IMPLEMENTASI GENDER KEGIATAN “Promoting Sago Starch Utilization in Indonesia” DI KOTA KENDARI DAN KABUPATEN KONAWE PROPINSI SULAWESI UTARA BULAN APRIL – 2015
I. PENDAHULUAN Inisiasi terkait proposal kegiatan “Promoting Sago Starch Utilization in Indonesia” telah dilakukan pemantauan terkait potensi tanaman Sago di kota Kendari dan Kabupaten Konawe dengan melihat keterlibatan perempuan dalam budidaya dan pengolahan sago. Dengan pertimbangan bahwa selama pelaksanaan kegiatan MP3L di Propinsi Sulawesi Tenggara respon dan permintaan konsumen terhadap komoditas sagu dan perhatian pemerintah daerah sangat baik dan mendukung di Kota Kendari. Untuk pengimplementasiannya maka diperlukan beberapa pertimbangan terkait Isu berikut: a. Komoditas Sagu merupakan tanaman yang melimpah di beberapa daerah di propinsi Sulawesi Tenggara dan tersedia secara alami dalam arti belum ada instansi atau pihak lain yang mencoba untuk membudidayakan tanaman sagu, dukungan pemerintah daerah yang ada selama ini masih sebatas kegiatan hilir terkait mengembalikan selera konsumen melalui penyajian pangan lokal yang dikenal dengan istilah “SIKKATO” (Sinonggi, Kasoami, Kambose dan Kabuto); b. Dibeberapa lokasi di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe telah dilakukan penebangan tanaman Sagu secara besar-besaran akibat adanya permintaan pasar yang cukup besar (melalui pengusaha dari Surabaya) dengan memberikan bantuan fasilitas peralatan penebangan berupa “Sensor” kepada kelompok tani di beberapa lokasi, dan hasil panen berupa “Sagu Basah” dalam kondisi dan jumlah bagimana pun akan ditampung dan diterima oleh pengusaha tersebut, hal ini sangat mengkhawatirkan dan perlu respon cepat dari Pemerintah Daerah. c. Alih fungsi lahan sagu yang marak terjadi pada lima tahun terakhir perlu menjadi perhatian, dimana saat ini para petani sagu lebih memilih untuk menyerahkan atau menjual atau mengubah lahan Sagu mereka menjadi: Lahan Perkebunan Sawit yang telah merubah wajah kebun Sagu menjadi kebun Kelapa Sawit secara besar-besaran dan hal ini sudah berlangsung selama 3(tiga) tahun terakhir Lahan baru bagi usaha tani padi, karena dalam hitungan ekonomis dipandang lebih cepat menghasilkan dibanding tanaman sagu yang harus menunggu 10-15 tahun Konversi menjadi kawasan pemukiman penduduk, akibat bertambahnya penduduk;
Pertambangan Nikel yang marak dan telah diusahakan secara besarbesaran oleh pengusaha Korea, salah satu penyumbang bergesernya lahan Sagu menjadi kawasan pertambangan
II. DUKUNGAN PEMERINTAH DAERAH TERKAIT KOMODITAS SAGO a. Pada tahun 2010 telah terbit Peraturan Walikota Kendari nomor: 15 tahun 2010 tentang: Aksi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal Kota Kendari, yang telah dilakukan melalui kegiatan sosialisasi terkait makanan khas Sulawesi Tenggara yang tidak kalah dari segi “cita rasa” dan “gizi”; b. Pembentukan KMP SIKKATO melalui SK Walikota Kendari tanggal 19 April 2012, merupakan kelompok masyarakat yang gencar mempromosikan makanan khas daerah Sulawesi Tenggara yaitu: Komunitas Masyarakat Peduli Sinonggi, Kasoami, Kambose dan Kabuto, adalah suatu gerakan masyarakat yang terbentuk sebagai wujud kepedulian untuk melestarikan, mengembangkan dan mempromosikan makanan khas Sulawesi Tenggara; c. Gerakan One Day No Rice atau sehari tanpa nasi adalah gerakan untuk mencerdaskan bangsa dengan memotivasi masyarakat Kota Kendari untuk mengkreasikan pangan pengganti beras dan slogan para aparat Pemerintah Daerah yaitu Budayakan One Day No Rice dan Eat Rice Once Everyday menuju Bangsa Sehat dan Generasi Cerdas; d. Potensi tanaman Sagu (Metroxylon Sagu Rottb) di Kota Kendari berdasarkan informasi yang diterima dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Kendari secara turun menurun merupakan bahan makanan pokok, dan saat ini telah terjadi transaksi pengiriman antar pulau sebagai bahan baku bagi industri makanan dan kosmetik, Menurut data BPS tahun 2013 potensi dan sebaran tanaman sagu masyarakat di wilayah kota Kendari mencapai 170 hektar (114 Ha produktif, 42 Ha belum produktif, 14 Ha tidak produktif), yang tersebar di 6 (enam) kecamatan, yaitu: Kecamatan Abeli, Kecamatan Kambu, Kecamatan Baruga, Kecamatan Wua-Wua, Kecamatan Puwatu dan Kecamatan Mandonga (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Kendari, 2014) dengan produksi 31 Ton pertahun dan produktivitas 298 Kg/Hektar yang diusahakan oleh 398 Keluarga Petani; III. SAGO DAN KEBERADAANNYA KINI Kunjungan ke Kampung Sagu di Kelurahan Labibia, Kecamatan Mandonga Kota Kendari ke kelompok tani sagu “Kelompok Pu’urui” dalam kunjungan aktifitas kelompok yang terlihat pada saat kunjungan dilakukan, baru melakukan penebangan sagu dilanjutkan proses pengikisan dan pencucian sagu sampai pada perendaman sagu di lokasi yang sama dengan alat yang masih sangat tradisional dan dilakukan oleh kelompok laki-laki, dengan beberapa masukan yang diperoleh di tingkat lapangan sebagai berikut :
a. Tanaman sagu yang dimiliki oleh 8 orang anggota kelompok Pu’urui adalah merupakan warisan yang sudah tumbuh sejak turun-temurun dengan luas lahan sagu yang makin berkurang akibat alih fungsi lahan. b. Aktivitas panen sagu bukan merupakan aktifitas utama, karena petani sagu sudah mulai beralih profesi dengan mengusahakan dan membudidayakan tanaman padi yang relatif lebih cepat menghasilkan dibanding tanaman sagu dengan umur produksi 10-15 tahun. c. Makin berkurangnya petani sagu yang mengalokasikan waktunya untuk pengelolaan kebun sagu milik mereka, sehingga makin hari banyak kebun sagu yang tidak terawat dan terbengkalai, dan pada akhirnya menjual pohon sagu siap panen kepada orang lain dengan harga yang sangat murah Rp.100.000 per pohon sagu. d. 2 (dua) orang anggota kelompok sagu Pu’urui telah mencoba melakukan budidaya tanaman sagu secara alami dengan memisahkan anakan yang sangat menempel dengan indukan dan memberikan jarak tumbuh dengan induknya, namun dari 50 anakan yang dipisah hanya satu anakan yang berhasil hidup, dan percobaan pembudidayaan kedua yang dicoba sama sekali tidak membuahkan hasil, hal ini cukup memprihatikan mereka yang sangat peduli dengan tanaman sagu, dan ancaman kepunahan tanaman sagu sangat mungkin terjadi, jika tidak ada tindakan dan perhatian semua pihak terhadap tanaman ini. Kunjungan ke Kabupaten Konawe, ke Kelompok Tani Sagu Tomu Lipu di Desa Ulu Pohara, didampingi oleh PPL yang punya perhatian terhadap komoditas sagu olahan Pak Iswanto dan istri, beliau telah mencoba melakukan pengolahan aneka makanan dengan bahan baku sagu basah dan tepung sagu, hasil olahan tersebut telah diperkenalkan kepada jajaran pemerintah daerah, dengan beberapa produk makanan baik makanan basah maupun makanan kering, dan aktifitas kelompok binaan dalam pengolahan lebih banyak dilakukan oleh kelompok wanita dengan keragaan sebagai berikut: a. Pertanaman sagu di kabupaten Konawe sangat potensial walaupun masih dengan budidaya alami yang berjalan baik, dengan istilah tebang satu tumbuh seribu, namun kekhawatiran itu mulai muncul dalam satu tahun terakhir telah dilakukan ekploitasi besar-besaran terkait penebangan yang difasilitasi oleh seorang pengusaha Surabaya yang memberikan alat penebang pohon sagu berupa sensor yang berdampak pada kecepatan penebangan, dengan frekwensi pengangkutan oleh pengusaha tersebut dalam 2 minggu mengangkut 8-10 Ton sagu basah dengan harga Rp.1.500-1.700/kg. b. Perhatian semua pihak terhadap ekploitasi tersebut, karena ada kekhawatiran dari salah satu anggota kelompok Tani Tomu Lipu (pak Suparman) yang juga merupakan perantara antara anggota kelompok tani sagu dengan petani sagu lainnya yang menghubungkan dengan pengusaha Surabaya tersebut, bisa diprediksi bahwa dalam 5 tahun kedepan akan terputus aktifitas panen sagu, karena Tanaman Sagu Produktif akan habis dan perlu waktu 10-15 tahun kedepan menunggu anakan menjadi produktif.
c. Kelompok Tomu Lipu telah mendapat kegiatan MP3L tahun 2014 menerima bantuan alat berupa; Oven, Ayakan, Mesin Pres, Mesin Sensor dan Mesin Pemarut, namun alat yang benar-benar bias digunakan hanya Mesin Sensor, sehingga pada waktu kunjungan dilakukan beberapa alat yang lain sudah mulai berkarat dan menganggur. d. Kreatifitas kelompok Tomu Lipu melalui semangat Pak Suparman telah memproduksi tepung sagu dengan prospek penjualan yang sangat menjanjikan dan permintaan makin besar dari seputar provinsi Sulawesi Tenggara, sehingga fasilitasi terhadap peralatan yang mendukung dan pendampingan sangat dibutuhkan oleh kelompok ini. Kunjungan ke Badan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Konawe, beberapa masukan dari Kepala Badan P4KKP dan data yang berhasil dihimpun terkait tanaman sagu di kabupaten Konawe sebagai berikut: a. Kabupaten Konawe mempunyai potensi tanaman sagu yang sangat besar dan merupakan budidaya alami dan tumbuh dengan subur di pinggiran sungai dan rawa disetiap desa memiliki potensi yang beragam terkait tanaman sagu, b. Permasalahan eksploitasi dalam satu tahun terakhir yang dilakukan oleh pengusaha Surabaya tersebut, akan coba diangkat dalam rapat pimpinan daerah dan akan dibuatkan arahan atau himbauan Bupati Konawe tentang larangan mengirim produk sagu basah ke luar provinsi, namun akan diarahkan untuk mengirim produk tepung sagu atau dalam bentuk olahan lainnya, dalam rangka membatasi penebangan besar-besaran terhadap tanaman sagu dan meningkatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) dalam bentuk usaha produksi tepung sagu dan usaha produksi olahan sagu yang akan menyerap tenaga kerja lokal terutama wanita tani dan ibu rumah tangga dan meningkatkan pendapatan keluarga. c. Pangan lokal sagu sudah membudaya di kalangan masyarakat dikabupaten Konawe dengan penyajian standar sebagai Sinonggi dengan campuran lauk pauk dan sayuran lengkap, dan pemerintah daerah juga sudah mulai menyajikan pangan lokal sebagai sajian di setiap acara atau kegiatan pemerintah daerah, namun secara legalitas belum ada arahan, himbauan, atau gerakan yang mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan cinta pangan lokal, hal ini kedepan akan dipikirkan dan ditindaklanjuti. d. Data dari BPS Kabupaten Konawe tahun 2013, Potensi luas lahan tanaman sagu di Kabupaten Konawe tahun 2013 sebesar 2.025 Ha (1.339 Ha menghasilkan, 590 Ha belum menghasilkan dan 96 Ha tidak menghasilkan) dengan produksi 2.479,6 Ton yang tersebar di 10 Kecamatan dengan sebaran luas yang beragam, dengan jumlah petani 4.932 Keluarga Petani, e. Luas lahan ini dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat adanya alih fungsi lahan sagu ke lahan persawahan atau dibakar dijadikan kebun, hal ini juga disebabkan karena pembudidayaan sagu masih bersifat ekstraktif, artinya petani sagu hanya melakukan pemanenan tanpa upaya untuk melakukan
pembudidayaan atau penanaman kembali, keadaan semacam ini apabila terus dibiarkan dikhawatirkan akan menurunkan luas pertanaman sagu dan mengancam kelestariannya sehingga perlu dilakukan konservasi. IV. KESIMPULAN DAN SARAN a. Upaya Konservasi terkait budidaya tanaman sagu perlu mendapat perhatian pemerintah dan pihak terkait, tanaman sagu harus dilihat sebagai tanaman budidaya/semibudidaya dan sagu dalam kawasan hutan perlu dibudidayakan secara intensif dengan teknik budidaya yang tepat, sehingga dapat mempertahankan dan mengembangkan lahan sagu masyarakat sesuai habitatnya. b. Eksploitasi hutan sagu tanpa rehabilitasi yang benar perlu peran pemerintah daerah untuk meredam, melalui stimulant program pembinaan dan pendampingan pada lahan kebun sagu masyarakat tentang budidaya intensif dan perluasan tanaman dengan bantuan bibit serta kegiatan pemeliharaan dan pemupukan tanaman, serta larangan terhadap pengiriman dan atau penjualan besar-besaran dalam bentuk produk sagu basah, c. Menjadikan lokasi konsentrasi perkebunan sagu masyarakat sebagai kawasan pelestarian budaya lokal dengan mengembangkan sektor pendukung sebagai daya tarik destinasi wisata budaya, seperti “Kampung Sagu Labibia” yang telah diinisiasi oleh walikota kendari untuk dapat didukung dan dilanjutkan. d. Data potensi luas areal sagu sampai saat ini belum diketahui secara pasti, karena beberapa literatur dan sumber data yang ada memberikan data yang berbeda-beda, sehingga diperlukan koordinasi yang intensif terkait pemutahiran dan keakurasian data. e. Tanaman Sagu di Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat 4 (empat) jenis sagu sesuai nama lokal setempat, yaitu: runggamanu, rui, boruwila dan roe, untuk jenis tanaman sagu RUI adalah jenis yang paling baik kualitas sagu nya, namun tanaman sagu jenis RUI agak sulit dibudidayakan dan sudah mulai berkurang di perkebunan sagu, sehingga perlu perhatian upaya untuk melestarikan jenis ini. f. Pembagian peran dalam budidaya sagu lebih banyak dilakukan oleh kelompok laki-laki dan untuk pengolahan bahan sagu berupa tepung sagu dilakukan oleh kaum perempuan, potensi sangat besar dalam pengembangannya (DSS)