DETEKSI GEN KETAHANAN TERHADAP POWDERY MILDEW PADA MELON (Cucumis melo L.) HASIL PERSILANGAN RESIPROK INDUKAN ACTION 434 DAN PI 371795 Ganies Riza Aristya dan Retno Dyah Perwitasari Laboratorium Genetika, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Jl. Teknika Selatan Sekip Utara Yogyakarta 55281 e-Mail :
[email protected] ABSTRAK Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman holtikultura dari familia Cucurbitaceae yang sangat digemari karena memiliki rasa manis dan menyegarkan. Berbagai macam kultivar dibudidayakan di Indonesia mendorong para pemulia tanaman untuk meningkatkan varietas tanaman dengan beberapa teknik konvensional maupun modern. Salah satu tujuan pemuliaan tanaman adalah untuk memperoleh buah melon yang tidak hanya kaya rasa dan bernilai gizi tinggi juga tahan terhadap beberapa macam penyakit. Powdery mildew merupakan salah satu penyakit yang menyerang tanaman melon hampir diseluruh sentra budidaya di Indonesia. Jamur tepung ini menyerang daun, batang serta buah, sehingga menyebabkan kerusakan pada morfologi dan berakhir dengan kematian tanaman. Pada penelitian ini menggunakan persilangan secara konvensional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pewarisan sifat ketahanan yang mengendalikan infeksi powdery mildew pada tanaman melon indukan Action 434, PI 371795 dan tetuanya. Penelitian ini menggunakan metode PCR dengan penanda molekular SCAR (Sequence Characterized Amplified Regions). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanda SCAR mampu mendeteksi gen ketahanan melon terhadap powdery mildew pada populasi melon Tacapa, indukan PI 371795 dan indukan Action 434 yang ditunjukkan dengan fragmen pada panjang 1058 bp. Kata kunci: Cucumis melo L., powdery mildew, SCAR ABSTRACT Melon (Cucumis melo L.) is a horticultural crops from family Cucurbitaceae is very popular because it has a sweet taste and fruit fresh. A wide variety of cultivars grown in Indonesia encourage plant breeders to improve crop varieties with some conventional and modern techniques. One goal of plant breeding is to obtain a melon that is not only rich in flavor and high nutritional value are also resistant to several kinds of diseases. Powdery mildew is a disease that attacks the melon crop in nearly all centers of cultivation in Indonesia. Powdery mildew attacks the leaves, stems and fruit , thus causing damage to the morphology and ends with the death of the plant. In this study using conventional crossover . The purpose of this study was to determine the pattern of inheritance controlling resistance to powdery mildew infection of melon plants breeders Action 434 , PI 371 795 and parent. This study using the PCR method with molecular markers SCAR (Sequence Characterized Amplified Regions). The results showed that the SCAR marker capable of detecting resistance genes against powdery mildew on cantaloupe melon Tacapa population, breeders and breeders Action PI 371 795 434 as indicated by the length of the 1058 bp fragment.
Keywords: Cucumis melo L., powdery mildew, SCAR
I.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Tanaman melon pertama kali ditemukan di daerah Mediterania (Afrika) yang
merupakan daerah perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. Tanaman melon kemudian menyebar ke daerah Timur Tengah dan ke Eropa. Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus dan akhirnya ditanam luas di Colorado, California dan Texas. Tanaman melon kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia terutama di daerah subtropis dan tropis termasuk Indonesia (Prajnanta, 2004). Pengembangan pemuliaan tanaman melon di Indonesia telah banyak dilakukan untuk merakit kultivar local yang unggul dan mampu bersaing dengan kultivar melon impor. Setiap kultivar memiliki karakter fenotip beranekaragam dan has, baik dari bentuk buah, rasa, warna daging, umur simpan buah dan ketahanannya terhadap penyakit. Para petani umumnya akan membudidayakan melon yang menjadi unggulan di masyarakat. Oleh sebab itu, peranan para pemulia tanaman melon sangatlah penting untuk memproduksi kultivar unggulan yang dapat bersaing dengan kultivar impor. Salah satu kultivar melon baru yang sedang dikembangkan adalah kultivar Tacapa yang merupakan hasil Testcross ♀ Action 434 X F1 PI (Qurrohman, 2008). Penelitian terbaru yang sedang dikerjakan yaitu menghilangkan secara testcross dan backcross indukan Tacapa sehingga diperoleh ♀ Tacapa X Action 434 dan ♀ Tacapa X PI 371795 (Agriansyah, 2012). Powdery mildew merupakan salah satu penyakit yang menyerang tanaman melon (Cucumis melo L.) di seluruh dunia. Powdery mildew yang sering dijumpai pada melon disebabkan oleh Podosphaera xanthii (Castag.) Braun et Shinhkoff (sebelumnya dinamakan Sphaerotheca fuliginea Schlecht ex Fr. Poll.) dan Golovinomyces cichoracearum (DC.) Heluta (sebelumnya dinamakan Erysiphe cichoracearum DC ex Merat.) (Kuzuya et al., 2006). Infeksi jamur ini pada tingkat yang masih ringan sudah dapat menurunkan mutu hasil panen karena mengurangi kandungan gula, mengurangi aroma, dan menyebabkan gambar jala padapermukaan buah menjadi tidak baik (Semangun, 1994). Infeksi pada buah menyebabkan kulit buah menjadi lembek dan mudah lecet. Infeksi pada daun menyebabkan daun menjadi kuning, coklat, mongering dan akhirnya mati (Tjahjadi, 1998). Budidaya tanaman melon (Cucumis melo L.) membutuhkan perawatan yang optimal dan kondisi lingkungan yang tepat, karena tanaman melon rentan terhadap infeksi hama dan penyakit. Hama dan penyakit ini dapat bersumber dari udara,
binatang atau pengaruh faktor lingkungan lain yang sangat merugikan bagi peningkatan produksi tanaman. Dalam peningkatan mutu produksi melon, faktor yang sangat sulit untuk dihilangkan adalah infeksi jamur dan patogen yang lain (Simpson and Ogorzaly, 2011). Salah satu upaya pengendalian powdery mildew adalah penggunaan fungisida.
Namun
penggunaan
fungsida
membahayakan
lingkungan
serta
kesehatan masyarakat, karena senyawa kimia yang terkandung di dalamnya selain itu jika penggunaan fungisida tidak terkontrol maka menyebabkan isolat penyebab penyakit powdery mildew tersebut resisten terhadap fungsida. Kekebalan ini muncul akibat proses adaptasinya terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam fungsida. Hal ini menyebabkan pemakaian fungsida menjadi tidak efektif dan efisien. Karena penggunaan fungisida yang tidak efektif dan efisien maka dilakukan pemuliaan tanaman dengan cara penyilangan secara konvensional. Pada tanaman melon, resistensi terhadap hama dan penyakit dapat dimanipulasi melalui program persilangan (Fukino et al., 2004). Melalui program persilangan, gen-gen ketahanan dapat diidentifikasi dan digunakan secara efektif dalam mengembangkan kultivar yang tahan terhadap hama dan penyakit (Crowder, 1990).
1.2
Perumusan Masalah Infeksi
jamur
tepung
(Powdery
mildew)
pada
tanaman
melon
mengakibatkan ketahanan melon berkurang, sehingga menyebabkan produksi melon menjadi berkurang. Salah satu upaya yang efektif agar produktivitas melon agar tetap tinggi adalah dengan menyilangkan atau mengembangkan kultivar melon yang tahan terhadap powdery mildew tersebut, sehingga gen ketahanan yang dimiliki dapat diwariskan ke generasi berikutnya. Berdasarkan hal diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah gen ketahaan penyakit powdery mildew terdeteksi pada tanaman melon hasil persilangan backcross Tacapa berdasarkan analisis molekular ? dan bagaimanakah pewarisan penanda genetik SCAR yang terpaut gen penyandi ketahanan powdery mildew pada hasil persilangan backcross indukan Action 434, PI 371795 terhadap Tacapa ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan gen
ketahanan penyakit powdery mildew pada tanaman melon Tacapa hasil persilangan backcross berdasarkan analisis molekular dan untuk mengetahui pola pewarisan penanda genetik SCAR yang terpaut gen penyandi ketahanan powdery
mildew pada hasil persilangan backcross indukan Action 434, PI 371795 terhadap Tacapa.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah (1) tersedianya informasi mengenai pola
pewarisan sifat ketahanan yang mengendalikan infeksi powdery mildew sehingga didapatkan bibit melon yang unggul dan tahan terhadap powdery mildew (2) tersedianya informasi mengenai manfaat metode SCAR yang digunakan untuk mengetahui pewarisan gen ketahanan melon terhadap powdery mildew.
II. METODE PENELITIAN Bahan Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah daun melon Action 434, PI 371795, benih melon ♀ Action 434 x ♂ Tacapa, benih melon ♀ PI 371795 x ♂ Tacapa, DNA extraction DNA kit (illustra Phytopure seri RPN-8511, 1XTE, chloroform dingin, isopropanol dingin, primer oligonukleotida SCAR (proligo), template DNA, faststart PCR master, agarose powder (Roche), DNA Ladder (Roche), loading dye, aquabides steril dan es batu (ice gel). Alat Alat-alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah horizontal agarose gel electrophoresis apparatus (MUPID 2-Plus), well-forming combs (sisir pembentuk sumur), power supply, vortex, parafilm, hotplate, freezer, erlenmeyer 500 mL, gelas ukur 500 mL, timbangan analitik, mortar, micropipet 5-1000 µL, microsentrifuge, pipet tip (white, yellow and blue), microtube 1,5 µL, UV Transilluminator, mortar, autoclave, oven, microwave, mesin PCR, spektrofotometer UV-VIS, kamera digital, spidol marker, tissue dan alumunium foil. Cara kerja 1.
Ekstraksi DNA Koleksi daun melon Action 434, PI 371795, benih melon ♀ Action 434 x ♂
Tacapa, benih melon ♀ PI 371795 x ♂ Tacapa yang telah ditanam di Greenhouse, dikoleksi daun ke 3-4 dari atas kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diberi kode. Daun-daun tersebut kemudian disimpan dalam almari es pada suhu -20o C. Sebelum dilakukan ekstraksi, daun tersebut ditimbang seberat 0,4 gr dan segera digerus diatas mortar yang telah disimpan di lemari pendingin. Ditambahkan 400 µL Reagen Phytopure I diatas mortar dan digerus perlahan-lahan bersama daun yang telah lembut sampai merata.
Campuran dituang ke dalam tube 1,5 mL dan ditambahkan 100 µL Reagen Phytopure II serta dikocok dengan perlahan. Diinkubasi pada suhu 65 o C selama 15 menit kemudian diletakkan dalam es selama 20 menit. Tahap selanjutnya ditambahkan 400 µL chloroform dingin dikocok perlahan dan ditambahkan 30 µL resin phytopure dengan cara dituang tegak lurus dengan tube. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml. selanjutnya ditambahkan isopropanol dingin melalui dinding dengan volume sama dengan volume supernatan yang diambil.
Selanjutnya
dikocok
dan
didiamkan
selama
5
menit.selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan diperoleh pelet DNA berwarna putih didasar tube. Selanjutnya pelet dicuci dengan 100 µL ethanol 70% dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit, pencucian ini dilakukan sebanyak 3 kali. Ethanol dibuang kemudian dikering anginkan serta ditambahkan 50 µL 1XTE buffer. Selanjutnya hasil ekstraksi DNA disimpan dalam suhu -200C untuk dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif.
2.
Pengukuran Konsentrasi DNA Estimasi DNA total yang dihasilkan dari ekstraksi diukur konsentrasinya
dengan menggunakan UV-VIS Spektrofotometer. Alat spektrofotometer disiapkan kemudian diset untuk pengukuran absorbansi dengan panjang gelombang 260 nm dan dikalibrasi dengan akuabides. Kemudian pada alat itu ditekan tanda auto zero sampai angka pada monitor menunjukkan angka nol, kemudian akuabides diganti dengan DNA hasil isolasi yang telah diencerkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 260 nm tersebut, angka absorbansi akan keluar pada monitor. Setelah itu diulangi panjang gelombang 280 nm dan dicatat absorbansinya. 3.
Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction). Semua komponen reaksi PCR dikondisikan dingin di dalam termos yang berisi es (ice box). Primer SCAR diperoleh dari hasil pengembangan primer RAPD dalam penanda pUBC411 (Fukino et al., 2004) dengan menambahkan 15 nukleotida dari 10 nukleotida RAPD (Daryono, 2006), yaitu: SCAR 05 F : CAGACAAGCCCAGAATTAACATCTC SCAR 05 R : CAGACAAGCCTAGGAGTTGTGGGCT
Kemudian dibuat campuran PCR dengan total volume 25 µL didalam tube 200 µL dengan komposisi yaitu Faststart 12,5 µL; Forward primer 2,5 µL; Reverse Primer 2,5 µL; sampel DNA 3 µL dan akuabides 4,5 µL. Tube yang berisi campuran PCR tersebut selanjutnya dicampur dengan hati-hati secara merata. Kemudian pasang set PCR dengan formula sebagai berikut Predenaturasi 95 0C selama 5 menit, Denaturasi 950C selama 1 menit,
Annealling 540C selama 1 menit,
Extension 720C selama 2 menit dan Posextension 720C selama 10 menit dan proses ini diulang sebanyak 29 kali. Setelah selesai kemudian produk PCR disimpan dalam lemari es (-200C) dan siap untuk dielektroforesis.
4.
Elektroforesis Disiapkan apparatus electrophoresis yang diisi dengan 1XTBE sebanyak
gel agarose terendam. Selanjutnya DNA produk dari hasil PCR tersebut sebanyak 4 µL dicampur dengan 2 µL loading dye, kemudian masukkan ke sumuran kedua dan seterusnya. Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam sumuran, apparatus elektrophoresis ditutup dan dihubungkan dengan sumber listrik. Power supply diatur pada 50 V selama 30 menit, kemudian alat dinyalakan dengan menekan tombol ON. Setelah selesai alat dimatikan. Gel dikeluarkan beserta apparatus electrophoresis kemudian gel diamati dengan UV Transiluminator. Pita-pita DNA akan Nampak berpendar. Selanjutnya hasil didokumentasikan menggunakan kamera digital.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengisolasi DNA tanpa debris sel. Pada penelitian ini ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan kit ekstraksi DNA (illustra Phytopure seri RPN-8511). Kelebihan dari kit ini adalah cepat, mudah digunakan, aman, efisien, tidak membutuhkan bahan yang banyak (0,1-1,0 g), hasil yang didapatkan bebas dari polisakarida kontaminan, serta menghasilkan DNA dengan konsentrasi dan kemurnian yang tinggi (TEPNEL, 2003). Tahap pertama yang dilakukan adalah penimbangan daun, daun ditimbang seberat 0,4 gr dan kemudian dilakukan ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA dilakukan dengan cara penggerusan daun melon diatas mortar yang telah disimpan di lemari pendingin. Penggerusan bertujuan untuk menghancurkan jaringan tumbuhan secara mekanik sehingga mempermudah langkah selanjutnya untuk mengisolasi
DNA yang terdapat di dalam sel, serta dilakukan dalam kondisi dingin agar enzimenzim proteolitik tidak aktif. Selanjutnya ditambahkan reagen I diatas mortar dan digerus perlahan bersama daun yang telah lembut sampai merata. Reagen I ini berfungsi melisiskan dinding sel. Reagen I mengandung buffer, deterjen dan selulase. Buffer merupakan campuran antara asam lemah atau basa lemah dengan garamnya. Buffer berfungsi untuk menyangga pH larutan. Deterjen berfungsi melarutkan lipid yang menyusun membran sel, mendenaturasi protein dan menghambat DNAse yang dapat merusak DNA. Selulase berfungsi menghidrolisa selulosa yang merupakan komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan. Ditambahkan reagen II yang berfungsi untuk melisiskan membran inti sel, serta dikocok secara perlahan agar larutan menjadi homogen. Diinkubasi pada suhu 65o C selama 15 menit untuk mengoptimalkan kerja enzim yang terdapat dalam larutan. Selanjutnya diinkubasi/diletakkan dalam es (-20o C) selama 20 menit yang bertujuan untuk memberikan kejutan suhu dalam larutan sehingga lepasnya DNA dari nukleus, mitokondria maupun kloroplas dapat optimal dan kerja enzim dihentikan dengan cepat. Kloroform dingin yang berfungsi untuk menghilangkan sisa dinding sel serta mampu mendenaturasi protein dan polisakarida. Selanjutnya ditambahkan resin phytopure memiliki dua fungsi utama yaitu membentuk lapisan semisolid yang memisahkan bagian mengandung DNA dengan debris sel dan mengikat secara kovalen polisakarida kontaminan dengan gugus –B(OH)2 bebas yang terdapat pada permukaannya (TEPNEL, 2003). Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Fungsi sentrifugasi pada tahap ini adalah untuk memisahkan antara fase akuosa yang berisi DNA total dengan komplek reagensia dengan debris sel, protein dan polisakarida. Hasil akhir sentrifugasi adalah terbentuknya 3 lapisan dalam larutan. Lapisan atas adalah supernatan yang berisi DNA total (genom) dari tumbuhan yaitu DNA yang masih bercampur dengan protein histon dan nonhiston serta RNA. Lapisan tengah merupakan kompleks debris sel dan resin phytopure. Lapisan bawah adalah kloroform yang mempunyai berat jenis paling besar. Ditambahkan isopropanol dingin bertujuan untuk menjaga volume asam nukleat yang akan diendapkan menjadi minimum. Isopropanol berfungsi untuk presipitasi DNA melalui mekanisme dehidrasi yaitu menarik air sehingga menyebabkan terbentuknya endapan DNA. Pengendapan ini terjadi akibat penurunan kelarutan asam nukleat di dalam air. Molekul air yang polar mengelilingi molekul DNA pada fase akuosa. Muatan positif dari air berikatan kuat dengan muatan negative gugus fosfat DNA.
Ikatan ini menyebabkan DNA larut dalam air, sementara itu polaritas isopropanol lebih rendah bila dibandingkan dengan air, sehingga molekul isopropanol tidak dapat berikatan dengan gugus polar asam nukleat sekuat air, hal ini menyebabkan isopropanol tidak dapat melarutkan asam nukleat (Aristya, 2009). Pemberian ethanol 70 % pada suhu rendah akan menurunkan aktivitas molekul air sehingga pengendapan DNA berlangsung lebih efektif (Surzycki, 2000). Selanjutnya ethanol dibuang kemudian tube dikeringanginkan sehingga sisa ethanol kering. Hal ini bertujuan agar DNA tidak rusak karena terkena ethanol. Penambahan TE yang berfungsi untuk melarutkan DNA. Selanjutnya hasil ekstraksi DNA disimpan pada suhu -20o C supaya DNA stabil dan tidak rusak.
b. Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA Pengukuran
konsentrasi
DNA
dapat
ditentukan
dengan
metode
elektroforesis dan spektrofotometri. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi DNA menggunakan metode spektrofotometri karena hasil pengukuran dengan metode spektrofotometri lebih akurat dibandingkan dengan metode elektroforesis. Hal ini disebabkan karena pada metode spektrofotometri molekul DNA, RNA maupun protein dapat dihitung secara kuantitatif. Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil ekstraksi secara kuantitatif diukur menggunakan metode spektrofotometri dengan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Konsentrasi dan kemurnian DNA dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
1,95
Rasio
1,9 1,85 1,8 1,75
Rasio
1,7
1,65 PI 371795
Action 434
TACAPA PI 371795 x TACAPA
Action 434 x TACAPA
Sampel Daun
Gambar 1. Hasil total kuantitatif kemurnian DNA
Konsentrasi DNA
3000 2500 2000 1500 1000
Konsentrasi DNA
500 0 PI 371795 Action 434 TACAPA
PI 371795 Action 434 x TACAPA x TACAPA
Sampel Daun
Gambar 2. Hasil total kuantitatif konsentrasi DNA
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata kemurnian DNA yang didapatkan pada tahap ekstraksi adalah antara 1,7-1,9. Kemurnian DNA ini berguna untuk melihat ada tidaknya kontaminan DNA yang berupa RNA, protein serta kontaminan lainnya. Beberapa kontaminan yang mungkin mengotori hasil ekstraksi DNA yaitu berupa RNA, protein, beberapa polisakarida, pigmen antosianin dan yang lain yang bersama dengan endapan pelet DNA. Hal ini dapat dilihat dengan masih adanya endapan pelet DNA yang berwarna coklat, kuning, hijau dan bukan berwarna putih atau transparan. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi DNA yang didapatkan pada tahap ekstraksi adalah antara 1686-2691,9 µg/mL. Keberagaman konsentrasi DNA ini disebabkan karena daun melon memiliki berat yang beragam dan pada saat ekstraksi DNA total yang dipanen banyak yang terbuang. c. Deteksi gen ketahanan powdery mildew pada melon Kandungan DNA dalam pelet yang dihasilkan pada tahap ekstraksi DNA, kemudian dilakukan uji kualitas dengan elektroforesis diatas gel agarose dengan konsentrasi 2 %. Konsentrasi gel ini didasarkan karena DNA hasil amplifikasi (hasil PCR) memiliki ukuran yang kecil sehingga untuk memisahkannya digunakan konsentrasi gel yang tinggi. Apabila konsentrasi gel rendah, DNA akan mudah untuk melalui gel karena pori gel yang renggang sehingga DNA tidak terpisah sebagai pita-pita DNA dalam elektroforesis. Hasil uji kualitatif DNA hasil ekstraksi dapat dilihat pada gambar 3.
M
PI
TAC
ACT
TP
TA
PT
AT 1058bp 1000bp 500bp
200bp 100bp
Gambar 3. Fragmen DNA amplifikasi dengan penanda SCAR pada parental hasil ekstraksi, keterangan gambar : M = Marker (100bp);PI = indukan PI 371795; TAC = indukan Tacapa;ACT = indukan Action 434; TP = Tacapa x PI 371795;TA = Tacapa x Action 434; PT = PI 371795 x Tacapa; AT = Action 434 x Tacapa Pada gambar 3 menunjukan bahwa pita DNA muncul pada indukan PI 371795, Tacapa, PI 371795 x Tacapa dan Action 434 x Tacapa dikarenakan fragmen DNA tersebut mampu mengendalikan sifat ketahanan terhadap powdery mildew. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa fragmen DNA penyandi ketahanan melon terhadap powdery mildew dapat teramplifikasi pada panjang 1058 bp. Hasil menunjukkan bahwa pada sifat fenotipik mampu menangkal serangan powdery mildew (bersifat tahan/resistant). Sedangkan pada gambar 3 menunjukkan bahwa parental Action 434, fragmen tersebut tidak muncul karena Action 434 mempunyai sifat yang rentan/tidak tahan terhadap serangan powdery mildew. Pada hasil skrining dengan analisis penanda SCAR pada populasi induk PI 371795 diketahui tahan terhadap powdery mildew maka pewarisan sifatnya dikendalikan oleh gen dominan tunggal yanitu sifat tahan diatur oleh satu gen dominan atau resesif (Keningsbuch and Choen, 1992; Kuzuya et al., 2003; Qurrohman, 2008; Aristya, 2009). Tacapa ini merupakan hasil testcross ♀ Action 434 X F1 P1. Pita DNA yang muncul menunjukkan bahwa gen ketahanan mampu mengendalikan sifat ketahanan terhadap powdery mildew. Sifat ini menunjukkan bahwa gen atau alel pada individu testcross bersifat heterozigot.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa gen ketahanan terhadap penyakit powdery mildew terdeteksi di tanaman melon hasil backcross Tacapa, penanda SCAR dapat digunakan untuk mendeteksi gen pengkode sifat ketahanan terhadap powdery mildew pada tanaman melon Tacapa hasil persilangan indukan Action 434 dan
PI 371795 dan penanda
molekuler SCAR terpaut dengan gen pengkode sifat ketahanan terhadap powdery mildew yang berukuran 1.058 bp. V. DAFTAR PUSTAKA Aristya, G.R. 2006. Skrining dan Pewarisan Sifat Ketahanan Tanaman Melon (Cucumis melo L.) terhadap Powder Mildew (Jamur Tepung). Skripsi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Aristya, G.R. 2009. Pewarisan dan Pemetaan Penanda Sequence Characterized Amplified Region (SCAR) Terpaut Gen Penyandi Ketahanan Power Mildew [(Podosphaera xanthii (Castag.) Braun et Shiskoff)] Pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.). Tesis Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Aristya, G. R. and Daryono, B.S. 2008. Identification and Screening for Resistance to Powdery Mildew in melons (Cucumis melo L.). International Seminar Plant Pathology Azrai, M. 2005. Ulasan Pemanfaatan Markah Molekuler dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman. Jurnal Agro Biogen. Vol. 1 (1) Carsono N. 2008. Peran Pemuliaan Tanaman dalam Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia. Disampaikan dalam Seminar on Agricultural Sciences Mencermati Perjalanan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam Kajian Terbatas Bidang Produksi Tanaman, Pangan, Tokyo. Januari 2008. Crowder, L.V. 1990. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 366-368, 372 Daryono, B.S. 2006. Resistance to Cucurbit Viruses in Several Genotypes of Melon (Cucumis melo L.). Berkala Ilmiah Biologi 5 (1): 1-12. Daryono, B.S dan M. T. Qurrohman. 2009. Pewarisan Sifat Ketahanan Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Powder Mildew (Podosphaera xanthii (Castag.) Braun et Shishkoff). Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 15(1): 1-6 Erkilinc, A., M. Karaca. 2005. Assesment of Genetic Variation in Some Cotton Varietes (Gossypium hirsutum) Grown in Turkey Using Mikrosatelite. Akdeniz Universitesi Ziraat Fakultesi. Vol. 18 (2). Fukino, N., Kunihisa, M. and Matsumoto, S. 2004. Characterization of Rekombinant inbred lines derived from crosses in Melon (Cucumis melo L.), ‘PMAR No. 5’ x ‘Harukei No. 3’. Breeding Science 54:141-145. Griffiths, A.J.F., J.H. Miller, D.T. Suzuki, R.C. Lewonti, and W.M. Gelbart. 1993. An Introduction to Genetic Analysis. Hosoya, K., Kuzuya, M., Murakami T., Kato, K., Narisawa, K. and Ezura, H. 2000. Impact of Resistance MelonCultivars on Sphaerotheca fuliginea. Journal : Plant Breeding, Vol. 119. Pp. 286-288. Iswandari, A. 2009. Perbandingan Morfologi dan Pertumbuhan Antara Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Hasil Test Cross dengan Varietas Tahan Powdery Mildew dengan Tanpa Fungisida. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Pabendon, M.C. 2004. Pemanfaatan Marka Molekuler untuk Identifikasi VarietaTanaman dalam Bidang PemuliaanTanaman. Makalah Pribadi Tidak Diterbitkan. Bogor. Program Pasca Sarjana IPB. Prajnanta, F. 2004. Melon : Pemeliharaan secara intensif dan kiat sukses beragribisnis. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. hal :1-4, 163 Prasetiyono, J., Tasliah, H.Aswidinnoor, andS. Moeijopawiro. 2003. Identifikasi Marka Mikrosatelit yang Terpaut dengan Sifat Toleransi terhadap Keracunan Alumunium pada padi Persilangan Dupa x ITA131. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol 8 (2). Qurrohman, T., & Daryono, B.S. 2009. Pewarisan Sifat Ketahanan Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Powdery Mildew (Podophaera xanthii (Castag.) Braun et Shishkoff). Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 15, 1-6. Qurrohman, T.M. 2008. Pewarisan sifat ketahanan tanaman melon (Cucumis melo L.) terhadap powdery mildew. Skripsi. Fakultas Biologi. UGM Robinson, R.W. and D. S. Decker-Walters. 1999. Cucurbits. CAB International. New York. p : 226 Samadi, B. 2007. Melon, Usaha Tani dan Penanganan Pasca panen. Kanisius. Yogyakarta. hal 128. Setiadi dan Parimin. 2002. Bertanam Melon (Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Depok. Hal : 96. Simpson, B. B and Ogorzaly. 2001. Economic botany, plants in our world. McGrowHill Higher Education, New York. p : 82-85. Stern, K. R. 2000. Introductory Plant Biology. McGrow-Hill Higher Education. New York. p :338-341. Suprapto and Kairudin. 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas, Tindak Gen dan Kemajuan Genetik Kedelai (Glycine max Merrill) Pada Ultisol. Jurnal IlmuIlmu Pertanian Indonesia. Vol.9 (2). Surzycki, S. 2000. Basic techniques in molecular biology.Springer-Verlay, Berlin Heidelberg. Germany. Pp. 4-13 Tjitrosoepomo, G. 1991. Taksonomi tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
VI. BIODATA PENULIS I. IDENTITAS DIRI 1.1. Nama Lengkap (dengan gelar) 1.2. Jabatan Fungsional 1.3. NIP 1.4. Tempat dan Tanggal Lahir 1.5. Alamat Rumah 1.6. 1.7. 1.8.
Nomor Telepon/Fax Rumah Nomor HP Alamat Kantor
1.9. Nomor Telepon/Fax Kantor 1.10. Alamat e-mail 1.11 Mata Kuliah yg diampu
Ganies Riza Aristya, S.Si.,M.Sc. (P) Asisten Ahli 198402162009122005 Madiun/16 Februari 1984 Ngrandu RT. 027 RW. 014 Kali Agung Kec. Sentolo Kulon Progo Yogyakarta, Indonesia 081328210804/081802794884 Laboratorium Genetika, Fakultas Biologi, Jln. Teknika Selatan Sekip Utara 55281 Yogyakarta (0274) 580839/(0274) 580839
[email protected];
[email protected] 1. Genetika Dasar
2. Genetika Populasi 3. Genetika Sel II. RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1. Program: Biologi 2.2. Nama PT 2.3. Bidang Ilmu 2.4. Tahun Masuk 2.5. Tahun Lulus 2.6. Judul Skripsi/ Tesis
2.7. Nama Pembimbing
S1 Universitas Gadjah Mada Biologi 2002 2006 Skrining dan pewarisan sifat ketahanan tanaman melon (Cucumis melo L.) terhadap Powdery mildew (Jamur Tepung)
Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc.
S2 Universitas Gadjah Mada Biologi 2007 2009 Pewarisan dan pemetaan penanda Sequence Characterized Amplified Region (SCAR) terpaut gen penyandi ketahanan powdery mildew [Podosphaera xanthii (castag.) braun et shishkoff] pada tanaman melon (Cucumis melo L.) Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc
III. PENGALAMAN PENELITIAN (bukan skripsi, tesis, maupun disertasi) sesuai dengan riset yang disulkan No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp) 1. 2009 Pengembangan Melon Varietas Baru Hibah Riset 100 ”Gama Melon Basket” (sebagai anggota Kluster Agro peneliti)
2.
2009
3.
2010
4
2011
5
2011
6
2012
7
2012
8
2012
9
2013
Produksi Tanaman Melon Unggul Tahan Virus dan Jamur Tepung Hasil Pemuliaan Tanaman (Tahun 1) (sebagai pelaksana penelitian) Produksi Tanaman Melon Unggul Tahan Virus dan Jamur Tepung Hasil Pemuliaan Tanaman (Tahun 2) (sebagai anggota peneliti) Produksi Tanaman Melon Unggul Tahan Virus dan Jamur Tepung Hasil Pemuliaan Tanaman (Tahun 3) (sebagai anggota peneliti) Complete Nucleotide Sequence of Coat Protein Gene of Orchid Infecting Viruses in Indonesia (sebagai anggota peneliti) Deteksi Gen Ketahanan Terhadap Penyakit Powdery Mildew dan Variasi genetik tanaman Melon (Cucumis melo L.) Hasil Pemuliaan Tanaman (sebagai ketua peneliti) Pengembangan Melon Unggul Tahan Penyakit dan Lahan Kritis Hasil Pemuliaan Tanaman (sebagai ketua peneliti) Survei Potensi Pengembangan Tanaman Stroberi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Tawangmangu (sebagai ketua peneliti) Pengembangan Melon Unggul Tahan Penyakit dan Lahan Kritis Hasil Pemuliaan Tanaman, Tahun II (sebagai ketua peneliti)
Hibah Kompetensi
100
Hibah Kompetensi
100
Hibah Kompetensi
95
IM HERE Project Biology
70
Hibah Dosen Muda
25
Insentif Sinas Kemenristek
145
Mandiri
Insentif Sinas Kemenristek
-
200
IV. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (bukan skripsi, tesis, maupun disertasi) No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Pendanaan Masyarakat Sumber Jml (Juta Rp) 1. 2009 Anggota Tim Tracer Study Dana Masyarakat 2. 2010 Anngota Tim Kegiatan Temu Alumni Dana Masyarakat 3. 2010 Anggota Tim Kegiatan Lustrum Biologi Dana ke-XI Masyarakat 4. 2010 Anggota Tim Audit Mutu Internal Dana Fakultas Biologi UGM Masyarakat 5. 2010 Pembicara dalam Seminar dan Dana Program Workshop Promosi Program Studi Studi Pascasarjana Biologi Pascasarjana Biologii
6.
2010sekarang
7.
2012
Nara sumber pada pembinaan Olimpiade Sains Terapan dan Nasional Tim Penerima Tamu Fakultas Biologi UGM
Dana Dinas
-
Dana Masyarakat Fakultas Biologi UGM
-
V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL Aristya, G.R., and Daryono, B.S. 2007. Identification and Screening for Resistance to Powdery Mildew in melons (Cucumis melo L.). Proc. of the 3rd Asian Conference on Plant Pathology, Faculty of Agriculture, Gadjah Mada University, Yogyakarta-Indonesia.pp.325327. Daryono, B.S., Aristya, G.R. and Kasiamdari, R.S. 2009. Development of Random Amplified Polymorphism DNA Markers Linked to Powdery Mildew Resistance Gene in Melon. Proc.of International Seminar on Biological Sciences, Faculty of Biology, Gadjah Mada University,Yogyakarta Aristya, G.R. and Kasiamdari. R.S. 2009. Disease Resistance of Melons (Cucumis melo L.) Againts Powdery Mildew, Podosphaera xanthii. Proc. of The International Seminar on Sciences and Technology: The Challenge in a Global Warming Era Issues and Opportunities for a Better Life. Universitas Islam Indonesia, Univerisiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Malaysia Trenggano Daryono, B.S., Aristya, G.R. and Kasiamdari, R.S. 2009. Development of Random Amplified Polymorphism DNA Markers Linked to Powdery Mildew Resistance Gene in Melon. Proc. Genome Association Conference, The University of Western Australia, Perth, Australia Aristya, G.R. dan Daryono, B.S. 2010. Karakter Fenotip dan kandungan Nutrisi Melon Varietas Baru “Melodi Gama-1” Hasil Uji Multilokasi di Musim Kemarau. Proc. Seminar Nasional Biologi “Perspektif Biologi dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati” dalam Rangka Lustrum Biologi ke XI, Fakultas Biologi Universitas Gadjah mada Yogyakarta Daryono, B.S., Aristya, G.R., and Kasiamdari, R.S. 2011. Development of Random Amplified Polymorphism DNA Markers Linked to Powdery Mildew Resistance Gene in Melon. Indonesian Journal of Biotechnology: Vol. 16, No. 2, pp 76. Aristya, G.R. dan Daryono, B.S. 2012. Karakterisasi Fenotip dan Pewarisan Sifat Ketahanan terhadap Penyakit Powdery Mildew pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.) var Tacapa Hasil Pemuliaan Tanaman. Proc. Seminar Nasional Insentif Riset Sinas “Membangun Sinergi Riset Nasional untuk Kemandirian Teknologi”. Kementrian Riset dan Teknologi Aristya, G.R., Onggo, A.T., and Daryono, B.S. 2013. Phenotypic Characters Analysis of Cross Melon (Cucumis melo L.) Tacapa Cultivar . Proc. Of The International Symposium on Agricultural and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada. Aristya, G. R., Alyza, R., Khoiroh, R., and Daryono, B.S. 2013. Chromosome Number and Time Period of Mitotic Cycle of Festival and Californica Strowberry Cultivar (Fragaria x ananassa and Fragaria vesca). Proc. Of The International Conference Biological Science, Faculty of Biology, Universitas Gadjah Mada Aristya, G.R., dan Daryono, B.S. 2013. Pengembangan dan Pewarisan Sifat Ketahanan Penyakit Powdery Mildew Pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Var. Tacapa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Daerah DIY. Vol V, Nomor 7 Aristya, G.R., Suyanto, E., Kasiamdari, R.S., dan Daryono, B.S. 2013. Seleksi Ketahanan Kultivar Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Jamur Tepung (Powdery Mildew) Isolat Ngawi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pemerinta Daerah DIY. Vol V, Nomor 8