DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-CHINA (TIONGKOK) PADA ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (2004-2013) Nahdia Rachmayanti
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Email :
[email protected]
ABSTRAK Indonesia dan China memiliki hubungan erat yang dibangun melalui interaksi kedua bangsa sejak sebelum masehi. Di era modern, pasca kemerdekaan Indonesia hubungan tersebut meningkat pada level bilateral. Namun permasalahan diantara keduanya tak dapat terhidarkan saat terjadi peristiwa G30s/PKI di Indonesia, yang kemudian berakhir dengan pembekuan hubungan. Namun seiring dengan kemajuan China, pergantian kepemimpinan di Indonesia serta adanya kepentingan Indonesia pada faktor ekonomi maka hubungan kedua negara semakin mengalami perkembangan. Sisi menarik kajian ini khususnya pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pasca penandatangan deklarasi kemitraan strategis pesatnya hubungan bilateral kedua negara ditandai dengan semakin terbukanya jalan kerjasama kedua negara di berbagai bidang. Meskipun demikian pasang surut hubungan juga tetap menjadi masalah yang mewarnai kedua negara. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah tentang bagaimanakah dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China (Tiongkok) pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kurun waktu 2004-2013). Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, peneliti menggunakan konsep hubungan bilateral. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi melalui studi literatur yang diperoleh dari buku, jurnal, internet, maupun diskusi dengan dosen pembimbing yang berkaitan dengan tema yang diteliti. Hasil penelitian ini adalah dinamika hubungan bilateral Indonesia dan China yang telah berlangsung sejak era tahun 1950an hingga peresmian kemitraan strategis di tahun 2005, berjalan secara dinamis. Fokus penelitian pada dua periode pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah menunjukkan kemajuan ke arah positif hingga pada tahun 2013. Hal tersebut terbukti pada semakin banyaknya kerjasama di berbagai bidang, seperti bidang ekonomi, teknologi antariksa, budaya dan pariwisata hingga keamanan dan pertahanan. Berbagai permasalahan juga masih ada di tengah keeratan hubungan Indonesia dan China, namun hal itu tidak sampai menjadi penghalang maupun berpotensi negatif bagi kedua negara. Kata Kunci: Hubungan Bilateral, Indonesia, China (Tiongkok), Susilo Bambang Yudhoyono, Kemitraan Strategis
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejarah panjang dibalik hubungan Indonesia dan China (Tiongkok) termasuk adanya interaksi antara leluhur bangsa Indonesia dan bangsa China dapat ditelusuri sejak abad sebelum masehi. Keeratan
hubungan kedua negara diketahui melalui kedatangan etnis China di Indonesia pertama kalinya yang dapat dibuktikan pula dengan adanya peninggalan benda-benda bersejarah dari kerajaan-kerajaan kuno Indonesia di masa lampau dimana telah memiliki kaitan yang erat dengan etnis China, seperti kerajaan Sriwijaya, Airlangga, dan
1
Majapahit.1 Keeratan hubungan kedua negara mencapai momentum simbolik pada kedatangan muhibah Cheng Ho ke tanah air pada abad 14.2 Pada era modern, hubungan antara Indonesia dan China mencapai fase kedekatannya pasca kemerdekaan Indonesia. Begitu pula periode awal hubungan bilateral kedua negara terjadi pada rentang waktu tahun 1950-1967.3 Indonesia tercatat sebagai negara pertama yang mengakui berdirinya China baru dibawah pemerintahan komunis. Indonesia secara resmi mengakui kedaulatan China pada tanggal 15 Januari 1950. Kemudian tahun 1953, Indonesia mengirim Arnold Manonutu sebagai Duta Besar Indonesia pertama untuk Beijing, yang diikuti dengan penandatanganan nota kerjasama Indonesia dan China. Di awal tahun 1960 tercipta poros Jakarta-Peking yang berkembang menjadi poros JakartaPeking-Pyongyang.4 Serangkaian peristiwa tersebut sekaligus menjadi penanda keeratan hubungan kedua negara. Kala itu Indonesia dipimpin oleh Soekarno, sedangkan China dipimpin oleh Mao Zedong. Pemimpin kedua negara tersebut memiliki ambisi sama untuk membentuk kekuatan revolusioner yang tidak bergantung pada blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (Uni Soviet).5 Pasca pemilu di Indonesia tahun 1957, PKI (Partai Komunis Indonesia) menjadi salah satu kekuatan besar. Namun segala upaya PKI yang ingin menjadi kekuatan besar melebihi militer telah 1
Zein, Abdul Baqir. 2000. “Etnis China Dalam Potret Pembauran di Indonesia”. Jakarta: Prestasi Insan, hal. 121 2 Wurjantoro, Edhie. 1996. “Sejarah Nasional dan Umum 1”. Jakarta: Depdikbud pada Fakta Interaksi Indonesia - India/ China Sejak Awal Masehi dalam http://www.sosiosejarah.com/2012/08/faktainteraksi-indonesia-india-china.html diakses tanggal 8 Mei 2013 3 Sahid Gitosardjono, Sukamdani. 2006. “Hubungan Indonesia Tiongkok di Era Kebangkitan Asia”. Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, Budaya China 4 Justus M. Van Der Kroef. 1968. “The SinoIndonesian Rupture”. New York: American-Asian Educational Exchange, hal. 2. 5 Tjhin, Christine. 2002. Analisa Penelitian dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), dalam http://log.viva.co.id/news/read/1912g30s_dan_masa_suram_hubungan_ri_rrc, diakses pada 10 September 2013
menjadi awal peristiwa bagi kerenggangan hubungan Indonesia dan China. Dimana China yang akhirnya dicurigai turut serta dalam perebutan kekuasaan di Indonesia kala itu.6 Kemudian di era Orde Baru, pada Oktober 1967 dibawah pemerintahan Soeharto, Indonesia melakukan pembekuan hubungan bilateral serta hubungan dagang dengan China. Pasca naiknya Deng Xiaoping sebagai pemimpin baru China, maka di tahun 1980an normalisasi hubungan Jakarta–Beijing mulai disuarakan. Namun keinginan tersebut ditentang oleh berbagai kalangan, terutama Soeharto, Departemen Pertahanan dan Keamanan serta kelompok Islam.7 Tahun 1990, pada era Soeharto pula upaya normalisasi kembali dilakukan yang ditujukan untuk menggalakkan ekspor nonmigas yang tidak hanya memasuki pasar Jepang dan Barat namun China sebagai negara dengan populasi terpadat juga memiliki potensi pasar yang besar bagi produk Indonesia.8 Terjadinya krisis moneter di Indonesia tahun 1997/1998 serta berbagai peristiwa kerusuhan, membuat pemerintah Orde Baru pun semakin melemah hingga Soeharto resmi mengundurkan diri sebagai presiden RI. Perihal perbaikan hubungan bilateral antara Indonesia dan China mencapai tingkat yang lebih serius pasca Orde Baru. Seiring proses perubahan arah kebijakan, Indonesia melihat China sebagai sebuah harapan. Naiknya Presiden Habibie merupakan sebuah transisi proses demokratisasi dan kebijakan luar negeri Indonesia, namun masa pemerintahannya sebagian besar masih terfokus perihal peningkatan citra Indonesia di lingkup internasional. Di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan saat dimana China mendapat kedudukan istimewa dalam politik luar negeri Indonesia, selain itu laju peningkatan hubungan diplomatik Indonesia dan China
6
Adriansyah, Eddy. 2005. “Pasang Surut Hubungan RI-RRC”, dalam osdir.com/ml/culture.region.china.budayationghoa/2005-09/msg.html, diakses tanggal 30 Mei 2013. 7 Ibid. 8 Staya Pramana, Hendra. “The Rise of China: Challengers and Opportunities for Indonesia dan ASEAN”, dalam Jurnal Diplomasi, hal. 111
2
berkembang pesat.9 Selanjutnya masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, kerjasama antara Indonesia dan China terus berkembang dengan ditandatanganinya MoU untuk pembentukan forum energi kedua negara tepatnya pada tanggal 24 Maret 2002. Melalui kerjasama tersebut menjadi payung investasi China di Indonesia dalam bidang energi.10 Hingga pada kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hubungan Indonesia dan China semakin menunjukkan kemajuan yang pesat. Masa pemerintahan SBY hubungan Indonesia dan China mencapai puncaknya dengan ditandatanganinya Deklarasi Kemitraan Strategis (Strategic Partnership) pada 25April 2005 di Jakarta, saat Presiden Hu Jintao berkunjung ke Indonesia dalam rangka peringatan 50 tahun KAA di Bandung. Kemitraan strategis ini mencakup kerjasama di bidang politik, keamanan, pembangunan, ekonomi, sosial budaya serta bidang lainnya.11 Dengan terjalinnya hubungan bilateral antara Indonesia dan China (Tiongkok) menjadi suatu hubungan yang bersifat kompetitif dan idealis. Dalam bidang ekonomi, salah satu contoh kerjasama kedua negara yakni melalui ACFTA (ASEAN-China FreeTrade Agreement), sehubungan dengan keanggotaan Indonesia di dalam ASEAN. Semakin banyak kemajuan dengan terciptanya hubungan ini antara lain yakni menciptakan kerjasama yang dinamis, bersamaan dengan menjamurnya produk China di pasaran Indonesia, membuat komoditi pasar Indonesia juga harus dapat menyeimbangkan pendapatan distribusi terhadap penyebaran produk China yang telah menduduki pasaran tingkat atas pada sistem pendistribusian Indonesia. Selain bidang ekonomi, Indonesia dan China juga membangun kerjasama pada bidang lain, yakni keterlibatan keduanya dalam G-20 hingga WTO. Hal ini menjadi bukti bahwa selain bidang ekonomi, 9
Christin Sinaga, Lidya. 2010. “Memaknai Tahun Persahabatan Indonesia-China”, dalam www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/politikinternasional/324-memaknai-tahun-persahabatanindonesia-cina- diakses tanggal 30 April 2013 10 Ibid. 11 Loc.Cit., Christin Sinaga, Lidya.
Indonesia dan China juga memiliki hubungan erat dalam kerjasama politik dimana dalam setiap hubungan sangat dibutuhkan untuk saling mendukung dalam rangka upaya meningkatkan dukungan intensitas kepercayaan internasional. Indonesia melihat pentingnya menjalin hubungan kerjasama dengan China dan semakin meningkatkannya melalui pemanfaatan peluang dalam kemitraan strategis komprehensif antara Indonesia dan China.12 Fenomena pesatnya perubahan yang terjadi pada China di hampir segala bidang hingga mempengaruhi pandangan banyak negara di dunia, termasuk Indonesia dimana pada masa lalu sempat memiliki hubungan yang tidak kondusif dengan China. Kajian menjadi lebih menarik mengingat kondisi sosial politik yang terjadi pada kedua negara saat ini, khususnya era presiden Susilo Bambang Yudhoyono jelas berbeda dari saat Indonesia menjalin hubungan bilateral dengan China pada era tahun 1960an dan 1990an, serta adanya kepentingan nasional yang menjadi landasan dalam politik luar negeri juga tentu sangat berbeda. Oleh karena itu mencakup kasus penelitian yang dikaji penulis mengangkat judul, “Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-China (Tiongkok) pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2013)”. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas maka untuk menentukan fokus penelitian penulis mengambil perumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimana dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China (Tiongkok) pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kurun waktu 2004-2013)?” 1.3 Tujuan 1.3.1 Menjelaskan perkembangan pola hubungan Indonesia dan China dimulai pada awal periode kepemimpinan presiden di Indonesia hingga saat ini. 12
Kantor Berita Xinhua. “Tiongkok dan Indonesia Tingkatkan Hubungan Kemitraan Strategis”, dalam http://indonesian.cri.cn/201/2013/10/03/1s142384.ht m, diakses tanggal 7 Januari 2014
3
1.3.2 Mengetahui dinamika hubungan bilateral Indonesia dan China pada masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 1.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Bagi Program Studi Hubungan Internasional Memberikan pemaparan dan analisis mendalam tentang dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China (Tiongkok) yang dikhususkan pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 1.4.2 Bagi Masyarakat Menyediakan referensi, informasi, dan wawasan mengenai isu-isu sosial dan politik yang terjadi sehingga masyarakat dapat lebih berpikir kritis dan analitis. 1.4.3 Bagi Penulis Sebagai sarana pembelajaran akademis serta melengkapi tugas akhir sebagai syarat kelulusan.
Bab IV atau Pembahasan, dengan judul Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-China (Tiongkok) pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2013), maka akan dijelaskan tentang perkembangan hubungan bilateral kedua negara melalui setiap periode kepemimpinan presiden di Indonesia sebagai pengantar, dan secara khusus akan membahas cakupan hubungan bilateral kedua negara lebih rinci pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bab V atau Penutup, akan dipaparkan kesimpulan tentang keseluruhan penelitian dan saran terhadap penelitian ini.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Konseptual 1.5 Sistematika Penulisan Bab I atau Pendahuluan, menjelaskan latar belakang kasus yg diangkat, rumusan masalah, serta menyebutkan tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II atau Tinjauan Pustaka, menjelaskan mengenai kerangka konseptual dan argumen utama sebagai pengganti hipotesis. Bab ini membahas mengenai kerangka pemikiran dengan menggunakan konsep yang sesuai dengan penelitian ini. Sedangkan argumen utama memaparkan pemikiran jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yang akan dibuktikan kebenarannya dalam bab IV. Bab III atau Metode Penelitian, membahas mengenai jenis penelitian, ruang lingkup penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. Pada bab ini akan membahas mengenai cara atau metode yang digunakan dalam penelitian agar dapat mengerti batasan-batasan permasalahan yang ada.
Level analisis yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah level Negara, dimana akan diteliti tentang dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dengan China (Tiongkok) pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Konseptualisasi merupakan proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, lalu merumuskannya ke dalam bentuk konsep. Konsep sendiri bersifat abstrak, sedangkan gejalanya bersifat konkrit. Konsep berada dalam bidang logika (teoritis) sedangkan gejala berada dalam bidang empiris (faktual). Konsep dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Kejelasan dan ketepatan penggunaan konsep diciptakan melalui adanya penggunaan definisi. Dalam penelitian sosial terdapat dua definisi, yakni konseptual dan operasional. Definisi konseptual adalah mendefinisikan dengan menggunakan konsep-konsep lain. Kemudian dilanjutkan dengan definisi operasional yakni bertujuan mengetahui eksistensi empiris suatu
4
konsep.13 Maka itu penulis menggunakan sebuah konseptualisasi yang dilihat sangat tepat untuk mengcover kasus yang diambil dalam penelitian ini. 2.1.1 Hubungan Bilateral Hubungan Bilateral berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Plano dan Olton : “Hubungan kerjasama yang terjadi antara dua negara di dunia ini pada dasarnya tidak terlepas dari kepentingan nasional masing-masing negara. Kepentingan nasional merupakan unsur yang sangat vital mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan, militer dan kesejahteraan ekonomi”. (Plane, 1990, 7)14 Hubungan bilateral mengandung dua unsur pemaknaan, yakni konflik dan kerjasama. Kedua unsur tersebut dapat memiliki arti penting secara bergantian menurut motivasi-motivasi internal dan opini yang melingkupi pada kedua negara. Hubungan bilateral yang tercipta pada dua negara dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi diantara keduanya. Seperti yang dikemukakan oleh Coplin bahwa : Melalui adanya kerjasama internasional negara-negara berusaha untuk memecahkan permasalahan ekonomi, sosial dan politik. Terdapat dua tipe di dalam kerja sama internasional. Tipe pertama, terkait kondisi di lingkungan internasional sehingga dibutuhkan pengaturan khusus sehingga tidak akan menimbulkan ancaman pada negara-negara yang terlibat. Tipe kedua, mencakup keadaan ekonomi, sosial dan politik tertentu yang dianggap membawa konsekuensi luas terhadap sistem internasional sehingga dipersepsikan sebagai masalah internasional bersama. (Coplin, 1992, 263)15 Secara general hubungan bilateral mengandung arti sebagai konsep interaksi hubungan kerjasama antar dua negara yang
saling menguntungkan. Berdasarkan letak geografis yang saling berjauhan, tidak lagi menjadi hambatan bagi kedua negara. Karena semakin tinggi tingkat ketergantungan kedua negara, maka semakin kecilnya hambatan kedua negara untuk melakukan hubungan termasuk letak geografis. Hubungan bilateral akan terjalin sesuai dengan tujuan spesifik serta bidangbidang khusus yang menjadi tolak ukur bagi suatu negara dengan negara lain. Di dalam hubungan tersebut sangat ditentukan oleh hasil interaksi kedua negara dalam berbagai bidang. Dalam ilmu hubungan internasional, pola interaksi timbal balik antara dua negara didefinisikan sebagai hubungan bilateral. Kemudian hubungan bilateral menjadi sebuah konsep yang memiliki makna yang lebih kompleks serta mengandung pengertian yang berkaitan dengan dinamika hubungan internasional itu sendiri. Beberapa bidang yang meliputi hubungan bilateral secara umum terdiri dari bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, perdagangan hingga pertahanan keamanan. Kerjasama akan menghasilkan kesepakatan yang merupakan kebijakan yang akan menguntungkan kedua belah pihak sesuai tujuan masing-masing. Kesepakatan berupa ketentuan yang harus dipatuhi bersama demi tercipta harmonisasi antara kedua negara.16 Tabel 1. Kebijakan luar negeri Indonesia yang mempengaruhi Hubungan Bilateral antara Indonesia-China Variabel Ekonomi
Politik
13
“Konseptualisasi Masalah” dikutip dalam id.scribd.com/doc/467833337/KonseptualisasiMasalah, diakses tanggal 10 April 2013. 14 “Konsep Hubungan Bilateral” dalam www.portalhi.net/index.php/teori-teori-realisme/72-konsephubungan-bilateral, diakses tanggal 11 April 2013 15 Loc. Cit., “Konsep Hubungan Bilateral”
Indikator Tahun 1990, berdasarkan tujuan ekonomi yakni menggalakkan ekspor non-migas Indonesia melakukan normalisasi dengan China sebagai salah satu negara yang berpotensi. Kerjasama antara Indonesia dan China semakin berkembang dengan ditandatanganinya sejumlah MoU. Terjalinnya kerjasama ACFTA (ASEAN-China FreeTrade Agreement), sehubungan dengan keanggotaan Indonesia di dalam ASEAN. Indonesia sebagai negara pertama yang mengakui mengakui kedaulatan
16
“Konsep Hubungan Bilateral” dalam id.shvoong.com/social-sciences/politicalscience/2232271-konsep-hubungan-bilateral/, diakses tanggal 11 April 2013
5
China pada tanggal 15 Januari 1950, sebagai periode awal hubungan bilateral Indonesia-China. Awal tahun 1960 tercipta poros Jakarta-Peking yang berkembang menjadi poros Jakarta-PekingPyongyang. Naiknya Presiden Habibie menjadi transisi proses demokratisasi dan kebijakan luar negeri Indonesia, yang berlanjut pada periode kepemimpinan presiden-presiden Indonesia hingga era Susilo Bambang Yudhoyono dimana hubungan bilateral IndonesiaChina semakin pesat (peresmian Deklarasi Kemitraan Strategis).
Seiring berakhirnya era perang dingin maka berubahnya percaturan politik internasional yang ditandai dengan gugurnya ideologi komunisme dan semakin tegaknya ideologi liberal merupakan titik awal segi pengkajian dalam melihat hubungan bilateral antar Negara. Dalam penelitian ini, dimana pasca kesuksesan reformasi ekonomi China yang terjadi dibawah kepemimpinan Deng Xiaoping yang menerapkan konsep ekonomi pasar dan ekonomi terpusat maka berdampak pula pada kemajuan dan posisi China dalam pergaulan internasional.17 Sedangkan perubahan-perubahan kebijakan di Indonesia pasca Orde Baru telah memberikan konstribusi yang signifikan bagi peningkatan hubungan antara Indonesia dan China. Namun peningkatan hubungan tersebut juga tidak terlepas dari perubahan sikap pemerintahan Indonesia era Soeharto khususnya pada akhir 1980an. Ketika pada saat itu Soeharto menginginkan Indonesia dapat menjadi negara dengan kekuatan yang lebih diperhitungkan di antara negara-negara berkembang. Melalui dasar inilah, Indonesia mulai melihat China sebagai salah satu negara yang berpotensi sehingga di tahun 1990, Indonesia melakukan normalisasi hubungan bilateral dengan China. China yang muncul dengan kekuatan ekonomi raksasanya semakin memperoleh akses lebih besar khususnya di kawasan ASEAN. Peningkatan hubungan bilateral Indonesia dan China pasca Orde Baru ditandai dengan penandatanganan kemitraan strategis (strategic partnership) pada April 2005, yang kemudian diikuti oleh peningkatan intensitas kunjungan dan
17
Bakry, Umar. 1996. “China Quo Vadis”. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, hal 71
kerjasama antar pemimpin negara dan komunitas bisnis kedua negara.18 Dalam bidang ekonomi, salah satu contoh kerjasama kedua negara yakni melalui ACFTA (ASEAN-China FreeTrade Agreement), sehubungan dengan keanggotaan Indonesia di dalam ASEAN. Semakin banyak kemajuan dengan terciptanya hubungan ini antara lain yakni menciptakan kerjasama yang dinamis. Selain bidang ekonomi, Indonesia dan China juga membangun diplomasi pada bidang lain, yakni keterlibatan keduanya dalam G-20 hingga WTO. Hal ini menjadi bukti bahwa selain bidang ekonomi, Indonesia dan China juga memiliki hubungan erat dalam kerjasama politik. Indonesia melihat pentingnya menjalin kerjasama dalam cakupan hubungan bilateral dengan China, serta semakin meningkatkan hubungan tersebut melalui kemitraan strategis komprehensif yang terjalin diantara kedua negara.19 2.2 Argumen Utama Dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China berjalan secara dinamis dan semakin menunjukkan perkembangannya pada setiap periode kepemimpinan presiden-presiden di Indonesia. Hingga pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hubungan bilateral kedua negara semakin stabil dan berkembang pesat dengan adanya penandatanganan kemitraan strategis (strategic partnership). 3.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Untuk mengetahui alasan yang melatarbelakangi terjadinya suatu peristiwa dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada dan nyata. Serta dirancang untuk 18
I, Wibowo & Hadi, Syamsul. 2009. “Merangkul China: Hubungan Indonesia-China Pasca Soeharto”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama (hal 69-70) 19 Loc. Cit., Kantor Berita Xinhua
6
menguji argumen utama sebagai pengganti hipotesis atau jawaban sementara dari pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan. Berkaitan dengan permasalahan yang diangkat adalah memberikan gambaran secara rinci tentang dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan jangka waktu pada dua periode kepemimpinannya. 3.2 Ruang Lingkup Penelitian 3.2.1 Batasan Kajian Penelitian ini memfokuskan pada cakupan dinamika hubungan bilateral Indonesia dan China. Peneliti mengkaji tentang latar belakang hubungan bilateral Indonesia dan China pasca kemerdekaan Indonesia, kemudian sempat terjadi hubungan yang tidak kondusif antara Indonesia dan China yang mengakibatkan pembekuan hubungan. Hingga dilakukan proses normalisasi yang menjadi awal babak baru bagi hubungan bilateral kedua negara. Kemudian akan difokuskan pada hubungan bilateral antara Indonesia dan China yang terjadi saat ini, yakni masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 3.2.2 Batasan Waktu Rentang waktu yang diambil ditekankan pada dua periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2013). Difokuskan pada saat itu karena hubungan Indonesia dengan China terjalin semakin erat dengan adanya penandatanganan Deklarasi Kemitraan Strategis (Strategic Partnership) yang dilansir dalam rangka meningkatkan hubungan kedua negara, dan kerjasamakerjasama di dalamnya pasca terjadinya normalisasi yang ditujukan demi meningkatkan kesejahteraan Indonesia.
2.Perpustakaan UniversitasBrawijaya 3.Perpustakaan Umum Kota Malang 4.Rumah Baca Cerdas (Perum.Permata Jingga) 5.Situs Jurnal Online 6.Situs Internet 7.Buku-buku pribadi Data yang dikumpulkan adalah data sekunder atau melalui kegiatan studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang biasanya menekankan pada observasi partisipasif, dokumentasi dan pengambilan data yang dilakukan relatif lama, tahap demi tahap, dan bersifat berkembang.20 3.4 Teknik Analisa Data Tujuan analisa data ini adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul, menyajikannya dalam suatu susunan yang sistematis kemudian mengolahnya. Teknik analisa data kualitatif digunakan untuk menganalisis perilaku dan sikap yang tidak dapat dikuantifikasi.21 Karena bersifat kualitatif maka dalam penulisan ini penulis banyak menyusun teksteks naratif yang menyajikan informasi secara sistemik kepada pembaca. Teknik analisa data dilakukan melalui analisa nonstatistik dimana data tabel maupun grafik diuraikan dalam bentuk paragraf dan kalimat. Teknik analisa ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu klasifikasi data, seleksi dan analisis atau interpretasi pada data tersebut dengan menggunakan konsep-konsep yang telah ditentukan untuk dapat menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah mengenai dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China (Tiongkok) pada dua periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 4.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini berdasarkan pada literatur yang didapatkan dari :
DINAMIKA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA– CHINA PADA ERA PEMERINTAHAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
studi
1.Perpustakaan Program Studi Hubungan Internasional Universitas Brawijaya
20
Imam Suprayogo dan Drs.Tobroni,M.Si, 2001, ”Metodologi Penelitian Sosial-Agama,” Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal 161 21 Harisson, Lisa. “Metodologi Penelitian Politik,” terj. Tri Wibowo B. S. 2007, Jakarta: Kencana, hal 86
7
Bab ini membahas tentang dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China yang dimulai pada saat era pemerintahan presiden Soekarno, dimana pada masa tersebut pemimpin kedua negara sangat erat. Kemudian kedua negara tersebut mengalami kerenggangan yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan pada peristiwa G30s/PKI, hingga pada akhirnya diupayakan normalisasi perdamaian dan hubungan yang lebih kondusif yang dilakukan pada periode pemerintahan presiden-presiden Indonesia selanjutnya. Pembahasan dalam bab ini, penulis menjelaskannya ke dalam beberapa sub bab yang diawali dengan periodisasi hubungan Indonesia dan China, dimana didalamnya dijelaskan mengenai awal mula hubungan Indonesia dan China yang telah dibangun melalui interaksi kedua bangsa pada masa sebelum masehi, kemudian fase-fase perkembangan hubungan kedua negara yang mencakup mengenai hubungan bilateral akan dijelaskan di dalam setiap periode kepemimpinan presiden-presiden di Indonesia. Sub bab selanjutnya akan menjelaskan secara lebih mendalam tentang hubungan bilateral Indonesia dan China yang difokuskan pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 4.1 Hubungan Indonesia dan China Awal mula kedatangan etnis China di Nusantara terjadi jauh sebelum abad masehi dimulai dan juga sebelum kedatangan masyarakat Eropa.22 Kedatangan etnis China dapat dibuktikan melalui peninggalan benda-benda bersejarah dari kerajaan-kerajaan kuno di masa lampau yang sekaligus berkaitan erat dengan adanya interaksi antara leluhur bangsa China, seperti kerajaan Sriwijaya, Airlangga dan Majapahit.23 Pada abad ke-15 zaman dinasti Ming (1368-1643), terjadi ekspedisi Laksmana Cheng Ho antara tahun 14051433. Laksmana Cheng Ho melakukan ekspedisi ke sekitar 40 negara, salah satunya 22
Hariyono, Paulus. 2006. “Menggali Latar Belakang Stereotip dan Persoalan Etnis China di Jawa dari Jaman Keemasan, Konflik Antar Etnis Hingga Kini”. Semarang: Mutiara Wacana, hal 2 23 Zein, Abdul Baqir. 2000. “Etnis China Dalam Potret Pembauran di Indonesia.” Jakarta: Prestasi Insan, hal. 121
di Nusantara dan singgah ke Jawa hingga tujuh kali. Dalam ekspedisinya selama berada di tanah air, Cheng Ho menjumpai perkampungan pedagang China di pantai Utara Jawa. Para pedagang China tersebut berperan penting sebagai pemula dan pendorong usaha di berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan usaha yang mereka jalankan seperti berdagang kain, barang kelontong bahkan pengrajin dan pedagang besar di antar-pulau dan antar-negeri. Berkat usaha-usaha yang dijalankan, sehingga membuat mereka turut andil besar terhadap perkembangan kota-kota pelabuhan seperti Palembang, Jambi dan Banten.24 Melalui kedatangan muhibah Cheng Ho di Indonesia menjadi momentum simbolik atas keeratan hubungan Indonesia dan China kala itu. Salah satu bukti hasil interaksi budaya tersebut adalah bedug yang digunakan di masjid-masjid Indonesia. Asal mula bedug sendiri merupakan bawaan asli dari China. Berbagai macam kontak terjadi antara penduduk di daratan China dan Nusantara, juga saat China memasuki zaman keemasan Dinasti Tang, Dinasti Ming dan Dinasti Qing.25 Tahun 1600-an terjadi migrasi besar-besaran etnis China ke Nusantara yang sengaja didatangkan oleh kolonial Belanda yang sedang menjajah Indonesia, untuk mengisi sektor-sektor jasa di Batavia karena pada saat itu masih kekurangan penduduk. 26 Belanda lebih mempercayakan bidang perdagangan dan perekonomian pada etnis China yang telah secara turun-temurun memiliki keterampilan dan keuletan di bidang tersebut untuk membangun sistem perdagangan di Nusantara. Bahkan ada diantara para pedagang China menjadi pemilik perusahaan dagang dengan jaringan produksi antar pulau milik Kolonial Belanda. Sehingga Belanda memposisikan etnis China saat itu sebagai perantara.27 Pasca berakhirnya masa Kolonial Belanda di tanah air, etnis China tetap bertahan di bidang perdagangan bahkan mampu memperluas jaringan bisnisnya. Para pengusaha pribumi yang tidak siap mengisi 24
Ibid. Yuanzhi, Kong. 1999. “Silang Budaya China Indonesia.” Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, hal. 12 26 Ibid., hal 123 27 Loc. Cit., Husodo 25
8
kekosongan yang ditinggalkan Belanda sehingga diambil alih oleh pengusaha China. Akibatnya sektor perdagangan kecil dan menengah mulai banyak dikuasai pedagang China. Pada tahun 1950, pengusaha keturunan China berperan dominan pada bisnis eceran dan pertanian.28 Etnis China yang datang ke Indonesia banyak membawa serta keluarga mereka dalam perantauan dan membentuk perkampungan yang disebut “kampung China”. Banyaknya perkampungan China yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, kemudian dikenal sebagai “Pecinan”. Di abad 19 pada zaman penjajahan Belanda, pecinan yang berada di kota-kota pedalaman Jawa digunakan Belanda untuk memperluas jalur distribusi hasil bumi. Hampir di setiap kota di Indonesia terdapat pecinan yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan pusat hunian masyarakat keturunan China yang berangsur-angsur berkembang pesat. Hingga kini banyak pecinan yang masih kental menyimpan adat dan kesenian tradisi China, seperti Barongsai, Liang-liong, serta Kelenteng sebagai tempat bersembayang umat Konghucu yang sangat ramai dikunjungi saat perayaan Imlek.29 Bahkan kesenian tradisi China tersebut kini menjadi kesenian umum di Indonesia yang sering dipertunjukkan tidak hanya saat momen perayaan Imlek. Secara domestik, keberadaan etnis China di Indonesia memiliki peran penting yang dapat mendukung kepentingan Indonesia. Adanya jaringan Chinese Overseas/Huakiao yang masih cukup kuat, dibuktikan dengan kuatnya jaringan antara pengusaha etnis China yang ada di Singapura, Malaysia, Thailand dan China. Jaringan tersebut tidak hanya bersifat professional bisnis namun juga berdasarkan hubungan keluarga atau ikatan kekeluargaan. Etnis China yang telah sejak lama tinggal menetap di Indonesia, tidak hanya berkecimpung dalam hal perdagangan semata namun juga merambah ke berbagai bidang. Selama bertahun-tahun banyak pengusaha dari kalangan etnis China yang 28
Loc. Cit., Zein, hal 126 “Pecinan” dalam http://www.seasite.niu.edu/indonesian/budaya_bang sa/Pecinan/Kota.htm, diakses tanggal 6 Oktober 2013 29
telah turut andil kemajuan dan pembangunan Indonesia di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan politik. Berikut beberapa tokoh tersebut beserta perusahaannya antara lain, Franciscus Welirang (Presdir PT Bogasari), Dr. Boen (Komisaris Utama PT Kalbe Farma), Budi Hartono (Presdir PT Djarum), Lisa Tirto Utomo (Presiden Komisaris PT Aqua Golden Missisippi), Charles Saerang (Presdir PT Nyonya Meneer) dan Putra Sampoerna (Pendiri Putra Sampoerna Foundation) pada bidang pendidikan anak Indonesia.30 Sedangkan di bidang politik, A Hok atau Basuki Tjahaya Purnama dengan kepercayaan dirinya berhasil menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. Walaupun merupakan keturunan China, akan tetapi semangat nasionalismenya sangat tinggi. Sebelumnya, A Hok juga menjabat sebagai Bupati di Belitung. Sebagai pejabat kelas atas yang berasal dari etnis China tentu banyak rintangan yang dialami selama masa jabatannya. Apalagi mengingat sejarah kelam tentang etnis China di Indonesia yang pernah terjadi beberapa tahun silam. Namun melalui kiprahnya pula sedikit demi sedikit stigma negatif etnis China di Indonesia mulai dihilangkan.31 4.1.1 Periode Soekarno (1945-1966) Soekarno merupakan presiden pertama Indonesia yang menjabat pada periode 1945-1966. Di usia muda semangatnya yang tinggi dibuktikan oleh beberapa organisasi dan partai yang dibentuknya, seiring dengan kegiatan itu tak jarang juga Belanda menangkapnya, menjebloskan ke penjara hingga pengasingan. Namun dengan sifat pantang menyerah yang selalu diterapkannya telah membawanya menjadi orang nomor satu di Indonesia. Soekarno pula yang pertama kali 30
Ismail, Rachmadin. 2012. “SBY Puji Peran Etnis Tionghoa Dalam Perekonomian Bangsa”, dalam http://news.detik.com/read/2012/02/08/222638/1837 856/10/sby-puji-peran-etnis-tionghoa-dalamperekonomianbangsa?nd992203605, diakses tanggal 1 Oktober 2012 31 “Kiprah Ahok Mampu Menggeser Stigma Negatif Suku Cina Indonesia”. 2013, dalam http://sosok.kompasiana.com/2013/09/02/kiprah-ahok-mampu-mengeser-stigma-negatif-suku-cinaindonesia-589095.html, diakses tanggal 6 Oktober 2013
9
mencetuskan konsep tentang dasar negara Indonesia yang kemudian diberi nama Pancasila, sekaligus berperan penting dalam kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia bersama wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.32 Pasca kemerdekaan Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia menjalin hubungan yang sangat erat dengan China yang saat itu dipimpin oleh Mao Zedong (1949-1976). Soekarno dan Mao Zedong memiliki ambisi yang sama untuk membentuk kekuatan revolusioner yang tidak bergantung pada Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet). Kebijakan luar negeri China pada era kekuasaan Mao beraliran kiri radikal dengan jalan memelihara jaringan gerakan-gerakan komunis dan kaum peranakan China di Asia. Jaringan tersebut dimaksudkan untuk membentuk sekutusekutu di Asia yang beraliran kiri, termasuk China yang secara agresif menjalin hubungan dengan rakyat Indonesia dan Indonesia keturunan China.33 Dalam pidato pada perayaan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1965, Soekarno membicarakan perihal “Poros Peking–Hanoi–Pyongyang–Jakarta” dalam rangka menandingi kekuatan Blok Barat dan Blok Timur. Sehubungan dengan hal tersebut, sebelumnya Perdana Menteri China, Chou En Lai telah mengungkapkan keinginan China membentuk “Blok Asiatik” yang dipelopori oleh China, Korea Utara, Kamboja, Vietnam Utara dan Indonesia. Kecurigaan Soekarno terhadap Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang berusaha ingin menjatuhkannya diketahui bekerja sama dengan sejumlah perkumpulan pemberontakan (PRRI/Permesta), membuat Soekarno semakin menjalin hubungan dekat dengan China dan beberapa negara komunis Asia lainnya.34
32
“Biografi Soekarno-Presiden Pertama Republik Indonesia”. 2012, dalam http://www.biografitokoh.com/2012/11/biografi-soekarno-presidenpertama.html, diakses pada 28 September 2013 33 Loc. Cit., Tjhin, Christine. 2002 34 Dake, Antonie. 1973. “In the Spirit of the Red Banteng”, dalam http://log.viva.co.id/news/read/1912g30s_dan_masa_suram_hubungan_ri_rrc, diakses pada 10 September 2013
Pada awal tahun 1960-an, Soekarno terlibat konfrontasi dengan Malaysia yang didukung oleh Inggris sehingga saat itu Soekarno melancarkan politik yang memerangi Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). China yang sedang giat membentuk kekuatan baru pasca keretakan hubungannya dengan Uni Soviet, juga memberikan dukungan pada Soekarno terkait konfrontasinya dengan Malaysia. Kedekatan hubungan antara Indonesia dan China ditandai dengan semakin seringnya kunjungan para pejabat di kedua negara. Bahkan adanya permasalahan pemberlakuan PP No.10/1959 yang berisi tentang diskriminasi hak-hak ekonomi orang-orang keturunan China di Indonesia serta sentimen-sentimen anti komunis yang didukung Angkatan Darat Indonesia, dianggap China hanya sebagai masalah ringan yang tidak perlu dianggap serius. Sebab saat itu Soekarno lebih menekankan hubungan baik dengan China sebagai sekutu politik dalam menghadapi Nekolim yang dipelopori AS dan Inggris.35 Hubungan Indonesia dan China yang semakin erat juga dilihat dari segi bantuan ekonomi yang diberikan China kepada Indonesia. Tahun 1961 saat Menteri Luar Negeri China, Chen Yi, berada di Jakarta mengungkapkan komitmen bantuan kredit senilai US$ 50 juta. Tiga tahun kemudian ketika Soekarno berada di Shanghai, Perdana Menteri Chou En-Lai memberikan tambahan bantuan senilai US$ 30 juta untuk pabrik tekstil di Indonesia. Selain itu, China juga menawarkan kerjasama militer termasuk pengembangan fasilitas teknologi nuklir yang sempat menarik perhatian dunia terutama masyarakat Barat.36 Terkait tawaran kerjasama teknologi nuklir tersebut, sempat menimbulkan keresahan di kalangan pengamat Indonesia tentang kemungkinan Indonesia dibentuk sebagai laboratorium nuklir dan dilakukan percobaan nuklir di perairan nusantara sementara pemerintahan Soekarno yang akan mendapatkan imbalannya.37
35
Ibid. Loc. Cit., Dake, Antonie 37 Cornejo, Robert. 2000. Riset jurnal “Nonproliferation Review”, dalam http://log.viva.co.id/news/read/191236
10
Melalui Perdana Menteri Chou En Lai, China juga menyarankan agar mempersenjatai kaum buruh dan petani (Angkatan Kelima). Saran tersebut didasarkan pada pengalaman Mao Zedong yang berhasil merebut kekuasaan Chiang Kai Sek dengan cara mempersenjatai para petani dan buruh di pedesaan saat gerilya. Diyakini bahwa Angkatan Kelima akan sangat membantu sebab para petani dan buruh yang tinggal diperbatasan Indonesia– Malaysia lebih mengetahui seluk-beluk wilayahnya. Konsep Angkatan Kelima disambut baik oleh DN Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi partai besar di awal dekade 1960-an. Aidit sangat antusias dengan dibentuknya Angkatan Kelima sebagai senjata melawan kemungkinan resistensi dari kekuatan oposisi seperti Angkatan Darat dan kelompok Islam.38 Konsep Angkatan Kelima yang tidak berada di bawah status komando militer sangat ditentang keras oleh pihak militer, hingga akhirnya terjadi ketegangan antara Soekarno yang lebih mendukung PKI dengan A.H Nasution dan Ahmad Yani serta pimpinan Angkatan Darat lainnya yang anti PKI. Ketegangan tersebut berujung pada penculikan yang menewaskan sejumlah petinggi Angkatan Darat oleh PKI dalam “Gerakan 30 September” (G30S/PKI). Akan tetapi dengan perencanaan aksi PKI yang kurang matang, maka dengan sigap Angkatan Darat melancarkan serangan balasan pada G30S/PKI serta memberantas DN Aidit.39 Hingga kini masih belum ada bukti adanya keterlibatan China dalam peristiwa G30S/PKI. Namun melihat dari intensitas pertemuan para pejabat China dan Indonesia di tingkat pemerintahan maupun pimpinan partai komunis masing-masing negara diduga China telah mengetahui sebatas rencana peristiwa tersebut. Sikap ketidakpekaan China yang tidak mengirim seorang utusan pun pada pemakaman para
g30s_dan_masa_suram_hubungan_ri_rrc, diakses pada 10 September 2013 38 “G30S dan Masa Suram Hubungan RI-RRC” dalam http://log.viva.co.id/news/read/1912g30s_dan_masa_suram_hubungan_ri_rrc diakses tanggal 10 September 2013 39 Loc. Cit., “G30S dan Masa Suram Hubungan RIRRC”
jendral yang dibunuh di Taman Makam Pahlawan Kalibata tanggal 5 Oktober 1965 serta Kedutaan China di Jakarta yang tidak mengikuti anjuran pemerintah Indonesia menurunkan bendera nasionalnya setengah tiang sebagai tanda berkabung seperti halnya kedutaan negara lain, telah mengundang protes pemerintah Indonesia yang ditujukan pada China tanggal 11 Oktober 1965 dan menyulut kemarahan militer serta ormas anti komunis yang menuduh China turut mendukung upaya PKI. Selain itu terjadi pula amuk massa yang menyerang fasilitas milik pemerintah China di beberapa kota.40 4.1.2 Periode Soeharto (1966-1998) Soeharto menjadi presiden Republik Indonesia kedua menggantikan Soekarno. Soeharto merupakan Jendral Besar TNI Angkatan Darat yang menjadi orang paling berpengaruh dalam kemajuan Indonesia masa orde baru periode tahun 1966-1998. Pada kepemimpinannya bangsa Indonesia dapat menjadi lebih baik dibandingkan masa orde lama. Atas prestasiprestasinya dan semua yang dilakukan selama masa jabatannya sebagai presiden telah membuat kagum bangsa lain atas kepemimpinannya. Dengan gebrakan yang dilakukannya di berbagai bidang, oleh karena itu Soeharto dijuluki sebagai Bapak Pembangunan. Tidak hanya sebatas urusan dalam negeri, namun segala urusan dengan negara lain pun dihadapinya dengan sigap.41 Mulai renggangnya hubungan antara Indonesia dan China semakin diperparah adanya perubahan politik yang radikal di China (dalam kurun waktu 19661969) yang saat itu dibawah pimpinan Mao Zedong. Selain itu melalui siaran radio Peking dan kantor berita Xinhua, China aktif melakukan agitasi menyerang pihak reaksioner Angkatan Darat Indonesia yang dituduh sebagai pengikut imperialis Amerika Serikat (AS). Dengan perubahan radikal China tersebut maka berujung pada sikap Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto yang membekukan 40
Ibid. “Biografi Presiden Soeharto-Bapak Pembangunan Indonesia”. 2013, dalam http://www.biografi-tokoh.com/2013/02/biografipresiden-soeharto-bapak.html, diakses tanggal 30 September 2013 41
11
hubungan dengan China pada Oktober 1967.42 Pasca naiknya Deng Xiaoping menjadi pemimpin baru China di era 1970an, maka upaya-upaya normalisasi hubungan antara Indonesia dan China mulai gencar dilakukan. Dari kalangan Departemen Luar Negeri Indonesia, Adam Malik dan Mochtar Kusumaatmaja, begitu gigih memperjuangkan normalisasi tersebut sebagai langkah politik menonjolkan citra Indonesia menjadi negara non-blok terkait posisi China yang tidak mendukung blok manapun. Selain itu dari kalangan pengusaha Indonesia juga berharap dengan adanya normalisasi dapat meningkatkan kegiatan ekspor ke China dalam rangka peningkatan usaha internal dalam negeri.43 Harapan terwujudnya upaya normalisasi kedua negara mendapat tentangan dari presiden Soeharto dan banyak kalangan lain. Soeharto menganggap bahwa China berpotensi akan membantu mempersatukan kembali aliran-aliran kiri radikal yang kemungkinan masih ada Indonesia serta dapat menghancurkan kekuasaan Orde Baru. Kalangan militer juga mencurigai China akan memanfaatkan etnis China peranakan dan perantauan yang ada di Indonesia untuk kepentingannya sendiri. Sedangkan kelompok Islam khawatir dengan tercapainya normalisasi akan menyatukan kelompok-kelompok kiri lokal yang memang seringkali kontra dengan kelompok Islam dalam hal politik, sosial dan budaya. 44 Di sisi lain, China juga berupaya memperbaiki hubungan dengan negaranegara lain melalui berbagai bidang. Upaya yang dilakukan China pada Indonesia ditempuh menggunakan cara “diplomasi dagang”. Pada November 1977 di Pameran Dagang Guangzhou China telah disiarkan kontak pertama mengenai kehadiran delegasi Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Maka sejak saat itulah terjadi kontak-kontak personal maupun organisasi lainnya. Tahun 1984 seiring dengan keuntungan mutualisme yang dicapai kedua 42
Sukma, Rizal, 1994. “Hubungan Indonesia-Cina: Jalan Panjang Menuju Normalisasi”, dalam Bandoro, Bantarto [ed] “Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru”. Jakarta: CSIS, hlm 55 43 Loc. Cit., Adriansyah, Eddy. 2005 44 Ibid.
negara, maka menteri luar negeri China mengusulkan pentingnya membuka hubungan dagang langsung dengan China, setelah sebelumnya prospek kontak-kontak tersebut sempat mengalami ketidakstabilan yang tergantung adanya isu-isu politik domestik. Tahun 1985 hubungan dagang antara Indonesia dan china resmi dibuka, berkat terobosan penting yang dibuat KADIN melalui upaya Sukamdani. Berdasarkan catatan statistik tahun 1988, kegiatan ekspor impor kedua negara telah mengalami peningkatan tiga kali lipat dibandingkan tahun 1985.45 Faktor domestik dan internasional berperan penting mendorong proses normalisasi Indonesia dan China, termasuk dengan adanya keinginan Soeharto menjadi pemimpin Gerakan Non Blok. Pada Februari 1989 di Tokyo, menteri luar negeri China, Qian Qichen bertemu dengan presiden Soeharto saat menghadiri pemakaman Kaisar Hirohito. Melalui pertemuan tersebut, Qichen mewakili China memberitahukan bahwa China tidak turut campur tangan dengan segala urusan mengenai PKI. Sejak saat itu normalisasi kedua negara mulai disuarakan. Pada tanggal 8 Agustus 1990, dalam kunjungan perdana menteri China di Jakarta, Li Peng secara resmi menandatangani nota perbaikan hubungan antara kedua belah pihak.46 Dan sebaliknya pada tanggal 14 November 1990, presiden Soeharto juga berkunjung ke China.47 Melunaknya sikap politik Indonesia terhadap China juga didasari oleh beberapa proses dan sebab. Pertama, dengan kekuasaan China dibawah kepemimpinan Deng Xiaoping lebih mengutamakan perihal perbaikan dalam negeri dibandingkan dengan propaganda ideologi komunis seperti yang diusung oleh Mao Zedong. Kedua, permasalahan etnis China perantauan telah berhasil dikendalikan oleh pemerintah Indonesia. Ketiga, keinginan pemerintah 45
Suryadinata, Leo. 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto”. Jakarta: LP3ES, hal. 136-137 46 I. Wibowo dan Syamsul Hadi. “Merangkul China, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 56 47 Official Website China Radio International (CRI). 2009. “Catatan Penting Dalam Hubungan Bilateral Tiongkok-Indonesia”, dalam http://indonesian.cri.cn/481/2009/09/30/1s102390.ht m diakses pada 28 September 2013
12
ikut berperan dalam masalah-masalah internasional termasuk menjadi pemimpin Gerakan Non Blok. Dan keempat, keinginan Indonesia meningkatkan ekspor non-migas yang tidak hanya memasuki pasar negaranegara Barat dan Jepang, namun juga China sebagai negara dengan penduduk terpadat yang memiliki potensi pasar besar bagi produk-produk Indonesia. Dengan sebab yang keempat inilah menjadi dasar utama normalisasi Indonesia pada China, dimana konsep Soeharto yang lebih mengedepankan faktor ekonomi melalui pendapatan sektor komoditi non-migas.48 Hubungan Indonesia dan China sempat mengalami ketegangan disebabkan kecurigaan China pada militer Indonesia yang mendukung Amerika Serikat serta ditandatanganinya perjanjian keamanan dengan Australia pada tahun 1995. Meskipun demikian China masih melihat adanya kemungkinan memperbaiki hubungan tersebut.49 Seiring kejatuhan Soeharto pada Mei 1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang drastis menurunkan perekonomian Indonesia. Dengan keadaan politik yang tidak stabil ditambah maraknya aksi korupsi membuat Indonesia semakin tidak diperhitungkan di dalam lingkup internasional. Namun di mata China, Indonesia tetap menjadi mitra yang cukup strategis dan diyakini bahwa nantinya Indonesia dapat memainkan peran penting lagi di ASEAN.50 4.1.3 Periode Habibie (1998-1999) dan periode Abdurrahman Wahid (19992001) Presiden Republik Indonesia ketiga dijabat oleh Bacharuddin Jusuf Habibie, yang juga merupakan mantan wakil presiden Soeharto. Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, 48
Loc. Cit., Adriansyah, Eddy (oleh A. Dahana– pakar masalah Cina, dikutip dalam wawancara dengan Radio Nederland Wereldomroep) 49 Leifer, Michael. “ Indonesia and the Dilemmas of Engagement”. 2002. Engaging China: The Management of an Emerging Power (edited by Alastair Lain Johnston and Robert S Ross, London and New York: Routledge) , hal.87-108 50 Linbo, Jin. 2007. Peneliti Lembaga Studi Antarbangsa Cina dikutip pada “Indonesia Itu Penting”, dalam http://64.203.71.11/kompascetak/0401/24/Fokus/805115.htm diakses tanggal 13 September 2013
Habibie ditunjuk MPR RI untuk menggantikan posisi jabatan Soeharto sebagai presiden Indonesia periode tahun 1998-1999. Tak mengherankan jika dengan kejeniusan dan prestasi-prestasi gemilang yang dimilikinya menghantarkannya menjadi pemimpin negeri. Pasca era orde baru, Habibie harus bekerja keras memperbaiki negeri yang masih carut-marut serta pemulihan pada berbagai bidang terutama perekonomian. Usaha yang dilakukan Habibie dalam mengatasi persoalan minoritas etnis China di Indonesia dengan melakukan penghapusan kode inisial K-1 yang tertera di KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan menggunakan kata “Tionghoa” sebagai sebutan WNI keturunan China. Serta beberapa rencana lainnya seperti diakuinya agama Konghucu dan bahasa Tionghoa (bahasa Mandarin) diperbolehkan diajarkan di sekolah sebagai mata pelajaran bahasa asing. Namun rencana tersebut tidak terbukti terlaksana dengan baik. Selain itu dikeluarkan pula Instruksi Presiden (Inpres) No 26/1998, yang berisi tentang dihapuskannya istilah pribumi dan nonpribumi.51 Dengan masa pemerintahan Habibie yang singkat, permasalahan luar negeri khususnya tentang China belum mendapat banyak perhatian dan penyelesaian yang signifikan. Setelah berakhir masa kepemimpinan Habibie, MPR kembali berkumpul dan mengadakan pemilihan presiden yang pada akhirnya Abdurrahman Wahid (Gusdur) terpilih menjadi presiden Republik Indonesia keempat. Sebelumnya, Gusdur sebagai politikus yang mendirikan partai politik PKB dan mengikutsertakan partainya ke dalam pemilu legislatif hingga dirinya menjadi kandidat pada pemilihan presiden. Selama Gusdur menjabat dapat membawa dampak perubahan besar yang salah satunya adalah terciptanya demokrasi dalam kehidupan bangsa Indonesia.52 Pada kepemimpinan Gusdur yang berlangsung pada periode tahun 1999-2001, memiliki agenda perpolitikan dalam rangka 51
Loc. Cit., Zein, Abdul Baqir, hal 63 Thamrin, Husni. 2010. “Si Jenius yang Humoris dan Fenomenal” dalam http://www.gusdur.net/Detail/?id=199/hl=id/Si_Jeni us_Yang_Humoris_Dan_Fenomenal, diakses tanggal 30 September 2013 52
13
pemulihan perekonomian Indonesia di mata dunia internasional yakni dengan jalan melakukan kunjungan ke Negara-negara di dunia termasuk China, untuk menarik para investor agar bersedia menanam investasi di Indonesia.53 China menjadi negara yang istimewa dalam politik luar negeri Indonesia, selain itu juga sebagai negara pertama yang dikunjungi oleh Gusdur yang berdampak pada laju peningkatan hubungan diplomatik Indonesia dan China menjadi berkembang pesat. Pada tanggal 1-3 Desember 1999, melalui kunjungan Gusdur tersebut menjadi era baru dalam peningkatan hubungan bilateral kedua negara serta menjadi dasar pernyataan kerjasama ekonomi, politik dan keamanan. China bersedia menyalurkan bantuan sebesar US$5 miliar dan memberikan fasilitas kredit sebesar US$200 juta untuk pembelian bahan makanan. Selain itu juga disepakati kerja sama keuangan, teknologi, perikanan, promosi kunjungan wisata dan kerjasama dalam bentuk counter trade di bidang energi melalui penukaran LNG Indonesia dengan produk China. 54 Sedangkan mengenai urusan dalam negeri, Gus dur melakukan terobosan demi mengangkat kaum minoritas khususnya etnis China, seperti mencabut Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967 dan mengganti dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 6 tahun 2000 tentang hal agama, kepercayaan dan adat istiadat etnis China. 55 Maka dengan adanya peraturan resmi tersebut menjadi jalan bagi etnis China untuk menghidupkan budaya mereka akan semakin terbuka. Gus Dur memandang para etnis China memiliki potensi yang berarti untuk membantu pemulihan perekonomian Indonesia. Namun melihat situasi dalam negeri yang masih cenderung 53
“Politik Luar Negeri Indonesia: Gaya Perpolitikan dan Dominasi Politik Luar Negeri Gus Dur”, 2012, dalam http://politik.kompasiana.com/2012/04/23/politikluar-negeri-indonesia-gaya-perpolitikan-dandominasi-politik-luar-negeri-gus-dur/ diakses tanggal 1 Oktober 2012 54 Loc. Cit., I. Wibowo dan Syamsul Hadi, hal 57-58 55 MN, Ibad dan Fikri, Akhmad AF. 2012. “Bapak Tionghoa Indonesia”. Yogyakarta : LkiS, dalam http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detailids,12-id,39141lang,idc,bukut,Membaca+Gus+Dur++Tionghoa+dan +Indonesia-.phpx, diakses tanggal 28 September 2012
rasialis maka kecil kemungkinan etnis China akan dengan mudah dan lancar turut berkecimpung dalam membantu perekonomian Indonesia. Sehingga menurut Gus Dur, sistem pemerintahan yang rasialis harus dihilangkan agar para pemilik modal yang rata-rata adalah elite China dapat secara aman berinvestasi kembali di Indonesia. 4.1.4 Periode Megawati Soekarnoputri (2001-2004) Pada tanggal 23 Juni 2001, MPR memposisikan Megawati Soekarnoputri untuk menggantikan Abdurrahman Wahid menjadi Presiden Republik Indonesia yang kelima. Masuknya Megawati ke dunia politik telah menentang kesepakatan keluarganya untuk tidak berkecimpung di bidang politik. Namun usahanya membuahkan hasil, Megawati terpilih menjadi anggota DPR/MPR dan kemudian sukses menjadi ketua umum DPP PDI. Dari situlah akhirnya Megawati dapat menjadi orang nomor satu sekaligus presiden wanita pertama di Indonesia periode tahun 20012004. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri hubungan kedua negara semakin erat dengan adanya kunjungan PM Zhu Rongji di Jakarta pada 2001 dan sebaliknya kunjungan Megawati ke China pada 24-27 Maret 2002 telah menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan politik dengan China.56 Selain itu kerjasama antara Indonesia dan China terus berkembang dengan ditandatanganinya MoU untuk pembentukan forum energi kedua negara tepatnya pada tanggal 24 Maret 2002. Melalui kerjasama tersebut menjadi payung investasi China di Indonesia dalam bidang energi.57 Pencapaian kerjasama antara Indonesia dengan China, antara lain dibuktikan dengan pembukaan konsulat jenderal baru di sejumlah kota yang ada di kedua negara. Indonesia juga menjual gas alam ke China sejak tahun 2002 untuk pasokan provinsi Fujian dengan harga jual yang telah disepakati yaitu US$ 2,4 per ton dengan komitmen Indonesia yang berlaku 56 57
Loc. Cit., I. Wibowo dan Syamsul Hadi, hal 57-58 Loc. Cit. Christin Sinaga, Lidya. 2010.
14
selama 20 tahun.58 Di dalam negeri Megawati membuat terobosan bagi perkembangan kebebasan untuk etnis China semakin terbuka melalui Kepres No 19/2002, juga telah menetapkan Imlek sebagai libur nasional. Periode pemerintahan Gusdur dan Megawati, telah ditandatangani sejumlah perjanjian (MOU) dan persetujuan lainnya antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China antara lain sebagai berikut (Data KBRI Beijing) :
10.
11. 12.
13. 14.
15. Tabel 2.
MOU mengenai Bantuan Hibah dalam Kaitan dengan Kerja Sama Ekonomi dan Teknik MOU mengenai Pendirian Forum Energi MOU mengenai Kerja Sama Ekonomi dan Teknik Bidang Jembatan, Jalan Raya, dan Proyek Infrastruktur Lain MOU mengenai Ikatan Jasa Penerbangan Memorandum Bersama mengenai Forum Energi Indonesia dan Cina Pertama MOU mengenai Kerja Sama Memerangi Perdagangan Ilegal Hasil Hutan
Beijing, 2403-2002
Beijing, 2403-2002 Beijing, 2403-2002
Beijing, 2506-2002 Jakarta, 2609-2002 Beijing, 1812-2002
Kerjasama Antara Indonesia dan China Tahun 1999200259 Bentuk Perjanjian/Kerjasama 1.
2.
3.
4. 5. 6.
7.
8.
9.
58
MOU mengenai Bantuan Hibah tentang Kerjasama Ekonomi dan Teknik MOU mengenai Kerja sama Bidang Kesehatan dan Kesepakatan Kerjasama Bidang Kesehatan Pertemuan dan penandatanganan oleh Komisi Gabungan Pertama tentang Kerjasama Pertanian MOU mengenai Kerjasama Penangkapan Ikan MOU mengenai Kerja Sama Pertanian Kesepakatan Penghindaran Pajak Ganda dan Pencegahan Pengelakan Fiskal demi Pajak atas Pendapatan MOU sehubungan dengan Penguatan Kerja Sama dan Pertukaran Informasi antara Bank Indonesia dan People’s Bank of China (Bank Sentral Cina) Persiapan bagi Rencana Implementasi Pelancongan Warga Cina ke Indonesia Kesepakatan Dua Pihak mengenai "Pemanfaatan Sebagian Kawasan Penangkapan Ikan yang Dibolehkan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia”
Tempat & Waktu Jakarta, 2812-1999 Beijing, 2302-2000
Beijing, 1809-2000
Beijing, 2304-2001 Jakarta, 711-2001 Jakarta, 711-2001
Jakarta, 11-2001
7-
Melalui tabel tentang kerjasama Indonesia dan China tahun 1999-2002 diatas dapat dilihat bahwa pada rentang tahun tersebut begitu banyak terjalin kesepakatan kerjasama di antara kedua negara. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, pesatnya perkembangan hubungan antara Indonesia dan China dalam tiga tahun ini dibuktikan dengan banyaknya kerjasama di berbagai bidang mulai dari ekonomi dan teknik hingga kerjasama penyelesaian ilegal hasil hutan. Kerjasama yang paling banyak disepakati terjadi di tahun 2001 dan 2002. Dengan disepakatinya sejumlah kerjasama tersebut, maka menjadi tahap awal perkembangan hubungan Indonesia dan China ke arah yang lebih baik. 4.1.5 Periode Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) dan (2009-2014)
Jakarta, 11-2001
7-
Beijing, 1912-2001
“Kontrak LNG Dievaluasi” dalam http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/24/0140 3476, diakses tanggal 30 April 2013 59 I, Wibowo (Ahli Tentang China). 2003. “China Melihat Indonesia” – kerja sama dengan Harian Kompas, dalam http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=3 721&coid=3&caid=31&p=3, diakses pada 20 Januari 2013
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah presiden Republik Indonesia keenam dan masih menjabat hingga saat ini. SBY merupakan presiden Indonesia pertama yang dipilih secara langsung oleh masyarakat dalam proses Pemilihan Umum Presiden (putaran II) pada tanggal 20 September 2004. SBY seorang purnawirawan TNI dengan pangkat tertingginya yaitu jendral bintang empat. Langkahnya pada dunia politik pertama kali terjadi ketika menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, sehingga membuatnya memilih pensiun dini dari karir militernya. Hingga akhirnya SBY terpilih menjadi presiden Indonesia berpasangan dengan
15
Jusuf Kalla yang mendapat hasil perolehan suara diatas 60%.60 Di masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode tahun 2004-2009 dan 20092014, hubungan antara Indonesia dan China semakin mengalami kemajuan pesat. Kemitraan strategis antara Indonesia dan China tak hanya menguatkan daya tawar ekonomi, budaya maupun pendidikan kedua negara dalam scoupe internasional. Secara politik, kemitraan ini akan membantu Indonesia keluar dari tekanan negara-negara Utara, yang cenderung mengabaikan kesetaraan serta prinsip mutual agreement dalam hubungannya dengan Indonesia. SBY sendiri yakin bahwa China dapat menjadi pionir Asian Century61 yang bilamana masa itu tiba maka akan terjalin relasi dinamis dan harmonis antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat. Satu jalinan yang berlandaskan kepercayaan, sikap saling menghormati dan saling memahami budaya serta kepentingan masing-masing.62 Puncak peningkatan hubungan Indonesia dan China ditandai dengan penandatanganan Strategic Partnership Agreement antara Indonesia dan China yang terjadi pada tanggal 25 April 2005, ketika presiden Hu Jin Tao berada di Indonesia. Dalam perjanjian kemitraan strategis tersebut mencakup kerjasama di bidang ekonomi dan pembangunan, bidang politik dan keamanan, serta bidang kerjasama sosial budaya. Indonesia dan China berpotensi sebagai partner ekonomi saling menjanjikan, decision maker Indonesia melihat dengan padatnya populasi China dapat menjadi salah satu sumber yang mampu membantu meningkatkan ekonomi negara.63 Ulasan singkat mengenai dinamika hubungan antara Indonesia dan China pasca periode penjajahan hingga saat ini, dimana dimulai pada era pemerintahan presiden 60
“Biografi Lengkap Seluruh Presiden Indonesia” dalam http://www.beritaunik.net/unik-aneh/biografilengkap-seluruh-presiden-indonesia.html, diakses tanggal 30 September 2013 61 Asian Century yaitu sebuah tatanan masyarakat benua yang berasaskan pembangunan demi kesejahteraan bersama 62 Dikutip dalam Harian Republika, tanggal 31 Juli 2005 63 Djafar, Zainuddin. 2008. “Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif Asia Ekonomi-Politik”. Jakarta: Pustaka Jaya, hal. 126
Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia. Di masa pemerintahannya, hubungan Indonesia dan China berada di masa kejayaan. Pemimpin kedua negara tersebut banyak memiliki kesamaan visi, misi dan ambisi. Frekuensi kunjungan hingga kerjasama banyak dilakukan oleh Indonesia dengan China, maupun sebaliknya. Selain itu tidak sedikit pula bantuan yang diberikan China pada Indonesia, seperti di bidang ekonomi serta tawaran kerjasama di bidang militer dan fasilitas pengembangan nuklir. Pada masa Soekarno pula perkembangan investasi dan perekonomian Indonesia relatif belum stabil. Kemudian kedamaian hubungan di antara Indonesia dan China mengalami masa-masa krisis pasca peristiwa G30S/PKI. Dimana China pada akhirnya dicurigai turut campur terlibat dalam aksi PKI. Selanjutnya pada awal era pemerintahan Soeharto, hubungan Indonesia dan China mencapai puncaknya. Kerenggangan yang terjadi di kedua negara berdampak fatal setelah adanya perubahan politik yang radikal di China, sehingga berujung pada pembekuan hubungan pada Oktober 1967. Naiknya Deng Xiaoping sebagai pemimpin baru di China, mulai memberi harapan terwujudnya normalisasi. Akan tetapi di Indonesia, kecurigaan pada China masih belum dapat dihilangkan. Pada masa Soeharto pula terjadi perubahan perekonomian dengan lebih terbuka yang berorientasi pada perdagangan bebas. Di tahun 1989, berdasarkan faktor domestik dan internasional akhirnya pemimpin Indonesia dan China saling bertemu dan menjadi tahap awal berjalannya proses normalisasi. Pada Mei 1998, Indonesia mengalami krisis moneter dan keadaan politik yang tidak stabil sehingga mendorong kejatuhan Soeharto. Namun seiring terjadinya hal tersebut tidak mengubah pandangan China terhadap Indonesia. Habibie naik menggantikan Soeharto menjadi presiden ketiga Republik Indonesia. Pada saat itu Indonesia yang masih dalam keadaan tidak stabil, menjadi tugas yang cukup berat untuk memperbaikinya kembali pada kondisi yang stabil. Dengan masa jabatannya yang singkat, sehingga persoalan luar negeri
16
khususnya China masih belum dapat terselesaikan secara kondusif. Setelah proses pemilihan presiden oleh MPR, terpilihlah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden keempat. Dalam rangka pemulihan perekonomian Indonesia, China menjadi negara tujuan utama Gus Dur seiring dengan rangkaian kunjungannya ke berbagai negara. Hubungan bilateral Indonesia dan China semakin meningkat, ditandai dengan semakin banyak kerjasama yang disepakati oleh kedua negara. China juga memberikan bantuan sejumlah dana dan fasilitas kredit. Di dalam negeri, Gus Dur melakukan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk minoritas etnis China. Dengan diresmikannya peraturan presiden tersebut maka menjadi pembuka jalan bagi etnis China untuk kembali menghidupkan budaya mereka. Banyaknya hal-hal yang dilakukan Gus Dur sehubungan dengan persoalan China maupun mengangkat minoritas etnis China di Indonesia sehingga Gus Dur dijuluki sebagai “Bapak Tionghoa”. Presiden kelima Republik Indonesia dijabat oleh Megawati Soekarnoputri. Di masa pemerintahannya, hubungan Indonesia dan China semakin berkembang. Bahkan pencapaian kerjasama terjadi dengan dibukanya konsulat jenderal baru di sejumlah kota yang ada di Indonesia maupun China. Melanjutkan kebijakan yang telah diresmikan oleh presiden sebelumnya, di dalam negeri, Megawati juga mengeluarkan peraturan baru yang berdampak bagi perkembangan kebebasan etnis China di Indonesia. Pada rentang tahun 1999-2002 juga terjadi sejumlah kerjasama antara Indonesia dan China yang semakin menandakan keeratan hubungan di kedua negara. Selain itu terjadi pula pengesahan perihal kesepakatan perdagangan bebas (ACFTA) antara Indonesia sebagai anggota ASEAN dengan China. Melalui Pemilihan Umum Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden keenam Indonesia yang berlanjut hingga dua periode dan masih menjabat sampai saat ini. Selama pemerintahan SBY, hubungan Indonesia dan China semakin mengalami kemajuan yang pesat. Terbukti dari kemitraan strategis yang terjalin di kedua negara yang saling memberikan keuntungan. Pada tanggal 25
April 2005 menjadi puncak peningkatan hubungan Indonesia dan China yang ditandai dengan penandatanganan Strategic Partnership Agreement, melalui perjanjian tersebut maka kerjasama bilateral kedua negara di sejumlah bidang, termasuk kesepakatan perdagangan bebas (ACFTA) semakin diperkuat dan mengalami peningkatan serta perluasan. 4.2 Hubungan Indonesia dan China pada Periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2013) Kuatnya pengaruh China menjadi hal yang penting bagi pengembangan strategis di Asia Timur dan sekitarnya, selain itu juga menjadi kunci pendorong perubahan dalam dinamika hubungan kekuasaan dan memberikan dampak yang signifikan dalam wilayah politik di Asia Timur. Dalam kawasan tersebut, China telah menjadi pemain yang berpengaruh pada segala aspek, termasuk bidang ekonomi, politik, keamanan dan militer. Untuk negaranegara di Asia Tenggara, dimana sebagian besar pernah mengalami hubungan yang sulit dengan China di masa lalu. Hubungan tersebut dapat teratasi seiring dengan kebangkitan dan kekuatan China baru di abad 21. Sedangkan bagi Indonesia meskipun telah terjadi perubahan yang signifikan dalam perkembangan hubungan bilateral dengan China, namun di dalam kebijakan tersebut secara berkelanjutan ditengarai juga menimbulkan ambiguitas. Di satu sisi, Indonesia melihat adanya keuntungan dalam berhubungan baik dengan China serta semakin meningkatkan kenyamanan dalam membina hubungan tersebut. Di sisi lain, bagaimana pun Indonesia juga gamang akan peran China dalam jangka panjang di wilayahnya. Ambiguitas yang dirasakan Indonesia mengharuskannya semakin turut serta dalam kebijakan yang melibatkan kedua negara dengan menggunakan strategi sebagai respon terhadap kebangkitan China. Hubungan bilateral antara Indonesia dan China pertama kali telah dibangun pada tahun 1950 di bawah pimpinan presiden Soekarno. Seiring berjalannya waktu dan pergantian periode kepemimpinan presiden di Indonesia,
17
hubungan tersebut berjalan secara dinamis hingga mencapai puncaknya di tahun 2005. Melalui penandatanganan Strategic Partnership Agreement atau Deklarasi Kemitraan Strategis oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden China, Hu Jintao pada April 2005 telah menjadi tonggak bersejarah bagi kemajuan hubungan kedua negara serta penetapan dasar pelaksanaan kerjasama bilateral yang lebih luas di berbagai bidang. Fokus kemitraan strategis ditujukan untuk meningkatkan dan memperluas kerjasama kedua negara di bidang sosial, politik, ekonomi termasuk perdagangan dan investasi, budaya, hingga pertahanan dan keamanan.64 4.2.1 Kerjasama Indonesia-China bidang Ekonomi Kerjasama Indonesia dan China dalam bidang ekonomi semakin mengalami peningkatan yang menghasilkan tren positif perdagangan antara kedua negara. Salah satu kerjasama Indonesia terhadap China pada bidang ekonomi yakni tergabungnya Indonesia di dalam ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) yang terjalin sehubungan dengan keanggotaan Indonesia dalam ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Indonesia bergabung dengan ACFTA pada era pemerintahan presiden Megawati Soekarnoputri. Kesepakatan tersebut tidak diratifikasi melalui lembaga perwakilan rakyat, namun hanya disahkan melalui Keputusan Presiden No. 48 tahun 2004. Pada waktu itu, pemerintah memandang kesepakatan perdagangan bebas bilateral tersebut hanya akan memberi dampak pada sebagian sektor ekonomi sehingga tidak diperlukan ratifikasi oleh DPR.65 Hingga pada masa pemerintahan SBY, Indonesia telah secara resmi tergabung dalam ACFTA. Sebelum melangkah lebih jauh, maka penting untuk terlebih dahulu mengetahui alasan dibalik keputusan Indonesia bergabung dengan ACFTA. 64
Loc. Cit., Djafar, Zainuddin. 2008. Dr. Amalia, Euis M.Ag. “ACFTA, Perlindungan UMKM dan Implementasi Bisnis Syari’ah”, dalam http://www.fshuinjkt.net/index2.php?option=com_content&task=e mailform&id=131&itemid=88, diakses tanggal 15 Oktober 2013 65
Ratifikasi atas kesepakatan kerjasama ACFTA menunjukkan pilihan sistem ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah. Konsekuensi pilihan menggabungkan diri dengan ACFTA merupakan sebuah konsekuensi turunan atas keterlibatan Indonesia dalam liberalisasi perdagangan sejak Indonesia yang lebih dulu bergabung dalam World Trade Organization (WTO), Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Keterlibatan tersebut berlangsung secara mekanik sebagai sebuah Konsensus Washington yang ditawarkan International Monetary Fund (IMF), World Bank, dan Amerika Serikat kepada negara dunia ketiga.66 ACFTA merupakan kerjasama perdagangan bebas yang berlaku antar negara anggota ASEAN dengan China dimana di dalamnya terdapat peraturan kesepakatan tentang penurunan bahkan penghapusan tarif, pajak dan bea masuk yang dimaksudkan untuk mempermudah kegiatan perdagangan internasional. Berdasarkan analisa mengenai keunggulan dan prospek ACFTA bagi negara-negara anggotanya sangat memungkinkan untuk menjadi suatu kawasan kerjasama ekonomi yang efektif.67 Penurunan tarif dalam implementasi ACFTA terjadi dalam tiga tahapan, tahap pertama yakni produk kategori Early Harvest Program yang menerapkan bea masuk 0% yang efektif telah dimulai tahun 2006 oleh anggota ASEAN-6 termasuk Indonesia. Tahap kedua yakni produk kategori Normal Track Program yang menetapkan bea masuk hingga 0% sejak 1 Januari 2010, kecuali untuk produk tekstil yang terbuat dari kapas masih dikenai bea masuk antara 5-15% dan beberapa produk telah dibebaskan masuk 66
Misbakhun, Muhammad (Anggota Komisi VI DPR RI). 2010. “ACFTA Berjalan Sistemik. RI sudah jalankan Proses Penahapan dengan Baik”, dalam http://www.bumn.go.id/ptpn5/id/publikasi/berita/acf ta-berdampak-sistemik-ri-sudah-jalankan-prosespenahapan-dengan-baik/, diakses tanggal 15 Oktober 2013 67 Park, et al. 2008. “Analisa Studi Literatur tentang Keunggulan dan Prospek ACFTA”, dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E17FA47-14934B36-91ED-C16248D031F5/21625/Ibrahim.pdf, diakses tanggal 10 Oktober 2013
18
tanpa bea (setelah sebelumnya pada tahun 2009 masih dikenai bea masuk 5%). Serta tahap ketiga yakni Sensitive Track, yang masih terbagi lagi menjadi dua bagian. Yang pertama, Sensitive List, dimana penurunan tarif akan dimulai tahun 2012 dengan tarif bea masuk maksimum 20% dan mulai tahun 2018 tarif bea masuk menjadi 0-5%. Yang kedua, Highly Sensitive List, yang dimulai tahun 2015 dengan tarif bea masuk maksimum 50%. Produk-produk yang termasuk di dalam ketetapan tiga tahapan penurunan tarif ACFTA telah ditentukan melalui kesepakatan bilateral IndonesiaChina.68 Mengenai perkembangan ACFTA dan Indonesia seperti yang telah dijelaskan dalam uraian diatas dapat dilihat ringkasannya secara rinci dalam tabel berikut :
7 Juli 2005
15 Maret 2006
6 Februari 2007
23 Desember 2008
Dikeluarkan : Permenkeu No. 56/PMK.010/2005 tentang Penurunan / Penghapusan Tarif BM dalam Rangka Normal Track ASEAN-China Dikeluarkan : Permenkeu No. 21/PMK.010/2006 tentang Penetapan Tarif BM dalam Rangka Normal Track ACFTA tahun 2006 Dikeluarkan : Permenkeu No. 07/KMK.04/2007 tentang perpanjangan SK Menkeu No.355/2004 Permenkeu No. 08/PMK.04/2007 tentang perpanjangan SK Menkeu No.356/KMK. 01/2004 Dikeluarkan : Permenkeu No. 235/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif BM dalam rangka ACFTA
Tabel 3. Perkembangan ACFTA–Indonesia69 Waktu 4 November 2002
6 Oktober 2003
15 Juni 2004
21 Juli 2004
68
Isu-isu Yang Terkait Kepala negara ASEAN dan Cina menandatangani kerangka persetujuan Comprehensive Economic Cooperation (CEC) di Pnom Penh Menteri Ekonomi ASEAN dan Cina menandatangani protokol perubahan kerangka persetujuan di Bali Indonesia meratifikasi kerangka persetujuan ACFTA melalui Kepres No. 48/2004 Dikeluarkan : SK Menkeu No. 355/KMK/01/2004 tentang Penetapan Tarif BM atas impor barang dalam Kerangka Early Harvest Package (EHP) ACFTA. SK Menkeu No. 356/KMK/01/2004 tentang Penetapan Tarif BM atas Impor Barang dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia-China Free Trade Area
Adhani, Rachmat. 2010. “Analisis: Bagaimana Kita Harus Menyikapi ACFTA?”, dalam http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=en&id=1266& type=4#.UmCp6VPuAXU, diakses tanggal 16 Oktober 2013 69 Ibrahim, et al. “Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia Road Map Perjanjian ACFTA”, dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E17FA47-14934B36-91ED-C16248D031F5/21625/Ibrahim.pdf, diakses tanggal 10 Oktober 2013
Melalui data complained items yang dirilis oleh World Economic Forum 2009-2010, posisi Indonesia berada pada transisi antara tahap I dan tahap II, dalam persaingannya dengan negara-negara maju yang telah berada pada tahap III. Sedangkan China selangkah lebih maju berada pada posisi tahap II. Tahun 2009, tingkat produktivitas Indonesia dalam penentuan kesiapan bersaing dalam perdagangan global berada di urutan ke-54 dari 134 negara. Sedangkan China berada di urutan 29. Dalam Global Competitiveness Index terkait dengan institusi, infrastruktur, stabilitas makroekonomi, efesiensi pasar barang, tenaga kerja, pasar keuangan, teknologi dan market size, Indonesia berada jauh di bawah China. Pada Doing Business 2009-2010 yang dirilis World Bank, Indonesia menempati posisi ke-122 dari 183 negara dunia, dan China menempati posisi ke-89. Sedangkan dalam Government Effectiveness Index, Indonesia berada dibawah negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Namun posisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan Vietnam, Bangladesh, Kamboja, Laos, Bolivia, Venezuela, Myanmar dan Timor Leste.70 Sementara itu melalui kunjungan Ketua Delegasi Parlemen China, Zhou 70
Loc. Cit., Misbakhun, Muhammad.
19
Tienong, ke Indonesia menjadi bukti meningkatnya kerjasama kedua negara, terutama kerjasama antar parlemen. Perihal ACFTA, Zhou mengakui tentang adanya sejumlah permasalahan terkait ACFTA di Indonesia, namun dirinya yakin hal itu akan dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu, Zhou sangat mendukung pelaksaan tersebut sebab ACFTA merupakan zona perdagangan bebas terbesar di negara berkembang yang nilainya sangat tinggi, serta melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia maka akan semakin membuat China ingin meningkatkan kerjasama ekonominya.71 Bagi Indonesia, China bukan hanya sebagai sahabat tetapi juga mitra strategis yang berpeluang besar tidak sebatas pada jangka waktu tertentu melainkan juga di tahun-tahun selanjutnya. Peluang-peluang yang dimiliki Indonesia terhadap China antara lain seperti, meningkatnya akses pasar ekspor ke China dengan tingkat yang lebih rendah bagi produk-produk nasional, meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis di kedua negara melalui pembentukan “aliansi strategis”, meningkatnya akses pasar jasa di China bagi penyedia jasa nasional, meningkatnya arus investasi asing asal China ke Indonesia serta terbukanya transfer teknologi antar pelaku bisnis di kedua negara.72 Melalui sisi diplomasi ekonomi, tergabungnya Indonesia dalam ACFTA merupakan sebuah upaya diplomasi ekonomi Indonesia demi mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi. Presiden SBY menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 rata-rata sebesar 7%. Namun keterbatasan anggaran pembangunan pemerintah hanya sekitar Rp 1000 triliyun per tahun. Sementara itu Menteri perekonomian, Hatta Rajasa, melihat investasi dalam negeri tidak dapat mencukupi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan, Indonesia membutuhkan anggaran sekitar Rp 2100 triliyun sehingga dibutuhkan peran investasi asing73 yang 71
Loc. Cit., Andri Susilo, Saktia Loc. Cit., Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional. 73 “Kejar Target Pertumbuhan Indonesia Pacu Investasi Asing”, dalam http://www.kabarbisnis.com/nasional/286810Kejar_taget_pertumbuhan_Indonesia_pacu_ivestasi_ asing.html, diakses tanggal 15 Oktober 2013 72
akan didapat melalui kerjasama perdagangan bebas bilateral ASEAN-China (ACFTA). Seiring pelaksanaan ACFTA di Indonesia, muncul pula perdebatanperdebatan terkait pelaksanaan kerjasama tersebut. Pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat semakin meningkat menyambut keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA. Para kritikus yang kontra dengan kesepakatan perdagangan bebas tersebut melihat potensi tumbangnya industri domestik di Indonesia yang akan kesulitan menghadapi tantangan dari membanjirnya 74 impor produk murah dari China. Terbukti dengan adanya data statistik Kementrian Perdagangan RI, menunjukkan surplus untuk Indonesia pada peningkatan jumlah total perdagangan Indonesia dan China yang meningkat cukup drastis dari 8,7 miliar dollar AS pada tahun 2004 menjadi 26,8 miliar dollar pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2008, Indonesia mencatat defisit sebesar 3,6 miliar AS.75 Kekhawatiran yang ditimbulkan dari kerjasama ACFTA juga akan memberi dampak negatif pada kelangsungan industri lokal, khususnya industri mikro, kecil dan menengah yang saat ini pun masih belum stabil. Mereka menganggap bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah saat ini belum dapat menaikkan daya saing industri mikro, kecil dan menengah di tengah dunia industri internasional. Apalagi dengan adanya kebijakan baru dibukanya pasar bebas ACFTA menjadi ketakutan tersendiri bagi industri mikro, kecil dan menengah yang dapat semakin terpuruk.76 Kurangnya pemahaman dan pembelajaran banyak pihak terkait dampak buruk implementasi kerjasama perdagangan ACFTA, juga menjadi faktor semakin meluapnya produk impor dari China di pasar dalam negeri. Kemenperin hanya menentukan 30% kebijakan untuk mengembangkan industri dan 70% untuk 74
Chandra, Alexander C. 2010. “Dilema Indonesia dalam ACFTA”, dalam http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/18/0235 2497/Dilema.Indonesia.dalam.ACFTA, diakses tanggal 15 Oktober 2013 75 Ibid 76 H Mintaroem, Karjadi (Dekan FE Unair). 2010. “Analisa Ekonomi: ACFTA, berkah atau bencana bagi Indonesia?”, dalam http://economy.okezone.com/read/2010/02/23/279/3 06269/large, diakses tanggal 16 Oktober 2013
20
instalasi lain. Apalagi dengan minimnya pasokan energi dan tingginya tingkat suku bunga bank menjadi alasan utama penghambat daya saing industri dalam negeri.77 Daya saing Indonesia yang lemah berpotensi memperbesar resiko deindustrialisasi, melihat persentase pertumbuhan ekonomi sebelum era reformasi sekitar 7% dan industri pengolahan dapat tumbuh hingga 14%. Sedangkan saat ini dengan pertumbuhan 6,5%, industri pengolahan hanya tumbuh kurang dari 2%.78 Rendahnya daya saing Indonesia diperparah dengan tidak adanya desain industri yang komprehensif serta upaya maksimal untuk menekan biaya produksi yang tinggi. Walaupun Indonesia tergolong negara kaya akan sumber daya alamnya, namun industri di dalam negeri masih tidak efisien. Belum lagi likuiditas berlebih di pasar keuangan tidak disertai dengan intermediasi yang cukup. Selain itu besarnya jumlah penduduk juga tidak diimbangi dengan produktivitas yang masih rendah.79 Sebaliknya, pihak pro memandang dengan keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA tidak akan terancam oleh serbuan produk-produk China yang masuk ke Indonesia, tetapi hal itu akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke China dan negara-negara ASEAN lainnya serta peluang bagi tumbuhnya investor dari negara-negara tersebut yang akan menanamkan modalnya di Indonesia guna membuka lapangan usaha baru untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia. Adanya ACFTA juga dapat menguntungkan konsumen di Indonesia dengan banyaknya barang-barang dengan harga lebih murah yang masuk ke Indonesia sehingga daya beli masyarakat akan meningkat.80 Kerjasama ACFTA yang sudah terlanjur disepakati harus lebih disikapi dengan bijaksana melalui cara-cara yang dapat membuat Indonesia semakin tangguh 77
Retraubun, Alex S.W (Wakil Menteri Perindustrian). 2013. “Lalai Dampak Buruk ACFTA, Indonesia Kebanjiran Produk China” dalam http://www.kemenperin.go.id/artikel/3817/LalaiDampak-Buruk-ACFTA,-Indonesia-KebanjiranProduk-China, diakses tanggal 19 Oktober 2013 78 Harian Ekonomi Neraca dalam ibid. 79 Prasetyantoko, A (Ekonom Universitas Atmajaya), dalam Op. Cit., Retraubun, Alex S.W 80 Loc. Cit., H Mintaroem, Karjadi
menghadapinya. Salah satu contoh para pihak pendukung ACFTA adalah dilakukan workshop di Semarang, Jawa Tengah yang bertema “Kesiapan Jawa Tengah Hadapi ACFTA”. Dalam kegiatan tersebut dibahas tentang penetapan tolak ukur terutama dari segi kinerja ekspor Jawa Tengah ke China. Apabila susunan rumusan perencanaan tersebut telah terselesaikan dengan baik, Kementrian Perdagangan juga turut mendukung mengawal prioritas langkahlangkah aksi yang telah ditentukan oleh tiaptiap daerah yang dapat menjadi contoh bagi wilayah lain dengan tergantung pada basisnya.81 Dalam rangka menghadapi ACFTA, Jawa Tengah juga telah menyiapkan tiga sektor unggulan yang berhasil diidentifikasi melalui Baseline Economic Survey (BLS). Tiga sektor unggulan tersebut yakni sektor industri (tekstil/pakaian jadi/konveksi, mebel dan batik), sektor tanaman pangan (padi, sawah, jagung, bawang merah, ketela pohon, cabai merah), serta sektor perdagangan (tekstil/pakaian jadi/konveksi dan mebel). Ketiga sektor unggulan diharapkan mampu dimanfaatkan sebagai akselerasi pengembangan ekonomi daerah yang berdaya saing. Saat ini sentra-sentra industri yang tergabung dalam klaster juga telah dapat mengupayakan orientasi produknya di tingkat internasional.82 Maraknya pro dan kontra yang ditimbulkan setelah pelaksanaan ACFTA, maka dari pihak-pihak pemerintah juga banyak melakukan berbagai upaya demi kelancaran kerjasama tersebut. Salah satu diantaranya yakni, Group Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR yang hingga kini masih terus melakukan negosiasi terkait kelonggaran-kelonggaran dari China yang dapat menguntungkan Indonesia.83 81
Siregar, Mahendra (Wakil Mendag). “Daerah diminta petakan posisi hadapi ACFTA”, dalam http://www.solopos.com/2010/02/02/daerahdiminta-petakan-posisi-hadapi-acfta-137590, diakses tanggal 19 Oktober 2013 82 AW, Herdiana (Analis Madya Senior Kantor Bank Indonesia (KBI)) et al. “Tiga Sektor Unggulan Jateng Siap Hadapi ACFTA”, dalam http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/ne ws/2010/02/25/47991/Tiga-Sektor-UnggulanJateng-Siap-Hadapi-ACFTA, diakses tanggal 19 Oktober 2013 83 Andri Susilo, Saktia. 2010. “China-DPR Sepakat Tingkatkan Kerjasama Ekonomi”, dalam http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/ne
21
Seiring diimplementasikan ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA), Pemerintah Indonesia menanggapi dengan turut mendukung terlaksananya kerjasama tersebut. Pemerintah Indonesia dan China telah menyepakati dalam lima hal, diantaranya di tahun 2010, China mengizinkan pembukaan cabang Bank Mandiri dan pinjaman pada LPEI serta membuka fasilitas kredit ekspor untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. 84 Dalam daftar pangsa ekspor ke China, Indonesia menduduki peringkat ke-3 diantara negara-negara ASEAN lainnya, setelah Vietnam yang berada di peringkat pertama dan disusul oleh Thailand, Filiphina, Singapura di peringkat kedua. Sedangkan untuk daftar pangsa impor China dari negara ASEAN, Indonesia berada di peringkat keempat setelah Singapura, Malaysia dan Thailand.85 Proporsi perbandingan China dalam perdagangan internasional Indonesia terlihat masih relatif kecil, namun dari tahun 2004 hingga 2007 total perdagangan Indonesia dengan China selalu mengalami kenaikan meskipun nilainya tidak sampai melebihi US$ 20.000.86 Berikut gambaran secara jelas total perdagangan Indonesia-China dan Indonesia-dunia yang ditunjukkan melalui diagram :
200000 150000 Ind-China 100000
Ind-Dunia
50000 0 2004 2005 2006 2007
Kegiatan perdagangan Indonesia ke China lebih banyak didominasi oleh ekspor migas. Jika dibandingkan dengan perkembangan pertumbuhan beberapa komoditi non migas lainnya seperti, hasil perikanan, pertanian, perkebunan, tekstil hingga kayu olahan hasilnya terhitung masih relatif kecil. Namun dari tahun ke tahun sejak tahun 2004 hingga 2007 ekspor Indonesia di sektor migas maupun non migas selalu menunjukkan peningkatan yang dinamis, sebagaimana ditunjukkan dalam diagram berikut : Gambar 2. Ekspor Migas dan non Migas Indonesia ke China88 (dalam juta US$)
10000
Gambar 1.
8000
Total Perdagangan Indonesia–China dan Indonesia– Dunia87 (dalam juta US$)
6000
Non Migas
4000
Migas
2000 0 2004 2005 2006 2007
ws/2010/05/26/55493/China-DPR-SepakatTingkatkan-Kerjasama-Ekonomi, diakses tanggal 19 Oktober 2013 84 Setyo Rini, Elly et al. 2010. “MENDAG China Datang, Ini Isu Yang Dibahas” dalam http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/140925mendag_china_datang__ini_isu_yang_dibahas, diakses tanggal 1 Oktober 2013 85 Yue. 2004 (Melalui metode analisa GTAP) dalam Loc. Cit., Ibrahim, et all. 86 Loc.Cit., Ragimun. 2010. 87 BKPM. 2008, dalam ibid.
Perbandingan perkembangan realisasi investasi dengan jumlah proyek China ke Indonesia pada sebelum dan sesudah diresmikan ACFTA dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Rata-rata jumlah peningkatan proyek yang masuk pada tahuntahun sebelum dilaksanakan ACFTA hingga era pelaksanaan ACFTA jumlahnya meningkat hampir dua kali lipat. Bagitu pula dengan realisasi investasi China sebelum dan era pelaksanaan ACFTA, walaupun
88
BKPM. 2008, dalam Loc. Cit., Ragimun
22
bergerak fluktuatif namun rata-rata menunjukkan kemajuan peningkatan.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode Tahun 2004 – 200991
Tabel 4. Perkembangan Realisasi Investasi & Proyek China di Indonesia89 China Indon esia Jml Proye k China Invest China (juta US $)
20 02
200 3
20 04
200 5
200 6
200 7
200 8
5
12
6
11
11
22
27
6.0 0
83. 20
8.1 0
45. 10
31. 50
28. 90
139 .6
Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pelaksanaan ACFTA dapat diukur melalui perbandingan nilai PDB (Produk Domestik Bruto)90 tiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai tahun 2004 hingga 2009 meskipun berfluktuasi namun menunjukkan adanya peningkatan. Tahun 2004 tercatat PDB sebesar Rp 1.656.516,8 milyar kemudian di tahun 2005 meningkat menjadi Rp 1.750.815,2 dengan peningkatan 5,7%. Tahun 2006 nilai PDB Rp 1.847.126,7 milyar dan tumbuh sebesar 5,5%. Pada tahun 2007 meningkat 6,28% menjadi Rp 1.963.091,8 milyar dan tahun 2008 menjadi Rp 2.082.103,7 milyar dengan peningkatan sebesar 6,7%. Memasuki tahun 2009 terjadi krisis keuangan global yang berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi sehingga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 4,00% dengan nilai PDB sebesar Rp 1.998.819,6 milyar, keadaan tersebut sempat membuat stagnasi berbagai kegiatan ekonomi nasional khususnya sektor properti. Untuk lebih jelas mengenai perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia tertera pada tabel di bawah ini :
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Produk Domestik Bruto (Rp. Milyar) 1.656.516,8 1.750.815,2 1.847.126,7 1.963.091,8 2.082.103,7 1.998.819,6
Pertumbuhan (%)
Rata-rata
5,51
5,70 5,50 6,28 6,07 4,00
Berbagai kebijakan memang harus dibuat agar dampak negatif ACFTA tidak akan memperburuk perekonomian Indonesia. Hal yang paling krusial adalah dengan menekan harga produk lokal, sehingga mampu bersaing dengan produkproduk murah China. Murahnya harga produk lokal dapat tercipta dengan biaya produksi yang rendah. Oleh sebab itu, biaya produksi rendah bagi industri dalam negeri dapat tercapai dengan beberapa cara, yaitu pertama, diperlukan penurunan suku bunga pinjaman yang selama ini masih dianggap terlalu tinggi agar meringankan beban biaya produksi dan juga mendorong pembukaan usaha-usaha baru agar terbuka kesempatan kerja yang lebih luas. Kedua, memperbaiki infrastruktur yang dapat memacu roda perekonomian dan dapat menekan biaya produksi. Selain itu, sektor pertanian dan perkebunan juga perlu mendapat perhatian khusus sebab dapat meningkatkan ekspor komoditas yang tidak lagi berupa bahan mentah, namun akan memiliki nilai tambah dengan pendapatan yang lebih tinggi.92 Dari segi ekonomi, pada tahun 2012 dalam bidang ekonomi, volume perdagangan antara Indonesia dan China 91
Tabel 5.
89
BKPM. 2009, dalam Loc. Cit., Ragimun PDB adalah nilai akumulasi seluruh kegiatan ekonomi selama satu tahun. 90
Badan Pusat Statistik. 2010, dalam http://id.scribd.com/doc/98265505/PerekonomianIndonesia-2004-2011-2012-2016, diakses tanggal 28 Oktober 2013 92 Purna, Ibnu et al. 2013. “ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif”, dalam http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_con tent&task=view&id=4375, diakses tanggal 16 Oktober 2013
23
tercatat US$ 66,6 milyar atau lebih tinggi 9,48% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan segi bisnis dan perdagangan, bagi China, Asia Tenggara merupakan kawasan yang sangat strategis. Dengan kepemilikan atas sembilan dari sepuluh pelabuhan terbesar di dunia, dan jalur-jalur laut paling sibuk yang dapat menghasilkan lebih dari US$ 8 triliyun dari arus perdagangan dua arah yang melibatkan setengah dari total kargo kontainer dunia serta 70% dari kapal-kapal pengangkut bahan energi yang melintasi Lautan Pasifik tiap harinya.93 4.2.2 Kerjasama Indonesia-China bidang Teknologi Antariksa China melihat Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah luas sehingga menempatkannya ke dalam posisi integral dari kepentingan keamanan China di Asia Tenggara. Melalui ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di bidang antariksa menjadi salah satu potensi China dapat menarik mitra aliansi. Dalam rangka membangun kemitraan strategis dengan Indonesia, China berupaya agar Indonesia bergabung dengan APSCO yang dipimpinnya, terlebih melihat bahwa Indonesia yang mengalami hambatan dalam pengembangan bidang antariksa khususnya dari negara Barat.94 Pasca penandatanganan Kemitraan Strategis antara presiden RI dan presiden China, hubungan kedua negara semakin berkembang pesat ditandai dengan beberapa pencapaian penting, antara lain pembentukan mekanisme dialog tingkat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dengan dewan negara (State Councillor) pada Juli 93
dr. Estyningtias (Lajnah Siyasiyah DPP MHTI). 2013. “Imperialisme AS di Balik Topeng APEC – dikutip dari pernyataan Laksamana Samuel J. Locklear III (Panglima Komando Militer AS di Kawasan Pasifik)”, dalam http://hizbuttahrir.or.id/2013/10/13/imperialisme-as-di-baliktopeng-apec/, diakses tanggal 27 Oktober 2013 94 Sudjatmiko, Totok. 2011. (Peneliti Bidang Kebijakan Kedirgantaraan, LAPAN). “Analisa Hubungan Indonesia-China Terkait Keantariksaan”, dalam http://jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/ article/viewFile/1731/1566, diakses tanggal 20 Januari 2014
2005; Forum Konsultasi Kerjasama Maritim pada Desember 2006; dan Perjanjian Ekstradisi pada Juli 2009. Kemudian lebih lanjut pada Pertemuan Dialog ke-2 Tingkat Menteri Koordinator Politik-Hukum dengan Dewan Negara (State Councillor) pada tanggal 21 Januari 2010, di Jakarta, ditandatangani Plan of Action (PoA) yaitu deklarasi bersama Kemitraan Strategis Indonesia-China yang berisi berbagai program kegiatan konkret sebagai upaya implementasi butir-butir kesepakatan yang tertuang dalam Deklarasi Bersama tersebut untuk periode 5 tahun ke depan 20102015.95 Pesatnya kemajuan hubungan kedua negara semakin dipertegas dengan dilakukannya kunjungan balasan oleh Presiden RI ke China pada tanggal 22-24 Maret 2012, yang diterima secara langsung oleh empat pejabat terpenting Politbiro Partai Komunis China, di Beijing. Keterlibatan para pejabat penting dalam pertemuan tersebut menunjukkan bahwa perilaku politik luar negeri China lebih bersifat adaptif terhadap lingkungan strategisnya, dibandingkan pada masa sebelumnya yang dikenal sangat tertutup. Perubahan perilaku ini sebagai tanda bahwa China ingin lebih membuka hubungan baik di kawasan Asia-Pasifik.96 Seiring dengan kebangkitan China tentu memiliki sejumlah indikator pendukung sebagai kekuatan China di kancah internasional. Dua indikator penting tersebut bersifat secara hard power dan soft power. Hard power meliputi bidang ekonomi, militer dan teknologi antariksa. Sedangkan soft power lebih pada aktualisasi potensi berdiplomasi internasional untuk mempengaruhi pihak lain melalui hard power yang dimilikinya, termasuk kepada Indonesia. Salah satu wujud diplomasi dalam soft power China membuktikannya dalam menarik dan mengkoordinir pemimpin negara-negara di kawasan AsiaPasifik untuk bergabung dalam suatu wadah
95
Ibid. McGowan, Patrick.1974. “Adaptive Foreign Policy Behaviour: An Empirical Approach” (dalam James N. Rosenau (ed.) Comparing Foreign Policies: Theories, Findings and Methodes). New York: Sage Publication, 1974. 96
24
organisasi keantariksaan dimana China memposisikan diri sebagai pemimpinnya.97 Rencana China di bidang antariksa dimulai saat dibentuknya Asia Pasific Multilateral Cooperation in Space Technology and Applications (APMCSTA) yang berdiri pada tahun 1992, dimana organisasi tersebut menjadi langkah awal terbentuknya Asia-Pasific Space Cooperation Organization (APSCO) yang ditandatangani tanggal 28 Oktober 2005 oleh keterlibatan 8 negara, yaitu China, Indonesia, Bangladesh, Iran, Mongolia, Pakistan, Peru, dan Thailand. Meskipun demikian Indonesia masih belum berstatus sebagai anggota tetap. APSCO juga sebagai alat China dalam kepentingan memperluas wilayah pengaruhnya (sphere of influences China) di lingkup internasional dengan mengandalkan teknologi antariksa. 98 Dengan sejumlah keunggulan dan potensi yang dimiliki China, serta status keanggotaan tetapnya dalam DK-PBB membuatnya dapat berperan penting dalam permasalahan-permasalahan internasional, selain itu fakta terakhir yang semakin mengukuhkan posisi dan peranannya di lingkup internasional yakni China menjadi kekuatan antariksa dunia. Bagi Indonesia yang mengalami hambatan dari pihak Barat terkait bidang keantariksaan, maka Indonesia menganggap potensi China dapat menjadi faktor penarik. Tawaran bantuan China juga berfungsi sebagai jalan alternatif bagi negara-negara yang berada dibawah tekanan isu-isu hak asasi manusia dan reformasi demokrasi pihak Barat.99 Walaupun Indonesia berupaya untuk mengakomodasi China namun dilakukan dengan penuh kewaspadaan sebab di sisi lain Indonesia juga tetap membangun hubungan strategis dengan Amerika yang merupakan negara kunci keamanan Pasifik.100 APSCO sekaligus menjadi harapan China dalam menarik kekuatan-kekuatan antariksa dalam lingkup sebuah kelompok, 97
Loc. Cit., Sudjatmiko, Totok. 2011 Loc. Cit., Sudjatmiko, Totok. 2011 99 Strangio, Sebastian. 2009. “Social Culture Cambodia”. http://newsgroups. derkeiler.com/soc.culture.cambodia/2009, diakses tanggal 9 Oktober 2013 100 Anindya Bakrie, 2010. ”The United States, Southeast Asia and Indonesia” 98
dimana China yang memposisikan diri sebagai pemimpin dapat melakukan upaya penelitian bersama dan pertukaran data. Peranan di dalam APSCO juga melatih para ilmuwan dan insinyur di kawasan Asia Pasifik dalam teknologi antariksa dan penginderaan jauh. Indonesia juga tetap menerima bantuan dari China berupa pendidikan dan pelatihan yang berlangsung hingga saat ini, meskipun Indonesia belum menjadi anggota tetapnya. Melalui upaya tersebut, China telah menunjukkan bahwa dirinya mampu berperan sebagai penyedia dan pembelajaran teknologi bagi kawasan kurang berkembang (lesser developed) di Asia dan kawasan lain, menggantikan Jepang yang telah lebih dulu unggul pada kemampuan tersebut.101 Dalam kunjungan anggota Komite Tetap dari komite sentral Polit Biro Partai Komunis China, Zhou Yongkang, ke Jakarta pada tahun 2008, menyampaikan bahwa posisi Indonesia telah masuk ke dalam target kepentingan China, dimana sebagai perwujudan keinginan kuat China untuk memajukan kemitraan strategis dan meningkatkan hubungan bilateral diantara kedua negara.102 Hal tersebut terkait Indonesia sebagai pihak yang telah menerima peralatan komunikasi dan stasiun satelit bumi dari China. Indonesia juga mendapat kunjungan langsung oleh dua Taikonot China, Zhai Zigang dan Ni Hasheng, yang didampingi oleh duta besar China untuk Indonesia, Zhang Qiyue. Kunjungan yang diterima oleh wakil presiden Indonesia tersebut, sekaligus menjadi harapan dalam memperkuat hubungan kedua negara di bidang IPTEK dan kerjasama lebih jauh di bidang antariksa.103 Besarnya ketertarikan China terhadap Indonesia untuk melakukan kerjasama di bidang keantariksaan, dibuktikan dengan adanya pernyataan para taikonotnya yang memberi ungkapan 101
Loc. Cit., Sudjatmiko, Totok. 2011 Xinhua News Agency, 2008. ”Senior CPC Leader Vows to Enhance Cooperation with Indonesia.” 103 RH, Priyambodo. 2010. “VP receives two Chinese astronauts”, dalam http://www. antaranews.com/en/news/2010, diakses tanggal 10 Januari 2014 102
25
penghargaan bahwa kepulauan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar sepanjang garis ekuator terlihat seperti gugusan mutiara indah jika dilihat dari antariksa.104 Selain itu, sebagai peringatan 60 tahun hubungan diplomatik dan memperingati tahun persahabatan kedua negara, Duta Besar China untuk Indonesia, Zhang Qiyue, mengutarakan ijin pada pemerintah Indonesia tentang keinginan China melintasi wilayah perairan Indonesia menggunakan beberapa seri kapal Yuanwang.105 China bersaing sangat ketat dalam hal bisnis peluncuran diantara negara-negara maju yang juga unggul dalam bidang tersebut seperti AS, Rusia, Eropa dan Jepang. Namun China menggunakan taktik guna melancarkan strategi kompetitifnya dengan menawarkan tarif jasa lebih murah kepada negara-negara yang ingin meluncurkan satelitnya. Seperti yang diketahui bahwa di tahun 1990, China telah mempu menguasai teknologi roket dan satelit, serta telah memasuki pasar internasional peluncuran satelit. China memasarkan teknologi antariksanya melalui China Great Wall Industry Corporation (CGWIC) dan pada tahun 2009, perusahaan ini pula yang dipilih oleh PT Indosat Tbk untuk meluncurkan satelit komunikasi Indonesia, Palapa-D.106 4.2.3 Kerjasama Indonesia-China bidang Budaya dan Pariwisata Seiring dengan kemajuan hubungan bilateral Indonesia dan China, maka dalam rangka mempererat hubungan tersebut cakupan peranan yang dilakukan oleh etnis China-Indonesia tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi dan perdagangan semata, namun juga bidang lainnya sehubungan dengan kesepakatan kedua negara. Melalui misi budaya Indonesia ke China, pada tahun 2007 dalam acara yang bertema “Indonesian
Night” turut menampilkan peserta dari Warga Negara Indonesia keturunan China yang membawakan karya budaya Indonesia seperti tarian dari Aceh, lagu dan tarian dari Sumatera Utara, tarian dari Bali serta musik Angklung dari Jawa Barat.107 Acara tersebut dimaksudkan sebagai pembuktian pada China bahwa di Indonesia telah terjadi pembauran budaya Indonesia oleh etnis China-Indonesia yang mahir dengan berbagai budaya khas Indonesia. Di tahun 2013, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Mohammad Nuh dan Menteri Kebudayaan China, Cai Wu, sepakat menandatangani pernyataan bersama bidang kebudayaan di Bali, pada sela-sela acara Forum Budaya Dunia (World Culture Forum) yang diselenggarakan untuk pertama kalinya di Nusa Dua, Bali, Indonesia untuk tujuan sarana diskusi, pertukaran informasi budaya dari berbagai negara dan mengapresiasi keragaman budaya di tengah globalisasi. Melihat hubungan kerjasama antara Indonesia dan China yang cenderung ke arah strategis dan komprehensif sebagai bentuk hubungan bilateral tertinggi, maka dengan adanya peresmian kesepakatan di bidang budaya, kedua negara telah merencanakan pembangunan rumah budaya di masing-masing negara. Pembangunan tersebut ditujukan untuk percepatan kerjasama kebudayaan yang salah satunya dilakukan dengan membangun rumah yang bersifat timbal balik atau respirokal.108 4.2.4 Kerjasama Indonesia-China bidang Keamanan dan Pertahanan Penandatanganan kerangka kemitraan strategis oleh Indonesia dan China tahun 2005, menjadi titik awal kerjasama pertahanan kedua negara. Sedangkan menurut China, Indonesia juga termasuk sebagai salah satu negara mitra terbesar
107 104
Loc.Cit., RH, Priyambodo. 2010 105 Xinhua. 2010. ”Indonesia Welcomes Arrival of China's Spacetracker Ship”, dalam Loc. Cit., Sudjatmiko, Totok. 2011 106 Supriyono, Yudi. 2011. ”Menyimak Keberhasilan China di Antariksa”, dalam www.suara merdeka.com, dalam Loc. Cit., Sudjatmiko, Totok. 2011
“Kerjasama Budaya Indonesia – Tiongkok”. 2007, dalam http://id.inti.or.id/specialnews/25/tahun/2007/bulan/ 06/tanggal/02/id/258/print/, diakses tanggal 10 Maret 2013. 108 “Indonesia-China Tanda Tangani Pernyataan Bersama Budaya”. 2013, dalam http://www.antaranews.com/berita/406626/indonesia -china-tanda-tangani-pernyataan-bersama-budaya, diakses tanggal 20 Januari 2013
26
China.109 Dalam bidang keamanan dan pertahanan, kedua negara tidak memiliki persoalan dalam hal teritorial namun justru saling mendukung satu sama lain. China mengakui kedaulatan Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Indonesia pun juga telah mengakui kebijakan satu China.110 Dampak dari kerjasama bilateral kedua negara menunjukkan kualitas hubungan dan kepercayaan antara kedua negara sehingga dipilih komunikasi bilateral sebagai solusi terhadap kemungkinan permasalahan yang terjadi baik diantara keduanya maupun di kawasan ASEAN.111 Indonesia dan China telah membangun komitmen untuk memperkuat kemitraan strategis secara bilateral. Hasil dari pelaksanaan tersebut antara lain seperti, melakukan pertukaran kebudayaan (promote cultural exchange), meningkatkan interaksi antar individu (people-to-people interaction), serta terus berupaya memperluas kerjasama internasional dalam wadah kemitraan strategis Indonesia-China. Di bidang pertahanan, kedua negara semakin meningkatkan kerjasama dalam kegiatankegiatan seperti, konsultasi pertahanan, kerjasama industri pertahanan (Idhan), latihan militer bersama, serta kerjasama keamanan maritim dalam upaya menciptakan stabilitas keamanan regional dan global.112 Dalam rangka kontribusi terhadap perwujudan stabilitas kawasan, Indonesia dan China telah sepakat memperluas dan meningkatkan bentuk latihan militer 109
Kutipan Statement Yang Jiechi (Dewan Negara Republik Rakyat Cina) pada kunjungannya di Indonesia September 2013, dalam http://www.tempo.co/read/news/2013/09/19/078515 014/Indonesia-Cina-Kerjasama-Pertahanan-danAntariksa, diakses tanggal 30 Oktober 2013 110 Kutipan Statement Imron Cotan (Dubes RI untuk China merangkap Mongolia), dalam Utami, Rini. 2013. “Hubungan Indonesia-China semakin Strategis”, dalam http://www.antaranews.com/berita/392585/hubunga n-indonesia-china-semakin-strategis, diakses tanggal 10 Oktober 2013 111 Anwar, Raffi. “Hubungan Pertahanan China dan Indonesia”, dalam http://hankam.kompasiana.com/2013/10/18/hubunga n-pertahanan-china-dan-indonesia602603.html,diakses tanggal 30 Oktober 2013 112 Loc. Cit., Anwar, Raffi
bersama. Sejak dibentuk Forum Konsultasi Pertahanan Indonesia-China pada tahun 2007, TNI dan Angkatan Bersenjata China (People’s Liberation Army/PLA) telah banyak melakukan latihan bersama antara Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat (Kopasus TNI AD) dan Pasukan Khusus PLA yang memiliki sandi “Sharp Knife”. Demi memperkokoh profesionalisme dan memperkuat diplomasi pertahanan sebagai pendukung hubungan bilateral Indonesia dan China, maka kedua negara juga telah sepakat menambah jumlah perwira untuk belajar di masing-masing lembaga pendidikan militer di dua negara, kerjasama simulator Sukhoi Su-27, memantapkan pembentukan forum “navy to navy talk”, serta peningkatan daya mampu yang diberikan China melalui kursus bahasa Mandarin pada para perwira TNI. Selain itu di tahun 2013, telah dilakukan latihan bersama untuk tiga angkatan dengan melibatkan fokus “airbone”, dan latihan maritim antara angkatan laut kedua negara.113 Dari segi politik, China membidik negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia sebagai mitra strategis dalam menjalankan kerjasama perdagangan bebas ditengarai juga mengandung unsur kepentingan. Ambisi China mengklaim kepemilikan kawasan Laut China Selatan yang telah dilakukan sejak tahun 1970an atas dasar kebutuhan akan pertahanan dan keamanan, serta pendukung kemajuan ekonomi dan politik. Sedangkan Laut China Selatan berada di lingkup area Asia Tenggara. Perairan yang mengandung nilai strategis tersebut telah sejak lama menjadi sumber ketegangan politik antara negaranegara pengklaimnya.114 Klaim China pada Laut China Selatan yang terlihat agresif, 113
DEPHAN. 2013. “Indonesia-China Perluas Bentuk Latihan Militer Bersama”, dalam http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementer ian/kementerian-pertahanan/2281-pertahanan-dankeamanan/12128-indonesia-china-perluas-bentuklatihan-militer-bersama, diakses tanggal 30 Oktober 2013 114 Suryadani, Wing. 2013. “Dimensi Konflik dan Kepentingan China di Kawasan Laut China Selatan”, dalam http://www.frontroll.com/berita2932-dimensi-konflik-dan-kepentingan-china-dikawasan-laut-china-selatan.html, diakses tanggal 27 Oktober 2013
27
dilatarbelakangi oleh orientasi kepentingan nasional dalam restrukturisasi perekonomian secara besar-besaran yang telah dimulai sejak era Deng Xiaoping. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat serta tingginya kesejahteraan masyarakatnya membuat semakin besar pula kebutuhan sumber energi. Akan tetapi, khususnya sumber energi alam yang tersedia di dalam negeri semakin lama tidak dapat mencukupi kebutuhan maka dibutuhkan sumber alternatif dari luar negeri. Laut China Selatan selain sebagai jalur transportasi penting pendukung perekonomian China, namun berdasarkan penelitian terakhir menyebutkan bahwa terkandung sumber kekayaan alam yang dapat dijadikan sumber energi masa mendatang.115 Klaim China yang ingin menguasai lebih dari 80% area dan sejumlah pulau kecil hingga terumbu karang di Laut China Selatan, membuat terjadinya tindakan oleh empat negara lainnya yang berada di sekitarnya. Hal tersebut memicu proses militarisasi yang menyebar di sekitar Laut China Selatan. Ada sekitar tujuh pos terdepan baru yang sudah didirikan oleh lima negara untuk tujuan pengukuhan klaim atas cadangan minyak dan gas alam yang sangat besar, yang berada di dasar Laut China Selatan. Pos tersebut antara lain, Pulau Karang Barat Daya diduduki oleh Vietnam, Terumbu Karang Mariveles diduduki oleh Malaysia, Pulau Thitu diduduki oleh Filipina, Itu Aba diduduki oleh Taiwan, Terumbu Karang Fiery Cross diduduki oleh China, Bantaran Ardasler diduduki oleh Malaysia, dan Kepulauan Spratly diduduki oleh Vietnam.116 Tingginya kepentingan energi dan ekonomi di Laut China Selatan, semakin memotivasi persaingan negara-negara yang berada di sekitarnya perihal klaim yang sarat akan konflik. Negara-negara yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Laut China Selatan seperti China, Indonesia, Vietnam, Malaysia, Taiwan, Filiphina dan Brunei, saling tumpah tindih melakukan
pengajuan klaim atas 11 miliar barel minyak dan 5,4 trilliun meter kubik gas alam yang belum terjamah, bahkan berdasarkan survei Geologi AS, angka tersebut masih dapat direvisi dengan penjelajahan ke wilayah lainnya yang sedang dijelajahi. Sengketa Laut China Selatan yang tak kunjung menemukan titik penyelesaian akan terus mengarah pada ketegangan dan konflik potensial, hingga dikhawatirkan dapat mengancam prospek ekonomi seluruh Asia Tenggara.117 Di tengah ketegangan situasi yang melingkupi wilayah Laut China Selatan, meskipun resiko ancamannya tidak secara langsung berimbas pada Indonesia namun Indonesia dapat berpeluang untuk memaksimalkan keuntungan dari kekuatan negara adi daya dunia. Dalam rangka modernisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan), Indonesia yang secara agresif sedang mencari sumber alih teknologi persenjataan justru mendapatkan bantuan dari China. Awal tahun 2014, TNI Angkatan Laut mengkonfirmasi kontrak pembelian rudal C-705 untuk 16 kapal cepat rudal (KCR) buatan PT Palindo Batam yang berasal dari China. Melalui adanya kontrak tersebut, sekaligus membuka peluang PT Pindad untuk dapat turut memproduksi rudal di China dan di Bandung.118
115
117
116
118
Ibid. Sieff, Martin. 2013. “China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan mengklaim kehadiran di Laut China Selatan”, dalam http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/ features/2013/12/05/china-sea-outposts, diakses tanggal 20 Januari 2014
4.2.5 Pasang Surut Hubungan Indonesia dan China Hubungan persahabatan antara Indonesia dan China berlangsung sejak lama. Namun melihat kedekatan hubungan kedua negara pada masa-masa sekarang, masih saja ada sejumlah masyarakat Indonesia yang menilai China sebagai suatu negara yang tertutup dan belum mengalami reformasi seperti pada era Mao Zedong. Bahkan tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang menganggap China tidak jauh berbeda dengan Korea Utara. Sedangkan, masyarakat China juga rata-rata tidak banyak tahu mengenai Indonesia.
Ibid. Safitri, Dewi. 2013. “Kartu Indonesia dalam Konflik Laut China”, dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/20 13/07/130614_indonesiadefencedynamic.shtml, diakses tanggal 20 Januari 2014
28
Sebagian besar dari mereka hanya mengetahui tentang Jakarta dan Pulau Bali.119 Menanggapi pandangan-pandangan tentang kekurangan dibalik keeratan hubungan Indonesia dan China, Duta Besar RI untuk China, Imron Cotan, menjelaskan bahwa sejak dilakukan normalisasi pada tahun 1990, hubungan kedua negara semakin mengalami peningkatan. Bahkan pasca penandatanganan deklarasi kemitraan strategis tahun 2005, China semakin memandang bahwa Indonesia bukan hanya sebagai sahabat namun juga mitra strategis yang memiliki peran penting yang bukan hanya pada lingkup hubungan bilateral tetapi juga lebih luas dalam kerjasama kawasan. Selain itu, demi mempererat hubungan kedua negara maka semakin banyak upaya yang dilakukan, mulai dari pendekatan antar pimpinan kedua negara, antar pengusaha bahkan hingga antar anggota masyarakat. Salah satu bukti peningkatan tersebut, yakni adanya peningkatan pesat hubungan ekonomi dan perdagangan Indonesia-China pada tahun-tahun terakhir. Tahun 2009 nilai perdagangan Indonesia-China mencapai US$ 22,5 milyar, tahun 2010 menjadi US$ 42,5 milyar, dan tahun 2011 meningkat lagi menjadi US$ 60,5 milyar. 120 Di tengah pasang surut hubungan Indonesia dan China namun juga sekaligus seiring dengan semakin eratnya hubungan kedua negara, masih ada pula masyarakat Indonesia yang menganggap China sebagai ancaman, baik dari sisi keamanan maupun ideologis. Sedangkan di China, juga terdapat pula pandangan yang melihat bahwa Indonesia masih seperti di tahun 1960an, dimana pada saat itu marak terjadi diskriminasi rasial pada etnis China. Dengan adanya stigma negatif tersebut, Imron Cotan, mengungkapkan pentingnya memperlihatkan perubahan paradigm hubungan Indonesia dan China melalui penugasan seorang duta besar yang bukan berlatar belakang militer serta lebih banyak melakukan pendekatan dengan jalan 119
Utomo, Aris Heru. 2012. “Menghapus Salah Paham Indonesia-China”, dalam http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/30/menghap us-salah-paham-indonesia-china-466925.html, diakses tanggal 20 Januari 2014 120 Loc. Cit., Utomo, Aris Heru. 2012
kerjasama hubungan bilateral maupun multilateral, hingga di bidang pendidikan dapat dilakukan pertukaran pelajar dan beasiswa pendidikan.121 5.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan China yang telah berlangsung sejak era tahun 1950an hingga peresmian kemitraan strategis oleh kedua pemimpin bangsa di tahun 2005, berjalan secara dinamis. Meskipun sempat mengalami keretakan hubungan yang berakhir dengan pembekuan hubungan diplomatik yang berlangsung pada era presiden Soekarno pasca peristiwa G30s/PKI hingga diupayakan normalisasi pada akhir era presiden Soeharto. Seiring dengan pergantian kepemimpinan presiden di Indonesia, maka melalui kebijakankebijakan yang diterapkan sehingga hubungan kedua negara semakin mengalami perkembangan positif. Fokus penelitian yang di khususkan pada dua periode pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah menunjukkan perkembangan hubungan kedua negara yang semakin mengalami kemajuan pesat. Hal tersebut terbukti pada semakin banyaknya kerjasama-kerjasama di berbagai bidang. Di bidang ekonomi, dicontohkan sebuah kerjasama perdagangan bebas bilateral Indonesia dan China dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), yang terjalin sehubungan dengan keanggotaan Indonesia di dalam ASEAN. Melalui sisi diplomasi ekonomi, tergabungnya Indonesia dalam ACFTA merupakan sebuah upaya diplomasi ekonomi Indonesia demi mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, dengan membuka peluang Indonesia terhadap China seperti, meningkatnya kerjasama antara pelaku bisnis di kedua negara, meningkatnya arus investasi asing asal China ke Indonesia serta terbukanya transfer teknologi antar pelaku bisnis di kedua negara. Di bidang teknologi antariksa, kerjasama kedua negara juga terlihat dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh China 121
Loc. Cit., Utomo, Aris Heru. 2012
29
sehubungan dengan keantariksaan. Selain itu meskipun belum berstatus anggota tetap, Indonesia juga tergabung dalam Asia-Pasific Space Cooperation Organization (APSCO) yang merupakan organisasi milik China di bidang teknologi antariksa. Melalui APSCO menjadi jalan alternatif bagi negara-negara yang berada dibawah tekanan isu-isu hak asasi manusia dan reformasi demokrasi pihak Barat, dimana China memposisikan diri sebagai leader. Di dalam APSCO, China berperan sebagai penyedia dan pembelajaran teknologi bagi kawasan kurang berkembang (lesser developed) di Asia dan kawasan lain, menggantikan Jepang yang telah lebih dulu unggul pada kemampuan tersebut. Begitu pula di bidang budaya dan pariwisata, sebagai contoh dalam sebuah acara World Culture Forum yang diselenggarakan di Bali tahun 2013, Indonesia dan China telah menandatangani pernyataan bersama di bidang budaya yakni merencanakan pembangunan rumah budaya di masing-masing negara yang ditujukan untuk percepatan kerjasama kebudayaan yang salah satunya dilakukan dengan membangun rumah yang bersifat timbal balik atau respirokal. Sedangkan di bidang pertahanan dan keamanan, kerjasama kedua negara juga terbukti semakin erat yang bertujuan demi memperkokoh profesionalisme dan memperkuat diplomasi pertahanan sebagai pendukung hubungan bilateral Indonesia dan China. Meskipun adanya permasalahan yang masih berlangsung hingga saat ini terkait klaim Laut China Selatan oleh negara-negara yang berada di sekitar wilayahnya, termasuk Indonesia, namun masalah tersebut tidak secara langsung memberikan dampak ancaman bagi Indonesia maupun mengganggu hubungan bilateral Indonesia dan China. Bahkan dalam rangka modernisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan), Indonesia yang secara agresif sedang mencari sumber alih teknologi persenjataan justru mendapatkan bantuan dari China. Di tengah-tengah keeratan hubungan Indonesia dan China yang semakin berkembang, tidak menampik adanya pasang surut yang terjadi diantara kedua negara. Seperti masih adanya anggapan atau stigma negatif oleh masyarakat China terhadap Indonesia,
maupun sebaliknya, turut mewarnai pesatnya hubungan bilateral kedua negara. 5.2 Saran Dalam proses penyusunan penelitian ini tentunya tidak lepas dari berbagai kekurangan dan kelemahan baik pada segi pengaturan kata-kata, memposisikan kalimat dan paragraf, penggambaran tabel dan diagram, penentuan judul dan sub judul hingga pembahasan mendalam mengenai materi yang dipilih penulis. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan guna penyempurnaan penelitian ini ke arah yang lebih baik. Untuk saran kepada peneliti selanjutnya, menurut penulis penelitian ini masih kurang membahas dan menjelaskan secara detail perihal kerjasama-kerjasama yang dilakukan Indonesia dan China dalam kerangka hubungan bilateral pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Maka peneliti selanjutnya dapat membahas tentang hal tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1.
BUKU
Bakry, Umar. 1996. “China Quo Vadis”. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, hal 71 I, Wibowo & Hadi, Syamsul. 2009. “Merangkul China: Hubungan Indonesia-China Pasca Soeharto”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 69-70 Djafar, Zainuddin. 2008. “Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif Asia Ekonomi-Politik”. Jakarta: Pustaka Jaya, hal. 126 Harisson, Lisa. “Metodologi Penelitian Politik,” terj. Tri Wibowo B. S. 2007, Jakarta: Kencana, hal. 86 Hariyono, Paulus. 2006. “Menggali Latar Belakang Stereotip dan Persoalan Etnis China di Jawa dari Jaman Keemasan, Konflik Antar Etnis Hingga Kini”. Semarang: Mutiara Wacana, hal. 2 I. Wibowo dan Syamsul Hadi. “Merangkul China, Hubungan Indonesia-Cina PascaSoeharto”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 56 Justus M. Van Der Kroef. 1968. “The SinoIndonesian Rupture”. New York:
30
American-Asian Educational Exchange, hal. 2. Leifer, Michael. “ Indonesia and the Dilemmas of Engagement”. 2002. Engaging China: The Management of an Emerging Power (edited by Alastair Lain Johnston and Robert S Ross, London and New York: Routledge), hal. 87108 Sahid Gitosardjono, Sukamdani. 2006. “Hubungan Indonesia Tiongkok di Era Kebangkitan Asia”. Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, Budaya China Staya Pramana, Hendra. “The Rise of China: Challengers and Opportunities for Indonesia dan ASEAN”, dalam Jurnal Diplomasi, hal. 111 Sukma, Rizal, 1994. “Hubungan IndonesiaCina: Jalan Panjang Menuju Normalisasi”, dalam Bandoro, Bantarto [ed] “Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru”. Jakarta: CSIS, hal. 55 Suprayogo, Imam dan Drs.Tobroni, M.Si, 2001, ”Metodologi Penelitian SosialAgama,” Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 161 Suryadinata, Leo. 1998. “Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto”. Jakarta: LP3ES, hal. 136-137 Yuanzhi, Kong. 1999. “Silang Budaya China Indonesia.” Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, hal. 12 Zein, Abdul Baqir. 2000. “Etnis China Dalam Potret Pembauran di Indonesia”. Jakarta: Prestasi Insan, hal. 121 2.
ARTIKEL
Anindya Bakrie, 2010. ”The United States, Southeast Asia and Indonesia” McGowan, Patrick.1974. “Adaptive Foreign Policy Behaviour: An Empirical Approach” (dalam James N. Rosenau (ed.) Comparing Foreign Policies: Theories, Findings and Methodes). New York: Sage Publication Xinhua News Agency, 2008. ”Senior CPC Leader Vows to Enhance Cooperation with Indonesia.” 3.
PUBLIKASI ELEKTRONIK
Adhani, Rachmat. Bagaimana Kita
2010. Harus
“Analisis: Menyikapi
ACFTA?”, dalam http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lan g=en&id=1266&type=4#.UmCp6Vpu AXU, diakses tanggal 16 Oktober 2013 Adriansyah, Eddy. 2005. “Pasang Surut Hubungan RI-RRC”, dalam osdir.com/ml/culture.region.china.b udaya-tionghoa/2005-09/msg.html, diakses tanggal 30 Mei 2013. Andri Susilo, Saktia. 2010. “China-DPR Sepakat Tingkatkan Kerjasama Ekonomi”, dalam http://www.suaramerdeka.com/v1/i ndex.php/read/news/2010/05/26/55493 /China-DPR-Sepakat-TingkatkanKerjasama-Ekonomi, diakses tanggal 19 Oktober 2013 Anwar, Raffi. “Hubungan Pertahanan China dan Indonesia”, dalam http://hankam.kompasiana.com/201 3/10/18/hubungan-pertahanan-chinadan-indonesia-602603.html,diakses tanggal 30 Oktober 2013 AW, Herdiana (Analis Madya Senior Kantor Bank Indonesia (KBI)) et al. “Tiga Sektor Unggulan Jateng Siap Hadapi ACFTA”, dalam http://www.suaramerdeka.com/v1/i ndex.php/read/news/2010/02/25/47991 /Tiga-Sektor-Unggulan-JatengSiap-Hadapi-ACFTA, diakses tanggal 19 Oktober 2013 Badan Pusat Statistik. 2010, dalam http://id.scribd.com/doc/98265505/ Perekonomian-Indonesia-2004-20112012-2016, diakses tanggal 28 Oktober 2013 “Biografi Lengkap Seluruh Presiden Indonesia” dalam http://www.beritaunik.net/unikaneh/biografi-lengkap-seluruh-presidenindonesia.html, diakses tanggal 30 September 2013 “Biografi Presiden Soeharto-Bapak Pembangunan Indonesia”. 2013, dalam http://www.biografitokoh.com/2013/02/biografi-presidensoehartobapak.html, diakses tanggal 30 September 2013 “Biografi Soekarno-Presiden Pertama Republik Indonesia”. 2012, dalam http://www.biografitokoh.com/2012/11/biografi-soekarno-
31
presidenpertama.html, diakses pada 28 September 2013 Chandra, Alexander C. 2010. “Dilema Indonesia dalam ACFTA”, dalam http://kesehatan.kompas.com/read/ 2010/01/18/02352497/Dilema.Indonesi a.dalam.ACFTA, diakses tanggal 15 Oktober 2013 Christin Sinaga, Lidya. 2010. “Memaknai Tahun Persahabatan Indonesia-China”, dalam www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/p olitik- internasional/324-memaknai-tahunpersahabatan-indonesia-cinadiakses tanggal 30 April 2013 Cornejo, Robert. 2000. Riset jurnal “Nonproliferation Review”, dalam http://log.viva.co.id/news/read/191 2g30s_dan_masa_suram_hubungan_ ri_rrc, diakses pada 10 September 2013 Dake, Antonie. 1973. “In the Spirit of the Red Banteng”, dalam http://log.viva.co.id/news/read/191 2g30s_dan_masa_suram_hubungan_ ri_rrc, diakses pada 10 September 2013 DEPHAN. 2013. “Indonesia-China Perluas Bentuk Latihan Militer Bersama”, dalam http://www.indonesia.go.id/in/keme nterian/kementerian/kementerianpertahanan/2281-pertahanan-dankeamanan/12128-indonesia-china- perluasbentuk-latihan-militer-bersama, diakses tanggal 30 Oktober 2013 Dr. Amalia, Euis M.Ag. “ACFTA, Perlindungan UMKM dan Implementasi Bisnis Syari’ah”, dalam http://www.fshuinjkt.net/index2.php?option=com_ content&task=emailform&id=131&ite mid=88, diakses tanggal 15 Oktober 2013 Dr. Estyningtias (Lajnah Siyasiyah DPP MHTI). 2013. “Imperialisme AS di Balik Topeng APEC – dikutip dari pernyataan Laksamana Samuel J. Locklear III (Panglima Komando Militer AS di Kawasan Pasifik)”, dalam http://hizbuttahrir.or.id/2013/10/13/imperialism e-as-di-balik-topeng-apec/, diakses tanggal 27 Oktober 2013 “G30S dan Masa Suram Hubungan RIRRC” dalam http://log.viva.co.id/news/read/191 2-
g30s_dan_masa_suram_hubungan_ diakses tanggal 10 September 2013 H Mintaroem, Karjadi (Dekan FE Unair). 2010. “Analisa Ekonomi: ACFTA, berkah atau bencana bagi Indonesia?”, dalam http://economy.okezone.com/read/2 010/02/23/279/306269/large, diakses tanggal 16 Oktober 2013 Ibrahim, et al. “Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap Perdagangan Internasional Indonesia - Road Map Perjanjian ACFTA”, dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8 E17FA47-1493-4B36-91EDC16248D031F5/21625/Ibrahim.pdf , diakses tanggal 10 Oktober 2013 “Indonesia-China Tanda Tangani Pernyataan Bersama Budaya”. 2013, dalam http://www.antaranews.com/berita/ 406626/indonesia-china-tanda-tanganipernyataan-bersama-budaya, diakses tanggal 20 Januari 2014 Ismail, Rachmadin. 2012. “SBY Puji Peran Etnis Tionghoa Dalam Perekonomian Bangsa”, dalam http://news.detik.com/read/2012/02 /08/222638/1837856/10/sby-puji- peranetnis-tionghoa-dalamperekonomianbangsa?nd992203605, diakses tanggal 1 Oktober 2012 I, Wibowo (Ahli Tentang China). 2003. “China Melihat Indonesia” – kerja sama dengan Harian Kompas, dalam http://www.unisosdem.org/ekopol_ detail.php?aid=3721&coid=3&caid=31 &p=3, diakses pada 20 Januari 2013 Kantor Berita Xinhua. “Tiongkok dan Indonesia Tingkatkan Hubungan Kemitraan Strategis”, dalam http://indonesian.cri.cn/201/2013/10/03/1s14 2384.htm, diakses tanggal 7 Januari 2014 “Kejar Target Pertumbuhan Indonesia Pacu Investasi Asing”, dalam http://www.kabarbisnis.com/nasion al/286810Kejar_taget_pertumbuhan_Indonesi a_pacu_ivestasi_asing.html, diakses tanggal 15 Oktober 2013 “Kerjasama Budaya Indonesia – Tiongkok”. 2007, dalam http://id.inti.or.id/specialnews/25/ta hun/2007/bulan/06/tanggal/02/id/258/p ri_rrc
32
rint/, diakses tanggal 10 Maret 2013. “Kiprah Ahok Mampu Menggeser Stigma Negatif Suku Cina Indonesia”. 2013, dalam http://sosok.kompasiana.com/2013/09/02/ki prah-a-hok-mampumengeser-stigmanegatif-suku-cina-indonesia-589095.html, diakses tanggal 6 Oktober 2013 “Konsep Hubungan Bilateral” dalam www.portal-hi.net/index.php/teori-teorirealisme/72-konsep-hubunganbilateral, diakses tanggal 11 April 2013 “Konsep Hubungan Bilateral” dalam id.shvoong.com/social-sciences/politicalscience/2232271-konsephubungan-bilateral/, diakses tanggal 11 April 2013 “Konseptualisasi Masalah” dikutip dalam id.scribd.com/doc/467833337/Kons eptualisasi-Masalah, diakses tanggal 10 April 2013. “Kontrak LNG Dievaluasi” dalam http://cetak.kompas.com/read/xml/ 2008/08/24/01403476, diakses tanggal 30 April 2013 Kutipan Statement Imron Cotan (Dubes RI untuk China merangkap Mongolia), dalam Utami, Rini. 2013. “Hubungan Indonesia-China semakin Strategis”, dalam http://www.antaranews.com/berita/392585/h ubunganindonesia-china-semakinstrategis, diakses tanggal 10 Oktober 2013 Kutipan Statement Yang Jiechi (Dewan Negara Republik Rakyat Cina) pada kunjungannya di Indonesia September 2013, dalam http://www.tempo.co/read/news/20 13/09/19/078515014/Indonesia-CinaKerjasama-Pertahanan-danAntariksa, diakses tanggal 30 Oktober 2013 Linbo, Jin. 2007. Peneliti Lembaga Studi Antarbangsa Cina dikutip pada “Indonesia Itu Penting”, dalam http://64.203.71.11/kompascetak/0401/24/Fokus/805115.htm diakses tanggal 13 September 2013 Misbakhun, Muhammad (Anggota Komisi VI DPR RI). 2010. “ACFTA Berjalan Sistemik. RI sudah jalankan Proses Penahapan dengan Baik”, dalam http://www.bumn.go.id/ptpn5/id/pu blikasi/berita/acfta-berdampaksistemik-ri-sudah-jalankan-proses-
penahapan-dengan-baik/, diakses tanggal 15 Oktober 2013 MN, Ibad dan Fikri, Akhmad AF. 2012. “Bapak Tionghoa Indonesia”. Yogyakarta : LkiS, dalam http://www.nu.or.id/a,publicm,dinamics,detailids,12id,39141lang,idc,bukut,Membaca+ Gus+Dur++Tionghoa+dan+Indonesia.phpx, diakses tanggal 28 September 2012 Official Website China Radio International (CRI). 2009. “Catatan Penting Dalam Hubungan Bilateral TiongkokIndonesia”, dalam http://indonesian.cri.cn/481/2009/0 9/30/1s102390.htm diakses pada 28 September 2013 Park, et al. 2008. “Analisa Studi Literatur tentang Keunggulan dan Prospek ACFTA”, dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8E17FA4 7-1493- 4B36-91EDC16248D031F5/21625/Ibrahim.pdf, diakses tanggal 10 Oktober 2013 “Pecinan” dalam http://www.seasite.niu.edu/indonesi an/budaya_bangsa/Pecinan/Kota.htm, diakses tanggal 6 Oktober 2013 “Politik Luar Negeri Indonesia: Gaya Perpolitikan dan Dominasi Politik Luar Negeri Gus Dur”, 2012, dalam http://politik.kompasiana.com/2012 /04/23/politik-luar-negeri-indonesiagaya-perpolitikan-dan-dominasipolitik-luar-negeri-gus-dur/ diakses tanggal 1 Oktober 2012 Prasetyantoko, A (Ekonom Universitas Atmajaya). 2013, dalam http://www.kemenperin.go.id/artike l/3817/Lalai-Dampak-Buruk-ACFTA,Indonesia-Kebanjiran-ProdukChina, diakses tanggal 19 Oktober 2013 Purna, Ibnu et al. 2013. “ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif”, dalam http://www.setneg.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id= 4375, diakses tanggal 16 Oktober 2013 Retraubun, Alex S.W (Wakil Menteri Perindustrian). 2013. “Lalai Dampak Buruk ACFTA, Indonesia Kebanjiran Produk China” dalam http://www.kemenperin.go.id/artike
33
l/3817/Lalai-Dampak-Buruk-ACFTA,Indonesia-Kebanjiran-ProdukChina, diakses tanggal 19 Oktober 2013 RH, Priyambodo. 2010. “VP receives two Chinese astronauts”, dalam http://www. antaranews.com/en/news/2010, diakses tanggal 10 Januari 2014 Safitri, Dewi. 2013. “Kartu Indonesia dalam Konflik Laut China”, dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/ber ita_indonesia/2013/07/130614_indone siadefencedynamic.shtml, diakses tanggal 20 Januari 2014 Setyo Rini, Elly et al. 2010. “MENDAG China Datang, Ini Isu Yang Dibahas” dalam http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/1409 25mendag_china_datang__ini_isu_ya ng_dibahas, diakses tanggal 1 Oktober 2013 Sieff, Martin. 2013. “China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan mengklaim kehadiran di Laut China Selatan”, dalam http://apdforum.com/id/article/rmia p/articles/online/features/2013/12/05/c hina-sea-outposts, diakses tanggal 20 Januari 2014 Siregar, Mahendra (Wakil Mendag). “Daerah diminta petakan posisi hadapi ACFTA”, dalam http://www.solopos.com/2010/02/02/daerahdiminta- petakan-posisi-hadapi-acfta137590, diakses tanggal 19 Oktober 2013 Strangio, Sebastian. 2009. “Social Culture Cambodia”. http://newsgroups. derkeiler.com/soc.culture.cambodia /2009, diakses tanggal 9 Oktober 2013 Sudjatmiko, Totok. 2011. (Peneliti Bidang Kebijakan Kedirgantaraan, LAPAN). “Analisa Hubungan IndonesiaChina Terkait Keantariksaan”, dalam http://jurnal.lapan.go.id/index.php/ berita_dirgantara/article/viewFile/1731/ 1566, diakses tanggal 20 Januari 2014 Supriyono, Yudi. 2011. ”Menyimak Keberhasilan China di Antariksa”, dalam www.suara merdeka.com, dalam http://jurnal.lapan.go.id/index.php/ berita_dirgantara/article/viewFile/1731/ 1566, diakses tanggal 20 Januari 2014
Suryadani, Wing. 2013. “Dimensi Konflik dan Kepentingan China di Kawasan Laut China Selatan”, dalam http://www.frontroll.com/berita-2932dimensi-konflik-dan-kepentinganchina-di-kawasan-laut-chinaselatan.html, diakses tanggal 27 Oktober 2013 Thamrin, Husni. 2010. “Si Jenius yang Humoris dan Fenomenal” dalam http://www.gusdur.net/Detail/?id=1 99/hl=id/Si_Jenius_Yang_Humoris_D an_Fenomenal, diakses tanggal 30 September 2013 Tjhin, Christine. 2002. Analisa Penelitian dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), dalam http://log.viva.co.id/news/read/1912g30s_dan_masa_suram_hubungan_ ri_rrc, diakses pada 10 September 2013 Utomo, Aris Heru. 2012. “Menghapus Salah Paham Indonesia-China”, dalam http://sosbud.kompasiana.com/201 2/05/30/menghapus-salah-pahamindonesia-china-466925.html, diakses tanggal 21 Januari 2014 Wurjantoro, Edhie. 1996. “Sejarah Nasional dan Umum 1”. Jakarta: Depdikbud pada Fakta Interaksi Indonesia - India/ China Sejak Awal Masehi dalam http://www.sosiosejarah.com/2012/ 08/fakta-interaksi-indonesia-indiachina.html diakses tanggal 8 Mei 2013 Xinhua. 2010. ”Indonesia Welcomes Arrival of China's Spacetracker Ship”, dalam http://jurnal.lapan.go.id/index.php/ berita_dirgantara/article/viewFile/1731/ 1566, diakses tanggal 20 Januari 2014 Yue. 2004 (Melalui metode analisa GTAP), dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8 E17FA47-1493-4B36-91EDC16248D031F5/21625/Ibrahim.pdf , diakses tanggal 10 Oktober 2013
34