)(-4,.i
Dalam Repelita VI, sesuai amanat
GBHN 1993, Pemerintah bertekad untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dengan upaya yang langsung dirasakan oleh penduduk miskin. Upaya tersebut pertama kali dilaksanakan melalui Program Lrpres Desa Tertinggal (IDT) yang dimulai pada tahun anggaran 1,994 / 95 berdasar Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993 tentang peningkatan penanggulangan kemiskinan. Selanjutnya, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1996 dilaksanakan pula Pembangr:nan Keluarga Sejahtera
disebut Program Takesra/Kukesra di desa-desa di luar desa IDT. Pelaksanaan kedua program Inpres tersebut tidak berarti "menggantikan" atau "
memberhentikan" program-
pro$am penanggulangan kemiskinan lain-lain yang telah dilaksanakan sebelumnya. Program-program yang telah ada tetap dilaksanakan dan bahkan semakin ditingkatkan. Keseluruhan program tersebut dikenal sebagai Program Peningkatan Pe' nanggulangan Kemiskinan atau PPK.
3^.
kebijakan lain yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, baik Thgkat I maupun Tingkat II, temuan-temuan ini diharapkan dapat dipakai sebagai masukan bagi perencanaan kebijakan pembangunan nasional dan daerah pada Repelita VII dalam bidang penanggulangan kemiskinan dan pengembangan perekonomian rakyat. Penelitian lapangan dilaksanakan bulan NopemberDesember 1995, kecuali untuk
propinsi-propinsi Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Timor Timut yang dilaksanakan bulan Januari 1998. Kami ucapkan terima kasih kepada Koordinator Penelitian Kebijakan di masing-masing perguruan tinggi dan pemerintah daerah yang secara berkelanjutan telah membantu Bappenas dalam berbagai penelitian di bidang penanggulan gan kemiskinan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak lain terutama pemerintahpemerintah daerah yang telah membantu kegiatan penelitian sampai dengan terbitnya laporan ini. Akhirnya kepada MPI (Masyarakat Perhutanan Indonesia) yang sejak awal program IDT telah mendanai kegiatan-kegiatan
penelitian Bappenas, disampaikan penghargaan yang tinggi.
Penelitian yang dilaporkan di
sini mengungkap pelaksanaan
Menteri Negara
kebijakan nasional dan pelaksanaannya beserta hasilhasilnya oleh daerah-daerah di 27 propinsi, dengan kasus 2 kabupaten pada setiap propinsi. Di samping menggali kebijakan-
Perencanaan Pembangunan
Nasional / Ketua Bappenas
Prof. Dr. Ir. Girnndjar Kartasasmita
Program Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan (PPK) yang didasarkan pada Inpres No. 5/1993 tanggal 27 Desember 1993, dan yang kem
udian dikenal sebagai
Program
IDI
rnerupakan sebuah
program "terobosan", dengan mengenalkan banyak hal dan unsur baru. Program ini untuk pertama kali dalam sejarah pembangunan perdesaan, memberikan kepercayaan pada
kelompok sasaran yaitu penduduk miskin, untuk mengelola sendiri bantuan modal kerja berupa hibah bergulir dari APBN. Modal kerja inibukan pinjaman lunak dengan bunga murah seperti halnya kredit Bimas/Inmas dalam program peningkatan produksi padi pada tahun tujuhpuluhan, dan juga fidak seperti KIK/KMKP atau kredit a la Grameen Bank di Bangladesh yang terkenal itu. Dalam program IDT sejumlah dana yang mencapai Rp 1,3
trilyun selama 3 tahun
anggaran (dan meningkat menjadi Rp 1,5 trilyun sampai
tahun terakhir
1998 /1999), dipercayakan penuh kepada
penduduk miskin di 28.223 desa untuk mengembangkan kegiatan usaha ekonomi apa saja yang menurut mereka, pencluduk miskin, akan dapat meningkatkan pendapatan sehingga dapat men irrgka tkan keseiahteraan mereka. Pada saat dimulainva
program IDT (1991 / 1995), sudah ada program hampir serupa yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian yaitu P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil), Perhutanan Sosial (Departemen Kehutanan), dan PHBK (Proyek Hubungan antara Bank dengan Kelompokkelompok Swadaya Masvarakat, Bank Indonesia). Di samping itu Departemen Sosial sudah sejak lama melaksanakan program KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang sejak dilur-rcurkannya program IDT
lalu dipusatkan di desa-desa non-IDT. Akhirnya BKKBN sebagai tindak lanjut program
UPPKA-KB (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor Keluarga Berencana) mengembangkan program
UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera), dengan kelompok sasaran para
wanita dari keluarga "miskin" yang dikategorikan sebagai keluarga Pra-Sejahtera dan Sejahtera I. Peningkatan lebih lanjut dari program Pembangunan Keluarga Sejahtera (PKS) ini kemudian
ditegaskan dalam satu lnpres baru yaitu lnpres Pembangunan
pemerintah daerah menyediakan dana APBD sebagai tambahan modal kerja baik di desa-desa IDT (Bali) maupun desa-desa
non-IDT (di Sumatera Selatan disebut BMT/Bantuan Masyarakat Tertinggal). D Propinsi NTI dan NTB pendamping puma waktu dilatih dan ditempatkan di desa-desa IDT dan Non-IDT dengan dana APBD, yang selanjutnya juga
Keluarga Sejahtera dalam rangka Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan (Inpres No. 3/1996) tanggal 11 maret 1996,yang dipusatkan di desa-desa non-IDT agar kemiskinan di semua desa di Indonesia dapat dipercepat penghapusarurya. Dalam litjak yang dilaporkan di sini, semua program yang
mengundang
disebu&an di atas, jika ada di
program IDT hampir 3,5 kali lipat besamya dana bantuan
kabupaten/ kecamatan/ desa kasus, diteliti pelaksanaannya. Dan agar berbagai program tersebut dapat dicakup, desa kasus terdiri atas desa IDT dan desa non-IDT di kabupatenkabupaten terpilih. Salah satu penemuan litjak yang paling menarik adalah bahwa hampir setiap propinsi telah mengembangkan kebijakan penan ggulangan kemiskinan (PPK) daerah yang dibiayai dari APBD atau dari dana-dana masyarakatr/ dunia usaha swasta. Di Propinsi Bali dan Sumatera Selatan, sejak tahun pertama
partisipasi / sumbangan dana dari masyarakat. Di DKI Jakarta di samping 11 desa IDT,
pemerintah meluncurkan program tn-Gub yang sama dengan program IDT. Di Propinsi
D.I. Yogyakarta dilaporkan dana dari berbagai pihak yang telah dialokasikan sebagai pendukung
langsung dari pemerintah pusat Penemuan penting kedua yang patut disebut adalahbahwa program-program PPK benarbenar telah berhasil meningkatkan pendapatan
penduduk miskin meskipun dengan tingkatan yang berbedabeda, misalnya dari Propinsi Sulawesi Selatan dilaporkan kenaikan pendapatan masyarakat 79% disebut desa IDT,24% pada pokmas UED-SP ( Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam), dan kenaikan 1,4%pada kelompok Takesra / Kukesra.
Namun di luar catatancatatan yang menggembirakan tersebut, masih banyak pula laporan tentang belum dipahaminya benar-benar konsep dan filosofi program IDI terutama menyangkut status dana yang telah dihibahkan pada pokmas. Di propinsi-propinsi di Sumatera kebanyakan pinjaman modal keria dikembalikan kepada pokmas tanpa bunga atau tambahan pembayaran apa pun, meskipun modal kerja yang dipinj am telah meningkatkan $ecafa nyata pendapatan keluarga dan telah memperbesar nilai (omset) usaha. Kesejahteraan penduduk miskin yang meningkat antara lain berupa pemenuhan
kebutuhan pokok, perbaikan permukiman, dan pemilikan aset serta alat-alat produksi seperti
kapal/prahu penangkap ikan D Propirsi Maluku
bagi nelayan.
dana-dana pengembalian warga pokmas tidak digulirkan tetapi langsung dipinjamkan kembali / dimanf aatkan untuk biaya pendidikan anak-anak putus sekolah atau yang terancam putus sekolah.
Demikian dalam merencanakan kebijakan dan
program-Progaram peningkatan penanggulangan kemiskinan Repelita \rII kiranya laporan hasil litjak ini banyak memberikan inspirasi. Di Jawa-Bali dan sejumlah daerah lain di luar Jawa-Bali kebijakan dan program-
program peningkatan lebih lanjut tidak sulit mengembangkarurya, dan pendampingan pada tingkat kecamatan mungkin cukup memadai. Tetapi di luar wilayah-wilayah tersebut, "Program PPK tahap tr" perlu dirumuskan secara lebih tajam lagi dalam Repelita MI.
terdapat kekurangPahaman.
Namun demikian, keaktifan Pimpinan Daerah dan
Strategi pembangunan desa terpadu Geurakan Makmu Beusare yang diiadikan landasan koordinasi pelaksanaan pembangunan dirasakan sangat bermanfaat. Strategi tersebut selanjutnYa diarahkan kepada koordinasi penanggulangan kemiskinan' Dengan strategi tersebut, Pemda Tingkat I mauPun Trngkat II juga mengalokasikan dana untuk berbagai uPaYa pembangunan yang mengarah kepada PPK. Sementara itu,Pe' ran tokoh agama dan
masyarakat juga sangat mmoniol di Propinsi D'I. Aceh. Mereka mengarahkan khotbah dan kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan lainnYa kepada upaya PPK. Sebagian bahkan menjadi pendamPing
lokal. Sosialisasi tuiuan dan tata-
nan program memerlukan waktu, sehingga pada awalnYa
aparatnya serta Peranserta tokoh agama dan masYarakat dalam proses sosialisasi telah menghasilkan Pemahaman yang mulai merata. Desadesa yang aparat desa dan pimpinan non-formalnYa aktif, berwibawa, dan ambil bagian dalam pelaksanaan ProSlam, pelaksanaannf daPat berjalan sesuai afuran Yang berlaku. Manfaat program PPK antara lain dapat dilihat dari penggunaan modal secara baik oleh pokmas dan anggotanYa daPat
I t t I I I I ! I I I l!
meningkatkan PendaPatan lebih dari 80%.
f,
I 11
ft
I a
t
Gengsi sosial Yang terdapat dalam masYarakat,
yaitu pemilikan saPi Yang gemuk dan perkasa di Aceh Besar dan pemilikan rumah yang beratapkan seng di Aceh Tenggara, cukuP efektif bila dipergunakan sebagai alat
I t I I t a a
I I a
I I a
I I t I t I I ! I I T
I
IT --
pengukur peningkatan pendapatan Penduduk. Besarnya pendaPatan dari usaha penggemukan saPi
tidaklah merupakan soal utama, tetaPi mereka akan bangga dan bergengsi ting&, jika pada hari-hari Pasar daPat
memperlihatkan hasil penggemukan saPi. Demikian juga kebanggaan akan dinikmati, jika dari usaha Yang dilakukan dapat mengataPi rumahnya dengan seng.
buruh di Desa Manuk Mulya. Keberhasilan PPK di desa ini membuktikan bagaimana
pentingnya koordinasi pelaksanaan antalprogram. Keragaman kondisi alam dan etnis penduduk di Kabupaten Deli Serdang merupakan faktor yang kurang menunjang kelancaran program PPK. Berbagai instansi telah melakukan upaya PPK tetaPi masih terasa keinginan "berjalan
sendiri-sendiri". Masih banyak
D i:HffJflgi"*il,*,.
fr
sangat
ia
f*
6
di
&
a dan membuat target pendapatan terendah penduduk per bulan setara dengan harga beras sebanYak 40 kg. pada tahun 2000. Untuk itu, berbagai kebijakan telah dilakukan baik dalam bentuk
&
s 4
c
* E
* ^ n s
koordinasi maupun dalam pengalokasian dana APBD Tingkat II. Berbagai proyek diarahkan sebagai penunjang upaya penanggulangan kemiskinan.
t! g
s B
a tr
Atas keseriusan tersebut, hasil nyata juga sudah daPat
,* t!r
terlihat. Desa Manuk MulYa yang semula dikenal berPenduduk "pembuat kerusuhan" sekarang sudah merupakan desa "berpenduduk damai". Mereka, baik laki-laki mauPun perempuan, tidak lagi mencari-
ft :m
t*. iili
m m
ls
cari pekerjaan di luar desa tetaPi
h
sudah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengerjakan usahanya sendiri dan bahkan "mengundang"
ill rfi'
ts !lii 1$
pendufluk desa lain menjadi
lltr
ifl
r
-t -
terutama dalam usaha pertanian. Di kabupaten ini keragaman keberhasilan Program sangatnyata. Desa dengan kondisi alam yang baik dan diikuti dengan etos kerja yang tinggi, biasanya program PPK-nya berjalan dengan lancar. Hal yang sebaliknya terjadi pada desa-desa yang kondisi alamnya kurang baik. Untuk menyukseskan program PPK di kabupaten ini, kelihatannya diperlukan motivasi kepada penduduk untuk menggeser usaha mereka dari pertanian ke
non-pertanian. Sementara itu, keterlambatan keberhasilan pelaksanaan program
IDT di Kabupaten Nias berkaitan erat dengan budaya yang belum dapat menerima inovasi melalui pelaksanaan program IDT.Baik aparat maupun pemimpin adat masih kurang memahami dan kurang menerima jiwa dan inti dari program IDT. Akibatnya masih banyak pokmas yang belum berhasil usahanya. Keadaan tersebut diperbesar dengan adanya musibah kematian temak secara masal pada tahun Pertama sehingga muncul pomeo di masyarakat "penyakit babi IDT".
Dengan adanya pinjaman dari dana IDT, banyak penduduk yang dapat memperoleh kesempatan mencapai cita-citanya. Sebagian dari mereka berhasil dengan usahanya dan
menikmati peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
-. I f,
Pemda Tingkat I dan Tingkat II di Propinsi Sumatera Barat telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menunjang pelaksanaan program PPK di wilayah ini. Dalam kebijakan tersebut selalu diperhatikan nilai adat dan nilai agama yang secara kukuh dianut masyarakat Sumatera Barat dan telah diakui sebagai piranti ampuh dalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk. Sementara itu, BMT Kahiru Ummah, lembaga keuangan berdasar-kan sistem bagi hasil yang berlokasi di Maninjau, Kabupaten Agam, telah berhasil mengangkat perekonomian masyarakat di sekitamya. BMT juga membanfu nasabahnya dalam pengelolaan usaha yang
menguntungkan.
t T
! i I l{
! I t || I I I I tl I I I I I I t I t i I I I I I I I I I I ! t! a n
Namun,ada jugayang kurang berhasil karena alam dan nasib yang belum berpihak kepada mereka. Keberhasilan usaha dari anggota pokmas juga
dipengaruhi oleh "keberanian" anggota pokmas untukmelakukan
deversifikasi usaha. Dari segi kelembagaan pokmas, peran pengurus sangat menonjol. Pokmas
yang pengurusnya aktif, keberhasilan usahanya akan nyata dibandingkan pokmas yang pengurusnya tidak aktif.
Hal ini terlihat dari hisil penelitian di Desa Sasak jika dibandingkan Desa Simpang Kapar. Walaupun di kedua desa tersebut usaha anggota
pokmas hampir seluruhnya berhasil meningkatkan kesejahteraan anggota, namun kelembagaan di Desa Sasak masih kurang terbina.
'i,l^iri*'il.#
ric..*
wui'7.q,.
ff ,.iln4*
! ut
xAB.
il ;"{ *Td\*
c'Q
u,\'' fftru,(It
"i
Propirrsi Riau rnenliliki sumber daya trlam vang berlimpah sehillgga menj.rdi sasaran investasi berbagai P*rusahatin, baik n.rsiorral nraupun asirrg,. Namun demikian, baru satu Perusahaan vallfl
secara
D"ngu., pe ulFAt*n*u penangkapan ikan ini, nclavarr mempunyai ker,intr,rngan k$ih bestrr dan mcmpunyai kebcbasan dalam pemastrran hasil usahanVa.
berkesin.rmlrungan m('mpunvai
Di daerah yang menj;rcli sasara11 penelitian ntenliltg
kepcriulian te.rhadap pcningkatan kesejahteraan
r-nasilr
masvarakat sekitarnva. Jika pola ini dapat dikembangk.rn oleir pc.ngr,rsaha lain dan didorong olch pemerintah daerah, PI'K di propinsi Riau akan lebih berhasil lagi. Perkembangan kt'lompok usaha yang paling merronjol adalah us..rha penangkapan ikan. Manfatrt utama clari program IDT bagi masvarakat nela1'arr
scl)('rti tli Prt'l.irrsi Ili.rtr irri
cliterlui
kekurtrngbcrhasilarr pelaksanaan pror:ram I[)1' m.)Lllltln upar.a PPK
lainnya. Narnr-rn clcmi kiarr, juga bar-rynk ditemui karsuskasns kebt'rhasilan, d.tr-r program PPK tel.rl-r be'nar'benar menirrgk;rtkarn kesr'j,rlttt,r.r.rrr l)r'n( l lt(lrlk. Misalny'a pr:ncl ud uk rrris krn
dapat memperbaiki rtnnah merek(r yang merupakirrr kebarnggaan masy.rra kat
adalah pcmilikan trlat Lrcnangk.rpan ikan. Jika semula mereka meminiam nrilik orarng lain, sete.lah program IDT
setempat. Disarmping itr-r, banvak pula pendndtrk
merr.'k.r memiliki st'n,liri.
pencliclikan anaknya.
miskin vallg mclljadi marnl)u membiavai
desa kasus
komoditi
GMI Penelitian di Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kerinci menemukenali kekurangtajaman kebijakan Pemda yang khusus diadakan untuk menanggulangi
kemiskinan. Namun demikian, Pemda juga sudahmengupayakan beberapa kebijakan untuk menunjang dan mmyukseskan pelaksanaan kebijaksanaan Pemerintah Pusat,
misalnya memberikan bantuan modal bagi usaha yang gagal karena musibah. Program penanggulangan ketniskinan telah menymhrh dan merubah perilaku penduduk
miskin, meningkatkan keseiahteraan, dan melepaskan
mereka dari lilitan danbelenggu kemiskinan. PPK juga telah membuka peluangbagi masyarakat miskin untuk bekerjasama dan berorganisasi. Flalini menbuka peluang untuk penciptaan kelembagaan desa di masa yang akan datang. Peranserta masyarakat dalam
mulai tumbuh. PPK di Propinsi fambi juga sudah
iuga mendapatkan "arahan dari atas", merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan program IDT. Hal ini selanjutnya telah mmingkatkan pendapatan keluarga miskin kmdatipun belum sempuma dalam pengguliran clana program. Sementara itu, program Thkesra/Kukesra memperlihatkan mekanisme pelaporan dan administrasi kelompok yang lebih baik dibandingkan pokmas Program IDT, akan tetapi daya pengembalian dana kurang menunjang. Pendayagunaan potensi ekonomi keluarga miskin, didukung oleh kondisi sosial budaya yang menunjang, turut mempercepat proses pengentasan penduduk miskin melalui usaha bersama. Oleh karena ifu, usaha bersama perlu dibina dan dikembangkan melalui pemilihan usaha
ekonomi produktif. Kegiatan sektoral, seperti KUBA-SPAKU, dan kegiatan LSM, seperti BAZIS, telah turut menanggulangi masalah kemiskinan dengan mengacu kepada ke-khas-an aktivitasnya tetapi tetap berorientasi pada sasaran untuk mmgurangi jumlah
keluarga miskin.
usaha. usaha tahun
antara lain disebabkan terlalu
banyak "arahan" ,,r-..,', fl'{"' dari atas, telah
Kurangnya pemahaman, baik
m
oleh aparat maupun masyarakat, akan tujuan dan tatanan program
I
ffir
lfif W
IDT menimbulkan berbagai masalah pelaksanaan program bahkan sampai kegagalan usah4
frt
ilt
I ffi
khususnya pada tahun pertama. Melihat kegagalan tersebut, Bupati/ Kepala Daerah, dengan
M
kepedulian tinggi, telah membuat berbagai kebijakan
m
W
a G M
u
I
termasuk pemberian dana unfuk "menghidupkan" kembali usaha anggota pokmas yang gagal karena musibah, dan juga melalui pengadaan kader. "Niat baik" Kepala Daerah ini belum sepenuhnya berbuah di lapangan, karena kurangnya koordinasi dan kepedulian aparat dibawahnya. Pemda memberikan bantuan modal usaha bagi penduduk miskin yang tinggal di desa-desa non- IDT dengan program BMT
fr tm
s f il W
u
il t til
a
il
t
: m ffi
u
I
s fl n
(Bantuan Masyarakat Tertinggal).
I I u
Namun, pelaksanaarurya juga masih kurang berhasil seperti
m
ffi
rl'l -
menyebabkan penduduk mengalihkan usaha pada yang lebih sesuai dengan kemampuan perorangan atau jenis usaha yang telahlama digeluti. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat miskin mempunyai
pikiran rasional dalam pemilihan jenis usaha, disamping pengetahuan yang membaik mengenai program IDT. Selanjutnya, meskipun di sana-sini banyak ditemukan keberhasilan, secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat ekonomi belum nyata. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan usaha pada tahun pertama. Namun demikian, dapat dilihat adanya manfaat nonekonomis, seperti peningkatan semangat kerja, timbuhrya rasa keterbukaan baik diantara anggota masyarakat sendiri mauprrn antara anggota masyarakat dengan aparat, serta memperluas komunikasi antara anggota masyarakat dan sekitamya.
r memberikan bantuan modal
\ .':
dalam program IDT. Koordinasi di Kabupaten Rejang Lebong memerlukan peningkatan
( Sampai menjelang ber tahun ketiga pelaksanaan I program IDI Pemda Tingkat I I Bengkulu belum mempunyai I I kebijakan khusus dan intensif I dalam rangka PPK. Bahkan, di I I propinsi Bengkulu masih sering I adanya kekurangpahamterlihat I I an akan program IDI baik pada .a tingkat aparat pemerintah N maupun masyarakat. Masih ada t |t aparat yang tidak memahami I I bahwa pelaksanaan program IDT ;l harus disesuaikan dengan ! kondisi desa setempat dan tidak N I perlu berkiblat ke daerah lain, I I misalnya Jawa. Masalah budaya I dan etos kerja yang rendah tidak I I perlu menjadi kendala tetapi I seharusnya dapat "diubah" I f menjadi faktor pendorong. n Untuk menunjang program I t IDT, Pemda Bengkulu melaksanakan program peningkatan
produksi pertanian melalui program pemberantasan hama babi. Pemda Kodya Bengkulu
kepada pe.tduduk miskin di luar desa IDT dengan tatacara seperti
I
I I I I I I I I
lanjut. penelitian ini bahwa pengurus terlalu "otoriter" kegagalan m, sehingga pokmas tidak bersedia mengembalikan pin-
jamannya. Sementara itu, pokmas dengan pengurus yang mempunyai dedikasi ti.ggt, berhasil dalam usahanya. Keberhasilan tersebut juga ditunjang jenis usaha yang dilakukan, yaitu apakah sesuai dengan kondisi desa dan kemampuan pen-
duduk. Dari pengamatan lapangan, terlihat juga adanya penduduk miskin yang dapat meningkatkan usahanya, walaupun pokmas tidak terlalu baik cara pengeloaannya. Dengan demikan, program PPI( baik program IDT
maupun program Takesra /Kukesra, telah mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin yang menjadi anggotanya.
ProgramlDTtelah perhatian Pemda, swasta, dan BUMN terhadap upaya penanggulangan kemiskinan. Perhatian Pemda tercermin dalam Gerakan Terpadu Sakai Sambayan yang memberikan prioritas kepada program yang ditentukan "dari bawah". Upaya yang baru dilakukan menjelang 3 tahun sudah dirasakan manfaatnya oleh
s I I il m
u
l I I c ffi m
I t I
s masyarakat miskin. Banyak m diantara mereka yang telah u I meningkat taraf hidupnya karena f usahanya maju. Namun I 0 demikian, pengembalian modal m masih relatif rendah. Oleh karena s I itu, masih perlu dilakukan I sosialisasi lebih lanjut agar citra I bahwa dana program IDT adalah .U hibah kepada penduduk miskin, m a yang dapat dipakai tanpa ada a
kewajiban mengembalikan
m
kepada pokmas, dapat
dihilangkan. Penelitian ini juga menemukan kasus yang unik. Pokmas dengan jumlah anggota lebih besar dan pendidikan lebih rendah, ternyata lebih berhasil dibandingkan dengan pokmas yang anggotanya berpendidikan
lebih tinggi. Kunci keberhasilannya adalah pada aktivitas, kebersamaan, dan kekompakan anggota dan pengurus pokmasnya. Sangat membanggakan bahwa pokmas yang berhasil tersebut semua anggotanya wanita. Dengan demikian, program IDT juga sudah membantu meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan.
I
{ Upaya kemiskinan telah sejak lama dilakukan oleh Pemda DKI
I I I I I I I
Jakarta. Untuk mempercepat
upaya tersebut, Pemda DKI fakarta memakai dua pendekatan, yaitu memberdayakan
penduduk miskin di bidang ekonomi dan memperkuat lembaga ekonomi masyarakat di tingkat kelurahan.
'
Program MF{T yang sudah dimulai pada akhir tahun 60-an misalnya merupakan salah satu upaya PPK dengan melakukan perbaikan rumah dan lingkungan. Dengan adanya program IDT yang hanya mmcakup 11 kelurahan, Pemda juga meluncurkan program InGUB yang memberi bantuan kepada 50 kelurahan. Mekanisme pelaksanaan dan pengelolaan program ini sama
denganprogramlDT. Di samping itu, program-
a
'l
I I I I I l. I I I l' I I I I t I t I I t |l t I a
t I l| t I I
program sektoral juga diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan iota yang cukup kompleks. Penelitian ini menemukenali kecenderungan peningkatan pendapatan sebagian besar penduduk
peserta program PPK, khususnya progtam In-Gub dan IDT yang telah berjalan 3 tahun. Kegagalan banyak dipengaruhi oleh musibah yang dialami serta terbatasnya kemampuan dalam pengelolaan usaha. Namun demikian, bantuan pinjaman dan perguliran dari program PPK setidaknya telah membantu keluarga miskin melepaskan diri dari atau
mengurangi ketergantungan pada jeratan pelepas uang.
Komitnen dan perhatian Pemda, bahkan DPRD-nya, dalam pembinaan lapangan secara nyata telah memicu dan memacu instansi dan dinas terkait untuk
miskin telah N
I I a
berperanserta dalam pelaksanaan
i
program IDT. Berbagai dinas memberikan penyuluhan dan meningkatkan ketrampilan anggota pokmas disamping secara berkesinambungan melakukan pernbinaan usaha pokmas. Kondisi ini sangat penting mengingat keterbatasan kemampuan penduduk miskin dalam berusaha yang memerlukan "uluran tangan" tenaga-tenaga yang lebih hampil.
I ! I
U
t T
I t I t I I T
I I t t l I I I t t
Pengetahuan penduduk miskin mengenai program IDT masih kurang "pas", misahrya
belum menyadari perlunya perguliran dana. Hal ini terlihat dari rendahnya pengembalian pinjaman, walaupun anggota
T
poknras atau pokmasnya berhasil
I
dalam usahanya. Pengamatan terhadap beberapa pokmas di Jawa Barat menuniukkan bahwa penduduk
T
! I t I
:
: n I I I
s ! A Itlr
-
dengan berhasil, karena mereka memilih usaha yang sesuai dengan ketrampilannya. Namun, selama ini mereka
tidak memiliki modal yang cukup sehingga mereka bekerja sebagai buruh. Kini, setelah memperoleh modal pinjaman dari dana program IDI mereka tidak hanya tidak menjadi buruh lagi, tetapi telah dapat berusaha dengan lebih berhasil.
Apalagi pinjaman modalnya tidak "menierat" mereka, seperti yang dialami selama
ini
melalui pelepas uang. Sementara itu, kasus-kasus yang diteliti juga memberikan petunjuk bahwa keberhasilan usaha dapat dicapai karena kepandaian penduduk untuk memilih jenis usaha dan mencari pasar bagi produk usahanya.
Kebijakan Pemda dalam PPK yang ditemukenali dalam
r r
penelitian ini
:
adalah
operasionalisasidarikebijakan PemerintahPusat.Khususuntuk
r r
pelaksanaanprogramlDl : Pemda Tingkat I ]awa Tengah r menetapkan 8 kriteria untuk menentukan penduduk miskin dan memberi modal usaha Uug
penduduk miskin di luar desa IDTdari dana APBD. Selain itu,
:
r
I
r
: meluncurkan r programbantuaniukarela : r dengan sumber dana dari pengusaha setempat. : Mekanisme penggunaan r danaprogramlDTbelumseperti : Pemda juga
yangdiharapkan.Pengajuan r
kegiatan hanya merupakan pemenuhan syarat formalitas,
sedangrealisasipenggunaan
:
r
: serta pembagian dananya tidak I seuai dengan apa yang : ! diajukan. Di salah satu desa kasus,pembagiandananya : bahkan tidak sesuai dengan ketentuanyangberlaku. r: t Sebagaimana biasanya ditemukandidaerahpeidesaan, :
penelitian ini juga menemukan banyaknya praktek peminjaman uang dari pelepas uang atau yang disebut dengan Bank Titil. Alasan
klasik untuk itu adalah kemudahan prosedur mendapatkan pinjaman. Namun, dengan adanya PPK yangjuga
memberikan kemudahan peminjaman dana, penduduk merasa sangat terbantu dan mereka mulai membebaskan diri dari bank titil. PPK di jawa Tengah, khususnya di desa-desa sasaran
penelitian, sudah memberikan tambahan "rasa aman" bagi penduduk miskin. Yang memelihara temak merasa mempunyai aset keluarga, yang berdagang merasa sudah mempunyai modal
dan tidak perlu pergi ke bank titif sedang nelayan sudah mempunyai alat penangkapan
ikan sendiri. Sementara itu, dua pokmas yang melakukan usaha kelompok, penggergajian kayu . dan penyewaan traktor, mampu mempekerjakan penduduk setempat yang menganggur.
pihak yang dialokasikan sebagai pendukung progr€un IDT hampir mencapai 3,5 kali lipat dana bantuan langsung. Hal ini
plglpniukkan bahwa Program menjadipemicu
di Propinsi D.I. Yogini menunjukkan
Operasionalisasi
program IDT di D.I. Yogyakarta dituangkan dalam Sapta Krida Program IDI yang dalam melaksanakannya, Kabupaten Bantul memakai pendekatan tut
wuri handayani, sedang Kabupaten Kulonprogo memakai pendekatan panutan f ormal. Pada tahun pertama pelaksanaan program IDI peranan aparat sebagai pemandu pelaksanaan masih menonjol. Hal ini sudah berkurang pada tahun kedua dan ketiga. Di Kabupaten Bantul, fungsi camat dan kepala desa
lebih sebagai pendorong dan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung. Sementara di Kabupaten Kulonprogo peranan mereka masih menonjol, Kepedulian Pemda dalam pelaksanaan PPK di D.L Yogyakarta sangat tinggi. Hal ini tidak saja diwujudkan dengan seperangkat peraturan dan kebijakan, tetapi juga alokasi dana dan peran aktif aparat dalam memantau, metnbina, dan memberikan penyelesaian jika terdapat masalah dalam pelaksanaan. Dana dari berbagai
adanya penurunan jumlah keluarga miskin cukup menggema anggota pokmas menyatakan n pendapatan, terrnasuk mereka yang belum terentaskan dari kemiskinan. Mereka juga menyatakan manfaat dari program IDT, baik dari kacamata ekonomi maupun dari kacamata nonekonomi, misalnya kepercayaan diri, kemauan bekerj a keras, dan keuletan penduduk
miskin untuk mengubah nasib dengan kekuatan sendiri. Salah satu keunikan pelaksanaan program IDT di D.I. Yogyakarta adalah pemakaian data hasil pendataan keluarga sejahtera sebagai salah satu
kriteria
dalam penentuan penduduk
miskin. Penyerapan dana Takesra di Kabupaten Bantul mencapai 94,95"/o sedang di Kabupaten
Kulonprogo sebesar 93,80%. Anggota kelompok yang telah menerima pinjaman Kukesra putaran pertama sebesar 5L,58"/o
di Kabupaten Bantul, dan 55,83% di Kabupaten Kulonprogo. Sementara yang telah menerima putaran kedua masing-masing adalah 5,19% dan 10,32"/o.
T
Kebijakan Pemda Propinsi fawa Timur mengenai penanggulangan kemiskinan
I I I I I I I I I I I ! t I I
diwujudkan dalam Instruksi Gubernur yang selanjutnya diopera-sionalkan melalui pemberian bantuan modal bagi penduduk di desa "tertinggal" yang oleh Pemerintah Pusat
tidak digolongkan sebagai desa tertinggal. Di samping itu, Pemda fawa Timur juga meluncurkan Gerakan Kembali Ke Desa (GKD) yang dikembangkan melalui program "satu desa satu produk unggulan", teknologi masuk
T
f I I I I I I I ! I I I I
desa, pengusaha masuk desa, dan meramaikan pasar desa.
Upaya lain yang dilakukan T adalah menggerakkan pihak :g swasta untuk berperanserta l| dalam PPK. Dalam kaitan ini,34 , a dari37 daerah tingkat II telah I mmdapatkan bukti peranserta I swasta dalam berbagai bentuk. .l I Dari segi pengembangan I I modal, pelaksanaan program
t I |l t
EI
-
IDT dapat dikatakan Dari modal yang dicairkan sebesar Rp 80 milyar telah dapat dikembangkan menjadi Rp 104 milyar. Sementara dari beberapa kasus di Kabupaten Sampang, dapat ditemukan adanya keberhasilan dan
kekurangberhasilan pelaksanaan program. Variasi yang demikian tidak mengherankan mengingat sosialisasi program IDT kurang intensif dan kurang berkesinambungan. Prinsip
memperbaiki sambil mengerjakan, tepaf dipakai dalam konteks pelaksanaan program IDT. Dengan peran swasta dan masyarakat yang besar dalam PPK, dapat diharapkan bahwa penanggulangan kemiskinan di Propinsi |awa Timur akan berhasil di masa yang akan datang.
Pemerintah Daerah Propinsi Bali membuat seperangkat kebijaksanaan untuk mengoperasionalkan kebijakan PPK yang digariskan Pemerintah Pusat. Untuk menyukseskan pelaksanaarurya di Propinsi Bali, disediakan tambahan modal kepada pokmas IDT dan pembangunan prasarana desa dari sumber dana APBD. Di samping itu, dengan dorongan Pemda, masyarakat membuat
awig*awig, yaitu aturan-aturan yang dibuat dan disepakati masyarakat yang pantang dilanggar, baik pada tingkat pokmas maupun desa. Kepatuhan anggota terhadap awig-awig inilah yang menjamin kelancaran dan efektivitas pelaksanaan program PPK di Propinsi Bali. Dalam pelaksanaan Program IDT, dari dana yang disalurkan sebesar Rp 6,36 milyar, telah
digulirkan sebesar Rp
5,54
milyar
dan tabungan masyarakat sudah
pelaksanaan program. Dengan tingkat efektivitas pelaksanaan program PPK seperti ini, dapatlah diharapkan bahwa Propinsi Bali akan mampu
menanggulangi kemiskinan penduduknya dalam waktu tidak lama. Disamping manfaat ekonomis, seperti peningkatan pendapatan, program PPK di Propinsi Bali khususnya program IDT) telah meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kemandirian pokmas serta anggotanya. Hal ini menjadi lebih efektif karena adanya peran desa adat.
! I
Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat mengarahkan kebijakan dalam rangka menyukseskan program PPK khususnya program IDI dengan mengadakan sekitar 1.000
a
I I I I t I
pendamping lokal yang
a
terdiri dari guru, petugas
I I t t I I
kecamatan, karang taruna, Toma (Tokoh Masyarakat) dan Toga (Tuan Guru Agama). Mereka
memperoleh pelatihan dan uang transpor dari dana APBD Tingkat
a
I ! I I t I I I t I t I I t I I I
II. Sosialisasi program temyata lebih efektif jika melibatkan Toma dan/atau Toga yang selanjutnya
menumbuhkan kepedulian penduduk dalam pelaksanaan program/ dan terbukti mempunyai dampak positif. Pengamatan di beberapa desa dengan peran Toma dan Pamong yang berbeda menunjukkan hasil
program yang berbeda pula. Di Desa Bafu Kuta, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat yang Toma-nya aktif sejak awal pelaksanaan program IDI menjadikan program berjalan dengan baik dan telah terjadi peningkatan kesejahteraan
a
I t I I I a
I I I t I I I I I I I t
penduduk miskin. Hasil program yang kurang menggembirakan ditemukenali di Desa Tanak Be& dari kecamatansama, yang Toma-nya tidak terlibat secara
aktif. Sedang partisipasi aktif Pamong di desa Ntobo,
n
-
Kecamatan RasanE dapat "meluruskan" dana program IDT dari penggunaan yang tidak
produktif. Pelaksanaan Program Takesra/Kukesra menunjukkan bahwa program ini secara administrasi lebih rapi sehingga meningkatkan disiplin anggota untuk memenuhi kewajiban. Disamping itu, sistem tanggungrenteng juga mendorong kelancaran pelaksanaan program sampai anggota memperoleh pinjaman maksimal. Sementara Program P4K dapat berjalan lancar karena tersedianya pendamping PPL yang dekat dan akrab dengan masyarakat. Penelitian juga menemukenali keberhasilan program PPK yang bersifat non-ekonomi, misalnya rasa am.u1 anggota masyarakat karena terhindar dari "rentenir" dan "pengijon". Sebagian besar penduduk mengatakan bahwa pendapatan mereka belum banyak berubah karena usahanya juga belum berjalan lama. Namun, mereka sekarang mempunyai kesempatan untuk "mengerjakan sesuatu" yang tidak selalu menghasilkan pendapatan, seperti
memperbaiki rumah sendiri. Aspek non-ekonomi lain yang dapat dinikmati adalah terjadinya proses pembelajaran penduduk
miskin untuk berorganisasi dalam kebersamaan.
Kebijakan yang mencolok dari Pemda Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah pengadaan pendamping dengan biaya APBD. Sekitar 3.924 or ang pendamping yang telah menerima pelatihan
M
m
ff M
w
fr tr
n
adanya perubahan kesejahteraan
a
penduduk miskin petemak yang semula hanya memelihara temak orang lain, kini banyak yang telah memiliki ternak sendiri disamping tetap memelihara (menggaduh) temak orang lain. Telah pula terjadi peningkatan pendapatan dari
;
:
ditempatkan di desa-desa
I t
dengan menerima imbalan. Pada
n n
tahun pertama, honorarium pendamping ditanggung oleh
I m
Pemda tahun kedua oleh Pemda dan Masyarakat (masing-masing
n U
50%), sedang tahun ketiga sepenuhnya oleh masyarakat. Di samping itu, Pemda juga
ffi
menyediakan paket modal bagi pendamping sehingga mereka
tr
rumah juga sudah banyak yang
m
"betah" tinggal di desa.
&
Dengan keterbatasan kemampuan penduduk miskin, khususnya dalam pengembangan usaha, penempatan pendamping ini merupakan strategi pelaksanaan yang sangatbaik. Apalagl setiap
t
menjadi lebih baik. Prioritas perbaikan rumah dilakukan karena rumah merupakan simbol status sosial di
{m Mll
m {s
fif
il ili
il fr
t fr
I T
t
s f il
tahun dilakukan pertemuan
m
fa-
t*
pendamping yang dapat dipakai sebagai wahana bertukar pikiran dan mendapat pengalaman dari daerah lain. Penelitian ini menemukenali
-
keuntungan usaha produktif, sehingga kualitas bangunan
masyarakat NTT. Sebagian kecil keluarga juga telah mampu menabung di Simpedes.
kelompok atau untuk 20 orang anggota yang masih cukup sulit pengembangarurya. Usaha-usaha
perkiosan program IDT bermodal Rp 2 juta sampai Rp5 Sebagai propinsi bungsu yang baru berumur kurang dan separo saudara-saudaranya, Timor Timur adalah paling tertinggal dan kemiskinannya paling serius. Melalui berbagai "program akselerasi", terutama dalam pembangunan pras.uana dasar, kemajuan fisik propinsi ini dengan ukuran apapun sangat mengesankan. Program penanggulangan kemiskinan sesuai Lrpres Nomor 5/7993 maupun Inpres Nomor
I
3/l996be4alan cukup baik di
a
a
I
: I I I I
T
! I t I I I I I I I I t I I I t I I I I I !
Propinsi Trmor Tmur, meskiptrn program pertama (IDT) jauh lebih besar dan melibatkan seluruh desa (442 desa) dengan dana per keluarga sebesar ratarata Rp 164.000 untuk propinsi Timor Timur dan Rp 258.000 khusus unfuk Kabupaten Aileu. Sebaliknya modal kerja yang tersedia dari Thkesra/Kukesra
a
I I I I I I I t I I
baru pada tahap pertama sebesar
Rp 18.000 per KK mulai bulan Oktober 1997, y ang apabila dimanfaatkan secara kelompok mencapai Rp 180.000 untuk 10 A
IE -
juta untuk memenuhi kebutuhan "9 bahan pokok" penduduk anggota pokmas. Kelebihan dan kekuatan program Takesra / Kukesra adalah pada upaya pengembangan SDM wanita dan rangsangan kegiatan menabung yang banyak diantara penduduk miskin memang belum pernah melakukannya. |ika pembinaan berlangsung secara terus me nerus, gerakan- gerakan hidup hemat dan tidak boros akan sangat besar peranannya dalam pengembangan ekonomi rakyat
TimorTimur. Tingkat kemiskinan yang masih luas dengan perkembangan perekonomian rakyat yang masih pada tahap amat awal di propinsi ini, mengharuskan pemerintah daerah memberikan perhatian lebih besar lagi dalam ProSram-Program penanggulangan kemiskinan. Tekanan perlu lebih diletakkan pada pembangunan sosial dan
pembangunan sumberdaya manusia utamanya dalam bidang
pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial lainnya.
isolasi daerah
menjalin kemitraan perusahaan-perusahaan
f
\*
(.
ff
Kebijakan yang digariskan
&
Pemda Tingkat I Kalimantan
u
Barat dalam rangka mengoperasionalkan kebijakan Program IDT adalah agar pembentukan pokmas mempertimbangkan kedekatan lokasi. Sementara pemilihan bidang usaha mempertimbangkan kecocokan
n I
wilayah.
T
Pemda Tingkat II Sambas, dalam menanggulangi kemiskinan, menerapkan konsep Gayung Bersambut melalui pembangunan pertanian dalam rangka penguatan ekonomi rakyat. Program ini direalisasikan dengan menerapkan delapan prinsip pembangunan yang digali secara langsung dari kondisi setempat. Sedangkan
r
r t t t t
a
t I I I
tl & m !f,
n il!
t{ M ilil
m e!
I m
il ff
Pemda Kabupaten Sanggau lebih menekankan pada
sesuai dengan kondisi desa serta
kemampuan anggota. Hal terakhir cenderung berakibat kegagalan usaha yang dilakukan seperti terlihat dalam penelitian
di dua desa kasus. Penggemukan sapi di Desa Lela berhasil karena penduduknya, suku Madura, sudah terbiasa dengan betemak sapi. Sementara usaha tersebut di Desa Pana
mengalami kegagalan karena penduduknya, suku Dayak, belum mempunyai pengalaman dalam betemak sapi. Peranan kepala desa sangat menonjol di Propinsi Kalimantan Barat, apalagi di desa-desa IDT yang pada umumnya terisolasi. Kemampuan dan pengetahuan
tlt
kepala desa dalambidang usaha
til
yang dikelola pokmas sangat menenfu kan keberhasilan
m m
'-!-, II:I
-
perkebunan dan kehutanan. Pelaksanaan program IDT di wilyah penelitian masih memerlukan penyempuraan dalam dua hal, yaitu pemilihan pengurus yang tidak dilakukan secara musyawarah sehingga tidak mendapat kepercayaan dari anggota, dan jenis pemilihan usaha yang tidak
program IDT di desanya.
pelaksanaan program IDT, Pemda Tingkat I dan Tingkat II telah mengeluarkan kebijakan menyediakan pendamping lokal dengan dana yang bersumber dari APBD Tingkat I dan APBD
H
tl fi
Tingkat II. Pemda juga mendukung dan memantapkan
11
pelaksanaan pembangunan sektoral yang juga mengarahkan sasaran pembangunannya
{ n d
untuk menanggulangi
n u
kemiskinan, walaupun Pemda Tingkat I dan Tingkat II belum
I fi tr
mengeluarkan kebijakan khusus.
n
r ,l
Pelaksanaan program IDT mengalami kendala yang cukup
H
*
banyak, khususnya mengenai pemilihan jenis usaha yang
il
"diharuskan" cepat
rllt
-
menghasilkan. Karena keharusan tersebut, banyak anggota pokmas yang memilih berjualan dalam memanfaatkan pinjaman dana program IDT. Namun, mereka belum berpengalaman berjualan sehingga usaha yang dilakukan kurang berhasil. Penelitian ini juga melaporkan keberhasilan usaha-usaha yang dilakukan oleh penerima bantuan program IDT, terutama yang memanfaatkan pinjaman dari usaha simpan pinjam yang
mempunyai kebebasan dalam menentukan jenis usahanya.
B
Keberhasilan yang dicatat antara
o d
lain adalah adanya kenaikan
ti
pendapatan keluarga.
anggota pokmas, baik Perorangan mauPun kelompok. Mereka mampu mengubah perilaku
kehidupan, dari buruh menjadi pemilik usaha, atau dari buruh tani menjadi petani, dan sebagainya. Namun demikian, ditemukan juga masih kurangnya
I\> untuk pelaksanaan program IDT antara lain adalah dengan membuat ketentuan teknis pelaksanaan, mmgalokasikan
dana unfuk pembangunan prasarana, dan mengerahkan tenaga siap pakai ke desa-desa
tertinggal. Gubemur juga mmcetuskan gerakan menabung Rp 500,- dari warga masyarakat yang mampu, terutama yang berada di luar Propinsi
Kalimantan Selatan unfuk membantu masyarakat miskin, dan gerakan sasangga buana
untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian perdesaan, lebih-lebih desa tertinggal. Kebijakan Pemda Tingkat I selanjutnya dijabarkan oleh Pemda Tingkat II dengan penyediaan dana berasal dari APBD Tingkat IL Dari penelitian lapangan, ditemukenali keberhasilan dalam usaha yang dilakukan oleh
pengertian anggota pokmas akan pentingnya pengembalian pinjaman. Hasil panen yang bagus misalnya, tidak mendorong mereka membayar pinjaman, karena hasil tersebut dipakai untuk memenuhi kebuhrhan sehari-hari. Seperti terjadi di daerah perdesaan pada umumnya, anggota pokmas juga merasakan kegunaan program IDT karena memberi berkah bagi kaum tani, khususnya untuk dapat membebaskan diri dari jeratan rentenir dan dari hubungan sosial ekonomi yang tidak seimbang antara mereka dengan para tengkulak. Bebasnya anggota pokmas dari rentenir ini memungkinkan muncul:nya rasa pecaya diri dan pada gilirannya mengembangkan kinerja mereka.
menghargai program IDT sebagai program yang tepat
untuk mengangkat kehidupan mereka. Namun di desa-desa pedalaman yang ekonominya masih bersifat subsisten "berburu dan meramu", banyak dana IDT yang tidak berbekas, meskipun banyak juga yang "bermanfaat"
untuk memperbaiki rumah, membeli motor, atau pesawat TV. Di desa-desa ini karena amat
sedikitnya
jumlahpenduduk amat Indonesia |aya, dengan kepadatan penduduk yang hanya 11
dana IDT hanya diperoleh satu kali saja, yang akibatnya pengembangan tidak dibina I
jiwa/km2, pelaksanaan program IDT di propinsi ini menghadapi banyak kendala. Dengan jumlah desa IDT sebanyak 915 buah
a
(75% dari jumlah desa
keseluruhan) yang amat tersebar lokasinya, dan yang sebagian besarbelum memiliki Bank Unit Desa, bahkan penyaluran dananya saja memerlukan upaya keras dan "subsidi" dari Pemerintah Daerah. Program penanggulangan
tidak jauh dari pusat-pusat kota, seperti Desa Sempulang di Tanah Grogot Kabupaten PasiX, program IDT telah mampu "meningkatkan" perekonomian ekonomi semakin berkembang, dan semangat hidup rakyat nampak desa setempat, kegiatan
)
menjadi amat bergairah. Secara keseluruhan program
IDT di Propinsi Kalimantan Timur memerlukan momentum baru untuk pengembangannya lebih lanjut. Program MPMK
kemiskinan di Propinsi Kalimantan Timurbelum
yang kini sudah dimulai perlu
digalakkan lebih lanjut oleh Bappeda Tingkat I maupun Bappeda Tingkat II beserta
berhasil merata. Pokmas-pokmas IDT di sejumlah desa telah
berhasil dengan baik, dengan pengelolaan relatif rapi dan tertib, dan kesejahteraan anggotanya telah benar-benar meningkat. D desa-desa seperti Desa Simpang Pasiq, Kodya Samarinda, masyarakat sangat
secara berkelanjutan. Akhimya di desa-desa yang
segenap dinas dan instansiinstansi yang terkait. Tbnpa upaya
yang demikian program ini akan berubah menjadi "proyek" yang f
Jt-
v
tidak terurus lagi setelah tidak ada dana segar dari APBN.
{il
Dalam Repelita VI berbagai macam program penanggulangan kemiskinan, baik langsung maupun tidak
fril il
tl il
M
langsung, telah dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Utara. Namun, pelaksanaan program-program tersebut dalam tiga tahun pertama masih kurang koordinasi. Tim pembina yang dibentuk mengadakan koordinasi hanya jika timbul masalah yang memerlukan koordinasi antarinstansi. Dengan digalakkannya
lill
ffi u}
flr
&
a tr W ili[
m il{]l
llil fr$
W M]
MPMK di tingkat Pusat,
ilNr
Gubemur/Kepala Daerah
rd
ti
Tingkat I Sulawesi Utara telah mengambil langkah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan terutama mengentaskan penduduk dari kategori pra-sejahtera pada tahun 2000. Untuk itu, Gubernur
s! i?
t, m tui
M m ll0l ldill
mt
membuat terobosan Gerakan Sukses MPMK di Sulawesi Utara dengan meningkatkan kepedulian berbagai pihak terhadap masalah kemiskinan yang direalisasikan dalam pengumpulan dana melalui
$l
ilt
*l &I
t; td
t{ flfi
M
E
fr-
pengucapan syukur oleh pejabat dan pengusaha, pengembangan bank dunia akhirat pada upacara-upacara keagamaan dan adat, Korpri dan ABRI, Gebu Bohusami yang berada di luar Propinsi Sulawesi Utara, dan Dunia usaha. Di samping itu, koordinasi juga makin dircalisasikan dan langsung dikelola oleh Gubernur/ KDH Propinsi Sulawesi Utara. Pelaksanaan program IDT
berjalan dengan baik walaupun masih ditemukan berbagai
kekurangtepatan dalam pelaksanaan, misalnya tidak diberlakukannya bunga atau tabungan kelompok dan pengembalian pinjaman dengan kurun waktu yang sangat lama. D beberapa daerah penelitian juga ditemukan pengertian bahwa dana IDT adalah "pemberian
pemerintah" sehingga tidak perlu dikembalikan. Sementara itu, pelaksanaan program Takesra/Kukesra telah cukup maju dengan 2,8% KK telah mencapai putaran III bahkan beberapa kelompok yang ditemui dalam penelitian ini sudah siap dengan putaran fV.
pimpinan daerah. Namun demikian, pengembalian dan pengguliran dana masih cukup rendah. Pelaksanaan program Takesra / Kukesra belum banyak terungkap dan Tim Pmeliti mencatat tanggapan masyarakat bahwa kredit terlalu kecil sehingga sulit untuk
I
mengembangkan usaha.
Kebijaksanaan Pemda dalam mendukung terwujudnya keberhasilan pelaksanaan
I I I I I I I I I I I I t
program IDT dilakukan melalui rapat kerja, rapat dinas, diskusi, serta orientasi program IDT. Halhal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman aparat, lembagaJembaga nonpemerintah dan masyarakat terhadap misi dan sasaran PPK.
i)
* s H
Pemda telah melaksanakan pelatihan pendamping serta mengalokasikan dana pembinaan. Dukungan program sektoral terhadap program IDT dirasakan masih kurang, sementara peran serta dunia usaha masih terbatas pada perusahaan pemegang HPH. Pelaksanaan program IDT di dua kabupaten yang menjadi sasaran litjak cukup lancar berkat perhatian dan kepedulian
a
I I I I I I t I I t I I t a
I I I I I I I I t
JAt
-
Usaha yang dilakukan ada yang telah menunjukkan hasil tetapi sebagian lairmya belum berhasil. Kegagalan usaha disebabkan oleh bencana alam seperti banjir. Dari hasil pengamatan lapangan ditemui
anggota pokmas yang usahanya gagal tetapi tetaP optimis meneruskan usahanya dan tetap mengangsur
pinjamannya. Penduduk pada umumnya berpendapat bahwa Program IDT telah membantu
meningkatkan etos dan motivasi kerja disamping membuka peluang melakukan diversifi kasi usaha yang mempunyai dampak peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Walaupun demikian, kenaikan pendapatan anggota pokmas dan kelompok cukuP menggembirakan. Di Desa Pong Samelung, salah satu desa IDT, terjadi kenaikan pendaPatan penduduk miskin anggota pokmas sekitar 78,9'/".Di desa
non-IDT, terjadi kenaikan pendapatan yang tidak terlalu besar, yaitu 23,7% pada Pokmas
UED-SR danl3,7%Pada kelompok Takesra/ Kukesra, tetapi nilai absolut kenaikarurya cukuP Kebijakan PPK di Propinsi Sulawesi Selatan masih terarah Pada
tinggi. Dari kaiian ini terdaPat "benang merah". Pemilihan sosok pengelola atau ketua
tr
n
I a
kebiiakan untuk mendukung pelaksanaan Program Yang
pokmas yang tePat meruPakan kunci keberhasilan Program'
t
m
&
ditentukan dari Pemerintah Pusat. Dana program IDT untuk Propinsi Sulawesi Selatan yang telah disalurkan kepada pokmas Pada tahun anggaran 1994/95,baru dikembalikan kePada Pokmas
Sedang "uluran tangan" Yang
fi
t
h
I
: il
m &l
il n
,
sekitar 8,82o/".Dari dana Yang dikembalikan tersebut juga
6 l{ tr
baru digulirk Nt 6,26o/". Ini memberikan Petunjuk bahwa dana yang diberikan kePada penduduk miskin agar daPat tumbuh berkembang, masih sulit terlaksana. Lebih dari itu,
m
ill
tepat dari aparat meruPakan salah satu pendorong kemandirian, terutama Pada
program non-IDT. Dukungan instansi lain temyata belum padu dan Padan karena belum terwuiudnYa
kinerja kompetensi Yang proporsional Pada instansi terkait. Hal ini terutama karena
I t
kepedulian akan PPK di instansi terkait belum membudaYa dan masih memerlukan Peningkatan yang serius. Program IDT agar
lembaga pokmas namPak belum berialan sePerti Yang
&
mencapai hasil maksimal
diharapkan.
f
0 T
I
T
t I
r il m
Z -ta-
memerlukan koordinasi Yang sr:ngguh-sr:ngguh antarinstansi.
demikian ditemukan berbagai upaya pembangunan, yang ide dasamya juga berasal dari kebijakan Pemerintah Pusat, dan bertujuan untuk
menanggulangi kemiskinan. Pemda Trngkat I telah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan dana tuan kepada 174 desa tatacara pelaksanaan seperti ProSram IDT. Pelaksanaan program IDT di Propinsi Sulawesi Tenggara sudah berjalan selama 3 tahun. Namun demikian, pemahaman akan tujuan program IDI baik di lingkungan aparat
,
* I
pemerintah maupun masyarakat, masih belum sesuai
harapan. Informasi yang
dikumpulkan menunjukkan "keinginan" aparat agar tatacara program IDT dilaksanakan secara konvmsional yaitu masyarakat disiapkan, baru dana dis€diakan.
TmPenelitibelum menemukan kebijakan khusus yang dikembangkan oleh Pemd4 baik Trngkat I maupun Tingkat II, untuk memantapkan dan menyukseskan lebih lanjut kebijakan PPK yang digariskan Pemerintah Pusat. Walaupun
3
t I I t FI
I
r a
t
Dari Litjak ini ditemukan bahwa program IDT telah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dan banyak diantara mereka "menyatakan" tidak miskin lagi, karena sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok tanpa harus meminjam dari pelepas uang. Pelaksanaan prosam IDT di desadesa penelitian juga berjalan menggembirakan. Masyarakat mempunyai aturan yang jelas mengenai pengembalian dana pinjaman yang sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat.
I a I t, f I I
;
.E
6
=5
-.TI Jt
€ o
t II
yang berpulau-pulau, maka rasa pesimis makin membesar. Keadaan tersebut kelihatannya tidak sepenuhnya terjadi pada pelaksanaan program IDT. Nelayan yang sebelum mendapatkan pinjaman dana program IDT lebih banyak berstatus sebagai buruh penangkap ikan, sekarang telah menjadi penangkap ikan yang memiliki perahu sendiri, sehingga sudah terjadi peningkatan stafus usaha dan kemandirian dalam usaha. Di samping itu, pogram IDT juga telah memberikan kesempatan kerja bagi pemuda perdesaan yang menganggur, baik sebagai "buruh" dalam penangkapan
Hingga tahun ketiga pelaksanaan program IDI masih ditemukan kurangnya kepedulian berbagai instansi dalam membina desa IDT untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Berbagai kebijakan Gubemur/ Kepala Daerah Tingkat I Maluku yang disampaikan tertulis, sampai saat ini belum mendapat tanggapan positif dari aparat pelaksana di tingkat kabupaten. Walaupun berbagai instansi sudah melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan, namun pelaksanaannya masih cenderung bersifat individual sesuai dengan kebufuhan pembangunan sektornya masing-masing. Nelayan biasanya merupakan lapisan masyarakat yang sulit berkembang. Jika hal tersebut dikaitkan dengan lokasi di Kabupaten Maluku Utara
ikan maupun dalam diversifikasi usaha yang dilakukan. Temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah kesepakatan penduduk anggota pokmas untuk tidak menggulirkan dana yang sudah dikembalikan oleh peminjam. Dana yang tidak digulirkan tersebut dipinjamkan kepada anggota pokmas yang
mempunyai kesulitan dalam pembiayaan pendidikan anaknya. Jadi walaupun perguliran tidak dilaksanakan sehingga tidak terjadi pengembangan dana, tetapi pengembangan sumber daya manusia melalui kelangsungan sekolah anak-anak penduduk
miskin menjadi teriamin.
^-. -tra
v
Semangat dan kesungguhan f I I
aparat Pemda Irianlaya dalam
mendukung program pengentasan kemiskinan sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai upaya dan
pokmas.
f,
sumberdaya terbatas menvebabkan
I I I
kebijaksanaan yang telah dilakukan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi. Kepedulian tersebut juga diwujudkan dengan mengalokasikan dana APBD,
t I t I
baik Tingkat I maupun Tingkat II, untuk mendukung pelaksanaan program IDT. Bupati/KDH Tingkat tr Manokwari menyediakan dana pembinaan bagi instansi yang akan melakukan pembinaan desa tertinggal, sedang Bupati/KDH Sorong membuat satu mata anggaran khusus
l I I I I I
D
I il tx
a
l I T T I;I
r XI
u n
untuk penanggulangan
I l I t i I
kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan di propinsi Irian faya masih mengalami banyak hambatan dan tantangan dalam mengembangkan ekonomi rakyat. Berbagai hambatan tersebut bersumber pada keadaan geografis yang sulit. Keterbatasan prasarana dan
N
I f,
I I I t I I I t I t
sararvr fisik menyulitkan
kegiatan pembinaan dan
tl
I I -lrl
-
Pemasaran
]
ekonomi dan
masihberada subsisten/meramu. Hal ini memerlukan persiapan lebih lama agar penduduk perdesaan dapat berusaha secara produktif . Sementara itu, aparat Pemda
yang jumlahnya masih kurang, juga belum mencapai kualitas seperti yang dituntut oleh peraturan yang berlaku. Akibat dari semua itu, hingga penelitian ini dilakukan, dana tahun ketiga program IDT belum disalurkan. Terlepas dari hambatan yang harus dihadapi, masyarakat merasa bahwa program IDT merupakan "cara yang baik"
unfuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, khususnya karena penduduk mendapat kepercayaan untuk berusaha secara mandiri. Yang mereka perlukan adalah bimbingan pengembangan usaha dan bantuan menghadapi masalah pemasarnn. Walauptrn dalam kondisi yang berat,
penelitian ini dapat menemukenali keberhasilan usaha yang dilakukan pokmas.
Instruksi Presiden tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan No. 5/1993 dan No. 3/1996, secara serentak telah "menyerang" masalah kemiskinan yang masih diderita oleh lebih dari2? juta penduduk Indonesia.
telah ditempuh masyarakat menanggapi programprogram terobosan tersebut. Ada yang berhasil namun Berbagai cara
ada pula yang belum
berhasil. Namun disemua tempat telah timbul gairah dan prakarsa masyarakat
sendiri untuk mengembangkan kepercayaan yang telah diberikan oleh pemerintah dalam semangat keswadayaan mencapai
kemandirian.
{ €