PEMBERIAN SENAM KAKI DIABETIK DENGAN N BOLA PLASTIK TERHADAP TINGKAT SENSITIVITASKAKI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. SDENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2DIRUANG RUANG MELATI 1 RSUD RSUDDr. MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
DINA NUR HIDAYATI P.12 018
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN SENAM KAKI DIABETIK DENGAN N BOLA PLASTIK TERHADAP TINGKAT SENSITIVITAS KAKI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
DINA NUR HIDAYATI P.12 018
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Karya Ilmiah dengan judul ”PEMBERIAN SENAM KAKI DIABETIK DENGAN BOLA PLASTIK TERHADAP TINGKAT SENSITIVITAS KAKI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI 1 RSUD Dr.MOEWARDI SURAKARTA. Dalam penyusunan Tugas Karya Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 4. S.Dwi Sulisetyawati,S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku dosen pembimbingsekaligus sebagai penguji
yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
vi
5. Joko Kismanto, S. Kep., Ns.selaku penguji 1 yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan serta inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Fakhrudin Nasrul Sani, S. Kep., Ns., M. Kep., selaku dosen penguji 2 yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dan bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya laporan Karya Tulis Ilmiah ini. 7. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 8. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Surakarta, Mei 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
3
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori .......................................................................
6
1.
Diabetes Melitus ..............................................................
6
2.
Senam Kaki .....................................................................
22
3.
Sensitivitas Kaki ..............................................................
25
B. Kerangka Teori .......................................................................
26
C. Kerangka Konsep ..................................................................
26
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset .............................................................
27
B. Tempat dan Waktu .................................................................
27
C. Media atau Alat yang digunakan ............................................
27
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset .....................
27
E. Alat ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset ..........................
29
viii
BAB IV LAPORAN KASUS
BAB V
A. Identitas Klien ........................................................................
30
B. Pengkajian ..............................................................................
30
C. Perumusan Masalah Keperawatan ..........................................
36
D. Perencanaan ............................................................................
37
E. Implementasi ..........................................................................
39
F. Evaluasi .................................................................................
44
PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................
48
B. Diagnosa Keperawatan ...........................................................
50
C. Perencanaan ...........................................................................
52
D. Implementasi ..........................................................................
55
E. Evaluasi .................................................................................
59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................
62
B. Saran ......................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori .......................................................................
26
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ...................................................................
26
Gambar 4.3 Genogram ..............................................................................
32
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Usulan Judul
Lampiran 2
Surat Pernyataan
Lampiran 3
Lembar Observasi
Lampiran 4
Asuhan Keperawatan
Lampiran 5
Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 6
Leaflet
Lampiran 7
Jurnal
Lampiran 8
Lembar Konsultasi
Lampiran 9
Log Book
Lampiran 10 Pendelegasian Lampiran 11 Daftar Riwayat Hidup
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus mengalami peningkatan di dunia, baik pada negara maju ataupun negara sedang berkembang, sehingga dikatakan bahwa Diabetes Melitus sudah menjadi masalah kesehatan/penyakit global pada masyarakat (Suiraoka, 2012). Diabetes militus adalah suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin (Hasdianah, 2012). Data DM di Indonesia pada tahun 1995 terdapat 8,4 juta pasien yang menderita DM. Tahun 2006 meningkat menjadi 14,7 juta. Diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta (Sudoyo, 2007). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (WHO, 2011). Indonesia menempati urutan ke 4 tertinggi di dunia. Diantara berbagai propinsi yang ada di Indonesia, Jawa Tengah memiliki prevalensi DM yang cukup tinggi. Berdasarkan laporan program yang berasal dari rumah sakit dan puskesmas di Jawa Tengah tahun 2007, kasus DM secara keseluruhan sebanyak 209.319. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan penderita DM di
1
2
Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 11.725 jiwa dari 8.107 penderita pada tahun 2008 dan 10.796 pada tahun 2009 (DKK Semarang, 2010). Angka kejadian pasien diabetes melitus yang pernah dirawat di RSUD Dr.Moewardi pada tahun 2013 sebanyak 17 pasien dan mengalami penurunan pada tahun 2014 sebanyak16 pasien(Rekamedis, 2015). Diabete melitus dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh yaitu hipoglikemia, hiperglikemia, penyakit makrovaskuler mengenai pembuluh darah besar penyakit jantung koroner, penyakit mikrovaskuler mengenai pembuluh darah kecil retinopati dan nefropati, neuropati saraf sensorik atau berpengaruh pada ekstrimitas (Rendy, 2012). Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien diabetes melitus dengan cara nonfarmakologis, salah satunya dengan cara senam kaki diabetik. Senam kaki diabetik adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki (suriadi, 2004). Senam kaki diabetik dengan bola plastik mampu meningkatkan sensitivitas kaki. Dimana senam kaki tersebut membuat rileks dan melancarkan peredaran darah. Lancarnya peredaran darah karena dipijat, memungkinkan darah mengantar lebih banyak oksigen dan gizi ke sel-sel tubuh, sekaligus membawa lebih banyak racun untuk dikeluarkan. Pijat refleksi seperti senam kaki diabetik yang dilakukan pada telapak kaki terutama di area organ yang bermasalah, akan memberikan rangsangan pada titik-titik saraf yang berhubungan dengan pankreas agar menjadi aktif sehingga menghasilkan insulin melalui titik-titik saraf yang
3
berada di telapak kaki dan hal tersebut akan mencegah terjadinya komplikasi pada kaki. Oleh karena itu, melakukan senam kaki diabetik dengan bola plastiki efektif terhadap peningkatan sensitivitas kaki pada pasien DM Tipe 2. Bedasarkan hasil penelitian dalam jurnal tentang efektifitas senam kaki diabetik dengan bola plastik terhadap tingkat sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Arifin Achmad diketahui bahwa senam kaki diabetik
efektif
untuk
meningkatkan
sensitivitas
kaki
pada
pasien
DM(Oktaviah dkk, 2014). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengaplikasikan tindakan senam kaki diabetik dengan bola plastik dalam meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Ruang Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan senam kaki diabetik dengan bola plastik dalam meningkatkan sensitivitas kaki pada Ny.S dengan Diabetes Melitus tipe 2.
2.
Tujuan Khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.S dengan diabetes melitus tipe 2.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan diabetes melitus tipe 2.
4
c.
Penulis mampu menyusun intervensi pada Ny.S dengan diabetes melitus tipe 2.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.S dengan diabetes melitus tipe 2.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.S dengan diabetes melitus tipe 2.
f.
Penulis mampu menganalisa hasil tindakan senam kaki diabetik dengan bola plastik dalam meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2.
C. Manfaat Penulisan 1.
Bagi Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit Bagi pihak kesehatan RSUD Dr.Moewardi terutama perawat di bangsal dalam sebaiknya aplikasi riset ini diharapkan dapat memberikan referensi baru untuk mengelola pasien diabetes melitus dengan tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes melitus terutama pada kaki.
2.
Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Dapat menjadi rujukan bagi penelitian lanjutan untuk melakukan tindakan senam kaki dengan bola plastik dalam meningkatkan sensitivitas kaki pada Ny.S dengan diabetes melitus tipe 2.
5
3. Bagi pasien Menambah
wawasan
bagi
pasien
diabetes
melitus
dan
dapat
meningkatkan pengetahuan tentang melakukan senam kaki dengan cara di berikan pendidikan kesehatan tentang menggunakan bola plastik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1.
Diabetes Melitus a.
Pengertian Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Syahbudin, 2004). Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi (Pudiastuti, 2013). Diabetes mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan harmonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Nugroho, 2011).
b. Tipe Diabetes Melitus Tipe-tipe diabetes melitus yaitu (Novitasari, 2012) : 1) Diabetes Melitus Tipe 1 Banyak orang menyebutkan baby diabetes melitus karena menjangkit diebetis di masa anak-anak serta usia kurang dari 35 tahun. Dalam diabetes melitus tipe 1 ini pankreas benar-benar tidak dapat menghasilkan insulin karena rusaknya sel-sel beta
6
7
yang ada dalam pankreas oleh virus atau autoimunitas. Jadi, antibodi yang ada dalam tubuh manusia membunuh siapa saja yang tidak dikenalinya termasuk zat-zat yang dihasilkan oleh tubuh dia anggap benda asing termasuk zat-zat penghasil insulin maka dari itu diabetes melitus tipe 1 disebut dengan IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus). Pada kasus ini diabetis mutlak memerlukan asupan insulin semasa hidupnya untuk menggantikan insulin-insulin yang rusak maka dari itu gejala yang timbul pada diabetes tipe 1 adalah terjadi pada usia muda, penderita tidak gemuk dan gejal timbul mendadak. 2) Diabetes Melitus Tipe 2 Ada dua bentuk diabetes melitus tipe 2 yakni, mengalami sekali kekurangan insulin dan yang kedua resistensi insulin. Untuk yang pertama berat badan cenderung normal sedangkan untuk yang kedua diabetis memiliki berat badan besar atau gemuk. Diabetes melitus tipe 2 ini disebut sebagai penyakit yang lama dan tenang karena gejalanya yang tidak mendadak seperti tipe 1, tipe 2 cenderung lambat dalam mengeluarkan gejala hingga banyak orang baru mengetahui dirinya terdiagnosa berusia lebih dari 40 tahun. Gejala-gejala yang timbulpun terkadang tidak terlalu nampak karena insulin dianggap normal tetapi tidak dapat membuang glukosa ke dalam sel-sel sehingga
8
obat-obatan yang diberikanpun ada 2 selain obat untuk memperbaiki resistensi insulin serta obat yang merangsang pankreas menghasilkan insulin. 3) Gestational Diabetes Melitus (GDM) Diabetes melitus tipe ini menjangkit wanita yang tengah hamil. Lebih sering menjangkit di bulan ke enam masa kehamilan. Resiko neonatal yang terjadi keanehan sejak lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan menjadi sebab bentuk cacat otot atau jika GDM tidak bisa dikendalikan bayi yang lahir tidak normal yakni besar atau disebutnya makrosomia yaitu berat badan bayi diatas 4 kg. Untuk mengendalikannya diabetes harus mendapatkan pengawasan semasa hamil, sekitar 20-25% dari wanita penderita GDM dapat bertahan hidup. c.
Etiologi Diabetes Melitus disebabkan oleh beberapa faktor,yaitu (Pudiastuti, 2013) : 1) Faktor keturunan Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi faktor lingkungan yang berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang berolahraga & asupan nutrisi yang berlebihan serta kegemukan merupakan faktor yang dapat diperbaiki.
9
2) Nutrisi Nutrisi merupakan faktor yang penting untuk timbulnya DM tipe 2. Gaya hidup yang kebarat-baratan dan hidup santai serta panjangnya angka harapan hidup merupakan faktor yang meningkatkan prevalensi DM. 3) Kadar kortikosteroid yang tinggi. 4) Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan. 5) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas. 6) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin. d. Patofisiologi Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein. Pada, keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar
10
glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit diabetes melitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine
yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disbut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
11
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urien dan pernafasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang dissebut koma diabetik (Rendy, 2012). e. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala DM antara lain (Pudiastuti, 2013) : 1) Sering buang air kecil terutama pada malam hari. 2) Berat badan turun tanpa sebab dan jelas. 3) Luka sulit sembuh. 4) Kesemutan pada kaki atau tungkai. 5) Penglihatan kabur. 6) Cepat merasa haus atau lapar. 7) Cepat merasa lelah dan mengantuk. 8) Gatal-gatal. 9) Kemampuan seks menurun.
11
f. Komplikasi Komplikasi
diabetes
melitus
dapat
digolongkan
menjadi
komplikasi akut dan komplikasi kronis yaitu (Novitasari, 2012): 1) Komplikasi Akut a) Hipoglikemia Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah
di
bawah
nilai
normal.
Gejala-gejala
hipoglikemia bisa ditandai oleh dua penyebab utama. Keterlibatan sistem saraf otonomi (bagian dari system saraf yang tidak terkendali di bawah sadar) dan pelepasan hormone dari kelenjar-kelenjar adrenalin,yang menimbulkan gejalagejala rasa takut, terbang dan bertarung. Pada dasarnya ini mencakup kegelisahan, gemetaran, mengeluarkan keringat, mengigil, muka pucat, serta rasa pening. Ini disebut sebagai gejala-gejala adrenergik. Otak cepat sekali terpengaruh dengan suplai energi yang tidak memadai, karena kadar gula darah menurun selama hipoglikemia sehingga menimbulkan kategori gelaja-gejala ketidakmampuan
neuroglikopenik untuk
berikutnya.
berkonsentrasi,
Meliputi
kebingungan,
irasional, agresif atau perilaku aneh, gangguan bicara, menolak untuk
bekerjasama,
kehilangan kesadaran
mudah
mengantuk
dan
akhirnya
atau pingsan. Jika tidak diberi
pengobatan, bisa menimbulkan resiko kejang dan akhirnya
12
terjadi kerusakan otak permanen atau dalam kondisi parah bisa menimbulkan kematian. b) Ketosidosis Diabetik-Koma Diabetik Komplikasi ini dapat diartikan sebagai suatu keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan sifatnya mendadak. Glukosa darah yang tinggi tidak dapat memenuhi kebutuhan energi tubuh. Akibatnya, metabolisme tubuhpun berubah. Kebutuhan energi tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton. Keton akan terbawa dalam urine dan dapat dicium baunya saat bernafas. Akibat akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tidak sadarkan diri, dan mengalami koma. Penyebab komplikasi ini umumnya adalah infeksi. Walaupun demikian, komplikasi ini bisa juga disebabkan lupa suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau stres. Semua itu menyebabkan terjadinya defisiensi atau kekurangan insulin akut pada metabolisme lemak, karbohidrat, maupun protein. c) Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) Gejala dari KHNK adalah adanya dehidrasi yang berat, hipotensi, dan menimbulkan sbock. Komplikasi ini diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak sehingga penderita tidak menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam. Pemeriksaan di laboratorium menunjukan bahwa kadar
13
glukosa penderita sangat tinggi, pH darah normal, kadar natrium (Na) tinggi, dan tidak ada ketonemia. d) Koma Lakto Asidosis Komplikasi ini diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laknat tidak dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laknat di dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma. Keadaan ini dapat terjadi karena infeksi, gangguan ginjal, diabetes melitus yang mendapat pengobatan dengan phenformin. Gejala yang
muncul
biasanya
berupa
stupor
hingga
Pemeriksaan gula darah biasanya hanya
koma.
menunjukkan
hiperglikemia ringan (glukosa darah dapat normal atau sedikit turun). 2) Komplikasi Kronis Komplikasi kronis dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu: a) Kompilkasi Spesifik Komplikasi spesifik adalah komplikasi akibat kelainan pembuluh darah kecil atau mikroangiopati diabetika dan kelainan metabolisme dalam jaringan. Jenis-jenis komplikasi spesifik sebagai berikut: (1) Retinopati mendadak
diabetika
(RD),
gejalanya
penglihatan
buram seperti berkabut. Akibatnya harus
sering mengganti kacamata.
14
(2) Nefropati diabetika (ND), gejalanya ada protein dalam air kencing, terjadi pembengkakan hipertensi dan kegagalan fungsi ginjal yang menahun. (3) Neuropati
diabetika
(Neu.D),
gejalanya
perasaan
terhadap getaran berkurang, rasa panas seperti terbakar di bagian ujung tubuh, rasa nyeri, rasa kesemutan, serta rasa terhadap dingin dan panas berkurang. Selain itu, otot lengan atas
menjadi
lemah, penglihatan
kembar,
impotensis sementara, mengeluarkan banyak keringat, dan rasa berdebar waktu istirahat. (4) Diabetik foot (DF) dan kelainan kulit, seperti tidak berfungsinya
kulit
(dermatopati
diabetik),
adanya
gelembung berisi cairan dibagian kulit (bullae diabetik), dan kulit mudah terinfeksi. b) Komplikasi tak Spesifik Kelainan ini sama dengan non-deabetes melitu, tetapi terjadinya lebih awal atau lebih mudah. Penyakit yang termasuk komplikasi tak spesifik dalam diabetes melitus sebagai berikut: (1) Kelainan pembuluh darah besar atau makroangiopati diabetika. Kelainan ini berupa timbunan zat lemak di dalam dan di bawah pembuluh darah. (2) Kekeruhan pada lensa mata (katarakta lentis)
15
(3) Adanya infeksi seperti infeksi saluran kencing dan tuberculosis (TBC) paru. g. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik pada pasien diabetes melitus yaitu (Doenges, 2002) : 1) Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl atau lebih. 2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolestrol meningkat. 3) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. 4) Kultur dan sensitivitas : kemungkinanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan, dan infeksi pada luka. h. Penatalaksanaan Penatalaksanaan terhadap pasien DM yaitu (Rendy, 2012): 1) Diet a) Syarat diet DM hendaknya dapat: memperbaiki kesehatan umun penderita, mengarahkan pada berat badan normal, menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik, memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita, menarik dan mudag diberikan. b) Prinsip diet DM, adalah: jumlah sesuai kebutuhan, jadwal diet ketat, jenis boleh dimakan atau tidak.
16
2) Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah: a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake). b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore. c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen. d) Meningkatkan kadar kolestrol –high density lipoprotein. e) Menurunkan kolestrol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. 3) Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, tv, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. 4) Obat a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes) (1) Mekanisme kerja sulfanilurea (a) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas (b) Kerja OAD tingkat reseptor
17
(2) Mekanisme kerja biguanida (a) Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: (b) Biguanida pada tingkat prereseptor : ekstra pankreatik (menghambat absorpsi karbohidrat, menghambat
glukoneogenesis
di
hati,
meningkatkan afinitas pada reseptor insulin. (c) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin. (d) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler. b) Insulin Cara pemberian insulin yaitu: (1) Suntikan insulin subkutan Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain: lokasi suntikan, suhu, dalamnya suntikan. (2) Suntikan intramuskular dan intravena Suntikan intramuskuler dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat
18
suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapai koma diabetik. i.
Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian Berikut adalah pengkajian asuhan keperawatan pada pasien DM yaitu (Doengoes, 2002): a) Aktivitas dan istirahat Terdapat gejala lemah, letih, lesu sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat. Ditandai dengan adanya takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktivitas, koma, penurunan kekuatan otot. b) Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung, nyeri, kesemutan pada ekstermitas bawah, luka yang sulit sembuh, ulkus pada kaki. Ditandai adanya takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun, kulit panas dan kering, kemerahan c) Eliminasi Poliuria, nokturia, nyeriatau kesulitan berkemih, nyeri tekan abdomen, diare, urine encer, pucat, bau busuk (infeksi), abdomen keras.
19
d) Nutrisi Berat badan menurun, tugor kulit jelek, mual atau muntah, haus ditandai kulit kering/bersisik, nafas bau aseton. e) Nyeri Nyeri/tegang abdomen ditandai wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati. f)
Neurosensori Adanya gejala pusing, sakit kepala, kesemutan, gangguan penglihatan.
g) Seksualitas Adanya perbandingan pada daerah vagina, serta organisme menurun dan impoten pada pria. h) Pernafasan Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum, frekuensi nafas meningkat. i)
Integritas ego Stress, tergantung pada orang lain, kecemasan, peka rangsang.
2) Diagnosa keperawatan Berikut diagnosa keperawatan pasien dengan DM yaitu (Rendy, 2012): a) Nyeri akut b.d agen injury : fisik. b) Nyeri akut jaringan b.d faktor mekanik : mobilitas dan penurunan neuropati, perubahan sirkulasi.
20
c) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d faktor biologis. 3) Intervensi keperawatan Berikut intervensi keperawatan pasien dengan DM yaitu (Rendy, 2012): a) Nyeri akut b.d agen injury : fisik Tujuan : (1) Penampilan rileks (2) Klien mengatakan nyeri berkurang (3) Skala nyeri 0-2 Intervensi : (1) Kaji tingkat nyeri: kualitas, frekuensi, presipitasi, durasi dan lokasi. (2) Berikan posisi yang nyaman (3) Lakukan teknik distraksi dan relaksasi (4) Lakukan touch terapi Rasional : (1) Mengetahui subyektifitas klien terhadap nyeri untuk menentukan tindakan selanjutnya. (2) Untuk menurunkan ketegangan. (3) Mengalihkan perhatian untuk mengurangi nyeri (4) Klien merasa diperhatikan
21
b) Nyeri akut jaringan b.d faktor mekanik : mobilitas dan penurunan neuropati, perubahan sirkulasi Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama ...hari wound healing meningkat dengan kriteria hasil luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan. Intervensi : (1) Catat karakteristik luka: tentukan ukuran, dan kedalaman luka (2) Bersihkan dengan cairan anti bakteri (3) Bilas dengan cairan NaCL 0,9 % (4) Berikan posisi terhindar dari tekanan Rasional : (1) Mengetahui keadaan luka (2) Mengurangi transmisi mikroorganisme (3) Membersihkan luka (4) Mencegah terjadinya nyeri tekan c) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d faktor biologis. Tujuan : (1) Intake makan dan minuman adekuat (2) Intake nutrisi adekuat (3) BB normal Intervensi : (1) Timbang berat badan secara teratur
22
(2) Anjurkan masukan kalori sesuai dengan kebutuhan (3) Berikan makanan berprotein tinggi, kalori tinggi, dan makanan bergizi yang sesuai. (4) Kerja sama dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat sesuai dengan kebutuhan pasien. Rasional : (1) Mengetahui BB ideal atau tidak (2) Menjaga keseimbangan dalam tubuh (3) Menambah sumber energi (4) Mengetahui makanan seperti apa saja dan kandungan yang seperti apa saja yang dibutuhkan pasien. 2.
Senam Kaki a. Pengertian Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi penderita DM atau bukan penderita untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki (Soebagio, 2011). b. Tujuan utama senam kaki: 1) Memperbaiki sirkulasi darah 2) Memperkuat otot-otot kecil 3) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki 4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha 5) Mengatasi keterbatasan gerak sendi
23
c. Indikasi Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita Diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita Diabetes Mellitus sebagai tindakan pencegahan dini. d. Kontra indikasi Orang yang depresi, cemas atau kawatir, tekanan darah tinggi perlu diperhatikan sembelum melkukan senam kaki. e. Langkah prosedur Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang senam kaki menggunakan bola plastik adalah : 1) Perawat cuci tangan 2) Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai. 3) Dengan Meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. 4) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali.
24
5) Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. 6) Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. 7) Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali. 8) Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai. 9) Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke 8, namun gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali. 10) Angkat
kedua
kaki
dan
luruskan,pertahankan
posisi
tersebut.Gerakan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang. 11) Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian. 12) Letakkan bola plastik dilantai dan suruh pasien untuk menginjak bola plastik tersebut.
25
3.
Sensitivitas Kaki Sensitivitas kaki adalah meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin sehingga membantu menurunkan kadar gula dan kadar lemak darah sedangkan sirkulasi adalah aliran darah yang dipompakan ke pembuluh darah dan dialirankan pleh arteri keseluruh organ-organ tubuh salah satunya pada organ kaki. Pengukuran sensitivitas dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran sensitivitas atau kepekaan antara yang menggunakan bolpen,sikat dengan kapas. Kriteria sensitivitas pada ujung telapak kaki nilai 0 adalah tidak ada sensitivitas,nilai 1 adalah sensitivitas kurang, nilai 2 adalah sensitivitas sedang dan nilai 3 adalah sensitivitas baik (normal) (priyanto, 2012).
26
B. Kerangka Teori Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi.
neuropati saraf sensorik atau berpengaruh pada ekstrimitas
Tipe-tipe diabetes : 1.Diabetes Melitus Tipe 1 2. Diabetes Melitus Tipe 2 3.GestationalDiabetes
Penurunan sensitivitas kaki
Melitus (GDM)
- Pemeriksaan sensitivitas kaki - Pemberian tindakan senam kaki dengan bola plastik Gambar 2.1 Kerangka Teori (Oktaviah dkk, 2014) C. Kerangka Konsep Senam kaki dengan bola plastik
Meningkat sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2
Gambar 2.2 Kerangka Konsep (Oktaviah dkk, 2014)
BAB III METODE PENYUSUNAN APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2. B. Tempat dan Waktu Aplikasi riset ini dilaksanakan di ruang melati 1 RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 9-11 Maret 2015. C. Media dan Alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan : Bola plastik 2 buah, Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk), handscoon. D. Prosedur Tindakan Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang senam kaki menggunakan bola plastik adalah : 1. Perawat cuci tangan 2. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai 3. Dengan Meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali
27
28
4. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali. 5. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. 6. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. 7. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali. 8. Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai. 9. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke 8, namun gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali. 10. Angkat kedua kaki dan luruskan,pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang. 11. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian.
29
12. Letakkan bola plastik dilantai dan suruh pasien untuk menginjak bola plastik tersebut dilakukan satu kali dalam sehari.
E. Alat Ukur Bisa menggunakan Monofilamet,bolpain,sikat,kapas(Oktaviah dkk, 2014). Cara manggunakan alat ukur yaitu: 1. Monofilamet yaitu: telapak kaki diukur menggunakan ujung senar monofilamet dengan cara digosok-gosokan. 2. Sikat yaitu: telapak kaki digaruk-garuk menggunakan sikat. 3. Kapas yaitu: kapas disentuh-sentuhkan ketelapak kaki.
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 Maret 2015, dan pengkajian hari pertama tanggal 9 Maret 2015 pada pukul 10.00 WIB, pasien masuk tanggal 6 Maret 2015 pukul 19.30 WIB. Kasus ini dengan metode autoanamnesa dan allanamnesa, pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan fisik serta mengenal catatan medis dan catatan perawat. Hasil dari pengkajian didapatkan identitas pasien, bahwa pasien bernama Ny.S, umur 51 tahun, agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan Ibu rumah tangga, alamat Kreten-Surakarta, nomer registrasi 01292837, dirawat diruang melati 1 RSUD DR.Moewardi Surakarta, sejak tanggal 6 Maret 2015 pasien menjalani perawatan dengan diagnosa Diabetes Melitus. Yang bertanggung jawab kepada pasien adalah Ny.R, umur 25 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan swasta, alamat Pulosari-Surakarta, dan hubungan dengan klien adalah anak.
B. Pengkajian 1. Riwayat kesehatan pasien Pengkajian dilakukan pada tanggal 9-11 Maret 2015 di RSUD DR.Moewardi Surakarta. Ketika dilakukan pengkajian terhadap pasien
30
31
tentang riwayat keperawatan, keluhan utama yang dirasakan adalah pasien mengalami sesak nafas dan kaki kesemutan. Riwayat penyakit sekarang yang dialami Ny. S berusia 51 tahun datang ke IGD pada tanggal 6 Maret 2015, pukul 19.30 WIB dengan keluhan sesak nafas selama ± 4 hari, nyeri pada tangan karena mempunyai riwayat diabetes melitus 3 tahun yang lalu. Lalu pasien diperiksa dan didapatkan data tanda-tanda vital 170/100 mmHg, Suhu 37derajat celcius, pernafasan 30 kali per menit, nadi 84 kali per menit. Pasien di beri infus NaCL 20 tetes per menit, Oksigen 3 liter, lalu pasien dipindahkan keruang melati 1 RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Riwayat penyakit dahulu pasien sebelumnya pernah mempunyai penyakit diabetes melitus. Pengobatan yang dijalani hanya periksa ke dokter dan mengonsumsi obat, pasien belum pernah mondok sebelumnya. Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan, minuman ataupun obat-obatan.Kebiasaan pasien selalu makanmakanan cepat saji dan tidak pernah berolahraga. Riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat menurun. Pasien merupakan anak tunggal.
32
Genogram :
Gambar 4.3 Genogram Keterangan : : laki-laki : prempuan : meninggal dunia
: pasien
: tinggal serumah
Riwayat kesehatan lingkungan, lingkungan rumah Ny.S berada di daerah yang bebas dari polusi udara, udara di rumah Ny.S sangat segar, ventilasi cukup dan kondisi bersih. 2. Pola kesehatan fungsional Pengkajian Pola kesehatan fungsional gordon, pada Pola nutrisi dan metabolisme Sebelum sakit pasien mengatakan mengkonsumsi
33
nasi, lauk pauk berupa tahu, tempe, ayam dan sayuran. Pasien makan 3 kali sehari dengan porsi penuh habis dan minum air putih sebanyak 7-8 gelas per hari @200 cc/gelas. Selama sakit pasien mengatakan mengkonsumsi nasi, lauk pauk, sayuran. Pasien makan 3 kali sehari dengan porsi ½ dan minum air putih dan air teh sebanyak 6-7 gelas per hari @200 cc/gelas. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan bahwa sehat itu penting dan mahal harganya, pasien ingin cepat sembuh dan cepat bertemu dengan keluarganya. Jika ada anggota keluarga yang sakit, selalu di bawa kepusat pelayanan kesehatan terdekat supaya cepat sembuh. Pola istirahat dan tidur Sebelum sakit pasien mengatakan tidur ± 7-8 jam/hari, dengan tidur siang ± 2 jam tanpa obat tidur. Selama sakit pasien mengatakan tidur ± 7 jam/hari, dengan tidur siang ± 1 jam tanpa obat tidur. Pola kognitif – perseptual Sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam berbicara dan pendengaran dan kaki sebelah kanan dan kiri berfungsi dengan baik. Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan dalam berbicara dan pendengaran dan pasien mengatakan kakinya merasa kram danotot terasa kaku. P = Pasien mengatakan nyeri tangan kiri karena luka Q= Pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk R= Pasien mengatakan nyeri tangan kiri pada ibu jari S= Skala nyeri 6 T= Nyeri sewaktu-waktu.
34
Pola persepsi konsep diri Sebelum sakit, identitas diri Ny.S adalah seorang prempuan yang merupakan ibu rumah tangga, peran diri Ny.S adalah ibu rumah tangga yang mempunyai 5 orang anak, harga diri Ny.S mengatakan dirinya merasa dihargai oleh anggota keluarga yang lain dan masyarakat sekitar yang ditandai dengan adanya komunikasi, ideal diri Ny. S mengatakan ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik, gambaran diri Ny.S mengatakan bahwa dirinya mensyukuri seluruh anggota tubuhnya. Selama sakit identitas diri Ny.S adalah seorang prempuan yang merupakan ibu rumah tangga dan saat ini Ny.S dirawat diruang melati 1 RS Dr.Moewardi Surakarta, peran diri Ny.S mengatakan saat ini tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga karena sakit, harga diri Ny.S mengatakan dirinya merasa dihargai oleh anggota keluarga yang lain dan masyarakat sekitar yang ditandai dengan adanya komunikasi, ideal diri Ny. S mengatakan ingin sembuh dan cepat pulang agar bisa beraktivitas seperti biasa, gambaran diri Ny.S mengatakan bahwa dirinya merasa malu dengan kondisinya saat ini. 3. Hasil pemeriksaan fisik Pada pengkajian pemeriksaan fisik keadaan umum pasien composmentis, dan jumlah skor Glasgow coma scale (GCS) untuk respon motorik, respon verbal, dan respon eyes, dengan kesan baik. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 88 kali per menit, suhu 36,5 derajat celcius, pernafasan
35
26 kali per menit, bentuk kepala mesoshepal, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, mukosa bibir tidak kering, lidah bersih, pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada pemeriksaan fisik paru, inspeksi paru-paru menggunakan alat bantu pernafasan, palpasi kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi suara whezing. Pada pemeriksaan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis tidak teraba, perkusi pekak, auskultasi tidak ada suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi bentuk datar, umbilicus tidak menonjol, tidak ada jejas, auskultasi peristaltik usus normal, perkusi kuadran pertama pekak dan kuadran dua sampai empat timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan. Genetalia bersih dan tidak terpasang katater. Pada pemeriksaan ekstermitas, ekstermitas atas kekuatan ototnya 4/4 karena terdapat luka dm ditangan kiri pada ibu jari sedangkan ekstermitas bawah kekuatan ototnya 5/5, capillary refile ≤ 2 detik, tidak ada kelainan bentuk tulang, akral teraba hangat. Tingkat sensitivitas kaki pasien 1 dengan keterangan 0 yaitu tidak ada sensitivitas, 1 sensitivitas kurang, 2 sensitivitas sedang, 3 sensitivitas baik atau normal. 4. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 9 Maret 2015 hemoglobin hasil 13.6, nilai normal 12.00-15.6, satuan g/dl, hematokrit hasil 41, nilai normal 33-45, satuan %, leokosit hasil 14.0, nilai normal
36
4.5-11.0, satuan ribu/ul, trombosit hasil 404, nilai normal 150-450, satuan ribu/ul, eritrosit hasil 5.08, nilai normal 4.10-5.10, satuan juta/ul, gula darah sewaktu 333, satuan mg/dl, metode POCT. 5. Terapi farmakologis Terapi yang didapat pasien saat di rawat di ruang melati 1 yaitu : terapi infus NaCl 0,9 % dan RL 20 tpm, metronidazole 2x500mg/8j, captropil 3x12,5mg, ceftriaxon 1x2gr, ranitidine 2x50mg, insulin 10 ui/8jam, ketorolac 3x30mg.
C. Perumusan Masalah Hasil pengkajian secara wawancara dan observasi kepada pasien, penulis menemukan masalah antara lain: 1. Masalah utama yang dikeluhkan oleh pasien dan menjadi prioritas diagnosa paling utama yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan. Ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan sesak nafas, data obyektif pasien terlihat lemas,suara whezing, menggunakan alat bantu pernafasan, oksigen 3 liter dengan tandatanda vital tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 26 kali per menit, suhu 36,5 derajat celcius. 2. Masalah keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri ditangan kiri karena luka, nyeri seperti ditusuk-
37
tusuk, nyeri pada tangan kiri ibu jari, skala nyeri 6, nyeri sewaktuwaktu, data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. 3. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus. Ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan kakinya sering kesemutan dan otot-otot terasa kaku, data obyektif pasien terlihat lemah,telapak kaki pucat dan tingkat sensitivitas kaki pasien 1(sensitivitas kurang).
D. Rencana Keperawatan Tujuan yang dibuat penulis berdasarkan masalah keperawatan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil menggunakan metode SMART (Spesific, Measurable, Achieveble, Rasional, and Timing) dan intervensi keperawatan dengan metode ONEC (Observation, Nursing needed, Education, and Colaboratiuon), intervensi keperawatan untuk Ny.S adalah: 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan pasien sudah tidak merasa sesak nafas lagi dengan kriteria hasil suara nafas pasien normal, wajah terlihat rileks, pernafasanpasien dalam batas normal(16-24 kali per menit). Dengan intervensi Observasi tanda-tanda vital dengan rasionalisasi untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien, kaji ulang penyebab sesak nafas dengan
38
rasionalisasi untuk mengetahui penyebab sesak nafas, berikan posisi semi flower dengan rasionalisasi untuk mempermudah pasien dalam posisi bernafas, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dengan rasionalisasi untuk mengatur pernafasan pasien, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigenasi dengan rasionalisasi untuk mempermudah pasien bernafas. 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Tujuannya adalahsetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil nyeri berkurang dari skala 6 menjadi skala 0-3, ekspresi wajah pasien rileks, pasien tidak meringis, pasien mampu mengontrol rasa nyeri. DenganIntervensi kaji pola nyeri (P, Q, R, S, T) dengan rasionalisasi untuk menentukan skala nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman dengan rasionalisasi untuk membuat pasien nyaman, bersihkan luka diabetes melitus pasien dengan rasionalisasi agar luka pasien tidak terjadi infeksi, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik dengan rasionalisasi untuk menurunkan nyeri pasien. 3. ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus. Tujuan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
kali
24
jam
diharapkan
pasien
tidak
lagi
merasakan
kesemutandengan kriteria hasil pasien tidak merasakan kesemutan, pasien tampak segar, tingkat sensitivitas kaki pasien bertambah dari skala 1 menjadi skala 3.
39
Dengan intervensi kaji tingkat sensitivitas kaki dengan rasionalisasi untuk mengetahui tingkat sensitivitas, ajarkan senam kaki dengan bola plastik dengan rasionalisi untuk meningkatkan sensitivitas kaki pasien, berikan posisi yang nyaman dengan rasionalisasi untuk membuat pasien nyaman, berikan pasien pengetahuan tentang penyakitnya dengan rasionalisasi agar pasien mengetahui tentang penyakitnya.
E. Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan yang di lakukan hari pertama pada tanggal 9 Maret 2015 hari pertama yaitu jam 10.30 WIB mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital dengan respon subyektif pasien mengatakan mau diukur, respon obyektif yaitu tanda-tanda vital 160/90 mmHg pernafasan 26 kali per menit nadi 100 kali per menit suhu 37 derajat celcius. Jam 10.45 WIB mengkaji penyebab sesak dengan respon subyektif pasien mengatakan mau diperiksa, respon obyektif yaitu pasien tampak diam. Jam 10.55 WIB memberikan posisi semi flower dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif yaitu pasien tampak mau melakukan posisi semi flower. Jam 11.10 WIB memberikan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif pasien tampak mau melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Jam 11.25 WIB memberikan terapi oksigen 3 liter dengan respon subyektif pasien mengatakan mau di beri oksigen, respon obyektif pasien lebih tenang.
40
Tindakan keperawatan yang di lakukan hari pertama pada tanggal 9 Maret 2015 jam 11.30 WIB, mengkaji pola nyeri pasien (P,Q,R,S,T) dengan respon subyektif pasien mengatakan nyeri tangan kiri karena luka, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk, pasien mengatakan nyeri tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri 6, nyeri sewaktu-waktu, respon obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Jam 11.40 WIB memberikan posisi yang nyaman dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisi yang diberikan. Jam 11.50 WIB membersihkan luka pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman saat luka dibersihkan. Jam 12.10 WIB melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif obat analgesik ketorolac 30 mg masuk. Tindakan keperawatan yang di lakukan hari pertama pada tanggal 9 Maret 2015 jam 12.30 WIB, mengkaji tingkat sensitivitas kaki pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak lemah dan tingkat sensitivitas kaki pasien 1. Jam 12.40 WIB, mengajarkan senam kaki dengan bola plastik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak melakukan senam kaki. Jam 12.50 WIB, mengkaji ulang tingkat sensitivitas kaki pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak masih lemah dan tingkat
41
sensitivitas kaki pasien 1. Jam 13.00 WIB, memberikan pendidikan kesehatan tentang diabetes melitus respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak memperhatikan. Tindakan keperawatan hari kedua pada tanggal 10 Maret 2015 jam 08.00 WIB mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital dengan respon subyektif pasien mengatakan mau di ukur dengan respon obyektif tekanan darah 170/100 mmHg, pernafasan 25 kali per menit, nadi 88 kali per menit, suhu 37 derajat celcius. Jam 08.15 WIB memberikan posisi semi flower dengan respon subyekif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisi yang di berikan. Jam 08.30 WIB memberikan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisi yang diberikan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015 yaitu jam 08.40 WIB. Mengkaji pola nyeri pasien (P,Q,R,S,T) dengan respon subyektif pasien mengatakan nyeri tangan kiri karena luka, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk, pasien mengatakan nyeri tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri berkurang dari 6 menjadi 5, nyeri masih sewaktu-waktu, respon obyektif pasien masih tampak meringis kesakitan. Jam 08.50 WIB memberikan posisi yang nyaman dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisi yang diberikan. Jam 09.30 WIB membersihkan luka pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan
42
bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman karena lukanya dibersihkan. Jam 10.30 WIB melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif obat analgesik ketorolac 30mg masuk. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015 yaitu jam 11.00 WIB. mengajarkan senam kaki dengan bola plastik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien melakukan senam kaki. Jam 11.30 WIB, mengkaji tingkat sensitivitas kaki pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif tingkat sensitivitas kaki pasien meningkat menjadi 2. Jam 12.30 WIB, memberikan pendidikan kesehatan tentang diabetes melitus respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak mendengarkan. Tindakan keperawatan hari ketiga pada tanggal 11 Maret 2015 jam 08.05 WIB mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital dengan respon subyektif pasien mengatakan mau di ukur dengan respon obyektif tekanan darah 150/90 mmHg, pernafasan 24 kali per menit, nadi 86 kali per menit, suhu 37derajat celcius. Jam 08.15 WIB memberikan posisi semi flower dengan respon subyekif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisi yang di berikan. Jam 08.30 WIB memberikan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisi yang diberikan.
43
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ketiga tanggal 11 Maret 2015 yaitu jam 08.45 WIB. Mengkaji pola nyeri pasien (P,Q,R,S,T) dengan respon subyektif pasien mengatakan nyeri tangan kiri karena luka sedikit berkurang, pasien mengatakan nyeri masih seperti di tusuk-tusuk, pasien mengatakan masih nyeri pada tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 4, nyeri masih sewaktu-waktu, respon obyektif pasien masih tampak meringis kesakitan. Jam 09.00 WIB memberikan posisi yang nyaman dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan posisi yang diberikan. Jam 09.20 WIB membersihkan luka pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak nyaman dengan dibersihkan lukanya. Jam 11.30 WIB melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif obat analgesik ketorolac 30mg masuk. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ketiga tanggal 11 Maret 2015 yaitu jam 12.30 WIB. mengajarkan senam kaki dengan bola plastik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien bisa melakukan senam kaki. Jam 12.40 WIB, mengkaji tingkat sensitivitas kaki pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif tingkat sensitivitas kaki pasien meningkat menjadi 3. Jam 13.00 WIB, memberikan pendidikan
44
kesehatan tentang diabetes melitus respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien tampak mendengarkan.
F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi dilakukan setelah tindakan keperawatan pada hari itu juga, penulis melakukan evaluasi dengan metode wawancara dan observasi terhadap pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. Hari Senin, 9 Maret 2015, jam 13.55 WIB diagnosa keperawatan pertama pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan menggunakan metode SOAP di peroleh hasil sebagai berikut subyektif pasien mengatakan sesak nafas, obyektif pasien terlihat lemas, whezing, menggunakan alat pernafasan, pernafasan 26 kali per menit, analisis masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi observasi tandatanda vital dan keadaan umum, mengkaji ulang penyebab sesak nafas, memberikan posisi semi flower, mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen. Pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2015 jam 14.00 WIB SOAP di peroleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan masih sesak nafas tapi sudah berkurang, obyektif pasien masih terlihat lemas, menggunakan alat bantu pernfasan, whezing, pernafasan 25 kali per menit, analisis masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum, memberikan posisi semi flower, memberikan tehnik relaksasi nafas dalam. Pada hari Rabu, tanggal 11 Maret 2015 jam 14.05 WIB SOAP di
45
peroleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas lagi, obyektif pasien terlihat rileks, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, pernafasan 24 kali per menit, analisis masalah teratasi, planning hentikan intervensi. Hari Senin, 9 Maret 2015, jam 14.05 WIB diagnosa keperawatan yang kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik menggunakan metode SOAP di peroleh hasil sebagai berikut subyektif pasien mengatakan nyeri tangan kiri karena luka, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk, pasien mengatakan nyeri tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri 6, nyeri sewaktu-waktu, obyektif pasien tampak meringis kesakitan, , analisis masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi kaji
pola
nyeri
(P,Q,R,S,T),
memberikan
posisi
yang nyaman,
membersihkan luka pasien, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik ketorolac. Pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2015 jam 14.08 WIB SOAP di peroleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan nyeri tangan kiri karena luka, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk, pasien mengatakan nyeri tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri berkurang dari 6 menjadi 5, nyeri masih sewaktu-waktu, obyektif pasien masih tampak meringis kesakitan, analisis masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi kaji pola nyeri (P,Q,R,S,T), memberikan posisi yang nyaman, membersihkan luka pasien, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik ketorolac. Pada hari Rabu, tanggal 11 Maret 2015 jam 14.12 WIB SOAP di peroleh hasil berikut subyektif pasien
46
mengatakan nyeri tangan kiri karena luka sedikit berkurang, pasien mengatakan nyeri masih seperti di tusuk-tusuk, pasien mengatakan masih nyeri pada tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 4, nyeri masih sewaktu-waktu, obyektif pasien masih tampak meringis kesakitan, analisis masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi kaji
pola
nyeri
(P,Q,R,S,T),
memberikan
posisi
yang nyaman,
membersihkan luka pasien, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik ketorolac. Hari Senin, 9 Maret 2015, jam 14.15 WIB diagnosa keperawatan yang ketiga ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus menggunakan metode SOAP di peroleh hasil sebagai berikut subyektif pasien mengatakan kakinya sering kesemutan dan otototot terasa kaku, obyektif pasien terlihat lemah tingkat sensitivitas kaki 1, analisis masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi kaji tingkat sensitivitas kaki, mengajarkan senam kaki dengan bola plastik, memberikan posisi yang nyaman, memberikan pendidikan kesehatan tentang diabetes melitus. Pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2015 jam 14.20 WIB SOAP di peroleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan kakinya sering kesemutan dan otot-otot masih terasa kaku, obyektif pasien masih terlihat lemah tingkat sensitivitas kaki 2, analisis masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi mengajarkan senam kaki dengan bola plastik, memberikan posisi yang nyaman, memberikan pendidikan kesehatan tentang diabetes melitus. Pada hari Rabu, tanggal 11 Maret 2015
47
jam 14.20 WIB SOAP di peroleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan kakinya sudah tidak kesemutan dan otot-otot kakinya sudah tidak terasa kaku, obyektif pasien tampak segar dan tingkat sensitivitas kaki 3, analisis masalah teratasi, planning hentikan intervensi. Bedasarkan evaluasi hasil tindakan senam kaki diabetes dengan bola plastik selama 3 kali 24 jam, maka didapatkan hasil sebelum dilakukan tindakan pasien merasakan kakinya sering kesemutan dan otototot terasa kaku. Setelah pasien dilakukan senam kaki diabetes dengan bola plastik selama 3 kali 24 jam maka pasien merasakan kakinya sudah tidak kesemutan dan otot-otot sudah tidak terasa kaku. Didalam jurnal keefektifan tindakan senam kaki diabetes menggunakan bola plastik selama 3 kali dalam seminggu, sedangkan penulis melakukan tindakan senam kaki diabetis hanya 3 kali 24 jam saja.
BAB V PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai senam kaki diabetik dengan bola plastik terhadap sensitivitas kaki pada asuhan keperawatan Ny. S dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang melati 1 RS Dr.Moewardi Surakarta. Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian antara teori dan kasus. Pada teori proses asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia
melalui
tahap
pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
intervensi,
implementasi dan evaluasi. Pada Ny. S yang mengalami diabetes melitus pasien gawat tidak darurat proses asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia
melalui
tahap
pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
intervensi,
implementasi dan evaluasi. Diabetes melitus memiliki pengertian penyakit akibat adanya gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hyperglycemia) dan ditemukannya glukosa dalam urin (glycosuria) (Soegondo dkk, 2009).
A. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Pada saat dikaji oleh penulis Ny. S mengatakan sesak nafas, dari data
48
49
obyektif didapatkan pasien terlihat lemas, suara nafas whezing, menggunakan alat bantu pernafasan, oksigen 3 liter, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 26 kali per menit,suhu 36,5 derajat celcius. Ny. S mengatakan nyeri di tangan, nyeri yang di rasakan Ny. S karena luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan nyeri dirasakan di tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri 6 dan dirasakan sewaktu-waktu dari data obyektif didapatkan pasien tampak meringis kesakitan. Ny. S mengatakan kakinya sering kesemutan dan otot-otot terasa kaku dari data obyektif didapatkan pasien terlihat lemah dan tingkat sensitivitas kaki pasien 1. Berdasarkan teori, gejala diabetes melitus antara lain sering buang air kecil terutama pada malam hari, berat badan turun tanpa sebab dan jelas, luka sulit sembuh, kesemutan pada kaki atau tungkai, penglihatan kabur, cepat merasa lelah dan mengantuk, gatal-gatal dan kemampuan seks menurun (Pudiastuti, 2013). Penulis mengambil diagnosa sesak nafas, karena adanya kerusakan pada pembuluh darah maka dapat mengakibatkan aliran oksigen keseluruh tubuh tidak lancar(Pudiastuti, 2013). Penulis mengambil diagnosa nyeri akut, nyeri juga dapat terjadi karena ulkus diabetik neuropati dapat menyebabkan atropi, dan tangan yang atropi akan mendapat tekanan berlebih sehingga
akan
menimbulkan
rasa
nyeri(Hermawan,
2006).
Penulis
mengambil diagnosa keditakefektifan perfusi jaringan perifer karena saraf yang yang menuju ke tangan,tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan, tungkai dan kaki dapat dirasakan kesemutan(Pudiastuti, 2013).
50
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Dermawan, 2012). Diagnosa pertama pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan adalah inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat (Nanda, 2009). Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan pada keluhan utama yang muncul pada pasien, yaitu data subyektif yaitu pasien merasa sesak nafas.Data obyektif yang diperoleh, yaitu pasien terlihat lemas, suara nafas whezing, menggunakan alat bantu pernafasan dan oksigen 3 liter per menit, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 26 kali per menit, suhu 36,5 derajat celcius. Batasan karakteristik pola nafas tidak efektif sendiri menurut Nanda (2009) yaitu perubahan kedalaman pernafasan, perubahan ekskursi dada, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas dari data pengkajian pola nafas tidak efektif dapat di simpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada pasien Ny. S. Bedasarkan prioritas diagnosa yang diambil oleh penulis adalah pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan karena saat dilakukan
51
pengkajian pasien merasakan sesak nafas. Pernapasan atau oksigen adalah kebutuhan fisiologi manusia yang paling dasar. Ketika suplai oksigen ke otak kurang maka akan terjadi penurunan kesadaran yang bisa menyebabkan kematian jaringan di otak dan dapat mengancam kehidupan pasien. (Dermawan, 2012). Diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Nanda, 2009). Penulis mencantumkan masalah nyeri akut dengan alasan mengacu pada data pengkajian yaitu data subyektif Ny. S mengatakan nyeri di tangan, nyeri yang di rasakan Ny. S karena luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan nyeri dirasakan di tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri 6 dan di rasakan sewaktu-waktu dari hasil obyektif di dapatkan pasien tampak meringis kesakitan. Skala nyeri menjadi 5 yaitu skala 0: tidak nyeri, 1-3 : nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9: sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan, 10: sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol(Mubarak, 2008). Batasan karakteristik nyeri akut sendiri menurut Nanda (2009) yaitu perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, mengekpresikan perilaku (meringis, menangis, gelisah), perilaku melindungi area nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, gangguan
52
tidur, melaporkan nyeri secara verbal dari data pengkajian nyeri dapat di simpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada pasien Ny. S. Diagnosa ketiga ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus adalah penurunan sirkulasi darah keperifer yang dapat
mengganggu
kesehatan
(Nanda,
2009).Perumusan
masalah
keperawatan yang di ambil penulis ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus, penulis mencantumkan masalah tersebut dengan alasan mengacu pada data pengkajian yaitu data subyektif antara lain pasien mengatakan kakinya sering kesemutan dan otot-otot terasa kaku dan data obyektif antara lain pasien terlihat lemah, tingkat sensitivitas kaki pasien 1. Batasan karakteristik ketidakefektifan perfusi jaringan perifer sendiri menurut Nanda (2009) yaitu perubahan fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit, perubahan tekanan darah, kelambatan penyembuhan luka perifer, edema, warna kulit pucat saat elevasi dari data pengkajian diagnosa tersebut dapat di simpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada pasien Ny. S.
C. Perencanaan Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus
53
keperawatan kepada klien atau kelompok, untuk membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan klasifikasi pasien (Dermawan, 2012). Penulis menyusun rencana tindakan dalam diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif, nyeri akut dan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) dengan menggunakan metode ONEC (Observasi, Nursing Intervetion, Education, Collaboration). Tujuan dan kriteria hasil ini di susun berdasarkan NOC ( Nursing Outcomes Classification) dengan menggunakan metode SMART (Specific, Meausrable, Achievable, Realistic, Time)(Dermawan, 2012). Intervensi masalah keperawatan Pola nafas tidak efektif dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diaharapkan sudah tidak merasa sesak nafas lagi dengan kriteria hasil suara nafas pasien normal, wajah terlihat rileks, pernafasan pasien dalam batas normal (16-24 kali per menit). Intervensi yang pertama observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien untuk mengumpulkan dan menganalisa data kadiovaskuler, pernafasan
dan
suhu
tubuh
untuk
menentukan
dan
mencegah
komplikasi(Wilkinson, 2011). Intervensi yang kedua kaji ulang penyebab sesak nafas untuk mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk memastikan
kepatenan
jalan
nafas
dan
pertukaran
gas
yang
adekuat(Wilkinson, 2011). Intervensi yang ketiga berikan posisi semi flower untuk mencegah terjadinya kesalahan posisi. Intervensi yang keempat ajarkan
54
teknik relaksasi napas dalam dilakukan untuk melegakan saluran pernapasan. Intervensi yang kelima kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen untuk mengoptimalkan pola napas. Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel (Mubarak, 2008). Intervensi yang keempat ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mempermudah bernafas dandapat menciptakan kondisi relaks seluruh tubuh (Dewi, 2009). Intervensi yang dilakukan untuk masalah keperawatan yang kedua nyeri akut dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil skala nyeri berkurang dari 6 menjadi skala 0-3, ekspresi wajah pasien rileks, pasien tidak meringis, pasien mampu mengontrol rasa nyeri. Intervensi yang pertama yaitu kaji pola nyeri P, Q, R, S, T, di lakukan untuk mengatur pilihan keefektifan intervensi. Intervensi yang kedua berikan posisi yang nyaman untuk meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien (Wilkinson, 2011). Intervensi yang ketiga membersihkan luka diabetes melitus untuk memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif(Wilkinson, 2011). Intervensi yang keempat kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri(Wilkinson, 2011). Intervensi yang dilakukan untuk masalah keperawatan yang kedua ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan di harapkan pasien tidak
55
terjadi kesemutan dengan cara dilakukan senam kaki menggunakan bola plastik tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam pasien tidak terjadi kesemutan dengan kriteria hasil pasien tidak merasakan kesemutan, pasien tampak segar, tingkat sensitivitas kaki pasien bertambah dari skala 1 menjadi 3. Intervensi yang pertama kaji tingkat sensitivitas kaki untuk mengetahui sensitivitas kaki(priyanto, 2012). Intervensi yang kedua ajarkan senam kaki dengan bola plastik untuk meningkatkan sensitivitas kaki(priyanto, 2012). Intervensi yang ketiga berikan posisi yang nyaman untuk membuat pasien nyaman. Intervensi yang keempat berikan pasien pengetahuan tentang penyakitnya untuk mengetahui tentang keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah(Wilkinson, 2011).
D. Implementasi Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012). Tindakan keperawatan yang di lakukan oleh penulis untuk mengatasi diagnosa pola nafas tidak efektif yaitu mengobservasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, mengkaji ulang sesak nafas, memberikan posisi semi flower, mengajarkan tehnik relaksasi nafas,kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen pasien sudah nyaman dengan oksigen yang sudah diberikan yaitu 3 liter.
56
Tindakan keperawatan yang di lakukan oleh penulis untuk mengatasi diagnosa nyeri akut yaitu mengkaji pola nyeri P, Q, R, S, T, memberikan posisi yang nyaman, membersihkan luka diabetes melitus, memberikan injeksi ketorolac 3x30 mg untuk mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu mengkaji tingkat sensitivitas kaki, mengajarkan senam kaki dengan bola plastik, memberikan posisi yang nyaman, memberikan pasien pengetahuan tentang penyakitnya. Memposisikan dalam posisi semi fowler. Tinggikan bagian kepala tempat tidur pada 45-60 derajad dapat meningkatkan kenyamanan, mendukung ventilasi, dan memberikan kesempatan beristirahat (Potter & Perry, 2006). Implementasi selanjutnya mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. Menurut Priharjo Robert (1993) dalam jurnal Dewi (2009) mengatakan teknik relaksasi
napas dalam
diperkenalkan
untuk
adalah mengatasi
sebuah
teknik
nyeri terutama
yang pada
telah lama klien
yang
mengalami nyeri kronis. Berbagai teknik relaksasi dapat dipakai
untuk
menciptakan ketenangan dan mengurangi tekanan supaya klien merasa nyaman dannyeri berkurang. Penyakit kaki pada penyandang diabetes melitus di sebabkan oleh penyakit vaskuler prifer atau oleh neuropati namun sering kali di sebabkan oleh keduanya lokasi khas untuk ulkus akibat tekanan (pressure ulcer) pada diabetes mencerminkan okulasi vaskuler dan neuropati dan akan menjadi
57
gangren dengan superinfeksi, gangguan suplai vaskuler yang di sertai tekanan eksternal dari sepatu atau tekanan di suatu titik (pressure point) merupakan predisposisi nekrosis jaringan dan pembentukan ulkus iskemik dan gangrene jari(Erlangga, 2007). Neuropati merupakan salah satu komplikasi jangka panjang dari diabetes melitus pada pembuluh darah kecil (mikroangiopati). Neuropati terdiri dari neuropati perifer, otonom, proksimal, dan fokal. Gejala umum neuropati perifer meliputi distal parastesia, nyeri seperti kesakitan atau terbakar, atau seperti tertusuk-tusuk dan kaki terasa dingin. Manifestasi lain meliputi, berkurangnya sensasi sentuhan dengan nyeri dan sensasi posisi sendi semakin menambah masalah seperti halnya iritan eksternal (seperti batu dalam sepatu) yang tidak dirasakan oleh pasien, sehingga kulit terkelupas dan timbul ulserasi, suhu, sentuhan getaran. Gejala ini akan lebih di rasakan pasien terutama pada malam hari. Kaki neuropatik terasa hangat dan kulit kering. Tatalaksanan penyakit kaki pada penyandang diabetes bersifat kritis bagi pemeliharaan mobititas dan pencegahan ulserasi, gangren, dan kemungkinan amputasi kaki jika hal itu terjadi maka akan sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien, sehingga pengurangan gejala neuropati perifer sebagai pencegahnya penting dilakukan. Dalam kasus sebenarnya di lapangan Ny. S beresiko mengalami neuropati, karena sudah mengalami kesemutan, GDS 333mg, kaku tetapi pasien masih merasakan nyeri jika di beri rangsangan nyeri.
58
Senam kaki dapat membantu memperbaiki otot-otot kecil kaki pada pasien diabetes melitus. Tindakan yang dilakukan pada Ny. S selama 3 hari di RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah melakukan tindakan senam kaki dengan bola plastik selama 1 hari 1 kali dengan alat ukur sensitivitas kaki menggunakan bolpein dan sikat. Hasil yang didapat penulis adalah tingkat sensitivitas kaki Ny. S adalah skala 1. Hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan sensitivitas kaki setelah dilakukan senam kaki diabetik. Senam kaki diabetes adalah salah satu komplikasi yang ada pada pasien diabetes melitus, senam dapat membantu sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil dan mencegah terjadinya kelainan pada kaki (Misnadiarly, 2006). Tindakan keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yang dilakukan pada hari pertama tanggal 9 Maret 2015, mengkaji tingkat sensitivitas kaki pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dan respon obyektif pasien tampak lemah dan tingkat sensitivitas kaki pasien 1. Mengajarkan senam kaki dengan bola plastik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dan respon obyektif pasien tampak melakukan senam kaki. Mengkaji ulang tingkat sensitivitas kaki dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dan respon obyektif pasien tampak masih lemah dan tingkat sensitivitas kaki pasien 1.Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015, mengajarkan senam kaki dengan bola plastik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien melakukan senam kaki. Mengkaji tingkat sensitivitas kaki
59
dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif tingkat sensitivitas kaki pasien meningkat menjadi 2.Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ketiga tanggal 11 Maret 2015, mengajarkan senam kaki dengan bola plastik dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif pasien bisa melakukan senam kaki. Mengkaji tingkat sensitivitas kaki dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dengan respon obyektif tingkat sensitivitas kaki pasien meningkat menjadi 3.
E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon klien, dan sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan(Dermawan, 2012). Evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 11 Maret 2015 dengan metode SOAP, diagnosa pertama pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan. Diperoleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas lagi, obyektif pasien terlihat rileks, pernafasan 24 kali per menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, analisis masalah teratasi karena pernafasan normal dan pasien tidak sesak nafas lagi, planning hentikan intervensi.
60
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 11 Maret 2015 dengan metode SOAP, diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Diperoleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan nyeri karena luka sedikit berkurang, nyeri masih seperti ditusuk-tusuk dan nyeri dirasakan di tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri berkurang dari lima menjadi empat dan di rasakan masih sewaktu-waktu dari hasil obyektif di dapatkan pasien masih tampak meringis kesakitan, analisis masalah belum teratasi karena pasien masih merasakan nyeri dan skala nyeri masih 4, planning lanjutkan intervensi kaji pola nyeri P, Q, R, S, T, memberikan posisi yang nyaman, membersihkan luka pasien. Evaluasi dari tindakan yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 11 Maret 2015 dengan metode SOAP, diagnosa ketiga ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus. Diperoleh hasil berikut subyektifpasien mengatakan kakinya sudah tidak kesemutan dan otot-otot kakinya sudah tidak terasa kaku, obyektif pasien tampak segar, tingkat sensitivitas kaki pasien 3, analisis masalah teratasi karena sensitivitas kaki pasien sudah meningkat menjadi 3, planning hentikan intervensi. Bedasarkan evaluasi hasil tindakan senam kaki diabetes dengan bola plastik selama 3 kali 24 jam, maka didapatkan hasil sebelum dilakukan tindakan pasien merasakan kakinya sering kesemutan dan otot-otot terasa kaku. Setelah dilakukan senam kaki diabetes dengan bola plastik selama 3 kali 24 jam maka pasien merasakan kakinya sudah tidak kesemutan dan otototot tidak terasa kaku. Di dalam jurnal keefektifan tindakan senam kaki
61
diabetes menggunakan bola plastik diberikan 3 kali dalam seminggu, sedangkan penulis melakukan tindakan senam kaki diabetes hanya 3 kali dalam 3 hari saja(Oktaviah dkk, 2014). Untuk proses tindakan tersebut penulis tidak memiliki hambatan, karena pasien kooperatif. Serta hasil dari tindakan
tersebut
sangat
baik.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Pengkajian Pada saat dikaji oleh penulis Ny. S mengatakan sesak nafas, dari data obyektif didapatkan pasien terlihat lemas, suara nafas whezing, menggunakan alat bantu pernafasan, oksigen 3 liter, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 26 kali per menit,suhu 36,5 derajat celcius. Ny. S mengatakan nyeri di tangan, nyeri yang di rasakan Ny. S karena luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan nyeri dirasakan di tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri 6 dan dirasakan sewaktu-waktu dari data obyektif didapatkan pasien tampak meringis kesakitan. Ny. S mengatakan kakinya sering kesemutan dan otot-otot terasa kaku dari data obyektif didapatkan pasien terlihat lemah dan tingkat sensitivitas kaki pasien 1. 2. Diagnosa Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Ny. S yang pertama adalah pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan, yang kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, yang ketiga adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus.
62
63
3. Intervensi Intervensi pada diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan antara lain adalah observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, kaji ulang penyebab sesak nafas, berikan posisi semi flower, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigenasi. Intervensi pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik adalah kaji pola nyeri P, Q, R, S, T, berikan posisi yang nyaman, membersihkan luka diabetes melitus, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Intervensi pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus kaji tingkat sensitivitas kaki, ajarkan senam kaki dengan bola plastik, berikan posisi yang nyaman, berikan pasien pengetahuan tentang penyakitnya. Senam kaki dapat membantu memperbaiki otot-otot kecil kaki Ny. S dengan melakukan tindakansenam kaki dengan bola plastik dengan alat ukur sensitivitas kaki menggunakan bolpen dan sikat. Menunjukan bahwa ada perbedaan peningkatan sensitivitas kaki. 4. Implementasi Tindakan keperawatan yang di lakukan oleh penulis untuk mengatasi diagnosa pola nafas tidak efektif yaitu mengobservasi tandatanda vital dan keadaan umum pasien, mengkaji ulang sesak nafas, memberikan posisi semi flower, mengajarkan tehnik relaksasi nafas,
64
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen pasien sudah nyaman dengan oksigen yang sudah diberikan yaitu 3 liter. Tindakan keperawatan yang di lakukan oleh penulis untuk mengatasi diagnosa nyeri akut yaitu mengkaji pola nyeri P, Q, R, S, T, memberikan posisi yang nyaman, membersihkan luka diabetes melitus, memberikan injeksi ketorolac 3x30 mg untuk mengurangi nyeri. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu mengkaji tingkat sensitivitas kaki, mengajarkan senam kaki dengan bola plastik, memberikan posisi yang nyaman, memberikan pasien pengetahuan tentang penyakitnya. 5. Evaluasi Evaluasi diagnosa pertama pola nafas tidak efektif berhubungan dengan keletihan. Diperoleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas lagi, obyektif pasien terlihat rileks, pernafasan 24 kali per menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, analisis masalah teratasi, planning hentikan intervensi. Evaluasi diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Diperoleh hasil berikut subyektif pasien mengatakan nyeri karena luka sedikit berkurang, nyeri masih seperti ditusuk-tusuk dan nyeri dirasakan di tangan kiri pada ibu jari, skala nyeri berkurang dari lima menjadi empat dan di rasakan masih sewaktu-waktu dari hasil obyektif di dapatkan pasien masih tampak meringis kesakitan, analisis
65
masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi kaji pola nyeri P, Q, R, S, T, memberikan posisi yang nyaman, membersihkan luka pasien. Evaluasi diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus adalah senam kaki diabetes melitus pada pasien selama 3 hari masalah teratasi karena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat oleh penulis ditandai dengan kaki sudah tidak kesemutan dan otot-otot kaki sudah tidak terasa kaku. 6. Evaluasi hasil tindakan senam kaki diabetes dengan bola plastik selama 3 kali 24 jam, maka didapatkan hasil sebelum dilakukan tindakan pasien merasakan kakinya sering kesemutan dan otot-otot terasa kaku. Setelah dilakukan senam kaki dengan bola plastik selama 3 kali 24 jam maka pasien merasakan kakinya sudah tidak kesemutan dan otot-otot kaki sudah tidak terasa kaku. Di dalam jurnal, keefektifan tindakan senam kaki diabetes menggunakan bola plastik diberikan 3 kali dalam seminggu, sedangkan penulis melakukan tindakan senam kaki diabetes hanya 3 kali dalam 3 hari saja.
B. Saran Dengan memperhatikan diatas penuis memberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi Pihak Rumah Sakit
66
Bagi pihak kesehatan di RSUD Dr.Moewardi terutama perawat di ruang melati 1 sebaiknya melakukan tindakan secara dini terhadap pasien diabetes melitus. Tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes melitus terutama pada kaki. 2. Bagi Penulis Lainnya a. Mengetahui
seberapa
efektif
senam
kaki
diabetik
untuk
meningkatkan sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus. b. Dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh di bangku kuliah dan pengalaman nyata dalam melakukan tindakan senam kaki diabetik. c. Memberikan pengalaman penulis dalam mengembangkan karya ilmiah. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan perpustakaan memperkaya referensi tentang diabetes melitus dan dapat di jadikan untuk penambah pengetahuan para pembaca. 4. Bagi Pasien Diharapkan pasien diabetes melitus melakukan senam diabetes dengan penuh kesadaran melakukan senam kaki dengan cara yang telah diajarkan menggunakan bola plastik.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep&Kerangka Kerja. Gosyen Publishing. Yogyakarta Oktaviah D. Dkk. 2014.Efektifitas Senam Kaki Diabetik dengan Bola PlastikTerhadap Tingkat Sensitivitas Kaki pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Keperawatan. 23556846 Diakses tanggal 15-01-2015 pada pukul 08.00 WIB Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., and Geissier, A.C. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian. Alih Bahasa: I Made Sumarwati. EGC. Jakarta ISO Indonesia. 2012. Informasi Spesialite Obat. ISFI: Jakarta Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus Gangren, Ulcer, Infeksi. Pustaka Populer Obor. Jakarta Nanda. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC: Jakarta Novitasari, Retno. 2012. Diabetes Mellitus Dilengkapi dengan Senam DM. Nuha Medika. Yogyakarta Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Nuha Medika: Yogyakarta Priyanto, S.2012. Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki dan Kadar Gula Darah Ada Aggregat Lansia Diabetes Mellitus.Jurnal PPNI. 978.979.704 Diakses tanggal 17-01-2015 pada pukul 10.00 WIB Pudiastuti, R. D. 2013. Penyakit-penyakit Mematikan. Nuha Medika: Yogyakarta Rendy, Celvo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta Soegondo S. Dkk. 2009. Penatalaksanaan Diabetus Mellitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta Sudoyo, A.W.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta Suiraoka. 2012. Penyakit Degeneratif. Nuha Medika. Yogyakarta