DETERMINAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DI INDONESIA
KURNIAWAN DEDY CAHYONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Determinan Foreign Direct Investment (FDI) dan Pengaruhnya Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Kurniawan Dedy Cahyono NIM H151114154
RINGKASAN KURNIAWAN DEDY CAHYONO. Determinan Foreign Direct Investment (FDI) dan Pengaruhnya Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan SAHARA. Salah satu komponen penting dalam pembangunan suatu negara adalah investasi. Foreign Direct Investment (FDI) merupakan salah satu bentuk investasi penting bagi negara-negara berkembang. FDI selain menambah akumulasi modal domestik juga merupakan sarana penting bagi transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Upaya Pemerintah Indonesia dalam menarik FDI dari negara luar dengan memperbaiki berbagai regulasi tentang penanaman modal telah dilakukan. Namun, capaian Indonesia dalam menarik investor asing masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Oleh karena itu menjadi penting untuk mengetahui determinan yang memengaruhi masuknya FDI di Indonesia. Selain isu tersebut, dampak FDI terhadap perekonomian negara tujuan FDI (host country) masih menjadi perdebatan. Dampak FDI terhadap perekonomian negara tujuan FDI bisa positif ataupun negatif tergantung dari kondisi negara tujuan FDI tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis determinan masuknya FDI di Indonesia dan menganalisis dampak FDI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder triwulanan dari periode 1997:1 sampai dengan 2011:4 yang bersumber dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), BPS (Badan Pusat Statistik) dan BI (Bank Indonesia). Data yang digunakan terdiri dari FDI, PDB, upah riil buruh, PMTB pemerintah pusat, keterbukaan ekonomi, nilai tukar riil, suku bunga riil, PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), pengeluaran pemerintah, dan tingkat inflasi. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif serta metode persamaan simultan (2SLS). Variabel-variabel yang digunakan sebagai determinan FDI antara lain PDB, upah riil buruh, PMTB pemerintah pusat sebagai proxy pembangunan infrastruktur, keterbukaan ekonomi, nilai tukar riil dan suku bunga riil. Sedangkan untuk melihat dampak FDI terhadap PDB akan diestimasi dengan variabel lain yang turut memengaruhi PDB yaitu PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), pengeluaran pemerintah, keterbukaan ekonomi dan tingkat inflasi. Hasil 2SLS menunjukkan bahwa determinan yang memengaruhi masuknya FDI di Indonesia adalah PDB, upah buruh, infrastruktur dan keterbukaan ekonomi. Peningkatan PDB yang menunjukkan peningkatan market size adalah faktor dominan dalam rangka menarik masuknya FDI di Indonesia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa FDI memberikan dampak positif terhadap PDB di Indonesia. Implikasi kebijakan yang disarankan bagi Pemerintah Indonesia guna menarik masuknya FDI ke Indonesia antara lain: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi; (2) penerapan kebijakan tenaga kerja terutama kebijakan upah buruh, sehingga Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lain dalam hal biaya tenaga kerja; (3) peningkatan kondisi infrastruktur. Kata kunci: FDI, PDB, 2SLS
SUMMARY KURNIAWAN DEDY CAHYONO. Determinants of Foreign Direct Investment (FDI) and Its Impact on Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia. Supervised by SRI HARTOYO and SAHARA. An important component in the economic development of a country is investment. One form of investment that important for developing countries is Foreign Direct Investment (FDI). FDI can increase accumulation of domestic capital. Besides, FDI is important for technology transfer from developed to developing countries. Indonesian Government made several efforts to attract FDI by improving the regulation of investment. However, the achievements of Indonesia in attracting foreign investors is still low compared to other ASEAN countries. Therefore, it is important to know what determinants of FDI that affect FDI inflow in Indonesia. The impact of FDI on the economy of destination country (host country) is actually still being debated. The impact could be positive or negative depend on the condition of host countries. The purposes of this study are to analyze the determinants of FDI inflows in Indonesia and to analyze the impact of FDI to Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia. This study uses secondary data with quarterly period from 1997:1 to 2011:4, obtained from BKPM (Indonesian Investment Coordinating Board), BPS (Statistics Indonesia) and BI (Bank Indonesia). The data include FDI, GDP, real wages, the central government gross fixed capital formation, openness, real exchange rate, real interest rates, Domestic Direct Investment (DDI), government spending and the inflation rate. The analytical methods applied include descriptive analysis method and the simultaneous equations method (2SLS). The variables used as determinants of FDI are GDP, real wages, the central government gross fixed capital formation as a proxy for infrastructure, openness, real exchange rates and real interest rates. The impact of FDI to GDP is estimated by incorporating other variables that also affect the GDP; Domestic Direct Investment (DDI), government spending, openness and the inflation rate. 2SLS results indicate that determinant factors that affect the FDI inflow in Indonesia are GDP, labor wages, infrastructure and openness. Increase in GDP meaning an increase in market size is the dominant factor in attracting FDI inflow in Indonesia. The result also shows that FDI has positive impact on GDP in Indonesia. Some policy implications are suggested to Indonesian Government in order to attract FDI inflows in Indonesia are: (1) increasing economic growth; (2) labor policies particularly wage policy, so Indonesia can compete with other countries in terms of labor cost; (3) improving the infrastructure conditon. Keywords: FDI , GDP , 2SLS
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DETERMINAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DI INDONESIA
KURNIAWAN DEDY CAHYONO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi
-
Title ~ame
:.mP
: Analysis of Portfolio Optimization with and without Shortselling based on Diagonal Model: Evidence from Indonesian Stock Market : Kaleem Saleem : H251118101
Approved by Advisory Committee
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc Supervisor
Dr Ir Endar Hasafah Nugrahani, MS Co-supervisor
Agreed by
Program Coordinator
Management Science
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Examination Date: 29 July 2013
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Submission Date:
2 3 0CT 20 13
Judul Tesis : Determinan Foreign Direct Investment (FDI) dan Pengaruhnya Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Nama : Kurniawan Dedy Cahyono NIM : H151114154
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Sri Hartoyo, MS Ketua
Sahara, SP MSi PhD Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 30 September 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul “Determinan Foreign Direct Investment (FDI) dan Pengaruhnya Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sri Hartoyo, MS dan Sahara, SP MSi PhD selaku komisi pembimbing yang dalam kesibukannya masih meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi selaku penguji di luar komisi dan Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara serta Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Barat yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB, semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan BPS Batch 4 yang senantiasa membantu penulis dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis ini. Terimakasih dan perhargaan penulis juga sampaikan kepada Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Bank Indonesia (BI) atas ramahnya pelayanan serta data-data yang disediakan untuk tesis ini. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada istri tercinta Laelatul Qomariyah serta tiga jagoanku tersayang Azzam, Faruq dan Abdurrahman, kepada orangtua serta keluarga besar di Sukoharjo dan Nganjuk atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggungjawab penulis sedangkan kebenaran yang ada merupakan karunia dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan balasan dengan kebaikan-kebaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembangunan dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Bogor, Oktober 2013 Kurniawan Dedy Cahyono
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 5 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Investasi Foreign Direct Investment PDB (Produk Domestik Bruto) Teori-Teori FDI Kerangka Teoritis Determinan FDI PDB (Market Size) Infrastruktur Pasar Tenaga Kerja Derajat Keterbukaan Ekonomi Nilai Tukar Suku Bunga Hubungan FDI dan PDB Teori Pertumbuhan Harrod-Domar Teori Pertumbuhan Neoklasikal Solow Teori Pertumbuhan Endogen Faktor-Faktor Lain yang Memengaruhi PDB PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) Pengeluaran Pemerintah Keterbukaan Ekonomi Inflasi Studi Penelitian Terdahulu Determinan FDI dan Dampaknya terhadap PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Determinan FDI Dampak FDI terhadap PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Kerangka Pikir Hipotesis
6 6 6 7 8 10 10 10 11 11 11 12 12 13 14 15 16 17 17 17 18 19 20
3 METODE PENELITIAN
25
20 20 21 23 24
Jenis dan Sumber Data Analisis Deskriptif Analisis Persamaan Simultan Identifikasi Model Metode 2SLS Spesifikasi Model Penelitian Uji Unit Root Pemeriksaan Asumsi Pemeriksaan Kenormalan Pemeriksaan Multikolinieritas Pemeriksaan Heteroskedastisitas Pemeriksaan Autokorelasi Uji Parameter Model Uji F Uji t Koefisien Determinasi (R2) Definisi Variabel Operasional
25 26 27 27 28 29 30 30 30 30 31 32 32 32 33 34 35
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan FDI di Indonesia Perkembangan PDB dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Perkembangan Nilai Tukar Nominal dan Nilai Tukar Riil Perkembangan Inflasi Perkembangan Tingkat Upah Riil Buruh Perkembangan Suku Bunga Riil Perkembangan Realisasi PMDN Perkembangan Pembangunan Infrastruktur Keterbukaan ekonomi Analisis Determinan FDI di Indonesia Dampak FDI Terhadap PDB
36 36 39 40 41 42 42 43 45 46 47 50
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
53 53 53
DAFTAR PUSTAKA
54
LAMPIRAN
57
RIWAYAT HIDUP
76
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Rasio stok FDI per PDB negara-negara ASEAN (%) Variabel yang digunakan dalam penelitian dan sumbernya Identifikasi model persamaan simultan Realisasi FDI di Indonesia berdasarkan 10 terbesar negara asal FDI tahun 2012 5 Uji stasioneritas variabel penelitian 6 Hasil estimasi persamaan determinan FDI 7 Hasil estimasi persamaan dampak FDI terhadap PDB
3 25 30 38 47 49 50
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Realisasi FDI dan PMDN di Indonesia tahun 2003-2012 Rencana dan realisasi FDI di Indonesia tahun 2002-2007 Hubungan investasi dengan tingkat bunga riil Hubungan investasi dengan output Hubungan pengeluaran pemerintah dengan output Kerangka pikir Realisasi FDI di Indonesia tahun 1997-2012 Realisasi FDI menurut sektor ekonomi tahun 2005-2012 Rata-rata realisasi FDI menurut subsektor tahun 2005-2012 Nilai PDB riil dan pertumbuhan PDB riil Indonesia tahun 1997-2012 Nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Indonesia 1997:1-2011:4 Inflasi Indonesia periode 1997:1-2011:4 Suku bunga riil periode 1997:1-2011:4 Rata-rata upah buruh per bulan di bawah mandor periode 1997:12011:4 Realisasi PMDN di Indonesia tahun 1997-2012 Realisasi PMDN berdasarkan sektor ekonomi tahun 2005-2012 Persentase PMDN berdasarkan subsektor tahun 2005-2012 Perkembangan PMTB pemerintah pusat tahun 1997-2011 Perkembangan keterbukaan ekonomi Indonesia periode 1997:1-2011:4 Rata-rata persentase impor menurut penggunaan barang tahun 19972011
1 2 12 14 18 23 36 37 38 39 40 41 42 43 44 44 45 46 46 52
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Ringkasan penelitian terdahulu Uji unit root Hasil estimasi persamaan FDI Hasil estimasi persamaan PDB
57 62 68 72
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu komponen penting dalam pembangunan suatu negara adalah investasi. Model Harrod-Domar telah menjelaskan tentang peranan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peran ganda yang dimiliki investasi yaitu investasi mampu meningkatkan pendapatan dan investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (Jhingan 2010). Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana cukup besar untuk menggerakkan perekonomian. Pemerintah Indonesia tidak mampu menyediakan dana untuk menggerakkan perekonomian tanpa peran pihak swasta. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menarik investor baik berasal domestik yang disebut dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun investor asing yang disebut Penanaman Modal Asing (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI). Sumber pembiayaan FDI ini oleh sebagian pengamat, merupakan sumber pembiayaan luar negeri yang paling potensial dibandingkan dengan sumber yang lain (Sarwedi 2002). FDI faktanya merupakan sarana penting di dalam transfer teknologi dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lebih besar dibandingkan dengan dengan investasi domestik (Borenztein et al. 1998). Data realisasi FDI dan PMDN di Indonesia menunjukkan bahwa investasi asing lebih dominan dalam perekonomian Indonesia dibandingkan dengan investasi yang berasal dari investor domestik. Gambar 1 menunjukkan capaian realisasi FDI secara rata-rata mencapai dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan PMDN di Indonesia. Pada tahun 2012, realisasi FDI di Indonesia mencapai 231.55 triliun rupiah atau sekitar 2.5 kali dibandingkan dengan realisasi PMDN yang mencapai 92.18 triliun rupiah.
Realisasi FDI dan PMDN (triliun rupiah)
250.00
231.55
200.00 136.15
150.00 100.00
93.58
86.88
170.85 147.10
104.87
60.63 54.61 46.45 39.70 45.75 38.02 50.00 31.74 23.55 21.12 12.43 16.98
76.00
92.18
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 FDI
PMDN
Sumber: BKPM (2012), diolah. Gambar 1 Realisasi FDI dan PMDN di Indonesia tahun 2003-2012
2
Rencana dan realisasi FDI (miliar US$)
Pemerintah Indonesia sejak Orde Baru telah berupaya menarik investor asing masuk ke Indonesia yaitu sejak tahun 1967 melalui penetapan UU No. 1/1967 tentang FDI, yang disempurnakan dengan UU No. 11/1970. Pada tahun 1973 dibentuk pula Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang bertujuan mengkoordinasikan kebijakan penanaman modal, menyeleksi aplikasi investasi, memberikan lisensi dan izin serta memberikan insentif investasi. Antusiasme pemerintah juga tercermin dari berbagai paket regulasi dan deregulasi tentang FDI. Perbaikan regulasi tentang FDI terus dilakukan dalam rangka menarik minat investor asing menanamkan modalnya di Indonesia. Namun, berdasarkan data masih terdapat gap antara rencana dan realisasi FDI di Indonesia. Gambar 2 menunjukkan bahwa banyak proyek FDI yang telah mendapatkan izin dari BKPM namun tidak direalisasikan oleh perusahaan. Pada tahun 2002, rencana FDI di Indonesia sebesar 9.99 miliar US$, namun hanya terealisasi sebesar 3.08 miliar US$ atau hanya 30.83% saja. Demikian pada tahun 2007, proyek FDI yang telah mendapat persetujuan BKPM sebesar 40.15 miliar US$, namun kenyataannya hanya terealisasi sebesar 25.78% atau sebesar 10.35 triliun US$. 45.00
40.15
40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00
14.30 10.47
9.99 3.08
13.64
5.45
8.92
4.57
15.66 10.35 5.98
0.00 2002
2003
2004
RENCANA
2005
2006
2007
REALISASI
Sumber: BKPM (2008). Gambar 2 Rencana dan realisasi FDI di Indonesia tahun 2002-2007
Perumusan Masalah Mengingat semakin ketatnya persaingan antara negara-negara tujuan FDI, berbagai kebijakan umum di bidang penanaman modal telah ditempuh untuk menarik FDI ke Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal dipandang sebagai reformasi investasi paling penting yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia (Tambunan 2011). Dalam UndangUndang ini telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap penanaman modal, dalam bentuk kebebasan berusaha, repatriasi modal dan keuntungan dalam mata uang asing, perlakuan yang sama, tidak akan ada nasionalisasi atau
3 ekspropiasi (kecuali atas kepentingan nasional dan berdasarkan Undang-Undang), termasuk perlindungan hak kekayaan intelektual 1. Undang-Undang ini diharapkan mampu menarik FDI lebih banyak lagi ke Indonesia. Namun bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya di ASEAN, Indonesia termasuk negara dengan arus FDI yang masih lemah. Salah satu indikator yang digunakan adalah rasio stok FDI per PDB (Produk Domestik Bruto). Rasio stok FDI per PDB di Indonesia pada tahun 2011 hanya sebesar 20,45% masih tertinggal dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia (41,11%), Thailand (40,43%), Vietnam (60,31%) dan Kamboja (53,35%). Tabel 1 Rasio stok FDI per PDB negara-negara ASEAN Tahun 1980-2011 (%) Negara 1980 (1) (2) Indonesia 5.73 Malaysia 20.33 Filipina 2.82 Singapura 45.66 Thailand 3.03 Vietnam 59.10 Brunei Darussalam 0.33 Kamboja 5.29 Laos 0.67 Myanmar 0.09 Sumber: UNCTAD (2013).
1985 (3) 5.98 22.80 5.98 60.03 5.14 30.25 0.54 3.58 0.09 0.08
1990 (4) 6.95 22.57 10.22 82.57 9.66 25.49 0.94 2.22 1.45 5.44
1995 2000 2005 2011 (5) (6) (7) (8) 9.32 15.20 14.41 20.45 31.15 56.24 32.23 41.11 13.69 23.92 15.17 12.26 78.21 119.26 162.44 203.78 10.53 24.38 34.24 40.43 34.48 66.07 58.93 60.31 13.55 64.44 96.76 76.15 10.75 43.08 39.26 53.35 12.47 35.58 2485 32.23 15.6 44.14 39.52 16.87
Berbagai kebijakan yang dilakukan berbagai negara khususnya negara berkembang dalam menarik FDI didasarkan pada keyakinan akan adanya dampak positif yang didapatkan dari arus masuk FDI ke negaranya. Alfaro (2003) menyatakan bahwa para pengambil kebijakan dan akademisi berpendapat bahwa Foreign Direct Investment (FDI) mempunyai dampak positif bagi pembangunan negara tujuan FDI (host countries). FDI merupakan sumber transfer teknologi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan lokal. Sehingga mampu mendorong perekonomian. Namun, dampak FDI terhadap perekonomian negara tujuan masih menjadi perdebatan. El Wassal (2012) menyatakan bahwa secara teoritis terdapat tiga pandangan tentang dampak FDI terhadap negara tujuan FDI yaitu “positive view”, “negative view” dan “dependent impact” view. Positive view beranggapan bahwa FDI akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi berdasarkan model pertumbuhan neoklasikal dan pertumbuhan endogen. Negative view beranggapan bahwa FDI akan berdampak negatif terhadap perekonomian negara tujuan FDI. Sedangkan dependent impact view beranggapan bahwa dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara tujuan tergantung kemampuan negara tujuan FDI tersebut dalam menyerap teknologi asing. Perdebatan dalam teori telah beralih ke dalam berbagai penelitian ilmiah di berbagai negara dan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Ruxanda dan 1
Gita Wirjawan (2010) dalam kata pengantar buku Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal.
4 Muraru (2010) dalam penelitiannya di Rumania, Agrawal dan Khan (2011) di China dan India serta Ayanwale (2007) di Nigeria menyimpulkan adanya dampak positif FDI terhadap PDB di negara-negara tersebut. Makki dan Somwaru (2004) juga menyimpulkan bahwa FDI berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Anwar dan Nguyen (2010) di Vietnam juga mendapatkan kesimpulan yang sama yaitu adanya pengaruh positif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi Vietnam. Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, Falki (2009) menyimpulkan adanya dampak negatif FDI terhadap peningkatan PDB di Pakistan. Louzi dan Abadi (2011) menyimpulkan bahwa FDI tidak signifikan memengaruhi peningkatan PDB di Yordania. Sedangkan El Wassal (2012) menyimpulkan bahwa dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Arab sangat terbatas. Jalan tengah dari perdebatan antara kelompok positive view dan negative view yaitu dependent impact view. Dampak positif FDI terhadap perekonomian tergantung dari kondisi negara penerima FDI tersebut. Borensztein et al. (1998) menyimpulkan bahwa dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi tergantung dengan kualitas human capital yang dimiliki oleh host country. Produktivitas FDI akan terjadi bila host country memiliki batas minimum stok human capital. FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi hanya ketika host country memiliki kemampuan menyerap teknologi yang cukup. Namun, FDI tidak akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi atau bahkan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara yang memiliki kualitas human capital yang rendah. Penelitian tentang determinan FDI serta dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dilakukan dengan berbagai pendekatan dan metode baik secara time series seperti Kurniati et al. (2007), Sarwedi (2002) serta Anastasia (2010) maupun data panel diantaranya Effendi dan Soemantri (2003), Kholis (2012), Amin (2011), Fikri (2008). Namun, kebanyakan penelitian tersebut belum mempertimbangkan permasalahan endoginity antara FDI dan PDB. FDI dapat menjadi mesin yang mendorong peningkatan PDB, namun di sisi lain, peningkatan PDB dapat menjadi faktor penarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya (Ayanwale 2007). Penelitian ini melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya. Permasalahan endoginity antara FDI dan PDB diatasi dengan menggunakan persamaan simultan sehingga kemungkinan bias dan ketidakkonsistenan parameter estimasi yang dihasilkan dapat dihindari. Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan sebelumnya, beberapa masalah yang ingin dianalisis dalam tulisan ini antara lain: 1. Apakah determinan masuknya FDI ke Indonesia? 2. Bagaimanakah dampak FDI terhadap PDB di Indonesia?
5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis determinan masuknya FDI ke Indonesia 2. Menganalisis dampak FDI terhadap PDB di Indonesia
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah tentang determinan FDI ke Indonesia dan bagaimana dampaknya terhadap PDB di Indonesia. Bagi pembaca diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan dan sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Selanjutnya bagi penulis, penelitian ini merupakan sarana untuk mendalami ilmu di bidang ekonomi.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA Investasi Investasi adalah arus pengeluaran yang menambah stok modal (Dornbusch et al. 2004). Menurut Mankiw (2007), investasi perekonomian tidak mencakup pembelian yang hanya merelokasi aset-aset yang ada diantara individu-individu yang berbeda namun investasi menciptakan modal baru. Investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi dibagi menjadi tiga subkelompok: investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan, investasi tetap residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Investasi atau kegiatan penanaman modal menurut UU No. 25 Tahun 2007 adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007, Penanaman Modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.
Foreign Direct Investment Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mendefinisikan Foreign Direct Investment (FDI) atau dikenal dengan penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. FDI adalah proses dimana pelaku ekonomi (perorangan maupun perusahaan dari suatu negara (negara asal) memperoleh kepemilikan aset dengan tujuan untuk mengontrol produksi, distribusi dan aktivitas lainnya dari suatu perusahaan di negara lain (host country) (Moosa 2002). Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan FDI adalah suatu arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas operasi atau jaringan bisnisnya di negara-negara lain. Satu ciri menonjol dari FDI ini adalah hal tersebut melibatkan bukan hanya pemindahan sumberdaya, akan tetapi juga memberlakukan pengendalian (control) asing (pemilik modal). Artinya, cabang atau anak perusahaan itu tidak hanya diikat dengan kewajiban finansial kepada induk perusahaannya, akan tetapi secara keseluruhan ia adalah bagian integral dari struktur organisasi perusahaan induk, sehingga anak atau cabang perusahaan ini merupakan perpanjangan tangan perusahaan induk yang berada di negara asalnya. Segala macam keputusan puncak diambil dari pusat. Data realisasi FDI yang dipublikasikan oleh BKPM bersumber dari LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) yang dilaporkan secara rutin oleh investor.
7 Realiasasi FDI adalah kegiatan investasi yang sudah direalisasikan oleh perusahaan dalam bentuk kegiatan nyata yang sudah menghasilkan produksi barang/jasa dan perusahaan sudah memperoleh Izin Usaha Tetap (IUT) dari Pemerintah (BKPM). Proyek-proyek FDI yang masih dalam pembangunan belum tercatat realisasi investasi. Data Realisasi FDI tidak termasuk investasi sektor minyak dan gas bumi, perbankan, lembaga keuangan non bank, asuransi, sewa guna usaha, investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, investasi portofolio (pasar modal) dan investasi rumahtangga 2.
PDB (Produk Domestik Bruto) Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian di suatu negara. PDB merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diterima oleh seluruh unit ekonomi. PDB menyatakan pendapatan total atau pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa (Mankiw 2007). Nilai PDB dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yakni pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran (Dornbusch et al. 2004). Pendekatan produksi dan pendapatan merupakan pendekatan dari sisi penawaran agregat (Aggregate Supply), sedangkan pendekatan pengeluaran merupakan pendekatan dari sisi permintaan agregat (Aggregate Demand). PDB pendekatan produksi (PDB sektoral/PDB berdasarkan lapangan usaha) merupakan penjumlahan Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas ekonomi di suatu wilayah tertentu selama periode tertentu (biasanya satu tahun). PDB dengan pendekatan produksi disajikan dalam sembilan sektor lapangan usaha, yakni: pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listik, gas dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; transportasi dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasajasa. PDB dengan pendekatan pendapatan dihitung berdasarkan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh semua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi di semua sektor. Balas jasa atau pendapatan berupa upah/gaji untuk pemilik tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik modal, sewa tanah bagi pemilik lahan serta keuntungan bagi pengusaha. PDB dari sisi pengeluaran dihitung sebagai penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yakni konsumsi rumah tangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), serta ekspor bersih (X-M) dan dirumuskan sebagai: 𝑌 = 𝐶 + 𝐼 + 𝐺 + (𝑋 − 𝑀) (1) Nilai PDB dengan semua pendekatan biasa dihitung dan disajikan dalam dua bentuk yakni atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan pada tahun dasar tertentu. Nilai PDB atas dasar harga konstan sering disebut sebagai PDB riil dan mencerminkan nilai output yang dihitung dengan harga pada tahun dasar tertentu. Perubahan PDB riil dari waktu ke waktu mencerminkan perubahan
2
http://www.bkpm.go.id/contents/p16/statistik/17
8 kuantitas dan sudah tidak mengandung unsur perubahan harga baik inflasi maupun deflasi.
Teori-Teori FDI Pilihan investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI dibandingkan modal lainnya dipengaruhi oleh kondisi negara penerima FDI (pull factor) yang terdiri dari kondisi pasar, sumberdaya, daya saing, kebijakan yang terkait dengan perdagangan dan industri serta kebijakan FDI itu sendiri. Selain itu juga kondisi dan strategi dari penanam modal asing (push factor) yang berinvestasi (Kurniati et al. 2007). Keseluruhan determinan FDI dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu: (1) kondisi perekonomian; (2) kebijakan host country. Kondisi perekonomian terdiri dari market size, prospek pertumbuhan ekonomi, rate of return, urbanisasi/industrialisasi, upah tenaga kerja, human capital, infrastruktur fisik dan fundamental makroekonomi seperti inflasi, kebijakan pajak, utang luar negeri dan sebagainya. Sedangkan kebijakan host country meliputi kebijakan promosi kepemilikan pribadi, pasar finansial yang efisien, kebijakan liberalisasi perdagangan, kebijakan FDI, resiko negara, kerangka hukum dan kualitas birokrasi (Sahoo 2006). Menurut Moosa (2002), beberapa teori yang menjelaskan tentang Foreign Direct Investment (FDI) dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu: (a) teori yang mengasumsikan pasar sempurna; (b) teori yang mengasumsikan pasar tidak sempurna; (c) teori-teori lain; (d) teori yang berdasarkan variabel lainnya. Beberapa teori-teori tersebut diantaranya: 1. The Differential Rates of Return Hypothesis Teori ini menjelaskan bahwa modal (capital) akan mengalir dari negara dengan tingkat pengembalian rendah ke negara yang memiliki tingkat pengembalian yang tinggi. Dalam ha1 ini FDI diputuskan dengan mempertimbangkan marginal return dan marginal cost-nya tanpa memperhitungkan resiko (risk neutrality). Teori ini tidak mampu menjelaskan bila suatu negara memiliki FDI masuk (inflow FDI) dan FDI keluar (outflow FDI) secara bersamaan. Karena teori ini hanya menjelaskan FDI searah yaitu dari negara dengan tingkat pengembalian rendah ke negara dengan tingkat pengembalian tinggi. 2. The Portofolio Diversification Hypothesis Menurut teori ini bahwa keputusan dalam investasi terhadap suatu proyek tidak hanya ditentukan oleh tingkat pengembaliannya tetapi juga besarnya resiko yang dihadapi. 3. The Market Size Hypothesis Teori ini menyatakan bahwa besarnya FDI yang mengalir ke suatu negara (host country) tergantung besarnya ukuran pasar (market size) dari negara tersebut (host country). Besarnya market size diukur berdasarkan PDB atau berdasarkan output dari perusahaan multinasional. 4. The Industrial Organization Hypothesis Teori ini menyatakan bahwa suatu perusahaan yang ingin terlibat dalam aktivitas FDI harus memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan
9 perusahaan lokal. Hal ini disebabkan adanya perbedaan bahasa, budaya, sistem hukum dan perbedaan antara negara lainnya membuat perusahaan lokal memiliki keunggulan dibandingkan dengan perusahaan asing. Oleh karena itu, keunggulan yang harus dimiliki oleh perusahaan asing diantaranya harus memiliki merk (brand) terkenal, teknologi yang dipatenkan, kemampuan manajerial yang lebih dibandingkan dengan perusahaan lokal serta keunggulan spesifik lainnya. 5. The Internalization Hypothesis Teori ini menjawab pertanyaan mengapa produksi suatu barang di lokasi yang berbeda dilakukan oleh perusahaan yang sama, bukan oleh perusahaanperusahaan yang berbeda. Dengan kata lain, teori internalisasi (the internalization hypothesis) membahas tentang faktor-faktor yang membuat suatu perusahaan lebih menguntungkan untuk melakukan sendiri proses produksi daripada menyerahkan kepada perusahaan lainnya. Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan ada 2 pandangan yang berkenaan dengan masalah dasar mengenai mengapa kegiatan-kegiatan usaha di banyak negara yang berbeda akan lebih menguntungkan jika diintegrasikan ke dalam satu perusahaan saja, yaitu, (1) keunggulan internalisasi melalui transfer teknologi yaitu teknologi yang dimiliki oleh perusahaan induk hanya ditransfer ke anak perusahaan, sehingga tidak akan ditiru oleh perusahaan-perusahaan lain; (2) keunggulan internalisasi dengan terciptanya integrasi vertikal (vertical integration) yaitu integrasi antara perusahaan hulu yang memproduksi suatu produk yang merupakan input bagi perusahaan hilir dengan perusahaan hilir tersebut, sehingga ketidakpastian dalam permintaan dan penawaran, konflik antara perusahaan hulu dan hilir bila masing-masing monopoli dapat dihindari atau paling tidak dikurangi. 6. The Location Hypothesis Teori ini menjawab pertanyaan mengapa suatu barang diproduksi di dua (lebih) negara yang berbeda dan bukan di satu negara saja. Menurut teori ini, FDI muncul karena immobilitas internasional beberapa faktor produksi seperti tenaga kerja dan sumberdaya alam. Hal ini menyebabkan perbedaan biaya faktor produksi diantara lokasi-lokasi produksi. Sehingga FDI akan cenderung memilih lokasi yang memiliki biaya faktor produksi yang murah. 7. The Eclectic Theory Teori ini dikembangkan oleh Dunning dengan mengintegrasikan antara industrial organization hypothesis, the internalization hypothesis dan the location hypothesis. Teori ini berusaha membangun suatu model yang menjelaskan motivasi perusahaan dalam memperluas usaha untuk memenuhi permintaan pasar melalui FDI dan bukan melalui jalur lainnya misalnya ekspor. Menurut teori ini ada tiga kondisi penting yang harus menjadi pertimbangan bila suatu perusahaan terlibat dalam akivitas FDI. Pertama, perusahaan ini harus memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan perusahaan lain yang timbul dari kepemilikan (ownership) dari beberapa intangible assets. Hal ini disebut ownership advantages, seperti hak paten terhadap teknologi tertentu, merk dagang yang dilindungi hak paten, kekuatan monopoli, kemampuan differensiasi produk, kapasitas sumberdaya yang lebih baik, akses terhadap barang mentah, akses ke pasar finansial yang murah dan sebagainya.
10 Kedua, keuntungan internalisasi (internalization advantages) yang mengacu pada faktor-faktor yang membuat suatu perusahaan lebih menguntungkan untuk melakukan sendiri proses produksi di luar negeri daripada menyerahkan proses produksi tersebut kepada perusahaan lainnya. Harus lebih menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan aktivitas FDI untuk menggunakan keunggulan kepemilikan (ownership advantages) daripada menjual ataupun menyewakan kepada perusahaan lain. Internalisasi ini dilakukan diantaranya dalam rangka menjaga kualitas produk, mengontrol suplai dan kondisi penjualan input serta mengontrol penjualan produk. Ketiga, keunggulan lokasi (location advantages) yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menguntungkan untuk melakukan produksi di negara tujuan (host country) daripada negara asal (home country). Suatu perusahaan yang memiliki keunggulan kepemilikan (ownership advantages) serta keunggulan internalisasi akan berproduksi di luar negeri (host country) bila terdapat keunggulan lokasi (location advantages) yang dimiliki host country tersebut, misalnya tenaga kerja murah, produktivitas tenaga kerja tinggi dan sebagainya.
Kerangka Teoritis Determinan FDI PDB (Market Size) Market size (ukuran pasar) merupakan faktor penting yang menentukan jumlah FDI yang masuk ke suatu negara. Argumen pentingnya pasar sebagai determinan masuknya FDI didasari dari teori skala ekonomi. Pasar yang besar mampu memberikan kesempatan yang lebih besar terhadap realisasi dan eksplorasi skala ekonomi (Chunlai 1997). Pasar yang cukup besar memungkinkan untuk spesialisasi faktor produksi sehingga akan tercapai minimisasi biaya produksi. Indikator market size dihitung berdasarkan penjualan dari perusahaan multinasional di negara tersebut atau besarnya PDB di suatu negara (Moosa 2002). Chunlai (1997) menyebutkan bahwa terdapat tiga argumen dasar tentang pentingnya market size terhadap masuknya FDI di suatu wilayah: • Untuk FDI yang berorientasi pasar domestik dan FDI di non-tradeable sector, khususnya di sektor jasa, pasar domestik merupakan determinan penting yang mempengaruhi keputusan lokasi FDI. • Untuk FDI yang berorientasi ekspor, pasar domestik yang besar mampu menyediakan lebih banyak peluang bagi industri dan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan eksternalitas dari skala ekonomi dan efek spillover. • Perekonomian yang besar tidak hanya menciptakan aktivitas ekonomi yang lebih berkesinambungan tapi juga dapat menyediakan lebih banyak peluang untuk diversifikasi ekonomi. Chunlai (1997) dalam penelitiannya tentang determinan FDI di negaranegara berkembang menyimpulkan bahwa besarnya PDB sebagai proxy market size merupakan faktor yang signifikan yang mampu menarik FDI masuk ke suatu negara. Kurniati et al. (2007) menyimpulkan bahwa peningkatan PDB yang mengindikasikan adanya pertambahan besarnya pasar berpengaruh signifikan
11 terhadap masuknya FDI di negara-negara negara-negara Asia Tenggara, Korea, China dan India. Infrastruktur Infrastruktur yang baik akan menarik investasi. Faktanya, investor asing berinvestasi pada host country yang memiliki fasilitas infrastruktur standar internasional karena efisien infrastruktur akan membantu mengurangi biaya transaksi (Anwar dan Nguyen 2010). Berbagai indikator infrastruktur digunakan dalam penelitian-penelitian. Anwar dan Nguyen (2010) menggunakan variabel telepon per 1000 penduduk sebagai proxy infrastruktur dan menyimpulkan bahwa variabel infrastruktur berpengaruh positif terhadap arus masuk FDI di Vietnam. Kurniati et al. (2007) menggunakan proxy pengeluaran transportasi dan komunikasi per PDB sebagai proxy pembangunan infrastruktur dan menyimpulkan bahwa variabel infrastruktur merupakan salah satu faktor penarik FDI ke negara-negara Asia Tenggara, China, Korea dan India. Pasar Tenaga Kerja Salah satu daya tarik dari negara-negara berkembang dalam menarik arus FDI masuk adalah pasar tenaga kerja di negara tersebut baik dalam hal upah tenaga kerja, ketersediaan serta produktivitas. Para ekonom menekankan faktor upah tenaga kerja sebagai faktor pendorong masuknya FDI ke negara-negara berkembang, karena upah yang murah merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara-negara berkembang dibandingkan dengan negara-negara maju (Anwar dan Nguyen 2010). Tingkat upah berkorelasi negatif dengan arus FDI masuk yaitu bahwa kenaikan tingkat upah di host country berarti peningkatan biaya produksi yang akan berakibat pada penurunan produksi dan juga akan menurunkan arus FDI (Moosa 2002). Hipotesis ini telah dibuktikan oleh Anwar dan Nguyen (2010), Kurniati et al. (2007) yang menyimpulkan bahwa upah tenaga kerja berkorelasi negatif dengan arus FDI masuk. Artinya kenaikan upah tenaga kerja menyebabkan penurunan masuknya FDI ke suatu negara. Derajat Keterbukaan Ekonomi Rasio ekspor ditambah impor per PDB biasanya dijadikan indikator keterbukaan ekonomi suatu wilayah (Chunlai, 1997). Ekonom berpendapat bahwa pengaruh derajat keterbukaan ekonomi terhadap arus FDI masuk tergantung dari motif FDI tersebut. Bila motif FDI adalah market-seeking (berorientasi pasar) maka keterbukaan ekonomi berdampak negatif terhadap arus masuk FDI. Hal ini disebabkan FDI berorientasi pasar bertujuan menghindari hambatan perdagangan. Sehingga penurunan derajat keterbukaan ekonomi (peningkatan hambatan perdagangan) akan meningkatkan FDI (Anwar dan Nguyen 2010). Akan tetapi, keterbukaan ekonomi juga dapat menstimulasi arus FDI. Vertikal FDI, yang berkepentingan dengan arus input antara dan barang setengah jadi baik ke dalam maupun keluar host country, akan diuntungkan dengan adanya keterbukaan ekonomi yang lebih tinggi (Lim 2001).
12 Nilai Tukar Aliber (1970,1971) dalam Moosa (2002) mengajukan hipotesis yang mencoba untuk menjelaskan pengaruh kekuatan relatif dari berbagai mata uang terhadap FDI. Hipotesis ini mendalilkan bahwa perusahaan di negara dengan mata uang yang kuat cenderung berinvestasi di luar negeri, sementara perusahaan di negara dengan mata uang yang lemah tidak memiliki kecenderungan itu. Dengan kata lain, negara yang memilki mata uang yang kuat akan cenderung menjadi sumber FDI (home country), sedangkan negara yang memiliki mata uang yang lemah cenderung menjadi negara tujuan FDI (host country). Hipotesis ini didasarkan pada hubungan di pasar modal, resiko nilai tukar dan preferensi pasar dalam memegang aset didominasi di mata uang yang kuat. Efek besarnya nilai tukar terhadap FDI tergantung dari tujuan barang tersebut diproduksi. Bila investor bertujuan untuk pasar lokal (FDI horisontal), kemudian FDI dan perdagangan bersifat substitusi, maka apresiasi mata uang host country akan meningkatkan masuknya FDI. Namun, apabila FDI bertujuan untuk re-export serta FDI dan perdagangan bersifat komplemen, maka apresiasi mata uang host country akan menurunkan masuknya FDI ke suatu negara, karena melemahnya kompetisi (Moosa 2002). Kurniati et al. (2007) menemukan hubungan negatif antara FDI dan nilai tukar di negara-negara Asia Tenggara, Korea, China dan India. Indikator yang digunakan adalah nilai tukar riil efektif. Apresiasi nilai tukar yang terjadi di suatu negara akan mengakibatkan investasi di negara tersebut relatif lebih mahal dibandingkan di negara lain atau bahkan di negara investor sendiri. Suku Bunga Tingkat bunga merupakan faktor penentu dalam pengambilan keputusan berinvestasi (Mankiw 2007). Tingkat bunga yang dimaksud disini adalah tingkat bunga riil. Tingkat bunga riil mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya sehingga menentukan jumlah investasi. Kegiatan investasi akan dilaksanakan apabila tingkat pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga maka tingkat investasi yang dilakukan akan mengalami penurunan. Ketika terjadi penurunan suku bunga maka investasi akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan investor akan menambah pengeluaran investasi apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga. Suku Bunga Riil, r
Fungsi Investasi, I(r) Kuantitas Investasi, I
Sumber: Mankiw (2007). Gambar 3 Hubungan investasi dengan tingkat bunga riil
13 Hubungan FDI dan PDB Dampak FDI terhadap PDB suatu negara baik secara langsung maupun tidak langsung dapat ditelusuri dari teori-teori ekonomi seperti teori makro Keynes, teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, teori pertumbuhan ekonomi neoklasikal (Solow) dan teori pertumbuhan Endogen. Teori Makro Keynes Investasi merupakan komponen penting bagi pembentukan PDB, sehingga pertumbuhan investasi akan secara langsung memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI merupakan salah satu bentuk investasi yang berasal dari luar negeri. Hubungan antara FDI sebagai salah satu komponen investasi dengan PDB (output) dapat digambarkan dengan memadukan grafik fungsi investasi, kurva perpotongan Keynesian serta kurva IS. Fungsi investasi menggambarkan hubungan antara investasi dan suku bunga sedangkan kurva perpotongan Keynesian menggambarkan hubungan tingkat investasi dengan pendapatan (output). Sedangkan kurva IS merangkum hubungan antara tingkat suku bunga, investasi dan tingkat pendapatan (output). Investasi merupakan komponen penting bagi pembentukan PDB, sehingga pertumbuhan investasi akan secara langsung memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI merupakan salah satu bentuk investasi yang berasal dari luar negeri. Hubungan antara FDI sebagai salah satu komponen investasi dengan PDB (output) dapat digambarkan dengan memadukan grafik fungsi investasi, kurva perpotongan Keynesian serta kurva IS. Fungsi investasi menggambarkan hubungan antara investasi dan suku bunga sedangkan kurva perpotongan Keynesian menggambarkan hubungan tingkat investasi dengan pendapatan (output). Sedangkan kurva IS merangkum hubungan antara tingkat suku bunga, investasi dan tingkat pendapatan (output). Berdasarkan fungsi investasi (Gambar a), investasi memiliki hubungan terbalik dengan tingkat bunga. Kenaikan suku bunga r1 menjadi r2 akan mengurangi jumlah investasi yang direncanakan dari I(r1) ke I(r2). Penurunan investasi yang direncanakan tersebut akan menggeser fungsi pengeluaran yang direncakan ke bawah sehingga akan menurunkan tingkat pendapatan (output) dari Y1 ke Y2 (Gambar b).
14 (b) Perpotongan Keynesian Pengeluaran aktual
Pengeluaran E
Pengeluaran yang direncanakan
∆I
Y2 (a) Fungsi Investasi Tingkat bunga, r
Y1
Pendapatan , output, Y
(c) Kurva IS
Tingkat bunga, r
r2
r2 r1
∆I I(r2)
IS
r1 I(r) I(r1) Investasi, I
Y2
Y1 Pendapatan , output, Y
Sumber: Mankiw (2007). Gambar 4 Hubungan investasi dan output Teori Pertumbuhan Harrod-Domar Harrod dan Domar merupakan pengembangan dari teori makro Keynes. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena tidak mengungkapkan masalahmasalah ekonomi dalam jangka panjang. Sedangkan teori Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang (Arsyad 2010). Harrod Domar memberikan peranan kunci kepada investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, investasi meningkatkan pendapatan, dan kedua investasi memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat disebut sebagai “dampak permintaan” investasi dan yang kedua dapat disebut sebagai “dampak penawaran” investasi (Jhingan 2010). Teori Harrod Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Pengeluaran investasi (I) tidak hanya mempunyai pengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat (kurva AD), tetapi juga terhadap penawaran agregat (kurva AS) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi (Prasetyo 2012). Model pertumbuhan Harrod-Domar didasarkan pada tiga asumsi dasar (Todaro dan Smith 2006), yaitu:
15 Pertama, setiap perekonomian harus mencadangkan atau menabung (𝑆) sebagian tertentu (𝑠) dari pendapatan nasional (𝑌) untuk menambah atau menggantikan barang modal yang telah rusak: 𝑆 = 𝑠𝑌 (3) Kedua, perekonomian berada pada keseimbangan, dimana investasi yang direncanakan sama dengan tabungan yang direncanakan. Investasi didefinisikan sebagai perubahan kapital K atau 𝐼 = ∆𝐾 𝐼 = 𝑆 = ∆𝐾 (4) Ketiga, investasi dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan pendapatan nasional (∆𝑌) dan rasio modal output k yang dikenal dengan Incremental Capital Output Rasio (ICOR) atau 𝐾 ∆𝐾 𝑘 = 𝑌 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘 = ∆𝑌 ) , sehingga 𝑆 = 𝐼 = 𝑠𝑌 = ∆𝐾 = 𝑘∆𝑌 dan dapat diringkas menjadi: ∆𝑌 𝑠 𝑠𝑌 = 𝑘∆𝑌 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑌 = 𝑘 (5) Persamaan di atas mengilustrasikan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingkat tabungan s dan rasio kapital output k. Agar perekonomian dapat tumbuh pesat maka setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin dari pendapatan nasional yang diperolehnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian diinvestasikan, maka semakin cepat pula perekonomian akan tumbuh. Menurut model Harrod-Domar kunci pertumbuhan ekonomi adalah terletak pada kemampuan negara mengakumulasikan tabungan domestik. Permasalahan yang dihadapi negara sedang berkembang adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dan kemampuan mengakumulasikan tabungan. Dalam hal ini FDI berperan dalam mengurangi saving investment gap. Teori Pertumbuhan Neoklasikal Solow Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan bagaimana pengaruhnya terhadap PDB atau output agregat yang dihasilkan suatu negara (Mankiw 2007). Asumsi yang mendasari model Solow antara lain substitusi antara modal (K) dan tenaga kerja (L) bersifat sempurna dan adanya skala hasil yang terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja aau modal jika dianalisis terpisah, namun constan return to scale bila dianalisis secara bersamaan. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu sendiri oleh Solow maupun para teoretisi lainnya diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Model pertumbuhan neoklasik Solow memakai fungsi produksi agregat standar yaitu: 𝑌 = 𝐾 ∝ (𝐴𝐿)1−∝ (6) Dimana: Y : Produk Domestik Bruto (PDB) K : stok modal L : tenaga kerja
16 A : produktivitas tenaga kerja (kemajuan teknologi) yang pertumbuhannnya ditentukan secara eksogen. ∝ : elastisitas output terhadap modal (persentase kenaikan PDB yang bersumber dari 1% penambahan modal. Menurut teori ini pertumbuhan output ditentukan oleh tenaga kerja, penambahan modal dan penyempurnaan teknologi. Faktor penambahan modal dapat dilihat dari tabungan dan investasi. Berdasarkan model pertumbuhan neoklasikal Solow, peran FDI terhadap PDB melalui peran FDI tersebut sebagai faktor yang menambah akumulasi modal. Manfaat ini disebut sebagai manfaat langsung FDI terhadap peningkatan PDB di negara penerima FDI. Teori Pertumbuhan Endogen Pada umumnya teori-teori pertumbuhan ekonomi hanya menekankan pentingnya akumulasi modal dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan investasi yang tinggi pula. Model pertumbuhan endogen ini menyajikan sebuah kerangka teoritis yang lebih luas dalam menganalisis model pertumbuhan ekonomi. Teori ini mencoba mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang berasal dari dalam (endogenous) sistem ekonomi itu sendiri. (Arsyad 2010). Berbeda dengan neoklasik yang menganggap teknologi sebagai faktor eksogen, teori pertumbuhan endogen memasukkan pengaruh teknologi sebagai variabel endogen dan berupaya menjelaskan adanya increasing return to scale. Pengertian modal dalam model pertumbuhan endogen lebih luas yaitu mencakup modal fisik dan modal manusia. Menurut model ini, ilmu pengatahuan merupakan sebagai salah satu bentuk modal. Ilmu pengetahuan merupakan input penting dalam proses produksi. Ilmu pengetahuan menciptakan metode baru berproduksi, inovasi dan perbaikan-perbaikan pada bidang tertentu Sehingga, ilmu pengetahuan sebagai komponen modal bersifat increasing return to scale. Dalam jangka panjang teknologi memegang peran penting untuk menciptakan pertumbuhan, teknologi merupakan bagian dari proses produksi dan bukan sebagai faktor yang berasal dari luar. Berdasarkan pertumbuhan endogen ini dapat ditelusuri dampak FDI secara tidak langsung terhadap peningkatan PDB host country melalui dampak spillover/eksternalitas FDI terhadap peningkatan PDB. FDI dapat membawa keuntungan terhadap host country melalui transfer teknologi (adopsi teknik produksi baru), transfer keahlian (pendidikan dan pelatihan kerja), kompetisi (efisiensi dari perusahaan lokal) dan ekspor (peningkatan ekspor bagi perusahaan lokal) (El Wassal 2012). Parulian (2008) menyebutkan bahwa eksternalitas dari kegiatan FDI dapat diterima melalui tiga saluran penting (horizontal effect) yaitu: a. Efek demonstrasi sering disebut juga sebagai kegiatan imitation atau learning-by-watching effect. Karena FDI dianggap melibatkan teknologi dan managing skills yang lebih baik daripada yang dimiliki host country, maka ada kecenderungan akan ditransfer dalam proses produksi perusahaanperusahaan lokal b. Masuknya FDI melalui kegiatan perusahaan asing juga akan meningkatkan derajat persaingan diantara perusahaan-perusahaan untuk bekerja lebih
17
c.
efisien, tentu dengan menggunakan teknologi yang lebih baik dari sebelumnya Sedangkan saluran labor turn over terjadi ketika pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan asing telah menerima pelatihan-pelatihan teknologi dan keahlian manajemen yang lebih maju berpindah ke perusahaanperusahaan lokal atau menjalankan sendiri perusahaannya dengan memanfaatkan pengetahuan yang diterimanya tadi.
Faktor-Faktor Lain yang Memengaruhi PDB PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah kegiatan penanaman modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. PMDN sebagai salah satu komponen investasi merupakan faktor utama bagi perekonomian suatu wilayah. PMDN akan meningkatkan akumulasi kapital, sedangkan kapital merupakan komponen penting bagi pembentukan PDB suatu negara. Pengeluaran Pemerintah Indikator ini dihitung sebagai rasio pengeluaran pemerintah per PDB. Pengeluaran pemerintah berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Tingkat konsumsi pemerintah yang tinggi akan menyebabkan penyediaan modal sosial yang lebih tinggi sehingga meningkatkan produksi dan pertumbuhan ekonomi (Ayanwale 2007). Hubungan antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat PDB (output) digambarkan dalam kurva IS dan kurva perpotongan Keynesian. Peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar ∆G akan meningkatkan pengeluaran yang direncanakan. Kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan mendorong produksi barang dan jasa yang menyebabkan peningkatan output total sebesar ∆G/(1-MPC).
18 (a) Perpotongan Keynesian Pengeluaran aktual
Pengeluaran E
∆G
Y2
Pengeluaran yang direncanakan
Y1
Y1
Y2
Pendapatan, output, Y
(b) Kurva IS Tingkat bunga, r ∆G/(1-MPC)
IS2 IS1 Y1
Y2
Pendapatan, output, Y
Sumber: Mankiw (2007).
Gambar 5 Hubungan pengeluaran pemerintah dengan output Keterbukaan Ekonomi Indikator keterbukaan ekonomi diterjemahkan sebagai rasio perdagangan (expor dan impor) per PDB. Indikator keterbukaan ekonomi erat kaitannya dengan perdagangan, ekspor dan impor suatu negara. Keterbukaan ekonomi menggambarkan semakin berkurang atau hilangnya hambatan perdagangan tarif maupun nontarif antarnegara dan semakin lancaranya mobilitas modal antarnegara. Dengan kata lain, keterbukaan ekonomi menunjukkan perdagangan internasional suatu negara dengan negara lainnya di dunia. Perdagangan internasional menjanjikan keuntungan bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya. Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Suatu negara yang lebih efisien dalam memproduksi sesuatu komoditi (memiliki keunggulan absolut) akan memperoleh keuntungan bila masing-masing melakukan spesialisasi pada komoditi yang memiliki keunggulan absolut. Sehingga sumberdaya yang digunakan lebih efisien serta output komoditi meningkat (Salvatore 1997).
19 Teori keunggulan komparatif Hecksher-Ohlin, keterbukaan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kinerja ekonomi suatu negara. Berdasarkan teori ini, suatu negara akan mengekspor produk yang memiliki keunggulan komparatif dan impor barang-barang yang tidak memiliki keunggulan komparatif dan ini akan menyebabkan untuk meningkatkan efisiensi sehingga akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, keterbukaan akan meningkatkan capital inflow ke negara dan dengan demikian akan mempercepat akumulasi modal dan mentransfer teknologi yang dianggap komponen utama dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi seperti yang didefinisikan oleh teori pertumbuhan endogen (Simorangkir 2008). Tambunan (2004) menyebutkan bahwa globalisasi (keterbukaan ekonomi) dapat berdampak positif apabila diantisipasi dengan baik, namun sebaliknya berpeluang menciptakan dampak negatif apabila tidak mampu diantisipasi. Pengaruh globalisasi terhadap ekspor bisa meningkatkan pangsa ekspor di pasar dunia bila produk negara tersebut memiliki daya saing cukup kuat dibanding produk negara lain. Namun sebaliknya jika daya saing yang dimiliki produk dalam negeri cukup lemah maka pangsa ekspor produk domestik menjadi menurun. Disamping itu, globalisasi juga dapat meningkatkan impor apabila produk-produk serupa buatan dalam negeri mempunyai daya saing yang rendah dibanding produk luar negeri sehingga pasar domestik tidak dapat membendung serbuan produk impor. Peningkatan impor akan merugikan produsen domestik, sehingga produksi menurun dan pada akhirnya akan menurunkan output (PDB). Inflasi Inflasi merupakan indikator kestabilan makroekonomi (Anwar dan Nguyen 2010). Inflasi umumnya memberikan dampak yang kurang menguntungkan dalam perekonomian. Prasetyo (2012) menyatakan bahwa dampak negatif inflasi secara umum antara lain: - Inflasi menurunkan daya beli, terutama masyarakat miskin atau masyarakat yang berpendapatan tetap atau rendah. - Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, masyarakat tidak suka menabung, sehingga investasi rendah dan pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. - Memperlebar kesenjangan pendapatan antara kaya dan miskin - Inflasi yang tinggi menghambat investasi produktif karena tingginya ketidakpastian, sehingga mengganggu dunia usaha, karena biaya produksi semakin mahal dan memperberat daya saing dunia usaha. - Bagi pemerintah, inflasi akan menyulitkan karena kebijakan pemerintah menjadi tidak efektif dan dapat menimbulkan biaya sosial yang lebih besar, sebab masyarakat miskin yang sudah banyak akan semakin banyak. Namun, pada dasarnya, inflasi memiliki dampak positif dan negatif tergantung dari parah atau tidaknya inflasi. Mohanty et al. (2011) menyatakan inflasi yang rendah dan stabil dapat meningkatkan fungsi pasar serta membantu rumah tangga dan pengusaha dalam menyusun perencanaan bisnis tanpa harus terbebani ketidakpastian pergerakan harga.
20 Studi Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian tentang determinan FDI serta dampak FDI terhadap perekonomian suatu negara telah dilakukan di berbagai negara. Berbagai pendekatan dilakukan untuk menganalisis tentang determinan FDI dan dampak FDI terhadap PDB maupun pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Pendekatan antarnegara melalui gabungan cross section dan time series melalui panel data merupakan pendekatan yang paling sering dilakukan. Disamping itu, pendekatan dengan data time series juga telah dilakukan di berbagai negara. Adanya keyakinan bahwa FDI dan PDB memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi, beberapa peneliti melakukan kajian tentang determinan FDI dan bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi secara simultan. Untuk memperjelas, penelitian terdahulu akan dibagi menjadi tiga bagian, sedangkan rangkuman tentang penelitian terdahulu terdapat di Lampiran 1. Determinan FDI dan Dampaknya terhadap PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Ayanwale (2007) meneliti tentang hubungan antara non-extractive FDI dan peningkatan PDB perkapita (pertumbuhan ekonomi) di Nigeria dan mempelajari determinan FDI di Nigeria dari tahun 1970-2002 dengan menggunakan metode OLS dan 2SLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan FDI di Nigeria adalah market size, pembangunan infrastruktur dan kestabilan makroekonomi. FDI di Nigeria berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Walaupun secara keseluruhan dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlihat, namun kompenen FDI persektor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria. FDI di sektor komunikasi paling berpotensial terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan sektor manufaktur yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan rendahnya iklim bisnis di Nigeria. Ruxanda dan Muraru (2010) menggunakan 2SLS untuk meneliti tentang FDI dan GDP menyimpulkan bahwa terdapat hubungan dua arah antara FDI dan PDB di Rumania. FDI akan masuk ke negara dengan PDB yang tinggi dan selanjutnya masuknya FDI akan menyebabkan peningkatan aktivitas perekonomian (peningkatan PDB). Anwar dan Nguyen (2010) menggunakan persamaan simultan panel data untuk meneliti tentang FDI dan hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi di Vietnam. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan dua arah antara FDI dan pertumbuhan ekonomi di Vietnam. FDI memiliki dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi juga merupakan fakor penting untuk menarik FDI ke Vietnam. Determinan FDI Kurniati et al. (2007) menganalisis tentang determinan masuknya aliran FDI di Asia dan Indonesia dengan menggunakan data panel dan OLS. Hasil penelitian dengan menggunakan data panel dari tahun 1990-2005 menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan masuknya FDI ke negara-negara Asia Tenggara, China, Korea dan India adalah PDB, upah buruh, infrastruktur, nilai tukar efektif dan perjanjian bilateral. Sedangkan dengan menggunakan OLS dari tahun 19922006 menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan masuknya FDI ke
21 Indonesia adalah PDB, infrastruktur, stabilitas politik dan tarif (keterbukaan ekonomi) Sarwedi (2002) menganalisis tentang determinan FDI di Indonesia dari tahun 1978-2001 dengan mengkombinasikan periode jangka pendek dan jangka panjang dengan metode OLS dan mengaplikasikan model ECM (VECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDB, pertumbuhan ekonomi, upah dan ekspor berhubungan positif dengan FDI di Indonesia. Sedangkan variabel non ekonomi yaitu stabilitas politik mempunyai hubungan negatif dengan FDI. Amin (2011) menganalisis determinan FDI manufaktur sektor nommigas di Indonesia tahun 1993-2008 dengan menggunakan data panel menemukan bahwa market size dan infrastruktur berpengaruh positif terhadap arus FDI manufaktur sektor nommigas, sedangkan upah, inflasi dan otonomi daerah berpengaruh negatif terhadap arus masuk FDI manufaktur nonmigas di Indonesia. Dampak FDI terhadap PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Agrawal dan Khan (2011) melakukan studi perbandingan tentang dampak FDI terhadap PDB di China dan India. Penelitian tersebut menggunakan regresi OLS dengan periode dari tahun 1993-2009. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa FDI di China dan India berdampak positif terhadap PDB kedua negara tersebut. Namun dampak positif FDI di China lebih besar dibandingkan dengan India. Falki (2009) dalam penelitiannya di Pakistan tahun 1980-2006 menggunakan model yang didasarkan pada teori pertumbuhan endogen dan diestimasi dengan metode OLS. Variabel yang digunakan adalah PDB riil, FDI, kapital domestik, tenaga kerja dan ekspor. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa FDI tidak berkontribusi banyak terhadap peningkatan PDB di Pakistan dari tahun 1980-2006 bila dibandingkan dengan peran kapital domestik dan tenaga kerja, bahkan dari hasil estimasi menunjukkan bahwa FDI berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap peningkatan PDB di Pakistan. Louzi dan Abadi (2011) melakukan penelitian dengan tujuan menganalisis dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di Yordania dari tahun 1990-2009. Metode penelitian yang digunakan adalah Cointegration and Error Correction Methods (ECM). Variabel yang digunakan antara lain PDB, FDI, investasi domestik serta liberalisasi perdagangan. Kesimpulan penelitian tersebut bahwa FDI tidak mempengaruhi pertumbuhan PDB, justru pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi besarnya FDI. Sedangkan investasi domestik dan liberalisasi perdagangan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDB. Effendi dan Soemantri (2003) dengan menggunakan data panel meneliti tentang dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi regional di 26 provinsi di Indonesia. Periode penelitian dari tahun 1993-2000 untuk analisis jangka pendek, sedangkan untuk menggambarkan dampak FDI jangka panjang menggunakan periode tahun 1988-2000. Variabel yang digunakan antara lain pertumbuhan ekonomi provinsi, pertumbuhan FDI, pertumbuhan ekspor, pertumbuhan impor serta pertumbuhan human capital yang di-proxy dengan jumlah lulusan SMA, perguruan tinggi serta jumlah angkatan kerja di sektor manufaktur dan jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa argumen bahwa FDI akan mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah lemah. Karena hasil penelitian menunjukkan bahwa
22 dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi positif dan signifikan di jangka pendek, akan tetapi tidak signifikan di jangka panjang. El Wassal (2012) dengan menggunakan panel dinamis meneliti tentang dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di 16 negara Arab dari tahun 19702008. Variabel kontrol yang dijadikan variabel independen yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain PMTB proxy untuk kapital, angka partisipasi sekolah menengah sebagai proxy human capital, financial development yang di-proxy dengan rasio kredit swasta per PDB, keterbukaan ekonomi, tingkat inflasi, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan penduduk. Kesimpulan dalam penelitian tersebut bahwa peran FDI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara Arab tidak ada atau sangat terbatas. Dalam penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa finansial development, keterbukaan perdagangan, human capital dan kualitas infrastruktur tidak signifikan meningkatkan kapasitas negara-negara Arab dalam mendapatkan keuntungan dari adanya FDI. Borensztein et al. (1998) melakukan penelitian tentang bagaimana FDI mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data 69 negara berkembang selama dua dekade yaitu tahun 1970-1979 dan 1980-1989 dengan menggunakan metode data panel dan diestimasi dengan SUR. Selain variabel FDI, variabel-variabel lainnya yang dimasukkan sebagai variabel independen dalam analisis dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain initial PDB perkapita, rata-rata lama sekolah menengah bagi siswa laki-laki sebagai proxy dari human capital, pengeluaran pemerintah, investasi domestik, financial development, inflasi, ketidakstabilan politik dan neraca modal dari neraca pembayaran yang di-proxy dengan parallel market premium untuk nilai tukar. Hasil penting dari penelitian ini menunjukkan bahwa dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi tergantung dengan kualitas human capital yang dimiliki oleh host country. Produktivitas FDI akan terjadi bila host country memliki batas minimum stok human capital. FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi hanya ketika host country memiliki kemampuan menyerap teknologi yang cukup. Namun, FDI tidak akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi atau bahkan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara yang memiliki kualitas human capital yang rendah. Makki dan Somwaru (2004) melakukan penelitian tentang dampak FDI dan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di 66 negara-negara berkembang selama tiga dekade yaitu 1971-1980, 1981-1990, 1991-2000 berdasarkan teori pertumbuhan endogen dengan menggunakan metode estimasi SUR dan TSLS. Variabel pertumbuhan PDB perkapita digunakan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independennya antara lain FDI, investasi domestik, perdagangan (expor+impor), human capital, initial PDB perkapita, tingkat inflasi, tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah. Serta variabel interaksi antara FDI dengan trade, human capital dan investasi domestik. Hasil utama penelitian tersebut bahwa FDI dan perdagangan berkontribusi ke arah kemajuan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Namun, manfaat investasi dapat ditingkatkan bila host country memiliki stok human capital yang lebih baik. Kebijakan makroekonomi dan stabilitas institusi merupakan kondisi penting agar FDI dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
23 Disamping itu, inflasi yang rendah, tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang.
Kerangka Pikir - Pentingnya investasi terhadap perekonomian - FDI di Indonesia lebih dominan dibandingkan dengan PMDN
Di tengah usaha Pemerintah Indonesia menarik investasi asing (FDI) karena keyakinan adanya dampak positif terhadap perekonomian, namun: Banyak proyek FDI di Indonesia yang telah disetujui oleh pemerintah (BKPM) namun tidak direalisasikan oleh pengusaha. Rasio FDI per PDB Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN
Foreign Direct Investment (FDI)
Determinan FDI - PDB (Market Size) - Upah Buruh - Infrastruktur - Keterbukaan Ekonomi - Nilai Tukar - Suku Bunga
Dampak FDI terhadap perekonomian: - Positif - Negatif - Tergantung kemampuan host country menyerap teknologi
Faktor-faktor lain yang memengaruhi PDB
- Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) - Keterbukaan Ekonomi - Pengeluaran Pemerintah - Inflasi
Produk Domestik Bruto
Gambar 6 Kerangka pikir
24 Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang bahwa FDI merupakan sumber pembiayaan yang potensial bagi pembangunan di Indonesia. Dalam rangka untuk menarik masuknya FDI ke suatu negara perlu diketahui determinan masuknya FDI ke suatu negara. Dalam penelitian ini digunakan variabel yang secara teoritis berkaitan dengan FDI antara lain PDB, upah buruh, infrastruktur, keterbukaan ekonomi, nilai tukar dan suku bunga. Disamping isu determinan FDI, tentang dampak FDI terhadap perekonomian suatu negara masih menjadi perdebatan. Sehingga penelitian ini sekaligus melihat bagaimana dampak FDI terhadap PDB di Indonesia dengan menambahkan variabel-variabel yang secara teoritis memengaruhi peningkatan PDB yaitu PMDN, pengeluaran pemerintah, keterbukaan ekonomi dan inflasi. Kerangka pikir penelitian ini terangkum dalam Gambar 6.
Hipotesis Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan tinjauan pustaka, maka beberapa hipotesis yang diuji melalui penelitian adalah sebagai berikut: 1. PDB dan infrastruktur berpengaruh positif terhadap arus masuk FDI 2. Upah buruh dan suku bunga berpengaruh negatif terhadap arus masuk FDI 3. Keterbukaan ekonomi dan nilai tukar berpengaruh (positif atau negatif) terhadap arus masuk FDI 4. FDI, keterbukaan ekonomi, inflasi berpengaruh (positif atau negatif) terhadap PDB 5. PMDN dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap PDB
25
3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder triwulanan mulai dari periode 1997:1 hingga 2011:4 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Tabel 2 Variabel yang digunakan dalam penelitian dan sumbernya No (1) 1. 2. 3.
Variabel (2) FDI PMDN PDB Riil
4.
Keterbukaan ekonomi
5.
Pengeluaran pemerintah
6.
PMTB pemerintah pusat
7.
Upah buruh
8. 9. 10.
Nilai tukar riil Suku bunga riil Inflasi
Keterangan (3) Realisasi FDI Realisasi PMDN PDB atas dasar harga konstan 2000 Rasio jumlah ekspor dan impor terhadap PDB Persentase pengeluaran pemerintah per PDB PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) pemerintah pusat sebagai proxy infrastruktur Rata-rata upah riil per bulan buruh di bawah mandor Nilai tukar riil Suku bunga riil Perubahan IHK
Satuan (4) Ribu US$ Juta Rupiah Miliar Rupiah
Sumber (5) BKPM BKPM BPS
Persen dari PDB
BPS
Persen dari PDB
BPS
Juta Rupiah
BPS
Ribu Rupiah
BPS
Terhadap US$ Persen Persen
BI BI BPS
Series data PDB atas dasar harga konstan yang diperoleh dari BPS adalah dalam bentuk triwulanan dengan tahun dasar yang berbeda-beda. Series PDB riil pada periode 1997:1-1999:4 diperoleh atas dasar harga konstan 1993, sedangkan series data PDB riil untuk periode 2000:1-2011:4 adalah atas dasar harga konstan 2000. Oleh karena itu data PDB perlu disamakan tahun dasarnya dimana untuk series PDB riil sebelum tahun 2000:1 dirubah tahun dasarnya ke tahun dasar 2000. Data nilai tukar riil diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝐼𝐻𝐾 𝐴𝑆
𝑅𝐸𝑅 = 𝐸𝑅𝑥 𝐼𝐻𝐾 𝐼𝑁𝐷 (7) dimana: RER : real exchange rate atau kurs riil ER : nominal exchange rate atau nilai tukar nominal, merupakan data rata-rata triwulan (maret, juni, september dan desember). Kurs nominal dalam
26 penelitian ini didefinisikan sebagai harga mata uang asing dalam mata uang domestik (Rp/US$). Ketika kurs riil turun menunjukkan apresiasi mata uang domestik dan ketika kurs riil meningkat menunjukkan depresiasi mata uang domestik. IHK AS : Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat IHK IND : Indeks Harga Konsumen Indonesia Data IHK diperoleh dalam frekuensi bulanan. Data IHK triwulanan diperoleh dari IHK akhir triwulan (IHK pada bulan Maret, Juni, September dan Desember). Dalam penelitian ini infrastruktur didekati dengan PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) pemerintah pusat. PMTB pemerintah pusat adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan dari barang-barang bekas. Yang diklasifikasikan sebagai barang modal pemerintah pusat adalah barang modal milik pemerintah pusat, diantaranya: 1. Bangunan tempat tinggal dan bangunan bukan tempat tinggal 2. Jalan, jembatan dan konstruksi lainnya 3. Mesin-mesin dan peralatan 4. Kendaraan, alat utama sistem senjata 5. Perbaikan besar dan perluasan dari barang-barang modal yang telah disebutkan 6. Pengeluaran dalam rangka perluasan area pemukiman dan perkebunan serta pembiakan ternak untuk dikembangbiakkan, kecuali ternak potong. Penggunaan PMTB pemerintah pusat sebagai proxy untuk infrastruktur dikarenakan tidak tersedianya data-data infrastruktur seperti jalan, air, listrik, telepon dan sebagainya dalam periode triwulanan. Penggunaan PMTB pemerintah pusat sebagai infrastruktur dirasa masih bias karena di dalam komponen PMTB pemerintah pusat ini tercakup variabel-variabel yang mungkin tidak akan memengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi di Indonesia seperti komponen pembelian alat utama sistem senjata, pembiakan ternak, mesinmesin dan peralatan. Namun, penggunaan PMTB pemerintah pusat dapat menggambarkan pembangunan fasilitas dan infrastruktur umum yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, karena ketersediaan data dalam penelitian ini digunakan PMTB pemerintah pusat sebagai proxy pembangunan infrastruktur. Data suku bunga yang digunakan akan suku bunga pinjaman investasi rupiah bank umum. Untuk mendapatkan suku bunga riil yaitu dengan mengurangi suku bunga nominal dengan tingkat inflasi. Rata-rata upah riil per bulan di bawah mandor merupakan rata-rata dari upah nominal per bulan buruh di bawah mandor yang bekerja di sektor industri, pertambangan dan perhotelan dibagi dengan IHK 2007=100.
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis deskriptif ini digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan FDI di Indonesia
27 serta variabel-variabel penelitian lainnya. Melalui analisis deskriptif ini diharapkan dapat menguatkan analisis ekonometrika yang dibahas selanjutnya, terkait dengan hipotesis yang telah disusun untuk menjawab tujuan penelitian ini.
Analisis Persamaan Simultan Adanya hubungan dua arah yang sering terjadi dalam variabel-variabel ekonomi menjadikan penggunaan metode OLS menjadi tidak relevan lagi. Pendugaan dengan OLS akan menyebabkan dugaan yang dihasilkan menjadi bias dan tidak konsisten. Sebagai ilustrasi dari permasalahan endoginity adalah sebagai berikut: 𝑌1𝑡 = 𝛽10 + 𝛽12 𝑌2𝑡 + 𝛾11 𝑋1𝑡 + 𝛾12 𝑋2𝑡 + 𝜇1𝑡
𝑌2𝑡 = 𝛽10 + 𝛽21 𝑌1𝑡 + 𝛾23 𝑋3𝑡 +𝛾24 𝑋4𝑡 + 𝜇2𝑡
(8) (9)
Kedua variabel 𝑌1𝑡 dan 𝑌2𝑡 merupakan variabel yang saling behubungan. Sehingga variabel 𝑌2𝑡 dalam persamaan (8) dapat memungkinkan menjadi variabel di sebelah kiri (dependen) dan akan berkorelasi dengan 𝜇1𝑡 . Demikian pula variabel 𝑌1𝑡 dalam persamaan (9) akan berkorelasi dengan 𝜇2𝑡 . Hal ini apabila diestimasi dengan OLS akan melanggar asumsi regresi yaitu bahwa variabel independen bersifat nonstokastik atau jika stokastik (random) didistribusikan secara bebas (independen) dari unsur stokastik. Sehingga hasil estimasi akan bias dan tidak konsisten yaitu peningkatan sampel secara tidak terbatas, nilai dugaan tidak akan mengarah ke nilai populasi sebenarnya (Gujarati 1999). Permasalahan endoginity dalam persamaan simultan akan diatasi dengan menerapkan prosedur pendugaan alternatif diantaranya metode persamaan tunggal yaitu ILS (Indirect least Square), 2SLS (Two Stage Least Square) dan metode pendugaan sistem yaitu 3SLS (Three Stage Least Square), SUR (Seemingly Unrelated Regression) dan FIML (Full Information Maximum Likelihood Method). Identifikasi Model Tahapan pertama dari prosedur persamaan simultan adalah identifikasi model. Untuk dapat teridentifikasi, kondisi berikut harus dipenuhi (order condition): K-M ≥ G-1 (10) dimana: K : Total variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined) M : Jumlah variabel endogen dan eksogen yang dimasukkan dalam satu persamaan tertentu G : Jumlah persamaan struktural dalam model (jumlah variabel endogen dalam model). Persamaan dalam suatu sistem tersebut dapat menunjukkan kondisi: 1) (K-M) < (G-1), maka persamaan disebut under identified 2) (K-M) = (G-1), maka persamaan disebut just identified 3) (K-M) > (G-1) maka persamaan disebut over identified
28 Jika persamaan bersifat under identified maka persamaan tidak dapat diestimasi, jika just identified maka dapat diestimasi dengan ILS dan jika over identified maka dapat diestimasi dengan metode 2SLS, 3SLS, SUR dan FIML. Namun, dalam praktek metode persamaan tunggal (ILS, 2SLS) seringkali digunakan. Gujarati (1999) menyatakan bahwa dalam praktek, metode pendugaan sistem seperti FIML tidak lazim digunakan karena berbagai alasan. Pertama, beban hitungannya sangat banyak; kedua, model sistem seperti FIML membawa pemecahan yang sangat nonlinier dalam parameter dan sering sulit untuk ditentukan. Ketiga, jika ada kesalahan spesifikasi (misalnya, bentuk fungsional yang salah atau tidak dimasukkannya variabel yang relevan) dalam satu atau lebih persamaan dari sistem kesalahan tadi dibawa ke sisa dari sistem.
Metode 2SLS Metode Kuadrat Terkecil Dua Tahap (2SLS) merupakan suatu prosedur untuk menduga parameter persamaan struktural yang over identified. Metode ini menggunakan informasi yang tersedia dari spesifikasi model sistem persamaan simultan utnuk memperoleh dugaan yang unik untuk masing-masing parameter struktural (Juanda 2009). Ide dasar belakang 2SLS adalah dengan menggantikan variabel yang endogen statistik dengan variabel instrumen (instrumental variable) yang merupakan kombinasi linier variabel predetermined (yang ditetapkan terlebih dahulu/nonstokastik) dalam model dan menggunakan kombinasi ini sebagai variabel yang menjelaskan sebagai pengganti variabel asli. Persamaan (8) dan (9) apabila diselesaikan dengan metode 2SLS adalah sebagai berikut: 1. Meregresikan semua variabel endogen dengan semua variabel yang ditetapkan terlebih dahulu dalam sistem (predetermined). 𝑌1𝑡 = 𝜋�10 + 𝜋�11 𝑋1𝑡 + 𝜋�12 𝑋2𝑡 + 𝜋�13 𝑋3𝑡 + 𝜋�14 𝑋4𝑡 + 𝑒1𝑡 (11) 𝑌2𝑡 = 𝜋�20 + 𝜋�21 𝑋1𝑡 + 𝜋�22 𝑋2𝑡 + 𝜋�23 𝑋3𝑡 + 𝜋�24 𝑋4𝑡 + 𝑒2𝑡
(12)
𝑌�2𝑡 = 𝜋�20 + 𝜋�21 𝑋1𝑡 + 𝜋�22 𝑋2𝑡 + 𝜋�23 𝑋3𝑡 + 𝜋�24 𝑋4𝑡
(14)
Dimana 𝑒1𝑡 dan 𝑒2𝑡 adalah residual OLS biasa. Dari persamaan (11) dan (12) akan didapatkan: 𝑌�1𝑡 = 𝜋�10 + 𝜋�11 𝑋1𝑡 + 𝜋�12 𝑋2𝑡 + 𝜋�13 𝑋3𝑡 + 𝜋�14 𝑋4𝑡 (13) Sehingga: 𝑌1𝑡 = 𝑌�2𝑡 + 𝑒1𝑡
𝑌2𝑡 = 𝑌�1𝑡 + 𝑒2𝑡
(15) (16)
2. Menggantikan 𝑌1𝑡 dan 𝑌2𝑡 dalam persamaan (struktural) asli dengan variabel instrumen yaitu nilai dugaannya 𝑌�1𝑡 dan 𝑌�2𝑡 dan kemudian dilakukan regresi OLS. ∗ 𝑌1𝑡 = 𝛽10 + 𝛽12 𝑌�2𝑡 + 𝛾11 𝑋1𝑡 + 𝛾12 𝑋2𝑡 + 𝜇1𝑡 (17)
29 ∗ 𝑌2𝑡 = 𝛽10 + 𝛽21 𝑌�1𝑡 + 𝛾23 𝑋3𝑡 +𝛾24 𝑋4𝑡 + 𝜇2𝑡
(18)
∗ ∗ = 𝜇1𝑡 + 𝛽12 𝑒2𝑡 dan 𝜇2𝑡 = 𝜇2𝑡 + 𝛽12 𝑒1𝑡 . Dugaan yang Dimana: 𝜇1𝑡 didapat akan konsisten.
Spesifikasi Model Penelitian Berdasarkan literatur penelitian terdahulu dengan modifikasi model dari Ayanwale (2007), Anwar dan Nguyen (2010) serta model Kurniati et al. (2007), model penelitian tentang determinan FDI dan pengaruhnya terhadap PDB di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Model Foreign Direct Investment (FDI) 𝐿𝑛𝐹𝐷𝐼𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1 𝐿𝑛𝑃𝐷𝐵𝑡 + 𝛼2 𝐿𝑛𝑊𝑡 + 𝛼3 𝐿𝑛𝐼𝑁𝐹𝑅𝐴(𝑡−1) + 𝛼4 𝑂𝑃𝐸𝑁𝑡 + 𝛼5 𝐿𝑛𝑅𝐸𝑅𝑡 + 𝛼6 𝑅𝐼𝑅𝑡 + 𝜇1
(19)
Diharapkan bahwa 𝛼1 , 𝛼3 > 0 ; 𝛼2 , 𝛼6 < 0 ; 𝛼4 , 𝛼5 ≠ 0 2. Model Produk Domestik Bruto (PDB)
𝐿𝑛𝑃𝐷𝐵𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐿𝑛𝐹𝐷𝐼𝑡 + 𝛽2 𝐿𝑛𝑃𝑀𝐷𝑁(𝑡−2) + 𝛽3 𝐺𝑂𝑉𝑡 + 𝛽4 𝑂𝑃𝐸𝑁𝑡 + 𝛽5 𝐼𝑁𝐹𝐿𝐴𝑆𝐼𝑡 + (20) 𝜇2 Diharapkan bahwa 𝛽1 , 𝛽4 , 𝛽5 ≠ 0 ; 𝛽2 , 𝛽3 > 0
Keterangan: LnFDI LnPDB LnW LnINFRA OPEN LnRER RIR LnPMDN GOV INFLASI 𝜇1
𝜇2
: Foreign Direct Investment (Ribu US$), dalam logaritma natural (Ln) : Produk Domestik Bruto Riil (Miliar Rupiah), dalam logaritma natural (Ln) : Rata-rata Riil Upah perbulan Buruh di Bawah Mandor (Ribu Rupiah), dalam logaritma natural (Ln) : PMTB pemerintah pusat sebagai proxy infrastruktur (Juta Rupiah), dalam logaritma natural (Ln) : Keterbukaan Ekonomi (persen) : Nilai Tukar Riil (terhadap US$) : Suku Bunga Riil (persen) : Penanaman Modal Dalam Negeri (Juta Rupiah) dalam logaritma natural (Ln) : Pengeluaran Pemerintah per PDB (persen) : Tingkat Inflasi (persen) : error term persamaan 1 : error term persamaan 2
Penelitian ini menggunakan 2 persamaan struktural yaitu persamaan FDI dan persamaan PDB. Jumlah variabel yang digunakan adalah 10 dengan 2 variabel endogen (FDI dan PDB) serta 8 variabel predetermined (upah, infrastruktur 1 periode sebelumnya, keterbukaan ekonomi, nilai tukar riil, suku bunga riil, PMDN 2 periode sebelumnya, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Berdasarkan identifikasi diketahui kedua persamaan bersifat over identified, sehingga persamaan akan diestimasi dengan 2SLS. Variabel predetermined
30 tersebut yang akan digunakan sebagai variabel instrumental dalam metode 2SLS. Pengolahan dilakukan dengan software Eviews 7.1. Tabel 3 Identifikasi model persamaan simultan Persamaan 1. Persamaan FDI 2. Persamaan PDB
K M G K-M G-1 Hasil Identifikasi 10 7 2 3 1 Over identified 10 6 2 4 1 Over identified
Uji Unit Root Data deret waktu dikatakan stasioner jika memenuhi tiga kriteria yaitu nilai tengah (rata-rata) dan ragamnya yang konstan dari waktu ke waktu serta peragam (covariance) antara dua deret waktu hanya tergantung dari lag antara 2 periode waktu tersebut. Metode yang banyak digunakan untuk menguji kestasioneran data adalah uji unit root (uji akar-akar unit). Ada beberapa cara untuk melakukan uji akar unit root, namun yang paling banyak adalah dengan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. (21) ∆𝑌𝑡 = 𝛽1 + 𝛽2 + 𝛿𝑌𝑡−1 + 𝛼1 ∑𝑚 𝑡−1 ∆𝑌𝑡−𝑖 + 𝜀𝑡
dimana 𝜀𝑡 adalah white noise dan ∆𝑌𝑡 = 𝑌𝑡 − 𝑌𝑡−1 . Pada ADF yang akan diuji adalah apakah 𝛿=0, dengan hipotesis alternatif 𝛿 < 0, jika t-ststistik ADF lebih kecil dari t-statistik MacKinnon, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner (memiliki unit root) ditolak. Atau bila p-value < α maka hipotesis nol bahwa data memiliki unit root (data tidak stasioner) ditolak.
Pemeriksaan Asumsi Pemeriksaan Kenormalan Uji asumsi kenormalan bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi dari error menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian 𝜎 2 . Salah satu metode yang banyak digunakan adalah Jarque-Bera test. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data yang dibandingkan dengan data dalam kondisi normal. Jarque-Bera test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas dua. Jika hasil Jarque-Bera test lebih kecil dari nilai chi square pada α = 5%, maka terima hipotesis nol yang berarti error berdistribusi normal. Cara lain adalah dengan melihat nilai p-value, apabila nilainya lebih besar dari 5% maka terima hipotesis nol yang berarti error berdistribusi normal dan sebaliknya. Pemeriksaan Multikolinieritas Multikolinieritas adalah adanya hubungan antar variabel independen dalam regresi. Multikolinieritas muncul bila dua atau lebih variabel bebas berkorelasi tinggi antara variabel satu dengan variabel lainnya. Jika dua variabel bebas saling berkorelasi, dugaan parameter koefisien regresi dapat diperoleh namun intepretasi menjadi sulit . Dampak dari multikolinearitas adalah:
31 a. Interval estimasi cenderung lebih lebar yang membuat perkiraan menjadi semakin tidak pasti dan nilai hitung statistik uji t akan kecil sehingga membuat variabel independen secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. b. Walaupun secara individu variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen melalui uji t, namun nilai koefisien determinasi (R2) masih relatif tinggi. Cara untuk mendeteksi multikolinieritas antara lain: a. Apabila model yang terbentuk mempunyai koefisien determinasi yang tinggi, melalui uji F secara statistik signifikan, akan tetapi tidak ada variabel independen yang signifikan memengaruhi variabel dependen melalui uji t. b. Cara lain untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas yaitu dengan melihat korelasi antar dua variabel independen. Bila nilai korelasinya sangat tinggi dan nyata maka berarti terjadi multikolinieritas. c. Dengan menggunakan VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF lebih dari 10 maka menunjukkan adanya multikolinieritas. Nilai VIF didapat dengan menggunakan rumus:
𝑉𝐼𝐹 =
1
1−𝑅𝑖2
(22)
𝑅𝑖2 adalah koefisien determinasi diperoleh dengan meregresikan variabelvariabel independen ke-i dengan variabel lainnya. Semakin tinggi nilai 𝑅𝑖2 , maka nilai VIF semakin besar. Cara mengatasi multikolinieritas di antaranya dengan mengeluarkan variabel dengan kolinieritas tinggi, melakukan transformasi variabel maupun dengan menggunakan regresi komponen utama. Pemeriksaan Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi linier adalah bahwa ragam sisaan (𝜀𝑡 ) sama atau homogen. Dengan pengertian lain, Var(𝜀𝑡 ) = 𝐸(𝜀𝑡 2 ) = 𝜎 2 untuk setiap pengamatan ke-t dari variabel-variabel independen dalam regresi. Jika ragam sisaan tidak sama atau Var(𝜀𝑡 ) = 𝐸(𝜀𝑡 2 ) = 𝜎𝑡2 untuk tiap pengamatan ke-t dari variabel independen dalam regresi, maka dikatakan ada masalah heteroskedastisitas. Akibat adanya masalah heteroskedastisitas adalah: a. Dugaan parameter koefisien regresi dengan OLS tetap tidak bias dan masih konsisten, tapi standar errornya bias ke bawah. b. Penduga OLS tidak efisien lagi. Cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan mendeteksi pola residual melalui sebuah grafik. Jika residual mempunyai varian yang sama (homoskedastisitas) maka pola yang terbentuk tidak mempunyai pola yang pasti. Metode lain yang dapat digunakan adalah metode yang dikembangkan oleh White. Tahapan penting dari Uji White adalah pemilihan variabel-varibel Z. White menyarankan jika heteroskedastisitas ragam residual berkorelasi dengan suatu variabel seperti X, kita dapat menggunakan X dan X2 untuk kemungkinan nonlinieritas. Alternatif lain, jika X dan Z adalah 2 variabel yang relevan, maka X2, Z2 dan XZ dapat digunakan (Juanda 2009). Tahapan Uji White adalah sebagai berikut:
32 1. Dibentuk model regresi residual berikut: 𝑒𝑡2 = 𝛼0 + 𝛼1 𝑍𝑡 + 𝑣𝑡 (23) Variabel Z dapat berupa variabel independen x atau sekumpulan variabel independen selain x. 2. Hitung koefisien determinasi sebagai ukuran goodness of fit, R2. 3. Jika komponen residual homogen maka statistik Uji White: 2 𝑛𝑅2 ~𝜒(𝑝) (24) Jika ada p variabel independen maka statistik Uji White akan menyebar ChiSquare dengan derajat bebas p. Hipotesisnya Uji White adalah: H : Tidak terdapat heteroskedastistas 0
H : Terdapat heteroskedastisitas 1
Hipotesis nol ditolak jika nilai statistik White yang didapat menunjukkan hasil yang signifikan. Pemeriksaan Autokorelasi Salah satu asumsi model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokolerasi atau korelasi serial antara sisaan 𝜀𝑡 . Dengan pengertian lain, sisaan menyebar bebas atau 𝐶𝑜𝑣�𝜀𝑖 , 𝜀𝑗 � = 𝐸�𝜀𝑖 , 𝜀𝑗 � = 0 untuk semua 𝑖 ≠ 𝑗 dan dikenal juga sebagai bebas serial. Jika antar sisaan tidak bebas 𝐸�𝜀𝑖 , 𝜀𝑗 � ≠ 0 untuk semua 𝑖 ≠ 𝑗 maka dikatakan ada masalah autokolerasi. Akibat adanya autokolerasi adalah: a. Dugaan parameter OLS tidak bias, masih konsisten dan mempunyai standar error yang bias ke bawah. b. Penduga OLS tidak efisien lagi atau ragamnya tidak minimum. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis uji ini adalah : : Tidak ada masalah otokorelasi. H0 H1 : Ada masalah otokorelasi. Jika nilai Obs*R-squared > nilai kritis maka H0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi atau p-value < α maka H0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. Untuk mengatasi autokorelasi bisa melalui metode Newey-West.
Uji Parameter Model Uji F Uji ini digunakan untuk mengetahui kelayakan model. Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan. a. Hipotesis: H0 : 𝛽1 = 𝛽2 = ⋯ = 𝛽𝑖 = 0 artinya variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. H1 : Sedikitnya ada satu 𝛽𝑖 ≠ 0 ; artinya variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. b. Statistik uji:
33
𝐹=
𝑆𝑆𝑅/(𝑘−1)
𝑆𝑆𝐸/(𝑛−𝑘)
(25)
Dimana: k = banyaknya parameter termasuk konstanta n = banyaknya observasi SSR = Jumlah kuadrat regresi SSE = Jumlah kuadrat error c. Keputusan: Jika nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹(𝛼,𝑘−1,𝑛−𝑘) maka kita menolak H0 yang berarti secara bersama-sama variabel independen dalam persamaan berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji t Uji t digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing penduga parameter. Uji t dua arah a. Hipotesis: 𝐻0 = 𝛽𝑖 = 0 𝐻1 = 𝛽𝑖 ≠ 0 b. Statistik Uji:
𝑡=
�𝑖 −𝛽𝑖 𝛽 �𝑖 ) 𝑠𝑒(𝛽
(26)
Dengan 𝛽̂𝑖 merupakan penduga 𝛽𝑖 dan 𝑠𝑒(𝛽̂𝑖 ) adalah standar error untuk 𝛽̂𝑖 c. Keputusan: Jika nilai �𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 � > 𝑡(𝛼�2,𝑛−𝑘) maka tolak H0 berarti dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Atau dengan menggunakan p-value (peluang kesalahan dalam menolak H0. Bila 𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 <∝ maka tolak H0 Uji t satu arah (positif) a. Hipotesis: 𝐻0 = 𝛽𝑖 ≤ 0 𝐻1 = 𝛽𝑖 > 0 b. Statistik Uji:
𝑡=
�𝑖 −𝛽𝑖 𝛽 �𝑖 ) 𝑠𝑒(𝛽
Dengan 𝛽̂𝑖 merupakan penduga 𝛽𝑖 dan 𝑠𝑒(𝛽̂𝑖 ) adalah standar error untuk 𝛽̂𝑖 c. Keputusan: Jika nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡(𝛼,𝑛−𝑘) maka tolak H0 berarti dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh positif secara signifikan terhadap variabel dependen. Atau dengan menggunakan p-value (peluang 1 kesalahan dalam menolak H0. Bila 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒) <∝ maka tolak H0 .
34
Uji t satu arah (negatif) a. Hipotesis: 𝐻0 = 𝛽𝑖 ≥ 0 𝐻1 = 𝛽𝑖 < 0 b. Statistik Uji:
𝑡=
�𝑖 −𝛽𝑖 𝛽 �𝑖 ) 𝑠𝑒(𝛽
Dengan 𝛽̂𝑖 merupakan penduga 𝛽𝑖 dan 𝑠𝑒(𝛽̂𝑖 ) adalah standar error untuk 𝛽̂𝑖 c. Keputusan: Jika nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < −𝑡(𝛼,𝑛−𝑘) maka tolak H0 berarti dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh negatif secara signifikan terhadap variabel dependen. Atau dengan menggunakan p-value (peluang 1 kesalahan dalam menolak H0. Bila 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒) <∝ maka tolak H0 . Berdasarkan kajian literatur sebelumnya, penelitian ini menggunakan uji t satu arah maupun dua arah. Dalam persamaan FDI (Persamaan 19), variabel PDB, upah buruh, infrastruktur dan suku bunga riil menggunakan uji t satu arah. Sedangkan variabel keterbukaan ekonomi dan nilai tukar riil menggunakan uji t dua arah. Dalam persamaan PDB (Persamaan 20), variabel FDI, keterbukaan ekonomi dan inflasi menggunakan uji t dua arah. Sedangkan variabel PMDN dan pengeluaran pemerintah menggunakan uji t satu arah. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi menjelaskan seberapa besar proporsi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Selain itu juga untuk mengukur seberapa baik garis regresi yang terbentuk. Koefiesien determinasi merupakan besaran tidak negatif dan bernilai antara 0 dan 1. Semakin dekat R2 dengan nilai satu maka model dapat dikatakan tepat untuk menaksir nilai populasi, dan sebaliknya. Formula untuk menghitung koefisien determinasi adalah:
𝑅2 =
𝑆𝑆𝑅 𝑆𝑆𝑇
=1−(
𝑆𝑆𝐸 𝑆𝑆𝑇
)
(27) 2
Ketika ada penambahan variabel bebas maka nilai R cenderung bertambah dan tidak menurun. Oleh karena itu, sebaiknya digunakan Adjusted R2 (koefisien determinasi yang disesuaikan). R2 adjusted ini memasukkan derajat bebas sehingga masalah yang ditimbulkan pada saat penambahan variabel bebas dapat dihilangkan. Formula R2 adjusted adalah: 2 𝑅𝑎𝑑𝑗 =1−
(𝑆𝑆𝑅/(𝑛−𝑘)) (𝑆𝑆𝑇/(𝑛−))
(28)
Dengan k adalah jumlah parameter (termasuk intersep) dan n adalah jumlah observasi. Namun menurut Wooldridge (2004), nilai R2 dari estimasi 2SLS lebih kecil dari OLS, bahkan nilai R2 dari 2SLS dapat bernilai negatif. Hal ini dikarenakan nilai SSR bisa lebih besar daripada SST. Penggunaan metode 2SLS tidak bertujuan untuk mendapatkan nilai R2 yang besar, namun untuk mendapatkan nilai estimasi yang lebih baik ketika terjadi permasalahan endoginity yaitu untuk memperoleh nilai estimasi yang konsisten.
35 Definisi Variabel Operasional Definisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam model sebagai berikut: 1. FDI adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. 2. Produk Domestik Bruto (GDP) riil merupakan total nilai tambah bruto yang dihasilkan unit produksi yang beroperasi disuatu wilayah negara dalam jangka waktu tertentu. PDB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. 3. Upah adalah rata-rata upah riil perbulan yang diterima oleh buruh di bawah mandor (supervisor). 4. PMTB pemerintah pusat adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan dari barang-barang bekas. 5. Keterbukaan ekonomi adalah penjumlahan ekspor dan impor dibagi dengan PDB nominal (PDB atas dasar harga berlaku) dikali 100. PMDN adalah kegiatan penanaman modal untuk melakukan usaha di 6. wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. 7. Pengeluaran pemerintah, mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang, baik pemerintah pusat dan daerah, tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Pengeluaran pemerintah dalam penelitian ini diperoleh dengan membagi pengeluaran pemerintah dengan nilai PDB nominal (PDB atas dasar harga berlaku) dikali 100. 8. Nilai tukar riil adalah perkalian nilai tukar nominal dengan rasio harga barang dan jasa dalam US$ dibanding harga barang dan jasa domestik. 9. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah disesuaikan dengan inflasi yaitu suku bunga nominal dikurangi inflasi. 10. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
36
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan FDI di Indonesia Capaian realisasi FDI di Indonesia cukup berfluktuasi. Data realisasi FDI di Indonesia sejak krisis 1997/1998 menunjukkan tren yang meningkat hingga tahun 2000. Fenomena itu dikarenakan FDI merupakan investasi riil yang bersifat jangka panjang sehingga investasi tersebut tidak mudah untuk keluar seperti investasi portofolio. Disamping itu, saat krisis 1997/1998 pelemahan nilai rupiah membuat nilai rupiah di mata asing menjadi murah. Biaya berinvestasi di Indonesia menjadi lebih murah, investor asing memerlukan sedikit dollar untuk mendapatkan rupiah yang lebih banyak. Realisasi FDI selama periode tahun 2000-2002 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Pertumbuhan FDI pada tahun 2001 mengalami penurunan hingga 69.50% dibandingkan tahun 2000. Mulai tahun 2002 realisasi FDI di Indonesia menunjukkan peningkatan, hanya saja di beberapa tahun realisasi FDI mengalami penurunan yaitu di tahun 2004, 2006 dan 2009 (Gambar 7). Kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2005 dan 2008 yang diikuti oleh kebijakan kenaikan harga BBM oleh pemerintah Indonesia serta adanya krisis finansial tahun 2008 kemungkinan merupakan faktor penyebab menurunnya realisasi FDI di tahun-tahun tersebut. Minyak merupakan komponen penting bagi perindustrian, kenaikan harga minyak menjadi biaya tambahan bagi produsen dalam berproduksi sehingga kenaikan harga minyak mampu mengurangi realisasi FDI di Indonesia. Tren kenaikan realisasi FDI terlihat dari tahun 2009-2012, hal ini dapat menunjukkan meningkatnya kepercayaan dari investor asing untuk menanamankan modalnya di Indonesia dalam bentuk FDI. Kepercayaan ini dapat tumbuh karena perbaikan kondisi perekonomian serta adanya regulasi-regulasi tentang penanaman modal yang menciptakan iklim investasi yang kondusif. 30,000.00
FDI (Juta US$)
25,000.00 20,000.00 15,000.00 10,000.00 5,000.00 -
Sumber: BKPM (2012). Gambar 7 Realisasi FDI di Indonesia tahun 1997-2012
37 Sektor sekunder dan tersier merupakan sektor yang paling diminati oleh investor asing (Gambar 8). Hingga tahun 2011, sektor sekunder (industri pengolahan) merupakan sektor yang sangat diminati oleh investor asing. Namun, di tahun 2012 sektor tersier menjadi sektor favorit bagi investor asing dalam menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di Indonesia. Sektor tersier ini terdiri dari subsektor hotel dan restoran; konstruksi; listrik, gas dan air; perdagangan dan reparasi; perumahan, kawasan industri dan perkantoran; transportasi, gudang dan telekomunikasi; serta jasa lainnya. Gambar 8 juga menunjukkan bahwa hingga tahun 2009 sektor primer (pertanian dan pertambangan) bukanlah sektor yang menarik bagi investor asing. Dari tahun 2005-2009 rata-rata hanya sekitar 4.6% realisasi FDI di Indonesia diinvestasikan di sektor primer. Namun mulai tahun 2010 tampaknya sektor primer sudah mulai menjadi incaran para investor asing. Rata-rata dari tahun 2010-2012, sekitar 22.65% FDI di Indonesia di sektor primer, sedangkan sektor sekunder dan tersier masing-masing sebesar 34.45% dan 42.90%.
Realisasi FDI (Juta US$)
14000.00
PRIMER
12000.00
SEKUNDER
TERSIER
10000.00 8000.00 6000.00 4000.00 2000.00 0.00 PRIMER
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
383.10 521.27 557.13 305.94 235.67 3033.9 4883.1 5933.0
SEKUNDER 3452.4 3611.3 4619.9 4477.8 3721.3 3337.3 6789.6 11769. TERSIER
4997.2 1827.9 5003.5 9788.6 6160.9 9843.5 7801.7 6861.6
Sumber: BKPM (2012). Gambar 8 Realisasi FDI menurut sektor ekonomi tahun 2005-2012 Rata-rata realisasi FDI di Indonesia selama tahun 2005-2012 sebesar 27.7% berada di subsektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi. Subsektor kedua yang menarik minat investor asing adalah subsektor pertambangan yaitu mencapai 9.7% dari seluruh FDI di Indonesia. Di sektor sekunder, industri yang paling banyak diminati oleh investor asing adalah industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi (8.8%), industri logam dasar, barang logam mesin, dan elektronik (7.9%) serta industri makanan (5.7%). Sektor tersier lainnya yang menjadi incaran investor asing adalah subsektor listrik, gas dan air (5.8%) dan sektor perdagangan dan reparasi (4%). Di sektor pertanian, selain pertambangan, subsektor tanaman pangan dan perkebunan juga merupakan subsektor yang menarik bagi investor asing dimana sekitar 4.1% dari total FDI di tahun 2005-2012 ditanamkan di subsektor ini.
38 Perdagangan dan Reparasi 4.0%
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 27.7%
Lainnya 21.1%
Tanaman Pangan dan Perkebunan 4.1%
Pertambangan 9.7%
Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 4.9% Industri Makanan 5.75%
Listrik, Gas dan Air 5.8%
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik 7.9%
Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi 8.8%
Sumber: BKPM (2012), diolah. Gambar 9 Rata-rata realisasi FDI menurut subsektor tahun 2005-2012 Singapura merupakan negara terbesar yang menanamkan modalnya dalam bentuk FDI ke Indonesia. Nilai FDI dari Singapura mencapai 4 856.4 juta US$ dengan 805 proyek atau sekitar 19.77% dari total FDI di Indonesia tahun 2012. Jepang merupakan negara terbesar kedua dengan total FDI sebesar 2 456.9 juta US$ atau sekitar 10% dari total FDI yang masuk di Indonesia di tahun 2012. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2012, 3 negara yang paling besar menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di Indonesia berasal dari Asia. Sedangkan Amerika Serikat berada di urutan keempat dengan porsi 5% dari total FDI, kemudian baru investor-investor asing dari negara-negara Benua Afrika, Eropa dan Australia. Tabel 4 Realisasi FDI di Indonesia berdasarkan 10 terbesar negara asal FDI tahun 2012 No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara (2) Singapura Jepang Korea Selatan Amerika Serikat Mauritius Belanda Inggris British Virgin Islands Australia Taiwan
Sumber: BKPM (2012).
Proyek (3) 805 405 421 97 23 131 97 168 137 85
Realisasi FDI Nilai (juta US$) % dari total FDI (4) (5) 4 856.4 19.77 2 456.9 10.00 1 949.7 7.94 1 238.3 5.04 1 058.8 4.31 966.5 3.93 934.4 3.80 855.9 3.48 743.6 646.9
3.03 2.63
39 Perkembangan PDB dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
PDB Riil
Pertumbuhan PDB Riil (%)
2012
2011
-20.00 2010
0 2009
-15.00
2008
500
2007
-10.00
2006
1000
2005
-5.00
2004
1500
2003
0.00
2002
2000
2001
5.00
2000
2500
1999
10.00
1998
3000
1997
PDB Riil (Triliun Rupiah)
Produk Domestik Bruto (PDB) riil atau atas dasar harga konstan merupakan indikator makroekonomi yang menunjukkan perkembangan agregat perekonomian suatu negara dari waktu ke waktu. Gambar 10 menunjukkan perkembangan PDB riil dan pertumbuhannya dari tahun 1997-2012. Secara umum tren PDB di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu 1990-2012, PDB secara riil mengalami peningkatan yaitu sekitar 1 535.54 triliun rupiah di tahun 1997 menjadi 2 618.14 triliun rupiah pada tahun 2012. Hanya saja saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997/1998, PDB di Indonesia mengalami penurunan dari sebesar 1 535.54 triliun rupiah menjadi 1 304.84 triliun rupiah pada tahun 2008. Krisis ekonomi 1997/1998 sangat memengaruhi perekonomian di Indonesia. Tahun 1998 merupakan saat terberat bagi perekonomian Indonesia dimana pertumbuhan PDB riil atau disebut juga pertumbuhan ekonomi pada saat itu menurun hingga mencapai -15%. Dampak krisis masih dirasakan hingga tahun 1999, dimana pertumbuhan ekonomi masih negatif 0.05%. Pada tahun 2000, perekonomian di Indonesia telah pulih dan tumbuh hingga mencapai 6.56%. Hingga tahun 2012 perekonomian di Indonesia selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5.42% per tahun.
Pertumbuhan PDB Riil
Sumber: BPS (2012), diolah. Gambar 10 Nilai PDB riil dan pertumbuhan PDB riil Indonesia tahun 19972012 Krisis finansial global 2008 tampaknya memberikan imbas terhadap perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2009 hanya sekitar 4.63%, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu 6.01% di tahun 2008 dan 6.35% di tahun 2007. Namun dampak krisis finansial global ini dinilai imbasnya tidak terlalu besar bagi perekonomian
40 di Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang masih positif di tahun tersebut.
Perkembangan Nilai Tukar Nominal dan Nilai Tukar Riil Nilai tukar nominal merupakan harga mata uang suatu negara dibandingkan dengan mata uang negara lainnya. Gambar 11 menunjukkan perkembangan nilai tukar nominal (Rupiah/Dollar Amerika Serikat) dan perkembangan nilai tukar riil. Sebelum krisis ekonomi tahun 1997/1998, Indonesia menganut rezim fixed exchange rate dimana nilai tukar rupiah dijaga tetap pada level tertentu terhadap US$. Pada periode 1997:1 hingga 1997:2 nilai tukar Indonesia sekitar Rp2 400/US$. Pada periode 1997:3 mulai meningkat menjadi Rp2 970/US$ dan Rp3 989/US$ pada periode 1997:4. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada level tertentu membutuhkan devisa yang besar. Pada saat terjadi krisis 1997/1998, Indonesia tidak mampu menjaga rupiah pada level Rp2 500-an/US$, sehingga untuk menjaga devisa negara agar tidak semakin berkurang pemerintah melakukan perubahan rezim dari fixed exchange rate menjadi floating exchange rate. Nilai tukar rupiah dibiarkan menyesuaikan dengan kondisi perekonomian. Sewaktu rezim floating exchange rate hingga di tahun 2012 nilai tukar rupiah berkisar di angka Rp9 000-an/US$. 16000.00 Nilai Tukar (Rp/US$)
14000.00 12000.00 10000.00 8000.00 6000.00 4000.00 2000.00 1997.1 1997.4 1998.3 1999.2 2000.1 2000.4 2001.3 2002.2 2003.1 2003.4 2004.3 2005.2 2006.1 2006.4 2007.3 2008.2 2009.1 2009.4 2010.3 2011.2 2012.1 2012.4
0.00
nilai tukar riil
nilai tukar (Rp/US$)
Sumber: BI (2012), diolah. Gambar 11 Nilai tukar nominal dan nilai tukar riil Indonesia 1997:1-2012:4 Nilai tukar riil menggambarkan daya saing suatu produk dalam negeri terhadap produk luar negeri. Nilai tukar riil mempertimbangkan harga produk domestik dan luar negeri. Pada saat krisis moneter 1997/1998 ketika rupiah terdepresiasi terhadap US$, pada saat itu daya saing produk Indonesia menjadi meningkat dibandingkan dengan produk-produk luar negeri. Hal ini disebabkan harga produk Indonesia relatif lebih murah dibandingkan dengan produk-produk
41 luar negeri. Secara umum pola antara nilai tukar nominal dan nilai tukar riil menunjukkan pola yang mirip. Peningkatan dan penurunan nilai tukar riil menunjukkan naik dan turunnya daya saing produk Indonesia dibandingkan luar negeri.
Perkembangan Inflasi Krisis ekonomi tahun 1997/1998 membuat harga-harga melambung tinggi. Bahkan pada tahun 1998, inflasi triwulanan di Indonesia mencapai 2 digit dengan angka tertinggi pada periode 1998:1 yang mencapai 27.11% . Sedangkan pada 2 periode berikutnya tercatat 15.30% dan 19.73%. Mulai tahun 1999 inflasi triwulanan sudah menunjukkan angka yang stabil dengan rata-rata dari tahun 1999-2004 sekitar 1.84%. Inflasi mencapai 2 digit kembali pada periode 2005:4 yang mencapai 10.08%. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dua kali di tahun 2005. Bulan Maret, harga BBM dinaikkan 32% untuk premium (dari Rp1 810 menjadi Rp2 400 per liter) dan solar dari Rp1 650 menjadi Rp2 100 per liter atau meningkat 27%. Pada 1 Oktober 2005, pemerintah kembali menaikkan harga BBM secara signifikan. Harga premium naik Rp2 400 menjadi Rp4 500 per liter (87%) dan solar naik dari Rp2 100 menjadi Rp4 300 per liter (105%). 3 30.00 25.00
Inflasi (%)
20.00 15.00 10.00 5.00
-5.00
1997.1 1997.4 1998.3 1999.2 2000.1 2000.4 2001.3 2002.2 2003.1 2003.4 2004.3 2005.2 2006.1 2006.4 2007.3 2008.2 2009.1 2009.4 2010.3 2011.2 2012.1 2012.4
0.00
Sumber: BPS (2012), diolah. Gambar 12 Inflasi Indonesia periode 1997:1-2012:4
3
Abimanyu, Anggito. Kenaikan Harga BBM. http://nasional.kompas.com/read/2012/03/01/04223337/Kenaikan.Harga.BBM [diunduh 2013 Sep 20]
42 Perkembangan Tingkat Upah Riil Buruh
2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 1997.1 1997.4 1998.3 1999.2 2000.1 2000.4 2001.3 2002.2 2003.1 2003.4 2004.3 2005.2 2006.1 2006.4 2007.3 2008.2 2009.1 2009.4 2010.3 2011.2
Rata-rata upah buruh riil (ribu rupiah)
Gambar 13 menunjukkan rata-rata upah buruh riil dibawah mandor dari 1997:1 sampai dengan 2011:4. Rata-rata upah riil ini merupakan rata-rata upah nominal buruh industri, pertambangan dan perhotelan setelah dibagi dengan IHK (2007=100). Upah riil buruh dari periode 1997:1 sampai dengan 1999:1 menunjukkan tren yang menurun yaitu 1.25 juta rupiah pada periode 1997:1 menjadi 923.05 ribu rupiah pada periode 1999:1. Kenaikan harga-harga pada periode tersebut menjadi penyebab menurunnya upah riil yang diterima oleh buruh dibawah mandor. Kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2008 yang berimbas pada kenaikan harga barang-barang lainnya juga membuat berkurangnya nilai upah riil yang diterima oleh buruh. Pada periode 2005:4 upah riil buruh sebesar 1.42 juta rupiah sedangkan pada periode sebelumnya mencapai 1.72 juta rupiah atau berkurang sebesar 17.44%. Demikian pula pada periode 2008:3 upah buruh riil di Indonesia turun menjadi 1.49 juta rupiah atau turun sebesar 1.98% dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada periode tersebut pemerintah menaikkan harga BBM sehingga terjadi kenaikan harga-harga.
Sumber: BPS (2012), diolah. Gambar 13 Rata-rata upah buruh riil per bulan di bawah mandor periode 1997:1-2012:4
Perkembangan Suku Bunga Riil Periode krisis 1997/1998 dimana terjadi tingkat inflasi yang tinggi telah menekan suku bunga riil di Indonesia. Kondisi terparah terjadi pada periode 1998:1 dimana suku bunga riil hanya sebesar -6.95%. Pada periode 1998:4 suku bunga riil meningkat sebesar 21.9%. Suku bunga riil kembali tertekan menjadi 5.58% pada saat Pemerintah menaikkan harga BBM dua kali pada tahun 2005
43 yang menyebabkan kenaikan harga-harga komoditi lainnya. Setelah tahun 2005 sampai tahun 2011, rata-rata suku bunga riil berada di sekitar 12%. 30
20 15 10 5 2011.2
2010.3
2009.4
2009.1
2008.2
2007.3
2006.4
2006.1
2005.2
2004.3
2003.4
2003.1
2002.2
2001.3
2000.4
2000.1
1999.2
1998.3
-5
1997.4
0 1997.1
Suku bunga riil (%)
25
-10
Sumber: BI (2012), diolah. Gambar 14 Suku bunga riil periode 1997:1-2012:4
Perkembangan Realisasi PMDN Gambar 15 menunjukkan realisasi PDMN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dari tahun 1997-2000 tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Namun di tahun 2001, realisasi PMDN menurun hingga mencapai 52% dibandingkan dengan tahun 2000. Hal ini kemungkinan disebabkan karena PMDN yang berorientasi ekspor terganggu dangan kondisi ketidakstabilan politik dan keamanan dunia pasca serangan WTC tahun 2001. Realisasi PMDN juga mengalami penurunan di beberapa tahun yaitu tahun 2006 serta tahun 2008. Kenaikan harga minyak dunia, kenaikan harga BBM dalam negeri serta adanya krisis finansial kemungkinan menjadi faktor penyebabnya. Realisasi PMDN mulai tahun 2008 menunjukkan tren yang meningkat. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan kondisi perekonomian di Indonesia yang menciptakan iklim investasi yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan bagi investor domestik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
44 100 90 PMDN (triliun rupiah)
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Sumber: BKPM (2012). Gambar 15 Realisasi PMDN di Indonesia tahun 1997-2012 Sektor sekunder (industri pengolahan) merupakan sektor yang paling diminati oleh investor domestik. Pada tahun 2012, PMDN di sektor sekunder mencapai 49.89 triliun rupiah atau sekitar 54% dari total PMDN yang berjumlah 92.18 triliun rupiah. Selama tahun 2005-2008 sektor primer dan sektor tersier merupakan sektor yang kurang diminati oleh investor domestik. Rata-rata dari tahun 2005-2008, PMDN di sektor primer dan tersier masing-masing hanya sekitar 15%-16% dari total PMDN di Indonesia. Namun mulai tahun 2008 minat investor domestik untuk menanamkan modalnya di sektor primer dan tersier mulai meningkat. Mulai tahun 2009-2012, rata-rata porsi PMDN di sektor primer sebesar 21%, sedangkan sektor tersier sebesar 31%.
Realisasi PMDN (triliun rupiah)
primer
sekunder
tersier
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
2005
2006
2007
2008
2,009.
2010
2011
2012
5.82
3.70
6.09
2.03
7.14
13.38
16.53
20.37
sekunder 21.57
13.21
27.13
16.34
20.41
24.43
38.53
49.89
tersier
4.21
4.80
5.18
18.20
22.81
20.94
21.92
primer
4.35
Sumber: BKPM (2012). Gambar 16 Realisasi PMDN berdasarkan sektor ekonomi tahun 2005-2012
45 Subsektor industri makanan merupakan subsektor yang paling diminati investor domestik yaitu sebesar 14.8% dari total PMDN di tahun 2005-2012. Industri kertas, barang dari kertas dan percetakan juga cukup diminati investor domestik yaitu sebesar 12.3%. Di sektor primer, sekitar 10.4% dari total PMDN diinvestasikan di subsektor tanaman pangan dan perkebunan sedangkan sekitar 7.2% dari total PMDN berada di sektor pertambangan. Di sektor tersier, mayoritas PMDN diinvestasikan di subsektor listrik, gas dan air serta subsektor transportasi, gudang dan telekomunikasi yaitu sebesar 8.5% dan 6.3% dari total PMDN di Indonesia selama tahun 2005-2012. Industri Makanan 14.8%
Lainnya Industri Kimia 21.7% Dasar, Barang Kimia dan Farmasi 5.6%
Industri Kertas, Barang dari kertas dan Percetakan 12.3%
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 6.3% Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik 6.4%
Tanaman Pangan dan Perkebunan 10.4% Industri Mineral Non Logam 6.8%
Pertambangan 7.2%
Listrik, Gas dan Air 8.5%
Sumber: BKPM (2012), diolah. Gambar 17 Persentase PMDN berdasarkan subsektor tahun 2005-2012
Perkembangan Pembangunan Infrastruktur Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pemerintah pusat adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan dari barang-barang bekas. Dalam penelitian ini PMTB pemerintah pusat dijadikan proxy untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pusat di Indonesia dari tahun 1997-2011 menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2011, realisasi pembangunan infrastruktur di Indonesia mencapai 94.82 triliun rupiah. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan pembangunan infrastruktur yang mencapai 63.51 triliun rupiah atau meningkat sekitar 76% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2005 terlihat penurunan pembangunan infrastrukur sekitar 44% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Gambar 18).
PMTB pemerintah pusat (triliun rupiah)
46 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 -
Sumber: BPS (2012). Gambar 18 Perkembangan PMTB pemerintah pusat tahun 1997-2011
Keterbukaan ekonomi Derajat keterbukaan ekonomi yang merupakan rasio dari penjumlahan ekspor dan impor per PDB merupakan indikator hubungan suatu negara dengan negara lainnya. Semakin besar derajat keterbukaan ekonomi di suatu negara menunjukkan semakin banyak hubungan internasional negara tersebut dengan nagara lainnya di dunia. Tambunan (2004) menyebutkan semakin tinggi rasio tersebut menandakan semakin mengglobal perekonomian dari negara tersebut. Sebaliknya semakin terisolasi suatu negara dari dunia, seperti Korea Utara, semakin kecil rasio tersebut.
Keterbukaan ekonomi (%)
140 120 100 80 60 40 20 1997.1 1997.4 1998.3 1999.2 2000.1 2000.4 2001.3 2002.2 2003.1 2003.4 2004.3 2005.2 2006.1 2006.4 2007.3 2008.2 2009.1 2009.4 2010.3 2011.2
0
Sumber: BPS (2012), diolah. Gambar 19 Perkembangan keterbukaan ekonomi Indonesia periode 1997:12011:4
47 Selama tahun 1997-2011, keterbukaan ekonomi Indonesia yang tertinggi justru di saat terjadi krisis ekonomi 1997/1998. Hal ini ditandai dengan besarnya rasio ekspor dan impor per PDB selama periode tersebut. Pada periode 1998:3, keterbukaan ekonomi Indonesia mencapai 118.13%. Hal ini berarti di tahun-tahun tersebut aktivitas perdagangan Indonesia dengan negara-negara lain semakin intens dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya. Hal ini bisa dijelaskan karena saat itu nilai tukar rupiah melemah, sehingga di mata internasional produk Indonesia relatif murah. Hal ini menyebabkan daya saing produk Indonesia dibandingkan produk luar negeri meningkat sehingga meningkatkan ekspor.
Analisis Determinan FDI di Indonesia Tahap awal sebelum dilakukan estimasi adalah dilakukan tahapan uji stasioneritas semua data agar hasil estimasi yang dihasilkan tidak spurious. Pengujian stasioneritas data dalam penelitian ini menggunakan uji unit root yaitu dengan metode ADF (Augmented Dickey Fuller) dan menggunakan taraf nyata 5%. Jika probabilitas ADF < 0.05 maka hipotesis nol (data mengandung akar unit) ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan adalah stasioner. Tabel 5. Uji stasioneritas variabel penelitian Variabel
Metode Augmented Dickey Fuller (ADF)
Probabilitas
(1)
(2)
(3)
LnFDI Intersep dengan tren LnPDB Intersep dengan tren LnW Intersep dengan tren LnINFRA Intersep dengan tren OPEN Intersep dengan tren LnRER Intersep dengan tren RIR Intersep tanpa tren LnPMDN Intersep dengan tren GOV Intersep dengan tren INFLASI Intersep dengan tren Sumber: Data sekunder, diolah.
0.0001 0.0000 0.0467 0.0103 0.0305 0.0055 0.0009 0.0018 0.0154 0.0009
Pengujian akar unit dengan metode ADF menunjukkan bahwa variabel LnFDI, LnPDB, upah riil, infrastruktur, nilai tukar riil, suku bunga riil, keterbukaan ekonomi, LnPMDN, pengeluaran pemerintah dan inflasi tidak mengandung unit root yang berarti bahwa variabel-variabel tersebut telah stasioner pada level. Uji normalitas dengan Jarque-Bera menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal dengan nilai probabilitas sebesar 0.767155 atau lebih besar dari nilai 5%. Sementara korelasi antarvariabel independen menunjukkan bahwa ada variabel yang memiliki korelasi yang cukup tinggi (di atas 0.8) yaitu
48 keterbukaan ekonomi (OPEN) dan nilai tukar riil (RER) yang memiliki kolerasi sebesar 0.847 serta variabel LnPDB dan upah riil dengan korelasi sebesar 0.842. Namun dengan pengujian menggunakan nilai VIF didapatkan bahwa nilai VIF semua variabel di bawah 10 sehingga model terbebas dari asumsi multikolinieritas. Pengujian heteroskedastisitas melalui Uji White Heteroskedasticity menjamin model tidak ada masalah heteroskedastisitas, di mana angka probabilitas Chisquare sebesar 0.6711. Sedangkan probabilitas Chi-Square Breusch-Godfrey Serial Correlation LM test sebesar 0.1225 menunjukkan bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi. Dengan menggunakan Eviews 7.1 diperoleh hasil estimasi sebagai berikut: Tabel 6 Hasil estimasi persamaan determinan FDI Variabel
Koefisien
Standar error
t-statistik
Probabilitas
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
46.08967 2.696030 1.054211 0.119075 0.015183 1.671523 0.052703
-1.361614 2.167049 -1.313736 1.786312 1.786700 0.352845 1.500713
0.1793 0.0174 0.0974 0.0400 0.0799 0.7257 0.9302
C -62.75633 LnPDB 5.842430 LnW -1.384955 LnINFRA(-1) 0.212706 OPEN 0.027128 LnRER 0.589789 RIR 0.079093 R-squared 0.251423 F-statistic 5.438423 Prob(F-statistic) 0.000208 Sumber: Data sekunder, diolah.
Nilai F-stastistic sebesar 5.438423, dengan nilai Prob(F-statistic) 0.000208 (lebih kecil dari α = 0.05) mengindikasikan bahwa terdapat minimal 1 variabel independen yang memengaruhi FDI di Indonesia. Berdasarkan uji t pada masing-masing variabel independen dapat disimpulkan bahwa PDB, upah buruh, infrastruktur dan keterbukaan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap masuknya FDI di Indonesia. Sedangkan nilai tukar riil dan suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap masuknya FDI di Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa peningkatan PDB signifikan berpengaruh positif terhadap masuknya FDI di Indonesia. Peningkatan PDB 1% akan meningkatkan masuknya FDI ke Indonesia sebesar 5.84%, dengan asumsi ceteris paribus. Kenaikan PDB yang menunjukkan adanya peningkatan ukuran pasar (market size) merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya ke suatu negara. Besarnya pasar akan memberikan kentungan bagi produsen karena tercapainya realisasi skala ekonomi dan memungkinkan spesialisasi faktor produksi serta besarnya permintaan akan barang/jasa. Hal ini sejalan dengan hasil temuan Ayanwale (2007) di Nigeria, Ruxanda dan Muraru (2010) di Rumania serta Anwar dan Nguyen (2010) di Vietnam. Kenaikan upah buruh signifikan berpengaruh negatif terhadap masuknya FDI di Indonesia. Kenaikan upah riil buruh 1% akan menurunkan arus masuk FDI
49 sebesar 1.38%, ceteris paribus. Hal ini disebabkan karena upah merupakan komponen biaya produksi bagi perusahaan. Semakin tinggi upah menunjukkan semakin besar biaya produksi yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dan memperkecil margin keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Investor asing akan cenderung memilih lokasi untuk berinvestasi di negara-negara dengan upah pekerja yang relatif murah. Anwar dan Nguyen (2010) di Vietnam, Ruxanda dan Muraru (2010) di Rumania serta Kurniati et al. (2007) di Asia Tenggara, Korea, China dan India juga menyimpulkan bahwa rendahnya upah buruh merupakan daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI ke suatu negara. Infrastruktur merupakan komponen penting yang mampu menarik masuknya FDI ke suatu negara. Infrastruktur yang baik akan mendorong efisiensi waktu maupun biaya. Sedangkan infrastruktur yang buruk akan menjadi biaya ekstra yang ditanggung oleh pengusaha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur 1 periode sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap masuknya FDI di Indonesia. Peningkatan pembangunan infrastruktur sebesar 1% akan meningkatkan masuknya FDI ke Indonesia pada periode setelahnya sebesar 0.21%, ceteris paribus. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah satu periode pembangunan infrastruktur, para investor asing sudah merasakan adanya dampak yang menguntungkan untuk berinvestasi. Ayanwale (2007) di Nigeria, Anwar dan Nguyen (2010) di Vietnam, Kurniati et al. (2007) di Asia Tenggara, Korea, China dan India juga menyimpulkan pentingnya pembangunan infrastruktur dalam rangka menarik masuknya FDI ke suatu negara. Keterbukaan ekonomi berpengaruh positif terhadap masuknya FDI di Indonesia. Derajat keterbukaan ekonomi yang lebih tinggi tidak hanya menunjukkan semakin banyaknya hubungan ekonomi dengan seluruh dunia, tetapi juga menunjukkan lebih terbuka dan liberalisasi dalam ekonomi dan rezim perdagangan. FDI vertikal, yang berkepentingan dengan arus input antara dan barang setengah jadi baik kedalam maupun keluar host country, akan diuntungkan dengan adanya keterbukaan ekonomi yang lebih tinggi (Lim 2001). Dengan derajat keterbukaan ekonomi yang tinggi, memudahkan bagi perusahaanperusahaan asing untuk mengimpor bahan baku dari luar negeri maupun mengekspor kembali produk setengah jadi maupun produk jadi ke luar negeri. Sahoo (2006) dalam penelitiannya di 4 negara Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh dan Sri Lanka) menyimpulkan bahwa keterbukaan ekonomi berpengaruh positif terhadap masuknya FDI di negara-negara tersebut. Azam dan Lukman (2010) juga menyimpulkan adanya pengaruh positif keterbukaan ekonomi terhadap FDI di Pakistan. Nilai tukar tidak signifikan memengaruhi masuknya FDI di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan bahwa perubahan nilai tukar dalam jangka pendek tidak memengaruhi keputusan investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di Indonesia. Namun koefisien positif mengindikasikan bahwa depresiasi nilai tukar riil akan menyebabkan peningkatan arus masuk FDI. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menguntungkan bagi FDI yang berorientasi ekspor. Dengan depresiasi rupiah akan meningkatkan daya saing produk domestik sehingga dapat meningkatkan ekspor. Hal ini menjadi daya tarik bagi perusahaan-perusahaan asing yang berorientasi untuk ekspor. Selain itu, depresiasi nilai tukar juga menyebabkan nilai rupiah menjadi rendah sehingga
50 biaya investasi di Indonesia akan menjadi lebih murah. Kurniati et al. (2007) dalam penelitiannya tentang determinan FDI di Asia Tenggara, Korea, China dan India juga menemukan bahwa tukar riil bukan merupakan faktor yang menjadi pertimbangan bagi investor asing untuk berinvestasi dalam bentuk FDI ke suatu negara. Suku bunga tidak signifikan berpengaruh negatif terhadap masuknya FDI di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan perubahan suku bunga dalam jangka pendek tidak mempengaruhi keputusan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini disebabkan investasi berupa FDI lebih bersifat jangka panjang. Kurniati et al. (2007) dengan menggunakan model gravity juga menyimpulkan bahwa perbedaan tingkat suku bunga bukan merupakan variabel yang signifikan dalam memengaruhi investasi yang masuk ke dalam suatu negara.
Dampak FDI Terhadap PDB Uji normalitas dengan Jarque-Bera menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal dengan nilai probabilitas sebesar 0.406116 atau lebih besar dari nilai 5%. Sementara korelasi antarvariabel independen tidak ada yang melebihi 0.8 dan nilai VIF tidak ada yang melebihi 10 sehingga model bebas dari multikolinieritas. Pengujian heteroskedastisitas melalui Uji White Heteroskedasticity menjamin model tidak ada masalah heteroskedastisitas, di mana angka probabilitas Chi-square sebesar 0.1044. Sedangkan probabilitas ChiSquare Breusch-Godfrey Serial Correlation LM test sebesar 0.2433 menunjukkan bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi. Dengan menggunakan Eviews 7.1 diperoleh hasil estimasi sebagai berikut: Tabel 7 Hasil estimasi persamaan dampak FDI terhadap PDB Variabel
Koefisien
Standar error
t-statistik
Probabilitas
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
C 10.20133 LNFDI 0.203167 LNPMDN(-2) 0.011652 GOV 0.023362 OPEN -0.008984 INFLASI 0.016740 R-squared 0.576155 F-statistic 20.48556 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber: Data sekunder, diolah.
0.627217 0.052639 0.031699 0.014603 0.002279 0.006405
16.26445 3.859623 0.367578 1.599751 -3.941395 2.613406
0.0000 0.0003 0.3574 0.0578 0.0002 0.0117
Nilai F-stastistic sebesar 20.48556, dengan nilai Prob(F-statistic) 0.000000 (lebih kecil dari α = 0.05) mengindikasikan bahwa terdapat minimal 1 variabel independen yang memengaruhi PDB di Indonesia. Berdasarkan uji t pada masingmasing variabel independen dapat disimpulkan bahwa FDI, pengeluaran
51 pemerintah, keterbukaan ekonomi dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap peningkatan PDB di Indonesia. Sedangkan PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap PDB di Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan realisasi FDI di Indonesia signifikan memengaruhi peningkatan PDB di Indonesia. Kenaikan realisasi FDI sebesar 1% akan meningkatkan PDB sebesar 0.20%, ceteris paribus. FDI memiliki elastisitas terbesar dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya di dalam model. Hal ini menunjukkan pentingnya peran investasi asing terhadap peningkatan PDB di Indonesia. Ayanwale (2007) dalam penelitiannya di Nigeria, Anwar dan Nguyen (2010) di Vietnam, Agrawal dan Khan (2011) di China dan India serta Makki dan Somwaru (2004) di negara-negara berkembang menyimpulkan adanya dampak positif FDI terhadap perekonomian negara penerima FDI. Besarnya dampak FDI dibandingkan dengan PMDN sejalan dengan hasil temuan Boreinztein et al.(1998) dalam penelitiannya di 69 negara berkembang dari tahun 1970-1989. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak signifikan memengaruhi PDB di Indonesia. Bahkan dampaknya belum signifikan memengaruhi PDB meskipun setelah 2 periode penanaman modal. Hal ini dapat disebabkan masih rendahnya porsi PMDN dibandingkan dengan FDI sehingga tidak cukup kuat untuk menjadi mesin pendorong peningkatan PDB di Indonesia. Disamping itu, cakupan data realisasi PMDN yang bersumber dari BKPM dirasa masih under estimate, karena data realisasi tersebut tidak termasuk investasi yang dilakukan oleh rumahtangga dan investasi yang dikeluarkan oleh instansi sektor. Padahal investasi yang dilakukan oleh rumahtangga maupun UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang perijinannya tidak lewat BKPM, cukup berperan sebagai menyumbang bagi kinerja investasi domestik di Indonesia. Pendekatan model IS-LM menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah bersama-sama dengan pengeluaran konsumsi dan investasi membentuk pengeluaran yang direncanakan (Mankiw 2007). Peningkatan pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal ekspansif atau demand shocks. Peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pengeluaran agregat, sehingga mendorong peningkatan produksi dan peningkatan total output (PDB). Hasil estimasi menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah signifikan berpengaruh positif terhadap peningkatan PDB di Indonesia. Peningkatan rasio pengeluaran pemerintah per PDB sebesar 1% akan meningkatkan PDB sebesar 0.02%, ceteris paribus. Keterbukaan ekonomi merupakan indikator derajat hubungan perekonomian suatu negara dengan negara lainnya. Semakin besar nilai keterbukaan ekonomi menunjukkan semakin tinggi derajat liberalisasi perdagangan negara tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi berpengaruh negatif terhadap peningkatan PDB di Indonesia. Simorangkir (2008) dengan menggunakan SVAR juga menyimpulkan bahwa keterbukaan ekonomi berpengaruh negatif terhadap peningkatan PDB di Indonesia. Hal ini disebabkan rendahnya daya saing produk Indonesia dibandingkan luar negeri sehingga banyak produk asing yang masuk ke Indonesia. Semakin rendahnya permintaan produk dalam negeri membuat output dalam negeri mengalami penurunan sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tambunan (2004) juga menyatakan bahwa Indonesia tidak termasuk negara yang sangat diuntungkan
52 oleh liberalisasi perdagangan dan ini memberikan kesan bahwa daya saing global Indonesia tergolong rendah. Keterbukaan ekonomi berpengaruh negatif terhadap PDB di Indonesia, namun berpengaruh positif terhadap masuknya FDI di Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh positif keterbukaan ekonomi terhadap FDI terjadi pada FDI vertikal. FDI jenis ini ditanamkan di sektor-sektor yang membutuhkan barang baku/setengah jadi berasal dari impor ataupun di sektor-sektor yang mengekspor kembali hasil produksinya ke luar negeri. Hal ini sejalan dengan data yang tersedia bahwa mayoritas impor Indonesia merupakan impor bahan baku dan barang penolong. Gambar 20 menunjukkan bahwa selama tahun 1997-2012 sekitar 75.12% impor Indonesia merupakan bahan baku dan barang penolong, 17.36% merupakan barang modal dan 7.51% merupakan barang konsumsi. Hal ini menunjukkan ketergantungan industri di Indonesia terhadap barang impor. Walaupun aktivitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan asing maupun perusahaan domestik meningkatkan PDB namun besarnya impor bahan baku, barang penolong dan barang modal untuk industri akan mengurangi peningkatan PDB di Indonesia. barang modal 17.36%
barang konsumsi 7.51%
bahan baku dan barang penolong 75.12%
Sumber: BPS (2012), diolah. Gambar 20 Rata-rata persentase impor menurut penggunaan barang tahun 1997-2011 Berdasarkan hasil estimasi, inflasi memiliki peran yang positif dalam mendorong kenaikan PDB. Kenaikan inflasi 1% akan meningkatkan PDB 0.017%, ceteris paribus. Inflasi yang menunjukkan adanya peningkatan harga merupakan insentif bagi pengusaha untuk berproduksi. Ketika terjadi inflasi, berarti hargaharga meningkat, maka selama daya beli masyarakat masih baik, justru kondisi inflasi ini akan dapat menambah gairah kegiatan perekonomian, para perusahaan mau menambah tingkat produksinya dan produksi juga akan terserap oleh masyarakat. Jika kasus ini yang terjadi maka inflasi akan berdampak positif bagi perekonomian, karena selain mampu meningkatkan produksi juga akan menurunkan pengangguran (Prasetyo 2012).
53
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian dan analisis yang sudah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Determinan masuknya FDI di Indonesia adalah PDB, upah buruh, infrastruktur dan keterbukaan ekonomi. Peningkatan PDB yang berarti peningkatan market size adalah faktor dominan yang menarik masuknya FDI di Indonesia. 2. Foreign Direct Investment (FDI) berdampak positif terhadap peningkatan PDB di Indonesia. FDI sebagai komponen investasi memiliki dampak positif lebih besar dibandingkan dengan dengan PMDN. Selain FDI merupakan komponen yang menambah akumulasi modal domestik, FDI juga merupakan sarana transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang.
Saran 1.
2.
3. 4.
Foreign Direct Investment (FDI) terbukti merupakan komponen penting bagi peningkatan PDB di Indonesia. Disamping itu, PDB merupakan faktor dominan yang mampu menarik FDI di Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan untuk meningkatkan PDB merupakan kebijakan penting dalam rangka menarik masuknya FDI ke Indonesia. Upah buruh merupakan komponen biaya produksi yang menjadi pertimbangan bagi para investor asing. Oleh karena itu, perlu diterapkan kebijakan upah yang mampu bersaing dengan upah di negara lain dengan tetap memperhitungkan kesejahteraan buruh. Pembangunan serta perbaikan infrastruktur di Indonesia perlu ditingkatkan, sehingga akan meningkatkan daya saing dalam menarik FDI dari negara lain. Keterbukaan ekonomi merupakan nilai tambah yang dapat menarik masuknya FDI, namun Indonesia harus mempersiapkan diri dengan peningkatan kualitas produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk luar negeri. Sehingga dampak liberalisasi perdagangan bukan hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar yang dibanjiri oleh barang-barang impor yang akhirnya akan merugikan produsen dalam negeri.
54
DAFTAR PUSTAKA Agrawal G, Khan MA. 2011. Impact of FDI on GDP: a comparative study of China and India. International Journal of Business and Management. 6(10):7179. Alfaro L. 2003. Foreign Direct Investment and growth: does the sector matter? Harvard Business School Working Paper. 14:1-31. Amin A. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing langsung di sektor industri manufaktur non migas di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anastasia HM. 2010. Faktor-faktor ekonomi makro yang mempengaruhi Investasi Asing Langsung (FDI) pada sektor perkebunan di Indonesia periode (tahun 1980-2007) [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Anwar S, Nguyen LP. 2010. Foreign Direct Investment and economic growth in Vietnam. Asia Pasific Business Review. 16(1-2):183-202. Arsyad L. 2010. Ekonomi Pembangunan. Ed ke-5. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPM. Ayanwale AB. 2007. FDI and economic growth: evidence from Nigeria. African Economic Research Consortium Research Paper 165. Azzam M, Lukman L. 2010. Determinants of Foreign Direct Investment in India, Indonesia and Pakistan:a quantitative approach. Journal of Managerial Sciences. 4(1):31-44. [BI] Bank Indonesia. 2012. http://www.bi.go.id. [diunduh 2013 Jul 26]. [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2008. Dukungan pemerintah pusat terhadap peningkatan investasi di daerah. Jakarta (ID): BKPM. [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2012. http://www.bkpm.go.id. [diunduh 2013 Jul 19]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. http://www.bps.go.id. [diunduh 2013 Jul 26]. Borensztein E, Gregorio JD, Lee JW. 1998. How does Foreign Direct Investment affect economic growth? Journal of International Economics. 45:115-135. Chunlai C. 1997. The location determinants of Foreign Direct Investment in developing countries. Chinese Economies Research Centre The University of Adelaide Working Paper. No. 97/12. Dornbusch R, Fischer S, Startz R. 2004. Macroeconomics. 9th ed. New York (US): McGraw-Hill. Effendi N, Soemantri FM. 2002. Foreign Direct Investment and regional economic growth in Indonesia: a panel data study. Working Paper in Economic and Development Studies Departement of Economic Padjadjaran University No. 200305. El Wassal K. 2012. Foreign Direct Investment and economic growth in Arab Countries (1970-2008): An Inquiry into Determinants of Growth Benefits. Journal of Economic Development. 37(4):2012. Falki N. 2009. Impact of Foreign Direct Investment on economic growth in Pakistan. International Review of Business Research Papers. 5(5):110-120. Fikri W. 2008. Faktor-Faktor yang mempengaruhi masuknya Foreign Direct Investment (FDI) sektor jasa di Indonesia [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
55 Gujarati D. 1999. Ekonometrika Dasar. Zain S, penerjemah; Hutauruk G, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari Basic Econometrics. Jhingan ML. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Guritno, penerjemah. Jakarta (ID): Rajawali Pr. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kholis M. 2012. Dampak Foreign Direct Investment terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia studi makroekonomi dengan penerapan data panel. Jurnal Organisasi dan Manajemen. 8(2):111-120. Krugman PR, Obstfeld M. 2004. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Jilid 1. Ed ke-5. Basri FH, penerjemah; Sakti ED, Sarwiji B, editor. Jakrta (ID): PT. Indeks Kelompok Gramedia. Terjemahan dari: International Economics. 5th ed. Kurniati Y, Prasmuko A, Yanfitri. 2007. Determinan FDI (faktor-faktor yang menentukan Investasi Asing Langsung). Bank Indonesia Working Paper No.6 Agustus 2007. Lim EG. 2001. Determinats of and the relation between Foreign Direct Investment and growth: a summary of the recent literature. IMF Working Paper. WP/01/175. Louzi BM, Abadi A. 2011. The Impact of Foreign Direct Investment on economic growth in Jordan. IJRRAS. 8(2). Makki S, Somwaru A. 2004. Impact of Foreign Direct Investment and trade on economic growth: evidence from developing countries. American Agricultural Economic Association. 86(3):795-801. Mankiw GN. 2007. Makroekonomi. Ed ke-6. Liza F, Nurmawan I, penerjemah; Hardani W, Barnadi D, Saat S, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. 6th ed. Mohanty D, Chakraborty AB, Das A, John J. 2011. Inflation threshold in India: an empirical investigation. RBI Working Paper Series. 18:1-17. Moosa, IA. 2002. Foreign Direct Investment: Theory, Evidence and Practice. New York (US):Palgrave. Parulian E. 2008. Analisis dampak Foreign Direct Investment (FDI) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dalam model pertumbuhan endogen [tesis]. Medan (ID): Universitas Negeri Medan. Prasetyo PE. 2012. Fundamental Makroekonomi. Yogyakarta (ID): Beta Offset. Ruxanda G, Muraru A. 2010. FDI and economic growth evidence from simultaneous equation models. Romanian Journal of Economic Forecasting. 13(1):45-58. Sahoo P. 2006. Foreign direct investment in South Asia: policy, trends, impact and determinants. ADB Institute Discussion Paper No. 56. Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Ed ke-5. Munandar H, penerjemah; Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: International Economics. 5th ed. Sarwedi. 2002. Investasi Asing Langsung di Indonesia dan faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 4(1):17-35. Simorangkir I. 2008. The openness and its impact to Indonesian economy: a struktural VAR approach. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 10(3):223-260.
56 Tambunan TH. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Jakarta (ID): Galia. Tambunan TH. 2011. Inward FDI in Indonesia and its policy context. Vale Columbia Center on Sustainable International Investment. Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid ke-1. Ed ke-9. Munandar H, Puji AL, penerjemah; Barnadi D, Saat S, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development. 9th ed. [UNCTAD] United Nations Conference on Trade and Development. 2012. http://unctad.org. [diunduh 2013 Agu 27]. Wooldridge JM. 2004. Introductory Econometrics: A Modern Approach. 2nd ed. Cambridge (UK): MIT Pr.
57 Lampiran 1. Ringkasan penelitian terdahulu Variabel Nama No Peneliti Dependen Independen (1)
(2)
(3)
(4)
Metode
Data
Hasil Penelitian
(5)
(6)
(7)
Determinan FDI dan Dampaknya terhadap PDB dan Pertumbuhan Ekonomi 1. Adeolu B FDI Market size -OLS Nigeria, Ayanwale (PDB -2SLS data (2007) perkapita), tahunan keterbukaan 1970-2002 ekonomi, return of investment, inflasi, pengeluaran pemerintah, resiko politik, human capital, infrastruktur LnPDB perkapita
2.
3.
Gheorghe Ruxanda dan Andreea Muraru (2010)
FDI
Sajid Anwar and Lan Pi Nguyen (2010)
Pertumbuhan ekonomi
PDB
FDI
FDI, (FDI persektor), keterbukaan ekonomi, return of investment, inflasi, pengeluaran pemerintah, resiko politik, human capital, infrastruktur, Lag LnPDB perkapita PDB, Keterbukaan ekonomi, upah buruh FDI, PMTB, neraca perdagangan FDI, pengeluaran pemerintah, ekspor, human capital, investasi domestik, pertumbuhan tenaga kerja, learning by doing, nilai tukar riil Pertumbuhan
Determinan FDI di Nigeria adalah market size, infrastruktur dan kestabilan makroekonomi.
FDI di Nigeria berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
2SLS
Rumania, data triwulanan, 2000:12009:1
Terdapat hubungan dua arah antara FDI dan PDB di Rumania.
-GMM
61 Provinsi di Vietnam, data tahunan dari tahun 1996-2005
Terdapat hubungan dua arah antara FDI dan pertumbuhan ekonomi di Vietnam. FDI memiliki dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
58 ekonomi, PDB perkapita, investasi domestik, ekspor, tenaga kerja terdidik, rata-rata upah pekerja, infrastruktur, nilai tukar riil. Determinan FDI 4. Yati Kurniati, Andry Prasmuko, Yanfitri (2007)
5.
Sarwedi (2002)
ekonomi juga merupakan fakor penting untuk menarik FDI ke Vietnam.
FDI
Pertumbuhan ekonomi, Upah buruh, infrastruktur, nilai tukar efektif riil, volatilitas nilai tukar, stabilitas politik, tarif (keterbukaan ekonomi), perjanjian bilateral.
Data panel
China, Filipina, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam. Data dari tahun 19902005
Faktor-faktor yang menentukan masuknya FDI ke negaranegara Asia Tenggara, Chin, Korea dan India adalah pertumbuhan ekonomi, upah buruh, infrastruktur, nilai tukar efektif dan perjanjian bilateral.
FDI
Pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, stabilitas politik, tarif (keterbukaan ekonomi), nilai tukar efektif riil, dummy krisis
OLS
Indonesia, triwulanan dari 1992:12006:4.
LogFDI
logPDB, pertumbuhan ekonomi, upah pekerja, stabilitas politik, ekspor
OLS-ECM (VECM)
Indonesia, data tahunan dari tahun 1978-2001
Faktor-faktor yang menentukan masuknya FDI ke Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, stabilitas politik dan tarif (keterbukaan ekonomi) PDB, pertumbuhan ekonomi, upah dan ekspor berhubungan positif dengan FDI di Indonesia. Sedangkan stabilitas politik mempunyai hubungan negatif.
59 6.
Mohammad Amin (2011)
FDI Manufaktur nonmigas
Market size, tingkat pendidikan, infrastruktur (jalan, listrik, pelabuhan), upah, inflasi, stabilitas politik, otonomi daerah
Data panel
26 Provinsi di Indonesia, data tahunan dari tahun 1993-2008
7.
Wildan Fikri (2008)
FDI Sekor Jasa
PDRB, keterbukaan ekonomi, inflasi, kondisi sosial politik
Data Panel
21 Propinsi di Indonesia, data tahunan dari tahun 2003-2005
8.
Henny Maria Anastasia (2010)
FDI sektor perkebunan
PDB, suku bunga dalam negeri, suku bunga luar negeri, tingkat harga, dummy krisis, ekspor, nilai tukar
Uji Kointegrasi
Indonesia, data tahunan dari tahun 1980-2007
Dampak FDI terhadap PDB dan Pertumbuhan Ekonomi 9. Gaurav PDB FDI, PMTB, OLS Agrawal angkatan kerja, dan Mohd. human capital (IPM) Aamir Khan (2011)
China dan India, tahun 1993-2009
Faktor penarik FDI sekor manufaktur nonmigas ke Indonesia yaitu market size dan infrastruktur. Sedangkan upah, inflasi dan otonomi daerah berpengaruh negatif terhadap arus masuk FDI manufaktur nonmigas. PDRB, keterbukaan ekonomi dan kondisi sosial politik berpengaruh positif terhadap FDI masuk sektor jasa. Sedangkan inflasi berpengaruh negatif terhadap FDI masuk di sektor jasa. PDB dan tingkat harga domestik berpengaruh positif terhadap FDI sektor perkebunan. Sedangkan suku bunga domestik dan krisis berpengaruh negatif terhadap FDI sektor perkebunan. FDI di China dan India berdampak positif terhadap PDB kedua negara tersebut. Namun dampak positif FDI di
60
10..
Nuzhat Falki (2009)
Ln PDB
FDI, Tenaga kerja, kapital domestik, ekspor
OLS
Pakistan, data tahunan dari tahun 1980-2006
11.
Basem Mohammed Louzi and Abeer Abadi (2011)
Log PDB
FDI, investasi domestik, liberalisasi perdagangan
VECM
Jordania, data dari tahun 19902009
12.
Nury Effendi dan Femmy M. Soemantri (2002)
Pertumbuhan ekonomi propinsi
Pertumbuhan persetujuan FDI, Pertumbuhan Human capital (jumlah lulusan SMA, universitas, total tenaga kerja di sektor industri dan manufaktur), pertumbuhan ekspor, pertumbuhan impor
Data Panel
26 Provinsi di Indonesia, periode 1993-2000 (analisis jangka pendek), 1988-2000 (analisis jangka panjang)
13.
Muhammad Kholis (2012)
Pertumbuhan PDB riil propinsi
Pertumbuhan FDI, pertumbuhan ekspor, pertumbuhan impor
Data panel
15 Provinsi di Indonesia (20062010)
14.
Kamal A. El Wassal (2012)
Ln PDB Perkapita
Ln initial PDB perkapita(t-1), FDI, Gross Capital Formation (t-1), human capital, kredit
Panel Dinamis (GMM)
16 negaranegara Arab, data tahunan dari tahun 1970-2008
China lebih besar dibandingkan dengan India. Bahwa FDI berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan. FDI tidak mempengaruhi pertumbuhan PDB, justru pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi besarnya FDI. Dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi positif dan signifikan di jangka pendek. Namun, tidak signifikan di jangka panjang. Sehingga argumen bahwa FDI mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah lemah. Dalam kurun waktu 20062010 FDI belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Peran FDI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara Arab tidak ada
61
15.
E. Borensztein, J. De Gregorio, JW. Lee (1998)
Pertumbuhan ekonomi perkapita
16.
Shiva S. Makki and Agapi Somwaru (2004)
Pertumbuhan ekonomi perkapita
swasta, keterbukaan perdagangan, pengeluaran pemerintah, inflasi, pertumbuhan penduduk Initial PDB, human capital, pengeluaran pemerintah, inflasi, financial development, neraca modal dari neraca pembayaran, kestabilan politik, kualitas institusi.
FDI, investasi domestik, trade (expor+impor), human capital, initial PDB perkapita, tingkat inflasi, tingkat pajak dan pengeluaran pemerintah. Serta variabel interaksi antara FDI dengan trade, human capital dan investasi domestik.
atau sangat terbatas.
Panel data SUR
69 negara berkembang selama dua dekade yaitu tahun 1970-1979 dan 19801989
Panel data SUR dan TSLS
66 negaranegara berkembang selama tiga dekade yaitu 19711980, 19811990, 19912000
Dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi tergantung dengan kualitas human capital yang dimiliki oleh host country. FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi hanya ketika host country memiliki kemampuan menyerap teknologi yang cukup. FDI dan perdagangan berkontribusi ke arah kemajuan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Namun, manfaat investasi dapat ditingkatkan bila host country memiliki stok human capital yang lebih baik.
62 Lampiran 2. Uji unit root
1. LnFDI Null Hypothesis: LNFDI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.787198 -4.121303 -3.487845 -3.172314
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNFDI) Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:47 Sample (adjusted): 1997Q2 2011Q4 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNFDI(-1) C @TREND(1997Q1)
-0.752956 10.26527 0.017911
0.130107 1.778418 0.005459
-5.787198 5.772136 3.281200
0.0000 0.0000 0.0018
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.374371 0.352028 0.597536 19.99479 -51.79643 16.75499 0.000002
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.032241 0.742311 1.857506 1.963144 1.898743 2.172827
2. LnPDB Null Hypothesis: LNPDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=11)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNPDB) Method: Least Squares Date: 10/01/13 Time: 10:31 Sample (adjusted): 1998Q2 2011Q4
t-Statistic
Prob.*
-8.859839 -4.133838 -3.493692 -3.175693
0.0000
63 Included observations: 55 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNPDB(-1) D(LNPDB(-1)) D(LNPDB(-2)) D(LNPDB(-3)) D(LNPDB(-4)) C @TREND(1997Q1)
-0.659097 -0.037713 -0.058358 -0.248702 0.334220 8.283788 0.008648
0.074391 0.069816 0.067639 0.064306 0.069874 0.934596 0.000973
-8.859839 -0.540179 -0.862789 -3.867458 4.783165 8.863493 8.887967
0.0000 0.5916 0.3925 0.0003 0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.783545 0.756488 0.014141 0.009598 159.9301 28.95922 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.010494 0.028656 -5.561096 -5.305618 -5.462301 1.733212
3. LnW (upah Riil) Null Hypothesis: LNW has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.517261 -4.121303 -3.487845 -3.172314
0.0467
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNW) Method: Least Squares Date: 09/10/13 Time: 10:13 Sample (adjusted): 1997Q2 2011Q4 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNW(-1) C @TREND(1997Q1)
-0.336361 2.333307 0.003639
0.095631 0.663747 0.001144
-3.517261 3.515354 3.180879
0.0009 0.0009 0.0024
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.182235 0.153030 0.077351 0.335059 68.82676 6.239684 0.003578
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.005674 0.084049 -2.231416 -2.125778 -2.190179 2.090213
64 4. LnINFRA Null Hypothesis: LNINFRA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.121577 -4.133838 -3.493692 -3.175693
0.0103
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNINFRA) Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:55 Sample (adjusted): 1998Q2 2011Q4 Included observations: 55 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNINFRA(-1) D(LNINFRA(-1)) D(LNINFRA(-2)) D(LNINFRA(-3)) D(LNINFRA(-4)) C @TREND(1997Q1)
-1.054292 0.386208 0.175874 -0.079204 0.604921 16.41324 0.017660
0.255798 0.246728 0.196354 0.151246 0.119546 3.972115 0.005547
-4.121577 1.565320 0.895700 -0.523676 5.060142 4.132115 3.183563
0.0001 0.1241 0.3749 0.6029 0.0000 0.0001 0.0026
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.883544 0.868986 0.412326 8.160619 -25.57126 60.69520 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.032473 1.139155 1.184409 1.439888 1.283205 2.169624
5. OPEN Null Hypothesis: OPEN has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(OPEN)
t-Statistic
Prob.*
-3.694674 -4.121303 -3.487845 -3.172314
0.0305
65 Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:55 Sample (adjusted): 1997Q2 2011Q4 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
OPEN(-1) C @TREND(1997Q1)
-0.343266 27.53502 -0.213209
0.092908 7.492844 0.080085
-3.694674 3.674843 -2.662299
0.0005 0.0005 0.0101
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.199236 0.170637 8.331735 3887.397 -207.2621 6.966600 0.001987
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.052701 9.148779 7.127530 7.233167 7.168766 1.508185
6. LnRER Null Hypothesis: LNRER has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.336594 -4.121303 -3.487845 -3.172314
0.0055
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNRER) Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:56 Sample (adjusted): 1997Q2 2011Q4 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNRER(-1) C @TREND(1997Q1)
-0.336308 3.103309 -0.004452
0.077551 0.706977 0.001150
-4.336594 4.389545 -3.871619
0.0001 0.0001 0.0003
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.272150 0.246155 0.116593 0.761262 44.61692 10.46945 0.000137
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.001284 0.134286 -1.410743 -1.305106 -1.369507 1.707353
66 7. RIR Null Hypothesis: RIR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.349700 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.0009
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RIR) Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:57 Sample (adjusted): 1997Q2 2011Q4 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RIR(-1) C
-0.499992 6.605135
0.114949 1.613651
-4.349700 4.093286
0.0001 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.249209 0.236037 3.968040 897.4844 -164.0181 18.91989 0.000057
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.044359 4.539832 5.627732 5.698157 5.655223 2.049579
8. LnPMDN Null Hypothesis: LNPMDN has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LNPMDN) Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:57 Sample (adjusted): 1997Q2 2011Q4 Included observations: 59 after adjustments
t-Statistic
Prob.*
-4.704311 -4.121303 -3.487845 -3.172314
0.0018
67 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNPMDN(-1) C @TREND(1997Q1)
-0.578334 8.520914 0.014994
0.122937 1.820888 0.005712
-4.704311 4.679538 2.624948
0.0000 0.0000 0.0112
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.284085 0.258517 0.645986 23.36865 -56.39618 11.11080 0.000086
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.037175 0.750192 2.013430 2.119067 2.054666 1.818930
9. GOV Null Hypothesis: GOV has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.971098 -4.133838 -3.493692 -3.175693
0.0154
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(GOV) Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:58 Sample (adjusted): 1998Q2 2011Q4 Included observations: 55 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
GOV(-1) D(GOV(-1)) D(GOV(-2)) D(GOV(-3)) D(GOV(-4)) C @TREND(1997Q1)
-1.077986 0.367172 0.152706 -0.100055 0.583879 6.678783 0.057674
0.271458 0.251455 0.200116 0.159356 0.127272 1.650466 0.016276
-3.971098 1.460190 0.763090 -0.627870 4.587634 4.046604 3.543406
0.0002 0.1508 0.4491 0.5331 0.0000 0.0002 0.0009
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.880149 0.865167 0.699441 23.48247 -54.63695 58.74929 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.108457 1.904817 2.241343 2.496822 2.340139 1.969889
68 10. INFLASI Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.926268 -4.121303 -3.487845 -3.172314
0.0009
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI) Method: Least Squares Date: 09/02/13 Time: 16:58 Sample (adjusted): 1997Q2 2011Q4 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INFLASI(-1) C @TREND(1997Q1)
-0.600759 3.400887 -0.056961
0.121950 1.264953 0.032882
-4.926268 2.688549 -1.732286
0.0000 0.0094 0.0887
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.302493 0.277582 4.066101 925.8578 -164.9363 12.14296 0.000042
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.029031 4.783919 5.692755 5.798393 5.733992 2.127199
Lampiran 3. Hasil estimasi persamaan FDI Uji multikolinieritas a. Matriks korelasi parsial LNPDB LNW LNINFRA(-1) OPEN LNRER RIR
LNPDB 1.000000 0.842101 0.316699 -0.645358 -0.798896 -0.336802
LNW 0.842101 1.000000 0.307309 -0.731476 -0.749183 -0.200640
LNINFRA(-1) 0.316699 0.307309 1.000000 -0.299830 -0.286491 -0.084439
OPEN -0.645358 -0.731476 -0.299830 1.000000 0.847138 -0.315554
LNRER -0.798896 -0.749183 -0.286491 0.847138 1.000000 -0.104410
RIR -0.336802 -0.200640 -0.084439 -0.315554 -0.104410 1.000000
69 b. Nilai VIF Coefficients
a
Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) LnPDB
.139
7.195
LnW
.209
4.780
LnINFRA_LAG
.873
1.146
OPEN
.154
6.479
LnRER
.160
6.260
RIR
.342
2.926
Estimasi 2SLS Model FDI Dependent Variable: LNFDI Method: Two-Stage Least Squares Date: 10/01/13 Time: 10:51 Sample (adjusted): 1997Q3 2011Q4 Included observations: 58 after adjustments Instrument specification: C LNW LNINFRA(-1) OPEN LNRER RIR LNPMDN(-2) GOV INFLASI Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPDB LNW LNINFRA(-1) OPEN LNRER RIR
-62.75633 5.842430 -1.384955 0.212706 0.027128 0.589789 0.079093
46.08967 2.696030 1.054211 0.119075 0.015183 1.671523 0.052703
-1.361614 2.167049 -1.313736 1.786312 1.786700 0.352845 1.500713
0.1793 0.0349 0.1948 0.0800 0.0799 0.7257 0.1396
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) J-statistic Prob(J-statistic)
0.251423 0.163355 0.667801 5.438423 0.000208 1.071609 0.585198
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Second-Stage SSR Instrument rank
14.34737 0.730090 22.74387 1.541201 15.83096 9
Nilai Prob. uji t hasil output Eviews 7.1 merupakan probability untuk uji t 2 arah. Berdasarkan tinjauan literatur, variabel PDB dan infrastruktur berhubungan positif dengan FDI sedangkan upah buruh dan suku bunga riil berhubungan negatif dengan FDI. Hubungan FDI dengan ke-4 variabel tersebut diuji dengan uji t 1 arah, sehingga nilai probability (p-value) hasil output Eviews 1 7.1 masih dibagi dengan 2. Kemudian nilai 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒) tersebut dibandingkan 1
dengan nilai α (1%, 5% atau 10%). Jika 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒) < 𝛼 maka H0 ditolak. Berdasarkan hasil uji t, variabel suku bunga riil memiliki koefisien positif, hal ini
70 bertentangan dengan hipotesis penelitian, sehingga p-value yang 1
digunakan
1
adalah 1 − 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒). Jika �1 − 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒)� <∝ maka H0 ditolak. Tabel Hasil estimasi persamaan determinan FDI
Variabel
Koefisien
t-statistik
Prob.
Prob. 1 arah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
C LnPDB LnW LnINFRA(-1) OPEN LnRER RIR
-62.75633 5.842430 -1.384955 0.212706 0.027128 0.589789 0.079093
-1.361614 2.167049 -1.313736 1.786312 1.786700 0.352845 1.500713
0.1793 0.0349 0.1948 0.0800 0.0799 0.7257 0.1396
0.0174 0.0974 0.0400 0.9302
Uji normalitas 14
Series: Residuals Sample 1997Q3 2011Q4 Observations 58
12 10 8 6 4 2 0 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
Uji heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.743842 23.25817 21.31901
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/13 Time: 10:52 Sample: 1997Q3 2011Q4 Included observations: 58
Prob. F(27,30) Prob. Chi-Square(27) Prob. Chi-Square(27)
0.7799 0.6711 0.7711
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.54e-16 -0.068501 1.622782 -1.631783 0.631677 0.142918 3.371030
Jarque-Bera Probability
0.530133 0.767155
71 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPDB LNPDB^2 LNPDB*LNW LNPDB*LNINFRA(-1) LNPDB*OPEN LNPDB*LNRER LNPDB*RIR LNW LNW^2 LNW*LNINFRA(-1) LNW*OPEN LNW*LNRER LNW*RIR LNINFRA(-1) LNINFRA(-1)^2 LNINFRA(-1)*OPEN LNINFRA(-1)*LNRER LNINFRA(-1)*RIR OPEN OPEN^2 OPEN*LNRER OPEN*RIR LNRER LNRER^2 LNRER*RIR RIR RIR^2
11771.20 -1545.353 44.68735 3.079279 -0.895160 0.188248 39.17883 1.535007 52.61632 -3.618844 -0.515686 0.149985 -4.747335 0.134214 23.16146 -0.071390 -0.017705 -0.414868 -0.049913 -7.015310 -0.002002 0.463300 -0.003083 -389.1674 -6.820182 1.091741 -29.72625 0.009666
6086.720 655.8743 19.50815 30.14174 2.453912 0.407464 26.99973 1.029070 441.7996 12.41310 1.771772 0.327025 18.49271 0.862060 42.95489 0.153018 0.035819 1.818098 0.090332 6.884701 0.003205 0.329584 0.012077 486.1809 13.04716 0.705359 18.20729 0.015996
1.933915 -2.356172 2.290701 0.102160 -0.364789 0.461999 1.451082 1.491645 0.119095 -0.291534 -0.291056 0.458635 -0.256714 0.155690 0.539204 -0.466546 -0.494305 -0.228188 -0.552542 -1.018971 -0.624683 1.405710 -0.255280 -0.800458 -0.522733 1.547780 -1.632656 0.604270
0.0626 0.0252 0.0292 0.9193 0.7178 0.6474 0.1571 0.1462 0.9060 0.7726 0.7730 0.6498 0.7992 0.8773 0.5937 0.6442 0.6247 0.8210 0.5847 0.3164 0.5369 0.1701 0.8002 0.4297 0.6050 0.1322 0.1130 0.5502
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.401003 -0.138094 0.649786 12.66667 -38.17583 0.743842 0.779913
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.392136 0.609090 2.281925 3.276622 2.669380 2.230188
Uji autokolerasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
4.199641
Prob. Chi-Square(2)
0.1225
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 10/01/13 Time: 10:53 Sample: 1997Q3 2011Q4 Included observations: 58 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNPDB
26.10755 -1.654064
47.46679 2.800638
0.550017 -0.590603
0.5848 0.5575
72 LNW LNINFRA(-1) OPEN LNRER RIR RESID(-1) RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.260907 0.007672 -0.008494 -0.645061 -0.033414 0.225733 0.144830 0.072408 -0.079036 0.656164 21.09704 -52.97044 0.478116 0.865729
1.047236 0.117556 0.015779 1.677115 0.054958 0.144672 0.153191
0.249138 0.065259 -0.538302 -0.384625 -0.607985 1.560308 0.945421
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.8043 0.9482 0.5928 0.7022 0.5460 0.1251 0.3491 2.54E-16 0.631677 2.136912 2.456636 2.261451 1.937918
Lampiran 4. Hasil estimasi persamaan PDB Uji multikolinieritas a. Korelasi parsial LNFDI LNPMDN(-2) GOV OPEN INFLASI
LNFDI 1.000000 0.465551 0.280228 -0.285085 -0.166974
LNPMDN(-2) 0.465551 1.000000 0.272896 -0.204762 -0.096711
GOV 0.280228 0.272896 1.000000 -0.493395 -0.287137
b. Nilai VIF Coefficients
a
Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) LnFDI
.739
1.354
LnPMDN
.760
1.317
GOV
.703
1.422
OPEN
.311
3.212
INFLASI
.386
2.590
a. Dependent Variable: LnGDP
Estimasi 2SLS Model PDB Dependent Variable: LNPDB Method: Two-Stage Least Squares Date: 10/01/13 Time: 10:54 Sample (adjusted): 1997Q3 2011Q4 Included observations: 58 after adjustments Instrument specification: C LNW LNINFRA(-1) OPEN LNRER RIR LNPMDN(-2) GOV INFLASI
OPEN -0.285085 -0.204762 -0.493395 1.000000 0.774400
INFLASI -0.166974 -0.096711 -0.287137 0.774400 1.000000
73 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNFDI LNPMDN(-2) GOV OPEN INFLASI
10.20133 0.203167 0.011652 0.023362 -0.008984 0.016740
0.627217 0.052639 0.031699 0.014603 0.002279 0.006405
16.26445 3.859623 0.367578 1.599751 -3.941395 2.613406
0.0000 0.0003 0.7147 0.1157 0.0002 0.0117
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) J-statistic Prob(J-statistic)
0.576155 0.535400 0.140129 20.48556 0.000000 9.496438 0.023369
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat Second-Stage SSR Instrument rank
12.97498 0.205583 1.021076 1.632061 0.397797 9
Nilai Prob. uji t hasil output Eviews 7.1 merupakan probability untuk uji t 2 arah. Berdasarkan tinjauan literatur, variabel PMDN dan pengeluaran pemerintah berhubungan positif dengan PDB. Hubungan PDB dengan ke-2 variabel tersebut diuji dengan uji t 1 arah, sehingga nilai probability (p-value) 1 hasil output Eviews 7.1 masih dibagi dengan 2. Kemudian nilai 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒) 1
tersebut dibandingkan dengan nilai α (1%, 5% atau 10%). Jika 2 (𝑝 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒) < 𝛼 maka H0 ditolak. Tabel Hasil estimasi persamaan dampak FDI terhadap PDB Variabel (1) C LNFDI LNPMDN(-2) GOV OPEN INFLASI
Koefisien (2) 10.20133 0.203167 0.011652 0.023362 -0.008984 0.016740
t-statistik (3) 16.26445 3.859623 0.367578 1.599751 -3.941395 2.613406
Prob. (4) 0.0000 0.0003 0.7147 0.1157 0.0002 0.0117
Prob. 1 arah (5) 0.3574 0.0578 -
74 Uji normalitas 7
Series: Residuals Sample 1997Q3 2011Q4 Observations 58
6 5 4 3 2 1 0 -0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
Uji heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.752273 28.21325 26.46666
Prob. F(20,37) Prob. Chi-Square(20) Prob. Chi-Square(20)
0.0686 0.1044 0.1509
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/13 Time: 10:55 Sample: 1997Q3 2011Q4 Included observations: 58 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNFDI LNFDI^2 LNFDI*LNPMDN(-2) LNFDI*GOV LNFDI*OPEN LNFDI*INFLASI LNPMDN(-2) LNPMDN(-2)^2 LNPMDN(-2)*GOV LNPMDN(-2)*OPEN LNPMDN(-2)*INFLASI GOV GOV^2 GOV*OPEN GOV*INFLASI OPEN OPEN^2 OPEN*INFLASI INFLASI INFLASI^2
0.701480 -0.563431 0.023833 -0.008610 0.001230 0.000171 -0.002307 0.410748 -0.008793 -0.005720 0.000618 -0.005082 0.079613 -0.000277 5.06E-05 -0.000729 -0.010197 -4.14E-06 -9.17E-05 0.113797 0.000336
2.238128 0.200398 0.010148 0.011655 0.005095 0.001027 0.008058 0.231292 0.006266 0.004372 0.000985 0.005172 0.083589 0.001718 0.000498 0.001703 0.016220 5.34E-05 0.000286 0.069315 0.000408
0.313423 -2.811553 2.348616 -0.738707 0.241484 0.166391 -0.286308 1.775887 -1.403425 -1.308489 0.627095 -0.982490 0.952439 -0.161069 0.101635 -0.428262 -0.628669 -0.077517 -0.320605 1.641740 0.823663
0.7557 0.0078 0.0243 0.4647 0.8105 0.8688 0.7762 0.0840 0.1688 0.1988 0.5344 0.3322 0.3471 0.8729 0.9196 0.6709 0.5334 0.9386 0.7503 0.1091 0.4154
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
7.18e-16 0.003155 0.293117 -0.338347 0.133842 -0.398155 3.334131
Jarque-Bera Probability
1.802235 0.406116
75 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.486435 0.208833 0.024133 0.021548 146.7410 1.752273 0.068560
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.017605 0.027131 -4.335896 -3.589874 -4.045305 2.075367
Uji autokolerasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
2.826708
Prob. Chi-Square(2)
0.2433
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Two-Stage Least Squares Date: 10/01/13 Time: 10:55 Sample: 1997Q3 2011Q4 Included observations: 58 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNFDI LNPMDN(-2) GOV OPEN INFLASI RESID(-1) RESID(-2)
-0.332431 0.010986 0.007190 -0.002933 0.001640 -0.004840 0.202717 0.125204
0.675280 0.053156 0.032088 0.014933 0.002547 0.007205 0.145919 0.165049
-0.492287 0.206665 0.224082 -0.196394 0.644013 -0.671714 1.389243 0.758587
0.6247 0.8371 0.8236 0.8451 0.5225 0.5049 0.1709 0.4517
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.048736 -0.084441 0.139378 0.971313 36.29851 0.365952 0.917729
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.18E-16 0.133842 -0.975811 -0.691612 -0.865109 1.939960
76
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blora pada tanggal 23 Maret 1984 dari pasangan Bapak Sunardjo dan Ibu Sri Wahyuni. Tahun 2007 penulis menikah dengan Laelatul Qomariyah dan dikaruniai tiga putra yaitu Azzam Muhammad Mumtaza Ahsan, Abdullah Alfaruq dan Abdurrahman Az Zubair. Penulis menamatkan pendidikan dasar hingga jenjang SMA di Sukoharjo. Setelah lulus dari SMA Negeri I Sukoharjo pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan menyelesaikan pendidikan D-IV tersebut pada tahun 2006. Kemudian penulis ditugaskan di Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara pada Seksi Statistik Sosial. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB yang merupakan kerjasama antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Institut Pertanian Bogor (IPB), setelah sebelumnya menyelesaikan Program Alih Jenis S1 di Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.