Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
DETEKSI KEGAGALAN PEMROSESAN INFORMASI KOGNITIF DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIER REMAJA Amelia William Gunawan
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
[email protected]
Abstract This study aims to detecting the cause of cognitive information processing failure in career decision making on adolescence. As much as 164 adolescence who were in grade 12, either major of science and social class are participate in this study. Career Thought Inventory is used to find the cause of cognitive dysfunction in adolescence. The result show 58 people or 35% subject tend to have problems with their selection of their career. Indication of dominant issues arise in the career decision making on adolescence is caused by External Conflict (EC). Keyword: Cognitive Information Processing; Career Decision Making; Adolescence.
Pendahuluan Masa remaja merupakan merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang karena dimasa ini remaja harus mengambil keputusan secara mandiri yang berdampak dalam kehidupan mereka (Dogan & Kazak, 2010). Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah pengambilan keputusan mengenai karier remaja di masa yang akan datang. Pemilihan program studi yang dilakukan remaja merupakan salah satu bagian yang umumnya dilalui seseorang dalam pemilihan karier. Menurut Piaget, secara kognitif remaja telah mampu berpikir abstrak (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Namun, dengan karakteristiknya yang unik remaja cenderung masih belum mampu mengambil keputusan dengan maksimal. 127
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Pilihan karier yang ada pada remaja dalam hal ini berkaitan dengan pemilihan program studi yang tidak diimbangi keterampilan pemrosesan informasi kognitif merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan remaja membuat kesalahan dalam pengambilan keputusan karier. Hasil riset pasar yang dilakukan oleh Lim (Latief, 2010) menyebutkan sedikitnya terdapat tiga faktor yang menentukan pemilihan program studi seseorang. Pertama, dasar pemilihan program studi saat di perguruan tinggi hanya dikarenakan referensi dari orang tua. Kedua, tren perguruan tinggi yang ternama atau program studi yang paling dicari. Terakhir, faktor teman, mereka umumnya tidak ingin berpisah sahabat mereka. Kesalahan pengambilan keputusan karier juga dapat dipengaruhi oleh kepasifan seseorang dalam mencari informasi sehingga kurang memliki informasi yang berkaitan dengan karier serta hal-hal lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan karier tersebut. Sebagai contoh, kasus yang dialami oleh Derby Romero (Kuliah terbengkalai, 2010). Pada mulanya ia bersemangat untuk mendalami bidang hukum, tetapi langkahnya terhenti dan pindah mengambil jurusan seni dengan alasan jadwal kerja yang padat. Sebab, pengambilan keputusannya didasarkan hanya pada perasaan penasaran tanpa diimbangi pertimbangan lainnya, seperti padatnya materi perkuliahan dengan kesibukannya. Berbeda dengan Okky Lukman, yang mantap dengan pemilihan kariernya membuat pekerjaan tidak dapat menghalanginya untuk menyelesaikan Studi S2-nya yang juga dalam bidang hukum (Okky Lukman, 2010). Contoh lain, kasus yang menimpa Eri, seorang remaja cacat fisik di tahun 1992 yang mengambil jurusan biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI yang terancam hampir tidak lulus (Kemenangan Gadis Berkursi Roda, 1992). Kecacatan yang dideritanya sejak kecil membuatnya tidak dapat mengikuti kelas praktikum. Selain kelalaian pihak universitas keterbatasan subyek akan informasi mengenai aturan bahwa calon mahasiswa biologi harus bebas dari cacat fisik membuatnya hampir tidak diijinkan menyelesaikan kuliahnya yang tinggal 20 SKS. Kasus seperti yang dialami Derbi dan Eri juga mungkin terjadi pada remajaremaja lainnya. Hal ini yang mungkin mendorong pihak universitas memiliki kebijakan tersendiri untuk memperbolehkan mahasiswanya pindah jurusan. Kasuskasus serupa mungkin saja tidak perlu terjadi seandainya seseorang sungguhsungguh memahami dasar dari pilihan kariernya.
128
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
LeAnn (2008) menyebutkan sepuluh faktor yang dapat menyebabkan seseorang salah dalam pengambilan keputusan karier. Pertama, tidak menyediakan waktu yang cukup untuk benar-benar memikirkan karier yang akan mereka ambil. Kedua, sering kali kurang nyaman dengan pilihan karier yang telah dipilih. Ketiga, ketika seseorang memang berada pada situasi yang kacau, seperti kesibukan sehari-hari atau banyak mendengarkan masukan orang lain yang menyebabkan seseorang tidak dapat mengenali karier yang memang ia inginkan. Faktor keempat yang turut berperan ialah terkadang pemilihan karier tidak sejalan dengan prioritas yang dimiliki dirinya. Kelima, tidak jarang seringkali orang cenderung mengabaikan potensi dirinya. Keenam, pengabaian akan nilai yang dimiliki. Ketujuh, tidak jarang juga terkadang berpikir bahwa suatu saat sesuatu yang kita jalani dapat berubah menjadi baik. Kedelapan, mengabaikan kebenaran, cenderung kurang berani untuk mengatakan keinginan yang sesungguhnya dan mengikuti saran orang lain dengan mengabaikan keinginan diri. Kesembilan, terkadang lupa untuk berkata tidak untuk hal yang sebenarnya tidak kita inginkan. Terakhir, kebiasaan menunda . Sebab, pada dasarnya membuat keputusan tentang pilihan karier memang sulit. Pada akhirnya tidak memilih juga merupakan pilihan. Pengambilan keputusan karier membutuhkan kemampuan seseorang untuk mengintegrasi pengetahuan tentang diri dan pengetahuan tentang karier (Creed, Wong, & Hood, 2009). Integrasi tersebut dapat menjadi optimal ketika seseorang memberikan dirinya waktu untuk benar-benar memikirkan hal tersebut. Peterson, Sampson, Lenz, Reardon, dan Saunders memperkenalkan teori Career Informasion Processing (CIP) yang mampu menggambarkan pemrosesan informasi kognitif seseorang (Isaacson & Brown, 1997). Menurutnya, pengetahuan tentang diri (SelfKnowledge,
SK)
maupun
pengetahuan
tentang
pekerjaan
(Occupational
Knowledge, OK) merupakan dasar dari pemrosesan informasi. Pengetahuan-pengetahuan tersebut nantinya menjadi modal seseorang dalam melakukan
keterampilan
pemrosesan
informasi
yang
terangkum
dalam
Communcation (C), Analysis (A), Synthesis (S), Valuing (V), Execution (E), dan Executive Processing (EP) atau biasa dikenal dengan CASVE. Menurut Parson, kegagalan dalam salah satu tahapan pemrosesan informasi dapat mengakibatkan seseorang tidak dapat mengintegrasikan pengetahuannya tentang diri dan pengetahuan tentang karier yang hendak ia jalani (Brown & Brooks, 1996).
129
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Kegagalan pemrosesan informasi dapat dideteksi melalui Career Thought Inventory (CTI), yaitu sebuah alat ukur yang dirancang oleh Sampson, et. al., untuk mendeteksi masalah dalam pengambilan keputusan karier sebagai penyebab dari kegagalan pemrosesan informasi kognitif seseorang. CTI merangkum tahapan pemrosesan informasi berlangsung dalam CIP ke dalam 48 item skala sehingga instrumen ini dapat digunakan untuk mendeteksi indikasi awal penyebab kegagalan dalam pemrosesan informasi. Masalah tersebut dapat bersumber dari Decision Making Confusion (DMC), Comitment Anxiety (CA), atau External Conflict (EC). Melalui indikasi kegagalan pemrosesan informasi kognitif tentang karier yang dialami remaja ini diharapkan dapat membantu mereka untuk mengenali indikasi awal dari kedisberfungsian kognitif yang mengakibatkan kegagalan pemrosesan informasi kognitifnya. Selain itu, dapat membantu konselor untuk menyusun strategi yang tepat guna membantu klien dalam menyelesaikan masalah karier dan pengambilan keputusannya. Dengan demikian, diharapkan individu menjadi lebih yakin akan pilihan karier mereka. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimanakah
gambaran
kegagalan
pemrosesan
inforrmasi kognitif
dalam
pengambilan keputusan karier remaja. Sementara itu tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendeteksi kegagalan pemrosesan informasi kognitif dalam pengambilan keputusan karier remaja. Pemrosesan Informasi Kognitif Peterson, et al., menjelaskan bahwa pendekatan pemrosesan informasi kognitif ini menekankan pada cara individu memproses informasi kognitif mereka untuk membantunya menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan karier yang dibuatnya (Brown & Brooks, 1996). Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada minat, kemampuan, nilai, dan pengetahuan seseorang akan dunia kerja tetapi juga bagaimana
seseorang
memproses
informasi
yang
mereka
miliki.
Untuk
memudahkan pemahaman seseorang akan pengolahan informasi kognitif yang terjadi, Sampson et. al., menggambarkan pemrosesan informasi yang terjadi ke dalam bentuk piramida pemrosesan informasi (lihat Gambar 2.1). Piramida pemrosesan informasi ini dibuat untuk menggambarkan area kognitif penting yang berperan dalam pengambilan keputusan karier (Herr, Cramer, & Niles, 2004). Peterson menjelaskan bahwa terdapat tiga area dasar yang menyusun piramida pemrosesan informasi ini (Sharf, 2006). Pertama knowledge domain, yang 130
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
merupakan area dasar dari piramida pemrosesan informasi yang terdiri dari 2 komponen. Pertama berisi tentang pengetahuan seseorang akan dirinya atau selfknowledge, yaitu gambaran mengenai cara individu menyimpan informasi ke dalam ingatannya yang dapat tergambar dengan melihat hasil dari pengukuran minat, tes kemampuan, dan sebagainya (Sharf, 2006). Komponen ke-2 ialah occupationalknowledge, yang berisi informasi tentang dunia pekerjaan yang mereka pelajari di sepanjang kehidupan mereka
Gambar 2.1. Piramida Pemrosesan Informasi
Occupational Knowledge Gambar 2.1. Gambaran area pemrosesan informasi yang ditunjukkan dalam piramida pemrosesan informasi. Adaptasi dari “A cognitive approach to career services: Translating the concepts into practice”, oleh J. P. Sampson, Jr. G. W. Peterson, J. Lenzz, dan R. C. Readon dalam Applying Career Development Theory to Counseling, hal. 360. Copyright © 2006. Kedua, decision-making skill domain. Menurut Sampson et al.,
decision-
making domain berisi keterampilan umum seseorang dalam memproses informasi yang telah ia miliki sebelumnya, yaitu mengenai diri dan pekerjaan (Sharf 2006). Lanjutnya, keterampilan inilah yang kemudian diperkenalkan sebagai CASVE, yaitu Communication, Analysis, Synthesis, Valuing, dan Execution. Keterampilan ini dipaparkan dalam bentuk siklus dalam Gambar 2.2. Sampson et al., (Sharf, 2006) menjelaskan keterampilan pertama dalam decision-making domain ialah communication. Proses yang terjadi ketika seseorang menerima atau mendapat masukan informasi yang ia terima dari lingkungannya dan menghubungkan informasi tersebut dengan informasi yang ada dalam diri. Keterampilan kedua adalah analysis, pada tahap ini, orang akan menguji halhal yang terdapat pada area pengetahuan, yaitu pengetahuan akan diri dan bidang pekerjaan yang akan ia pilih. Mereka kembali menguji nilai, minat, keterampilan, dan 131
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
pengaruh keluarga terhadap keputusan yang hendak mereka ambil. Keterampilan ketiga adalah synthesis, individu mulai mengembangkan alternatif yang mungkin mereka pilih dalam pengambilan keputusan karier (Sampson, Peterson, Lenz, Reardon, & Saunders, 1996). Shahnasarian & Peterson menyebutkan pada akhir fase ini individu biasanya dapat mengarahkan pilihannya pada tiga hingga lima alternatif yang potensial (Sampson et al., 1996). Keterampilan keempat ialah valuing, ditahap ini orang akan memberikan bobot penilaian terhadap kelebihan dan kekurangan dari setiap alternatif yang ia telah tetapkan dalam fase sebelumnya (Sampson et al., 1996). Fase ini akan mendorong orang untuk aktif mencari-cari informasi dari luar, seperti meminta pendapat pada orang-orang yang berarti baginya, kelompok mereka, dan komunitas atau lingkungan sosial di mana ia berada. Setelah itu, kembali menentukan tiga hingga lima alternatif, yang dapat saja berbeda dari alternatif sebelumnya dan masih dapat berubah. Akan tetapi, biasanya mereka juga akan mempersiapkan perencanaan kedua.
Keterampialn
kelima,
execution.Tahap
di
mana
individu
mulai
mempersiapkan strategi perencanaan untuk mencapai salah satu alternatif yang telah dievaluasi untuk kemudian dinyatakan dalam pilihan mereka tersebut. Gambar 2.2. Siklus CASVE
Gambar 2.2. Gambaran dari siklus CASVE (Comunication, Analysis, Synthesis, Valuing, Execution) mengenai ketrampilan pengelolaan informasi yang digunakan dalam pemilihan karier. Adaptasi dari “A cognitive approach to career services: Translating the concepts into practice”, oleh J. P. Sampson, Jr. G. W. Peterson, J. Lenzz, dan R. C. Readon dalam Applying Career Development Theory to Counseling, hal. 364. Copyright © 2006.
132
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Area dasar ketiga dalam piramida pemrosesan informasi ialah executive processing domain, yang merupakan area puncak dari piramida pemrosesan informasi. Area ini berfungsi menguji pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang dalam proses pengambilan keputusan yang akan mereka pilih (Sharf, 2006). Terdapat tiga hal utama yang diperlukan dalam pemilihan karier: (a) Self-talk, pesan internal ke dalam diri individu yang mencakup pilihan karier dipilih seseorang; (b) Self-Awareness atau kesadaran diri, membantu seseorang memahami perilaku dan dorongan yang mendasari perilakunya. Orang yang memiliki kesadaran diri ini akan cenderung menjadi seorang pemecah masalah karier yang efektif dan mampu mengubah self-talk negatif dalam dirinya sehingga akan lebih mudah melalui siklus CASVE; dan (c) monitoring dan control, yang diperlukan untuk menentukan lamanya waktu yang diperlukan dalam setiap tahap dalam siklus CASVE serta mengatur banyaknya informasi yang diperlukan untuk menganalisa pilihan karier yang tersedia sebelum beralih pada tahap sintesa. Ketika mereka mengalami kegagalan dalam pemrosesan informasi kognitif mereka seseorang akan terhambat dalam suatu tahap pemrosesan informasi sehingga ia tidak atau belum mampu membuat keputusan karier. Sebab, ketika seseorang mengalami kegagalan pemrosesan informasi pada suatu tahap ia akan kembali pada tahap pemrosesan sebelumnya sehingga menghambatnya untuk sampai pada tahap selanjutnya. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami hambatan dalam tahap valuing maka seseorang akan kembali pada tahap analysing untuk kembali menguji informasi yang ia miliki. Menurut Sampson, Peterson, Lenz, Reardon, dan Saunders, kegagalan pemrosesan informasi kognitif dapat dideteksi melalui penggunaan CTI (Hornyak, 2007). Melalui skor total CTI kita dapat mendeteksi penyebab umum kegagalan pemrosesan informasi yang dapat terjadi karena adanya ketidakmampuan seseorang untuk mempertahankan keputusannya atau Decision Making Confusion (DMC), cenderung menghindari komitmen pada suatu bidang karier atau Commitmen
Anxiety
(CA),
atau
belum
mampu
menyeimbangkan
antara
keinginannya dengan masukan yang ia dapatkan atau External Conflict (EC).
Pengambilan Keputusan Karier Pengambilan
keputusan
merupakan
aspek
penting
dalam
pemilihan
dan
perkembangan karier seseorang (Isaacson & Brown, 1977). Di mana keputusan 133
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
kariernya saat ini akan berdampak pada masa depannya kelak (Gati & Saka, 2001). Menurut Espero (2009) pengambilan keputusan karier merupakan proses yang mencakup
pengumpulan
informasi terkait pilihan
karier, menganalisis
dan
mensintesis informasi yang ada untuk kemudian mengambil suatu pilihan karier. Dengan demikian, pengambilan keputusan karier ialah proses penetapan suatu karier dari alternatif-alternatif yang ada melalui pemrosesan informasi kognitif. Dalam hal ini kognitif seseorang memegang peranan penting terkait pengambilan
keputusan
karier
seseorang.
Akan
tetapi,
untuk
melakukan
pemrosesan informasi seseorang perlu mengembangkan pengetahuannya tentang diri dan pengetahuannya tetang karier. Sebab, pengetahuan mereka tentang diri dan karier yang mereka miliki menjadi modal yang menunjang keterampilan pemrosesan informasi kognitif mereka yang terangkum dalam CASVE. Dengan demikian, semakin banyak informasi yang mereka miliki akan memperkaya mereka dalam mengeksplorasi pilihan-pilihan karier yang mungkin. Remaja Para pakar perkembangan termasuk Indonesia cenderung menggunakan batasan yang dikemukakan oleh Hurlock, yakni remaja awal usia 13 hingga 16 atau 17 tahun dan remaja akhir usia 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun (Sarwono, 2011). Terkait dengan keragaman budaya yang ada di Indonesia, Sarwono (2011) membatasi remaja Indonesia ialah individu yang berusia 11-24 tahun. Beberapa pertimbangan yang ia ambil ialah pertama sebagian budaya yang berkembang dalam masyarakat Indonesia sendiri menetapkan usia 11 tahun sebagai masa akil balik seseorang. Kedua, batasan 24 tahun diambil karena pada usia tersebut umumnya masyarakat Indonesia masih menggantungkan dirinya pada orang tua, terkait dengan panjangnya masa studi masyarakat golongan menengah ke atas yang mulai mengutamakan pendidikan setinggi-tingginya.Dengan demikian remaja dalam penelitian ini, ialah orang yang berasa pada usia 16-18 tahun, masih tinggal bersama orang tua, dan atau masih belum dapat membiayai dirinya sendiri. Secara kognitif anak yang berada pada usia remaja telah berada pada tahap perkembangan kognitif akhir, yaitu Formal Operation menurut Piaget (Santrock, 2010). Di mana seseorang telah dapat berpikir abstrak, analitis, dan deduktif. Mereka mampu membayangkan konsekuensi di masa mendatang dari keputusan yang mereka ambil saat ini. 134
Jurnal NOETIC Psychology Elkind
(Papalia
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
et
al.,
2007)
menyebutkan
terdapat
enam
karakteristik
perkembangan kognitif remaja. Pertama, remaja merupakan pribadi yang kritis dan idealis ketika berhadapan dengan dunia nyata. Kedua, remaja secara kostan mencoba dan membanggakan kemampuan berpikir mereka atau biasa disebut dengan istilah argumentativeness. Fakta dan logika mereka gunakan sebagai dasar untuk menguatkan pendapat mereka. Ketiga, remaja memiliki banyak alternatif pilihan mengenai suatu hal, tetapi mereka tidak memiliki strategi yang baik untuk memilih salah satu diantaranya. Karakteristik yang demikian disebut dengan indecisiveness. Selanjutnya, keempat apparent hypocrisy mereka tidak cukup baik menyeimbangkan antara ekpresi ide dengan pengorbanan yang diperlukan untuk merealisasikan ide tersebut. Kelima, remaja biasanya mengaitkan pemikirannya dengan pemikiran yang dimiliki oleh orang lain atau disebut self-consciousness. Remaja cenderung berpikir bahwa mereka memiliki pemikiran yang sama dengan pemikiran orang pada umumnya. Sebagai contoh, ketika mereka mencoba membenarkan perilaku bohong yang mereka lakukan, remaja menganggap bahwa orang akan memiliki pemikiran yang sama dan nantinya akan melakukan tindakan yang sama jika orang lain berada dalam posisinya. Keunikan remaja ini biasa disebut dengan istiah imaginary audience oleh Meyer (2008). Karakteristik perkembangan kognitif remaja yang terakhir ialah specialness and invunerabilty atau biasa dikenal dengan istilah personal fabel. Remaja merasa dirinya unik, berbeda dari yang lainnya. Hal ini yang menjadi ciri khas remaja yang terkadang membuatnya menjadi pengambil resiko yang berani (Myers, 2008).
135
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Gambar 2.3. Bagan Dinamika Penelitian Tepat
Berhasil Career Decision Making
Remaja
Cognitif Information Processing
Gagal
Salah
CTI
Indikasi awal DMC / CA / EC
Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif
yang
bertujuan
untuk
menggambarkan suatu fenomena yang yang berkembang dimasyarakat (Martono, 2011). Hasil pengolahan data digunakan untuk mendeteksi penyebab kegagalan pemrosesan informasi kognitif secara umum pada remaja yang berada di tingkat Sekolah Menengah Atas.
Subjek Penelitian Penelitian ini melibatkan 170 orang subyek., mereka adalah remaja baik perempuan maupun laki-laki yang berusia 17 sampai dengan 18 tahun. Akan tetapi, hasil respon subyek menunjukkan dari 6 subyek yang tidak meresponi dengan benar 5 diantaranya disebabkan respon yang tidak tepat dan 1 orang tidak mengisi beberapa item. Dengan demikian, terdapat 164 data yang dapat analisa.
136
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Teknik Pengambilan Sampel Pengumpulan subyek dilakukan dengan metode nonprobability sampling (Martono, 2011). Artinya, Peneliti tidak memberikan kesempatan atau peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti membatasi subyek pada kelompok yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh Peneliti sebelumnya. Menurut Martono (2011) teknik ini biasa disebut sebagai teknik purposive sampling. Selanjutnya, Peneliti meminta subjek untuk mengisi kuesionair berupa 48 item skala CTI.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan sebanyak 2 orang atau sekitar 1% subyek termasuk tidak bermasalah (skor ≤ 27). Sebanyak 19 orang atau sekitar 12 % subyek termasuk sedikit bermasalah (skor 28 – 47). Sebanyak 85 orang atau sekitar 52% subyek tegolong cukup bermasalah (skor 48 – 68). Sebanyak 50 orang atau sekitar 30% subyek tergolong bermasalah (skor 69 – 88). Terakhir, sebanyak 8 orang atau sekitar (5%) subyek tergolong sangat bermasalah (skor ≥ 89). Berikut tabel penjelasannya.
Tabel 4.8 Gambaran Umum CTI Kriteria
Batasan
Jumlah
%
% kumulatif
Tidak bermasalah
≤ 27
2
1
1
Sedikit bermasalah
28-47
19
12
13
Cukup Bermasalah
48-68
85
52
65
Bermasalah
69-88
50
30
95
≥ 89
8
5
100
164
100
100
Sangat bermasalah Total
Untuk mempermudah analisa lanjutan, pertama-tama Peneliti akan membagi subyek ke dalam tiga kelompok: (a) kelompok sedikit dan tidak bermasalah; (b) kelompok yang cukup bermasalah; dan (c) kelompok bermasalah dan sangat bermasalah. Pada Tabel 4.8. terlihat 1% subyek tergolong tidak bermasalah, 12% subyek tergolong sedikit bermasalah sehingga total subyek yang tidak bermasalah dan sedikit bermasalah secara skor total CTI ini sebesar 13% subyek. Terakhir, sebanyak 52% remaja tergolong cukup bermasalah secara skor total CTI. Sebesar 137
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
30% subyek tergolong bermasalah, dan sebesar 5% subyek tergolong sangat bermasalah. Dengan demikian total subyek yang tergolong bermasalah dan sangat bermasalah secara skor total CTI ini sebesar 35% subyek. Hasil tersebut menunjukkun sebagian besar remaja cenderung bermasalah dengan pemilihan karier mereka. Sampson, et al. (1996) menyatakan tingginya skor tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan berikut. Pertama, mereka belum memiliki tujuan, minat, dan kemampuan yang jelas dan menetap sehingga mereka kurang percaya diri dalam pengambilan keputusan karier mereka. Kedua, mereka belum memahami karier yang akan pilih maupun jurusan sekolah mereka. Ketiga, kurangnya informasi yang mereka dapatkan mengenai bidang pekerjaan, pendidikan, dan program pelatihan yang berkaitan dengan karier yang akan mereka pilih. Keempat, cenderung ragu akan pilihan karier mereka. Selain itu, kemungkinan kelima ialah mereka cenderung tidak nyaman dengan perkembangan pengetahuan mereka tentang karier dan membuat mereka menjadi khawatir dengan pilihan karier yang mereka buat. Keenam, perasaan mereka sedang berada pada kondisi yang negatif, rentan terhadap stres psikologis, memiliki emosi negatif serta ide-ide yang irasional mengenai pengambilan keputusan karier yang akan mereka ambil. Terakhir, kemungkinan mereka mereka tidak dapat mengatasi stres yang mereka alami dengan efektif. Pada akhirnya, mereka cenderung menjadi pribadi yang dependen, mudah putus harapan, dan nantinya menjadikan seseorang sulit beradaptasi dengan perubahan yang mungkin terjadi dalam suatu pekerjaan. Selain itu, orang yang berada pada usia ini kemungkinan mengalami masalah identitas, kejelasan minat, kemampuan, dan kepribadian mereka. Melalui skor total kita dapat melihat indikasi awal yang umumnya dapat menyebabkan kegagalan pemrosesan informasi, khususnya remaja (Sampson et al., 1996). Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, kegagalan pemrosesan tersebut dapat disebabkan karena adanya indikasi DMC, CA atau EC. Oleh karena itu, untuk memperkaya hasil penelitian Peneliti mencoba menganalisis lebih jauh indikasi penyebab kegagalan pemrosesan informasi kognitif yang dialami subyek. Pertama, analisa pada kelompok sedikit dan tidak bermasalah secara skor total CTI. Sekalipun secara umum mereka dapat dikatakan tidak bermasalah. Kajian lanjutan tidak terdapat subyek yang terindikasi bermasalah dalam DMC maupun CA. 138
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Akan tetapi, sebesar 29% subyek terindikasi bermasalah dalam EC. Kedua, berdasarkan analisa lanjutan terhadap 85 orang remaja yang tergolong cukup bermasalah dalam skor total CTI, terlihat sebanyak 1 orang atau 1% subyek tergolong tidak terindikasi mengalami DMC. Sebanyak 31 orang atau 36% subyek terindikasi sedikit bermasalah dengan DMC mereka. Selanjutnya, sebanyak 50 orang atau 59% terindikasi cukup bermasalah dalam DMC. Terakhir, terdapat 3 orang atau 4% remaja terindikasi bermasalah dalam DMC. Ketiga, analisa lanjutan terhadap 58 orang yang tergolong bermasalah dan sangat bermasalah menurut skor CTI total, terlihat sebanyak 41% subyek terindikasi bermasalah dalam DMC, dan hanya 7% subyek terindikasi sangat bermasalah dalam DMC. Indikasi masalah dalam CA menunjukkan 64% subyek terindikasi bermasalah dan 30% subyek terindikasi sangat bermasalah. Di sisi lain, indikasi terhadap EC yang memperlihatkan 33% subyek terindikasi bermasalah dan 65% subyek terindikasi sangat bermasalah. Pada dasarnya, kelompok subyek ini secara umum terindikasi bermasalah dalam semua, baik dalam DMC, CA, maupun EC. Akan tetapi, indikasi masalah EC memiliki pengaruh yang lebih besar dari keduanya. Di antara ketiga indikasi masalah terlihat 65% subyek terindikasi sangat bermasalah dalam EC dibandingkan dengan indikasi terhadap CA yang hanya 37%, atau DMC yang hanya 7%. Berdasakan uraian di atas, terlihat bahwa diantara kedua indikasi masalah lainnya,
indikasi
terhadap
masalah
EC
cenderung
lebih
dominan
dalam
mempengaruhi pengambilan keputusan remaja, khususnya remaja yang mengambil bagian dalam penelitian ini. Seperti penjelasan pada bab sebelumnya, External Conflict
(EC)
merupakan
indikasi
masalah
yang
disebabkan
karena
ketidakmampuan seseorang dalam menyeimbangkan masukan yang ia terima dengan keinginan mereka sendiri. Masukan tersebut dapat saja mereka dapatkan dari orang tua, keluarga, orang-orang yang berpengaruh dalam diri seseorang, maupun dari teman-teman (Espero, 2009).
Pembahasan dan Diskusi Noeth, Engen, dan Prediger (Isaacson & Brown, 1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pemilihan karier remaja ialah keluarga, kemudian barulah dipengaruhi oleh kelas (86%) dan dipengaruhi oleh teman (73%), sedangkan konselor sekolah dan aktivitas yang berkaitan dengan karier yang 139
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
mereka pilih tersebut hanya berpengaruh sekitar 53% dan 52%. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Dillard dan Campbell juga dalam Isaacson dan Brown mengakui bahwa keluarga sangat mempengaruhi pengambilan keputusan karier terkait dengan perkembangan karier mereka. Keluarga, khususnya orang tua umumnya merupakan lingkungan terdekat dengan anak sehingga secara tidak langsung hal tersebut berpengaruh pada pemutusan karier kelak (Mullis, & Mullis, 1988). Hasil penelitian Dogan dan Kazak (2010) juga menemukan bahwa dalam prosesnya dukungan dari orang tua juga turut mempengaruhi pengambilan keputusan karier seseorang. Menurut Krumboltz’s, hal tersebut dapat terjadi karena proses belajar yang dilakukan anak baik ketika mereka mengobservasi pekerjaan yang dilakukan atau peralatan yang digunakan oleh orang tua mereka (Isaacson & Brown, 1997). Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa faktor luar khususnya keluarga dalam hal ini orang tua sangat berperan dalam pengambilan keputusan karier seseorang. Mengingat Indonesia merupakan bagian dari Asia yang juga menganut budaya kolektivistik di mana secara alami tujuan kelompok dalam hal ini keluarga menjadi lebih penting dari dirinya (Myers, 2008). Budaya tersebut mendorong seseorang untuk cenderung kurang nyaman ketika mendapati dirinya berbeda dengan lingkungan. Oleh karena itu pendapat yang datang dari orang lain akan dominan dalam mempengaruhi pengambilan keputusannya dibanding dengan minatnya sendiri. Sampson et.al (1996) menyebutkan tingginya skor EC dapat dikarenakan oleh tiga kemungkinan berikut. Pertama, remaja mengalami kebingungan karena adanya kesenjangan antara kesenangannya akan suatu hal dengan kesenangan orang lain. Kedua, remaja belum dapat membedakan persepsi dirinya mengenai suatu karier dengan persepsi orang lain terhadap karier yang dipilihnya tersebut. Terakhir, remaja cenderung belum dapat membedakan masukan dari orang lain yang berguna sebagai bahan pertimbangan dalam memilih karier dengan keinginannya. Menurut Super, ketidakmampuan seseorang untuk membedakan masukan tersebut dapat saja terjadi karena secara perkembangan orang yang berada pada usia remaja berada pada tahap ekslorasi yang menuju kristalisasi (Zunker, 2006). Masa ini mendorong remaja untuk aktif mencari informasi, seperti meminta pendapat pada orang-orang yang berarti baginya, kelompok mereka, dan komunitas atau 140
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
lingkungan sosial di mana ia berada. Pencarian informasi yang demikian dilakukan karena secara biologis perkembangan otak mereka belum sepenuhnya matang (Cornish, 2010) sehingga mereka belum cukup terampil untuk mengolah informasi yang tersedia secara mandiri. Oleh karena itu, remaja masih membutuhkan dukungan atau masukan dari orang-orang yang ada di sekitarnya terkait suatu bidang karier yang menarik baginya. Sebab, menurut Kohler kemampuannya dalam internalisasi baik-buruknya segala sesuatu belum berkembang dengan baik (Papalia et al., 2007). Selain itu, pengalaman dan pembelajaran terkait penilaian tentang suatu karier pada remaja yang tergolong kurang membuat remaja belum cukup mampu mempertahankan pilihan karier mereka dan menjadikan remaja mudah terpengaruh oleh orang lain. Di sisi lain, Elkind percaya bahwa remaja memiliki keyakinan untuk menjalani hidup yang lebih baik dari orang dewasa (Papalia et al., 2007). Sayangnya, keyakinan tersebut belum disertai strategi yang baik dalam memilih alternatifalternatif yang ada, sekalipun remaja terlihat sebagai pengambil keputusan yang meyakinkan. Sebab, dasar yang mereka gunakan untuk mempertahankan pendapat hanya bermodalkan fakta dan logika. Pada akhirnya kondisi-kondisi tersebut membuat remaja menjadi pengambil keputusan karier yang tidak efektif, remaja tidak mampu berpikir objektif dalam merealisasikan pilihan tersebut. Sebagai contoh, pengalaman yang dialami oleh Aulia (Aulia, 2012) mahasiswa yang beralih jurusan dari Teknik Informatika (TI) menjadi Bahasa dan Sastra Indonesia. Pada mulanya ia mengambil jurusan TI berdasarkan temannya dengan harapan ketika lulus ia akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Ketika ia terbentur dengan nilai-nilai yang tidak memuaskan dalam beberapa mata kuliah yang ada membuatnya pindah jurusan.
Kesimpulan dan Saran Penelitian ini dibuat untuk mendeteksi indikasi awal kegagalan pemrosesan informasi dalam pengambilan keputusan karier pada remaja, khususnya di SMA Thomas Aquino. Berdasarkan hasil penelitian tercatat sebanyak 21 orang atau 13% subyek tergolong tidak bermasalah hingga sedikit bermasalah. Sebanyak 85 orang atau 52% remaja tergolong cukup bermasalah. Sebanyak 58 orang atau 35% subyek tergolong bermasalah dan sangat bermasalah. Berdasarkan presentase
141
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
tersebut terlihat bahwa remaja cenderung mengalami masalah dalam pemilihan karier mereka. subyek cenderung bermasalah dengan pemilihan kariernya. Analisa lanjutan terhadap skor total CTI memperlihatkan indikasi masalah yang dialami remaja umumnya dikarenakan masalah EC. Remaja tidak mampu menyeimbangkan keinginannya dengan masukan yang diterimanya, sehingga kecenderungan karier yang diambil remaja biasanya pengaruh lingkungannya. Akibatnya, perkembangan remaja menjadi tidak optimal mereka cenderung menghabiskan waktu di suatu fase, contohnya dalam menyelesaikan pendidikannya.
Saran Teoritis Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini, untuk itu peneliti menyarankan bagi pembaca yang hendak mengambil topik serupa: 1. Menggali lebih dalam hasil penelitian melalui studi kualitatif yang tidak dilakukan oleh penelitian ini. 2. Pengambilan data utama tidak hanya di satu sekolah agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan untuk membantu remaja lainnya. Selain itu, agar berguna
bagi
para
praktisi
pendidikan
untuk
membantu
menyusun
pendekatan dan program penanganan yang tepat bagi remaja yang bermasalah. 3. Mempertimbangkan aspek inteligensi remaja. Melihat pengaruh inteligesi terhadap kegagalan pemrosesan informasi kognitif. Saran Praktis Saran bagi praktisi khususnya di sekolah SMA Thomas Aquino terkait hasil penelitian ini: 1. Memberikan kelas khusus terkait bimbing karier kepada remaja untuk memfasilitasi mereka pengambilan keputusan karier. 2. Sekolah bekerja sama dengan orang tua dalam membimbing penetapan karier anak-anak mereka melalui sosialisasi mengenai karier. 3. Mengarahkan perkembangan kemampuan kognitif mereka ke arah yang lebih positif
melalui
pelatihan-pelatihan
tentang
keputusan karier dengan melibatkan orang tua.
142
keterampilan
pengambilan
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
4. Program yang peneliti tawarkan bagi siswa ialah melalui simulasi. Sekolah membuat simulasi bidang-bidang pekerjaan yang mereka minati. Selain itu, juga penting untuk membekali siswa dengan informasi mengenai pekerjaan yang mereka lakukan dalam karier tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Aulia, I. (2012, Febuari 2). Pindah jurusan? kenapa enggak!. Kompasiana. Diambil dari: http://edukasi.kompasiana.com. Azwar, S. (2009). Validitas dan reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Brown, D., Brooks, L., & Associate. (1996). Career chioce and development. San Fransissco, California: Jossey-Bass Inc. Ciccarelli, S. k., & Meyer, G. E. (2006). Psychology. NJ: Person. Creed, P. A., Wong, O. Y., & Hood, M. (2009). Career decision-making, career barriers and occupational aspiration in Chinese adolescents. Journal Education Vocal Guidance, vol 9, hal 189-203. Diambil dari http://search.proquest.com/ docview/195563264/ 13496DC83162A10FFFC/1?accountid=50673. Davison, C. M. (2004). Translation of fixed-response questionnaires for health research with aboriginal people: A discussion of methods. Journal of Aboriginal and Indigenous Community Health, 2, 97-113. Diambil dari: http://www.pimatisiwin. com/uploads/1243495699.pdf. Dogan, T., & Kazak, M. (2009). The investigation of the relationship between students’ decision making skills and parental attitudes. Procedia Social and Behavioral Sciences, 2, 2556-2560. Espero, C. O. (2009). Correlates of career decisions among children of overseas filipino workers. Alipato, 3(3), 54-65. Diambil dari http://journals.upd.edu.ph/index. php/ali/article/ viewFile/1756/1673. Gati, I., & Saka, N. (2001). High school students’ career-related decision making difficulties. Journal of Counseling and Development, 79, 331-340. Diambil dari http://search.proquest.com/docview/219024562/13496DD73CD199F67A2/1?ac countid=50673. Hornyak, D. A. (2007). Utilizing cognitive information processing theory (disertasi, University of Pittsburgh). Diambil dari http://d-scholarship.pitt.edu/7323/1/ HornyakDavidA_April2007.pdf. Unpublish dissertation. Issacson, L. E., & Brown, D. (1997). Career information, career counseling, and career development. MA: Allyn and Bacon. 143
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Kemenangan gadis berkursi roda. (1992, November 28). Majalah Tempo Online. Diambil dari http://majalah.tempointeraktif.com. Kuliah terbengkalai, Derby banting stir. (2010, Agustus 4). Kapanlagi.com. Diambil dari http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/kuliah-terbengkalai-derbybanting-setir.html Latief. (2010, Februari 18). Salah program study, lulus kuliah “nganggur”. Kompas. Diambil dari http://edukasi.kompas.com. Latief. (2010, Mei 3). Memilih jurusan: Kapan seharusnya tes minat dan bakat?. Kompas. Diambil dari http://edukasi.kompas.com. LeAnn. (2008, Maret). How to overcome the biggest mistakes in decision making. Proquest. Diambil dari http://search.proquest.com/docview/220462289/fulltextPDF/13496DE409 F2DC2F897/1?accountid=50673. Martono, N. (2011). Metode penelitian kuntitatif: Analisis isi dan data sekunder. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Mullis, A., Mullis, R., Rathge, Richard. (1988). Career choices of north dakota adolescents: major influences. Farm Research, 46(1), 25-2. Diambil dari http://library.ndsu.edu/tools/dspace/load/?file=/repository/bitstream/handle/1036 5/6193/farm_46_01_07.pdf?sequence=1. Myers, D. G. (2008). Social psychology. NY: McGraw-Hill. Okky Lukman: " ngerem", demi gelar S-2. (2010, Maret 31). Kompas.com. Diambil dari http://nasional.kompas.com. Papalia, D. L., Olds, S. W., & Feldman, K. S. (2007). Human development. NY: Mc Graw Hill. Perencanaan karier sejak dini. (2004, Mei 26). Bruder FIC. Diambil dari http://bruderfic.or.id/h-62/perencanaan-karier-sejak-dini.html. Sampson Jr, J. P., Lenz, J. G., Reardon, R. C., & Peterson, G. W. (1999). Effective techniques: A cognitive information processing approach to employment problem solving and decision making. The Career Develoopment Quarterly, vol 48, hal 318. Diambil dari http://search.proquest.com/docview/219438531/fulltextPDF/13496 D8E7BC1AF826EC/1?accountid=50673. Sampson, G. W., Peterson, J. P., Lenz. J. G., Reardon. R. C, & Saunders, D. E. (1996). Career thought inventory. USA: Psychological Assessment Resources, Inc. 144
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2014
Santrock, J. W. (2010). Adolescence. NY: McGraw-Hill. Sarwono, S. W. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sharf, R. S. (2006). Applaying career development theory to counseling.USA: Thomson Wadswoth. Urbina, S. (2004). Essentials of research design and methodology. NJ: John Wiley & Sons, Inc. Zunker, V. G. (2006). Career counseling: a holistic approach. USA: Brooks.
145