
20 3.3.
Metode Kerja
3.3.1. Penentuan Lokasi Penelitian Posisi stasiun pada pengambilan sampel pertama (Maret 2007) ditentukan berdasarkan perbedaan gradien salinitas, sehingga diharapkan dapat mewakili daerah dengan salinitas air yang berbeda. Dengan demikian, pengambilan sampel dilakukan pada 13 stasiun. Stasiun 1 sampai stasiun 6 terdapat di estuari Sungai Porong dan stasiun 7 sampai stasiun 13 terdapat di estuari Sungai Wonokromo. Pengambilan sampel kedua (Agustus 2007) dan ketiga (Maret 2008) ditentukan berdasarkan keterwakilan spasial wilayah estuari, yaitu mencakup wilayah sungai (stasiun 9 dan stasiun 10), wilayah peralihan (stasiun 1, 2, 11, 12, dan 16), dan wilayah laut (stasiun 3, 4, 5, 6, 7, 8, 13, 14, dan 15). Dengan demikian, pengambilan sampel dilakukan pada 16 stasiun. Stasiun 1 sampai stasiun 9 terdapat di estuari Sungai Porong dan stasiun 10 sampai stasiun 16 terdapat di estuari Sungai Wonokromo. Posisi stasiun berdasarkan titik GPS (Global Positioning System) disajikan pada Lampiran 2. 3.3.2. Pengambilan Sampel Pengambilan contoh air dilakukan dengan menggunakan van dorn bottle sampler pada setiap titik sampling dengan menggunakan perangkat GPS. Setelah perahu tiba di titik sampling maka dilakukan pengambilan air sampel kemudian dimasukkan secukupnya ke dalam jerigen. Sebelum air dimasukkan ke dalam jerigen, wadah tersebut dibilas terlebih dahulu dengan air contoh. Data lapangan yang diambil berupa data parameter fisika dan kimia seperti pH, suhu, salinitas, kecerahan, dan konsentrasi nutrien. Data penelitian ini diambil dengan dua cara, yaitu pengukuran parameter secara insitu dan analisis di laboratorium. Sampel yang diambil adalah air laut permukaan dengan kedalaman ± 30 cm sebanyak 5 liter yang selanjutnya dimasukkan ke dalam jerigen. Sampelsampel tersebut selanjutnya dianalisis di laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan untuk mengetahui konsentrasi nutrien (nitrat, nitrit, amonium, silikat, dan fosfor). Pada Tabel 2 disajikan parameter-parameter yang diukur dalam penelitian ini berikut satuan dan alat/metode yang digunakan.
21 Tabel 2. Daftar parameter - parameter yang diukur dalam penelitian ini Parameter
Satuan
Alat/Metode
Keterangan
Suhu
°C
Thermometer (Hg) / pemuaian
In situ
Salinitas air
‰
Refraksi cahaya / Indeks Refraksi
In situ
Kecerahan
meter
Secchi disc / Visual
In situ
pH air
-
Kertas Lakmus / Visual
In situ
Nitrat
mg/l
Spektrofotometer / Screening
Laboratorium
Nitrit
mg/l
Spektrofotometer / Sulfamida
Laboratorium
Amonia
mg/l
Spektrofotometer / Phenat
Laboratorium
Ortofosfat
mg/l
Spektrofotometer / AscorbicAcid
Laboratorium
Silikat
mg/l
Spektrofotometer / Silicomolybdic
Laboratorium
A. Fisika
B. Kimia
3.3.3. Metode Analisis Data Analisis nutrien dilaksanakan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan di Institut Pertanian Bogor. Setelah data konsentrasi nutrien diperoleh kemudian dilakukan perbandingan antara masingmasing stasiun pada setiap periode sampling. Data disajikan dalam bentuk histrogam dan peta pola sebaran. Peta pola sebaran diproses menggunakan software Surfer 8.0. 3.3.3.1. Uji Statistik Regresi Linear Sederhana Untuk mengetahui keeratan hubungan antara nutrien dan salinitas digunakan perhitungan koefisien korelasi (r) dari regresi linear sederhana. Rumus regresi linear sederhana yang digunakan (Walpole 1995) adalah: y = a + bx
Keterangan: y = nilai salinitas setiap stasiun (dalam hal ini sebagai peubah tak bebas) x = konsentrasi nutrien setiap stasiun (dalam hal ini sebagai peubah bebas) b = kemiringan Keeratan hubungan (nilai koefisien korelasi) linear berkisar antara -1 < 0 < +1. Artinya bila r mendekati +1 atau -1, hubungan antara peubah tersebut kuat dan
22 dikatakan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Akan tetapi, apabila r mendekati nol, hubungan linear antara x dan y sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali. Tidak seperti ragam atau koefisien regresi, koefisien korelasi bebas dari satuan pengukuran; jadi merupakan besaran yang mutlak dan tidak mempunyai satuan (Steel dan Torrie 1993). Perhitungan analisis regresi linear sederhana ini menggunakan program komputer Microsoft Exel 2007. Secara umum digunakan kriteria tentang besaran r (dalam nilai absolut) sebagai berikut: r = 0 tidak ada korelasi antara dua variabel; r = 0 - 0,25, korelasi sangat lemah; r = 0,25 - 0,5, korelasi cukup erat; r = 0,5 - 0,75, korelasi kuat; r = 0,75 - 0,99, korelasi sangat kuat; r = 1, korelasi sempurna. 3.3.3.2. Pengelompokan stasiun menggunakan Indeks Canberra Tingkat kesamaan antar stasiun pengamatan berdasarkan parameter unsur hara perairan N (nitrat, nitrit, dan amonia), P (fosfor), dan Si (silikat) dapat diketahui dengan Indeks Canberra (Lance dan Willam in Legendre dan Legendre 1983), yaitu:
I cm
1 = 1 − n
− X ik i =0 x 100% i (X ij + Yik ) ∑ i =0 i
∑X
ij
Keterangan : Icm n Xij Xik
= = = =
Nilai kesamaan Indeks Canberra Jumlah parameter fisika dan kimia yang dibandingkan Nilai data parameter ke-i dari stasiun ke-j Nilai data parameter ke-i dari stasiun ke-k Nilai kesamaan Indeks Canberra disajikan dalam bentuk dendrogram. Nilai
Indeks Canberra berkisar antara 0 - 100%. Jika mendekati 0 menunjukkan nilai kesamaan yang paling rendah dan mendekati 100% menunjukkan kesamaan yang paling tinggi (mirip). Dalam penelitian ini digunakan taraf kesamaan 80%.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kandungan Hara Utama di Estuari Sungai Brantas 4.1.1. Hara Nitrat Kisaran konsentrasi nitrat pada perairan estuari Sungai Brantas pada bulan Maret 2007 berkisar dari 0,0549 mg/l sampai dengan 8,3871 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun 4, terendah di stasiun 1. Dari Gambar 8 dan Gambar 9, dapat terlihat kadar nitrat pada perairan Sungai Porong secara umum lebih tinggi dibandingkan Sungai Wonokromo. Bulan Maret 2007 adalah periode musim hujan. Adanya musim hujan tersebut diduga membuat banyaknya masukan limpasan dari kegiatan-kegiatan daratan (pertanian) ke badan sungai sehingga konsentrasi nitrat pada Sungai Porong relatif lebih tinggi. Pada Sungai Wonokromo terlihat bahwa kisaran konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 7 dan konsentrasi terendah terdapat pada stasiun 10. Tingkat konsentrasi nitrat lebih rendah jika dibandingkan dengan Sungai Porong. Hal ini kemungkinan terjadi karena selama musim hujan hampir 80% air yang disuplai dari Sungai Brantas dialihkan ke Porong, sehingga Sungai Wonokromo hanya mendapat sekitar 20 % saja dari Brantas dan diperkirakan sungai tersebut lebih sedikit mendapat masukan limbah domestik, industri maupun pertanian. Kenyataan dimana kadar nitrat pada stasiun 7 dan stasiun 10 tersebut di atas kontradiktif dengan teori (Hutagalung dan Rozak 1997) mempertimbangkan bahwa jarak antara kedua stasiun tersebut kurang lebih sama dengan muara sungai. Berdasarkan Chu (1943) in Kennish (1990), tingkat kadar nitrat pada perairan tersebut (pada periode pengamatan) dapat memicu eutropikasi karena kadar nitrat lebih dari 0,2 mg/l. Pada bulan Agustus 2007 konsentrasi nitrat berkisar antara tak terdeteksi sampai dengan 0,452 mg/l. Dari Gambar 10 dan Gambar 11 dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi nitrat pada bulan Agustus 2007 di setiap stasiun cukup bervariasi. Konsentrasi nitrat di stasiun 4 (0 mg/l) tidak terdeteksi. Konsentrasi nitrat tertinggi terdapat di stasiun 12 dengan nilai 0,452 mg/l. Konsentrasi nitrat di stasiun 15 (0,042 mg/l) cukup rendah dibandingkan stasiun lainnya. Pada bulan Maret 2008 (musim hujan), konsentrasi nitrat berkisar antara 0,178 mg/l sampai dengan 1,183 mg/l. Dari Gambar 10 dan Gambar 11, untuk kedua
24 sungai, dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi nitrat pada bulan Maret 2008 di setiap stasiun relatif lebih tinggi dibandingkan musim kemarau (Agustus). Pada Sungai Porong, konsentrasi nitrat di stasiun 1 (0,959 mg/l), stasiun 6 (1,077 mg/l), adalah dua konsentrasi terbesar dibandingkan dengan stasiun lainnya. Pada Sungai Wonokromo, konsentrasi terbesar terdapat pada stasiun 10 yaitu 0,697 mg/l. Sementara itu, stasiun 2 (0,634 mg/l), stasiun 3 (0,604 mg/l), stasiun 4 (0,727 mg/l), stasiun 5 (0,659 mg/l), stasiun 7 (0,731 mg/l), dan stasiun 10 (0,697 mg/l) memiliki kisaran nilai konsentrasi nitrat yang tidak terpaut jauh. Keadaan tersebut di atas kurang lebih selaras dengan teori yang dibahas pada Bab Tinjauan Pustaka yang mengatakan bahwa semakin jauh titik pengambilan sampel dari muara sungai semakin rendah kadar nitrat. Demikian pula kelihatan bahwa kadar nitrat lebih besar pada musim hujan (Maret) dibandingkan musim kemarau (Agustus), karena air sungai membawa masukan limbah rumah tangga, industri maupun pertanian lebih banyak ke laut pada musim hujan. Ada kecenderungan lebih lebar variasi kadar nitrat pada musim hujan dibandingkan musim kemarau untuk kedua estuari. Hal ini kemungkinan ada kaitannya dengan semakin derasnya gerakan air estuari pada musim hujan dibandingkan musim kemarau dimana air lebih tenang.
Konsentrasi Nitrat (mg/l)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 8. Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan)
25 Dari Gambar 10 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa konsentrasi nitrat di bulan Maret 2008 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi nitrat pada bulan Maret 2007. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya masukan lumpur Lapindo yang mengalir ke Sungai Brantas pada periode Maret 2008. Pembuangan lumpur ke Kali Porong mungkin telah menyebabkan kenaikan kadar garam (salinitas) air Kali Porong. 9 Konsentrasi Nitrat (mg/l)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 7
8
9
10
11
12
13
Stasiun
Gambar 9. Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan)
Konsentrasi Nitrat (mg/l)
1,4 1,2 1 0,8
Agustus 2007
0,6
Maret 2008
0,4 0,2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Stasiun
Gambar 10. Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan)
26 Sebaran kandungan nitrat antara bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 tidak menunjukkan pola yang serupa. Dari Gambar 10 dan Gambar 11 terlihat bahwa konsentrasi nitrat mengalami peningkatan hampir di setiap stasiun kecuali stasiun 11, stasiun 12, dan stasiun 13 dimana terjadi penurunan. Tingginya konsentrasi nitrat tersebut dapat dilihat dari semakin gelapnya warna kontur dan rendahnya konsentrasi nitrat dapat dilihat dari semakin terangnya warna kontur penyebaran unsur hara tersebut (Gambar 14, Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17). Keadaan tersebut di atas kurang lebih selaras dengan teori yang dibahas pada tinjauan pustaka di depan.
Konsentrasi Nitrat (mg/l)
1,4 1,2 1 0,8
Agustus 2007
0,6
Maret 2008
0,4 0,2 0 10
11
12
13
14
15
16
Stasiun
Gambar 11. Kandungan nitrat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) Konsentrasi nitrat lebih besar pada musim hujan (Maret) dibandingkan musim kemarau (Agustus), karena air sungai membawa masukan limbah rumah tangga, industri maupun pertanian lebih banyak ke laut. Demikian pula, ada kecenderungan lebih lebar variasi kadar nitrat pada musim hujan dibandingkan musim kemarau untuk kedua estuari. 07°30'00"S
30'30"
SELAT MADURA
31'00"
St 1 0,0549 1,7183 St 2 5,7385 St 3 8,3871 St 4 8,0088 St 5
31'30"
32'00"
Kali Porong
St 6 0,5831
32'30" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
53'30"
54'00"
54'30"
55'00"
9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5
Gambar 12. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan)
27 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
St 9
0,431 33'30"
St 2 St 1
St 3
0,338
0,283
0,393
St 4
St 8
34'00"
0,321
KECAMATAN JABON
0 St 7 0,321
KABUPATEN SIDOARJO
34'30"
St 5
0,359 St 6 0,266
SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'30"
51'00"
52'00"
52'30"
53'30"
53'00"
54'00"
0.46 0.44 0.42 0.4 0.38 0.36 0.34 0.32 0.3 0.28 0.26 0.24 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
Gambar 13. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
1.2
St 9
1.15
1,183
1.1
33'30"
1.05
St 1 0,959
St 2 0,634
1
St 3 0,604
0.95
St 8
34'00"
0,490
KECAMATAN JABON
0.85 0.8
St 7 0,731
KABUPATEN SIDOARJO
34'30"
0.9
St 4 0,727
St 6
St 5
0.75
0,659
0.7 0.65
1,077
0.6
SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
53'30"
0.55
54'00"
0.5
Gambar 14. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) 07°17'00"S
17'30"
0,3026 St 11 St 10 0,6657 St 9 0,8259 St 8 St 7 1,0074 4,1153
18'00"
18'30"
S un g ai W o no kr om o
St 12 1,7337
St 13 2,4919
SELAT MADURA 19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2
Gambar 15. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan)
28 07°17'00"S
St13 0,313
17'30"
St11 0,321
18'30"
S un ga iW on ok ro m o
18'00"
St12 0,452
St15 0,042
St16 0,334
St14
0
St10 0,342
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
51'00"
50'30"
51'30"
52'00"
53'00"
52'30"
0.44 0.42 0.4 0.38 0.36 0.34 0.32 0.3 0.28 0.26 0.24 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
Gambar 16. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) 07°17'00"S
0.72 0.68
17'30"
St13
0.64
0,178
0.6 0.56
St11 0,194
18'30"
S un ga iW on ok ro m o
18'00"
St12 0,194
St15 0,237
St14 0,380
0.52 0.48
St16 0,389
0.44 0.4
St10
0.36
0,697
0.32 0.28 0.24
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
0.2 0.16
Gambar 17. Penyebaran nitrat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan)
4.1.2. Hara nitrit Kisaran konsentrasi nitrit pada perairan estuari Sungai Brantas bulan Maret 2007 berkisar dari tidak terdeteksi hingga 0,5193 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun 6, terendah di stasiun 1 dan stasiun 7. Dari Gambar 18 dan Gambar 19 dapat terlihat bahwa kadar nitrit pada perairan Sungai Porong secara umum lebih tinggi dibandingkan Sungai Wonokromo hal ini kemungkinan terjadi karena limpasan lumpur lapindo cenderung lebih mencemari Sungai Porong. Dari Gambar 20 dan Gambar 21, secara umum juga ditemukan bahwa kadar nitrit pada perairan Sungai Porong relatif lebih tinggi dibandingkan Sungai Wonokromo.
29 Dari Gambar 20 dan Gambar 21 dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi nitrit pada bulan Agustus 2007 di setiap stasiun sangat bervariasi, berkisar dari tak terdeteksi hingga 0,5191 mg/l. Konsentrasi nitrit relatif rendah di setiap stasiun kecuali stasiun 1 (0,069 mg/l), stasiun 9 (0,077 mg/l), dan stasiun 10 (0,305 mg/l). Konsentrasi nitrit tertinggi terdapat di stasiun 10 dengan nilai 0,305 mg/l. Pada Gambar 20 dan Gambar 21 dapat pula terlihat bahwa nilai konsentrasi nitrit pada bulan Maret 2008 di setiap stasiun sangat bervariasi. Konsentrasi nitrit terbesar di stasiun 10 dengan nilai 0,113 mg/l. Kisaran konsentrasi nitrit di Stasiun 2 (0,029 mg/l), stasiun 3 (0,027 mg/l), stasiun 4 (0,026 mg/l), stasiun 5 (0,027 mg/l), dan stasiun 14 (0,024 mg/l) relatif tidak terpaut jauh. Kenyataan dimana kadar nitrit pada umumnya jauh lebih kecil dibandingkan kadar nitrat pada titik-titik pengamatan yang sama sejalan dengan teori bahwa nitrit adalah unsur hara yang bentuknya mudah berubah, yakni merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat dalam proses nitrifikasi (Ruttner 1965).
Konsentrasi Nitrit (mg/l)
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 18. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan)
Konsentrasi Nitrit (mg/l)
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 7
8
9
10
11
12
13
Stasiun
Gambar 19. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan)
30
Konsentrasi Nitrit (mg/l)
0,35 0,3 0,25 0,2
Agustus 2007 Maret 2008
0,15 0,1 0,05 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Stasiun
Gambar 20. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan Maret 2008 (musim hujan)
Sebaran nitrit antara bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 tidak menunjukkan pola yg serupa. Dari Gambar 20 dan Gambar 21, terlihat bahwa konsentrasi nitrit mengalami peningkatan hampir di setiap stasiun kecuali stasiun 10. Pada bulan Agustus 2007, konsentrasi nitrit tertinggi (paling memusat) terdapat di stasiun 10. Pada bulan Maret 2008 juga demikian, konsetrasi nitrit tertinggi (paling memusat) juga terdapat di stasiun 10. Keadaan ini kemungkinan karena stasiun 10 letaknya tepat di mulut muara sungai sehingga diperkirakan perairannya banyak mendapatkan masukan limbah dari daratan.
Konsentrasi Nitrit (mg/l)
0,35 0,3 0,25 0,2
Agustus 2007 Maret 2008
0,15 0,1 0,05 0 10
11
12
13
14
15
16
Stasiun
Gambar 21. Kandungan nitrit di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan Maret 2008 (musim hujan)
31 Pada dasarnya nilai konsentrasi nitrit di perairan estuari Sungai Brantas pada ketiga bulan pengamatan tersebut (Maret 2007, Agustus 2007, dan Maret 2008) mempunyai konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan dengan nitrat. Hal ini dikarenakan nitrit mempunyai senyawa yang tidak stabil dan merupakan senyawa peralihan dari amonia yang akan berubah menjadi nitrat bila kandungan oksigen terlarut tinggi (nitrifikasi) (Effendi 2003). Kehadiran nitrit umumnya menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik (Susana 1997 in Kabul 2000). Tingginya kandungan nitrit secara umum pada bulan Maret 2008 diduga dipengaruhi oleh masukan bahan organik yang tinggi sebagai akibat adanya musim hujan, ditambah lagi adanya pembuangan lumpur Lapindo ke Sungai Porong. Besar kemungkinan bahwa lumpur Lapindo mengandung nitrit atau bahan pembentuknya (amonia). Sungai yang mendapat masukan bahan organik yang tinggi terutama pada musim hujan biasanya mempunyai kandungan nitrit lebih besar. Selain itu, kenyataan dimana kadar nitrit secara umum lebih kecil pada waktu musim kemarau (Agustus) dibanding musim hujan (Maret) kemungkinan pula berkaitan dengan adanya kenaikan temperatur perairan pada waktu musim kemarau yang cenderung memberikan “effect” percepatan proses kimia nitrifikasi tersebut di atas. Gambaran visualisasi sebaran horizontal dari konsentrasi nitrit pada musimmusim pengamatan penelitian disajikan pada Gambar 22, Gambar 23, Gambar 24, Gambar 25 dan Gambar 26. 07°30'00"S 0.56 0.52
30'30"
0.48
SELAT MADURA
0.44 0.4
31'00"
0.36 0.32 0.28
0 St 1 0,1502 St 2 0,2886 St 3 0,2215 St 4 0,4983 St 5
31'30"
32'00"
Kali Porong
St 6
0.24 0.2 0.16 0.12
0,5193
0.08 0.04
32'30" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
53'30"
54'00"
54'30"
55'00"
0
Gambar 22. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan)
32 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
0.08 0.075
St 9
0.07
0,077
0.065
33'30"
0.06
St 2 St 1 0,069
0.055
St 3
0
0.05
0
34'00" KECAMATAN JABON
0.045
St 8
St 4
0,003
0
0.04 0.035
St 7
0.03
St 5
0,010
0.025
St 6 0
KABUPATEN SIDOARJO
34'30"
0.02 0.015
0
0.01 0.005
SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'30"
51'00"
52'00"
52'30"
53'30"
53'00"
0
54'00"
-0.005
Gambar 23. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
St 9
0,113 33'30"
St 1 0,079
St 2 0,029
St 3 0,027 St 4 0,026
St 8
34'00"
0,021
KECAMATAN JABON
St 7 St 5
0,048 KABUPATEN SIDOARJO
34'30"
St 6
0,027
0,066 SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
53'30"
54'00"
0.115 0.11 0.105 0.1 0.095 0.09 0.085 0.08 0.075 0.07 0.065 0.06 0.055 0.05 0.045 0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015
Gambar 24. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) 07°17'00"S
17'30"
0,2206 St 11 St 10 0,3623 St 9 0,0100 St 8 St 7 0,0044 0
18'00"
18'30"
S un ga iW on ok ro m o
St 12 0,3916
St 13 0,0891
SELAT MADURA 19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
0.4 0.38 0.36 0.34 0.32 0.3 0.28 0.26 0.24 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 -0.02
Gambar 25. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan)
33 07°17'00"S
0.15 0.14
17'30"
St13
0.13
0,012
0.12 0.11
St12 St11 18'00"
0
0 St16 0,016
St14 St15 0,0001 0,024
0.1 0.09 0.08
18'30"
S un ga iW on ok ro m o
0.07
St10
0.06
0,149
0.05 0.04 0.03 0.02
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
0.01 0
Gambar 26. Penyebaran nitrit (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan)
4.1.3. Hara amonia Gambar 27 dan Gambar 28 menunjukkan bahwa pada pengamatan bulan Maret 2007 kadar amonia pada perairan Sungai Wonokromo secara umum lebih tinggi dibandingkan Sungai Porong. Kisaran konsentrasi amonia pada perairan estuari Sungai Brantas pada bulan tersebut berkisar dari 0,0361 mg/l sampai dengan 0,9619 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun 11, terendah di stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 9. Rendahnya konsentrasi amonia pada ketiga stasiun tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor terutama pengenceran air laut pada musim hujan dan kemungkinan pemanfaatan amonia dalam bentuk amonium (NH4) oleh fitoplankton (Susana 1997 in Kabul 2000). Pada bulan Agustus 2007 konsentrasi amonia berkisar antara tak terdeteksi sampai 2,622 mg/l. Dari Gambar 29 dan Gambar 30 terlihat bahwa kadar amonia di setiap stasiun sangat bervariasi. Bahkan, amonia tidak ditemukan (tidak terdeteksi) di stasiun 12, stasiun 13, dan stasiun 15. Sementara itu pada stasiun 14 (0,002 mg/l), dan stasiun 16 (0,001 mg/l) konsentrasi amonia sangat rendah. Konsentrasi amonia tertinggi terdapat di stasiun 9 dengan nilai 2,622 mg/l. Secara umum dapat diamati bahwa tingkat kehadiran amonia di kedua estuari kurang lebih sama untuk musim yang sama (penghujan), Maret 2007. Pada bulan Maret 2008 konsentrasi amonia berkisar antara 0,118 mg/l sampai dengan 0,770 mg/l. Dari Gambar 29 dan Gambar 30 dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi amonia pada bulan Maret 2008 di setiap stasiun bervariasi.
34 Konsentrasi amonia terbesar di stasiun 16 dengan nilai 0,770 mg/l. Kisaran konsentrasi amonia di stasiun 4 (0,207 mg/l), stasiun 6 (0,228 mg/l), stasiun 8 (0,236 mg/l) relatif tidak terpaut jauh.
Konsentrasi Amonia (mg/l)
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 27. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan)
Konsentrasi Amonia (mg/l)
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 7
8
9
10
11
12
13
Stasiun
Gambar 28. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) Untuk amonia. pada bulan Maret 2007 (musim penghujan) pada Sungai Porong (Gambar 27) didapatkan konsentrasi amonia tertinggi (memusat) terjadi di stasiun 6. Sedangkan stasiun dengan nilai konsentrasi Amonia terendah terdapat pada Stasiun 1. Penyebaran Amonia di perairan Estuari Sungai Wonokromo pada bulan Maret 2007 dapat terlihat pada Gambar 28 dimana konsentrasi tertinggi terdapat pada stasiun 11, dan konsentrasi terendah pada stasiun 9. Secara umum
35 dapat diamati bahwa tingkat kehadiran amonia di kedua estuari kurang lebih sama untuk musim yang sama (penghujan), Maret 2007.
Konsentrasi Amonia (mg/l)
3 2,5 2 Agustus 2007
1,5
Maret 2008
1 0,5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Stasiun
Gambar 29. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan)
Konsentrasi Amonia (mg/l)
3 2,5 2 Agustus 2007
1,5
Maret 2008
1 0,5 0 10
11
12
13
14
15
16
Stasiun
Gambar 30. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) Pengamatan kedua (Agustus 2007) menunjukkan konsentrasi amonia mengalami pemusatan di stasiun 10 (Gambar 29 dan Gambar 30). Hasil pengamatan ketiga (Maret 2008) menunjukkan konsentrasi amonia mengalami pemusatan di stasiun 3 dan stasiun 7 untuk Sungai Porong, stasiun 16 untuk Sungai Wonokromo (Gambar 29 dan Gambar 30). Kenyataan adanya pemusatan kadar amonia pada stasiun 10 kemungkinan karena letak geografis stasiun 10 berada tepat pada mulut muara Sungai Wonokromo.
36 Sebaran amonia antara bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 cenderung menunjukkan pola yang serupa. Dari Gambar 29 dan Gambar 30, terlihat bahwa konsentrasi amonia mengalami peningkatan hampir di setiap stasiun kecuali stasiun 9 dan stasiun 10. Pada bulan Agustus 2007, konsentrasi amonia tertinggi (paling memusat) terdapat di stasiun 9. Sedangkan pada bulan Maret 2008 konsetrasi amonia tertinggi (paling memusat) terdapat di stasiun 16. Tingginya kandungan amonia tersebut diduga akibat tingginya limpasan air sungai yang membawa masukan bahan organik ke daerah estuari. Tingginya konsentrasi amonia dapat dijadikan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan (run off) pupuk pertanian (Effendi 2003). Untuk lebih jelasnya visualisasi distribusi spasial kandungan amonia untuk periode pengamatan tertentu tersebut di atas disajikan pada Gambar 31, Gambar 32, Gambar 33, Gambar 34, Gambar 35, dan Gambar 36. 07°30'00"S
30'30"
SELAT MADURA
31'00"
St 1 0,0361 0,0756 St 2 0,2355 St 3 St 4 0,2535 0,2032 St 5
31'30"
Kali Porong
32'00"
St 6 0,3865
32'30" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
54'00"
53'30"
54'30"
55'00"
3.9 3.8 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5 2.4 2.3 2.2 2.1 2 1.9 1.8 1.7
Gambar 31. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
St 9 2,622 33'30"
St 2 St 1
0,288 34'00" KECAMATAN JABON
0,263
St 3
0,090 St 8
St 4
0,069
0,020 St 7 St 5
0,023 34'30"
St 6 0,112
KABUPATEN SIDOARJO
0,118 SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
53'30"
54'00"
2.7 2.6 2.5 2.4 2.3 2.2 2.1 2 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Gambar 32. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
37 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
0.44 0.42
St 9
0.4
0,118
0.38
33'30"
0.36
St 1 0,230
St 2 0,286
0.34
St 3 0,428
0.32 0.3
St 4 0,207
St 8
34'00"
0,236
KECAMATAN JABON
St 7 0,432
0.26 0.24
KABUPATEN SIDOARJO
34'30"
0.28
St 6
St 5
0.22
0,324
0.2 0.18
0,228
0.16
SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'30"
53'00"
54'00"
0.14 0.12 0.1
Gambar 33. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) 07°17'00"S
17'30"
0,8376 St 11 St 10 0,9619 St 9 0,0978 St 8 St 7 0,3138 0,1555
18'00"
S un ga iW on ok ro m o
St 12
18'30"
0,7030
St 13 0,3834
SELAT MADURA 19'00" 112°50'00" T
51'00"
50'30"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
1.05 1 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 0.7 0.65 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1
Gambar 34. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) 07°17'00"S
St13
0
17'30"
St12 St11 0,107
18'30"
S un g ai W on ok ro m o
18'00"
St15
0 St16 0,001
0
St14 0,002
St10 0,980
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
1 0.95 0.9 0.85 0.8 0.75 0.7 0.65 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 -0.05 -0.1 -0.15 -0.2 -0.25
Gambar 35. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan)
38 07°17'00"S
0.76 0.72
17'30"
St13
0.68
0,279
0.64 0.6
St12 0,289
St11 18'00"
Su ng ai W on ok ro m o
St14 0,442
0.56 0.52
St16
0,312
18'30"
St15 0,361
0.48
0,770
0.44
St10
0.4
0,446
0.36 0.32 0.28 0.24
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
51'00"
50'30"
51'30"
52'00"
0.2
53'00"
52'30"
0.16
Gambar 36. Penyebaran amonia (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan)
4.1.4. Nitrogen inorganik terlarut / Dissolved Inorganik Nitrogen (DIN) Sebagaimana diuraikan pada tinjauan pustaka, DIN yang merupakan penjumlahan dari konsentrasi nitrat, nitrit dan amonia (Damar 2003) dapat dipergunakan sebagai indikator pencemaran antropogenik. Pada bulan Maret 2007 (musim hujan), nitrat relatif tinggi pada semua stasiun (Gambar 37 dan Gambar 38) dengan persentase DIN nitrat lebih dari 50 % kecuali pada stasiun 6, stasiun 10, dan stasiun 11. DIN tertinggi terdapat di stasiun 4 dan stasiun 5. Diduga pada stasiun 4 dan stasiun 5 lebih banyak mendapatkan limbah antropogenik. Pada bulan Agustus 2007 (musim kemarau), DIN relatif tinggi di stasiun 9 dan stasiun 10 (Gambar 39 dan Gambar 40). Persentase DIN nitrat lebih dari 50% terdapat di hampir setiap stasiun kecuali stasiun 4, stasiun 9, stasiun 10, dan stasiun 14. 10 9 8
DIN(mg/l)
7 6
Amonia
5
Nitrit
4
Nitrat
3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Gambar 37. Perbandingan total DIN dengan konsentrasi nitrit, nitrat, dan amonia bulan Maret 2007 (musim hujan)
39
100%
80%
60%
Amonia Nitrit Nitrat
40%
20%
0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Gambar 38. Persentase kontribusi jenis nitrogen di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2007 (musim hujan) Pada bulan Maret 2008 (Gambar 41 dan Gambar 42), persentase DIN nitrat > 50% terdapat di stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 15, dan 16. Nilai DIN relatif tinggi di stasiun 9 dan stasiun 10. Diduga bahwa pada bulan Maret 2008 perairan estuari Sungai Brantas banyak mendapat pasokan dari daratan, berupa limbah antropogenik, domestik, dan pertanian. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat terlihat perbedaan persentasi DIN antara musim hujan (Maret 2008) dengan musim kemarau (Agustus 2007). Pada musim hujan (Maret 2008), persentase DIN relatif tinggi oleh keberadaan nitrat di perairan. Pada musim kemarau (Agustus 2007), persentase DIN relatif tinggi oleh keberadaan amonia. Diduga bahwa pada bulan Agustus 2007, perairan di estuari Sungai Porong mendapat lebih banyak masukan limbah industri dan domestik. 3,5 3
DIN (mg/l)
2,5 Amonia
2
Nitrit 1,5
Nitrat
1 0,5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Gambar 39. Perbandingan total DIN dengan konsentrasi nitrit, nitrat, dan amonia bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
40
100%
80%
60%
Amonia Nitrit Nitrat
40%
20%
0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Gambar 40. Persentase kontribusi jenis nitrogen di estuari Sungai Brantas bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
1,6 1,4
DIN (mg/l)
1,2 1
Amonia
0,8
Nitrit Nitrat
0,6 0,4 0,2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Gambar 41. Perbandingan total DIN dengan konsentrasi nitrit, nitrat, dan amonia bulan Maret 2008 (musim hujan)
100%
80%
60%
Amonia Nitrit Nitrat
40%
20%
0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Gambar 42. Persentase kontribusi jenis nitrogen di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2008 (musim hujan)
41
4.1.5. Hara Ortofosfat Konsentrasi ortofosfat pada perairan estuari Sungai Brantas pada bulan Maret 2007 berkisar dari tidak terdeteksi sampai dengan 0,4535 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun 6, terendah di stasiun 1 dan stasiun 2. Dari Gambar 43 dan Gambar 44 dapat terlihat konsentrasi ortofosfat pada perairan Sungai Porong secara umum lebih tinggi dibandingkan Sungai Wonokromo. Pada bulan Agustus 2007 konsentrasi ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi sampai dengan 0,132 mg/l. Dari Gambar 45 dan Gambar 46 dapat terlihat bahwa konsentrasi ortofosfat di setiap stasiun umumnya tidak terdeteksi kecuali stasiun 10 (0,132 mg/l). Hal ini terjadi karena stasiun 10 berada tepat di mulut muara Sungai Wonokromo yang masih bercampur dengan air tawar atau air hujan, berbeda dengan stasiun lainnya yang berada di perairan laut yang mengalami pengenceran oleh air laut. Selanjutnya, pada bulan Maret 2008 konsentrasi ortofosfat berkisar antara tak terdeteksi sampai dengan 0,034 mg/l. Dari Gambar 45 dan Gambar 46 dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi ortofosfat pada bulan Maret 2008 di setiap stasiun bervariasi. Konsentrasi ortofosfat terbesar di stasiun 10 dengan nilai 0,034 mg/l. Konsentrasi ortofosfat di stasiun 6 (0,020 mg/l) dan stasiun 7 (0,020 mg/l) relatif sama. Rendahnya konsentrasi ortofosfat tersebut diduga akibat mengendapnya fosfat di dasar perairan dan larut dalam air. Selain larut dalam air, ortofosfat juga larut dalam asam lemak yang dapat langsung dimanfaatkan dan mudah diserap oleh organisme nabati (mikro dan makrofita) sehingga kandungan ortofosfat yang terlarut dalam air dapat menunjukkan kesuburan perairan itu (Lund 1971 in Wardoyo 1981). Penyebaran ortofosfat di perairan estuari Sungai Brantas pada bulan Maret 2007 (Gambar 47 dan Gambar 49) menunjukkan terjadinya pemusatan konsentrasi fosfat di stasiun 6 dan stasiun 7 (relatif ke muara sungai) seiring dengan tingginya konsentrasi fosfat tersebut. Pada bulan Agustus 2007, penyebaran fosfat mengalami pemusatan konsentrasi di stasiun 2. Tingginya konsentrasi fosfor pada musim kemarau (Agustus 2007) diduga berasal dari penaikkan massa air (up welling) di perairan. Akibat adanya up welling tersebut konsentrasi fosfor di permukaan perairan meningkat (Sin et al. 1999). Penyebaran fosfat pada bulan Maret 2008
42 mengalami pemusatan di stasiun 1 dan stasiun 11. Dibandingkan bulan Agustus 2007, konsentrasi fosfat pada bulan Maret 2008 lebih besar. Visualisasi penyebaran secara spasial konsentrasi ortofosfat pada berbagai stasiun dan periode-periode pengamatan (tiga kali) disajikan pada Gambar 47, Gambar 48, Gambar 49, dan Gambar 50.
Konsentrasi Ortofosfat (m g/l)
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 1
2
3
4
5
6
Sta siun
Gambar 43. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan)
Konsentrasi Ortofosfat (mg/l)
0,5 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 7
8
9
10
11
12
13
Stasiun
Gambar 44. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan)
Konsentrasi Ortofosfat (mg/l)
0,14 0,12 0,1 0,08
Agustus 2007
0,06
Maret 2008
0,04 0,02 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sta siun
Gambar 45. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan)
43
Konsentrasi Ortofosfat (mg/l)
0,14 0,12 0,1 0,08
Agustus 2007
0,06
Maret 2008
0,04 0,02 0 10
11
12
13
14
15
16
Stasiun
Gambar 46. Kandungan ortofosfat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) 07°30'00"S
30'30"
SELAT MADURA
31'00"
St 1 0 0 St 2 0,0039 St 3 0,0832 St 4 0,0303 St 5
31'30"
Kali Porong
32'00"
St 6 0,4535
32'30" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
54'00"
53'30"
54'30"
55'00"
0.46 0.44 0.42 0.4 0.38 0.36 0.34 0.32 0.3 0.28 0.26 0.24 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 -0.02
Gambar 47. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
St 9 0,028 33'30"
St 2 St 1 0,028
0
St 3 0,002 St 4 0,004
St 8
34'00"
0,017
KECAMATAN JABON
St 7 St 5
0,020 34'30"
St 6 0,009
KABUPATEN SIDOARJO
0,020 SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
53'30"
54'00"
0.038 0.036 0.034 0.032 0.03 0.028 0.026 0.024 0.022 0.02 0.018 0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 -0.002 -0.004 -0.006
Gambar 48. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan)
44 07°17'00"S 0.115 0.11 0.105 0.1
17'30"
0.095 0.09
0,0703 St 11 St 10 0,0789 St 9 0,0530 St 8 St 7
18'00"
0,0315
0.085 0.08 0.075
0,1135
0.07
S un ga iW on ok ro m o
St 12
18'30"
0.065
0,0660
0.06 0.055
St 13
0.05
0,0660
0.045
SELAT MADURA 19'00" 112°50'00" T
51'00"
50'30"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
0.04 0.035 0.03
Gambar 49. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) 07°17'00"S
St13
0
17'30"
St12 St11 0,009
18'00"
St15 0,006
St14 0,009
0 Su ng ai W on ok ro m o
18'30"
0 St16
St10
0,034
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
0.036 0.034 0.032 0.03 0.028 0.026 0.024 0.022 0.02 0.018 0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0 -0.002
Gambar 50. Penyebaran ortofosfat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan)
4.1.6. Hara Silikat Konsentrasi silikat pada perairan estuari Sungai Brantas pada bulan Maret 2007 berkisar dari 1,3967 mg/l sampai dengan 6,2541 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat di stasiun 8, terendah di stasiun 13. Berdasarkan Gambar 51 dan Gambar 52, dapat terlihat silikat pada perairan Sungai Porong secara umum lebih rendah dibandingkan Sungai Wonokromo.
45
Konsentrasi Silikat (mg/l)
7 6 5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 51. Kandungan silikat di perairan estuari Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan)
Konsentrasi Silikat (mg/l)
7 6 5 4 3 2 1 0 7
8
9
10
11
12
13
Stasiun
Gambar 52. Kandungan silikat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan)
Konsentrasi Silikat (mg/l)
12 10 8 Agustus 2007
6
Maret 2008
4 2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Stasiun
Gambar 53. Kandungan silikat di perairan estuaria Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan)
46
Konsentrasi Silikat (mg/l)
12 10 8 Agustus 2007
6
Maret 2008
4 2 0 10
11
12
13
14
15
16
Stasiun
Gambar 54. Kandungan silikat di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) Pada bulan Maret 2008 konsentrasi silikat berkisar antara 0,368 mg/l sampai dengan 10,879 mg/l. Dari Gambar 53 dan Gambar 54, dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi silikat pada bulan Maret 2008 di setiap stasiun bervariasi. Konsentrasi silikat terbesar di stasiun 9 dengan nilai 10,879 mg/l. Kisaran konsentrasi silikat di stasiun 11 (0,392 mg/l) dan stasiun 12 (0,368 mg/l) relatif sangat rendah. Tingginya kandungan silikat pada bulan Maret 2008 kemungkinan berasal dari limpasan air daratan yang lebih meningkat pada periode itu. Penyebaran silikat di perairan estuari Sungai Brantas pada bulan Maret 2007 (Gambar 55 dan Gambar 58) menunjukkan konsentrasi silikat memusat di stasiun 1 dan stasiun 8. Pada bulan Agustus 2007 (Gambar 56 dan Gambar 59), penyebaran silikat mengalami pemusatan konsentrasi di stasiun 3. Penyebaran silikat pada bulan Maret 2008 (Gambar 57 dan Gambar 60) mengalami pemusatan di stasiun 1 dan stasiun 2. Dibandingkan bulan Agustus 2007, konsentrasi silikat pada bulan Maret 2008 lebih besar. Tingginya kandungan silikat pada bulan Maret 2008 kemungkinan berasal dari limpasan air daratan yang lebih meningkat pada musim hujan. Visualisasi sebaran spasial/horizontal konsentrasi silikat pada berbagai stasiun pengamatan pada ketiga kali pengamatan disajikan pada Gambar 55, Gambar 56, Gambar 57, Gambar 58, Gambar 59, dan Gambar 60.
47 07°30'00"S
30'30"
SELAT MADURA
31'00"
St 1 3,8801 St 2 2,2848 2,5121 St 3 1,6998 St 4 2,6595 St 5
31'30"
Kali Porong
32'00"
St 6 1,7587
32'30" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
54'00"
53'30"
54'30"
55'00"
3.9 3.8 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5 2.4 2.3 2.2 2.1 2 1.9 1.8 1.7
Gambar 55. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) Pada bulan Agustus 2007 konsentrasi silikat berkisar antara 0,190 mg/l sampai dengan 3,239 mg/l. Dari Gambar 56 dan Gambar 59 dapat terlihat bahwa nilai konsentrasi silikat pada bulan Agustus 2007 menyebar homogen kecuali stasiun 9 dan stasiun 10. Konsentrasi silikat relatif terendah di stasiun 14 yaitu 0,184 mg/l. 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
St 9
4,064 33'30"
St 2 St 1
0,758 34'00" KECAMATAN JABON
0,371
St 3
0,265 St 8
St 4
0,371
0,320 St 7 0,361
34'30"
KABUPATEN SIDOARJO
St 5
St 60,335 0,298
SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
53'30"
54'00"
4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2
Gambar 56. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
48 07°33'00"S
DESA KEDUNGPANDAN
11.5
St 9
11
10,879
10.5
33'30"
10
St 1
St 2 5,267
St 3 5,319
9.5 9
10,234
St 4 8,273
St 8
34'00"
7,280
KECAMATAN JABON
8
St 7
7.5
St 5
7,367
7
St 6 8,421
KABUPATEN SIDOARJO
34'30"
8.5
6.5
9,528
6
SELAT MADURA 35'00" 112°50'30"T
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'30"
53'00"
5.5
54'00"
5
Gambar 57. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) 07°17'00"S
6.2 5.8 5.4 5
17'30"
4.6
1,5861 St 11 St 10 St 9 4,9156 1,9313 St 8 St 7 3,6023 6,2541
18'30"
3.8 3.4
St 12
3
2,4953
2.6 2.2 1.8
S u n g ai
St 13
W o n o k ro m o
18'00"
4.2
1,3967
1.4
SELAT MADURA 19'00" 112°50'00" T
51'00"
50'30"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
1 0.6
Gambar 58. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) 07°17'00"S
St13 0,191
17'30"
St11 0,355
18'30"
S un ga iW on ok ro m o
18'00"
St12 0,190
St15 0,190
St14 0,184
St16 0,278
St10 3,239
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
52'30"
53'00"
3.2 3 2.8 2.6 2.4 2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6
Gambar 59. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
49 07°17'00"S
St13
0,766
17'30"
St11 0,392
18'30"
S un ga iW on ok ro m o
18'00"
St12 0,368
St15 0,555
St14 1,083
St16 0,408
St10
2,608
SELAT MADURA
19'00" 112°50'00" T
50'30"
51'00"
51'30"
52'00"
53'00"
52'30"
2.7 2.6 2.5 2.4 2.3 2.2 2.1 2 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3
Gambar 60. Penyebaran silikat (mg/l) di perairan Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan)
4.1.7. Keberadaan nutrien yang berkaitan dengan sebaran salinitas Pada Gambar 61, Gambar 62, dan Gambar 63 dapat terlihat hubungan yang menggambarkan korelasi konsentrasi nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat) pada berbagai tingkat salinitas yang rendah sampai ke yang tinggi pada kedua estuari yang diteliti (sebagai hasil analisa regresi linear sederhana). Hubungan ini dapat digunakan untuk melihat perbandingan antara konsentrasi nutrien di daerah sungai (salinitas rendah) dengan konsentrasi nutrien di daerah laut (salinitas tinggi). Pada gambar tersebut disajikan pula persamaan regresi dan koefisien korelasinya. Kondisi
estuari
Sungai
Brantas
(Porong)
pada
berbagai
musim
mempengaruhi terhadap perubahan gradien salinitas. Pada musim hujan (bulan Maret 2007 dan Maret 2008), pengaruh air tawar sangat dominan di perairan estuari. Hal ini dikarenakan oleh tingginya debit air tawar yang masuk ke estuari yang mencapai 1500 m3/detik pada musim hujan dan hanya 5 m3/detik pada musim kemarau. Pada musim kemarau (Agustus 2007) penyebaran gradien salinitas terlihat jelas, yakni semakin menuju ke laut salinitas cenderung semakin tinggi. Pada Gambar 61, dapat diamati bahwa untuk bulan Maret 2007, semakin tinggi salinitas perairan maka semakin rendah kadar nutriennya khususnya untuk zat hara nitrit dan amonia, dengan tingkat korelasi yang kuat untuk nitrit dengan koefisien korelasi r = 0,7253 (berkorelasi kuat) dan untuk amonia dengan koefisien korelasi r = 0,5712 (berkorelasi kuat). Nilai korelasi ditemukan rendah untuk nitrat dan ortofosfat dengan nilai r masing-masing yaitu r = 0,1855 (berkorelasi sangat
50 lemah) untuk nitrat dan r = 0,2015 (berkorelasi sangat lemah) untuk ortofosfat. Namun semakin tinggi salinitas maka semakin tinggi kadar silikat pada perairan yang diamati tersebut dengan korelasi positif yang relatif tinggi (r = 0,7213). Diduga keadaan tersebut ada kaitannya dengan lebih derasnya pergerakan perairan pada musim penghujan (Maret 2007). Pada Gambar 62, disajikan bahwa untuk musim kemarau (Agustus 2007), semakin tinggi salinitas perairan maka semakin rendah kadar nutriennya (baik untuk zat hara nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat), dengan tingkat korelasi yang cukup erat sampai dengan sangat kuat, yakni untuk nitrat dengan koefisien korelasi r = 0,4752 (berkorelasi cukup erat), nitrit koefisien korelasi r = 0,6017 (berkorelasi kuat), amonia koefisien korelasi r = 0,7820 (berkorelasi sangat kuat), amonia koefisien korelasi r = 0,3617 (berkorelasi cukup erat), dan silikat koefisien korelasi r = 0,8048 (berkorelasi sangat kuat). Pada Gambar 63, dapat dikatakan bahwa pada bulan Maret 2008 pada Sungai Brantas, terdapat korelasi yang kuat antara salinitas dengan konsentrasi nutrien, (baik untuk nitrat, nitrit, ortofosfat dan silikat). Nitrat dengan koefisien korelasi r = 0,8098 (berkorelasi sangat kuat), nitrit koefisien korelasi r = 0,6851 (berkorelasi kuat), amonia koefisien korelasi r = 0,4435 (berkorelasi cukup erat), amonia koefisien korelasi r = 0,7989 (berkorelasi sangat kuat), dan silikat koefisien korelasi r = 0,8091 (berkorelasi sangat kuat)). Semakin tinggi salinitas maka semakin rendah konsentrasi nutrien, kecuali untuk amonia yang terjadi adalah sebaliknya, semakin tinggi salinitas maka semakin tinggi pula konsentrasi amonia. Kenyataan adanya korelasi antara salinitas dengan konsentrasi nutrien sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada umumnya semakin tinggi salinitas maka semakin rendah konsentrasi nutrien.
51
0,6 0,5
8 N itrit (m g/l)
N it ra t ( m g /l)
10 y = -0,0486x + 3,4702 R2 = 0,0344 r = 0,1855
6 4 2
0,4
y = -0,0124x + 0,3977
0,3
R2 = 0,5261 r = 0,7253
0,2 0,1
0 0
10
20
30
0
40
0
10
Salinitas (‰)
30
40
Salinitas (‰)
0,5
1
Ortofos fa t (m g/l)
1,2 A m onia (m g/l)
20
y = -0,0153x + 0,5867 R2 = 0,3263 r = 0,5712
0,8 0,6 0,4 0,2 0
0,4 0,3
y = -0,0021x + 0,1128
0,2
R2 = 0,0406 r = 0,2015
0,1 0
0
10
20
30
40
0
10
S ilik a t (m g/l)
Salinitas (‰)
30
40
Salinitas (‰)
7 6
y = 0,0942x + 1,432
5
R2 = 0,5203 r = 0,7213
4
20
3 2 1 0 0
10
20
30
40
Salinitas (‰)
Gambar 61. Regresi linear antara salinitas dengan nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat) di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2007 (musim hujan)
52
0,4
0,4
N itr it ( m g /l)
N it ra t ( m g /l)
0,5
0,3 y = -0,0114x + 0,5786 0,2
2
R = 0,2258 r = 0,4752
0,1
0,3
y = -0,0079x + 0,2345 R2 = 0,362 r = 0,6017
0,2 0,1 0
0 0
10
20
30
0
40
10
20
10
20
30
O r to fo s fa t (m g /l)
A m o n ia ( m g /l)
y = -0,0881x + 2,5868 R2 = 0,6115 r = 0,7820
0
40
Salinitas (‰ )
Salinitas (‰)
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
30
0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0
40
y = -0,002x + 0,0608 R2 = 0,1308 r = 0,3617
0
10
Salinitas (‰ )
20
30
40
Salinitas (‰ )
S ilik a t (m g /l)
5 4 y = -0,1574x + 4,8304 R2 = 0,6477 r = 0,8048
3 2 1 0 0
10
20
30
40
Salinitas (‰ )
Gambar 62. Regresi linear antara salinitas dengan nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat) di estuari Sungai Brantas bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
35 30 25 20 15 10 5 0
N i tri t (m g / l )
N i tr a t (m g / l )
53
y = -33,329x + 35,316 R2 = 0,6557 r = 0,8098
0
0,5
1
1,5
35 30 25 20 15 10 5 0
y = -209,44x + 24,213 R2 = 0,4694 r = 0,6851
0
0,05
O rto fo s fa t (m g /l)
A m o n ia (m g /l)
1 y = 0,0051x + 0,2546 R2 = 0,1967 r = 0,4435
0,6 0,4 0,2 0 0
10
0,15
0,2
Salinitas (‰)
Salinitas (‰)
0,8
0,1
20
30
0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
y = -0,0007x + 0,0228 R2 = 0,6383 r = 0,7989
0
40
10
20
30
40
Salinitas (‰)
Salinitas (‰) 12 y = -0,2491x + 8,8764 R2 = 0,6547 r = 0,8091
S ilikat (m g /l)
10 8 6 4 2 0 0
10
20
30
40
Salinitas (‰)
Gambar 63. Regresi linear antara salinitas dengan nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, dan silikat) di estuari Sungai Brantas bulan Maret 2008 (musim hujan)
4.2. Analisa tingkat kesamaan berdasarkan parameter fisika dan kimia perairan Terdapat 9 parameter fisika dan kimia yang diukur pada penelitian ini, yaitu suhu, kecerahan, salinitas, pH, konsentrasi nitrat, nitrit, ortofosfat, amonia, dan silikat. Berbagai data tentang parameter tersebut di atas disajikan pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Taraf kesamaan yang digunakan adalah 80%. Hal ini berarti dari Indeks Canberra, jika nilainya di bawah 80% maka antar stasiun
54 dianggap berbeda. Berikut ini adalah gambar dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisika-kimia pada bulan Maret 2007. T a ra f K e s a m a a n (% ) 48.2 0
65.4 6
80 %
82.7 3
1 00.0 0 1
2
3
4
5
6
S ta s iu n
Gambar 64. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Porong bulan Maret 2007 (musim hujan) T a ra f K e s a m a a n (% ) 7 0,53
80 %
8 0,36
9 0,18
10 0,00 7
8
9
10
11
12
13
S ta s iu n
Gambar 65. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Wonokromo bulan Maret 2007 (musim hujan) Analisis pengelompokkan stasiun berdasarkan parameter fisika-kimia pada bulan Maret 2007 pada taraf 80% di muara Porong (Gambar 64) menunjukkan masing-masing stasiun berdiri sendiri-sendiri disebabkan karena memiliki nilai parameter fisika-kimia yang heterogen. Pada stasiun 1 memiliki nilai kecerahan 1,1 m, salinitas 28‰, dan kandungan silikat 3,881 mg/l yang tinggi dibanding stasiun
55 lain, serta memiliki nilai yang rendah pada nitrat 0,0549 mg/l, nitrit tidak terdeteksi, ortofosfat tidak terdeteksi, dan amonia 0,0361 mg/l. Sedangkan stasiun 6 memiliki nilai yang rendah pada kecerahan 0,1 m, kedalaman 0,7 m, dan kadar silikat 1,7587 mg/l. Berikut ini adalah gambar dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan parameter fisika-kimia pada bulan Agustus 2007 (Gambar 66 dan Gambar 67). T a ra f K e s a m a a n (% ) 48.1 2
65.4 2
80 % 82.7 1
1 00.0 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
S ta s iu n
Gambar 66.
Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
T a ra f k e s a m a a n (% ) 20.7 0
47.1 4
73.5 7
80 % 1 00.0 0 10
11
12
13
14
15
16
S ta s iu n
Gambar 67. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau)
56 Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika-kimia pada bulan Agustus 2007 pada taraf 80% di muara Porong (Gambar 66) menunjukkan tiga kelompok yang terdiri dari kelompok I (stasiun 1), kelompok II (stasiun 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8), kelompok III (stasiun 9). Stasiun 1 membentuk kelompok sendiri karena memiliki nilai yang rendah untuk parameter kecerahan 0,6 m, pH 7,2, dan kedalaman 1,3 m. Stasiun 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 membentuk satu kelompok karena memiliki kisaran kecerahan 0,6-1,3 m, pH 7,8-8,0, ortofosfat tidak terdeteksi, dan silikat 0,265-0,371 mg/l yang hampir sama. Kelompok III (stasiun 9) memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan stasiun lainnya karena letak stasiun 9 berada di sungai. Stasiun 9 memiliki nilai yang rendah pada salinitas 12 ‰, serta memiliki nilai yang tinggi pada kecerahan 2,1 m, kedalaman 4,2 m, nitrat 0,431 mg/l, nitrit 0,070 mg/l, amonia 2,622 mg/l dan silikat 4,064 mg/l. Sementara itu di muara Wonokromo (Gambar 67) pengelompokkan kesamaan parameter fisika-kimia pada taraf 80% menunjukkan dua kelompok yang terdiri dari kelompok I yaitu hanya stasiun 10 dan kelompok II yaitu stasiun 11, 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 10 (kelompok I) membentuk kelompok sendiri disebabkan karena memiliki nilai yang tinggi untuk parameter nitrit 0,305 mg/l, amonia 0,980 mg/l, ortofosfat 0,132 mg/l, dan silikat 3,239 mg/l. Selain itu muara Sungai Wonokromo memiliki nilai yang rendah untuk parameter kecerahan 0,2 m, salinitas 18 ‰, kedalaman 1,3 m dan pH 7,0. Hal ini disebabkan karena letak stasiun 10 berada di mulut Sungai Wonokromo. Stasiun 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 membentuk satu kelompok karena memiliki kisaran salinitas 29-31 ‰, nitrit tidak terdeteksi, amonia 0-0,107 mg/l, ortofosfat tidak terdeteksi silikat 0,184-0,355 mg/l dan pH 7,5-8,0 yang hampir sama. Berikut ini adalah gambar dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan parameter fisika-kimia pada bulan Maret 2008 (Gambar 68 dan Gambar 69). Pengelompokkan stasiun berdasarkan parameter fisika-kimia pada bulan Maret 2008 pada taraf 80% di muara Porong (Gambar 68) menunjukkan tiga kelompok yang terdiri dari kelompok I yaitu hanya stasiun 1, 4, 6, 7, 8 dan 9, kelompok II yaitu stasiun 2 dan 5 dan kelompok III yaitu hanya stasiun 3. Stasiun 2 dan 5 membentuk satu kelompok karena memiliki kisaran kecerahan 0,6 m, pH 7,9-8,0, salinitas 18-19 ‰, nitrat 0,634-0,659 mg/l, nitrit 0,270-0,290 mg/l, dan amonia
57 0,286-0,324 mg/l yang hampir sama. Stasiun 3 membentuk kelompok sendiri karena memiliki nilai yang tinggi pada salinitas 31 ‰, serta memiliki nilai yang rendah pada kedalaman 1,4 m, nitrat 0,604 mg/l, dan silikat 0,002 mg/l. T a ra f K e s a m a a n (% ) 60.96
73.97
80 % 86.99
1 00.00 1
4
6
7
8
9
2
5
3
S ta s iu n
Gambar 68. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Porong bulan Maret 2008 (musim hujan) Sementara itu di muara Wonokromo (Gambar 69) pengelompokkan kesamaan parameter fisika-kimia pada taraf 80% menunjukkan dua kelompok yang terdiri dari kelompok I yaitu hanya stasiun 10 dan kelompok II yaitu stasiun 11, 12, 13, 14, 15, dan 16. Stasiun 10 (kelompok I) membentuk kelompok sendiri disebabkan karena memiliki nilai yang tinggi untuk parameter nitrat 0,697 mg/l, nitrit 0,149 mg/l, ortofosfat 0,034 mg/l, dan silikat 2,608 mg/l. Selain itu memiliki nilai yang rendah untuk parameter suhu 28 °C, dan salinitas 5 ‰. Hal ini disebabkan karena letak stasiun 10 berada di mulut Sungai Wonokromo. Stasiun 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 membentuk satu kelompok karena memiliki kisaran suhu 29-30 °C, salinitas 26-30 ‰, pH 8,0-8,1, nitrit tidak terdeteksi - 0,016 mg/l, dan ortofosfat tidak terdeteksi - 0,009 mg/l yang hampir sama.
58
T a ra f K e s a m a a n (% ) 13.40
42.27
71.13
80 % 1 00.00 10
11
12
13
14
15
16
S ta s iu n
Gambar 69. Dendrogram pengelompokkan stasiun berdasarkan kesamaan fisikakimia di muara Sungai Wonokromo bulan Maret 2008 (musim hujan)
4.3. Pembahasan Umum Pembahasan umum difokuskan pada tiga topik, pertama tentang rangkuman hasil penelitian utama tentang konsentrasi nutrien (nitrogen, fosfat, dan silikat) dari segi spasial dan temporal termasuk hubungan salinitas dengan konsentrasi nutrien tersebut. Kedua, akan dibahas hubungan antara konsentrasi nutrien dengan kelimpahan fitoplankton berdasarkan pada hasil studi dari peneliti lain dengan lokasi dan waktu penelitian yang sama (Arifin 2009). Sedangkan aspek pengelolaan penelitian dan manfaat hasil penelitian terhadap manajemen sumberdaya perairan Sungai Brantas akan diuraikan secara ringkas.
4.3.1. Kandungan unsur hara di Estuari Sungai Brantas Sesuai dengan uraian pada subbab 4.1. Kandungan Unsur Hara Utama di Estuari Sungai Brantas, ditinjau dari aspek temporal dapat diamati adanya kecenderungan bahwa konsentrasi nutrien pada pengamatan musim hujan (yaitu pada bulan Maret 2007 dan Maret 2008) lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau (Agustus 2007). Kenyataan seperti itu selaras dengan teori atau temuan para peneliti sebelumnya. Beberapa peneliti menemukan hal serupa juga (Defid 2008). Keadaan seperti itu terjadi hampir pada semua zat hara yang diteliti, yakni nitrat, nitrit, dan silikat di estuari Sungai Porong maupun estuari Sungai
59 Wonokromo (bilamana data pengamatan bulan Agustus 2007 dibandingkan dengan Maret 2008), terkecuali terdapat suatu kelainan (perkecualian) pada ortofosfat. Kelainan ini diperkirakan oleh adanya dampak pengenceran air sungai mengingat stasiun yang mengalami kelain itu (yakni stasiun 12 dan 13) berada pada mulut muara sungai. Kisaran konsentrasi nitrat pada estuari Sungai Brantas (dua estuari yang diteliti) pada bulan Maret 2008 berkisar dari 0,0549 mg/l sampai dengan 8,3871 mg/l. Kisaran konsentrasi amonia pada estuari Sungai Brantas berkisar dari 0,0361 mg/l sampai 0,9619 mg/l (Maret 2007). Pada bulan Maret 2007 konsentrasi nitrat berkisar dari 0,0549 mg/l (stasiun 1) sampai 8,3871 mg/l (stasiun 4). Konsentrasi nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1 dan stasiun 7) sampai 0,5193 mg/l (stasiun 6). Konsentrasi amonia berkisar dari 0,0361 mg/l (stasiun 1) sampai 0,9619 mg/l (stasiun 11). Konsentrasi ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1 dan stasiun 2) sampai 0,4535 mg/l (stasiun 6). Konsentrasi silikat berkisar dari 1,3967 mg/l (stasiun 13) sampai 6,2541 mg/l (stasiun 8). Pada bulan Agustus 2007 konsentrasi nitrat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 4 dan stasiun 14) sampai 0,4520 mg/l (stasiun 12). Konsentrasi nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 2-6, dan stasiun 11-16) sampai 0,3050 mg/l (stasiun 10). Konsentrasi amonia berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 12, 13, dan 15) sampai 2,6220 mg/l (stasiun 9). Konsentrasi ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1-9, dan stasiun 11-16) sampai 0,1320 mg/l (stasiun 10). Konsentrasi silikat berkisar dari 0,184 mg/l (stasiun 14) sampai 4,064 mg/l (stasiun 9). Pada bulan Maret 2008 konsentrasi nitrat berkisar dari 0,1780 mg/l (stasiun 13) sampai 1,183 mg/l (stasiun 9). Konsentrasi nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 11, 12, dan 15) sampai 0,1490 mg/l (stasiun 10). Konsentrasi amonia berkisar dari 0,1180 mg/l (stasiun 9) sampai 0,7700 mg/l (stasiun 16). Konsentrasi ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 2, 12, 13, dan 16) sampai 0,034 mg/l (stasiun 10). Konsentrasi silikat berkisar dari 0,368 mg/l (stasiun 12) sampai 10,879 mg/l (stasiun 9). Ditinjau dari penyebaran spasial dari nutrien, diamati adanya kecenderungan bahwa konsentrasi nutrien lebih tinggi di daerah yang lebih dekat dengan estuari
60 muara sungai atau pantai. Hal seperti ini secara khusus sangat nyata terjadi pada stasiun 10 yang berada tepat di mulut muara Sungai Wonokromo. Dapat pula diamati bahwa terdapat hubungan kuat antara tingkat salinitas dengan tingkat konsentrasi nutrien. Pada umumnya, semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin rendah pula kadar nutrien (berlaku untuk semua zat hara: nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat, maupun silikat) dan sebaliknya semakin rendah tingkat salinitas maka semakin rendah konsentrasi nutrien. Diamati adanya perkecualian pada silikat di musim hujan (Maret 2007) dimana semakin tinggi salinitas semakin tinggi pula kadar silikat (korelasi positip). Hal ini diperkirakan terjadi karena aliran sungai musim hujan yang deras yang cenderung mengakibatkan efek pengadukan lumpur/pasir, sehingga mengakibatkan semakin tingginya silikat yang melayang di air. Sebagai ilustrasi, disampaikan beberapa contoh hasil pengamatan tentang hubungan korelasi tingkat salinitas dengan nutrient. Pada bulan Maret 2008, misalnya, ditemukan koefisien korelasi yang paling tinggi antara tingkat konsentrasi zat hara nitrat dan salinitas (r = 0,6557 atau korelasi kuat) pada estuari Sungai Brantas. Demikian pula untuk korelasi antara tingkat salinitas dengan konsentrasi silikat ditemukan kuat (r = 0,6547, korelasi kuat) untuk perairan Sungai Brantas pada musim hujan (Maret 2008). Sedangkan korelasi sangat lemah (kisaran r = 00,25) terjadi misalnya pada korelasi tingkat salinitas dengan ortofosfat (dengan r = 0,1308) di estuari Sungai Brantas pada bulan Agustus 2007.
4.3.2. Hubungan antara tingkat konsentrasi nutrien dengan biomassa fitoplankton Arifin (2009) meneliti biomassa fitoplankton dengan menggunakan indikator klorofil-a pada lokasi dan waktu penelitian atau stasiun-stasiun yang sama dengan lokasi penelitian penulis. Oleh karena itu, penulis menggunakan hasil penelitian Arifin (2009) sebagai bahan bahasan skripsi ini. Memperhatikan bahwa Defid (2008) menemukan korelasi yang relatif kecil antara tingkat konsentrasi nitrit dan nitrat dengan biomassa fitoplankton, maka bahasan kali ini akan dikhususkan pada hubungan antara tingkat kadar amonia dengan biomassa fitoplankton yang menurut Defid (2008) lebih berkorelasi dan
61 mengingat bahwa amonia adalah salah satu zat hara yang dapat langsung digunakan oleh fitoplankton tetapi dapat bersifat toksit pada kadar tertentu. Pada Gambar 70 dan Gambar 71 disajikan berturut-turut biomassa klorofil-a dan konsentrasi amonia pada pengamatan bulan Agustus 2007 dan Maret 2008 di estuari Sungai Porong. Dari kedua gambar tersebut, sulit ditarik suatu kesimpulan adanya korelasi yang kuat antara tingkat konsentrasi amonia dengan tingkat biomassa fitoplankton. Pada saat konsentrasi amonia cukup tinggi pada stasiun 9, ternyata tingkat biomassa plankton bukan yang tertinggi pada perairan itu. Justru pada saat konsentrasi amonia relatif kecil (tapi ada, tidak mendekati 0) nampaknya tingkat biomassa fitoplankton cukup tinggi pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 5. Selaras dengan teori, pertumbuhan plankton ditentukan tidak oleh satu faktor saja. Faktor lain seperti kecerahan air juga merupakan faktor penting yang berpengaruh pada pertumbuhan plankton. Gambar 72 dan Gambar 73 menyajikan informasi tentang tingkat biomassa fitoplankton dan tingkat konsentrasi amonia pada estuari Sungai Wnokromo pada pengambilan sampel bulan Agustus 2007 dan Maret 2008. Sulit menarik kesimpulan dari kedua gambar tersebut, karena terlihat tidak terdapat konsistensi antara tingkat kadar amonia dan biomassa klorofil-a. Sepintas kelihatan bahwa pada saat konsentrasi amonia relatif rendah yakni 0,2790 - 0,7700 mg/l (untuk stasiun 11 dan 12 pada bulan Maret 2008) terjadi pembentukan fitoplankton tertinggi. Kembali kepada penjelasan di atas, tidak mudah menarik kesimpulan tentang hubungan antara konsentrasi nutrien dengan kelimpahan fitoplankton, karena pertumbuhan fitoplankton tidak semata-mata ditentukan oleh satu faktor saja seperti tersedianya bahan dasar/nutrien seperti amonia. 18 16 K lorofil-a(µg/l)
14 12 10
Agustus 2007 Maret 2008
8 6 4 2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sta siun
Gambar 70. Konsentrasi nilai klorofil-a (µg/l) di permukaan perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan) (Arifin 2009)
62
Konsentrasi Amonia (mg/l)
3 2,5 2 Agustus 2007
1,5
Maret 2008
1 0,5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Stasiun
Gambar 71. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Porong bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan)
18 16 Klorofil-a (µg/l)
14 12 10
Agustus 2007 Maret 2008
8 6 4 2 0 10
11
12
13
14
15
16
Stasiun
Gambar 72. Konsentrasi nilai klorofil-a (µg/l) di permukaan perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau), dan bulan Maret 2008 (musim hujan) (Arifin 2009)
Konsentrasi Amonia (mg/l)
3 2,5 2 Agustus 2007
1,5
Maret 2008
1 0,5 0 10
11
12
13
14
15
16
Stasiun
Gambar 73. Kandungan amonia di perairan estuari Sungai Wonokromo bulan Agustus 2007 (musim kemarau) dan bulan Maret 2008 (musim hujan)
63
4.3.3 Kajian manajemen Dari aspek manajemen penelitian, dapat diamati dalam kasus tertentu adanya ketidak-konsistenan antara teori dan temuan lapangan, misalnya adakalanya semakin jauh posisi stasiun dari muara sungai/pantai semakin besar konsentrasi nutrien. Demikian pula korelasi antara salinitas dan kadar nutrien yang semestinya memiliki korelasi yang relatif kuat tapi besifat negatif, artinya semakin tinggi salinitas maka semakin rendah konsentrasi nutrien, namun yang terjadi pada silikat pada Maret 2007 adalah sebaliknya, korelasi kuat positif, artinya semakin tinggi salinitas semakin tinggi pula kadar silikat. Kedua kelainan (perkecualian) tersebut di atas perlu diteliti lebih lanjut untuk lebih mengetahui atau memahami penyebabnya yang lebih pasti. Dari aspek terapan, berdasarkan tinjauan pustaka, dapat diamati bahwa konsentrasi nutrien pada beberapa stasiun telah melibihi ambang batas, dimana secara potensial dapat mengakibatkan terjadinya masalah lingkungan. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/1 (McNeely et al. in Effendi 2003), dan ambang batas konsentrasi amonia total untuk kehidupan biota laut sebaiknya tidak lebih dari 0,3 mg/1 (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Th. 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III untuk biota laut). Kadar nitrat yang lebih dari 5 mg/l menunjukkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan (Effendi 2003). Pada bulan Maret 2007 konsentrasi nitrat berkisar dari 0,0549 mg/l (stasiun 1) sampai 8,3871 mg/l (stasiun 4) (Gambar 7 dan Gambar 8). Dari Gambar 7 dan Gambar 8 dapat terlihat bahwa konsentrasi nitrat pada stasiun 3, stasiun 4, dan stasiun 5 telah melampaui ambang batas
kesehatan
lingkungan,
sehingga
instansi
terkait
sudah
seyogianya
mengantisipasi dampak negatif dan melakukan langkah pengelolaan lingkungan. Demikian pula, penelitian pada bulan Maret 2007 menemukan kadar amonia sebesar 0,3865 mg/l (pada stasiun 6), 0,8376 mg/l (pada stasiun 10), 0,9619 mg/l (pada stasiun 11), 0,7030 mg/l (pada stasiun 12), dan 0,3834 mg/l (pada stasiun 13) (Gambar 27 dan Gambar 28). Pada bulan Agustus 2007 kadar amonia 2,6220 mg/l (stasiun 9) dan 0,9800 mg/l (stasiun 10) telah melewati ambang batas (0,3 mg/l) yang ditentukan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Th. 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III untuk biota laut.
64 Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg/1, sementara pada kadar lebih dari 1 mg/1 PO4-P dapat menimbulkan
blooming (Effendi 2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Th. 2004 tentang baku mutu air laut, Lampiran III untuk biota laut, menetapkan baku mutu PO4-P untuk kehidupan biota laut sebesar 0,015 mg/1. Penelitian ini menemukan kadar ortofosfat sebesar 0,4535 mg/l pada stasiun 4 (Maret 2007), 0,1320 mg/l pada stasiun 10 (Agustus 2007) dan 0,0340 mg/l pada Maret 2008. Dengan demikian estuari Sungai Brantas dapat dianggap bermasalah ditinjau dari kandungan ortofosfat. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai dasar untuk perumusan tindakan pengelolaan lingkungan. Dari hasil analisis Indeks Canberra, telah disusun suatu pengelompokan beberapa stasiun berdasarkan karakteristik fisika-kimia yang sama. Hasil pengelompokan ini, antara lain, dapat digunakan untuk penentuan perumusan kebijakan pengelolaan sumberdaya air, karena perairan yang memiliki kesamaan indeks mungkin dapat dikelola dengan pendekatan yang kurang lebih sama.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari aspek temporal, terdapat kecenderungan lebih tingginya konsentrasi nutrien (nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat dan silikat) pada musim hujan (Maret 2007 dan Maret 2008) dibandingkan musim kemarau (Agustus 2007). Sedangkan secara spasial ada kecenderungan konsentrasi nutrien semakin tinggi ke arah muara sungai atau pantai dibandingkan ke arah perairan laut. Pada umumnya terdapat korelasi antara salinitas dengan nutrien. Semakin tinggi salinitas maka semakin rendah kadar nutrien dan sebaliknya. Hal ini berlaku secara umum untuk nitrat, nitrit, amonia, ortofosfat dan silikat dengan beberapa perkecualian. Secara ringkas, hasil temuan konsentrasi nutrien disajikan sebagai berikut: Pada bulan Maret 2007 konsentrasi nitrat berkisar 0,0549 mg/l (stasiun 1) sampai 8,3871 mg/l (stasiun 4); nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1 dan 7) sampai 0,5193 mg/l (stasiun 6); amonia berkisar dari 0,0361 mg/l (stasiun 1) sampai 0,9619 mg/l (stasiun 11); ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1 dan stasiun 2) sampai 0,4535 mg/l (stasiun 6); dan silikat berkisar dari 1,3967 mg/l (stasiun 13) sampai 6,2541 mg/l (stasiun 8). Pada bulan Agustus 2007 konsentrasi nitrat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 4 dan stasiun 14) sampai 0,4520 mg/l (stasiun 12); nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 2-6, dan stasiun 11-16) sampai 0,3050 mg/l (stasiun 10); amonia berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 12, 13, dan 15) sampai 2,6220 mg/l (stasiun 9); ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 1-9, dan stasiun 11-16) sampai 0,1320 mg/l (stasiun 10) dan silikat berkisar dari 0,184 mg/l (stasiun 14) sampai 4,064 mg/l (stasiun 9). Pada bulan Maret 2008 konsentrasi nitrat berkisar dari 0,1780 mg/l (stasiun 13) sampai 1,183 mg/l (stasiun 9); nitrit berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 11, 12, dan 15) sampai 0,1490 mg/l (stasiun 10); amonia berkisar dari 0,1180 mg/l (stasiun 9) sampai 0,7700 mg/l (stasiun 16); ortofosfat berkisar dari tidak terdeteksi (stasiun 2, 12, 13, dan 16) sampai 0,034 mg/l (stasiun 10); silikat berkisar dari 0,368 mg/l (stasiun 12) sampai 10,879 mg/l (stasiun 9).
66
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut atas perkecualian keadaan temuan lapangan dimana konsentrasi nutrien tidak selalu semakin tinggi bilamana semakin dekat ke muara sungai atau pantai. Demikian pula korelasi antara tingkat salinitas tidak selamanya berkorelasi negatif dengan konsentrasi nutrien (artinya semakin tinggi salinitas semakin rendah kadar nutrien), pada beberapa kasus dapat terjadi sebaliknya. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui atau menjelaskan gejala kedua perkecualian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
APHA (America Public Health Association). 1989. Standard Method for The Examination of Water and Wastewater. 17th ed. APHA. AWWA. WPCP Washington D.C. Ardiwijaya, R.R. 2002. Distribusi horizontal klorofil-a dan hubungannya dengan kandungan unsur hara serta kelimpahan fitoplankton di Teluk Semangka, Lampung. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi MSP. FPIK. IPB. Bogor. Arifin, R. 2009. Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton (Klorifal-a) dan Keterkaitannya dengan Kesuburan Perairan Estuari Sungai Brantas. Jawa Timur. Skripsi (tidak diplublikasikan). Program Studi MSP. FPIK. IPB. Bogor. Arinardi, O.H. 1996. Kisaran kelimpahan dan komposisi plankton predominan di perairan kawasan tengah Indonesia. LIPI. Bogor. Bakosurtanal. 2000. Peta Sungai Porong dan Sungai Wonokromo. Basmi, J. 1995. Planktonologi: Produksi Primer. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Boyd, C. E. 1982. Water Quality for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, Oxford, New York. Cole, G. A. 1988. Textbook of Limnology. 3rd Edition. Waveland Press Inc. Illinois, USA. Damar, A. 2003. Effect of Enrichment on Nutrien Dynamic, Phytoplankton Dynamic and Productivity in Indonesia Tropical Waters: a Comparison Between Jakarta Bay, Lampung Bay, and Semangka Bay. Berichte aus dem Forschungs-und Technologiezentrum Weskueste der Universitat Kiel. Buesun. Daniel, 2007. Struktur Komunitas Fitoplankton di Estuari Sungai Brantas, Jakarta Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Darmadi. 2010. Salinitas Laut. http://dhamadharma.wordpress.com/2010/02/11/ salinitas-laut [15 Maret 2010] Defid. 2008. Kandungan Nutrien (N, P, dan Si) di Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Devlin, R. M. 1969. Plant physiology. 2nd Edition. Van Nostatrand Reinhold Company. New York.
68 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisus. Yogyakarta. Efriyeldi, 2003. Struktur Komunitas Makro Zoo Bentos dan Keterkaitannya dengan Karakteristik Sidimen di Perairan Muara Sungai Banten Tengah, Bengkalis. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Google Earth, Google Inc. 2010. Image Terra Metrics, Image DigitalGlobe, Image GeoEye. Data SIO, NOAA, U.S. Navy, NGA, GEBCO. Grasshoff, K., M. Erhardt, and K. Kremling. 1983. Methods of seawater analysis. Weinheim Chemie. Henderson Seller and R. Markley. 1987. Decaying Lakes: The Origin and Control of Cultural Eutrophication. John Willey. New York. Hutagalung, H. P. dan A. Rozak. 1997. Metode analisis air laut, sedimen, dan biota. Buku 2. P3O-LIPI. Jakarta. Jennerjahn, T. C., V. Ittekkot, S. Klopper, S. Adi, Nugroho, N. Sudiana, A. Yusmal, Prihartanto, dan B. Gaye-Haake. 2004. Biogeochemistry of Tropical River Affected by Human Activities in its Catchment: Brantas River Estuary and Coastal Waters of Madura Strait. Java, Indonesia. Center of Tropical Marine Ecology. Germany. Kabul, R. S. E. 2000. Kandungan zat hara di perairan Teluk Lampung pada bulan Agustus dan September 1999. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Kennish, M. J. 1990. Ecology of estuary. Vol. II. Biological aspect. CRC press Inc., United States. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Lampiran III. Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Legendre, L dan P. Legendre. 1983. Numerical ecology. Eselvier Scientific Publishing Company. Amsterdam. Oxford, New York. Millero, F. S. and M. L. Sohn. 1992. Chemical oceanography. CRS Press. London. Moriber, 1974. Environmental Science. Brooklyn College. New York, USA Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Novotny V. and H. Olem. 1994. Water quality, prevention, identification and management of diffuse pollution. Van Nostrans Reinhold. New York. Nybakken, J. W. 1982. Biologi Laut, suatu pendekatan ekologis. Alih bahasa H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukarjo. PT Gramedia. Jakarta.
69 Odum, E. P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi (terjemahan). W. B. Sounders Co. Philadelphia, USA. Omp.gso.uri.edu. 2002. Estuarine sciences: chlorophyll a. http://omp.gso.edu/doee/ science/physical/chloro.htm [27 Maret 2009] Ourlake.org. 2001. Parameter descriptions: chlorophyll. http://www.ourlake.org/ html/chlorophyll.html [3 April 2009] Parsons, T. R., M. Takeshi, and B. Hagrave. 1984. Biological oceanographic proscsses. Third edition. Oxford. Pergamon press. Great Britain. Pescod, 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical Countries. USA. Raymont, J. E. G. 1963. Plankton and productivity the ocean. Mc. Millan Co., New York. Reid, G. K. 1961. Ecology of Inland Waters and Estuaries. Reinhold Publishing Coorporation. New York. Reynold, C.S. 1990. The Ecology of Freshwater Phytoplankton. Cambridge University Press. Cambridge. Ruttner, F. 1965. Fundamentals of limnology. University of Toronto Press. Toronto, Canada. Saeni M. 1989. Kimia lingkungan. Departemen pendidikan dan kebudayaan Direktur jendral pendidikan tinggi. Pusat antar universitas ilmu hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sidjabat, M. M. 1973. Pengantar oseanografi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sin, Y., R. G. Wetzel, and I.C.Colijn. 1999. Spasial and Characteristic of Nutrien and Phytoplankton Dynamics in the New York River Estuary. Virginia: Analysis of Long Term Data. College of William and Mary Virginia Institute of Marine Science. Virginia. Vol 22, No. 2A. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Alihbahasa Bambang Sumantri. Ed. 2, Cet. 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Stastika. Jakarta: Gramedia. Ward, B. B. 1988. Nitrification and marine cycling, in Blackburn, T. H. Dan Jan Sorensen (ed.). Nitogen cycling in coastal marine environments. Proceedings of the SCOPE symposium held at University of Aarhus. 3-7 June 1985. John Wiley & Soas. New York.
70 Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan: 15-38. Training Analisa Dampak Lingkungan PPLH-UNDP, PUSDI-PSL. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Welch, P. S. 1952. Limnology. Second Edition. Mc. Graw Hill Book Company, Inc. New York. Widigdo, 2001. Rumusan Kriteria Ekobiologis dalam Menentukan Potensi Alami Kawasan Pesisir untuk Budidaya Tambak. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
72 Lampiran 1. Alat dan bahan A. Alat 1. 1 buah ember plastik 2. Jerigen plastik 3. Ekman Grab 4. Thermometer 5. Refraktometer 6. GPS (Global Positioning System) 7. pH meter 8. Vacuum pump 9. Nucleopore filter 47 mm mesh size 0,2 µm 10. Secchi disk 11. Wadah filterisasi 12. Botol PVC (Polyvinyl Carbon) 250 ml 13. Alat-alat gelas lainnya untuk analisa nutrien B. Bahan 1. Air sampel 2. Akuades secukupnya 3. Bahan kimia dan reagen untuk analisa amonia (NH3) • Sodium hypoclorida (reagen) • Alkaline (reagen) • Phenol solution • Sodium nitroprosside • Oxidizing solution 4. Bahan kimia untuk analisa nitrit (NO2) • Sulfanilamide • NED 5. Bahan kimia dan reagen untuk analisa ortofosfat (H2PO4-) • Perbandingan reagen ammonium molybdate : H2SO4 : anti molybdate : ascorbic = 3 : 10 : 1 : 6 • Indikator phenolphthalein • H2SO4 1 N 6. Bahan kimia untuk analisa nitrat (NO3) • HCl 1 N 7. Bahan kimia untuk analisa silikat (SiO2) • Mix reagent • Asam oksalat • Asam askorbat
73 Lampiran 2. Koordinat stasiun pengambilan sampel 1. Koordinat stasiun pengambilan sampel tanggal 31 Maret 2007 berdasarkan garis bujur dan garis lintang. Stasiun Bujur Lintang 1 112.9037 7.5263 2 112.9046 7.5274 3 112.9052 7.5294 4 112.9066 7.5319 5 112.905 7.5347 6 112.8843 7.5349 7 112.8523 7.2989 8 112.8504 7.2991 9 112.8508 7.2978 10 112.8505 7.2977 11 112.8501 7.2981 12 112.8453 7.3046 13 112.8384 7.3102
2. Koordinat stasiun pengambilan sampel tanggal 31 Maret 2007 berdasarkan letak geografis. Stasiun Letak geografis 1 07°31’34.8” LS dan 112°54’13.4” BT 2 07°31’38.7” LS dan 112°54’16.5” BT 3 07°31’46.0” LS dan 112°54’18.6” BT 4 07°31’54.7” LS dan 112°54’23.7” BT 5 07°32’04.9” LS dan 112°54’18.0” BT 6 07°32’05.7” LS dan 112°53’03.4” BT 7 07°17’56.0” LS dan 112°51’08.3” BT 8 07°17’56.8” LS dan 112°51’01.3” BT 9 07°17’52.2” LS dan 112°51’02.7” BT 10 07°17’51.6” LS dan 112°51’01.8” BT 11 07°17’53.0” LS dan 112°51’00.4” BT 12 07°18’16.4” LS dan 112°50’42.9” BT 13 07°18’36.8” LS dan 112°50’18.1” BT Keterangan : • Pengambilan sampel tanggal 31 Maret 2007 berdasarkan perbedaan gradien salinitas hanya 13 stasiun. • Stasiun 1 sampai 6 teletak di estuari Sungai Porong dan stasiun 7 sampai 13 terletak di estuari Sungai Wonokromo.
74 Lampiran 2. (lanjutan) 3. Koordinat stasiun pengambilan sampel tanggal 28 Agustus 2007 dan 07 Maret 2008 berdasarkan garis bujur dan garis lintang. Stasiun Bujur Lintang 1 112,8727 -7,565278 2 112,8776 -7,563028 3 112,8843 -7,563250 4 112,8905 -7,56800 5 112,8937 -7,573556 6 112,8932 -7,575111 7 112,8883 -7,571889 8 112,8834 -7,568278 9 112,8498 -7,556833 10 112,8442 -7,304639 11 112,8578 -7,298139 12 112,8630 -7,296250 13 112,8715 -7290722 14 112,8792 -7,296861 15 112,8764 -7,296722 16 112,8635 -7,299361
4. Koordinat stasiun pengambilan sampel tanggal 28 Agustus 2007 dan 07 Maret 2008 berdasarkan letak geografis. Stasiun Letak geografis 1 07°33’55,0” LS dan 112°52’21,8” BT 2 07°33’46,9” LS dan 112°52’39,3” BT 3 07°33’47,7” LS dan 112°53’03,5” BT 4 07°34’04,8” LS dan 112°53’25,7” BT 5 07°34’24,8” LS dan 112°53’37,2” BT 6 07°34’30,4” LS dan 112°53’35,5” BT 7 07°34’18,8” LS dan 112°53’17,9” BT 8 07°34’05,8” LS dan 112°53’00,1” BT 9 07°33’24,6” LS dan 112°50’59,2” BT 10 07°18’16,7” LS dan 112°50’39,0” BT 11 07°17’53,3” LS dan 112°51’27,9” BT 12 07°17’46,5” LS dan 112°51’46,9” BT 13 07°17’26,6” LS dan 112°52’17,3” BT 14 07°17’48,7” LS dan 112°52’45,2” BT 15 07°17’48,2” LS dan 112°52’34,9” BT 16 07°17’57,7” LS dan 112°51’48,7” BT Keterangan : • Stasiun 1-9 teletak di estuari Sungai Porong dan stasiun 10-16 terletak di estuari Sungai Wonokromo.
Lampiran 3. Data parameter biologi, fisika dan kimia perairan estuari Sungai Brantas pada pengambilan sampel bulan Maret 2007 Stasiun
Klorofila (µg/l)
Fitoplankton (sel/l)
Nitrat (mg/l)
Nitrit (mg/l)
Ammnoia (mg/l)
Ortofosfat (mg/l)
1 2 3 4 5 6
4,344 8,687 8,019 11,456 0,445 24,503
335034 160900 161517 86634 183768 42744
0,0549 1,7183 5,7385 8,3871 8,0088 0,5831
0,0000 0,1502 0,2886 0,2215 0,4983 0,5193
0,0361 0,0756 0,2355 0,2535 0,2032 0,3865
0,0000 0,0000 0,0039 0,0832 0,0303 0,4535
7 8 9 10 11 12 13
3,819 11,360 16,802 1,337 1,069 2,138 0,891
92664 40872 118248 79574 67865 71721 46981
4,1153 1,0074 0,8259 0,3026 0,6657 1,7337 2,4919
0,0000 0,0044 0,0100 0,2206 0,3623 0,3916 0,0891
0,1555 0,3138 0,0978 0,8376 0,9619 0,7030 0,3834
0,1135 0,0315 0,0530 0,0703 0,0789 0,0660 0,0660
Silikat DIN (mg/l) Porong 3,8801 0,0910 2,2848 1,9441 2,5121 6,2626 1,6998 8,8621 2,6595 8,7103 1,7587 1,4889 Wonokromo 3,6023 4,2708 6,2541 1,3256 4,9156 0,9337 1,5861 1,3608 1,9313 1,9899 2,4953 2,8283 1,3967 2,9644
N/P
Si/N
Kecerahan (m)
Kedalaman (m)
Suhu (°C)
pH
Salinitas (‰)
1605,7950 106,5156 287,4686 3,2831
42,6385 1,1753 0,4011 0,1918 0,3053 1,1812
1,1 0,98 0,8 0,8 0,3 0,1
16,6 16,25 14,85 16,05 11,9 0,7
31,3 30,2 31,6 33,6 31,3 32,1
8,45 8,50 8,50 8,20 8,20 8,20
28 21 15 10 6,2 9
37,62819 42,08254 17,61698 19,35704 25,22053 42,85303 44,91515
0,8435 4,7180 5,2646 1,1656 0,9706 0,8822 0,4712
0,3 0,5 0,5 0,3 0,3 0,2 0,1
1,3 1,3 1,4 1,3 1,3 1,5 3,5
30 30,7 31 30,8 30,7 29,8 29,2
7,96 7,84 7,81 7,70 7,60 7,28 7,28
34,4 29,2 22,1 13,1 5,23 1,03 0,6
Keterangan : • Stasiun 13 merupakan stasiun yang terletak di sungai.
75 75
Lampiran 4. Data parameter biologi, fisika dan kimia perairan estuari Sungai Brantas pada pengambilan sampel bulan Agustus 2007 Stasiun
Klorofil-a (µg/l)
Fitoplankton (sel/l)
Nitrat (mg/l)
Nitrit (mg/l)
Ammnoia (mg/l)
Ortofosfat (mg/l)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
7,351 6,957 3,341 4,271 6,683 3,564 3,637 4,226 2,673
16864 35243 8812 21366 9584 13069 14427 33540 9812
0,3930 0,3380 0,2830 0,0000 0,3590 0,2660 0,3210 0,3210 0,4310
0,0690 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0100 0,0030 0,0770
0,2880 0,2630 0,0900 0,0200 0,1120 0,1180 0,0230 0,0690 2,6220
0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
10 11 12 13 14 15 16
1,909 11,36 6,159 4,342 2,450 4,108 6,246
11439 26761 40161 12116 4338 12526 468323
0,3420 0,3210 0,4520 0,3130 0,0000 0,0420 0,3340
0,3050 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,9800 0,1070 0,0000 0,0000 0,0020 0,0000 0,0010
0,1320 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Silikat (mg/l) Porong 0,7580 0,3710 0,2650 0,3200 0,3350 0,2980 0,3610 0,3710 4,0640 Wonokromo 3,2390 0,3550 0,1900 0,1910 0,1840 0,1900 0,2780
DIN
N/P
Si/N
Kecerahan (m)
Kedalaman (m)
Suhu (°C)
pH
Salinitas (‰)
0,75 0,596 0,364 0,018 0,456 0,368 0,354 0,393 3,13
-
1,0107 0,6225 0,7280 0,7346 0,8098 1,0198 0,9440 1,2984
0,6 0,6 0,7 0,9 1,2 1,3 1,3 0,9 2,1
1,3 1,5 1,6 2,1 2,6 2,3 2,2 1,7 4,2
31 30 32 30 31 31 31 31 31
7,2 7,8 8,0 8,0 8,0 8,0 7,9 7,8 7,6
17,6 26,1 28,2 30,1 31,2 26,1 24 21 12
1,627 0,419 0,421 0,258 0 0,001 0,316
12,3258 -
1,9908 0,8473 0,4513 0,7403 0,8797
0,2 0,6 0,8 1,2 1,4 0,9 0,8
1,3 1,9 2,1 2,1 2,1 3,2 3,1
30 30 31 31 31 31 31
7,0 7,5 7,3 8,0 7,5 7,5 8,0
18 29 30 31 31 31 30
76 76
Lampiran 5. Data parameter biologi, fisika dan kimia perairan estuari Sungai Brantas pada pengambilan sampel bulan Maret 2008 Stasiun
Klorofila (µg/l)
Fitoplankton (sel/l)
Nitrat (mg/l)
Nitrit (mg/l)
Ammnoia (mg/l)
Ortofosfat (mg/l)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1,337 1,468 2,673 1,337 0,535 0,891 1,782 1,337 3,208
423 7250 5955 232 479 352 193 423 370
0,9590 0,6340 0,6040 0,7270 0,6590 1,0770 0,7310 0,4900 1,1830
0,0790 0,0290 0,0270 0,0260 0,0270 0,0660 0,0480 0,0210 0,1130
0,2300 0,2860 0,4280 0,2070 0,3240 0,2280 0,4320 0,2360 0,1180
0,0280 0,0000 0,0020 0,0040 0,0090 0,0200 0,0200 0,0170 0,0280
10 11 12 13 14 15 16
1,782 17,107 16,632 3,487 1,701 2,037 7,776
368887 253397 1074117 395360 58047 633906 632865
0,6970 0,1940 0,1940 0,1780 0,3800 0,2370 0,3890
0,1490 0,0000 0,0000 0,0120 0,0240 0,0000 0,0160
0,4460 0,3120 0,2890 0,2790 0,4220 0,3610 0,7700
0,0340 0,0090 0,0000 0,0000 0,0090 0,0060 0,0000
Silikat DIN (mg/l) Porong 10,2340 1,268 5,2670 0,949 5,3190 1,059 8,2730 0,96 8,4210 1,01 9,5280 1,371 7,3670 1,211 7,2800 0,747 10,8790 1,414 Wonokromo 2,6080 0,3920 0,3680 0,7660 1,0830 0,5550 0,4080
1,292 0,498 0,478 0,469 0,826 0,598 1,175
N/P
Si/N
Kecerahan (m)
Kedalaman (m)
Suhu (°C)
pH
Salinitas (‰)
45,2857 529,5000 240,0000 112,2222 68,5500 60,5500 43,9412 50,5000
8,0710 5,5501 5,0227 8,6177 8,3376 6,9497 6,0834 9,7456 7,6938
0,3 0,6 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2
1,6 1,6 1,4 1,5 2,1 1,9 1,5 1,4 4,5
29 31,5 29,5 30,7 30 31 31 30 29,5
7 8 8 7,5 7,9 7 7 7 7
0 18 31 6 19 2 2 1 0
38,0000 55,3333 91,7778 99,6667 -
2,0186 0,7871 0,7699 1,6333 1,3111 0,9281 0,3472
0,5 0,3 1,1 1,4 1,8 1,9 0,9
2,7 1,9 2,9 3,4 6,7 4,6 3,4
28 29 29 29 29 30 30
7,8 8 8,1 8,1 8 8 8
5 29 30 30 27 26 28
77