DINAMIKA FRAKTAL DAN CHAOS Ahmad Ridwan T. N.
102 FISIKAWAN MUDA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG DESEMBER 2006
BAGIAN 1 TEORI Daftar Isi Bab 0
Pendahuluan: Fisika Nonlinear
i
Nonlinearitas
i
Mekanika Nonlinear
iv
Bab 1
Sekilas Tentang Fraktal
1-1
Bab 2
Chaos dan Pemetaan
2-1
1.
Landasan Matematik
2-1
1.1 Bentuk perulangan
2-1
1.2 Bifurkasi
2-5
1.3 Sifat keseluruhan
2-11
Pemetaan Multidimensi
2-14
2.1 Penarik aneh
2-14
2.2 Sistem Lorenz
2-18
Mengukur Chaos
2-21
3.1 Osilator harmonik
2-21
3.2 Persamaan logistik
2-24
3.3 Bilangan Lyapunov
2-26
2.
3.
BAB 0 PENDAHULUAN Fisika Nonlinear Fisika nonlinear, seperti halnya mekanika kuantum dan relativitas, membawa sekumpulan ide-ide mendasar dan hasil-hasil yang mengejutkan. Akan tetapi, tidak seperti mekanika kuantum dan relativitas, bidang fisika nonlinear ini mencakup sistem pada seluruh ukuran dan benda-benda untuk semua kecepatan. Oleh karena itu, fisika nonlinear memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kehidupan manusia sehari-hari. Untuk memudahkan, kita bisa membagi fisika nonlinear ke dalam enam kategori, yaitu fraktal, chaos, soliton, pembentukan pola, cellular automata, dan sistem kompleks.
Gambar 1. Domain mekanika kuantum dan relativitas. Fisika nonlinear mencakup semuanya.
Nonlinearitas Sebuah sistem bersifat nonlinear jika keluaran dari sistem tidak sebanding dengan masukannya. Contohnya, dielektrik kristal akan nonlinear jika keluaran intensitas cahaya
i
ii
tidak sebanding dengan intensitas cahaya datang. Kemudian sistem penilaian ujian yang digunakan seorang profesor juga bersifat nonlinear jika tingkat nilai yang diperoleh oleh siswa tidak meningkat secara linear sebagai fungsi dari jumlah jam belajar siswa tersebut, ini merupakan peristiwa yang sering terjadi : ) Tidak sulit bagi kita untuk melihat bahwa nonlinearitas merupakan kejadian yang lebih umum daripada linearitas. Dalam bentuk persamaan matematis, kita bisa nyatakan dx =a x dt
(1)
dengan a dan sebagai suatu konstanta. Persamaan ini menyatakan bahwa laju pertambahan sebuah besaran x t sebanding dengan nilainya saat itu yang dipangkatkan oleh bilangan . Dari semua pilihan yang mungkin untuk nilai , solusi dari persamaan (1) itu bersifat linear dalam variabel t jika =0 . Sedangkan untuk nilai yang lain,
x t menjadi fungsi nonlinear dari t. KELUARAN
linear nonlinear
MASUKAN Gambar 2. Definisi sistem nonlinear.
Faktanya, hampir seluruh sistem yang diketahui di alam ini ternyata bersifat nonlinear ketika masukan darinya bernilai cukup besar. Contoh yang terkenal dan mudah dipahami adalah pegas. Ketika simpangan dari pegas semakin besar, hukum Hooke tidak berlaku lagi dan pegas tersebut menjadi osilator nonlinear. Contoh kedua adalah bandul sederhana. Hanya ketika sudut simpangan dari bandul cukup kecil, baru bisa anggap kelakuannya linear. Ada perbedaan kualitatif yang penting dari kelakuan sistem pada
iii
daerah linear dan juga daerah nonlinearnya. Sebagai contoh, periode osilasi bandul tidak bergantung pada amplitudo (simpangan maksimum) untuk daerah linear, tetapi periode itu akan bergantung pada amplitudo untuk daerah nonlinear. Secara matematis, tanda yang jelas dari suatu sistem nonlinear yaitu tidak berlakunya prinsip superposisi yang menyatakan bahwa jumlah dua buah solusi dari persamaan yang menggambarkan sistem juga akan menjadi solusi persamaan tersebut. Konsekuensi fisisnya, dalam sistem nonlinear ternyata kelakuannya secara menyeluruh lebih dari sekedar jumlah setiap bagiannya. (Kehidupan adalah salah satu contohnya.) Ada dua jalan yang menyebabkan prinsip superposisi itu tidak berlaku. Pertama, persamaannya itu sendiri yang nonlinear. Sebagai contoh, persamaan gerak untuk massa titik dalam sebuah bandul sederhana diberikan oleh d 2 dt
2
g / L sin =0
(2)
dengan adalah sudut antara garis vertikal dan bandul, g adalah percepatan gravitasi, dan L adalah panjang bandul tersebut. Sangatlah mudah untuk kita tunjukkan, jika 1 t dan 2 t masing-masing adalah solusi dari persamaan (2), maka jumlah 1 t 2 t tidak akan menjadi solusi dari persamaan tersebut, sebuah konsekuensi dari fakta sederhana bahwa sin 1sin 2≠sin 12 . Akibatnya, persamaan (2) adalah persamaan nonlinear berdasarkan keberadaan suku nonlinear sin . Di sisi lain, ketika cukup kecil, kita bisa mengganti sin dengan sehingga persamaan tersebut menjadi linear dan prinsip superposisi akan berlaku.
Gambar 3. Bandul sederhana.
Kedua, persamaannya itu boleh jadi linear tetapi batasannya tidak diketahui atau selalu berubah. Sebagai contoh, permasalahan pembentukan pola dalam sel Hele-Shaw, kita bisa
iv
mencoba untuk menentukan bentuk dan pergerakan dari permukaan tunggal yang memisahkan 2 buah cairan yang saling tertekan satu sama lain. Medan tekanan P pada setiap cairan dapat dinyatakan dalam persamaan Laplace ∇ 2 P=0 , yang merupakan persamaan linear. Akan tetapi, superposisi dari dua solusi permasalahan tersebut mengandung suku batas yang berbeda sehingga tidak mencerminkan solusinya. Nonlinearitas dari sebuah sistem menjadikan sistem yang kita tinjau sangat nontrivial dan analisisnya cukup sulit. Contoh: (1) Untuk sebuah sistem nonlinear, gangguan berupa perubahan kecil pada kondisi awal dapat menghasilkan perubahan sifat yang sangat besar dari sistem pada waktu selanjutnya. Hal ini membuat perilaku dari sistem nonlinear menjadi sangat kompleks (seperti halnya kasus chaos). (2) Jika persamaan-persamaan yang menggambarkan sistem telah diketahui, kegagalan prinsip superposisi membawa kita pada teknik transformasi Fourier. Tidak ada metode sistematis yang serupa dengannya dalam pemecahan persamaan nonlinear. Sebagai contoh, metode hamburan terbalik dalam teori soliton hanya bisa diaplikasikan untuk sebuah subhimpunan dari sistem yang terintegrasi, dan belum ada cara untuk mengetahui sistem terintegrasi mana yang mempan terhadap metode ini. (3) Dalam banyak kasus, dari mulai batasan sederhana model pertumbuhan fraktal sampai dengan beberapa contoh dalam sistem kompleks seperti bidang ekonomi, persamaan yang menggambarkan sistem tersebut
ternyata banyak yang belum
diketahui, atau bahkan tidak ada. Seluruh komplikasi tersebut menyebabkan penggunaan komputer menjadi sangat penting dalam pembahasan sistem nonlinear karena komputer dapat digunakan untuk melakukan perhitungan rumit, simulasi langsung, dan visualisasi yang sederhana.
Mekanika Nonlinear Salah satu cabang fisika yang memiliki banyak kasus nonlinearitas adalah mekanika. Titik awal perhitungan biasanya menggunakan hukum kedua Newton. Tapi beberapa orang ada juga yang lebih senang menggunakan konsep Lagrangian L = T – V, dengan T energi
v
kinetik dan V energi potensial. Kita akan mengaplikasikan kedua pendekatan tersebut pada mekanika nonlinear, dengan gaya merupakan fungsi nonlinear dari perpindahan, atau mungkin, kecepatan. Kita mulai dengan contoh yang akrab seperti yang pernah disebutkan di bagian pendahuluan. Sebuah massa kecil m pada ujung batang yang sangat ringan (idealnya tak bermassa) dengan panjang l diayunkan sehingga membentuk suatu busur lingkaran dalam bidang vertikal (lihat gambar 4). Gesekan
pada titik sumbu, hambatan udara, dsb,
dianggap tidak ada.
mg sin mg Gambar 4. Diagram gaya untuk bandul sederhana.
Persamaan gerak dari bandul sederhana ini pertama-tama diperoleh dengan =m a . Karena lintasan geraknya terbatas pada bentuk menggunakan hukum Newton, F busur lingkaran, gaya gravitasi dipisahkan menjadi komponen yang sejajar dan tegak lurus pada garis singgung busur. Untuk komponen gaya yang sejajar, ¨ m l = m g sin
(3)
dengan ¨ sebagai percepatan sudut, atau 2 ¨ 0 sin =0
(4)
dengan 0= g /l . Tanda minus muncul pada suku gaya pemulih di persamaan (3) karena komponen gaya berada pada arah yang berlawanan terhadap pertambahan . Jika geometri sistem dan gaya-gaya yang bekerja pada bandul menjadi lebih kompleks, kita dapat menggunakan pendekatan Lagrangian yang lebih sederhana karena hanya meninjau energi kinetik dan potensial sistem saja.
vi
Untuk kasus bandul sederhana ini, misalkan energi potensial bernilai nol saat massa ada di posisi paling bawah ( =0 ). Dengan demikian, V =m g l 1 cos
(5)
1 ˙ 2 T = m l 2
(6)
dan energi kinetiknya adalah
Selisih antara energi kinetik dan potensial menghasilkan Lagrangian 1 ˙ 2 m g l 1 cos L =T V = m l 2
(7)
dengan ˙ atas merupakan kecepatan sudut. Substitusi persamaan (7) ke persamaan Lagrange untuk gerak*,
∂L d ∂L =0 dt ∂ ˙ ∂
(8)
akan menghasilkan persamaan (4) seperti yang diharapkan. Hukum kedua Newton juga bisa diterapkan pada kasus biologi seperti getaran gendang telinga. Pada awal 1895, Helmholtz menyadari ternyata telinga kita dapat merasakan frekuensi-frekuensi yang tidak terkandung pada radiasi akustik yang datang padanya. Untuk memahami masalah ini, misalkan kita perlakukan membran timpani pada gendang telinga sebagai sistem mekanik yang mengalami getaran 1 dimensi di sekitar titik keseimbangannya, yaitu sebesar simpangan x t . Kita lalu bisa nyatakan gaya pemulih untuk simpangan x yang kecil dalam uraian Taylor,
F x =F 0
dF dx
0
x
1 d2F 2 ! dx 2
x 2
0
1 d3F 3! dx 3
x 3...
0
(9)
Pada keseimbangan, x = 0, dan gaya pemulih F(x) juga akan menghilang sehingga F 0 =0 . Anggap suku linear dalam x cukup dominan sehingga kita dekati
F x ≃
dF dx
x 0
* detailnya dapat dilihat di buku Mathematical Methods in The Physical Sciences, Mary L. Boas.
(10)
vii
Agar menjadi gaya pemulih, kita harus memiliki dF /dx |0 0 untuk x positif. Ambil dF /dx |0 = k , dengan k adalah konstanta pegas yang bernilai positif, maka akan
diperoleh hukum Hooke yang kita kenal, F x = k x
(11)
yang sahih untuk simpangan x kecil.
Jika f t adalah gaya yang bekerja pada gendang telinga yang dihasilkan oleh tekanan periodik dari gelombang suara datang dan m adalah massa dari membran timpani, maka Hukum kedua Newton akan menghasilkan m x¨ = k x f t
(12)
x¨ 0 x =F t
(13)
yang bisa ditulis ulang menjadi
dengan 0 = k /m dan F t = f t / m . Ini adalah kasus osilator harmonik terpaksa. Jika F t = A cos t , maka setelah beberapa waktu awal gendang telinga akan memberi respon hanya pada frekuensi tertentu . Untuk bisa mendengar frekuensi selain , persamaan gendang telinga harus memiliki sejumlah suku nonlinear. Nonlinearitas akan merangkai masukan menuju frekuensi harmonik yang lain. Pemeriksaan kedokteran terhadap telinga manusia menunjukkan bahwa beban yang dialami gendang telinga bersifat asimetris, tentunya sebagai akibat dari osilasi asimetrik. Jika kita tetap menjaga suku kuadratik dari uraian Taylor pada persamaan (9) dan memisalkan 1/2 ! d 2 F /dx 2 |0= m , maka persamaan (13) digantikan oleh persamaan nonlinear x¨ 20 x x 2=F t
(14)
Suku kuadratik pada persamaan (14) merupakan sifat asimetri karena tandanya tidak berubah terhadap x. Persamaan ini merupakan persamaan gendang telinga yang diturunkan oleh Helmholtz. Selain itu, osilasi terpaksa dari sistem nonlinear yang ditunjukkan pada persamaan (14), disertai redaman tertentu, akan membawa kita pada
viii
variasi yang luas dari fenomena fisis, termasuk osilasi harmonik, osilasi subharmonik, dan kelakuan chaos atau nonperiodik. Dalam sistem lain, ketika sebuah benda bergerak melalui fluida kental (misalkan atmosfer atau air), fluida tersebut memberikan gaya gesek F g pada benda. Gesekan ini memainkan peranan yang penting pada karakteristik gerakan pesawat berkecepatan tinggi seperti juga pada bola golf. Bentuk matematis dari gaya gesek secara umum cukup kompleks dan biasanya ditentukan secara langsung melalui eksperimen. Jika v adalah kecepatan sesaat, maka dapat kita nyatakan F g =F g v . Model yang paling sederhana dari para fisikawan adalah n 1 F g ∝∣v ∣ v
(15)
dengan n adalah bilangan bulat. Kemudian, sebagai contoh, persamaan gerak dari suatu benda yang bergerak dekat permukaan Bumi dapat dinyatakan oleh m v˙ =m g m k v ∣v ∣n 1
(16)
dengan k adalah konstanta positif yang terutama bergantung pada kerapatan dan viskositas udara serta bentuk dari proyektil. Secara eksperimen, ditemukan bahwa sebuah pesawat militer yang bergerak di udara (dengan asumsi bentuk titik) akan mengalami gaya gesek dengan n = 1 untuk v≤24 m /s . Kasus n = 1 ini biasanya disebut dengan hukum Stokes untuk gesekan. Untuk v yang lebih besar, tetapi masih di bawah kelajuan udara, diperoleh n = 2. Kasus ini biasanya disebut dengan hukum Newton untuk gesekan. Pada keduanya, nilai n sebenarnya tidaklah tepat 1 atau 2, tetapi memangkatkan bilangan bulat tentu akan lebih memudahkan kita dalam perhitungan integral analitik.
***
BAB 1 SEKILAS TENTANG FRAKTAL Banyak struktur ruang di alam ini ternyata dihasilkan dari penyusunan ulang komponenkomponen yang identik dalam jumlah besar. Proses penyusunan ulang itu terjadi melalui aturan/rumusan tertentu, yang kita sebut dengan organisasi. Dua prinsip yang paling sederhana dari organisasi tersebut adalah keteraturan (regularity) dan keteracakan (randomness). Berdasarkan prinsip keteraturan, komponen-komponen terkecil dari suatu struktur dapat menyusun diri mereka sendiri dalam sebuah mode periodik atau kuasiperiodik menghasilkan bentuk kristal, campuran logam, formasi prajurit dalam suatu parade, dan sebagainya. Sementara dari prinsip keteracakan, contoh yang jelas tampak pada distribusi gas dan pertumbuhan rambut binatang. Di antara dua ekstrem tersebut terdapat prinsip “keserupaan diri” (self-similarity), yang akan membawa kita pada suatu struktur yang disebut dengan fraktal. Pada suatu fraktal, ketika bagian dari suatu sistem membesar dengan perbesaran yang sama pada berbagai arah, maka bentuk tersebut akan menyerupai keseluruhannya. Ciri khas fraktal di sini yaitu dimensinya biasanya dalam bentuk pecahan. Konsep ini dapat diilustrasikan dengan contoh Segitiga Sierpinski (SS). Untuk membentuk SS, pada langkah pertama (n = 0) kita mulai dari sebuah segitiga sama sisi yang masing-masing sisinya bernilai 1 satuan. Pada langkah selanjutnya (n = 1), kita harus memotong seluruh bagian tengah segitiga tersebut oleh suatu bentuk segitiga terbalik. Kemudian pada n = 2, lakukan hal yang sama untuk setiap segitiga yang terbentuk dari langkah sebelumnya. Proses tersebut diulang terus menerus sampai n = ∞ . (Tentu saja, hal ini bisa kita lakukan dalam pikiran, tetapi tidak dalam kenyataan.) Himpunan dari segitiga pada langkah terakhir (n = ∞ ) adalah Segitiga Sierpinski yang kita inginkan. Mudah untuk dipahami bahwa setiap bagian kecil dari SS memiliki bentuk yang sama seperti keseluruhannya; dengan demikian SS merupakan suatu fraktal.
halaman 1 - 1
Bab 1 : FRAKTAL halaman 2 - 2
PraFraktal
n
N
1
0
1
1
1
2-1
3
2
2-2
32
3 . . . n
2-3 . . . 2-n
33 . . . 3n
Gambar 1.1 Konstruksi segitiga Sierpinski dan prosedur untuk menentukan dimensi fraktalnya.
Dimensi D dari sebuah fraktal dapat dinyatakan oleh
N ~
D
(1.1)
dengan N adalah jumlah minimal dari objek kecil identik (masing-masing berukuran linear ) yang dibutuhkan untuk melingkupi bentuk aslinya. Di sini tanda tilde (~) menyatakan “sebanding ketika 0 .”
Bab 1 : FRAKTAL halaman 2 - 3
Dalam bentuk lain, persamaan (1.1) setara dengan D=lim log N /log
(1.2)
0
Untuk menentukan dimensi dari SS, kita coba untuk melingkupinya dengan segitigasegitiga kecil. Ingat bahwa SS sebenarnya tidak bisa digambar secara eksplisit (harus n=∞ ). Akan tetapi, kita bisa tetap melakukan proses seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.1. Dari gambar tersebut kita bisa lihat bahwa untuk setiap ternyata sejumlah N segitiga secara jelas menunjukkan bentuk dari SS dan kita dapat tentukan bahwa N =3n untuk =1/2 n . Berdasarkan persamaan (1.2) dan perhitungan log N / log =
n log 3/n log 2 , kita peroleh D=log 3/ log 2≈1,58 , yang ternyata bukan bilangan bulat. Jadi, perhitungan yang kita lakukan telah sesuai dengan definisi bahwa dimensi fraktal merupakan bilangan pecahan. Selain self-similar fractal, ada beberapa fraktal yang dapat dibentuk dari proses pertumbuhan. Dimensinya dapat didefinisikan oleh M ~R D
(1.3)
dengan M adalah massa objek ketika ukuran linearnya adalah R. Di sini tanda tilde berarti “sebanding ketika R ∞ .” Alasan bahwa persamaan (1.3) dapat memberikan nilai D yang bukan bilangan bulat ditunjukkan pada gambar 1.2. Bahkan dimensi yang diperoleh dari persamaan (1.2) dan (1.3) biasanya akan sama. R
(a)
M = πR ( D = 2)
(b) 2
M = AR
(c) D
(2 > D > 1)
M = NR 1 ( D = 1)
Gambar 1.2 Definisi dari dimensi D pada proses pertumbuhan fraktal. M adalah massa yang sebanding dengan areal berwarna hitam. R adalah jari-jari, ukuran linear dari objek. A pada (b) merupakan konstanta; N adalah jumlah garis pada (c). Pada (a) objek yang tumbuh adalah lingkaran; (b) sebuah “pohon” fraktal dengan percabangan; dan (c) sebuah pohon sederhana tanpa cabang.
Bab 1 : FRAKTAL halaman 2 - 4
Keberadaan fraktal yang ternyata ada dalam hampir seluruh sudut alam dan sistem matematik pertama kali dikenal luas setelah Benoit Maldenbrot mempublikasikan bukunya The Fractal Geometry of Nature pada awal 1980-an. Dalam bukunya tersebut Maldenbrot menyertakan contoh-contoh fraktal seperti kertas yang digumpalkan menjadi bola, sistem koloid, pohon-pohon, pegunungan, kabut, galaksi, polimer, dan pasar modal. Petunjuk dari rahasia fraktal terletak pada kelakuannya yang mengikuti hukum pangkat (power-law behaviour), yaitu y = A xa
(1.4)
y x = a y x , untuk semua 0
(1.5)
yang ekuivalen dengan
Ekuivalensi antara persamaan (1.4) dan (1.5) ini dapat ditunjukkan melalui substitusi langsung. Karena sembarang, kita boleh memilih =1/x sehingga persamaan (1.5) tereduksi menjadi y x = y 1 x a , yaitu persamaan (4) dengan A = y (1). Dua persamaan itu dengan demikian ekivalen satu sama lain dan nilai yang positif menunjukkan bahwa a selalu riil. Secara matematis, sembarang fungsi y(x) yang memenuhi persamaan (1.5) disebut dengan fungsi homogen. Fungsi ini bersifat invarian terhadap skala, artinya jika kita mengubah sekala pengukuran x sehingga x x ' ≡ x , maka fungsi yang baru
y ' x ' [ ≡ y x ] masih memiliki bentuk yang sama dengan fungsi y(x) yang lama. Invariansi skala ini juga dapat diartikan jika suatu bagian dari sebuah sistem diperbesar mencapai ukuran dari sistem sesungguhnya, maka sistem perbesaran tersebut akan serupa dengan sistem yang asli. Dengan kata lain, invariansi skala haruslah serupa diri (self-similar) dan demikian pula sebaliknya.
***
BAB 2 CHAOS DAN PEMETAAN Dalam bidang sains, chaos adalah bahasa teknis dari sebuah fenomena sistem nonlinear yang kelakuannya sangat bergantung secara sensitif pada kondisi awalnya. Penggunaan kata chaos di sini tentu berbeda dengan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari yang sering diartikan sebagai “kekacauan yang menjadi-jadi”. Perbedaan konteks ini mirip seperti penggunaan kata “usaha” yang maknanya tidak sama dalam fisika dan bahasa. Chaos telah diteliti oleh Henri Poincaré pada akhir abad ke-19 dan dilanjutkan oleh sejumlah matematikawan. Semaraknya pembahasan tentang chaos saat ini dimulai pada akhir tahun 1970-an, yaitu setelah Mitchell Feigenbaum menemukan sifat umum dari beberapa jenis pemetaan, yang didahului oleh pekerjaan Edward Lorenz terkait perkiraan cuaca. Tidak semua sistem nonlinear bersifat chaos, tetapi chaos terjadi pada banyak sekali sistem riil maupun matematis seperti pada tetesan air dari keran, rangkaian elektronik, konveksi termal pada cairan, reaksi kimia, detak jantung, dan sebagainya. Meskipun kebanyakan chaos tampak sebagai suatu bentuk osilasi nonlinear yang seolah tidak aturannya, tetapi ia ternyata dapat dirumuskan sebagai suatu pemetaan sederhana.
1 Landasan Matematik 1.1
Bentuk perulangan
Salah satu terobosan besar dalam fisika maupun matematika saat ini adalah kenyataan bahwa sistem dinamis yang paling sederhana pun dapat berkelakuan tidak terprediksi secara ekstrem. Tinjaulah dua buah fungsi riil y =x 2 c ,
(2.1)
x= y.
(2.2)
dan
Semua orang yang sudah lulus sekolah menengah tentu tahu bahwa kedua fungsi halaman 2 - 1
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 2
tersebut merupakan persamaan untuk sebuah parabola dan garis lurus. Walaupun begitu, dari kedua persamaan itu kita berharap dapat menemukan suatu sifat atau kelakuan yang kompleks dan menarik untuk dipelajari. Salah satu cara untuk menginterpretasikan keduanya adalah sebagai dua buah kurva yang berbeda dalam bidang. Cara lainnya yaitu dengan menganggap fungsi-fungsi tersebut sebagai barisan instruksi berikut: 1. Berikan sembarang bilangan x, tentukan kuadratnya dan tambahkan dengan suatu konstanta c , kemudian simpan hasilnya sebagai y. 2. Berikan y dan tidak perlu lakukan apa-apa, simpan hasilnya sebagai x 3. Ulangi langkah 1 dengan nilai x dari langkah 2. Dua langkah pertama di atas bersama-sama membentuk sebuah pemetaan dari satu bilangan ke bilangan lainnya, yaitu f : x x 2c .
(2.3)
Jika kita lakukan proses tersebut untuk seluruh bilangan riil, maka kita telah memetakan sebuah bilangan riil ke bilangan riil lagi:
f :ℝ ℝ .
(2.4)
Hasil dari langkah ketiga kemudian merupakan suatu pemetaan berulang (iterated mapping). Di sini akan digunakan simbol f n x untuk menyatakan perulangan proses ke-n dari nilai awal x. Keseluruhan instruksi tersebut dengan demikian memberikan sebuah barisan bilangan x , f x , f 2 x , f 3 x , ..., f n x , ...
(2.5)
yang kita sebut dengan istilah orbit. Perhatikan bahwa tidak ada instruksi yang menyebutkan kapan kita harus berhenti. Untungnya, manusia tidaklah begitu bodoh sehingga terus melakukan perintah yang diberikan padanya. Di suatu tempat dalam barisan tersebut, sebuah pola akan muncul yang memungkinkan kita untuk berhenti melakukan perulangan dan membuat suatu kesimpulan. Jika pekerjaan tersebut terlalu capai untuk dikerjakan, maka kita dapat melakukan perhitungan dengan menggunakan komputer. Itulah sebabnya akhir-akhir ini riset di bidang chaos maupun fisika nonlinear secara umum
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 3
berkembang dengan pesat seiring kemajuan teknologi komputer. Sekarang kita akan lihat kelakuan dari beberapa buah orbit. Parameter c =0 merupakan yang paling mudah untuk ditinjau karena pemetaan sesuai fungsi pada persamaan (2.1) akan menghasilkan n
f ∞ ; ∣x∣1 , f n 1 ; ∣x∣=1 ,
(2.6)
n
f 0 ; ∣x∣1 . Seluruh orbit akan mendekati nilai nol atau tak hingga kecuali yang bermula pada nilai awal x =±1 . Titik nol dan tak hingga disebut dengan “titik tetap penarik” (attracting fixed point) karena akan menarik orbit dari titik-titik di sekitarnya untuk menuju nilai keduanya, sedangkan ±1 disebut “titik tetap penolak” (repelling fixed point) dengan alasan sebaliknya. Jika diambil parameter c ¼ , parabola seluruhnya berada di atas garis diagonal x = y dan seluruh nilai awal akan dibawa menuju tak hingga. Pada parameter tersebut parabola dan garis diagonal berpotongan di ½. Titik-titik awal dengan nilai mutlak lebih dari ½ kemudian akan menuju tak hingga, sedangkan titik awal yang berada pada interval 0≤x ≤½ akan mendekati nilai ½. Setelah sekitar perulangan sebanyak 700 kali, beberapa buah orbit ternyata menuju nilai 0,499. Hasil untuk 10 perulangan pertama dari beberapa buah nilai awal ditampilkan pada tabel 2.1. ±1 +1.25 +1.812 +3.535 +12.747 +162.744 +26485.994 +701507907 +4.921e+17 +2.421e+35 +5.864e+70 . . . tak hingga
±0.75 +0.812 +0.910 +1.078 +1.412 +2.246 +5.296 +28.297 +800.985 +64158.262 +4.116e+11 . . . tak hingga
Tabel 2.1 Orbit untuk
±0.5 +0.5 +0.5 +0.5 +0.5 +0.5 +0.5 +0.5 +0.5 +0.5 +0.5 . . . +½
±0.25 +0.3125 +0.3476562 +0.3708648 +0.3875407 +0.4001878 +0.4101503 +0.4182232 +0.4249107 +0.4305491 +0.4353725 . . . +½
±0.1 +0.26 +0.3176 +0.3508697 +0.3731096 +0.3892107 +0.4014850 +0.4111902 +0.4190774 +0.4256258 +0.4311573 . . . +½
0 +0.25 +0.3125 +0.3476562 +0.9708648 +0.3875407 +0.4001878 +0.4101503 +0.4182232 +0.4291070 +0.4305491 . . . +½
f : x x 2¼ . Orbit yang tidak dibawa ke tak hingga akan menuju ½.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 4
Titik-titik tetap (fixed point) akan berubah seiring parameter yang berbeda. Parabola dan garis diagonal sekarang akan berpotongan pada dua buah titik, yaitu akar-akar dari persamaan x 2c =x .
(2.7)
Melalui analisis lebih lanjut dapat ditunjukkan bahwa akar yang paling kecil di antara kedua akar-akar tersebut merupakan titik tetap penarik dan akar yang lebih besar merupakan titik tetap penolak. Sebagai contoh, ketika parameter c =- ¾ persamaan tersebut memiliki akar-akar - ½ dan +1½. Hasil dari 10 perulangan pertama kasus ini ditunjukkan pada tabel 2.2. ±1.75 +2.31 +4.59 +20.38 +414.93 +172173.29 +2.964e+10 +8.787e+20 +7.721e+41 +5.962e+83 overflow . . . tak hingga
±1.5 +1.5 +1.5 +1.5 +1.5 +1.5 +1.5 +1.5 +1.5 +1.5 +1.5 . . . +1½
±1 +0.25 −0.6875 −0.2773437 −0.6730804 −0.2969627 −0.6618131 −0.3120033 −0.6525639 −0.3240428 −0.6449962 . . . −½
±0.75 −0.1875 −0.71484375 −0.2389984 −0.6928797 −0.2699176 −0.6771444 −0.2947537 −0.6650421 −0.3077189 −0.6553090 . . . −½
±0.5 −0.5 −0.5 −0.5 −0.5 −0.5 −0.5 −0.5 −0.5 −0.5 −0.5 . . . −½
±0.25 −0.6875 −0.2773437 −0.6730804 −0.2969627 −0.6618131 −0.3120033 −0.6525639 −0.3240428 −0.6449962 −0.3339798 . . . −½
f : x x 2 ¾ . Orbit yang tidak dibawa ke tak hingga akan ditolak 1½ menuju – ½.
Tabel 2.2 Orbit untuk
T itik p e n o la k T itik p e n a r ik T id a k a d a titik te ta p
c> ¼
T itik p e n a r ik
c=¼
-¾ < c < ¼
Gambar 2.1 Titik-titik tetap untuk beberapa parameter tertentu.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 5
Untuk nilai-nilai parameter c - ¾ , orbit yang seharusnya mendekati nilai terkecil dari dua buah akar sesuai analisis sebelumnya ternyata akan berosilasi antara dua nilai yang berbeda. Titik penarik tetapnya telah bercabang (mengalami bifurkasi) atau terbagi dan orbitnya tidak lagi stabil, tetapi periodik, berganti-ganti antara dua buah nilai. Seiring nilai c yang semakin negatif, bentuk bifurkasi lain akan terjadi dan periodenya berlipat menjadi 4, kemudian 8, 16, 32, 64, dan seterusnya menuju tak hingga. Jarak antara dua bifurkasi yang berturutan, bagaimanapun, mendekati nol dan begitu juga dengan cara tertentu penggandaan periode (period-doubling) mencapai tak hingga pada nilai hingga sekitar parameter c-1,4. Di luar nilai ini orbit-orbit yang sebelumnya periodik sekarang cenderung menunjukkan ketidakperiodikan pada sejumlah interval hingga di antara [-2,2] dan akan melewati setiap titik pada selang tersebut. Kelakuan itu disebut dengan istilah ergodik dan merupakan sebuah karakteristik dari chaos. Di samping karakteristik ergodik tersebut, nilai-nilai awal yang semula sangat dekat satu dengan lainnya akan mengikuti orbit yang jauh berbeda. Kelakuan ini, yang merupakan sensitivitas pada kondisi awal, dikatakan bersifat chaos dan nilai parameter c yang menyebabkan terjadinya keadaan itu disebut dengan rezim chaos (chaotic regime). Sederetan bifurkasi yang membawa pada rezim chaos dikenal sebagai rute menuju chaos (period doubling route to chaos).
1.2
Bifurkasi
Sebuah pendekatan yang lebih intuitif untuk memahami orbit dapat dilakukan melalui representasi grafik dengan aturan-aturan berikut: 1. Gambarkan kedua kurva pada sumbu-sumbu yang sama. Ambil sebuah titik pada sumbu-x, titik ini kemudian dijadikan sebagai nilai awal. 2. Gambar sebuah garis lurus vertikal dari titik tersebut sampai memotong parabola. 3. Gambar garis horizontal dari perpotongan itu hingga mencapai garis diagonal dan diperoleh titik yang baru kemudian ulangi langkah 2 dengan titik baru tersebut. Contoh penerapan ketiga aturan di atas dapat dilihat pada gambar 2.2 s.d. 2.7.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 6
Gambar 2.2 Pada grafik ditunjukkan kelakuan titik tetap yang bersifat sebagai penarik untuk c =¼ dengan nilai titik awal 0. Angka nol akan digunakan sebagai standar titik awal untuk seluruh diagram berikutnya karena kelakuannya yang mudah dipahami. Perhatikan bahwa orbit bergerak ke arah ½. Tinjauan lebih lanjut menunjukkan bahwa pendekatan ini bersifat asimtotik.
Gambar 2.3 Pada grafik ini nilai c =- ¾ . Perhatikan cara orbit mendekati titik tetap penarik dari sisi-sisi yang berlawanan. Setelah 1000 kali perulangan ternyata masih ada sebuah lubang yang tampak pada pusatnya. Orbit tersebut masih belum mencapai nilai akhirnya yang kita ketahui sebesar - ½.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 7
Gambar 2.4 Ketika c =- 13/16 orbit mengatur diri menjadi dua siklus yang bergantian antara -¾ and -¼.
Gambar 2.5 Di sini dapat dilihat adanya empat siklus. Ketika c =- 1,3 orbit berosilasi pada nilai-nilai -1,2996224637; 0,3890185483; -1.1486645691; dan 0,0194302923.. Grafik yang satu ini cenderung tertarik lebih cepat. Setelah 100 kali perulangan, diagramnya akan tampak sempurna.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 8
Gambar 2.6 Orbit ini digambar dengan menggunakan parameter c =- 1,4015 . Meskipun tampak serupa dengan diagram sebelumnya, nilai pemetaan dalam orbit ini tampak tidak pernah berulang dan memiliki periode menuju tak hingga. Perubahan yang kecil dalam kondisi awal memberikan orbit yang sangat berbeda. Kita dapat membandingkan hasil ini dengan parameter c =- 1,4 yang memiliki periode 32.
Gambar 2.7 Grafik ini pasti menunjukkan sebuah chaos pada c =- 1,8 . Orbitnya melingkupi setiap daerah pada beberapa subinterval dari [-2, 2]. Gambar ini menunjukkan hanya sedikit subnterval dari seluruh titik yang sesungguhnya bakal dilewati orbit.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 9
Satu jalan lagi untuk melihat kelakuan umum dari pemetaan f : x x 2c adalah dengan memplot orbit sebagai sebuah fungsi dari parameter c. Kita tidak akan memplot seluruh titik dari sebuah orbit, cukup yang paling indikatif saja. Beberapa ratus perulangan pertama akan diabaikan yang memungkinkan orbit untuk menuju karakteristiknya. Diagram seperti ini disebut dengan diagram bifurkasi karena menunjukkan bifurkasi dari suatu orbit. Keterangan lebih lengkap dijelaskan pada gambar 2.8 s.d. 2.11.
Gambar 2.8 Pada gambar ini kita dapat lihat diagram bifurkasi secara utuh. Nilai parameter di luar rentang [-2, ¼] tidak dsertakan karena seluruh orbitnya menuju tak hingga. Perhatikan bagaimana suatu titik tetap penarik tunggal bercabang dua (bifurkasi) berulang kali dan menjadi chaos.
Gambar 2.9 Perbesaran pada daerah penggandaan periode (period doubling).
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 10
Gambar 2.10 Dengan memperbesar lagi diagram bifurkasi pada daerah sudut sebelah kiri atas, kita dapat melhat sebuah pengulangan dari struktur yang besar. Daerah penggandaan periode menunjukkan sifat keserupaan diri (selfsimilarity), yaitu daerah-daerah kecil tampak serupa dengan daerah yang besar. Sifat ini dapat dilihat ada bagian lainnya dari diagram.
(a)
(b)
Gambar 2.11 (a) Perbesaran pada rezim chaos, (b) Jika diperbesar lagi pada bagian tengah, diagramnya tetap tampak seperti bentuk keseluruhannya. Di sini digunakan skala sampai 1000 kali lebih besar dari gambar 2.8. Meskipun nilai x berubah terus terhadap c , diagram bifurkasi cenderung menunjukkan bentuk yang sama. Dengan demikian, sifat chaos ini ternyata terkait dengan fraktal. Chaos selalu merupakan formasi dari fraktal, tetapi fraktal tidak selalu menghasilkan chaos.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 11
1.3
Sifat keseluruhan
Seperti telah ditunjukkan pada diagram, subdaerah dalam diagram bifurkasi tampak serupa dengan diagram secara keseluruhannya. Keserupaan diri ini telah ditunjukkan tetap berulang sampai resolusi terbaik sekalipun. Tinjau daerah penggandaan periode, seluruh daerah yang dimulai dengan bifurkasi pertama 1 tampak sama seperti daerah lain yang dimulai dengan bifurkasi kedua 2 yang juga tampak sama seperti daerah lain yang dimulai dengan bifurkasi ketiga 3 , dan seterusnya. Kita simpulkan bahwa jarak antara dua titik bifurkasi yang berturutan n secara geometri menyusut sedemikian rupa seingga perbandingan dari interval =
n n 1 . n1 n
(2.8)
mendekati sebuah nilai konstan seiring n menuju tak hingga. Konstanta ini, yang disebut dengan bilangan Feigenbaum, muncul berulangkali dalam bentuk keserupaan diri dan memiliki nilai aproksimasi sebesar 4,669201609102990671853203820466201617258185577475768632745651 343004134330211314737138689744023948013817165984855189815134 408627142027932522312442988890890859944935463236713411532481 714219947455644365823793202009561058330575458617652222070385 4106467494942849814533917262005687556659523398756038256372 ... Bilangan Feigenbaum merupakan sebuah bilangan irasional seperti halnya
(3.1415926...) yang selalu muncul dalam pembahasan lingkaran maupun e (2.71828...) yang muncul dalam pembahasan pertumbuhan atau peluruhan. Dengan demikian, bilangan Feigenbaum adalah sifat yang menyeluruh bagi suatu chaos. Untuk seluruh chaos, bifurkasi yang mendahului transisi menuju chaos selalu dikarakterisasi oleh bilangan Feigenbaum. Akan tetapi, sejauh ini kita hanya meninjau pemetaan sederhana satu dimensi, f : x x 2 c , dengan x dan c adalah bilangan riil. Mungkin kita ragu seberapa menyeluruh sifat yang telah dikemukakan di atas berlaku untuk jenis pemetaan yang lain. Untuk membuktikannya, kita coba tinjau diagram bifurkasi seperti pada gambar berikut.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 12
(a)
(b) Gambar 2.12 (a) Diagram bifurkasi untuk
f : x c sin x pada interval tertentu, dan (b) diagram bifurkasi pemetaan
yang sama pada interval yang lebih besar. Sifat keseluruhan benar-benar tampak serupa.
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 13
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.13 Diagram bifurkasi untuk (a) dan (d) f : x c x 1 x .
(d)
f : x c x 1 x 2 , (b)
f : x c x 3 1 x , (c) f : x c 1 2 x 14 ,
Bab 2 : CHAOS
Sub 1 : LANDASAN MATEMATIK halaman 2 - 14
Gambar 2.14 Diagram bifurkasi untuk
f : x sin x c .
2 Pemetaan Multidimensi 2.1
Penarik aneh
Langkah selanjutnya adalah mengembangkan konsep sistem berulang ke pemetaan multidimensi. Dengan diberikan hasil penelusuran sebelumnya, kita dapat menduga bahwa banyak kelakuan yang ditemukan ada pemetaan kuadratik akan memiliki analognya dalam dimensi yang lebih tinggi dan dengan demikian kita tidak perlu mengenalkan banyak kosakata baru. Misalkan f :ℝn ℝn
(2.9)
merupakan sebuah pemetaan berorde n dari bilangan riil ke bilangan riil lagi. Kita sebut n sebagai titik-titik tertentu dan ℝn adalah sebuah ruang berdimensi n. Ambil hasilnya kemudian masukkan kembali nilai yang diperoleh pada pemetaan tersebut secara berulang, maka akan dihasilkan sebuah orbit 2 3 n p , f p , f p, f p, ..., f p
(2.10)
Bab 2 : CHAOS
Sub 2 : PEMETAAN MULTIDIMENSI halaman 2 - 15
dalam ruang dengan nilai awal p. Kelakuan dari orbit-orbit pada dimensi tinggi secara umum akan serupa dengan satu dimensi. Kita akan tinjau beberapa kemungkinan dalam dua dimensi. Cukup mudah untuk menemukan pemetaan yang mengilustrasikan titik-titik tetap penarik dan penolak. Sebagai contoh, ½ f :x , y ½ x ,½ y
(2.11)
menggambarkan semua titik secara asimtotik menuju titik asal koordinat (origin), sedangkan f : x , y 2 x , 2 y
(2.12)
membawa ke nilai tak hingga. Pada dimensi yang lebih tinggi, tarikan dan tolakan tidak terbatas pada titik-titik tertentu. Sebuah pemetaan berulang dapat menjadi struktur apapun yang mungkin dalam dimensinya. Penarik dan penolak dapat membentuk lintasan, permukaan, volume, dan analogi lainnya pada dimensi yang lebih tinggi. Sebagai contoh, pemetaan dua dimensi f :x , y x ,½ y
(2.13)
menarik seluruh titik secara asimtotik menuju sumbu-x. Demikian pula, sebuah obyek dua dimensi dapat berlaku sebagai penolak. Contohnya adalah pemetaan f : x , y x 2 y 2 , 2 x y .
(2.14)
Titik-titik di dalam lingkaran satuan menghadap ke titik asal koordinat, sedangkan di luar itu akan terbawa menuju tak hingga. Titik-titik yang berada di dalam lingkaran ternyata tetap pada posisinya sehingga untuk pemetaan ini lingkaran satuan dapat dianggap sebagai penolak tetap. Untuk perbandingan, ambil suatu himpunan fungsi berulang
x b y dan y 1x a y 2
(2.15)
dengan a dan b konstan masing-masing sebesar 1,4 dan 0,3. (Nilai konstanta lain tentu
Bab 2 : CHAOS
Sub 2 : PEMETAAN MULTIDIMENSI halaman 2 - 16
diperbolehkan. Pemilihan ini hanya untuk menghasilkan gambar yang bagus.) Nilai titiktitik awal yang tidak lari ke tak hingga ternyata membentuk pola unik yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Ini contoh sebuah penarik aneh (strange attractor), yaitu penarik Henon, yang dinamai sesuai penemunya, Michel Henon. Meskipun terbentuk dari garisgaris, orbit-orbit pada penarik ini tidak mengalir secara kontinu, tetapi loncat dari satu posisi ke posisi lainnya. Ketika digambar, penarik aneh ini tampak tidak berwujud apa-apa, tetapi bersifat chaos. Titik-titik awal yang hanya berbeda sedikit saja akan tiba-tiba berpisah dan melintasi orbit yang berbeda.
1x
8x
64x
Gambar 2.15 Penarik Henon dengan perbesaran tertentu.
Bentuk unik serupa dapat diperoleh dengan menggunakan bilangan kompleks, yaitu sebuah bilangan yang terdiri dari bagian riil dan imajiner. Bilangan kompleks z dapat direpresentasikan sebagai jumlah dari dua bagian tersebut atau sebagai pasangan koordinat dengan “i” menyatakan akar kuadrat dari negatif 1.
z =x i y =x , y .
(2.16)
Dengan demikian, sebuah pemetaan berulang
f z z
(2.17)
f x , y f x , y
(2.18)
setara dengan pemetaan dua dimensi
yang mengikuti aritmetika bilangan kompleks. Caranya yaitu dimulai dengan sebuah fungsi kompleks, atau cukup ambil sembarang fungsi riil yang lama dan beri nilai awal dengan bilangan kompleks, hitung hasil pemetaannya sesuai fungsinya berulangkali, dan plot orbit yang diperoleh pada bidang riil-imajiner.
Bab 2 : CHAOS
Sub 2 : PEMETAAN MULTIDIMENSI halaman 2 - 17
Jika langkah tersebut diterapkan pada fungsi
f : z ab z exp i
k p 2 1∣z∣
(2.19)
akan muncul sebuah penarik aneh, yaitu penarik Ikeda. Dengan pilihan parameter tertentu dapat diperoleh pola yang melingkar-lingkar dan berlipat. Contoh yang ditunjukkan di bawah mengingatkan kita pada turbulensi yang ditemukan dalam jejak suatu asap a=0,85 ;b=0,9 ;k=0,4 ; p=7,7 . Seperti halnya penarik Henon, penarik Ikeda juga menunjukkan struktur halus yang tidak pernah berhenti. Inilah yang menyebabkan objek ini tampak “aneh”.
1x
4x
16x
Gambar 2.16 Penarik Ikeda.
Meskipun terlihat seperti lukisan yang indah, seluruh penarik aneh tersebut bermula dari penelitian sistem riil atau fisis yang diidealisasi. Penarik Henon muncul dari studi gangguan pada orbit asteroid dan penarik Ikeda dari sistem optik nonlinear. Sistem yang dikaji oleh Henon dan Ikeda merupakan sistem dua dimensi, tetapi tidak ada alasan untuk membatasi sistem fisis atau penarik aneh hanya pada dimensi tertentu.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.17 Beberapa penarik aneh dalam 3 dimensi, (a) Chua [listrik], (b) Duffing [osilasi nonlinear], (c) Lorenz [konveksi atmosfer], dan (d) Rossler [kinetika kimia].
Bab 2 : CHAOS
Sub 2 : PEMETAAN MULTIDIMENSI halaman 2 - 18
2.2
Sistem Lorenz
Penarik aneh yang paling terkenal adalah penarik Lorenz, sebuah obyek tiga dimensi yang bentuknya menyerupai kupu-kupu. Penarik Lorenz yang dinamai sesuai penemunya, Edward Lorenz, merupakan sebuah model matematik untuk kondisi atmosfer. Bayangkan sebuah lapisan udara dipanaskan dari bawah dan didinginkan dar atas dengan kedua tepinya dijaga pada temperatur tetap. Ini adalah gambaran atmosfer Bumi kita yang paling sederhana. Bagian bawahnya dipanaskan oleh Bumi dan bagian atas didinginkan oleh angkasa luar. Dalam lapisan tersebut, udara hangat akan muncul dan udara dingin akan hilang. Dengan model ini, sel konveksi akan terbentuk, mentransfer kalor dari bawah ke atas. Keadaan atmosfer dalam model ini dapat digambarkan secara utuh dengan tiga buah variabel bergantung waktu: (1) laju konveksi x, (2) distribusi temperatur horizontal y, dan (3) distribusi temperatur vertikal z ; dengan tiga parameter yang menjelaskan karakter dari model tersebut, yaitu (rasio viskositas terhadap konduktivitas termal), (perbedaan temperatur antara bagian atas dan bawah lapisan), dan (perbandingan lebar dan ketebalan lapisan). Model ini kemudian membentuk sistem persamaan diferensial biasa sesuai dinamika fluida, dx /dt = y x dy / dt = x y x z dz /dt =xy z
(2.20)
Walaupun benar-benar sudah sangat sederhana, dalam model ini tetap tidak mungkin ditemukan solusi analitiknya sehingga harus diselesaikan secara numerik. Untuk menghemat kertas, komputer diinstruksikan agar membulatkan solusinya sebelum dicetak. Sebagai contoh, solusi 0,56127 dicetak 0,506. Celakanya, sebuah galat dalam 1/4000 bagian justru dapat menjadi sesuatu yang signifikan. Toleransi tidak bisa selalu kita berikan dalam perhitungan ini. Dalam perkiraan cuaca, kesalahan yang kecil setelah waktu tertentu akan menjadi sangat besar sesuai jangkauan solusi yang mungkin terhadap sistem tersebut. Lorenz menyebutnya sebagai efek kupu-kupu (butterfly effect) karena dia mengandaikan sistem ini dengan pertanyaan, “Apakah kepak sayap kupu-kupu
Bab 2 : CHAOS
Sub 2 : PEMETAAN MULTIDIMENSI halaman 2 - 19
di Brazil dapat menghasilkan tornado di Texas?” Ini tentu hanya sebuah ungkapan. Pernyataan yang seharusnya adalah, “Apakah pengaruh yang sangat kecil membawa perubahan besar di kemudian waktu?” Kupu-kupu dipilih karena efeknya pada dinamika atmosfer tentu sangat kecil dan tornado dipilih karena ukurannya secara meteorologi merupakan kejadian ekstrem yag dapat kita peroleh. Gangguan yang sangat kecil dalam sebuah sistem mungkin menghasilkan keluaran sebesar perbedaan antara apakah tornado akan terjadi atau tidak. Apa yang dikenal sebagai efek kupu-kupu lebih tepat dikenal sebagai ketergantungan yang sangat sensitif pada kondisi awal. Ini merupakan sifat yang sangat pokok dari sistem chaos. Ketergantungan yang sensitif sama dengan chaos. waktu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
temperatur 10.34 −5.380525 10.02 −5.322683 −14.052872 2.76 −7.552990 6.62 −8.084304 diabaikan −9.952578 −5.981163 −13.023813 0.04 9.31 4.56 7.38 −14.856846 −0.246566
waktu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
temperatur −9.952000 −6.120309 −12.646284 −0.724073 11.85 −1.204758 6.83 13.77 1.47
Tabel 2.3 Ketergantungan yang sangat sensitif pada kondisi awal sebagaimana diilustrasikan oleh sistem persamaan Lorenz. Ketika hasil pada perulangan kesebelas dipotong desimalnya, maka hasil akhirnya menjadi sangat berbeda.
Sebenarnya sistem yang dimodelkan oleh persamaan Lorenz dapat juga menunjukkan kelakuan yang tidak chaos. Dengan memberikan kombinasi parameter yang tepat, sejumlah orbit akan stabil menuju titik tetap tertentu, berhingga maupun tak hingga. Bagian yang menarik dari sistem Lorenz ini adalah sifat ergodisitasnya, yaitu orbit akan melalui setiap titik pada daerah tertentu dan ini tampak dalam perubahan cuaca yang nyata
Bab 2 : CHAOS
Sub 2 : PEMETAAN MULTIDIMENSI halaman 2 - 20
di kehidupan sehari-hari. Cuaca di Bumi tidak pernah menuju keadaan yang sama setiap harinya walau di tempat yang sama. Memang ada hari-hari yang keadaan cuacanya seperti sama tapi tidak pernah tepat sama (tidak berulang). Cuaca nyata juga bersifat terikat, yaitu ada batasan jenis cuaca tertentu yang bisa terjadi karena Bumi, matahari, dan atmosfer sebenarnya tidak mengalami perubahan dalam karakternya masing-masing. Daerah tropis bisa saja cukup panas, tetapi tidak pernah bisa untuk melelehkan sebuah timbal. Angin badai boleh jadi sangat kencang, tetapi tidak cukup cepat untuk mengimbangi kelajuan suara, apalagi cahaya. Jika model Lorenz ini akurat, maka seharusnya dapat menunjukkan sifat yang terikat itu. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Tentu akan sangat sulit jika kita harus melihat sederetan angka lantas menentukan akurasinya. Cara yang mudah adalah dengan melihat orbit pemetaan Lorenz dalam tiga dimensi.
Gambar 2.18 Penarik Lorenz dilihat dari delapan sudut yang berbeda.
Dari gambar 2.18 kita dapat lihat bahwa penarik Lorenz bersifat terikat juga. Satu hal yang menarik, bentuk yang dilalui oleh seluruh orbit ternyata cukup mirip dengan kupukupu seperti yang dilontarkan oleh Lorenz sendiri. Meski demikian, struktur sebenarnya dari penarik Lorenz jauh lebih kompleks. Kita ingat bahwa angka-angka yang dihasilkan bersifat ergodik (mendekati setiap nilai yang mungkin) dan aperiodik (tidak pernah berulang).
Bab 2 : CHAOS
Sub 2 : PEMETAAN MULTIDIMENSI halaman 2 - 21
Gambar 2.19 Penarik Lorenz dari sudut yang lebih jelas. Di sini terlihat ergodisitasnya.
Sayangnya, kemampuan untuk menentukan apakah suatu hal akan terjadi atau tidak sebenarnya tidak mungkin kita katakan. Pada seluruh pengukuran akan muncul ketidakpastian pada level tertentu. Akan tetapi, prediksi yang kita buat tentu cukup berguna untuk bisa memahami alam semesta yang luar biasa mempesona.
3 Mengukur Chaos 3.1
Osilator harmonik
Pada bahasan sebelumnya, kita telah meninjau kelakuan dari sistem dinamika diskret, secara khusus adalah kelompok pemetaan kuadratik. Tiga tipe dasar kelakuan sistem telah diamati, yaitu titik tetap, periodik, dan chaos (ergodik). Dua tipe pertama kelakuan tersebut muncul dalam banyak sistem dinamika kontinu yang digambarkan oleh persamaan diferensial dengan solusi eksak. Pada bagian ini kita akan membuat perbandingan antara sebuah sistem periodik kontinu, yaitu osilator harmonik dan sistem periodik diskret paling terkenal, yaitu persamaan logistik. Analisis paralel antara osilator harmonik sederhana dan persamaan logistik dimungkinkan dengna memberikan sifat yang analog dari kedua sistem. Dari kajian ini akan muncul sebuah topik baru dalam analisis dinamika diskret, yaitu persamaan logistik terkendali (driven logistic equation).
Bab 2 : CHAOS
Sub 3 : MENGUKUR CHAOS halaman 2 - 22
Osilator harmonik sederhana (OHS) adalah sebuah massa yang dihubungkan pada suatu benda elastik (yang massanya diabaikan) dengan salah satu ujung yang terikat dan ujung satunya lagi bebas bergerak bersama massa dalam satu dimensi. Model yang disederhanakan ini mengaproksimasi banyak sistem riil yang bergetar, diantaranya drum musik, tali gitar, gambaran mekanika kuantum sebuah atom, dan sebagainya. Hal yang penting dari permasalahan ini terletak pada fakta bahwa persamaan dengan bentuk yang serupa muncul ketika sebuah partikel bergerak melalui daerah yang potensialnya memiliki satu atau lebih minimum lokal: gerak planet dan satelit, gambaran klasik elektron dalam orbit sekitar inti, bandul sederhana, dan sebaganya. Persamaan serupa juga muncul dalam kajian rangkaian RLC yang digunakan pada peralatan komunikasi analog dan transmisi daya listrik. Ketika gaya disipatif seperti gesekan dan hambatan udara diabaikan, gaya total akan berbanding langsung dengan simpangan massa terhadap posisi keseimbangannya dengan arah yang berlawanan, dikenal sebagai hukum Hooke. Dimulai dengan hukum Newton kedua, kita dapat menurunkan persamaan diferensial linear orde dua yang solusinya memberikan kita simpangan massa sebagai suatu fungsi dari waktu. F k m
-x m ax
p o sisi se im b a n g
+x m ax
Gambar 2.20 Osilator harmonik sederhana
Persamaan gerak untuk OHS ini mudah untuk diturunkan dan hasilnya dapat dinyatakan oleh x =A cos0 t .
(2.21)
Geraknya bersifat periodik dengan suatu frekuensi 0 yang memenuhi 0 = k /m , artinya frekuensi tersebut bergantung pada sifat massa dan benda elastik (diasumsikan
Bab 2 : CHAOS
Sub 3 : MENGUKUR CHAOS halaman 2 - 23
berupa pegas). Amplitudo A dan fase adalah konstanta-konstanta yang ditentukan oleh simpangan awal dan kelajuan sistem. Model fisis yang lebih realistis adalah dengan menyertakan gaya disipatif, yaitu osilator harmonik teredam. Untuk memudahkan, misalkan gaya disipatif ini sebanding dengan kecepatan benda bermassa dengan arah yang berlawanan. Ini merupakan pendekatan yang cukup baik untuk hambatan udara dan menghasilkan persamaan diferensial lain dengan sebuah solusi eksak. Hasilnya adalah x =A e t cos 1 t
(2.22)
dengan =b/2 m dan 1 = 20 2 . Kita sekarang memiliki sebuah persamaan yang menghasilkan kelakuan berbeda untuk parameter yang berbeda. Ketika faktor redaman ( ) sama dengan nol, sistem akan tereduksi menjadi kasus OHS. Ketika nilai lebih dari nol, maka sistem bisa atau tidak bisa berosilasi, tergantung dari hubungannya dengan frekuensi alami 0 . Bentuk osilasi terakhir yang muncul dalam masalah praktis adalah osilasi harmonik terkendali, yaitu ketika osilator dikendalikan oleh gaya eksternal yang bergantung waktu. Kasus yang paling penting adalah gaya yang bentuknya sinusoidal, F t =F 0 cost 0
(2.23)
sehingga memungkinkan persamaan diferensialnya memiliki solusi eksak, yaitu x =A e t cos 1 t
1
dengan =tan
F 0/ m
4 2 0
2 2
2
2
sin t 0
(2.24)
20 2 . 2
Solusinya sekarang terdiri atas dua bagian, suku transien dan suku tunak. Suku transien, yang solusinya sama dengan osilator harmonik teredam, menghilang secara eksponensial dan tergantung pada kondisi awal. Suku tunak memiliki sebuah amplitudo yang konstan dan tidak tergantung pada kondisi awal. Oleh karena itu, tidak peduli bagaimana kondisi awal yang dimiliki osilator, kelakuannya sepenuhnya tergantung pada gaya pengendali.
Bab 2 : CHAOS
Sub 3 : MENGUKUR CHAOS halaman 2 - 24
3.2
Persamaan logistik
Persamaan logistik sederhana merupakan sebuah rumusan untuk mengaproksimasi evolusi populasi hewan pada waktu tertentu. Banyak spesies hewan bersifat fertil hanya pada periode singkat dalam setahun dan hewan-hewan muda lahir dalam musim tertentu sehingga seiring berjalannya waktu ketika mereka siap untuk makan, jumlah makanan itu tetap melimpah. Dengan alasan ini, sistem tersebut lebih baik digambarkan oleh sebuah persamaan beda diskret (discrete difference equation) dibandingkan persamaan diferensial kontinu. Oleh karena tidak setiap hewan yang ada akan bereproduksi, tidak seluruh betina bersifat fertil, dan tidak setiap perkawinan akan berhasil, maka populasi meningkat dalam bentuk fraksi populasi saat ini. Dengan demikian, jika An adalah jumlah hewan tahun ini dan An 1 adalah jumlahnya tahun depan, maka An 1 =r An
(2.25)
dengan r merupakan laju pertumbuhan atau tingkat produktivitas. Model ini menghasilkan pertumbuhan eksponensial tanpa batas. Karena setiap populasi terikat oleh batasan fisis dari lingkungannya, maka kita harus memberikan suku tambahan yang mendekati nol seiring populasi mencapai pertumbuhan yang tinggi. Suku yag tepat adalah pengali 1 A n sehingga dihasilkanlah persamaan logistik An1=r An 1 A n ,
(2.26)
f x =r x 1 x .
(2.27)
atau dalam bentuk fungsi
Persamaan logistik berbentuk parabola seperti pemetaan kuadratik dengan
f 0= f 1=0 dan sebuah nilai maksimum ¼ r pada ½. Variasi dari parameter akan mengubah ketinggian parabola tetapi lebarnya tetap. (Ini adalah perbedaannya dengan pemetaan kuadratik yang bentuk keseluruhannya selalu tetap, hanya bergeser ke atas atau ke bawah.) Kelakuan dari sistem tersebut ditentukan dengan mengikuti orbit dari masukan awal yang diberikan. Seluruh kondisi awal pada akhirnya akan menjadi tiga macam tipe kelakuan sistem, yaitu
Bab 2 : CHAOS
Sub 3 : MENGUKUR CHAOS halaman 2 - 25
1. Tertentu (tetap): Jumlah populasi mendekati sebuah nilai stabil. 2. Periodik: Jumlah populasi berganti-ganti antara dua atau lebih nilai. 3. Chaos: Jumlah populasi akan melewati setiap nilai pada rentang (0,1). Selain itu, orbitnya akan sangat bergantung pada kondisi awal, sesuai dengan sifat keseluruhan yang pernah dinyatakan sebelumnya. Kelakuan dari persamaan logistik ini lebih rumit daripada osilator harmonik sederhana. Tipe orbit bergantung pada paramater laju pertumbuhan, tetapi bukan dalam pernyataan “kurang dari”, “lebih dari”, atau “sama dengan”. Cara terbaik untuk memvisualisasikan kelakuan orbit sebagai fungsi dari laju pertumbuhan adalah dengan menggunakan diagram bifurkasi. Tetapkan sebuah masukan awal yang cocok, bangkitkan sejumlah besar perulangan, abaikan beberapa nilai pertama dan plot sisanya sebagai fungsi dari laju pertumbuhan. Untuk nilai parameter yang menyebabkan sistem berkelakuan tetap, diagram bifurkasi akan tereduksi berupa sebuah garis; untuk sistem periodik, diagramnya berupa deretan garis; dan untuk sistem chaos, diagramnya berupa serangkaian titik. Ada dua buah titik tetap untuk fungsi ini, yaitu 0 dan 1 – 1/r. Yang pertama akan stabil pada interval (-1,1) dan yang terakhir pada (1,3). Sebuah siklus stabil akan dimulai pada
r =3 diikuti r =1 6 . Periode akan terus berlipat hingga interval yang semakn pendek sekitar r =3.5699457... di mana rezim chaos mengambil alih. Ketika laju pertumbuhan mencapai 4, seluruh orbit menuju tak hingga dan aspek pemodelan dari fungsi ini tidak
populasi (x)
lagi berguna.
p r o d u k tiv ita s (r) Gambar 2.21 Diagram bifurkasi untuk persamaan logistik.
Bab 2 : CHAOS
Sub 3 : MENGUKUR CHAOS halaman 2 - 26
3.3
Bilangan Lyapunov
Akan sangat memudahkan bagi kita untuk memiliki sebuah ukuran sederhana yag dapat membedakan tipe-tipe orbit seperti halnya parameter-parameter dalam osilator harmonik.
X0 + ∆x0 ∆x (X0 , t )
X0 Gambar 2.22 Mencari bilangan Lyapunov.
Tinjau dua buah titik dalam suatu ruang, yaitu X 0 dan X 0 x 0 , masing-masing akan membangkitkan sebua orbit dalam ruang dengan persamaan tertentu. Orbit-orbit ini dapat dibayangkan sebagai fungsi parametrik dari sebuah variabel seperti waktu. Jika kita gunakan salah satu orbit sebagai referensi, maka jarak antara kedua orbit juga merupakan fungsi dari waktu. Karena ketergantungan yang sensitif hanya muncul pada beberapa porsi dari sebuah sistem, jarak antara tersebut juga merupakan fungsi dari lokasi nilai awal dan memiliki bentuk x X 0, t . Dalam sebuah sistem dengan titik-titik tetap atau titik-titik periodik penarik, x X 0, t berkurang secara asimtotik bersama waktu. Jika suatu sistem tidak stabil, maka orbitnya akan menyebar secara eksponensial untuk sesaat, tetapi pada akhirnya akan kembali turun. Untuk titik-titik chaos, fungsi x X 0, t berkelakuan tak menentu. Dengan demikian akan bermanfaat jika kita kaji laju eksponensial rata-rata dari sebaran dua orbit yang mulanya berdekatan dengan menggunakan rumusan = lim t ∞ ∣ x 0∣ 0
1 ∣ x X 0, t ∣ ln t ∣ x 0∣ .
(2.28)
Bilangan ini, disebut dengan bilangan Lyapunov , bermanfaat untuk membedakan berbagai tipe dari orbit. Bilangan ini berlaku baik untuk sistem diskret maupun kontinu.
Bab 2 : CHAOS
Sub 3 : MENGUKUR CHAOS halaman 2 - 27
0 :
Orbit akan tertarik menuju sebuah titik stabil atau orbit periodik stabil. bilangan Lyapunov negatif merupakan karakteristik dari sistem disipatif atau nonkonservatif (contohnya osilator harmonik teredam). Semakin negatif bilangan ini, stabilitasnya akan semakin besar. Titik-titik tetap dan periodik superstabil memiliki bilangan Lyapunov = ∞ .
=0 :
Orbit dengan kondisi ini merupakan sebuah titik tetap netral (atau titik tetap akhir). Bilangan Lyapunov nol mengindikasikan sistem berada dalam keadaan tunak. Sistem fisis yang demikian akan bersifat konservatif.
0 :
Orbit ini bersifat tidak stabil dan mengalami chaos. Titik-titik yang berdekatan akan menyebar pada jarak yang sembarang. Seluruh tetangga dalam ruang fase akan dilewati. Sistem fisisnya dapat dijumpai pada gerak Brown. Meskipun sistemnya deterministik, tetapi tidak ada aturan bagi orbit yang terjadi.
Kita akan coba terapkan aturan ini pada persamaan logistik. Akan tetapi, bentuk limit dari persamaan (2.28) cenderung sulit dikerjakan. Dengan pendekatan tertentu, bilangan Lyapunov dapat dicari menggunakan rumusan N
= lim N ∞
dx n1 1 log 2 ∑ N n =1 dx n
(2.29)
yang untuk kasus fungsi logistik menjadi 1 ≈ N
N
∑ log 2 r 2r x n n=1
(2.30)
dengan x n =r x n 1 1 x n 1 . Bilangan Lyapunov ini kemudian dapat dihitung dengan menggunakan komputer hingga derajat ketelitian tertentu yang ditentukan oleh nilai N. Jika kita coba hitung bilangan Lyapunov untuk titik-titik tertentu pada diagram bifurkasi, maka akan diperoleh hasil seperti pada tabel 2.4.
Bab 2 : CHAOS
Sub 3 : MENGUKUR CHAOS halaman 2 - 28
r λ [lambda] 1 −0.005112... 1.99 −6.643... 1.999 −9.965... 2 program error* 2.001 −9.965... 2.01 −6.643... 3 −0.003518... 3.236067977... −19.43...* 3.449489743... −0.003150... 3.5699456720 −0.002093... 3.56994571869 +0.001934... 3.828427125... −0.003860... 3.9 +0.7095... 4 2
komentar mulai titik tetap stabil titik tetap superstabil mulai siklus stabil periode 2 siklus superstabil periode 2 siklus superstabil periode 4 mulai chaos mulai chaos siklus stabil periode 3 kembali chaos superchaotic
Tabel 2.4 Penentuan bilangan Lyapunov untuk nilai r tertentu pada N =4000 dan x 0=1 /2 . *Perhitungan analitik menghasilkan nilai - ∞ .
Penting untuk diperhatikan bahwa bilangan Lyapunov dapat diaplikasikan tidak hanya untuk pemetaan satu dimensi, tetapi pemetaan secara umum dan sistem persamaan diferensial. Untuk sistem dengan n variabel akan muncul juga n bilangan Lyapunov. Dari semua bilangan Lyapunov tersebut, yang terbesar merupakan bilangan Lyapunpov maksimum dan mencirikan sifat chaos.
***