JURNALYOSTITIfi STUDI NORMATIF TENTANG PERAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
DALAM PEMILIHAN UMUM Oleh: SuhendarAbas
In this moment tlte reform era of the requirement to uphold a law as the commander and as a consequence of body politic (rechtsstaat) is precisely. The Perpetrator of Judicial Power in this case the Mahkamah Agung (MA) and Mahkamah Konstitusi (MK) in the whole of Indonesia as body politic. The consistency in decision makin, it is imporiant in the contution guarding and ggo to the body politic. Indonesia based on the European law system of continental the applied of the real regulation written in above and not to a mean in all above, however the proporsional in applied it is a low. Peripheral in management of the election leader regional or which now the election of proxy governor and governor regent proxy and regent, lord mayor and lord mayor which included in general election regine (pemilu). Based on the undang-undang nomor 22 tahun 2007 tentangPenyelenggaraanpemilihanumum, to go to act as awhole. Before it undang-undangnomor 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah as the basis for law to performent the election ofregional leader and also institutes organizer of general election. Role ofperpetrator ofiudicial power also there are in UU 32 I 2004 years where general court, high court, and appellate court play a part in process ofyustitial election of regional leader. Mahkamah agung of translation return the order in regulation o Mahkamah Agurug Nomor 2 tahun 2005 tentang tata cara upaya keberatan terhadap keputusan pengadilan. Again needed the existence of to a justice decision consistency where rule of law even certainly to source offormal law very required in trasition to go to the democracy.
PENDAHULUAN
Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman
di Indonesia. Kekuasaan Kehakiman itu seperti ditegaskan dalam Penjelasan Pasal
24 dan 25 UUD 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah'. Baik dalam doktrin maupun menurut hukum, kekuasaan kehakiman dipegang dan
dijalankan badan peradilan. Di Indonesia, bada perdilan yang menj alankan kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Komstitusi, dan pengadilan - pengadilan tingkat lebih rendah yang dibawahkan Mahkamah Agung.
Semua badan peradilan, dari
tingkat terlinggi dan terendah
pada dasarnya dalah alat perlengkapan negara, karena badan-badan tersebut bertindak
w
JURNALYOSTtTtfi
dan memutus untuk dan atas nama negara.
Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia,
hanya badan peradilan tertinggi (Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi) yang digolongkan sebagai alat
perlengkapan negara, Sebagai konsekuensi, semua badan peradilan adalah badan yang bersifat dan diatur secara ketatanegaraan
(s
taats re cht elij k).
and balances", atalu hubungan prosedural tertentu dalam lingkup yang bersifat ketatanegaraan yang tidak menyentuh penyelengg araan kekuasaan kehakimarr.
Dipihak lain hubungan antar alat perlengkapan negara yang bukan
kekuasaan kehakiman lebih mencerminkan hubungan pembagian kekuasaan (bahkan hubungan difusi) dari
-
Selain kedudukan yang bersifat ketatanegaraan, ada beberap sifat lain
pada pemisahan kekuasaan.
kekuasaankehakiman:
MAdan Pilkada
Pertama I kekuasaan kehakiman adalah badan yang merdeka lepas dari camapur tangan kekuasaan lain. Segala
Konstitusi Undang Undang Dasar Negara Republik Indobesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum utama bagi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung melalui Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis" hasil dari perubahan kedua era reformasi. Akan tetapi menjatuhkan pilihan pada pemilihan secara langsung (one man one v o t e) y ang sudah dilaksanakan sej ak tahun 2005 bukanlah satu satunya alasan yang membuat pergantian kepala daerah menjadi demokratis. Padahal pemilihan oleh anggota DPRD sebenarnya sama saja demokratisnya akan tetapi karena setiap pemilihan kepala daerah dijadikan alat dagangan politik maka pilihan demokratis dipegang oleh pemilihan secara langsung one man one vote menjadi pilahan alternative karena pemilu maupun dipilih
bentuk campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman dilarang. Bahkan ketentuan dasar dimasa kolonial pun
menegaskan mengenai j aminan kemerdekaan ini (IS, Pasal 37). Dipihak lain, tidak ada penegasan serupa bagi lembaga negara ata:u alat perlengkapan negara yang lain. Bahkan dalam hubungan dengan lembaga-lembaga negara yang
lain, untuk lembaga negara di luar kekuasaan kehakiman lebih ditonjolkan hubungan pengawasan dari pada jaminan indepedensi.
Kedua; hubungan kekuasaan kehakiman dengan alat perlengkapan negara yang lain, lebih mencerminkan asas pemisahan kekuasaan daripada pembagian kekuasaan apalagi hubungan fusi. Kalaupun diciptakan hubungan, maka hubungan itu hanya bersifat "chel<s
l[fl4,=
JURNALYOSTtTtfi -!
oleh anggota DPRD ketika tidak jelas rule of th e g amenya maka sama-sama saj a.
mempunyai kewenangan: mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang
Dalam Pasal 56 undang-undang Nomor 32 Tahun 2004Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu
diberikan pada tingkat terakhir oleh
pasangan calon yang dilaksanakan secara
demokratis, berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. dan diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini adalah ketentuan yang sedang direvisi terbatas oleh pemerintah pasca putusan Mahamah Konstifusi mengenai calon perseorangan yang dapat menjadi peserta pemilu atau yang lebih dikenal calon indepanden.
Di
1 Undang Kekuasaan Kehakiman bahwa dalam Pasal
"Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
negar
a yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terseleng garanya Negara Hukum
Republik Indonesia." serta "Penyeleng garaar kekuasaan kehakiman
pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MahkamahAgung; menguji peraturan perundang-undangan
di
bawah undang-undang terhadap
undang-und*g; dan kewenangan lainnya
yang diberikan undang-undang. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yarrg berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
Mahkamah Agung juga berperan dalam sengketa pemilihan kepala daerah diatur oleh Undang - undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana Pasal 106 Bahwa (1) "Keberataan
terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanyadapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah agung dalam waktu
paling lambat
3
(tiga) haari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung adan wakil kepala daerah. Keberatan dan badan peradilan yang berada di hanya berkenaan dengan hasil bawahnya dalam lingkungan peradilan penghitungan suara yang umum, lingkungan peradilan agam4 mempengaruhinya terpilihnya pasangan lingkungan peradilan militer, lingkungan calon. Pengajua,r keberatan kepada peradilan tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Agung disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala sebuah Mahkamah Konstitusi. " Mahkamah Agung merupakan daerah provinsi dan kepada pengadilan pengadilan negara tertinggi dari keernpat negeri untuk pemilihan kepala daerah dan lingkungan peradilan. Malrkamah Agung wakil kepala daerah kabupaten/koata. *.(
EEI
JT.JRNALYUSTITI6
Mahkamah Agung memutus sengkerta hasil penghitungan suara paling lambat I 4 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung bersifat finai dan mengikat. Mahkamah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 945
b.
kewenangannya dapat mendelegasikan
suara pemilihan kepala daerah dan
wakil
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Agung dalam melakasanakan c. kepada Pengadailan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan
;
d.
1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umumii'
kepala daerah kabupaten kotadan putusan Pengadilan Tinggi bersifat fi nal.
Selain diatur dalam UU 32 Tahun
2004, Mahkamah Agung juga mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2005 tentang "Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota. "
Peran lVlahkamah Konstitusi dalam Pemilu
Dalam Undang - undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi ditegaskan dalam Pasal 12 tentang peran Mahkamah Konstitusi adalah : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final uutuk:
a. rnenguji
affi
undang-undang terhadap
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun I 945. memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasilpemilihanumum.
Yurisprudensi dan Studi Kasus Pilkada Depok Yang menarik dipenghuj ung tahun
2A07 dan menjelang 2008 adalah fenomena putusan Mahkamah Agung yang mengandung kontroversi. Dimana Mahkamah Agung memerintahkan pilkada ulang untuk pemilihan kepala daerah Sulawesi Selatan. Praktis putusan
JURNALYOSTITIfi :i
Kehakiman menyebutkan pengadilan pendukung kontestan pilkada, para tidak boleh menolak untuk mengadili pemerhati maupun pakar hukum dan suatu perkara,lagi pula untuk memeriksa, politik. Putusan Mahkamah Agung mengadili, dan memutus permohonan, melebihi kewenanagannya apa yang Mahkamah harus menyelenggarakan tertera didalam TJU 3212004 dandianggap persidangan dalam rangka proses melebihi apa yang dimohonkan (ultra persidangan yang jujur dan adil tersebut disambut pro dan kontra oleh para
petita).
(trtroces sual fairnes s, een goede pro ces s);
Prof. H. Soehino, S.H.
Show must go on, sebagai negara hukum kita telah bersepakat bahwa dalam kita harus menghormati hukum dan menjalankan putusan pengdilan yang telah mempunyi kekuatan hukum tetap (in craht). Dalam sejarah pemilu, kita telah mempunyi yurisprudensi upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan yang dinyatajan final dan mengikat oleh
karena memang tidak merupakan
undang-undang melalui putusan
peraturan perundangan, meskipun secara
menyatakan bahwa Mahkamah berwenang dan Pemohon memiliki legal standing, tanpa memberikan alasan lebih
lanjut. Namun, dalam
tambahan
keterangan tertulisnya ahli menyatakart bahwa yurisprudensi tidak masuk tata urutan peraturan perundang-undangan
Mahkamah Agung No. 01 PK/PILKAD Al2 00 5 :, dimana
kekuatan hukum sama dengan undang-
yurisprudensi mempunyai kedudukan
undang;
dalam sumber hukum kita. Pilkada depok menjadi preseden terlepas dari baik dan buruknya dalam menangani sengketa pemilu yaitu upaya hukum peninjauan
Upaya hukum terhadap putusan pengadilan hanya ada tiga cara yaitu banding, kasasi, dan peninjauan kembali; putusan pengadilan tidak dapat dilakukan judicialreview;
kembali(PK).
substansial yurisprudensi memiliki
Yang memjadi catatan dalam Topo Santoso, S.H., M.H. ranah kekuasaan kehakiman dan memberikan keterangan lisan di bawah
konstitusi kita adalah bahwa putusan yustisial mahkamah agung tak dapat menjadi sengketa antar lembaga negara oleh Mahkamah Konstitusi.
Bahwa menurut ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan
sumpah yang pada intinya menyatakan bahwa yurisprudensi tidak sama dengan undang-undang, karena yurisprudensi mengandung norma hukum khusus dan sifatnya individual terhadap kasus tertentu, sedangkan undang-undang sifatnya umum, lebih-lebih jika mengacu
|ElE
JURNALYOSTITIfi
kepada
tafsir otentik seperti
yang tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2004
Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan dan UIIMK, jelas bahwa yurisprudensi tidak sama dan setara dengan undang-undang
;
Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D yang memberikan keterangan lisan di bawah sumpah yangpada intinya juga menyatakan bahwa yurisprudensi tidak sama dengan undang-undang, baik dari segi ketentuan hukum positif maupun dari segi doktrin. Bahkan untuk menyatakan putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PK/Pilkada/2005 sebagai yurisprudensi menurut ahli terlalu prematur karena putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dengan sendirinya menjadi yurisprudensi tetap. Menurut ahli permohonan a quo
bukan kewenangan Mahkamah. Keterangan ahli selengkapnya tercantum dalam uraian duduk perkara; Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H. memberikan keterangan tertulis yang selengkapnya tercantum dalam uraian
duduk perkara, tetapi pada intinya menyatakan bahwa dengan menggunakan
pendekatan konseptual, undang-undang menurut UUD 1945 adalah produk kewenangan legislasi DPR dengan karakter yuridis yang sifatnya abstrakurnrun, sedangkan Putusan Mahkamah
Agung berada dalam ranah judicial decision yang sifatnya
federal legislation". Dengan demikimenurut ahlii'
ENDNOTE
I ii iii iv
Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, hlm 27 . Triwulan Tutik, Titik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara,
hlm2l7.
Agung Susanto, "HukumAcara Perkara Konstitusi; Prosedur Berperkara Pada Mahkamah Kosntitusi", hlrn 6 Putusan Mahkamah Agung
No. : 01/PKIPILKADA/2005 DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3.
4. 5. 6.
7. 8.
konkririndividual,
maka undang-undang tidak dapat tEEl*';
disamakan dengan putusan Mahkamah Agung. Selain itu, ahli juga menggunakan pendekatan perbandingan dengan contoh mengutip ketentuanArticle 93 Section (2) UUD Jerman'yang menyatakan bahwa "The Federal Constitutional Court shall also rule on any other cases referued to by
9.
Agung Susanto, S.H., "HukumAcara Perkara Konstitusi; Prosedur Berperka"a P ada Mahkamah Kosntitusi', Mandar Maju, 2006, Bandung. Bagir Manan, Prof. DR. H., S.H., M.C.L., Kekuasaan Kehakiman Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, FH, Ull Press. Yogyakarta. Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H. 'Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Prestasi Pustaka, 2006, Jakatu. Undang undang Republik lndonesia Nomor24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; Undang undang Republik lndonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; Undang-Undarg Nomor5 Tahun 2004tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ; Undang undang Republik lndonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Mahkamah Agung No. : 2 Tahun 2005 tentang "Tata Cara Pergajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota." Putusan Mahkamah Agung No. : 01/PI(PI[XADA/2005