DETEKSI PERUBAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA INDUSTRI CILEGON
FAIKOH A34204051
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN FAIKOH. Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Industri Cilegon. (Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN dan ARMAIKI YUSMUR S.Si) Kota-kota di Indonesia tumbuh dengan cepat terutama dalam pengembangan ekonomi, yaitu dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam pengembangan ekonomi ini salah satu sektornya adalah sektor industri. Pembangunan industri berpengaruh positif dalam memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, mendorong tumbuhnya sektor lain, dan diberikannya berbagai fasilitas yang mendukung seiring dengan perkembangan kawasan industri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan lahan yang akan berdampak semakin berkurangnya ruang-ruang terbuka hijau di kota-kota besar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan serta ruang terbuka hijau secara temporal, mengamati fungsi ekologis RTH Kawasan Industri dan perubahan proporsi RTH di Kota Cilegon. Penelitian ini dilakukan di Kota Cilegon dengan luas 17.550 Ha yang terbagi dalam 8 kecamatan. Metode yang digunakan adalah metode analisis spasial dengan menggunakan teknik penginderaan jauh dan GIS yang didukung dengan data sekunder dan teknik survey untuk pengambilan data lapang. Data yang digunakan dalam menganalisis perubahan RTH antara lain Citra Landsat tahun 1983, tahun 1992, tahun 2003, dan tahun 2006, peta batas administrasi Kota Cilegon, peta tutupan lahan dalam bentuk digital, titik contoh penutupan lahan yang diambil menggunakan GPS. Hasil akhir yang diperoleh dari proses analisis ini adalah peta penutupan lahan Kota Cilegon tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006, peta penyebaran RTH masing-masing kecamatan tahun 2006. Kota Cilegon merupakan kota yang memiliki banyak potensi untuk berkembang dalam bidang industri dan jasa. Letak Kota Cilegon strategis dan potensial di Provinsi Banten karena terletak pada jalur pintu masuk Pulau JawaSumatra. Arus barang dan jasa dari ibukota provinsi-provinsi di Sumatra menuju Jakarta dan kota-kota lain di Jawa sebagian besar melalui kota ini. Dari kawasan andalan yang ada, Kota Cilegon ditetapkan sebagai pusat utama untuk kawasan andalan Bojonegara-Merak-Cilegon dan sekitarnya dengan potensi unggulan industri, pariwisata, pertambangan, pertanian tanaman pangan dan perikanan. Cilegon pada awal sejarahnya merupakan bagian dari Kabupaten Serang yang terbagi atas 2 (dua) kelurahan dan 41 (empat puluh satu) yang kemudian berubah menjadi Kota Cilegon dengan 8 kecamatan dan 43 kelurahan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cilegon tahun 2006-2025, Cilegon dibagi dalam 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK) yang masing-masing dilayani oleh satu pusat sekunder/pusat BWK serta sesuai dengan karakteristik dan fungsi pengembangannya masing-masing. Dilihat dari pemanfaatannya penggunaan lahan di Kota Cilegon dibagi menjadi dua pola pemanfaatan lahan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pola pemanfaatan ruang kawasan lindung di wilayah Kota Cilegon secara umum bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan
hidup, melestarikan fungsi lindung kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, dan kawasan lindung lainnya serta menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di kawasan rawan bencana. Dalam RTRW Kota Cilegon tahun 2006-2025 kawasan budidaya dialokasikan menjadi kawasan budidaya pertanian dan non-pertanian. Kawasan budidaya pertanian meliputi: pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, perikanan darat dan hutan produksi. Sedangkan kawasan budidaya non-pertanian meliputi: kawasan perumahan/permukiman perkotaan, perdagangan dan jasa, pemerintahan dan bangunan umum, perindustrian, pelabuhan dan pergudangan, pariwisata, dan kawasan khusus/campuran. Pola penyebaran dan perubahan ruang terbuka hijau diidentifikasi dan dianalisis dengan menggunakan analisis temporal yaitu dengan membandingkan citra dari tahun 1980-an hingga tahun 2006 yang berselang sekitar 10 tahun. Kelas penutupan lahan yang digunakan dalam mengklasifikasikan citra landsat Kota Cilegon terbagi dalam 10 kelas antara lain : hutan, kebun, tegalan, sawah, semak belukar, rawa, lahan terbangun, lahan terbuka, badan air, dan hutan mangrove. Dari hasil klasifikasi citra tahun dari tahun 1983 hingga 2006 secara umum penutupan lahan Kota Cilegon didominasi oleh vegetasi baik berupa hutan maupun tanaman pertanian seperti sawah, serta vegetasi campuran. Kelas penutupan lahan yang mengalami penurunan pada kurun waktu 19832006 adalah hutan, kebun, tegalan. Sedangkan kelas penutupan lahan yang mengalami kenaikan adalah lahan terbangun. Di samping itu terjadi perubahan dinamis pada kelas penutupan lahan lainnya seperti sawah, semak belukar, lahan terbuka, badan air, rawa dan hutan mangrove. Luas RTH terjadi penurunan pada kurun waktu tersebut, luas RTH tahun 1983 sebesar 92.25%, tahun 1992 sebesar 86.92%, tahun 2003 sebesar 83.49%, dan tahun 2006 sebesar 78.66% dari keseluruhan luas Kota Cilegon. Hasil analisis kualitas udara di Kota Cilegon pada tahun 1990, 1995, 1998, 2002, 2004 dan 2006 menunjukkan bahwa kadar gas dan udara di kawasan industri makin tinggi dan beberapa diantaranya melebihi ambang baku yang telah ditentukan yaitu kadar hidrokarbon dan debu. Luas RTH masih memenuhi batas 30% dari seluruh wilayah Kota Cilegon namun polusi udara meningkat, hal ini terjadi karena makin berkembangnya sektor industri dan munculnya sektor lain yang beragam tidak diikuti dengan adanya jenis vegetasi yang tepat dalam mereduksi polutan dan distribusi RTH yang tidak merata. Perubahan penutupan lahan yang terjadi di Kota Cilegon mempengaruhi keberadaan Ruang Terbuka Hijau yang menyebar di seluruh kecamatan. Dilihat dari segi ekologis RTH dengan tolok ukur dari manfaat langsung diperoleh bahwa kawasan industri di Kecamatan Ciwandan memiliki RTH lebih ekologis fungsinya dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Sedangkan untuk yang terendah fungsi ekologis RTH-nya adalah kawasan industri di Kecamatan Pulomerak. Jenis RTH yang dominan pada tahun 2006 adalah sawah sebesar 52.23% dari seluruh wilayah Kota Cilegon dengan kemampuan mereduksi polutan rendah. Lahan terbangun yang sebagian besar terdapat di sepanjang Selat Sunda dan pusat kota, ruang terbuka hijau berada diluar kawasan tersebut. Berdasarkan hasil survey di lapang dan RTRW Cilegon tahun 2006-2025 dapat diperoleh bentuk-bentuk RTH berdasarkan peruntukan kawasan seperti RTH tipe permukiman yang sebaiknya diaplikasikan pada BWK I, II, dan V, RTH tipe padat transportasi diaplikasikan
pada BWK I, III, dan V, dan RTH industri diaplikasikan pada BWK I, II, III, dan IV di Kota Cilegon. Perubahan penutupan lahan berupa ruang terbuka hijau didorong oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan jumlah penduduk, aksesibilitas terhadap sumberdaya, kondisi fisik lahan, ekonomi dan kebijakan daerah yang memberikan dampak terhadap jumlah, bentuk, luasan dan penyebaran ruang terbuka hijau yang ada di wilayah Kota Cilegon.
DETEKSI PERUBAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA INDUSTRI CILEGON
FAIKOH A34204051
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi Nama NRP
: Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Industri Cilegon : Faikoh : A34204051
Disetujui : Dosen Pembimbing I
Pembimbing II
Dr.Ir. Alinda F. M. Zain, M.Si. NIP 131 967 244
Armaiki Yusmur, S.Si
Diketahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Faikoh lahir di Serang, Banten pada tanggal 17 September 1985. Penulis merupakan anak kelima dari delapan bersaudara pasangan Bapak H. Madriti (Alm) dan Ibu Hj. Hadijah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 1 Margasana Kecamatan Kramatwatu, kemudian dilanjutkan di SLTPN 1 Kramatwatu selesai pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Serang. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa organisasi keprofesian mahasiswa diantaranya menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap, dan turut aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh kelembagaan mahasiswa, baik internal maupun eksternal kampus. Penulis juga pernah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal dengan mengadakan program disain taman sekolah dan pelatihan terarium pada tahun ajaran 2007/2008.
KATA PENGANTAR Puji syukur setinggi-tingginya dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia, rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Industri Cilegon. Penulis menyadari penyelesaian skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian yang tidak akan berhasil tanpa bantuan, kritik dan saran dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih pada : 1.
Bapak (almarhum) dan Mama tercinta, atas segala kasih sayang, doa, pengorbanan dan dukungan yang terbaik.
2.
Kakakku H. Anis sebagai kepala keluarga yang memberi kelancaran hingga saya lulus dan keempat tetehku serta adik-adikku atas hari-harinya yang menemaniku dalam suka dan duka, dan kesabarannya menungguku lulus kuliah.
3.
Ibu Dr. Ir. Alinda F. M. Zain MSi, selaku dosen pembimbing I atas waktu, bimbingan, ilmu, pengalaman dan kasih sayang yang diberikan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
4.
Bapak Armaiki Yusmur S.Si, selaku dosen pembimbing II atas kesediaan waktu, bimbingan ilmu dan segala bantuan yang diberikan.
5.
Vera Dian Damayanti, SP, MLA, selaku dosen penguji atas segala masukan, kritik, dan saran yang sangat berguna untuk skripsi ini.
6.
Bapak Fatah, Mba Endang, Pak Sobri, Pak Ovan, Hira (Bappeda dan Pemkot Cilegon) terimakasih atas kebaikan hati, segala bantuan dan dukungan yang begitu besar dalam proses penelitian ini.
7.
Teman-teman satu bimbingan Bu Alin yaitu dita, dyah, dan memey, bersama-sama kita menghadapi keadaan dalam suka dan duka, sama-sama mengerjakan skripsi dan terus kompak hingga kita lulus.
8.
Seluruh mahasiswa angkatan 41 dan staf Departemen Arsitektur Lanskap atas kebersamaan dalam suka dan duka selama masa studi penulis di IPB.
9.
Saudari-saudari satu kos yaitu: nita, efga, zivi, dan ibu kosku bu iyus, terus teh ncop, nenek, mas topik, atas hangatnya kekeluargaan yang diberikan selama penulis berdomisili di Dramaga, Bogor.
10.
Semua pihak yang memberikan bantuan, saran dan kritik membangun yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih yang setulus-tulusnya. Bogor, September 2008
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN Latar Belakang.................................................................................. .....
1
Tujuan ....................................................................................................
3
Kegunaan ...............................................................................................
3
Batasan Penelitian ..................................................................................
3
Kerangka Pemikiran...............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Kota ........................................................................................................
5
Industri ...................................................................................................
6
Pencemaran Udara .................................................................................
6
Ruang Terbuka Hijau .............................................................................
8
Tanaman Pereduksi Polutan Udara ........................................................
9
Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan.......................................
12
Sistem Informasi Geografi .....................................................................
12
Penginderaan Jauh..................................................................................
14
KONDISI UMUM WILAYAH Sejarah Perkembangan Kota Cilegon.....................................................
16
Letak Geografis dan Administratif.........................................................
18
Iklim dan Tata Air..................................................................................
20
Morfologi dan Fisiologi .........................................................................
20
Topografi dan Ketinggian Wilayah........................................................
21
Jenis dan Tekstur Tanah.........................................................................
21
Pola Penggunaan Lahan .........................................................................
21
Penduduk dan Sosial Budaya .................................................................
22
Struktur Tata Ruang ...............................................................................
22
Pola Pemanfaatan Ruang........................................................................
24
Kawasan Lindung ............................................................................
25
Kawasan Budidaya...........................................................................
27
METODOLOGI Waktu dan Tempat .................................................................................
29
Alat dan Bahan.......................................................................................
29
Metode dan Tahap Penelitian.................................................................
30
Pengumpulan Data ...........................................................................
31
Analisis Citra....................................................................................
31
Pengamatan Lapangan .....................................................................
32
Analisis Akhir (GIS) ........................................................................
33
Analisis Kualitas Udara ...................................................................
33
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Penutupan Lahan .......................................................
36
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 1983 .............................
38
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 1992 .............................
39
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 2003 .............................
40
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 2006 .............................
41
Perubahan Penutupan Lahan (1983-2006) .......................................
42
Analisis Kualitas Udara .........................................................................
46
Pola Penyebaran Ruang Terbuka Hijau .................................................
49
Faktor Pendorong Perubahan Ruang Terbuka Hijau .............................
57
Penduduk..........................................................................................
57
Aksesibilitas Terhadap Sumberdaya ................................................
58
Kondisi Fisik Lahan .........................................................................
58
Ekonomi ...........................................................................................
59
Kebijakan .........................................................................................
59
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................
61
Saran.......................................................................................................
63
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tumbuhan dalam Hutan Kota Berdasarkan Fungsi ...................................
11
2. Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian Kota Cilegon ...............................
21
3. Jumlah Penduduk Kota Cilegon Tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006........
22
4. Jenis dan Sumber Data Penelitian ..............................................................
30
5. Standar Baku Mutu Udara Ambient...........................................................
46
6. Fungsi, Manfaat dan Bentuk RTH .............................................................
52
7. Manfaat RTH dari Fungsi Ekologis dengan Tolok Ukur Masing-Masing
52
8. Bentuk-bentuk RTH Berdasarkan Peruntukan Kawasan ...........................
55
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran...................................................................................
4
2. Peta Wilayah Kota Cilegon........................................................................
19
3. Kota Cilegon dengan 5 BWK ....................................................................
23
4. Contoh Kawasan Lindung..........................................................................
25
5. Contoh Kawasan Budidaya Pertanian........................................................
28
6. Contoh Kawasan Budidaya Non-Pertanian................................................
28
7. Peta Wilayah Penelitian .............................................................................
29
8. Data Citra Landsat Kota Cilegon ...............................................................
34
9. Tahapan Penelitian .....................................................................................
35
10. Persentase Penutupan Lahan Tahun 1983..................................................
38
11. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 1983 .....................................
38
12. Persentase Penutupan Lahan Tahun 1992..................................................
39
13. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 1992 .....................................
39
14. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2003..................................................
40
15. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 2003 .....................................
40
16. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2006..................................................
41
17. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 2006 .....................................
41
18. Perubahan Penutupan Lahan di Kota Cilegon (Tahun 1983-2006) ...........
42
19. Contoh Kawasan Kebun Kelapa ................................................................
43
20. Contoh Kawasan Industri...........................................................................
44
21. Contoh Areal Sawah ..................................................................................
45
22. Contoh Kawasan Hutan Mangrove ............................................................
45
23. Persentase RTH di Kota Cilegon (1983-2006) ..........................................
48
24. Tingkat Gas dan Udara Ambient di Kota Cilegon .....................................
48
25. Penyebaran RTH di Masing-Masing Kecamatan Kota Cilegon Tahun 2006 50 26. Analisis Temporal dan Spasial RTH (1983-2006).....................................
51
27. Peta Persebaran RTH Industri di Kawasan Industri Kota Cilegon ............
54
28. Jumlah Penduduk Kota Cilegon (1983-2006)............................................
57
29. Persentase RTH dengan Persentase Lahan Terbangun ..............................
58
PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang, negara yang sedang mengalami proses pertumbuhan dalam segala bidang seperti bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan sebagainya. Pada umumnya pembangunan dipusatkan pada wilayah perkotaan. Pembangunan kota di Indonesia tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal di dalamnya. Pembangunan yang dilakukan mencakup segala bidang, baik bidang fisik maupun non fisik. Dalam bidang fisik, salah satunya adalah pembangunan perkotaan. Pada dasarnya pembangunan perkotaan ini mempunyai dampak positif yaitu perbaikan berbagai sarana sosial ekonomi. Pembangunan diperkotaan semakin hari semakin mempengaruhi kualitas lingkungan. Pembangunan fisik yang terus dilakukan tanpa kontrol mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan yang umumnya dalam bentuk deforestasi dan konversi dari lahan pertanian ke non pertanian (FAO, 1996). Kota-kota di Indonesia tumbuh dengan cepat terutama dalam pengembangan ekonomi,
yaitu
dalam
hal
pemenuhan
kebutuhan
masyarakat.
Proses
pembangunan memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk memanfaatkan sumber daya yang ada, disamping itu kelestarian sumber daya harus di jaga dengan baik sehingga masih bisa dimanfaatkan untuk generasi yang akan datang. Dalam pengembangan ekonomi ini salah satu sektornya adalah sektor industri. Pembangunan industri berpengaruh positif dalam memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, mendorong tumbuhnya sektor lain, dan diberikannya berbagai fasilitas yang mendukung seiring dengan perkembangan kawasan industri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Tujuan untuk memperkokoh struktur ekonomi nasional dapat tercapai dengan adanya peningkatan pendapatan negara dari pembangunan industri. Kota Cilegon merupakan kawasan industri yang luasnya mencapai 15,79% dari total penggunaan lahan perkotaan (Bappeda, 2001). Jumlah penduduk terus meningkat dari waktu ke waktu, sementara lahan yang tersedia terbatas mengakibatkan terjadinya penurunan ruang terbuka untuk pemenuhan kebutuhan
akan lahan yang sebagian besarnya adalah ruang terbangun, seperti pemukiman, industri, dan sebagainya. Luas RTH terjadi penurunan karena tidak adanya pertimbangan-pertimbangan secara ekologis dalam penggunaan lahan. Implikasi dari berkurangnya jumlah RTH terhadap kualitas lingkungan seperti polusi udara, air, tanah, dan radiasi. Selain itu juga mengurangi keindahan kota dan mengurangi kenyamanan seperti suhu udara, kelembaban dan penyinaran adalah elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia. Dari semua implikasi ini, dibutuhkan perhatian dan perlu dikaji dengan serius dalam pengaruhnya terhadap lingkungan. Pemanfaatan ruang terbuka dapat diarahkan supaya dapat mendukung kegiatan perkotaan. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995) produktifitas kerja dapat ditingkatkan karena keadaan lingkungan fisik yang lebih baik dan asri. Areal yang ideal untuk suatu kawasan industri biasanya areal di luar kota atau batas kota karena ketersediaan lahan dan biaya yang relatif murah (Siti Nurisjah dan Pramukanto, 1993). Ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka dalam wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, yang sangat bermanfaat dari segi ekologis, ekonomi, sosial, budaya, arsitektural, dan kenyamanan. Kebijakan Pemerintah RI tentang RTH dalam UU No. 26 tahun 2007 (pasal 29) disebutkan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota minimal 30% dari luas wilayah kota. Dalam perkembangan wilayah Kota Cilegon, akan dianalisis seberapa besar perubahan ruang terbuka hijau akibat pertambahan jumlah penduduk, dan pembangunan industri dalam kawasan tersebut. Data-data yang diambil dari data primer (pengamatan langsung) dan data sekunder (data yang tersedia seperti peta). Teknologi informasi terus berkembang, data mengenai suatu wilayah dalam bentuk spasial dapat diketahui dari citra penginderaan jauh, kemudian dianalisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). SIG memberi kemudahan dalam menganalisis data geografik suatu wilayah baik secara spasial maupun non spasial. Teknologi informasi ini sangat berguna untuk pemetaan, inventarisasi, pemantauan, evaluasi dan pembuatan model pengelolaan secara cepat, akurat dan efektif. Informasi yang dihasilkan dari analisis ini dapat diperoleh persentase perubahan ruang terbuka hijau dalam skala tertentu dan dapat diketahui sejauh mana perubahan RTH yang terjadi di Kota Cilegon.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mendeteksi perubahan penutupan dan penggunaan lahan di Kota Cilegon secara temporal.
2.
Mengamati fungsi ekologis RTH Kawasan Industri dan perubahan proporsi RTH di Kota Cilegon.
3.
Mengetahui trend serta faktor yang mempengaruhi perubahan RTH di Kota Cilegon.
Kegunaan Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui perubahan RTH di kawasan perkotaan khususnya kota Cilegon.
2.
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan kota yang berwawasan lingkungan, penataan tata ruang kota, maupun dalam pengelolaan wilayah yang terkait dengan RTH.
Batasan Penelitian Penelitian ini hanya dibatasi pada : 1.
Mendeteksi perubahan penutupan dan penggunaan lahan Kota Cilegon tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006.
2.
Melihat hubungan antara perubahan proporsi RTH dengan kualitas lingkungan dengan menganalisis kualitas udara di Kota Cilegon.
3.
Tidak dilakukan prediksi perubahan penutupan dan penggunaan lahan untuk masa kedepannya
Kota Cilegon
Penetapan kota Cilegon sebagai kawasan andalan
Pergeseran Penggunaan Lahan-Kegiatan Industri
Peningkatan Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Ekonomi
• •
Penurunan Proporsi Lahan RTH Penurunan Kualitas Lingkungan
Rencana DLH dan Pertambangan Energi Kota Cilegon RTH sebesar 44.37 %
Kebijakan Pemerintah RI tentang RTH sebesar 30% dalam UU No. 26 tahun 2007 (pasal 29)
Identifikasi Trend dan Faktor Perubahan Penggunaan Lahan • Survey lapang(GPS) • Pengolahan data (SIG) Analisis Kualitas Udara
Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Industri Cilegon Secara Temporal
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
TINJAUAN PUSTAKA Kota Kota merupakan suatu objek studi dimana di dalamnya terdapat masyarakat manusia yang sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antarmanusia dan antara manusia dengan lingkungannya (Yunus, 2006). Kota adalah suatu wilayah yang akan terus tumbuh seiring dengan waktu baik dari segi pembangunan fisik maupun non fisik. Menurut Simonds (1983) kawasan perkotaan adalah suatu bentuk lanskap buatan manusia yang terbentuk akibat aktivitas manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya. Dalam hal ini, kota diartikan sebagai suatu tempat yang memiliki penduduk lebih banyak daripada di desa dengan sarana dan prasarana yang juga lengkap untuk memenuhi kebutuhan penduduk, dan bila dilihat dari tata ruangnya persentase ruang terbangun lebih banyak daripada ruang terbuka. Menurut Branch (1995), perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu permukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lebih lengkap dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kota sebagai tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan dan jasa), diharapkan dapat berperan sebagai pusat pertumbuhan dan perangsang perkembangan ekonomi bagi daerah pedesaan sekitarnya. Struktur ruang kota seperti disebutkan dalam pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 merupakan susunan pusatpusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana di kota yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. Aktivitas pembangunan suatu kota menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah terpenuhinya kebutuhan penduduk dengan penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap, sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan jumlah ruang terbuka hijau yang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan seperti polusi udara, tanah, air dan radiasi.
Industri Industri berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Pengertian kawasan industri seperti yang tercantum dalam peraturan tata tertib Kawasan Industri Krakatau Cilegon (KIKC) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Suatu kawasan industri harus terpisah dari pusat bisnis dan pemukiman di kota karena kawasan industri dapat memberi dampak negatif pada lingkungan sekitar. Mulai dari bentuk bangunan yang umumnya buruk dan usang, proses bekerja yang bising, dan menimbulkan pencemaran. Masalah yang timbul seperti perubahan bentuk lahan, nilai lanskap, udara atau gas, geologi, meteorologi, hidrologi lanskap, konservasi lahan dan polusi baik udara, air, tanah, dan radiasi. Suatu industri akan menghasilkan polutan spesifik tergantung dari input dan proses yang digunakan oleh industri. Kegiatan industri yang berlangsung di Kabupaten Cilegon didominasi oleh industri logam yang diikuti oleh industri kimia. Sedangkan kegiatan industri lainnya adalah industri kemasan plastik, aluminium, kapur, karbon, pembangkit listrik, jubbing dan custing.
Pencemaran Udara Udara merupakan faktor penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara mengalami perubahan. Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik dan lain sebagainya) dan kegiatan aktivitas manusia (transportasi, industri, dan dari persampahan, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran, dan rumah tangga). Dilihat dari ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa: partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas (CO, NOx, SOx, Pb, Hidrokarbon), dan energi (suhu dan kebisingan) (Soedomo, 2001).
Bahan pencemar yang berupa partikel seperti debu merupakan pencemar udara yang paling prevalens. Partikel berada di atmosfer dalam bentuk suspensi, yang terdiri atas partikel-partikel padat dan cair, yang berukuran dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01 mikron (Soedomo, 2001). Kira-kira 90% semua partikel di atmosfer dihasilkan oleh sumber dari alam. Sumber emisi lainnya adalah aktivitas manusia seperti proses pembakaran batubara, pembakaran minyak, dan kegiatan industri. Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh debu adalah : 1.
Penurunan visibilitas (jarak pandang), penurunan ini memberikan efek psikologis dan dapat membahayakan aktivitas transportasi.
2.
Pengaruh terhadap kesehatan manusia, alergi yang ditimbulkan pada saluran pernapasan serta akibatnya pada paru-paru akan mempengaruhi kemampuan penyerapan oksigen.
3.
Pengaruh terhadap tanaman, hewan dan materi lainnya. Debu yang berkombinasi dengan zat pencemar lain memberikan pengaruh terhadap tanaman, penghancuran cat dan tekstil serta kerusakan material.
Bahan pencemar udara yang berupa gas menurut Soedomo (2001) dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Karbon monoksida (CO) Karbon monoksida merupakan pencemar udara yang paling besar dan umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan-bahan karbon yang digunakan sebagai bahan bakar, misalnya dari pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran sampah. Pengaruh terhadap kesehatan manusia seperti tekanan fisiologikal, terutama pada penderita penyakit jantung, dan keracunan darah.
2.
Oksida-oksida nitrogen Bagian terbesar oksida-oksida nitrogen terbentuk di daerah perkotaan yang paling utama dari senyawa ini adalah NO (Nitric Oxide) juga diemisikan dalam jumlah yang cukup besar ke atmosfer NOx biasanya digunakan sebagai satuan komposit oksida-oksida nitrogen di lingkungan. Aktivitasaktivitas yang menimbulkan NO adalah industri, kendaraan bermotor, PLTU, dan industri perminyakan. Senyawa ini dapat melukai daun-daunan serta menurunkan produksinya.
3.
Oksida-oksida Sulfur Oksida sulfur merupakan pencemar yang paling umum, terutama ditimbulkan akibat pembakaran bahan bakar fosil, yang mengandung sulfur tinggi dalam bentuk sulfur organik dan inorganik. Sektor perminyakan akan banyak
mengemisikan
oksida-oksida
sulfur.
Dari
pencemaran
ini
berpengaruh terhadap kesehatan manusia, dan dapat menimbulkan kerugian material. 4.
Timbal (Pb) Timbal merupakan salah satu bahan aditif yang sering digunakan untuk meningkatkan mutu bensin. Timbal salah satu pencemar logam berat yang memiliki sifat akumulatif sehingga dapat menyebabkan gangguan terhadap manusia.
5.
Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon adalah suatu senyawa organik yang tersusun dari hidrogen dan karbon yang dapat bereaksi dengan oksida-oksida nitrogen membentuk oksidan fotokimia (smog). Soedomo (2001) mengemukakan bahwa kadar polutan yang dimiliki suatu
lokasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1). jarak sumber polutan dengan lokasi, 2). faktor penurun kadar polutan (vegetasi), dan 3). kondisi meteorologi dan topografi lokasi. Upaya dalam pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan melalui penelitian dan pemantauan, peraturan perundangan, dan teknologi pengendalian pencemaran.
Peraturan
perundangan
dalam
kaitannya
dengan
upaya
penanggulangan pencemaran yang bersifat nasional adalah undang-undang no. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu ruang terbuka di suatu wilayah perkotaan yang memiliki manfaat dan fungsi yang terkait erat dengan kelestarian dan keindahan lingkungan dan juga terkait dengan tingkat kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan manusia. Dalam Inmendagri No. 14/1988 disebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur,
yang pada dasarnya tanpa bangunan, serta bersifat pengisian hijauan tanaman atau tumbuhan, baik secara ilmiah maupun budidaya. Menurut Sulistyantara (2002), ruang terbuka hijau memiliki sifat khusus, yaitu dalam pengisiannya banyak didominasi oleh unsur hijau (tumbuhan), sedangkan unsur lainnya yaitu bangunan hanya dengan persentase kecil (20%). Unsur hijau ini berupa tanaman ilmiah maupun budidaya tanaman, blueways (aliran sungai dan hamparan banjir), greenways (yang berada di jalan bebas hambatan, jalan di taman, koridor transportasi, jalan setapak, jalan sepeda, dan tempat lari, taman-taman kota dan areal rekreasi). Nurisjah dan Pramukanto (1995) mengemukakan RTH dapat berfungsi sebagai tempat rekreasi, olahraga, bersosialisasi dan untuk melepaskan kejenuhan serta kemonotonan kerja. Secara ekologis, RTH dapat berfungsi untuk menciptakan iklim mikro (suplai oksigen, memperbaiki kualitas udara dan suplai air bersih), konservasi tanah dan air serta pelestarian habitat swasta. RTH merupakan ruang fungsional bagi suatu wilayah perkotaan, terutama karena fungsi serta manfaatnya yang tinggi dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan. Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 Pasal 2 dijelaskan tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan : a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; b. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. RTH ideal menurut UU No. 26 Tahun 2007 pasal 9 paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. RTH tidak saja memberikan fungsi fisik dan arsitektural, tetapi juga fungsi ekologis dan ekonomis.
Tanaman Pereduksi Polutan Udara Beberapa kriteria, persyaratan teknis dan fisiologis tanaman yang digunakan dalam fungsi mereduksi polutan udara yang diambil dari penelitian Jahara (2002) dan berbagai sumber publikasi serta laporan dapat dijabarkan sebagai berikut : 1.
Tanaman Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara :
• Permukaan daun berbulu atau bertrikoma dan berlekuk 2.
Tanaman Penyerap Gas : • Mempunyai stomata yang banyak • Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gas tertentu • Mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat • Tahan terhadap serangan angin
3.
Tanaman Peredam Kebisingan : • Mempunyai daun yang banyak/rimbun
4.
Tanaman Penghasil Oksigen : • Mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat
5.
Tanaman Penyangga : • Tahan terhadap serangan angin yang penanamannya perlu diperhatikan tinggi gerakan angin serta jarak dari daerah yang dilindungi
6.
Tanaman Penyerap dan Penapis Bau : • Dapat menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau dan mengeluarkan wewangian. Berdasarkan fungsi perbaikan lingkungan menurut Pramukanto (2007),
beberapa jenis tanaman yang dapat menyerap dan menjerap polutan untuk ditanam didekat kawasan industri antara lain: Waru (Hibiscus tiliaceus), Angsana (Pterocarpus indicus), Mahoni (Swietenia mahagoni), Glodogan (Polyalthia sp) dan Ketapang (Terminalia catappa). Sedangkan contoh tanaman perdu yang bisa mereduksi polusi udara antara lain: Puring (Codiaeum variegatum), Wilkesiana, Nusa Indah (Mussaenda sp), Soka (Ixora javanica), dan Kembang Sepatu (Hibiscus rosasinensis) (Yudana dalam Cindewiyani 2006). Luas lahan hijau dapat mempengaruhi penyerapan polutan dalam kawasan industri, menurut Ahli dari Rusia, Robinette dalam Cindewiyani (2006), mengemukakan bahwa lingkungan pabrik dengan luas 500 m lahan hijau dapat menurunkan sekitar 70% sulfur dioxide dan 67% nitrit oxide. Selain itu, kombinasi tanaman juga berperan penting dalam mereduksi debu dan kebisingan. Menurut Frick dan Suskiyatno dalam Jahara (2002), tanaman semak dan pohon lebar beraneka ragam dapat mengurangi debu dengan jumlah tinggi karena dapat diendap dalam tanaman serta meredam kebisingan.
Suarja (1993) dalam Slamet (2000) menggolongkan tumbuhan yang dapat ditanam dalam hutan kota berdasarkan fungsinya yang diuraikan pada Tabel 1 . Tabel 1 . Tumbuhan dalam Hutan Kota Berdasarkan Fungsi Penyerap dan Penjerap (Pb) Agathis alba (damar) Switenia macrophylla (mahoni) Podocarpus imbricatus (jamuju) Myristica fragnans (pala) Pithecelobium dulce (asam landi) Cassia siamea (johar)
Penyerap dan Penjerap Debu Switenia macrophylla (mahoni) Diospyros discolor (bisbul)
Penyerap dan Penjerap (CO2)
D. celebica (kayu hitam) Mimusops elengi (tanjung)
Leucaena leucocephala (lamtorogung) Acacia auriculiformis (akasia)
Canarium commune (kenari)
Ficus benyamina (beringin)
Shorea leprosula (meranti merah) Filicium decipiens (kerai payung);
Agathis alba (damar) Bauhinia purpurea (kupu-kupu)
Penyerap dan Penapis Bau Michelia champaka (cempaka) Mimusops elengi (tanjung)
Penyerap Genangan Air Artocarpus integra (nangka) Paraserianthus falcataria (albisia) Acacia vilosa Indigofera galegoides
Pencegah Intrusi Air Laut Causuarina equisetifolia (cemara laut) Ficus elastica Havea brasiliensis (karet)
Tectona grandis (jati)
Garcinia mangostana (manggis) Lagerstroemia speciosa (bungur) Fragraera fragnans
Samanea saman (kihujan)
Cocos nucifera (kelapa).
Dalbergia sp
Leucaena leucocephala (lamtorogung)
Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Penggunaan lahan menurut Sherbinin dalam Putri (2006) merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan tanah oleh manusia atau kegiatan mengubah tutupan lahan. Penggunaan sumber daya lahan yang melampaui kemampuan lahan akan berdampak negatif seperti peningkatan erosisedimentasi dan fluktuasi debit aliran permukaan, serta penurunan kesuburan tanah. Berkaitan dengan penggunaan lahan, kehidupan kota yang dinamis mengharuskan terjadinya perubahan tata guna lahan dalam rangka pengembangan wilayah kota. Perubahan yang paling sering terjadi adalah konversi lahan konservasi. Kegiatan konversi lahan ini dimaksudkan untuk mendukung tersedianya sarana dan prasarana kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Arsyad (2000) mengemukakan bahwa penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian (tegalan, sawah, kebun, hutan lindung, dan sebagainya) dan penggunaan lahan bukan pertanian (permukiman, industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya). Sherbinin dalam Putri (2006) mengemukakan bahwa peran ganda manusia sebagai pihak dalam menyebabkan perubahan, sekaligus pihak yang merasakan pengaruh global dari perubahan tersebut, menekankan pentingnya pemahaman akan interaksi antar manusia dan lingkungan, termasuk didalamnya faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan oleh manusia. Dalam penggunaan lahan harus dianalisis terlebih dahulu dalam skala tertentu untuk mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapi.
Sistem Informasi Geografi Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan prosedur yang dirancang untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografi. Menurut Prahasta (2002) Sistem Informasi Geografi merupakan alat bantu yang sangat
30
esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial. SIG dapat melakukannya dengan empat kemampuan yang dimiliki dalam menangani data yang bereferensi geografi : 1) masukan, 2) manajemen, 3) analisis dan dan manipulasi data serta 4) keluaran (Aronoff dalam Prahasta, 2002). Terdapat empat komponen penting yang saling berkaitan bila bekerja dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi, yaitu sebagai berikut : 1.
hardware atau perangkat keras, merupakan wadah berupa komputer sebagai wadah untuk mengoperasikan sistem informasi geografi.
2.
software atau perangkat lunak yang berfungsi untuk menganalisis informasi geografi.
3.
data dan metadata. Data geografi dan data tabular dapat diperoleh melalui pengukuran langsung di lapang maupun pembelian melalui agen tertentu. SIG akan mengintegrasikan data spasial dengan sumber data lainnya dan kemudian dapat mengatur dan menyimpan data dalam yang berbentuk data spasial maupun non spasial.
4.
manusia. Teknologi SIG sangat tidak bernilai jika tidak adanya manusia yang
dapat
mengatur
sistem
dan
membangun
rencana
untuk
mengaplikasikan masalah-masalah yang ada. Sumber data untuk SIG dapat diperoleh dari beberapa sumber data antara lain peta, foto udara, table, hasil observasi lapangan, citra satelit, dan instrumen pencatat digital (Burrough dalam Nurcahyono (2003)). Salah satu aktivitas penting dalam kegiatan Sistem Informasi Geografi adalah pengisian basis data berupa digitasi dan memasukkan angka, kemudian analisa dapat dilakukan setelah basis data tersedia. Pemasukan data ke dalam sistem adalah data input diubah menjadi format data digital agar dapat disimpan dan dimanipulasi. Menurut Mastra dalam Nurcahyono (2003), data yang akan dimasukkan dengan cara digitasi tersebut diperlukan peta dasar yang baku dan dapat dipercaya serta beragam. Secara sederhana SIG dapat digambarkan sebagai penampakan berbagai informasi untuk memenuhi suatu fungsi kriteria tertentu. Pengembangan SIG saat ini telah memungkinkan untuk perencana dan pemda untuk mengevaluasi sejauh mana perubahan yang terjadi dalam
31
penggunaan lahan dalam suatu wilayah agar dapat direncanakan secara cepat dan tepat melalui model-model analisis sesuai kebutuhan.
Penginderaan Jauh Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penginderaan jauh merupakan ilmu seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Dapat diartikan dengan proses membaca objek dari jarak jauh. Pada umumnya informasi penginderaan jauh dianalisis lebih lanjut menggunakan SIG. Elemen-elemen yang terkait dalam penginderaan jauh dengan gelombang elektromagnetik untuk memperoleh informasi suatu objek dan lingkungannya meliputi : a). sumber energi, b). perjalanan energi melalui atmosfer, c). Interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d). sensor wahana pesawat terbang dan/atau numerik (Lillesand dan Kiefer, 1990). Tiga objek utama yang perlu diperhatikan di permukaan bumi ini antara lain: vegetasi, tanah, dan air (Lillesand dan Kiefer, 1990), dimana tiap-tiap objek memancarkan energi elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu. Hal ini dapat memberikan nilai reflektan energi elektromagnetik yang dipancarkan suatu objek yang direkam oleh sensor sehingga objek dapat diketahui karakteristiknya. Data penginderaan jauh dapat berupa data fotografik dan sistem data numerik. Hasil yang di peroleh seperti informasi tentang objek, daerah atau fenomena yang diteliti dapat dimanfaatkan untuk proses pengambilan keputusan (Purwadhi, 2001) dan juga merupakan salah satu bentuk data yang digunakan dalam SIG. Sistem penginderaan jauh saat ini yang paling dikenal adalah satelit pemantau cuaca bumi. Sistem ini merupakan data yang penting karena sangat bermanfaat dalam mengenali objek-objek atau tipe-tipe penutup lahan yang ada di permukaan bumi. Interpretasi citra penginderaan jauh merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Purwadhi, 2001). Interpretasi citra penginderaan jauh dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital.
32
Klasifikasi citra menurut Purwadhi (2001) bertujuan untuk pengelompokkan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif. Klasifikasi ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu 1). klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut klasifikasi terbimbing (supervised classification); 2). klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification); serta
3). klasifikasi gabungan atau klasifikasi hibrida
menggunakan kedua cara, yaitu gabungan antara klasifikasi terbimbing (cara 1) dan klasifikasi tak terbimbing (cara 2).
33
KONDISI UMUM Sejarah Perkembangan Kota Cilegon Kota Cilegon merupakan kota yang memiliki banyak potensi untuk berkembang dalam bidang industri dan jasa. Letak Kota Cilegon strategis dan potensial di Provinsi Banten karena terletak pada jalur pintu masuk Pulau JawaSumatra. Arus barang dan jasa dari ibukota provinsi-provinsi di Sumatra menuju Jakarta dan kota-kota lain di Jawa sebagian besar melalui kota ini. Dari kawasan andalan yang ada, Kota Cilegon ditetapkan sebagai pusat utama untuk kawasan andalan Bojonegara-Merak-Cilegon dan sekitarnya dengan potensi unggulan industri, pariwisata, pertambangan, pertanian tanaman pangan dan perikanan. Kata “CILEGON” berasal dari bahasa daerah Jawa Barat (Sunda) yaitu atas suku
kata
“CI”
dan
“LEGON”
yang
artinya
air
yang
terdapat
di
cekungan/lembah/danau. Pada kenyataannya, kota ini terdapat di tepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan sekaligus di daerah pesisir. Kota Cilegon pada awalnya merupakan bagian dari wilayah administrasi Daerah Tingkat II Kabupaten Serang. Pada tahun 1651 Cilegon merupakan kampung kecil dibawah kekuasaan Kerajaan Banten pada masa Kerajaan Sultan Ageng Tirtayasa (Pemkot, 2007). Pada masa itu Cilegon masih berupa tanah rawa yang belum banyak didiami orang. Namun sejak masa keemasan Kerajaan Banten dibawah Sultan Ageng Tirtayasa, dilakukan pembukaan daerah di Cilegon yang dijadikan persawahan. Sejak saat itu banyak pendatang yang menetap di Cilegon dan berkembang pesat sehingga masyarakat Cilegon sudah menjadi heterogen. Kemudian mulai muncul kegiatan industri logam dasar dengan berdirinya pabrik baja TRIKORA pada tahun 1962 di Cilegon. Pendirian pabrik baja itu merupakan babak baru bagi Era Industri Wilayah Cilegon. Industri baja TRIKORA berkembang pesat setelah keluar Peraturan Pemerintah Nomor 35 tanggal 31 Agustus 1970 yang mengubah pabrik baja TRIKORA menjadi pabrik baja PT Krakatau Steel Cilegon berikut anak perusahaannya. Pada awal dekade 1980-an, mulai bermunculan kegiatan-kegiatan industri besar lainnya di sepanjang pantai barat Pulau Jawa. Salah satunya adalah PT.
34
Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) yang merupakan anak perusahaan PT. Krakatau Steel yang didirikan pada tahun 1982 menempati lahan seluas 550 Ha di Cilegon. Perkembangan industri yang pesat di Cilegon berdampak pula terhadap sektor lainnya seperti perdagangan, jasa, dan jumlah penduduk yang terus meningkat. Mata pencaharian penduduk yang semula sebagian besar adalah petani berubah menjadi buruh, pedagang, dan lain sebagainya. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan pembentukan suatu lembaga pemerintahan yang dapat mengelola pengembangan kota selanjutnya maka sesuai dengan peraturan pemerintah, PP No 40 tahun 1986 dan Inmendagri No 28 tahun 1986, Kota Cilegon terbentuk menjadi Kota Administratif Cilegon dengan luas 17.550 Ha terdiri dari 43 desa di bawah 3 wilayah administrasi kecamatan yaitu: Kecamatan Cilegon, Pulomerak, Ciwandan dan 1 (satu) Perwakilan Kecamatan Cilegon di Cibeber. Namun pada tahun 1992, Perwakilan Kecamatan Cibeber ditetapkan menjadi kecamatan Cibeber sehingga Kota Administratif Cilegon meliputi 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Pulomerak, Ciwandan, Cilegon dan Cibeber. Perkembangan Kota Cilegon dari sebelum adanya industri hingga tahun 2006, dapat dilihat perkembangannya mengalami kemajuan pesat. Kota Cilegon Pada tahun 2002 terbagi atas 8 kecamatan didasarkan atas Peraturan Daerah (Perda) No.15 Tahun 2002. Dari hasil survey di lapangan, penggunaan lahan yang didominasi oleh lahan terbangun tidak terlepas dari keberadaan industri-industri berskala internasional di Kota Cilegon. Kawasan pertanian yang sebagian besar merupakan sawah cukup potensial tersebar di wilayah selatan sekitar jalan regional Cilegon-Anyer dan di wilayah utara sekitar jalan regional CilegonMerak. Pola sebaran permukiman dan perumahan penduduk di Kota Cilegon umumnya cenderung berkembang secara linier mengikuti pola jaringan jalan. Penggunaan lahannya cenderung bercampur dengan kegiatan lain seperti perdagangan dan perkantoran. Sebagian besar wilayah Kota Cilegon merupakan kawasan budidaya dan kawasan lindung. Dari hasil pengamatan di lapangan maupun data sekunder serta analisis citra pola penutupan lahan yang terbentuk adalah lahan terbangun menyebar di sepanjang pantai Selat Sunda dikelilingi kawasan budidaya dan kawasan lindung. Lahan terbangun sebagian besar merupakan industri yang berada di sepanjang pantai Selat Sunda.
35
Letak Geografis dan Administratif Kota Cilegon merupakan salah satu kota yang berkembang pesat terutama di bidang industri. Berdasarkan RTRW nasional (PP No.47 Tahun 1997), Kota Cilegon ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang diidentifikasikan sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan simpul transportasi dengan cakupan pelayanan meliputi beberapa kabupaten yang berada dalam pengaruh Kota Cilegon. Berdasarkan letak geografisnya, Kota Cilegon berada dibagian paling ujung sebelah Barat Pulau Jawa dan terletak pada posisi : 5°52'24" - 6°04'07" Lintang Selatan (LS), 105°54'05" - 106°05'11" Bujur Timur (BT). Secara administratif wilayah berdasarkan UU No.15 Tahun 1999 tentang terbentuknya Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon pada tanggal 27 April 1999, Kota Cilegon mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten Serang), b. sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda, c. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyer dan Kecamatan Mancak (Kabupaten Serang), dan d. sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kramatwatu (Kabupaten Serang). Berdasarkan administrasi pemerintahan, Kota Cilegon memiliki luas wilayah 17.550 Ha terbagi atas 8 (delapan) kecamatan. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No.15 Tahun 2002 tentang pembentukan 4 (empat) kecamatan baru, wilayah Kota Cilegon yang semula terdiri dari 4 (empat) kecamatan berubah menjadi 8 (delapan) Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Cilegon
5. Kecamatan Grogol
2. Kecamatan Ciwandan
6. Kecamatan Purwakarta
3. Kecamatan Pulomerak
7. Kecamatan Citangkil
4. Kecamatan Cibeber
8. Kecamatan Jombang
Wilayah Kota Cilegon yang semula masih merupakan bagian dari Kabupaten Serang, terbagi atas 2 (dua) kelurahan dan 41 (empat puluh satu) desa. Kemudian berubah menjadi Kota Cilegon dengan 8 kecamatan dan 43 kelurahan berdasarkan Perda No 12 Tahun 2003 Tentang Perubahan Desa Menjadi Kelurahan.
36
Sumber : Bappeda Kota Cilegon (2004)
Gambar 2. Peta Wilayah Kota Cilegon
37
Iklim dan Tata Air Iklim dan curah hujan di Kota Cilegon memiliki suhu udara rata-rata tiap bulan 26,60C; curah hujan rata-rata 178 mm/bulan; kelembaban udara 78 %; tekanan udara 1011,1 mb; dan tekanan uap air 27,3% (Bappeda, 2004). Tata air yang ada di Cilegon terdapat DAS Teluklada, meliputi bagian Barat Kota Cilegon; Satuan sub-cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Serang – Cilegon. Satuan sub-cekungan ini merupakan bagian dari CABT Serang – Tangerang, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang, dengan luas wilayah sekitar 1.200 km2. Batas satuan cekungan ini di bagian utara adalah laut Jawa, bagian timur adalah Kali Ciujung, bagian selatan merupakan batas tanpa aliran dan bagian barat adalah Selat Sunda. Dari hasil perhitungan neraca air menunjukkan jumlah imbuhan air bawah tanah di wilayah satuan cekungan ini sebesar 518 juta m3/tahun, sedang jumlah aliran air bawah tanah pada tipe lapisan akuifer tertekan sekitar 13 m3/tahun, berasal dari daerah imbuhan yang terletak di sebelah utara dan barat daya yang mempunyai elevasi mulai sekitar 50 m dpl (Bappeda, 2004).
Morfologi dan Fisiologi Secara umum keadaan morfologi Kota Cilegon terbagi atas tiga kelompok besar yaitu morfologi mendatar, morfologi perbukitan landai-sedang, dan morfologi perbukitan terjal. Morfologi dataran pada umumnya terdapat di wilayah timur kota dan di wilayah pantai barat kota. Morfologi perbukitan landai-sedang terdapat di wilayah tengah kota. Morfologi perbukitan terjal terdapat di sebagian wilayah utara dan sebagian kecil wilayah selatan kota. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m dpl, sampai wilayah pantai yang mempunyai ketinggian 0-1 m dpl. Wilayah yang berbukit mempunyai ketinggian minimum 50 m dpl. Di bagian utara Kecamatan Pulomerak, wilayah Puncak Gunung Gede memiliki ketinggian maksimum 551 m dpl (Bappeda, 2004).
38
Topografi dan Ketinggian Wilayah Secara umum kondisi topografi wilayah Kota Cilegon merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl. Perbukitan landai-sedang (kemiringan < 15% dengan tekstur bergelombang rendah-sedang) yang sebagian besar dataran landai di Kota Cilegon (Bappeda, 2004). Tabel 2. Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian Kota Cilegon No Interval Ketinggian Luas Wilayah (Ha) Persentase (%) 1. 0-25 m 8.175 46,58 2. 26-100 m 6.357 36,22 3. 101-575 m 3.018 17,20 17.550 100,00 Jumlah Sumber : www.bappeda-cilegon.go.id/cilegon.htm
Jenis dan Tekstur Tanah Keadaan tanah di Kota Cilegon merupakan hasil pelapukan batuan vulkanik yang berasal dari Gunung Gede. Jenis tanah ini dijumpai di dataran dan lereng pegunungan, termasuk jenis tanah ini adalah lempung, lempung pasiran, dan pasir. Tanah yang berasal dari aluvium (endapan sungai, pantai, dan rawa) dijumpai di wilayah utara Kota Cilegon. Tekstur tanah di Kota Cilegon diklasifikasikan dalam tiga kelas, yaitu tekstur tanah kasar, sedang, dan halus. Dilihat dari sebarannya, tekstur tanah di Kota Cilegon sebagian besar merupakan tanah dengan tekstur halus (liat) yang tersebar dari barat, tengah, timur kota, dan sebagian di wilayah selatan. Untuk wilayah utara sebagian besar bertekstur tanah sedang (lempung) dan di bagian barat daya bertekstur kasar (pasir) (Bappeda, 2004).
Pola Penggunaan Lahan Dilihat dari pola penggunaan lahannya, secara umum lahan di wilayah Kota Cilegon awalnya berorientasi pada kegiatan pertanian. Namun sejalan dengan perkembangan Kota Cilegon, pembangunan secara fisik berlangsung dengan pesat sehingga terbentuk kegiatan-kegiatan dengan jenis penggunaan lahan baru dan menggeser jenis penggunaan lahan sebelumnya, sehingga gambaran Kota Cilegon pada saat ini bercirikan perkotaan dan pedesaan.
39
Dengan adanya kegiatan perindustrian yang cukup mendominasi Kota Cilegon, maka berdampak pula kepada perubahan penggunaan lahan yang ada terutama bertambahnya penggunaan lahan untuk pemukiman. Pemanfaatan lahan di Kota Cilegon (Pemkot, 2006) terdiri dari lahan pertanian (39,40%), perumahan dan permukiman (31,19%), perkantoran/jasa (1,78%), industri (16,22%), pariwisata (0,03%), dan lain-lain (11,37%).
Penduduk dan Sosial Budaya Jumlah penduduk Kota Cilegon berdasarkan hasil pendataan penduduk BPS Kota Cilegon tahun 2006 adalah 363.717 jiwa, dengan rincian sebanyak 188.037 laki-laki dan 175.680 perempuan. Data jumlah penduduk tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Kota Cilegon Tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006 Tahun 1983 1992 2003 2006
Jumlah Penduduk 144537 232248 329024 363717
Sumber: Bappeda Cilegon dan BPS Serang
Sosial budaya masyarakat Kota Cilegon tidak terlepas dari pengaruh budaya Kesultanan Banten, sebagai salah satu pusat penyebaran Agama Islam yang penting di Indonesia pada masa lampau. Budaya bernafaskan Islam mewarnai kehidupan keseharian dan adat istiadat masyarakatnya. Mayoritas penduduk beragama Islam (97,56%), sedangkan pemeluk agama lain hanya 2,4 % saja. Meskipun demikian kerukunan diantara penganut agama di Cilegon tertata dengan baik.
Struktur Tata Ruang Kota Cilegon mengalami pembangunan dan perkembangan kota yang sangat pesat dari adanya kegiatan industri. Berdasarkan RTRW 2006-2025, Cilegon dibagi dalam 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK) yang masing-masing
40
dilayani oleh satu pusat sekunder serta sesuai dengan karakteristik dan fungsi pengembangannya masing-masing.
Sumber : RTRW Cilegon (2006-2025) Gambar 3. Kota Cilegon dengan 5 BWK Pembagian wilayah kota ini adalah sebagai berikut : a.
BWK I BWK I merupakan pengembangan wilayah yang dipusatkan pada kegiatan pemerintahan dan perdagangan regional. Fungsi ini didukung oleh kegiatan komersial, perbankan, perkotaan, pelayanan umum dan sosial, kawasan permukiman perkotaan, industri dan kawasan lindung sekitar waduk. BWK I mencakup kelurahan-kelurahan di Kecamatan Citangkil, Kelurahan Kotasari (Kecamatan Grogol), Kelurahan Ciwaduk (Kecamatan Cilegon), Kelurahan Kotabumi, Kebondalem, Ramanuju (Kecamatan Purwakarta), Kelurahan Masigit, Kelurahan Jombang Wetan (Kecamatan Jombang).
41
b.
BWK II BWK II ini berfungsi sebagai pusat perumahan, industri, perdagangan dan jasa, dan kawasan lindung. BWK II mencakup Kelurahan Gerem, Kelurahan Rawa Arum, dan Kelurahan Grogol (Kecamatan Grogol) serta Kelurahan Pabean, Tegal Bunder, dan Purwakarta (Kecamatan Purwakarta).
c.
BWK III BWK III merupakan pengembangan wilayah kota yang difungsikan sebagai pusat kegiatan pelabuhan, transportasi dan wisata, yang di dukung kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan permukiman, kawasan lindung dan industri. BWK III mencakup semua kelurahan di Kecamatan Pulomerak
d.
BWK IV BWK IV merupakan pengembangan wilayah kota yang berfungsi sebagai pusat industri, pelabuhan dan pergudangan, yang didukung kegiatan perdagangan dan jasa. BWK IV mencakup semua kelurahan di Kecamatan Ciwandan.
e.
BWK V BWK V merupakan pengembangan wilayah kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa, yang di dukung dengan adanya perumahan, terminal dan kawasan lindung. BWK V mencakup semua kelurahan di Kecamatan Cibeber, Kelurahan Bagendung, Kelurahan Ciwedus, Kelurahan Bendungan, dan Kelurahan Ketileng (Kecamatan Cilegon), Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Panggung Rawi, dan Kelurahan Gedong Dalem (Kecamatan Jombang).
Pola Pemanfaatan Ruang Pola pemanfaatan ruang diwujudkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pola pemanfaatan Kota Cilegon berdasarkan RTRW 2006-2025 terdiri dari dua kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penetapan pola pemanfaatan ruang untuk Kota Cilegon didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut : a.
Adanya kawasan-kawasan yang memiliki fungsi primer dan menjadi pusat orientasi pergerakan, yaitu : Pusat Kota Cilegon, Merak dan Ciwandan.
42
b.
Adanya kawasan-kawasan yang cenderung berkembang dengan karakteristik kegiatan yang khas, yaitu pusat Kota Cilegon sebagai pusat perdagangan dan jasa serta pemerintahan; Merak sebagai pelabuhan penyeberangan; dan Ciwandan sebagai pusat kegiatan industri dan pelabuhan.
c.
Adanya sistem jaringan jalan sekunder (arteri dan kolektor) yang menghubungkan simpul-simpul kegiatan perkotaan yang ditunjang dengan pembangunan jalan lingkar selatan yang akan menjadi faktor utama pendorong perkembangan fisik kota di bagian selatan.
d.
Adanya rencana pembangunan jalan tol yang menghubungkan Cilegon Timur dengan Bojonegara yang akan dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Kawasan Lindung Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan (Keppres No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan Kawasan Lindung). Pengembangan kawasan lindung dilakukan dengan mempertahankan dan meningkatkan kualitas kawasan lindung yang sudah ditetapkan, mempersiapkan kawasan Ruang Terbuka Hijau Publik dan Privat minimal 30% dari luas wilayah kota, memanfaatkan kawasan budidaya yang dapat berfungsi lindung (Gambar 4), dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan buatan pada kawasan lindung.
Gambar 4. Contoh Kawasan Lindung di Kelapa Tujuh, Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon
43
Pola pemanfaatan ruang kawasan lindung di wilayah Kota Cilegon secara umum bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup, melestarikan fungsi lindung kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, dan kawasan lindung lainnya serta menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di kawasan rawan bencana. Penjabaran lebih lanjut dari tujuan ini adalah : 1.
Kawasan lindung yang memberi perlindungan bagi kawasan di bawahnya meliputi : a.
Kawasan hutan mangrove berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi daerah sekitarnya untuk mengatur tata air, pencegahan abrasi pantai, banjir, dan mempertahankan keanekaragaman hayati, satwa, dan keunikan alam. Kawasan hutan mangrove terdapat di Kelurahan Warnasari, Kecamatan Citangkil.
b.
Kawasan resapan air yang merupakan kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk peresapan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Dalam hal ini berupa rawa di Kelurahan Warnasari, Kecamatan Citangkil.
2.
Kawasan perlindungan setempat yang meliputi : a. Kawasan sempadan pantai merupakan kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Dengan kriteria berupa daratan di sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi kearah darat. Maka dapat ditetapkan kawasan sempadan pantai di sepanjang pantai yang ada, kecuali daerah pantai yang digunakan untuk kepentingan umum, seperti pelabuhan, wisata, tambak dan lain-lain. b. Kawasan sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
44
3.
Kawasan Rawan Bencana Kawasan rawan bencana merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Kota Cilegon merupakan daerah rawan bencana gempa, tsunami, dan industri khususnya di sepanjang pesisir pantai di daerah Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Ciwandan, dan Kecamatan Grogol. Hal ini karena wilayah perairan Cilegon terletak sangat dekat dengan pertemuan lempeng Australia dengan lempeng Eurasia. Pemanfaatan ruang ini harus dibatasi untuk pencegahan bencana.
4.
Arahan pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) RTH berfungsi untuk menjamin kualitas, fungsi lingkungan dan fungsi sosial. Dalam pengembangan RTH perlu dibatasi pendirian bangunanbangunan, dapat dijadikan sebagai bagian dari pengembangan fasilitas umum dan taman-taman kota, sebagai kawasan mitigasi bencana dan pembatas antara kawasan industri dengan kawasan fungsional lainnya terutama kawasan permukiman.
Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan (UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang). Dalam RTRW Cilegon 2006-2025, Kota Cilegon terbagi dalam kawasan budidaya pertanian dan non-pertanian. Penataan tentang kedua kawasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1
Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan budidaya pertanian merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, terutama pertanian. Kawasan budidaya pertanian meliputi : pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, perikanan darat dan hutan produksi. Kawasan budidaya pertanian yang mendominasi di Kota Cilegon adalah kawasan pertanian lahan basah (Gambar 5) yaitu sawah yang menyebar di seluruh kecamatan.
45
Gambar 5. Contoh Kawasan Budidaya Pertanian di Cibeber, Kecamatan Cibeber Kota Cilegon 2.
Kawasan Budidaya Non-Pertanian Kawasan budidaya non pertanian merupakan salah satu bentuk pemanfaatan lahan yang memiliki fungsi utama sebagai pusat kegiatan perkotaan yang meliputi kawasan perumahan/pemukiman perkotaan, perdagangan dan jasa (Gambar 6), pemerintahan dan bangunan umum, perindustrian, pelabuhan dan pergudangan, pariwisata, dan kawasan khusus/campuran.
Gambar 6. Contoh Kawasan Budidaya Non-Pertanian di Kota Cilegon
46
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai dari bulan Februari 2008 sampai bulan Juli 2008 yang dilaksanakan di wilayah Kota Cilegon, Propinsi Banten dengan luas wilayah 17.550 Ha yang terbagi dalam 8 kecamatan dengan 43 kelurahan. Terletak pada posisi 5º52'24"-6º04'07" LS dan 105º54'05"-106º05'11" BT.
Sumber : Bappeda Kota Cilegon (2006)
Gambar 7. Peta Wilayah Penelitian
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1). alat dan bahan untuk pengolahan, analisis data spasial, dan untuk penyajian hasil penelitian, 2). alat dan bahan untuk pengambilan data di lapangan. 1.
Alat dan bahan untuk pengolahan, analisis data spasial, dan untuk penyajian hasil: komponen SIG berupa hardware (komputer,
digitizer, scanner,
printer) dan software pengolahan dan analisis data spasial, Citra Landsat Kota Cilegon (tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006).
47
2.
Alat dan bahan pengambilan data lapang: GPS, kamera, kompas, citra landsat Kota Cilegon (tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006), peta batas administrasi Kota Cilegon, peta rupa bumi Kota Cilegon. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis
data yaitu: data primer dan data sekunder. Jenis data dan sumber penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Data
Jenis
Citra Landsat Kota
Sumber
Data Sekunder
Cilegon
BIOTROP, Lab Dept. ARL IPB
Peta Batas Administrasi
Data Sekunder
Bappeda Cilegon
Peta Rupa Bumi
Data Sekunder
Pemkot Cilegon
Tata Ruang dan
Data Sekunder
Bappeda Cilegon Literatur,
Tata Guna Lahan
dan Data Primer
Survey Lapang
Jumlah dan Luasan RTH
Data Sekunder
Bappeda Cilegon Literatur,
Kota Cilegon
dan Data Primer
Survey Lapang
Sejarah Perkembangan
Data Sekunder
Bappeda Cilegon Literatur
Data Sekunder
Bappeda Cilegon
Data Sekunder
Disperindag Kota Cilegon,
Kota Cilegon
Kota Cilegon Data Sosial Ekonomi Kota Cilegon dari masa ke masa Data Polutan Udara
DPLH Serang
Metode dan Tahap Penelitian Metode
yang
digunakan
adalah
metode
analisis
spasial
dengan
menggunakan teknik penginderaan jauh dan GIS yang didukung dengan data sekunder. Penelitian ini dilakukan dalam lima tahapan, yang terdiri dari: 1). pengumpulan data, 2). analisis citra, 3). pengamatan lapangan, 4). analisis akhir (GIS), dan 5). analisis kualitas udara.
48
Pengumpulan Data Kegiatannya meliputi pengumpulan data, pengkajian dan studi pustaka yang diperoleh dari instansi terkait. Data yang didapat berupa data spasial dan data tabular. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan, terdiri dari hasil interpretasi citra Cilegon tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006, dan peta administrasi Kota Cilegon. Data tersebut digunakan untuk pengidentifikasian perubahan penggunaan dan penutupan lahan serta mendeteksi perubahan ruang terbuka hijau di Kota Cilegon. Data tabular merupakan data yang berbentuk tulisan atau angkaangka terdiri dari data kondisi sosial ekonomi Kota Cilegon, sejarah perkembangan Kota Cilegon.
Analisis Citra Analisis citra merupakan tahapan utama dalam penelitian ini. Secara umum terdapat dua proses utama dalam analisis citra, yaitu proses analisis penginderaan jauh dan proses analisis SIG. 1.
Proses Analisis Penginderaan Jauh Ada tiga proses utama dalam penginderaan jauh, yaitu : a. Koreksi Geometri. Koreksi geometri dilakukan untuk mendapatkan citra dengan letak geometri yang sesuai dengan letak di bumi. Tujuan koreksi geometris adalah 1). melakukan retifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi; 2). registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau citra multi-temporal; dan 3). registrasi citra ke peta, atau transformasi koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu (Purwadhi, 2001). Koordinat geometri yang digunakan adalah koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). b. Pembatasan Wilayah Penelitian. Tahap yang dilakukan sebelum di analisis secara detail dan terperinci serta jelas secara spasial. Dalam menentukan batas wilayah penelitian diperlukan data vektor batas administrasi Kota Cilegon dan data raster terkoreksi.
49
c. Perhitungan persentase sebaran ruang terbuka hijau didapat dari proses klasifikasi dengan menggunakan metode klasifikasi citra terbimbing (Supervised Classification). Sebelum klasifikasi dilakukan, band-band yang dipilih dikompositkan untuk pengambilan training set dalam proses klasifikasi. Citra komposit yang dipergunakan adalah citra komposit band 5, band 4, dan dilakukan
proses
band 2. Setelah citra komposit didapat, baru klasifikasi,
yaitu
serangkaian
tugas
yang
mengelompokkan sekumpulan data digital (nilai pixel) yang sama ke dalam kelas tertentu yang khas dan dapat memberikan informasi. Hasil klasifikasi akan diuji, apabila akurasi hasil klasifikasi rendah, maka klasifikasinya akan diulang lagi dengan memperbaiki training set yang lama. Dari hasil klasifikasi ini akan diperoleh citra beberapa kelas penutupan lahan seperti air, rumput, semak, sawah. 2.
Proses Analisis SIG Ada dua tahapan utama dalam proses analisis SIG, yaitu : a. Melakukan proses overlay peta distribusi RTH tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006 dengan peta administrasi kecamatan. Hasil keluaran dari proses ini adalah luas RTH yang ada dan tiap kecamatan pada tahun 2006 di Kota Cilegon. b. Melakukan proses overlay peta distribusi RTH tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006 dengan grid.
Pengamatan Lapangan Tahap yang dilakukan adalah proses penyesuaian dan pengecekan antara hasil klasifikasi citra landsat dengan kondisi yang ada di lapang. Hasil klasifikasi berupa kelas penutupan lahan antara lain : hutan, kebun, tegalan, sawah, semak belukar, rawa, hutan mangrove, lahan terbangun, lahan terbuka, dan badan air. Pada pengamatan ini proses penyesuaian dilakukan berdasarkan kelas penutupan lahan dengan menggunakan GPS yang didukung dengan kompas dan kamera.
50
Analisis Akhir (GIS) Pengolahan data dilakukan untuk mendapat hasil akhir yang diinginkan dari penelitian setelah melakukan survey lapangan berupa pengklasifikasian penggunaan dan penutupan lahan. Pada masing-masing peta dilakukan pengidentifikasian area contoh yang mewakili setiap penggunaan dan penutupan lahan. Setelah dilakukan pengklasifikasian pada masing-masing peta terlihat perubahan penggunaan dan penutupan lahan.
Analisis Kualitas Udara Analisis kualitas udara dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan industri. Pengukuran gas dan udara ambient diantaranya : debu, hidrokarbon, CO, NO2, SO2,dan Pb dilakukan dalam waktu tertentu. Dari hasil pengukuran ini dapat diperoleh kadar polutan udara yang ada di kawasan industri Kota Cilegon.
Gambar 8. Data Citra Landsat Kota Cilegon
Data Spasial (Peta rupa bumi, peta administrasi)
Pengumpulan dan pemasukan data
Data Tabular (Kependudukan,BPS) Input
Analisis awal (GIS)
Koreksi Geometris
Pengumpulan data primer Analisis akhir (GIS)
Delineasi wilayah penelitian
Peta distribusi RTH
Verifikasi citra dan survey lapang melalui kegiatan ground truth check
Overlay Peta (GIS)
Analisis Kualitas Udara
Analisis Output % RTH, Zonasi RTH eksisting
Gambar 9. Tahapan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Dalam penelitian ini, informasi yang dihasilkan berupa jenis-jenis dan distribusi penutupan lahan (land cover) di Kota Cilegon yang dapat dideteksi pola penyebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan dianalisis perubahannya dengan mengklasifikasi citra landsat tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006. Klasifikasi penutupan lahan terbatas oleh jenis kenampakan umum yang terlihat dipermukaan wilayah. Untuk memperoleh informasi mengenai jenis-jenis penutupan lahan eksisting yang terdapat di Kota Cilegon, diperlukan kemampuan interpretasi foto udara yang baik. Dari hasil klasifikasi citra tersebut kemudian dilakukan analisis spasial untuk melihat luasan penggunaan dan penutupan lahan oleh ruang terbuka hijau yang ada. Pola penyebaran dan perubahan ruang terbuka hijau diidentifikasi dan
dianalisis
dengan
menggunakan
analisis
temporal
yaitu
dengan
membandingkan citra dari tahun 1980-an hingga tahun 2006 yang berselang sekitar 10 tahun. Kelas penutupan lahan yang digunakan dalam mengklasifikasikan citra landsat Kota Cilegon terbagi dalam 10 kelas antara lain : 1). hutan, 2). kebun, 3). tegalan, 4). sawah, 5). semak belukar, 6). rawa, 7). lahan terbangun, 8). lahan terbuka, 9). badan air, dan 10). hutan mangrove. Dari hasil klasifikasi citra dari tahun 1983 hingga 2006 secara umum penutupan lahan Kota Cilegon didominasi oleh vegetasi baik berupa hutan maupun tanaman pertanian seperti sawah, serta vegetasi campuran. Ruang terbuka hijau di Kota Cilegon terdiri atas areal hutan, kebun, tegalan, sawah, semak belukar, rawa, dan hutan mangrove. Penyebaran jenis penutupan lahan ini sangat dipengaruhi kondisi fisik daerah masing-masing. Kota Cilegon yang berada di tepian pantai Selat Sunda mempunyai penutupan lahan yang sesuai kondisinya seperti rawa dan hutan mangrove di areal tertentu. Namun banyak faktor penting lainnya yang mendorong terjadinya penyebaran ini seperti adanya kegiatan industri yang memicu datangnya sektor-sektor lain, dengan ditetapkannya Kota Cilegon sebagai kawasan andalan jalur BojonegaraMerak-Cilegon yang menyebabkan terjadinya penyebaran secara linier mengikuti jalur tersebut.
Secara umum lahan pertanian berupa sawah memiliki proporsi penggunaan lahan terbesar yang tersebar di wilayah selatan sekitar jalan regional CilegonAnyer dan di wilayah utara sekitar jalan regional Cilegon-Merak di seluruh kecamatan dengan proporsi lebih besar dari tegalan dan perkebunan. Penutupan lahan untuk permukiman, pusat pemerintahan, industri, jalan, pelayanan jasa dan lain-lain dikelompokkan menjadi kelas penutupan lahan terbangun. Penyebaran lahan terbangun menyebar mengikuti jalan-jalan kolektor dan membentuk koridor di sepanjang pantai Selat Sunda. Pada penelitian ini akan dianalisis perubahan ruang terbuka hijau dari tahun 1983 hingga masa sekarang yaitu tahun 2006 di Kota Cilegon. Dapat diketahui Kota Cilegon sebelumnya pada tahun 1650 merupakan daerah yang sebagian besar masih merupakan tanah berawa dengan jumlah penduduk sedikit. Namun pada masa keemasan Kerajaan Banten dibawah Sultan Ageng Tirtayasa, dilakukan pembukaan daerah di Cilegon yang dijadikan persawahan. Berdasarkan data sekunder, Kota Cilegon pertama kali mendirikan pabrik baja tahun 1962 yang kemudian menjadi kawasan industri pada masa sekarang. Dalam menganalisa perubahan lahan terdapat keterbatasan data, data citra Kota Cilegon sebelum adanya industri tahun 1960an tidak tersedia sehingga data citra yang digunakan adalah citra landsat tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006. Berdasarkan hasil olahan data yang diperoleh dari overlay antara citra landsat Kota Cilegon (tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006) dengan peta administrasi Kota Cilegon tahun 2006, dapat dilihat bahwa penutupan dan penggunaan lahan di Kota Cilegon mengalami perubahan dari tahun 1983-2006.
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 1983 Penutupan lahan di Kota Cilegon pada tahun 1983 didominasi oleh vegetasi, yaitu lahan tegalan sebesar 30% dari seluruh wilayah Kota Cilegon. Dari keseluruhan luas lahan tegalan sebagian besar berada di Kecamatan Cibeber. Proporsi terkecil dari seluruh kelas yang ada adalah hutan mangrove sebesar 0.54% di Warnasari Kecamatan Citangkil. Luas proporsi RTH pada tahun 1983 adalah 92.25%. %
2.65 1.56 3.19 9.60
3.54
0.54
Hutan Kebun
6.90 14.29
Tegalan Sawah Semak Belukar Rawa Lahan Terbangun
26.87
30.87
Lahan Terbuka Badan Air Hutan Mangrove
Gambar 10. Persentase Penutupan Lahan Tahun 1983
Gambar 11. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 1983
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 1992 Hasil klasifikasi citra landsat tahun 1992 menunjukkan penutupan lahan tetap didominasi oleh vegetasi dan luasan lahan terbangun semakin bertambah menyebar di seluruh kecamatan. Luas proporsi RTH pada tahun 1992 adalah 86.92%. Proporsi RTH mengalami penurunan sebesar 5.33% dari tahun 1983. % 2.03 8.37
2.68
Hutan 1.06
5.77
Kebun 9.35
Tegalan
1.43 13.32
1.80
Sawah Semak Belukar Rawa Lahan Terbangun Lahan Terbuka
54.19
Badan Air Hutan Mangrove
Gambar 12. Persentase Penutupan Lahan Tahun 1992
Gambar 13. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 1992
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 2003 Hasil klasifikasi citra landsat tahun 2003 menunjukkan penutupan lahan masih didominasi oleh vegetasi terutama sawah dan luasan lahan terbangun semakin bertambah pesat bersifat sporadis menyebar di seluruh kecamatan. Luas proporsi RTH pada tahun 2003 adalah 83.49%. Proporsi RTH mengalami penurunan sebesar 3.43% dari tahun 1992.
% 0.64
Hutan
0.99 14.80
0.73
4.11
Kebun
9.27
Tegalan
0.81
10.71
1.92
Sawah Semak Belukar Rawa Lahan Terbangun Lahan Terbuka
56.02
Badan Air Hutan Mangrove
Gambar 14. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2003
Gambar 15. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 2003
Hasil Identifikasi Penutupan Lahan Tahun 2006 Hasil klasifikasi citra landsat tahun 2006 menunjukkan penutupan lahan masih didominasi oleh vegetasi terutama sawah dan luasan lahan terbangun semakin bertambah pesat. Luas proporsi RTH pada tahun 2006 adalah 78.66%. Proporsi RTH mengalami penurunan sebesar 4.83% dari tahun 2003.
%
0.63 1.26
1.49
Hutan
3.24
18.60
Kebun
8.85 9.00
Tegalan
0.79
Sawah
3.91
Semak Belukar Rawa Lahan Terbangun Lahan Terbuka 52.23
Badan Air Hutan Mangrove
Gambar 16. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2006
Gambar 17. Peta Penutupan Lahan Kota Cilegon Tahun 2006
Perubahan Penutupan Lahan (1983-2006) Perubahan penutupan lahan di Kota Cilegon dari tahun 1983 sampai dengan tahun 2006 diketahui dengan melakukan analisis temporal dan analisis spasial yaitu membandingkan hasil klasifikasi citra tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006. Dari data yang diperoleh dapat dilakukan pembagian periode selama kurun waktu 10 tahun untuk mengetahui perkembangan penutupan lahan yaitu periode 19831992, dan periode 1992-2003. Data terbaru tahun 2006 juga digunakan untuk mengetahui keadaan eksisting Kota Cilegon saat ini dan sebagai acuan dalam mengklasifikasikan citra pada tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan survey lapang dan ground truth check.
12000.00
Luas (Ha)
10000.00 1983
8000.00
1992
6000.00
2003
4000.00
2006
2000.00
Te rb an La gu ha n n Te rb uk a Ba da Hu n Ai ta r n M an gr ov e
Ra wa
Be lu ka r
La ha n
Se m
ak
Sa wa h
an Te ga l
Ke bu n
Hu ta n
0.00
Kelas Lahan
Gambar 18. Perubahan Penutupan Lahan di Kota Cilegon (Tahun 1983-2006) Gambar 18 di atas menunjukkan perubahan dari tiap kelas penutupan lahan di Kota Cilegon dari tahun 1983 hingga tahun 2006. Perubahan dari tiap-tiap kelas lahan ini dipengaruhi oleh perkembangan Kota Cilegon itu sendiri dan kondisi fisik daerah masing-masing. Kelas penutupan lahan yang mengalami penurunan pada kurun waktu 19832006 adalah hutan, kebun, tegalan. Sedangkan kelas penutupan lahan yang mengalami kenaikan adalah lahan terbangun. Di samping itu terjadi perubahan dinamis pada kelas penutupan lahan lainnya seperti sawah, semak belukar, lahan terbuka, badan air, rawa dan hutan mangrove.
Hutan di Kota Cilegon sebagian besar terdapat di Kecamatan Pulomerak. Pada umumnya hutan banyak dikonversi menjadi kebun, tegalan, sawah, dan lahan terbuka. Luas hutan banyak mengalami penurunan paling banyak pada periode 1992-2003 sebesar 1.66%. Penurunan terus terjadi hingga tahun 2006, dari tahun 2003 sampai 2006 turun sebesar 0.87%. Berdasarkan Perda RTRW Kota Cilegon 2000-2010, Pemerintah Kota Cilegon berupaya untuk meningkatkan keseimbangan dalam pengelolaan kawasan lindung. Kawasan lindung diarahkan pada bagian utara Kecamatan Pulomerak dan bagian selatan Kecamatan Ciwandan sebesar 24.87% dari luas wilayah administrasi Kota Cilegon. Penutupan lahan untuk kebun, tegalan dan rawa secara umum mengalami penurunan pada periode 1983-1992. Perubahan yang terjadi merupakan akibat dari banyaknya kawasan kebun (Gambar 19) dan tegalan yang dikonversi menjadi areal persawahan dimana pada periode tersebut sebagian besar mata pencaharian penduduk Kota Cilegon adalah petani. Penurunan ini masih terjadi hingga tahun 2006.
Gambar 19. Contoh Kawasan Kebun Kelapa di Kelapa Tujuh Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon Lahan terbangun merupakan kelas penutupan lahan yang selalu mengalami peningkatan seiring dengan adanya pertambahan penduduk. Terlihat dari besarnya peningkatan luas lahan terbangun di Kota Cilegon pada periode 1983-1992 sebesar 6.81%. Sedangkan pada periode 1992-2003 luas lahan terbangun meningkat sebesar 6.43%. Peningkatan terbesar terjadi pada periode 1983-1992,
hal ini terjadi karena adanya pembangunan industri besar-besaran di sepanjang pantai Selat Sunda (salah satunya industri PLTU di Suralaya pada Gambar 20) sehingga pada periode berikutnya hanya dibangun permukiman, sarana dan prasarana untuk penduduk yang persentase peningkatan lahan terbangun tidak sebesar pada periode 1983-1992 (pembangunan industri).
Gambar 20. Contoh Kawasan Industri di Kelapa Tujuh Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon Kelas penutupan lahan untuk sawah, semak belukar, lahan terbuka, rawa dan hutan mangrove mengalami perubahan yang dinamis. Penutupan lahan sawah mengalami peningkatan yang drastis pada periode 1983-1992 sebesar 27.32%. Pada periode tersebut terjadi pembukaan lahan di Kota Cilegon yang banyak dijadikan areal persawahan yang sebelumnya merupakan hutan dan berawa. Sedangkan pada kurun waktu 2003 sampai dengan 2006 mengalami penurunan karena semakin beragamnya mata pencaharian penduduk Kota Cilegon sehingga tidak bergantung dari sektor pertanian. Hal ini juga dipengaruhi kebutuhan penduduk akan lahan yang banyak memanfaatkannya dari areal persawahan. Sawah tersebar diseluruh kecamatan (Gambar 21) dan banyak dikonversi menjadi kawasan industri, permukiman, areal perdagangan dan jasa, pusat pemerintahan dan lain-lain. Perubahan ini juga terjadi pada kelas semak belukar dan lahan terbuka.
Gambar 21. Contoh Areal Sawah di Randakari Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon Penutupan lahan untuk hutan mangrove yang berada di Kecamatan Citangkil (Gambar 22) mengalami kenaikan luasannya pada periode 1983-1992 sebesar 0.52% karena Kota Cilegon sebelumnya merupakan daerah berawa. Sedangkan pada periode berikutnya hingga tahun 2006 terus mengalami penurunan.
Gambar 22. Contoh Kawasan Hutan Mangrove di Warnasari Kecamatan Citangkil Kota Cilegon
Analisis Kualitas Udara Kualitas udara dapat dikatakan baik jika konsentrasi polutan udara lebih kecil dari baku mutu udara ambient yang berlaku. Aktivitas yang tinggi di kawasan industri akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan salah satunya adalah kualitas udara di Kota Cilegon. Untuk mengetahui dampak dari adanya industri, dilakukan pengukuran gas dan udara ambient (debu, CO, NOx, SOx, Pb, dan hidrokarbon) dalam waktu tertentu. Data analisis kualitas udara dilakukan di kawasan industri Kota Cilegon pada tahun 1990, 1995, 1998, 2002, 2004, dan 2006 (Disperindag Cilegon dan DPLH Serang). Baku mutu udara berdasarkan SK Gubernur Jabar No 660.31/SK/694-BKMPD/1982 dan PPRI No.41 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Standar Baku Mutu Udara Ambient SK Gubernur Parameter
Satuan
Jabar No
Baku Mutu PP
660.31/SK/694-
RI no.4/99
BKMPD/1982 Debu
μg/m3
260
230
Pb
μg/m3
2
2
SO2
μg/m3
265
365
CO
μg/m3
10000
10000
NO2
μg/m3
100
150
HC
μg/m3
160
160
Hasil analisis kualitas udara di Kota Cilegon pada tahun 1990, 1995, 1998, 2002, 2004, dan 2006 menunjukkan bahwa kadar gas dan udara di kawasan industri makin tinggi dan beberapa diantaranya melebihi ambang baku yang telah ditentukan yaitu debu dan hidrokarbon. Pada tahun 2004 kadar debu sebesar 464 μg/m3 dan hidrokarbon 784 μg/m3 kemudian pada tahun 2006 kadar debu sebesar 686 μg/m3 dan hidrokarbon sebesar 686 μg/m3 (Gambar 24). Kadar debu mengalami peningkatan sedangkan hidrokarbon mengalami penurunan. Jumlah
kadar hidrokarbon menurun karena dipengaruhi faktor meteorologi saat dilakukan pengukuran, temperatur udaranya lebih rendah dibandingkan pengukuran kadar polutan lainnya. Namun jumlah kedua jenis pencemar tersebut melebihi ambang baku mutu udara. Kadar polutan yang lainnya mengalami peningkatan, tapi jumlahnya masih berada dibawah ambang baku mutu udara. Hal ini terjadi karena makin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, sektor perminyakan, dan sektor industri di Kota Cilegon yang mengemisikan debu dan hidrokarbon. Kondisi demikian mengganggu kenyamanan manusia sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian terhadap tingginya tingkat pencemaran. Vegetasi dapat berfungsi menurunkan kadar polutan pada suatu daerah. Adanya kegiatan industri di Kota Cilegon berdampak menurunkan kualitas lingkungan dari pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan industri. Oleh karena itu hutan kota dibutuhkan untuk menurunkan pengaruh buruk dari kegiatan industri tersebut. Hutan kota yang berstrata banyak lebih efektif menurunkan kadar debu, yaitu sebesar 53,56%, dibandingkan dengan hutan kota yang berstrata dua menurunkan kadar debu sebesar 42,89% (Irwan, 1994). Beberapa peranan ruang hijau di perkotaan khususnya di kawasan industri yang berhubungan dengan kualitas udara antara lain : 1.
penahan dan penyaring partikel padat dari udara,
2.
penyerap dan penjerap partikel timbal,
3.
penyerap dan penjerap debu semen,
4.
peredam kebisingan,
5.
mengurangi bahaya hujan asam,
6.
penyerap karbon-monoksida,
7.
penyerap karbon-dioksida dan penghasil oksigen,
8.
penahan angin,
9.
penyerap dan penapis bau,
10.
mengatasi penggenangan,
11.
ameliorasi iklim, dan
12.
penapis cahaya silau. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan diperoleh proporsi RTH
mengalami penurunan dari 92.25% pada tahun 1983 menjadi 78.66% pada tahun 2006, pada kenyataannya kualitas udara menurun dengan kadar polutan udara
yang semakin meningkat yang beberapa diantaranya melebihi ambang baku mutu udara. Hal ini terjadi karena makin berkembangnya sektor industri dan munculnya sektor lain yang beragam yang tidak diikuti dengan adanya jenis vegetasi yang tepat dalam mereduksi polutan dan distribusi RTH yang tidak merata. Grafik perubahan ini dapat dilihat pada Gambar 23 dan Gambar 24.
Persentase
Persentase RTH 94.00 92.00 90.00 88.00 86.00 84.00 82.00 80.00 78.00 76.00 1975
1983 1992 2003 2006
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2010
2015
Tahun
Gambar 23. Persentase RTH di Kota Cilegon (1983-2006)
900
ug/m3
800 700
DEBU
600
HC
500
CO
400
NO2
300
SO2
200
Pb
100 0 1985
1990
1995
2000
2005
2010
Tahun
Sumber : Disperindag dan DPLH Serang
Gambar 24. Tingkat Gas dan Udara Ambient di Kota Cilegon
Pola Penyebaran Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon pada umumnya masih memenuhi kriteria luas berdasarkan Kebijakan Pemerintah RI tentang RTH dalam UU No. 26 tahun 2007 (pasal 29) bahwa proporsi RTH minimal dalam suatu kota adalah 30%. Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Energi Kota Cilegon merencanakan luas RTH sebesar 44.37% dari luas seluruh wilayah kota. Dari hasil overlay peta hasil distribusi RTH tahun 2006 dengan peta administrasi kecamatan tahun 2006, dapat dilihat penyebaran kelas penutupan lahan berupa hutan berada di beberapa kecamatan yaitu Pulomerak, Grogol, Ciwandan, dan Purwakarta yang merupakan kecamatan dengan kelas penutupan hutan terluas. Persentase terbesar RTH berupa lahan pertanian yaitu sawah tersebar merata di seluruh kecamatan. Penyebaran RTH di masing-masing kecamatan ini dapat dilihat pada Gambar 25. Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Secara ekologis, RTH dapat berfungsi untuk menciptakan iklim mikro (suplai oksigen,memperbaiki kualitas udara dan suplai air bersih), konservasi tanah dan air serta pelestarian habitat satwa. Konsentrasi polutan pada kawasan industri pada umumnya memiliki konsentrasi lebih banyak daripada kawasan lainnya seperti kawasan pemukiman, perkotaan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pemilihan dan pemerataan tanaman sesuai fungsinya dalam mereduksi polutan udara perlu diperhatikan untuk menurunkan konsentrasi polutan sampai ke batas yang tidak mengganggu. Berdasarkan hasil pengolahan data spasial secara temporal (1983-2006) diperoleh bahwa proporsi RTH terjadi penurunan dari 92.25% menjadi 78.66%, proporsi RTH masih lebih dari 30% sesuai kebijakan pemerintah namun dari hasil analisis data diperoleh bahwa kadar polutan udara terus meningkat. Dari hal ini dapat diketahui bahwa green city tidak hanya dilihat dari ketersediaan RTH secara kuantitas, tapi juga kualitas yang dapat mencerminkan kota yang sehat secara fisik dan ekologis (Arifin, 2006).
Gambar 25. Penyebaran RTH di Masing-Masing Kecamatan Kota Cilegon Tahun 2006
Kota Cilegon semakin berkembang pesat terutama dalam sektor industri dan munculnya sektor lain yang beragam tidak diikuti dengan adanya jenis vegetasi yang tepat dalam mereduksi polutan dan distribusi RTH yang merata. Jenis RTH yang dominan pada tahun 2006 adalah RTH pertanian yaitu sawah sebesar 52.23% dari seluruh wilayah Kota Cilegon (Gambar 26). Tanaman padi meskipun ekologis akan tetapi rendah dalam mereduksi polutan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa karbondioksida merupakan komponen terbesar yang diemisikan dari lahan pertanian (Balingtan, 2008) dan tanaman ini tidak mempunyai karakteristik untuk tujuan mereduksi polutan.
60
Persentase
50
Hutan Kebun
40
Tegalan Sawah
30
Semak Belukar 20
Rawa Hutan Mangrove
10 0 1980
1985
1990
1995
2000
2005
2010
Tahun
Gambar 26. Analisis Temporal dan Spasial RTH (1983-2006) Fungsi ekologis RTH memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan manfaatnya masing-masing yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tolok ukur untuk fungsi ekologis diambil dari manfaat langsung yaitu penurunan pencemaran udara yang dapat dilihat pada Tabel 7. Kawasan industri di Kota Cilegon sebagian besar berada di sepanjang pantai Selat Sunda. Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi a). bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan b). bentuk RTH jalur (koridor, linear). Pengamatan dilakukan pada bentuk RTH yang ada yaitu RTH jalur di kawasan industri Kota Cilegon (gambar 27).
Tabel 6. Fungsi, Manfaat dan Bentuk RTH Fungsi Manfaat Ekologis 1. Perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan (contoh air bersih) 2. Membangun jejaring habitat hidupan liar (contoh untuk burung) 3. Mereduksi pengaruh “urban heat island”
Bentuk RTH 1. Kawasan lindung pantai, sempadan sungai, daerah tangkapan air, sempadan danau, dsb 2. Kawasan lindung 3. Taman kota, hutan kota
Sumber : DPU (2006) Tabel 7. Manfaat RTH dari Fungsi Ekologis dengan Tolok Ukur Masing-Masing Fungsi Ekologis
Langsung 1. Menurunkan tingkat pencemaran udara
2. Meningkatkan kandungan air tanah
Manfaat Tolok ukur Tidak langsung 1. Konservasi a. Kadar keanekaraga pencemaran man hayati (CO, Pb, debu, dll) b. jenis,luas dan jumlah vegetasi a. Jumlah dan kualitas air tanah
2. Menurunnya penyakit ISPA masyarakat
Tolok ukur a. Keberadaannya
a. Jumlah penderita ISPA
Sumber : DPU (2006) Dilihat dari segi ekologis RTH dengan tolok ukur dari manfaat langsung dalam menurunkan tingkat pencemaran udara diperoleh bahwa kawasan industri di Kecamatan Ciwandan memiliki RTH lebih ekologis fungsinya dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Proporsi RTH di Kecamatan Ciwandan sebesar 71.99%. Kualitas udara pada kawasan industri di Kecamatan Ciwandan masih berada di bawah ambang baku mutu udara dengan kisaran debu 27.09-230 μg/m3 dan HC sebesar 65.045-160 μg/m3 (Aji, 2006). Jenis vegetasi di kawasan industri Ciwandan cukup ekologis dengan topografi datar. Sedangkan untuk RTH yang lebih rendah fungsi ekologisnya pada kawasan industri adalah Kecamatan Pulomerak. Proporsi RTH di Kecamatan Pulomerak sebesar 85.34%. Kualitas udara dari hasil pengukuran gas dan udara ambient diperoleh bahwa kadar debu
dan HC melebihi ambang baku mutu udara dengan nilai kisaran debu sebesar 592,17-780,531 μg/m3 dan HC sebesar 698.871-1107.327 μg/m3 (Aji, 2006). Jenis vegetasi di kawasan industri Kecamatan Pulomerak kurang ekologis dalam mereduksi polutan udara dengan topografi berbukit. Lahan terbangun yang sebagian besar terdapat di sepanjang Selat Sunda dan pusat kota, ruang terbuka hijau berada diluar kawasan tersebut dan tidak tersebar merata. Kegiatan industri yang berlangsung di Kota Cilegon didominasi oleh industri logam yang diikuti oleh industri kimia. Sedangkan kegiatan industri lainnya adalah industri kemasan plastik, alumunium, kapur, karbon, pembangkit listrik, jubbing, dan custing. Permasalahan yang timbul dari kegiatan industri ini adalah bagaimana cara mempertahankan dan meningkatkan luas RTH yang ada di Kota Cilegon. Dari pengolahan data diperoleh bahwa proporsi RTH mengalami penurunan, hal ini menunjukkan semakin berkurangnya luas RTH yang berperan penting dalam meminimalisir pengaruh buruk dari kegiatan industri.
Sumber: Bappeda (2004)
Gambar 27. Peta Persebaran RTH Industri di Kawasan Industri Kota Cilegon
Berdasarkan hasil survey di lapang dan RTRW Cilegon tahun 2006-2025 dapat diperoleh bentuk-bentuk RTH berdasarkan peruntukan kawasan yang diuraikan pada Tabel 8. Tabel 8. Bentuk-bentuk RTH Berdasarkan Peruntukan Kawasan Peruntukan Kawasan Permukiman
BWK Bentuk RTH
Contoh Vegetasi
(Bagian Wilayah Kota)
• Taman bermain anak-anak
• Samanea saman (trembesi), Ficus
• Tanaman tepi jalan
benjamina (beringin) ,
• Tanaman
Delonix regia
pekarangan • Hutan kota
(flamboyan), Caesalpinia
(Fakuara dalam
pulcherrhima (bunga
Cindewiyani
merak)
(2006))
I, II, V
• Halaman rumah: Mangifera indica (mangga), Nephelium lapacceum (rambutan), Durio zibethinus(durian) dan Averrhoa carambola (belimbing) • Tanaman hias: lili alang putih, kaktus kodok, mawar
Padat Transportasi
• Jalur hijau
• Pohon untuk menghindari silau dan kejenuhan: Mimusops elengi (tanjung), Swietenia macrophylla (mahoni), lagerstromia speciosa (bungur), Oreodoxa regia (palem raja),
I, III, V
Tabel 8. Lanjutan Peruntukan Kawasan Padat Transportasi
BWK Bentuk RTH
Contoh Vegetasi
(Bagian Wilayah Kota)
• Jalur hijau
Pterocarpus indicus
I, III, V
(angsana), Filicium decipiens (krey payung) • Pohon peneduh jalan : Pterocarpus indicus (Angsana), paraserianthes falcataria (albisia), Ficus benjamina (Beringin), Akasia Industri
• Taman kawasan industri • Hutan kota
• Penyerap dan penjerap: 1. Pb: Damar, Mahoni,
• Taman parkir
Jamuju, Pala, Asam
• Jalur hijau kawasan
Landi, Johar
industri
2. Debu: Mahoni,
(Fakuara dalam
Bisbul, Kayu Hitam,
Cindewiyani
Tanjung, Kenari,
(2006))
Meranti, Kerai Payung 3. CO2 : Damar, Kupukupu, Lamtorogung, Akasia, Beringin • Penyerap dan penapis bau: Cempaka, Tanjung • Penyerap genangan Air : Nangka, Albisia, Akasia, Jati, Kihujan, Lamtorogung
I, II, III, IV
Faktor Pendorong Perubahan Ruang Terbuka Hijau Perubahan penutupan penggunaan lahan di Kota Cilegon dari tahun 1983 sampai dengan 2006 terjadi kenaikan atau penurunan luas pada tiap kelas penutupan lahan. Hal ini memberikan dampak terhadap jumlah, luasan, bentuk, dan penyebaran ruang terbuka hijau yang ada di Kota Cilegon. Dari data yang di peroleh maupun hasil analisis spasial dan temporal citra landsat tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006 perubahan penutupan lahan ruang terbuka hijau didorong oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan jumlah penduduk, aksesibilitas terhadap sumberdaya, kondisi fisik lahan, ekonomi dan kebijakan daerah.
Penduduk Jumlah penduduk berpengaruh terhadap ketersediaan ruang untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan lahan sebagai tempat tinggal, lahan pertanian dan kebutuhan lainnya. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin banyak ruang-ruang yang dibutuhkan untuk menampung aktivitas kehidupan penduduk. Jumlah penduduk Kota Cilegon pada kurun waktu 19832006 diuraikan pada Gambar 28. Dalam ketersediaan ruang terbuka hijau mengikuti perubahan jumlah penduduk yang semakin bertambah yang mengakibatkan ruang terbuka hijau yang ada semakin berkurang. Pengaruhnya dapat digambarkan dengan meningkatnya persentase lahan terbangun sebaliknya persentase RTH semakin menurun yang dapat dilihat pada Gambar 29.
400000 350000 300000 250000 Jumlah Penduduk
200000 150000 100000 50000 0 1980
1985
1990
1995
2000
2005
2010
Sumber : Bappeda Cilegon dan BPS Serang
Gambar 28. Jumlah Penduduk Kota Cilegon (1983-2006)
100.00 90.00 Persentase RTH
80.00 70.00 60.00
Persentase RTH
50.00
Lahan Terbangun
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1980
1985
1990
1995
2000
2005
2010
Tahun
Gambar 29. Persentase RTH dengan Persentase Lahan Terbangun Meningkatnya jumlah penduduk berdampak terjadinya konversi penutupan lahan dalam memenuhi kebutuhan lahan untuk pemukiman, pembangunan fisik dan sarana prasarana di Kota Cilegon sehingga luas ruang terbuka hijau semakin berkurang.
Aksesibilitas Terhadap Sumberdaya Sumber daya merupakan kebutuhan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah. Ketersediaan sumber daya dan akses dalam memperoleh sumber daya tersebut ikut mempengaruhi pola dan jenis penutupan lahan dalam bentuk ruang terbuka hijau di wilayah tersebut. Posisi Kota Cilegon yang strategis dan potensial karena berada di pintu masuk Pulau Jawa merupakan salah satu bentuk sumber daya yang ikut mempengaruhi perubahan penutupan lahan berupa kawasan ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun. Pola pemukiman yang berkembang pesat sebagian besar berada di sepanjang jalan kolektor primer. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam mendapatkan sumber daya yang ada.
Kondisi Fisik Lahan Kondisi fisik lahan berpengaruh dalam kesesuaian lahan untuk aktivitas tertentu dan perubahan ruang terbuka hijau. Konversi lahan dilakukan dengan pertimbangan kesesuaian lahan sehingga bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, pemukiman maupun industri.
Lahan pertanian dibuka dengan jalan mengkonversi lahan kawasan lindung karena lahan tersebut sesuai untuk kegiatan pertanian dilihat dari kesuburan tanah dan faktor jenis. Namun untuk lahan terbangun, dilakukan konversi dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun tanpa pertimbangan kesuburan dan faktor jenis tanah, yang lebih diutamakan adalah kemudahan dalam memperoleh sumberdaya yang dibutuhkan dan faktor kemiringan lahan serta kondisi geologi tanah.
Ekonomi Penetapan Kota Cilegon sebagai Kawasan Andalan Bojonegara-MerakCilegon yang merupakan gerbang pintu masuk Pulau Jawa bagian barat mempengaruhi terjadinya pola penutupan lahan Kota Cilegon. Dengan adanya sumber daya yang ada dan posisi yang strategis, banyak investor yang mengembangkan usahanya di bidang perindustrian, perumahan, dan jasa pelayanan. Pendirian bangunan-bangunan perindustrian seperti pabrik memicu pertumbuhan pemukiman untuk menampung tenaga kerja sehinga banyak terjadi konversi lahan seperti lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup penduduk, banyak dibangun fasilitas jasa dan pelayanan seperti pusat perbelanjaan, terminal dan berbagai fasilitas lainnya dengan mengkonversi lahan. Hal ini terjadi di Warnasari, Kecamatan Citangkil, lahan-lahan pertanian dikonversi menjadi kawasan industri, pemukiman pekerja dan sarana dan prasarana penduduk.
Kebijakan Kebijakan-kebijakan dalam penataan dan pengaturan pola pemanfaatan ruang yang tersedia dilakukan oleh pemerintah daerah dalam suatu kawasan. Kebijakan pembagian wilayah kota (BWK) menjadi lima memiliki tujuan untuk mendistribusikan pembangunan dan pengembangan di seluruh wilayah kota. Dikeluarkannya kebijakan kawasan prioritas memberikan dampak terhadap keberadaan ruang terbuka hijau di beberapa kecamatan. Dalam pemberian ijin lokasi industri juga ikut mempengaruhi perubahan ruang terbuka hijau Kota Cilegon. Pembatasan pendirian industri dapat dilakukan dengan adanya kebijakan dari pemda. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan dampak yang akan terjadi seperti pencemaran udara agar tidak melebihi batas.
Adanya rencana pembangunan jalan tol yang menghubungkan Cilegon Timur dengan Bojonegara yang akan dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang akan menjadi faktor utama pendorong perkembangan fisik kota dapat memberikan dampak munculnya pusat-pusat aktivitas baru di sepanjang ruas tersebut. Dengan aksesibilitas yang mudah dapat memicu meningkatnya tingkat perekonomian, yang pada akhirnya terjadi konversi lahan ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun untuk perekonomian.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengolahan data dengan Sistem Informasi Geografis dan penginderaan jauh terhadap Kota Cilegon tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006 menghasilkan informasi mengenai jenis dan jumlah penutupan lahan eksisting yang diikuti dengan identifikasi fungsi ekologis RTH pada kawasan industri. Dari hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota Cilegon tahun 1983, 1992, 2003, dan 2006 diperoleh penutupan lahan secara umum masih didominasi oleh vegetasi. Kelas penutupan lahan yang mengalami penurunan pada kurun waktu 1983-2006 adalah hutan, kebun, tegalan dan rawa. Sedangkan kelas penutupan lahan yang mengalami kenaikan adalah lahan terbangun. Di samping itu terjadi perubahan dinamis pada kelas penutupan lahan lainnya seperti sawah, semak belukar, lahan terbuka, dan hutan mangrove. Luas RTH pada tahun 1983 sebesar 92.25%, tahun 1992 sebesar 86.92%, tahun 2003 sebesar 83.49%, dan tahun 2006 sebesar 78.66% dari keseluruhan luas Kota Cilegon. Dalam pengaruhnya terhadap kualitas udara didapat bahwa kadar polutan udara dari tahun 1990-2006 terus meningkat. Data tersebut menunjukkan bahwa luas RTH masih diatas 30% dari seluruh wilayah Kota Cilegon namun polusi udara meningkat, hal ini terjadi karena makin berkembangnya sektor industri dan munculnya sektor lain yang beragam yang tidak diikuti dengan adanya jenis vegetasi yang tepat dalam mereduksi polutan dan distribusi RTH yang tidak merata. Perubahan bentuk ruang terbuka hijau yang terjadi di Kota Cilegon disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Perubahan ruang terbuka hijau ini mempengaruhi pola penyebaran ruang terbuka hijau di tiap-tiap kecamatan terutama di kawasan industri. Dilihat dari segi ekologis RTH dengan tolak ukur dari manfaat langsung diperoleh bahwa kawasan industri di Kecamatan Ciwandan memiliki RTH lebih ekologis fungsinya dibanding kecamatan lainnya. Sedangkan untuk yang terendah fungsi ekologis RTH-nya adalah kawasan industri di Kecamatan Pulomerak. Jenis RTH yang
dominan pada tahun 2006 adalah sawah sebesar 52.23% dari seluruh wilayah Kota Cilegon dengan kemampuan mereduksi polutan rendah. Lahan terbangun yang sebagian besar terdapat di sepanjang Selat Sunda dan pusat kota, ruang terbuka hijau berada diluar kawasan tersebut. Berdasarkan hasil survey di lapang dan RTRW Cilegon tahun 2006-2025 dapat diperoleh bentuk-bentuk RTH berdasarkan peruntukan kawasan seperti RTH tipe permukiman yang sebaiknya diaplikasikan pada BWK I, II, dan V, RTH tipe padat transportasi diaplikasikan pada BWK I, III, dan V, dan RTH industri diaplikasikan pada BWK I, II, III, dan IV di Kota Cilegon. Penurunan luas ruang terbuka hijau secara umum, perubahan komposisi penyusun vegetasi, perubahan bentuk dan pola penyebaran ruang terbuka hijau yang terjadi disebabkan antara lain oleh ditetapkannya Kota Cilegon sebagai pusat industri, pusat jasa, dan simpul transportasi dengan letak yang strategis di jalur pintu masuk Pulau Jawa-Sumatra, perubahan orientasi perkembangan dan pembangunan Kota Cilegon dari pertanian menjadi perekonomian perdagangan dan jasa. Arah kebijakan pemerintah daerah Kota Cilegon yang mengembangkan wilayah di sepanjang pantai Selat Sunda sebagai pusat industri dan perekonomian memberikan peluang yang cukup besar hilangnya ruang terbuka hijau di wilayah tersebut. Penurunan proporsi RTH akan mengakibatkan semakin rendahnya kemampuan menjerap dan menyerap polutan. Hal ini terlihat dengan semakin tingginya jumlah polutan udara melebihi baku mutu lingkungan di Kota Cilegon. Peningkatan kebutuhan lahan yang akan terus meningkat di tahun-tahun yang akan datang memicu terjadinya perubahan bentuk-bentuk penutupan lahan. Peningkatan jumlah penduduk, aksesibilitas terhadap sumber daya, kondisi fisik lahan, perekonomian serta kebijakan-kebijakan dalam penggunaan lahan merupakan faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan penutupan lahan di Kota Cilegon.
Saran Berdasarkan hasil analisis data, maka dalam meningkatkan kualitas Kota Cilegon dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Dalam penetapan peruntukan kawasan harus lebih mempertimbangkan keberadaan ruang terbuka hijau. 2. Perlu adanya tindakan konservasi dan preservasi agar ruang terbuka hijau eksisting tetap terjaga kelestariannya. 3. Ruang Terbuka Hijau pada tahun 2006 dengan proporsi 78.66% akan lebih baik dengan substansi yang ekologis dan distribusi RTH yang merata di Kota Cilegon. 4. Adanya kebijakan yang tegas untuk mengatasi alih fungsi lahan yang berlebihan sehingga lahan RTH dapat dilestarikan. 5. Meningkatkan pemantauan dan koordinasi dalam pemanfaatan RTH pada kawasan baik pemerintah daerah, swasta serta masyarakat Kota Cilegon agar tidak terjadi konversi lahan ruang terbuka hijau. 6. Adanya pengembangan lebih lanjut dari penelitian ini dengan perancangan hutan kota di kawasan industri Kota Cilegon.
DAFTAR PUSTAKA Aji, BS. 2006. Pemetaan Penyebaran Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor. Arifin, HS. 2008. Pembangunan Potensial Mendorong Terjadinya Kerusakan Sumber Daya Alam. http://www.d-infokom-jatim.go.id (28 Juli 2008). Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2006. Rencana Tata Ruang Kota Cilegon 2006-2025. Cilegon. BAPPEDA. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1983. Propinsi Banten Dalam Angka 1983. Serang : BPS. Branch, M. C. 1995. Perencanaan Kota Komperehensif, Pengantar dan Penjelasan (Terjemahan). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 283 hal. Cindewiyani. 2006. Kondisi Kualitas Udara Kota Cilegon sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Hutan Kota. [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor. [Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 1984. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang perindustrian. Jakarta: Depdagri. [Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta: Depdagri. [Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2007. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Jakarta: Depdagri. [Disperindag] Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Tingkat Gas dan Udara Ambient. Cilegon : Disperindag. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Ruang Terbuka Hijau sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta : DPU. FAO. 1997. Provisional Outlook for Global Forest Products Consumption, Production and Trade to 2010. Rome : FAO.
Hakim, DR. 2006. Analisis Temporal dan Spasial Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta. [Skripsi]. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Jahara, LM. 2002. Perencanaan Hutan Kota Kawasan Industri Krakatau Cilegon. [Skripsi]. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. [KIEC] Krakatau Industrial Estate Cilegon. 2002. Peraturan Tata Tertib Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Cilegon. KIEC. Lillesand TM, Kiefer RW. 1979. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (Terjemahan). Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Liyana, M. 2007. Analisis Temporal dan Spasial Perubahan Penutupan Lahan Akibat Bencana Tsunami di Kota Banda Aceh. [Skripsi]. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian : Institut Pertanian Bogor. Nurisjah, S. 2002. Konsepsi RTH Perkotaan. Prosiding Pelatihan Ruang Terbuka Hijau. Studio Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurcahyono, G. 2003. Karakteristik RTH di Jakarta Timur (Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh).[skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor. [Pemda] Pemerintah Daerah. 2005. Kota Cilegon. http://www.banten.com (12 Februari 2008). [Pemkot] Pemerintah Kota. 2007. Sewindu Kota Cilegon Membangun dan Berkarya . Cilegon: Pemkot. Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Bandung: Informatika. Pramukanto, Q. 2007. Penyusunan Detail Engineering Design Lanskap Hutan Kota Cilegon. Cilegon : EDECON. Purwadhi, F. S. Hardiyanti. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta : Grasindo. Putri, P. 2006. Identifikasi Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau di Kotamadya Bandung dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. [Skripsi] Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Setyanto, P. Perlu Inovasi Teknologi Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian. Sinar Tani 23-29 April 2008: 5. Simonds, O. J. 1983. Landscape Architecture.McGraw-Hill Pub. Co. New York.
Slamet, L. Ruang Terbuka Hijau di Jakarta. www.bappenas.go.id. htm (15 agustus 2008). Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung : ITB. Sulistiyantara, B. 2002. Sistem dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau Kota. Prosiding Pelatihan Ruang Terbuka Hijau. Studio Arsitektur Lanskap, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yunus, H S. 2004. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zain, A. M. 2002. Aplikasi GIS dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Prosiding Pelatihan Ruang Terbuka Hijau. Studio Arsitektur Lanskap, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.