DINAMIKA DAN PROSPEK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA oleh: Syaiful Annas* A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang kaya akan keberagaman, baik dalam budaya, bahasa, bahkan agama. Berdasarkan kekayaan dalam keberagaman tersebut sehingga masyarakat Indonesia layak disebut sebagai masyarakat majemuk. Dalam kehidupan sosial, masyarakat tersebut tentunya tidak telepas dengan adanya interaksi antar individu sebagai proses sosialisasi baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang perkeonomian. Dalam agama Islam sendiri, keberadaan agama dan ekonomi merupakan salah satu bagian yang tidak terlepas, karena Islam tidak diartikan sebagai agama an sich tapi juga sebuah pandangan atau cara hidup yang mengatur semua sisi kehidupan manusia, maka tidak ada satu pun aspek kehidupan manusia yang terlepas dari ajaran Islam, termasuk aspek ekonomi.1 Ajaran Islam tidak hanya memberikan panduan ritual, namun juga dalam berkehidupan bermasyarakat termasuk dalam aktivitas ekonomi. Ekonomi sebagai salah satu aspek kehidupan, yang sudah diatur oleh Islam. Ini bisa dipahami bahwa Islam sebagai agama yang sempurna maka mustahil Islam tidak dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi. Menurut Mustafa Edwin dkk.,2 kelengkapan/kesempurnaan tersebut sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam QS. al-Maidah ayat 3 yang artinya; “pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu”, dan juga Hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Hakim dan Daruquthni “Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah-ku”. Ayat dan hadits tersebut mengandung makna bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan baik yang bersifat materiil maupun non materiil, dan sistem yang dapat digunakan sebagai panduan bagi manusia dalam menjalankan kegiatan ekonomi itu sendiri garis besarnya sudah diatur dalam al-Qur’an dan Sunnah.3 Hal nyata dalam aspek perekonomian yang menjadi sorotan dewasa ini adalah munculnya bank-bank yang berbasiskan perekonomian Islam yang lebih populer disebut dengan perbankan syariah/Islam. Kemunculan perbankan Islam/syariah tersebut merupakan respon adanya kegelisahan dan kegundahan jiwa masyarakat Islam di Indonesia akan lalu lintas perekonomian yang hanya berorientasi pada kehidupan dunia (duniawi) sehingga tidak berjalan seirama dengan aturan agama Islam (ukhrawi/akhirat) sebagai pertimbangan menghindarkan diri dari perbuatan
*
Hakim PA Batulicin, tulisan ini disampaikan dalam diskusi Hukum Ekonomi Syariah Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin bersama Prof. Dr. Ahmadi Hasan, M.Hum. pada tahun 2014 dan direvisi kembali pada tahun 2016. 1 Adiwarman A. Karim, , Bank Islam Analisis Fiqh Dan Keuangan, edisi ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 14. 2 Mustafa Edwin Nasution, dkk., Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 1. 3 Ibid., h. 2, lihat juga http://ekonomisyariah.info/blog/2013/09/26/analisis-prospek-kontribusi-ekonomisyariah-di-indonesia/, diakses pada 25 Februari 2014.
1
yang haram terutama tentang masalah bunga bank yang diidentikkan dengan riba,4 yang selama ini dimotori oleh bank-bank konvensional.5 Kemunculan bank-bank syariah diharapkan mampu menjawab dan merespon agar lalu lintas perekonomian masyarakat Islam di Indonesia (yang nota bene masyarakat di Indonesia beragama Islam), mampu berjalan seirama karena dianggap telah melenceng dari aturan atau petunjuk syariah (al-Qur’an dan Hadits), selain itu perbankan syariah diyakini akan membawa maslahah bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. 6 Harapanhaparapan tersebut akhirnya mampu mewujudkan cita bersama yakni baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Untuk mengetahui terwujud atau tidaknya ekspektasi tersebut dalam makalah ini akan menguraikan lebih lanjut melalui kajian tentang dinamika keberadaan ekonomi syariah yang digerakkan melalui perbankan syariah dengan menguraikan pro dan kontra yang terjadi sejak berdirinya bank Islam di Indonesia pada sejak tahun 1990-an sampai dengan sekarang, serta dengan melihat prospek ekonomi syariah di Indonesia melalui perbankan syariah dihubungkan dengan kondisi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Selian kedua pokok bahasan tersebut juga akan diurai sedikit tentang sejarah perbankan Islam pada masa Rasulullah Saw., yang diperuntukkan memperluas khazanah pengetahuan dan mendukung dalam mengurai pokok bahasan utama. B. Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka penyusun memberikan 2 (dua) hal yang menjadi pokok bahasan atau rumusan masalah dalam tulisan ini, yaitu, pertama, untuk mengetahui bagaimana dinamika hukum ekonomi syariah di Indonesia melalui perbankan syariah, kedua, melihat bagaimana prospek hukum ekonomi syariah di Indonesia melalui perbankan syariah. C. Sekilas Tentang Perbankan Islam Dalam Sejarah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjam uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai dengan syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah Saw. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw. Dengan demikian fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan 4
Hasbi Hasan, Kompetesi Pengadilan Agama Dalam Sengketa Ekonomi Syariah, Jakarta: Gramata Pubishing, 2010; lihat juga Said Agil Husin Munawar, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, ed. Hasan M. Noer, Musyafa-Ullah, Cet. I, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 69. Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan), adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Larangan melakukan riba dalam al-Qur’an sendiri terdapat dalam surah al-Baqarah/2: 278-279, al-Nisa’/4: 29, Ali Imran/3: 130, Ar-Ruum/30: 39, Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 37 dan 48-51. 5 Tentang keharaman bunga bank yang diidentikkan dengan riba, di kalangan ulama dan cendekiawan muslim sendiri berbeda pendapat apakah adanya praktik bunga bank (konvensional) termasuk riba atau tidak, di antara mereka ada yang memandang haram, ada yang memandangnya syubhat dan ada yang memandangnya mubah. Perbedaan tersebut muncul disebabkan perbedaan metode dan analogi hukum yang digunakan. Ibid., h. 67. 6 Halim Alamsyah dalam makalah yang disampikan dalam Milad ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) tanggal 13 April 2012, berjudul Perkembangan Dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015, h. 1.
2
dana dan melakukan transfer dan telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam bahkan sejak zaman Rasulullah Saw.7 Di zaman Rasulullah Saw., sudah terdapat individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang dan ada pula yang memberikan modal kerja.8 Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqh, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjam uang: credo berarti kepercayaan sedangkan qard dalam fiqh berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil dai istilah suq. Suq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang digunakan di pasar.9 D. Dinamika Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia melalui perbankan syariah Berbagai tokoh masyarakat dunia memandang kelahiran bank-bank syariah di dunia sebagai sebuah fenomena. Memang di ujung abad ke 20 inilah umat Islam membangkitkan dirinya kembali untuk aktif di berbagai bidang. Tekad keras atas kebangkitan tersebut bergema menjelang hari pertama tahun 1400 hijriah bahwa kebangkitan Islam dimulai pada abad 15 hijriah. Embrio dari kebangkitan ini berawal ketika bank Islam pertama didirikan di Mesir pada tahun 1970 berkelanjutan dengan semakin banyaknya bank-bank Islam beroperasi di berbagai penjuru dunia.10 Perkembangan bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an diskusi mengenai bank-bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersbeut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Aziz dan lain-lainnya. Akan tetapi prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 19 s.d. 20 Agustus menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Raya Jakarta 22 s.d. 25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI tersebut, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam Indonesia. Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.11 Hasil dari Tim tersebut lahirlah Bank Muamalat Indonesia. Akte pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia
7
A. Karim, Bank Islam…, Ibid., h. 19. Di antara contoh sahabat tersebut adalah Zubair bin al-Awwam r.a., yang memilih tidak menerima titipan harta, ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman, dan juga Ibnu Abbas yang juga pernah melakukan pengiriman uang ke Kufah dan Abdulah bin Zubair r.a. melakukan pengiriman uang dari Makkah ke adiknya Mis’ab bin Zubair r.a. yang tinggal di Irak. Ibid. 9 Ibid. 10 Zainul Bahar Noor, Bank Muamalat: Sebuah Mimpi, Harapan Dan Kenyataan, (Jakarta: Bening Publishing, 2006), h. 31., bank yang dimaksud adalah bernama Mit Ghamr Bank yang beroperasi sebagai ruralsocial bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta Sungai Nil, Antonio, Bank Syariah..., Ibid., h. 19. 11 Ibid., h. 25. 8
3
ditandatangani tanggal 1 Nopember 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp. 84 miliar.12 Di era reformasi perkembangan bank syariah ditandai dengan disetujuinya UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank-bank syariah. Undang-Undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang-cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank- syariah.13 Hal tersebut menurut H.R. Agung Laksono dalam kata sambutannya pada tahun 2005 yang ketika itu menjadi Ketua DPR RI, dalam keadaan ini perkembangan perbankan syariah relatif cepat dibandingkan sebelumnya.14 Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam institusinya, sebagian lainnya bahkan berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “pelatihan perbankan syariah” bagi pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan), kredit, pengawasan, akuntansi, riset dan moneter.15 Dalam perjalanannya bank syariah tidak berjalan mulus karena terdapat beberapa kendala sebagai sebuah tantangan dalam perkembanganya, seperti pandangan bahwa sesungguhnya bank syariah sama sekali tidak berbeda dengan bank konvensional. Bank syariah tetap menggunakan konsep “bunga” dalam memperoleh pendapatan tetapi dinyatakan atau dikemas dengan cara lain.16 Tantangan selanjutnya adalah terjadinya kompetisi antara bank syariah dan bank konvensional tidak terasa langsung kepermukaan. Namun kelahiran bank muamalat dalam industri perbankan di Indonesia telah membuat kegoncangan kecil di kalangan bank-bank konvensional. Beberapa kalangan menduga akan terjadi rush penarikan dana penabung Muslim dari bank-bank konvensional ke Bank Muamalat.17 Tantangan yang cukup menyukarkan kemudian adalah dalam menghadapi banyaknya proposal pembiayaan yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai bankable. Sementara itu banyak pengusaha umat Islam yang telah lama mengharapkan adanya bank Islam yang tidak mengenakan bunga untuk dapat mengatasi kesukaran dana modal mereka. Sebagian di antaranya berpendapat bahwa tanpa pengenaan bunga, bank syariah tidak akan memungut biaya apapun bahkan ada yang menduga bahwa bank syariah adalah bank sosial. Akan tetapi permohonan proposal tersebut setelah diselidiki ternyata penggunaan pembiayaan tersebut tidak digunakan sebagaimana yang
12
Ibid. Ibid., h. 26. 14 Noor, Bank Muamalat..., Ibid., h. 141. 15 Ibid. 16 Ibid., h. 82. 17 Ibid. 13
4
dimohonkan, bahkan pengusaha tersebut tidak pernah bergerak di bidang yang menjadi proposalnya tersebut.18 Perkembangan dari bank-bank syariah selanjutnya adalah dengan munculnya bank-bank Islam seperti Bank Syariah Mandiri (BSM),19 Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS), Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS), BTN Syariah, Bank Niaga Syariah dan lain-lain.20 Hal ini menunjukkan eksistensi adanya perjuangan untuk mendirikan bank-bank berbasis Islam di Indonesia. E. Prospek Ekonomi Syari’ah Melalui Perbankan Syariah di Indonesia Ekonomi (economic) pada hakikatnya adalah segala aktifitas yang berkaitan dengan produksi dan distribusi (yang berupa barang dan jasa yang bersifat material) di antara orangorang. Jaih Mubarak dengan mengutip dari M. Dawam Rahardjo menginformasikan pengertian ekonomi yang lebih lengkap yang dikutip dari buku The Pinguin Dictionary Of Economic, dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ekonomi adalah kajian tentang produksi, distribusi dan konsumsi kekayaan dalam masyarakat.21 Masyarakat Indonesia yang nota bene beragama Islam tentunya dalam menjalankan segala aktifitasnya berdasarkan aturan-aturan Islam (syariah). Begitu halnya dalam aspek muamalat (perekonomian). Keberadaan perbankan syariah sebagai bank Islam yang menggunakan prinsip-prinsip syariah tentunya mendapatkan sambutan gembira. Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa dewasa ini telah berkembang model-model perbankan syariah. Perkembangan ini merupakan bukti nyata eksistensi perjuangan pendirian bank-bank Islam di Indonesia menanggapi kegelisahan masyarakat muslim di Indonesia tentang adanya konsep “riba” yang diharamkan oleh agama Islam. Analisis prospek kontribusi ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat dari beberapa sudut pandang sebagai berikut: 1. Penduduk Walaupun Indonesia bukan negara Islam, tetapi Indonesia merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Jumlah penduduk yang beragama Islam di Indonesia pada tahun 2013 kira-kira Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk.22 Realita ini tentu menjadi faktor kuat untuk mendukung perkembangan dan kontribusi ekonomi syariah di Indonesia. Pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang pesat di Indonesia, seperti tercantum dalam latar belakang masalah di atas mengindikasikan peningkatan kesadaran
18
Ibid., h. 89. Bank Syariah Mandiri (BSM merupakan bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah, Antonio, Bank Syariah..., Ibid., h. 26-27. 20 Ibid., h. 27. 21 Jaih Mubarak, Prospektif Ekonomi Syariah Di Indonesia, Mimbar Hukum Journal of Islamic Law, nomor 66 Desember (2008), h. 21. 22 http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia, diakses pada 25 Februari 2014. 19
5
penduduk Indonesia akan syariat Islam dan berdampak pada peningkatan permintaan jasa layanan lembaga keuangan berbasis syariah23 terutama perbankan syariah. Selian itu juga keberadaan perbankan syariah sebagai salah satu produk dari ekonomi syariah, dipercayai masyakat muslim tentunya sebagai kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut rinsip syariah.24 prinsip dasar syariah yang membedakan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional adalah ridha, kebebasan berkontrak, ta’awun (tolong menolong), bebas riba, bebas gharar, bebas tadlis, bebas maisir, objek yang halal dan amanah.25 Sehingga hal-hal inilah menjadi faktor pilihan dan kepercayaan masyarakat Muslim tentunya terhadap keberadaan perbankan syariah. Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya elektabilitas dari masyarakat non muslim terhadap perbankan syariah.26 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila dilihat dari sisi penduduk Indonesia, kontribusi ekonomi syariah terutama dalam perbankan syariah mempunyai prospek yang cerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini didukung faktor dikarenakan kesadaran masyarakat akan syariat Islam dan permintaan jasa perbankan syariah semakin meningkat. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) Melihat kondisi Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia, sebenarnya Indonesia bisa menjadi negara penggerak ekonomi syariah dunia. Namun, hal ini belum bisa terwujud, sebagaimana dikatakan oleh Edy Suandi Hamid “tidak berlebihan jika Indonesia seharusnya bisa menjadi basis dan penggerak perekonomian syariah dunia. Namun sayang sejauh ini, hal itu masih belum mewujud dan beberapa negara tetangga justru lebih agresif dibandingkan Indonesia”. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, salah satunya adalah faktor sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.27 Edy Suandi Hamid mengatakan permintaan akan jasa keuangan dan praktek ekonomi berbasis syariah berkembang lebih cepat dari perkembangan terkait pemikiran dan konsep mengenai ekonomi Islam. Ini berarti bahwa sumber daya insani yang memadai dalam tugas-tugas akademik dan intelektual untuk merumuskan berbagai pemikiran ekonomi Islam masih jauh dari mencukupi. Ditambah juga bahwa sumber daya insani yang secara praksis berkecimpung di perbankan syariah belum sepenuhnya memiliki kapasitas yang ideal. Kebanyakan baru merupakan sumber daya manusia pada lembaga perbankan konvensional yang kemudian sedikit dipoles dengan label syariah. Tidak heran jika kemudian berbagai kritik bermunculan terhadap
23
Budi Wahyono, Analisis prospek Kontribusi ekonomi syariah di Indonesia, http://ekonomisyariah.info/blog/2013/09/26/analisis-prospek-kontribusi-ekonomi-syariah-di-indonesia/, diakses pada 25 Februari 2014. Lihat juga Alamsyah, Perkembangan.., Ibid., h. 2. 24 Lihat pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan pertama terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 25 Hasan, Kompetensi…, Ibid., h. 127. 26 Kemungkinan ini bukannya tidak berdasarkan fakta, menurut data tidak ada agama yang membolehkan adanya praktek bunga, lihat dalam Antonio, Bank Syariah…, Ibid., h. 42-51. 27 Ibid. dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non bank syariah maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Alamsyah, perkembangan dan prospek..., Ibid.
6
praktik perbankan syariah di Indonesia, yang dinilai tidak jauh berbeda dengan praktek serupa di perbankan konvensional.28 Pertumbuhan ekonomi syariah khususnya dalam bidang perbankan di Indonesia tidak diimbangi dengan SDM yang handal. Padahal SDM yang handal dalam ekonomi syariah sangat penting dalam implementasi ekonomi syariah di Indonesia. Siti Fajriyah dalam Asnaini mengatakan kebutuhan SDM untuk bank syariah mencapai 40.000 orang per tahun, sementara lulusan ekonomi syariah sangat terbatas. Peningkatan kualitas SDM (kaitannya dengan ekonomi syariah) merupakan suatu keharusan agar implementasi ekonomi syariah di Indonesia benarbenar sesuai dengan syariat Islam dan dapat berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.29 Sebenarnya arah kebijakan pemerintah juga sangat mendukung dalam peningkatan SDM ini, bisa dilihat dalam UUD 1945 Pasa 28 C ayat 1 “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Selain itu dalam ajaran Islam juga diperintahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana Firman Allah Azza Wa Jalla yang artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu, berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dan apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.30 Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki menjadi orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan kepahaman kepadanya dalam agama Islam”. (H.R. Bukhari dan Muslim). Pengembangan SDM bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, melainkan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga pengguna pendidikan, dan masyarakat. Meskipun saat ini belum banyak SDM yang handal dalam ekonomi syariah di Indonesia. Namun, upaya-upaya untuk meningktkan SDM yang handal dalam ekonomi syariah sudah mulai digalakkan. Hal ini terbukti dari mulai dilaksanakannya program peningkatan kualitas dosen perguruan tinggi Islam, sebagaimana dikatakan oleh Dede Rosyada berbagai program telah dirintis dan diselenggarakan oleh Kementerian Agama dalam kerangka meningkatkan mutu dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan PTAI, baik berupa peningkatan kualifikasi pendidikan melalui beasiswa program S2/S3, sertifikasi dosen, short course dan refresher program ke berbagai perguruan tinggi ternama di luar negeri dan workshop peningkatan kompetensi dosen.31 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun saat ini belum banyak SDM di Indonesia yang handal dalam ekonomi syariah, tetapi sudah mulai digalakkan berbagai 28
Ibid. Ibid. 30 Q.S. Al-Mujadilah/58: 11 31 Ibid. 29
7
upaya untuk meningkatkan kualitas SDM dalam ekonomi syariah tersebut. Sehingga prospek kontribusi ekonomi syariah di Indonesia kususnya dalam bidang perbankan dilihat dari SDM-nya dapat dikatakan menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Pemerintah Beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah kaitannya dengan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, antara lain dengan penyusunan UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Menurut Edy Suandi Hamid (2010) UU No 19 dapat disebut sebagai upaya pemerintah meningkatkan porsi pembiayaan pembangunan nasional melalui skema pembiayaan syariah dari obligasi negara dan surat berharga lainnya yang memang memiliki peluang besar bagi Indonesia untuk memperolehnya dari investor Timur Tengah maupun umat Islam Indonesia sendiri. Adapun Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 yang secara khusus membahas perbankan syariah merupakan upaya pemerintah dalam menguatkan kontribusi lembaga keuangan syariah dalam memperkokoh pembangunan nasional.32 Kontribusi vital ekonomi syariah bagi Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, kebijakan pemerintah sejauh ini belum menyentuh pada kesejahteraan masyarakat tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Edy Suandi Hamid dalam kaitannya dengan peran ekonomi syariah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memang belum menjadi agenda pengembangan yang integratif. Dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia yang disusun Bank Indonesia misalnya, inisitaif dan target-target yang dicanangkan belum secara eksplisit menunjuk pada upaya penyejahteraan rakyat. Meskipun dalam dalam visinya, pengembangan perbankan syariah dimaksudkan untuk “Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehatihatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat”. Kontribusi ekonomi syariah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seharusnya menjadi ruh dalam implementasi ekonomi syariah di Indonesia. Namun, kenyataannya hal ini belum terwujud, sebagai contoh praktik perbankan syariah di Indonesia masih jauh dari konsep tersebut. Edy Suandi Hamid mengatakan sampai saat ini, pembiayaan murabahah (jual-beli) masih mendominasi komposisi pembiayaan bank syariah. Ini berarti bahwa bank syariah masih belum berani bermain pada pembiayaan untuk investasi riil yang memang membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan pembiayaan jual-beli.33 Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan prinsip keadilan. Apabila prinsip keadilan ini benar-benar diterapkan dalam ekonomi syariah tentu akan menjadi solusi yang tepat untuk mengurangi kemiskinan, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Allah Azza Wa Jalla berfirman:
32 33
Ibid. Ibid.
8
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”34 Meskipun kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 kaitannya dengan ekonomi [perbankan.peny.] syariah belum menyentuh pada kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi tampaknya pemerintah sudah mulai menuju ke arah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pemerintah yaitu “The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit” yang diadakan di Solo pada 18 Juli 2012. Pada acara tersebut Kepala BKF menyatakan bahwa penurunan tingkat kemiskinan memerlukan campur tangan dari Pemerintah. Pemerintah menerapkan strategi-strategi pengentasan kemiskinan melalui peningkatan produktivitas, peningkatan daya beli, peningkatan akses untuk kebutuhan dasar, peningkatan akses ke pasar, dan pengendalian penduduk. Peningkatan produktivitas dapat ditempuh melalui pemberdayaan masyarakat miskin dan partisipasi masyarakat.35 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prospek kontribusi ekonomi syariah melalui perbankan syariah di Indonesia apabila dilihat dari sisi pemerintah bisa dikatakan cerah. Hal ini dapat dilihat dari arah kebijakan pemerintah yang mulai mempertimbangkan implementasi ekonomi syariah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal penting lain untuk perkembangan perbankan syariah itu tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insan yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, namun realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insan yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insan yang mampu mengamalkan ekonomi syariah di semua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insan yang baik pula.36 H. M. Ma’ruf Abdullah37 secara lebih sistematis mengungkapkan cara untuk mengetahui bagaimana prospek bank syariah di Indonesia dengan melakukan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity dan Thread). Dari hasil analisis SWOT ini akan dapat diketahui bagaimana prospek Bankn Syariah di Indonesia. 1. Kekuatan (strength) Ada sejumlah kekuatan yang dimiliki oleh bank syariah di Indonesia di antaranya: a. Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Kondisi ini merupakan prospek pasar yang sangat potensial. Lebih-lebih kehadiran bank syariah di Indonesia sudah sangat lama dinanti-nantikan. Hal inik dapat dilihat antara lain dala program strategis Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 1990 dan bahkan sebelum itu dalam perjuangan penajng para cendekiawan muslim yang mencita-citakan berdirinya lembaga perekonomian umat 34
Q.S. An-Nahl/16: 90. Ibid. 36 A. Karim, Bank Islam…, Ibid., h. 27. 37 H. M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan Dan Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia, Antasari Perss: Banjarmasin, 2006, h. 109-113. 35
9
yang beroperasi berdasarkan syariah seperti termuat dalam tulisan M. Dawam Rahardjo, dkk. b. Komitmen dan dukungan dari pemerintah, khususnya otoritas perbankan (Bank Indonesia). Hal ini dapat diihat pada (1) diberlakukannya UU No. 7 tahun 1992 dan PP No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarka prinsip bagi hasil yang memberi peluang berdirinya bank bagi hasil dan (2) diberlakukannya UU Nomor 10 tahun 1992 dan Sk Dir. BI No. 32/34Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip bagi syariah dan nomor 32/36/Kep/Dir/1999 tentang BPR berdasarkan prinsip syariah uang didalam pasal-pasalnya secara tegas menyebutkan bank syariah. c. Dukungan lembaga keuangan Isdlam dari keseluruhan dunia yang tergabung dalam Islamic Development Bank (IDB). d. Konsep yang melekat (build in concept) pada bank syariah yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. 2. Kelemahan (Weakness) Masih dirasakan ada beberapa kelemahan seperti misalnya: a. Kontroversi terhadap keberadaan dan sistem operasional bank syariah, di antaranya kelompok masyarakat dan banking syariah, seperti: (1) Kontroversi tentang bunga dan riba. (2) Kontroversi tentang sistem akuntansi berbasis kas dan akrual. (3) Kontroversi tentang perhitungan bagi hasil atas dasar profit dan loss sharing dan revenue sharing. (4) Kontroversi tentang perhitungan margin harga jual bank pada akad mudharabah, ba’i bithaman ajil, salam, istishna, ijarah dan lain-lain. b. Masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang produk dan manfaat perbankan syariah (rata-rata baru 11%). c. Masih terbatasnya jaringan pelayanan bank syariah dan belum mencapai semua sentrasentra kegiatan ekonomi. d. Keberhasilan sistem bagi hasil sangat tergantung pada kejujuran nasabah dan bank syariah sangat rawan terhadap mereka yang beritikad baik. e. Sangat memerlukan kecermatan menghitung bagi hasil terutama untuk nasabah/anggota yang jumlah simpanannya tidak pernah tetap. f. Sistem bagi hasil sangat memerlukan kecermatan dalam menghitung di banding dengan sistem konvensional. g. Bank syariah masih terhitung baru sehingga masih memerlukan waktu bagi warga masyarakat untuk beradaptasi. 3. Peluang (opportunity) Peluang yang memungkinkan bank syariah berkembang baik antara lain: a. Praktek bank syariah yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia.
10
b. Dukungan hukum (peraturan perundang-undangan) yang terus disempurnakan dan kebijakan ekonomi memberi ruang gerak yang cukup kepada bank syariah untuk terus berkembang. c. Pengalaman menghadapi krisis moneter yang berkepanjangan sejak pertengahan 1997 hingga tahun 2000 telah membuktikan ketangguhan bank syariah sebagai bank yang sesuai dengan sistem bagi hasil dibandingkan dengan sistem bunga yang diterapkan bank konvensional ternyata banyak bank konvensional yang tidak dapat mengatasi kesulititan likuiditas dengan tingginya tingkat bunga yang menbcapai 65% dan tingkat inflasi yang mencapai 75,47% yang berakibat terjadinya masalah negative spread, karena banyaknya nasabah yang tidak mampu membayar bunga pinjaman yang tinggi sehingga tidak sedikit bank konvensional yang harus menerima nasibnya menjadi: (1) Bank terlikuidasi sebanyak 16 buah bank. (2) Bank beku operasi sebanyak 10 buah bank. (3) Bank dikuasai pemerintah (take over) sebanyak 5 buah bank. (4) Bank berada di bawah pengawasan pemerintah (BPPN) sebanyak 40 buah bank. 4. Ancaman (threat) Beberapa ancaman yang bisa merugikan/mengganggu perkembangan bank syariah antara lain: a. Isue ekslusifisme atau bahkan SARA yang bisa saja dilontarkan oleh orang-orang yang kirang senang dengan islam tanpa mau memahami esensi sietm bagi hasil yang diterapkan bank syariah. b. Oleh mereka yang terusik oleh sistem bagi hasil karena mereka selama ini sudah enak menikmasti sistem bunga yang hanya memperkaya satu pihak (para pemodal) dalam bentuk tandingan yang menjelek-jelekkan bank syariah di masyarakat. c. Ancaman yang tidak kalah dasyatnya dari dala umat Islam sendiri yang mengalami kemerosotan iman karena sistem bunga menguntungkan secara materi tanpa mau melihat dampaknya bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan yang berdampak bagi penghimpunan dan kedzaliman karena ketidakadilan dalam sistem bunga. Memperhatikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi oleh bank berprospek baik ke depan, maka menurut H. M. Ma’ruf Abdullah bank syariah perlu mengatur strategi:38 a. Mendayagunakan semua kekuatan yang ada untuk memperkuat posisi sebagai bank yang dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat. b. Memperkecil
kelemahan
yang
ada
dengan
lebih
banyak
melakukan
sosialisasi/pengenalan cara kerja teknis bagi hasil dan alasan-alasan yang mendasarinya. c. Memanfaatkan peluang semaksimal mungkin dengan mengembangkan kinerja terbaik sehingga dapat membangkitkan semangat dan perhatian masyarakat yang belum ikut memanfaatkan jasa perbankan syariah untuk mau mengenal dan memanfaatkan jasa perbankan syariah. 38
Ibid.
11
d. Melakukan pendekatan-pendekatan strategis melalui key person (pemuka/tokoh masyarakat) yang berpengaruh, sehingga dapat mengurangi kesempatan pihak-pihak yang kurang menyenangi bank syariah berkembang. Dengan demikian tantangantantangan yang dihadapi dapat dikurangi dan dukungan masyarakat semakin meluas. e. Membuka kesempatan kerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga riset yang berpengalaman untuk melakukan kajian/penelitian berkenaan dengan permasalahan yang dihadapi oleh bank syariah, seperti misalnya: pangsa pasar yang masih kurang, perhatian umat Islam yang masih belum terbiasa menggunakan jasa bank syariah, dll. Menurut beliau, apabila langkah-langkah strategis ini dapat dilakukan maka dapat diprediksi bank syariah akan lebih maju lagi perkembangannya. F. Penutup 1. Kesimpulan Perkembangan hukum ekonomi syariah khususnya dalam bidang perbankan syariah di Indonesia dengan ditinjau dari prespektif sosiologisnya, dapat dilihat setidaknya dari 2 (dua) hal, pertama, dinamika hukum ekonomi syariah melalui keberadaan perbankan syariah dari pro dan kontra sejak awal berdirinya sekitar tahun 1990-an sampai sekarang, kedua, prospeknya dikaitkan dengan realita masyarakat Indonesia yang nota bene muslim. Dalam perjalanan dinamika hukum ekonomi syariah melalui perbankan syariah di Indonesia banyak melalui pro dan kontra sejak berdirinya bank Islam di Indonesia sejak tahun 1990-an yakni dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang murni didirikan dan diproyeksikan sebagai bank syariah di tanah air. Dalam perjalanannya tentunya banyak tantangan yang telah dilalui, hingga sekarang disusul dan berkembang bank-bank berbasis syariah/Islam yang berasal dari bank konvensional yang kemudian meleburkan diri menjadi bank yang beroperasional syariah Islam dan kenyataannya kuantitas bank-bank berbasis syariah semakin banyak dan eksis bahkan diproyeksikan akan berkembang pesat dan mendunia. Prospek berkembangnya perbankan syariah di tanah air sendiri secara garis besar dapat dilihat dari 3 (tiga) hal, (1) penduduk, masyarakat Indonesia yang nota bene/ mayoritas beragama Islam, (2) Sumber Daya Manusia (SDM), perkembangan perbankan di tanah air juga tidak luput dari SDM yang mengelola perbankan tersebut, dan (3) Pemerintah, sebagai pendukung perkembangan ekonomi syariah khususnya dalam bidang perbankan syariah. 2. Saran Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka dapat penyusun memberikan saran sebagai berikut: 1. Perlu adanya sosialisasi baik dari pihak perbankan sendiri dan pemerintah kepada masyarakat tentang apa itu ekonomi syariah terutama perbankan syariah, baik payung hukumnya, regulasinya bahkan pratiknya. 2. Selain adanya sosialisasi juga perlu adanya peningkatan internal lembaga perbankan syariah itu sendiri terutama SDM guna peningkatan profesionalisme kerja sebagai jawaban terhadap keraguan masyarakat. 12
Demikian tulisan ini disusun, mudahan bermanfaat, kritik dan sraan pembaca yang mmbangun sangat diharapkan guna memperluas khazanah keilmuan khususnya di bidang perbankan syariah.
13
DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Utama Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1985. B. Sumber Buku A. Karim, Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh Dan Keuangan, edisi ketiga, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Abdullah, H. M. Ma’ruf, Hukum Perbankan Dan Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia, Antasari Perss: Banjarmasin, 2006. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001. Azizy, A. Qadri, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetensi Antara Hukum Islam Dan Hukum Umum, Cet I, Yogyakarta: Gama Media, 2002. Hasan, Hasbi, Kompetesi Pengadilan Agama Dalam Sengketa Ekonomi Syariah, Jakarta: Gramata Pubishing, 2010. Lubis, H. Nur A. Fadhil, Peluang Dan Tantangan Peradilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, suara Uldilag, vol. 3 no. XII, 2008. Manan, H. Abdul, Reformasi Hukum Islam Di Indonesia tinjauan dari Aspek Metodologis, Legislasi Dan Yurisprudensi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Mubarak, Jaih, Prospektif Ekonomi Syariah Di Indonesia, Mimbar Hukum Journal of Islamic Law, nomor 66 Desember 2008.. Munawar, Said Agil Husin, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, ed. Hasan M. Noer, Musyafa-Ullah, Cet. I, Jakarta: Penamadani, 2004. Nasution, dkk., Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Noor, Zainul Bahar, Bank Muamalat: Sebuah Mimpi, Harapan Dan Kenyataan, Jakarta: Bening Publishing, 2006. C. Sumber Makalah dan Internet Alamsyah, Halim, Perkembangan Dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong Mea 2015, yang disampikan dalam Milad ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) tanggal 13 April 2012. Wahyono,
Budi, Analisis prospek Kontribusi ekonomi syariah di Indonesia, http://ekonomisyariah.info/blog/2013/09/26/analisis-prospek-kontribusi-ekonomisyariah-di-indonesia/.
http://ekonomisyariah.info/blog/2013/09/26/analisis-prospek-kontribusi-ekonomi-syariah-diindonesia/. http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Indonesia. D. Sumber Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan pertama terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
14