Dewi Paramita Surakusumah dan Andi Rustandi. Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

STUDI PERBANDINGAN COATING PRIMER ANTARA EPOXY DENGAN ALKYD SERTA TOPCOAT ANTARA POLYURETHANE DENGAN ACRYLIC MENGGUNAKAN METODE ELECTROCHEMICAL IMPEDANCE SPECTROSCOPY Dewi Paramita Surakusumah dan Andi Rustandi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia [email protected]

Abstrak Pengujian electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dilakukan untuk menganalisa perbandingan terhadap coating primer antara epoxy dan alkyd serta topcoat antara polyurethane dan acrylic. Penggunaan metode salt spray (sembur garam) dilakukan terhadap coating primer sebagai analisa kualitatif. Analisa FTIR (Fourier Transform Infrared) dilakukan untuk mengkarakterisasi terhadap gugus fungsi pelapis dan mendukung adhesi antara pelapis dengan substrat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai pelapis primer coat, epoxy akan memiliki performa serta perlindungan yang lebih baik dibandingkan alkyd. Sedangkan pada pelapis topcoat, didapatkan polyurethane yang memiliki performa lebih baik dibandingkan acrylic. Kata Kunci : acrylic, alkyd, coating, EIS, epoxy, FTIR, polyurethane, topcoat, salt spray.

Abstract Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) studies have been carried out to compare coating primer between epoxy and alkyd also topcoat between polyurethane and acrylic. The use of the method of salt spray conducted on the qualytitative analysis. FTIR analysis determined the functional groups supporting the adhesion between the coating as well as with the substrate. The results showed that sample epoxy will have performance and better protection than alkyd as coating primer. While the topcoat, polyurethane has the best performance compared to acrylic. Keywords : acrylic, alkyd, coating, EIS, epoxy, FTIR, polyurethane, topcoat, salt spray.

Studi perbandingan..., Dewi Paramita Surakusumah, FT UI, 2014

Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan dimana memiliki wilayah laut yang luas sehingga pengembangan infrastruktur untuk daerah pantai dan laut adalah kebutuhan yang sangat penting. Dalam pengembangan infrastruktur, penggunaan produk baja sangat banyak digunakan dalam bidang teknik maupun industri. Akan tetapi, infrasruktur marina berbahan dasar baja memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap air laut. Hal ini sangat tidak diinginkan karena akan mengakibatkan kerugian baik secara materi maupun finansial bagi industri itu sendiri. Perlu dilakukan suatu upaya untuk melindungi baja guna meningkatkan ketahanan baja. Salah satu metode untuk melindungi baja yaitu dengan menggunakan pelapis (coating). Penggunaan pelapis pada baja telah digunakan selama 40 tahun kebelakang.[1] Metode yang digunakan untuk menginvestigasi performa dari pelapis adalah Electrochemical Impedance Spectroscopy. Electrochemical impedance spectroscopy merupakan metode pengujian yang umum digunakan dalam analisa in situ pelapis organik. Hal ini dikarenakan EIS dapat menampilkan data kuantitatif yang berhubungan dengan kualitas dari pelapis organik. Sehingga teknik EIS sangat cocok digunakan sebagai metode kuantitatif dalam pengujian terhadap performa pelapis organik. [2] Aplikasi penggunaan pelapis dalam upaya meningkatkan performa pada material perlu mempertimbangkan beberapa aspek, diantaranya adalah jenis pelapis pelapis yang digunakan. Hal ini dikarenakan proteksi yang diberikan tiap jenis pelapis berbeda sehingga akan menghasilkan performa yang berbeda pula. Pada penelitian ini akan dilakukan studi evaluasi pelapis epoxy, pelapis alkyd, pelapis polyurethane dan pelapis acrylic pada pelat baja, yang diekspos pada lingkungan agresif berbasis NaCl 3.5% dengan metoda Electrochemical Impedance Spectroscopy. Dalam menentukan gugus fungsi cat yang digunakan, metode FTIR diaplikasikan. Spektrum hasil pengujian sampel tersebut akan sangat membantu dalam identifikasi gugus fungsi. Tinjauan Pustaka Metode pelapisan merupakan salah satu metode perlindungan logam dari korosi dengan memberikan lapisan penghalang antara logam dengan lingkungan nya sehingga kontak antara


logam dengan lingkungan nya tidak terjadi secara langsung, maka aliran elektron yang dapat memicu korosi terhambat. Cat adalah produk berbentuk cair dengan kekentalan tertentu, dimana di dalam nya terkandung suatu pigmen yang apabila diaplikasikan pada suatu substrat akan menghasilkan suatu lapisan film tipis dan kering yang dapat melindungi dari pengaruh lingkungan seperti suhu dan korosi, sebagai dekorasi ataupun meningkatkan sifat dari substrat tersebut (Susyanto, 2009). Mekanisme perlindungan cat terhadap permukaan baja dapat dilakukan dengan tiga mekanisme. Ketiga mekanisme perlindungan itu ialah; a.

Pelapis Penghalang / Barrier Coating

b.

Pelapis Inhibisi / Inhibitive Coating

c.

Pelapis Korban / Sacrificial

Pemilihan metode pelapisan cat pada substrat perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang sempurna sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan. Proses pemilihan metode ini bergantung pada jenis cat yang digunakan serta luas daerah yang hendak akan dilapisi. Ketahanan pelapisan sangat dipengaruhi oleh kemampuan pelapisan untuk menempel pada material substrat. Jika daya adhesive tidak kuat maka selain pelapisan tidak menempel dengan baik, hal ini dapat juga memberi kesempatan kepada udara lembab masuk ke celah antara pelapis dan substrat yang menyebabkan kontaminasi. Ada beberapa jenis daya ikatan adhesive antara coating dengan material substrat, yaitu daya ikat mekanik (mechanical adhesion), daya ikat kimia (chemical bonding adhesion), dan daya ikat polar (polar adhesion). Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) merupakan salah satu metode yang berkembang sangat cepat selama 30 tahun kebelakangan ini. Hal ini dikarenakan Electrochemical impedance spectroscopy (EIS ) merupakan metode analisa yang

penting,

dimana dapat memberikan informasi berupa ketahanan terhadap korosi, mass transport dan elemen – elemen listrik yang ada pada pelapis. [3] Selain itu, metode EIS ini sangat mudah dioperasikan sehingga memiliki efisiensi yang tinggi, rendah polusi dan mudah dalam menyesuaikan

parameter-parameter yang ingin

diketahui. Impedansi (Z) adalah nilai resistansi yang terukur pada kutub-kutub sinyal. Semakin besar hambatan / impedansi, makin besar tegangan yang dibutuhkan. Bila sebuah beban diberi tegangan, impedansi dari beban tersebut akan menentukan besar arus dan sudut fase yang


mengalir pada beban tersebut. Faktor daya merupakan petunjuk yang menyatakan sifat suatu beban. Sehingga impedansi adalah jumlah hambatan secara vektor pada rangkaian arus bolak – balik / AC. Prinsip dasar EIS yaitu potensial sinusoidal yang diaplikasikan pada sistem elektrokimia dan kemudian respon sinyal arus sinusoidal ini diukur, dikenal dengan metode ac impedance. Respon EIS sangatlah sensitive, dengan demikian detektor pada EIS dapat mengetahui indikasi kerusakan pelapis jauh sebelum kerusakan itu terjadi. Akan tetapi EIS bukan merupakan suatu pengukuran yang absolute yang dapat memberikan gambaran secara detail karena spectrum pada EIS hanya akan menjelaskan sesuatu mengenai data dengan membandingkan spectrum data EIS lainnya. [3] Teknik EIS adalah salah satu teknik non-stationary yang bersifat non desktruktif. Prosedur pemodelan EIS menggunakan sirkuit listrik yang dibangun dari beberapa komponen seperti resistor, induktor dan kapasitor untuk mewakili perilaku elektrokimia antara lapisan dan substrat logam. Kemudian, tegangan ac diaplikasikan dengan variasi frekuensi pada sampel. [14] EIS dapat menampilkan data kuantitatif yang berhubungan dengan kualitas dari pelapis organik. Dimana, khusus untuk pelapis organik EIS diaplikasikan dalam perhitungan kapasistansi pada pelapis. Dikarenakan kapasistansi ini akan berubah sesuai kontak sampel dengan elektrolitnya. Interpretasi hasil pengukuran EIS biasanya dilakukan dengan cara menyesuaikan (fitting) data impedansi terhadap ekuivalen sirkuit listrik yang merupakan representatif dari proses fisik yang terjadi pada sistem. Kualitas fitting dinilai oleh seberapa baik korelasi antara kurva dengan spektrum asli. Dari hasil penyesuaian (fitting) akan dihasilkan ekuivalen sirkuit listrik yang akan menghasilkan satu set parameter yang dapat dikorelasikan dengan kondisi lapisan dan korosi dari substrat baja.


Gambar 1 Double layer dan sirkuit EIS

Kegunaan EIS pada pelapisan adalah untuk mengkarakterisasi kondisi pelapis dengan dua fenomena: a. Degradasi dari pelapis organik yang disebabkan kontak dengan elektrolit; b. Kenaikan laju korosi dari substrat berdasarkan degradasi pelapis yang mungkin terserang oleh elektrolit. Teknik EIS pada umumnya menggunakan 3 jenis elektrode, yaitu [4]: 1. Elektroda Kerja / Work Electrode 2. Elektroda Banding / Counter Electrode 3. Ekeltroda Referensi / Reference Electrode Data impedansi yang dihasilkan ditampilkan dalam dua bentuk, yaitu: a.

Nyquist spektrum (dikenal juga dengan Cole-Cole plot, the Argand plot, or the complex plane plot), Grafik ini didapat dengan memplot impedansi real (Z') terhadap impedansi imajiner (-Z"). Keuntungan dari nyquist plot ini adalah dapat memberikan overview terhadap data dengan cepat yang dapat digunakan untuk interpretasi kualitatif. Ketika memplot Nyquist, sumbu real haruslah sama dengan sumbu imajiner agar tidak terjadi perubahan maupun penyimpangan bentuk kurva, dimana bentuk kurva ini sangat penting dalam interpretasi kualitatif data. [4]


Gambar 2 Plot kurva Nyquist untuk coating

b.

Bode Modulus Grafik Bode akan terbentuk apabila modulus impedansi (Nilai absolut dari impedansi (|Z|) di plot sebagai fungsi frekuensi. Keuntungan kurva Bode ini adalah dapat memberikan informasi yang lebih banyak dibanding Nyquist karena frekuensi dilihat secara eksplisit.

Gambar 3 Kurva Bode Modulus


c. Bode phase Pergeseran fase diplot sebagai fungsi dari frekuensi terhadap sudut fasa akan menghasilkan grafik bode phase.

Gambar 4 Kurva Bode Phase

Metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) adalah metode spektroskopi inframerah modern yang dilengkapi dengan teknik transformasi fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi absorbsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985). Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) merupakan salah satu teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa. Komponen utama spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yang mempunyai fungsi menguraikan (mendispersi) radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Penggunaan interferometer Michelson tersebut memberikan keunggulan metode FTIR dibandingkan metode spektroskopi inframerah konvensional maupun metode spektroskopi yang lain. Diantaranya adalah informasi struktur molekul dapat diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi).


Keuntungan yang lain dari metode ini adalah dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fasa (gas, padat atau cair). Kesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam identifikasi dengan spektroskopi FTIR dapat ditunjang dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode spektroskopi yang lain (Harmita, 2006). Prosedur Penelitian Pada penelitian ini material yang digunakan adalah pelat baja karbon dengan ketebalan 0.6 milimeter serta panjang dan lebar10 mm x 10 mm. Kemudian, sampel uji yang telah dipotong, disolder dengan kawat Cu sebagai penghubung (pada bagian atas sampel yang tidak dilapisi pelapis), lalu di mounting dengan mengunakan pelapis yang dicampur dengan hardener hingga mengeras. Sehingga pada sampel uji hanya terdapat satu sisi permukaan yang terekspos dengan luas permukaan sekitar 1 cm2. Terdapat empat jenis pelapis yang digunakan yaitu, epoxy, alkyd, polyurethane dan acrylic. Kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui karakteristik dari pelapis dilakukan uji FTIR yang selanjutnya dilakukan pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy dalam larutan NaCl 3.5%. Untuk pelapis epoxy dan alkyd, selanjutnya dilakukan pengujian salt spray. Hasil dan Pembahasan Pengukuran Ketebalan Lapisan Ketebalan lapisan diukur mengukur ketebalan kuas dengan menggunakan alat De Flesko coating thickness measurement. Pengukuran dilakukan terhadap ketebalan pelapis yang digunakan. Dimana didapat ketebalan 0.22 mm. Sehingga, ketebalan lapisan yang dihasilkan berkisar pada rentang diatas. Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Dari pengujian ini hasil yang diperoleh yaitu berupa kurva Nyquist, Bode modulus, dan Bode phase, yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam menginvestigasi karakterisasi pelapis. Grafik Nyquist dari hasil pengujian electrochemical impedance spectroscopy merupakan grafik yang paling representatif dan umum digunakan guna mengetahui fenomena permukaan yang terjadi pada interface logam/elektrolit. [5]


Gambar 5 Grafik Nyquist Epoxy (kiri atas), Alkyd (kanan atas), Polyurethane (kiri bawah), Acrylic (kanan bawah)

Berdasarkan gambar grafik Nyquist (Gambar 5), dapat terlihat dengan jelas adanya kurva Nyquist yang membentuk sudut 45o pada epoxy maupun alkyd. Terbentuknya sudut 45o pada grafik Nyquist mengindikasikan bahwa proses korosi dikontrol oleh aspek kinetika (transfer muatan) dan aspek difusi. Sehingga dari hasil kurva nyquist ini belum dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara pelapis epoxy dan alkyd sebagai primer coat. Sedangkan kurva nyquist yang terbentuk pada dua jenis pelapis topcoat menghasilkan kurve semicircle dimana diameter kurva semicircle ini mempresentasikan nilai tahanan transfer muatan (Rct). Semakin besar/lebar diameter kurva semicircle yang dihasilkan maka semakin besar nilai tahanan transfer muatan (Rct) pelapis yang berarti semakin rendah laju korosi pada substrat. Dari gambar diatas, terlihat pelapis polyurethane memiliki kurva semicircle dengan lebar yang lebih besar dibandingkan kurva semicircle yang dihasilkan pelapis acrylic. Dengan demikian, dalam analisa diameter kurva nyquist pada pelapis polyurethane dan acrylic, pelapis polyurethane memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding acrylic dalam memproteksi baja karbon sebagai pelapis topcoat.


Tabel 1 Nilai Elemen Listrik hasil fiting

Pelapis

Rs

Rct

N

CPE atau Cdl *

Ket Lain

Epoxy

313 Ω

18113.84 kΩ

1.1

3.38 µF

-

Alkyd

435 Ω

101.33 kΩ

0.6

54.7 µF

-

Polyurethane

76.8 Ω

2228 Ω

0.725 55.3 µF

-

Acrylic

4570 Ω

2.2 Ω

0.143 635 µF

-

Nilai tahanan transfer muatan setiap pelapis akan berbeda-beda tergantung pada jenis pelapis itu sendiri. Dimana semakin tinggi nilai tahanan transfer muatan (Rct) suatu pelapis maka akan merepresentasikan laju korosi yang terjadi rendah dimana akibat adanya lapisan pelapis yang melindungi permukaan logam dari kontak langsung dengan elektrolit. [6] Pada pelapis epoxy, nilai Rct yang dihasilkan pada sirkuit yaitu 18113.84 kΩ sedangkan pada pelapis alkyd, nilai Rct yang dihasilkan adalah 101.33 kΩ. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara tahanan transfer muatan (Rct) antara kedua jenis pelapis primer. Dimana epoxy memiliki nilai tahanan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan alkyd sebagai pelapis primer. Maka, dalam elemen listrik tahanan transfer muatan (Rct), epoxy memiliki ketahanan yang lebih baik daripada alkyd dalam memproteksi baja karbon dalam lingkungan agresif NaCl 3.5% karena menahan laju korosi menjadi rendah. Nilai tahanan transfer muatan (Rct) yang terdapat pada sirkuit polyuretahane dalam tabel diatas mendukung hasil analisa kurva semicircle dimana nilai tahanan transfer muatan (Rct) polyurethane jauh lebih besar dibandingkan nilai tahanan transfer muatan (Rct) acrylic yang menunjukan laju korosi yang terjadi pada substrat polyurethane lebih rendah dibanding acrylic sehingga pelapis polyurethane melindungi baja karbon lebih baik dibanding pelapis acrylic sebagai pelapis topcoat. Elemen

listrik

lainnya,

yaitu

elemen

kapasitansi

double

layer

(Cdl)

yang

merepresentasikan nilai kapasitansi double layer dari fitting sirkuit ekuivalen listrik. Constant phase element dengan nilai N = 1, bertindak sebagai kapasitor murni. Namun sering juga constant phase element (CPE) digunakan sebagai model kapasitansi double layer (Cdl) untuk mengkompensasi ketidakhomogenan permukaan.

[7]

Ketidakhomogenan permukaan logam

disebabkan oleh permukaan logam yang kasar, berpori, cacat permukaan, dan fenomena


interface lainnya[7]. Permukaan logam yang kasar atau berpori dapat menyebabkan kapasitansi double layer (Cdl) hadir sebagai CPE[7]. Permukaan elektroda/logam yang homogen (bebas dari cacat) dan datar akan menghasilkan nilai N = 1. Oleh karena itu, pada penelitian ini nilai CPE dianggap juga sebagai nilai kapasitansi double layer (Cdl) untuk mengkompensasi ketidakhomogenan permukaan. Semakin kecil nilai kapasitansi double layer (Cdl) akan meningkatan ketebalan dari electrical double layer yang akan menyebabkan penurunan laju korosi dikarenakan adsorpsi molekul pelapis pada permukaan logam, yang akan mencegah molekul larutan agresif berkontak langsung dengan permukaan logam. Nilai kapasitansi double layer (Cdl) epoxy lebih rendah dibanding alkyd yang menunjukan ketebalan dari electrical double layer pada epoxy lebih tebal dibandingkan dengan alkyd sehingga kemampuan dalam memproteksi substrat epoxy akan lebih tinggi dibandingkan dengan alkyd karena laju korosi yang dihasilkan akibat tebalnya electrical double layer akan semakin rendah.Nilai kapasitansi double layer (Cdl) antara polyurethane dan acrylic dimana pelapis polyurethane memiliki nilai kapasitansi double layer (Cdl) 55.3 µF, sedangkan acrylic 64.2 µF. Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Bode Modulus

Gambar 7 Perbandingan bode modulus antara epoxy(hijau) dan alkyd(ungu)

Berdasarkan gambar diatas, kurva bode modulus epoxy menunjukan nilai total impedansi yang lebih tinggi dibanding alkyd. Tingginya total impedansi menunjukan tingginya tahanan


pelapis. Sehingga dapat disimpulkan epoxy memiliki ketahanan yang baik dalam memproteksi substrat sebagai primer coat. Pengujian Salt Spray Pengamatan visual serta morofologi permukaan pelapis sebelum dan sesudah terpapar semburan garam 5% dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8 Foto Permukaan A.Alkyd ebelum salt spray, B.Alkyd setelah salt spray,C.Epoxy sebelum salt spray, D.Epoxy setelah salt spray

Gambar diatas menunjukan pengamatan visual pada permukaan lapisan yang telah terpapar semburan garam selama 2 minggu. Pada permukaan pelapis epoxy, terlihat produk korosi pada bagian tepi yang berwarna kecoklatan. Sedangkan pada permukaan pelapis alkyd, terlihat blistering (pelepuhan) dan produk korosi berwarna kecoklatan. Hal yang terjadi adalah oksigen, uap air dan garam NaCl telah berpenetrasi ke dalam permukaan subtrat baja karbon. Data hasil pengujian ini menunjukan informasi yang penting terhadap peforma dari masing – masing jenis coating, dimana bisa terlihat bahwa epoxy mempunyai ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan alkyd pada lingkungan korosi yang terkontrol. Pelapis epoxy mampu menahan oksigen, uap air dan semburan garam berpenetrasi ke dalam permukaan lapisan. Meskipun terdapat produk korosi di bagian sisi, akan tetapi tidak terlihat kerusakan pada permukaan lapisan epoxy. Berbeda dengan pelapis alkyd, terlihat jelas telah terjadi kerusakan pada permukaan lapisan yang dapat memicu korosi pada substrat.


Pengujian FTIR

Gambar 9 Hasil FTIR A.Epoxy, B.Alkyd, C.Polyurethane, D.Acrylic

Berdasarkan gambar diatas, keempat pelapis memiliki beberapa puncak yang menunjukan keberadaan gugus didalamnya. Wavenumber yang dihasilkan dalam pengujian FTIR kemudian disesuaikan dengan referensi (Solomon) untuk diketahui gugus fungsi yang sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan tiap puncak. Hasil pengujian ini telah sesuai dengan literatur, dimana berdasarkan (Dannenberg & Harp, 1956), epoxy harus memiliki tiga gugus utama, yaitu –C=C– stretch pada wavenumber 1620-1462 cm-1 dimana pada pengujian didapat 1455 cm-1. Gugus C=O stretch pada 1700 cm-1 dan dipengujian pada 1714 cm-1. Gugus C–H bend pada 831 – 757 cm-1 dimana pengujian didapat 725 , 627 dan 528 cm-1. Dalam buku Analysis of Modern Paints , alkyd memiliki empat gugus utama, yaitu C–H stretch pada frekuensi 2900-3100 cm-1 sedangkan pada pengujian didapat 2925 cm-1. Gugus C=O stretch dengan frekuensi 1730-1709 cm-1 dimana pada pengujian 1722 cm-1. Gugus C–O stretch pada frekuensi 1081 cm-1 dan dipengujian didapat 1119 cm-1. Gugus O–H stretch berfrekuensi 1270-1200 cm-1dimana didapat 1257 cm-1. Polyurethane memiliki gugus fungsi C=O stretch, N-H bend, N–O symmetric stretch, C– N stretch, C–O bend, C–H bend berdasarkan pengujian yang dilakukan.[8] Dengan mengetahui gugus yang terdapat dalam pelapis dengan demikian kita dapat mengetahui struktur dari pelapis yang digunakan. Dari hasil analisa FTIR tersebut diketahui adanya serapan di daerah 1722 cm-1


yang menunjukkan adanya stretching dari C=O urethane. Gugus C-O mengindikasikan adanya urethane dalam pelapis dimana pelapis tersebut adalah polyurethane. Vibrasi dari N-H ditunjukkan oleh adanya serapan di daerah 1410 cm-1. Spektrum FTIR juga mengindikasikan adanya reaksi antara isosianat dengan poliol membentuk poliurethan yang ditunjukkan oleh berkurangnya serapan di daerah 2000-3000 cm-1 dari N=C=O isosianat. Akan tetapi terdapat satu gugus fungsi yang tidak lengkap pada sampel, yaitu O-H bend. Akan tetapi Weyer & Lo, 2002, mengatakan bahwa letak gugus O-H bend dan N-H bend sangatlah berdekatan sehingga akan sulit untuk mendeteksi keduanya secara terpisah. Untuk acrylic, berdasarkan literatur (FTIR monitoring of the artificial ageing of commercial acrylic), acrylic harus lah memiliki peak yang tajam pada frekuensi 2900- 1700 cm1

. Hal ini sama dengan sampel acrylic yang digunakan dalam penelitian dimana terdapat peak

yang tajam pada frekuensi 2925 cm-1 dan 1725 cm-1. Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) sesudah Sembur Garam

Gambar 10 Kurva Nyquist Epoxy (kiri=sebelum,kanan=sesudah)

Berdasarkan gambar diatas, tidak terlihat perbedaan yang berarti antara pelapis epoxy sebelum dan sesudah sembur garam. Kedua kurva nyquist epoxy sama-sama menunjukan kecenderungan kurva nyquist yang membentuk sudut 45°. Dimana kurva nyquist yang membentuk sudut 45° mengindikasikan bahwa proses korosi dikontrol oleh aspek kinetika (transfer muatan) dan aspek difusi.[9] Sehingga tidak terjadi perubahan yang berarti pada kurva nyquist epoxy sebelum dan sesudah pengujian salt spray.


Tabel 2 Nilai Elemen Listrik Pelapis

Pelapis

Rs

Rct

N

CPE atau Cdl *

Ket Lain

Epoxy (before)

313 Ω

18113.84 kΩ

1.1

3.38 µF

-

Epoxy (after)

3620 Ω

2340 kΩ

0.674 10.5 µF

-

Berdasarkan tabel dan grafik pada gambar diatas, nilai tahanan transfer muatan (Rct) epoxy setelah dilakukan pengujian salt spray turun drastis dari 18113.84 kΩ menjadi 2340 kΩ. Penurunan nilai tahanan transfer muatan (Rct) akibat terabsorpsi nya molekul air, oksigen serta garam NaCl pada permukaan pelapis sehingga terjadi degradasi pada pelapis epoxy seperti analisa sebelumnya dimana mengakibatkan performa pelapis dalam melindungi permukaan baja karbon berkurang yang berpengaruh terhadap nilai tahanan transfer muatan (Rct). Dalam suatu penelitian[10], dimana nilai tahanan transfer muatan (Rct) merupakan pengukuran terhadap degradasi pelapis serta mengindikasikan ketahanan korosi pada permukaan baja karbon sebagai efektifitas pelapis tersebut.

Gambar 11 Kurva nyquist alkyd (kiri=sebelum,kanan=sesudah)


Gambar 12 Perbandingan kurva nyquist alkyd (merah=sebelum,kuning=sesudah) sebelum dan sesudah pengujian salt spray

Setelah dilakukan pengujian sembur garam, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kurva nyquist alkyd. Pada pelapis alkyd, sebelum dilakukan pengujian salt spray, kurva nyquist cenderung membentuk sudut 45°, akan tetapi setelah dilakukan pengujian sembur garam menunjukan bentuk kurva nyquist yang semicircle. Kurva nyquist semicircle alkyd memiliki 2 semicicrcle. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perubahan pada elemen-elemen listrik pelapis alkyd. Berdasarkan penelitian sebelumnya[11], perubahan kurva nyquist suatu pelapis menjadi kurva semicircle menunjukan adanya peningkatan nilai kapasistansi double layer (Cdl) dimana kurva semicircle yang kecil (pada bagian kiri) menunjukan coating capacitance sedangkan kurva semicircle yang besar (pada bagian kanan) merepresentatifkan double layer capacitance. Degradasi yang terjadi akibat terserangnya pelapis alkyd selama pengujian salt spray mengakibatkan terjadinya perubahan kurva nyquist yang menunjukan proses korosi dikontrol oleh difusi. Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan sebelum dan sesudah pengujian sembur garam, dilakukan fitting terhadap kurva nyquist alkyd sehingga akan dihasilkan sirkuit yang merepresentatifkan elemen-elemen listrik pelapis setelah pengujian sembur garam. Berikut tabel elemen-elemen listrik yang dihasilkan dari sirkuit setelah fitting terhadap kurva nyquist alkyd. Tabel 3 Nilai Elemen hasil fitting Alkyd

Pelapis

Rs

Rct

N

CPE atau Cdl *

Ket Lain

Alkyd (before)

435 Ω

100 kΩ

0.6

54.7 µF

-

Alkyd (after)

227 Ω

1530 kΩ

0.714 105 µF

-


Gambar 13 Perbandingan Kurva Bode Modulus antara epoxy (kiri atas=hujau, kanan atas=pink) dan alkyd (kiri bawah=ungu, kanan bawah=hijau)

Untuk mendukung hasil-hasil sebelumnya, maka akan dianalisa kurva bode modulus kedua pelapis sebelum dan sesudah pengujian sembur garam. Berikut gambar perbandingan kurva bode modulus kedua pelapis. Semakin tinggi total impedansi pada frekuensi rendah maka akan semakin tinggi pula efektifitas pelapis. Pada gambar dibawah ini, dapat disimpulkan bahwa sebelum dan sesudah salt spray, total impedansi pelapis epoxy lebih tinggi dibanding pelapis alkyd yang berarti epoxy akan menghasilkan efektifitas yang lebih baik dibandingkan alkyd sebagai pelapis primer. Pada low frequency, nilai total impedansi dapat dijadikan patokan sebagai alat ukur kemampuan proteksi suatu pelapis pada logam, yang dapat dijadikan penilaian terhadap performa pelapis dimana semakin tinggi total impedansi maka semakin baik pula perlindungan nya.[12] Berdasarkan gambar diatas, nilai total impedansi pelapis epoxy lebih tinggi daripada pelapis alkyd sehingga hal ini konsisten dengan analisa sebelumnya dimana epoxy memiliki performa yang baik dibandingkan alkyd. Selain itu nilai total impedansi pada low frequency juga mengindikasikan ketahanan terhadap wetting pada permukaan akibat meningkatnya keheterogenan pada pelapis. Sedangkan terjadinya penurunan nilai total impedansi pada high frequency merepresentasikan porositas pada pelapis. [13]


Kesimpulan 1. Pada pelapis epoxy, nilai tahanan transfer muatan (Rct) yang dihasilkan pada sirkuit yaitu 18113.84 kΩ sedangkan pada pelapis alkyd, nilai Rct yang dihasilkan adalah 101.33 kΩ dimana pelapis epoxy memiliki kemampuan proteksi yang lebih baik dibandingkan pelapis alkyd. Nilai tahanan transfer muatan (Rct) polyurethane 2228 Ω dimana nilai tahanan transfer muatan (Rct) acrylic 2.2 Ω yang menunjukan laju korosi yang terjadi pada substrat polyurethane lebih rendah dibanding acrylic sehingga pelapis polyurethane melindungi baja karbon lebih baik dibanding pelapis acrylic sebagai pelapis topcoat. 2. Semakin tinggi nilai tahanan transfer muatan (Rct) pelapis dan semakin rendah nilai kapasitansi double layer (Cdl), maka akan semakin baik pula performa pelapis dimana merepresentasikan laju korosi yang rendah. 3. Epoxy memiliki memiliki tiga gugus utama, yaitu –C=C– stretch, C=O, C–H. Alkyd memiliki empat gugus utama, yaitu C–H stretch, C=O stretch, C–O stretch, O–H stretch. Polyurethane memiliki gugus fungsi C=O stretch, N-H bend, N–O symmetric stretch, C– N stretch, C–O bend, C–H bend. Acrylic memiliki gugus fungsi C–H stretch dan C=O stretch. 4. Setelah dilakukan uji sembur garam, pada pelapis epoxy terlihat karat pada bagian sisi mounting sedangkan pada pelapis alkyd terlihat blistering (pelepuhan). Hal ini membuktikan efektifitas epoxy yang lebih baik untuk melindungi substrat sebagai primer coat dibandingkan alkyd. Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode yang berbeda agar diperoleh hasil yang memuaskan kedepannya. 2. Perlu diadakan penelitian dengan parameter ketebalan pelapis sehingga didapatkan hasil yang lebih memuaskan. Daftar Referensi

1.

M. Bethencourt, F.J. Botana, M.J. Cano, R.M. Osuna and M. Marcos, Prog. Org. Coat., 47 (2003)


2.

Application of electrochemical impedance spectroscopy to study the degradation of polymer-coated metals A. Amirudin, D. Thierry * Swedish Corrosion Institute, Roslagsviigen 101 Hus 25, S-104 05 Stockholm, Sweden. (1995)

3.

Gray, L. and Appleman, B., “Electrochemical Impedance Spectroscopy: A Tool to Predict Remaining Coating Life,” J. Prot. Coat. Linings. (2003)

4.

E. Akbarinezhad, F. Rezaei, J. Neshati. Evaluation of a high resistance paint coating with EIS measurements: Effect of high AC perturbationsI. (2007)

5.

A. Amirudin, D. Thierry . Application of electrochemical impedance spectroscopy to study the degradation of polymer-coated metals. (1995)

6.

Ken Holyoake, Electrochemical Impedance Spectroscopy Measurements of Barrier Coatings. ARMATEC Environmental Ltd, and Jiangnan Yuan, Materials Performance Technologies Ltd. (2013)

7.

Kissi, M., et al. "Establishment of Equivalent Circuits from Electrochemical Impedance Spectroscopy Study of Corrosion Inhibition of Steel by Pyrazine in Sulphuric Acidic Solution." Applied Surface Science 252 12. (2006)

8.

D. Santos, C. Brites, M.R. Costa, M. T.Santos, Progress in Organic Coatings, 54. (2005)

9.

Autolab Application Note EIS 04 : Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Part 4Equivalent Circuit Models. Metrohm Autolab B.V. (2011)

10.

D. F. Wei, I. Chatterjee, D. A. Jones, Corrosion, 51, 97.(1995)

11.

E. P. M. van Westing, G. M. Ferrari, E. M. Geenen, J. H. W. de Wit, Prog. Org. Coat. 23, 83. (1993)

12.

C. Gabrielli and M. Keddam, "Review of Applications of Impedance and Noisee Analysis to Uniform and Localized Corrosion," Corrosion 48, 10 (Octoberr 1992)

13.

Sami Masadeh, Electrochemical Impedance Spectroscopy Of Epoxy-Coated Steel Exposed To Dead Sea Water. (2005)


Dewi Paramita Surakusumah dan Andi Rustandi. Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

Recommend Documents