DILEMA PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH ARUS PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Mukromin Mukromin, M.Ag. adalah Mahasiswa S.3 Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo Abstrak Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua pihak termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti yang tertulis di atas, maka dibutuhkan solusi yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar modifikasi atau tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan Islam dapat memberikan sumbangan besar bagi pencapaian tujuan yang ideal yakni terwujudnya manusia yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi yang tepat guna. Dalam tulisan ini penulis mencoba menawarkan beberapa argumentasi solutif sekaligus menjadi sebuah agenda ke depan bagi pendidikan Islam.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, Ilmu Pengetahuan, Tekhnologi
Pendahuluan Alangkah bagusnya jika para mahasiswa memberikan perhatian terhadap kemukjizatan ilmiah AlQur’an dan as-Sunnah, yang terkait dengan semua ilmu pengetahuan 1 . Setiap ilmu yang bermanfaat akan memberikan manfaat, kebaikan, dan keberkahan bagi kaum muslimin. Begitu juga dengan kita yang berada pada millenium ketiga yang dikenal sebagai era perkembangan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana setiap orang tidak bisa lagi menutup diri dari perkembangannya. Sebab, berbagai perangkat pendukung, computer, internet, dan berbagai sarana yang memberikan kemudahan kepada seseorang telah tersedia, dengan hanya berada pada suatu ruangan yang dilengkapi dengan berbagai alat yang canggih. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi pendidikan Islam pada era sekarang ini betul-betul komplek, dalam arti harus mampu menjawab pelbagai tantangan kehidupan dengan tidak menafikan realitas. Seorang pendidik maupun pembawa misi dakwah dan da’i tidak pantas membatasi diri dengan hanya mendalami masalah-masalah seperti thaharah, haidl, nifas, serta berbagai masalah fiqih dan tafsir semata. Sementara dia tidak mengenal atau mengerti ilmu lain
1 Ilmu dalam Islam adalah Ibadah. Ibadah secara bahasa berarti “merendahkan diri “, dan secara istilah adalah tunduk dan patuh kepada Allah SWT. atas apa yang Dia perintahkan dan Dia larang. Sedangkan ilmu secara bahasa berarti mengungkap sesuatu untuk mengetahui hakikatnya. Lihat Yusuf Ahmad, Ensiklopedi Keajaiban Ilmiah Al-Qur’an, Jakarta : 2009, hlm. 1 atau bisa dilihat Q.S. Al-Baqarah : 31
Jurnal Kependidikan Al-Qalam No.IX | 48
disekitarnya, yang sebenarnya juga berkaitan dengan syari’ah itu sendiri. Bukankah Allah SWT. telah memerintahkan kepada kita untuk selalu menambah pengetahuan mengenai ilmu-ilmu yang lain.2 Umat manusia sekarang secara teknologi telah mengalami kemajuan luar biasa. Tetapi secara mental masih hidup dalam abad masa silam. Akibatnya, kata Baigent, “Teknologi adalah bagaikan granat hidup di tangan kanak-kanak. Kesenjangan ini terus berlangsung sampai sekarang, jika tidak malah tumbuh semakin nyata. Masyarakat tidak berkambang cukup lebih matang, tetapi granat di tangannya telah berkembang menjadi lebih berbahaya lagi.”3 Dengan memperhatikan permasalahan diatas, jelas pendidikan Islam dewasa ini menghadapi persoalan yang serius, dan harus dikembalikan pada tujuan Islam itu sendiri yakni “Rahmatan Lil
‘Alamin”. Oleh karena itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sangat penting dalam orentasi pendidikan Islam dewasa ini dengan tidak meninggalkan nilai-nilai Islam itu sendiri.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu
adalah
pengetahuan
yang
sudah
diklasifikasi,
diorganisasi,
disistematisasi,
dan
diinterpretasi.4Ilmu menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Secara etimologi kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai cirri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan5. Sedang teknologi merupakan salah satu budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia, tetapi juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif berupa ketimpanganketimpangan dalam kehidupan manusia dan alam semesta yang berakibat kehancuran alam semesta. Oleh sebab itu teknologi bersifat netral, artinya bahwa teknologi dapat digunakan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya atau bisa juga digunakan untuk kehancuran manusia itu sendiri. Ilmu dan teknologi menggali sumber pengetahuannya dari alam. Dalam bahasa arab kata ‘alam dapat berarti dunya atau dunia (world, realm), kaun atau alam (universe, cosmos), dan ahya’ atau kerajaan (kingdom)6. Menariknya kata ‘alam ini tersusun dari huruf dan akar kata jadian yang sama dengan kata ‘ilmu yang berarti pengetahuan (science, knowledge, leaning, lore, information, scholarship, education, cognizance, awareness, aguintence, familiarity, cognition, dan perception). Sedang orang yang berilmu disebut sebagai ‘alim sepadan dengan sebutan scientist, scholar,
2
Q.S. Thaha : 114, Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, Jakarta : Paramadina, 2000, 582 4 Nizal Ali, dkk., Antologi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Idea Press., 2010, hlm., 8 5 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1992, hlm. 434 6 Nizar Ali, dkk., Op Cit. hlm. 9 3
Pusat Studi Kependidikan FITK UNSIQ | 49
Mukromin, M.Ag
Dilema Pendidikan Islam Tradisional
savant, expert, specialist, authority, adept, master, connoisseur atau knower7. Ini mengindikasikan bahwa dalam alam terdapat rahasia keteraturan berupa sunnatullah atau law of nature yang dapat dipelajari secara ilmiah oleh para ilmuwan. Ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya hasil usaha pembacaan dan penelitian manusia terhadap hukum Allah SWT., tentang keteraturan alam yang sudah pasti. Karena manusia itu dha’if, memiliki keterbatasan, maka dalam memahami hukum Allah yang pasti tentang alam, hasilnya tidak terbatas dan tidak pasti. Kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat probabilistik, berangkat dari teori ke teori lain, yang mungkin benar dan mungkin salah. Sebuah teori siap ditumbangkan oleh teori lain. 8 Ini menunjukkan ilmu pengetahuan yang diketahui manusia itu sangat terbatas, hanya sedikit sedangkan ilmu Allah SWT., itu sangat luas. Sebagaimana pernyataan Allah dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 27. Artinya : “
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Terlalu banyak yang belum diketahui manusia. Betapapun pandai dan tinggi ilmu seseorang, pasti dia merasa bahwa ilmu yang belum diketahui justru lebih banyak dari yang dia ketahui. Masih terlalu banyak misteri alam semesta ini yang belum terkuak oleh pengetahuan manusia. Bahkan misteri yang ada dalam diri manusia sendiri tidak akan pernah tuntas disingkap oleh pengetahuan manusia. Dalam ajaran Islam, aktivitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah perintah agama dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah karunia Allah. Hubungan antara Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dekat, sehingga semua kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, apapun jenisnya selama untuk kemanfaatan dan kemaslahatan manusia dan untuk mencegah kemuddlaratan adalah juga perintah Islam. Azyumardi Azra memprediksikan bahwa peradaban masa depan adalah peradaban yang dalam banyak hal didominasi ilmu pengetahuan. Dalam tataran praktis, teknologi adalah penerapan ilmu pengetahuan. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membantu kemajuan masyarakat di masa kini dan mendatang.9 Ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi menunjukkan perkembangan spektakuler dengan banyaknya penemuan-penemuan baru, seperti bayi tabung, penetapan jenis kelamin, 7 Ruhi Baalbaki, Al-Mawrid, : A Modern Arabic-English Dictionary, Beirut : Dar el-Ilmi Lil Malayin, 1988. Hlm, 745-775. 8 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1996, hlm., 193 9 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, hlm, 11
50 | Jurnal Kependidikan Al-Qalam.Vol.IX.TH.2013
cloning, kemampuan mengobati leukemia, penggunaan sinar laser untuk mengurangi lemak pada pembuluh nadi, penciptaan kapal selam yang bebas dari intaian radar musuh, perkembangan computer dengan teknologi tinggi dalam menyongsong era informasi dan sebagainya sampai pada rekayasa genetika dalam pengembangan ilmu beologi.10 Amin Abdullah pun menyatakan hal yang sama. Kemajuan teknologi dan bioteknologi berhasil membuat perubahan-perubahan yang sangat spektakuler. Kemajuan di bidang pertanian, misalnya membuat kita terkesima, karena bidang pertanian ini mampu membudidayakan tomat diatas batu bukan diatas tanah yang konvensional. Penanamannya pun tidak lagi lewat biji, tetapi lewat daunnya. Hasil yang diperoleh juga cukup spektakuler. Dengan cara penanaman baru tersebut dapat diperoleh empat ratus kilogram tomat dari hanya satu pohon.11 Arah Pendidikan Islam Para ulama sepakat bahwa surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5 adalah wahyu yang pertama kali diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. Dalam surat Al-‘Alaq 1 sampai 5 berisi informasi yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan manusia. Informasi tentang membaca, memahami, serta meneliti, Rabb (Tuhan), penciptaan manusia, pendidikan dan pengajaran, dapat ditemui pada wahyu pertama, surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5. Materi ilmu pengetahuan yang diperintahkan oleh Al-Qur’an lewat surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5 tersebut, untuk dicari dan dicari mencakup seluruh alam dan seluruh kehidupan. Hal itu pertama kali dimaksudkan untuk mengenal Tuhan Pencipta dan beriman kepada-Nya, kemudian yang kedua untuk mengetahui dan menggali kekayaan alam dan menggunakannya sebagai sarana untuk menciptakan kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. Tak ada satu segipun yang ada di bumi ini yang tidak diperintahkan oleh Al-Qur’an untuk dipelajari dan dipikirkan, baik segi material maupun spiritual. Pendidikan islam menjelaskan lewat sumbernya (Al-Qur’an), tentang kausalitas (sunatullah) antara kenyataan-kenyataan alam yang berbeda, dan antara manusia dengan kenyataan-kenyataan alam tersebut. Awan mengakibatkan hujan, hujan menumbuhkan tanam-tanaman dan tumbuhtumbuhan; dan tanam-tanaman atau tumbuh-tumbuhan memberi makan kepada binatang dan manusia, sedangkan manusia memanfaatkan berbagai macam ciptaan Tuhan. Maka dari itu ia harus dan wajib mengetahui hubungan semuanya itu dengan Allah yang menciptakan dan memelihara alam semesta. Islam menyuruh kita berjalan, menyelidiki, memperhatikan, dan memikirkan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah. Ia tidak meletakkan batas atau penghalang pada jalan ilmu pengetahuan. Ajaran Islam senantiasa sesuai dengan segala kehidupan, waktu dan tempat, tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan.
10 11
145
Conny R. Semiawan, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999, hlm. 113 M. Amin Abdullah, Filsafat Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997, hlm, 144-
Pusat Studi Kependidikan FITK UNSIQ | 51
Mukromin, M.Ag
Dilema Pendidikan Islam Tradisional
Membaca dan meneliti adalah hal yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak dapat dibantah lagi bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki manfaat yang sangat besar bagi kemajuan kehidupan umat manusia. Dan juga tidak dapat diragukan lagi bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai hasil dari aktifitas membaca, mendalami, dan meneliti sesuatu dengan sungguh-sungguh12. Era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua pihak termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti yang tertulis di atas, maka dibutuhkan solusi yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar modifikasi atau tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan Islam dapat memberikan sumbangan besar bagi pencapaian tujuan yang ideal yakni terwujudnya manusia yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi yang tepat guna. Dalam tulisan ini penulis mencoba menawarkan beberapa argumentasi solutif sekaligus menjadi sebuah agenda ke depan bagi pendidikan Islam.
Pertama, perlu pengkajian ulang terhadap sistem pendidikan Islam yang saat ini berjalan dengan tetap mengedepankan semangat ajaran Islam. Semangat tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya mendialogkan kembali teks-teks suci keagamaan terhadap setiap kenyataan yang terjadi.
Kedua, mempersiapkan sumberdaya manusia yang lebih matang dan berkualitas berbekal kemampuan komprehensif. Karena rendahnya kualitas sumber daya manusia membuat ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai Negara gagal memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Sebaliknya, justru menimbulkan berbagai akses negative yang dapat merugikan masyarakat. Situasi ini membuat masyarakat di berbagai belahan dunia dihadapkan pada dua pilihan ekstrem, yaitu “dikuasai” atau “menguasai” ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketiga, memperteguh kembali peran seluruh elemen dalam pendidikan yaitu, individu, keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan dan Negara dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi tepat guna. Karena dengan sumber daya manusia yang unggul, maka berbagai ekses negatif ilmu pengetahuan dan teknologi tentu dapat dihindari apabila kita benar-benar menguasainya, bukan dikuasainya. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi artinya tidak hanya mengadopsi, menstransfer dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga melakukan adaptasi, yaitu membingkai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai sosial, budaya, dan agama serta menyesuaikannya dengan situasi, potensi, dan kebutuhan riil. Dengan menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
12 Abdul Munir Mulkhan, dkk., Antologi Kependidikan Islam, Yogyakarta : Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2010, hlm. 29
52 | Jurnal Kependidikan Al-Qalam.Vol.IX.TH.2013
bagian esensial dari ajaran agama Islam 13 . Jika tidak dibingkai dengan nilai-nilai agama, sebagaimana Negara-negara sekuler, rancangan, penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali buta dan liar, tanpa peduli terhadap dampak sosial, budaya dan kemanusiaan. Sebaliknya, jika dibingkai dengan nilai-nilai spiritual agama, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terkontrol, sehingga dapat diarahkan pada upaya-upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, perlunya menyatukan spiritual Islam dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai basis yang kuat untuk menghadapi arus globalisasi yang semakin menghimpit, sebab dalam tradisi intelektual Islam, ada suatu hirarki dan saling hubungan antar-berbagai disiplin ilmu yang memungkinkan realisasi kesatuan (keesaan) dalam kemajemukan, bukan hanya dalam wilayah iman dan pengalaman keagamaan, tetapi juga dalam dunia pengetahuan. Ditemukannya tingkatan dan hubungan yang tepat antar-berbagai disiplin ilmu merupakan obsesi para tokoh intelektual Islam terkemuka, dari teolog hingga filosof, dari sufi hingga sejarawan, yang banyak di antara mereka mencurahkan energi intelektualnya pada masalah klasifikasi ilmu.
Kelima, membangun jaringan pendidikan dari sekala lokal, nasional dan global sebagai bentuk komunikasi aktif dan sharing informasi antar negara tentang perkembangan pendidikan Islam diseluruh belahan bumi ini, sehingga tidak terjadi ketimpangan konsepsi pendidikan Islam. Keenam, mempertahankan potensi culture lokal yang dimiliki masyarakat sekaligus jembatan komunikasi budaya dengan tetap memegang teguh semangat ke-Islaman.14 Abbas Mahjub, memberikan komentar tentang arah pendidikan Islam, antara lain : (1) mewujudkan dan merealisasikan tujuan dari keberadaan manusia sebagai khalifah di bumi, yakni beribadah kepada Allah, (2) mensucikan jiwa, (3) menjadikan level peribadatan ke dalam level kecakapan dan keahlian, (4) menjadikan keseimbangan dalam ibadah menuju terbentuknya persaudaraan dan kasih saying diantara manusia, (5) merealisasikan dan membentuk pribadipribadi atau generasi-generasi mukmin yang beriman kepada Allah SWT, dengan berpegang teguh terhadap nilai-nilai agama, dengan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, dan mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi jaman, serta berorentasi kedepan demi kemajuan masyarakat Muslim. Dalam konteks ke-Indonesiaan, pendidikan Islam di Indonesia berada dipersimpangan jalan, antara mempertahankan tradisi lama atau mengadopsi perkembangan baru. Mempertahankan tradisi lama berarti status quo yang akan menjadikannya terbelakang, meskipun memuaskan secara emosional dan romantisisme dengan sejarah pendirian madrasah masa lalu. Sementara itu, apabila mengadopsi perkembangan baru berarti telah mengesampingkan akar sejati dan nilai historisnya. Dalam konteks inilah kemudian dituntut adanya suatu ketegasan visi dan misi pendidikan Islam sehingga tidak tergoda oleh tarik menarik kecenderungan secara ekstrim. Pendidikan Islam bukanlah sekedar untuk menjadikan pendidikan agama Islam “cagar budaya” dengan mempertahankan paham-paham keagamaan tertentu, tetapi sebagai agent of change,
13 14
Lihat penjelasan Q.S. Al-Mujadilah : 11, Al-Alaq : 1-5, Al-Ghasiyah : 17-20, dan Yunus : 10 Abbas Mahjub, Ushul al-Fikri al-Tarbawi Fi al-Islam, Beirut, 1987, hlm, 24
Pusat Studi Kependidikan FITK UNSIQ | 53
Mukromin, M.Ag
Dilema Pendidikan Islam Tradisional
tanpa kehilangan jati diri ke-Islamannya. Dengan demikian pendidikan Islam akan responsive terhadap tuntutan masa depan, yaitu bukan hanya mendidik siswanya menjadi manusia yang shaleh, tetapi juga produktif. Menurut Malik Fadjar, sebagaimna dikutip oleh Suwito, Pendidikan Islam dewasa ini akan menjadi pendidikan alternatif apabila ia dapat memenuhi empat tuntutan : 1.
Kejelasan cita-cita dengan langkah-langkah yang operasional didalam usaha mewujudkan cita-cita pendidikan Islam,
2.
Memberdayakan kelembagaan dengan menata kembali sistemnya,
3.
Meningkatkan dan memperbaiki manajemen,
4.
Peningkatan sumber daya manusianya.15
Pendidikan Islam ditengah Arus Teknologi Dalam menghadapi arus perubahan yang begitu cepat, maka muncullah pertanyaan yang cukup mendasar. Seberapa kesiapan pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan arus teknologi?. Untuk menjawab pertanyaan di atas maka perlu kita kemukakan terlebih dahulu problem pendidikan Islam dewasa ini. Setidaknya ada dua persoalan mendasar yang menjadi catatan penulis. 1.
Berhubungan dengan kurikulum Seyyed Hossein Nasr telah menegaskan bahwa kekacauan yang mewarnai kurikulum pendidikan modern di kebanyakan negara Islam sekarang ini, dalam banyak hal, disebabkan oleh hilangnya visi hierarkis terhadap pengetahuan seperti yang dijumpai dalam pendidikan Islam tradisional9 dalam kontek kekinian kurikulum pendidikan Islam yang kita miliki masih harus dikaji ulang dengan proses dialektika yang kokoh dan mendalam, perkembangan teknologi telah membawa dampak yang begitu besar dan bersifat multidimensi, orientasi kurikulum hendaknya diarahkan pada sebuah proses yang lebih kontekstual yang tidak terjebak pada kerangka retorika teoritis. Keadaan yang demikian terlihat dalam realita ketika pendidikan Islam masih gagap dihadapkan pada isu-isu seperti pluralisme, multikulturalisme, feminisme dan globalisasi itu sendiri. Teknologi bukan hanya merupakan latar belakang struktural saja, tapi juga pendekatan hegemoni. Kelalaian dalam merespons perubahan, kajian Islam untuk konteks kekinian, dan orientasinya akan membawa umat pada posisi marginal.10 Perkembangan teknologi dewasa ini menampilkan suatu corak hubungan antar bangsa yang tidak seimbang. Hubungan antara negara maju dengan negara-negara berkembang masih ditandai dengan polarisasi kuat lemah, hal ini pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya “akulturasi
15
Suwito, dkk., Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada Media Group, 2005, hlm., 228.
54 | Jurnal Kependidikan Al-Qalam.Vol.IX.TH.2013
asimetris”10 Akulturasi asimetris mendorong penetrasi budaya asing kedalam budaya nasional suatu bangsa dan mengakibatkan transformasi budaya yang timpang.12 Sayyed Hossein Nasr dalam bukunya Islam and the Challenge of the 21st Century menyebutkan bahwa: tantangan serius yang dihadapi muslim dari luar adalah apa yang disebut kesalahan posisi Barat pada tatanan global. Ini merupakan tipuan dan permainan yang sangat penting yang terjadi di dunia saat ini. Secara umum penjajahan telah berakhir, namun ada bentuk penjajahan baru yang selalu berbicara atas nama global. Tapi sebenarnya tidak demikian, karena hal itu tidak semua bagian di dunia ini terlibat dalam kasus itu.13 Perubahan dunia yang semakin cepat menuntut berbagai pemikiran progresif untuk memposisikan pendidikan Islam sebagai benteng pertahanan sekaligus pilar utama dalam mendorong terbentuknya moralitas global. Dan jantung dari pendidikan adalah kurikulum. 2.
Menyangkut persoalan metode Dalam qaidah fiqih disebutkan Attoriqotu Ahammu minal Maddah, masalah yang kedua ini menjadi persoalan yang sangat serius, sebab hal ini menyangkut bagaimana pesan dari esensi pendidikan tersampaikan secara tepat. Laju perkembangan teknologi yang sepertinya tidak mungkin lagi terbendung oleh kekuatan manapun, perlu melahirkan sebuah konsepsi yang riel dan sistematis sekaligus menjawab pertanyaan di atas dan menjadi perangkat tanding bagi gerak laju perkembangan teknologi. Oleh karena itu maka upaya-upaya serius untuk merancang, menerapkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus diiringi oleh upaya-upaya serius juga untuk memperkuat keimanan sumber daya manusia, baik yang terlibat langsung maupun yang terlibat secara tidak langsung dalam proses perancangan, penerapan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan berpedoman pada nilai-nilai keimanan, diharapkan tidak ada kesulitan bagi para sumber daya manusia pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menentukan sikap dan pilihan. Kemampuan untuk menentukan pilihan yang tepat sangat diperlukan, karena selain kualitas sumber daya manusia pengelolanya, paling tidak ada tiga hal yang besar pengaruhnya terhadap efektifitas penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat. Pertama, kecocokan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipilih untuk dipelajari dan diterapkan. Masyarakat pengguna ilmu pengetahuan dan teknologi harus pandai-pandai menimbang mana ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat diperlukan, mana yang kurang diperlukan dan mana yang tidak diperlukan sama sekali; Kedua, kondisi obyektif sosial dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Situasi, potensi dan kebutuhan sosial masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan yang paling utama dalam mendesain dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi; Ketiga, kesiapan mental masyarakat dalam menerima ilmu pengetahuan dan teknologi16. Proses alih teknologi dalam suatu masyarakat seringkali berbuah kegagalan dan kemubaziran, bahkan ada unsur pemiskinan, manakala tidak disertai dengan kesiapan mental masyarakat 16
Muhammad Sirozi, Agenda Strategis Pendidikan Islam, Yogyakarta : AK Group, 2004, hlm., 149
Pusat Studi Kependidikan FITK UNSIQ | 55
Mukromin, M.Ag
Dilema Pendidikan Islam Tradisional
penggunanya. Alih teknologi hendaknya tidak hanya bersifat adopsi tetapi juga bersifat adaptasi terhadap mental masyarakat. Sumber daya manusia merupakan unsur paling vital dalam perencanaan, penerapan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dia dituntut untuk dapat memilih ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat dan memahami situasi dan kondisi sosial serta mentalitas masyarakat. Masyarakat membutuhkan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dapat berpacu dalam persaingan regional, nasional, dan global, sehingga diperlukan adanya suatu keyakinan (belief), kualitas diri (inner qualities), dan kesadaran diri (self conscious) bahwa jasa ilmu pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia. Suatu masyarakat tidak bias hanya bersikap sebagai penerima (muktasib) ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus memiliki kekuatan (qudrah) berbuat sesuatu dan aql untuk membuat pertimbangan-pertimbangan strategis metodologis tentang rancangan, penerapan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bingkai agama, sesuai dengan sunnatullah dan situasi serta potensi yang dimiliki. Untuk mewujudkan itu semua paling tidak, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki minimal 6 (enam) kemampuan, yaitu kemampuan mengetahui dan memahami (to know), mengaplikasikan (to do), bekerja sama dalam satu tim (to live together), menentukan sikap (to be), memahami potensi local (to have a mastery of local), dan memahami ciptaan Tuhan (to understand the nature God made) 17 . Agar dapat mengetahui dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan baik, sumber daya manusia itu perlu dididik agar tidak sekedar tahu tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus dapat mengaplikasikannya bersama-sama anggota masyarakat lainnya dan untuk kesejahteraan bersama. Mereka harus menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah sekedar simbol kemajuan dan kemewahan, tetapi merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Para pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya harus fit secara fisik, tetapi juga harus fit secara bathiniyah, yaitu memiliki kemampuan dan pola fikir yang baik, mampu mengendalikan nafsu dan memiliki jiwa yang sehat. Pembinaan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sangat perlu memberikan porsi seimbang antara pembinaan kemampuan jiwa, fisik, dan nalar, agar proses perencanaan, penerapan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berada dalam koridor budaya, agama, dan kepentingan bersama.
17
Muhammad Sirozi, Ibid, 150
56 | Jurnal Kependidikan Al-Qalam.Vol.IX.TH.2013
Kesimpulan Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sesuatu keniscayaan dan juga merupakan sunnatullah yang tidak bisa terelakkan kemunculannya, maka mau tidak mau pendidikan Islam dewasa ini harus berorentasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi demi membekali anak didiknya menghadapi dunia yang semakin mengedepankan teknologi hampir dalam segala aktifitas, kalau tidak ingin semakin ditinggalkan. Pendidikan Islam harus berorentasi pada pendidikan yang mengantarkan pada perubahan dan sebagai alat untuk menghadapi tantangantantangan berbagai realitas yang muncul. Pendidikan Islam pada era ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini harus berorentasi pada fitrahnya dalam arti penuh dengan hikmah (kebijaksanaan), dapat masuk akal, berpegang teguh pada syari’at Allah dan ajaran-ajaran-Nya, dengan asas keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi. Dilema pendidikan Islam pada era ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini memang sangat kentara, namun demikian bahwa pendidikan Islam sangat beda dengan pendidikan lainnya dalam mempersiapkan manusia bukan hanya kehidupan dunia tetapi juga kehidupan akhirat dengan asas keseimbangan antara keduanya, dengan kata lain bahwa kehidupan dunia itu sangat berperan untuk kebahagiaan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Tarjamahnya, Depag. RI, 2005 Abdul Munir Mulkhan, dkk., Antologi Kependidikan Islam, Yogyakarta : Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2010, Abbas Mahjub, Ushul al-Fikri al-Tarbawi Fi al-Islam, Beirut, 1987, Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, Conny R. Semiawan, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999, Muhtarom, H.M. Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, Resistensi Tradisional Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005 Muhammad Sirozi, Agenda Strategis Pendidikan Islam, Yogyakarta : AK Group, 2004 M. Amin Abdullah, Filsafat Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997, Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1996 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, Jakarta : Paramadina, 2000 Pusat Studi Kependidikan FITK UNSIQ | 57
Mukromin, M.Ag
Dilema Pendidikan Islam Tradisional
Nizal Ali, dkk., Antologi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Idea Press., 2010 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1992 Ruhi Baalbaki, Al-Mawrid, : A Modern Arabic-English Dictionary, Beirut : Dar el-Ilmi Lil Malayin, 1988. Suwito, dkk., Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada Media Group, 2005
58 | Jurnal Kependidikan Al-Qalam.Vol.IX.TH.2013